• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rasio Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Pemilukada) Sebelum dan Pada Saat Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Rasio Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Pemilukada) Sebelum dan Pada Saat Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Indonesia"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

RATIO PERCENTAGE ALLOCATION LOCAL GOVERMENT BUDGET (APBD) BEFORE AND DURING REGION ELECTION IN INDONESIA

By

SYARIF HIDAYAT

This study aims to to tell the difference ratio percentage the APBD in indonesia before and at the general election was conducted in indonesia in fiscal year 2012-2013 by using three variable budget spending is grant expenditure, social expenditure and capital expenditure. This research is empirical studies in which sampling conducted by the census and methods with the use of statistical tests paired sample t-test and wilcoxon signed rank test. Processing using the SPSS 16. The sample used as many as 134 region in Indonesia in fiscal year in 2013.

The results of the study are (1) allocation of grant expenditure budget and capital

expenditured during the process of the regional election was higher than grant expenditrure budget and capital expenditures allocation before the process of the regional election process.(2) allocation of society not support expenditure budget in during the process of the regional election.Results of the study suggest that the government should need to make a tighter control especially for the ratio of the percentage allocation of grant expenditures and capital expenditures ranging from procedures for budgeting, execution, reporting, and the monitoring in region election in Indonesia.

(2)

ABSTRAK

ANALASIS RASIO PERSENTASI ALOKASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) SEBELUM DAN PADA SAAT PELAKSANAAN

PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PEMILUKADA) DI INDONESIA

Oleh

SYARIF HIDAYAT

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rasio persentasi alokasi APBD di Indonesia sebelum dan pada saat pemilukada dilakukan terhadap Provinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun anggaran 2012-2013 dengan menggunakan tiga variabel APBD yaitu belanja hibah,belanja bantuan sosial dan belanja modal.

Penelitian ini merupakan studi empiris dimana pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus dan dengan menggunakan uji statistik paired sample t-test dan wilcoxon signed rank test . Pengolahan data menggunakan alat bantu statistik SPSS 16. Sampel yang

digunakan sebanyak 134 Provinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun anggaran 2013. Hasil penelitian menjelaskan bahwa secara umum terdapat peningkatan rasio persentasi alokasi pada APBD pada saat pemilukada dibandingkan sebelum diadakan pemilukada. Hasil pengujian hipotesis pertama tentang belanja hibah dan hipotesis ketiga tentang belanja modal diterima yang berarti terdapat kenaikan yang signifikan sedangkan hasil hipotesis alternatif kedua tentang belanja bantuan sosial ditolak yang berarti menunjukkan penurunan pada saat pemilukada.

Hasil penelitian menyarankan bahwa sebaiknya pemerintah perlu membuat suatu pengendalian yang lebih ketat terutama untuk rasio persentasi alokasi belanja hibah dan belanja modal mulai dari tata cara penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, serta

monitoringnya terutama menjelang pemilukada.

(3)
(4)

ANALISIS RASIO ALOKASI ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH (APBD) SEBELUM DAN PADA

SAAT PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

(PEMILUKADA) DI INDONESIA

(Skripsi)

Oleh

SYARIF HIDAYAT

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

(6)

dan pada saat Pemilukada …...………... 23

2.2.3 Rasio Proporsi Alokasi Belanja Modal sebelum dan pada saat Pemilukada ……….………... 24

4.4.1 Hasil Rasio Proporsi Alokasi Belanja Hibah sebelum dan pada saat Pemilukada …... 39

4.4.2 Hasil Rasio Proporsi Alokasi Belanja Belanja Bantuan Sosial sebelum dan pada saat Pemilukada ….…………...……….. 40

4.4.3 Hasil Rasio Proporsi Alokasi Belanja Hibah sebelum dan pada saat Pemilukada ………...………….……... 41

(7)

V. PENUTUP ………..……… 49

5.1Kesimpulan ………...………… 49

5.2Keterbatasan Penelitian ………...…. 51

5.3Saran ………...……. 52

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.3.1. Statistik Deskriptif Belanja Hibah ... 33

4.3.1 Statistik Deskriptif Belanja Bantuan Sosial ... 34

4.3.3 Statistik Deskriptif Belanja Modal ... 35

4.3.4 Hasil Uji Normalitas Belanja Hibah... 36

4.3.5 Hasil Uji Normalitas Belanja Bantuan Sosial... 38

4.3.6 Hasil Uji Normalitas Belanja Modal... 39

4.4.1 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test Belanja Hibah ... 39

4.4.2 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test Belanja Bantuan Sosial... 40

(10)
(11)
(12)
(13)

MOTO

Man Jadda Wajada

Jalan Aja Trus,

(14)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah menjadikan segala sesuatu yang sulit ini menjadi mudah.

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang kusayangi yaitu ayah, ibu, kakak, dan adik (Ayah Alm. Sahudi, Ibu Nur Rohmah, Kakak Muhammad Nashihudin, Adik Mardlo Akmal dan Lulu Munawaroh) tercintaku, yang telah menjadi penyemangatku untuk menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Lampung.

Dengan khusus kupersembahkan karya kecilku ini untuk kedua orang tuaku dan kakakku, yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, doa, selalu

(15)

SANWACANA

Bissmillahirahmanirrahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta

sahabatnya. Alhamdulillah atas Kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Analisis Proporsi Persentasi Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sebelum dan Pada Saat Pelaksanaan

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Indonesia, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S. E., M. Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

(16)

3. Bapak Sudrajat, S. E., M. Acc., Akt., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

4. Bapak Agus Zahron Idris, S.E., M.Si., Akt selaku Pembimbing Akademik penulis atas kesediaanya membantu, mengarahkan dan memberi masukan selama penulis menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

