• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metafora Dalam Bahasa Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Metafora Dalam Bahasa Toba"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

METAFORA DALAM BAHASA BATAK TOBA

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA

: LENCI OMPUSUNGGU

NIM

: 040703010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN

(2)

METAFORA DALAM BAHASA BATAK TOBA Skripsi Sarjana

Dikerjakan O

L E H

NAMA : LENCI OMPUSUNGGU NIM : 040703010

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Baharuddin, M. Hum. Drs. Warisman Sinaga, M. Hum. Nip. 131785647 Nip. 131789087

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian SARJANA SASTRA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Batak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

(3)

PENGESAHAN Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam bidang ILMU BAHASA dan SASTRA pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Pada :

Tanggal : Hari :

Fakultas Sastra USU Dekan,

Drs. Syaifuddin, M. A., Ph. D. Nip: 132098531

Panitia Ujian:

(4)

Disetujui Oleh:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

Departemen Bahasa dan Sastra Daerah Ketua,

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmad-Nya kepada penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Adapun judul skripsi ini adalah Metafora dalam Bahasa Batak Toba. Penulis sengaja memilih judul skripsi ini mengingat belum ada yang menganalisisnya dan juga dilatarbelakangi rasa penulis terhadap penutur bahasa daerah terutama generasi muda yang hampir meninggalkan bahasa daerahnya atau bahasa ibunya. Di samping itu, penulis melakukannya sebagai tugas akhir di Fakultas Sastra USU dalam bidang ilmu bahasa daerah.

Dengan bekal dan tekad kesungguhan penulis untuk menyelesaikan pendidikan maka penulis berupaya merampungkan tugas akhir ini untuk meraih gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra USU Medan.

Dalam skripsi ini penulis mengklasifikasikan materi ke dalam bab dan subbab. Bab I adalah latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan anggapan dasar yang kesemuanya termasuk ke dalam bab pendahuluan. Bab II akan membicarakan mengenai kajian pustaka yang dibagi atas dua bagian yaitu kepustakaan yang relevan dan teori yang

digunakan. Bab III membicarakan tentang pembahasan yang terdiri atas metode metode dasar, lokasi sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan tentang permasalahan yang ada perumusan masalah, serta BabV merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dan

(6)

baik bagi generasi muda yang berkecimpung dalam bidang linguistik serta tertarik untuk mendalaminya. Skripsi ini juga dapat selesai tidak terlepas dari ketabahan penulis disertai bantuan motivasi dari berbagai pihak. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, 2008

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan tenaga dan pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaika skripsi ini, kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M. A., Ph. D. sebagai Dekan Fakultas Sastra USU Medan beserta Pembantu Dekan I Drs. Aminullah, M. A., Ph. D, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Parlaungan Ritonga M. Hum. Berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Sastra USU maka penulis dapat menyelesaikan studi tepat waktu. 2. Bapak Drs. Baharuddin, M. Hum. sebagai Ketua Departemen Bahasa dan

Sastra Daerah Fakultas Sastra USU, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang juga memberikan perhatian dan senantiasa ramah dan bermurah hati membimbing penulis selama belajar di Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra USU.

3. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M. Hum. sebagai Sekretaris Departeman Sastra Daerah Fakultas Sastra USU Medan, dan sekaligus sebagai dosen pembingbing II yang telah bersusah payah membimbing dan memberi saran serta petunjuk kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Jamorlan Siahaan sebagai dosen penasihat akademik yang senantiasa membimbing dan juga mengarahkan penulis selama studi di Depateman Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Sumatera utara Medan. 5. Bapak/ibu staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Sastra USU

(8)

6. Rekan-rekan angkatan tahun 2004 (Tio, E.nancy, Vollentien, Ika, Lia, Rina, Mirani, Mustafa, Fuad dll….), yang telah menemani dan memberi dorongan dalam perkuliaan.

7. Kepada kedua orang tua penulis R. Ompusunggu selaku ayah dan M.br. Simare-mare (ibu) yang telah bersusah payah untuk mendidik dan membiayai penulis dalam studi serta abang, kakak, adik dan seluruh keluarga yang selalu penulis sayangi.

8. Dan kepada rekan-rekan yang ada di luar kampus, yang turut serta membantu dan memberikan semangat maupun motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Dengan rasa suka-cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan maupun kesilapan. Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 2008 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………...i

DAFTAR ISI ……….…v

BAB I PENDAHULUAN ……….….1

1. 1 Latar Belakang Masalah ………...…1

1. 2 Perumusan Masalah ………...……..3

1. 3 Tujuan Penelitian ……….3

1.4Manfaat Penelitian ………3

1. 5 Anggapan Dasar ………..4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………5

2.1 Kepustakaan yang Relevan ………...5

2.2 Teori yang Digunakan ………...6

BAB III METODE PENELITIAN ………13

3.1 Metode Dasar ………..14

3.2 Lokasi Sumber Data Penelitian ………...…14

3.3 Instrumen Penelitian ………14

3.4 Metode Pengumpulan Data ……….15

(10)

BAB IV PEMBAHASAN ………..…………..17

4. 1. Bentuk Metafora ………17

4. 1. 1 Metafora Kata Sebagai Benda ………..….17

4. 1. 2 Metafora Kata Sebagai Cairan ………...…...20

4. 1. 3 Metafora Kata Sebagai Hewan ………..22

4. 1. 4 Metafora Kata Sebagai Makanan ………..………....24

4. 1. 5 Metafora Kata Sebagai Manusia ………...………....27

4. 1. 6 Metafora Kata Sebagai Perjalanan ………..………...……30

4. 1. 7 Metafora Kata Sebagai Senjata ……….……….…32

4. 1. 8 Metafora Kata sebagai Tumbuhan ………..……...….34

4.2 Fungsi Metafora ………...………..….38

4.3 Makna Metafora ………..………...40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….….42

5. 1 Kesimpulan ………....42

5.2 Saran ………44

DAFTAR PUSTAKA ………..47

LAMPIRAN

1. Data Informan.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, hampir setiap suku mempunyai kebudayaan masing-masing. Untuk mendukung kebudayaan nasional diutamakan kebudayaan setiap suku yang ada di wilayah Indonesia, dan bila perlu kebudayaan asing pun dapat diterima demi meningkatkan kebudayaan Indonesia.

