• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG DAN SUKU JAWA DI DESA SUKABUMI KECAMATAN TALANG PADANG KABUPATEN TANGGAMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG DAN SUKU JAWA DI DESA SUKABUMI KECAMATAN TALANG PADANG KABUPATEN TANGGAMUS"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG DAN SUKU

JAWA DI DESA SUKABUMI KECAMATAN TALANG PADANG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

FINI AMALIA

Terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia tahun 2014. Pada kasus mutilasi, jasad korban yang ditemukan tidak utuh akan mempersulit proses identifikasi. Proses penentuan tinggi badan merupakan langkah utama dalam proses identifikasi ketika hanya sebagian tubuh yang ditemukan. Salah satu cara menentukan tinggi badan adalah dengan menggunakan panjang dari tulang panjang. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan panjang tulang humerus dengan tinggi badan.

Penelitian ini dilakukan pada November 2014 di Desa Sukabumi, dengan metode deskriptif analitik dan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling dan memperoleh 30 responden untuk masing-masing suku Lampung dan suku Jawa.

Panjang humerus rerata pria dewasa suku Lampung adalah 26,67 cm dan tinggi badan rerata pria dewasa suku Lampung adalah 166,483 cm dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,806. Panjang humerus rerata pria dewasa suku Jawa adalah 26,042 cm dan tinggi badan rerata pria dewasa suku Lampung adalah 165,007 cm dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,784. Panjang humerus menunjukan korelasi yang positif sangat kuat dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung dan panjang humerus menunjukan korelasi yang positif kuat dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa.

(2)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN HUMERUS LENGHT AND BODY HEIGHT ON LAMPUNGNESE AND JAVANESE ADULT MAN IN SUKABUMI VILLAGE TALANG PADANG SUBDISTRICT TANGGAMUS DISTRICT

By

FINI AMALIA

There were many cases of mutilation revealed in Indonesia in 2014. In the case of mutilation, the bodies of the victims were found not complete so that difficult for the identification process. The process of determining height is a major step in the process of identification when only part of the body was found, and one way of determining height is using the length of the long bones. The research was aimed to analyze the correlation between humerus lenght and body height.

This research was done in November 2014 at Sukabumi village, it uses analytic descriptive method by cross sectional approach. The sampling is done by consecutive sampling and obtain 30 respondents for each Lampungnese and Javanese man adult.

The average humerus lenght of Lampungnese man is 26.67 cm and the average body height of Lampungnese man is 166.483 cm with correlation coefficient (r) 0.806. The average humerus lenght of Javanese man is 26.042 cm and the average body height of Javanese man is 165.007 cm with correlation coefficient (r) 0.784. Humerus lenght showed a very strong positive correlation with body height in Lampungnese man adult and humerus lenght showed a strong positive correlation with body height in Javanese man adult.

(3)

KORELASI ANTARA PANJANG TULANG HUMERUS DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA SUKU LAMPUNG DAN SUKU

JAWA DI DESA SUKABUMI KECAMATAN TALANG PADANG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

FINI AMALIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Talang Padang, Provinsi Lampung pada tanggal 17 Mei 1993, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari bapak Drs. Hasferi Hs dan ibu Zahara S.Pd.

Pendidikan Taman Kanak (TK) diselesaikan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Talang Padang pada tahun 1999, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Banding Agung Kecamatan Talang Padang pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan di SMPN 1 Talang Padang pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Al Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

(8)

Puji syukur kehadirat Allah Swt, kupersembahkan karya

sederhana ini untukmu, keluargaku..

Mama dan Papa tercinta

Uni Ninoy dan Abang Gamal tersayang

Keluarga Besar Datuk Amir (Alm) dan Babo Hasan (Alm)

“Sesungguhnya par

a Malaikat

membentangkan sayapnya untuk orang yang

menuntut ilmu karena ridha atas apa yang

mereka lakukan.”

(9)

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya.

Skripsi dengan judul “Korelasi antara Panjang Tulang Humerus dengan Tinggi Badan Pada Pria Dewasa Suku Lampung dan Suku Jawa di Desa Sukabumi Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedoketran Universitas Lampung;

(10)

telah diberikan;

6. dr. Betta Kurniawan, M.Kes., selaku Pembimbing Akademik atas motivasi, perhatian, saran dan masukan selama ini;

7. Kepada Mama dan Papa tercinta (Zahara Amir S.Pd dan Drs. Hasferi Hasan) yang tidak pernah putus mengirimkan doanya disetiap waktu dan selalu memberikan motivasi, dukungan juga kasih sayang kepada penulis, terimakasih untuk selalu ada disetiap waktu;

8. Kepada uni Ninoy Friza Amalia, mas Exsa Hadibrata dan abang Hanafi Agamal yang selalu memberikan doa, saran, motivasi dan semangat kepada penulis. Kepada Ibu, Bapak dan mbak Nina atas doa dan motivasinya;

9. Seluruh Staf dosen dan Staf karyawan FK Unila atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan dan motivasi penulis;

10. Seluruh Staf TU, Administrasi dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini;

11. Kepada keluarga besar Datuk Amir (Alm) dan Babo Hasan (Alm) yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus;

(11)

Sabrine Dwigint yang dapat memberikan energi tambahan secara ajaib kepada penulis, terimakasih atas dukungan dan kebahagiaan yang diberikan. Semoga persahabatan ini semakin kokoh dan terjaga selamanya;

14. Kak Kunto, yang sudah memberikan saran dan motivasi kepada penulis. Fajar, sahabat yang baik hati, terimakasih untuk doa dan semangatnya;

15. Teman-teman angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kekompakan, canda, tawa, maupun masalah selama 3,5 tahun yang telah memberikan warna serta makna tersendiri. Semoga kebersamaan dan kekompakkan selalu terjalin baik sekarang maupun kedepan nanti;

