ABSTRAK
STUDI PENCITRAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BUMI MENGGUNAKAN METODE PRESTACK DEPTH MIGRATION
(PSDM) PADA LINTASAN AK-213 DI DAERAH JAWA TIMUR BAGIAN UTARA
Oleh
AAN KURNIAWAN
Telah dilakukan penelitian studi pencitraan struktur bawah permukaan bumi pada Lintasan AK-213 di daerah Jawa Timur Bagian Utara menggunakan metode Prestack Depth Migration (PSDM). Dengan tujuan untuk mendapatkan citra struktur bawah permukaan bumi yang lebih baik pada daerah dengan struktur geologi yang kompleks dan perubahan variasi kecepatan lateral yang tinggi dengan pembuatan model kecepatan interval yang akurat. Model kecepatan dibuat menggunakan konsep coherency inversion yaitu dengan melakukan penelusuran jejak gelombang tiap-tiap lapisan. Kecepatan interval yang didapatkan kemudian diaplikasikan pada PSDM untuk mendapatkan citra seismik berupa penampang seismik domain kedalaman. Citra seismik hasil dari PSDM pada lintasan AK-213 dibandingkan dengan citra hasil PSTM (Prestack Time Migration) berdasarkan penampakannya dan dengan menganlisis kecepatannya.
Citra seismik hasil PSDM menunjukkan peningkatan kualitas citra yang cukup signifikan, yaitu mampu mempertegas pola refleksi pada horizon dengan variasi kecepatan lateral yang besar dan memberikan resolusi yang lebih koheren dibandingkan citra seismik PSTM, serta mampu menghilangkan efek pull-up anomaly. Studi ini sangat membantu dalam pembuatan konsep eksplorasi dan pengembangan suatu daerah, khususnya untuk daerah dengan struktur geologi yang kompleks dengan perubahan variasi kecepatan lateral yang besar.
ABSTRACT
STUDY OF SUBSURFACE IMAGING WITH PRESTACK DEPTH MIGRATION (PSDM) METHOD AT LINE AK-213
IN NORTH EAST JAVA
By
AAN KURNIAWAN
Prestack Depth Migration (PSDM) method has been applied to image the subsurface at Line AK-213 in North-East Java. The aim of this research is to image the subsurface at area with complex structure of geology and strong lateral velocity variation using more accurately interval velocity modeling. Interval velocity model is building with coherency inversion that is ray tracing for every layer. That interval velocity applied to PSDM to get seismic image section depth domain. PSDM seismic section at line AK-213 was compared with PSTM (prestack time migration) seismic section based on its image and velocity model analysis.
Seismic section of PSDM shows a significant image enhancement. It is able to assure the reflection pattern at the horizons with strong lateral velocity variations, makes image resolution more coherence than seismic section of PSTM, and reduces pull-up effect. This study is very valuable to build exploration concept and development area, especially in a complex structure with strong lateral velocity variations.
STUDI PENCITRAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN
BUMI MENGGUNAKAN METODE
PRESTACK DEPTH
MIGRATION
(PSDM) PADA LINTASAN AK-213
DI DAERAH JAWA TIMUR BAGIAN UTARA
(Skripsi)
Oleh
AAN KURNIAWAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Penelitian : STUDI PENCITRAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BUMI MENGGUNAKAN METODE PRESTACK DEPTH MIGRATION (PSDM) PADA LINTASAN AK-213
DI DAERAH JAWA TIMUR BAGIAN UTARA
Nama : Aan Kurniawan
No. Pokok Mahasiswa : 0715051001
Jurusan : Teknik Geofisika
Fakultas : Teknik
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing,
Pembimbing I,
Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. NIP. 19700120 200003 1 001
Pembimbing II,
Dr. Ahmad Zaenudin, M.T. NIP.19720928 199903 1 001
2. Ketua Jurusan Teknik Geofisika
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T...
Sekretaris : Dr. Ahmad Zaenudin, M.T. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Teknik
Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, DEA NIP. 19650510 199303 2 008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar
pustaka, selain itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya
sendiri.
Apabila pernyataan saya ini tidak benar maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Bandar Lampung, 9 Mei 2012
vii
RIWAYAT HIDUP
Aan Kurniawan, lahir di Balekencono, Lampung Timur pada tanggal 21 Maret 1989 dari pasangan Bapak
Giran dan Ibu Sarmiyati, merupakan anak terakhir dari
lima bersaudara.
Penulis mengenyam pendidikan formalnya dimulai
tahun 1994 di TK PKK Balekencono. Kemudian
dilanjutkan di SDN 1 Balekencono, Lampung Timur yang diselesaikannya tahun
2001, kemudian penulis lanjutkan di SMPN 1 Batanghari, Lampung Timur dan
selesai pada tahun 2004. SMAN 1 Batanghari, Lampung Timur menjadi sekolah
pilihan berikutnya yang ditamatkannya pada tahun 2007, sampai akhirnya pada
tahun yang sama penulis tercatat sebagai mahasiswa SI Teknik Geofisika Fakultas
Teknik Universitas Lampung melalui jalur SPMB.
