• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER PALSU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER PALSU"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER PALSU

Oleh

ABDOEL HARIS NGABEHI

Praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu merupakan salah satu tindak pidana yang merugikan seluruh masyarakat, terlebih kebutuhan masyarakat akan kesehatan membuat resiko keberadaan dokter palsu ini akan semakin membahayakan keselamatan masyarakat. Memasuki era global yang terjadi seperti saat ini, profesi kedokteran merupakan salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Namun, terlepas dari sorotan-sorotan tersebut, sebagian masyarakat nampaknya tidak mengetahui siapa yang dapat dikatakan sebagai dokter. Oleh karena itu diperlukan suatu sikap dari aparat penegak hukum dan instansi pemerintah berwenang untung menanggulanginya. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris dengan data primer dan sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Analisis data dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat yang kemudian berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus dan dapat ditarik kesimpulan, yang bersifat umum.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, paya penegakan hukum terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu ini adalah menggunakan hukum pidana (penal) dan non penal. Non penal artinya secara

(2)

ABDOEL HARIS NGABEHI

palsu adalah faktor hukumnya sendiri (perundang-undangan), dimana belum menjelaskan definisi dari praktik kedokteran dengan jelas. Faktor penegak hukum, yaitu aparat penegak hukum yang kurang profesional, faktor sarana atau fasilitas, tanpa adanya sarana dan prasarana proses penegakan hukum akan menghambat proses penegakan hukumnya. Selanjutnya masyarakat dianggap masih kurang memiliki kesadaran hukum terhadap kasus dokter palsu ini.

Berdasarkan hasil penelitian saran yang dapat diberikan penulis adalah Pihak berwenang diharapkan dapat bersifat proaktif dalam menyikapi maraknya kasus dokter palsu yang menjalankan praktik kedokteran, juga aparat penegak hukum diharapkan dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan selaku instansi yang memiliki wewenang pengawasan dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dan melakukan pengawasan dan pembinaan.

(3)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER PALSU

(Skripsi)

Oleh:

ABDOEL HARIS NGABEHI NPM : 11120111003

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRAKTIK KEDOKTERAN ILEGAL YANG DILAKUKAN OLEH

DOKTER PALSU

Oleh

ABDOEL HARIS NGABEHI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 7 Desember

1993. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Penulis

merupakan putra dari pasangan berbahagia ayahanda Hi. Rosman,

Bc.,Ak. Dan ibunda Hj. Asnawati, S.E.

Riwayat pendidikan penulis adalah TK Al-Azhar II diselesaikan pada tahun 1999,

lalu penulis melanjutkan sekolah di SD Al-Azhar I dan diselesaikan pada tahun

2005. Kemudian pendidikan dilanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2008, selanjutnya menempuh pendidikan di

Sekolah Menengah Atas Yayasan Pembina (YP) UNILA yang diselesaikan pada

tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui SNMPTN jalur Tertulis dan mengambil minat bagian Hukum

Pidana. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2014 di

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan lafadz hamdallah, ku persembahkan karya kecilku ini untuk :

Allah Rabbil Izzati atas limpahan rahamat dan karunia-Nya serta kasih saying dan

pertolongan yang diberikan-Nya padaku.

Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Rosman dan Ibunda Asnawati yang telah

memberikan bekal hidup dan selalu mencurahkan cinta dan kasih sayangnya di

setiap hari-hariku

Serta kakak dan adik-adiku, M. Raiza Ronaldo, Fadhiil Abdurahman R., dan Dhia

Fahmi Ghufron yang selalu menjadi penyemangat dalam setiap perjalanan

hidupku

Wanita Spesial, Dea Octaviana Putri yang selalu memberikan doa dan dukungan di setiap waktu

Sahabat-sahabtku yang telah memberikan dorongan, saran serta doanya sehingga

skripsi ini dapat terselsaikan.

Alamamaterku Tercinta.

(10)

MOTTO

Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya

manis

-Aristoteles-Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil.

Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang

hakiki

-Mahatma

Gandhi-Hanya mereka yang berani gagal yang dapat meraih

KEBERHASILAN

(11)

Kenedy-SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkah rahmat dan

karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul Penegakan Hukum Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan oleh Dokter Palsu adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada pihak yang secara

langsung maupun tidak langsung telah memberiakan bantuan, bimbingan dan

dorongan yang sangat berguna hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini,

yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan

selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan masukan serta berbagi

ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

3. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing I atas

kesediannya untuk memberikan bantuan, dorongan dan bimbingan dalam

(12)

4. Bapak Dr. Maroni, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas I atas segala saran,

masukan dan arahan membangun yang diberikan selama proses penulisan

skripsi ini;

5. Ibu Dona Raisa Monica, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah

memberikan kritik dan saran serta masukannya dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Charles Jackson, S.H,.M.H. selaku Pembimbing Akademik;

7. Para Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung, terimakasih

banyak atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama

dalam pendidikan;

8. Para staff administrasi di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

banyak membantu;

9. Bapak Rinaldi Sucipno (Poltabes Bandar Lampung), Bapak Tri Wahyu A.

Prateka, S.H. (Kejaksaan Negeri Bandar Lampung), Bapak Ahmad Suhel,

S.H. (Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang), Bapak dr. Boy Zaghlul

Z. (IDI), atas bantuannya saat penelitian dan pencarian data dalam proses

penulisan skripsi ini.

10. Yang terhormat kedua orang tuaku, ayahanda Rosman dan Ibunda Asnawati

tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan untuk keberhasilan penulis

meraih cita-cita, terimakasih atas doa dan dukungannya;

11. Saudara-saudaraku tersayang : Muhammad Raiza Ronaldo, Fadhiil

Abdurrahman Rabbani, dan Dhia Fahmi Ghufron, terimakasih atas dukungan

dan bantuan doanya.