16. Teman-teman dari PMPATD Pakis Rescue Team SC 06, terimakasih sudah berbagi ilmu dan kegembiraan ketika bersama kalian;

17. Teman-teman Classtopus dan GG yang menjadi bagian kecilnya, Atikah, Zhakia, Cita, Suci, Sulis, Shilvy, Tia, Arni dan Lili terimakasih selalu mendoakan dan memberi motivasi walaupun kita sudah sulit bertemu. Semoga kita akan berkumpul lagi dengan cerita kesuksesan masing-masing; 18. Anak-anak Mama di rumah, Wardah, Neri, Tedi, Dela, dan Widia untuk doa

dan bantuannya. Tina, Yana, Mbak Septi, Mbak Tarni, Mbak Sri dan mbak lainnya yang sudah mau menemani dan membantu penulis di rumahnya; 19. Teman-teman KKN 2014 Gayam Merdeka, Isti, Ibet, Theo, bang Fiskan,

(12)

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga segala perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

I.4. Manfaat Penelitian ... 5

I.5. Kerangka Teori ... 6

I.6. Kerangka Konsep ... 7

I.7. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

II.1.Sistem Rangka Manusia... 8

II.1.1.Anatomi Tulang... 9

II.1.2.Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk ... 10

II.1.3.Fungsi Tulang ... 12

II.1.4.Pertumbuhan Tulang ... 14

II.1.5.Faktor Pertumbuhan Tulang ... 17

II.1.6.Anatomi Humerus ... 23

II.2.Perkiraan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Tulang ... 27

II.2.1.Tinggi Badan ... 27

II.2.2.Formula Pengukuran Tinggi Badan ... 29

II.3.Gambaran suku Lampung dan suku Jawa... 35

III. METODE PENELITIAN ... 38

III.1.Rancangan Penelitian ... 38

(14)

III.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

III.3.1.Populasi Penelitian ... 38

III.3.2.Sampel Penelitian ... 39

III.4.Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ... 40

III.4.1.Kriteria Inklusi ... 40

III.4.2.Kriteria Eksklusi ... 40

III.5.Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 40

III.5.1.Identifikasi Variabel ... 40

III.5.2.Definisi Operasional Variabel... 41

III.6.Instrumen dan Prosedur Penelitian ... 41

III.6.1.Instrumen Penelitian ... 41

III.6.2.Prosedur Penelitian ... 42

III.7.Pengolahan dan Analisis Data ... 44

III.7.1.Pengolahan Data ... 44

III.7.2.Analisis Data ... 45

III.8.Alur Penelitian ... 47

III.9.Etik Penelitian ... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

IV.1.Hasil ... 48

IV.1.1.Hasil Pengukuran ... 48

IV.1.2.Korelasi antara Panjang Humerus dan Tinggi Badan ... 49

IV.1.3.Rumus Regresi antara Panjang Humerus dan Tinggi Badan ... 50

IV.2.Pembahasan ... 51

IV.2.1.Hasil Pengukuran ... 51

IV.2.2.Koefisien Korelasi antara Panjang Humerus dengan Tinggi Badan ... 54

IV.2.3.Rumus Regresi Tinggi Badan ... 55

V. KESIMPULAN ... 57

V.1.Simpulan ... 57

V.2.Saran ... 58

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tinggi badan rerata laki-laki menurut beberapa peneliti ... 28

Tabel 2. Formula Karl Pearson untuk Laki-laki ... 30

Tabel 3. Formula Trotter Glesser (1952) ... 31

Tabel 4. Formula Trotter-Glesser (1958) ... 31

Tabel 5. Formula Dupertuis dan Hadden ... 32

Tabel 6. Formula Telkka ... 32

Tabel 7. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman ... 33

Tabel 8. Formula Antropologi Ragawi UGM ... 33

Tabel 9. Formula Djaja Surya Amadja ... 34

Tabel 10. Formula Amri Amir ... 34

Tabel 11. Definisi Operasional Variabel... 41

Tabel 12. Rerata Tinggi Badan dan Panjang Tulang Humerus suku Lampung dan Jawa ... 48

Tabel 13. Hasil analisis korelasi Pearson suku Lampung ... 49

Tabel 14 . Hasil analisis korelasi Pearson suku Jawa ... 50

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Teori... 6

Gambar 2. Kerangka Konsep ... 7

Gambar 3. Tulang Penyusun Kerangka Tubuh ... 9

Gambar 4. Histologi Tulang Panjang ... 11

Gambar 5. Osifikasi membranosa ... 15

Gambar 6. Osifikasi Endokondral ... 16

Gambar 7. Humerus (Ki) (a) tampak Ventral (b) tampak Dorsal ... 25

Gambar 8. Microtoise dan kaliper geser ... 42

Gambar 9. Pengukuran Tinggi Badan (A) dan Panjang Humerus (B)... 44

(17)

I. PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang

Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia. Beberapa kasus tersebut antara lain kasus mutilasi di Malang dan Klaten pada bulan Februari, di Cianjur pada bulan Maret, di Bali pada bulan Juni, dan kasus di Riau yang ditangani cukup lama hingga terungkap di pertengahan tahun 2014 (Humas Polri, 2014). Pada kasus mutilasi, identifikasi forensik sangat penting dilakukan untuk menentukan identitas korban. Hal ini disebabkan jasad korban ditemukan dalam keadaan tidak utuh sehingga mempersulit proses identifikasi (Budiyanto, 1997).

(18)

Proses penentuan tinggi badan merupakan langkah utama dalam proses identifikasi ketika hanya sebagian tubuh saja yang ditemukan (Patel, 2007). Sejak ratusan tahun yang lalu penentuan tinggi badan berdasarkan panjang tulang panjang telah digunakan secara luas dalam kasus-kasus medikolegal (Sulijaya, 2013). Kalkulus digunakan pertama kali untuk menghubungkan antara tulang panjang dengan tinggi badan. Metode ini dilakukan pada tahun 1898 yaitu oleh Pearson K dan kawan-kawan (Mondal et al., 2012).