Selama menjadi mahasiswa, penulis terdaftar dan aktif dibeberapa Unit Kegiatan
Kemahasiswaan, salah satunya adalah HIMA TG, Himpunan Mahasiswa Teknik
Geofisika Unila. Di tahun sebelumnya, 2009, penulis aktif di HMGI, Himpunan
Mahasiswa Geofisika Indonesia, dan sempat menjabat sebagai Sekretaris Divisi
Dana dan Usaha untuk HMGI Regional Lampung. Di tahun 2010 penulis menjadi
viii
juga aktif mengikuti kegiatan organisasi positif lain, kerohanian dan jurnalistik
misalnya. Tahun 2009 penulis diamanahkan menjadi Kepala Biro Pengembangan
Dakwah di Rohani Islam (ROIS) Unila. Selama menjadi mahasiswa, penulis
nyambi bekerja sebagai seorang penyiar radio di salah satu radio Star FM Bandar
Lampung, serta di tahun 2010 penulis pernah mendapatkan penghargaan sebagai
runner-up Duta Bahasa Provinsi Lampung. Sejak semester satu sampai dengan
selesai, penulis terbebas dari biaya SPP, itu dikarenakan penulis mendapat
beasiswa OutReach dari I-MHERE. Selain itu penulis juga pernah mendapatkan
beasiswa PPA (Prestasi Pengembangan Akademik) pada tahun 2010 dan 2011.
Pada bulan Mei 2011, penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT. Elnusa
Tbk. Jakarta. Kemudian, dua bulan berikutnya, Juni dan Juli, penulis melakukan
penelitian sebagai bahan penyusunan Tugas Akhir di tempat yang sama ketika
pelaksanakan KP. Hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan pendidikan
sarjananya di tahun 2012 tepatnya pada tanggal 7 Mei 2012 dengan skripsi yang
berjudul “Studi Pencitraan Struktur Bawah Permukaan Bumi Menggunakan
Metode Prestack Depth Migration (PSDM) Pada Lintasan AK-213 di Daerah
Doing The Best For Others Is
The Best Treat For Yourself
(Melakukan yang Terbaik untuk Orang Lain Berarti
Melakukan yang Terbaik untuk Diri Sendiri)
-Kepada
Ayahanda dan Ibunda Terhebat di Dunia
Ayah Giran dan Ibu Sarmiyati
Jikalau Syukur memiliki derajat lebih mulia dibanding Cinta,
Agar engkau tahu,
xi
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT, berkat petunjuk-Nya Skripsi ini dapat diselesaikan
Dan semoga keselamatan selalu bersama Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan umatnya. Amin.
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan di PT Elnusa Tbk. Jakarta, Divisi
Geoscience service, Unit Geodata Processing dan skripsi ini diberi judul ”Studi
Pencitraan Struktur Bawah Permukaan Bumi Menggunakan Metode Prestack
Depth Migration (PSDM) Pada Lintasan AK-213 di Daerah Jawa Timur Bagian
Utara”. Peneliti menerapkan metode baru dalam mencitrakan struktur bawah
permukaan bumi yang kompleks, yaitu PSDM dengan harapan didapatkan hasil
pencitraan yang lebih baik.
Banyak pihak yang telah berperan serta membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. My beloved parents, Bapak Giran dan Ibu Sarmiyati, terima kasih atas kucuran keringat kerja kerasnya dan linangan air mata dalam doa-doanya.
2. Bapak R. Bagus Sapto M., S.Si., M.T., Ketua Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung dan sebagai Pembimbing I.
xii
4. Bapak Dr. Muh Sarkowi, S.Si, M.Si., Pembantu Dekan III Fakultas Teknik dan sebagai Penguji.
5. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., Guru Besar Universitas Lampung dan Sebagai Pemibimbing Akademik.
7. PT. Elnusa Tbk. Divisi Geoscience service, Unit Geodata Processing sebagai perusahaan yang telah memberi kesempatan untuk melaksanakan
penelitian Skripsi.
8. Bapak Bambang Avianthara, Manager Operasional Geodata Processing Division di PT Elnusa Tbk.
9. Bapak Hasan Nurudin, Leader Project PSDM dan pembimbing penelitian Tugas Akhir (Skripsi) di PT. Elnusa Tbk.
10. Kak Bastian, Pembimbing Lapangan, yang selalu sabar memberikan arahan dan bimbingannya, bahkan rela kami sita jam istirahatnya, terima kasih.
11. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung, Mr.
Rustadi, Mr. Nandi Haerudin, Mr. Alimudin, Mr. Karyanto, Mr. Ordas Dewanto, Mr. Syamsurijal R dan Bunda Ana.
12. My best partner, Nugroho Fitri Atmaja, S.T., Teman diskusi, berbagi, seangkatan dan seperjuangan TA di Jakarta, terima kasih brother untuk
persahabatan yang luar biasa.
13. Kak Ginanjar Satriawan, Kak Krisna Andhita, Kak Slamet Pujiono, Kak
xiii
Jupe, Aksin, dan semua karyawan GDP PT Elnusa Tbk. lt. 14, terima kasih
untuk diskusi, kebersamaan, bimbingan, serta motivasinya.
14. My beloved family, Mas Adi, Yuk Mis terima kasih atas dukungan material
dan spiritual yang luar biasa. Kang Marno, Kang Yanto, Mbak Widi, Cindy, dan Ibu Sutiyah yang selalu memberikan dorongan, semangat, kepercayaan dan harapan kepada penulis.
15. My best friends, Geofisika 07 Yuni Iswati, Titin Silvia Sakti, Febrina Kartika, Alpan Prananta Barus, M. Yuza Riyadi, Ujang Suardi, Seruni Anjan Prasiwi, Ni Made Y. Megasari, Fitriani, dan Mukti Handayani, terima kasih kebersamaan dan persahabatnya. See you at the Top, kita pasti
bisa mewujudkan impian kita semua, Amin.
16. Seluruh teman-teman Angkatan 2007, Fajrien, Rifai, Banu, Rahmat, Rangga, Nando, Ncep, Gunadi, Ariasman, Sinku, Lasmi, Nana, Devi, St,
Rini, Kiki, dan seluruh adik-adik tingkat Teknik Geofisika Unila angkatan
2008, 2009, 2010, dan 2011.
17. Dan semua pihak yang telah ikut membantu dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat menambah referensi pengolahan data
seismik dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya.