12. Wanita spesial yang selalu menemani, memberikan dukungan dan doa

(13)

Putri. You are the other half that makes me feel whole I want you for always..

days, years, and eternities;

13. Sahabat-sahabatku : Andri, Aldino, Lukito, Nelwan, Septi, Debby, Nadya,

Nisa, dan Ririn atas persahabatan dalam suka dan duka serta bantuan

pemikirannya sehingga skripsi ini terselesaikan;

14. Teman-teman dan sahabat seangkatan yang selalu memberi cerita

menyenangkan dan momen tak terlupakan selama perkuliahan di Fakultas

Hukum Universitas Lampung: Alfinicko, Afrian, Asa, Beni, Asep, Shintya,

Mia, Sarah, Tiffany, Astari, Fajar, Deswandi, Dopdon, Fahmi, Mutiara, Fitri,

Ninis, Chelsea, Clara, Aik, Almira, Anca, Murni, Aga, Gede, Mamed,

Ferdiyan, Odi, Zahra, Dopdon, Grace, Indah, Bayu, Sueng, Abung, Algeria

serta yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namanya penulis ucapkan

terimakasih.

15. Keluarga Besar HIMA PIDANA’11 yang tidak bisa kusebut satu-satu, terimakasih atas kisah yang telah terlewati selama masa-masa kuliah;

16. Teman-teman sekaligus keluarga baru KKN Desa Tanjung Kesuma,

Kecamatan Purbolinggo, Lampung Timur, Agung, Mario, Aan, Aji, Andreas,

Adit, Ulum, Wayan, Ade, Alif atas pengalaman yang paling berkesan yang

kita lewati siang dan malam.

17. Semua pihak-pihak yang belum tertulis namanya yang saya yakin telah

(14)

Penulis berharap semoga Allah SWT melimpahkan taufik dan hidayah-Nya pada

kita semua dan membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis juga

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bandar Lampung, 2015

Penulis

(15)

DAFTAR ISI

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6

1. Permasalahan ... 6

2. Ruang Lingkup ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

1. Kerangka Teoritis ... 8

2. Konseptual ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana ... 16

1. Pengertian Tindak Pidana ... 16

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 17

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 19

B. Praktik Kedokteran Ilegal dan Dokter Palsu ... 21

1. Praktik Kedokteran Ilegal ... 21

2. Dokter Palsu ... 23

C. Penegakan Hukum Pidana ... 25

1. Kebijakan Secara Penal (Hukum Pidana)... 26

2. Kebijakan Non-Penal (Luar Jalur Hukum)... 27

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 33

1. Pendeketan Yuridis Normatif ... 33

2. Pendeketan Yuridis Empiris ... 34

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

(16)

2. Data Sekunder ... 34

C. Penentuan Narasumber ... 36

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

1. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

2. Prosedur Pengolahan Data ... 37

E. Analisis Data ... 38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakter Responden ... 39

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan oleh Dokter Palsu... 40

C. Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan oleh Dokter Palsu... 57

V. PENUTUP A. Simpulan ... 64

B. Saran ... 65

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dapat dilihat semua bidang kehidupan masyarakat sudah terjamah

aspek hukum. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai

hasrat untuk hidup teratur. Akan tetapi keteraturan bagi seseorang belum tentu

sama dengan keteraturan bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan kaidah-kaidah

yang mengatur hubungan antar manusia melalui keserasian antara ketertiban dan

landasan hukum.

Negara hukum seperti Indonesia, sudah selayaknya jika hukum dijadikan

pangkuan dimana semua orang diharapkan tunduk dan patuh kepadanya tanpa

kecuali. Untuk mewujudkan cita-cita yang demikian itu maka perlu diciptakan

perangkat-perangkat hukum yang mengatur seluruh sektor kehidupan; meliputi

bidang ekuin, polkam dan kesra. Masing-masing sektor tersebut masih perlu

dirinci lagi ke dalam subsektor-subsektor, dan salah satu subsektor yang

terpenting di dalam kehidupan di suatu negara adalah subsektor kedokteran, sebab

subsektor ini ikut menentukan keberhasilan dari sektor kesra. Oleh karena itu pada

(18)

2

kehidupan di dalam sub sektor yang bersangkutan. Perangkat hukum tersebut

dinamakan hukum kesehatan atauhealth law.1

Hukum kesehatan merupakan suatu bidang spesialisasi ilmu hukum yang relatif

masih baru di Indonesia. Hukum kesehatan mencakup segala peraturan dan aturan

yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan kesehatan

yang terancam atau kesehatan yang rusak. Hukum kesehatan mencakup penerapan

hukum perdata dan hukum pidana yang berkaitan dengan hubungan hukum dalam

pelayanan kesehatan. Subyek-subyek hukum dalam sistem hukum kesehatan

adalah:

1. Tenaga kesehatan sarjana yaitu: dokter, dokter gigi, apoteker dan sarjana lain

di bidang kesehatan.

2. Tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah;

a. Bidang farmasi

b. Bidang kebidanan

c. Bidang perawatan

d. Bidang kesehatan masyarakat, dll.

Salah satu unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan yang berhasil guna

adalah tersedianya asuhan klinis dan asuhan medis oleh dokter dan dokter gigi

yang dalam sistem tersebut untuk melindungi masyarakat dengan memberikan

asuhan medis yang aman. Makna diterbitkannya Undang- Undang Nomor 29

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran adalah untuk mengatur praktik dokter dan

dokter gigi agar kualitasnya terpelihara. Pengendalian kualitas dilakukan sejak

1

(19)

3

dari pendidikan, memberi kewenangan dokter dan dokter gigi untuk berpraktik

dengan prasyarat terregistrasi dan melakukan pembinaan lebih lanjut setelah

berpraktik.2

Memasuki era global yang terjadi seperti saat ini, profesi kedokteran merupakan

salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Sorotan masyarakat

terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian

masyarakat belum puas terhadap pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter

di masyarakat. Pada umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien

terhadap pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para

dokter atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan

yang didapatkan oleh pasien.

