• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER

Oleh

INDRA SUKMA

Pada hakikatnya semua pelayanan kesehatan itu harus didasari oleh ilmu yang di dapat dari pendidikan dibidang kesehatan. Tidak semua orang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa adanya ilmu dibidang kesehatan. Dokter adalah suatu profesi yang sangat mulia, sehingga banyak orang yang ingin menjadi seorang dokter. Namun untuk menjadi seorang dokter tidaklah mudah karena untuk menjadi dokter harus menjalani pendidikan yang menghabiskan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit, sehingga saat ini ada oknum-oknum yang berani menggunakan identitas palsu sebagai dokter dan bertindak sebagaimana layaknya seorang dokter yang professional.

Kasus penggunaan identitas palsu sebagai dokter di Indonesia mungkin tidak hanya terjadi disatu tempat, bahkan bisa terjadi dibanyak tempat. Seperti halnya kasus penggunaan identitas palsu di Bandar Lampung yang dilakukan oleh Mahar Mardiyanto dimana ia memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat seolah-olah dirinya adalah dokter. Tapi dalam kenyataannya Mahar Mardiyanto bukanlah seorang dokter dan tidak memiliki pendidikan dibidang kesehatan khususnya kedokteran. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap orang menggunakan identitas palsu sebagai dokter dan (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yurudis normatif dan yuridis empiris. Metode pemgumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data yang dilakukan melalui proses editing, sistematis, dan klasifikasi. Metode penelitian data yang dipergunakan adalah metode analisis kualitatif dan menarik kesimpulan secara deduktif.

(2)

Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter pada terdakwa Mahar Mardiyanto sudah berjalan dilaksanakan dengan baik sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dimana aparat penegak hukum sudah melakukan tugasnya dengan baik sehingga kasus tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat ditanggulangi dan diselesaikan melalui proses hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dan hukuman yang diberikan kepada terdakwa sudah sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya dan disertai oleh pertimbangan hakim. Faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter yang paling dominan adalah faktor masyarakat dan kebudayaan.

Adapun saran yang diberikan dalam penulisan ini adalah penegakan hukum terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter maupun tindak pidana lainnya diharapkan dapat berjalan lebih baik lagi, dengan adanya peran aktif, kejujuran dan ketelitian dari aparat penegak hukum. Karena jika tercapai keberhasilan dalam penegakan hukum pidana kepada para pelaku tindak pidana tentunya akan membawa ketentraman dan kesejahteraan bagi masyarakat.

(3)
(4)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI DOKTER

(Skripsi)

Oleh

INDRA SUKMA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitiian... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 7

E. Sistematika Penulisan... 11

II TINJAUAN PUSTAKA... 13

A. Penegakan Hukum Pidana... 13

B. Dokter... 20

C. Tindak Pidana Penggunaan Identitas Palsu sebagai Dokter... 26

III METODE PENELITIAN... 31

A. Pendekatan Masalah... 31

B. Jenis dan Sumber Data... 31

C. Penentuan Narasumber………... 32

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 33

(6)

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 36

A. Karakteristik Narasumber dan Gambaran Umum Perkara Tindak Pidana Penggunaan Identitas Palsu Sebagai Dokter... 36

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Orang Yang Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter... 41

C. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Pidana Terhadap Orang Yang Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter... 48

V PENUTUP... 54

A. Simpulan... 54

B. Saran... 55

(7)
(8)
(9)

MOTO

“Percayalah kepada Tuhan seakan-akan Seluruhnya tergantung

kepadamu, dan kerjakanlah sekuat tenagamu seakan-akan seluruhnya

tergantung pada Tuhan”

(St.Ign. De Loyola)

“Tidak ada yang tidak mungkin selagi masih ada niat dan usaha”

(Penulis)

“Hari ini harus lebih baik dari hari kamarin”

(10)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan

hidayatnya maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap

perjuangan dan jerih payahku aku persembahkan sebuah karya ini

kepada:

Kedua Orang Tua (Ismet Yadi, S.H. dan Yusni) yang kuhormati,

kusayangi dan kucintai. Terima kasih untuk semua pengorbanan,

kesabaran, kasih sayang yang tulus serta do’anya demi keberhasilan

dan kesuksesanku.

Uni dan Adik-adikku Yendri Zahara, Ikhsan Kamil, dan M. Aulia Rizki

yang senantiasa menemaniku dengan kecerian dan kasih sayang.

Almamaterku Tercinta

(11)

RIWAYAT HIDUP

Indra Sukma dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10

Februari 1992, yang merupakan anak kedua dari empat

bersaudara dari pasangan Bapak Ismet Yadi, S.H. dan Ibu

Yusni.

Penulis mengawali jenjang pendidikan pada tahun 1996 di Taman Kanak-Kanak

Aisyiah di Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 1997. Kemudian penulis

melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Pelita Bandar Lampung yang di

selesaikan pada tahun 2003. Penulis masuk ke Sekolah Menengah Pertama Negeri

25 Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2006, setelah itu melanjutkan ke

Madrasah Aliyah Negeri 2 Bandar Lampung dan Lulus pada tahun 2009.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN), dan untuk mematangkan ilmu hukum yang di peroleh, penulis

mengkonsentrasikan diri pada bagian Hukum Pidana. Pada Bulan Januari tahun

2013 penulis mengikuti Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang

diselenggarakan pada tanggal 17 Januari – 24 Februari 2013 di desa Kedaton 2

Kecamatan Batang Hari Nuban Kabupaten Lampung Timur bersama 10 orang

peserta yang berasal dari berbagai Fakultas di Universitas Lampung bersama 10

(12)

SANWACANA

Segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT, seluruh alam yang telah

memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

Universitas Lampung dengan judul: PENEGAKAN HUKUM PIDANA

TERHADAP ORANG YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU

SEBAGAI DOKTER.

