• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI POLISI (Studi Putusan No. 1287Pid.B2014PN-Tjk) (Jurnal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI POLISI (Studi Putusan No. 1287Pid.B2014PN-Tjk) (Jurnal)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS

PALSU SEBAGAI POLISI

(Studi Putusan No. 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk)

(Jurnal)

Oleh Devanda

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS

PALSU SEBAGAI POLISI

(Studi Putusan No. 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk)

Oleh

Devanda, Erna Dewi, Firganefi Email : devanda12355@gmail.com

Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu, dan keadaaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Salah satu contoh pelaku berinisial MCA yang melakukan tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tersebut. Pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer didapat dari narasumber yakni Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam putusan perkara nomor : 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk yaitu terdakwa dalam hal ini mampu bertanggungjawab atas kesalahannya sesuai Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan, terdakwa juga sudah cukup dewasa, tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa karena terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa, tidak ada alasan pembenar yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dikaitkan antara 3 aspek yaitu pertimbangan yuridis, pertimbangan filosofis dan pertimbangan sosiologis. Hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan keyakinan harus mempunyai dasar yaitu Pasal 183 KUHAP dan Pasal 39 KUHAP terpenuhinya alat bukti dan barang bukti yang digunakan oleh terdakwa, hakim juga harus teliti dalam mengambil suatu keputusan yang tegas dan tidak hanya merugikan salah satu pihak. Saran dalam penelitian ini adalah agar mendapat hukuman yang maksimal agar menimbulkan efek jera bagi pelaku serta harus melaksanakan pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan.

(3)

ABSTRACT

THE CRIMINAL LIABILITY OF PERPETRATOR OF A FRAUD CRIME USING FALSE IDENTITY OF POLICE OFFICER

(A Study on Verdict No. 1287 / Pid.B / 2014 / PN-Tjk)

By

Devanda, Erna Dewi, Firganefi Email : devanda12355@gmail.com

Fraud is a criminal action of tricks, a series of lies, false identity, and false circumstances with the intention of benefiting oneself with no rights. One example of the crime was a perpetrator with initial MCA who commited a fraud crime using a false identity as a police officer. The problems in this research are formulated as follows: how is the criminal liability of a fraud crime using false identity as police officer? and what are the basis of judges' consideration in the court judgement? The approaches used in this research were normative and empirical approaches. The primary data were obtained from a Judge of the District Court of Tanjung Karang and a Lecturer at Criminal Law Faculty of Lampung University. While the secondary data were collected from library research. Based on the result and discussions of the research, based on the verdict number 1287 / Pid.B / 2014 / PN-Tjk, the defendant was able to call for account for his mistake according to Article 378 of the Book of Criminal Code with imprisonment for 9 (nine) months, the defendant also seemed mature that there was no excuse for apology because the defendant was in a good health and never experience any mental disorder, there was no excuse for justification because the defendant was not under the order of office. The basis of judges' considerations in the court judgement was related with 3 aspects, namely juridical considerations, philosophical considerations and sociological considerations. The judges shall not decide the case merely based on beliefs, they must refer to a basis as stipulated in Article 183 of The Book of Criminal Procedure Code and Article 39 of The Book of Criminal Procedure Code regarding fulfillment of means of proof and real evidence used by the defendant, the judges must also be careful in taking a decisive decision and not to harm one party. It is suggested that the perpetrator must receive the maximum punishment in order to cause deterrent effect and must carry out criminal liability for the crime he committed.

(4)

I. PENDAHULUAN

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan memper-tanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menujukan pandangan normative mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut.1

Penipuan berasal dari kata tipu yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari keuntungan. Tindakan penipuan merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain sehingga termasuk dalam tindakan yang dapat dikenakan hukum.2

Tindak pidana penipuan sangatlah sering terjadi dilingkungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan atau keuntungan seseorang dapat melakukan suatu tindak pidana penipuan. Di Indonesia seringnya terjadi tindak pidana penipuan dikarenakan banyak faktor-faktor yang mendukung terjadinya suatu tindakan penipuan, misalnya karena kemajuan teknologi sehingga dengan mudah melakukan tindakan penipuan, keadaan ekonomi yang kurang sehingga memaksa

1 Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana

Indonesia.Sinar Baru.bandung. 1984. hlm.1

2

Suduthukum.com , Pengertian tindak pidana penipuan,

www.suduthukum.com/2017/04/pengertian-tindak-pidana-penipuan.html

seseorang untuk melakukan penipuan, terlibat suatu utang dan lain sebagainya.