Masyarakat banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang

disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai induk

organisasi para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun

media elektronik. Namun terlepas dari sorotan-sorotan tersebut, sebagian

masyarakat nampaknya tidak mengetahui siapa yang dapat dikatakan sebagai

dokter, dan masyarakat pun seperti tidak terlalu memusingkan hal itu, bila

penyakit yang dideritanya bisa disembuhkan maka hal tersebut bukan jadi

masalah. Oleh karena itu, tidak heran apabila ada orang-orang yang

memanfaatkan hal tersebut, dengan hanya bermodal pengetahuan dasar tentang

kesehatan orang-orang tersebut membuka praktik kedokteran secara ilegal, seperti

yang terjadi di Surabaya, sepasang suami istri menggelar praktik kedokteran

2

Konsil Kedokteran Indonesia,Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia,

(20)

4

dimana keduanya tak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran dan selain

itu juga praktik keduanya tidak memiliki izin dari dinas berwewenang. Untuk

perbuatannya tersebut pasutri tersebut dijerat Pasal 77 dan Pasal 78 UU No. 29

Tahun 2001 tentang Praktik Kedokteran dengan vonis 1 Tahun 6 Bulan.3

Kasus lainnya juga yang baru saja terungkap yaitu adanya praktik kedokteran

ilegal di Jalan Ikan Sepat, Gang Ekajaya, Kelurahan Kangkung, Telukbetung

Selatan. Praktik ilegal yang sudah berlangsung satu tahun tersebut terungkap

berkat laporan warga setempat. Diketahui bahwa tersangka yang bernama Yanto

ini mengaku sebagai dokter dan membuka praktik kedokteran di rumahnya.

Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung, petugas

menyita seperangkat alat kedokteran di rumah tersangka. Alat-alat medis itu

seperti pengukur tekanan darah dan stetoskop dipakai tersangka untuk mengelabui

korbannya. Tersangka yang merupakan lulusan Diploma 1 Asisten Kesehatan di

salah satu tempat pendidikan kesehatan di Tanjung Karang diketahui dalam

mengobati pasiennya terkadang memberikan cairan infus serta beberapa tindakan

kedokteran sesuai kebutuhan pasien. Perbuatan Tersangka Yanto ini dijerat

dengan Pasal 78 jo Pasal 73 ayat (2) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama

lima tahun.4

Terkait kasus-kasus di atas maka dari itu sudah seharusnya di zaman sekarang ini

masyarakat bisa lebih paham dengan arti sebenarnya profesi kedokteran itu dan

3

http://www.tribunnews.com/regional/2014/02/26/dokter-gadungan-divonis-15-tahun diakses pada tanggal 27 Agustus pada pukul 20. 15 WIB.

4

(21)

5

seseorang yang dapat dikatakan sebagai dokter, hal ini untuk menghindari adanya

perbuatan-perbuatan yang justrunya akan merugikan masyarakat itu sendiri.

Karena pada dasarnya para dokter-dokter gadungan ini melakukan praktik

kedokterannya hanya dengan ilmu-ilmu dasar kesehatan, jelas berbeda dengan

dokter-dokter yang telah menyelesaikan pendidikan kedokterannya, jadi bukan

tidak mungkin apabila tindakan medis dari para dokter gadungan ini dapat

membahayakan si pasien. 3 Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2012 tentang

Perizinan Bidang Kesehatan.

Dampak yang dapat ditimbulkan apabila praktik kedokteran tanpa STR atau SIP

tersebut menimbulkan akibat yang merugikan kesehatan fisik atau 10 mental atau

nyawa pasien maka terjadi malpraktik kedokteran, walaupun praktik kedokteran

tersebut tidak bertentangan dengan standar profesi dan prosedur dan dilakukan

atasinformed consent.5Informed Consentadalah suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan sebagai suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien

yang diberikan secara bebas, sadar dan rasional, setelah ia mendapat informasi

yang dipahaminya dari dokter tentang penyakitnya.6

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis ingin lebih banyak mengetahui

tentang praktik-praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter-dokter paslsu dan

bagaimanakah penegakan hukum pidana berdasarkan hukum postitif yang berlaku

di Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul :

“Penegakan Hukum Pidana Terhadap Praktik Kedokteran Ilegal yang Dilakukan

Oleh Dokter Palsu”.

5

Adami Chazawi,Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia, 2007, hal. 154 6

(22)

6

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini permasalahan

yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut:

a.) Bagaiamanakah penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal

yang dilakukan oleh dokter palsu?

b.) Apakah faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana praktik

kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu?

2. Ruang Lingkup

Guna menjaga agar penulisan skripsi ini tidak meluas, maka penulis pun

membatasi ruang lingkup penulisan pada pembahasan substansi Hukum Pidana ,

baik Hukum Pidana materil, hukum Pidana formil maupun hukum pelaksanaan

pidana mengenai objek kajian terkait upaya aparat penegak hukum dan

pihak-pihak tertentu tentang penegakan hukum pidana terhadap Praktik Kedokteran

ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu ini sesuai Kitab Undang–Undang Hukum

Pidana dan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang

Praktik Kedokteran. Lokasi penelitian akan dilakukan di wilayah hukum Polresta

Bandar Lampung, Dokter di Bandar Lampung, dan Fakultas Hukum Universitas

(23)

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan

diatas, antara lain adalah untuk berikut:

a) Mengetahui penegakan hukum pidana terhadap praktik kedokteran ilegal oleh

seorang dokter palsu.

b) Mengetahui faktor-faktor penghambat yang dalam penegakan hukum pidana

terhadap praktik kedokteran ilegal oleh seorang dokter palsu.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun

praktis, yaitu:

a) Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

atau masukan untuk mengembangkan dan menambah kajian ilmu hukum,

khususnya ilmu hukum pidana, serta untuk mengetahui bagaimana penegakan

hukum pidana terhadap kasus praktik kedokteran ilegal oleh seorang dokter

palsu.

b) Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban

dan masukan bagi pihak yang terkait dalam masalah yang diteliti sehingga

(24)

8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Penulisan skripsi ataupun penelitian sangatlah membutuhkan suatu teori sebagai

dasar pemikiran. Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya

merupakan acuan dari hasil penelitian yang pada dasarnya bertujuan untuk

mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.7

Teori yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah teori-teori yang

berhubungan dengan pengaturan tentang penegakan hukum pidana terhadap

praktik ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu dan faktor-faktor apa saja yang

menghambatnya.

a) Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan upaya menyelaraskan nilai-nilai

hukum dengan merefleksikan di dalam bersikap dan bertindak di dalam

pergaulan, demi terwujudnya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan

keadilan dengan menerapkan sanksi-sanksi.8

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan

perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya

adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai

pelaksana keputusan-keputusan hakim. Pendapat yang agak sempit tersebut

mempunyai kelemahan-kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau

7

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: UI Press, 1986, hlm.125.

8

(25)

9

keputusan-keputusan hakim tersebut malah mengganggu kedamaian di dalam

pergaulan hidup.9

Dalam kerangka penegakan hukum, khusus penegakan hukum pidana terdiri dari

tiga tahap, yaitu:

1) Tahap formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidanain abstactooleh badan pembentuk undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangn pidana yang baik. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislasi.

2) Tahap aplikasi, tahap penegakan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisisan, kejaksaan, hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan pidana yang dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan manfaat. Tahap kedua ini disebut tahap kebijakan yudikatif.

3) Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan aturan yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan.10

b) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Sehubungan dengan pandangan diatas menurut Soerjono Soekanto ada beberapa

faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:

a. faktor hukumnya sendiri b. faktor penegak hukum

c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum d. faktor masyarakat

e. faktor kebudayaan11

9

Titik Triwulan Tutik,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006, hlm. 226 10

Muladi,Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Undip, 1995, hlm 45.

11

(26)

10

1) Faktor Perundang-Undangan

Substansi hukum, hukum diciptakan oleh lembaga-lembaga yang berwenang,

sebagai contoh Undang-undang di buat oleh DPR, dalam menciptakan

substansi atau isi hukum tersebut DPR sebagai lembaga yang diberi

wewenang harus memperhatikan apakah isi undang-undang itu betul-betul

akan memberikan keadilan,kepastian hukum dan kemanfaatan bagi

masyarakat atau justru di buatnya hukum akan semakin membuat ketidak

adilan dan ketidakpastian dan malah merugikan masyarakat.

Salah satu asas dalam hukum pidana menentukan, bahwa tiada perbuatan

yang dilarang dan diancam dengan pidana jikalau hal itu terlebih dahulu

belum dinyatakan dalam suatu aturan perundang-undangan (asas legalitas).

Maka untuk itu substansi hukum sangat penting sekali. Menurut Muladi

bahwa secara operasional perundang-undangan pidana mempunyai

kedudukan strategis terhadap sistem peradilan pidana. Sebab hal tersebut

memberikan defenisi tentang perbuatan-perbuatan apa yang dirumuskan

sebagai tindak pidana.

2) Faktor Penegak Hukum

Struktur hukum dimaknai para pelaku penegak hukum, sebagaimana yang di

sampaikan oleh bagirmanan bahwa penegak hukum ada dua yaitu penegak

hukum yang pro yustitia dan penegak hukum yang non pro yustitia,

penegakan hukum pro yustisia adalah Hakim, Jaksa, Polisi dan advokat,

sedangkan yang non pro yustisia dilingkungan bea cukai, perpajakan,lembaga

(27)

11

penting di tangan merekalah hukum di tegakkan, mereka harus memiliki

komitmen moral yang kuat dalam penegakan hukum. Aparat penegak hukum

harus memiliki kemampuan lebih di dalam melakukan penyidikan,

pembuktian baik pada pemeriksaan pendahuluan maupun dalam proses

peradilan. Pengetahuan dan wawasan yang luas atas delik materiel maupun

peristiwa hukumnya serta kedisiplinan dan dedikasi yang tinggi dalam

melaksanakan pemidanaannya.

3) Faktor Infrastruktur Pendukung Sarana dan Prasarana

Faktor sarana dan prasarana, penegakan hukum membutuhkan

sarana-prasarana seperti bagi polisi peralatan yang memadai dan tentunya bisa

digunakan, apa jadinya jika dalam penegakan lalu lintas motor yang

digunakan untuk patroli motor yang sudah usang, atau dalam penyusunan

berkas masih menggunakan mesin ketik manual, sarana dan prasarana ini

tentu berkaitan dengan anggaran, maka anggaran untuk penunjang

benar-benar dimanfaatkan untuk itu.

4) Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dapat

mempengaruhi penegakan hukum di mana peraturan hukum berlaku atau

diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan

(28)

12

5) Faktor Kebudayaan

Budaya hukum masyarakat tidak kalah penting dengan faktor-faktor yang lain,

faktor budaya hukum masyarakat ini juga memiliki pengaruh dan memainkan

peranan yang penting dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana

Penegakan hukum bukanlah diruang hampa, penegakan hukum dilakukan di

tengah-tengah masyarakat, maka untuk itu penegakan hukum tidak akan dapat

berjalan dengan baik jika masyarakat tidak mendukung, partisipasi masyarakat

sangat dibutuhkan, partisipasi itu dapat dilakukan dengan aktif untuk

mematuhi hukum dan juga jika ada pelanggaran hukum dapat melaporkan

kepada yang berwenang. Masyarakat juga harus aktif melakukan pengawasan

terhadap penegak hukum agar tidak terjadi penyimpangan dalam penegakan

hukum.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan natara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan

istilah-istilah yang ingin diteliti atau ingin diketahui.12

a. Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku

dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum yang berhubungan dengan

12

(29)

13

masyarakat dan bernegara. Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara

preventif dan represif.13

b. Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu

yang oleh Peraturan Perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana.14

c. Praktik Kedokteran

Penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan

dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, untuk itu harus dilakukan oleh

dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian

kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui

pendidikan dan pelatihan berkelanjtuan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta

pembinaan pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik

kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.15

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam

melaksanakan upaya kesehatan.

d. Ilegal

Ilegal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya tidak legal,

tidak menurut hukum, tidak sah.16

13

Barda Nawawi Arief,Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan

Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 30.

