• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA LINGKAR KEPALA DAN PANJANG KEPALA TERHADAP TINGGI BADAN PRIA DEWASA SUKU JAWA DAN LAMPUNG DI KECAMATAN GISTING, KABUPATEN TANGGAMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KORELASI ANTARA LINGKAR KEPALA DAN PANJANG KEPALA TERHADAP TINGGI BADAN PRIA DEWASA SUKU JAWA DAN LAMPUNG DI KECAMATAN GISTING, KABUPATEN TANGGAMUS"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI ANTARA LINGKAR KEPALA DAN PANJANG KEPALA TERHADAP TINGGI BADAN PRIA DEWASA SUKU JAWA DAN LAMPUNG DI KECAMATAN GISTING, KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

STEFHANI GISTA LUVIKA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN HEAD CIRCUMFERENCE AND HEAD LENGTH TO THE BODY HEIGHT ON JAVANESE AND

LAMPUNGNESE MALE IN GISTING SUBDISTRICT, TANGGAMUS DISTRICT

By:

STEFHANI GISTA LUVIKA

Anthropometric application in forensic can be used to identify a corpse and help the investigators in determining the identity. The process is simplified by only considering the height, which can be calculated from the skull dimensions. We held a study that measure the head dimensions and compare with the body height. The purpose is to determine the correlation between the head circumference and length towards the height of the body that can be usefull in forensic identification. We used cross sectional design. In this study, the sample was chosen by consecutive sampling with 63 respondents for each group: Lampungnese and Javanese man adults. The average of the head circumference of the Javanese is 54,5(52,8-60) cm. The average of the length of their heads is 19(17-21,5) cm and the average of the height of their bodies is 163(153-179,5) cm. The circumference

of the Javanese’s heads has a very strong positive and significant correlation

(r=0,898), while the length of their heads has a moderate positive correlation with the height of their bodies (r=0,527). For Lampungnese adults, the average of the circumference of their heads is 54,92(52,6-58,3) cm, the average of the length of their heads is 19(18-20,50) cm and the average of the height of their bodies is

164,34(SD 5,56) cm. The circumference of Lampungnese’s heads has a very strong positive and significant correlation (r=0, 803) and while the length of their heads has a strong positive and significant correlation with the height of their bodies (r=0, 605). The conclusions are the head circumference and length has positive and significant correlation to the body height estimation (p<0,001) and also shows that there is no significant difference of head circumference, head length, and body height between the two groups (p>0,05)

(3)

KORELASI ANTARA LINGKAR KEPALA DAN PANJANG KEPALA TERHADAP TINGGI BADAN PRIA DEWASA SUKU JAWA DAN LAMPUNG DI KECAMATAN GISTING, KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh

STEFHANI GISTA LUVIKA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ABSTRAK

KORELASI ANTARA LINGKAR KEPALA DAN PANJANG KEPALA TERHADAP TINGGI BADAN PRIA DEWASA SUKU JAWA DAN LAMPUNG DI KECAMATAN GISTING, KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

STEFHANI GISTA LUVIKA

Aplikasi antropometri pada kedokteran forensik dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenazah dan membantu penyidik dalam penentuan identitas seseorang. Proses identifikasi disederhanakan dengan hanya mempertimbangkan tinggi badan yang dapat dihitung dari dimensi tengkorak. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur dimensi kepala dan melihat korelasinya terhadap tinggi badan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan yang berguna dalam kedokteran forensik. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling dengan 63 responden untuk masing-masing suku Lampung dan suku Jawa. Pada suku Jawa, rerata lingkar kepala adalah 54,5(52,8-60) cm, rerata panjang kepala adalah 19(17-21,5) cm dan rerata tinggi badan adalah 163(153-179,5) cm. Lingkar kepala memiliki korelasi positif sangat kuat (r=0,898) dan panjang kepala memiliki korelasi positif sedang (r=0,527). Pada suku Lampung, rerata lingkar kepala adalah 54,92(52,6-58,30) cm, rerata panjang kepala adalah 19(18-20,50) cm dan rerata tinggi badan adalah 164,34(SD 5,56) cm. Lingkar kepala memiliki korelasi positif sangat kuat (r=0,803) dan panjang kepala memiliki korelasi positif kuat (r=0,605). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lingkar kepala dan panjang kepala memiliki korelasi yang positif dan signifikan terhadap penentuan tinggi badan (p<0,001) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara lingkar kepala, panjang kepala, dan tinggi badan pada suku Jawa dan Lampung (p>0,05).

Kata kunci: lingkar kepala, panjang kepala, penentuan tinggi badan.

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.Aspek anterior kranium ... 9

2.Aspek lateral kranium ... 10

3. a.Aspek posterior kranium ... 11

b.Aspek superior kranium ... 11

4.Tulang penyusun kerangka tubuh ... 13

5.Tahapan osifikasi intramembranosa ... 13

6.Tahapan osifikasi endokondral ... 14

7.Kerangka teori ... 28

8.Kerangka konsep ... 29

(6)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 40 2. Distribusi Frekuensi Responden Penelitian ... 48 3. Uji Normalitas Data ... 48 4. Hasil Analisis Komparatif Lingkar Kepala,

Panjang Kepala, dan Tinggi Badan ... 49 4. Uji Korelasi Spearman ... 50 5. Hasil Analisis Regresi Linear ... 52 6. Aplikasi Perbandingan Rumus Regresi

Lingkar Kepala terhadap Tinggi Badan ... 54 7. Aplikasi Perbandingan Rumus Regresi

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Data hasil pengukuran 2. Hasil analisis statistik 3. Informed Consent 4. Kuisoner

5.Sertifikat kalibrasi alat-alat pengukuran, surat izin penelitian, dan surat keterangan telah selesai melakukan penelitian

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 40 2. Distribusi Frekuensi Responden Penelitian ... 48 3. Uji Normalitas Data ... 48 4. Hasil Analisis Komparatif Lingkar Kepala,

Panjang Kepala, dan Tinggi Badan ... 49 4. Uji Korelasi Spearman ... 50 5. Hasil Analisis Regresi Linear ... 52 6. Aplikasi Perbandingan Rumus Regresi

Lingkar Kepala terhadap Tinggi Badan ... 54 7. Aplikasi Perbandingan Rumus Regresi

(9)
(10)
(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gisting pada tanggal 23 Desember 1994 sebagai anak pertama dari Bapak Yohanes Sunaryo dan Ibu Elisabeth Sunarti.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Xaverius Emmanuel Tanjung Enim dan selesai pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Xaverius Emmanuel Tanjung Enim yang diselesaikan pada tahun 2009, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Fransiskus Bandarlampung dan selesai pada tahun 2012.