Dalam melakukan pengukuran tinggi badan sebenarnya akan mudah dilakukan apabila potongan-potongan jenazah masih lengkap sehingga dapat disusun dan dilakukan pengukuran secara langsung. Namun masalah yang sering terjadi adalah hanya beberapa bagian tubuhnya saja yang ditemukan, misalnya bagian dari ekstrimitas tubuh. Apabila hanya sebagian tulang saja yang didapat, maka dengan mengukur panjang dari tulang panjang (humerus, radius, ulna, femur, tibia, dan fibula) dan memasukkannya ke dalam rumus, dapat diperoleh tinggi badannya. Terdapat beberapa rumus baku yang menggunakan panjang dari tulang panjang, seperti rumus Karl Pearson, Trotter dan Gleser, Dupertuis dan Hadden, juga rumus Antropologi Ragawi UGM (Kusuma dan Yudianto, 2010).

(19)

faktor seperti faktor genetik, diet, ras atau lingkungan (Mondal et al., 2012). Faktor-faktor non patologis yang mempengaruhi distribusi karakteristik antropometris antara lain: usia, jenis kelamin, dan daerah geografis (Sulijaya, 2013). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara umum ada dua faktor yaitu faktor internal (genetik dan jenis kelamin) dan faktor eksternal (lingkungan, gizi, obat-obatan dan penyakit) (Supariasa, 2002).

A.L. kroeber membagi ras bangsa manusia ke dalam empat ras pokok, yaitu ras kaukasoid, ras mongoloid, ras negroid, dan ras australoid. Meskipun ras di Indonesia sebagian besar memiliki kesamaan, setiap suku yang ada memiliki ciri khas fisik yang berbeda. Hal ini disebabkan karena sudah terjadi banyak persilangan antar ras yang ada (Koentjaraningrat, 1997).

(20)

karena dirasakan belum adanya penelitian di desa tersebut dan Desa Sukabumi memiliki mayoritas penduduk suku Lampung dan suku Jawa.

I.2.Rumusan Masalah

Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia namun identifikasi forensik masih sulit untuk dilakukan. Proses penentuan tinggi badan merupakan langkah utama dalam proses identifikasi ketika hanya sebagian tubuh saja yang ditemukan Terdapat beberapa rumus baku yang menggunakan panjang dari tulang panjang termasuk tulang humerus. Penelitian tentang pengukuran tinggi badan berdasarkan tulang humerus merupakan penelitian yang masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan pada pria suku Lampung dan suku Jawa yang akan dilakukan di Desa Sukabmi, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus.

I.3.Tujuan

I.3.1. Tujuan Umum

(21)

I.3.2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan korelasi antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung di desa Sukabumi, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus. b. Mampu menjelaskan korelasi antara panjang tulang humerus

dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa di desa Sukabumi, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus.

I.4.Manfaat Penelitian

Dari latar belakang dan tujuan diatas, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu:

a. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu pada bidang anatomi, forensik dan antropometri pada peneliti serta dapat menerapkan ilmunya.

b. Bagi pembaca, diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan mengenai korelasi tulang humerus dengan tinggi badan.

(22)

I.5.Kerangka Teori

Tinggi badan merupakan salah satu ciri khas manusia yang memiliki variasi berbeda pada setiap individu (Mondal et al., 2012). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan secara umum ada dua faktor yaitu faktor internal (genetik dan jenis kelamin) dan faktor eksternal (lingkungan, gizi, obat-obatan dan penyakit) (Supariasa, 2002).

Gambar 1. Kerangka Teori (Supariasa, 2002). Faktor Internal:

 Genetik

 Jenis Kelamin

Faktor Eksternal:

 Lingkungan

 Gizi

 Obat-obatan

 penyakit

 

Pertumbuhan Tulang

(23)

I.6.Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep.

I.7.Hipotesis

Terdapat korelasi positif antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung dan suku Jawa.

Variabel Independen: Panjang tulang humerus

Variabel Dependen: Tinggi Badan

Variabel terkendali:

-Usia

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1.Sistem Rangka Manusia

Tulang kerangka manusia dewasa terdiri dari 206 segmen tulang yang sebagian besar berpasangan satu dengan yang lain yaitu sisi kiri dan sisi kanan. Tulang kerangka pada bayi dan anak-anak lebih dari 206 segmen tulang karena beberapa tulang dulunya belum mengalami penyatuan, misalnya tulang sacrum dan coxae pada tulang vertebra (Tortora dan Derrickson, 2011). Kerangka aksial (kerangka sumbu tubuh) terdiri dari 80 segmen tulang, beberapa diantaranya adalah tulang kepala (cranium), tulang leher (os hyoideum dan vertebrae cervicales), dan tulang batang tubuh (costae, sternum, vertebrae dan sacrum). Kerangka apendikular yaitu kerangka tambahan terdiri dari tulang-tulang ekstremitas baik ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah dengan total 126 segmen tulang (Moore dan Agur, 2002).

(25)

kerangka berubah seiring dengan pertumbuhan tubuh. Semakin muda usia seseorang, semakin besar bagian kerangka yang berupa tulang rawan (Moore dan Agur, 2002).

Gambar 3. Tulang Penyusun Kerangka Tubuh (Paulsen dan Waschke, 2012).

II.1.1.Anatomi Tulang

Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan matriks. Tulang bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut organik (Snell, 2012).

(26)

banyaknya bahan padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar dan lapisan substansia spongiosa di sebelah dalam, kecuali apabila masa substansia spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris (rongga sumsum) (Moore dan Agur, 2002).

