• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI VARIASI INDEKS FACIALIS PADA LAKI – LAKI SUKU LAMPUNG DAN SUKU JAWA DI DESA NEGERI SAKTI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI VARIASI INDEKS FACIALIS PADA LAKI – LAKI SUKU LAMPUNG DAN SUKU JAWA DI DESA NEGERI SAKTI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STUDI VARIASI INDEKS FACIALIS PADA LAKI – LAKI SUKU LAMPUNG DAN SUKU JAWA DI DESA NEGERI SAKTI KECAMATAN GEDONG

TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

HAWANIA RAHTIO

Ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk menentukan bentuk wajah, antara lain dengan penggunaan suatu parameter yang disebut dengan indeks facialis.. Penelitian ini dilakukan terhadap laki-laki suku Lampung dan suku Jawa di Desa Negeri Sakti pada bulan Desember 2012. Indeks facialis adalah perbandingan antara panjang wajah dengan lebar wajah.. Hasil penelitian ini menunjukkan rerata indeks facialis

laki-laki suku Lampung lebih besar dibandingkan indeks facialis laki-laki suku Jawa. Rerata indeks facialis laki-laki dewasa suku Lampung sebesar 93,86 sedangkan suku Jawa sebesar 88,24. Berdasarkan indeks facialis masing-masing suku dapat digolongkan berdasarkan bentuk wajahnya pada laki-laki suku Lampung dapat digolongkan dalam kategori hyperleptoprosop, sedangkan pada laki-laki suku Jawa dapat digolongkan dalam kategori leptoprosop.

(2)

ABSTRACT

VARIATION STUDY ON MALE FACIAL INDEX LAMPUNGNESE AND JAVANESE IN NEGERI SAKTI VILLAGE GEDONG TATAAN SUB

DISTRICT PESAWARAN REGENCY

by

HAWANIA RAHTIO

Facilais index is one of the parameters to determine the shape of the face image. This study is conducted on men of Lampungnese and Javanese tribe in the village of Negeri Sakti in December 2012. Facial index is the ratio between the length of the face to the width of the face. The results of this study showed the average index of male facial Lampungnese tribe is larger than male facial index Javanese tribe. The mean index of adult male facial Lampung tribe is 93.86, while the Javanese is 88.24. Based on the facial index of each tribe it can be classified based on the form of his face shape of lampungnese tribe men is classified in hyperleptoprosop category, while the Javanese men can be classified in the category leptoprosop.

(3)

STUDI VARIASI INDEKS FACIALIS PADA LAKI – LAKI SUKU LAMPUNG DAN SUKU JAWA DI DESA NEGERI SAKTI KECAMATAN

GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN ( skripsi )

Oleh

Hawania Rahtio 0918011114

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Judul Skripsi : STUDI VARIASI INDEKS FACIALIS PADA LAKI – LAKI SUKU LAMPUNG DAN SUKU

JAWA DI DESA NEGERI SAKTI

KECAMATAN GEDUNG TATAAN

KABUPATEN PESAWARAN

Nama Mahasiswa : Hawania Rahtio

Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011114

Program studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1.Komisi Pembimbing

dr. Evi Diana Fitri, S.F, S.H. dr. TA Larasati, M.Kes.

NIP. 197211082002122007 NIP.1977071822005012003

2. Dekan Fakultas Kedokteran Unila

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Evi Diana Fitri, Sp. F, S. H. ______________

Sekretaris : dr. TA Larasati, M.Kes ______________

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. H.M. Masykur Berawi, Sp. A. ______________

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 195704241987031001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 November 1991, sebagai anak ketiga

dari lima bersaudara, dari Bapak Rejab dan Ibu Ertati.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negri 2 Rawa Laut, Bandar

Lampung pada tahun 2003 , Sekolah Menegah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1

Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas

(SMA) di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Dokter

FK UNILA melalui jalur UMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah

aktif pada sejumlah organisasi mahasiswa seperti Forum Studi Islam (FSI) Ibnu

(7)

B ismillahhirohmannirohim

Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulliahhirobbilalamin

Sebuah karya kupersembahkan kepada

Ayah dan ibu yang kucintai yang selalu mendoakan yang terbaik untuk anakmu...

Terima Kasih atas segala dukungan yang telah di berikan sampai saat ini,

(8)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,

rahmat serta karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul "STUDI VARIASI INDEKS FACIALIS PADA LAKI – LAKI

SUKU LAMPUNG DAN SUKU JAWA DI DESA NEGERI SAKTI KECAMATAN

GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN” adalah salah satu syarat

menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Sutyarso, M.Biomed, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung;

2. dr. Nurlis Mahmud, M.M., selaku pembimbing utama sebelum akhirnya

dipanggil Yang Kuasa tanggal 11 Desember 2012. Semoga bakti beliau

mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya.Terima kasih atas semua waktu,

ilmu, dan saran-saran dari dokter demi perbaikan proposal skripsi;

3. dr. Evi Diana Fitri, Sp.F, S.H, selaku Pembimbing Utama. Terima kasih telah

meluangkan waktu, memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran serta nasihat

(9)

ii

4. dr. TA Larasati, M Kes, selaku Pembimbing Kedua. Terima kasih telah unt uk

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik;

5. dr. H. M. Masykur Berawi, Sp.A, selaku pembahas. Terima kasih atas . Terima kasih telah meluangkan waktu, kritik, saran serta perbaikan pada

skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik;

6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Unila;

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

8. Yang tercinta Ayah dan ibu. Terima kasih atas kasih sayang, doa yang tulus,

kesabaran, motivasi dan dukungannya yang tiada pernah putus sampai saat

ini;

9. Untuk kakak – kakakku dan adik - adikku, Hanif ,Hafiz, Hairunnisa,

Hanuzulia. Terima kasih atas kasih sayang, doa, motivasi, serta dukungannya

agar aku bisa menjadi lebih baik;

10. Untuk Reza Permana Putra. Terimakasih atas kasih sayang, perhatian,

dukungan, motivasi, bantuan serta kesabarannya dalam menemani langkah

saya hingga saat ini;

11. Bapak Kepala Desa, Sekdes Desa Negeri Sakti ,Seluruh Kepala Dusun Desa

Negeri Sakti. Terima kasih atas keluangan waktu yang bapak berikan kepada

saya di Desa Negeri Sakti, Pesawaran.

12. Semua warga Desa Negeri Sakti pada umumnya dan khususnya pada

(10)

iii

13. Tim skripsi anatomi; Chenso, Reza, Muslim, Agnes, dan Debora. Terima

kasih atas kerja sama yang sangat kompak selama proses penyusunan skripsi

ini;

14. Rekan – rekan No Name; Agnes, Ebi, Uly, Aya, Ajo, Kanjeng, Rizqa.

Terimakasih atas bantuannya dan kekompakannya;

15. Kak Ibnu Sina terima kasih atas segala bimbingan, ilmu, dan dukungannya

selama ini;

16. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 “DORLAN”, terima kasih untuk

kebersamaannya selama ini. Semoga kita menjadi dokter-dokter yang

professional. Amin..