Kejahatan penipuan di dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

“Barangsiapa dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya, atau memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun”.

Hukum pidana positif di Indonesia saat ini bersumber/berinduk pada KUHP buatan belanda (WvS), tetapi dalam penegakan hukum harusnya berbeda dengan penegakan hukum pidana seperti zaman belanda. Hal ini wajar karena kndisi lingkungan atau kerangka hukum nasional (national legal framework) sebagai tempat

dioperasi-onalisasikannya WvS (tempat

dijalankanya mobil) sudah berubah. Menjalankan mobil (WvS) di belanda atau di jaman belanda tentunya berbeda dengan di zaman republik indonesia. Penegakan hukum pidana positif harus berada dalam konteks ke Indonesia-an (dalam konteks sistem hukum nasional/

national legal framework) dan bahkan

dalam konteks bangnas dan

bangkumnas.3

Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP) saat ini berlaku merupakan warisan pemerintah kolonial belanda. Pertimbangan praktis pemberlakuan KUHP semula berasal dari Wetboek van

3Barda nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, Bandung, PT Citra Aditya

(5)

Starftrecht (WvS) hanya didasarkan usaha untuk mencegah kekosongan

hukum (rechtsvacuum) dengan

beberapa perubahan dan penyesuaian.4

Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan untuk mengetahui sesuatu upaya yang dipergunakan oleh si pelaku itu dapat menimbulkan perbuatan penipuan atau tindak pidana penipuan, haruslah diselidiki apakah orang yang melakukan atau pelaku tersebut mengetahui bahwa upaya yang dilakukannya bertentangan dengan kebenaran atau tidak5. Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana penipuan biasanya melakukan beberapa cara antara lain dengan identitas palsu, penulis mengangkat beberapa kasus yang ada di media elektronik sebagai berikut:

Contoh kasus:

Polisi gadungan bernama Muhammad Cahya Aditya Ramadhan mengaku sudah 11 kali melakukan penipuan, hampir semua aksinya ia lakukan di depan kantor polisi dan markas tentara. Cahya mengaku sudah lima kali menipu di Markas Polresta Bandar Lampung, empat kali di depan Polsek Tanjung Karang Barat, satu di depan markas kodim dan satu kali di depan kampus Teknokrat. seiap beraksi Cahya selalu mengenakan kaos polisi, ia mengaku memakai baju polisi untuk meyakinkan korban-korbannya yang telah ia tipu.6 Kasus ini sudah diputus oleh hakim pengadilan negeri tanjung karang

dengan nomor perkara:

1287/Pid.B/2014/PN-Tjk.

4 M Ali Zaidan. Menuju Pembaharuan Hukum Pidana . Sinar Grafika. Jakarta. 2015.hlm.7. 5 http://saifudiendjsh.blogspot.co.id/2014/02 /pengertian-tindak-pidana-penipuan.html

6

Lampung.tribunnews.com,Dengan modal kaus

polisi cahya sukses dalam aksi tipu-tipu,

http://lampung-tribunnes.com/2014/09/04/ dengan-modal-kaus-polisi-cahya-sukses-dalam-aksi-tipu-tipu

Mungkin selain kasus di atas masih banyak lagi orang yang menggunakan identitas palsu sebagai polisi dengan menggunakan atribut seperti kartu tanda anggota, pakaian dinas harian/lapangan, baret, sepatu pdh/pdl maupun kaos seragam polisi dan menyerupai ciri-ciri anggota polisi dengan tindak pidana yang berbeda-beda.