(12)
(13)

Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau. Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu;

Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan

tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan (Yesaya 41:10)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

“Bapak dan Ibu Tercinta”

Kasih yang tak pernah terukur dan terputus

Selalu mengalir tanpa muara

Kau berikan cuma cuma hanya untuk

memanusiakan-ku

Aku, masih proses.

(14)

ii

SANWACANA

Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan mencurahkan Roh Kudus-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “Korelasi antara Lingkar Kepala dan Panjang Kepala

terhadap Tinggi Badan Pria Dewasa Suku Jawa dan Lampung di Kecamatan

Gisting, Kabupaten Tanggamus” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

(15)

4. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc. selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr.Ahmad Fauzi, M.Epid., Sp.OT selaku Penguji utama pada Ujian Skripsi atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

6. dr. Mukhlis Imanto, M.Kes., Sp.THT selaku pembimbing akademik atas bimbingan, pesan dan nasehat yang telah diberikan selama ini;

7. Bapak (Yohanes Sunaryo) dan Ibu (Elisabeth Sunarti) atas semua kasih sayang dan cintanya yang luar biasa. Terimakasih atas semua doa, penyertaan, kesabaran dan segala sesuatu yang telah diberikan kepadaku selama ini. Terima kasih selalu menjadi sandaran dan penguat dalam setiap ritme kehidupan yang kujalani;

8. Adik (Felisitas Diariestha) atas doa, motivasi, canda, tangis dan tawa. Terima kasih atas semangat dan dukungan yang selalu diberikan;

9. Mbah Kakung Yohanes Mujiwan (Alm) dan Mbah Putri Anastasia Suratmi dan seluruh keluarga besar Gisting, khususnya Pade Ag. Bambang Setiyadi, Bude Ika Dewi, Pade Y. Maryadi, Bude Agnes Karini, Pade Ig. Ngadimun, Bude C.Susilowati, Mas Stepanus Agung, Mbak Brigitta Nosialita yang telah menyemangati, mendoakan, mendampingi dan membantu penulis selama ini terutama dalam menyelesaikan skripsi; 10.Mbah Kakung Paulus Paino dan Mbah Putri Maria Musikem dan seluruh

(16)

iv

11.Andrias Tarmiwijaya,SP.MM selaku Camat Gisting, dr. Andreas Hendra Hidayat dan masyarakat Kecamatan Gisting atas semua bantuan yang telah diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini;

12.Seluruh staf Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini;

13.Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 14.Sahabat dan keluarga terbaikku “Hepar” Genoveva Maditias, Rossadea

Atziza, Nisrina Pradya, Melati Nurul Utami, Anggun Chairunnisa, Rahma Amtiria, dan Alfianita Fadillah yang sudah banyak membantu, menjadi bahu terbaik, menyemangati, dan memotivasi. Terima kasih atas canda, tawa dan kebersamaan selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Unila. Semoga persahabatan dan persaudaraan ini dapat terus terjalin selamanya;

15.Sahabat-sahabat yang hebat dan luar biasa, Vincentius Rinaldo Nainggolan, Radian Pandhika, Christopher Alexander, dan Abdul Rois Romdhon yang telah banyak membantu selama penelitian, doa, motivasi, dan semangat yang sangat berarti bagi penulis;

16.Sahabat-sahabat SMA, Yohanes Riyan Prasetyo, Freddy Doni Hutson Pane, Cyrillus Heris Giovan dan Dionisius Giovani yang selalu memberikan semangat, dukungan, penghiburan dan tempat bercerita walaupun dengan perbedaan dimensi tempat;

(17)

Inas, Hambali, Ghea, Dicky, Nindriya, Ika, Leon, Debby, Farrash, Eki dan Karina atas semua pembelajaran dan kebersamaannya selama ini;

18.Keluarga KKN Desa Sidoharjo, Bapak dan Ibu Casdem, Ubi, Abet, Mbak Alin, Bang Jo, Kak Hasnan, Mbak Vina dan Yeni atas pengalaman, kerjasama, dan kebersamaan selama 40 hari menjalani program KKN; 19.Keluarga Permako Medis FK Unila; Kak Oci, Kak Olin, Kak Desi, Kak

Advi, Desindah, Ririn, Dani, Beni, Ruth, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa, motivasi dan kebersamaan yang diberikan;

20.Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.Terimakasih atas kebersamaan, bantuan dan kekompakkan selama menjalani kuliah di Fakultas Kedokteran Unila.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandarlampung, 12 Januari 2016

Penulis

(18)

vi

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.Anatomi Kepala ... 7

2.1.1. Anatomi Kulit Kepala ... 7

2.1.2. Anatomi Kepala ... 7

2.2. Sistem Rangka Manusia ... 12

2.3. Antropometri Kepala ... 15

2.4. Antropometri Tinggi Badan ... 18

2.5. Korelasi antara Panjang dan Lingkar Kepala terhadap Tinggi Badan ... 24

2.6. Kerangka Penelitian ... 26

2.6.1. Kerangka Teori ... 26

2.6.2. Kerangka Konsep ... 29

2.7. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 31

(19)

3.3 Populasi dan Sampel ... 32

3.3.1 Populasi Penelitian ... 32

3.3.2.Sampel Penelitian ... 32

3.4.Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 35

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 35

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 35

3.5. Instrumen dan Prosedur Penelitian... 36

3.5.1. Instrumen Penelitian ... 36

3.5.2 Prosedur Penelitian ... 36

3.6. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6.1.Identifikasi Variabel ... 39