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan skripsi.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun

demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat digunakan

sebagai referensi yang bermanfaat bagi peneliti selanjutnya, serta masyarakat

pembacanya. Amin.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.2 Masalah ... 3

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.2.1 Tujuan ... 4

1.2.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran ... 5

1.3.1 Kerangka Teori ... 5

1.3.2 Kerangka Konsep ... 7

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Wajah ... 8

2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tulang Wajah ... 12

2.3 Arah Pertumbuhan Wajah ... 13

2.4 Laju Pertumbuhan Wajah ... 15

(12)

ii

2.6 Variasi Wajah Pada Laki – laki dan Perempuan ... 17

2.7 Maloklusi Gigi ... 18

2.12 Profil Suku Lampung dan Suku Jawa ... 28

2.11 Suku Lampung dan Suku Jawa di Provinsi Lampung ... 32

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 34

3.3 Populasi Penelitian ... 34

3.4 Sampel Penelitian... 35

3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 36

3.5.1 Kriteria Inklusi ... 36

3.5.2 Kriteria Ekslusi ... 37

3.6 Indentifikasi Variabel Penelitian ... 37

3.7 Definisi Operasional ... 38

3.8 Alat dan Cara Penelitian ... 39

3.8.1 Alat Penelitian ... 39

3.8.2 Cara Penelitian ... 39

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 40

3.9.1 Pengolahan Data ... 41

3.9.2 Analisis Statistik ... 41

3.9.2.1 Analisis Univariat ... 41

3.9.2.2 Analisis Bivariat ... 42

(13)

iii

4.1.1 Analisis Univarait ... 44

4.1.1.1 Panjang Wajah Subjek Penelitian ... 44

4.1.1.2 Lebar Wajah Subjek Penelitian ... 45

4.1.1.3 Indeks Facialis dan Bentuk Wajah Subjek penelitian ... ... 45

4.1.2 Analisis Bivariat ... 47

4.2 Pembahasan ... 48

4.2.1 Analisis Univariat ... 48

4.2.1.1 Panjang Wajah Subjek Penelitian ... 48

4.2.1.2 Lebar Wajah Subjek Penelitian... 50

4.2.1.3 Indeks Facialis dan Bentuk Wajah Subjek Penelitian ... ... 51

4.2.2 Analisis Bivariat ... 55

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 57

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(14)

iv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Indeks Facial menurut Martin ... 24

2. Klasifikasi Panjang Wajah menurut Lebzelter/ Saller ... 25

3. Klasifikasi Lebar Wajah menurut Lebzelter/ Saller ... 26

4. Definisi operasional masing-masing variabel. ... 34

5. Panjang Wajah subjek penelitian ... 40

6. Lebar wajah subjek penelitian ... 41

7. Indeks Facialis Subjek Penelitian ... 42

8. Bentuk wajah Subjek Penelitian ... 42

9. Hasil analisis uji U Mann whitney ... 48

10.Perbandingan Rerata Panjang Wajah Berdasarkan Suku ... 49

11.Perbandingan Rerata Lebar Wajah Berdasarkan Suku ... 50

12.Perbandingan Rerata Indeks facialis Berdasarkan Suku ... 52

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan alur faktor – faktor yang mempengaruhi

bentuk dan tulang wajah ... 6

2. Berbagai hubungan antar variabel ... 7

3. Embrilogi Permukaan frontal wajah ... 10

4. Embriologi Aspek frontal wajah ... 11

5. Maloklusi angel ... 19

6. Tulang cranium aspek anterio ... 22

7. Titik kefalometris ... 23

8. Wajah secara morfologis dari titik N ( nation ) dan titik Gn (gination) ... 25

9. Lebar wajah antara titik (Zy – Zy) terlebar pada lengkung zygomatikum ... 26

(16)

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Ditinjau dari sejarah perkembangannya, Indonesia merupakan masyarakat

multietnik. Kelompok etnik yang berbeda cenderung memiliki pola bentuk

tengkorak dan rahang berbeda. Pola tersebut sering kali dipengaruhi variasi

individual (Foster , T.D ,1999). Antropometri berarti mengukur manusia,

khususnya mengukur dimensi tubuh. Variabel – variabel struktur tubuh ini

berupa perbandingan antara ukuran tubuh. Ukuran dalam antropometri hanya

memberikan informasi tentang besar-kecilnya (size), sehingga untuk

mengungkapkan bentuk (shape) diciptakan proporsi antara ukuran-ukuran

yang disebut indeks. Salah satu indeks yang dipakai dalam penulisan ini

adalah indeks facialis (Suriyanto1999).

Agar dapat melihat perbedaan manusia secara lebih teliti, antropologi ragawi

menciptakan indeks, diantaranya adalah indeks kepala, wajah dan hidung.

Indeks ialah bilangan yang digunakan sebagai indikator untuk menerangkan

(17)

2

dari sederetan observasi yang terus menerus. Dengan adanya indeks ini lebih

mudah untuk mengelompokan manusia kedalam golongan yang mempunyai

ciri-ciri yang sama (Swasonoprijo, 2002).

Ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk menentukan bentuk wajah,

antara lain dengan penggunaan suatu parameter yang disebut dengan indeks

facialis. Indeks facialis adalah perbandingan antara panjang wajah dengan

lebar wajah. panjang wajah diukur dari titik nation sampai titik gnation,

sedangkan lebar wajah diukur dari jarak antara kedua zygion (Swasonoprijo,

2002).

Pola wajah dapat dibedakan berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin dan

populasi etnik. Masing – masing dapat berbeda ukuran bagian yang

menyusun wajah, baik jaringan lunak maupun jaringan keras (Mokhtar,

2002). Penduduk Indonesia sebagian besar didominasi oleh ras Mongoloid

atau ras Melayu yang terdiri dari berbagai macam etnik. Menurut

persebaranya Ras Melayu ini kemudian dibedakan atas Proto-Melayu atau

Melayu Tua dan Deutro-Melayu atau Melayu muda. Deutro-Melayu atau

Melayu Muda terdiri dari suku Jawa, Sunda , Madura, Aceh, Mingkabau,

Lampung, Makasar, Bugis, Manado, dan Minahasa( Koentjaraningrat, 1997).

Pada penelitian bentuk wajah wanita suku Lampung di dapatkan bentuk

wajah wanita suku Lampung yaitu 77,5% Mesoprosop, 20% Europrosop,

2,5% Leptoprosop ( Wintoko, 2008). Sedangkan pada penelitian Rahmawati

(2003) indeks facialis pada wanita suku jawa mempupyai tipe wajah

(18)

3

Melihat latar belakang yang di paparkan di atas, mendorong penulis untuk

melakukan penelitian tentang perbedaan indeks facialis pada laki – laki

berdasarkan suku yaitu antara suku Lampung dan suku Jawa di desa Negeri

Sakti kecamatan Gedong Tataan kabupaten Pesawaran.

1.1.2 Masalah

Kelompok etnik yang berbeda cenderung memiliki pola bentuk tengkorak dan

rahang berbeda. Pola tersebut sering kali dipengaruhi variasi individual

(Foster , T.D ,1999).Pola wajah dapat dibedakan berdasarkan tingkat umur,

jenis kelamin dan populasi etnik. (Mokhtar, 2002). Agar dapat melihat

perbedaan manusia secara lebih teliti, antropologi ragawi menciptakan

indeks, diantaranya adalah indeks kepala, wajah dan hidung. Dengan adanya

indeks ini lebih mudah untuk mengelompokan manusia kedalam golongan

yang mempunyai ciri-ciri yang sama (Swasonoprijo, 2002). Indeks facialis

adalah perbandingan antara Panjang Wajah dengan lebar wajah. Panjang

Wajah diukur dari titik nation sampai titik gnation, sedangkan lebar wajah

diukur dari jarak antara kedua zygion (Swasonoprijo, 2002).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana nilai indeks facialis suku Lampung dan suku Jawa ?

b. Bagaimana bentuk wajah berdasarkan indeks facialis pada laki – laki

(19)

4

c. Apakah ada perbedaan indeks facialis pada laki – laki suku Lampung

dan suku Jawa ?

1.2Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. 2.1 Tujuan penelitian

1.2.1.1Tujuan Umum

Mengetahui adanya perbedaan indeks facialis berdasarkan suku pada laki

–laki suku Lampung dan suku Jawa.

1.2.1.2Tujuan Khusus

1. Menganalisis nilai Indeks facialis suku Lampung dan suku Jawa.

2. Menganalisis bentuk wajah berdasarkan indeks facialis pada laki –

laki suku Lampung dan suku Jawa.

1.2.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan di bidang dan

antopometrik.

b. Institusi Masyarakat

1) Dapat dijadikan pertimbangan untuk penatalaksanaan rekonstruksi dan

(20)

5

2) Di bidang forensik dapat memperjelas perkiraan indentifikasi suku

berdasarkan bentuk wajah dari tulang – tulang wajah yang tidak utuh.