II.1.2.Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk

a. Tulang Panjang

(27)

Gambar 4. Histologi Tulang Panjang (Tortora dan Derrickson, 2011)

b. Tulang Pendek

Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki. Contoh jenis tulang ini antara lain os Schapoideum, os lunatum,dan talus. Tulang ini terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selaput tipis tulang kompakta. Tulang-tulang pendek diliputi periosteum dan facies articularis diliputi oleh kartilago hialin.

c. Tulang Pipih

(28)

d. Tulang Iregular

Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam kelompok yang telah disebutkan di atas (contoh, tulang-tulang tengkorak, vertebrae, dan os coxae). Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang kompakta di bagian luarnya dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang spongiosa.

e. Tulang Sesamoid

Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-tendo tertentu, tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang. Sebagian besar tulang sesamoid tertanam di dalam tendon dan permukaan bebasnya ditutupi oleh kartilago. Tulang sesamoid yang terbesar adalah patella, yang terdapat pada tendo musculus quadriceps femoris. Contoh lain dapat ditemukan pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor hallucis brevis, fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi friksi pada tendo, dan merubah arah tarikan tendo (Snell, 2012).

II.1.3.Fungsi Tulang

a. Menopang Tubuh

(29)

b. Proteksi

Sistem kerangka melindungi sebagian besar organ dalam tubuh yang sangan penting untuk berlangsungnya kehidupan, seperti otak yang dilindungi oleh tulang cranial, vertebrae yang melindungi sistem saraf dan tulang costa yang melindungi jantung dan paru-paru.

c. Mendasari Gerakan

Sebagian besar dari otot melekat pada tulang, dan ketika otot berkontraksi, maka otot akan menarik tulang untuk melakukan pergerakan.

d. Homeostasis Mineral (penyimpanan dan pelepasan)

Jaringan tulang menyimpan beberapa mineral khususnya kalsium dan fosfat yang berkontribusi untuk menguatkan tulang. Jaringan tulang menyimpan 99% dari kalsium dalam tubuh. Apabila diperlukan, kalsium akan dilepaskan dari tulang ke dalam darah untuk menyeimbangkan krisis keseimbangan mineral dan memenuhi kebutuhan bagian tubuh yang lain.

e. Memproduksi Sel Darah

(30)

f. Penyimpanan Trigliserid

Sumsum tulang kuning sebagian besar terdiri dari sel adiposa yang menyimpan trigliserid (Tortora dan Derrickson, 2011).

II.1.4.Pertumbuhan Tulang

Proses pembentukan tulang disebut osifikasi (ossi = tulang, fikasi = pembuatan) atau disebut juga osteogenesis (Tortora dan Derrickson, 2011). Semua tulang berasal dari mesenkim, tetapi dibentuk melalui dua cara yang berbeda. Tulang berkembang melalui dua cara, baik dengan mengganti mesenkim atau dengan mengganti tulang rawan. Sususan histologis tulang selalu bersifat sama, baik tulang itu berasal dari selaput atau dari tulang rawan (Moore dan Agur, 2002).

a. Osifikasi membranosa

(31)

Gambar 5. Osifikasi membranosa (Tortora dan Derrickson, 2011).

b. Osifikasi Endokondral

(32)

Gambar 6. Osifikasi Endokondral (Tortora dan Derrickson, 2011).

(33)

rapuh. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 70 tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula dibanding dengan korteks (Darmojo, 2004).

II.1.5.Faktor Pertumbuhan Tulang

Tinggi badan berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Menurut Supariasa (2002) hal tersebut berdasarkan dua faktor, yaitu:

a. Faktor Internal

1) Genetik

(34)

pelepasan hormon seperti hormon pertumbuhan dari glandula endokrin dan menstimulasi pertumbuhan sel dan perkembangan jaringan terhadap status kematangannya (matur state) (Supariasa, 2002).

(35)

2) Jenis Kelamin

Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita. Secara teori disebutkan bahwa umumnya pria dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat. Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih angular. Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak subkutan. Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas, dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar (Snell, 2012).

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan

(36)

menyebabkan bayi yang akan dilahirkan menjadi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan.

Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir antara lain lingkungan biologis, seperti ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi dan kronis, adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon. Selain itu faktor fisik dan biologis, psikososial dan faktor keluarga yang meliputi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh (Supariasa, 2002).

2) Gizi

Gizi yang buruk pada anak-anak dapat menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh. Sedangkan gizi yang baik akan mencukupi kebutuhan tubuh dalam rangka pertumbuhan (Supariasa, 2002).

(37)

meningkatkan absorbsi kalsium dari makanan pada sistem gastrointestinal ke dalam darah. Vitamin K dan B12 juga

dibutuhkan untuk sintesis protein tulang (Tortora dan Derrickson, 2011).

3) Obat-obatan

(38)

4) Penyakit

Beberapa penyakit dapat menyebabkan atrofi pada bagian tubuh, sehigga terjadi penyusutan tinggi badan. Beberapa penyakit tersebut adalah:

a) Kelainan akibat gangguan sekresi hormon pertumbuhan dapat menyebabkan gigantisme, kretinisme dan dwarfisme. Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis. Apabila terjadi setelah dewasa, pertumbuhan tinggi badan sudah terhenti maka akan menyebabkan akromegali yaitu penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak. Kretinisme memiliki sumber penyebab yang sama dengan gigantisme, yaitu GH. Pada kretinisme terjadi kekurangan sekresi dari GH. Dwarfisme merupakan suatu sindrom klinis yang diakibatkan oleh insufisiensi hipofisis yang pada umumnya memengaruhi semua hormon yang secara normal disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior (Schteingart, 2012).