5. Ibu Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt selaku Pembimbing I (satu) yang telah meluangkan waktu dan fikirannya serta memberikan kritik, saran, masukan dan semangat untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Reni Oktavia, S. E., M. Si., selaku Pembimbing II (dua) yang telah meluangkan waktu dan fikirannya serta memberikan kritik, saran, masukan dan semangat untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Ratna Septiyanti, S. E., M. Si., Akt., selaku Pembahas yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini. 8. Seluruh Dosen beserta seluruh staf karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan juga pembelajaran berharga bagi penulis selama menempuh program pendidikan S1. Khususnya untuk staf karyawan di jurusan Akuntansi pak Sobari, mbak Sri, mpok, mas Yana, mas Yono, mas Leman, yang telah banyak membantu selama proses pengerjaan skripsi dan selalu berbagi canda tawa sehari-hari. 9. Keluarga besar dari sebelah ayah dan keluarga besar dari sebelah ibu yang

(17)

10. Sahabat-sahabatku tersayang yang berjuang bersama di jurusan Akuntansi 2010 (Pungky, Febi, Wahyu, Topik, Marwan, Jefri, dan yang selalu membantu perkuliahan di ekonomi mak era, mak ginting, Citra, Tia, Mila, Deni) yang selalu membantu dan menemani, selalu memberikan nasehat dan mengingatkan setiap kali melakukan kesalahan, memberikan semangat disaat putus asa, mendoakan serta memberi bantuan baik moril maupun materiil, kalian yang akan selalu aku rindukan, semoga kita selalu menjadi sahabat yang saling mendukung baik saat ini maupun dimasa yang akan datang. Kalian luar biasa.

(18)

12. Sahabatku (Kak Jon, Abram, Ica, Citra, Jay, Baron, kak iwan, kak Anda, Kak Andi, Irwanto,Imam, Puji, Irul), yang telah memberikan nasehat, kritik, saran, bantuan, doa dan dukungan,

13. Kekasihku Tercinta Ayu Alvica Reneo, terima kasih telah dengan sabar menemani, menjadi penyemangat disetiap langkah hidupku sehingga menjadi seperti sekarang.

14. Untuk bapak dan ibu kost beserta keluarga, yang telah banyak membantu sejak pertama kali masuk kuliah, mulai dari urusan propti, perkuliahan, serta urusan di kostan sampai sekarang sudah menjadi sarjana.

15. Almamaterku tercinta.

16. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, serta penulis sangat mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya

Bandar lampung, 20 Agustus 2014 Penulis

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Banjar Negara pada tanggal 08 Juli 1991, sebagai putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Sahudi dan Ibu Nur Rohmah.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD 1 Pujodadi pada tahun 1998. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di MTS Bustanul Ulum Jayasakti Lampung Tengah sampai lulus pada tahun 2007 dan menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Petanahan dengan jurusan IPS hingga lulus pada tahun 2010.

(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilukada belum pernah dievaluasi secara serius baik pemerintah pusat maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beberapa kalangan berpendapat bahwa pemilukada langsung di beberapa daerah di Indonesia memberikan beban keuangan sangat besar bagi daerah (Ritonga dan Alam, 2010), untuk penyelenggaraan pemilukada setidaknya menelan biaya minimal mencapai 30 triliun dalam kurun waktu lima (5) tahun (Kompas 28/5 2013) itu berarti setiap tahun minimal rata-rata APBD harus tergerus sebesar enam (6) triliun untuk membiayai penyelenggaraan pemilukada.

Hal serupa juga disampaikan oleh Prasojo (2009), yang mengatakan bahwa mahalnya pemilukada di Indonesia, hal tersebut dikarenakan pemilukada

merupakan pesta akbar dan harus dibiayai secara khusus, mulai dari pendaftaran, pengadaan barang dan jasa untuk pencoblosan, serta kampanye yang dilakukan partai politik dan calon kepala daerah. Pemilukada juga bisa diartiakan sebagai proyek besar yang harus dibiayai dengan anggaran besar pula. Akibatnya, inefisiensi terjadi dalam paradigma proyek pemilukada. Logika berpikir proyek dalam pemilukada ini tidak saja mempengaruhi pemikiran penyelenggara

(21)

2

dan tujuan kemenangan pemilukada, tidak heran jika partai politik dan aktor politik rela mengeluarkan miliaran rupiah untuk dapat mengikuti kompetisi pemilukada.

Dalam proses penyusunan anggaran daerah, eksekutif (kepala daerah) bertindak sebagai pengusul anggaran sekaligus pemegang kekuasan pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu, kepala daerah memiliki keunggulan kekuasaan dalam pengalokasian APBD diakhir masa jabatan, sehingga dapat memanfaatkan

posisinya untuk memperoleh keuntungan. Manipulasi politis atas kebijakan publik menyebabkan pengalokasian sumber daya dalam anggaran tidak efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan politiknya, seorang politisi berpotensi

memanfaatkan anggaran belanja daerah yang bersifat tidak mengikat dan tidak terus-menerus. Beberapa pos belanja tersebut antara lain: belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja modal.

Masalah keagenan yang timbul di kalangan eksekutif cenderung memaksimalkan utiliti (self-interest) dalam pembuatan atau penyusunan anggaran APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri informasi). Akibatnya eksekutif cenderung melakukan ”budgetary slack”. Hal ini terjadi disebabkan pihak

eksekutif akan mengamankan posisinya dalam pemerintahan di mata legislatif dan masyarakat/rakyat, bahkan untuk kepentingan pilkada berikutnya, tetapi

(22)

3

Politisi dapat memanfaatkan posisinya untuk memperoleh rents. Manipulasi politis atas kebijakan publik menyebabkan pengalokasian sumberdaya dalam anggaran tidak efisien dan efektif. Politisi sebagai agen publik berlaku shirking karena adanya asimetri informasi dan konflik kepentingan dengan konstituennya. Menurut Garamfalvi (1997), politisi menggunakan pengaruh dan kekuasaan untuk menentukan alokasi sumberdaya, yang akan memberikan keuntungan pribadi kepada politisi.

