PENGARUH KADAR ALBUMIN TERHADAP LAMA RAWATAN
DAN MORTALITAS PADA PASIEN DI RUANG RAWAT
INTENSIF ANAK
TESIS
GEMA NAZRI YANNI
057103002/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KADAR ALBUMIN TERHADAP LAMA RAWATAN
DAN MORTALITAS PADA PASIEN DI RUANG RAWAT
INTENSIF ANAK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
GEMA NAZRI YANNI
057103002/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis :Pengaruh Kadar Albumin Terhadap Lama Rawatan dan
Mortalitas pada Pasien di Ruang Rawat Intensif Anak
Nama Mahasiswa :Gema Nazri Yanni
Nomor Induk Mahasiswa :057103002
Program Magister :Kedokteran Magister Klinik
Konsentrasi :Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. dr. H. Munar Lubis,SpA(K)) Ketua
( dr. Muhammad Ali, SpA(K)) Anggota
Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,
(Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K))
Telah diuji pada
Tanggal : 15 November 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) ...
Anggota :1. dr. Muhammad Ali, SpA(K) ...
2. dr. Nazaruddin Umar, SpAn-KNA ...
3. Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, ... MSc(CTM), SpA(K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam
Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K),dan dr.
Muhammad Ali, SpA(K),yang telah memberikan bimbingan, bantuan
serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU, Prof.dr.Hj.Bidasari Lubis,
Melda Deliana, SpA(K), sebagai Sekretaris Program Studi 2007 -
2010 yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan periode 2003-2007, dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 – 2010 yang telah
memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu,DTM&H,MSc(CTM),SpA(K) dan DR.
Ir. Erna Mutiara, MSc yang sudah membimbing saya dalam
penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /
RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah
memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan
penulisan tesis ini.
6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. H. Chairuddin P Lubis,
DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
Anak di FK- USU.
Alhamdulillah, kita sudah membuat suatu ikatan persaudaraan yang
erat. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani
pendidikan selama ini.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta
penulisan tesis ini.
Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua Ir.H.OK.
Nazaruddin Hisyam, MS dan Dra.Hj.Herawaty Halim atas pengertian serta
dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya
dan memberikan bantuan moril dan materil. Begitu juga kak Dina, Yanti, Pipi,
Nurul, Rahmi, Ikhsan, bang Andri, Reza yang selalu mendo’akan dan
memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik
yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 08 November 2008
DAFTAR ISI
2.4. Penggunaan Albumin pada Pasien dengan Penyakit Kritis 7
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 30
6.2 Saran 30
Ringkasan 31
Daftar Pustaka 33
Lampiran
1. Persetujuan bersedia mengikuti penelitian 36
2. Kuesioner 37
3. Persetujuan komite etik 39
4. Riwayat hidup 40
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik sampel pada kedua kelompok studi 21
Tabel 4.2. Hubungan antara kadar albumin dengan lama rawatan 22
dan mortalitas
Tabel 4.3. Hasil analisis multivariat terhadap lama rawatan 22
Tabel 4.4. Hasil analisis multivariat terhadap mortalitas 23
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
kDa :kiloDalton
Da :Dalton
TOK :Tekanan Osmotik Koloid
PICU :Pediatric Intensive Care Unit
MEP :Malnutrisi Energi Protein
AS :Amerika Serikat
SAFE :Saline versus Albumin Fluid
α heliks :Rantai alfa molekul
zα :Deviat baku normal untuk α
zβ :Deviat baku normal untuk β
n :Jumlah subjek / sampel
X1-X2 :Perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgement)
> :Lebih besar dari
< :Lebih kecil dari
TPN :Total Parenteral Nutrition
B :Koefisien pengali untuk suatu prediktor
SD :Standart Deviasi
mmHg :Milimeter hidrargirum
S :Simpang baku
α :kesalahan tipe I
β :kesalahan tipe II
NaCl :Natrium clorida
g/dL :gram per desi liter
ABSTRAK
Latar belakang Penggunaan albumin di ruang rawat intensif masih
kontroversial. Rendahnya konsentrasi serum albumin pada penyakit kritis berhubungan dengan hasil akhir yang buruk. Manfaat suplementasi albumin pada pasien-pasien di ruang rawat intensif masih belum jelas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh kadar albumin terhadap lama rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif anak
Metode Studi cross-sectional dari Juni-September 2008 di ruang rawat
intensif anak RS.H.Adam Malik Medan. Anak usia 0-18 tahun dengan pengambilan sampel secara purposive. Kriteria inklusi : semua pasien yang masuk ruang rawat intensif anak yaitu pascapembedahan mayor dan sakit berat. Diperiksa kadar albumin saat masuk. Kelompok hipoalbuminemia (<3 g/dL) mendapat suplementasi albumin berdasarkan protokol di ruang rawat intensif anak. Kelompok albumin normal (≥3 g/dL) tidak diberikan suplementasi. Kemudian diobservasi lama rawatan atau apakah sampel meninggal.
Hasil Kelompok hipoalbuminemia rata-rata lama rawatan 7,6 hari (9,77) dan kematian 12 (36,4). Kelompok albumin normal rata-rata lama rawatan 4,7 hari (5,00) dan kematian 13 (37,1). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok terhadap mortalitas. Jenis kasus memiliki hubungan yang bermakna terhadap lama rawatan dan mortalitas.
Kesimpulan Kadar albumin tidak berpengaruh terhadap lama rawatan dan
mortalitas anak sakit berat di ruang rawat intensif
Kata kunci : kadar albumin, sakit berat, hipoalbuminemia, lama
ABSTRACT
Background. The use of albumin in the critical care setting is very
controversial issue. Low serum albumin concentration in critical illness is associated with a poor outcome. Albumin supplementation remains unclear. The objective of this study is to evaluate the influence of albumin level in critically ill to length of stay and mortality in pediatric intensive care unit
Methods. Cross sectional study conducted at Juni – September 2008 in
Pediatric Intensive Care Unit Adam Malik hospital. Children at 0-18 years old were taken with purposive sampling. The inclusion criteria were : all patients admitted to PICU with postoperative major surgery and critically ill children. We examined albumin level in first day admitted. Group with hypoalbuminemia (<3 g/dL) were given albumin supplementation according to protocol in PICU. At the end of the care, we calculated how many days patients in PICU or died.
