(BAGASSE ASH)
Oleh
RITA PRIHATINI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
SOAKING TIME EFFECT ON THE STABILITY OF SOFT CLAY SOIL USING BAGASSE ASH
by
RITA PRIHATINI
Construction requires a strong and solid foundation to support the construction and to realize it needed a good subgrade strength. But in reality, the land is not always has physical characteristic and good mechanical in their original condition. Therefore, the soil needs to be improved, by stabilization method. Stabilization efforts which currently conducted that is stabilization with an additional material, In this study used an alternative additives that is Bagasse Ash.
The Soil samples were examined in this study is the soft clay which derived from Rawasragi Area Bilimbingsari Village Jabung District East Lampung Regency. This study was conducted with two treatments on the soil, which is original soil without the addition of additional material and stabilized soil by additional material that is Bagasse Ash with soaking CBR test, consistency limits, and soil development. Optimum dust content mixed into the soil by 15% and then soaking the soil samples for 7 days, 14 days, and 28 days.
The longer the soaking time variation resulting in water that is absorbed more and more which will make the soak CBR value decreases, whereas the value of Plasticity index tends to increase. Potential value of development soil (swelling) also tends to increase the length of time soaking.
PENGARUH WAKTU PERENDAMAN TERHADAP STABILITAS TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN ABU AMPAS TEBU
Oleh
RITA PRIHATINI
Suatu konstruksi membutuhkan pondasi yang kuat dan kokoh sebagai pendukung konstruksi di atasnya dan untuk mewujudkannya dibutuhkan kekuatan tanah dasar yang baik. Tetapi kenyataan di lapangan, tidak semua tanah memiliki sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik dalam kondisi aslinya. Untuk itu, perlu dilakukan usaha perbaikan tanah dengan metode stabilisasi. Usaha stabilisasi yang saat ini yang banyak dilakukan adalah stabilisasi dengan bahan tambahan, Pada penelitian ini digunakan bahan tambahan alternatif yaitu Abu Ampas Tebu.
Sampel tanah yang di uji pada penelitian ini yaitu tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Rawasragi desa Bilimbingsari Kecamatan Jabung, Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan dengan dua perlakuan pada tanah, yaitu tanah asli tanpa penambahan bahan tambahan dan tanah yang distabilisasi dengan bahan tambahan Abu Ampas Tebu dengan pengujian CBR rendaman, batas konsistensi, dan pengembangan tanah. Kadar abu optimum yang dicampurkan pada tanah sebesar 15 % yang kemudian dilakukan perendaman sampel tanah selama 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.
Semakin lama variasi waktu perendaman mengakibatkan air yang terserap semakin banyak yang akan membuat nilai CBR rendaman semakin menurun, sedangkan nilai Indeks Plastisitas cenderung meningkat. Nilai potensi pengembangan tanah (swelling) juga cenderung meningkat seiring lamanya waktu perendaman.
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pemah dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang dituliskan atau diterbitkan orang lain kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar
pustaka, Selain itu saya menyatakan pula, bahwa skripsi ini dibuat oleh saya
sendiri.
Apabila terdapat pemyataan tidak sesuai, maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan bukum yang berlaku,
Bandar Lampung,
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
I. PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...2
C. Batasan Masalah ...3
D. Tujuan Penelitian ...4
II. TINJAUAN PUSTAKA ...5
A. Tanah...5
B. Klasifikasi Tanah ...6
1. Sistem Klasifikasi AASHTO ...7
2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified ...10
C. Tanah Lempung ...13
D. Ampas Tebu ...19
E. Abu Ampas Tebu ...20
F. Stabilisasi Tanah ...21
G. California Bearing Ratio (CBR) ...22
H. Sifat Pengembangan Tanah (Swelling)...23
I. Batas-batas Konsistensi ...25
J. Pemadatan Tanah ...27
K. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...28
III. METODE PENELITIAN...34
A. Pekerjaan Lapangan ...34
B. Peralatan...34
C. Bahan Uji ...35
D. Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash)...35
1. Uji Kadar Air ...36
2. Uji Berat Jenis...37
3. Uji Batas Atterberg ...39
4. Uji Pemadatan Tanah Modifikasi (Proctor Modified) ...42
5. Uji CBR (California Bearing Ratio) ...46
6. Pengembangan Tanah (Swelling) ...48
F. Analisis Hasil Penelitian ...50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...52
A. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ...52
1. Uji Kadar Air(ω)...52
2. Uji Berat Jenis (Gs)...53
3. Uji Analisis Ukuran Butiran Tanah ...53
4. Uji Batas Atterberg ...55
5. Uji Pemadatan Tanah...56
6. Uji CBR Tanah ...57
B. Klasifikasi Sampel Tanah Asli...58
1. Sistem Klasifikasi AASHTO ...58
2. Sistem Klasifikasi Unified (USCS) ...59
C. Hasil Pengujian Tanah Stabilisasi Abu Ampas Tebu dengan Perlakuan Perendaman...60
1. Uji Berat Jenis (Gs)...61
2. Uji Batas Atterberg ...62
3. Hasil Pengujian Pengembangan Tanah (Swelling)...64
4. Hasil Pengujian CBR Rendaman ...68
D. Referensi Penelitian dengan Variasi Waktu Perendaman...70
V. PENUTUP...72
A. Kesimpulan ...72
B. Saran ...73
DAFTAR PUSTAKA ...76
LAMPIRAN ...77 A. Surat-surat Akademik
B. Hasil Uji Laboratorium C. Foto Alat Laboratorium
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO...9
2. Sistem klasifikasi tanah unified (Bowles, 1991) ...11
3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified ...12
4. Sifat Tanah Lempung (Hary Christady, 2002) ...17
5. Potensi pengembangan berbagai nilai indeks plastisitas. ...24
6. Elemen-elemen uji pemadatan di laboratorium (Das, 1988) ...28
7. Hasil Pengujian CBR Rendaman (Asnaning, 2010)...29
8. Hasil Pengujian CBR Rendaman (Fauzi, 2011) ...29
9. Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar Campuran (Komarullah, 2011) ...30
10. Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar Campuran ...32
11. Hasil pengujian kadar air tanah asli...52
12. Hasil pengujian berat jenis (Gs) tanah asli ...53
13. Hasil Pengujian Analisis Ukuran Butiran Tanah...54
14. Hasil Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli ...55
15. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ...58
16. Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar...59
17. Hasil pengujian Berat Jenis tiap waktu perendaman. ...60
18. Hasil Pengujian Batas-Batas Atterberg tiap Waktu Perendaman ...62
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Variasi indeks plastisitas dengan persen fraksi lempung.