3.6.2.Definisi Operasional ... 40

3.7. Pengolahan Data dan Analisis Statistika ... 41

3.7.1. Pengolahan Data ... 41

3.7.2 Analisis Statistika ... 42

3.8. Etika Penelitian ... 45

3.9. Alur Penelitian ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 47

4.2. Hasil Penelitian ... 47

4.2.1. Analisis Univariat ... 47

4.2.2.Analisis Bivariat ... 49

4.3.Pembahasan ... 56

4.3.1. Komparatif Lingkar Kepala, Panjang Kepala dan Tinggi Badan pada Suku Jawa dan Lampung ... 56

4.3.2. Korelasi Lingkar Kepala dan Panjang Kepala terhadap Tinggi Badan ... 59

BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan ... 64

5.2.Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA...66

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Setiap suku bangsa memiliki perbedaan dasar yang membedakan suku dengan suku yang lain dan terintegrasi menjadi suku yang memiliki kemiripan budaya dan karakter fisik. Salah satu parameter bentuk fisik yang khas adalah morfologi tulang dan tinggi badan. Tinggi badan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya memiliki perbedaan (Koentjaraningrat,1989).

(21)

Aplikasi antropometri dalam identifikasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenazah baik yang dikenali maupun tidak dikenali dan membantu penyidik dalam penentuan identitas seseorang. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah yang tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan masal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati serta potongan tubuh manusia atau kerangka (Budiyanto et al, 1997).

Usia, jenis kelamin dan tinggi badan merupakan parameter yang penting dalam identifikasi. Namun seringkali proses identifikasi disederhanakan dengan hanya mempertimbangkan tinggi badan (Khangura et al, 2015).

(22)

3

Penelitian tersebut menghasilkan rumus regresi yang menunjukkan korelasi positif seperti panjang sternum (Menezeges, 2009), panjang lutut kaki (Wiryani et al, 2010), telapak kaki dan telapak tangan (Gautam et al, 2015) serta tulang panjang (Sarajlićet al, 2006).

Selain parameter antropometri tersebut, perkiraan tinggi badan juga dapat dihitung dari dimensi tengkorak. Dimensi tengkorak telah terbukti menjadi sarana yang dapat diandalkan dan tepat dalam memprediksi tinggi badan di populasi di Italia, Jepang, India dan Afrika Selatan. Namun, rumus regresi yang dihasilkan untuk perkiraan tinggi badan dari dimensi tengkorak tidak berlaku secara universal karena dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin dan usia seseorang (Hansi & Ashish, 2013).

Penelitian mengenai korelasi panjang dan lingkar kepala terhadap tinggi badan jarang dilakukan di Indonesia. Variasi ras yang turut berperan dalam rumus regresi estimasi tinggi badan pada populasi tertentu mendorong peneliti untuk meneliti korelasi dimensi tengkorak terhadap tinggi badan pada kedua suku bangsa yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada kedua suku yakni suku Lampung dan suku Jawa di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung.

(23)

Lampung adalah 7.608.405 jiwa dengan persentase suku Lampung sebesar

18 % (Na’im dan Syaputra, 2010). Suku Jawa juga menjadi pilihan subyek penelitian karena kelompok suku Jawa merupakan kelompok suku pendatang terbesar di Lampung dengan persentase sebesar 30%, dimana persentase suku pendatang lainnya sebesar 20% untuk Batak/Sunda, 10% untuk suku Minangkabau, dan 12% untuk suku Sumendo (Sujadi, 2013). Selain itu, penulis berdomisili di Lampung sehingga memudahkan dalam penelitian dan lokasi yang dipilih adalah Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus karena pada daerah tersebut mayoritas penduduknya terdiri dari suku Jawa dan Lampung.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melihat adanya korelasi antara panjang dan lingkar kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus?

(24)

5

3. Apakah terdapat perbedaan rerata lingkar kepala, panjang kepala, tinggi badan dan korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi panjang dan lingkar kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Untuk mengetahui rerata tinggi badan, panjang kepala dan lingkar kepala pria dewasa suku Jawa.

b. Untuk mengetahui rerata tinggi badan, panjang kepala dan lingkar kepala pria dewasa suku Lampung.

c. Untuk menentukan korelasi panjang dan lingkar kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa. d. Untuk menentukan korelasi panjang dan lingkar kepala

terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung. e. Untuk mengetahui perbedaan rerata lingkar kepala,

(25)

kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan di bidang anatomi dan antropometri serta metode penelitian dan menerapkan ilmu tersebut.

2. Bagi masyarakat, memberikan wawasan masyarakat di bidang kesehatan khususnya mengenai ada tidaknya korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

3. Bagi instansi terkait, membantu dalam proses identifikasi jenazah yang ditemukan dalam keadaan tidak utuh dalam memperkirakan tinggi badan dari lingkar kepala dan panjang kepala dalam ilmu Kedokteran Forensik.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala

2.1.1 Anatomi Kulit Kepala

Kulit kepala menutupi cranium dan meluas dari linea nuchalis superior pada os occipitale sampai margo supraorbitalis ossis frontalis. Ke arah lateral kulit kepala meluas lewat fascia temporalis ke arcus zygomaticus. Kulit kepala terdiri dari lima lapis jaringan yang terdiri atas skin (kulit), connective tissue (jaringan ikat), aponeurosis epicranialis (galea aponeurotica), loose connective tissue (jaringan ikat spons) dan pericranium. Lapisan tersebut biasa disebut dengan scalp (Moore & Agur, 2002).

2.12 Anatomi Kepala

(27)

1. Tengkorak atau Kalvaria

Kalvaria terbentuk dari bagian-bagian superior os frontal, parietal dan oksipital. Tulang-tulang kalvaria terdiri atas lempeng tulang kortika dan diploe. Lempeng-lempeng tulang kortika memberi kekuatan pada lengkung atap kranium, sementara diploe berperan untuk meringankan berat kranium dan memberi tempat untuk memproduksi sumsum darah (Basmajian & Slonecker, 1995).

2. Kranium

(28)

9

a. Aspek Anterior

Pada aspek anterior tengkorak dapat dikenali os frontale, os zygomaticum, orbita, nasal, maxilla dan mandibula (Gambar 1) (Moore & Agur, 2002).