Results. We found that group with hypoalbuminemia have average length of stay 7,6 days (9,77) and mortality 12 children (36,4). Group with normal albumin level have 4,7 days (5,00) and mortality 13 children (37,1).There was no significant effect of albumin level to mortality. Type of cases had significant correlation to length of stay and mortality
Conclusion. Albumin level did not affect to length of stay and mortality in pediatric intensive care unit
Keywords : albumin level, critically ill children, hypoalbuminemia, length of stay, mortality
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Albumin, merupakan protein yang diproduksi di hati, yang berperan terhadap
tekanan onkotik di darah. Di samping berperan dalam tekanan osmotik
koloid, albumin juga bekerja sebagai molekul pengangkut untuk bilirubin,
asam lemak dan obat-obatan.1
Fungsi albumin pada penyakit kritis belum sepenuhnya dimengerti.
Terdapat perbedaan yang bermakna fungsi albumin pada anak yang sehat
dengan penderita penyakit kritis. Konsentrasi serum albumin yang rendah
pada pasien dengan penyakit kritis berhubungan dengan hasil akhir yang
buruk.2-4
Pada seseorang yang sehat albumin berperan dalam
mempertahankan tekanan osmotik koloid (TOK), namun kurang berkorelasi
pada penyakit kritis.4 Pasien dengan penyakit kritis mempunyai TOK yang
rendah. Dari 200 pasien dengan penyakit kritis mempunyai TOK 19,1 mmHg.
Tekanan osmotik koloid yang rendah berkorelasi dengan tingginya
morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit kritis. Tekanan
osmotik koloid 15 mmHg berhubungan dengan angka harapan hidup 50%.
komplikasi yang fatal seperti edema paru, yang pada akhirnya akan
menimbulkan gagal nafas.3,4
Pengukuran tekanan osmotik dapat dilakukan secara langsung
dengan alat yang disebut oncometers, atau menggunakan rumus Van’t hoff equation yaitu: tekanan osmotik = n x (c/M) x RT, dimana n = jumlah partikel di substrat (n=1 untuk protein plasma), c/M = molar konsentrasi dari substrat,
R = konstanta 0,082, T = absolut temperatur.5
Berdasarkan penelitian deskriptif terhadap 134 anak dengan penyakit
kritis di perawatan intensif anak, didapat insiden hipoalbuminemia saat tiba
adalah 57% dan meningkat 76% pada 24 jam pertama.6
Hipoalbuminemia paling sering terjadi pada penyakit kritis. Penyebab
terjadinya hipoalbuminemia ini bersifat kompleks dan disebabkan berbagai
mekanisme seperti ketidakseimbangan antara pembentukan dan
penghancuran albumin, meningkatnya permeabilitas kapiler dan perubahan
distribusi albumin antara intravaskular dan ekstravaskular. 2,4
Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk
telah memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada
pasien dengan hipoalbuminemia. Tetapi masih terdapat kontroversi,
meskipun hipoalbuminemia secara langsung menyebabkan hasil akhir yang
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kadar albumin pada anak sakit
berat dapat digunakan sebagai prediktor untuk menentukan lamanya
rawatan dan mortalitas pasien yang dirawat di ruang rawat intensif.
Untuk itu penelitian ini mencoba menilai pengaruh kadar albumin pada
anak sakit berat terhadap lamanya rawatan dan mortalitas pasien yang
dirawat di ruang rawat intensif. Apakah kadar albumin berpengaruh terhadap
lama rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif anak?
1.3. Hipotesis
Kadar albumin tidak berpengaruh terhadap lamanya rawatan dan mortalitas
anak sakit berat di ruang rawat intensif.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh kadar albumin pada anak sakit berat terhadap
lamanya rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif.
1.5. Manfaat Penelitian
Memberi masukan terhadap unit rawat intensif anak, apakah kadar albumin
saat tiba dapat digunakan untuk menilai lama rawatan dan mortalitas pada
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Albumin4
Albumin merupakan protein plasma yang terbanyak ± 55% sampai 60% dari
total protein serum. Terdiri dari ikatan rantai tunggal polipeptida dari 585
asam amino dengan berat molekul 66 500 Da. Bentuk molekul di darah α heliks rantai ganda dengan ikatan disulfida.
Pembentukan albumin berlangsung di hati. Albumin tidak disimpan di
hati tetapi disekresikan ke sirkulasi portal segera setelah diproduksi. Pada
anak yang sehat, rata-rata pembentukan albumin 194 mg/kg/hari atau 12
sampai 25 g albumin perhari. Pembentukan albumin tergantung pada nutrisi
Total pemecahan albumin dalam sehari adalah 5% dari seluruh
protein tubuh yang beredar. Albumin dipecah di beberapa organ tubuh. Pada
otot dan kulit penghancuran albumin 40% sampai 60% dari jumlah
keseluruhan. Meskipun hati mempunyai metabolisme tinggi terhadap protein,
namun penghancuran albumin hanya 15% atau kurang dari total albumin.
Ginjal sekitar 10%, sedangkan sisanya 10% melalui lambung dan saluran
cerna.
