• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kadar Albumin Terhadap Lama Rawatan Dan Mortalitas Pada Pasien Di Ruang Rawat Intensif Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kadar Albumin Terhadap Lama Rawatan Dan Mortalitas Pada Pasien Di Ruang Rawat Intensif Anak"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KADAR ALBUMIN TERHADAP LAMA RAWATAN

DAN MORTALITAS PADA PASIEN DI RUANG RAWAT

INTENSIF ANAK

TESIS

GEMA NAZRI YANNI

057103002/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KADAR ALBUMIN TERHADAP LAMA RAWATAN

DAN MORTALITAS PADA PASIEN DI RUANG RAWAT

INTENSIF ANAK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

GEMA NAZRI YANNI

057103002/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis :Pengaruh Kadar Albumin Terhadap Lama Rawatan dan

Mortalitas pada Pasien di Ruang Rawat Intensif Anak

Nama Mahasiswa :Gema Nazri Yanni

Nomor Induk Mahasiswa :057103002

Program Magister :Kedokteran Magister Klinik

Konsentrasi :Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. dr. H. Munar Lubis,SpA(K)) Ketua

( dr. Muhammad Ali, SpA(K)) Anggota

Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,

(Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K))

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 15 November 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) ...

Anggota :1. dr. Muhammad Ali, SpA(K) ...

2. dr. Nazaruddin Umar, SpAn-KNA ...

3. Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, ... MSc(CTM), SpA(K)

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam

Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua

pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K),dan dr.

Muhammad Ali, SpA(K),yang telah memberikan bimbingan, bantuan

serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan

penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU, Prof.dr.Hj.Bidasari Lubis,

(6)

Melda Deliana, SpA(K), sebagai Sekretaris Program Studi 2007 -

2010 yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan periode 2003-2007, dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku

Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 – 2010 yang telah

memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. Prof. DR. dr. H. Syahril Pasaribu,DTM&H,MSc(CTM),SpA(K) dan DR.

Ir. Erna Mutiara, MSc yang sudah membimbing saya dalam

penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /

RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah

memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan

penulisan tesis ini.

6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. H. Chairuddin P Lubis,

DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis

Anak di FK- USU.

(7)

Alhamdulillah, kita sudah membuat suatu ikatan persaudaraan yang

erat. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani

pendidikan selama ini.

8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta

penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua Ir.H.OK.

Nazaruddin Hisyam, MS dan Dra.Hj.Herawaty Halim atas pengertian serta

dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya

dan memberikan bantuan moril dan materil. Begitu juga kak Dina, Yanti, Pipi,

Nurul, Rahmi, Ikhsan, bang Andri, Reza yang selalu mendo’akan dan

memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik

yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 08 November 2008

(8)

DAFTAR ISI

2.4. Penggunaan Albumin pada Pasien dengan Penyakit Kritis 7

(9)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 30

6.2 Saran 30

Ringkasan 31

Daftar Pustaka 33

Lampiran

1. Persetujuan bersedia mengikuti penelitian 36

2. Kuesioner 37

3. Persetujuan komite etik 39

4. Riwayat hidup 40

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik sampel pada kedua kelompok studi 21

Tabel 4.2. Hubungan antara kadar albumin dengan lama rawatan 22

dan mortalitas

Tabel 4.3. Hasil analisis multivariat terhadap lama rawatan 22

Tabel 4.4. Hasil analisis multivariat terhadap mortalitas 23

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

kDa :kiloDalton

Da :Dalton

TOK :Tekanan Osmotik Koloid

PICU :Pediatric Intensive Care Unit

MEP :Malnutrisi Energi Protein

AS :Amerika Serikat

SAFE :Saline versus Albumin Fluid

α heliks :Rantai alfa molekul

zα :Deviat baku normal untuk α

zβ :Deviat baku normal untuk β

n :Jumlah subjek / sampel

X1-X2 :Perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgement)

> :Lebih besar dari

< :Lebih kecil dari

TPN :Total Parenteral Nutrition

B :Koefisien pengali untuk suatu prediktor

SD :Standart Deviasi

mmHg :Milimeter hidrargirum

S :Simpang baku

α :kesalahan tipe I

β :kesalahan tipe II

NaCl :Natrium clorida

g/dL :gram per desi liter

(13)

ABSTRAK

Latar belakang Penggunaan albumin di ruang rawat intensif masih

kontroversial. Rendahnya konsentrasi serum albumin pada penyakit kritis berhubungan dengan hasil akhir yang buruk. Manfaat suplementasi albumin pada pasien-pasien di ruang rawat intensif masih belum jelas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh kadar albumin terhadap lama rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif anak

Metode Studi cross-sectional dari Juni-September 2008 di ruang rawat

intensif anak RS.H.Adam Malik Medan. Anak usia 0-18 tahun dengan pengambilan sampel secara purposive. Kriteria inklusi : semua pasien yang masuk ruang rawat intensif anak yaitu pascapembedahan mayor dan sakit berat. Diperiksa kadar albumin saat masuk. Kelompok hipoalbuminemia (<3 g/dL) mendapat suplementasi albumin berdasarkan protokol di ruang rawat intensif anak. Kelompok albumin normal (≥3 g/dL) tidak diberikan suplementasi. Kemudian diobservasi lama rawatan atau apakah sampel meninggal.

Hasil Kelompok hipoalbuminemia rata-rata lama rawatan 7,6 hari (9,77) dan kematian 12 (36,4). Kelompok albumin normal rata-rata lama rawatan 4,7 hari (5,00) dan kematian 13 (37,1). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok terhadap mortalitas. Jenis kasus memiliki hubungan yang bermakna terhadap lama rawatan dan mortalitas.

Kesimpulan Kadar albumin tidak berpengaruh terhadap lama rawatan dan

mortalitas anak sakit berat di ruang rawat intensif

Kata kunci : kadar albumin, sakit berat, hipoalbuminemia, lama

(14)

ABSTRACT

Background. The use of albumin in the critical care setting is very

controversial issue. Low serum albumin concentration in critical illness is associated with a poor outcome. Albumin supplementation remains unclear. The objective of this study is to evaluate the influence of albumin level in critically ill to length of stay and mortality in pediatric intensive care unit

Methods. Cross sectional study conducted at Juni – September 2008 in

Pediatric Intensive Care Unit Adam Malik hospital. Children at 0-18 years old were taken with purposive sampling. The inclusion criteria were : all patients admitted to PICU with postoperative major surgery and critically ill children. We examined albumin level in first day admitted. Group with hypoalbuminemia (<3 g/dL) were given albumin supplementation according to protocol in PICU. At the end of the care, we calculated how many days patients in PICU or died.