3) Dapat menambah bahan kepustakaan.

c. Masyarakat

Di bidang kosmetik dapat mempermudah melakukan tata rias wajah

yang proporsional berdasarkan bentuk wajah.

d. Bagi peneliti selanjutnya sebagai acuan atau bahan pustaka untuk

penelitian yang serupa, sehingga dapat diketahui tinggi dan lebar wajah

suku lain.

1.3 Kerangka Pemikiran

1.3.1 Kerangka Teori

Selama masa pertumbuhan dari lahir hingga dewasa tubuh tidak hanya

bertambah besar dalam ukuran melainkan juga berubah dalam bentuk dan

proporsinya (Hastuti, 2004). Pertumbuhan tulang berlangsung sampai usia

tertentu dan setelah adanya proses penyatuan epifisis maka petumbuhan tulang

pun akan terhenti (Junqueira, 2002). Selain itu, usia juga merupakan salah

satu faktor penting dalam mempengaruhi laju pertumbuhan tulang. Memasuki

masa awal pubertas, laju pertumbuhan tulang berlangsung cepat dan menurun

memasuki masa akhir pubertas (Hastuti, 2004). Menurut Mudiyah Mockhtar

(2002), Pola wajah dapat dibedakan berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin

dan populasi etnik. Masing – masing dapat berbeda ukuran bagian yang

(21)

6

Faktor dari dalam  Etnik

 Umur  Genetik  Hormonal

wajah dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu faktor keturunan, nutrisi, ras

dan etnik, penyakit dan pengaruh hormon

Gambar 1. Bagan alur faktor – faktor yang mempengaruhi bentuk dan tulang wajah (Hastuti, 2004 dan Mudiyah Mockhtar 2002).

Pertumbuhan tulang wajah

Faktor dari luar  Gizi

 Penyakit

(22)

7

Variabel independen Suku Jawa

1.3.2 Kerangka Konsep

Gambar 2. Bagan hubungan antara variabel

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diturunkan suatu

hipotesis terdapat perbedaan variasi indeks facialis antara laki – laki suku

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Wajah

Embriologi wajah diawali dengan perkembangan kepala dan leher, gambaran

yang paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah terbentuknya

lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkung – lengkung ini tampak

dalam perkembangan minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faring tidak ikut

membentuk leher, tetapi memiliki peranan penting dalam pembentukan

kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah terbentuk oleh

stomodeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring. Ketiga

mudigah berusia 4½ minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim

yaitu : (Sadler,T.W, 2000)

 Lengkung faring pertama ( tonjolan – tonjolan mandibula ), disebelah

kaudal stomodeum.

 Lengkung faring kedua ( tonjolan – tonjolan maksila ), terletak disebelah

lateral stomodeum.

 Lengkung faring ketiga ( tonjolan – tonjolan frontonasal ), suatu tonjolan

(24)

9

 Lengkung faring keempat dan kelima yang unsur rawannya bersatu

membentuk tulang rawan thyroidea, cricoidea, corniculata, dan

cuneiforme dari laring.

Lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal sebagai

prominensia maksilaris, yang meluas dibawah daerah mata, dan satu bagian

ventral, prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada

perkembangan selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua

bagian kecil diujung dorsal dan masing – masing memebentuk inkus dam

malleus. Mesenkim prominensia maksilaris selanjutnya membentuk

premaksila, maksila, os zigomatikus, dan bagian os temporalis melalui

penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk melalui penulangan

membranosa jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang rawan Meckel

(Sedler,T.W, 2000).

Pada akhir minggu ke-4 , mulai tampak tonjolan – tonjolan wajah yang

terutama dibentuk oleh mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan

terutama dibentuk oleh pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan maksila

dapat dikenali disebelah lateral stomodeum dan tonjolan mandibula disebelah

kaudal stomodeum. Prominensia frontonasalis, yang dibentuk oleh

proloferasi mesenkim disebelah ventral vesikel otak, merupakan tepi atas

stomodeum. Di sisi kanan dan kiri prominensia frontonalis, muncul

penebalan – penebalan setempat dari ektoderm permukaan, yaitu plakoda

nasal (olfaktorius ), di bawah pengaruh induksi bagian ventral otak depan

(25)

10

Selama minggu ke-5 plakoda – plakoda hidung tersebut mengalami

invaginasi membentuk lobang hidung. Dalam hal ini, plakoda hidung ini

membentuk suatu rigi jaringan yang mengelilingi masing – masing lobang

dan memebentuk tonjolan hidung. Tonjolan yang berada ditepi luar lubang

adalah tonjolan hidung lateral dan yang berada ditepi dalam adalah tonjolan

hidung medial (Sadler, T.W, 2000).

Gambar 3. Permukaan frontal wajah. A. Mudigah lima minggu. B. Mudigah eman minggu tonjol – tonjol hidung berangsur – angsur terpisah dari tonjol maksila oleh alur yang dalam.

Selama dua minggu selanjutnya, tonjolan maksila terus bertambah besar

ukurannya. Serantak dengan itu, tonjolan ini tumbuh kearah medial, sehingga

mendesak tonjol hidung ke medial ke arah garis tengah. Selanjutnya, celah

antara tonjol hidung medial dan tonjol maksial hilang, dan keduanya bersatu.

Oleh karena itu bibir atas dibentuk oleh tonjolan hidung medial dan kedua

tonjol maksila itu. Tonjol hidung lateral tidak ikut dalam pembentukan bibir

atas. Bibir bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjolan mandibula yang

(26)

11

Gambar 4. Aspek frontal wajah A. Embrio yang berusia tujuh minggu. Tonjol maksila telah bersatu dengan tonjol medial B. Embrio yang berusia sepuluh minggu.

Mula – mula, tonjol maksila dan tonjol hidung lateral terpisah oleh sebuah

alur yang dalam, alur nasolacrimal. Ektoderm ditantai alur ini membentuk

sebuah tali epitel padat yang melepaskan diri dari ektoderm dibawahnya.

Setelah terjadi kanalisasi, tali ini membentuk duktus nasolacrimalis ujung

atasnya melebar untuk membentuk sacus lacrimalis. Seletah lepasnya tali

tersebut, tonjolan maksila dan tonjolan hidung lateral saling menyatu. Duktus

lacrimalis kemudian berjalan dari tepi medial ke meatus inferior rongga

hidung ( Sedler, T.W, 2000).

Tulang pipi merupakan artikulasi dari tulang zigomatikus dan prosesus

zigomatikus dari tulang temporal. Pusat penulangan tersebut berasal dari

membran lateral dan mengikuti perkembangan dari mata pada akhir bulan

kedua. Bentuk wajah orang dewasa dipengaruhi oleh perkembangan sinus

(27)

12

2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Wajah

Menurut Mudiyah Mockhtar (2002), pertumbuhan wajah dapat dipengaruhi

oleh :

a. Faktor keturunan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

dapat dipelajari pada data – data anak kembar baik monozigot maupun

dizigot. Gen dapt mempengaruhi sifat – sifat pertumbuhan, ukuran,

kecepatan, kapan mulai terjadinya perubahan erupsi gigi dan sebagainya.

Penyelidikan pada anak kambar bahwa ukuran gigi, lebar kepala dan lebar

mandibula sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan dibandingkan dengan

ukuran antero posterior.

b. Nutrisi

Malnutrisi yang terjadi pada anak – anak yang sedang tumbuh akan

memperlambat pertumbuhan. Malnutrisi dapat dipengaruhi ukuran bagian

badan, sehingga terjadi perbandingan ukuran badan yang berbeda – beda

dan kualitas jaringan yang berbeda seperti kualitas gigi dan tulang.

c. Penyakit

Penyakit sistemik yang berlangsung lama dan berat dapat mempengaruhi

pertumbuhan anak. Gangguan kelenjar endokrin yang ikut berperan pada

pertumbuhan seperti: hipofise, tiroidea, suprarenalis dan gonad dapat

menyebabkan kemunduran pertumbuhan.

d. Perbedaan ras dan Etnik

Pada ras dan Etnik yang berbeda – beda terlihat adanya perbedaan

(28)

13

masing ras dan etnik juga berbeda, begitu juga waktu maturasi,

pembentukan tulang, kalsifikasi gigi, dan waktu erupsi gigi.

e. Pengaruh hormon

Pertumbuhan badan manusia prinsipnya di pengaruhi oleh hormon

perutumbuhan yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise. Pada masa pubertas

dimana hormon sex mulai aktif, maka hormon ini juga mempengaruhi

perkembangan wajah.