(Hary Christady, 2002) ...14
2. Hubungan Antara Persentase butiran lempung dan Aktivitas. (Jhon D Nelson dan Debora J Miller, 1991)...15
3. Proses penggilingan tebu. ...20
4. Batas Konsistensi Tanah...25
5. Hubungan antara nilai CBR dengan variasi waktu perendaman (Fauzi, 2011)...30
6. Hubungan Nilai CBR Rendaman dan CBR Tanpa Rendaman Terhadap Penambahan Kadar Abu Gunung Merapi (Komarullah, 2011) ...31
7. Grafik Nilai CBR Pemeraman & Perendaman Tanah Lempung Lunak Menggunakan Abu Ampas Tebu. ...32
8. Hubungan Nilai CBR Rendaman dan CBR Tanpa Rendaman Terhadap Penambahan Kadar Abu Ampas Tebu + Semen. ...33
9. Bagan alir penelitian ...51
10. Grafik Hasil Analisa Ukuran Butiran Tanah. ...55
11. Hubungan Berat Volume Kering dengan Kadar Air. ...57
12. Nilai CBR Tanpa Rendaman Terhadap Kadar Abu Ampas Tebu ...60
13. Hubungan Antara Nilai Berat Jenis dengan Lama Waktu Perendaman ...61
14. Hubungan Antara Nilai Batas-Batas Atterberg dengan Lama Waktu Perendaman...62
16. Hubungan Antara Nilai Pengembangan Tanah dengan Variasi Lama Waktu Perendaman Dengan Menggunakan Abu Gunung Merapi (Sumber : Tommy Aditya Putra)...67
Latar Belakang
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia membutuhkan sarana dan
prasarana yang baik. Seiring dengan perkembangan zaman, maka sarana dan
prasarana pun ikut berkembang. Pembangunan suatu konstruksi atau bangunan
sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik dan mekanis dari tanah. Hal ini
disebabkan karena tanah merupakan salah satu material yang memegang
peranan penting dalam mendukung suatu konstruksi.
Suatu konstruksi membutuhkan pondasi yang kuat dan kokoh sebagai
pendukung konstruksi di atasnya dan untuk mewujudkannya dibutuhkan
kekuatan tanah dasar (subgrade) yang baik. Tetapi kenyataannya di lapangan,
tidak semua tanah memiliki sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik dan
diinginkan dalam kondisi aslinya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
formasi proses alamiah dalam pembentukan tanah, perbedaan topografi dan
geologi yang membentuk lapisan tanah. Untuk mengantisipasi sifat tanah yang
buruk untuk suatu konstruksi, sejak dahulu manusia telah mencoba untuk
melakukan perbaikan tanah. Berbagai macam metode pun dilakukan, dari
metode tradisional sampai metode modern. Metode tradisional seperti tanah
ditumbuk secara konvensional, menambahkan pada tanah rusak tersebut tanah
Metode modern seperti melakukan perbaikan tanah dengan cara mekanis,
dengan perkuatan, secara hidrolis, dan dengan menambahkan bahan kimia.
Perbaikan tanah yang pada masa ini sangat umum dilakukan adalah dengan
metode stabilisasi. Banyak material yang dapat digunakan sebagai stabilisator
tanah, salah satunya dengan menggunakan bahan aditif. Salah satu jenis bahan
aditif yang kini telah dikembangkan dan dapat digunakan sebagai stabilisator
tanah dikenal dengan namaIonic Soil Stabilizer2500 (ISS 2500).Perbaikan ini
dilakukan dengan cara mencampur bahan aditif dengan air dan disiramkan pada
tanah yang dihamparkan, dan kemudian dipadatkan pada batas kadar air tertentu
dan pada penelitian ini akan digunakan abu ampas tebu (Bagasse Sugar Ash)
sebagai bahan pencampur pada tanah lempung yang diharapkan mampu
meningkatkan daya dukung terhadap tanah ini dan akan kita lihat seberapa besar
angka CBR yang akan diteliti seiring dengan waktu perendaman terhadap tanah
itu sendiri. Perendaman dalam hal ini dimaksudkan untuk melihat sifat fisik
tanah karena pengaruh air, dan seberapa besar air dapat mempengaruhi daya
dukung setelah tanah tersebut distabilisasi oleh abu ampas tebu. Misalnya dalam
kondisi di lapangan yaitu untuk jalan tanah di daerah dengan curah hujan tinggi
selama berhari-hari. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian yang objektif
terhadap masalah ini yang sangat rentan terhadap banjir dan perendaman air
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah melihat pengaruh yang
ditimbulkan oleh air pada saat tanah terendam dengan jangka waktu yang
ditentukan terhadap daya dukung dan batas-batas konsistensi tanah lempung
digunakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa abu ampas tebu dapat
digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah.
Batasan Masalah
Masalah pada penelitian ini dibatasi pada sifat dan karakteristik campuran tanah
lempung plastisitas tinggi dengan abu ampas tebu yang dilakukan pengujiannya
di Laboratorium Mekanika Tanah Unila. Ruang lingkup dan batasan masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Sampel tanah yang digunakan adalah sampel tanah dengan menggunakan
jenis tanah lempung yang diperoleh dari desa Blimbingsari, Kecamatan
Jabung Lampung Timur.
2. Bahan pencampur yang digunakan adalah abu ampas tebu.
3. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah asli meliputi
pengujian kadar air, berat jenis, batas Atterberg, analisa saringan, berat
volume, pemadatan, dan CBR.
4. Pencampuran dengan abu ampas tebu menggunakan kadar tertentu dari
berat total sampel yang kemudian diuji untuk mendapatkan kadar abu
optimum untuk campuran yang akan mendapat perlakuan berupa
perendaman sampel tanah campuran selama 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.
5. Pengujian terhadap tanah stabilisasi abu ampas tebu meliputi batas
Atterberg, berat jenis, pengembangan tanah (swelling) dan CBR.
6. Pengujian pengembangan tanah dilakukan dengan perbandingan perlakuan
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis tanah lempung yang diperoleh dari
desa Blimbingsari Kecamatan. Jabung Lampung Timur.
2. Mengetahui nilai daya dukung, batas konsistensi, dan pengembangan tanah
organik dengan stabilisasi abu ampas tebu setelah dilakukan proses
perendaman air dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan
dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai
dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Selain itu, tanah dalam pandangan Teknik
Sipil adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang
relatif lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo,
H.C., 1992).
Bagi insinyur sipil, kata "tanah" merujuk ke material yang tidak membatu, tidak
termasuk batuan dasar, yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang memiliki
ikatan yang lemah serta memiliki bentuk dan ukuran, bahan organik, air dan gas
yang bervariasi. Jadi tanah meliputi gambut, tanah organik, lempung, lanau,
pasir dan kerikil atau campurannya (Panduan Geoteknik 1, 2001). Sedangkan
menurut Dunn, 1980 berdasarkan asalnya, tanah diklasifikasikan secara luas
menjadi 2 macam yaitu :
a. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian yang
cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan kadang-kadang dari
b. Tanah anorganik adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan secara
kimia ataupun fisis.
Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu
bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah
yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).
Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang
karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai dengan
perilaku umum dari tanah tersebut. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam
urutan berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu. Tujuan klasifikasi tanah adalah
untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk
menginformasikan tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah
lainnya dalam bentuk berupa data dasar. Klasifikasi tanah juga berguna untuk
studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan
pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan,
kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).