Gambar 1. Aspek anterior kranium (Moore & Agur, 2002).

b. Aspek Lateral

(29)

Gambar 2. Aspek lateral kranium (Moore & Agur, 2002)

c. Aspek Posterior

Aspek posterior tengkorak (occiput) dibentuk oleh os occipitale, os parietale dan os temporale (Gambar 3A). Protuberentia occipitalis externa adalah benjolan yang mudah diraba di bidang median. Linea nuchalis superior yang merupakan batas atas tengkuk, meluas ke lateral dari protuberentia occipitalis externa tersebut; linea nuchalis inferior tidak begitu jelas (Moore & Agur, 2002).

d. Aspek Superior

(30)

11

memisahkan kedua tulang ubun-ubun satu dari yang lain; dan sutura lamboidea memisahkan os parietale dan os temporale dari os occipitale. Titik bregma adalah titik temu antara sutura sagitalis dan sutura coronalis. Titik vertex merupakan titik teratas pada tengkorak yang terletak pada sutura sagitalis di dekat titik tengahnya. Titik lambda merujuk kepada titik temu antara sutura lamboidea dan sutura sagitalis (Gambar 3B) (Moore & Agur, 2002).

Gambar 3 (a) Aspek posterior kranium. (b) Aspek superior kranium (Moore & Agur, 2002)

(31)

membentuk dasar cavitas cranii. Fossa cranii anterior dibentuk oleh os frontale di sebelah anterior, os ethmoidale di tengah dan corpus ossis sphenoidalis serta ala minor ossis sphneoidalis di sebelah posterior. Fossa cranii media dibentuk oleh kedua ala major ossis sphneoidalis, squama temporalis di sebelah lateral dan bagian-bagian pars petrosa kedua os temporale di sebelah posterior. Fossa cranii posterior dibentuk oleh os occipitale, os sphenoidale dan os temporale (Moore & Agur, 2002).

2.2 Sistem Rangka Manusia

(32)

13

Gambar 4. Tulang penyusun kerangka tubuh (Paulsen & Waschke, 2012)

Tulang terbentuk melalui proses penulangan/osifikasi, yakni osifikasi intramembranosa dan osifikasi endokondral.

1. Osifikasi Intramembranosa

Osifikasi intramembranosa menghasilkan sebagian besar tulang pipih yang terjadi di dalam kondensasi jaringan mesenkimal embrio. Tulang frontal dan parietal tengkorak-selain bagian tulang oksipital dan temporal dan mandibula serta maksila-terbentuk karena osifikasi intramembranosa (Gambar 5) (Junquierra, 2007).

(33)

2. Osifikasi Endokondral

Osifikasi endokondral berperan dalam pembentukan tulang panjang dan pendek. Osifikasi endokondral membentuk sebagian besar tulang rangka dan terjadi dalam janin pada model yang terbentuk dari kartilago hialin (Gambar 6). Pusat osifikasi primer ini terbentuk di diafisis di sepanjang bagian tengah setiap tulang yang terbentuk. Pusat osifikasi sekunder terbentuk kemudian melalui suatu proses serupa di epifisis. Pusat osifikasi primer dan sekunder dipisahkan oleh lempeng epifisis yang membantu perpanjangan tulang secara kontinu (Junquierra, 2007).

Gambar 6. Tahapan Osifikasi Endokondral (Junquierra, 2007)

(34)

15

Secara teori disebutkan bahwa umumnya pria dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat. Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih angular. Wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak subkutan dan sudut siku yang lebih luas dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar (Snell, 2006).

2.3 Antropometri Kepala

(35)

Manfaat antropometri kepala dapat diterapkan pada manusia hidup maupun ke rangka atau jenazah dalam kasus forensik. Antropometri kepala dapat digunakan untuk menilai status gizi dan pertumbuhan pada neonatal dan anak-anak. Dalam hal ini, ukuran dimensi kepala yang digunakan adalah lingkar kepala untuk menilai pertumbuhan besar otak dan status gizi. Ukuran ini penting dalam penilaian status pertumbuhan anak karena pertumbuhan otak lebih dahulu optimal dibandingkan pertumbuhan organ di sebelah kaudal otak. Prinsip pertumbuhan ini disebut dengan cephalocaudal dan proximodistal (Indriati, 2010).

Selain itu, korelasi kepala dan tinggi badan dapat juga digunakan untuk tujuan klinis dalam kasus autis yang memperlihatkan keadaan macrocephali. Dalam kasus autisme, individu dewasa yang lahir sebelum penerapan rutin kriteria DSM sering salah didiagnosis atau didiagnosis di bawah diagnosis alternatif. Macrocephali merupakan informasi penunjang dalam penegakan diagnosis autisme pada individu dewasa (Nguyen et al, 2012).

(36)

17

Krogman ketepatan penentuan jenis kelamin atas dasar pemeriksaan tengkorak dewasa adalah 90 persen (Idries, 1997).

Pemeriksaan terhadap penutupan sutura untuk memperkirakan umur sudah lama diteliti. Namun banyak ahli menyatakan bahwa cara ini tidak akurat dan hanya dipakai pada usia 20-45 tahun saja (Budiyanto et al, 1997). Sutura sagitalis, coronarius dan lambdoideus mulai menutup pada umur 20-30 tahun. Sutura parieto-mastoid dan sutura squamaeus menutup lima tahun setelahnya, tetapi dapat juga terbuka atau menutup sebagian pada umur 60 tahun. Sutura sphenoparietal umumnya tidak akan menutup sampai umur 70 tahun (Idries, 1997).

Pemeriksaan antropologik pada tengkorak juga dapat digunakan untuk menentukan ras/suku bangsa. Pengamatan variasi bentuk manusia berdasarkan perbandingan karakter- karakter morfologi yang diukur dapat menentukan nilai indeks kefalometri. Berdasarkan tipe indeks tersebut dapat diidentifikasi adanya tipe cephalic, tipe facial, tipe nasalis dan tipe frontoparietal serta persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing suku (Suriyanto & Koeshardjono, 1999).

(37)

satu populasi yang satu berbeda dengan populasi lainnya (Hansi & Ashish, 2013).