14

Barda Nawawi Arief,Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.23.

15

http://www.ilunifk83.com/t253-praktik-kedokteran

16

(30)

14

e. Dokter Palsu

Dokter palsu yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran adalah mereka yang sengaja menggunakan

identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi

masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi

ataupun mereka yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara

lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan

kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi.17

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disusun untuk mempermudah pemahaman mengenai

penulisan secara keseluruhan yang dirinci sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang dari permasalahan yang diselidiki,

perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka

teoritis dan konseptual yang dipergunakan, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi pemahaman mengenai penanggulangan hukum, tindak pidana

praktik kedokteran ilegal, pengaturan tentang praktik kedokteran ilegal dan dokter

palsu.

17

(31)

15

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang metode yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini

yaitu langkah-langkah atau cara-cara yang dipakai di dalam penelitian antara lain

memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan narasumber,

metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan jawaban mengenai permasalahan yang penulis teliti yaitu

mengenai upaya penanggulangan praktik kedokteran ilegal oleh seorang dokter

palsu.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dan menguraikan kesimpulan dan saran-saran

(32)

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna serupa. Terjemahan

atau tafsiran tersebut diantaranya ada yang menyebutkan delik sebagai perbuatan

yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak

pidana.18 Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi

bahasa yang ada serta untuk menunjukkan tindakan hukum apa saja yang

terkandung didalamnya.19

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah

perbuatan seperti terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi

norma yang hidup dalam masyarakat secara konkrit.20

18

SR Sianturi,Azas-Azas Hukum Pidana dan Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hlm. 60.

19

Ibid,hlm. 204

20

(33)

17

Andi Zainal Abidin Farid mengemukakan pengertian delik, sebagai berikut :

Pengertian delik berasal dari bahasa latin delic dan delicte sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Alasan penggunaan istilah delik karena :

a. Istilah tersebut singkat, jadi bersifatwets economisch.

b. Istilah tersebut dikenal diseluruh dunia, jadi bersifat universal.

c. Istilah delik dapat memenuhi keperluan pemidanaan badan hukum, organisasi, sesuai dengan perkembangan hukum pidana.21

Jonkers menjelaskan artistrafbaarfeitadalah :

”suatu perbuatan atau pengabaian yang melawan hukum yang dilakukan

dengan sengaja atau kelalaian seseorang yang dapat dipertanggung

jawabkan”.22

Sedangkan Pompe memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi,

yaitu:

1) Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. 2) Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/ feit yang oleh

peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.23

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari strafbaarfeit yang telah dibahas sebelumnya tentunya mempunyai kriteria tersendiri sehingga dapat digolongkan

kedalam tindak pidana. Oleh karena itu setelah mengetahui definisi dan

pengertian yang lebih mendalam tentang tindak pidana itu sendiri, maka dalam

tindak pidana itu terdapat beberapa unsur-unsur tindak pidana, yaitu :

21

Andi Hamzah,Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hlm. 88.

22

Chazawi Adami,Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002, hlm. 72.

23

(34)

18

1) Unsur subjektif dari suatu tindak pidana :

a) Kesengajaan dan ketidaksengajaan ataudolusdanculpa;

b) Maksud atau voornamen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 atat (1) KUH Pidana;

c) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan

pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya;

d) Merencanakan terlebih dahulu atau voortedachteraad seperti yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHPidana;

e) Perasaan takut seperti terdapat dalam Pasal 308 KUHPidana.

2) Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana itu sendiri antara lain adalah:

a) Sifat melanggar hukum atauwederrechttelijkheid;

b) Kausalitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai pegawai negeri dalam

kejahatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau

komisaris dari suatu perseroan terbatas dalam kejahatan menurut pasal 298

KUHP.

c) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai suatu kenyatan

dan menimbulkan akibat.

Perlu diketahui juga bahwa unsur wederrechtelijk itu selalu harus dianggap sebagai syarat di dalam setiap rumusan delik, walaupun unsur tersebut oleh

pembentuk undang-undang tidak dinyatakan secara tegas sebagai salah satu unsur

dari delik yang bersangkutan. Walaupun suatu tindakan itu telah memenuhi semua

(35)

19

sebagai suatu tindakan yang bersifat wederrechtelijk, bilamana hakim dapat menemukan sesuatu dasar yang meniadakan sifat wederrechtelijk dari tindakan tersebut, baik berdasarkan sesuatu ketentuan yang terdapat di dalam

undang-undang maupun berdasarkan asas-asas hukum yang bersifat umum dari hukum

yang tidak tertulis.

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, sebagai berikut:

1) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara

lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat

dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan

“pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita

menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi

seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara

keseluruhan.

2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil

(formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang

dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362

KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya

adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang

menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan

(36)

20

3) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana

sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan(dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja

menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan

sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan

matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan

Pasal 360 KUHP.

4) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif

juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya

diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya

Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak

Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak

pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak

pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif,

misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP. Tindak Pidana tidak

murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif,

tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung

unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam

Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut

meninggal24

24

(37)

21

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri

dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil

dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja

serta tindak pidana aktif dan pasif.