Pada usia 12 tahun, anak laki - laki sering mengalami pertumbuhan lebih

cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan laki - laki yang mencapai

remaja lebih tinggi dari pada perempuan (Snell, 2006). Pusat kalsifikasi pada

ujung-ujung tulang atau dikenal dengan lempeng epifisis akan berakhir

seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari

lempeng epifisis tersebut rata-rata terjadi pada usia 21 tahun (Heffner, 2008).

Hal inilah yang menjadi dasar peneliti menetapkan usia sampel penelitian

(subjek penelitian) di atas 21 tahun agar tidak terjadi bias yang besar pada

pengukuran, oleh karena pertumbuhan tulang yang masih berlanjut bila

dilakukan di bawah usia 21 tahun.

2.3 Arah Pertumbuhan Wajah

Arah pertumbuhan wajah berlangsung tiga arah

a. Pertumbuhan wajah kearah tranversal

Pertumbuhan wajah kearah tranversal sabagian besar disebabkan oleh

karena bertambah besarnya corpus maksila, prosessus alveolaris, adanya

(29)

14

rongga hidung serta antrum. Bertambah lebarnya wajah merupakan akibat

dari adanya pusat permukaan yang aktif pada sutura palatina media.

Pertumbuhan tulang zygomatik kearah tranversal akan menambah lebar

wajah. Pertumbuhan tranversal tulang zygomatik ini disebabkan oleh

aposis permukaan lateral dan permukaan didalanya.

b. Pertumbuhan wajah kearah ventral

Perkembangan panjang wajah berhubungan dengan erupsi gigi susu antara

1 sampai 3 tahun, dan gigi tetap pada usia 6 samapai 14 tahun. Hal – hal

ini mempengaruhi pertumbuhan panjang wajah adalah sebagai berikut :

1) Pada wajah bagian atas antara Trikhion (TR) dan Nation (N),

pertumbuhan dipengaruhi oleh otak dan tulang – tulang kranium.

2) Pada wajah bagian tengah antara Nation (N) dan Subnation (Sn)

pertumbuhan dipengaruhi oleh sinus – sinus maksilaris dan bertambah

besarnya daerah sub nasal. Bertambah tingginya palatum dan

bertambah besarnya ukuran prosessus alveolar pada tulang atas.

3) Pada wajah bagian bawah, yaitu antara Subnation (Sn) dan Gnation

(Gn), pertumbuhan dipengaruhi oleh rahang bawah pada saat erupsi

gigi – gigi pada pertumbuhan kondilus pada rahang bawah.

c. Pertumbuhan wajah kearah sagital

Pertumbuhan wajah kearah depan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan

panjang dari tulang – tulang wajah ke arah anteroposterior. (Salzmann,

(30)

15

2.4 Laju Pertumbuhan Wajah

Laju pertumbuhan wajah, yang mencapai puncaknya sewaktu lahir akan

mengalami penurunan dengan tajam dan mencapai laju minimalnya mencapai

masa pubertas. Laju pertumbuhannya dua tahun lebih cepat pada anak

perempuan di banding dengan anak laki – laki. Laju pertumbuhan kemudian

meningkat mencapai puncaknya pada masa pubertas dan menurun lagi dan

melambat sampai pertumbuhan berhenti pada akhir masa remaja. Laju

pertumbuhan wajah mengikuti pola kasar yang sama seperti laju pertumbuhan

tubuh. Hasil penelitian Lewis, dkk (1985) menunjukkan bahwa pertumbuhan

kedepan dan kebelakang baik dari maksila maupun mandibula mengikuti pola

tersebut, dan pada periode pertumbuhan rahang maksila pada masa pubertas

adalah beberapa bulan lebih lambat dari pada tubuh (Foster, T.D, 1999 ).

2.5 Pertumbuhan Tulang Wajah

a. Mekanisme pertumbuhan tulang wajah

Ada tiga mekanisme utama pertumbuhan tulang wajah yang mana

masing – masing berperan sebagian pada pertumbuhan tengkorak dan

rahang (Foster , T.D ,1999)

1) Pertumbuhan kartigelanosa

Pertumbuhan dari kartilago septum hidung akan menyebabkan hidung

lebih kedepan dari posisi semula dibawah bagian depan kranium.

Pertumbuhan dari kartilago kondilus mandibula akan memeperbesar

(31)

16

kartilago ini berperan dalam keseluruhan dari kepala, sekurang-

kurangnya pada awal tahun.

2) Pertumbuhan sutura

Pertumbuhan sutura akan memperbesar ukuran kepala pada semua

dimensi. Diperkirakan bahwa sutura – sutura yang memisahkan wajah

dari kranium tersusun sedemikian rupa sehingga pertumbuhan pada

sutura – sutura tersebut akan menggerakan wajah ke arah depan dan ke

bawah dalam kaitanya dengan kranium.

3) Pertumbuah periosteal dan endosteal

Aposis tulang pada permukaan periosteum akan menambah besar

ukuran kepala dalam segal dimensi. Akibat lain adalah tulang – tulang

menjadi sangat lebar sehingga resopsi tulang sangat dibutuhkan untuk

mendapatkan ketebalan dan kekuatan yang akurat.

b. Pertumbuhan tulang – tulang facial (splanchnocranium )

Pertumbuhn wajah sebagian besar terdiri atas pertumbuhan maksila dan

mandibula (Mochtar, 2002)

1) Pertumbuhan maksila

Maksila menyatu dengan basis kranium. Basis kranium tumbuh

membesar secara endokhondral, tetapi pertumbuhan maksila adalah

secara intramembranosa pada sutura – sutura dan aposis pada

permukaan. Pertumbuhan maksila bergerak kemuka dan kebawah,

dengan demikian kranium bergeser ke belakang dan ke atas.

Pertumbuhan endokhondral dari basis kranium ke septum nasi penting

(32)

17

2) Pertumbuhan mandibula

Saat bayi baru dilahirkan kedua ramus mandinula yang berasal dari

prosessus mandibularis belum bersatu dengan yang lain dan masih

terpisah oleh simfisis yang terdiri dari jaringan fibrikartilago dan

jaringan ikat. Rami mandibula ini pada waktu lahir berukuran pendek

dan bagian kondilus sama sekali belum berkembang. Memasuki umur

empat bulan sampai satu tahun, simfisi kartilago ini mengalami

osifikasi menjadi tulang.

2.6 Variasi Wajah Pada Laki – Laki dan Perempuan

Perbedaan ukuran laki – laki dan perempuan disebabkan oleh dua faktor.

Faktor pertama yaitu akselerasi pertumbuhan pubertas pada laki – laki lebih

lambat dua tahun dari perempuan, dan faktor kedua yaitu jalannya masa

pertumbuhan pubertas berbeda kekuatan dan durasinya sehingga

menimbulkan beda ukuran yang nyata pada kedua jenis kelamin. Selain

kedua faktor tersebut diatas, bekerjanya hormon pada masa sebelum dan

sesudah pubertas sangat berpengaruh pada beda laki – laki dan perempuan

(Mokhtar, 2002).

Perbedaan pertumbuhan tulang pada laki-laki dan perempuan diatur oleh

ekspresi gen Hox/homeobox. Ekspresi gen akan dipengaruhi keadaan

lingkungan dalam sel maupun luar sel. Adanya perbedaan kromosom X dan

(33)

18

lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap ekspresi gen dan akhirnya

mempengaruhi pertumbuhan tulang (Dewi, dkk.2003).