Fenomena politik uang di dalam pemilukada perlu diteliti lebih jauh terutama menjelang pemilukada dilaksanakan. Dugaan potensi penyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) akan meningkat ketika para kepala daerah yang menjelang masa akhir jabatannya, hal tersebut dikarenakan masa terakhir periode adalah kesempatan terakhir bagi kepala daerah untuk melakuan politisasi

anggaran, baik untuk kesempatan maju untuk maju kembali sebagai incumbent maupun ketika sudah tidak bisa menjabat lagi, hal tersebut dikarenakan terdapat banyak kepentingan, baik itu kepentingan pribadi, kepentingan partai politik ataupun untuk kepentingan estafet kepemimpinan didaerahnya. Apalagi jika calon kepala daerah tersebut kembali akan mencalonkan diri kembali sebagai calon kepala daerah,tentunya memiliki peluang besar dalam manfaatkan pos-pos belanja pada APBD untuk kepentingannya.

(23)

4

belanja ini merupakan bagian dari komponen belanja tidak langsung (BTL) yang penyalurannya tidak melalui program dan kegiatan, belanja-belanja ini bersifat tidak mengikat dan tidak secara terus menerus, seperti bantuan kepada

organisasi/lembaga/kelompok masyarakat dan kepemudaan, bantuan kepada tokoh masyarakat /perorangan, serta partai politik. Belanja hibah dan belanja bantuan sosial dalam APBD dialokasikan tidak berdasarkan tolok ukur kinerja dan target kinerja, maka penentuan besaran/jumlah anggarannya bahkan cenderung “subjektif” (Ritonga dan Alam, 2010).

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa terdapat keterkaitan belenja dana belanja bantuan sosial dan belanja hibah APBD dengan pelaksanaan pemilukada. Tak jarang belanja hibah cenderung naik menjelang pelaksanaan pemilukada pada kurun 2011-2013. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menemukan fakta bahwa terdapat banyaknya tindak pidana korupsi yang

diakibatkan penyalahgunaan kedua anggaran tersebut. Dari temuan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan belanja hibah dan belanja bantuan sosial dengan pelaksanaan pemilukada. Hasil penemuan KPK tersebut juga menemukan bahwa nominal belanja hibah dalam APBD cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir. Dari Rp 16 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp 37,9 trilun pada tahun 2012 dan Rp 49 trilun pada tahun 2013. Kemudian ditemukan pula adanya pergeseran tren

(24)

5

Selain belanja hibah banyak kalangan juga menengarai adanya penyelewengan dana belanja bantuan sosial menjelang pemilukada. Indikasinya, pos belanja belanja bantuan sosial pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

menggelembung menjelang pemilihan umum baik pemilukada maupun pemilihan pusat. Hal tersebut terbukti dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2013 menemukan kenaikan belanja bantuan sosial dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang tengah menghadapi pemilihan kepala daerah. Praktik untuk menarik simpati pemilih berlangsung lewat jalan pemberian bantuan dana pada sejumlah organisasi sosial dari alokasi bantuan sosial APBD. Sasaran organisasi sosial biasanya yang memiliki massa yang besar, dengan iming-iming untuk memilih sang kandidat atau balas jasa karena telah memilih calon yang menang.

(25)

6

anggaran investasi publik tersebut, (3) pemilihan proyek-proyek khusus dan lokasinya, dan (4) besaran rancangan setiap proyek investasi publik. Keputusan tersebut terkait dengan pemberian kontrak kepada pihak luar, yang dapat menghasilkan aliran rente berupa commissions.

Hal serupa juga disampaikan oleh Lalvani (1999), yang mengatakan bahwa sebelum dilaksanakan pemilu rawan terjadi tindakan opportunis yang dilakukan oleh kepala daerah untuk melakukan politisasi anggaran, hasil penelitiannya menujukan terjadinya peningkatan belanja modal sebelum dilaksanakan pemilu hal tersebut dilakukan guna mendapatkan suara pada pemilu.

Hal tersebut juga disampaikan oleh Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) yang melakukan monitor bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai bahwa penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta APBD Perubahan rawan diselewengkan pada tahun politik. Penggaraan APBD masih sangat rentan, titik rawan yang dilihat BPKP-KPK selain belanja hibah dan belanja bantuan sosial adalah belanja modal. Pengadaan barang dan jasa pada dinas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum adalah faktor utama potensi kecurangan pengelolaan APBD terutama terjadi pada tahun politik menjelang pemilu (Seputar Indonesia 1/3 2014).

(26)

7

yang terjadi di Indonesia. Data alokasi belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja modal di seluruh Indonesia dapat di lihat pada tabel 1.1 dibawah ini: Tabel 1.1

Belanja* Kenaikan Belanja*

Total

Belanja* Kenaikan

Hibah 16.087 514.468 37.921 617.463 135,73% 49.059 737.681 29,37%

Sosial 12.028 514.468 6.501 617.463 -54,01% 7.916 737.681 21,77%

Modal 113.622 514.468 137.525 617.463 21,04% 175.807 737.681 27,84% Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Republik Indonesia

*Data diolah/dalam milyar rupiah

Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa terjadi kenaikan secara nasional pada tahun 2012 untuk belanja hibah sebesar 135,73 %, sedangkan untuk tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 29,37 %. Untuk belanja bantuan sosial mengalami penurunan pada tahun 2012 sebesar 53 %, sedangkan untuk tahun 2013

mengalami kenaikan sebesar 21,77 % dari tahun 2012. Data belanja modal mengalami kenaikan pada tahun 2012 sebesar 21 %, sedangkan untuk tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 27,84 % dari tahun 2012. Data alokasi kenaikan belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja modal dalam APBD di Indonesia yang melakukan pemilukada dapat dilihat pada tabel 1.2 dibawah ini:

Tabel 1.2

Belanja* Kenaikan Belanja*

Total

Belanja* Kenaikan

Hibah 5.981 134.937 22.383 220.982 274,20% 61.947 260.557 276,76%

Sosial 3.023 134.937 1.909 220.982 -58,42% 4.122 260.557 115,98%

Modal 26.248 134.937 41.595 220.982 58,47% 99.313 260.557 138,76% Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Republik Indonesia

(27)

8

Rasio alokasi APBD pada daerah pemilukada sangat berbeda, kenaikannya menjadi sangat signifikan. Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa kenaikan pada tahun 2012 untuk belanja hibah sebesar 274,20 %, sedangkan untuk tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 276,76%. Untuk belanja bantuan sosial mengalami penurunan pada tahun 2012 sebesar 58,42%, sedangkan untuk tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 115,98% dari tahun 2012. Sedangkan untuk belanja modal mengalami kenaikan pada tahun 2012 sebesar 58,47%, sedangkan untuk tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 138,76% dari tahun 2012.