Results. We found that group with hypoalbuminemia have average length of stay 7,6 days (9,77) and mortality 12 children (36,4). Group with normal albumin level have 4,7 days (5,00) and mortality 13 children (37,1).There was no significant effect of albumin level to mortality. Type of cases had significant correlation to length of stay and mortality

Conclusion. Albumin level did not affect to length of stay and mortality in pediatric intensive care unit

Keywords : albumin level, critically ill children, hypoalbuminemia, length of stay, mortality

(15)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Albumin, merupakan protein yang diproduksi di hati, yang berperan terhadap

tekanan onkotik di darah. Di samping berperan dalam tekanan osmotik

koloid, albumin juga bekerja sebagai molekul pengangkut untuk bilirubin,

asam lemak dan obat-obatan.1

Fungsi albumin pada penyakit kritis belum sepenuhnya dimengerti.

Terdapat perbedaan yang bermakna fungsi albumin pada anak yang sehat

dengan penderita penyakit kritis. Konsentrasi serum albumin yang rendah

pada pasien dengan penyakit kritis berhubungan dengan hasil akhir yang

buruk.2-4

Pada seseorang yang sehat albumin berperan dalam

mempertahankan tekanan osmotik koloid (TOK), namun kurang berkorelasi

pada penyakit kritis.4 Pasien dengan penyakit kritis mempunyai TOK yang

rendah. Dari 200 pasien dengan penyakit kritis mempunyai TOK 19,1 mmHg.

Tekanan osmotik koloid yang rendah berkorelasi dengan tingginya

morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit kritis. Tekanan

osmotik koloid 15 mmHg berhubungan dengan angka harapan hidup 50%.

(16)

komplikasi yang fatal seperti edema paru, yang pada akhirnya akan

menimbulkan gagal nafas.3,4

Pengukuran tekanan osmotik dapat dilakukan secara langsung

dengan alat yang disebut oncometers, atau menggunakan rumus Van’t hoff equation yaitu: tekanan osmotik = n x (c/M) x RT, dimana n = jumlah partikel di substrat (n=1 untuk protein plasma), c/M = molar konsentrasi dari substrat,

R = konstanta 0,082, T = absolut temperatur.5

Berdasarkan penelitian deskriptif terhadap 134 anak dengan penyakit

kritis di perawatan intensif anak, didapat insiden hipoalbuminemia saat tiba

adalah 57% dan meningkat 76% pada 24 jam pertama.6

Hipoalbuminemia paling sering terjadi pada penyakit kritis. Penyebab

terjadinya hipoalbuminemia ini bersifat kompleks dan disebabkan berbagai

mekanisme seperti ketidakseimbangan antara pembentukan dan

penghancuran albumin, meningkatnya permeabilitas kapiler dan perubahan

distribusi albumin antara intravaskular dan ekstravaskular. 2,4

Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk

telah memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada

pasien dengan hipoalbuminemia. Tetapi masih terdapat kontroversi,

meskipun hipoalbuminemia secara langsung menyebabkan hasil akhir yang

(17)

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kadar albumin pada anak sakit

berat dapat digunakan sebagai prediktor untuk menentukan lamanya

rawatan dan mortalitas pasien yang dirawat di ruang rawat intensif.

Untuk itu penelitian ini mencoba menilai pengaruh kadar albumin pada

anak sakit berat terhadap lamanya rawatan dan mortalitas pasien yang

dirawat di ruang rawat intensif. Apakah kadar albumin berpengaruh terhadap

lama rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif anak?

1.3. Hipotesis

Kadar albumin tidak berpengaruh terhadap lamanya rawatan dan mortalitas

anak sakit berat di ruang rawat intensif.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kadar albumin pada anak sakit berat terhadap

lamanya rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif.

1.5. Manfaat Penelitian

Memberi masukan terhadap unit rawat intensif anak, apakah kadar albumin

saat tiba dapat digunakan untuk menilai lama rawatan dan mortalitas pada

(18)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Albumin4

Albumin merupakan protein plasma yang terbanyak ± 55% sampai 60% dari

total protein serum. Terdiri dari ikatan rantai tunggal polipeptida dari 585

asam amino dengan berat molekul 66 500 Da. Bentuk molekul di darah α heliks rantai ganda dengan ikatan disulfida.

Pembentukan albumin berlangsung di hati. Albumin tidak disimpan di

hati tetapi disekresikan ke sirkulasi portal segera setelah diproduksi. Pada

anak yang sehat, rata-rata pembentukan albumin 194 mg/kg/hari atau 12

sampai 25 g albumin perhari. Pembentukan albumin tergantung pada nutrisi

(19)

Total pemecahan albumin dalam sehari adalah 5% dari seluruh

protein tubuh yang beredar. Albumin dipecah di beberapa organ tubuh. Pada

otot dan kulit penghancuran albumin 40% sampai 60% dari jumlah

keseluruhan. Meskipun hati mempunyai metabolisme tinggi terhadap protein,

namun penghancuran albumin hanya 15% atau kurang dari total albumin.

Ginjal sekitar 10%, sedangkan sisanya 10% melalui lambung dan saluran

cerna.