2.2.Fungsi Albumin
a. Mempertahankan tekanan onkotik
Peranan albumin terhadap tekanan osmotik koloid plasma mencapai 80%
yaitu 25 mmHg. Albumin mempunyai konsentrasi yang tinggi dibandingkan
dengan protein plasma lainnya, dengan berat molekul 66.5 kDa lebih rendah
dari globulin serum yaitu 147 kDa, tetapi masih mempunyai tekanan osmotik
yang bermakna.3,4,7 Efek osmotik ini memberikan 60% tekanan onkotik
albumin, sisanya 40% bermuatan negatif yang berperan dalam usaha untuk
mempertahankan intravaskular dari partikel terlarut yang bermuatan positif
(efek Gibbs-Donnan ).4
Suatu studi membandingkan konsentrasi albumin dan tekanan osmotik
perbedaan konsentrasi albumin pada yang sembuh dan tidak sembuh, tetapi
tidak bermakna terhadap tekanan osmotik koloid plasma.8
b. Sebagai pengikat & pengangkut
Albumin dapat mengikat secara lemah dan reversibel partikel yang
bermuatan negatif dan positif, dan berfungsi sebagai pembawa dan
pengangkut molekul metabolit dan obat. Meskipun banyak teori tentang
pentingnya albumin sebagai pengangkut dan pengikat protein, namun masih
sedikit informasi mengenai perubahan yang terjadi pada pasien dengan
hipoalbuminemia.2-4,7
c. Efek Antikoagulan
Albumin mempunyai efek terhadap pembekuan darah. Kerjanya seperti
heparin, karena mempunyai persamaan struktur dua molekul. Heparin
bermuatan negatif pada grup sulfat yang berikatan antitrombin III yang
bermuatan positif, yang menimbulkan efek antikoagulan. Albumin serum juga
bermuatan negatif. Terdapat hubungan negatif antara konsentrasi albumin
dengan kebutuhan heparin pada pasien yang akan dilakukan hemodialisa.3,4
albumin bermuatan negatif yang berperan dalam pembentukan anion gap
yang dapat mempengaruhi status asam basa.3,4 Penurunan kadar albumin akan menyebabkan alkalosis metabolik, dimana penurunan albumin 1 g/dl
akan meningkatkan kadar bikarbonat 3,4 mmol/L dan produksi basa >3,7
mmol/L serta penurunan anion gap 3 mmol/L.4
Suatu studi terhadap 152 pasien di perawatan intensif didapat 9 orang
mempunyai kadar pH, pCO2 dan konsentrasi elektrolit dan protein yang
normal serta 96% dengan kadar albumin <-3 SD. Penelitian ini mendapatkan
adanya gangguan asam-basa pada 1/6 pasien dengan konsentrasi buffer
nonbikarbonat (albumin) yang rendah.9
2.3. Albumin dan Penyakit Kritis
Penyakit kritis adalah gangguan fisiologis yang menyebabkan mortalitas dan
morbiditas pada anak tanpa sebab dan intervensi yang tepat. Penyakit kritis
pada anak adalah bila dijumpai masalah pada jantung dan paru.10
Penyakit kritis mengakibatkan peningkatan distribusi albumin antara
intravaskular dan ekstravaskular, yang menyebabkan juga perubahan
kecepatan pembentukan dan penghancuran protein. Konsentrasi serum
albumin akan menurun secara perlahan pada sakit berat. Konsentrasi ini
2.4. Penggunaan Albumin pada Pasien dengan Penyakit Kritis
Manfaat dan kerugian dari pemberian albumin3,11
Manfaat : - mengurangi edema
- efek antiplatelet
- efek antitrombotik
- meningkatkan mikrosirkulasi
Kerugian : - cairan berlebihan
- kontraktilitas miokard terganggu
- memperburuk edema
- meningkatkan hilangnya darah
- gangguan ekskresi air dan natrium
2.4.1. Pemberian albumin sebagai dukungan nutisi pada anak sakit
kritis
Tunjangan nutrisi memegang peranan penting pada perawatan anak sakit
kritis, karena sering dijumpai gangguan nutrisi yang berkaitan dengan
peningkatan proses metabolisme dan katabolisme. Bila kebutuhan nutrien
tidak terpenuhi secara adekuat dapat terjadi Malnutrisi Energi Protein (MEP)
akut, daya pertahanan tubuh menurun, penyembuhan luka lambat, infeksi
meningkat dan lama rawatan memanjang, sehingga pada akhirnya
Tujuan tunjangan nutrisi pada anak sakit kritis adalah untuk
memberikan kecukupan energi, protein dan nutrien lainnya sehingga dapat
memenuhi kebutuhan metabolik, hemostasis, penyembuhan luka dan
pertumbuhan sekaligus mencegah dan mengobati malnutrisi yang terjadi.13 Pada anak dengan penyakit kritis pemberian dukungan nutrisi dengan Total Parenteral Nutrition (TPN) dengan menambahkan albumin pada suatu penelitian dapat menurunkan angka morbiditas.2,11,14 Kebutuhan asam amino untuk parenteral diberikan sebanyak 1 sampai 1,5 g/kgBB/hari dan dapat
dinaikkan sampai 2,5 sampai 3,5 g/kgBB/hari.11,12
2.4.2 Penggunaan albumin pada penyakit kritis
Ada 3 kondisi klinis dimana kita mempertimbangkan pemberian albumin
yaitu : pada keadaan hipoalbuminemia, resusitasi pada keadaan hipovolemia
akut dan hipovolemia yang terjadi pada fase akut atau penyakit kritis.15
a. Hipoalbuminemia
Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk telah
memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada pasien
dengan hipoalbuminemia. Human albumin diindikasikan untuk terapi
hipoalbuminemia di AS dan negara lainnya. Tetapi masih terdapat
akhir yang buruk.2 Hipoalbuminemia bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena hipoalbuminemia tidak berhubungan langsung dengan
plasma dan volume cairan lainnya, tetapi karena kelebihan dan defisit cairan
di intravaskular yang disebabkan karena dilusi, penyakit dan faktor
distribusi.15
b. Resusitasi pada keadaan hipovolemia
Meskipun banyak teori yang berpendapat bahwa mempertahankan
konsentrasi serum albumin bermanfaat, namun hanya sedikit penelitian yang
mendukung pemberian suplementasi albumin. Tidak ada indikasi yang jelas
dalam pemberian albumin, banyak yang beranggapan merupakan hal yang
alami oleh karena protein mempunyai berbagai fungsi maka harus
dipertahankan dalam kadar normal. Albumin tidak direkomendasikan sebagai