Jenis dan sifat tanah yang sangat bervariasi ditentukan oleh perbandingan
banyak fraksi-fraksi (kerikil, pasir, lanau dan lempung), sifat plastisitas butir
halus. Klasifikasi bermaksud membagi tanah menjadi beberapa golongan tanah
dengan kondisi dan sifat yang serupa diberi simbol nama yang sama. Ada dua
1. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami
beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang,
yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade
and Granular Type Road of the Highway Research Board(ASTM Standar
No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan
untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar
(sub-base) dan tanah dasar (subgrade). Sistem ini didasarkan pada kriteria
sebagai berikut :
a. Ukuran butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter
75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm
(No.10).
Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter
2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075
mm (No.200).
Lanau & lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter
0,0075 mm (No.200).
b. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Dan nama
berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah
c. Apabila ditemukan batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) dalam
contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase dari batuan yang
dikeluarkan tersebut harus dicatat.
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah berdasarkan tekstur dan
plastisitas tanah. Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah menjadi 7
kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah berbutir yang 35
% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No.200
diklasifikasikan ke dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3. Tanah berbutir
yang lebih dari 35 % butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200
diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5 A-6, dan A-7. Butiran dalam
kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau
dan lempung.
Untuk mengklasifikasikan tanah, maka data yang telah didapat dari
percobaan laboratorium dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan
dalam Tabel 1. Kelompok tanah dari sebelah kiri adalah kelompok tanah
baik dalam menahan beban roda, juga baik untuk lapisan dasar tanah jalan.
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 -Maks 50 Maks 25 - Min 51 Maks 10 -- Maks 35 -- Maks 35 -- Maks 35 -- Maks 35 Sifat fraksi yang lolos
ayakan No.40 Batas Cair (LL)
Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP
Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41 Tipe material yang
paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7
Analisis ayakan (% lolos)
No.10 No.40
No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40
Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40 Maks 10 Maks 41 Maks 10 Maks 40 Maks 11 Min 41 Min 11 Tipe material yang
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Biasa sampai jelek
Sistem klasifikasi AASHTO secara garis besar membagi tanah dalam dua
kategori pokok, yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus, yang
dipisahkan oleh saringan No. 200. Tanah dianggap sebagai tanah berbutir
halus jika lebih dari 35% tanah lolos saringan No. 200. Gambar 1
menunjukkan rentang nilai dari batas cair (liquid limit) dan indeks
plastisitas (plasticity index) untuk tanah dalam kelompok A-2, A-4, A-5,
2. Sistem Klasifikasi TanahUnified
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System
(USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya
dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan
United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American
Society for Testing and Materials(ASTM) memakai USCS sebagai metode
standar untuk mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk sekarang, sistem ini
banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Sistem klasifikasi
USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua kategori utama yaitu :
a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir
yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200.
Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk
tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol
W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk.
b. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari
50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol
kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau
organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan
kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk
Tabel 2. Sistem klasifikasi tanahunified(Bowles, 1991)
Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks
Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
Organik
Gambut
G
S
M
C
O
Pt
Gradasi baik
Gradasi buruk
Berlanau
Berlempung
wL< 50 %
wL> 50 %
W
P
M
C
L
H
Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan klasifikasi yang
benar adalah sebagai berikut :
a. Persentase butiran yang lolos saringan No. 200.
b. Persentase fraksi kasar yang lolos saringan No. 40
5 4 3 2 T an ah b er b u ti r k as ar ≥ 5 0 % b u ti ra n te rt ah an sa ri n g an N o . 2 0 0 T an ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au le b ih lo lo s ay ak an N o . 2 0 0 P as ir ≥ 5 0 % fr ak si k as ar lo lo s sa ri n g an N o . 4 K er ik il 5 0 % ≥ fr ak si k asa r te rt ah an sa ri n g an N o . 4 P as ir d en g an b u ti ra n h al u s P as ir b er si h (h an y a p as ir ) K er ik il d en g an B u ti ra n h al u s K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) L an au d an le m p u n g b at as ca ir ≥ 5 0 % L an au d an le m p u n g b at as ca ir ≤ 5 0 % B at as P la st is (% ) K la si fi k as i b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sa ri n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % lo lo s sa ri n g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % -1 2 % lo lo s sa ri n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g m em p u n y ai si m b o l d o b el
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan SistemUnified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi Kerikil bergradasi-baik dan
campuran kerikil-pasir, sedikit GW atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit GP
atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
Cu = D60> 4
D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung Pasir bergradasi-baik , pasir
Batas-batas
Atterbergdi bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas
Atterbergdi bawah garis A atau PI > 7 Cu = D60> 6
D10 Bila batas Atterbergberada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol berkerikil, sedikit atau sama
SW
sekali tidak mengandung butiran halus
Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama SP
sekali tidak mengandung butiran halus
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
Lanau anorganik, pasir halus
Batas-batas
Atterbergdi bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas
Atterbergdi atas garis A atau PI > 7 Diagram Plastisitas: Bila batas Atterbergberada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi
ML sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, CL lempung berpasir, lempung
berlanau, lempung“kurus”(lean clays)
Lanau-organik dan lempung OL berlanau organik dengan
plastisitas rendah
Lanau anorganik atau pasir halus MH diatomae, atau lanau diatomae,
lanau yang elastis Lempung anorganik dengan CH plastisitas tinggi, lempung
“gemuk”(fat clays) Lempung organik dengan OH plastisitas sedang sampai dengan
tinggi
Peat(gambut),muck, dan tanah-PT tanah lain dengan kandungan
organik tinggi
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. BatasAtterbergyang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
60
0 CH
0 CL
0 Garis A
CL-ML
0
4 ML ML atau OH
0 10 20 30 40 50 60 70 80 Batas Cair (%)
Garis A : PI = 0.73 (LL-20)
Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik
dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur
penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai
tinggi. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya
dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi dan Peck,
1987). Ukuran mineral lempung (0,002 mm, dan yang lebih halus) agak
bertindihan (overlap) dengan ukuran lanau. Akan tetapi, perbedaan antara
keduanya ialah bahwa mineral lempung tidak lembam.
Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering, tanah akan
bersifat keras, Jika tanah dalam keadaan basah akan bersifat lunak plastis dan
kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai
perubahan volume yang besar karena pengaruh air.
Sifat-sifat umum mineral lempung adalah sebagai berikut :
1. Hidrasi
Partikel mineral lempung umumnya bermuatan negatif sehingga partikel
lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh
lapisan-lapisan molekul air dalam jumlah yang besar. Lapisan ini sering
mempunyai tebal dua molekul dan disebut lapisan difusi. Lapisan difusi
ganda atau lapisan ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air
atau kation yang di sekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur
yang lebih tinggi dari 60º C sampai 100º C dan akan mengurangi plastisitas
alami, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan
2. Aktivitas
Aktivitas tanah lempung merupakan perbandingan antara indeks
plastisitas (PI) dengan persentase butiran yang lebih kecil dari 2 µm yang
dinotasikan dengan huruf C dan disederhanakan dalam persamaan
berikut : A PI C
Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan
mengembang dari suatu tanah lempung.
Natrium montmorilonite(A= 7,2)
Illite(A= 0,9)
kaolinite(A = 0,38)
Variasi indeks plastisitas dengan persen fraksi lempung.