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan

serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Depri Lieber Sonata, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik

penulis atas kesediannya membantu, mengarahkan dan memberi masukan

selama penulis menempuh pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

4. Bapak Prof. Dr. Sunarto. DM, S.H., M.H., selaku Pembimbing I dan Bapak

(13)

waktu serta banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama

menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Pembahas I dan Bapak Tri

Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah banyak memberikan

kritikan, koreksi, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Ahmad Yani, S.H., selaku responden Kepolisian Resor Kota Bandar

Lampung berserta para staf yang telah membantu penulis dalam

mengumpulkan data.

7. Bapak dr. Hi. Hernowo Anggoro Wasono, M.Kes, selaku responden dari

Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Lampung yang telah meluangkan waktunya

untuk melakukan wawancara demi penelitian skripsi ini.

8. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.Hum., selaku responden akademisi yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan demi penelitian

skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa

disebutkan satu persatu, yang telah memberikan ilmu penegtahuan dan

pembelajaran berharga selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

10.Seluruh Staf Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tak bisa disebutkan

satu persatu, yang telah membantu penulis dalam proses akademis dan

kemahasiswaan dan atas bantuannya selama penyusunan skripsi.

11.Papa dan Mama (Ismet Yadi, S.H. dan Yusni) Tercinta yang telah merawat

(14)

memberikan semangat dan motivasi dan Adik-adikku (Ikhsan Kamil dan

M.Aulia Riski) yang selalu mendoakanku.

12.Yeli Susanti yang selalu menemani dan mengisi hari-hariku dengan canda,

tawa dan kebahagiaan serta selalu memberikan semangat, dorongan dan

motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

13.Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Doddy Irwansyah,

Alfian Bayhaqi, Hady Waskhita Aldo, Dani Aji, Indra Saputra, Agung, Rama,

Beni, Chandra, Elly, Wida, serta teman-teman lain yang tidak bisa

disebutkan satu persatu terima kasih banyak sudah saling membantu selama

kuliah, merasakan sama-sama susahnya kuliah, semangat terus kawan raih

mimpi kita.

14.Teman-teman KKN Desa Kedaton 2, Reni, Ade, dina, Afrian, Yogis, Debby,

Lailatusifa, Dinda, Ceen, terima kasih untuk segala hal selama penulis

melaksanakan KKN.

15.Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini

yang tidak disebutkan satu persatu, semoga kebaikan, kasih dan sayang

menyertai mereka.

16.Almamaterku tercinta yang sudah memberikan banyak wawasan dan

pengalaman berharga.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, agama,

(15)

membutuhkan terutama bagi penulis. Kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT

senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua, amin.

Bandar Lampung, Desember 2014

Penulis

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu,

keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai

kesehatan secara optimal . Semua petugas kesehatan mengakui bahwa pendidikan

kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

banyak sekali bentuk pelayanan kesehatan dalam menanggulangi masalah

kesehatan yang di alami oleh masayarakat. Pada dasarnya pelayanan kesehatan ini

bertujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit

yang di alami oleh masyarakat.Namun, bukan berarti semua orang bisa

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang mengalami masalah

kesehatan.

Pada hakikatnya semua pelayanan kesehatan itu harus didasari oleh ilmu yang di

dapat dari pendidikan di bidang kesehatan. Selayaknya tujuan pendidikan

kesehatan yaitu pendidikan kesehatan yang paling pokok adalah tercapainya

perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara

perilaku sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal. Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan

kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat,

(17)

2

Nasrul Effendy dalam bukunya mengutip dari Stewardpendidikan

kesehatan adalah unsur program kesehatan dan kedokteran yang di dalamnya

terkandung rencana untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dengan

tujuan untuk membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan

penyakit dan peningkatan kesehatan.1

Misalnya seorang dokter, apabila iya ingin berpraktik untuk memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat guna membantu memecahkan masalah

kesehatan yang di alami oleh masyarakat maka ia harus memiliki ilmu yang

berkaitan dengan dunia kedokteran, dimana ilmu itu dapat diperoleh dari

pendidikan di sebuah universitas kedokteran. Begitu pula dengan para tenaga

kesehatan yang lainnya.

Wood juga memberikan definisi mengenai pendidikan kesehatan yang dikutip

oleh Drs. Nasrul Effendy dalam bukunya menyatakan bahwa pendidikan

kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan

terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan

kesehatan perseorangan, masyarakat dan bangsa. Kesemuanya ini dipersiapkan

dalam rangka mempermudah diterimanya dengan sukarela perilaku yang akan

meningkatkan atau memelihara kesehatan.2

1

Nasrul Effendy, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998, hlm. 233

(18)

3

Dilihat dari pengertian tentang pendidikan kesehatan diatas maka tujuan

pendidikan yang paling pokok adalah:3

1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam

membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan

aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan

sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

3. Menurut WHO tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk merubah perilaku

perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan :

Pasal 1 ayat (6) yaitu :

“Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan

dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan”.

Dalam undang-undang diatas telah jelas diterangkan bahwa setiap tenaga

kesehatan harus memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan. Namun, saat ini

masih ada orang yang berani membuka praktik dalam melakukan pelayanan

kesehatan terhadap masyarakat umum tanpa memiliki surat keterangan berprofesi

dalam bidang kesehatan dan keterampilan dalam bidang kesehatan. Penulis

(19)

4

mengangkat sebuah kasus yang tertera dalam surat kabar Radar Lampung, Kamis

12 Juni 2014. Tersangka yang berinisial MY telah membuka praktik kedokteran

ilegal selama 2 tahun dan menurut Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung

Kompol Derry Agung Wijaya yang menjelaskan dalam surat kabar Radar

Lampung bahwa dalam buku pasien terdapat 200 orang lebih yang berobat di

klinik tersangka. Tersangka dilaporkan oleh salah seorang pasien yang merasa

dilecehkan pada saat ingin berobat. Dari laporan korban maka pihak kepolisian

melakukan penyelidikan lalu diketahui bahwa tersangka bukanlah orang memiliki

ilmu di bidang kesehatan.