2.4 Antropometri Tinggi Badan

Tinggi badan seseorang dapat diukur dengan menggunakan antropometer dan stadiometer. Tinggi badan merupakan salah satu aspek pertumbuhan umum pada manusia. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal/ lingkungan. Yang termasuk faktor internal adalah perbedaan ras/ etnik bangsa, genetik, umur, jenis kelamin, kelainan genetik dan kromosom dan faktor eksternal adalah lingkungan, gizi, obat-obatan dan penyakit (Narendra et al, 2002).

1. Perbedaan ras/etnik bangsa

Setiap kelompok ras tersebut cenderung memiliki perbedaan dasar yang memisahkan kelompok ini dari yang lain, kemudian akan terintegrasi menjadi suku yang memiliki kemiripan dalam budaya dan karakter fisik (Koentjaraningrat, 1989).

(38)

19

2. Genetik

Tinggi badan anak-anak secara umum tergantung dari orang tuanya. Anak-anak dari orang tua yang tinggi biasanya mempunyai badan yang tinggi juga (Bajpai, 1991). Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orangtuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan kecepatan perkembangan. Diasumsikan bahwa selain aktivitas nyata dari lingkungan yang menentukan pertumbuhan, kemiripan ini mencerminkan pengaruh gen yang dikontribusi oleh orang tuanya kepada keturunanannya secara biologis. Gen tidak secara langsung menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi ekspresi gen yang diwariskan kedalam pola pertumbuhan dijembatani oleh beberapa sistem biologis yang berjalan dalam suatu lingkungan yang tepat untuk bertumbuh. Misalnya gen dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon seperti hormon pertumbuhan dari glandula endokrin dan menstimulasi pertumbuhan sel dan perkembangan jaringan terhadap status kematangannya (Supariasa, 2002).

3. Umur

(39)

4. Jenis Kelamin

Wanita lebih cepat dewasa dibanding anak laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan lebih cepat (Narendra et al, 2002). Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita sehingga pria mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita (Snell, 2006).

5. Kelainan Genetik dan Kromosom

Contoh kelainan genetik yang mempengaruhi tinggi badan adalah akhondroplasia, kraniofasiale dan kraniokleidodisostosis. Contoh

kelainan kromosom adalah sindroma Down’s dan sindroma Turner’s

(Bajpai, 1991).

6. Lingkungan

Lingkungan ini terbagi menjadi 2, yakni lingkungan pranatal/ saat dalam kandungan dan lingkungan pasca natal/ setelah kelahiran (Narendra et al, 2002).

a. Lingkungan Pranatal

(40)

21

janin bayi yang akan dilahirkan menjadi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan. Selain itu kekurangan gizi dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan pada janin dan bayi lahir dengan daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terkena infeksi dan selanjutnya akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tinggi badan (Supariasa, 2002).

Faktor mekanis yang berpengaruh adalah posisi fetus yang abnormal dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti club foot (Narendra et al, 2002). Trauma dan cairan ketuban yang kurang juga dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang akan dilahirkan. Faktor toksin atau zat kimia yang disengaja atau tanpa sengaja dikonsumsi ibu melalui obat-obatan atau makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan kecacatan, kematian atau bayi lahir dengan berat lahir rendah (Supariasa, 2002).

b. Lingkungan Pasca Natal

(41)

meliputi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh (Narendra et al, 2002).

7. Gizi

Suplai yang adekuat dari kalsium, fosfat, protein, vitamin A, C dan D adalah penting untuk regenerasi pertumbuhan tulang serta untuk memelihara rangka yang sehat (Bajpai, 1991). Hal ini terbukti dari orang Eropa yang memiliki tubuh lebih tinggi daripada orang Asia. Salah satu penyebabnya adalah gizi makanan yang dikonsumsi sehari-hari mereka jauh lebih baik daripada gizi makanan yang dikonsumsi oleh orang-orang Asia (Davies, 1997).

8. Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf pusat yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan (Bajpai, 1991).

9. Hormon

(42)

23

mengakibatkan dwarfisme pitutuari. Sekresi somatotrofik hormon yang berlebih-lebihan (seperti pada tumor-tumor pitutuari) selama periode pertumbuhan mengakibatkan gigantisme atau glantisme. Jika hal ini terjadi setelah masa pertumbuhan maka akan menyebabkan akromegalia (Bajpai, 1991).

(43)

2.5 Korelasi antara Panjang dan Lingkar Kepala terhadap Tinggi Badan

Ukuran pada dimensi kepala dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi badan seseorang (Richards, 2011). Ukuran yang dapat dinilai pada tengkorak dalam hubungannya dengan tinggi badan adalah panjang dan lingkar kepala. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan korelasi yang positif terhadap tinggi badan. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi kuat, yakni penelitian Krishan di India Selatan pada 996 pria dewasa usia 18-30 tahun (Krishan, 2008); penelitian Hansi & Ashish di India pada 50 anak perempuan usia 6-10 tahun (Hansi & Ashish, 2013); penelitian Ilayperuma di Sri Lanka pada 220 pria dewasa usia 20-23 tahun (Ilayperuma, 2010) dan penelitian Singh di India pada 148 pria usia 17-26 tahun (Singh, 2013). Penelitian tersebut memiliki nilai korelasi yang signifikan (p < 0,001).

(44)

25

Penelitian tentang korelasi panjang kepala dan tinggi badan yang memiliki korelasi lemah dan signifikan didapatkan dari penelitian Agarwal et al di India Utara pada 800 mahasiswa usia 17-25 tahun (Agarwal et al, 2014); penelitian Agnihotri et al pada 75 pria dewasa usia 20-28 tahun di Mauritius (Agnihotri et al, 2011); penelitian Vinitha et al pada 100 anak laki-laki usia 8-12 tahun di India (Vinitha et al, 2015), penelitian Chorniawan pada 50 laki-laki dan 50 wanita dewasa berusia 18-23 tahun di Surabaya (Chorniawan, 2014) dan penelitian Prasad et al pada 125 pria dewasa usia 18-28 tahun di Maharashtra (Prasad et al, 2014).

