ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER PALSU
Oleh
ABDOEL HARIS NGABEHI
Praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu merupakan salah satu tindak pidana yang merugikan seluruh masyarakat, terlebih kebutuhan masyarakat akan kesehatan membuat resiko keberadaan dokter palsu ini akan semakin membahayakan keselamatan masyarakat. Memasuki era global yang terjadi seperti saat ini, profesi kedokteran merupakan salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Namun, terlepas dari sorotan-sorotan tersebut, sebagian masyarakat nampaknya tidak mengetahui siapa yang dapat dikatakan sebagai dokter. Oleh karena itu diperlukan suatu sikap dari aparat penegak hukum dan instansi pemerintah berwenang untung menanggulanginya. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris dengan data primer dan sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Analisis data dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat yang kemudian berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus dan dapat ditarik kesimpulan, yang bersifat umum.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, paya penegakan hukum terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu ini adalah menggunakan hukum pidana (penal) dan non penal. Non penal artinya secara
ABDOEL HARIS NGABEHI
palsu adalah faktor hukumnya sendiri (perundang-undangan), dimana belum menjelaskan definisi dari praktik kedokteran dengan jelas. Faktor penegak hukum, yaitu aparat penegak hukum yang kurang profesional, faktor sarana atau fasilitas, tanpa adanya sarana dan prasarana proses penegakan hukum akan menghambat proses penegakan hukumnya. Selanjutnya masyarakat dianggap masih kurang memiliki kesadaran hukum terhadap kasus dokter palsu ini.
Berdasarkan hasil penelitian saran yang dapat diberikan penulis adalah Pihak berwenang diharapkan dapat bersifat proaktif dalam menyikapi maraknya kasus dokter palsu yang menjalankan praktik kedokteran, juga aparat penegak hukum diharapkan dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan selaku instansi yang memiliki wewenang pengawasan dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dan melakukan pengawasan dan pembinaan.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER PALSU
(Skripsi)
Oleh:
ABDOEL HARIS NGABEHI NPM : 11120111003
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH
DOKTER PALSU
Oleh
ABDOEL HARIS NGABEHI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 7 Desember
1993. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Penulis
merupakan putra dari pasangan berbahagia ayahanda Hi. Rosman,
Bc.,Ak. Dan ibunda Hj. Asnawati, S.E.
Riwayat pendidikan penulis adalah TK Al-Azhar II diselesaikan pada tahun 1999,
lalu penulis melanjutkan sekolah di SD Al-Azhar I dan diselesaikan pada tahun
2005. Kemudian pendidikan dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2008, selanjutnya menempuh pendidikan di
Sekolah Menengah Atas Yayasan Pembina (YP) UNILA yang diselesaikan pada
tahun 2011.
Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui SNMPTN jalur Tertulis dan mengambil minat bagian Hukum
Pidana. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2014 di
PERSEMBAHAN
Dengan lafadz hamdallah, ku persembahkan karya kecilku ini untuk :
Allah Rabbil Izzati atas limpahan rahamat dan karunia-Nya serta kasih saying dan
pertolongan yang diberikan-Nya padaku.
Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Rosman dan Ibunda Asnawati yang telah
memberikan bekal hidup dan selalu mencurahkan cinta dan kasih sayangnya di
setiap hari-hariku
Serta kakak dan adik-adiku, M. Raiza Ronaldo, Fadhiil Abdurahman R., dan Dhia
Fahmi Ghufron yang selalu menjadi penyemangat dalam setiap perjalanan
hidupku
Wanita Spesial, Dea Octaviana Putri yang selalu memberikan doa dan dukungan di setiap waktu
Sahabat-sahabtku yang telah memberikan dorongan, saran serta doanya sehingga
skripsi ini dapat terselsaikan.
Alamamaterku Tercinta.
MOTTO
Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya
manis
-Aristoteles-Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil.
Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang
hakiki
-Mahatma
Gandhi-Hanya mereka yang berani gagal yang dapat meraih
KEBERHASILAN
Kenedy-SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkah rahmat dan
karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “ Penegakan Hukum Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan oleh Dokter Palsu “ adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung telah memberiakan bantuan, bimbingan dan
dorongan yang sangat berguna hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini,
yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan
selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan serta berbagi
ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
3. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing I atas
kesediannya untuk memberikan bantuan, dorongan dan bimbingan dalam
4. Bapak Dr. Maroni, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas I atas segala saran,
masukan dan arahan membangun yang diberikan selama proses penulisan
skripsi ini;
5. Ibu Dona Raisa Monica, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan kritik dan saran serta masukannya dalam penulisan skripsi ini;
6. Bapak Charles Jackson, S.H,.M.H. selaku Pembimbing Akademik;
7. Para Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih
banyak atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama
dalam pendidikan;
8. Para staff administrasi di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
banyak membantu;
9. Bapak Rinaldi Sucipno (Poltabes Bandar Lampung), Bapak Tri Wahyu A.
Prateka, S.H. (Kejaksaan Negeri Bandar Lampung), Bapak Ahmad Suhel,
S.H. (Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang), Bapak dr. Boy Zaghlul
Z. (IDI), atas bantuannya saat penelitian dan pencarian data dalam proses
penulisan skripsi ini.
10. Yang terhormat kedua orang tuaku, ayahanda Rosman dan Ibunda Asnawati
tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan untuk keberhasilan penulis
meraih cita-cita, terimakasih atas doa dan dukungannya;
11. Saudara-saudaraku tersayang : Muhammad Raiza Ronaldo, Fadhiil
Abdurrahman Rabbani, dan Dhia Fahmi Ghufron, terimakasih atas dukungan
dan bantuan doanya.