Penulis tertarik pada kasus yang kedua karena pelaku bertujuan membeli kaos polisi adalah untuk bergaya, dan ketika menggunakan kaos polisi agar orang percaya bahwa pelaku adalah polisi sehingga orang percaya lalu pelaku melakukan penipuan, pelaku melakukan tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi sekitar 11 (sebelas) kali dengan modus yang sama dengan mengaku sebagai anggota polisi.

Maksud dari kronologis pada kasus tersebut adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, serta serangkaian kebohongan dan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang dengan segala bujuk rayu. Dalam studi kasus perkara ini terdakwa terjerat Pasal 378 KUHP sehingga hakim memutuskan sanksi pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan terhadap pelaku.

Berdasarkan latar belakang di atas, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul:

“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap

Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Indentitas Palsu Sebagai

Polisi”.

(6)

merumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah

Pertanggung-jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi?

b. Apakah yang menjadi Dasar

Pertimbangan Hakim dalam

menjatuhkan putusan perkara terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi?

Pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer didapat dari narasumber yakni Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini didapat dari studi kepustakaan dan studi lapangan untuk mendapatkan data secara real. Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian bersifat khusus.

II. PEMBAHASAN

A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dengan Menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi.

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melarang larangan tersebut.7

Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

menyelesaikan konflik yang

ditimbulkan tindak pidana; memulihkan keseimbangan; mendatangkan rasa

damai dalam masyarakat;

Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi dilakukan dengan terpenuhi syarat-syarat dalam unsur kesalahan, yaitu pelaku melakukan tindak pidana, pelaku telah cakap atau dewasa menurut undang-undang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan mampu bertanggungjawab, adanya kesengajaan atau kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf, dan juga pembuktian dibutuhkan setelah terpenuhinya seluruh unsur kesalahan terhadap pelaku tindak pidana dengan dibutuhkannya alat bukti minimum yaitu dua alat bukti dan keyakinan hakim terhadap alat bukti tersebut.

Biasanya seseorang yang melakukan penipuan adalah menerangkan sesuatu yang seolah-olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya perkataannya itu

adalah tidak sesuai dengan

kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan orang yang menjadi

7

Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana. Angkasa. Jakarta.

(7)

sasaran agar diikuti keinginannya, sedangkan menggunakan nama palsu atau identitas palsu supaya yang bersangkutan tidak diketahui identitasnya.

Berdasarkan keterangan Rakhmad Febriyadi,SE selaku korban penipuan yang dilakukan oleh terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan, berawal dari korban yang memasang iklan menjual 1 (satu) unit handphone di OLX.Com dengan memasang nomor handphonenya, terdakwa mengirim sms kepada korban yang menyatakan terdakwa berminat dengan harga yang ditawarkan tanpa tawar menawar lagi dan janjian keesokan harinya untuk melakukan transaksi. Terdakwa mengaku sebagai Anggota Kepolisian untuk menipu korban dan menemuinya di kantor Polresta Bandar Lampung, dan terdakwa meminta korban unuk menemuinya di parkiran sepeda motor. Saat sampai di parkiran sepeda motor Polresta Bandar Lampung terdakwa datang dengan mengendarai sepeda motor dan memakai baju kaos dan celana panjang seragam polisi menghampiri korban dan kakak korban.

Terdakwa meminta diperlihatkan handphone tersebut lalu kakak korban turun membawa handpone milik korban, setelah handphone tersebut di pegang dan dilihat oleh terdakwa kemudian mengajak kakak korban ke depan ruangan Waka Polresta Bandar Lampung dengan alasan handphone tersebut akan ditunjukan kepada atasannya karena yang mau beli tersebut adalah atasan terdakwa, setelah sampai di depan ruangan Waka Polresta, handphone yang sudah dipegang terdakwa langsung dibawa kabur. Akibat perbuatan tersebut korban mengalami kerugian sebesar Rp.

4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).