Jika kita amati lebih jauh terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara daerah yang melaksakan pemilukada dengan rata-rata alokasi APBDdi seluruh di Indonesia, pada alokasi belanja hibah terdapat perbedaan alokasi yang cukup besar yaitu 247,39% lebih besar daripada rata-rata alokasi APBD di seluruh Indonesia pada tahun yang sama, yaitu kenaikan rata-rata daerah di Indonesia sebesar untuk belanja hibah sebesar 29,37% sedangkan daerah yang

menyelenggarakan pemilukada yaitu 276,76%. Rasio alokasi belanja bantuan sosial mengalami hal serupa yaitu terdapat perbedaan yang cukup signifikan yaitu 94,21% lebih besar daripada rata-rata alokasi APBD di seluruh Indonesia dengan daerah penyelenggara pemilukada pada tahun yang sama, yaitu kenaikan rata-rata daerah di Indonesia sebesar untuk belanja bantuan sosial sebesar 21,77%

(28)

9

sebesar 27,84%, sedangkan daerah yang menyelenggarakan pemilukada yaitu sebesar 138,76%.

Berdasarkan pemahaman diatas dan rasio alokasi APBD pada daerah pemilukada dan di Indonesia peneliti sangat tertarik melakukan penelitian ini, sedangkan motivasi yang melandasi penelitian ini adalah perilaku oportunistik kepala daerah dalam pengalokasian belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja modal dalam APBD cenderung pada self-interest sebelum dan pada saat dilaksanakan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada)

1.2.Rumusan Masalah

Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004, kepala daerah (eksekutif) dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilukada, yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2005 dan membuka ruang besar bagi kepala daerah untuk mencalonkan kembali pada pemilukada selanjutnya. Kepala daerah sebagai pemegang

(29)

10

1. Apakah rasio persentasi alokasi belanja hibah pada saat pemilukada lebih besar daripada rasio persentasi belanja hibah pada sebelum dan pelaksanaan pemilukada.

2. Apakah rasio persentasi alokasi belanja bantuan sosial pada saat pemilukada lebih besar daripada rasio persentasi belanja bantuan sosial sebelum

pelaksanaan pemilukada.

3. Apakah rasio persentasi alokasi belanja modal pada saat pemilukada lebih besar daripada rasio persentasi belanja modal sebelum pelaksanaan pemilukada.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris pada:

1. Rasio persentasi alokasi belanja hibah pada saat pemilukada lebih besar daripada rasio persentasi belanja hibah sebelum pelaksanaan pemilukada. 2. Rasio persentasi alokasi belanja bantuan sosial pada saat pemilukada lebih

besar daripada rasio persentasi belanja bantuan sosial sebelum pelaksanaan pemilukada.

(30)

11

1.3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi penelitian selanjutnya serta akan tetap mendukung hasil dari penelitian

sebelumnya atau bahkan dapat memberikan hasil yang berbeda dan juga dapat meningkatkan perkembangan teri-teori yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Dapat digunakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang melaksanakan

(31)

12

II. TELAAH PUSTAKA

1.1.Telaah Pustaka

Dalam landasan teori akan di bahas lebih jauh mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), belanja bantuan sosial, belanja hibah dan belanja modal. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang di kumpulkan selama selama pelaksanaan penelitian dilakukan.

1.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah yang merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam masa satu tahun anggaran (Kawedar, 2008).

Halim (2007) mengungkapkan bahwa setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Pemerintah. Dalam melaksanakan APBD, pemerintah daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

(32)

13

pemerintah daerah. Selain itu, penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/ atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiran. Perubahan atas APBD tahun anggaran yang

bersangkutan, apabila terjadi:

1. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD. 2. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit

organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja.

3. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih pada tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

1.1.2. Belanja Hibah

Belanja hibah adalah pemberian bantuan uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,

masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dengan memperhatikan rasa keadialan, kepatuhan, nalitas dan manfaat untuk masyarakat (Darmastuti dan Dyah, 2011).

Menurut Permendagri nomor 59 tahun 2007 belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja hibah bersifat

(33)

14

sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah. hibah kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada perusahaan daerah,

badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok masyarakat/perorangan dikelola dengan mekanisme APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kriteria alokasi belanja hibah dalam APBD adalah :

1. Pemberian hibah dalam bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

2. Pemberian hibah dalam bentuk barang dapat dilakukan apabila barang tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis bagi pemerintah daerah yang bersangkutan tetapi bermanfaat bagi pemerintah atau pemerintah daerah lainnya dan/atau kelompok masyarakat/perorangan.

3. Pemberian hibah dalam bentuk jasa dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

(34)

15

1.1.3. Belanja Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Menurut Permendagri nomor 59 tahun 2007 belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kriteria alokasi belanja bantuan sosial dalam APBD adalah:

1. Belanja bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan peruntukan

penggunaannya.

2. Untuk memenuhi fungsi APBD sebagai instrumen keadilan dan pemerataan dalam upaya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, bantuan dalam bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah

memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna terpenuhinya standar pelayanan minimum (SPM) yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

(35)

16

1.1.4. Belanja Modal

Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin sseperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja baik untuk bagian belanja aparatur daerah baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik (Bastian, 2002).