Tersangka juga tidak memiliki izin untuk membuka praktik kedokteran yang

dilakukannya selama ini di sebuah klinik miliknya. Surat izin yang di temukan

oleh pihak kepolisian adalah surat izin milik orang tua dari tersangka. Jadi yang

selama ini dilakukan oleh tersangka adalah sebuah praktik ilegal yang tidak

didasari dengan ilmu pengetahuan kesehatan dan izin praktik yang sah dari

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dalam hal ini tersangka beranggapan

bahwa ia adalah seorang dokter yang memiliki pengetahuan dibidang kesehatan.

Dalam peraturan hukum yang berlaku perbuatan yang dilakukan oleh tersangka

sudah melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi sebagaimana telah diatur

dalam Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Pasal 78 :

“setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode dan cara lain dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah –

(20)

5

registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik

sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus

lima puluh juta rupiah)”

Mungkin selain dari kasus diatas masih banyak lagi orang-orang yang melakukan

hal yang sama yang dilakukan oleh tersangka namun belum banyak yang

tertangkap oleh pihak kepolisian. Dalam hal ini para aparat penegak hukum sudah

melakukan tindakan yang sangat baik dengan memberikan sanksi kepada para

doktergadungan yang tertangkap. Dimana para pelaku dapat dikenakan sanksi

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran diatas.

Berdasarkan latar balakang masalah yang saya tulis di atas saya tertarik untuk

membuat penetian skripsi dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Orang yang Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Dokter”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Untuk menguraikan dan menganalisis lebih lanjut dalam bentuk pembahasan yang

bertititk tolak dari latar belakang, makayang menjadi permasalahan dalam

permasalahan ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan

(21)

6

b. Apakahyang menjadi faktor penghambat dalam Penegakan Hukum

Pidanaterhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian dalam skripsi ini adalah kajian ilmu hukum pidana,

khususnya yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap orang yang

menggunakan identitas palsu sebagai dokter. Ruang lingkup penelitian dibatasi

pada wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimanakah penegakan hukum terhadap orang yang

menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

b. Untuk mengetahui faktor-faktorpenghambat dalam Penegakan Hukum

terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

2. Kegunaan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun

secara praktis, yaitu sebagai berikut :

a. Secara teoritis, untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu

pengetahuan hukum dan memperluas wawasan keilmuan penulis agar dapat

(22)

7

kebijaksanaan guna menanggulangi masalah penggunaan identitas palsu

sebagai dokter.

b. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pikiran bagi aparat penegak

hukum, khususnya dalam kasuspraktik kedokteran ilegal yang dilakukan oleh

orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teroritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran

atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi

terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4 Kerangka

teoritis dapat disebut juga suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan

suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah

tertentu. Setiap penelitian itu akan ada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan

dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap

relevan oleh peneliti.5

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan

konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk

mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut

sebagai keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran pembuat

undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Pembicaraan

mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai kepada

4

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan ke 3, jakarta:Universitas Indonesia Pers, 2007, hlm. 125

5Ibid,

(23)

8

pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat undang-undang (hukum) yang

dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan

hukum itu di jalankan.6

Penegakan hukum pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang

menetapkan dan mengejawantah serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran

nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering) memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup.7

Ada 3 tahap dalam penegakan hukum pidana, yaitu :

a. Tahap Formulasi

b. Tahap Aplikasi

c. Tahap Eksekusi

Penegakan hukum bukanlah semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,

melainkan terdapat faktor-faktor penghambat yang dapat mempengaruhinya.

Adapun faktor-faktor penghambat penegakan hukum yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja,

mengenai berlakunya undang-undang tersebut mempunyai dampak yang

positif. Asas-asas tersebut antara lain undang-undang tidak berlaku surut,

undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi pula.

6

Satjipta Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta; 1983, hal 24.

7

(24)

9

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum, penegak hukum merupakan golongan panutan dalam

masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu

sesuai dengan aspirasi masyarakat.

3. Faktor sarana atau fasilitas, tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka

tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan lancar, sarana atau fasilitas itu

antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,

organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan, penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan mencapai

kedamaian dalam masyarakat.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup, kebudayaan hukum pada

dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku.8

Selain itu apabila berbicara tentang penegakan hukum pidana berarti

membicarakan usaha menanggulangi kejahatan di dalam masyarakat. Upaya

penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Penal (hukum pidana), yaitu lebih menitik beratkan pada sifat repressive

(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi;

2. Non penal (di luar hukum pidana), yaitu lebih menitikberatkan pada sifat

preventive (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.9

8

(25)

10

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan

istilah-istilah yang ingin atau yang diteliti. 10

Berikut ini dibahas mengenai konsep atau arti dari beberapa istilah yang

digunakan dalam penulisan skripsi:

a. Penegakan hukum pidana adalah upaya untuk menerjemahkan dan

mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu

hukum pidana menurut Van Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan

yang dianut oleh Negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum,

yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (on recht) dan mengenakan nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan

tersebut.11

b. Identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian

harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok

atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Identitas juga

merupakan keseluruhan atau totalitas yang menunjukan ciri-ciri atau

keadaan khusus seseorang atau jati diri dari faktor-faktor biologis,

psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkahlaku individu.12

9

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.42

10

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Rajawali Pers, 1986, hlm. 132. 11

Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, 1986, hlm. 60 12

(26)

11

c. Palsu memiliki arti tidak tulen; tidak sah; tiruan; gadungan; curang; tidak

jujur; sumbang.13

d. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran:

Pasal 1 ayat (2) yaitu :

Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan

dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi

baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik

Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis

besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut:

I. Pendahuluan

Berisi pendahuluan penyusunan proposal skripsi yang terdidi dari latar

belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan,

kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. Tinjauan Pustaka

Berisi tinjuan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan

dengan penyusunan skripsi yaitu penegakan hukum pidana terhadap

seseorang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter, serta sanksi

hukum dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dan

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

13

(27)

12

III. Metode Penelitian

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, yang terdiri dari pendekatan

masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data,

serta analisis data.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat

dalam penelitian, terdiri dari deskripsi Penegakan Hukum Pidana terhadap

orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter berdasarkan

Undang—Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

V. Penutup

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan

penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang diajukan

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum pidana adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang

mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control), kedamaian pergaulan.1

Pengertian penegakan hukum juga diartikan penyelenggalaan hukum oleh petugas

penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai

dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.

Sedangkan penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,

hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi

masyarakat. Para penegak hukum harus mampu berkomunikasi dan mendapatkan

pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu membawa atau menjalankan

sesuai yang menjadi perannya.

Pada prakteknya penyelenggaraan penegakan hukum dilapangan, seringkali

terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal itu dikarenakan

konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan

1

(29)

14

kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normative.

Oleh karena itu suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan

hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau

tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Penegakan hukum pidana harus

melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai usaha atau sebagai proses rasional

yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang merupakan

suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak termasuk dari nilai-niali dan

bermuara pada pidana dan pemidanaan.

Adapun tahap-tahap dalam penegakan hukum pidana, yaitu :

a. Tahap Formulasi

Yaitu tahap penegakan hukum in abstracto oleh pembuat Undang-Undang tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan legislative.

b. Tahap Aplikasi

Yaitu penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai

dari kepolisian, TNI sampai pengadilan. Tahap ini dapat pula disebut tahap

kebijakan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan

serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat

oleh pembuat undang-undang.

c. Tahap Eksekusi

Tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat

pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas

menegakkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh

(30)

15

dalam keputusan pengadilan. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan

eksekutif atau administratif.2

Semua komponen bangsa dan hukum hanya boleh ditegakkan oleh

golongan-golongan tertentu saja, seperti aparatur Negara, polisi, pengacara, para eksekutif

maupun masyarakat. Menurut M. Friedmann dalam proses bekerjanya aparatur

penegak hukum itu terdapat 3 (tiga) elemen penting yang mempengaruhi, yaitu :

a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana

pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;

b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai

kesejahteraan aparatnya;

c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun

yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum

materinya maupun hukum acaranya.

Upaya penegakan hukum secara sistematis haruslah memperhatikan ketiga aspek

itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri

secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

Menurut Sudarto system peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana

dalam bentuk yang bersifat :

1. Penegakan hukum preventif, usaha pencegahan kejahatan agar pelaku

kejahatan tidak melakukan kejahatan

2. Penegakan hukum represif, suatu tindakan yang dilakukan aparat penegak

hukum dalam menangani suatu kejahatan

2

(31)

16

3. Penegakan hukum kuratif, suatu penanggulangan kejahatan yang lebih

menitikberatkan pada pencegahan tindakan terhadap orang yang melakukan

kejahatan.3

Menurut G.P Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh

dengan:

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application) b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan

pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment/media massa)

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy).4

Upaya penanggulangan kejahatan, dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

a. Penal (hukum pidana), yaitu lebih menitikberatkan pada sifat repressive

(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi;

b. Non penal (di luar hukum pidana), yaitu lebih menitikberatkan pada sifat

preventive (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.5

3

Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Fakultas Hukum UNDIP, 1990, hlm. 35 4

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan kejahatan, Jakarta; Kencana, 2008, hlm. 77

5

(32)

17

Ada beberapa alasan penggunaan penal (hukum pidana) sebagai sarana

penanggulangan kejahatan, dikemukakan oleh :

a. Roeslan Saleh :

1) Perlu tidaknya hukum pidana tidak terletak pada persoalan tujuan-tujuan

yang hendak dicapai tetapi terletak pada persoalan seberapa jauh untuk

mencapai tujuan itu boleh menggunakan paksaan; persoalannya bukan

terletak pada hasil yang akan dicapai, tetapi dalam pertimbangan antara

nilai dari hasil dan nilai dari batas-batas kebebasan pribadi masing-masing.

2) Ada usaha-usaha perbaikan atau perawatan yang tidak mempunyai arti

samasekali bagi si terhukum dan di samping itu harus ada reaksi atas

pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukan itu dan tidaklah

dapat dibiarkan begitu saja

3) Pengaruh pidana atau hukum pidana bukan semata-mata ditujukan kepada

si penjahat, tetapi juga untuk mempengaruhi orang yang tidak jahat, yaitu

warga masyarakat yang mentaati norma-norma masyarakat.

b. H.L. Packer :

1) Sanksi pidana sangatlah diperlukan; kita tidak dapat hidup, sekarang

maupun dimasa yang akan datang tanpa pidana

2) Sanksi pidana merupakan alat atau sarana yang terbaik yang tersedia yang

kita miliki untuk menghadapi bahaya besar dan segera serta untuk

menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya itu

3) Sanksi pidana suatu ketika merupakan “penjamin yang utama atau terbaik”

(33)

18

manusia. Ia merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat-hemat

dan digunakan secara manusiawi. Sebaliknya ia merupakan pengancam

apabila digunakan secara sembarangan dan secara paksa.