terapi lini pertama oleh ahli-ahli di AS untuk keadaan hipovolemia dan
hipoalbuminemia. Hal ini bukan karena efek samping yang ditimbulkan tetapi
karena albumin tidak lebih efektif dibandingkan kristaloid dan harganya yang
lebih mahal.16
Suatu penelitian meta-analisis di Australia dan Selandia Baru, dari 55
penelitian yang mengikutsertakan 3504 pasien tidak didapat perbedaan
Hasil dari beberapa penelitian meta-analisis pemberian albumin pada
pasien yang dirawat di rumah sakit tidak konsisten. Penelitian yang
membandingkan resusitasi koloid dengan kristaloid dari 37 penelitian didapat
bahwa resusitasi dengan koloid berisiko kematian 4% atau 4 kematian tiap
100 pasien.18 Suatu penelitian saline versus albumin fluid (SAFE) 2006
menilai perbaikan keadaan setelah resusitasi dengan albumin 4% atau NaCl
pada perawatan intensif didapati rasio odds kematian pada kelompok
albumin dibandingkan dengan NaCl dalam konsentrasi albumin 25 g/L atau
<25 g/L adalah 0,87 dan 1,09. Setelah dilakukan resusitasi hasil akhir pada
kedua kelompok sama dan tidak tergantung pada kadar awal albumin
serum.19 Studi lain mendapatkan tidak adanya perbedaan risiko kematian setelah 28 hari pada kelompok yang mendapat resusitasi dengan albumin
dibandingkan dengan NaCl 0,9%.20
Suatu konsensus di Amerika Utara menyatakan albumin tidak
seharusnya digunakan pada pasien syok septik. Hipoalbuminemia pada
pasien tanpa kegagalan sirkulasi tidak perlu dikoreksi, sebaliknya dicari
penyebabnya dan diobati.21
c. Hipovolemia setelah fase akut penyakit kritis
Beberapa alasan pemberian albumin akan memperburuk keadaan pada
pemberian albumin sebesar 20% dan akan meningkatkan retensi cairan, 2.
Pada pasien dengan permeabilitas kapiler yang meningkat pemberian
albumin akan memperburuk keadaan yang menyebabkan cairan melewati
membran kapiler dan menyebabkan udem paru dan gangguan oksigenasi
jaringan yang akhirnya menyebabkan gagal organ, 3. Mengganggu sifat anti
pembekuan darah dengan demikian akan menyebabkan terjadinya
perdarahan, 4. Pemberian albumin sebagai tindakan resusitasi pada syok
hipovolemia akan menyebabkan gangguan ekskresi natrium dan air serta
gangguan fungsi ginjal.21 Suatu studi laboratorium tentang pengukuran kadar
natrium dan clorida pada pasien hipoalbuminemia didapatkan perbedaan
kadar natrium dan clorida secara analitik, statistik dan klinis.22
Pada suatu penelitian prospektif yang membandingkan pemberian
cairan albumin 4% dengan NaCl 0,9% pada 6997 pasien dengan penyakit
kritis, tidak terdapat perbedaan hasil pada kedua kelompok berdasarkan
kematian, gagal organ, lama penggunaan ventilator dan lama rawatan.23 Suatu meta-analisis yang membandingkan pemberian koloid pada
berbagai kondisi mendapati bahwa koloid merupakan cairan resusitasi yang
terbaik dalam terapi hipotensi yang berhubungan dengan dialisis dan asites
dalam penatalaksanaan asites, juga untuk menyerap toksin pada gagal hati
dan pasien penyakit kritis dengan gagal organ.25 Dilaporkan pada pasien sirosis dan spontaneous bacterial peritonitis usia 18-80 tahun yang diberikan albumin intravena dan antibiotik dapat mengurangi insiden gagal ginjal dan
kematian dibandingkan yang hanya diberi antibiotik saja.26
2.5. Kerangka konseptual
• Asupan Albumin
Sehat
• Trauma
• Pembedahan
• Sakit berat Albumin normal
Albumin < 3g/dL (Hipoalbuminemia)
• Ketidakseimbangan pembentukan & penghancuran
• Peningkatan permiabilitas kapiler
• Perubahan albumin intravaskular & ekstravaskular
Tanpa
• Lama rawatan berkurang
• Mortalitas menurun
Ruang lingkup penelitian
Gambar 2.1. Kerangka konseptual
3.1. Desain Penelitian
Metode yang digunakan adalah cross sectional dengan menilai pengaruh kadar albumin terhadap lama rawatan dan mortalitas.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang rawat intensif RS.H.Adam Malik Medan. Waktu
penelitian Juni - September 2008.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi target adalah semua pasien yang dirawat di ruang rawat intensif
anak. Populasi terjangkau adalah populasi target yang di rawat di ruang
rawat intensif anak RS.Haji Adam Malik Medan selama periode penelitian.
Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Umur sampel yang diambil : anak usia 0-18 tahun.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap
(Zα + Zβ) S 2
n1 = n2 = 2
(X1-X2)
(1,96 + 0,842) 3,9 2 = 2
(8-5)
= 26
Keterangan :
n1=n2 = besar sampel masing-masing kelompok
S = simpang baku pada kedua kelompok (dari pustaka) = 3,928 X1-X2 = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgement) = 3 α = kesalahan tipe I sebesar 5% Æ Zα = 1,96
β = kesalahan tipe II sebesar 20% Æ Zβ = 0,842
Power = 0,80
Setiap pasien masuk ruang rawat intensif
- Pascapembedahan mayor
- Sakit berat dengan indikasi rawat
Kriteria eksklusi:
- Anomali kongenital multipel
- Pasien pascapembedahan yang dirawat kurang dari 24 jam untuk
observasi rutin
- Pasien dengan luka bakar
- Pasien yang tidak bersedia diperiksa atau tidak mau mengikuti penelitian
3.6. Persetujuan/ informed concent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang
dialami, dan efek yang akan diobservasi (lama rawatan dan mortalitas).
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3.8. Cara Kerja Penelitian
Subyek dikumpulkan secara purposive sampling. Semua sampel yang memenuhi kriteria baik kelompok albumin normal maupun hipoalbuminemia
diobservasi lamanya rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif.
b. Pengukuran
Semua sampel diperiksa kadar albumin saat tiba di ruang rawat intensif.