Salah satu unsur kebudayaan Indonesia, yaitu bahasa daerah yang terdapat di wawasan nusantara. Pada umumnya setiap suku lebih senang mempergunakan bahasa daerahnya sendiri. Walaupun demikian, seperti ini tidaklah menghambat upaya persatuan dan kesatuan yang hendak dicapai.

Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau menyampaikan pikiran, atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain.

Sebagai bahasa Toba salah satu bahasa daerah berfungsi sebagai alat komunikasi antar masyarakat Toba. Demikian juga halnya dengan bahasa daerah lainnya, sehingga antara suku yang satu dengan suku yang lain memang akan sulit berkomunikasi. Apabila menggunakan bahasa daerah masing-masing. Untuk melakukan komunikasi antar suku dapat digunakan bahasa Indonesia.

(12)

Sebagai bukti nyata bahwa bahasa daerah itu harus terpelihara dengan baik dapat dilihat pada UUD 1945, Bab XV, pasal 36 di dalam penjelasannya, “ bahasa daerah itu bagian kebudayaan Indonesia yang hidup. Bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara”.

Pada dasarnya suku Batak Toba terdiri atas lima subsuku yakni Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing. Tiap-tiap suku memiliki bahasanya masing-masing. Bahasa Batak Toba dipakai sebagai bahasa sehari-hari antar warga masyarakat Batak Toba di Kabupaten Tapanuli Utara. Menurut Sibarani (1997:2) bahwa istilah bahasa-bahasa Batak tampaknya sekarang ini lebih tepat digunakan daripada istilah bahasa Batak yang digunakan oleh kelima suku Batak itu. Bahasa Batak telah berkembang menjadi lima bahasa sebagaimana telah disebutkan di atas.

Di dalam skripsi ini penulis hanya membahas salah satu aspek ungkapan tradisional, yaitu metafora.

Contoh:

1. Dabu do ate-ate mangida partinaonan nasida. ‘Jatuh hati/ merasa kasihan atas penderitaan mereka’. 2. Timbo do gogo ni anak buha bajuna i.

‘Semangat anak tertuanya tinggi’.

(13)

adanya daya tarik masyarakat untuk mengkonsumsi ungkapan-ungkapan tersebut ke dalam diri mereka. Penulis berasumsi bahwa dalam berbahasa, masyarakat Batak Toba tidak selalu memakai lambang yang secara langsung mengacu pada objeknya. Masyarakat Batak Toba tidak dapat menghindari diri dari pemakaian bahasa kias yang dinamakan metafora.

Di Indonesia penelitian mengenai bahasa daerah kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa, khususnya bahasa Batak Toba. Mengingat hal inilah penulis tertarik untuk meneliti metafora dalam bahasa Batak Toba karena penulis merasa penelitian mengenai judul tersebut belum ada dan diharapkan hasilnya dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca, khususnya bagi pencinta bahasa daerah.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bentuk metafora apa saja yang ada dalam bahasa Batak Toba ? 2. Apa fungsi metafora bahasa Batak Toba ?

3. Apa makna metafora dalam bahasa Batak Toba ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bentuk metafora yang ada dalam bahasa Batak Toba ? 2. Mengetahui fungsi metafora dalam bahasa Batak Toba ?

(14)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk memperluas wawasan dan pemahaman penulis dan pembaca tentang metafora yang ada dalam masyarakat.

2. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan bandingan untuk penelitian selanjutnya terhadap bahasa batak Toba, khususnya dari segi sintaksis.

3. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menggali nilai-nilai luhur budaya yang sudah mulai kurang dikenal oleh masyarakat umum.

4. Menambah rujukan bagi peneliti bahasa khususnya penelitian tentang metafora.

1.5Anggapan Dasar

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan, karena itulah disertakan data-data yang kuat yang ada hubunganya dengan yang diteliti.

Ada beberapa buku yang dipakai dalam penelitian ini seperti buku karangan Abdul Wahab dengan judul Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra, buku Henri Guntur Tarigan dengan judul Pengajaran Kosa Kata dan beberapa buku kebahasaan lainnya.

Berkaitan dengan judul skripsi yang penulis bicarakan bahasa terlebih dahulu penulis mengungkapkan beberapa defenisi tentang metafora.

Kata metafora berasal dari meta- yang berarti setengah atau tidak sepenuhnya seperti pada metafisika (setengah fisik, setengah badaniah, atau tidak sepenuhnya badaniah) dan fora (phora) yang berarti mengacu atau merujuk (Duranti 1997:38 dalam Saragih 2002:162). Berdasarkan kata lain, metafora merujuk sesuatu tidak sepenuhnya lagi atau hanya setengah merujuk sesuatu dalam memahami atau menyatakan pengalaman dalam ranah atau bidang lain.

(16)

Menurut Tarigan (1983: 141),“Metafora adalah sejenis majas perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua ide: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita membandingkan yang belakang ini menjadi yang terlebih dahulu”.

Poerwadarminta (1976:648) mengatakan, “Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa metafora merupakan kata-kata yang menggunakan makna kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang biasa digunakan sehari-hari.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seseorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis. Penelitian ini menggunakan teori metafora leksikal dan metafora tata bahasa. Teori aliran ini meninjau aspek bahasa berdasarkan sudut pandang bahasa itu sendiri.