[image:37.595.124.502.270.509.2](Hary Christady, 2002)
Gambar 1 di atas mengklasifikasikan mineral lempung berdasarkan nilai
aktivitas yakni:
a. Montmorrillonite: Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A)≥ 7,2
b. Illite: Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A)≥ 0,9 dan < 7,2
c. Kaolinite: Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A)≥ 0,38 dan < 0,9
Gambar 2 berikut ini menunjukkan grafik hubungan antara persentase
ukuran lempung yang lebih kecil dari 0,002 mm dan aktivitas serta
potensial pengembangan.
Hubungan Antara Persentase butiran lempung dan Aktivitas. (Jhon D Nelson dan Debora J Miller, 1991)
3. Flokulasi dan dispersi
Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak
mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal (amophus) maka daya
negatif netto, ion-ion H+ di dalam air (gaya Van der Waals) dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau
bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik
akan membentuk flock yang berorientasi secara acak, atau struktur yang
berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepat dan
membentuk sedimen yang sangat lepas. Flokulasi larutan dapat dinetralisir
sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.
Lempung yang baru berflokulasi dengan mudah tersebar kembali dalam
larutan semula apabila digoncangkan, tetapi apabila telah lama terpisah
penyebarannya menjadi lebih sukar karena adanya gejala thiksotropic,
dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.
4. Pengaruh zat cair
Kandungan air sangat berpengaruh terhadap perilaku tanah berbutir halus,
sehingga tingkatan plastis tanah dapat ditentukan apabila batas plastis dan
batas cairnya telah diketahui. Fase air yang berada di dalam struktur tanah
lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di
laboratorium untuk batasAtterberg, ASTM menentukan bahwa air suling
ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif
bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang
didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.
Air berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu molekul
air memiliki muatan positif dan muatan negatif pada ujung yang berbeda
(dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnyadipolardan
tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida
Tabel 4. Sifat Tanah Lempung (Hary Christady, 2002)
Tipe Tanah Sifat Uji Lapangan
Lempung
Sangat Lunak Meleleh diantara jari ketika diperas
Lunak Dapat diperas dengan mudah
Keras Dapat diperas dengan tekanan jari yang kuat Kaku Tidak dapat diperas dengan jari, tapi dapat
ditekan dengan jari
Sangat Kaku Dapat ditekan dengan jari
Faktor-faktor yang mempengaruhi plastisitas dan CBR tanah lempung (clay)
adalah sebagai berikut :
1. Faktor lingkungan
Tanah dengan plastisitas tinggi dalam keadaan kadar air rendah atau
hisapan yang tinggi akan menarik air lebih kuat dibanding dengan tanah
yang sama dengan kadar air yang lebih tinggi. Perubahan kadar air pada
zona aktif dekat permukaan tanah, akan menentukan besar plastisitas. Pada
zona ini terjadi perubahan kadar air dan volume yang lebih besar. Variasi
peresapan dan penguapan mempengaruhi perubahan kedalaman zona
aktif. Keberadaan fasilitas seperti drainase, irigasi, dan kolam akan
memungkinkan tanah memiliki akses terhadap sumber air. Keberadaan air
pada fasilitas tersebut akan mempengaruhi perubahan kadar air tanah.
Selain itu vegetasi seperti pohon, semak, dan rumput menghisap air tanah
dan menyebabkan terjadinya perbedaan kadar air pada daerah dengan
2. Karakteristik material
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat perubahan sistem tanah dengan air
yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya di dalam
struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang
terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral,
serta gaya Van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan
partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan
permukaan bermuatan listrik negatif dan ujung-ujungnya bermuatan
positif. Muatan negatif ini diseimbangkan oleh kation air tanah yang
terikat pada permukaan pelat oleh suatu gaya listrik. Sistem gaya internal
kimia-listrik ini harus dalam keadaan seimbang antara gaya luar dan
hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah berubah sebagai akibat
adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air tanah,
keseimbangan gaya-gaya dan jarak antar partikel akan membentuk
keseimbangan baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai
proses kembang susut.
3. Kondisi tegangan
Tanah yang terkonsolidasi berlebih bersifat lebih ekspansif dibandingkan
tanah yang terkonsolidasi normal, untuk angka pori yang sama. Proses
pengeringan dan pembasahan yang berulang cenderung mengurangi
potensi pengembangan sampai suatu keadaan yang stabil. Besarnya
pembebanan akan menyeimbangkan gaya antar partikel sehingga akan
mengurangi besarnya pengembangan. Ketebalan dan lokasi kedalaman
dan yang paling besar terjadi apabila tanah ekspansif yang terdapat pada
permukaan sampai dengan kedalaman zona aktif.
Penelitian ini menggunakan tanah lempung yang berasal dari desa
Blimbingsari kecamatan Jabung Lampung Timur Tanah lempung tersebut
akan distabilisasi menggunakan abu ampas tebu, dengan membandingkan
batas-batasAtterberg,berat jenis (Gs), dan CBR tiap kadar campuran.
Ampas Tebu
Ampas tebu (Bagasse) adalah campuran dari serat yang kuat, dengan jaringan
parenchyma yang lembut, mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi, dan
dihasilkan melalui proses penggilingan tebu (Kian dan Suseno. 2002).
Pada penggilingan tebu, terdapat 5 kali proses penggilingan dari batang tebu
sampai menjadi ampas tebu, pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan
nira mentah yang berwarna kuning kecokelatan, kemudian proses penggilingan
ketiga, keempat dan kelima menghasilkan nira dengan volume yang
berbeda-beda. Setelah gilingan terakhir, dihasilkan ampas tebu kering.
Pada proses penggilingan awal yaitu tahap penggilingan pertama dan kedua
dihasilkan ampas tebu basah. Hasil dari ampas tebu gilingan kedua diberi
tambahan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa yang menyerap nira
dari serat ampas tebu sehingga pada penggilingan ketiga, nira masih dapat
diserap meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua.
Penambahan pada penggilingan ketiga, keempat dan kelima dilakukan dengan
volume yang berbeda-beda. Semakin sedikit nira dalam ampas tebu, maka akan
semakin banyak susu kapur 3Be yang ditambahkan. Proses penggilingan tebu
Proses penggilingan tebu.
Abu Ampas Tebu
Abu ampas tebu (Bagasse Ash) adalah produk buangan yang dihasilkan dalam
jumlah besar dari pembakaran ampas tebu yang terdiri dari garam-garam
anorganik. Komposisi kimia bagasse ash terdiri atas beberapa senyawa kimia
yaitu Silica (SiO2) sebesar 71 %, Alumina (Al2O3) sebesar 1,3 %, Ferri
Trioksida (Fe2O3) sebesar 7,8 %, Calsium Oksida (CaO) sebesar 3,4 %,
Magnesium Oksida (MgO) sebesar 0,3 %, Kalium Oksida (KaO) sebesar 8,2 %,
Potasium Penta Oksida (P2O5) sebesar 3 % dan Mangan (MnO) sebesar 0,2 %
(menurutDubey dan Varma Sugar By-Products & Subsidiary Industries dalam
Kian dan Susesno. 2002).