Berdasarkan hasil penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas 1ATanjung Karang. Menurut Nirmala Dewita selaku Hakim di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung karang mengatakan bahwa pertanggungjawaban pidana bagi seorang yang melakukan tindak pidana dilakukan melalui proses peradilan pidana dengan diajukannya seseorang dimuka pengadilan untuk bisa mempertanggungjawabkan perbuatan-nya yang kemungkinan akan berakhir dengan putusan pidana, lepas dari segala tuntutan hukum ataupun pembebasan adalah karena adanya indikasi atau petunjuk bahwa seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang dituduhkan kepadanya.8

Hakim berpendapat dengan kenyataan yang ada bahwa pelaku yang melakukan tindak pidana penipuan yang merugikan orang lain ini dipandang sebagai pelaku tindak pidana secara yuridis ancaman atau pertanggungjawabannya adalah sama. Hakim harus lebih teliti lagi dalam kasus penipuan yang merugikan orang lain apakah murni unsur tindak pidana penipuan berdasarkan pasal 378 KUHP. Apakah pelaku benar-benar melakukan tindak pidana penipuan yang dapat merugikan orang lain berdasarkan Pasal 378 KUHP.9

Hakim melihat kemampuan

bertanggungjawab dari terdakwa bahwa, terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa atau terganggu karena penyakit sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 KUHP. Alasan pembenar dari terdakwa yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan atau

8

Nirmala Dewita. Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang 04/10/2017.

9

(8)

perintah instansi terkait dalam melakukan suatu tindak pidana.

Tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh terdakwa tidak dapat dibenarkan karena hanya menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang berupa perbuatan yang dengan maksud untuk mencari keuntungan diri sendiri dari orang lain, sehingga bersifat melawan hukum dan dapat dipidana. Secara keadilan seorang hakim harus memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menjatuhkan putusan sesuai dengan apa yang dilakukannya atau kapasitas dari pelaku dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pidana tersebut.

Menurut Sanusi Husin sebagai Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, pertanggungjawaban harus memenuhi unsur tindaki pidana. Ada perbuatan manusia, diancam dengan pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, orang yang mampu bertanggungjawab. Dalam kasus ini pelaku tersebut termasuk melawan hukum karena melakukan tindak pidana penipuan yang mengakibatkan ruginya orang lain. Tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh pelaku tidak dapat dibenarkan karena telah merugikan korban secara materil dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi sehingga pelaku dapat dipidana dengan dakwaan penipuan. Berdasarkan Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun.10

10

Sanusi Husin. Fakultas Hukum Universitas Lampung 09/10/2017.

Sanusi Husin juga menambahkan bahwa didalam pertanggungjawaban orang yang melakukan tindak pidana penipuan dalam kasus ini juga telah memenuhi unsur-unsur didalam Pasal 378 KUHP yaitu, perbuatan mengakibatkan ruginya orang lain baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuam, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun. Dan oleh sebab itu pelaku tersebut dinyatakan sudah

dapat diminta

pertanggung-jawabannya.11

Menurut pendapat penulis dalam hal ini terdakwa tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu

sebagai polisi mampu

bertanggungjawab karena dari perbuatan terdakwa melanggar ketentuan Pasal 378 KUHP dan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana tersebut, kemudian terdakwa melawan hukum artinya unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan pidana yang telah dilakukan terdakwa. Kemampuan bertanggungjawab pelaku yaitu terdakwa sudah cukup dewasa dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa karena terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa, tidak ada alasan pembenar yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan. Dari aspek pertanggungjawaban pidana diatas terdakwa memenuhi unsur-unsurnya, sehingga layak dipertanggungjawabkan perbuatannya.

Berdasarkan uraian, maka dalam hal pertanggungjawaban pidana terdakwa

11

(9)

terbukti melakukan tindak pidana yaitu penipuan yang mengakibatkan kerugian terhadap Rakhmad Febriyadi,SE Bin Hidayat Azhar. Hal ini dilihat dari alat bukti dari keterangan saksi dan barang bukti berupa 1 unit sepeda motor yamaha xeon putih BE 3424 BU, 1 unit STNK sepeda motor yamaha xeon warna putih dengan nomor STNK 0265404 dengan nomor BE 3072 BV an Mustain Sondakh, 1 potong kaos polisi warna coklat, 1 pasang sepatu pantopel warna hitam merk nava. Berdasarkan pemeriksaan didalam persidangan tidak terungkap adanya alasan pembenar dan pemaaf berdasarkan yang ditentukan Undang-Undang. Maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi

hukuman pidana berdasarkan

kesalahannya.