(17)

2.2.1 Metafora Leksikal

Duranti (dalam Saragih 2002:163) mengatakan bahwa metafora leksikal menunjukkan bahwa makna leksikal dirujuk sebagian untuk menyatakan atau memahami makna lain. Sebagai contoh, ular sebagai leksis adalah binatang yang memiliki sifat menjalar, bersisik, melilit, berbisa, dan sifat lain. Klausa ular menjalar di rumput memberikan penertian lazim atau harfiah, yakni bahwa ada binatang yang

memiliki keempat sifat itu menjalar, bersisik, melilit, dan berbisa. Yang sedang melata atau menjalar di rumput. Akan tetapi, kalau dikatakan Si Diah itu ular; jangan percaya kepadanya, klausa itu sudah bermuatan metafora karena sebahagian sifat ular

telah dijadikan menjadi sifat si Diah. Si Diah adalah manusia dan sifatnya ditautkan atau dideskripsi dari sifat binatang, yakni ular. Dari keempat sifat ular tadi (menjalar, bersisik, melilit, dan berbisa) si Diah hanya dilihat dari sebahagian sifat ular, yaitu membelit (dengan kata-kata dan perbuatan, menipu, atau berbohong) dan berbisa (ucapannya membahayakan orang lain). Ini berarti bahwa si Diah telah direalisasikan sebagai memiliki sebahagian sifat ular tadi. Demikian juga klausa Dia sangat senang dengan si rambut panjang adalah klausa metafora karena rambut panjang adalah

sebahagian sifat wanita.

Metafora leksikal dapat wujud dengan berbagai realisasi yang umumnya menyatakan satu fenomena dilihat dari dua prespektif. Dalam uraian berikut metafora leksikal dibahas dari lima hal yaitu:

(18)

b. Metafora leksikal wujud dengan nomina dibandingkan dengan verba yang terkait atau dapat diturunkan dari nomina lain, seperti dalam tegas dia melontarkan pendapatnya dalam rapat itu. Dalam klausa itu pendapat dibandingkan dengan batu, tetapi tidak dikatakan pendapat batu, melainkan melontarka pendapat; verba melontarkan biasanya terkait dengan atau dapat diturunkan dari nomina batu atau benda keras lain.

c. Metafora leksikal wujud dengan membandingkan nomina dengan kata sifat atau ajektifa dari atau yang terkait dengan nomina lain, seperti kami ingin mengucapkan terimakasih banyak dengan terima kasih dibandingkan dengan banyak sebagai sifat bilangan atau uang.

d. Metafora wujud dengan membandingkan dua konsep sosial atau ideologi dalam dua komunitas.

e. Metafora leksikal dapat wujud dengan penanda bunyi saja.

2.2.2 Metafora Tata Bahasa

(19)

bahasa yang lain atau yang tidak lazim. Dengan pengertian ini metafora tata bahasa mencakup dua hal, yaitu:

a. Relokasi realisasi makna yang lazim ke dalam aspek tata bahasa yang lain dalam peringkat yang sama, misalnya kegiatan atau aktivitas yang lazimnya direalisasikan oleh proses direalisasikan sebagai nomina atau realisasi yang lazim dikodekan dalam beberapa kata disampaikan dalam satu kata saja.

b. Relokasi realisasi makna yang lazim pada satu peringkat (ranking) dikodekan dalam peringkat tata bahasa yang lain yang lebih rendah (seperti pada metafora paparan pengalaman), atau lebih tinggi (seperti pada metafora pertukaran pengalaman). Misalnya makna yang lazimnya dikodekan dalam klausa dikodekan dalam grup atau frase dan makna yang lazimnya dikodekan dengan kata dimetaforakan menjadi klausa. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

1.Metafora Paparan Pengalaman (Metafora Eksperiensial)

(20)

a. Metafora Pengalaman

Metafora realisasi pengalaman menunjukkan pengodean pengalaman yang tidak lazim. Benda umumnya direalisasikan oleh partisipan/nomina, kegiatan atau aktivitas oleh proses atau verba, atau sifat oleh ajektiva, dan hubungan oleh konjungsi. Demikan juga halnya dengan pengalaman lain dalam realitas memiliki unsur tata bahasa sebagai realisasi yang lazim.

b. Metafora Proses

Dalam skripsi ini telah diuraikan enam jenis proses, yaitu proses material, mental, relasional, tingkah laku, verbal, dan wujud. Penggolongan proses tersebut ke dalam enam bagian membagi pengalaman atas enam kelompok. Apabila pengalaman material dikodekan dengan proses material pengodean itu disebut lazim. Akan tetapi, dapat terjadi kelainan atau kesenjangan; jika pengalaman material dikodekan dengan proses lain, hal itu disebut metafora.

c. Relokasi Peringkat Pengodean Pengalaman

Metafora tata bahasa mencakup pengodean pengalaman yang lazimnya dalam peringkat tertentu dikodekan ke peringkat tata bahasa lain yang lebih rendah atau lebih tinggi ( yang umumnya terjadi dalam metafora makna interpersonal). Penurunan peringkat pengodean ini dapat dikolompokkan atas dua bagian: penurunan klausa menjadin grup dan penurunan grup atau frase menjadi kata.

2. Metafora Pertukaran Pengalaman (Metafora Interpersonal)

(21)

modus, modalitas, dan vokatif. Jika semua makna pertukaran pengalaman masih dikodekan dengan cara yang diurai seperti dalam skripsi ini, keadaan itu disebut pengodean yang lazim. Akan tetapi, jika pengodean dilakukan dengan cara yang tidak lazim, keadaan itu disebut metafora. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metafora Modus

Makna antarpesona pernyataan (statement), pertanyaan (questions), perintah (command) masing-masing lazimnya direalisasikan oleh mudos deklaratif, interogatif,

dan imperatif, makna tawaran (offer) tidak memiliki bentuk yang lazim sebagai realisasinya.

b. Metafora Modalitas

Lazimnya modalitas direalisasaikan oleh unsur leksikal, seperti kata pasti,

mungkin, sering, biasa, bermaksud, atau harus yang menyatakan sikap, opini,

komentar, atau pertimbangan pribadi pemakai bahasa.

c. Metafora Vokatif

(22)

3.Metafora Pengorganisasian Pengalaman (Metafora Tekstual)

Metafora tekstual lazimnya terealisasi dalam unsur tata bahasa yang terdiri atas tema, rema, dan kohesi. Yang dapat terealisasi ke dalam metafora makna tekstual adalah rujukan dan konjungsi sebagai unsur kohesi. Metafora makna tekstual terjadi dalam relokasi makna pada kata menjadi frase (dalam rujukan) atau relokasi makna dari konjungsi ke sirkumstan. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metafora rujukan, adalah merupakan realisasi lazim dari perujuk anforik dia.

b. Metafora konjungsi, adalah lazimnya, sebagai realisasi tekstual alat kohesi konjungsi menautkan klausa dengan klausa lain.