Bandar Lampung, 9 Mei 2012 Penulis
xv
III.2. Migrasi Data Seismik ... 15
III.2.1. Prinsip Dasar migrasi Seismik ... 17
III.2.2. Migrasi Sebagai Penjumlahan Difraksi ... 19
III.2.3. Metode Migrasi Kirchhoff ... 20
III.2.4. Aperture ... 20
III.2.5. Prestack Depth Migration dan Variasi Kecepatan Lateral ... 21
III.2.6. Common Offset Pre Stack Migration dan Analisis Kecepatan Migrasi ... 24
III.3. Pemodelan Kecepatan ... 26
III.3.1. Transformasi Dix ...27
III.3.2. Coherency Inversion ... 27
III.3.1. Tomography ... 29
IV. METODE PENELITIAN IV.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31
IV.2. Data dan Perangkat Penelitian ... 31
IV.3. Pengolahan Data ... 32
IV.3.1. Import Data ... 32
IV.3.2. Picking Time Migrated Horizon ... 33
IV.3.3. Pemodelan Kecepatan ... 33
IV.3.4. Preliminary PSDM ... 34
IV.3.5. Update Model Kecepatan Interval ... 34
IV.3.6. Iterative PSDM ... 35
IV.3.7. Final PSDM ... 35
IV.4. Diagram Alir ... 35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1. Hasil Penelitian ... 37
V.1.1. Interpretasi Horizon ... 37
V.1.2. Pemodelan Kecepatan dan Updating Model Kecepatan ... 38
VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan ... 50
VI.1. Saran ... 50
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta daerah Cekungan Jawa Timur Utara (ESDM op.cit, Sirait 2007) ... 4
2. Tiga provinsi struktur utama Cekungan Jawa Timur (Satyana dan Purwaningsih, 2003) ... 6
3. Hukum Snellius ... 13
4. Model Jejak Gelombang pada medium non-homogen ... 14
5. Prinsip Huygens ... 15
6. Penampang seismik sebelum dan setelah dimigrasi (Yilmaz, 2001) ... 16
7. Mekanisme Migrasi Secara Manual (Chun, 1981) ... 18
8. Gambar reflektor seismik menurut Prinsip Huygens (Aina, 1999) ... 19
9. Metode migrasi Kirchhoff (Brancoft, 1997) ... 20
10. Skema aperture dari migrasi (Fagin, 1999) ... 21
11. Sketsa variasi kecepatan lateral (Yilmaz, 2001) ... 23
12. Gambar hasil migrasi yang dilakukan dengan kecepatan yang tepat pada penampang offset dan CRP gather (Aina, 1999) ... 24
13. CRP gather yang bergantung pada kecepatan migrasi yang dihasilkan (Juwita, 2001) ... 25
14. Alur kerja velocity model building (Fagin, 1999) ... 26
15. Teknik coherency inversion dengan menghitung semblance pada kurva moveout sepanjang model-based trajectories (Fagin, 1999) ... 28
xvii
17. Konfigurasi penembakan off-end ... 32
18. Diagram Alir Pengolahan Data ... 36
19. Penampang TMS dengan interpretasi horizon ... 37
20. Penampang Kecepatan ... 40
21. Penampang Seismik PSTM (TMS) ... 42
22. Penampang seismik hasil PSDM dalam domain waktu (D2T) ... 43
23. Penampang kecepatan interval final ... 44
24. Perbandingan penampang seismik hasil PSTM dan PSDM ... 46
25. Perbandingan penampang seismik hasil PSTM dan PSDM ... 47
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Metode seismik merupakan metode yang dianggap sebagai metode paling baik
dalam mencitrakan kondisi bawah permukaan bumi. Metode seismik
memanfaatkan prinsip penjalaran gelombang yang bersumber dari sebuah usikan
pada suatu medium dan pada suatu jarak tertentu, dimana gerakan partikel
tersebut akan diterima dan direkam dalam fungsi waktu. Berdasarkan data
rekaman inilah dapat diperkirakan bentuk lapisan atau struktur di bawah
permukaan bumi.
Untuk mengubah data rekaman tersebut menjadi sebuah citra yang dapat
diinterpretasi, diperlukan proses pengolahan data seismik. Namun terkadang
dengan adanya kompleksitas struktur bawah permukaan bumi (subsurface), titik
refleksi sinyal atau respon seismik sering mengalami pergeseran kemiringan
terhadap posisi sebenarnya. Untuk menempatkan kembali titik refleksi pada posisi
sebenarnya maka menuntut adanya inovasi-inovasi baru dalam teknik pengolahan
data seismik tersebut. Salah satu proses yang menjadi perhatian penting dalam
pengembangan teknik pengolahan data seismik adalah proses migrasi. Migrasi
data seismik adalah suatu proses pengolahan data seismik yang bertujuan untuk
2
Migrasi data seismik baru diperkenalkan pada dekade 60-an. Metode ini bertujuan
untuk mengembalikan posisi reflektor ke posisi yang sebenarnya. Metode ini
bekerja dalam domain waktu, namun terkadang hasil rekaman seismik yang telah
dimigrasi belum dapat menggambarkan struktur geologi dengan baik, hal ini
disebabkan oleh kompleksitas struktur geologi. Metode ini terus dikembangkan
dan akhirnya pada awal dekade 80-an mulai diperkenalkan teknik migrasi pada
domain kedalaman yang disebut dengan depth migration. Migrasi dalam domain
kedalaman dapat menjadi solusi untuk permasalahan imaging dan positioning
pada kasus yang memiliki struktur kompleks yang disertai variasi kecepatan
secara lateral. Keakuratan ini disebabkan karena kemampuan metode PSDM
untuk fokus terhadap suatu titik reflektor pada kondisi dimana terjadi perubahan
kecepatan secara lateral. Pemodelan kecepatan interval (interval velocity model
building) mempunyai andil penting dalam pencitraan bawah permukaan bumi.
karena pemodelan kecepatan interval dilakukan dengan metode layer stripping
(Minarti, 2010).