12. Wanita spesial yang selalu menemani, memberikan dukungan dan doa
Putri. You are the other half that makes me feel whole I want you for always..
days, years, and eternities;
13. Sahabat-sahabatku : Andri, Aldino, Lukito, Nelwan, Septi, Debby, Nadya,
Nisa, dan Ririn atas persahabatan dalam suka dan duka serta bantuan
pemikirannya sehingga skripsi ini terselesaikan;
14. Teman-teman dan sahabat seangkatan yang selalu memberi cerita
menyenangkan dan momen tak terlupakan selama perkuliahan di Fakultas
Hukum Universitas Lampung: Alfinicko, Afrian, Asa, Beni, Asep, Shintya,
Mia, Sarah, Tiffany, Astari, Fajar, Deswandi, Dopdon, Fahmi, Mutiara, Fitri,
Ninis, Chelsea, Clara, Aik, Almira, Anca, Murni, Aga, Gede, Mamed,
Ferdiyan, Odi, Zahra, Dopdon, Grace, Indah, Bayu, Sueng, Abung, Algeria
serta yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namanya penulis ucapkan
terimakasih.
15. Keluarga Besar HIMA PIDANA’11 yang tidak bisa kusebut satu-satu, terimakasih atas kisah yang telah terlewati selama masa-masa kuliah;
16. Teman-teman sekaligus keluarga baru KKN Desa Tanjung Kesuma,
Kecamatan Purbolinggo, Lampung Timur, Agung, Mario, Aan, Aji, Andreas,
Adit, Ulum, Wayan, Ade, Alif atas pengalaman yang paling berkesan yang
kita lewati siang dan malam.
17. Semua pihak-pihak yang belum tertulis namanya yang saya yakin telah
Penulis berharap semoga Allah SWT melimpahkan taufik dan hidayah-Nya pada
kita semua dan membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis juga
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bandar Lampung, 2015
Penulis
DAFTAR ISI
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6
1. Permasalahan ... 6
2. Ruang Lingkup ... 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7
1. Tujuan Penelitian ... 7
2. Kegunaan Penelitian ... 7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8
1. Kerangka Teoritis ... 8
2. Konseptual ... 12
E. Sistematika Penulisan ... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana ... 16
1. Pengertian Tindak Pidana ... 16
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 17
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 19
B. Praktik Kedokteran Ilegal dan Dokter Palsu ... 21
1. Praktik Kedokteran Ilegal ... 21
2. Dokter Palsu ... 23
C. Penegakan Hukum Pidana ... 25
1. Kebijakan Secara Penal (Hukum Pidana)... 26
2. Kebijakan Non-Penal (Luar Jalur Hukum)... 27
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 33
1. Pendeketan Yuridis Normatif ... 33
2. Pendeketan Yuridis Empiris ... 34
B. Sumber dan Jenis Data ... 34
2. Data Sekunder ... 34
C. Penentuan Narasumber ... 36
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36
1. Prosedur Pengumpulan Data ... 36
2. Prosedur Pengolahan Data ... 37
E. Analisis Data ... 38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakter Responden ... 39
B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan oleh Dokter Palsu... 40
C. Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan oleh Dokter Palsu... 57
V. PENUTUP A. Simpulan ... 64
B. Saran ... 65
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dapat dilihat semua bidang kehidupan masyarakat sudah terjamah
aspek hukum. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai
hasrat untuk hidup teratur. Akan tetapi keteraturan bagi seseorang belum tentu
sama dengan keteraturan bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan kaidah-kaidah
yang mengatur hubungan antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dan
landasan hukum.
Negara hukum seperti Indonesia, sudah selayaknya jika hukum dijadikan
pangkuan dimana semua orang diharapkan tunduk dan patuh kepadanya tanpa
kecuali. Untuk mewujudkan cita-cita yang demikian itu maka perlu diciptakan
perangkat-perangkat hukum yang mengatur seluruh sektor kehidupan; meliputi
bidang ekuin, polkam dan kesra. Masing-masing sektor tersebut masih perlu
dirinci lagi ke dalam subsektor-subsektor, dan salah satu subsektor yang
terpenting di dalam kehidupan di suatu negara adalah subsektor kedokteran, sebab
subsektor ini ikut menentukan keberhasilan dari sektor kesra. Oleh karena itu pada
2
kehidupan di dalam sub sektor yang bersangkutan. Perangkat hukum tersebut
dinamakan hukum kesehatan atauhealth law.1
Hukum kesehatan merupakan suatu bidang spesialisasi ilmu hukum yang relatif
masih baru di Indonesia. Hukum kesehatan mencakup segala peraturan dan aturan
yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan kesehatan
yang terancam atau kesehatan yang rusak. Hukum kesehatan mencakup penerapan
hukum perdata dan hukum pidana yang berkaitan dengan hubungan hukum dalam
pelayanan kesehatan. Subyek-subyek hukum dalam sistem hukum kesehatan
adalah:
1. Tenaga kesehatan sarjana yaitu: dokter, dokter gigi, apoteker dan sarjana lain
di bidang kesehatan.
2. Tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah;
a. Bidang farmasi
b. Bidang kebidanan
c. Bidang perawatan
d. Bidang kesehatan masyarakat, dll.