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metodologi adalah ilmu tentang metode. Arti metode sendiri secara harafiah berasal dari bahasa Yunani metodos. Meta artinya menuju, melalui, sesudah, mengikuti dan Hodos artinya jalan, cara, arah. Istilah Yunani ini berasal dari bahasa latin methodus arti luas metode adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu ( Sudarto, 1995:41). Sedangkan menurut Nawawi (1997:71) metode adalah prosedur (rangkaian) cara yang sistematis dalam menggali kebenaran ilmiah.

(24)

3.1 Metode Dasar

Yang menjadi metode dasar dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Artinya, penulis ini dilaksanakan secara apa adanya dan seobjektif mungkin. Metode deskriptif membahas pola bahasa beberapa masyarakat pada masa tertentu ataupun perseorangan dan antar kelompok masyarakat. Metode inui akan mendasari penelitian dalam upaya pengumpulan data dan penganalisisan data.

3.2 Lokasi Sumber Data Penelitian

Penulis memilih lokasi yang dijadikan daerah penelitian adalah Desa Panampangan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Lokasi ini merupakan daerah penutur bahasa Batak Toba yang masih tetap dipergunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Data yang diperoleh dalam penelitian adalah bersumber dari lapangan dan kepustakaan.

3.3 Instrumen Penelitian

(25)

3. 4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan:

1. Metode observasi, yaitu untuki memperoleh data yang akurat peneliti harus terjun ke lapangan dan mengadakan pengamatan kepada masyarakat yang mempergunakan bahasa Batak Toba

2. metode pustaka, yaitu cara untuk mengumpulkan data dengan mencari data-data dari buku-buku yang membahas metafora

3. metode wawancara, yaitu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah.

Sebagai tekniknya dipergunakan:

a. Teknik rekam, yaitu dengan menggunakan tape recorder.

b. Teknik catat, yaitu mencacat semua keterangan-keterangan yang diperoleh dari informan.

3.5 Metode Analisis Data

Adapun langkah-langkah data setelah memperoleh data dari lapangan adalah sebagai berikut:

a. Menuliskan data yang diperoleh dari lapangan.

(26)
(27)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Metafora

Metafora dalam bahasa Batak Toba dijumpai dalam bentuk kata, misalnya metafora konseptual kata sebagai benda, cairan, hewan, makanan, manusia, perjalanan, senjata, tumbuhan, dan lain-lain. Misalnya,

4.1.1 Metafora Kata Sebagai Benda

Metafora kata sebagai benda adalah suatu kata yang dibandingkan dengan benda atau metaforanya dilambangkan dengan benda. Berikut ini penulis akan menguraikan contoh yang termasuk sebagai kata serta contoh yang termasuk sebagai benda. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

No Sebagai Kata Sebagai Benda Makna

1. Mulut pedang yang tajam Pembicarannya seseorang itu bisa membuat kita sakit hati.

2. Berita tiupkan Makna yang terkandung

adalah seseorang yang menyampaikan berita.

3. Kasus berhamburan Semua orang mengetahui apa yang sedang diperbuatnya.

4. harta benda gempa harta bendanya semuanya habis/hangus karena gempa tersebut.

5. roda pedati Kehidupan Mempunyai kehidupan

(28)

Penjelasan:

1. Konsep pamangan ‘mulut’ dipetakan sebagai benda sehingga dapat podang nauk tajom ‘yang paling tajam’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis

mengatakan metafora kata sebagai benda adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu

pamangan dan podang nauk tajom. Artinya setiap penggunaan kata atau

ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut sebagai metafora kata sebagai benda.

Contoh:

Pamangan i do podang nauk tajom.

“Mulut itu adalah pedang yang paling tajam”.

2. Konsep barita ‘berita’ dipetakan sebagai benda sehingga dapat na niombushon nasida ‘yang mereka tiupkan’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis

menyatakan majas metafora kata sebagai benda adalah karena menggunakan kata-kata berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan atau perbandingan yaitu barita dan na niombushon nasida. Artinya setiap penggunana kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut sebagai metafora kata sebagai benda.

Contoh:

Barita na niombushon nasida, ndang siat tu roha.

(29)

3. Konsep hata-hata ‘kasus’ dipetakan sebagai benda sehingga dapat maramburan ‘berhamburan’. Berdasarkan contoh berikut penulis mengatakan metafora kata sebagai benda adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu hata-hata dan maramburan. Artinya setiap penggunaan kata-kata berdasarkan bukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan atau persamaan maka disebut metafora kata sebagai benda.

Contoh:

Godang hata-hata maramburan taringot tu ibana ‘Banyak kasus berhamburan tentang dia’

4. Konsep tano maraek dan tano mahiang ‘harta benda’ dipetakan sebagai benda sehingga dapat menjadi suda ‘habis/hangus’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan majas metafora adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu tano maraek dan tano mahiang. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain berdasarkan

kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut majas metafora. Contoh:

Suda do tano maraek dohot tano mahiang ala ni halisung-sung i. ‘Habis semua harta benda karena gempa tersebut’.

(30)

5. Konsep roda ni padati ‘roda pedati’ di petakan sebagai benda sehingga dapat dikatakan tarsongon roda ni padati do parngoluan nasida ‘hidupnya berubah-ubah’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai benda adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu roda ni padati dan parngoluan nasida. Artinya setiap penggunaan kata-kata berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai benda.