Pada tahun 2007 dan 2008, bertururt-turut telah dilakukan penelitian mengenai
pemodelan kecepatan pada domain kedalaman atau PSDM (Prestack Depth
Migration) oleh Triarto dan Marisa. Penelitian tersebut berhasil mencitrakan
struktur bawah permukaan menjadi lebih baik. Oleh sebab itu, penulis melakukan
penelitian mengenai PSDM pada daerah yang memiliki kompleksitas struktur
geologi. Penelitian ini membandingkan hasil pencitraan antara domain kedalaman
(PSDM) dengan domain waktu (PSTM) dimana keduanya menggunakan aplikasi
3
I.2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis penerapan metode Prestack Depth Migration (PSDM) untuk
meningkatkan resolusi citra seismik dengan menganalisis variasi
kecepatannya.
2. Mendapatkan citra bawah permukaan yang lebih baik dengan melakukan
PSDM dan membandingkannya dengan hasil PSTM.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini membatasi permasalahan pada migrasi prestack domain kedalaman
pada data 2 dimensi dengan menggunakan metode Kirchhoff dengan asumsi
medium bumi berupa medium isotropi. Dan perbaikan model kecepatan dilakukan
dengan menggunakan metode tomografi seismik. Perbandingan citra hasil PSDM
dan citra hasil PSTM dilakukan hanya sebatas mengamati perbedaan penampakan
dan analisis gather.
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1. Mendapatkan citra struktur bawah permukaan yang baik, sehingga
mempermudah tahapan interpretasi.
2. Dapat menunjukkan bahwa pengolahan data seismik dengan menggunakan
metode PSDM memberikan hasil pencitraan (imaging) bawah permukaan
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Kerangka Tektonik
Sejarah tektonik Cekungan Jawa Timur Utara tidak dapat dipisahkan dari sejarah
tektonik Pulau Jawa dan sekitarnya, serta tektonik wilayah Asia Tenggara.
Tektonik wilayah Asia Tenggara dikontrol oleh interaksi empat lempeng utama,
yaitu Lempeng Indo-Australia dibagian Selatan, Lempeng Filipina dan Lempeng
Pasifik di bagian Timur, sertaLempeng Eurasia di bagian Utaranya.
Gambar 1. Peta daerah Cekungan Jawa Timur Utara (ESDM op.cit, Sirait 2007)
Cekungan Jawa Timur Utara merupakan bagian dari cekungan busur belakang
5
berada pada posisi sebagai cekungan busur belakang (back arc basin) sejak
Paleogen.
Berdasarkan kedudukan tektonik saat sekarang, Cekungan Jawa Timur Utara
merupakan salah satu dari cekungan-cekungan busur belakang (back arc basin)
tersier di tepian Tenggara dari Kraton Sunda atau Sunda Land. Cekungan ini ke
arah Utara dibatasi oleh Lengkung Karimunjawa (Karimun Java Arch), ke Utara
oleh tinggian Meratus (Meratus high), ke arah Timur oleh Tinggian
Masalembo-Doang, ke arah Selatan oleh jalur Pegunungan Selatan (Gambar 1).
I1.2. Tatanan Struktur
Cekungan Jawa Timur dipisahkan menjadi tiga mandala struktur (structural
provinces) (Satyana, 2005) dari Utara ke Selatan (Gambar 2) , yaitu:
1. Paparan Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara dan
Paparan Kangean Utara.
2. Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Utara Laut
(Kujung) – Madura – Kangean – Tinggian Lombok.
3. Bagian Selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona
Rembang – Selat Madura – Sub-Cekungan Lombok.
Konfigurasi basement Cekungan Jawa Timur dikontrol oleh dua trend struktur
utama, yaitu trend NE – SW yang umumnya hanya dijumpai di mandala Paparan
Utara dan trend W – E yang terdapat di Mandala Tinggian Sentral dan Cekungan
Selatan. Akibat tumbukan lempeng selama Tersier Awal, Cekungan Jawa Timur
6
sepanjang tepi Tenggara Paparan Sunda akibat pemekaran busur belakang. Dari
Utara ke Timur, kenampakan struktur utama dalam wilayah tarikan ini adalah
Busur Karimunjawa, Palung Muria, Busur Bawean, dan Tinggian Tuban-Madura
Utara. Pengangkatan pada waktu Oligosen Awal menghentikan proses-proses
pengendapan dan menyebabkan erosi yang luas. Periode selanjutnya adalah
periode tektonik tenang dan akumulasi endapan karbonat hingga Miosen Awal.
Periode terakhir adalah periode tektonik kompresi mulai dari Miosen Akhir
hingga sekarang. Sesar-sesar normal yang membentuk horst dan graben
teraktifkan kembali sehingga menghasilkan struktur-struktur terbalik (inverted
relief) (Hamilton, 1979).
Gambar 2. Tiga provinsi struktur utama Cekungan Jawa Timur. Northern Paltform, Central High, dan Southern Basin (Satyana dan Purwaningsih, 2003).
Bagian Utara Cekungan Jawa Timur terdiri dari struktur tinggian dan rendahan
dengan trend NE – SW, terlihat pada konfigurasi alasnya seperti Busur
7
Depresi Masalembo- Doang, dan Paparan Madura Utara. Ke arah Selatan, Paparan
Jawa NE, Zona Rembang Madura Kendeng, Zona Madura Selatan, dan Zona
Depresi Solo.