Pertumbuhan anak pada laki – laki lebih besar dalam segala jurusan,

dibanding dengan perempuan Anak perempuan menunjukan keadaan yang

lebih kecil dari anak laki – laki dalam hal tinggi fasial fisiognomis dan tinggi

fasial morfologis, jika dinandingkan dengan lebar wajah (Kusnoto,1998).

Tulang pada perempuan lebih kecil dengan poros yang lebih sempit, dan

ruang medula yang lebih besar dari pada laki-laki. Kapasitas rongga kranial

lebih kecil dan banyak tulang yang kurang menonjol. Rahang bawah lebih

sempit, muka lebih kecil dari pada laki-laki. Dinding dada perempuan lebih

kecil, pendek dan lebih bulat, sternum lebih kecil dan tangan serta kaki lebih

kecil dari pada laki-laki (Gonzales T, (1954) didalam Herwati, (2011 ))

2.7 Maloklusi gigi

Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi wajah adalah tulang pipi,

hidung, rahang atas, rahang bawah, mulut, dagu, mata, dahi, dan supraorbital

(Enlow, 2008 ). Tipe wajah berhubungan dengan bentuk lengkung rahang.

Maloklusi gigi dapat menyebabkan wajah menjadi asimetri (Singh G ,2007 ) .

Oklusi adalah pengaturan ilmiah pada lengkung yang sama dan lengkung

yang berhadapan ditentukan oleh penunjuk gigi atau tulang, bukan karena

fungsional (Dorland, 2002 ). Sedangkan maloklusi merupakan suatu keadaan

yang menyimpang dari oklusi yang diterima sebagai bentuk standar yang

(34)

19

pertama rahang atas harus kontak dengan mesiobukal groove dari molar

pertama rahang bawah. Angel menjelaskan ada tiga kelas yaitu ;

1. Maloklusi Angel kelas I

Neutrocclusion , hubungan oklusi molar normal, namun gigi yang lain

mengalami masalah seperti spacing,berdesakan,over atau under eruption

2. Maloklusi Angel kelas II

Distocclusion, gigi molar rahang atas tidak kontak langsung dengan

mesiobukal groove tetapi lebih ke anterior.

3. Maloklusi Angel kelas III

Mesiocclusion, gigi anterior rahang bawah lebih menonjol daripada gigi

anterior rahang atas. Dalam hal ini, seseorang seringkali memiliki

rahang bawah yang besar dan tulang rahang atas yang pendek.

A B C

(35)

20

2.8 Anatomi Wajah

Wajah manusia gabungan dari beberapa tulang yang menyusunnya yaitu:

(Gray, 2008)

a. Dua buah maksila

Maksila adalah tulang penyusun wajah yangpaling besar ukurannya setelah

mandibula dan setelah berfusi kedua tulang maksila membentuk rahang

atas. Tulang ini terdiri dari korpus dan empat prosessus yaitu molar, nasal,

alveolar dan palatum. Corpusnya berbentuk piramid dan merupakan pars

centralis maxilla yang menutupi sinus maksilaris. Corpus maksila

memiliki empat permukaan yaitu fasial, orbital, zigomatik dan nasal.

b. Dua buah tulang palatum

Palatum terletakpada bagian belakang dari fosa nasalis. Kedua tulang ini

berada di antara maksila dan lantai orbita. Bentuknya menyerupai bentuk

L dan terbagi menjadi bagian anterior dan superior.

c. Dua buah tulang zigomatikum

Adalah dua buah tulang kecil yang tidak teratur berbentuk segi empat yang

terletak dibagian atas luar tulang wajah. Tulang ini membentuk dinding

lateral orbita dari fossa temporal dan membentuk penonjolan dari pipi.

Dalam perkembangannya tulang zigomatik ini akan berartikulasi dengan

prosessus zigomatikus dari tulang temporal guna memebentuk lengkung

(36)

21

d. Dua buah tulang nasal ( hidung )

Pada setiap tulang terdapat dua facies dan empat margo. Permukaan luar

berbentuk konkaf – koveks dari atas kebawah dan konveks dari satu sisi ke

sisi berlawanaan.

e. Dua buah tulang lakrimal

Tulang lakrimal merupakan tulang wajah paling kecil dan paling rapuh.

Terletak di bagian depan dinding inferior orbita.

f. Satu buah tulang vomer

Vomer terletak secara vertikal pada bagian belakang fossa nasalis dan

membentuk sebagian dari septum nasal. Memiliki dua facies dan empat

margo yang tipis, bentuknya dan bervariasi pada setiap individu.

g. Dua buah tulang konka nasalis inferior

Terletak pada bagian dinding luar dari fossa nasalis. Masing – masing

tulang terdiri dari lapisan tipis dan tulang berongga yang menyerupai

gulungan surat dan keluar secara horizontal sepanjang dinding luar dari

fossa nasalis.

h. Satu buah tulang mandibula

Terdiri atas bagian yang berbentuk kurva dan bagian yang mendatar,

korpus dan dua bagian yang tegak lurus terhadapnya, ramus bergabung

(37)

22

Gambar 6. Tulang cranium aspek anterio (R. Putz & R. Pabst 2007 )

2.9 Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti man (orang) dan

Metron yang berarti measure (ukuran), jadi antropometri adalah pengukuran

manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu

pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam konteks

antropologi (Glinka, 2008).

Antropometri berkembang sebagai ilmu yang mempelajari klasifikasi dan

identifikasi perbedaan ras manusia dan efek dari diet serta kondisi lingkungan

hidup pada pertumbuhan. Antropometri meliputi penggunaan secara hati -

hati dan teliti dari titik-titik pada tubuh untuk pengukuran, posisi spesifik dari

subjek yang ingin diukur dan penggunaan alat yang benar. Pengukuran yang

(38)

23

panjang dan tinggi, lebar, dalam, circumference (putaran), curvatur (busur),

pengukuran jaringan lunak (lipatan kulit). Pada intinya pengukuran dapat

dilakukan pada pada tubuh secara keseluruhan (contoh , stature) maupun

membagi tubuh dalam bagian yang spesifik (contoh, panjang tungkai)

(Glinka, 2008).

Pengukuran tubuh digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk

pediatrics, orthopedics, dentistry, orthodontics, physical education,

pengatahuan umum, kedokteran olahraga, ilmu kesehatan masyarakat,

forensik, dan status nutrisi. Data antropometrik juga relevan untuk mendesain

area kerja, pakaian, furniture, dan mainan (Narendra , 2004).

Gambar 7. Titik kefalometris (Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008. h.55)

2.10 Indeks Facialis

Indeks merupakan bilangan yang digunakan sebagai indikator untuk

menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang

dapat disimpulkan dari sederatan observasi yang terus menerus. Dengan

(39)

24

yang mempunyai ciri – ciri yang sama. Indeks facialis adalah perbandingan

antara panjang wajah dengan lebar wajah. (Swasonoprijo, 2002).

(Artaria, 2008)

Tabel 1. Klasifikasi Indeks Facial menurut Martin :

Bentuk wajah

Laki – laki Perempuan

Hyper euryprosop X – 78,9 X– 76,9

Euryprosop (wajah pendek

atau lebar )

79,0 – 83,9

77,0 – 80,9

Mesoprosop ( wajah sedang ) 84,0 – 87, 9 81,0 – 84,9

Leptoprosop ( wajah tinggi

atau sempit )

88,0 – 92,9 85,0 – 89,9

Hyper leptoprosop (wajah

lebih tinggi atau sempit )

93,0 – X 90,0 – X

(Dikutip dalam : Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.60)

Rumus indeks facialis = ( )

(40)

25

2.10.1 Panjang Wajah

Untuk panjang wajah di ukur dari titik nation sampai titik gnation

(n-gn) (Artaria, 2008).