2.2.Fungsi Albumin

a. Mempertahankan tekanan onkotik

Peranan albumin terhadap tekanan osmotik koloid plasma mencapai 80%

yaitu 25 mmHg. Albumin mempunyai konsentrasi yang tinggi dibandingkan

dengan protein plasma lainnya, dengan berat molekul 66.5 kDa lebih rendah

dari globulin serum yaitu 147 kDa, tetapi masih mempunyai tekanan osmotik

yang bermakna.3,4,7 Efek osmotik ini memberikan 60% tekanan onkotik

albumin, sisanya 40% bermuatan negatif yang berperan dalam usaha untuk

mempertahankan intravaskular dari partikel terlarut yang bermuatan positif

(efek Gibbs-Donnan ).4

Suatu studi membandingkan konsentrasi albumin dan tekanan osmotik

(20)

perbedaan konsentrasi albumin pada yang sembuh dan tidak sembuh, tetapi

tidak bermakna terhadap tekanan osmotik koloid plasma.8

b. Sebagai pengikat & pengangkut

Albumin dapat mengikat secara lemah dan reversibel partikel yang

bermuatan negatif dan positif, dan berfungsi sebagai pembawa dan

pengangkut molekul metabolit dan obat. Meskipun banyak teori tentang

pentingnya albumin sebagai pengangkut dan pengikat protein, namun masih

sedikit informasi mengenai perubahan yang terjadi pada pasien dengan

hipoalbuminemia.2-4,7

c. Efek Antikoagulan

Albumin mempunyai efek terhadap pembekuan darah. Kerjanya seperti

heparin, karena mempunyai persamaan struktur dua molekul. Heparin

bermuatan negatif pada grup sulfat yang berikatan antitrombin III yang

bermuatan positif, yang menimbulkan efek antikoagulan. Albumin serum juga

bermuatan negatif. Terdapat hubungan negatif antara konsentrasi albumin

dengan kebutuhan heparin pada pasien yang akan dilakukan hemodialisa.3,4

(21)

albumin bermuatan negatif yang berperan dalam pembentukan anion gap

yang dapat mempengaruhi status asam basa.3,4 Penurunan kadar albumin akan menyebabkan alkalosis metabolik, dimana penurunan albumin 1 g/dl

akan meningkatkan kadar bikarbonat 3,4 mmol/L dan produksi basa >3,7

mmol/L serta penurunan anion gap 3 mmol/L.4

Suatu studi terhadap 152 pasien di perawatan intensif didapat 9 orang

mempunyai kadar pH, pCO2 dan konsentrasi elektrolit dan protein yang

normal serta 96% dengan kadar albumin <-3 SD. Penelitian ini mendapatkan

adanya gangguan asam-basa pada 1/6 pasien dengan konsentrasi buffer

nonbikarbonat (albumin) yang rendah.9

2.3. Albumin dan Penyakit Kritis

Penyakit kritis adalah gangguan fisiologis yang menyebabkan mortalitas dan

morbiditas pada anak tanpa sebab dan intervensi yang tepat. Penyakit kritis

pada anak adalah bila dijumpai masalah pada jantung dan paru.10

Penyakit kritis mengakibatkan peningkatan distribusi albumin antara

intravaskular dan ekstravaskular, yang menyebabkan juga perubahan

kecepatan pembentukan dan penghancuran protein. Konsentrasi serum

albumin akan menurun secara perlahan pada sakit berat. Konsentrasi ini

(22)

2.4. Penggunaan Albumin pada Pasien dengan Penyakit Kritis

Manfaat dan kerugian dari pemberian albumin3,11

Manfaat : - mengurangi edema

- efek antiplatelet

- efek antitrombotik

- meningkatkan mikrosirkulasi

Kerugian : - cairan berlebihan

- kontraktilitas miokard terganggu

- memperburuk edema

- meningkatkan hilangnya darah

- gangguan ekskresi air dan natrium

2.4.1. Pemberian albumin sebagai dukungan nutisi pada anak sakit

kritis

Tunjangan nutrisi memegang peranan penting pada perawatan anak sakit

kritis, karena sering dijumpai gangguan nutrisi yang berkaitan dengan

peningkatan proses metabolisme dan katabolisme. Bila kebutuhan nutrien

tidak terpenuhi secara adekuat dapat terjadi Malnutrisi Energi Protein (MEP)

akut, daya pertahanan tubuh menurun, penyembuhan luka lambat, infeksi

meningkat dan lama rawatan memanjang, sehingga pada akhirnya

(23)

Tujuan tunjangan nutrisi pada anak sakit kritis adalah untuk

memberikan kecukupan energi, protein dan nutrien lainnya sehingga dapat

memenuhi kebutuhan metabolik, hemostasis, penyembuhan luka dan

pertumbuhan sekaligus mencegah dan mengobati malnutrisi yang terjadi.13 Pada anak dengan penyakit kritis pemberian dukungan nutrisi dengan Total Parenteral Nutrition (TPN) dengan menambahkan albumin pada suatu penelitian dapat menurunkan angka morbiditas.2,11,14 Kebutuhan asam amino untuk parenteral diberikan sebanyak 1 sampai 1,5 g/kgBB/hari dan dapat

dinaikkan sampai 2,5 sampai 3,5 g/kgBB/hari.11,12

2.4.2 Penggunaan albumin pada penyakit kritis

Ada 3 kondisi klinis dimana kita mempertimbangkan pemberian albumin

yaitu : pada keadaan hipoalbuminemia, resusitasi pada keadaan hipovolemia

akut dan hipovolemia yang terjadi pada fase akut atau penyakit kritis.15

a. Hipoalbuminemia

Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk telah

memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada pasien

dengan hipoalbuminemia. Human albumin diindikasikan untuk terapi

hipoalbuminemia di AS dan negara lainnya. Tetapi masih terdapat

(24)

akhir yang buruk.2 Hipoalbuminemia bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena hipoalbuminemia tidak berhubungan langsung dengan

plasma dan volume cairan lainnya, tetapi karena kelebihan dan defisit cairan

di intravaskular yang disebabkan karena dilusi, penyakit dan faktor

distribusi.15

b. Resusitasi pada keadaan hipovolemia

Meskipun banyak teori yang berpendapat bahwa mempertahankan

konsentrasi serum albumin bermanfaat, namun hanya sedikit penelitian yang

mendukung pemberian suplementasi albumin. Tidak ada indikasi yang jelas

dalam pemberian albumin, banyak yang beranggapan merupakan hal yang

alami oleh karena protein mempunyai berbagai fungsi maka harus

dipertahankan dalam kadar normal. Albumin tidak direkomendasikan sebagai

terapi lini pertama oleh ahli-ahli di AS untuk keadaan hipovolemia dan

hipoalbuminemia. Hal ini bukan karena efek samping yang ditimbulkan tetapi

karena albumin tidak lebih efektif dibandingkan kristaloid dan harganya yang

lebih mahal.16

Suatu penelitian meta-analisis di Australia dan Selandia Baru, dari 55

penelitian yang mengikutsertakan 3504 pasien tidak didapat perbedaan

(25)