Bagian tengah Cekungan Jawa Timur didominasi oleh pola struktur berarah
Utara- Timur seperti yang berkembang di Paparan Madura Utara, Tinggian
Madura, dan Sub Cekungan Selat Madura. Ke Timur, pola Utara – Timur lebih
berkembang, diperlihatkan oleh Sub-Cekungan Sakala, Kangean, Sub-Cekungan
Lombok. Umumnya, mandala Paparan Utara, merupakan sisa struktur yang
berkembang pada zaman Kapur (sutura Meratus). Selama Eosen hingga Miosen
daerah ini berubah menjadi tempat perkembangan terumbu. Pada zaman Tersier
Akhir daerah ini menjadi lingkungan yang baik bagi perkembangan fasies
karbonat paparan.
1. Mandala Tinggian Sentral merupakan daerah terangkat hasil penyesaran
ekstensional Eosen – Oligosen Akhir dan pembalikan struktur Miosen
-Resen. Tinggian Sentral berbentuk kemenerusan Tinggian Kujung dan
Tinggian Madura-Kangean ke arah Timur. Di Utara, Tinggian Sentral dibatasi
oleh sesar-sesar Sepanjang dan Sakala, dan di Selatan oleh Tinggian
Madura-Kangean-Sepanjang. Mandala, tegasan tensional Eosen Akhir menyebabkan
penurunan regional di daerah ini. Bagian tingginya menjadi tempat
perkembangan fasies reefal.
2. Mandala Cekungan Selatan terbentuk oleh sesar ekstensional Eosen –
Oligosen Akhir yang dilanjutkan oleh periode struktur terbalik produk
kompresi Miosen Awal – Resen. Zona Rembang yang menerus sampai lepas
8
pengangkatan Kujung, Madura, Kangean, dan Sepanjang ke arah Utara.
Pembalikan struktur mengangkat bagian Utara, sedangkan bagian Selatan
tetap pada lingkungan batial dalam.
II.3. Stratigrafi Regional
Rincian stratigrafi Cekungan Jawa Timur bagian Utara dari Zona Rembang yang
disusun oleh Harsono Pringgoprawiro (1983) terbagi menjadi 15 (lima belas)
satuan yaitu Batuan Pra – Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi Kujung, Formasi
Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu,
Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Selorejo, Formasi
Paciran, Formasi Lidah dan Undak Solo. Pembahasan masing – masing satuan
dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
1. Formasi Tawun
Formasi Tawun mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tuban,
dengan batas Formasi Tawun yang dicirikan oleh batuan lunak (batulempung dan
napal). Bagian bawah dari Formasi Tawun, terdiri dari batulempung, batugamping
pasiran, batupasir dan lignit, sedangkan pada bagian atasnya (Anggota Ngrayong)
terdiri dari batupasir yang kaya akan moluska, lignit dan makin ke atas dijumpai
pasir kuarsa yang mengandung mika dan oksida besi.
Penamaan Formasi Tawun diambil dari desa Tawun, yang dipakai pertama kali
oleh Brouwer (1957). Formasi Tawun memiliki penyebaran luas di Mandala
Rembang Utara, dari lokasi tipe hingga ke Timur sampai Tuban dan Rengel,
9
Lingkungan pengendapan Formasi Tawun adalah paparan dangkal yang
terlindung, tidak terlalu jauh dari pantai dengan kedalaman 0 – 50 meter di daerah
tropis. Formasi Tawun merupakan reservoir minyak utama pada Zona Rembang.
Berdasarkan kandungan fosil yang ada, Formasi Tawun diperkirakan berumur
Miosen Awal bagian Atas sampai Miosen Tengah.
2. Formasi Ngrayong
Formasi Ngrayong mempunyai kedudukan selaras di atas Formasi Tawun.
Formasi Ngrayong disusun oleh batupasir kwarsa dengan perselingan
batulempung, lanau, lignit, dan batugamping bioklastik. Pada batupasir kwarsanya
kadang-kadang mengandung cangkang moluska laut. Lingkungan pengendapan
Formasi Ngrayong di daerah dangkal dekat pantai yang makin ke atas
lingkungannya menjadi littoral, lagoon, hingga sublittoral pinggir. Tebal dari
Formasi Tawun mencapai 90 meter. Karena terdiri dari pasir kwarsa maka
Formasi Tawun merupakan batuan reservoir minyak yang berpotensi pada
cekungan Jawa Timur bagian Utara. Berdasarkan kandungan fosil yang ada,
Formasi Ngrayong diperkirakan berumur Miosen Tengah.
3. Formasi Bulu
Formasi Bulu secara selaras berada di atas Formasi Ngrayong. Formasi Bulu
semula dikenal dengan nama ‘Platen Complex’ dengan posisi stratigrafi terletak
selaras di atas Formasi Tawun dan Formasi Ngrayong. Ciri litologi dari Formasi
Bulu terdiri dari perselingan antara batugamping dengan kalkarenit, kadang–
kadang dijumpai adanya sisipan batulempung. Tebal dari formasi ini mencapai
10
4. Formasi Wonocolo
Lokasi tipe Formasi Wonocolo tidak dinyatakan oleh Trooster, 1937,
kemungkinan berasal dari desa Wonocolo, 20 km Timur Laut Cepu. Formasi
Wonocolo diendapkan pada kondisi laut terbuka dengan kedalaman antara 100 –
500 meter. Tebal dari formasi ini antara 89 meter sampai 339 meter. Formasi
Wonocolo diperkirakan berumur Miosen Akhir bagian bawah sampai Miosen
Akhir bagian tengah.