Subjek dibagi atas 2 kelompok, hipoalbuminemia (kadar albumin <3 g/dL)
dan albumin normal (≥3 g/dL). Kelompok hipoalbuminemia sesuai protokol
ruang rawat intensif anak, mendapat substitusi albumin sesuai dengan
rumus kebutuhan albumin. Konsentrasi albumin yang diberikan berdasarkan
ketersediaan di farmasi rawat intensif. Kadar albumin diperiksa dengan
pengambilan darah vena oleh petugas laboratorium. Darah yang diambil
diperiksa dengan mesin merek Integra 400 plus. Sampel dengan kadar
albumin ≥3 g/dL tidak mendapat substitusi albumin. Pada akhir rawatan dilihat berapa hari lama rawatan atau apakah sampel meninggal.
Substitusi albumin menggunakan rumus :
Variabel bebas Skala
kadar albumin nominal dikotom
Variabel tergantung Skala
Lama rawatan interval
Mortalitas nominal dikotom
Variabel perancu Skala
Jenis kasus nominal dikotom
Status gizi ordinal
3.10. Definisi Operasional
1. Hipoalbuminemia : serum albumin < 3 g/dL
2. Sakit berat : semua kondisi yang memerlukan tunjangan untuk
kegagalan sistim organ vital
3. Pasien pascapembedahan : pasien setelah dilakukan tindakan operasi
dan memerlukan pemantauan di ruang rawat intensif
4. Lama rawat : mulai pasien masuk ruang rawat intensif hingga keluar
dengan kriteria semua sistem organ stabil (hari)
5. Mortalitas : pasien meninggal selama dilakukan pemantauan di ruang
rawat intensif (ya atau tidak)
6. Sistem organ stabil : Tidak dijumpai kegagalan sistem organ
7. Jenis kasus : Apakah kasus dilakukan tindakan pembedahan atau tidak
8. Pembedahan mayor : pembedahan yang melibatkan operasi-operasi
yang lebih penting, lebih sulit dan penuh risiko
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan
program komputer (SPSS versi 13). Interval kepercayaan yang digunakan
adalah 95% dan batas kemaknaan P < 0,05.
Untuk menilai hubungan antara kadar albumin dan lama rawatan
digunakan uji t independen. Sedangkan hubungan antara kadar albumin dengan mortalitas digunakan uji kai-kuadrat.
Untuk menilai hubungan antara faktor perancu dengan lama rawatan
Dari 68 pasien yang masuk ruang rawat intensif anak selama periode
penelitian, didapatkan kelompok hipoalbuminemia 33 orang (48,5%) dan
kelompok albumin normal 35 orang (51,4%). Dari kedua kelompok
didapatkan rata-rata kadar albumin saat masuk 3,05 g/dL (0,749), dengan
kadar terendah 1,5 g/dL dan tertinggi 4,7 g/dL.
Kadar albumin antara kedua kelompok berbeda bermakna, pada
kelompok hipoalbuminemia rata-rata kadar albumin 2,33 g/dL dan pada
kelompok albumin normal 3,62 g/dL dengan P=0,001
Hasil dari penelitian ini, pada kedua kelompok jumlah pasien laki-laki
lebih banyak dibanding perempuan. Pada kelompok hipoalbuminemia jumlah
pasien laki-laki 69,7% dan perempuan 30,3%. Sedangkan pada kelompok
albumin normal, jumlah pasien laki-laki 68,6% dan perempuan 31,4%.
Selain itu, rata-rata umur, berat badan, status gizi dalam hal ini dinilai
dengan EID indeks serta jenis kasus (bedah atau bukan bedah), antara
kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna. Hasil tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Parameter Hipoalbuminemia
2,33(0,40) 3,61(0,44) 0,001
Jenis kelamin (n;%)
Umur (bln);rerata(SD) 53,3(49,98) 53,1(48,57) 0,921
Berat badan (Kg);rerata (SD) 15,6(13,13) 14,8(9,55) 0,203
Eid indeks (%);(SD)
Pada studi ini didapatkan bahwa lama rawatan dan mortalitas pada
kelompok hipoalbuminemia dan albumin normal tidak berbeda bermakna,
Parameter Hipoalbuminemia
Untuk variabel perancu seperti status gizi dan jenis kasus apakah bedah
atau bukan bedah dilakukan dengan analisa multivariat, seperti dalam Tabel
4.3 dan Tabel 4.4.
Tabel 4.3. Hasil analisis multivariat terhadap lama rawatan
Variabel B P 95% CI
Kadar albumin -3,502 0,049 -6,984;-0,020
Jenis kasus 6,424 0,001 - 2,838;10.010
Status gizi -0,146 0,808 -1,339;1,047
Dari Tabel 4.3. hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang
paling besar kontribusinya dalam hubungannya dengan lama rawatan adalah
Tabel 4.4. Hasil analisis multivariat terhadap mortalitas
Variabel B P 95% CI
Kadar albumin 0,371 0,540 0,442;4,775
Jenis kasus -2,093 0,001 0,038;0,403
Status gizi
Dari Tabel 4.4 hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang
paling besar kontribusinya dalam hubungannya dengan mortalitas adalah
BAB 5. PEMBAHASAN
Albumin memiliki beberapa fungsi fisiologis, dan sudah dipergunakan secara
luas di bidang anastesi dan rawatan intensif sesuai indikasi. Setelah lebih
dari 60 tahun penelitian klinis, pemberian albumin masih dipertanyakan.