Salah satu unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan yang berhasil guna
adalah tersedianya asuhan klinis dan asuhan medis oleh dokter dan dokter gigi
yang dalam sistem tersebut untuk melindungi masyarakat dengan memberikan
asuhan medis yang aman. Makna diterbitkannya Undang- Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran adalah untuk mengatur praktik dokter dan
dokter gigi agar kualitasnya terpelihara. Pengendalian kualitas dilakukan sejak
1
3
dari pendidikan, memberi kewenangan dokter dan dokter gigi untuk berpraktik
dengan prasyarat terregistrasi dan melakukan pembinaan lebih lanjut setelah
berpraktik.2
Memasuki era global yang terjadi seperti saat ini, profesi kedokteran merupakan
salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Sorotan masyarakat
terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian
masyarakat belum puas terhadap pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter
di masyarakat. Pada umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien
terhadap pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para
dokter atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan
yang didapatkan oleh pasien.
Masyarakat banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang
disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai induk
organisasi para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun
media elektronik. Namun terlepas dari sorotan-sorotan tersebut, sebagian
masyarakat nampaknya tidak mengetahui siapa yang dapat dikatakan sebagai
dokter, dan masyarakat pun seperti tidak terlalu memusingkan hal itu, bila
penyakit yang dideritanya bisa disembuhkan maka hal tersebut bukan jadi
masalah. Oleh karena itu, tidak heran apabila ada orang-orang yang
memanfaatkan hal tersebut, dengan hanya bermodal pengetahuan dasar tentang
kesehatan orang-orang tersebut membuka praktik kedokteran secara ilegal, seperti
yang terjadi di Surabaya, sepasang suami istri menggelar praktik kedokteran
2
Konsil Kedokteran Indonesia,Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia,
4
dimana keduanya tak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran dan selain
itu juga praktik keduanya tidak memiliki izin dari dinas berwewenang. Untuk
perbuatannya tersebut pasutri tersebut dijerat Pasal 77 dan Pasal 78 UU No. 29
Tahun 2001 tentang Praktik Kedokteran dengan vonis 1 Tahun 6 Bulan.3
Kasus lainnya juga yang baru saja terungkap yaitu adanya praktik kedokteran
ilegal di Jalan Ikan Sepat, Gang Ekajaya, Kelurahan Kangkung, Telukbetung
Selatan. Praktik ilegal yang sudah berlangsung satu tahun tersebut terungkap
berkat laporan warga setempat. Diketahui bahwa tersangka yang bernama Yanto
ini mengaku sebagai dokter dan membuka praktik kedokteran di rumahnya.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung, petugas
menyita seperangkat alat kedokteran di rumah tersangka. Alat-alat medis itu
seperti pengukur tekanan darah dan stetoskop dipakai tersangka untuk mengelabui
korbannya. Tersangka yang merupakan lulusan Diploma 1 Asisten Kesehatan di
salah satu tempat pendidikan kesehatan di Tanjung Karang diketahui dalam
mengobati pasiennya terkadang memberikan cairan infus serta beberapa tindakan
kedokteran sesuai kebutuhan pasien. Perbuatan Tersangka Yanto ini dijerat
dengan Pasal 78 jo Pasal 73 ayat (2) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama
lima tahun.4
Terkait kasus-kasus di atas maka dari itu sudah seharusnya di zaman sekarang ini
masyarakat bisa lebih paham dengan arti sebenarnya profesi kedokteran itu dan
3
http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/26/dokter-gadungan-divonis-15-tahun diakses pada tanggal 27 Agustus pada pukul 20. 15 WIB.
4
5
seseorang yang dapat dikatakan sebagai dokter, hal ini untuk menghindari adanya
perbuatan-perbuatan yang justrunya akan merugikan masyarakat itu sendiri.
Karena pada dasarnya para dokter-dokter gadungan ini melakukan praktik
kedokterannya hanya dengan ilmu-ilmu dasar kesehatan, jelas berbeda dengan
dokter-dokter yang telah menyelesaikan pendidikan kedokterannya, jadi bukan
tidak mungkin apabila tindakan medis dari para dokter gadungan ini dapat
membahayakan si pasien. 3 Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2012 tentang
Perizinan Bidang Kesehatan.
Dampak yang dapat ditimbulkan apabila praktik kedokteran tanpa STR atau SIP
tersebut menimbulkan akibat yang merugikan kesehatan fisik atau 10 mental atau
nyawa pasien maka terjadi malpraktik kedokteran, walaupun praktik kedokteran
tersebut tidak bertentangan dengan standar profesi dan prosedur dan dilakukan
atasinformed consent.5Informed Consentadalah suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan sebagai suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien
yang diberikan secara bebas, sadar dan rasional, setelah ia mendapat informasi
yang dipahaminya dari dokter tentang penyakitnya.6
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis ingin lebih banyak mengetahui
tentang praktik-praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter-dokter paslsu dan
bagaimanakah penegakan hukum pidana berdasarkan hukum postitif yang berlaku
di Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul :
“Penegakan Hukum Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan
Oleh Dokter Palsu”.
5
Adami Chazawi,Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia, 2007, hal. 154 6
6
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini permasalahan
yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut:
a.) Bagaiamanakah penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal
yang dilakukan oleh dokter palsu?
b.) Apakah faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana praktik
kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu?