1.1.5. Teori Pilihan Publik dan Kekuasaan

Teori pilihan publik memandang bahwa inti dari analisis adalah pelaku-pelaku individu, baik yang bertindak sebagai anggota dari partai politik, kelompok kepentingan atau birokrasi, baik ketika individu itu bertindak sebagai pejabat yang diangkat lewat pemilu atau sebagai warga biasa atau sebagai pimpinan

perusahaan. Di arena politik para politisi dan birokrat bertindak semata-mata untuk memperbesar kekuasaan yang dimiliki. Perspektif ini bagi teori pilihan publik adalah hasil dari interaksi politik di antara para pelaku nal (diaplikasikan dalan konsep, seperti: keyakinan, preferensi, tindakan, pola perilaku serta

kumpulan dan kelembagaan) yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri (Caparasso dan levine, 2008). Kekuasaan merupakan bentuk

(36)

17

1.1.6. Politik Penganggaran Sektor Publik

Penetapan suatu anggaran dapat dipandang sebagai suatu kontrak kinerja antara legislatif dan eksekutif (Abdullah dan Asmara, 2006; Freeman dan Shoulders, 2003). Bagi Rubin (2000) penganggaran publik adalah pencerminan dari kekuatan relatif dari berbagai budget actors yang memiliki kepentingan atau preferensi berbeda terhadap outcomes anggaran. Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumberdaya. Menurut Mardiasmo (2009), penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.

Proses paling genting dalam konteks politik yang berhubungan dengan produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu

fenomena atau gejala sosial ekonomi yang muncul. Pengambilan keputusan tentu saja berproses panjang. Dalam proses inipun, pengambilan keputusan

(37)

18

nilai-nilai atau standar-standar politik. Pembuat keputusan dapat mengevaluasi alternatif kebijakan untuk kepentingan partai politiknya atau kelompoknya, maka hal ini menggambarkan bagaimana nilai-nilai politis dapat merangsek masuk dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam konteks ini keputusan diambil berdasarkan pada kalkulasi keuntungan politik di mana kebijakan dipandang sebagai alat yang menguntungkan atau alat untuk mencapai tujuan partai politik atau kelompok kepentingannya. Kedua, Organization Values yaitu nilai-nilai atau standar-standar organisasional. Hal yang paling menonjol adalah misalnya

(38)

19

yang memberikan gambaran sederhana mengenai dunia dan cara bertindak sebagai petunjuk bagi seseorang untuk berperilaku.

1.1.7. Hubungan Keagenan dalam Penganggaran

Penganggaran dapat dilihat sebagai transaksi berupa kontrak mandat yang diberikan kepada agen (eksekutif) dalam kerangka struktur institusional dengan berbagai tingkatan yang berbeda. Sesuai dengan apa yang dinyatakan pada teori keagenan, bahwa pihak principal dan agen memiliki kepentingan masing-masing, sehingga benturan atas kepentingan ini memiliki potensi terjadi setiap saat. Pihak agen berkemampuan untuk lebih menonjolkan kepentingannya karena memiliki informasi yang lebih dibandingkan pihak principal, hal ini disebabkan karena pihak agenlah yang memegang kendali openal di lapangan. Sehingga pihak agen lebih memilih alternatif yang menguntungkannya, dengan mengelabui dan membebankan kerugian pada pihak principal (Fozard, A. 2001).

1.1.8. Teori Opportunistic

Menurut Fajri dan Senja (2006), opportunism adalah pandangan yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk memperkaya diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip yang berlaku. Perilaku

(39)

20

1.1.9. Teori Akuntansi Positif

Teori akuntansi positif dikemukakan Friedman (1953), Teori ini menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk

menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi. Teori akuntansi positif mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan teori akuntansi. Teori akuntansi positif dapat memberikan pedoman bagi para pembuat kebijakan

akuntansi dalam menentukan konsekuensi dari kebijakan tersebut. Teori akuntansi positif berkembang seiring kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi

realitas praktik akuntansi yang ada dalam masyarakat sedangkan akuntansi normatif lebih menjelaskan praktik akuntansi yang seharusnya berlaku.

Pendekatan positif melihat pada “mengapa” praktik akuntansi dan/atau teori

(40)

21

2.2 Pengembangan Hipotesis

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, menempatkan kepala daerah pada posisi yang sangat kuat. Pemilukada

memberikan ruang bagi kepala daerah untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam pemilukada tidak dapat dihindari penggunaan dana publik untuk kepentingan politik. Dalam penyusunan anggaran, usulan yang diajukan oleh eksekutif memiliki muatan mengutamakan kepentingan eksekutif. Eksekutif mengajukan anggaran yang dapat memperbesar agency-nya, baik dari segi finansial maupun nonfinansial (Halim dan Abdullah, 2006; Smith danBertozzi, 1998). Menurut Irene S.Rubin (2000) dalam buku The Politics of Public Budgeting mengatakan bahwa dalam penentuan besaran maupun alokasi dana publik senantiasa ada kepentingan politik yang diakomodasi oleh pejabat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim menemukan keterkaitan dana belanja hibah dalam APBD dengan pelaksanaan pemilukada. Tak jarang dana hibah cenderung naik menjelang pelaksanaan pemilukada pada kurun 2011-2013 bahkan peningkatan dalam belanja hibah mencapai lebih dari 200% dalam kurun waktu tiga tahun dari 16 triliun pada tahun 2011 menjadi 49 trilun pada tahun 2013 (KPK 23/2 2014). Berdasarkan landasan teoritis dan temuan-temuan empiris di atas, penulis untuk mengajukan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

(41)

22

Hipotesis selanjutnya adalah belanja bantuan sosial, penelitian yang dilakukan oleh Manor dan Crook (1998) dalam Prasojo (2009) menyatakan bahwa dalam banyak hal, pemilihan langsung kepala daerah dan pemisahan yang tegas antara mayor (kepala daerah) dan councilor (anggota DPRD) di negara-negara

berkembang telah menyebabkan praktek-praktek pemerintahan yang semakin buruk. Faktor utamanya adalah karakteristik elite lokal selalu menutup kesempatan pihak lain untuk berkompetisi dalam politik, pengetahuan dan kesadaran politik rakyat yang rendah, serta tidak adanya pengawasan yang terus-menerus dari DPRD terhadap kepala daerah. Selanjutnya dipertegas oleh Prasojo, E (2009) bahwa fakor-faktor tersebut juga terefleksikan di beberapa daerah di Indonesia.