Pada pasien sakit kritis, beberapa proses patofisiologi seperti infeksi, trauma,
atau pembedahan mayor mengakibatkan proses inflamasi yang akhirnya
melepaskan mediator-mediator seperti sitokin dan aktivasi leukosit. Hal ini
akan mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, meningkatkan
permiabilitas mikrovaskular, dan ekstravasasi cairan (termasuk albumin) ke
jaringan. Protein fase akut yang diproduksi hati adalah satu tanda inflamasi
yang dipergunakan untuk melihat hubungan antara hipoalbuminemia dan
hasil akhir yang buruk.29,30
Suatu studi prospektif tentang parameter laboratorium nutrisi rutin
yang diperiksa kurang dari 24 jam pada 105 anak sakit berat saat tiba di
ruang rawat intensif, didapatkan prevalensi hipomagnesemia 20%,
hipertrigliseridemia 25%, uremia 30% dan hipoalbuminemia 52%.31
Dari penelitian ini, dari 68 sampel saat tiba di ruang rawat intensif,
didapatkan hipoalbuminemia 33 orang (48,5%) dan albumin normal 35 orang
(51,4%). Dari kedua kelompok didapatkan rata-rata kadar albumin saat
g/dL. Rata-rata kadar albumin pada kelompok hipoalbuminemia 2,33 g/dL
dan kelompok albumin normal 3,62 g/dL.(Tabel 4.1)
Hipoalbuminemia merupakan penanda morbiditas dan mortalitas pada
anak dengan penyakit kritis. Suatu penelitian retrospektif dengan
membandingkan kelompok pasien dengan hipoalbuminemia dan kelompok
dengan kadar albumin normal terhadap pasien di pediatric intensive care unit (PICU) didapat pada kelompok hipoalbuminemia lebih lama dalam perawatan di PICU (8,08 hari) dibandingkan dengan kelompok dengan kadar
albumin normal (4,41 hari). Kelompok hipoalbuminemia mempunyai angka
harapan hidup yang rendah dan gagal organ yang lebih tinggi.32
Pada penelitian ini kami juga mendapatkan kelompok
hipoalbuminemia lebih lama rawatan (7,6 hari) dibandingkan dengan
kelompok albumin normal (4,7 hari).
Suatu penelitian pada pasien bedah jantung, bukan bedah jantung
dan gangguan ginjal, didapatkan bahwa hipoalbuminemia merupakan
prediktor hasil akhir yang buruk, dimana setiap penurunan 10 g/dL serum
albumin akan meningkatkan odds mortalitas 137%, morbiditas 89%, lama
rawatan di unit perawatan intensif dan rawatan rumah sakit 28% dan 71%.33 Hal ini berbeda dari hasil penelitian ini, pasien tidak dibedakan apakah
Pada keadaan cedera berat, luka bakar atau sepsis, metabolisme
protein menunjukkan dua kali peningkatan degradasi. Laju sintesis juga
meningkat, akan tetapi tidak sebesar degradasi.12 Hipoalbuminemia merupakan hasil kombinasi inflamasi dan tidak adekuatnya masukan kalori
pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Inflamasi dan malnutrisi akan
menurunkan sintesis dan peningkatan katabolisme protein yang dapat
menurunkan konsentrasi albumin.13
Pengeluaran albumin transkapiler meningkat 300% pada pasien
dengan syok sepsis, dan 100% setelah tindakan bedah jantung. Pada
pasien sepsis akan terjadi perubahan transkapiler bila mendapat pengobatan
yang sesuai. Dengan meningkatnya aliran albumin melalui membran kapiler,
terdapat peningkatan aliran balik limfa ke ruang intravaskular. Pergerakan
albumin selama pembedahan mayor menunjukkan penurunan aliran limfa
dan konsentrasi albumin di pembuluh limfa. Dari pengukuran total sirkulasi
dan pertukaran albumin menunjukkan penurunan 30% dengan pembedahan
mayor.4 Pada satu penelitian prospektif mendapatkan serum albumin sebagai prediksi hasil akhir pasien pascapembedahan.34
Pada penelitian ini, status gizi tidak memiliki hubungan yang
bermakna baik terhadap lama rawatan dan mortalitas, tetapi jenis kasus
apakah bedah atau bukan bedah memiliki hubungan yang bermakna
Telaah dari Cochrane Collaboration menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa albumin menurunkan mortalitas pada pasien dengan
hipovolemia dibandingkan dengan alternatif yang lebih murah seperti normal
salin dan pada pasien sakit berat dengan luka bakar atau hipoalbuminemia.35 Pada penelitian ini sesuai protokol ruang rawat intensif anak, semua
pasien pada kelompok hipoalbuminemia mendapat substitusi albumin
menurut kebutuhan.
Hipoalbuminemia merupakan fenomena yang sering pada penyakit
kritis. Pengobatan berfokus pada penyebab utama hipoalbuminemia
daripada memberikan albumin. Hasil dari beberapa penelitian meta analisis
pemberian albumin pada pasien yang dirawat di rumah sakit tidak
konsisten.17
Kegunaan albumin pada pasien sakit berat tidak ditunjang dengan
bukti ilmiah. Koreksi hipoalbuminemia tidak memiliki keuntungan yang
bermakna, pengobatan ditujukan terhadap penyakit dasar untuk mengobati
hipoalbuminemianya.34 Direkomendasikan pemberian albumin sesuai dengan
indikasi yang tepat untuk pasien di ruang rawat intensif.30
Pemberian albumin intravena sesuai diberikan pada pasien sirosis
Dari suatu studi invitro pasien sepsis dikatakan bahwa pemberian
albumin tidak berpengaruh terhadap permiabilitas vaskular. Pemberian
albumin 20% sebanyak 200 cc tidak bermakna dalam mengurangi kebocoran
protein di mikrovaskular.38
Telaah suatu studi klinis acak, pemberian albumin hiperonkotik untuk
resusitasi hipovolemia dalam jumlah kecil memiliki beberapa keuntungan
seperti menurunkan morbiditas, gangguan ginjal dan edema.39
Penambahan albumin dalam larutan nutrisi parenteral juga tidak
direkomendasikan. Dikatakan komplikasi yang fatal dapat terjadi
dibandingkan keuntungan pemberian albumin melalui larutan nutrisi
parenteral. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti infeksi, ketidaksesuaian
dan ketidakstabilan kimia dan fisika.40
Dinyatakan bahwa pemberian albumin akan menyebabkan penurunan
angka harapan hidup pada pasien dengan penyakit kritis.28 Hal ini berbeda dengan penelitian suatu meta-analisis randomized controlled trial yang tidak menemukan efek albumin terhadap angka kematian.41
Dari penelitian ini juga tidak didapatkan perbedaan antara kelompok
hipoalbuminemia dan albumin normal terhadap mortalitas (P =0,947).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan berdasarkan hasil
penelitian kami, ternyata kadar albumin tidak berpengaruh untuk lama
Penelitian ini masih mempunyai beberapa kelemahan seperti desain
penelitian yang hanya bersifat observasional, cara pengambilan sampel,
jumlah sampel yang sedikit, serta faktor-faktor penganggu yang dapat
menimbulkan bias, seperti status gizi dan jenis kasus yang dapat
mempengaruhi hasil akhir penelitian ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan suatu studi acak tersamar dan jumlah sampel
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh kadar albumin terhadap lama
rawatan dan mortalitas pasien di ruang rawat intensif anak. Sedangkan jenis
kasus memiliki hubungan yang erat dengan lama rawatan dan mortalitas.