Gambar 8. Panjang Wajah secara morfologis dari titik N ( nasion ) dan titik Gn (gination)(Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.58)

Tabel 2. Klasifikasi Panjang Wajah menurut Lebzelter/ Saller

Laki – laki Perempuan

Sangat rendah x-111 x-102

Rendah 112-117 103- 107

Sedang 118- 123 108- 113

Tinggi 124- 129 114- 119

Sangat tinggi 130- x 120-x

(41)

26

2.10.2 Lebar Wajah

Lebar wajah diukur dari jarak antara kedua zygion (zy- zy), kaliper

ditarik dari arah kuping ke depan pada lengkung pipi, sementara di

perhatikan skala, di baca ukuran maksimal (Artaria, 2008).

Gambar 9. Gambar lebar wajah antara titik ZY terlebar pada lengkung zygomatikum (Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.57)

Tabel 3. Klasifikasi Lebar Wajah menurut Lebzelter/ Saller

Laki – laki Perempuan

Sangat sempit x – 127 x – 120

Sempit 128 – 135 121 – 127

Sedang 136 – 143 128 – 135

Lebar 144 – 151 136 – 142

Sangat lebar 152 – x 143 – x

(42)

27

2.11 Ras dan Etnik

Ras merupakan penggolongan bangsa berdasarkan ciri - ciri fisik rumpun

bangsa. Ras diIndonesia dapat dibedakan menjadi 3 jenis ras yaitu:

a. Ras Papua Melanesoid

Ciri-ciri ras Papua Melanesoid adalah rambut keriting, bibir tebal, dan kulit

hitam. Kelompok manusia yang termasuk golongan ini adalah penduduk

Pulau Papua, Kai, dan Aru.

b. Ras Weddoid

Ras Weddoid berasal dari Srilanka dengan ciri-cirinya adalah perawakan,

kulit sawo matang, dan rambut berombak. Persebarannya adalah orang Sakai

di Siak, orang Kubu di Jambi, orang Enggano (Bengkulu), Mentawai, Toala

Tokea, dan Tomuna di Kepulauan Muna.

c. Ras Melayu Mongoloid

Ras Melayu (Mongoloid) adalah golongan terbesar yang ditemukan di

Indonesia dan dianggap sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Golongan

ini dibagi atas ras Melayu Tua (Proto Melayu) dan rasMelayu Muda (Deutro

Melayu) ( Koentjaraningrat, 1997).

Penduduk Indonesia sebagian besar didominasi oleh ras Mongoloid atau ras

Melayu yang terdiri dari berbagai macam etnik. Menurut persebaranya Ras

Melayu ini kemudian dibedakan atas Proto-Melayu atau Melayu Tua dan

Deutro-Melayu atau Melayu muda. Deutro-Melayu atau Melayu Muda terdiri

dari suku Jawa, Sunda , Madura, Aceh, Mingkabau, Lampung, Makasar,

(43)

28

Sedangkan suku bangsa merupakan kesatuan sosial yang dapat dibedakan

dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan

kebudayaan khususnya bahasa. Terdapatnya suku - suku di Indonesia tidak

terlepas dari adanya migrasi dan evolusi. Migrasi dan evolusi dari ras - ras

yang datang di Indonesia sangat erat hubungannya dan sangat sukar

dibedakan satu dengan yang lain (Herwati, 2011 ).

2. 12 Profil Suku Lampung dan Suku Jawa

Menurut persebaranya Ras Melayu ini kemudian dibedakan atas

Proto-Melayu atau Proto-Melayu Tua dan Proto-Melayu atau Proto-Melayu muda.Ras

Deutro-Melayu atau Deutro-Melayu Muda terdiri dari suku Jawa, Sunda , Madura, Aceh,

Mingkabau, Lampung, Makasar, Bugis, Manado, dan Minahasa(

Koentjaraningrat, 1997).

1. Suku Lampung

Asal usul bangsa Lampung adalah dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan

yang letaknya di dataran Belalau, sebelah selatan Danau Ranau yang

secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat. Dari

dataran Sekala Brak inilah bangsa Lampung menyebar ke setiap penjuru

dengan mengikuti aliran Way atau sungai-sungai yaitu Way Komring,

Way Kanan, Way Semangka, Way Seputih, Way Sekampung dan Way

Tulang Bawang beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran

Lampung dan Palembang serta Pantai Banten (Lampung dalam

(44)

29

Dari segi budaya masyarakat Lampung dapat dibedakan menjadi dua

kelompok besar yaitu masyarakat yang menganut Adat Pepadun dan

masyarakat yang menganut Adat Sebatin.

a. Masyarakat adat Pepadun terdiri dari :

1. Abung Siwo Migo (Abung Sembilan Marga), yang mempunyai

sembilan Kebuaian terdiri dari Buai Nunyai, Nuban, Unyi,

Subing, Anak tuho, Selagai, Kunang, Beliyuk dan Nyerupo.

Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi,

Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung

Sugih, dan Terbanggi.

2 Pubian Telu Suku yang mempunyai tiga suku yang terdiri dari

suku Tambu Pupus, Banyarakat, Buku Jadi. Masyarakat Pubian

mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi,

Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedung tataan, dan

Pugung.

3. Mego Pak terdiri dari kebuian Tegamoan, Bolan, Suway Umpa

dan Aji. Masyarakat Mego Pak mendiami empat wilayah adat:

Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.

4. Sungkay-Way Kanan terdiri dari kebuaian Semenguk, Bahuga,

Burasattei, Buradatu. Masyarakat Sungkay-WayKanan mendiami

sembilan wilayah adat: Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu,

Sungkay, Bunga Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu,

Bahuga, dan Kasui.

(45)

30

6. Melinting (Muhammad, 2002).

c. Masyarakat Adat Pesisir beradat sebatin yang pada umumnya

bermukim di sekitar pesisir pantai. Masyarakat yang menganut adat

pesisir ini, yakni yang melaksanakan adat musyawarahnya tanpa

menggunakan kursi Pepadun. Yang agak sulit membaginya tetapi

secara umum mereka ini berasal dari kelompok besar kebuaian yaitu

: Buai Pernong, Buai Nyerupa, Buai Bujalan, Buai Belunguh.

Masyarakat Peminggir mendiami sebelas wilayah adat: Kalianda,

Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang

Padang, Kota Agung, Semangka, Belalau, Liwa, dan Ranau.

Lampung Sebatin juga dinamai Peminggir karena mereka berada di

pinggir pantai barat dan selatan (Muhammad, 2002).

Desa Negeri Sakti merupakan bagian dari Kecamatan Gedung tataan yang

memiliki komunitas Lampung pepadun. Diantara dua bagian masyarakat adat

Lampung yaitu Lampung Pepadun dan Lampung Pesisir terdapat perbedaan

ragam budaya dan bahasa,salah satu ciri dari perbedaan bahasanya adalah

Lampung Pesisir bahasanya berdialek “nyow” sedangkan Lampung Pepadun

bahasanya berdialek “api”(Esanra, 2008).

2. Suku Jawa

Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal

(46)

31

penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Tetapi di provinsi Jawa Barat

banyak ditemukan Suku Jawa, terutama di Kabupaten Indramayu dan

Cirebon yang mayoritas masyarakatnya merupakan orang-orang Jawa

yang berbahasa dan berbudaya Jawa. Suku Jawa juga memiliki sub-suku,

seperti Osing dan Tengger (Suryadinata,2003).

Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi dan merupakan penduduk

mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Suku Osing

menempati beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi bagian tengah

dan bagian utara, terutama di Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan

Rogojampi, Kecamatan Glagah dan Kecamatan Singojuruh, Kecamatan

Giri, Kecamatan Kalipuro, dan Kecamatan Songgon (Suryadinata,2003).

Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo,

Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan,

Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang. Suku Tengger, konon

adalah keturunan pelarian Kerajaan Majapahit, tersebar di Pegunungan

Tengger dan sekitarnya (Suryadinata,2003).