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan dengan menggunakan Identitas Palsu Sebagai Polisi.

Pertimbangan hakim atau pengadilan

adalah “gebonden vrijheid”, yaitu

kebebasan terikat/terbatas karena diberi batas oleh undang-undang yang berlaku dalam batas tertentu. Hakim memiliki

kebebasan dalam menetapkan

menentukan jenis pidana (straafsoort), ukuran pidana atau berat ringannya pidana, cara pelaksanaan pidana, dan kebebasan untuk menemukan hukum.12

Alasan pemberatan pidana yang dijatuhkan oleh hakim, terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan terbukti bersalah dipersidangan dan juga hal yang memberatkan terdakwa ini dapat dilihat dari masa proses penyelidikan, pemeriksaan hingga

12

Kanter,E.Y. dan S.R. Sianturi. Asas-Asas

Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya.

Alumni. Jakarta, 1982, hlm 51.

proses persidangan. Alasan pemberatan hakim dalam hal menjatuhkan pidana selama 9 (sembilan) bulan terhadap terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan dapat dilihat dari terdakwa sepanjang masa persidangan, keadaan yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan keadaan meringankan terdakwa mengakui terus terang perbuataannya dan tidak mempersulit jalannya persidangan. Demikian syarat bagi hakim untuk menjatuhkan putusan pidana terhadap suatu perkara pidana adalah:

1) Adanya alat bukti yang cukup dan sah.

2) Adanya keyakinan hakim.

Berdasarkan aspek yuridis Penuntut Umum menyampaikan tuntutan pidana yang pada pokoknya terdakwa di ancam pidana Pasal 378 KUHP. Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan. Hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa pelaku tindak pidana penipuan dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan.

Berdasarkan aspek sosiologis hakim telah menimbang berdasarkan aspek sosiologis lain yang berkaitan dengan perkara dengan menimbang fakta-fakta yang ada di persidangan dengan yaitu keterangan saksi, petunjuk dan keterangan terdakwa.

(10)

Terdakwa dikenakan pidana penjara yang dikaitkan berdasarkan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis. Putusan tersebut mempertimbangkan keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Hakim tidak boleh memutus perkara semata-mata hanya karena atas dasar teori intuisi dan instink, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wewenang keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang diputus dalam persidangan.

Penulis berpendapat, majelis hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa semestinya harus dengan keyakinan bahwa dengan pidana yang dijatuhkan akan efektif memberikan efek jera kepada terdakwa dan sesuai atas perbuatan yang telah dibuat terdakwa yang merupakan suatu perbuatan berlanjut. jika dibandingkan dengan ancaman maksimal pidana yang ada pada Pasal 378 KUHP yaitu pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pidana yang ringan kurang

menimbulkan efek jera kepada terdakwa mengingat perbuatan terdakwa dalam hal ini sudah berulang kali melakukan tindak pidana penipuan. Serta dampak dari tindak pidana penipuan sangat meresahkan masyarakat banyak, hakim juga seharusnya menitik beratkan pada perbuatan terdakwa yang merupakan perbuatan yang berulang kali.

Hukum pidana menarik untuk dijadikan contoh, justru karena dalam hubungan antara pemerintah (penegak hukum) dan warga negara (obyek hukum), kepastian hukum menjadi penting untuk memastikan perlindungan hak-hak warga negara. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang juga dapat ditemukan dasarnya dalam aturan konstitusi.

Pasal 1 Ayat 1 KUHP : Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

Pasal 281 Ayat 1 UUD 1945 : Hak untuk hidup, hak untuk disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Ketentuan-ketentuan pidana yang kemudian dianggap berlaku itu pun pada dasarnya masih bersifat abstrak. Ketentuan pidana mengatur bentuk perbuatan secara umum, sedangkan bagaimana ketentuan tersebut diterapkan, akan sangat bergantung pada bagaimana penilaian hakim.

Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Berdasarkan karakteristiknya, keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Apabila penegak hukum menitik beratkan kepada nilai keadilan sedangkan nilai

kemanfaatan kepastian hukum

(11)

secara yuridis harus diterapkan secara seimbang dalam penegakan hukum.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk menggali, kaedah hukum yang hidup dimasyarakat, Putusan pengadilan merupakan tanggungjawab hakim dalam melaksanakan tugasnya, untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya dimana pertanggungjawaban tersebut tidak hanya dijatuhkan kepada hukum, dirinya sendiri ataupun masyarakat luas, tetapi yang lebih penting bagi keputusan itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang dalam hal perkara yang tertuang dalam putusan nomor : 1287/Pid.B/2014/PN-TK. Menurut Nirmala Dewita selaku hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang bahwa dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum adalah dakwaan tunggal artinya dakwaan ini merupakan hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, maka hakim harus mempertimbangkan kesalahan yang dapat dipertanggung-jawabkan oleh terdakwa dimuka persidangan.

Hakim menitik beratkan pada teori tentang unsur-unsur perbuatan pidana, yaitu :

1. Perbuatan manusia.

2. Yang memenuhi dalam rumusan undang-undang ini (syarat formil).

3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil).13

Terdakwa meminta diperlihatkan handphone tersebut lalu kakak korban turun membawa handpone milik korban, setelah handphone tersebut di pegang dan dilihat oleh terdakwa kemudian mengajak kakak korban ke depan ruangan Waka Polresta Bandar Lampung dengan alasan handphone tersebut akan ditunjukan kepada atasannya karena yang mau beli tersebut adalah atasan terdakwa, setelah sampai di depan ruangan Waka Polresta, handphone yang sudah dipegang terdakwa langsung dibawa kabur. Akibat perbuatan tersebut korban mengalami kerugian sebesar Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah). Dengan demikian terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan terbukti secara sah melakukan tindak penipuan sehingga bersifat melawan hukum dan dapat dipidana.

Perbuatan penipuan yang

mengakibatkan ruginya orang lain merujuk pada subjek hukum berupa manusia yang sehat dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatan-nya tanpa adaperbuatan-nya alasan pembenar dan pemaaf baginya pada perkara ini adalah terdakwa Muhammad Cahya Aditya Ramadhan Bin Mustain Sondak Allyoen berdasarkan keterangan saksi-saksi, petunjuk, keterangan terdakwa dan

dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan melawan hukum sehingga dapat diberi sanksi pidana.

Menurut Nirmala Dewita dalam kasus ini dilihat dari alat bukti berupa

13

(12)

saksi dan keyakinan hakim. Berdasarkan keterangan saksi-saksi bahwa terdakwa telah melakukan penipuan yang mengakibatkan ruginya orang lain dengan barang bukti berupa 1 (satu) unit sepeda motor yamaha xeon Berdasarkan pemeriksaan didalam persidangan tidak terungkap adanya

alasan pembenar dan pemaaf

berdasarkan yang ditentukan undang-undang. Maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi

hukuman pidana berdasarkan

kesalahannya.14

Mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terdakwa tesebut dalam perkara ini. Sudah tepat dalam menganalisa setiap unsur sehingga unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP dapat terpenuhi. Dengan demikian dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa sudah memenuhi unsur Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Sanusi Husin menambahkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan pidana dalam kasus ini sudah tepat karena sesuai dengan dasar hukumnya dan sesuai dengan teori hukum pidana. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa hakim harus cerdas dan teliti dalam menganalisis setiap unsur dalam suatu perkara, sehingga nantinya putusan yang dijatuhkan sesuai dengan dasar hukumnya, dan dalam hal ini putusan tersebut tidak merugikan

14

Ibid.

salah satu pihak, baik itu pihak korbann atupun terdakwa.15

Berdasarkan mengenai pendapat para narasumber, penulis berpendapat bahwa hakim dalam memutuskan perkara

berdasarkan keyakinan harus

mempunyai dasar yaitu Pasal 183

KUHAP dan Pasal 39 KUHAP

terpenuhinya alat bukti dan barang bukti yang digunakan oleh terdakwa, hakim juga harus teliti dalam mengambil suatu keputusan yang tegas dan tidak hanya merugikan salah satu pihak.