Dari hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium Instrumentasi Jurusan
Kimia Fakultas MIPA Unila tahun 2005, kandungan SiO2yang terkandung pada
dilakukan, menunjukkan bahwa senyawa SiO2padabagasse ash dapat bereaksi
pada larutan basa kuat (NaOH) dan larutan asam pekat (HNO3) 10% yang
ditunjukkan dengan terdapatnya gelembung, timbulnya asap dan terjadinya
penggumpalan. Kondisi ini menguatkan hipotesis bahwabagasse ashmemiliki
sifat pozzolanik yaitu sifat dengan bertambahnya waktu, abu ampas tebu
tersebut apabila bereaksi dengan alumina (Al2O3) dan CaO yang ada di
lempung, maka tanah tersebut akan menjadi bertambah keras.
Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan
kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi
tanah adalah untuk mendapatkan kondisi tanah yang memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan, serta untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada
sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Ingels dan
Metcalf (1972), mengatakan bahwa sifat-sifat tanah yang diperbaiki dengan
stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan/daya dukung,
permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan.
Bowless (1991), dalam bukunya Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis (Mekanika
Tanah) stabilisasi tanah dalam realisasinya terdiri dari salah satu atau gabungan
pekerjaan-pekerjaan berikut:
1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis pemadatan mekanis,
seperti mesin gilas, benda berat yang dijatuhkan (pounder), pemanasan,
2. Bahan pencampur (aditif), seperti; kerikil untuk kohesif (lempung),
lempung untuk tanah berbutir kasar, pencampur kimiawi (semen portland,
gamping/kapur, abu batu bara, semen aspal, dan lain-lain). Metode ini
sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena
proses perbaikan sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang memerlukan
waktu untuk zat kimia yang ada di dalam aditif tersebut untuk bereaksi.
California Bearing Ratio (CBR)
CBR (California Bearing Ratio) merupakan perbandingan antara beban yang
dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1” atau 0,2”. Jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan
bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR 100% dalam
memikul beban lalu lintas (Sukirman, 1992).
Penetrasi 0,1”(0,254 cm)
CBR (%) = CBR (%) = P1
1000 x 100%
Penetrasi 0,2”(0,508 cm)
CBR (%) = CBR (%) = P2
1500 x 100%
dengan :
P1 : tekanan uji pada penetrasi 0,1”(g/cm3). P2 : tekanan uji pada penetrasi 0,2”(g/cm3).
Dari kedua nilai perhitungan tersebut digunakan nilai terbesar.
Menurut AASHTO T-193-74 dan ASTM D-1883-73,California Bearing Ratio
adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu beban terhadap beban standar
Pemeriksaan CBR laboratorium dilaksanakan dengan dua macam metode yaitu
CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR) dan CBR laboratorium tanpa
rendaman (unsoaked design CBR) (Sukirman, 1992). Hal yang membedakan
pada dua macam metode tersebut adalah contoh tanah atau benda uji sebelum
dilakukan pemeriksaan CBR.
Uji CBR metode rendaman adalah untuk mengasumsikan keadaan hujan atau
saat kondisi terjelek di lapangan yang akan memberikan pengaruh penambahan
air pada tanah yang telah berkurang airnya, sehingga akan mengakibatkan
terjadinya pengembangan (swelling) dan penurunan kuat dukung tanah
(Wikoyah, 2006).
Untuk metode CBR rendaman, contoh tanah di dalam cetakan direndam dalam
air sehingga air dapat meresap dari atas maupun dari bawah dengan permukaan
air selama perendaman harus tetap kemudian benda uji yang direndam telah siap
untuk diperiksa.
Sedangkan untuk metode CBR tanpa rendaman, contoh tanah dapat langsung
diperiksa tanpa dilakukan perendaman (ASTM D-1883-87).
Sifat Pengembangan Tanah (Swelling)
Proses pengembangan tanah (swelling) pada prinsipnya adalah peristiwa
perubahan volume yang akan terus berlangsung sepanjang tahun seiring dengan
perubahan musim.
Swelling Potential atau kemampuan mengembang tanah dipengaruhi oleh nilai
aktivitas tanah. Setiap tanah lempung memiliki nilai aktivitas yang
berbeda-beda, yang diidentifikasikan tingkat aktivitas tanah dalam empat kelompok,
Low / Rendah : Tanah yang memiliki nilaiSwelling Potential≤ 1,5%.
Medium / Sedang : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potential > 1,5%
sampai≤ 5%.
High / Tinggi : Tanah yang memiliki nilaiSwelling Potential> 5% sampai
≤ 25%.
Very High / Sangat Tinggi : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potential
[image:47.595.109.512.313.445.2]> 25%.
Tabel 5. Potensi pengembangan berbagai nilai indeks plastisitas.
Indeks Plastisitas (PI) Potensi Pengembangan
0–15 Rendah
10–20 Sedang
20–35 Tinggi
> 35 Sangat Tinggi
Sumber : Chen, 1975 (dalam Warsiti, 1998).
Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume
ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bangunan.
Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1) Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.
2) Kadar air.
3) Susunan tanah.
4) Konsentrasi garam dalam air pori.
5) Sementasi.
Secara umum sifat kembang susut tanah lempung tergantung pada sifat
plastisitasnya, semakin plastis mineral lempung semakin potensial untuk
menyusut dan mengembang (Usman, 2008).
Batas-batas Konsistensi
Batas-batas konsistensi atau disebut juga batas-batas Atterberg (yang diambil
dari nama peneliti pertamanya yaitu Atterberg pada tahun 1911) adalah batas
kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah.
Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi.
Kadar air tersebut bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung,
bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang
pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara
partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air
akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, berdasarkan kadar
air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat keadaan
dasar, yaitu padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair
(liquid). Seperti yang ditunjukkan dalamGambar 4
Adapun yang termasuk ke dalam batas-batasAtterbergantara lain:
Batas cair (Liquid Limit).
Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.
Batas plastis (Plastic Limit).
Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan
semi plastis, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter
silinder 3 mm mulai retak-retak ketika digulung.
Batas susut (Shrinkage Limit).
Batas susut (SL) adalah kadar air yang didefinisikan pada derajat kejenuhan
100%, dimana untuk nilai-nilai di bawahnya tidak akan terdapat perubahan
volume tanah apabila dikeringkan terus. Harus diketahui bahwa batas susut
makin kecil maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume.
Indeks plastisitas (Plasticity Index).
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis.
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat
plastis.
Berat spesifik (Specific Gravity).
Berat jenis tanah (Gs) adalah perbandingan antara berat volume butiran
padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada temperatur tº C.
Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah adalah suatu proses memadatnya partikel tanah sehingga
terjadi pengurangan volume udara dan volume air dengan memakai cara
mekanis. Kepadatan tanah tergantung pada nilai kadar air, jika kadar air tanah
sedikit maka tanah akan keras begitu pula sebaliknya, bila kadar air banyak
maka tanah akan menjadi lunak atau cair. Pemadatan yang dilakukan pada saat
kadar air lebih tinggi daripada kadar air optimumnya akan memberikan
pengaruh terhadap sifat tanah.