B. Praktik Kedokteran Ilegal dan Dokter Palsu

1. Praktik Kedokteran Ilegal

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran menyebutkan bahwa praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan

upaya kesehatan. Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat

dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok

profesional kedokteran tertentu yang memiliki kompetensi yang memenuhi

standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi yang berwenang di bidang itu

dan bekerja sesuai dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh

organisasi profesinya.

Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum

terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan

kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah

profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai

(38)

22

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diundangkan

untuk mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan

perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan

medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter

gigi.25

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengatur

tentang penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam bagian ini diatur tentang

perijinan praktik kedokteran, yang antara lain mengatur syarat memperoleh SIP

(memiliki STR, tempat praktik dan rekomendasi organisasi profesi), batas

maksimal 3 tempat praktik, dan keharusan memasang papan praktik atau

mencantumkan namanya di daftar dokter bila di rumah sakit. Dalam aturan

tentang pelaksanaan praktik diatur agar dokter memberitahu apabila berhalangan

atau memperoleh pengganti yang juga memiliki SIP, keharusan memenuhi standar

pelayanan, memenuhi aturan tentang persetujuan tindakan medis, memenuhi

ketentuan tentang pembuatan rekam medis, menjaga rahasia kedokteran, serta

mengendalikan mutu dan biaya.

Praktik kedokteran yang dapat dikatakan ilegal yaitu apabila dalam menjalankan

praktik kedokteran tersebut tidak memenuhi persyaratan-persyaratan seperti yang

ada di atas. Praktik kedokteran ilegal juga dengan kata lain dapat dikatakan

sebagai sebuah perbuatan Malpraktik, karena dalam pelaksanaannya tenaga medis

berpraktik dengan tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada,

25

(39)

23

seperti melalaikan syarat-syarat yang diperlukan dalam menjalankan praktik

kedokteran tersebut.

2. Dokter Palsu

Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi

spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam

maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.26 Setiap dokter dan dokter gigi yang

melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi

dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi. Surat tanda registrasi dokter dan surat

tanda registrasi dokter gigi diterbitkan oleh Konsil Kcdokteran Indonesia.

Setiap dokter yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan

kedokteran berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan

lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. Pendidikan dan

pelatihan kedokteran berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran.

Melihat ke dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah

bertindak berdasarkan:

1) Adanya indikasi medis

2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

3) Bekerja sesuai standar profesi

4) Sudah adainformed consent.

26

(40)

24

Keempat tindakan di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek

Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik

Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian kesatu pasal 36, 37 dan 38 bahwa

sorang dokter harus memiliki surat izin praktek, dan bagian kedua tentang

pelaksanaan praktek yang diatur dalam Pasal 39-43. Pada bagian ketiga

menegaskan tentang pemberian pelayanan, dimana paragraf 1 membahas tentang

standar pelayanan yang diatur dengan Peraturan Menteri. Standar Pelayanan

adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam

menyelenggarakan praktik kedokteran.

Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau

kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga

setelah pasien itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila Ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

atau kedokteran gigi.

Sedangkan dokter palsu adalah mereka yang tidak memenuhi standar-standar

(41)

25

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, yaitu:

Pasal 73:

(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

Pengawasan terhadap praktik kedokteran dokter dan dokter gigi sudah diatur

dalam UUPK, baik atas norma-norma disiplin maupun norma-norma dalam

lembaga–lembaga penegakan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.27

Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasannya praktik kedokteran ini

dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah

daerah, dan organisasi profesi.

C. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggrislaw enforcement,bahasa Belanda

rechtshandhaving.28 Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan

menilai yang mantap dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap

27

http://www.hukor.depkes.go.id/?art=12&set=0, diakses pada tanggal 25 Oktober pada pukul 19.01 WIB.

28

(42)

26

akhir untuk menciptakan social engineering, memelihara dan mempertahankan

social controlkedamaian pergaulan hidup.29

Penegakan hukum pidana yang merupakan kebijakan penanggulangan kejahatan

mempunyai tujuan akhir yaitu perlindungan masyarakat guna mencapai

kesejahteraan masyarakat, dengan demikian penegakan hukum pidana merupakan

bagian integral dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan, maka wajar jika

dikatakan dikatakan bahwa usaha penanggulangan kejahatan merupakan

penegakan hukum pidana yang menjadi bagian penting dari pembangunan

nasional.30

Seperti yang dikatakan Sudarto bahwa penegakan hukum pidana dapat diartikan

sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu berfungsi, beroperasi atau

bekerjanya dan terwujud secara konkrit. Menurut Prof. Sudarto, kebijakan hukum

pidana dibagi menjadi dua jenis kebijakan, yaitu:

1. Kebijakan Secara Penal (Hukum Pidana)

Kebijakan hukum pidana melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat

“represif” (penindasan/ pemberantasan/ penumpasan) setelah kejadian tersebut

terjadi.

Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan upaya represif adalah segala tindakan

yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan atau

tindak pidana, termasuk upaya represif adalah penyelidikan, penyidikan,

penuntutan sampai dilakukannya pidana.

29

Soejono Soekanto,Kejahatan dan Penegakan Hukum,Jakarta: Rineka Cipta, 1995, hlm. 5.

30

(43)

27

Penegakan hukum pidana pada hakikatnya merupakan penegakan kebijakan

melalui beberapa tujuan:31

a. Tahap Formulasi

Yaitu tahapan penegakan hukum “in abstracto oleh pembuat undang-undang,

tahap ini dapat pula disebut sebagai tahap kebijakan legislatif.

b. Tahap Aplikasi

Yaitu tahapan penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai

dari kepolisian, sampai dengan pengadilan, tahap ini dapat disebut pula tahap

kebijakan.

c. Tahap Eksekusi

Yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat

pelaksana hukum pidana, tahap ini dapat pula disebut dengan tahap kebijakan

eksekutif dan administratif.