Berdasarkan dasar pertimbangan hakim yang pertama melihat dari unsur yang terdapat dalam dakwaan jaksa penunut umum, yang pertama unsur setiap orang yaitu terdakwa adalah subjek hukum yang dapat dipersalahkan dan dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya, yang kedua unsur dengan sengaja yaitu terdakwa jelas menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain, yang ketiga unsur melakukan tindak pidana penipuan yaitu cukup salah satu unsur terpenuhi maka terdakwa dapat dikenai sanksi penipuan tersebut.

Hakim dalam hal ini sudah tepat dalam menetapkan Pasal 378 KUHP karena setiap unsur yang terdapat dalam pasal tersebut sudah terbukti berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Bahwa terdakwa dikenai pasal 378 KUHP. Terdakwa telah melakukan tindak pidana penipuan yang menimbulkan kerugian materil terhadap korban. Unsur tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP yang dilakukan terdakwa tidak dapat dibenarkan karena terdakwa telah melakukan dengan martabat palsu dan tipu muslihat menggerakan orang lain untuk

15

(13)

menyerahkan sesuatu kepadanya sehingga korban mengalami kerugian secara materil dengan demikian penjelasan itulah menjadi alasan penulis jika terdakwa tersebut dikenai Pasal 378 KUHP.

Berdasarkan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi pada putusan perkara no. 1287/Pid.B/2014/PN-Tjk. Hakim dalam menjatuhkan pidana tidak terletak pada unsur-unsur yang didakwakan tetapi juga hakim mengkaitkan dengan 3 aspek yaitu pertama pertimbangan yuridis artinya hakim berpatokan kepada undang-undang yang berlaku dengan mencari undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi, selanjutnya yang kedua pertimbangan filosofis artinya hakim dalam menjatuhkan pidana harus berkeadilan bagi semua pihak yaitu bagi terdakwa itu sendiri dan bagi korban yang dirugikan.

Pertimbangan sosiologis artinya hakim dalam menimbang berdasarkan fakta-fakta yang ada dipersidangan yaitu mendengar keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, dan melihat petunjuk yang didapat dipersidangan serta mendengarkan keterangan terdakwa yang ada dipersidangan, dari ketiga aspek yang sudah disebutkan diatas maka hakim mempertimbangkan perbuatan terdakwa dan memutus berat atau ringannya sanksi yang akan didapat oleh terdakwa.

Hakim dalam memutuskan pidana terhadap terdakwa harus melihat peristiwa yang terungkap di dalam persidangan dan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Keyakinan

hakim dalam memutuskan pidana terhadap terdakwa harus berdasarkan

kesalahannya. Dan hakim

memperhatikan rasa keadilan yang lebih lagi terhadap korban. Jadi walaupun terdapat hal-hal yang meringakan dalam penjatuhan putusan, hal-hal yang memberatkan harus lebih diutamakan yaitu hal tersebut menimbulkan trauma mendalam terhadap korban. Dalam hal ini menjatuhkan putusan terhadap terdakwa, hakim juga sudah tepat karena terdakwa dihukum dengan pidana penjara 9 (sembilan) bulan.

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan dengan menggunakan identitas palsu sebagai polisi berdasarkan perkara nomor : 1287/Pid.B/2014/PN.Tjk. Terdakwa dalam hal ini mampu bertanggungjawab atas kesalahannya

terdakwa bisa

dipertanggungjawabkan sesuai Pasal 378 KUHP dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan, terdakwa juga sudah cukup dewasa untuk mempertanggungjawabkan

perbuatannya dan dapat

membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, tidak ada alasan pemaaf bagi terdakwa karena terdakwa dalam keadaan sehat dan tidak mengalami gangguan jiwa, tidak ada alasan pembenar yaitu terdakwa tidak dalam perintah jabatan.