Manfaat dari pemadatan tanah adalah memperbaiki beberapa sifat teknik tanah,
antara lain:
Memperbaiki kuat geser tanah yaitu menaikkan nilaiθdan C (memperkuat tanah).
Mengurangi kompresibilitas yaitu mengurangi penurunan oleh beban.
Mengurangi permeabilitas yaitu mengurangi nilai k (koefisien
permeabilitas)
Mengurangi sifat kembang susut tanah (lempung).
Pemadatan tanah dapat dilakukan di lapangan maupun di laboratorium. Di
lapangan biasanya tanah akan digilas dengan mesin penggilas yang di dalamnya
terdapat alat penggetar, getaran tersebut akan menggetarkan tanah sehingga
terjadi pemadatan. Sedangkan di laboratorium menggunakan pengujian standar
yang disebut dengan uji proctor, dengan cara suatu palu dijatuhkan dari
ketinggian tertentu beberapa lapisan tanah di dalam sebuah mold. Dengan
antara kadar air dengan berat volume. Berdasarkan tenaga pemadatan yang
diberikan, pengujianproctordibedakan menjadi 2 macam:
ProktorStandar.
ProktorModifikasi.
Rincian mengenai persamaan ataupun perbedaan dari kedua proctor tersebut,
[image:51.595.111.513.285.466.2]diperlihatkan dalamTabel 6.
Tabel 6. Elemen-elemen uji pemadatan di laboratorium (Das, 1988) ProctorStandar (ASTM
D-698)
ProctorModifikasi (ASTM D-1557)
Berat palu 24,5 N (5,5 lb) 44,5 N (10 lb)
Tinggi jatuh palu 305 mm (12 in) 457 mm (18 in)
Jumlah lapisan 3 5
Jumlah
tumbukan/lapisan 25 25
Volume cetakan 1/30 ft3
Tanah saringan (-) No. 4
Energi pemadatan 595 kJ/m3 2698 kJ/m3
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan
penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode digunakan, akan tetapi
untuk bahan aditif dan variasi campuran yang berbeda, antara lain :
Asnaning (2010) adalah mengenai “Pengujian Dampak Variasi Waktu Perendaman Terhadap Daya Dukung dan Pengembangan Tanah Lempung
Lunak yang Distabilisasi Menggunakan Ionic Soil Stabilizer2500“mengatakan bahwa nilai CBR untuk tiap masa perendaman cenderung menurun seiring
dengan semakin lamanya waktu perendaman. Hal ini disebabkan semakin
Tabel 7. Hasil Pengujian CBR Rendaman (Asnaning, 2010).
Lama Waktu Perendaman Nilai CBR (%)
0 hari 29,5
7 hari 6,9
14 hari 4,8
28 hari 3,6
Fauzi (2011) adalah mengenai “Pengaruh Waktu Perendaman Terhadap Daya Dukung Tanah Lempung Plastisitas Rendah Menggunakan Ionic Soil Stabilizer
2500” mengatakan bahwa nilai CBR untuk tiap masa perendaman cenderung menurun seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman. Hal ini
disebabkan semakin lamanya waktu perendaman, air yang terserap oleh tanah
[image:52.595.113.511.444.595.2]juga semakin banyak.
Tabel 8. Hasil Pengujian CBR Rendaman (Fauzi, 2011)
Lama Waktu Perendaman Nilai CBR (%)
0 hari 25
7 hari 8
14 hari 7,2
28 Hari 5
Hubungan antara nilai CBR rendaman dengan lama waktu perendaman,
25 8 7,2 5 N IL A I C B R R E N D A M A N (% ) 30 25 20 15 10 5 0
0 7 14 21 28
WAKTU PERENDAMAN (HARI)
Hubungan antara nilai CBR dengan variasi waktu perendaman (Fauzi, 2011)
Komarullah (2011), “Studi Daya Dukung Tanah Lempung Plastisitas Rendah yang Distabilisasi Menggunakan Abu Gunung Merapi” menyatakan bahwa nilai CBR tanpa rendaman dengan waktu pemeraman selama 14 hari mengalami
peningkatan sebesar 65,22% dari nilai CBR tanah asli sebesar 11,5% menjadi
19% pada kadar abu gunung Merapi 15%. Nilai CBR rendaman dengan waktu
perendaman selama 4 hari mengalami peningkatan sebesar 142,11% dari nilai
CBR tanah asli sebesar 3,8% menjadi 9,2% pada kadar abu gunung Merapi
[image:53.595.129.492.83.303.2]15%. Berikut adalah tabel hasil pengujian CBR tiap kadar campuran.
Tabel 9. Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar Campuran (Komarullah, 2011).
Kadar abu gunung Merapi CBR
(Tanpa Rendaman)
CBR (Rendaman)
0% 11,5% 3,8%
5% 13,5% 5,6%
10% 16,5% 7,3%
15% 19,0% 9,2%
C
B
R
(%
)
Hubungan antara nilai CBR rendaman dan CBR tanpa rendaman terhadap kadar
[image:54.595.113.510.212.472.2]abu gunung Merapi dengan kadar yang berbeda, disajikan dalam grafik pada
Gambar 6.
20,0
CBRTanpa Rendaman CBR Rendaman
19,0
16,5 17,0
12,0
4,0
11,5
3,8
13,5
5,6
7,3
9,2
7,6
0,0
0 5 10 15 20
KADAR ABU GUNUNG MERAPI (%)
Hubungan Nilai CBR Rendaman dan CBR Tanpa Rendaman Terhadap Penambahan Kadar Abu Gunung Merapi (Komarullah, 2011)
Penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa Kadar Abu Gunung
Merapi Optimum sebesar 15%. Berdasarkan penelitian tersebut dan
pertimbangan bahwa tanah yang digunakan sama, maka dalam penelitian
lanjutan ini ditetapkan Kadar Abu Gunung Merapi Optimum adalah 15%.
Safitri (2012), “Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash) Sebagai Bahan Stabilisator Pada Tanah Lempung”. Menyatakan bahwa Penggunaan abu ampas tebu sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung
lunak Rawa Sragi mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya, hal ini
Grafik Nilai CBR Pemeraman & Perendaman Tanah Lempung Lunak Menggunakan Abu Ampas Tebu.
Fitrian Sari (2012), “Pemanfaatan Abu Ampas Tebu Yang Dicampur Semen Pada Stabilisasi Tanah Lempung Lunak”. Menyatakan bahwa penggunaan bahan campuran abu ampas tebu dan semen sebagai bahan stabilisasi pada tanah
lempung lunak Rawa Sragi mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya,
hal ini dapat dilihat padaTabel 10danGambar 8berikut ini.
Tabel 10. Hasil Pengujian CBR Tiap Kadar Campuran.