Belanja bantuan sosial cenderung meningkat pada saat diselenggarakan pilkada. Hasil penelusuran audit BPK, penyimpangan bantuan sosial mencapai Rp 765,3 miliar pada tahun 2010 (Kompas 25/1 2011). Bahkan bantuan sosial tidak hanya dalam bentuk belanja di anggaran kementerian sosial, tapi ada juga di kementerian lain. Temuan BPK tahun 2013 menemukan sekitar Rp13 triliun sekian dari Rp75 triliun tidak tepat sasaran (Vivanews 6/2 2014).

Hal tersebut juga di dukung oleh hasil penelitian yang dilakukakan oleh Cristina (2009) yang menemukan adanya peningkatan alokasi belanja bantuan sosial yang dilakukan oleh kepala daerah sebelum dilaksanakan pemilihan umum kepala daerah, Berdasarkan ulasan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

(42)

23

Ha2 : Rasio persentasi belanja bantuan sosial pada saat pemilukada lebih besar daripada rasio persentasi belanja bantuan sosial sebelum pemilukada

Peningkatan dalam belanja modal oleh pemerintah diyakini mampu

meningkatkan kualitas layanan publik kepada masyarakat dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat pembangunan di daerah dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut, dengan demikian masyarakat akan menilai bahwa pemerintah telah menjalankan pemerintahan dengan baik sehingga akan mempengaruhi hasil pada pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) hal tersebut yang bisa

digunakan oleh kepala daerah untuk menarik suara pada masa pemilukada baik untuk dirinya, kepentingan partai politik atau hanya untuk estafet kepemimpinan jika kepala daerah tidak lagi bisa mencalonkan diri kembali untuk itu

memperbanyak tender infrastruktur menjelang pemilukada dilakukan untuk kepentingan pribadi atau partai.

(43)

24

berupa komisi. Berdasarkan ulasan tersebut, maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah:

(44)

25

III. METODE PENELITIAN

3.1.Variabel Penelitian dan Definisi Openal

Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus diopenalisasikan dengan cara mengubahnya menjadi variabel, yang berarti sesuatu yang

mempunyai variasi nilai. Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari: 3.1.1 Belanja Hibah

Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja hibah dalam

penelitian ini adalah alokasi belanja hibah dalam APBD tahun anggaran 2012-2013 pada provinsi/kabupaten/kota yang mengadakan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Proporsi Belanja Hibah (PBH) diukur

menggunakan perbandingan antara Belanja Hibah (BH) dengan Total Belanja Daerah (TBD), dengan satuan persentase (%). Rumus pengukuran Proporsi Belanja Hibah (PHB) sebagai berikut:

(45)

26

3.1.2 Belanja Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat, dan partai politik. Belanja bantuan sosial dalam penelitian ini adalah alokasi belanja bantuan sosial dalam APBD tahun anggaran 2012-2013 pada provinsi/kabupaten/kota yang melakukan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Proporsi Belanja Bantuan Sosial (PBBS) diukur menggunakan perbandingan antara Belanja Bantuan Sosial (BBS) dengan Total Belanja Daerah (TBD), dengan satuan persentasi (%). Rumus pengukuran Proporsi Belanja Bantuan Sosial (PBBS) sebagai berikut:

PBBS = (BBS : TBD) x 100%

3.1.3 Belanja Modal

(46)

27

3.2.Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah daerah provinsi/kabupaten/kota yang melaksanakan pemilukada pada tahun 2013 sebanyak 134 daerah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu seluruh populasi dijadikan obyek penelitian. Penelitian ini menggunakan data pengamatan selama dua tahun yaitu tahun 2012 dan 2013.

3.3.Jenis dan Sumber Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data pemilukada provinsi/kabupaten/kota di Indonesia tahun 2013 yang bersumber dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berjumlah 134 daerah sedangkan data alokasi belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja modal dalam APBD provinsi/kabupaten/kota tahun anggaran 2012-2013 yang bersumber dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJPK RI).

3.4.Metode Pengumpulan Data

(47)

28

3.5.Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, yang menginformasikan tentang nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation). Untuk menguji perbedaan alokasi belanja pada daerah sebelum dan pada saat pemilukada, dengan cara memperbandingkan rata-rata rasio belanja sebelum dan pada saat dilaksanakan pemilukada. Perbandingan perubahan ( ) rata-rata rasio belanja digunakan untuk menguji perbedaan alokasi belanja antara daerah pada saat pemilukada dan daerah sebelum pemilukada. Rumus pada tahun 2013:

(48)

29

penelitian ini ditetapkan untuk seluruh pengujian adalah sebesar 0,05 atau (5%). Penjelasan tahap-tahap pengujian sebagai berikut:

3.5.1.1. Uji Normalitas Data

Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas penting dilakukan karena untuk menentukan alat uji statistik apa yang sebaiknya digunakan pengujian hipotesis. Apabila data berdistribusi normal maka digunakan test parametik sebaliknya apabila data berdistribusi tidak normal maka lebih sesuai dipilih alat uji statistik non parametik dalam pengujian hipotesis (Bluman, 2009).