Dengan demikian, sekiranya kebijakan penanggulangan kejahatan (politik

kriminal) dilakukan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka

kebijakan hukum pidana (penal policy), khususnya pada tahap kebijakan yudikatif/aplikatif (penegakan hukum pidana in concreto) harus memperhatikan

dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa social walfare dan social defence.6

Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan

integral; ada keseimbangan sarana penal dan nonpenal. Dilihat dari sudut politik

kriminal kebijakan paling strategis melalui sarana nonpenal, karena lebih bersifat

preventif dan karena kebijakan penal mempunyai keterbatasan/kelemahan (yaitu

bersifat fragmentaris/simplistis/tidak struktural fungsional; simptomatik/tidak

kausatif/tidak eliminatif; individualistik atau offender-oriented/tidak victim-oriented; lebih bersifat represif/tidak preventif; harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi).7

Menurut Joseph Golstein penegakan hukum dapat dibagi ke dalam 3 (tiga)

kerangka konsep, yaitu:

1. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut

6Ibid

7Ibid,

(34)

19

ditegakkan tanpa terkecuali. Penegakan hukum secara total ini tidak mungkin

dilakukan, sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara

pidana maupun peraturan yang lainnya;

2. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan

sebagainya demi perlindungan kepentingan individu;

3. Konsep penegakan hukum yang bersifat actual (actual enforcement concept) muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan hukum, karena

kepastian baik yang terkait dengan sarana-prasarana, kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM), kualitas perundang-undangan dan kurangnya partisipasi

masyarakat.8

B. Dokter

Dokter (dari bahasa Latin yang berarti "guru") adalah seseorang yang karena

keilmuannya berusaha menyembuhkan orang-orang yang sakit. Tidak semua

orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter

biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam

bidang kedokteran.9

Secara operasional, definisi “Dokter” adalah seorang tenaga kesehatan (dokter)

yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk

menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis

penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat

mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi

serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan

8

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm. 157

9

(35)

20

prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung

jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya

adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan

kedokteran.10

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran:

Pasal 1 ayat (2) yaitu :

“Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan

dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi

baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik

Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai

dokter dan mempunyai fungsi dan peran sebagai dokter manakala yang

bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah menyelesaikan pendidikan

dokter baik diluar maupun didalam negeri yang biasanya dibuktikan dengan ijazah

atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain orang disebut sebagai dokter

bukan dari keahlian turun temurun, melainkan melalui jenjang pendidikan dokter.

Selain dengan pendidikan diperlukan juga sumpah/janji sebagai dokter. Dari

sumpah yang diucapkan seseorang untuk menjadi dokter, jelas disana bahwa

profesi kedokteran adalah profesi kemanusiaan, yang tidak mendahulukan motif

untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan tugasnya. Dan perlu diketahui,

seseorang belum bisa disebut dan diakui sebagai dokter bila belum mengucapkan

10

(36)

21

sumpah atau janji dokter yang telah dibuat 2500 tahun yang lalu oleh Hipokrates

itu. Sumpah yang hanya diucapkan dan ditandatangani sekali seumur hidup

selama karirnya sebagai dokter pada saat pelantikan dokter itu, tidak hanya secara

simbolis dan formal, tetapi juga mengikat seorang dokter ketika bekerja

/berpraktik sebagai dokter. Tanpa sumpah/janji dokter, seseorang yang sudah

dinyatakan lulus pendidikan dokter tidak akan bisa berpraktik sebagai dokter

secara legal, karena sumpah dokter dibutuhkan dalam persyaratan memperoleh

Surat Tanda Regitrasi (STR) sebagai dokter.11

Diatas telah dijelaskan bahwa dokter adalah sebuah pekerjaan profesi. Pada

umunya pekerjaan profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pendidikan sesuai standar internasional 2. Mengutamakan panggilan kemanusiaan

3. Berlandaskan etik profesi, mengikat seumur hidup 4. Legal melalui perizinan

5. Belajar sepanjang hayat

6. Anggota bergabung dalam suatu organisasi profesi12

Di masyarakat, dokter sangatlah besar pengaruhnya untuk meningkatkan kualitas

kesehatan terutama dalam penyembuhan sebuah penyakit. Berhasilnya upaya

kesehatan menyebabkan munculnya pola penyakit yang berbeda sehingga peran

dokter dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan pun berubah. Dalam upaya

kuratif,dokter masa kini harus siap untuk menolong pasien, bukan saja yang

berpenyakit akut tetapi juga yang berpenyakit kronis,penyakit degeneratif dan

harus siap membantu kliennya agar dapat hidup sehat dalam kondisi lingkungan

11

Triharnoto, The Doctor, Yogyakarta: Pustaka Angrek, 2009, hlm.33 12

(37)

22

yang lebih rumit masa sekarang ini. Untuk itu ia harus mengenal kepribadian dan

lingkungan pasiennya.

Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi

atau kompetensi utama, yaitu:

1. Keterampilan komunikasi efektif

2. Keterampilan klinik dasar

3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran

4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.

5. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi

6.

Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat

7.

Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.13

Ketujuh area kompetentsi itu sebenarnya adalah kemampuan dasar seorang dokter

yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut basic

medical doctor.Dokter berfungsi untuk menyelenggarakan upaya pemeliharaan

kesehatan dasar paripurna dengan menggunakan pendekatan menyeluruh untuk

memecahkan masalah yang dihadapi oleh individu dalam keluarga dan oleh

setiapanggota keluarga dalam kelompok masyarakat yang memilihnya sebagai

mitra utama pemeliharaan kesehatan.14

Selain itu dokter juga memiliki tugas. Tugas yang di embankan kepada seorang

dokter, antara lain:

1. Menangani masalah kesehatan perorangan atau individu, misalnya memeriksa pasien, mendiagnosis penyakit, melakukan konsultasi memberikan pengobatan

(38)

23

yang tepat, melakukan pencatatan (rekam medis), memberikan surat berbadan sehat, dan memberikan surat keterangan sakit.