6.2. Saran
Penggunaan albumin pada pasien hipoalbuminemia di ruang rawat intensif
anak perlu dipertimbangkan. Karena harganya yang mahal dan ternyata tidak
berpengaruh terhadap lama rawatan dan mortalitas pasien di ruang rawat
intensif anak, pemberian albumin sebaiknya lebih selektif sesuai indikasi dan
pengobatan ditujukan terhadap penyakit yang mendasarinya.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut, dengan desain yang lebih baik
untuk melihat manfaat pemberian albumin pada anak sakit berat di ruang
RINGKASAN
Kadar albumin berpengaruh terhadap hasil akhir yang buruk pada pasien di ruang rawat intensif. Hipoalbuminemia sering terjadi pada anak dengan penyakit kritis dan merupakan penanda morbiditas dan mortalitas, tetapi suplementasi albumin pada pasien dengan hipoalbuminemia masih kontroversi.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh kadar albumin terhadap lama rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif anak.
Penelitian ini dilakukan di RS.H.Adam Malik Medan dari bulan Juni 2008 hingga September 2008. Populasi penelitian adalah semua pasien yang dirawat di ruang rawat intensif anak. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan cara purposive sampling. Semua anak diperiksa kadar albumin saat tiba di ruang rawat intensif. Anak dengan kadar albumin <3 g/dL dimasukkan dalam kelompok hipoalbuminemia dan mendapat substitusi albumin sesuai kebutuhan, sedangkan kadar ≥3 g/dL dimasukkan dalam kelompok albumin normal dan tidak mendapat substitusi. Kemudian dinilai berapa hari lama rawatan atau apakah pasien meninggal.
Selama periode penelitian didapatkan 68 anak, dengan 33 anak pada kelompok hipoalbuminemia dan 35 anak pada kelompok albumin normal. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa kadar albumin tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok terhadap lama rawatan dan mortalitas. Jenis kasus memiliki hubungan yang erat dengan lama rawatan dan mortalitas.
SUMMARY
Serum albumin concentration in intensive care unit is associated with poor outcome. Hypoalbuminemia is common in critically ill children and can predict morbidity and mortality, but albumin supplementation in hypoalbuminemic patient still controversial.
We investigated the influence of albumin level in critically ill to length of stay and mortality in pediatric intensive care unit.
This study was conducted at Adam Malik Hospital since Juni 2008 to September 2008. Population in this study were patients which admitted to pediatric intensive care unit and taken by purposive sampling. The albumin level was examined when admit to PICU and divided into hypoalbuminemic group with albumin level < 3 g/dL and normal albumin group with albumin level ≥ 3 g/dL. Sample in hypoalbuminemic group were given albumin substitution according protocol in PICU. We evaluated how many days of care or sample were died.
During period of study there were 68 children that we recruited, 33 in hypoalbuminemic group and 35 in normal albumin group. Based on the result of our study, we found that albumin level have no significant affect to length of care and mortality. Type of cases, surgery or not, have significant correlation with length of care and mortality.
DAFTAR PUSTAKA
1. North I. Fluid therapy and blood product. Dalam: Hall JB, Schmidt GA, Wood LD. Principles of critical care. Edisi ke-2. Philadelphia: McGraw-Hill,1999.h.39-40
2. Khafaji A, Web AR. Should albumin be used to correct hypoalbuminemia in the critically ill? No. TATM. 2003;5:392-6
3. Dubois MJ, Vincent JL. Use of albumin in the intensive care unit. TATM. 2002;4:80-4
4. Nicholson JP. Wolmaran MR. The role of albumin in critical illness. Br J Anasth. 2000;85:599-610
5. Brandis K. Fluid physiology. Diunduh
dari:http://www.AnaesthesiaMCQ.com. Diakses tanggal 14 November 2008
6. Durward A, Mayer A. Hypoalbuminemia in critically ill children: incidence, prognosis, and influence on the anion gap. J Arc Dis Child. 2003;88:419-22
7. Vincent JL. Should albumin be used to correct hypoalbuminemia in the critically ill? Yes. TATM. 2003;5;397-400
8. Blunt MC, Nicholson JP. Serum albumin and colloid osmotic pressure in survivors and non survivors of prolonged critical illness. Anasthesia. 1998;53:755-61
9. Fencl V, Jabor A. Diagnosis of metabolic acid-base disturbance in critically ill patients.Am J Respir Crit Care Med. 2000;162:2246-51 10. Haafiz AB, Kissoon N. The critically ill child.Dalam: Singh NC,
penyunting. Manual of pediatric critical care. Philadelphia:W.B.Saunders, 1997.h.1-11
11. Mehta N, Castillo L. Nutrition in the critically ill child. Dalam: Fuhrman BP. Pediatric critical care. Edisi ke-3. Philadelphia;Mosby, 2006.h.1068-83
14. McCarthy PL. The acutely ill child. Dalam: Behrman ER, Kliegman MR, Jonson BH, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders. 2007.h.363-438
15. Allison SP, Lobo DN. Debate: albumin administration should not be avoided.Crit Care. 2000;4:147-50
16. Erstad BL. Concerns with defining appropriate uses of albumin by meta-analysis. Am J Health-Syst Pharm. 1999;56:1451-4
17. Finfer S, Bellomo R, Myburgh J. Efficacy of albumin in critically ill patients.BMJ. 2003;326:559-60