Uji statistik Kolmogorov-Smirnov dipilih karena lebih peka untuk mendeteksi normalitas data dibandingkan pengujian dengan menggunakan grafik (Ghozali, 2006). Hipotesis nol (H 0) dinyatakan bahwa data dari masing-masing variabel penelitian pada periode sebelum dan pada saat dilaksanakan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) berdistribusi normal. Penentuan normal tidaknya data ditentukan dengan cara, apabila hasil signifikansinya lebih besar dari tingkat signifikansi yang sudah ditentukan ( ≥0,05) maka H 0 diterima maka data tersebut

terdistribusi normal. Sebaliknya apabila signifikansi uji lebih kecil dari nilai signifikansi (< 0,05) H 0 ditolak maka data tersebut terdistribusi tidak normal.

3.5.1.2. Pengujian Hipotesis

(49)

30

maka digunakan uji parametrik, yaitu paired sample t test . Sementara apabila data berdistribusi tidak normal uji non parametik wilcoxon signed rank test lebih sesuai digunakan. Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah data dalam uji statistik mempunyai distribusi normal atau tidak (Bluman, 2009).

3.5.1.3. Paired Samples T Test (Uji sample berpasangan)

Paired Sample T Test atau uji T sampel berpasangan merupakan uji parametrik yang digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan rata-rata dua sampel yang berhubungan (Ghozali, 2006). Data berasal dari dua pengukuran atau dua periode pengamatan yang berbeda yang diambil dari subjek yang dipasangkan (Bluman, 2009), yaitu alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

provinsi/kabupaten/ kota sebelum dan pada saat dilaksanakan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada).

Paired samples t-test berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau sering disebut sampel berpasangan yang berasal dari populasi yang memilki rata-rata (mean) sama. Pengambilan keputusan: Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima, yang berarti terdapat perbedaan antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebelum dan pada saat pelaksanaan pemilukada.

(50)

31

3.5.1.4. Wilcoxon Signed Rank Test

Uji statistik non parametik yang digunakan adalah dengan wilcoxon signed rank test . Uji ini digunakan untuk menganalisis data berpasangan karena adanya dua perlakuan yang berbeda dan memiliki subjek yang sama. Dalam hal ini wilcoxon signed rank test digunakan untuk mengetahui perbedaan antara Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah sebelum dan pada saat pelaksanaan pemilukada, dengan membandingkan masing-masing

indikatornya ( alokasiAPBD pemerintah daerah). Menurut Ghozali (2006), uji ini memberikan bobot nilai lebih untuk setiap pasangan yang menunjukkan

(51)

48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan rasio persentasi alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebelum dan pada saat Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), penelitian secara empiris terhadap topik ini belum pernah dilakukan di Indonesia, sehingga memotivasi penulis untuk melakukan penelitian ini. Dari hasi pengujian wilcoxon signed rank test dan paired t test dengan menggunakan alat bantu SPSS, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Secara umum terdapat peningkatan rasio persentasi alokasi pada APBD pada saat pemilukada dibandingkan sebelum diadakan pemilukada. Hasil Pengujian hipotesis alternatif pertama diterima, yang artinya bahwa rasio persentasi alokasi belanja hibah pada saat pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada rasio persentasi alokasi belanja hibah sebelum pelaksanaan pemilukada. Hasil untuk hipotesis ketiga tentang rasio persentasi alokasi belanja modal diterima yang artinya bahwa rasio persentasi alokasi belanja modal pada saat pelaksanaan pemilukada lebih besar daripada rasio persentasi alokasi belanja modal sebelum pelaksanaan pemilukada. Dengan demikian rasio persentasi alokasi belanja hibah dan rasio

(52)

49

propinsi/kabupaten/kota pada daerah mengalami peningkatan dibandingkan tahun anggaran 2012.

2. Hasil yang berbeda ditunjukan pada pengujian hipotesis kedua. Hasil pengujian hipotesis kedua yakni terkait dengan pengujian rasio persentasi belanja bantuan sosial sebelum dan pada saat pemilihan umum kepala daerah hasil pengujian menunjukkan hasil hipotesis kedua ditolak, yang artinya bahwa rasio persentasi alokasi belanja bantuan sosial pada saat pelaksanaan pemilukada lebih kecil daripada rasio persentasi belanja bantuan sosial daerah sebelum pelaksanaan pemilukada. rasio persentasi alokasi belanja bantuan sosial tahun anggaran 2013 dalam APBD

propinsi/kabupaten/kota pada daerah mengalami penurunan dibandingkan tahun anggaran 2012.

(53)

50

4. Indikasi adanya pemanfaatan APBD pada saat pemilukada, maka

pemerintah perlu membuat suatu pengendalian yang lebih ketat terutama untuk alokasi belanja hibah dan belanja modal mulai dari tata cara penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, serta monitoringnya.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain :

1. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan proksi pengalokasian belanja hibah dan belanja bantuan sosial dan belanja modal untuk menggambarkan perilaku oportunistik kepala daerah. Untuk menambah akurasi, maka sangat disarankan untuk melakukan field research, seperti wawancara dan pengamatan langsung di lapangan dengan para pelaku. 2. Penelitian ini juga hanya membandingkan perbedaan tiga variabel yaitu

(54)

51

C. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan kedepan adanya political will dari pemerintah pusat agar membuat regulasi lebih yang lebih dapat

mengontrol perencanaan dan penganggaran belanja hibah dan belanja modal dalam penyusunan APBD, pelaksanaan, pelaporan dan monitoring, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan daerah. 2. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),

menemukan adanya indikasi ini tentunya akan mempengaruhi proses pemeriksaannya. Pemeriksa perlu memberikan perhatian yang lebih dalam belanja tersebut.

(55)

52

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. S dan Asmara, J.A. 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah - Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Simposium Nasional Akuntansi (SNA). Palembang. 2006. Anderson, James E. 1984. Public Policy Making, New York, N.J. : Holt,Reinhart

and Winston.

Bastian, Indra. 2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik . Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Bluman, Allan G. 2001. Elementary Statistics A Step by Step Approach. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York.

Caporaso, J.A dan Levine, D.P. 1992. Theories of Political Economy. Cambridge University Press, terjemahan catakan pertama Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2008.