Contoh:

Tarsongon roda ni padati do parngoluan nasida. ‘Kehidupan mereka bagaikan roda pedati’

4.1.2 Metafora Kata Sebagai Cairan

Metafora kata sebagai Cairan adalah suatu kata yang dibandingkan dengan cairan atau metaforanya dilambangkan dengan cairan. Berikut ini penulis akan menguraikan contoh yang termasuk sebagai kata serta contoh yang termasuk sebagai cairan uraian tersebut adalah sebagai berikut:

No Sebagai Kata Sebagai Cairan Makna

(31)

2. Uang mengalir Bahwa uang tersebut makin lama semakain banyak.

3. Dana dicairkan Bahwa uang itu harus segera bagikan.

Penjelasan:

1. Konsep hepeng ‘uang’ dipetakan sebagai aek ‘air’ Sehingga dapat mabaor ‘mengalir’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis menyatakan metafora kata sebagai cairan adalah karena menggunakan metafora kata sebagai cairan yaitu aek mabaor dan i pesta i. Artinya setiap penggunaan kata yang berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai cairan.

Contoh:

Songon aek mabaor do hepeng na i pesta. ‘Uangnya bagaikan air mengalir di pesta’

2 Konsep hepeng ‘uang’ dipetakan sebagai mual ‘mata air’ sehingga dapat

marbullakbullak ‘banyak mengalir’. Berdasarkan contoh berikut penulis

(32)

persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai cairan.

Contoh:

Sai songon mual do hepengna, marbullak-bullak ndang olo suda. ‘Uangnya bagaikan mata air yang mengalir terus’.

3. Konsep utang ‘dana’ dipetakan sebagai aek ‘air’ sehingga dapat mabaor ‘mengalir’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai cairan adalah karena menggunakan kata-katabukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan dana dan ingkon di lehon. Artinya setiap penggunaan kata-kata yang berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka di sebut metafora kata sebagai cairan.

Contoh:

Utang i, inkon di lehon i bagasan minggu on. ‘Dana itu harus dicairkan dalam minggu ini’.

4.1.3 Metafora Kata Sebagai Hewan

(33)

No Sebagai Kata Sebagai hewan Makna

1. Perasanku terbang makna yang

terkandung adalah seseorang yang sedang terkejut.

2. Perangainya menyusahkan perbuatannya itu selalu membuat orang tidak suka kepadanya.

3. Ular menggigit perbutan seseorang itu

berbohong. Dan

1. Konsep pangkilalaanku ‘perasaanku’ dipetakan sebagai hewan sehingga dapat habang ‘terbang’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan

metafora kata sebagai hewan adalah karena menggunakan pemakain kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu habang dan pangkilalaanku. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain

berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut sebagai metafora kata sebagai hewan.

Contoh:

Habang do pangkilalan hu. ‘Terbang perasaanku’.

(34)

metafora kata sebagai hewan adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu bias na manggagat dan pangalahona. Artinya setiap panggunaan kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut metafora kata sebagai hewan.

Contoh:

Sai songon bias na manggagat tu holi-holi do pangalahona.

‘Perangainya selalu menyusahkan bagaikan kanker tulang’.

3. Konsep pangalaho ‘tingkah laku’ dipetakan sebagai hewan sehingga dapat mangharat ‘menggigit’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai hewan adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu songon ulok do dan pangalaho na. arti setiap penggunaan kata yang berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai hewan.

Contoh:

Sai songon ulok do mangkarat pangalaho na. ‘Tingkah lakunya itu bagaikan ular yang menggigit’

(35)

sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu songon biang do dan gelleng na i. artinya setiap penggunaan kata-kata atau ungkapan lain berrdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat maka disebut metafora kata sebagai hewan.

Contoh:

Sai songon biang do gelleng na i, ndang di boto maila. ‘Anaknya bagaikan anjing yang tidak tahu malu’.

4. 1.4 Metafora Kata Sebagai Makanan

Metafora kata sebagai makanan adalah suatu kata yang dibandingkan dengan makanan atau metaforanya dilambangkan dengan makanan. Berikut ini penulis akan menguraikan contoh yang termasuk sebagai kata serta contoh yang termasuk sebagai makanan. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

No Sebagai Kata Sebagai Makanan Makna

1. Muka gosong/hangus makna yang

3. Kehidupan pahit seseorang itu

mempunyai kehidupan yang susah.

(36)

Penjelasan:

1. Konsep bohi ‘muka’ dipetakan sebagai makanan sehingga dapat mosok’ hangus terbakar’. Berdasarkan contoh berikut penulis menyatakan metafora kata sebagai makanan adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkam persamaan atau perbandingan yaitu mosok bohina dan di las ni ari. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut sebagai metafora kata sebagai makanan.

Contoh:

Songon na mosok bohina na mangula di las ni ari.

‘Mukanya menghitam seperti hangus kena sinar matahari’.

2. Konsep ateate ‘hati’ dipetakan sebagai makanan sehingga dapat ‘malala’ seperti nasi yang terlalu lembek tetapi belum menjadi bubur’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai makanan adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu malala ate-atengku dan pangahona i. Artinya setiap penggunaan kata yang berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai makanan. Contoh:

(37)

3. Konsep paet ‘pahit’ di petakan sebagai makanan sehingga dapat parngoluan nasida ‘kehidupannya susah’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai makanan adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu paet do dan nasida. Artinya setiap penggunaan kata yang berdasarkan lukisan

atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai makana.

Contoh:

Paet do parngolu on nasida. ‘Pahitnya kehidupan mereka’.

4. Metafora ini mengandung arti bahwa orangnya itu mempunyai hati yang bagus. Berdasarkan contoh berikut penulis menyatakan majas metafora adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu bagak do dan pangalaho na. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain

berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut metafora kata sebagai makanan.