II.4. Sistem Petroleum
Faktor utama sistem petroleum adalah batuan induk, lapisan reservoir pembawa
(carrier beds), jalur migrasi, dan mekanisme pemerangkapan. Faktor-faktor
tersebut harus ada dan bekerja secara sinergis dalam ruang dan waktu untuk
mengakumulasikan hidrokarbon.
Di Cekungan Jawa Timur terdapat beberapa dalaman dan tinggian yang
membentuk suatu sistem horst – graben, dan pada tinggian-tinggian tersebut yang
akhirnya terumbu Rancak tumbuh setempat membentuk reservoir berumur
Miosen Awal.
Berdasarkan perbandingan kasus Resevoir Lapangan Mudi di Desa Rahayu,
Kecamatan Soko, Tuban yang juga berada di cekungan Jawa Timur
memperlihatkan suatu Carbonate Bank relief rendah yang disusun secara dominan
oleh red algae dan foraminifera yang berumur Miosen Awal. Litologi umumnya
disusun oleh clean wackestones sampai dengan packstones dengan sedikit
11
penyekatnya secara onlapping dan overlying adalah batuan serpih Formasi Tuban
dan Ngrayong. Sebagai carbonate build-up, penyebaran porositas reservoir sangat
heterogen baik secara lateral maupun vertikal. Porositas sekunder terutama
dibentuk oleh tahap akhir disolusi dari semen dan butiran yang membentuk
rongga-rongga (vugs) dan beberapa rekahan akibat pelarutan atau caverns.
Dua potensi batuan induk yang dikenali di Cekungan Jawa Timur adalah
Ngimbang Bawah (Lower Ngimbang) dan Serpih Tawun (Tawun Shales). Potensi
batuan reservoir telah teramati pada beberapa interval seperti antara lain Batupasir
Ngimbang bagian Bawah, Karbonat Ngimbang bagian Atas, Karbonat Formasi
Kujung, Tawun, Ngrayong, Kawengan dan Lidah. Formasi-formasi tersebut
secara umum juga memiliki potensi sebagai batuan penutup (seal) karena
memiliki interval batulempung/batuserpih yang cukup tebal. Perangkap (trap)
stratigrafi umumnya berhubungan dengan tubuh batuan karbonat reefal berumur
Oligosen sampai Miosen, sedangkan perangkap struktur banyak berhubungan
dengan inversi di Akhir Tersier. Generasi hidrokarbon telah terjadi dalam 2 (dua)
periode yaitu di Akhir Oligosen untuk batuan induk Ngimbang bagian Bawah dan
III. TEORI DASAR
III.1. Konsep Seismik Refleksi
Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang
menggunakan perambatan gelombang elastik yang dihasilkan oleh suatu sumber
pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian
energinya direfleksikan dan direkam oleh penerima di permukaan. Gelombang
elastik terdiri dari dua macam gelombang, yaitu gelombang body yang terdiri dari
gelombang P dan gelombang S, dan gelombang permukaan, yaitu gelombang
Love dan gelombang Rayleigh. Pada metode seismik refleksi, jenis gelombang
yang digunakan yaitu gelombang body terutama pada gelombang P atau
gelombang kompresi. Gelombang kompresi ini atau disebut dengan gelombang
suara, yaitu gelombang yang arah gerak partikelnya searah dengan arah rambatnya
dan kecepatannya lebih besar dari gelombang S yang arah gerak partikelnya tegak
lurus dengan arah rambatnya.
III.1.1. Hukum Snellius
Hukum Snellius menunjukkan hubungan antara sudut refleksi dan sudut refraksi
muka gelombang pada batas antar medium yang memiliki perbedaan kecepatan
13
Gambar 3 memperlihatkan penjalaran secara periodik gelombang bidang yang
melewati permukaan datar perbatasan antara dua medium. Pada medium pertama
panjang gelombangnya adalah f v1
1 , sedangkan untuk medium kedua panjang
gelombangnnya adalah
f v2
2 . Pada saat gelombang melewati daerah
perbatasan antara dua medium maka harus berlaku kontinuitas untuk gelombang
refleksi dan gelombang transmisi. Jika kontinuitas tidak berlaku maka muka
gelombang di medium 1 akan mendahului atau justru tertinggal dari muka
gelombang di medium 2. Untuk menghindari hal ini dan mempertahankan
kontinuitas selama melewati daerah batas dengan panjang gelombang yang
berbeda maka gelombang refleksi dan gelombang transmisi haruslah memiliki
besar sudut yang berbeda terhadap garis normal bidang batas.
Gambar 3. Hukum Snellius, Penjalaran Sinar Gelombang Melalui Medium Berbeda
III.1.2. Prinsip Fermat
Dalam penjalarannya, gelombang akan memenuhi prinsip Fermat yaitu:
14
dengan waktu tempuh tercepat”. Jejak sinar juga menentukan arah dari aliran
energi. Diantara serangkaian sinar dari suatu titik ke titik yang lain, prinsip
Fermat dapat diaplikasikan untuk membuang semua jejak sinar kecuali satu jejak
sinar yang memiliki waktu tempuh paling cepat. Prinsip fermat digunakan dalam
menentukan titik pemantul (reflektor) pada penjalaran gelombang refleksi. Kita
ambil contoh pada penjalaran gelombang pantul dalam medium tak homogen.
Gambar 4 menjelaskan bagaimana ray akan memilih satu jalur dari sekian banyak
ray dengan waktu tempuh minimum.