2. Memberikan pelayanan kedokteran kepada pasien baik ketika dalam keadaan sehat maupun sakit.

3. Memberikan tindakan awal atau kegawatdaruratan pada pasien tertentu sebelum dikirim ke rumah sakit

4. Melakukan rujukan kepada dokter spesialis untuk pasien yang membutuhkan, termasuk pengiriman kerumah sakit.

5. Melakukan pembinaan terhadap keluarga pasien.

6. Berperan dalam pengelolaan kesehatan keluarga dan masyarakat.15

C. Tindak Pidana Penggunaan Identitas Palsu Sebagai Dokter

Strafbaar feitmerupakan istilah dari bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik,

perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata

strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.16

Tindak pidana merupakan suatu pengertian yang yuridis, lain halnya dengan

kejahatan yang biasa diartikan secara yuridis ataupun kriminologis. Istilah tindak

pidana adalah terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit atau

Delict.17Beberapa sarjana memberikan pengertian perbuatan pidana, tindak pidana ataupun strafbaar feit, diantaranya menurut R. Soesilo mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan undang-undang

15

Nur Farida, Medical Professional, Jakarta: Grasindo, 2009, hlm.36 16

Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag I, Jakarta: Grafindo, 2002, hlm. 69. 17

(39)

24

yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau

mengabaikan itu diancam dengan pidana.18 Menurut Moeljatno perbuatan pidana

adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan

tersebut.

Menurut Soedjono kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau

bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah hukum, tegasnya

perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan kaidah hukum dan tidak

memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah

hukum yang berlaku dalam masyarakat.19 Sedangkan Wirjono Projodikoro

menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan hukuman pidana.20 Lalu Simons dalam bukunya merumuskan

Strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya

yang dinyatakan dapat dihukum.21

Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah

(fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan

karenanya.22 Duet Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus

bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling

(perbuatan manusia), Strafbaar gesteld (diancam dengan

18Ibid

. hlm.5 19

Soedjono.D, Ilmu Kejiwaan Kejahatan, Bandung: Karya Nusantara, 1977, hlm. 15. 20

Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco, 1986, hlm. 50. 21

Simons, Pelajaran Hukum Pidana, Bandung: Pioner Jaya, 1992, hlm. 127. 22

(40)

25

pidana),toerekeningvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab), dan adanya schuld (terjadi karena kesalahan).23

Moeljatno menyebutkan bahwa perbuatan pidana terdiri dari lima elemen. Yaitu

kelakuan dan akibat (perbuatan), hal ikhwal atau keadaan yang menyertai

perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum

yang subjektif, dan unsur melawan hukum yang objektif.24 Moeljatno

membedakan unsur tindak pidana berdasarkan perbuatan dan pelaku dapat dibagi

dalam dua bagian yaitu:

1. Unsur Subjektif berupa :

a. Perbuatan manusia

b. Mengandung unsur kesalahan

2. Unsur Objektif berupa :

a. Bersifat melawan hukum

b. Ada aturannya25

Menurut M. Bassar Sudrajad unsur-unsur yang terkandung dalam suatu delik

adalah terdiri dari :

a. Unsur melawan hukum

b. Unsur merugikan masyarakat

23

Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita, 2007, hlm. 38.

24

Ibid, hlm. 69. 25Ibid

(41)

26

c. Dilarang oleh aturan hukum pidana

d. Pelakunya dapat diancam pidana26

Walaupun pendapat dari rumusan berbeda-beda namun pada hakikatnya ada

persamaannya, yaitu tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai

perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya (pelaku). Perbuatan

pidana memiliki beberapa unsur yang tanpa kehadiran unsur tersebut maka

perbuatan pidana tidaklah bisa disebut sebagai delik atau perbuatan pidana.

Pertama perbuatan pidana merupakan perbuatan manusia. Kedua, bersifat

melawan hukum.

Kedua unsur inilah yang disepakati oleh hampir seluruh sarjana hukum. Selain itu

ada beberapa unsur penting yang meski tidak disepakati oleh seluruh sarjana,

namun merupakan bagian penting dari perbuatan pidana. Pertama kesalahan baik

berupa kesengajaan ataupun kelalaian. Kedua, hal ikhwal yang terdapat dalam

rumusan KUHP yang tanpa adanya keadaan tersebut sebuah perbuatan pidana

tidak dihitung pernah terjadi.27

Identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah;

ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu

sehingga membedakan dengan yang lain. Identitas juga merupakan keseluruhan

atau totalitas yang menunjukan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati

26

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Grafindo, 2002, hlm. 78. 27

Nis, Miftah Lan, Pengertian dan unsur-unsur Tindak Pidana. 25 November 2013.

(42)

27

diri dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari

tingkahlaku individu.

Pengertian tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat kita

lihat dalam penjabaran pasal dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran yaitu diantaranya adalah :

a. Pasal 77 menyatakan :

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau

bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang

bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda

registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin

praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak

Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

b. Pasal 78 menyatakan :

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan

seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter yang telah memiliki

surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat

izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (2) di pidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak

(43)

28

Selain itu yang berkaitan dengan penggunaan identitas palsu/pemalsuan juga

terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di dalam KUHP

istilah pemalsuan ini dikenal sebagai tindak pidana penipuan dengan catatan

bahwa kebohongan itu dibarengi dengan tindakan yang bermaksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada yang

menjelaskan tentang penggunaan identitas palsu sebagai dokter secara khusus.