Contoh:

(38)

4.1. 5 Metafora Kata Sebagai Manusia

Metafora kata sebagai manusia adalah suatu kata yang dibandingkan dengan manusia atau metaforanya dilambangkan dengan manusia. Berikut ini penulis menguraikan contoh yang termasuk sebagai kata serta contoh yang termasuk sebagai manusia. Uraian tersebut adalah sebagau berikut:

No Sebagai Kata Sebagai Manusia Makna

1. Berita berlari makna yang terkandung adalah seseorang yang menyampaikan kabar dengan cepat.

2. Bulan tertawa suasana terang pada malam hari

3. Angin menyampaikan seseorang yang menyampaikan pesan atau kabar.

4. Tanaman menari-nari seseorang itu sedang menari-nari.

5. Langit menangis Suasana pada malam hari.

Penjelasan:

(39)

penggunaan kata yang berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai manusia. Contoh:

Marlojong do barita i sahat tu sude pangisi ni luat i. ‘Kabar itu cepat sampai ke seluruh desa itu’.

2. Konsep bulan ‘bulan’ dipetakan sebagai manusia sehingga dapat mengkel ‘tertawa’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai manusia adalah karena menggunakan pemakain kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu songon na mengkel dan idaon bulan i. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain berdasarkan kias

atau persamaan dalam suatu kalimat di sebut sebagai metafora kata sebagai manusia.

Contoh:

Songon na mengkel idaon bulan i, ala tiur ari. ‘Bulan bagaikan tertawa suasana terang bulan’.

(40)

persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka disebut metafora kata sebagai manusia.

Contoh:

Alogo na mangullus i do pasahatton tona tu ahu.

‘Angin yang berhembus itu yang menyampaikan pesan kepadaku’.

4. Konsep suan-suanan i ‘tanam-tanaman dipetakan sebagai manusia sehingga dapat manortori ‘menari-nari’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai manusia adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu manottori do dan ida on suan-suanan. Artinya setiap penggunaan kata atau

ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut metafora kata sebagai manusia.

Contoh:

Songon namanottori do ida on suan-suan i, ala ni alogo.

‘Tanam-tanaman itu menari-nari ketika angin datang’.

(41)

Contoh:

Hehe ma ho ale alogo sian Utara, jala ro ma ho ale alogo sian Dangsina. ‘Bangunlah hai angin utara dan marilah, hai angin selatan’.

6. Konsep langit ‘langit’ dipetakan sebagai manusia sehingga dapat tangis ‘menangis’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai manusia adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu songon na tangis do dan idaon langit i. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain berdasarkan

kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut metafora kata sebagai manusia.

Contoh:

Songon na tangis do idaon langit i, ala golap ari.

‘Langit bagaikan menangis, karena suasana malam hari’.

4. 1. 6 Metafora Kata Sebagai Perjalanan

(42)

No Sebagai Kata Sebagai Perjalanan Makna

1. pembicaraan ngawur Makna yang terkandung adalah pembicaraannya semua dibahas.

2. pembicaraanya berputar-putar berita yang disampaikannya selalu mengenai bantuan tersebut.

3 ayahnya pergi Seseorang itu ada yang sedang meninggal dunia.

Penjelasan:

1. Konsep panghataion ‘pembicaraan’ dipetakan sebagai perjalanan sehingga dapat maor ‘melantur’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai perjalanan adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu laos panghataion

dan maor. Artinya setiap pengguanaan kata atau ungkapan lain berdasarkan

kias atau persamaan dalam suatu kalimat di sebut sebagai metafora kata sebagai perjalanan.

Contoh:

Laos maor do panghataion nasida sian utara tu dangsina. ‘Topik pembicaraan meraka ngawur dari utara ke selatan’.

(43)

penulis menyatakan metafora kata sebagai perjalanan adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu marhaliang-haliang do panghataion dan pangurupion tu tsunami. Artinya setiap penggunaan kata yang

berdasarkan lukisan atau persamaan berdasarkan persamaan atau perbandingan maka di sebut metafora kata sebagai perjalanan.

Contoh:

Marhaliang-haliang do panghataion i liat-liat pangurupion tu tsunami i. ‘Pembicaraan yang berputar-putar sekitar bantuan terhadap korban tsunami’.

3. Konsep haroburan ‘meninggal dunia’ dipetakan sebagai perjalanan sehingga dapat laho ‘pergi’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis menyatakan metafora kata sebagai perjalanan adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu nunga laho dan tu si haroburan i. Artinya setiap penggunaan kata-kata bukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan atau persamaan maka disebut metafora kata sebagai perjalanan.

Contoh:

(44)

4.1.7 Metafora Kata Sebagai Senjata

Metafora kata sebagai senjata adalah suatu kata yang dibandingkan dengan senjata atau metaforanya dilambangkan dengan senjata. Berikut ini penulis akan menguraikan contoh yang termasuk sebagai kata serta contoh yang termasuk sebagai senjata. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

No Sebagai Kata Sebagai Senjata Makna

1. nasihat kurang tajam makna yang terkandung adalah nasihat orang tuanya tidak dipatuhinya.

2. anak panah menusuk perkataannya membuat orang menjadi sakit hati.

3. anak panah perkataan pembicaraannya membuat orang sakit hati.

Penjelasan:

(45)

Contoh:

Leleng do iban pasingothon anak na i, ndang adong tajom sipaingot na i.

‘Lama dia menasehati anaknya, tetapi kurang mempan’.

2. Konsep alus ‘jawaban’ dipetakan sebagai anak panah senjata sehingga dapat manorusi ’menembus hati’. Berdasarkan contoh berikut penulis menyatakan metafora kata sebagai senjata adalah kerena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu songon sior dan manorusi. Artinya setiap penggunaan kata-kata berdasarkan lukisan atau persamaan bukan arti yang sebenarnya melainkan sebagai lukisan atau persamaan maka di sebut metafora kata sebagai senjata.

Contoh:

Songon sior do alusna i na manorusi ateate ni na umbegesa.

‘Jawabannya bagaikan anak panah yang menghujam hati’.

(46)

sebenarnya melainkan sebagai lukisan atau persamaan maka disebut metafora kata sebagai senjata.

Contoh:

Sai songon sior do hata na i.

‘Perkataannya bagaikan anak panah yang dapat menusuk hati’.