(39)

dengan lordosis adalah merupakan kelainan pada tulang belakang bagian perut melengkung ke depan sehingga bagian perut maju (Fauci et al., 2008).

c) Pada lanjut usia biasanya menderita osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I lebih disebabkan karena menopause sehingga perbandingan laki-laki dan perempuannya adalah 1:6 dengan usia kejadian 50-75 tahun. Pada osteoporosis tipe II yang disebut juga sebagai osteoporosis senilis, disebabkan karena gangguan absorbsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sehingga menyebabkan timbulnya osteoporosis. Angka kejadian laki-laki dibanding perempuan adalah 1:2 dengan usia diatas 70 tahun (Setiyohadi, 2007).

II.1.6.Anatomi Humerus

a. Tulang Humerus

(40)

kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapulae. Tepat di bawah caput humeri terdapat collum anatomicum. Di bawah collum terdapat tuberkulum majus dan minus yang dipisahkan oleh sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri terdapat sulcus spiralis yang ditempati oleh nervus radialis (Snell, 2012).

(41)

Gambar 7. Humerus (Ki) (a) tampak Ventral (b) tampak Dorsal (Paulsen dan Waschke, 2012).

b. Vaskularisasi

(42)

Sepanjang lintasannya di lengan atas arteria brachialis melepaskan banyak cabang muskular dan sebuah arteria nutriens untuk humerus. Cabang utama arteria brachialis ialah arteria profunda brachii, arteria collateral ulnaris superior dan arteria collateralis ulnaris inferior. Kedua arteri terakhir turut membentuk anastomosis arterial sekeliling daerah siku (Moore dan Agur, 2002).

c. Inervasi Humerus

(43)

Nervus radialis mempersarafi otot-otot kompartemen posterior posterior (ekstensor) lengan atas. Saraf ini memasuki lengan atas di sebelah posterior arteria brachialis, medial terhadap humerus, dan anterior terhadap caput longum musculus triceps. Nervus radialis melintas ke arah inferolateral bersama arteria profunda brachii mengelilingi corpus humeri dalam sulcus radialis. Sewaktu nervus radialis sampai pada tepi lateral tulang ini, nervus radialis menembus septum intermusculare laterale dan melintas lanjut ke distal antara musculus brachialis dan musculus brachioradialis sampai setinggi epicondylus lateralis humeri. Setelah melalui epicondylus lateralis humeri, nervus radialis terbagi menjadi ramus profundus dan ramus superfisialis. Fungsi ramus profundus nervi radialis seluruhnya bersifat muskular dan artikular. Ramus superficialis nervi radialis mengantar serabut sensoris ke punggung tangan dan jari-jari tangan (Moore dan Agur, 2002).

II.2.Perkiraan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Tulang

II.2.1.Tinggi Badan

(44)

tinggi dari kerdil hingga raksasa. Beberapa peneliti memiliki standar nilai yang berbeda pada ukuran ketinggian tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Tinggi badan rerata laki-laki menurut beberapa peneliti (Indriati, 2010).

Laki-laki

Vallois Martin Montandon Vandervael

Kerdil <125 <130 <135 <125

Sangat Pendek - 130-149,9 135-146,9 125-155

Pendek 125-159,9 150-159,9 147-158,9 155-161

Sub-Medium 160-164,9 160-163,9 159-162,9 161,5-167,5

Medium - 164-166,9 163-166,9 168-174

Supra-medium 165-169,9 167-169,9 167-170,9 174,5-180,5

Tinggi 170-199,9 170-179,9 171-182,9 181-187

Sangat Tinggi - 180-199,9 183-194,9 187-200

Raksasa >200 >200 >195 >200

Pada masa yang lalu, para ilmuwan telah menggunakan setiap tulang kerangka manusia dari femur sampai metakarpal dalam menentukan tinggi badan. Para ilmuwan telah mendapat kesimpulan bahwa tinggi badan dapat ditentukan bahkan dengan tulang yang kecil, meskipun mereka mendapati sebuah kesalahan kecil dalam penelitian mereka (Krishan, 2006). Pengukuran tinggi badan secara kasar dapat diperoleh melalui beberapa perhitungan ini:

a. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan,

(45)

ke salah satu tumit, dengan posisi pinggang dan kaki diregang serta tumit dijinjitkan,

c. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari tengah sampai ke acromion di klavicula pada sisi yang sama) dikali dua (cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah klavikula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni) d. Mengukur panjang dari lekuk di atas sternum (sternal notch)

sampai simfisis pubis lalu dikali 3,3,

e. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olekranon pada satu sisi yang sama, lalu dikali 3,7,

f. Panjang femur dikali 4, g. Panjang humerus dikali 6.

II.2.2.Formula Pengukuran Tinggi Badan

Telah terdapat beberapa perhitungan tentang tinggi badan rerata yang dilakukan di beberapa belahan dunia. Beberapa diantaranya adalah rumus Karl Pearson, Trotter dan Gleser, Dupertuis dan Hadden, juga rumus Antropologi Ragawi UGM (Yudianto dan Kusuma, 2010).

II.2.2.1.Formula Karl Pearson

(46)

seperti tulang femur, humerus, tibia dan radius (Yudianto dan Kusuma, 2010). Tabel 2 menunjukan rumus yang digunakan pada laki-laki.

F1 = Panjang maksimal tulang femur H1 = Panjang maksimal tulang humerus T1 = Panjang maksimal tulang tibia R1 = Panjang maksimal tulang radius

II.2.2.2.Formula Trotter Glesser (1952)

(47)

Tabel 3. Formula Trotter Glesser (1952) (Yudianto dan Kusuma, 2010).

Laki-laki kulit Putih Laki-laki kulit Hitam

63.05 + 1.31 (femur + Fibula)

Formula ini memakai subjek penelitian kelompok laki-laki ras mongoloid. Pada tabel 4 ditunjukan bahwa ada 10 rumus total dengan 6 rumus menggunakan masing-masing dari tulang panjang, dan 4 rumus yang lain dengan penjumlahan dari beberapa tulang panjang (Yudianto dan Kusuma, 2010).