Hasil dari beberapa penelitian meta-analisis pemberian albumin pada

pasien yang dirawat di rumah sakit tidak konsisten. Penelitian yang

membandingkan resusitasi koloid dengan kristaloid dari 37 penelitian didapat

bahwa resusitasi dengan koloid berisiko kematian 4% atau 4 kematian tiap

100 pasien.18 Suatu penelitian saline versus albumin fluid (SAFE) 2006

menilai perbaikan keadaan setelah resusitasi dengan albumin 4% atau NaCl

pada perawatan intensif didapati rasio odds kematian pada kelompok

albumin dibandingkan dengan NaCl dalam konsentrasi albumin 25 g/L atau

<25 g/L adalah 0,87 dan 1,09. Setelah dilakukan resusitasi hasil akhir pada

kedua kelompok sama dan tidak tergantung pada kadar awal albumin

serum.19 Studi lain mendapatkan tidak adanya perbedaan risiko kematian setelah 28 hari pada kelompok yang mendapat resusitasi dengan albumin

dibandingkan dengan NaCl 0,9%.20

Suatu konsensus di Amerika Utara menyatakan albumin tidak

seharusnya digunakan pada pasien syok septik. Hipoalbuminemia pada

pasien tanpa kegagalan sirkulasi tidak perlu dikoreksi, sebaliknya dicari

penyebabnya dan diobati.21

c. Hipovolemia setelah fase akut penyakit kritis

Beberapa alasan pemberian albumin akan memperburuk keadaan pada

(26)

pemberian albumin sebesar 20% dan akan meningkatkan retensi cairan, 2.

Pada pasien dengan permeabilitas kapiler yang meningkat pemberian

albumin akan memperburuk keadaan yang menyebabkan cairan melewati

membran kapiler dan menyebabkan udem paru dan gangguan oksigenasi

jaringan yang akhirnya menyebabkan gagal organ, 3. Mengganggu sifat anti

pembekuan darah dengan demikian akan menyebabkan terjadinya

perdarahan, 4. Pemberian albumin sebagai tindakan resusitasi pada syok

hipovolemia akan menyebabkan gangguan ekskresi natrium dan air serta

gangguan fungsi ginjal.21 Suatu studi laboratorium tentang pengukuran kadar

natrium dan clorida pada pasien hipoalbuminemia didapatkan perbedaan

kadar natrium dan clorida secara analitik, statistik dan klinis.22

Pada suatu penelitian prospektif yang membandingkan pemberian

cairan albumin 4% dengan NaCl 0,9% pada 6997 pasien dengan penyakit

kritis, tidak terdapat perbedaan hasil pada kedua kelompok berdasarkan

kematian, gagal organ, lama penggunaan ventilator dan lama rawatan.23 Suatu meta-analisis yang membandingkan pemberian koloid pada

berbagai kondisi mendapati bahwa koloid merupakan cairan resusitasi yang

terbaik dalam terapi hipotensi yang berhubungan dengan dialisis dan asites

(27)

dalam penatalaksanaan asites, juga untuk menyerap toksin pada gagal hati

dan pasien penyakit kritis dengan gagal organ.25 Dilaporkan pada pasien sirosis dan spontaneous bacterial peritonitis usia 18-80 tahun yang diberikan albumin intravena dan antibiotik dapat mengurangi insiden gagal ginjal dan

kematian dibandingkan yang hanya diberi antibiotik saja.26

2.5. Kerangka konseptual

• Asupan Albumin

(28)

Sehat

• Trauma

• Pembedahan

• Sakit berat Albumin normal

Albumin < 3g/dL (Hipoalbuminemia)

• Ketidakseimbangan pembentukan & penghancuran

• Peningkatan permiabilitas kapiler

• Perubahan albumin intravaskular & ekstravaskular

Tanpa

• Lama rawatan berkurang

• Mortalitas menurun

Ruang lingkup penelitian

Gambar 2.1. Kerangka konseptual

(29)

3.1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan adalah cross sectional dengan menilai pengaruh kadar albumin terhadap lama rawatan dan mortalitas.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang rawat intensif RS.H.Adam Malik Medan. Waktu

penelitian Juni - September 2008.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi target adalah semua pasien yang dirawat di ruang rawat intensif

anak. Populasi terjangkau adalah populasi target yang di rawat di ruang

rawat intensif anak RS.Haji Adam Malik Medan selama periode penelitian.

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Umur sampel yang diambil : anak usia 0-18 tahun.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap

(30)

(Zα + Zβ) S 2

n1 = n2 = 2

(X1-X2)

(1,96 + 0,842) 3,9 2 = 2

(8-5)

= 26

Keterangan :

n1=n2 = besar sampel masing-masing kelompok

S = simpang baku pada kedua kelompok (dari pustaka) = 3,928 X1-X2 = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgement) = 3 α = kesalahan tipe I sebesar 5% Æ Zα = 1,96

β = kesalahan tipe II sebesar 20% Æ Zβ = 0,842

Power = 0,80

(31)

Setiap pasien masuk ruang rawat intensif

- Pascapembedahan mayor

- Sakit berat dengan indikasi rawat

Kriteria eksklusi:

- Anomali kongenital multipel

- Pasien pascapembedahan yang dirawat kurang dari 24 jam untuk

observasi rutin

- Pasien dengan luka bakar

- Pasien yang tidak bersedia diperiksa atau tidak mau mengikuti penelitian

3.6. Persetujuan/ informed concent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang

dialami, dan efek yang akan diobservasi (lama rawatan dan mortalitas).

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja Penelitian

(32)

Subyek dikumpulkan secara purposive sampling. Semua sampel yang memenuhi kriteria baik kelompok albumin normal maupun hipoalbuminemia

diobservasi lamanya rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif.

b. Pengukuran

Semua sampel diperiksa kadar albumin saat tiba di ruang rawat intensif.

Subjek dibagi atas 2 kelompok, hipoalbuminemia (kadar albumin <3 g/dL)

dan albumin normal (≥3 g/dL). Kelompok hipoalbuminemia sesuai protokol

ruang rawat intensif anak, mendapat substitusi albumin sesuai dengan

rumus kebutuhan albumin. Konsentrasi albumin yang diberikan berdasarkan

ketersediaan di farmasi rawat intensif. Kadar albumin diperiksa dengan

pengambilan darah vena oleh petugas laboratorium. Darah yang diambil

diperiksa dengan mesin merek Integra 400 plus. Sampel dengan kadar

albumin ≥3 g/dL tidak mendapat substitusi albumin. Pada akhir rawatan dilihat berapa hari lama rawatan atau apakah sampel meninggal.