Kawasan-kawasan diluar pulau Jawa yang didominasi etnis Jawa

memiliki persentase yang cukup signifikan yaitu Lampung (61,9%),

Sumatra Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%). Selain

di kawasan Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah

besar di Suriname, Amerika Tengah yang mencapai 15% dari penduduk

secara keseluruhan, karena pada masa kolonial Belanda suku Jawa dibawa

ke Suriname sebagai pekerja dan kini suku Jawa disana dikenal sebagai

(47)

32

2.13 Suku Lampung dan suku Jawa di Provinsi Lampung

Penduduk terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu masyarakat pribumi dan masyarakat

pendatang. Masyarakat pribumi; warga penduduk asli yang sudah lama

menetap bahkan turun temurun mendiami wilayah Lampung. Sedangkan

masyarakat pendatang adalah penduduk pendatang yang tinggal dan menetap

disini. Penduduk pendatang terbagi lagi menjadi 2 (dua) unsur yakni

pendatang lokal/suku Lampung dari luar Lampung dan pendatang dari luar

kabupaten (bukan asli suku Lampung) dan luar Provinsi (DisnakertransProv

Lampung , 2000).

Suku Jawa merupakan etnis yang paling besar jumlahnya di Indonesia dan

secara umum banyak mendiami Pulau Jawa. Hal ini lambat laun

memunculkan masalah-masalah kependudukan di pulau tersebut ditambah

lagi dengan kedatangan etnis lainnya yang tentunya dapat menambah masalah

kependudukan di pulau tersebut yakni masalah kepadatan penduduk

(Dormauli, 2009).

Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah mencanangkan program

transmigrasi yakni perpindahan peduduk dari daerah yang padat ke daerah

yang jarang penduduknya, yaitu ke luar Pulau Jawa dan salah satunya adalah

Pulau Sumatera. Selain itu, migrasi atau perpindahan secara spontan juga

dilakukan oleh etnis-etnis Jawa tersebut dalam rangka memperbaiki taraf

kehidupan mereka yang telah sangat sulit dilakukan di Pulau Jawa tersebut.

Hal ini tentunya akan sangat turut mempengaruhi kepadatan penduduk yang

(48)

33

Penyelenggaraan transmigrasi di Provinsi Lampung pertama kali dimulai

pada tahun 1905 yang dikenal dengan program kolonisasi dengan

penempatan pertama sejumlah 155 KK transmigran yang berasal dari daerah

Kedu Jawa Tengah ke Desa Bagelen Gedong Tataan, 25 km sebelah barat

kota Bandar Lampung. Dari tahun 1905 hingga tahun 1943 di Provinsi

Lampung telah ditempatkan transmigran sebanyak 51.010 KK atau 211.720

jiwa di kawasan Gedong Tataan, Gadingrejo, Wonosobo Lampung Selatan,

dan kawasan Metro, Sekampung Trimurjo, dan Batanghari di Lampung

Tengah. Berdasarkan keberhasilan penempatan pertama tersebut kemudian

pada tanggal 12 Desember 1950, sebanyak 23 KK dengan 77 jiwa trnsmigrasi

(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik komparatif dengan pendekatan

Cross Sectional , dimana data yang menyangkut variabel bebas adalah suku

bangsa dan variabel terikat adalah Indeks facialis berdasarkan suku yang akan

dikumpulkan dalam waktu bersamaan.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Pelaksananan dibalai desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012.

3.3Populasi Penelitian

 Populasi target adalah laki – laki suku Lampung atau laki – laki suku

(50)

35

 Populasi terjangkau adalah laki – laki suku Lampung atau laki – laki

suku Jawa di desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten

Pesawaran

3.4Sampel Penelitan

Menurut Dahlan (2008), penentuan besar sampel untuk penelitian dapat

ditentukan dengan menggunakan rumus analitik numerik tidak berpasangan

yaitu:

=

= 2[

(

+

)

( 1

2)

]

Keterangan :

 = = = jumlah sampel

 = derivat baku normal untuk α sebesar 1,645

 = derivat baku normal untuk β sebesar 1,282

 ( 1− 2) = selisih minimal rerata indeks facialis yang

dianggap bermakna sebesar 7,722 ( mengacu hasil

penelitian Rahmawati,dkk. 2003 )

 s = simpangan baku gabungan kedua kelompok sesebesar

10, 31 (mengacu data dari penelitian Rahmawati,dkk. 2003

(51)

36

Berdasarkan rumus diatas maka dapat diperoleh estimasi besar sampel

sebanyak :

=

= 2[

( , , ) ,

( , )

]

= 30,5 dibulatkan menjadi 31 orang

Dengan demikian, besar sempel minimal masing – masing kelompok adalah

31 orang ( kelompok suku Lampung sebanyak 31 orang dan kelompok suku

Jawa 31 orang ). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

consecutive sampling.

Untuk lebih memudahkan dalam penelitian dan perhitungan, maka jumlah

sampel yang dipilah sebanyak 70 orang. Yang terdiri dari 35 orang suku

Lampung dan 35 orang suku Jawa. Dari seluruh populasi yang ada proporsi

pria suku Lampung sebesar 35 % sedangkan pria suku jawa 26 % dari total

populasi yang ada. Selanjutnya subjek penelitian tersebut disesuaikan dengan

kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian hingga diperoleh sampel yang

dikehendaki sebanyak 70 orang (Sastroasmoro, 2007).

3.5Kriteria Inklusi dan Ekslusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Laki – laki suku Lampung atau laki – laki suku Jawa bertempat tinggal

di Desa Negeri Sakti

(52)

37

3. Dua generasi diatas responden (ayah – ibu , kakek – nenek ) merupakan

suku Lampung atau suku Jawa

4. Memiliki IMT 18,5 – 22,9 kg/m²

5. Bersedia dan dapat ikut serta dalam penelitian setelah dilakukan

pengarahan dan menandatangani informed consent.

3.5.2 Kriteria Ekslusi

1. Terjadi trauma atau cedera pada daerah yang akan dilakukan pengukuran.

2. Responden pernah menderiata penyakit yang mengakibatkan gangguan

pada pertumbuhan tulang wajah seperti sindrom down,cedera maksilofasial

labioskisis, patoloskisis,labiopalatokisis, microcepali, macrocepali, dan

gangguan hormonal.

3. Responden pernah melakukan oprasi pada wajah

4. Oklusi klas II dan III Angle

3.6Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan

mempengaruhi variabel yang lain ( Sastroasmoro,2007). Variabel terkait

adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini

1. Variabel terikat adalah indeks facialis

2. Variabel bebasnya adalah suku bangsa

(53)

38

3.7Definisi Oprasional

Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar penelitian tidak terlalu luas maka

dibuat definisi operasional sebagai berikut :

Tabel 4. Definisi operasional masing-masing variabel.

No Variabel Definisi Alat ukur

Jarak antara titik nation ke titik

gnation

Jangka sorong Numerik

2. Lebar Wajah Jarak antara kedua titik zygion Jangka sorong Numerik

3.

Indeks

Facialis

Perbandingan antara panjang wajah

dan lebar wajah dikali 100

- Rasio

4. Bentuk wajah Gambaran bentuk wajah individu dari

nilai indeks facialis

Laki – laki yang mempunyai garis

keturunan Lampung dan dua generasi

di atas responden

(ayah-ibu-kakek-nenek) merupakan suku Lampung .

- Nominal

6. Suku Jawa

Laki – laki yang mempunyai garis

keturunan Jawa dan dua generasi di

atas responden

(ayah-ibu-kakek-nenek) merupakan suku Jawa .

(54)

39

3.8Alat dan Cara penelitian

3.8.1 Alat penelitian

1. Jangka sorong untuk nengukur panjang wajah dan lebar wajah. Alat ini

memiliki ketelitian 0,01 mm.