Tabel 4. Formula Trotter-Glesser (1958) (Yudianto dan Kusuma,

Angka dengan tanda ± adalah nilai standard error, yang dapat dikurangi

(48)

II.2.2.4.Formula Dupertuis dan Hadden

Merupakan formula yang didasarkan atas penelitian terhadap tulang-tulang panjang pada orang Amerika. Dijelaskan pada tabel 5, terdapat banyak rumus dengan menjumlahkan lebih dari satu tulang panjang (Yudianto dan Kusuma, 2010).

Tabel 5. Formula Dupertuis dan Hadden (Yudianto dan Kusuma,

1.728 (Humerus + Radius) + 71.429cm

1.422 (Femur) + 1,062 (Tibia) + 66,544cm

1.789 (Humerus) + 1.841 (Radius) + 66.400cm

1.928 (Femur) + 0.568 (Humerus) + 64.505cm

1.442 (Femur) + 0.931 (Tibia) + 0.083 (Humerus) + 0.480 (Radius) + 56.006 cm

II.2.2.5.Formula Telkka

Merupakan formula yang didasarkan dari pemeriksaan terhadap orang-orang Finisia (Davidson, 2009). Tabel 6 menunjukan bahwa formula ini memiliki standard error, yang dapat dikurangi atau ditambah pada nilai yang diterima dari kalkulasi.

Tabel 6. Formula Telkka (Davidson, 2009).

(49)

II.2.2.6.Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman

Penelitian ini dilakukan terhadap laki-laki dari 3 suku bangsa terbesar di Malaysia yaitu Melayu, Cina dan India (Davidson, 2009). Pengukuran dalam formula ini tulis dalam satuan sentimeter (Tabel 7).

Tabel 7. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman (Davidson, 2009).

II.2.2.7.Formula Antropologi Ragawi UGM

(50)

II.2.2.8.Formula Djaja Surya Atmadja

Merupakan formula yang dilakukan oleh jaya terhadap orang dewasa yang hidup, panjang tulang-tulang panjang diukur dari luar tubuh, berikut kulit diluarnya (Budiyanto, 1997). Formula ini menggunakan tulang panjang tibia dan fibula (Tabel 9).

Tabel 9. Formula Djaja Surya Amadja (Budiyanto, 1997). Formula

Pria TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (± 4,2961 cm)

TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) (± 4,3572 cm)

TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (± 4,6186 cm)

II.2.2.9.Formula Amri Amir

Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada laki-laki dengan nilai R2 untuk masing-masing tulang (Davidson, 2009). Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X (Tabel 10).

Tabel 10. Formula Amri Amir (Davidson, 2009).

Tulang Rumus Regresi r2

Humerus TB = 1.34 x H + 123.43 0.22

Radius TB = 3.13 x Ra + 87.91 0.45

Ulna TB = 2.88 x U + 91.27 0.43

Femur TB = 1.42 x Fe + 109.28 0.30

Tibia TB = 1.12 x T + 124.88 0.23

(51)

II.3.Gambaran suku Lampung dan suku Jawa

Etnis Lampung yang biasa disebut Ulun Lampung (Orang Lampung) secara tradisional geografis adalah suku yang menempati seluruh Provinsi Lamung dan sebagian Provinsi Sumatera Selatan bagian selatan dan tengah yang menempati daerah Martapura, Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja di Komering Ilir, Merpas di sebelah selatan Provinsi Bengkulu serta Cikoneng di pantai barat Provinsi Banten (Sujadi, 2013).

Pada dasarnya jurai Ulun Lampung adalah berasal dari Sekala Brak, namun dalam perkembangannya, secara umum masyarakat adat Lampung terbagi dua, yaitu masyarakat adat Lampung Saibatin, sebagai suku bangsa asli dan masyarakat adat Pepadun yaitu suku bangsa pendatang. Masyarakat adat Saibatin kental dengan nilai aristokrasinya, sedangkan masyarakat Pepadun yang baru berkembang belakangan kemudian memiliki nilai-nilai demokrasi yang berbeda dengan nilai-nilai aristokrasi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat adat Saibatin (Sujadi, 2013).

(52)

Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan, dan barat Lampung (Sabaruddin, 2010).

Masyarakat adat Lampung Pepadun terdiri dari Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Waykanan Buway Lima, dan Bungkay Bunga Mayang. Wilayah adat yang didiamin masyarakat adat Lampung Pepadun adalah: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, Terbanggi, Menggala, Mesuji, Panaragan, Wiralaga, Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, Pugung, Negeri Besar, Pakuan Ratu, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, Kasui, Sungkay, Bunga Mayang, Ketapang dan Negara Ratu (Sabaruddin, 2010).

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Provinsi Lampung adalah 7.608.405 jiwa dengan penduduk yang memiliki suku asli Lampung 1.380.660 jiwa (Na’im dan Syaputra, 2010). Hal tersebut menunjukan bahwa penduduk Lampung yang merupakan pendatang memiliki persentase yang cukup besar yaitu 84%. Kelompok etnis terbesar adalah Jawa sebesar 30%, Banten/Sunda sebesar 20%. Minangkabau sebesar 10% dan Sumendo 12%. Banyaknya penduduk pendatang ini akibat adanya program relokasi yang dilakukan sejak tahun 1905 oleh pemerintah kolonial Belanda dengan memindahkan petani dari Bagelan Jawa Tengah dan membangun Kota Wonosobo dan Kota Agung (Sujadi, 2013).

(53)

Indonesia merupakan etnis Jawa (Suryadinata, dkk., 2003). Suku Jawa termasuk ras Malayan Mongoloid golongan Deutro Melayu dengan ciri khas dari ras ini adalah berkulit hitam sampai kekuning-kuningan, berambut lurus atau ikal, dan muka agak bulat (Koentjaraningrat, 1997).