Namun setelah penulis membaca dan menelaah Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP), penulis menganalisis bahwa perbuatan penggunaan identitas

palsu ini termasuk penipuan. Sebagaimana tercantum dalam pasal 378 KUHP

yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau

martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,

menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,

atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam

karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Dalam penjelasan pasal diatas terdapat unsur-unsur, diantaranya sebagai berikut:28

1. Unsur Barangsiapa

28

(44)

29

Perumusan unsur “barangsiapa” dalam KUHP menunjuk pada subyek hukum

sebagai pelaku daripada suatu delik, yaitu “setiap orang” yang dipandang

mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut hukum.

2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain secara

melawan hukum

Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah si

pembuat/pelaku atau orang lain menikmati hasil perbuatannya baik secara

langsung maupun tidak langsung. Dengan melawan hak atau melawan hukum

dalam hal ini yaitu tidak berhak atau bertentangan dengan hukum. Selain itu

melawan hukum artinya meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam

perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela

karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial

dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

3. Unsur dengan memakai tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan

“Tipu muslihat” merupakan perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, yang

dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang

keliru dan memaksa orang untuk menerimanya.Yang dimaksud dengan “tipu

muslihat” adalah suatu tindakan yang dapat disaksikan oleh orang lain baik

disertai maupun tidak disertai dengan suatu ucapan, yang dengan tindakan itu

siperti menimbulkan suatu kepercayaan akan sesuatu atau pengharapan bagi

orang lain sedangkan yang dimaksud dengan “rangkaian kebohongan” adalah

beberapa keterangan yang saling mengisi yang seakan-akan benar isi

keterangan itu, pada hal tidak lain daripada kebohongan, isi masing-masing

(45)

30

4. Unsur menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang barang

kepadanya

Bahwa yang dimaksud dengan “menggerakkan” (bewegen) disini adalah

tergeraknya hati si korban dan mau melakukan suatu perbuatan, disini tiada

“permintaan dengan tekanan” kendati menghadapi suatu sikap ragu-ragu dari

si korban.

Bahwa untuk adanya suatu “penyerahan” itu adalah cukup apabila suatu benda

itu telah dilepaskan, tidak tergantung pada masalah berapa lama si pelaku

ingin menguasasi benda tersebut dan tidak bergantung pula pada masalah apa

yang akan diperbuat oleh si pelaku dengan benda itu.

Dengan demikian untuk dapat menyatakan bahwa seseorang sebagai pelaku

kejahatan penipuan, Majelis Hakim Pengadilan di sidang Pengadilan harus

melakukan pemeriksaan dan membuktikan secara sah dan meyakinkan apakah

benar pada diri dan perbuatan orang tersebut telah terbukti unsur-unsur tindak

(46)

III. METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya, maka diperlukan suatu metodologi yang merupakan suatu usaha

untuk menyelidiki dan menemukan serta mengungkap kebenaran suatu

pengetahuan secara ilmiah.

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis

normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah

pendekatan dengan cara menelaah kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan,

yang berhubungan dengan masalah yang akan di teliti, sedangkan pendekatan

yuridis empiris dilakukan dengan cara mendapatkan keterangan langsung dari

responden di lapangan.1

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1

(47)

32

1. Data Premier

Data premier adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan

penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk

mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber

hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder

dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan hukum premier

Bahan hukum premier bersumber dari:

(1) Undang-Undang Nomor29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

(2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

(3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang

melengkapi hukum premier dan peraturan perundang-undangan lain yang

sesuai dengan masalah dalam penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti

teori/pendapat para ahli dalam berbagai literature/buku hukum,

(48)

33

C. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber yang menjadi sumber informasi

mengenai mengenai permasalahan yang dibahas. Narasumber ini adalah sebagai

berikut:

1. Penyidik Polresta Bandar Lampung : 1 orang

2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lampung : 1 orang

3. Ketua IDI Provinsi Lampung : 1 orang

Dengan demikian jumlah seluruh narasumber sebanyak : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil penelitian ini, digunakan prosedur

pengumpulan data yang terdiri dari :

1. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi

kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan

cara membaca, mengutip, dan menelaah literatur-literatur yang menunjang

peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan ilmiah lainnya

(49)

34

2. Data Premier

1) Observasi

Yaitu pengumpulan data secara langsung terhadap objek penelitian,

untuk memperoleh data yang valid dengan menggunakan metode

observasi yang dilaksanakan di Polresta Bandar Lampung.

2) Wawancara (Interview)

Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara

(Interview) secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan yang

bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut dilakukan dengan

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai sesuai

dengan objek penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam

penelitian.

Wawancara tersebut dilakukan dengan petugas Polresta Bandar

Lampung.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah pengolahan data, yaitu kegiatan

merapikan dan menganalisa data tersebut, kegiatan ini meliputi kegiatan

seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui

kelengkapannya. Klasifikasinya atau pengelompokan data secara sistematis.

Kegiatan pengolahan data dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Editing data, yaitu memeriksa atau meneliti data yang keliru, menambah

(50)

35

2. Klasifikasi data, yaitu penggolongan atau pengelompokan data menurut

pokok bahasan yang telah ditentukan.

3. Sistematis data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

sistematis hingga memudahkan interpretasi data.