Kadar Abu Ampas Tebu + Semen CBR
(Tanpa Rendaman)
CBR (Rendaman)
0% (Tanah Asli) 7,7% 3,8%
6% (4% AAT + 2% PC) 9,4% 5,3%
9% (6% AAT + 3% PC) 11,3% 7,8%
[image:55.595.113.512.535.671.2]N
il
a
i
C
B
R
(%
)
16
14
12
10
8 7,7
6
4 3,8
2
0
9,4
5,3
11,3
7,8
14,2
10
CBR tanpa rendaman
CBR rendaman
0 3 6 9 12 15
Kadar abu ampas tebu + semen (%)
Pekerjaan Lapangan
Dalam penelitian ini, pertama melakukan pengambilan sampel tanah di
lapangan. Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan
sampel, hal ini dilakukan supaya sampel tanah yang diambil merupakan sampel
tanah yang akan mewakili jenis tanah pada lokasi pengambilan sampel.
Sedangkan untuk pengambilan abu ampas tebu dilakukan di sekitar tempat
pembuangan hasil pembakaran ampas tebu.
Sampel tanah yang diambil tidak perlu adanya usaha yang dilakukan untuk
melindungi sifat dari tanah tersebut. Sampel tanah tersebut digunakan untuk
pengujian analisis saringan, batas-batas konsistensi, pemadatan (proctor
modified) dan CBR. Pengambilan sampel tanah cukup dengan cara memasukan
ke dalam karung plastik atau pembungkus.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk uji batas-batas
konsistensi, uji proctor modified, uji CBR dan peralatan pendukung lainnya
yang ada di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing
Bahan Uji
Bahan uji yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sampel tanah yang di uji pada penelitian ini yaitu tanah lempung lunak dari
daerah Rawa Sragi Desa Blimbingsari Kecamatan Jabung Lampung Timur.
2. Abu ampas tebu yang digunakan merupakan sisa pembakaran ampas tebu
di pabrik gula Bunga Mayang, Lampung Utara.
3. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Lampung.
Metode Pencampuran Sampel Tanah dengan Abu Ampas Tebu (Bagasse Ash)
Metode pencampuran masing-masing kadar abu ampas tebu adalah :
1. Abu ampas tebu dicampur dengan sampel tanah yang telah ditumbuk (butir
aslinya tidak pecah) dan lolos saringan No. 4 (4,75 mm) dengan persentase
abu adalah 15%.
2. Sampel tanah yang telah tercampur abu ampas tebu siap untuk dipadatkan,
lalu diperam selama 14 hari dan dilakukan pengujian CBR, pengujian
Atterbergserta pengujian berat jenis. Dan sampel lain diperam 14 hari lalu
direndam selama 4 hari dilakukan pengujian kembali. Dari grafik nilai uji
CBR untuk semua sampel tersebut, sehingga diperoleh nilai Abu Ampas
Tebu optimum.
3. Dilakukan pencampuran tanah dan Abu ampas tebu kembali (seperti metode
no.1), tetapi menggunakan persentase kadar Abu ampas tebu optimum. Lalu
perendaman untuk setiap sampel tanah masing-masing 1 minggu, 2 minggu,
dan 4 minggu yang kemudian dilakukan pengujian CBR (rendaman).
1. Uji Kadar Air
Sesuai dengan ASTM D-2216-92, pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara berat
air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah tersebut
yang dinyatakan dalam persen.
Bahan-bahan:
• Sampel tanah asli
• Air secukupnya
Peralatan:
a. Container
b. Oven
c. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram
d. Desicator
Langkah Kerja :
a. Menimbangcontainerdalam keadaan bersih dan kering, serta memberi
nomor.
b. Memasukkan sampel tanah yang akan diuji ke dalamcontainer.
c. Menimbangcontaineryang telah berisi sampel tanah.
d. Memasukkancontainerberisi tanah ke dalam oven dengan temperatur
e. Setelah itu, memasukkan container ke dalam desicator untuk
menghindari penyerapan uap air dari udara selama proses pendinginan
berlangsung.
f. Menimbangcontainerbeserta tanah yang telah kering.
Perhitungan :
a. Berat air (Ww) = Wcs–Wds
b. Berat tanah kering (Ws) = Wds–Wc
c. Kadar air (ω) = Wwx100%
Ws
Dimana:
Wc = Berat cawan yang akan digunakan
Wcs = Berat benda uji + cawan
Wds = Berat cawan yang berisi tanah yang sudah di oven
2. Uji Berat Jenis
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau
partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air
suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai dengan ASTM
D-854.
Bahan-bahan:
• Sampel tanah asli
• Air secukupnya
Peralatan :
a. Picnometer
c. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram
d. Boiler(tungku pemanas)
Langkah Kerja :
a. Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering,
termasuk tutupnya.
b. Memasukkan sampel tanah kering ke dalampicnometer.
c. Menimbangpicnometerbeserta tanah kering.
d. Mengisi air ke dalam picnometer yang telah berisi tanah kering
sebanyak 2/3 dari volume picnometer, kemudian memanaskan
picnometerdi atas tungku pemanas (boiler).
e. Setelah mendidih, kemudian mendinginkan picnometer hingga
temperaturnya sama dengan temperatur ruangan. Lalu menambahkan
air ke dalam picnometer hingga mencapai garis bataspicnometer dan
ditutup rapat.
f. Menimbangpicnometeryang berisi tanah dan air.
g. Mengukur temperatur air di dalampicnometer.
h. Membersihkan isipicnometerdari sampel tanah.
i. Mengisi picnometer dengan air sampai batas garis picnometer
kemudian menutup dan menimbangnya.
Perhitungan :
Gs= W2 −W1
(W4 −W1)−(W3 −W2)
Dimana :
W1 = Beratpicnometer(gram)
W2 = Beratpicnometer+ tanah kering (gram)
W3 = Beratpicnometer+ tanah + air (gram)
W4 = Beratpicnometer+ air (gram)
3. Uji BatasAtterberg
a. Batas Cair (liquid limit)
Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah tidak mendapat
gangguan dari luar (Scott.C.R, 1994). Sifat fisik tanah dapat ditentukan
dengan mengetahui batas cair suatu tanah, tujuannya adalah untuk
menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan
plastis dan keadaan cair sesuai dengan ASTM D-423.
Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis
tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.
Bahan-bahan :
• Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven
• Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc
Peralatan :
1. Alat batas cair (mangkukCassagrande)
2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM untuk tanah yang lebih
3. plastis
4. Spatula
5. Gelas ukur 100 cc
6. Container4 buah
8. Porcelain dish(mangkuk porselen)
9. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
10. Oven
Langkah Kerja :
1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan
menggunakan saringan No. 40.
2. Mengatur tinggi jatuh mangkukCassagrandesetinggi 10 mm.
3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40 sebanyak 150
gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga
merata, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk Cassagrande
dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.
4. Membuat alur tepat di tengah-tengah dengan membagi benda uji
dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan menggunakan
grooving tool.
5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang
13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan
harus berada di antara 10–40 kali.
6. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk
pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama
untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda
sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang
berbeda yaitu 2 buah di bawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25
Perhitungan :
1. Menghitung kadar air (ω) masing-masing sampel sesuai dengan
jumlah ketukan.
2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada
grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan
sumbu y sebagai kadar air.
3. Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.
4. Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x = log 25.
b. Batas plastis (plastic limit)
Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk
secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung sampai
diameter 3 mm. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu
jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi
padat sesuai dengan ASTM D-424.
Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada
keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat.