18. Schirhout G, Roberts I. Fluid resuscitation with colloid or crystalloid solutions in critically ill patients: a systematic review of randomised trial.BMJ. 1998;316:961-4
19. SAFE study investigators. Effect of baseline serum albumin concentration on hasil akhir of resuscitation with albumin or saline in patients in intensive care units: analysis of data from the saline versus albumin fluid evaluation (SAFE) study. BMJ. 2006:1-6
20. Mayor S. Saline has similar effect to albumin in critically ill patients. BMJ. 2004;328:852
21. Offringa M. Excess mortality after human albumin administration in critically ill patients. BMJ. 1998;317:223-4
22. Story DA, Morimatsu H. The effect of albumin concentration on plasma sodium and chloride measurements in critically ill patients. Int Anesth Res Soc. 2007;104;893-7
23. Finfer S, Bellomo R, Boyce N, French J, Myburgh I, Norton R. Fluid resuscitation among the critically ill: more water under the bridge. Can J Anesth. 2006;53:1258-9
24. Martin GS, Mangialardi RJ. Albumin and furosemide therapy in hypoproteinemic patients with acute lung injury. Crit Care Med. 2002;30:2175-82
25. Grant HL. Pharmacological aspects of albumin as a niche product in the intensive care unit. Crit Care Med. 2005;33:1667-8
26. Sort P, Navasa M, Arrovo V. Effect of intravenous albumin on renal impairement and mortality in patients with cirrhosis and spontaneous bacterial peritonitis. NEJM. 1999;341:403-409
27. Madiyono S, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto H. Perkiraan besar sampel. Dalam:Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.Edisi ke-3. Jakarta. Sagung Seto;2008.h.311
29. Jain RK, Chakravorty N, Chakravorty D, Bhattacharya PK, Yadava A, Agarwal RC. Albumin : an overview of its place in current clinical practice. Indian J. Anaesth. 2004;48(6):433-8
30. Boldt J. The good, the bad, and the ugly : should we completely banish human albumin from our intensive care units?. Anesth Analg. 2000;91:887-95
31. Hulst JM, Goudoever JB, Zimmermann LJ, Tibbocl D, Joosten KFM. The role of initial monitoring of routine biochemical nutritional markers in critically ill children. J Nutr Biochem ;17(2006):57-62
32. Horowitz IN, Tai K. Hypoalbuminemia in critically ill. Arch Pediatr Adolesc Med.2007;161:1048-52
33. Vincent JL. Hypoalbuminemia in acute illness : is there a rationale for intervention ?. Annals of Surgery.2003;237:319-34
34. Gibbs J, Cull W. Preoperative serum albumin level as a predictor of operative mortality and morbidity.Arch Surg.1999;134:36-42
35. Alderson P, Bunn F, Li Wan Po A, Li L, Roberts I, Schierhout G. Human albumin solution for resuscitation and volume expansion in critically ill patients (review). The Cochrane Collaboration. The Cochrane Library.2008;2:1-24
36. Pulimood TB, Park GR. Debate : albumin administration should be avoided in the critically ill. Crit Care. 2000,4:151-5
37. Bernheim J. Efficacy of intravenous albumin administration in hypoalbuminemic patients : why and when. IMAJ. 2005;7:113-5
38. Margarson MP, Soni NC. Effects of albumin supplementation on microvascular permeability in septic patients. J Appl Physiol. 2002;92:2139-45
39. Jacob M, Chappell, Conzen P, Wilkes MM, Becker BF, Rehm M. Small-volume resuscitation with hyperoncotic albumin : a systematic review of randomized clinical trials. Crit Care. 2008;12:1-13
40. Lester LR, Crill CM, Hak EB. Should adding albumin to parenteral nutrient solutions be considered an unsafe practice?. Am J Health-Syst Pharm. 2006:1-8
Lampiran 1
PERSETUJUAN BERSEDIA MENGIKUTI PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur/kelamin : tahun,laki-laki / perempuan
Alamat :
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
Untuk mengikuti penelitian terhadap anak saya
Nama :
Umur/kelamin : tahun,laki-laki / perempuan
Alamat :
Dirawat di :
Nomor rekam medis :
Yang tujuan, sifat, dan perlunya penelitian tersebut di atas, telah cukup
dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran
PENGARUH KADAR ALBUMIN TERHADAP LAMA RAWATAN DAN
MORTALITAS PADA PASIEN DI RUANG RAWAT
INTENSIF ANAK
Tempat/Tanggal Lahir : ……….
Alamat Lengkap : ……….
Telp./ HP………
Pekerjaan Orang Tua : ………
Alamat Kantor : ………....
Berat badan : ………....
Sistem Respirasi :
Sistem GIT :
Sistem Urogenital :
Sistem Hematologi :
Albumin (awal) :
Albumin (post koreksi) :
Lampiran 3
Lampiran 4
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Gema Nazri Yanni
Tanggal lahir : 25 Juni 1979
Tempat lahir : Medan
NIP : 132 312 642
Alamat : Jl. Picauly No.3 Kampus USU Medan
Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Kemala Bhayangkari I Medan, tamat
tahun 1991
2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Harapan I Medan,
tamat tahun 1994
3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Medan, tamat
tahun 1997
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,
Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di DIKA FK. USU :01-12-2004 s/d 31-12-2004
2. Pendidikan Tahap I/Junior :01-01-2005 s/d 31-12-2005
3. Pendidikan Tahap II/Madya :01-01-2006 s/d 31-12-2006
4. Pendidikan Tahap III/Senior :01-01-2007 s/d 31-12-2007
5. Pendidikan Tahap IV/Senior :01-01-2008 s/d 31-12-2008