2. Timbangan dan microtoise

3. Formulir pencatatan hasil pengukuran dan responden

4. Alat tulis

Gambar 10. Alat –alat penelitian

3.8.2 Cara penelitan

1. Pengukuran tinggi dan berat badan

Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan apakah IMT responden

(55)

40

2. Pengukuran Panjang Wajah:

a. Tentukan titik nation (N) yaitu perbatasan antara hidung dan dahi,

kemudian tentukan titik gnation (GN ) yaitu titik yang terletak pada

bagian paling bawah medial dagu.

b. Responden diminta untuk tegak dan melihat lurus kedepan ,

sehingga garis antara sudut mata luar ( komisura palpebralis

lateralis) membentuk garis yang sejajar

c. Ukur kedua titik tersebut dengan menggunakan jangka sorong

d. Hasil pengukuran dicatat dalam formulir pencatatan

3. Pengukuran Lebar Wajah :

a. Tentukan titik tonjolan zygion kiri dan kanan

b. Ukurlah lebar wajah dari kedua titik tersebut dengan menggunakan

Caliper rentang

c. Hasil pengukuran dicatat dalam formulir pencatatan.

3.9Pengolahan Data dan Analisis

3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah

kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian data diolah menggunakan

program SPSS 19.0. for Windows α ≤ 0,05

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini

(56)

41

a). Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis.

b). Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

c). Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data

yang telah dimasukkan kedalam komputer.

d). Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian

dicetak.

3.9.2 Analisis Statistika

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan

program SPSS 19.0 for Windows dimana akan dilakukan 2 macam analisa

data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

3.9.2.1Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel

bebas dan variabel terkait, yaitu rata-rata panjang wajah (nation –gnation)

dan rata-rata lebar wajah (zygion - zygion ), indeks facialis berdasarkan

suku dan memudahkan untuk menetukan bentuk - bentuk wajah

(57)

42

3.9.2.2Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan

menggunakan uji statististik :

a. Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu

data apakah normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji

Kolmogorov-Smirnov digunakan apabila besar sampel > 50 sedangkan

uji Shapiro-Wilk digunakan apabila besar sampel≤ 50 .

Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke

dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05

maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika

nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal

(Dahlan, 2008).

b. Perbedaan indeks facialis antara suku Lampung dan suku Jawa

Uji T tidak berpasangan merupakan uji parametrik (distribusi data

normal) yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi

yang berasal dari populasi yang berbeda. Dalam hal ini uji tersebut

digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan indeks facialis

antara suku Lampung dan suku Jawa. Namun, bila distribusi data tidak

normal dapat digunakan uji U Mann – Whitney sebagai alternatif

(58)

43

1) Data harus berdistribusi normal (wajib)

(59)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks facialis laki – laki suku Lampung dan suku Jawa.

2. Pada laki – laki suku Lampung memiliki nilai rata – rata indeks facialis lebih besar yaitu 93,86 dibandingkan dengan nilai indeks facialis laki – laki suku jawa yaitu 88,24.

3. Berdasarkan nilai indeks facialis, didapatkan bentuk wajah subjek penelitian laki-laki suku Lampung rata - rata tergolong hyperleptoprosop dengan persentase 68,6 % dan bentuk wajah pada laki – laki suku Jawa rata - rata tergolong

mesoprosop dengan persentrase 62,9 % .

5.2 Saran

(60)

58

2. Perlu dilakuakan pengukuran lebih lanjut tentang indeks facialis pada suku Lampung berdasarkan subsuku yaitu suku Lampung Peminggir dan suku Lampung Pepadun dengan jenis kelamin yang berbeda.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan nilai indeks lain seperti indeks

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Ardhana ,W. 2006. Kuliah Orthodonti II. Maret 2006. Tufts U. 28 Oktober 2007

Artaria, M.D. 2008. Metode Pengukuran Manusia. Cetakan Pertama. Airlangga University Press: Surabaya.

Badan Pusat Statistik Prov Lampung.2010. Lampung Dalam Angka (2010). CV. Mulia Abadi: Bandar Lampung.

Dewi, dkk. 2003. Dimorfisme Sexual Sacrum pada Rangka di Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada : Indeks Sacral dan Sudut Mid Lateral Sacral. Berkala Ilmu Kedokteran.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmingrasi Prov Lampung.2000

Dorland, N. 2002. Kamus Kedokteran DORLAND. Edisi 29 . EGC: Jakarta.

Dormauli, S. 2009. Kehidupan EKonomi, Budaya dan Sosial Etnis Jawa di Berastagi (1968-1986). [Skripsi]. Fakultas Sastra Departemen Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara: Medan.

Eko, S. 2005. Korelasi Tinggi Wajah Dengan Lebar Wajah Pada Suku Batak.

Skripsi.Universitas Padjadjaran: Bandung.

Enlow, Dr. Donald & Hans, Dr. Mark. 2008. Essentials of facial growth. Second Edition W.B. Saunders Company: United Kingdom .

Esanra, T. SH. 2008. Kedudukan Anak Angkat Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Siwo Migo Buai Subing Studi Di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. Tesis. Universitas Diponegoro: Semarang.

Foster, T.D. 1999. Buku Ajar Ortodonsi. Edisi ke III. EGC: Jakarta.

Glinka, J, dkk. 2008. Metode Pengukuran Manusia. Airlangga University Press: Surabaya.

(62)

60

Herawati, N. 2011. Penentuan Indeks Kepala dan Wajah Orang Indonesia berdasarkan Suku di Kota Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Medan.

Heffner, Linda J, dkk. 2008.At a Glance : Sistem Reproduksi. Erlangga. Jakarta

Koentjaraningrat. 1997. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Djambatan. Jakarta.

Kusnoto, H. 1998. Studi Morfologi Kraniofasial Orang Indonesia Kelompok Etnik Deutromelayu umur 6 – 15.[ Desertasi ]. FKG. Unpad: Bandung.

Mokhtar, M. 2002. Dasar – dasar orthodontiI. Bina Insana Pustaka: Medan.

Muhammad, B. 2002. Pokok-pokok Hukum Adat. Pradnya Paramita: Jakarta.

R. Putz & R. Pabst. 2007. Atalas Anatomi Manisua. Sobotta edisi ke 22. EGC: Jakarta.

Rahmawati, Neni Trilusiani, dkk. 2003. Kajian kefalometrik (Studi perbandingan antara suku Jawa di Yogyakarta dan suku Naulu di pulau Seram, Maluku Tengah). Bagian Anatomi, Embriologi dan Antropologi. FK UGM: Yogyakarta.

Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7 . EGC: Jakarta.

Sastroasmoro S. 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Sagung Seto: Jakarta.

Sina, M. Ibnu. 2011. Studi Variasi Indeks Acromiocristalis Berdasarkan Jenis Kelamin dan Gambaran Bentuk Perawakan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila. [Skripsi]. FK Unila: Bandar Lampung

Singh, G. 2007. Textbook of orthodontics. Jaypee: India.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-6. EGC: Jakarta.

Suryadinata L, Evi Nurvidya arifin, Aris Ananta. 2003. Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape.Institute of Southeast Asian Studies: Singapore.

Suriyanto RA, Koeshardjono. 1999. Studi Variasi Indeks Akromiokristalis. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta ( 16 Mei 2012, Pukul 21.22 WIB)

(63)

61

Swasonoprijo S., Susilowati. 2002. Studi Banding Morfologi dan Indeks: Kepala, Wajah, Hidung pada Orang Toraja dan Naulu. Sci&Tech, Vol. 3 No. 3 3Desember 2002: 28-36.

Thompson, G.H, et al. 2000. Masalah-Masalah Orthopedi dalam Nelson Textbook of Pediatrics edisi 15. EGC: Jakarta.

Gambar

Tabel
Gambar  Halaman
Gambar 1. Bagan alur faktor – faktor yang mempengaruhi bentuk dan tulang wajah  (Hastuti, 2004 dan Mudiyah Mockhtar 2002)
Gambar 2. Bagan hubungan antara variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian data tentang sikap masyarakat pada kekerabatan lampung saibatin di Desa Padang Ratu Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pasawaran Tahun 2010 sebagian

Perlu dilakukan penelitian terhadap panjang tulang dari bagian tubuh lainnya dan dalam jumlah sampel yang lebih besar pada pria dewasa dan wanita dewasa suku Lampung dan