Bahan-bahan :
1. Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan
2. Air bersih atau air suling sebanyak 50 cc
Peralatan :
1. Plat kaca
2. Spatula
4. Container3 buah
5. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
6. Oven
Langkah Kerja :
1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan
No. 40.
2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian
digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm
sampai retak-retak atau putus-putus.
3. Memasukkan benda uji ke dalamcontainerkemudian ditimbang.
4. Menentukan kadar air benda uji.
Perhitungan :
1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air benda uji diameter silinder
± 3 mm.
2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel
tanah yang diuji, dengan rumus :
PI = LL–PL
4. Uji Pemadatan Tanah Modifikasi (Proctor Modified)
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimal tanah
dengan cara mengetahui hubungan atau kadar air dengan kepadatan tanah.
Langkah kerja sesuai dengan ASTM D-698-78.
Bahan-bahan :
• Air suling
Peralatan:
1. Moldstandar 4” yang terdiri dari : a. Plat dasar
b. Mold
c. Collar(leher penahan tanah)
2. Hammerseberat 4,5 kg
3. Pan segi empat / talam
4. Sendok pengaduk tanah
5. Gelas ukur 250 cc
6. Pisau pemotong
7. Saringan No.4 (4,75 mm)
8. Timbangan 1 kg dengan ketelitian 0,01 gram
9. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram
10.Container
11. Kantong plastik
12. Oven
13. Kain lap
Langkah Kerja :
1. Penambahan air
a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung
goni lalu dijemur.
b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan
c. Butiran tanah yang telah terpisah diayak dengan saringan No. 4.
d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5 bagian
masing-masing 2,5 kg, kemudian memasukkan masing-masing
bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.
e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah
untuk menentukan kadar air awal.
f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi
sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang
diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka,
tanah tidak hancur dan tidak lengket di tangan.
g. Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang
ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan
dengan selisih 3%.
h. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat
dihitung dengan rumus :
W = Berat tanah
Wwb=wb∙W
1+wb
wb = Kadar air yang dibutuhkan
Penambahan air : Ww = Wwb–Wwa
i. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg
sampel di atas pan dan mengaduknya sampai rata dengan sendok
pengaduk.
2. Pemadatan tanah
b. Memasangcollarpadamold, lalu meletakkannya di atas papan.
c. Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai
dengan penambahannya.
d. Dengan modified proctor, tanah dibagi ke dalam 5 bagian. Bagian
pertama dimasukkan ke dalam mold, ditumbuk 25 kali sampai
merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua,
ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian kelima mengisi
sebagiancollar(berada sedikit diatas bagianmold).
e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold
dengan menggunakan pisau pemotong.
f. Menimbangmoldberikut alas dan tanah di dalamnya.
g. Mengeluarkan tanah darimolddenganextruder, ambil bagian tanah
(alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container untuk
pemeriksaan kadar air (ω).
h. Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sampel tanah
lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah.
Perhitungan:
1. Kadar air
a. Berat cawan + berat tanah basah : W1 (gr)
b. Berat cawan + berat tanah kering : W2 (gr)
c. Berat air : W1–W2
d. Berat cawan : Wc (gr)
f. Kadar air = W1−W2
W2−Wc
2. Berat ring dan tanah (Wcs).
a. Beratmold: Wm (gr)
b. Beratmold+ sampel : Wms (gr)
c. Berat tanah (W) : Wms–Wm
d. Volumemold
e. Berat isi (γ)= W/V
f. Kadar air (ω)
g. Berat volume kering (γd):
γz= γ
100+ω x 100
h. Berat VolumeZero Air Void(γz)
γz = Gsxγw 1+Gsxγw
5. Uji CBR (California Bearing Ratio)
Tujuannya adalah untuk menentukan nilai CBR dengan mengetahui kuat
hambatan campuran tanah dengan abu gunung Merapi terhadap penetrasi
kadar air optimum. Adapun langkah kerjanya adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan 4 sampel tanah yang lolos saringan No. 4 masing-masing
sebanyak 5 kg ditambah sedikit untuk mengetahui kadar airnya.
b. Mencampur tanah dengan abu gunung Merapi sesuai dengan kadar
yang telah ditentukan.
Penambahan Air : (Beratsampelx(OMC-MC)) 100
dimana :
OMC : Kadar air optimum dari hasil uji pemadatan
MC : Kadar air mula-mula
d. Menambahkan air yang telah didapat pada campuran dan diaduk
hingga merata.
e. Memasukkan sampel ke dalam mold lalu menumbuk secara merata.
Melakukan penumbukan sampel dalam mold dengan 5 lapisan dan
banyak tumbukan pada masing-masing sampel adalah :
Sampel 1 : Setiap lapisan ditumbuk 10 kali
Sampel 2 : Setiap lapisan ditumbuk 25 kali
Sampel 3 : Setiap lapisan ditumbuk 55 kali
f. Melepaskancollar dan meratakan sampel padamoldlalu menimbang
moldberikut sampel tersebut.
g. Mengambil sebagian sampel yang tidak terpakai untuk memeriksa
kadar air.
h. Melembabkan sampel dan setelah itu merendam sampel di dalam bak
air, setelah itu dilakukan pengujian CBR.
i. Berat volume kering (γd)
γ
(γd) = x 100 (gr/cm3)
100 + ω j. Harga CBR :
1.Untuk 0,1 “ :
2.Untuk 0,2 “ :
Penetrasi
x 100 % 3x1000
Penetrasi
Dimana :
1. Beratmold = Wm (gram)
2. Beratmold+ sampel = Wms (gram)
3. Berat sampel (Ws) = Wms–Wm (gram)
4. Volumemold = V
5. Berat Volume = Ws / V (gr/cm3) 6. Kadar air = ω
k. Dari ketiga sampel didapat nilai CBR yaitu untuk penumbukan 10 kali,
25 kali dan 55 kali.
6. Pengembangan Tanah (Swelling)
Sesuai dengan ASTM D-4829-03, pengujian ini bertujuan untuk melihat
seberapa besar nilai pengembangan tanah pada saat dilakukan perendaman
sampel tanah di dalam air.
Adapun langkah kerjanya adalah sebagai berikut :
Sebelum dilakukan pengujian terhadap CBR rendaman, tanah campuran
dengan kadar abu optimum direndam dalam bak berisi air dengan variasi
waktu selama 7 hari, 14 hari, dan 28 hari. Pada saat tanah direndam, dilihat
dan dicatat besar pengembangannya (swelling). Pembacaan dial
pengembangan dilakukan selama umur perendaman dengan jangka waktu
setiap 24 jam.
Perhitungan :
Nilai Pengembangan = (Δ H / H1) * 100%
Keterangan :
Δ H = pengembangan akibat peningkatan air
H1 = tinggi benda uji sebelum penambahan air (cm)
H2 = tinggi benda uji setelah penambahan air (cm)
Urutan Prosedur Penelitian
1. Dari hasil pengujian percobaan analisis saringan dan batasAtterberg untuk
tanah asli (0%) digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan
klasifikasi tanah AASHTO.
2. Dari data hasil pengujian pemadatan tanah untuk sampel tanah asli (0%),
grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan nilai
<