4.1. 8 Metafora Kata Sebagai Tumbuhan

Metafora kata sebagai tumbuhan adalah suatu kata yang dibandingkan dengan tumbuhan atau metaforanya dilambangkan dengan tumbuhan. Berikut ini penulis akan menguraikan contoh yang termasuk sebagai kata serta contoh yang termasuk sebagai tumbuhan. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

No Sebagai Kata Sebagai Tumbuhan Makna

1. Menanam budi makna yang terkandung

adalah bahwa seseorang itu pintar.

2. Tanam nasihat nasihat orang tua itu agar kita ingat selamamya.

3. Tanam pelajaran Ingat selalau nasihat guru.

4. Ibunya layu seseorang itu mempunyai

(47)

Penjelasan:

1. Konsep budi ‘kebaikan’ dipetakan sebagai tumbuhan sehingga dapat ditanom ‘ditanam’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis menyatakan metafora kata sebagai tumbuhan adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu malo do ibana mananom budi dan asa dipilit ibana. Artinya setiap penggunaan kata-kata yang berdasarkan lukisan atau persamaan atau perbandingan maka di sebut metafora kata sebagai tumbuhan. Contoh:

Malo do ibana mananom budi asa dipilit pangisi ni luat i ibana.

‘Seseorang yang pandai menanam budi agar dipilih penghuni daerah itu’.

2. Konsep sipaingot ’nasihat’ dipetakansebagai tumbuhan sehingga dapat disuan ‘ditanam’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai tumbuhan adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu sipaingot dan disuan. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat di sebut sebagai metafora kata sebagai tumbuhan.

Contoh:

Suan do tu pangkilalaanna si paingot ni among na i.

(48)

3. Konsep parsiajaran ‘pelajaran’ di petakan sebagai tumbuhan sehingga dapat

disuan ‘ditanam’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis menyatakan

metafora kata sebagai tumbuhan adalah karena menggunakan kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan persamaan atau perbandingan yaitu suan ma tu roham dan parsiajaran. Artinya setiap penggunaan kata-kata yang berdasarkan lukisan atau persamaan atau perbandinga maka disebut metafora kata sebagai tumbuhan.

Contoh:

Suan ma tu roham parsiajaran i, na dilehon ni guru mu.

‘Menggambarkan nasihat guru yang tertanam dalam hati anaknya’.

4. Konsep inang na i ‘ibunya’ dipetakan sebagai tumbuhan sehingga dapat malos ‘layu’. Berdasarkan contoh berikut dasar penulis mengatakan metafora kata sebagai tumbuhan adalah karena menggunakan pemakaian kata atau ungkapan lain berdasarkan kias atau persamaan yaitu bunga na malos dan idaon inang na i. Artinya setiap penggunaan kata atau ungkapan lain

berdasarkan kias atau persamaan dalam suatu kalimat disebut metafora kata sebagai tumbuhan.

Contoh:

Songon bunga na malos do inangna i, ala ni arga ni situhoron.

(49)

4. 2 Fungsi Metafora

Fungsi metafora itu terdiri dari fungsi pragmatik, magis, ekspresif, konatif, poetik, transaksional, dan fungsi metalinguistik yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi pragmatik adalah fungsi yang menganalisis hubungan antara situasi

dan konteks berbahasa atas bentuk-bentuk bahasa yang diganakan dalam berkomunikasi.

2. Fungsi magis adalah fungsi bahasa yang biasanya digunakan dalam kegiatan

ritual untuk menghubungkan aktivitas ritual dengan Sang Pencipta.

3. Fungsi eksfresif adalah fungsi yang tergantung pada diri sendiri, si pembicara 4. Fungsi konatif adalah fungsi lawan bicara dan bahasa representasional (pada

kenyatan lain).

5. Fungsi poetik adalah fungsi yang terarah pada pesannya.

6. Fungsi transaksional adalah fungsi yang terarah pada sarananya.

7. Fungsi metalinguistik adalah fungsi yang terarah pada kodenya atau

lambangnya.

Contoh dari fungsi metafora adalah sebagai berikut:

No

teks

Fung

si

Unit Linguistik (TLT) Fungsi Unit Linguistik

(TM)

(1) V, R Mengalami N, T Pengalaman

(50)

(3) V, R memperingatkan N, T peringatan

(4) V, R ingin N, T keinginan

(5) V, R menawarkan N, T penawaran

(6) V, R mewakili N, T keterwakilan

(7) V, R mengawasi N, T pengawasan

(8) V, R cenderung N, T kecenderungan

(9) V, R dipilih N, T pemilihan

(10) V, R dibangun N, T pembangunan

(11) V, R memenangkan N, T dimenangkan

(12) V, R menyerang N, T serangan

(13) V, R mengesahkan N, T pengesahan

(14) V, R dibangun N, T membangun

(15) V, R diserang N,T serangan

(16) V, R memandang N, T pandangan

(17) V, R dilaksanakan N, T pelaksanakan

(18) V, R mencabut N, T pencabutan

(19) V, R memanggil N, T panggilan

(20) V, R membantu N,T bantuan

(21) V, R berkemauan N, T kemauan

(51)

Daftar singkatan dan lambang

V : Verba

N : Nomina

R : Rema

T : Tema

(52)

4.3 Makna Metafora

Makna yang digunakan dalam metafora ialah makna referensial dan makna idesional yaitu sebagai berikut:

1. Makna referensial adalah makna diartikan sebagai label yang berada dalam kesadaran manusia untuk menunjukkan dunia luar. Makna hadir karena adanya kesadaran pengamatan terhadap fakta dan penarikan kesimpulan yang keseluruhannya berlangsung secara subjektif.

2. Makna idesional adalah gambaran gagasan dari suatu bentuk kebahasaan yang

bersifat konvensi sehingga dapat dipahami.