(54)

III. METODE PENELITIAN

III.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik (non-eksperimental) dengan pendekatan Cross Sectional, yaitu studi ini mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Desa Sukabumi, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus. Penelitian dilakukan pada bulan November 2014.

III.3. Populasi dan Sampel Penelitian

III.3.1Populasi Penelitian

(55)

III.3.2Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, pemilihan sampel penelitian mengunakan metode non probability sampling yaitu consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua objek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini adalah menggunakan rumus penentuan besar sampel analisis korelatif, karena bertujuan mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang keduanya berskala numerik (Dahlan, 2012).

Rumus tersebut yaitu:

=

(

+

)

0,5

��

1 +

1

− �

2

+ 3

Keterangan:

Kesalahan tipe I (Zα) = ditetapkan sebesar 1% dengan hipotesis satu arah, sehingga Zα = 2,326

Kesalahan tipe II (Zβ) = ditetapkan 5% dengan hipotesis satu arah, maka Zβ= 1,645

(56)

Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil sampel minimal 24 orang. Untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan kriteria inklusi, sampel dibulatkan menjadi 30 sampel pada setiap suku.

III.4. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

III.4.1Kriteria Inklusi

a. Pria dewasa usia 21-50 tahun.

b. Penduduk Desa Sukabumi, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus.

c. Dua generasi di atas responden merupakan suku Lampung asli untuk kelompok sampel suku Lampung dan merupakan suku Jawa asli untuk kelompok sampel Jawa.

d. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent.

III.4.2Kriteria Eksklusi

a. Menunjukan adanya kelainan struktur tulang humerus.

b. Menunjukan adanya kelainan penyusun tinggi badan seperti gigantisme, kretinisme, dwarfisme, skoliosis, lordosis, dan kifosis.

III.5. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

III.5.1Identifikasi Variabel

a. Variabel independen : Panjang tulang humerus b. Variabel dependen : Tinggi badan

(57)

Variabel perancu pada penelitian ini ditentukan agar dapat dikendalikan sehingga mengurangi kesalahan dalam penelitian.

III.5.2Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini digunakan batasan definisi operasional untuk memudahkan selama melakukan penelitian.

Tabel 11. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Satuan Alat Ukur Skala

III.6. Instrumen dan Prosedur Penelitian

III.6.1Instrumen Penelitian

a. Lembar Informed consent untuk meminta persetujuan responden dalam melakukan penelitian

(58)

disiapkan kolom untuk mencatat hasil pengukuran tinggi badan dan panjang humerus.

c. Alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran.

d. Microtoise untuk mengukur tinggi badan responden dengan satuan sentimeter (cm).

e. Kaliper geser untuk mengukur panjang humerus.

Gambar 8. Microtoise dan kaliper geser

III.6.2Prosedur Penelitian

a. Pengumpulan data dan pengisian kuesioner

(59)

b. Pengukuran tinggi badan

Setelah dilakukan pengumpulan data, setiap responden langsung melakukan pengukuran tinggi badan dengan microtoise. Tinggi badan diukur dari titik tertinggi di kepala (cranium) yang disebut Vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus yang disebut heel. Responden diminta berdiri di tempat yang datar, dan bagian punggungnya merapat ke dinding dengan kepala menghadap lurus ke depan, sehingga bagian belakang kepala menempel di dinding. Kaki responden juga diminta untuk dirapatkan sehingga bagian pantat juga menempel pada dinding. Hasil pengukuran ditulis pada lembar kuesioner yang telah berisi data responden.

c. Pengukuran panjang humerus

(60)

Gambar 9. Pengukuran Tinggi Badan (A) dan Panjang Humerus (B) (Glinka, 2008).

III.7. Pengolahan dan Analisis Data

III.7.1Pengolahan Data

Proses pengolahan data menggunakan komputer dengan melakukan beberapa langkah yaitu:

a. Pengeditan, mengoreksi data untuk memastikan kelengkapan dan kesempurnaan data.

b. Pengkodean, memberi kode pada data sehingga menjadi lebih mudah dalam pengolahan data.

(61)

III.7.2Analisis Data

Hasil yang diperoleh akan dihitung dengan menggunakan beberapa metode analisis statistik sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini dilakukan penghitungan rerata pada panjang humerus dan tinggi badan.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik.

1) Korelasi

Sebelum dilakukan uji statistik, dilakukan uji normalitas untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Rumus korelasi pearson akan dilakukan untuk mengetahui korelasi antara tinggi badan dengan panjang tulang humerus bila data normal. Rumus dari korelasi Pearson:

� = � −

� 2 2 � 2 2

Keterangan:

r = koefisien korelasi n = jumlah sampel

(62)

Bila data tidak normal maka akan dilakukan transformasi data. Apabila dengan transformasi data tidak dihasilkan data dengan distribusi yang normal maka akan menggunakan korelasi Spearman.

2) Regresi Linear Sederhana

Korelasi dan regresi linear mempunyai kesamaan dan perbedaan. Keduanya menunjukkan hubungan antara 2 variabel numerik. Bedanya, pada korelasi fungsinya adalah sekedar menunjukkan hubungan tanpa adanya variabel bebas atau tergantung, sedangkan pada regresi, fungsinya adalah untuk prediksi, yaitu meramal nilai variabel numerik dengan nilai variabel numerik lain. Variabel yang ingin diprediksi adalah variabel tergantung yaitu tinggi badan, sedang yang diukur adalah variabel bebas yaitu panjang tulang humerus yang biasanya dinilai lebih mudah, murah atau lebih cepat diukur daripada variabel tergantung yang ingin diprediksi.