Substitusi albumin menggunakan rumus :

(33)

Variabel bebas Skala

kadar albumin nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

Lama rawatan interval

Mortalitas nominal dikotom

Variabel perancu Skala

Jenis kasus nominal dikotom

Status gizi ordinal

3.10. Definisi Operasional

1. Hipoalbuminemia : serum albumin < 3 g/dL

2. Sakit berat : semua kondisi yang memerlukan tunjangan untuk

kegagalan sistim organ vital

3. Pasien pascapembedahan : pasien setelah dilakukan tindakan operasi

dan memerlukan pemantauan di ruang rawat intensif

4. Lama rawat : mulai pasien masuk ruang rawat intensif hingga keluar

dengan kriteria semua sistem organ stabil (hari)

5. Mortalitas : pasien meninggal selama dilakukan pemantauan di ruang

rawat intensif (ya atau tidak)

6. Sistem organ stabil : Tidak dijumpai kegagalan sistem organ

(34)

7. Jenis kasus : Apakah kasus dilakukan tindakan pembedahan atau tidak

8. Pembedahan mayor : pembedahan yang melibatkan operasi-operasi

yang lebih penting, lebih sulit dan penuh risiko

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan

program komputer (SPSS versi 13). Interval kepercayaan yang digunakan

adalah 95% dan batas kemaknaan P < 0,05.

Untuk menilai hubungan antara kadar albumin dan lama rawatan

digunakan uji t independen. Sedangkan hubungan antara kadar albumin dengan mortalitas digunakan uji kai-kuadrat.

Untuk menilai hubungan antara faktor perancu dengan lama rawatan

(35)

Dari 68 pasien yang masuk ruang rawat intensif anak selama periode

penelitian, didapatkan kelompok hipoalbuminemia 33 orang (48,5%) dan

kelompok albumin normal 35 orang (51,4%). Dari kedua kelompok

didapatkan rata-rata kadar albumin saat masuk 3,05 g/dL (0,749), dengan

kadar terendah 1,5 g/dL dan tertinggi 4,7 g/dL.

Kadar albumin antara kedua kelompok berbeda bermakna, pada

kelompok hipoalbuminemia rata-rata kadar albumin 2,33 g/dL dan pada

kelompok albumin normal 3,62 g/dL dengan P=0,001

Hasil dari penelitian ini, pada kedua kelompok jumlah pasien laki-laki

lebih banyak dibanding perempuan. Pada kelompok hipoalbuminemia jumlah

pasien laki-laki 69,7% dan perempuan 30,3%. Sedangkan pada kelompok

albumin normal, jumlah pasien laki-laki 68,6% dan perempuan 31,4%.

Selain itu, rata-rata umur, berat badan, status gizi dalam hal ini dinilai

dengan EID indeks serta jenis kasus (bedah atau bukan bedah), antara

kedua kelompok tidak memiliki perbedaan bermakna. Hasil tersebut dapat

dilihat pada Tabel 4.1.

(36)

Parameter Hipoalbuminemia

2,33(0,40) 3,61(0,44) 0,001

Jenis kelamin (n;%)

Umur (bln);rerata(SD) 53,3(49,98) 53,1(48,57) 0,921

Berat badan (Kg);rerata (SD) 15,6(13,13) 14,8(9,55) 0,203

Eid indeks (%);(SD)

Pada studi ini didapatkan bahwa lama rawatan dan mortalitas pada

kelompok hipoalbuminemia dan albumin normal tidak berbeda bermakna,

(37)

Parameter Hipoalbuminemia

Untuk variabel perancu seperti status gizi dan jenis kasus apakah bedah

atau bukan bedah dilakukan dengan analisa multivariat, seperti dalam Tabel

4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.3. Hasil analisis multivariat terhadap lama rawatan

Variabel B P 95% CI

Kadar albumin -3,502 0,049 -6,984;-0,020

Jenis kasus 6,424 0,001 - 2,838;10.010

Status gizi -0,146 0,808 -1,339;1,047

Dari Tabel 4.3. hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang

paling besar kontribusinya dalam hubungannya dengan lama rawatan adalah

(38)

Tabel 4.4. Hasil analisis multivariat terhadap mortalitas

Variabel B P 95% CI

Kadar albumin 0,371 0,540 0,442;4,775

Jenis kasus -2,093 0,001 0,038;0,403

Status gizi

Dari Tabel 4.4 hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa variabel yang

paling besar kontribusinya dalam hubungannya dengan mortalitas adalah

(39)

BAB 5. PEMBAHASAN

Albumin memiliki beberapa fungsi fisiologis, dan sudah dipergunakan secara

luas di bidang anastesi dan rawatan intensif sesuai indikasi. Setelah lebih

dari 60 tahun penelitian klinis, pemberian albumin masih dipertanyakan.

Pada pasien sakit kritis, beberapa proses patofisiologi seperti infeksi, trauma,

atau pembedahan mayor mengakibatkan proses inflamasi yang akhirnya

melepaskan mediator-mediator seperti sitokin dan aktivasi leukosit. Hal ini

akan mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, meningkatkan

permiabilitas mikrovaskular, dan ekstravasasi cairan (termasuk albumin) ke

jaringan. Protein fase akut yang diproduksi hati adalah satu tanda inflamasi

yang dipergunakan untuk melihat hubungan antara hipoalbuminemia dan

hasil akhir yang buruk.29,30

Suatu studi prospektif tentang parameter laboratorium nutrisi rutin

yang diperiksa kurang dari 24 jam pada 105 anak sakit berat saat tiba di

ruang rawat intensif, didapatkan prevalensi hipomagnesemia 20%,

hipertrigliseridemia 25%, uremia 30% dan hipoalbuminemia 52%.31

Dari penelitian ini, dari 68 sampel saat tiba di ruang rawat intensif,

didapatkan hipoalbuminemia 33 orang (48,5%) dan albumin normal 35 orang

(51,4%). Dari kedua kelompok didapatkan rata-rata kadar albumin saat

(40)

g/dL. Rata-rata kadar albumin pada kelompok hipoalbuminemia 2,33 g/dL

dan kelompok albumin normal 3,62 g/dL.(Tabel 4.1)

Hipoalbuminemia merupakan penanda morbiditas dan mortalitas pada

anak dengan penyakit kritis. Suatu penelitian retrospektif dengan

membandingkan kelompok pasien dengan hipoalbuminemia dan kelompok

dengan kadar albumin normal terhadap pasien di pediatric intensive care unit (PICU) didapat pada kelompok hipoalbuminemia lebih lama dalam perawatan di PICU (8,08 hari) dibandingkan dengan kelompok dengan kadar

albumin normal (4,41 hari). Kelompok hipoalbuminemia mempunyai angka

harapan hidup yang rendah dan gagal organ yang lebih tinggi.32

Pada penelitian ini kami juga mendapatkan kelompok

hipoalbuminemia lebih lama rawatan (7,6 hari) dibandingkan dengan

kelompok albumin normal (4,7 hari).