(53)

Contoh makna metafora adalah sebagai berikut:

No Teks Lisan Tertulis Metafora Makna

(1a)

(54)
(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas tentang metafora dalam Bahasa Batak Toba, maka dapat di buat kesimpulan:

1. Metafora dalam bahasa Batak Toba dijumpai dalam bentuk kata yaitu sebagai berikut:

a. metafora kata sebagai benda. b. metafota kata sebagai cairan. c. metafora kata sebagai hewan. d. metafora kata sebagai makanan. e. metafora kata sebagai manusia. f. metafora kata sebagai perjalanan. g. metafora kata sebagai senjata. h. metafora kata sebagai tumbuhan.

(56)

terarah pada pesannya. Dan fungsi transaksional adalah yang terarah pada sasarannya, dan fungsi metalinguistik, yang terarah pada kodenya atau lambangnya

3. Makna yang dipergunakan dalam bahasa Batak Toba adalah makna referensial dan makna idesional. Makna referensial diartikan sebagai label yang berada dalam kesadaran manusia untuk menunjukkan dunia luar. Sedangkan makna dalam idesional adalah gambaran atau gagasan dari suatu bentuk kebahasaan yang bersifat konvensi sehingga dapat dipahami.

5. Metafora dalam bahasa Batak Toba ini sering dipergunakan oleh masyarakat Batak Toba sebagai sarana penunjang ktrampilan berbahasa.

6. Masyarakat Batak Toba di kalangan ilmiah sering juga tidak menyadari bahwa dalam melakukan suatu komunikasi ada memakai metafora dalam menyampaikan maksud dan tujuannya.

7. Penggunaan metafora bahasa Batak Toba bila ditinjau dari metaforanya jarang mengetahui apa yang dipergunakannya.

(57)

5.2 Saran

Adapun saran yang di harapkan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Perlu di tingkatkan kembali pola pikir masyarakat Batak Toba untuk lebih mencintai bahasa daerahnya agar dapat dipergunakan dengan baik dan benar 2. Kepada seluruh kalangan masyarakat Batak Toba janganlah malu

mempergunakan bahasa daerahnya apabila bertemu dengan sesama teman yang satu dengannya, dan kalau sesamanya kurang menguasai bahasa daerahnya atau bahasa latinnya atau ajari dia dalam mempergunakannya, lambat laun bahasa daerahnya itu akan semakain berkembang.

3. Para ahli bahasa perlu mendalami dan kembali secara lebih terperinci mengenai metafora dalam bahasa Batak Toba seperti penulis lakukan ini. 4. Tetaplah selalu mempergunakan bahasa daerahnya dengan baik dan benar

kalau bisa menerapkan dalam metafora bahasa Batak Toba seperti penulis buat.

(58)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Rincat Sigiro Umur : 37 Tahun Pekerjaan : Kepala Desa Agama : Kristen

Alamat : Lumban Pinasu.

2. Nama : A. Ani Sitanggang Umur : 58 Tahun

Pekerjaan : Bertani Agama : Kristen

Alamat : Lumban Sakkalan.

3. Nama : A.Aster Gurning Umur : 61 Tahun

(59)

Alamat : Lumban Sakkalan. 4. Nama : Op. Mottan Sitanggang Umur : 67 Tahun

Pekerjaan : Bertani Agama : Kristen

Alamat : Lumban Rihit.

5. Nama : Op. Martin Sitanggang Umur : 72 Tahun

Pekerjaan : Bertani Agama : Kristen

Alamat : Lumban Sitta Nauli.

6. Nama : Op. Dapit Sitanggang Umur : 70 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan PNS Agama : Kristen

(60)
(61)

DAFTAR PUSTAKA

Duranti, A. 1997. Linguistic Anthoropology. Cambridge University Press.

Ibnu. 1993. Metode Penelitian Sastra. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

linguistik. Jakarta: Gramedia. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus

kridalaksana, Harimarti1983. Kamus linguistik. Jakarta: Gramedia.

Nawawi, 1987. Metode dasar Dalam penelitian Sastra. Universitas Indonesia. Jakarta

Poerwadarminta; W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: P. N Balai

Pustaka.

Saragih, Amrin. 2002. “Bahasa dalam Konteks Sosial”. Fakultas Bahasa Dan Seni

Universitas Negeri Medan.

Sibarani, Robet. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: University Sumatera

Utara Press.

Silalahi, Roswita. 2005. Metafora dalam Bahasa Batak Toba. Dalam Logat: Jurnal

Ilmiah Bahasa Dan Sastra. Volume I No. 2. Medan: USU Press.

Simanjuntak: Rotua Melda. 2004. “Basa-basi dalam Bahasa Batak Toba”. (Tesis).

Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

Sudarto, 1995. Metode Penelitian. Medan : USU Press.

Tarigan; Henri Guntur. 1983. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Penerbit Angkasa.

(62)

Usman, Fajri. 2004 “Metafora dalam Mantra Minangkabau” (Tesis). Program

Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

...1995. Isu Linguistik: Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya :

Referensi

Dokumen terkait

Batasan masalah dari penelitian ini diuraikan seperti di bawah ini. 1) Penelitian ini lebih ditekankan pada bentuk metafora dan referensi metafora hewan dalam

diperoleh dari penelitian ini, bahwa makna metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba.. merupakan suatu bentuk ekspresi emosi Masyarakat Batak Toba yang

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, bahwa makna metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba merupakan suatu bentuk ekspresi emosi Masyarakat Batak Toba yang

(7) Analisis metafora tempat dalam mantra Minangkabau, mencakup beberapa bentuk metafora yaitu, metafora tempat jin, metafora tempat manusia, metafora tempat untuk hewan,

Berdasarkan analisis metafora bentuk animate (fauna/hewan) pada mantra mantra masyarakat Melayu Galing Sambas dapat disimpulkan bahwa, terdapat metafora bentuk animate

Kata dusta dalam novel tersebut, termasuk ke dalam majas metafora, karena arti dari kata dusta menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) itu sendiri adalah

Unsur citra pada struktur frasa metafora yang terdapat dalam wacana narasi meliputi metafora bercitra abstrak-konret, metafora bercitra hewan, metafora bercitra sinestesia, dan metafora

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kata atau kalimat metafora yang terdapat dalam data diatas, bentuk kata metafora badai, menelan, garis depan, berguguran, dan tumbang yang