(14)

sebagai polisi berdasarkan perkara nomor : 1287/Pid.B/2014/PN.Tjk. Hakim dalam menjatuhkan pidana tidak terletak pada unsur-unsur yang didakwakan tetapi juga hakim mengkaitkan dengan 3 aspek yaitu pertama pertimbangan yuridis artinya hakim berpatokan kepada undang-undang yang berlaku dengan mencari undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi, selanjutnya yang kedua pertimbangan filosofis artinya hakim dalam menjatuhkan pidana harus berkeadilan bagi semua pihak yaitu bagi terdakwa itu sendiri dan bagi

korban yang dirugikan.

Pertimbangan sosiologis artinya

hakim dalam menimbang

berdasarkan fakta-fakta yang ada dipersidangan.

Hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan keyakinan harus mempunyai dasar yaitu Pasal 183 KUHAP dan Pasal 39 KUHAP terpenuhinya alat bukti dan barang bukti yang digunakan oleh terdakwa, hakim juga harus teliti dalam mengambil suatu keputusan yang tegas dan tidak hanya merugikan salah satu pihak.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis berkaitan dengan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Penipuan Dengan Menggunakan

Identitas Palsu Sebagai Polisi (Studi Putusan Nomor :1287/Pid.B/2014/PN-Tjk).

1. Hakim dalam memutus perkara pertanggungjawaban pelaku tindak pidana penipuan dalam menentukan pemidanaannya harus sesuai dengan perbuatan dan kesalahannya, selain itu terdakwa harus dihukum maksimal karena ia telah melakukan

perbuatan tindak pidana penipuan lebih dari 1 (satu) kali.

2. Melihat alat bukti dan barang bukti yang ada dalam persidangan, maka hakim dalam hal memutus harus mempertimbangkan akibat perbuatan yang ditimbulkan oleh terdakwa terhadap korban dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tidak hanya mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa, namun juga akibat

perbuatan terdakwa dapat

meresahkan masyarakat banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidan M. 2015. Menuju

Pembaharuan Hukum Pidana.

Jakarta. Sinar Grafika

Lamintang. 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Bandung. Sinar Baru.

Nawawi Arief, Barda. 2005. Beberapa Aspek kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana.

Bandung. PT Citra Aditya Bakti.

Roeslan, Saleh. 1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta. Angkasa.

S.R. Sianturi dan Kanter E.Y. 1982.

Asas-Asas Hukum Pidana di

Indonesia dan Penerapannya.

Jakarta. Alumni.

http://saifudiendish.blogspot.co.id/2014/ 02/pengertian-tindak-pidana-penipuan.html

http://lampung.tribunnews.com/2017/01 /03/peras-pengendara-bermotor-di-

jalan-raya-polisi-gadungan-ditangkap?page=all

Referensi

Dokumen terkait

Pada grafik gambar 4.10 menunjukan bahwa dengan adanya penambahan pasokan gas HHO kedalam ruang bakar dapat mengurangi kadar reaksi emisi karbon monoksida sebesar 51,97 %

Kenyataan pada kondisi dilapangan menggambarkan bahwa masih kurangnya pegawai mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing seperti masih ada

Pola Kemitraan BUMN dan Usaha Kecil, Kasus Industri Cor Logam di Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, perlu dilakukan studi komparatif sekaligus korelasional untuk mengetahui sejauhmana pengaruh model pembelajaran (PBM, Inkuiri,

Evaluation of Hoplolaimus columbus Sher reproduction on selected soybean cultivars using greenhouse and excised root cultural techniques..

Dengan adanya pola pengelolaan penangkapan ikan karang yang berbasis. partisipasi masyarakat di Kepulauan Seribu, di harapkan dapat

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian tentang pengaruh brand awareness, kualitas proyek, dan kepercayaan terhadap keputusan

Pada Gambar 37 yaitu penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C yang menunjukkan bahwa pada hari ke-6, nilai kadar air daging buah pisang Mas Kirana terbesar ada