E. Analisis Data

Proses analisa data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan

mengenai perihal di dalam rumusan masalah serta hal-hal yang diperoleh dari

sesuatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisa data ini, rangkaian data

yang telah tersusun secara sistematis menurut klasifikasinya kemudian diuraikan

dan dianalisis secara analisis kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian

terhadap data yang dimaksud menurut kenyataan yang diperoleh di lapangan dan

disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat per kalimat. Kemudian dari hasil

analisa data tersebut di interpretasikan ke dalam bentuk kesimpulan yang bersifat

(51)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat

dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu

sebagai dokter dilakukan oleh aparat penegak hukum. Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah meletakan kebijakan hukum

pidana terhadap tindak pidana penggunaan identitas palsu sebagai dokter

atupun orang yang bertindak memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat seolah-olah dirinya adalah dokter yang telah memiliki tanda

registrasi dokter dan surat izin praktik, dan menetapkan sanksi terhadap

tersangka. Upaya penegakan hukum terhadap orang yang menggunakan

identitas palsu sebagai dokter yang dilakukan dimulai dari adanya laporan dari

korban kepada pihak kepolisian, yang kemudian dilanjutkan dengan proses

pemeriksaan dan penyidikan. Setelah pemeriksaan dan penyidikan dilakukan,

proses dilanjutkan kepada pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang

melakukan tuntuan terhadap tersangka. Sampai saat ini aparat penegak hukum

sudah melakukan tugasnya dengan baik sehingga kasus tindak pidana

penggunaan identitas palsu sebagai dokter dapat ditanggulangi dan

(52)

57

berlaku dan hukuman yang diterima oleh terdakwa sudah di sesuaikan dengan

tindak pidana yang dilakukan dengan pertimbangan oleh hakim .

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum antara lain

faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas,

faktor masyarakat dan faktor budaya. Faktor masyarakat merupakan faktor

dominan yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap

orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter. Dimana masyarakat

memegang peran penting dalam membantu aparat penegak hukum dalam

menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengungkap kejahatan

khususnya terhadap orang yang menggunakan identitas palsu sebagai dokter,

sehingga dapat terwujudnya ketertiban dan kesejahteraan bagi masyarakat.

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini,

maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana terhadap orang yang menggunakan identitas palsu

sebagai dokter maupun tindak pidana lainnya diharapkan bisa berjalan lebih

baik lagi. Dengan adanya peran aktif, kejujuran dan ketelitian dari aparat

penegak hukum. Keberhasilan dalam penegakan hukum yang dilakukan

kepada para pelaku tindak pidana tentunya akan membawa ketentraman dan

(53)

58

2. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaranakan pentingnya memberikan

informasi kepada aparat penegak hukum apabila mengetahui adanya sebuah

tindak pidana yang sedang terjadi, sehingga upaya penegakan hukum terhadap

pelaku tindak pidana dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku/Literatur

Amir, Amri dan M. Jusuf Hanifah. 2008 Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta: EGC

Arief,Barda Nawawi. 2008Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan kejahatan, Jakarta; Kencana.

_________________. 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Chazawi, Adami. 2002.Pengantar Hukum Pidana Bag I, Jakarta: Grafindo. Cristhine Cansil dan Cansil, 2007.Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya

Paramita.

Effendy Nasrul, 1998.Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Budi RizkiHusindanKadirHusin, 2012. BukuAjaranSistenPeradilanPidana, Bandar Lampung: Universitas Lampung

Moeljatno. 2008.Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Muladi dan Barda NawawiArief. 1984. Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung. Alumni.

___________________________. 1992.Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum,., Bandung,. Maju Mundur.

(55)

Rahardjo, Satjipta., 1983.MasalahPenegakanHukumSuatuTinjauanSosiologis, Jakarta; BadanPembinaanHukumNasionalDepartemenKehakiman.

Simons. 1992.Pelajaran Hukum Pidana, Bandung: Pioner Jaya.

Soedjono, D. 1977.Ilmu Kejiwaan Kejahatan, Bandung: Karya Nusantara.

Soekanto, Soerjono. 1983..Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT. Rajawali. Bandung.

_________________. 2007 . Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Cetakan ke 3

Soesilo. R. 1984.Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bogor: Politae.

Sudarto, 1990. Hukum Pidana I .Fakultas Hukum UNDIP, Semarang. Triharnoto, 2009.The Doctor, Yogyakarta: Pustaka Angrek.

B.Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

C.Sumber lain

http://id.wikipedia.org/wiki/Dokter. Diakses Kamis 3 Juli 2014

http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter/. Diakses kamis 3 Juli 2014

http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter-dan-tugas-dokter/. Diakses Kamis 3 Juli 2014

http://www.medpp.com/artikel/software-praktek-dokter/49/peran-dan-fungsi-dokter-di-masyarakat.html. Diakses Sabtu 5 juli 2014

Referensi

Dokumen terkait

Sistem fonologi dalam pembahasan ini mencakup identifikasi fonem segmental dan pembuktian fonem, distribusi fonem, vokal rangkap, gugus konsonan, dan pola persukuan.Masalah

Peran pendidikan sangat penting dalam pembentukkan karakter bangsa karena melalui pendidikan generasi bangsa akan ditunjukkan jalan yang harus ia capai supaya berguna pada

Mr McFarland may think he’s too old to be a wolf, but what his parole officer doesn’t know is that Morris has already killed three people, and driving a car isn’t the only

[r]

pada aplikasi pengelolaan BOP SD Praja Mukti pegawai menginputkan tahun ajaran.. dan nomer induk siswa kemudian proses penyimpanan data pembayaran ke dalam.

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul Pola Distribusi Penyu Lekang ( Lepidochelys olivacea ) Berdasarkan Struktur Genetik di Teluk Cendrawasih, Pulau

Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra, Indonesia, dan Daerah serta Pembimbing II yang berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian tentang pengaruh brand awareness, kualitas proyek, dan kepercayaan terhadap keputusan