Penelitian mengenai korelasi panjang kepala dan tinggi badan juga memperlihatkan korelasi yang sangat lemah walaupun bernilai signifikan. Penelitian tersebut dilakukan oleh Hansi & Ashish di India pada 50 anak laki-laki usia 6-10 tahun (Hansi & Ashish, 2013); penelitian Kumar dan Gopichand pada 800 orang Haryanvi Banias usia 18 tahun ke atas di Ambala (Kumar & Gopichand, 2013) dan penelitian Agnihotri et al pada 75 wanita dewasa usia 20-28 tahun di Mauritius (Agnihotri et al, 2011).

(45)

Akhter et al pada 100 wanita dewasa Christian Garo usia 25-45 tahun di Bangladesh memperlihatkan nilai korelasi yang lemah (Akhter et al, 2009). Penelitian Agnihotri et al pada 150 orang usia 20-28 tahun di Mauritius memperlihatkan nilai korelasi sedang pada kelompok pria dan lemah pada kelompok wanita. Penelitian Nguyen et al pada 221 pria dewasa usia 18-71 tahun di Kanada memperlihatkan nilai korelasi yang lemah (Nguyen et al, 2012).

Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian memperlihatkan nilai korelasi yang berbeda-beda berdasarkan populasi yang berbeda pula.

2.6 Kerangka Penelitian

2.6.1 Kerangka Teori

(46)

27

Tinggi badan yang merupakan penjumlahan dari panjang tulang-tulang panjang dan tulang-tulang-tulang-tulang pelengkap sangat penting secara antropologis untuk menentukan perbedaan rasial. Tinggi badan dapat diperkirakan dari parameter dimensi tubuh seperti kepala, batang tubuh, dan ekstremitas. Perkiraan tinggi badan dari dimensi kepala dapat dihitung dengan menggunakan rumus regresi dari lingkar kepala dan panjang kepala.

(47)

Keterangan

Lingkungan gizi

(48)

29

2.6.2 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.7. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Variabel Bebas :

Variabel Terikat

Gambar 8. Kerangka konsep Lingkar Kepala suku

Lampung

Panjang Kepala suku Lampung

Variabel Bebas

Lingkar Kepala suku Jawa Panjang Kepala suku Jawa

(49)

2. Terdapat korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko (variabel bebas) dengan efek (variabel terikat), dengan pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

(51)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian berupa populasi target dan populasi terjangkau disebutkan seperti berikut.

1. Populasi target adalah masyarakat Suku Jawa dan Lampung di Kabupaten Tanggamus, Lampung.

2. Populasi terjangkau adalah pria dewasa suku Jawa dan Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung.

3.3.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode consecutive sampling, dimana subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismael, 2011).

(52)

33

Rumus tersebut adalah sebagai berikut.

a. Penentuan besar sampel untuk korelasi panjang kepala dan tinggi badan

[

]

[ ]

Keterangan:

- Kesalahan tipe I (Zα) = ditetapkan sebesar 5 % dengan hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64 (Dahlan, 2010).

- Kesalahan tipe II (Zβ) = ditetapkan 10 % dengan hipotesis satu arah, maka Zβ = 1,28 (Dahlan, 2010).

- Koefisien korelasi penelitian sebelumnya (r)= 0,386 (Chorniawan, 2014)

(53)

b. Penentuan besar sampel untuk korelasi lingkar kepala dan tinggi badan

[

]

[ ]

Keterangan:

- Kesalahan tipe I (Zα) = ditetapkan sebesar 5 % dengan hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64 (Dahlan, 2010).

- Kesalahan tipe II (Zβ) = ditetapkan 10 % dengan hipotesis satu arah, maka Zβ = 1,28 (Dahlan, 2010).

- Koefisien korelasi penelitian sebelumnya(r),maka r = 0,379 (Nguyen et al, 2012)

Jumlah sampel yang didapatkan dari rumus tersebut adalah minimal sebanyak 57 orang. Untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan kriteria inklusi, sampel dibulatkan menjadi 63 orang setiap suku.

(54)

35

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pria.

2. Usia 21-45 tahun.

3. Berdomisili di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

4. Dua generasi di atas responden (orang tua serta kakek nenek) merupakan suku Lampung asli untuk sampel suku Lampung dan suku Jawa asli untuk sampel suku Jawa. 5. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani

informed consent.

5.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Menunjukan adanya kelainan struktur tulang tengkorak, macrocephalica dan microcephalica (hidrocephalus,

skafosefalus, akrosefalus atau brakisefalus).

2. Menunjukan adanya kelainan penyusun tinggi badan seperti gigantisme, kretinisme, dwarfisme, skoliosis, lordosis, kifosis, akondroplasia dan hipokondroplasia. 3. Pernah atau sedang mengalami trauma atau cedera pada

(55)

4. Tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dibuktikan dengan informed consent.

3.5 Instrumen dan Prosedur Penelitian

3.5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Lembar Informed Consent

2. Lembar kuisoner dan kolom pencatatan hasil pengukuran tinggi badan, lingkar kepala, dan berat badan

3. Alat tulis 4. Kalkulator 5. Pita meter

6. Spreading caliper 7. Microtoise

8. Timbangan

3.5.2 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Pengumpulan data dan pengisian kuisoner

(56)

37

responden yang berisi tentang identitas responden dan kriteria inklusi yang terpenuhi.

2. Pengukuran tinggi badan dan berat badan

Setelah dilakukan pengumpulan data, dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk menentukan IMT responden. Selain itu, data tinggi badan juga digunakan untuk analisis korelasi antara lingkar kepala dan tinggi badan dalam penelitian ini.

(57)

data identitas responden dan kolom tinggi badan pada kuisoner.

3. Pengukuran lingkar kepala

Pengukuran lingkar kepala didapatkan pada bidang FHP setinggi tepat di atas glabela (titik tengah di antara tonjolan alis) ke opisthocranion tegak lurus dengan bidang midsagital sementara subjek duduk. Pita harus ditarik kuat untuk menekan rambut. Jari tengah di samping kepala digunakan untuk mencegah pita meleset melewati kepala. Dalam pengukuran, dipastikan bahwa tidak ada jepit rambut, klip, atau benda-benda sejenis menempel di rambut selama pengukuran dan telinga tidak dimasukkan. (Indriati, 2010). Hasil pengukuran dituliskan pada kolom lingkar kepala pada kuisoner.