2. Kebijakan Non-Penal (Luar Jalur Hukum)

Kebijakan hukum pidana melalui jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat

“preventif” (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian) yang dilakukan sebelum

kejahatan tersebut terjadi.

Sarana non-penal biasa disebut sebagai upaya preventif, yaitu upaya-upaya yang

dilakukan untuk menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan, merupakan

upaya pencegahan, penangkalan, dan pengendalian sebelum kejahatan

terjadi,maka sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor kondusif penyebab

31

(44)

28

terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada

masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung atau tidak langsung

menimbulkan kejahatan.

Usaha-usaha non-penal misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam

rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat; penggarapan

kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral,agama; peningkatan

usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja; kegiatan patroli dan pengawasan lainnya

secara berlanjut oleh polisi dan aparat kemanan lainnya. Usaha-usaha non-penal

memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian, dilihat dari politik

kriminal keseluruhan kegiatan preventif yang non-penal itu sebenarnya

mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci

diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini

justru akan berakibat sangat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan.oleh

karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat mengintegrasikan dan

mengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif yang non-penal itu ke dalam

suatu sistem-sistem kegiatan negara yang teratur. Tujuan utama dari sarana

non-penal sendiri adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Penggunaan

sarana non-penal adalah merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan meliputi

bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial.

Apa yang diartikan orang selama ini sebagai penegak hukum (law enforcement) seperti halnya tertuju pada adanya tindakan represif dari aparat penegak hukum

dalam melakukan reaksi tugas terhadap penindakan pelaku kriminal. Pemaknaan

(45)

29

penegakan hukum seakan menjadi tanggungjawab aparat hukum semata, padahal

tidak demikian halnya, oleh karena penegakan hukum konteksnya luas termasuk

tanggung jawab setiap orang dewasa yang cakap sebagai pribadi hukum

(perzoonlijk) melekat kewajiban untuk menegakkan hukum.

Bagi orang awam, penegakan hukum semata hanya dilihat sebagai tindakan

represif dari aparat hukum, tindakan di luar aparat hukum hanya dipandangnya

sebagai partisan hukum, misalnya tindakan informative terhadap aparat hukum adanya peristiwa hukum atau gejala akan terjadinya peristiwa hukum. Sebenarnya

penegakan hukum dalam konteks yang luas berada pada ranah tindakan, perbuatan

atau prilaku nyata atau faktual yang bersesuaian dengan kaidah atau norma yang

mengikat, Namun demikian dalam upaya menjaga dan memulihkan ketertiban

dalam kehidupan sosial maka pemerintahlah actor security. Pelaksanaan hukum sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, karena tujuan hukum

terletak pada pelaksanaan hukum tersebut. Ketertiban dan ketentraman hanya

dapat diwujudkan jika hukum dilaksanakan, dan sebaliknya jika hukum tidak

dilaksanakan maka peraturan hukum itu hanya menjadi susunan kata-kata yang

tidak bermakna dalam kehidupan masyarakat.

Penegakan hukum sebagai usaha semua kekuatan bangsa, menjadi kewajiban

kolektif semua komponen bangsa, dan merupakan ralat bahwa hukum hanya

boleh ditegakkan oleh golongan-golongan tertentu saja, antara lain:32

32

Ilhami Bisri,Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia,

(46)

30

1) Aparatur negara yang memang ditugaskan dan diarahkan untuk itu seperti

polisi, hakim, dan jaksa, yang dalam dunia hukum disebut secara ideal

sebagai the three musketers atau tiga pendekar hukum, yang mempunyai fungsi penegakan dengan sifat yang berbeda-beda akan tetapi bermuara pada

terciptanya hukum yang adil, tertib, dan bermanfaat bagi semua manusia.

Polisi menjadi pengatur dan pelaksana penegakan hukum didalam

masyarakat, hakim sebagai pemutus hukum yang adil sedangkan jaksa adalah

institusi penuntutan negara bagi para pelanggar hukum yang diajukan polisi.

2) Pengacara yang memiliki fungsi advokasi dan mediasi bagi masyarakat baik

yang bekerja secara individual ataupun yang bergabung secara kolektif

melalui lembaga-lembaga bantuan hukum, yang menjadi penuntun

masyarakat yang awam hukum, agar dalam proses peradilan tetap

diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kehormatan, hak, dan

kewajiban, sehingga putusan hakim akan mengacu pada kebenaran, keadilan

yang dilandasi penghormatan manusia atas manusia.

3) Para eksekutif yang bertebaran di berbagai lahan pengabdian sejak dari

pegawai pemerintah yang memiliki beraneka fungsi dan tugas kewajiban

sampai kepada para penyelenggara yang memiliki kekuasaan politik

(legislatif).

4) Masyarakat pengguna jasa hukum yang kadang-kadang secara ironi menjadi

masyarakat pencari keadilan.

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak

hukum dan aparat penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum

(47)

31

penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat

dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas

atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan,

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan

pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.

Dalam pelaksanaan penegakan hukum terdapat kendala-kendala yang

menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penegakan hukum, diantaranya

faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah:33

1) Faktor hukumnya sendiri (Perundang-Undangan)

Praktek penyelenggara hukum di lapangan sering kali terjadi kontradiksi

antara hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan

rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian keadilan merupakan

prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu, suatu

kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan

suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak

bertentangan dengan hukum.

2) Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum adalah mereka yang secara langsung dan secara tidak

langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum yang tidak hanya

mencakuplaw enforcement,akan tetapi jugapeace maintenance.

33

(48)

32

3) Faktor Sarana atau Fasilitas

Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam

penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, maka tidak

mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar dan

menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peran yang aktual.

4) Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dapat

mempengaruhi penegakan hukum di mana peraturan hukum berlaku atau

diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan

hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.

5) Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat

sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkan masalah

sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau

nonmaterial. Beragam kebudayaan yang demikian banyak dapat

(49)

33

III. METODE PENELITIAN

Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian

merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan

membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan.34 Menurut

Soerjono Soekanto, penelitian merupakan suatu usaha untuk menganalisa serta

mengadakan konstruksi secara metodologis, sistematis dan konsisten. Penelitian

merupakan sarana yang digunakan untuk memperkuat, membina serta

mengembangkan ilmu pengetahuan.35

A. Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

masalah secara yuridis normatif. Di dalam penulisan skripsi terdapat 2 macam

pendekatan masalah yang di kenal dengan yuridis normatif dan yuridis empiris:

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah

kaidah-kaidah , norma-norma, aturan-aturan, yang berhubungan dengan maslah yang

akan diteliti. Pendekatan tersebut dimaksud untuk mengumpulkan berbagai

34

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 2002, hlm. 126.

35

(50)

34

macam peraturan perundang-undangan,toeri-teori dan literatur- literatur yang

erat hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas. Dalam hal ini

adalah yang berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana praktik

kedokteran ilegal oleh dokter palsu.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan penelitian dengan cara meneliti

dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui

penelitian dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini

B. Sumber dan Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Data ini

didapat dari sumber pertama dari individu dan perseorangan. Misalnya hasil

wawancara atau hasil pengisian kuisioner.36 mengenai penegakan hukum

pidana terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh dokter palsu.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur

maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan

36

(51)

35

masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Pada umunya data sekunder

dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera37, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif).38Dalam penelitian ini bahan hukum primier terdiri dari :

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor

1973 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan KUHP. (Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana)

2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang meliputi peraturan

pelaksana keppres, peraturan pemerintah, dan putusan pengadilan yang

memberikan keterangan terhadap bahan hukum primer secara tidak

langsung dari sumbernya.39

c. Bahan Hukum Tersier adalah semua publikasi tentang hukum yang

merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas

:buku-buku teks yang membicarakan suatu atau beberapa permasalahan

hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum; kamus-kamus

hukum; jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atau putusan

hakim.40

37

Soerjono Soekanto,Op.cit.,hlm. 12.

38

Zainudiin Ali,Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafita, 2009, hlm.47.

39

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2005, hlm.142.

40

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

(52)

36

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan

dapat memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan. Pada penelitian

ini penentuan Narasumber hanya dibatasi pada:

1. Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang

2. Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 Orang

3. Polisi Polresta Bandar Lampung : 1 Orang

4. Ikatan Dokter Indonesia cabang Bandar Lampung : 1 Orang

+

Jumlah : 4 Orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan

dan studi lapangan.

a. Studi Kepustakaan (Library reseach)

Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada

pencarian data sekunder dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik

dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat

mendukung dalam proses penulisan. Dalam hal ini penulis melakukan

serangkaian kegiatan studi dokumenter dengan cara membaca, mencatat,

(53)

perundang-37

undangan, dokumen dan informasi lain yang ada hubungannya dengan

permasalahan.

b. Studi Lapangan (field research)

Studi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer yang

dilakukan dengan menggunakan metode wawancara (interview), dengan cara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang

ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang telah dipersiapkan diajukan kepada

pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk mendapatkan data,

tanggapan, dan juga jawaban dari responden.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh analisis data yang telah diperoleh

sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang

dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteiti

kembali untuk mengetahui apakah data yang didapat itu sudah sesuai dengan

pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan

data.

b. Klasifikasi data, menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga

menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

c. Sistematisasi data, yaitu proses penyusunan dan penenmpatan sesuai dengan

(54)

38

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya

adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan

mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan

menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,

sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan

dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan

umum. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan

metode induktif yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus, kemudian

(55)

64

V. PENUTUP

a. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam

bab-bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya penegakan hukum terhadap praktik kedokteran ilegal yang dilakukan

oleh dokter palsu ini adalah menggunakan hukum pidana (penal) dan non

penal. Non penal artinya secara preventif yaitu pencegahan sebelum terjadinya kejahatan yang lebih ditekankan dengan mengadakan sosialisasi

atau pelatihan di bidang kesehatan khususnya praktik kedokteran dan dokter

palsu terhadap masyarakat. Sedangkan penal artinya secara represif yaitu pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yaitu dengan memproses laporan

yang masuk, tindakan represif yang dimaksudkan dalam kasus praktik

kedokteran ilegal oleh dokter palsu ini adalah setiap proses peradilan hukum

pidana mulai dari tahap formulasi, tahap aplikasi, hingga tahap eksekusi.

Namun dalam hal ini belum maksimal karena adanya keterbatasan yang

dialami oleh aparat penegak hukum. Hal ini dibuktikan dengan sulitnya

pembuktian karena dampak yang ditimbulkan dari praktik kedokteran dokter

palsu terhadap pasien tidak secara langsung. Akibatnya aparat penegak

Referensi

Dokumen terkait

Setelah adanya penetapan hakim tentang saksi yang diduga memberikan keterangan palsu ataupun melalui pelaporan langsung kepada kepolisian, proses selanjutnya seperti

Sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH PENGADILAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PERKOSAAN (Studi Kasus di Pengadilan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Proses penegakan hukum terhadap anggota polisi yang terjerat kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika

Setelah unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal 242 KUHP diklasifikasikan maka dapat di tarik pengertian hukum tentang tindak pidana sumpah palsu/memberikan

Hasil penelitian dalam kasus malpraktek perselisihan yang timbul akibat kelalaian oleh tenaga kesehatan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar

Permasalahannya adalah dalam kenyataannya ada sebagian dokter menolak untuk membuat Visum et repertum, karena beranggapan bukan dokter forensik, sedangkan perangkat hukum

Suatu tindak pidana itu dapat terjadi pada siapapun dan dapat dilakukan oleh siapapun. Tindak pidana merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh

Beratnya sanksi yang diterima oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam perusakan atau pencemaran lingkungan tersebut diharapkan dapat menekan terjadinya kasus