Gambar 4. Model Jejak Gelombang pada medium non-homogen
Sesuai dengan prinsip Fermat maka dalam menentukan titik reflektor maka
haruslah:
(TAP + TPB)direflektor minimum = titik pemantul (1)
Dari rumusan diatas, jika kita menjalarkan gelombang dari kedua titik (titik A dan
titik B) menuju titik-titik pemantul (P1,P2,P3,P4,...Pn) maka kita dapat menentukan
titik pemantul yang sebenarnya dengan membandingkan nilai-nilai dari
(TAP1 + TBP1), (TAP2 + TBP2), (TAP3 + TBP3) … (TAPn + TBPn). Dari hasil penjumlahan
diatas, titik pemantul P tertentu yang memberikan hasil penjumlahan terkecil
15
III.1.3. Prinsip Huygens
Gelombang dalam media yang serba sama (homogen) menyebar dari titik sumber
sebagai bola yang mengembang dan selama proses pengembangannya gelombang
ini akan menciptakan muka-muka gelombang. Prinsip Huygens menyatakan
bahwa muka gelombang yang tercipta juga bersifat sebagai sumber gelombang
baru. Prinsip Huygens ini dapat diilustrasilkan seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menjelaskan bahwa setiap titik pada muka gelombang
merupakan sumber gelombang baru yang menjalar dalam bentuk bola (spherical).
Jika gelombang bola menjalar pada radius yang besar, gelombang tersebut dapat
diperlakukan sebagai bidang. Garis yang tegak lurus dengan muka gelombang
tersebut di sebut wave-path atau rays atau sinar.
III.2. Migrasi Data Seismik
Sejak diperkenalkan perekaman data seismik secara digital, maka proses
pengolahan data seismik menjadi lebih mudah dan lebih cepat dilakukan. Ada tiga
16
migrasi. Dekonvolusi dilakukan sepanjang sumbu waktu, tujuannya untuk
meningkatkan resolusi dengan mengecilkan bentuk sinyal (wavelet). Stacking
menyatukan dimensi offset, mengecilkan volume data ke dalam satu bidang pada
offset nol, tujuannya untuk meningkatkan rasio sinyal terhadap noise (S/N ratio),
sedangkan migrasi umumnya diterapkan pada data yang sudah maupun belum
di-stack (ditumpuk), tujuannya untuk meningkatkan resolusi lateral dengan
menghilangkan efek difraksi dan memindahkan ‘events’ lapisan miring pada
posisi yang sebenarnya (Gambar 6).
Gambar 5. (a) Sebelum dilakukan migrasi
(b) setelah dilakukan migrasi (Yilmaz, 2001)
Proses migrasi yang menghasilkan penampang migrasi dalam kawasan waktu
disebut migrasi waktu. Migrasi ini umumnya berlaku selama variasi kecepatan
secara lateral kecil hingga sedang. Jika variasi kecepatan lateral besar, migrasi
waktu tidak dapat menghasilkan gambar bawah permukaan dengan baik dan
17
migrasi kedalaman akan ditampilkan dalam penampang kedalaman. Dengan
demikian, sebetulnya ada dua konsep migrasi yang utama dan dapat dibedakan
dari proses migrasinya sendiri serta hasil akhirnya, yaitu migrasi waktu dan
migrasi kedalaman (Juwita, 2001).
Dengan kata lain, migrasi data seismik adalah suatu proses untuk memetakan
suatu penampang menjadi penampang yang lain dimana event seismik
dikembalikan posisinya pada tempat dan waktu yang tepat. Migrasi dapat
diklasifikasikan dalam 2 cara yaitu: berdasarkan kawasan migrasi bekerja dan
berdasarkan algoritma migrasi.
Berdasarkan kawasan migrasi bekerja, migrasi dibedakan menjadi:
1. Time Migration dan Depth Migration
Time Migration merupakan suatu metode migrasi yang lebih sederhana dari
pada Depth Migration. Depth Migration merupakan metode migrasi yang
lebih akurat daripada Time Migration pada daerah yang memiliki variasi
kecepatan.
2. Post Stack Migration dan Prestack Migration
Post Stack Migration adalah metode yang melakukan proses migrasi setelah
proses stack. Prestack Migration merupakan metode yang melakukan proses
migrasi sebelum proses stack (Aina, 1999).
III.2.1. Prinsip Dasar Migrasi Seismik
Prinsip dasar dari migrasi seismik dijelaskan pada Gambar 7, terlihat sebuah
18
C’D’ (posisi yang sebenarnya secara geologi) dan titik E’ pada C’D’ hasil migrasi
dari titik E pada CD.
Gambar 7. Mekanisme Migrasi Secara Manual (Chun, 1981)
Dari gambar di atas, dapat diturunkan persamaan-persamaan sebagai berikut:
x
(diukur dari unmigrated time section) (6)
19
dengan t adalah traveltime (s), V adalah kecepatan migrasi (kecepatan medium),
x adalah jarak dari titik A dan B, t adalah selisih waktu antara titik C dan D,
x
d adalah horizontal time displacements, dt adalah vertikal time displacements, t
adalah event time pada posisi yang belum dimigrasi, adalah event time pada
posisi yang telah dimigrasi
III.2.2. Migrasi Sebagai Penjumlahan Difraksi
Operasi migrasi merupakan penjumlahan difraksi. Dasar pemikiran untuk
pendekatan ini dapat diterangkan dengan menggunakan prinsip Huygens.
Berdasarkan prinsip ini, reflektor seismik dapat dipandang sebagai kumpulan
titik-titik difraktor yang berdekatan (Gambar 8).
Gambar 8. Gambar reflektor seismik menurut Prinsip Huygens (Aina, 1999)
Migrasi pada penampang seismik diperoleh dengan mengembalikan setiap event
difraksi yang berbentuk hiperbola ke titik asalnya (puncak). Setiap titik pada hasil
penampang migrasi diperoleh dengan menambahkan semua nilai data sepanjang
difraksi yang berpusat pada titik itu (Aina, 1999). : titik difraktor
20
III.2.3. Metode Migrasi Kirchhoff
Migrasi Kirchhoff adalah suatu migrasi yang didasarkan pada diffraction
summation (Schneider, 1978). Migrasi Kirchhoff dapat dilakukan dalam suatu
migrasi kawasan waktu menggunakan kecepatan RMS dan straight ray, atau
dalam migrasi kawasan kedalaman menggunakan kecepatan interval dan ray
tracing.