2. Ruang Lingkup
Guna menjaga agar penulisan skripsi ini tidak meluas, maka penulis pun
membatasi ruang lingkup penulisan pada pembahasan substansi Hukum Pidana ,
baik Hukum Pidana materil, hukum Pidana formil maupun hukum pelaksanaan
pidana mengenai objek kajian terkait upaya aparat penegak hukum dan
pihak-pihak tertentu tentang penegakan hukum pidana terhadap Praktik Kedokteran
ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu ini sesuai Kitab Undang–Undang Hukum
Pidana dan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran. Lokasi penelitian akan dilakukan di wilayah hukum Polresta
Bandar Lampung, Dokter di Bandar Lampung, dan Fakultas Hukum Universitas
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan
diatas, antara lain adalah untuk berikut:
a) Mengetahui penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal oleh
seorang dokter palsu.
b) Mengetahui faktor-faktor penghambat yang dalam penegakan hukum pidana
terhadap praktik kedokteran ilegal oleh seorang dokter palsu.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, yaitu:
a) Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan untuk mengembangkan dan menambah kajian ilmu hukum,
khususnya ilmu hukum pidana, serta untuk mengetahui bagaimana penegakan
hukum pidana terhadap kasus praktik kedokteran ilegal oleh seorang dokter
palsu.
b) Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban
dan masukan bagi pihak yang terkait dalam masalah yang diteliti sehingga
8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Penulisan skripsi ataupun penelitian sangatlah membutuhkan suatu teori sebagai
dasar pemikiran. Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya
merupakan acuan dari hasil penelitian yang pada dasarnya bertujuan untuk
mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.7
Teori yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah teori-teori yang
berhubungan dengan pengaturan tentang penegakan hukum pidana terhadap
praktik ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu dan faktor-faktor apa saja yang
menghambatnya.
a) Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan upaya menyelaraskan nilai-nilai
hukum dengan merefleksikan di dalam bersikap dan bertindak di dalam
pergaulan, demi terwujudnya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan
keadilan dengan menerapkan sanksi-sanksi.8
Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan
perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya
adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai
pelaksana keputusan-keputusan hakim. Pendapat yang agak sempit tersebut
mempunyai kelemahan-kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau
7
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: UI Press, 1986, hlm.125.
8
9
keputusan-keputusan hakim tersebut malah mengganggu kedamaian di dalam
pergaulan hidup.9
Dalam kerangka penegakan hukum, khusus penegakan hukum pidana terdiri dari
tiga tahap, yaitu:
1) Tahap formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidanain abstactooleh badan pembentuk undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangn pidana yang baik. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislasi.
2) Tahap aplikasi, tahap penegakan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisisan, kejaksaan, hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan pidana yang dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan manfaat. Tahap kedua ini disebut tahap kebijakan yudikatif.
3) Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan aturan yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan.10
b) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Sehubungan dengan pandangan diatas menurut Soerjono Soekanto ada beberapa
faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:
a. faktor hukumnya sendiri b. faktor penegak hukum
c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum d. faktor masyarakat
e. faktor kebudayaan11
9
Titik Triwulan Tutik,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006, hlm. 226 10
Muladi,Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Undip, 1995, hlm 45.
11
10
1) Faktor Perundang-Undangan
Substansi hukum, hukum diciptakan oleh lembaga-lembaga yang berwenang,
sebagai contoh Undang-undang di buat oleh DPR, dalam menciptakan
substansi atau isi hukum tersebut DPR sebagai lembaga yang diberi
wewenang harus memperhatikan apakah isi undang-undang itu betul-betul
akan memberikan keadilan,kepastian hukum dan kemanfaatan bagi
masyarakat atau justru di buatnya hukum akan semakin membuat ketidak
adilan dan ketidakpastian dan malah merugikan masyarakat.
Salah satu asas dalam hukum pidana menentukan, bahwa tiada perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana jikalau hal itu terlebih dahulu
belum dinyatakan dalam suatu aturan perundang-undangan (asas legalitas).
Maka untuk itu substansi hukum sangat penting sekali. Menurut Muladi
bahwa secara operasional perundang-undangan pidana mempunyai
kedudukan strategis terhadap sistem peradilan pidana. Sebab hal tersebut
memberikan defenisi tentang perbuatan-perbuatan apa yang dirumuskan
sebagai tindak pidana.
2) Faktor Penegak Hukum
Struktur hukum dimaknai para pelaku penegak hukum, sebagaimana yang di
sampaikan oleh bagirmanan bahwa penegak hukum ada dua yaitu penegak
hukum yang pro yustitia dan penegak hukum yang non pro yustitia,
penegakan hukum pro yustisia adalah Hakim, Jaksa, Polisi dan advokat,
sedangkan yang non pro yustisia dilingkungan bea cukai, perpajakan,lembaga
11
penting di tangan merekalah hukum di tegakkan, mereka harus memiliki
komitmen moral yang kuat dalam penegakan hukum. Aparat penegak hukum
harus memiliki kemampuan lebih di dalam melakukan penyidikan,
pembuktian baik pada pemeriksaan pendahuluan maupun dalam proses
peradilan. Pengetahuan dan wawasan yang luas atas delik materiel maupun
peristiwa hukumnya serta kedisiplinan dan dedikasi yang tinggi dalam
melaksanakan pemidanaannya.
3) Faktor Infrastruktur Pendukung Sarana dan Prasarana
Faktor sarana dan prasarana, penegakan hukum membutuhkan
sarana-prasarana seperti bagi polisi peralatan yang memadai dan tentunya bisa
digunakan, apa jadinya jika dalam penegakan lalu lintas motor yang
digunakan untuk patroli motor yang sudah usang, atau dalam penyusunan
berkas masih menggunakan mesin ketik manual, sarana dan prasarana ini
tentu berkaitan dengan anggaran, maka anggaran untuk penunjang
benar-benar dimanfaatkan untuk itu.
4) Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dapat
mempengaruhi penegakan hukum di mana peraturan hukum berlaku atau
diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan
12
5) Faktor Kebudayaan
Budaya hukum masyarakat tidak kalah penting dengan faktor-faktor yang lain,
faktor budaya hukum masyarakat ini juga memiliki pengaruh dan memainkan
peranan yang penting dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana
Penegakan hukum bukanlah diruang hampa, penegakan hukum dilakukan di
tengah-tengah masyarakat, maka untuk itu penegakan hukum tidak akan dapat
berjalan dengan baik jika masyarakat tidak mendukung, partisipasi masyarakat
sangat dibutuhkan, partisipasi itu dapat dilakukan dengan aktif untuk
mematuhi hukum dan juga jika ada pelanggaran hukum dapat melaporkan
kepada yang berwenang. Masyarakat juga harus aktif melakukan pengawasan
terhadap penegak hukum agar tidak terjadi penyimpangan dalam penegakan
hukum.
2. Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan natara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan
istilah-istilah yang ingin diteliti atau ingin diketahui.12
a. Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum yang berhubungan dengan
12
13
masyarakat dan bernegara. Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara
preventif dan represif.13
b. Tindak Pidana
Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang oleh Peraturan Perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana.14
c. Praktik Kedokteran
Penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, untuk itu harus dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian
kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui
pendidikan dan pelatihan berkelanjtuan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta
pembinaan pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik
kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.15
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam
melaksanakan upaya kesehatan.
d. Ilegal
Ilegal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya tidak legal,
tidak menurut hukum, tidak sah.16
13
Barda Nawawi Arief,Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan
Hukum Pidana,” Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 30.
14
Barda Nawawi Arief,Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.23.
15
http://www.ilunifk83.com/t253-praktik-kedokteran
16
14
e. Dokter Palsu
Dokter palsu yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran adalah mereka yang sengaja menggunakan
identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi
ataupun mereka yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara
lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan
kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi.17
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disusun untuk mempermudah pemahaman mengenai
penulisan secara keseluruhan yang dirinci sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang dari permasalahan yang diselidiki,
perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka
teoritis dan konseptual yang dipergunakan, serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi pemahaman mengenai penanggulangan hukum, tindak pidana
praktik kedokteran ilegal, pengaturan tentang praktik kedokteran ilegal dan dokter
palsu.
17
15
III. METODE PENELITIAN
Bab ini memuat tentang metode yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini
yaitu langkah-langkah atau cara-cara yang dipakai di dalam penelitian antara lain
memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan narasumber,
metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan jawaban mengenai permasalahan yang penulis teliti yaitu
mengenai upaya penanggulangan praktik kedokteran ilegal oleh seorang dokter
palsu.
V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dan menguraikan kesimpulan dan saran-saran
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna serupa. Terjemahan
atau tafsiran tersebut diantaranya ada yang menyebutkan delik sebagai perbuatan
yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak
pidana.18 Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi
bahasa yang ada serta untuk menunjukkan tindakan hukum apa saja yang
terkandung didalamnya.19
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah
perbuatan seperti terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi
norma yang hidup dalam masyarakat secara konkrit.20
18
SR Sianturi,Azas-Azas Hukum Pidana dan Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hlm. 60.
19
Ibid,hlm. 204
20
17
Andi Zainal Abidin Farid mengemukakan pengertian delik, sebagai berikut :
Pengertian delik berasal dari bahasa latin delic dan delicte sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Alasan penggunaan istilah delik karena :
a. Istilah tersebut singkat, jadi bersifatwets economisch.
b. Istilah tersebut dikenal diseluruh dunia, jadi bersifat universal.
c. Istilah delik dapat memenuhi keperluan pemidanaan badan hukum, organisasi, sesuai dengan perkembangan hukum pidana.21
Jonkers menjelaskan artistrafbaarfeitadalah :
”suatu perbuatan atau pengabaian yang melawan hukum yang dilakukan
dengan sengaja atau kelalaian seseorang yang dapat dipertanggung
jawabkan”.22
Sedangkan Pompe memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi,
yaitu:
1) Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. 2) Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/ feit yang oleh
peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.23
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari strafbaarfeit yang telah dibahas sebelumnya tentunya mempunyai kriteria tersendiri sehingga dapat digolongkan
kedalam tindak pidana. Oleh karena itu setelah mengetahui definisi dan
pengertian yang lebih mendalam tentang tindak pidana itu sendiri, maka dalam
tindak pidana itu terdapat beberapa unsur-unsur tindak pidana, yaitu :
21
Andi Hamzah,Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hlm. 88.
22
Chazawi Adami,Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002, hlm. 72.
23
18
1) Unsur subjektif dari suatu tindak pidana :
a) Kesengajaan dan ketidaksengajaan ataudolusdanculpa;
b) Maksud atau voornamen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 atat (1) KUH Pidana;
c) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan
pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya;
d) Merencanakan terlebih dahulu atau voortedachteraad seperti yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHPidana;
e) Perasaan takut seperti terdapat dalam Pasal 308 KUHPidana.
2) Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana itu sendiri antara lain adalah:
a) Sifat melanggar hukum atauwederrechttelijkheid;
b) Kausalitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai pegawai negeri dalam
kejahatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau
komisaris dari suatu perseroan terbatas dalam kejahatan menurut pasal 298
KUHP.
c) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai suatu kenyatan
dan menimbulkan akibat.
Perlu diketahui juga bahwa unsur wederrechtelijk itu selalu harus dianggap sebagai syarat di dalam setiap rumusan delik, walaupun unsur tersebut oleh
pembentuk undang-undang tidak dinyatakan secara tegas sebagai salah satu unsur
dari delik yang bersangkutan. Walaupun suatu tindakan itu telah memenuhi semua
19
sebagai suatu tindakan yang bersifat wederrechtelijk, bilamana hakim dapat menemukan sesuatu dasar yang meniadakan sifat wederrechtelijk dari tindakan tersebut, baik berdasarkan sesuatu ketentuan yang terdapat di dalam
undang-undang maupun berdasarkan asas-asas hukum yang bersifat umum dari hukum
yang tidak tertulis.