Suatu penelitian pada pasien bedah jantung, bukan bedah jantung

dan gangguan ginjal, didapatkan bahwa hipoalbuminemia merupakan

prediktor hasil akhir yang buruk, dimana setiap penurunan 10 g/dL serum

albumin akan meningkatkan odds mortalitas 137%, morbiditas 89%, lama

rawatan di unit perawatan intensif dan rawatan rumah sakit 28% dan 71%.33 Hal ini berbeda dari hasil penelitian ini, pasien tidak dibedakan apakah

(41)

Pada keadaan cedera berat, luka bakar atau sepsis, metabolisme

protein menunjukkan dua kali peningkatan degradasi. Laju sintesis juga

meningkat, akan tetapi tidak sebesar degradasi.12 Hipoalbuminemia merupakan hasil kombinasi inflamasi dan tidak adekuatnya masukan kalori

pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Inflamasi dan malnutrisi akan

menurunkan sintesis dan peningkatan katabolisme protein yang dapat

menurunkan konsentrasi albumin.13

Pengeluaran albumin transkapiler meningkat 300% pada pasien

dengan syok sepsis, dan 100% setelah tindakan bedah jantung. Pada

pasien sepsis akan terjadi perubahan transkapiler bila mendapat pengobatan

yang sesuai. Dengan meningkatnya aliran albumin melalui membran kapiler,

terdapat peningkatan aliran balik limfa ke ruang intravaskular. Pergerakan

albumin selama pembedahan mayor menunjukkan penurunan aliran limfa

dan konsentrasi albumin di pembuluh limfa. Dari pengukuran total sirkulasi

dan pertukaran albumin menunjukkan penurunan 30% dengan pembedahan

mayor.4 Pada satu penelitian prospektif mendapatkan serum albumin sebagai prediksi hasil akhir pasien pascapembedahan.34

Pada penelitian ini, status gizi tidak memiliki hubungan yang

bermakna baik terhadap lama rawatan dan mortalitas, tetapi jenis kasus

apakah bedah atau bukan bedah memiliki hubungan yang bermakna

(42)

Telaah dari Cochrane Collaboration menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa albumin menurunkan mortalitas pada pasien dengan

hipovolemia dibandingkan dengan alternatif yang lebih murah seperti normal

salin dan pada pasien sakit berat dengan luka bakar atau hipoalbuminemia.35 Pada penelitian ini sesuai protokol ruang rawat intensif anak, semua

pasien pada kelompok hipoalbuminemia mendapat substitusi albumin

menurut kebutuhan.

Hipoalbuminemia merupakan fenomena yang sering pada penyakit

kritis. Pengobatan berfokus pada penyebab utama hipoalbuminemia

daripada memberikan albumin. Hasil dari beberapa penelitian meta analisis

pemberian albumin pada pasien yang dirawat di rumah sakit tidak

konsisten.17

Kegunaan albumin pada pasien sakit berat tidak ditunjang dengan

bukti ilmiah. Koreksi hipoalbuminemia tidak memiliki keuntungan yang

bermakna, pengobatan ditujukan terhadap penyakit dasar untuk mengobati

hipoalbuminemianya.34 Direkomendasikan pemberian albumin sesuai dengan

indikasi yang tepat untuk pasien di ruang rawat intensif.30

Pemberian albumin intravena sesuai diberikan pada pasien sirosis

(43)

Dari suatu studi invitro pasien sepsis dikatakan bahwa pemberian

albumin tidak berpengaruh terhadap permiabilitas vaskular. Pemberian

albumin 20% sebanyak 200 cc tidak bermakna dalam mengurangi kebocoran

protein di mikrovaskular.38

Telaah suatu studi klinis acak, pemberian albumin hiperonkotik untuk

resusitasi hipovolemia dalam jumlah kecil memiliki beberapa keuntungan

seperti menurunkan morbiditas, gangguan ginjal dan edema.39

Penambahan albumin dalam larutan nutrisi parenteral juga tidak

direkomendasikan. Dikatakan komplikasi yang fatal dapat terjadi

dibandingkan keuntungan pemberian albumin melalui larutan nutrisi

parenteral. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti infeksi, ketidaksesuaian

dan ketidakstabilan kimia dan fisika.40

Dinyatakan bahwa pemberian albumin akan menyebabkan penurunan

angka harapan hidup pada pasien dengan penyakit kritis.28 Hal ini berbeda dengan penelitian suatu meta-analisis randomized controlled trial yang tidak menemukan efek albumin terhadap angka kematian.41

Dari penelitian ini juga tidak didapatkan perbedaan antara kelompok

hipoalbuminemia dan albumin normal terhadap mortalitas (P =0,947).

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan berdasarkan hasil

penelitian kami, ternyata kadar albumin tidak berpengaruh untuk lama

(44)

Penelitian ini masih mempunyai beberapa kelemahan seperti desain

penelitian yang hanya bersifat observasional, cara pengambilan sampel,

jumlah sampel yang sedikit, serta faktor-faktor penganggu yang dapat

menimbulkan bias, seperti status gizi dan jenis kasus yang dapat

mempengaruhi hasil akhir penelitian ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut dengan suatu studi acak tersamar dan jumlah sampel

(45)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh kadar albumin terhadap lama

rawatan dan mortalitas pasien di ruang rawat intensif anak. Sedangkan jenis

kasus memiliki hubungan yang erat dengan lama rawatan dan mortalitas.