Persamaan regresi dengan mudah dapat dihitung dengan program komputer, yang dinyatakan sebagai:

=

+

Keterangan:

y = variabel tergantung x = variabel bebas a = konstanta

(63)

III.8. Alur Penelitian

Gambar 10. Alur Penelitian

III.9. Etik Penelitian

Penelitian ini mengajukan etik ke Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Pelaksanaan penelitian dengan melakukan pengukuran tinggi badan dan panjang

humerus

Pengumpulan hasil pengukuran

Tabulasi data

Pengurusan Ethical Clearance

Pengurusan izin di Desa Sukabumi, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten

Tanggamus

Penampisan subyek dengan menggunakan kuesioner

(64)

V. KESIMPULAN

V.1.Simpulan

Dari penelitian yang sudah dilakukan mengenai hubungan antara panjang humerus dan tinggi badan pria dewasa suku Lampung dan suku Jawa dapat disimpulkan:

1. Panjang humerus menunjukan korelasi yang positif sangat kuat dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung.

(65)

V.2.Saran

1. Rumus regresi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan untuk kepentingan kedokteran forensik.

2. Perlu dilakukan penelitian terhadap panjang tulang dari bagian tubuh lainnya dan dalam jumlah sampel yang lebih besar pada pria dewasa dan wanita dewasa suku Lampung dan suku Jawa untuk memperoleh rumus regresi yang lebih akurat dan lebih lengkap juga untuk melengkapi data antropometri suku Lampung dan suku Jawa.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian terhadap suku-suku lain di Indonesia untuk melengkapi data antropometri di Indonesia dan diharapkan dapat membantu di bidang kedokteran forensik.

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, A. 2008. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Ketiga. Medan: Bagian Forensik FK USU.

Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Mun’im, A., Sidhi, et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 197-202.

Byers, S.N. 2008. Basics of Human Osteology and Odontology. Introduction to Forensic Anthropology. Third Edition. Boston.28-59

Dahlan, M.S. 2012. Langkah-langkah Menbuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Darmojo, R.B. dan Martono, H.H. 2004. Buku Ajar Geriartri. Jakarta : Balai Penerbit. FKUI.

Davidson, R.J. Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan Bawah. Tesis. Medan: PPDS Forensik FK USU.

Fatati, A. 2013. Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan. Skripsi. Surabaya: Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga.

Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., et al. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA: McGraw-Hill’s.

(67)

Humas Polri. 2014. Kasus Mutilasi hingga September 2014 (Diakses pada bulan

Oktober 2014). Tersedia dari:

http://humas.polri.go.id/_layouts/15/osssearchresults.aspx?#k=mutilasi#l= 1057

Indriati, E. 2010. Antropometri untuk Kedokteran, Keperawatan, Gizi, dan Olahraga. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.

Krishan, K. 2006. Anthropometry in Forensic Medicine and Forensic Science-'Forensic Anthropometry'. J Forensic Sci 2 (1).

Kuntoadi, M.M. 2008. Hubungan Panjang Humerus dengan Tinggi Badan Pada Wanita Dewasa Suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Kusuma, S.E. dan Yudianto, A. 2010. Identifikasi Medikolegal. Dalam: Hoediyanto dan Apuranto, H. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi 7. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 311-336.

Koentjaraningrat. 1997. Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Mondal, M. K., Jana, T.K, Giri, S dan Roy, H. 2012. Height Prediction From Ulnar Length in Females : a Study in Burdwan District of West Bengal (Regression Analysis). J Clin Diagn Res. 10(8). 1401-1404.

Moore, K.L. dan Agur, A.M.R. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.

Na’im, A. dan Syaputra, H. 2011. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

(68)

Paulsen, F. dan Waschke, J. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Anatomi Umum dan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1 Edisi 23. Jakarta EGC.

Sabaruddin, S.A. 2010. Lampung Pepadun dan Saibatin/Pesisir. Jakarta: Buletin Way Lima Manjau.

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto.

Setiyohadi, B. 2007. Osteoporosis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M. dan Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Schteingart, D.E. 2012. Gangguan Kelenjar Hipofisis. Dalam: Price, S.A. dan Wilson, L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sujadi, F. 2013. Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai. Jakarta: Penerbit Cita Insani Madani.

Sulijaya, C. 2013. Hubungan Antara Tinggi Badan dengan Panjang Os Tibia Per Cutaneous pada Pria Dewasa Suku Jawa dan Suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Supariasa, I. D. N., Bakri, B. dan Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

(69)

Sutriani, K.T. 2013. Perbedaan antara Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Ulna dengan Tinggi Badan Aktual Dewasa Muda di Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

Thaher, M. 2013. Hubungan Panjang Telapak Tangan dengan Tinggi Badan pada Pria Dewasa suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran. Skripsi. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori (Supariasa, 2002). 
Gambar 2. Kerangka Konsep.
Gambar 3. Tulang Penyusun Kerangka Tubuh (Paulsen dan Waschke, 2012).
Gambar 4. Histologi Tulang Panjang (Tortora dan Derrickson, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Perbandi ngan Indeks Cephalic dan Gambaran Bentuk Kepala Laki-Laki Dewasa pada Suku Lampung dan Jawa di Desa Negeri Sakti, Provinsi Lampung”

Nilai korelasi dan regresi antara panjang tulang sternum dengan tinggi badan memiliki angka korelasi yang berbeda pada responden pria dan wanita yang disajikan

Indeks massa Tubuh (IMT), massa lemak tubuh, lingkar pinggang dan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kepadatan tulang pada wanita dewasa

21-23 Adanya hubungan negatif antara massa lemak tubuh dengan kepadatan tulang pada remaja dan wanita dewasa muda dapat bias oleh massa bebas lemak yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara asupan kalsium, natrium, kalium, dan kebiasaan merokok dengan kepadatan tulang pada pria dewasa

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai penelitian yang berjudul Korelasi Panjang Lengan Atas dengan Tinggi Badan pada Wanita Suku Banjar, dapat disimpulkan bahwa