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana
jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, sebagai berikut:
1) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara
lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat
dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan
“pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita
menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi
seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara
keseluruhan.
2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil
(formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang
dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362
KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya
adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang
menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan
20
3) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan(dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan
sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan
matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan
Pasal 360 KUHP.
4) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif
juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya
diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya
Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak
Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak
pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak
pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif,
misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP. Tindak Pidana tidak
murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif,
tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung
unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam
Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut
meninggal24
24
21
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri
dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil
dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja
serta tindak pidana aktif dan pasif.
B. Praktik Kedokteran Ilegal dan Dokter Palsu
1. Praktik Kedokteran Ilegal
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran menyebutkan bahwa praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan
upaya kesehatan. Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok
profesional kedokteran tertentu yang memiliki kompetensi yang memenuhi
standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi yang berwenang di bidang itu
dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh
organisasi profesinya.
Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum
terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan
kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah
profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai
22
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diundangkan
untuk mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan
perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter
gigi.25
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengatur
tentang penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam bagian ini diatur tentang
perijinan praktik kedokteran, yang antara lain mengatur syarat memperoleh SIP
(memiliki STR, tempat praktik dan rekomendasi organisasi profesi), batas
maksimal 3 tempat praktik, dan keharusan memasang papan praktik atau
mencantumkan namanya di daftar dokter bila di rumah sakit. Dalam aturan
tentang pelaksanaan praktik diatur agar dokter memberitahu apabila berhalangan
atau memperoleh pengganti yang juga memiliki SIP, keharusan memenuhi standar
pelayanan, memenuhi aturan tentang persetujuan tindakan medis, memenuhi
ketentuan tentang pembuatan rekam medis, menjaga rahasia kedokteran, serta
mengendalikan mutu dan biaya.
Praktik kedokteran yang dapat dikatakan ilegal yaitu apabila dalam menjalankan
praktik kedokteran tersebut tidak memenuhi persyaratan-persyaratan seperti yang
ada di atas. Praktik kedokteran ilegal juga dengan kata lain dapat dikatakan
sebagai sebuah perbuatan Malpraktik, karena dalam pelaksanaannya tenaga medis
berpraktik dengan tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada,
25
23
seperti melalaikan syarat-syarat yang diperlukan dalam menjalankan praktik
kedokteran tersebut.
2. Dokter Palsu
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.26 Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi
dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi. Surat tanda registrasi dokter dan surat
tanda registrasi dokter gigi diterbitkan oleh Konsil Kcdokteran Indonesia.
Setiap dokter yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan
kedokteran berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan
lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. Pendidikan dan
pelatihan kedokteran berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran.
Melihat ke dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah
bertindak berdasarkan:
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah adainformed consent.
26
24
Keempat tindakan di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek
Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian kesatu pasal 36, 37 dan 38 bahwa
sorang dokter harus memiliki surat izin praktek, dan bagian kedua tentang
pelaksanaan praktek yang diatur dalam Pasal 39-43. Pada bagian ketiga
menegaskan tentang pemberian pelayanan, dimana paragraf 1 membahas tentang
standar pelayanan yang diatur dengan Peraturan Menteri. Standar Pelayanan
adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran.
Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila Ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
Sedangkan dokter palsu adalah mereka yang tidak memenuhi standar-standar
25
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, yaitu:
Pasal 73:
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
Pengawasan terhadap praktik kedokteran dokter dan dokter gigi sudah diatur
dalam UUPK, baik atas norma-norma disiplin maupun norma-norma dalam
lembaga–lembaga penegakan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.27
Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasannya praktik kedokteran ini
dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah
daerah, dan organisasi profesi.
C. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggrislaw enforcement,bahasa Belanda
rechtshandhaving.28 Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan
menilai yang mantap dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap
27
http://www.hukor.depkes.go.id/?art=12&set=0, diakses pada tanggal 25 Oktober pada pukul 19.01 WIB.
28
26
akhir untuk menciptakan social engineering, memelihara dan mempertahankan
social controlkedamaian pergaulan hidup.29
Penegakan hukum pidana yang merupakan kebijakan penanggulangan kejahatan
mempunyai tujuan akhir yaitu perlindungan masyarakat guna mencapai
kesejahteraan masyarakat, dengan demikian penegakan hukum pidana merupakan
bagian integral dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan, maka wajar jika
dikatakan dikatakan bahwa usaha penanggulangan kejahatan merupakan
penegakan hukum pidana yang menjadi bagian penting dari pembangunan
nasional.30
Seperti yang dikatakan Sudarto bahwa penegakan hukum pidana dapat diartikan
sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu berfungsi, beroperasi atau
bekerjanya dan terwujud secara konkrit. Menurut Prof. Sudarto, kebijakan hukum
pidana dibagi menjadi dua jenis kebijakan, yaitu:
1. Kebijakan Secara Penal (Hukum Pidana)
Kebijakan hukum pidana melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat
“represif” (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) setelah kejadian tersebut
terjadi.
Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan upaya represif adalah segala tindakan
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau
tindak pidana, termasuk upaya represif adalah penyelidikan, penyidikan,
penuntutan sampai dilakukannya pidana.
29
Soejono Soekanto,Kejahatan dan Penegakan Hukum,Jakarta: Rineka Cipta, 1995, hlm. 5.