6.2. Saran

Penggunaan albumin pada pasien hipoalbuminemia di ruang rawat intensif

anak perlu dipertimbangkan. Karena harganya yang mahal dan ternyata tidak

berpengaruh terhadap lama rawatan dan mortalitas pasien di ruang rawat

intensif anak, pemberian albumin sebaiknya lebih selektif sesuai indikasi dan

pengobatan ditujukan terhadap penyakit yang mendasarinya.

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut, dengan desain yang lebih baik

untuk melihat manfaat pemberian albumin pada anak sakit berat di ruang

(46)

RINGKASAN

Kadar albumin berpengaruh terhadap hasil akhir yang buruk pada pasien di ruang rawat intensif. Hipoalbuminemia sering terjadi pada anak dengan penyakit kritis dan merupakan penanda morbiditas dan mortalitas, tetapi suplementasi albumin pada pasien dengan hipoalbuminemia masih kontroversi.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh kadar albumin terhadap lama rawatan dan mortalitas di ruang rawat intensif anak.

Penelitian ini dilakukan di RS.H.Adam Malik Medan dari bulan Juni 2008 hingga September 2008. Populasi penelitian adalah semua pasien yang dirawat di ruang rawat intensif anak. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan cara purposive sampling. Semua anak diperiksa kadar albumin saat tiba di ruang rawat intensif. Anak dengan kadar albumin <3 g/dL dimasukkan dalam kelompok hipoalbuminemia dan mendapat substitusi albumin sesuai kebutuhan, sedangkan kadar ≥3 g/dL dimasukkan dalam kelompok albumin normal dan tidak mendapat substitusi. Kemudian dinilai berapa hari lama rawatan atau apakah pasien meninggal.

Selama periode penelitian didapatkan 68 anak, dengan 33 anak pada kelompok hipoalbuminemia dan 35 anak pada kelompok albumin normal. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa kadar albumin tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok terhadap lama rawatan dan mortalitas. Jenis kasus memiliki hubungan yang erat dengan lama rawatan dan mortalitas.

(47)

SUMMARY

Serum albumin concentration in intensive care unit is associated with poor outcome. Hypoalbuminemia is common in critically ill children and can predict morbidity and mortality, but albumin supplementation in hypoalbuminemic patient still controversial.

We investigated the influence of albumin level in critically ill to length of stay and mortality in pediatric intensive care unit.

This study was conducted at Adam Malik Hospital since Juni 2008 to September 2008. Population in this study were patients which admitted to pediatric intensive care unit and taken by purposive sampling. The albumin level was examined when admit to PICU and divided into hypoalbuminemic group with albumin level < 3 g/dL and normal albumin group with albumin level ≥ 3 g/dL. Sample in hypoalbuminemic group were given albumin substitution according protocol in PICU. We evaluated how many days of care or sample were died.

During period of study there were 68 children that we recruited, 33 in hypoalbuminemic group and 35 in normal albumin group. Based on the result of our study, we found that albumin level have no significant affect to length of care and mortality. Type of cases, surgery or not, have significant correlation with length of care and mortality.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

1. North I. Fluid therapy and blood product. Dalam: Hall JB, Schmidt GA, Wood LD. Principles of critical care. Edisi ke-2. Philadelphia: McGraw-Hill,1999.h.39-40

2. Khafaji A, Web AR. Should albumin be used to correct hypoalbuminemia in the critically ill? No. TATM. 2003;5:392-6

3. Dubois MJ, Vincent JL. Use of albumin in the intensive care unit. TATM. 2002;4:80-4

4. Nicholson JP. Wolmaran MR. The role of albumin in critical illness. Br J Anasth. 2000;85:599-610

5. Brandis K. Fluid physiology. Diunduh

dari:http://www.AnaesthesiaMCQ.com. Diakses tanggal 14 November 2008

6. Durward A, Mayer A. Hypoalbuminemia in critically ill children: incidence, prognosis, and influence on the anion gap. J Arc Dis Child. 2003;88:419-22

7. Vincent JL. Should albumin be used to correct hypoalbuminemia in the critically ill? Yes. TATM. 2003;5;397-400

8. Blunt MC, Nicholson JP. Serum albumin and colloid osmotic pressure in survivors and non survivors of prolonged critical illness. Anasthesia. 1998;53:755-61

9. Fencl V, Jabor A. Diagnosis of metabolic acid-base disturbance in critically ill patients.Am J Respir Crit Care Med. 2000;162:2246-51 10. Haafiz AB, Kissoon N. The critically ill child.Dalam: Singh NC,

penyunting. Manual of pediatric critical care. Philadelphia:W.B.Saunders, 1997.h.1-11

11. Mehta N, Castillo L. Nutrition in the critically ill child. Dalam: Fuhrman BP. Pediatric critical care. Edisi ke-3. Philadelphia;Mosby, 2006.h.1068-83

(49)

14. McCarthy PL. The acutely ill child. Dalam: Behrman ER, Kliegman MR, Jonson BH, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders. 2007.h.363-438

15. Allison SP, Lobo DN. Debate: albumin administration should not be avoided.Crit Care. 2000;4:147-50

16. Erstad BL. Concerns with defining appropriate uses of albumin by meta-analysis. Am J Health-Syst Pharm. 1999;56:1451-4

17. Finfer S, Bellomo R, Myburgh J. Efficacy of albumin in critically ill patients.BMJ. 2003;326:559-60

18. Schirhout G, Roberts I. Fluid resuscitation with colloid or crystalloid solutions in critically ill patients: a systematic review of randomised trial.BMJ. 1998;316:961-4

19. SAFE study investigators. Effect of baseline serum albumin concentration on hasil akhir of resuscitation with albumin or saline in patients in intensive care units: analysis of data from the saline versus albumin fluid evaluation (SAFE) study. BMJ. 2006:1-6

20. Mayor S. Saline has similar effect to albumin in critically ill patients. BMJ. 2004;328:852

21. Offringa M. Excess mortality after human albumin administration in critically ill patients. BMJ. 1998;317:223-4

22. Story DA, Morimatsu H. The effect of albumin concentration on plasma sodium and chloride measurements in critically ill patients. Int Anesth Res Soc. 2007;104;893-7

23. Finfer S, Bellomo R, Boyce N, French J, Myburgh I, Norton R. Fluid resuscitation among the critically ill: more water under the bridge. Can J Anesth. 2006;53:1258-9