4. Pengukuran Panjang Kepala

(58)

39

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1 Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Adapun variabel pada penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas adalah lingkar kepala dan panjang kepala. 2. Variabel terikat adalah tinggi badan.

(59)

3.6.2 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini digunakan batasan definisi operasional variabel untuk memudahkan dalam melakukan penelitian (Tabel 1).

Tabel 1. Definisi Operasional

(60)

41

3.7 Pengolahan Data dan Analisis Statistika

3.7.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diubah ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian proses pengolahan data menggunakan program komputer yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu :

1. Pengeditan, mengoreksi data untuk memastikan kelengkapan dan kesempurnaan data

(61)

3. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

4. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer. 5. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh

komputer kemudian dicetak.

3.7.2 Analisis Statistika

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh menggunakan program komputer. Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Analisis univariat, analisis yang digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terikat. Pada analisis ini dilakukan penghitungan rerata pada lingkar kepala, panjang kepala, dan tinggi badan.

2. Analisis bivariat, analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik. a. Korelasi

(62)

43

dari 50). Uji hipotesis yang digunakan pada distribusi data normal adalah uji korelasi Pearson.

Rumus korelasi Pearson adalah sebagai berikut.

∑ ∑ ∑ )

√ ∑ ∑ ) )( ∑ ∑ ) )

Keterangan

r = koefisien korelasi n =jumlah sampel

x = panjang lingkar kepala/ panjang kepala (cm)

y = tinggi badan (cm)

Apabila sebaran data tidak normal, maka dilakukan proses transformasi data. Uji alternatif yang digunakan jika data berdistribusi tidak normal adalah uji korelasi Spearman (Dahlan, 2011).

b. Regresi Linier

(63)

hubungan antara 2 variabel numerik. Perbedaannya adalah korelasi sekedar menunjukkan hubungan tanpa adanya variabel bebas atau tergantung, sedangkan pada regresi linear, fungsinya adalah prediksi yaitu meramal nilai variabel numerik dengan nilai variabel numerik lainnya. Variabel yang ingin diprediksi adalah variabel tergantung yaitu tinggi badan dan yang diukur adalah variabel bebas yaitu lingkar kepala dan panjang kepala. Persamaan regresi dengan mudah dapat dihitung dengan program komputer, yang dinyatakan sebagai berikut.

Keterangan :

y = variabel tergantung x = variabel bebas a = konstanta b = koefisien regresi (Dahlan, 2011).

c. Komparatif

(64)

45

ini dipilih karena hipotesis yang digunakan adalah hipotesis komparatif numerik tidak berpasangan pada 2 kelompok.

Jika data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data. Uji alternatif yang digunakan jika data tidak berdistribusi normal adalah uji Mann-Whitney (Dahlan, 2011).

Untuk menilai perbedaan nilai korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada suku Jawa dan suku Lampung maka akan dilakukan perbandingan rumus regresi yang telah dihasilkan.

3.8 Etika Penelitian

(65)

3.9 Alur Penelitian

Gambar 9 . Diagram alur penelitian.

Pengurusan Ethical Clearance

Analisis data

Pengurusan izin di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus

Penulisan hasil penelitian Tabulasi data

Penampisan subyek dengan kuisoner

Pelaksanaan penelitian dengan melakukan pengukuran lingkar kepala, panjang kepala,

dan tinggi badan

Pengumpulan hasil pengukuran Penyusunan proposal

(66)

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Terdapat korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Jawa di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

2. Terdapat korelasi antara lingkar kepala dan panjang kepala terhadap tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

(67)

5.2 Saran

1. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian tentang bagian tubuh lainnya dan korelasi terhadap tinggi badan dengan jumlah sampel yang lebih besar sehingga dapat memperkaya rumus regresi pada suku Jawa dan Lampung dengan hasil yang lebih akurat. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai variasi antropometri pada suku-suku lain di Indonesia sehingga dapat membantu penyelidikan dalam kedokteran forensik.

2. Bagi masyarakat, disarankan untuk mengaplikasikan antropometri dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam bidang gizi dan olahraga. 3. Bagi instansi terkait, disarankan untuk menambah referensi rumus

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal S, Agarwal SK, & Jain SK. 2014. Correlation between the stature and cranial measurements in population of North India. Acta Med. Int. 1(2): 99– 102.

Agnihotri AK, Kachhwaha S, Googoolye K, & Allock A. 2011. Estimation of stature from cephalo-facial dimensions by regression analysis in Indo-Mauritian population. J. Forensic Leg. Med. 18(4): 167–72.

Akhter Z, Baegum JA, Banu LA, Alam M, Hossain S, Amin NF, et al. 2009. Stature estimation using head measurements in Bangladeshi Garo adult females. Bangladesh J. Anat. 7:101–14.

Amalia F. 2015. Korelasi antara panjang tulang humerus dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung dan Jawa di Desa Sukabumi Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Bajpai R. 1991. Osteologi tubuh manusia (1st ed.). Jakarta: Binarupa Aksara.

Basmajian JV & Slonecker CE. 1995. Grant, Metode anatomi berorientasi pada klinik (1st ed). Jakarta: Binarupa Aksara.

Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im WA, Sidhi, Hertian S, et al. 1997. Ilmu kedokteran forensik (I). Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(69)

Chorniawan A. 2014. Tinggi wajah, panjang dan tinggi kepala berkorelasi secara positif dengan tinggi badan manusia. AntroUnairDotNet. 3:78–84.

Dahlan MS. 2010. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan (3rd ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan MS. 2011. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan (5th ed). Jakarta: Salemba Medika.

Davies J. 1997. Embriology and anatomy of the larynx, respiratory apparatus, diaphragma and esophagus. In: Paparella, Shumrick (eds). Otolaryngology. Philadelphia.1:52-58.

Fadhilah AZ. 2013. Perbandingan indeks cephalic dan gambaran bentuk kepala laki-laki dewasa pada suku Lampung dan Jawa di Desa Negeri Sakti Provinsi Lampung [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Gautam SA, Vaishali MS, & Anagha N. 2015. Correlation of hand and foot length and stature in both sexes in Central India. Int. J. Sci. Res. 4(6):4-6.

Glinka J. 1990. Antropometri dan antroposkopi. Edisi 3. Surabaya : FISIP Universitas Airlangga. 1-77.