Chairi, Anis dan Imam Gozali. 2003. Teori Akuntansi. Semarang. BP UNDIP. Cooper, D.R dan Schindler, P.S. 2008. Bussines Research Methods. 10 th Edition.

New York –USA : McGraw-Hill Companies, Inc.

Christina J. Scheider. 2009. Fighting with one hand tied behind the back: political budget cycles in the West German states. This article published with open cces at Springerlink.c.

Darmastuti, Dewi dan Setyaningrum, Dyah. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Belanja Bantuan Sosial Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Pada Tahun 2009. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XV. Banjarmasin.

Dobell, Peter dan Martin Ulrich. 2002. Parliament’s performance in the budget process: A case study. Policy Matters 3(2): 1-24. http://www.irpp.org. Fajri, Em Zul dan Ratu A Senja. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa

(56)

53

Freeman, Robert J. dan Craig D. Shoulders. 2003. Governmental and Nonprofit Accounting– Theory and Practice. Seventh edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

Fozzard, Adrian. 2001. The basic budgeting problem: Approaches to resource allocation in the public sector and their implications for pro-poor

budgeting. Center for Aid and Public Expenditure, Overseas Development Institute (ODI). Working paper 147.

Garamfalvi, L. 1997. Corruption in the public expenditures management process. Paper presented at 8th International Anti-Corruption Conference, Lima, Peru, 7-11 September.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Halim dan Abdullah,S. 2006. Hubungan dan masalah keagenan di pemerintahan daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi. Jurnal Akuntansi Pemerintah 2(1): 53-64.http://www.bppk.depkeu.go.id. H.M, Jogiayanto. 2004. Metode Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan

Pengalaman- Pengalaman, Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Penerbit BPFE-Yogyakarta 2009.

Kawedar dkk. 2008. Akuntansi Sektor Publik. Semarang : Universitas Diponegoro.

Keefer, Philip dan Stuti Khemani. 2003. The political economy of public expenditures. Background paper for WDR 2004

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2014. Dana Bansos Rawan di Korupsi Jelang Pemilu. Jakarta. Di akses 15 Februari 2014 jam 10;27 AM

http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1669-kpk-dana-bansos-rawan-dikorupsi-jelang-pemilu

Lalvani, Mala. 1999. Elections and Macropolicy Signals: Political Budget Cycle Hypothesis.Economic and Political Weekly Journal, Vol. 34, No. 37 (Sep. 11-17, 1999), pp. 2676-2681 Published by: Economic and Political Weekly Stable URL: http://www.jstor.org/stable/4408401 . Accessed: 25/03/2014 00:02

Mardiasmo, 2009. Akuntansi Sektor Publik, edisi keempat. Penerbit Andi C.V. Yogyakarta, 2009.

Martinez-Vazquez, Jorge, F. Javier Arze, dan Jameson Boex. 2004. Corruption, Fiscal Policy, and Fiscal Management.

(57)

54

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945- Amandemen III Tahun 2001;

,Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Keuangan Negara; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47. , Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; , Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126.

, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140.

, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah.

, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2009

Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009.

, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2009

Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010.

, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Belanja Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2011.

, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peratutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Belanja Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012.

Ritonga, Taufiq dan Alam, Mansur Iskandar. 2010. Apakah Incumbent

memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mencalonkan kembali dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah

(58)

55

Yuwani, Indrati Isti. 2011. Analisis Rasio Alokai Belanja Antara Daerah Incumbent dan Daerah non Incumbent Sebelum dan Pada Saat Pemilukada.Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Tanzi dan Davoodi. 1997.Corruption, Public Investment, and Growth. IMF Working Paper No. 97/139

Tanzi, Vito dan Hamid Davoodi. 2002. Corruption, public investment, and growth, dalam Abed, George T. dan Sanjeev Gupta (eds.). 2002.

Governance, Corruption, dan Economic Performance. Washington, D.C.: International Monetary Fund.

http://politik.kompasiana.com/2013/05/28/pilkada-habiskan-uang-negara-30-trilyun-hanya-memilih-calon-koruptor-563870.html, di unduh pada tanggal 04-01-2014.

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/01/269558467/Potensi-Korupsi-pada-Pemilu-2014-Sangat-Besar, di unduh pada tanggal 06-02-2014.

http://edukasi.kompas.com/read/2011/11/29/19335279/sitemap.html /belanja-bantuan sosial-cenderung-meningkat-pada-saat-pilkada, di unduh pada tanggal 28-01-2014.

http://seagames.sindonews.com/read/2014/03/01/13/840198/tahun-politik-apbd-rawan-diselewengkan, di unduh pada tanggal 29-01-2014.

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, Satlak PB, Satkorlak PB, Manggala Agni Dinas Kehutanan, Kepolisian dan instansi/sektor terkait tetap menyiagakan petugas untuk memantau perkembangan kondisi titik

Data analisa ini meliputi dari jenis dan tipe dari bantalan bola yang digunakan untuk pemodelan sinyal getaran dari cacat pada cincin luar bantalan bola, sifat mekanik

7,8,11,12,16,17 Biopsi kelenjar pada laporan kasus memberikan gambaran khas tuberkulosis kulit, namun dengan adanya riwayat penggunaan obat yang tidak jelas dalam jangka waktu

(2008) Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak umur 2-3 tahun di kabupaten Seluma propinsi Bengkulu.. Tesis: Universitas

Setelah mempelajari dan mengerti alur dari database yang diberikan, penulis memulai untuk membuat query untuk menggabungkan beberapa table dalam database

setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau

tinggi. dan satu titik sampel dengan nilai erodibilitas tinggi.. b) Distribusi tingkat eraodibilitas pada ripper DAS Batarig Air. Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota

Implementasi dari adanya teknologi-teknologi baru yang bermunculan, yaitu dengan membuat sebuah website Sistem Informasi Penjadwalan Meeting menggunakan SMS Gateway Berbasis Web,