24. Martin GS, Mangialardi RJ. Albumin and furosemide therapy in hypoproteinemic patients with acute lung injury. Crit Care Med. 2002;30:2175-82

25. Grant HL. Pharmacological aspects of albumin as a niche product in the intensive care unit. Crit Care Med. 2005;33:1667-8

26. Sort P, Navasa M, Arrovo V. Effect of intravenous albumin on renal impairement and mortality in patients with cirrhosis and spontaneous bacterial peritonitis. NEJM. 1999;341:403-409

27. Madiyono S, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto H. Perkiraan besar sampel. Dalam:Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.Edisi ke-3. Jakarta. Sagung Seto;2008.h.311

(50)

29. Jain RK, Chakravorty N, Chakravorty D, Bhattacharya PK, Yadava A, Agarwal RC. Albumin : an overview of its place in current clinical practice. Indian J. Anaesth. 2004;48(6):433-8

30. Boldt J. The good, the bad, and the ugly : should we completely banish human albumin from our intensive care units?. Anesth Analg. 2000;91:887-95

31. Hulst JM, Goudoever JB, Zimmermann LJ, Tibbocl D, Joosten KFM. The role of initial monitoring of routine biochemical nutritional markers in critically ill children. J Nutr Biochem ;17(2006):57-62

32. Horowitz IN, Tai K. Hypoalbuminemia in critically ill. Arch Pediatr Adolesc Med.2007;161:1048-52

33. Vincent JL. Hypoalbuminemia in acute illness : is there a rationale for intervention ?. Annals of Surgery.2003;237:319-34

34. Gibbs J, Cull W. Preoperative serum albumin level as a predictor of operative mortality and morbidity.Arch Surg.1999;134:36-42

35. Alderson P, Bunn F, Li Wan Po A, Li L, Roberts I, Schierhout G. Human albumin solution for resuscitation and volume expansion in critically ill patients (review). The Cochrane Collaboration. The Cochrane Library.2008;2:1-24

36. Pulimood TB, Park GR. Debate : albumin administration should be avoided in the critically ill. Crit Care. 2000,4:151-5

37. Bernheim J. Efficacy of intravenous albumin administration in hypoalbuminemic patients : why and when. IMAJ. 2005;7:113-5

38. Margarson MP, Soni NC. Effects of albumin supplementation on microvascular permeability in septic patients. J Appl Physiol. 2002;92:2139-45

39. Jacob M, Chappell, Conzen P, Wilkes MM, Becker BF, Rehm M. Small-volume resuscitation with hyperoncotic albumin : a systematic review of randomized clinical trials. Crit Care. 2008;12:1-13

40. Lester LR, Crill CM, Hak EB. Should adding albumin to parenteral nutrient solutions be considered an unsafe practice?. Am J Health-Syst Pharm. 2006:1-8

(51)

Lampiran 1

PERSETUJUAN BERSEDIA MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur/kelamin : tahun,laki-laki / perempuan

Alamat :

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk mengikuti penelitian terhadap anak saya

Nama :

Umur/kelamin : tahun,laki-laki / perempuan

Alamat :

Dirawat di :

Nomor rekam medis :

Yang tujuan, sifat, dan perlunya penelitian tersebut di atas, telah cukup

dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran

(52)

PENGARUH KADAR ALBUMIN TERHADAP LAMA RAWATAN DAN

MORTALITAS PADA PASIEN DI RUANG RAWAT

INTENSIF ANAK

Tempat/Tanggal Lahir : ……….

Alamat Lengkap : ……….

Telp./ HP………

Pekerjaan Orang Tua : ………

Alamat Kantor : ………....

(53)

Berat badan : ………....

Sistem Respirasi :

Sistem GIT :

Sistem Urogenital :

Sistem Hematologi :

(54)

Albumin (awal) :

Albumin (post koreksi) :

(55)

Lampiran 3

(56)

Lampiran 4

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Gema Nazri Yanni

Tanggal lahir : 25 Juni 1979

Tempat lahir : Medan

NIP : 132 312 642

Alamat : Jl. Picauly No.3 Kampus USU Medan

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Kemala Bhayangkari I Medan, tamat

tahun 1991

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Harapan I Medan,

tamat tahun 1994

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Medan, tamat

tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,

(57)

Pendidikan Spesialis

1. Adaptasi di DIKA FK. USU :01-12-2004 s/d 31-12-2004

2. Pendidikan Tahap I/Junior :01-01-2005 s/d 31-12-2005

3. Pendidikan Tahap II/Madya :01-01-2006 s/d 31-12-2006

4. Pendidikan Tahap III/Senior :01-01-2007 s/d 31-12-2007

5. Pendidikan Tahap IV/Senior :01-01-2008 s/d 31-12-2008

Gambar

Tabel 4.1.     Karakteristik sampel pada kedua kelompok studi
Gambar  2.1 Kerangka konseptual
Gambar 2.1. Kerangka konseptual
Tabel 4.2. Hubungan antara kadar albumin dengan lama rawatan dan mortalitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kegunaan dari cystatin C serum dan kreatinin serum sebagai penanda biologis fungsi ginjal pada pasien sakit kritis di ruang

pengaruh kadar IL-8 plasma pada perbaikan klinis pasien dengan skor CAT dan. lama rawat inap pasien PPOK eksaserbasi dengan tambahan terapi

Pada pasien yang meninggal selama perawatan, kadar SGOT dan SGPT berkorelasi negatif dengan lamanya masa rawat inap, menunjukkan semakin luas infark semakin

Keeratan hubungan tersebut dilakukan uji korelasi Spearman’s, didapatkan hubungan positif kuat antara kadar albumin dan kalsium yang bermakna pasien sindrom nefrotik

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian terapi gizi parenteral (Aminofusin Hepar) terhadap kadar albumin dan status gizi pada pasien penyakit sirosis

Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan risiko malnutrisi yang diukur menggunakan Malnutrition Screening Tool (MST) dan kadar albumin serum terhadap lama rawat inap pasien

Tabel 4 dan Gambar 1 menunjukkan risiko relatif pada kelompok anak gizi buruk dengan penyakit infeksi dan kelompok gizi buruk dengan penyakit non infeksi didapatkan

secara signifikan dengan mortalitas pasien perforasi ulkus peptikum dengan probabilitas kesalahan statistik sebesar p = 0,024 (p &lt; 0,05) dan kadar albumin