Gupta S, Gopichand PVV, Kaushal S, Chhabra S, & Garsa V. 2013. Cranial anthropometry in 600 North Indian adults. Int. J. Anat. Res. 1(2):115–18.

Guyton AC & Hall JE. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi. Cetakan 1. Jakarta: EGC.

Hansi B & Ashish B. 2013. An estimation of correlation between the head length and the stature of the children aged between 6-10 years. Res. J. For Sci. 1(2):1–5.

Herawati N. 2011. Penentuan indeks kepala dan wajah orang Indonesia berdasarkan suku di Kota Medan [tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

(70)

68

Ilayperuma I. 2010. On the prediction of personal stature from cranial dimensions. Int. J. Morphol. 28(4):1135–40.

Indriati E. 2010. Antropometri untuk kedokteran, keperawatan, gizi ,dan olahraga (1st ed.). Yogyakarta: PT. Citra Aji Paramana.

Jihan. 2014. Studi antropometri menggunakan indeks sefalik pada etnik Melayu dan India mahasiswa Malaysia FKG USU TA 2010-2012 [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Junqueira, Luiz C, & Jose C. 2007. Histologi dasar : teks & atlas. Edisi 10. EGC. Jakarta. 143-44.

Kadagoudar S & Hallikeri VR. 2014. Estimation of stature by nasion - inion head length in South Indian population - A cross sectional study. Med. Inn. 3(2): 9–11.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Ringkasan eksekutif data dan informasi kesehatan Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Khangura RK, Sircar K, & Grewal DS. 2015. Four odontometric parameters as a forensic tool in stature estimation. J For Dent Sci, 7(2), 132–136.

Koentjaraningrat. 1989. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Krishan K. 2008. Estimation of stature from cephalo-facial anthropometry in North Indian population. Forensic Sci. Int. 81(1-3):1–6.

Kumar M & Gopichand PV. 2013. Estimation of stature from cephalofacial anthropometry in 800 Haryanvi Adults. Int. J. Plant, Animal, & Env.sci. 3(2):42–46.

(71)

Mansur DI, Haque MK, Sharma K, Mehta DK, & Shakya R. 2014. Use of head circumference as a predicor of height of individual. Kathmandu Univ. Med. J. 12(46): 89–92.

Menezeges RG, Kanchan T, Kumar GP, Rao PP, Lobo SW, Usyal S, et al. 2009. Stature estimation from the length of the sternum in South Indian males: A preliminary study. Journal Forensic Leg. Med. 16:441–43.

Moore KL & Agur AM. 2002. Anatomi klinis dasar. (V. Sadikin & V. Saputra, Eds.). Jakarta: Hipokrates.

Na’im A & Syaputra H. 2011. Kewarganegaraan, suku bangsa, agama dan bahasa sehari-hari penduduk Indonesia hasil sensus penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, & Ranuh IGNG. 2002. Tumbuh kembang anak dan remaja (1st ed.). Jakarta: Sagung Seto.

Nguyen AKD, Simard-Meilleur A, Berthiaume C, Godbout R, & Mottron L. 2012. Head circumference in Canadian male adults : Development of a normalized chart. Int. J Morph. 30(4):1474–80.

(72)

70

Richards E. 2011. The estimation of stature from measurements of the isolated cranium. Texas State University.

Sarajlić N, Cihlarž Z, Klonowoski EE, & Selak I. 2006. Stature estimation for Bosnian male population. Bosn. J. Basic Med. Sci. 6(1): 62–67.

Sastroasmoro S & Ismael S. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis (4th ed.). Jakarta: Sagung Seto.

Singh R. 2013. Estimation of stature and age from head dimensions in Indian

Supariasa IDN, Bakri B, & Fajar I. 2002. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.

Suriyanto RA & Koeshardjono. 1999. Studi variasi indeks acromiocristalis. Antropologi Manusia. 60:86–100.

Syaifudin M, Alatas Z, Rahardjo T, & Mugiono. 1996. Studi antropometri manusia Jawa dalam rangka penyusunan manusia acuan Indonesia. Prosoiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan. Jakarta.

Thaher M. 2013. Hubungan panjang telapak tangan dengan tinggi badan pada pria dewasa suku Lampung di Desa Negeri Sakti Kabupaten Pesawaran [skripsi] . Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Tortora GJ & Derrickson BH. 2011. Principles of anatomy and physiology 13th edition. USA: John Wiley & Sons Inc.

(73)

Gambar

Gambar  1. Aspek anterior kranium (Moore & Agur, 2002).
Gambar 2. Aspek lateral kranium (Moore & Agur, 2002)
Gambar 4. Tulang penyusun kerangka tubuh (Paulsen & Waschke, 2012)
Gambar 6. Tahapan Osifikasi Endokondral (Junquierra, 2007)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Perbandi ngan Indeks Cephalic dan Gambaran Bentuk Kepala Laki-Laki Dewasa pada Suku Lampung dan Jawa di Desa Negeri Sakti, Provinsi Lampung”

HUBUNGAN ANTARA PANJANG TULANG FEMUR DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA MUDA.. Christopher Senjaya, 2007; Pembimbing I :

menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “ Korelasi Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan Wanita Dewasa terhadap Risiko Penyakit Kardiovaskular di Desa Kepuharjo

HUBUNGAN ANTARA PANJANG TULANG FEMUR DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA MUDA.. Christopher Senjaya, 2007; Pembimbing I :

Skripsi dengan judul “Korelasi antara Lingkar dan Panjang Kepala dengan Tingkat Kecerdasan Intelligence Quotient (IQ) pada Anak Retardasi Mental di Sekolah Luar Biasa

Terdapat formula yang bisa digunakan untuk menghitung rerata tinggii badan pada pria dewasa yaitu dengan menggunakan rumus karl person, trotter dan gleser dan menghitung panjang

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai penelitian yang berjudul Korelasi Panjang Lengan Atas dengan Tinggi Badan pada Wanita Suku Banjar, dapat disimpulkan bahwa

Alat pengukur berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala pada bayi dengan tampilan grafik merupakan suatu alat ukur yang digunakan memantau pertumbuhan bayi