30
27
Penegakan hukum pidana pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan
melalui beberapa tujuan:31
a. Tahap Formulasi
Yaitu tahapan penegakan hukum “in abstracto” oleh pembuat undang-undang,
tahap ini dapat pula disebut sebagai tahap kebijakan legislatif.
b. Tahap Aplikasi
Yaitu tahapan penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai
dari kepolisian, sampai dengan pengadilan, tahap ini dapat disebut pula tahap
kebijakan.
c. Tahap Eksekusi
Yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat
pelaksana hukum pidana, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap kebijakan
eksekutif dan administratif.
2. Kebijakan Non-Penal (Luar Jalur Hukum)
Kebijakan hukum pidana melalui jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat
“preventif” (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian) yang dilakukan sebelum
kejahatan tersebut terjadi.
Sarana non-penal biasa disebut sebagai upaya preventif, yaitu upaya-upaya yang
dilakukan untuk menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan, merupakan
upaya pencegahan, penangkalan, dan pengendalian sebelum kejahatan
terjadi,maka sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif penyebab
31
28
terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada
masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung atau tidak langsung
menimbulkan kejahatan.
Usaha-usaha non-penal misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam
rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat; penggarapan
kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral,agama; peningkatan
usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja; kegiatan patroli dan pengawasan lainnya
secara berlanjut oleh polisi dan aparat kemanan lainnya. Usaha-usaha non-penal
memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian, dilihat dari politik
kriminal keseluruhan kegiatan preventif yang non-penal itu sebenarnya
mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci
diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini
justru akan berakibat sangat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan.oleh
karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat mengintegrasikan dan
mengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif yang non-penal itu ke dalam
suatu sistem-sistem kegiatan negara yang teratur. Tujuan utama dari sarana
non-penal sendiri adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Penggunaan
sarana non-penal adalah merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan meliputi
bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial.
Apa yang diartikan orang selama ini sebagai penegak hukum (law enforcement) seperti halnya tertuju pada adanya tindakan represif dari aparat penegak hukum
dalam melakukan reaksi tugas terhadap penindakan pelaku kriminal. Pemaknaan
29
penegakan hukum seakan menjadi tanggungjawab aparat hukum semata, padahal
tidak demikian halnya, oleh karena penegakan hukum konteksnya luas termasuk
tanggung jawab setiap orang dewasa yang cakap sebagai pribadi hukum
(perzoonlijk) melekat kewajiban untuk menegakkan hukum.
Bagi orang awam, penegakan hukum semata hanya dilihat sebagai tindakan
represif dari aparat hukum, tindakan di luar aparat hukum hanya dipandangnya
sebagai partisan hukum, misalnya tindakan informative terhadap aparat hukum adanya peristiwa hukum atau gejala akan terjadinya peristiwa hukum. Sebenarnya
penegakan hukum dalam konteks yang luas berada pada ranah tindakan, perbuatan
atau prilaku nyata atau faktual yang bersesuaian dengan kaidah atau norma yang
mengikat, Namun demikian dalam upaya menjaga dan memulihkan ketertiban
dalam kehidupan sosial maka pemerintahlah actor security. Pelaksanaan hukum sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, karena tujuan hukum
terletak pada pelaksanaan hukum tersebut. Ketertiban dan ketentraman hanya
dapat diwujudkan jika hukum dilaksanakan, dan sebaliknya jika hukum tidak
dilaksanakan maka peraturan hukum itu hanya menjadi susunan kata-kata yang
tidak bermakna dalam kehidupan masyarakat.
Penegakan hukum sebagai usaha semua kekuatan bangsa, menjadi kewajiban
kolektif semua komponen bangsa, dan merupakan ralat bahwa hukum hanya
boleh ditegakkan oleh golongan-golongan tertentu saja, antara lain:32
32
Ilhami Bisri,Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia,
30
1) Aparatur negara yang memang ditugaskan dan diarahkan untuk itu seperti
polisi, hakim, dan jaksa, yang dalam dunia hukum disebut secara ideal
sebagai the three musketers atau tiga pendekar hukum, yang mempunyai fungsi penegakan dengan sifat yang berbeda-beda akan tetapi bermuara pada
terciptanya hukum yang adil, tertib, dan bermanfaat bagi semua manusia.
Polisi menjadi pengatur dan pelaksana penegakan hukum didalam
masyarakat, hakim sebagai pemutus hukum yang adil sedangkan jaksa adalah
institusi penuntutan negara bagi para pelanggar hukum yang diajukan polisi.
2) Pengacara yang memiliki fungsi advokasi dan mediasi bagi masyarakat baik
yang bekerja secara individual ataupun yang bergabung secara kolektif
melalui lembaga-lembaga bantuan hukum, yang menjadi penuntun
masyarakat yang awam hukum, agar dalam proses peradilan tetap
diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kehormatan, hak, dan
kewajiban, sehingga putusan hakim akan mengacu pada kebenaran, keadilan
yang dilandasi penghormatan manusia atas manusia.
3) Para eksekutif yang bertebaran di berbagai lahan pengabdian sejak dari
pegawai pemerintah yang memiliki beraneka fungsi dan tugas kewajiban
sampai kepada para penyelenggara yang memiliki kekuasaan politik
(legislatif).
4) Masyarakat pengguna jasa hukum yang kadang-kadang secara ironi menjadi
masyarakat pencari keadilan.
Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum
31
penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat
dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas
atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan
pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Dalam pelaksanaan penegakan hukum terdapat kendala-kendala yang
menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penegakan hukum, diantaranya
faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah:33
1) Faktor hukumnya sendiri (Perundang-Undangan)
Praktek penyelenggara hukum di lapangan sering kali terjadi kontradiksi
antara hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan
rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian keadilan merupakan
prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu, suatu
kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan
suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak
bertentangan dengan hukum.
2) Faktor Penegak Hukum
Penegak hukum adalah mereka yang secara langsung dan secara tidak
langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum yang tidak hanya
mencakuplaw enforcement,akan tetapi jugapeace maintenance.
33
32
3) Faktor Sarana atau Fasilitas
Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, maka tidak
mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar dan
menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peran yang aktual.
4) Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dapat
mempengaruhi penegakan hukum di mana peraturan hukum berlaku atau
diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan
hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.
5) Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat
sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkan masalah
sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau
nonmaterial. Beragam kebudayaan yang demikian banyak dapat
33
III. METODE PENELITIAN
Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian
merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan
membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan.34 Menurut
Soerjono Soekanto, penelitian merupakan suatu usaha untuk menganalisa serta
mengadakan konstruksi secara metodologis, sistematis dan konsisten. Penelitian
merupakan sarana yang digunakan untuk memperkuat, membina serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.35
A. Pendekatan Masalah
Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
masalah secara yuridis normatif. Di dalam penulisan skripsi terdapat 2 macam
pendekatan masalah yang di kenal dengan yuridis normatif dan yuridis empiris:
1. Pendekatan Yuridis Normatif
Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah
kaidah-kaidah , norma-norma, aturan-aturan, yang berhubungan dengan maslah yang
akan diteliti. Pendekatan tersebut dimaksud untuk mengumpulkan berbagai
34
Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 2002, hlm. 126.
35
34
macam peraturan perundang-undangan,toeri-teori dan literatur- literatur yang
erat hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas. Dalam hal ini
adalah yang berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana praktik
kedokteran ilegal oleh dokter palsu.
2. Pendekatan Yuridis Empiris
Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan penelitian dengan cara meneliti
dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui
penelitian dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini
B. Sumber dan Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Data ini
didapat dari sumber pertama dari individu dan perseorangan. Misalnya hasil
wawancara atau hasil pengisian kuisioner.36 mengenai penegakan hukum
pidana terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur
maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan
36
35
masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Pada umunya data sekunder
dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera37, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas
(autoritatif).38Dalam penelitian ini bahan hukum primier terdiri dari :
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor
1973 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan KUHP. (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana)
2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang meliputi peraturan
pelaksana keppres, peraturan pemerintah, dan putusan pengadilan yang
memberikan keterangan terhadap bahan hukum primer secara tidak
langsung dari sumbernya.39
c. Bahan Hukum Tersier adalah semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas
:buku-buku teks yang membicarakan suatu atau beberapa permasalahan
hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum; kamus-kamus
hukum; jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atau putusan
hakim.40
37
Soerjono Soekanto,Op.cit.,hlm. 12.
38
Zainudiin Ali,Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafita, 2009, hlm.47.
39
Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2005, hlm.142.
40
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
36
C. Penentuan Narasumber
Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan
dapat memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan. Pada penelitian
ini penentuan Narasumber hanya dibatasi pada:
1. Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang
2. Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 Orang
3. Polisi Polresta Bandar Lampung : 1 Orang
4. Ikatan Dokter Indonesia cabang Bandar Lampung : 1 Orang
+
Jumlah : 4 Orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan
dan studi lapangan.
a. Studi Kepustakaan (Library reseach)
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada
pencarian data sekunder dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik
dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat
mendukung dalam proses penulisan. Dalam hal ini penulis melakukan
serangkaian kegiatan studi dokumenter dengan cara membaca, mencatat,
perundang-37
undangan, dokumen dan informasi lain yang ada hubungannya dengan
permasalahan.
b. Studi Lapangan (field research)
Studi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer yang
dilakukan dengan menggunakan metode wawancara (interview), dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang telah dipersiapkan diajukan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk mendapatkan data,
tanggapan, dan juga jawaban dari responden.
2. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh analisis data yang telah diperoleh
sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang
dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Seleksi data, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteiti
kembali untuk mengetahui apakah data yang didapat itu sudah sesuai dengan
pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan
data.
b. Klasifikasi data, menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga
menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.
c. Sistematisasi data, yaitu proses penyusunan dan penenmpatan sesuai dengan
38
E. Analisis Data
Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya
adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan
mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan
menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,
sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan
dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan
umum. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan
metode induktif yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus, kemudian
64
V. PENUTUP
a. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam
bab-bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya penegakan hukum terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan
oleh dokter palsu ini adalah menggunakan hukum pidana (penal) dan non
penal. Non penal artinya secara preventif yaitu pencegahan sebelum terjadinya kejahatan yang lebih ditekankan dengan mengadakan sosialisasi
atau pelatihan di bidang kesehatan khususnya praktik kedokteran dan dokter
palsu terhadap masyarakat. Sedangkan penal artinya secara represif yaitu pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yaitu dengan memproses laporan
yang masuk, tindakan represif yang dimaksudkan dalam kasus praktik
kedokteran ilegal oleh dokter palsu ini adalah setiap proses peradilan hukum
pidana mulai dari tahap formulasi, tahap aplikasi, hingga tahap eksekusi.
Namun dalam hal ini belum maksimal karena adanya keterbatasan yang
dialami oleh aparat penegak hukum. Hal ini dibuktikan dengan sulitnya
pembuktian karena dampak yang ditimbulkan dari praktik kedokteran dokter
palsu terhadap pasien tidak secara langsung. Akibatnya aparat penegak