Gambar 9. Metode migrasi Kirchhoff dengan prinsip penjumlahan difraksi (Bancroft, 1997)
Menurut prinsip tersebut, amplitudo pada posisi refleksi yang sebenarnya akan
dijumlahkan secara koheren sepanjang kurva difraksi Gambar 9 (Bancroft, 1997).
Keuntungan utama dari migrasi Kirchhoff ini adalah penampilan kemiringan
curam yang baik. Sedangkan salah satu kerugiannya adalah kenampakan yang
buruk jika data seismik mempunyai S/N yang rendah (Schneider, 1978).
III.2.4. Aperture
Aperture adalah jarak atau cakupan suatu data yang akan dimasukkan ke dalam
perhitungan pada migrasi Kirchhoff. Aperture harus dapat mencakup setiap
reflektor yang menjadi target agar amplitudo dapat dimigrasi ke posisi reflektor
21
Jika aperture tidak cukup lebar, maka akan terdapat amplitudo yang tidak
termigrasi. Untuk keberhasilan proses imaging ini aperture haruslah cukup lebar
untuk mencakup garis sinar refleksi dari setiap target. Aperture setidaknya harus
dua kali lebih lebar dari jarak perpindahan lateral antara titik perekaman dengan
titik refleksi atau bisa juga merupakan jarak daripada far offset-nya.
Gambar 10. Skema aperture dari migrasi (Fagin, 1999)
Dari Gambar 9 kita bisa mendapatkan persamaan (Fagin, 1999):
Aperture = 2X (7)
X = Z * tan (8)
S-Z = Z * (1/Cos - 1) (9)
Aperture dapat juga dirumuskan dengan (Paradigm Geophysical, 2007):
int
dengan X adalah perpindahan horizontal (m), S-Z adalah perpindahan vertikal (m)
III.2.4. Prestack Depth Migration dan Variasi Kecepatan Lateral
Metode Prestack Depth Migration adalah metode yang melakukan proses migrasi
dalam kawasan kedalaman (depth) sebelum proses stack. Dengan melakukan
X
S
S Z
22
metode Prestack Depth Migration, topografi dasar laut yang kompleks, struktur
bawah permukaan yang kompleks dan variasi kecepatan yang kompleks dapat
digambarkan dengan lebih baik dibandingkan dengan metode Post Stack Time
Migration. Pada migrasi konvensional (Post Stack Migration) migrasi dilakukan
sesudah stack dan hanya bersifat memindahkan atau memetakan karakter reflektor
yang sudah ada pada penampang stack, maka pada Prestack Depth Migration,
migrasi dilakukan sebelum stack. Seluruh trace pada CDP gather dimigrasi
dengan pendekatan yang lebih akurat sesuai dengan gerak perjalanan
masing-masing gelombang seismiknya. Salah satu hasil dari pengolahan Prestack Depth
Migration adalah CRP gather yang dicirikan dengan setiap trace mempunyai
kedalaman yang sama untuk tiap reflektor yang sama. Proses stacking pada
metode Prestack Depth Migration dilakukan pada CRP gather suatu lintasan
seismik. Hasil akhirnya adalah depth section (penampang kedalaman) pada
lintasan seismik tersebut.
Keunggulan metode Prestack Depth Migration terhadap metode Post Stack Time
Migration adalah bahwa Prestack Depth Migration memakai pendekatan
perjalanan gelombang (ray tracing) pada lapisan yang sesuai kenyataan,
sedangkan Post Stack Time Migration memakai pendekatan perjalanan gelombang
lurus pada lapisan yang horisontal (straight ray), tidak memiliki variasi kecepatan
lateral (kecepatan perlapisan konstan). Dengan demikian, metode Prestack Depth
Migration diharapkan memberikan hasil pengolahan data yang lebih baik pada
daerah yang memiliki variasi kecepatan lateral, atau struktur kompleks, misalnya
23
Variasi kecepatan lateral sering dikarenakan kemiringan yang terjal. Oleh karena
itu, algoritma dari migrasi kedalaman harus tidak hanya menangani variasi
kecepatan secara lateral tetapi juga mencitrakan dipping event secara akurat.
Ketika titik difraksi berada pada lapisan kedua (Gambar 11a), maka raypath-nya
dibelokan menurut hukum Snell. Hasilnya pada zero-offset section hampir
mendekati hiperbola.
Gambar 11. Sketsa variasi kecepatan lateral (Yilmaz, 2001)
Ketika dilakukan migrasi waktu, kurva difraksi akan menyusut pada puncaknya
dan posisi puncaknya tepat pada posisi lateralnya. Namun ketika titik difraksi
berada pada lapisan dengan variasi kecepatan lateral yang besar (Gambar 11b),
raypath dibelokkan dengan sangat kuat pada batas lapisan sehingga respon pada
zero-offset section tidak lagi seperti hiperbola dan puncaknya mengalami
pergeseran. Ketika migrasi waktu dilakukan, kurva difraksi menyusut pada
24
Offset 1
Offset kedua
Offset ketiga
Offset Offset Offset
CMP
Berbeda halnya dengan migrasi kedalaman, selain menjumlahkan difraksi dan
menempatkan pada puncaknya, migrasi ini juga menempatkan dengan fokus yang
lebih baik dan pada posisi lateral sebenarnya. Efek variasi kecepatan lateral akan
semakin terlihat pada struktur yang lebih kompleks (Gambar 11c).
III.2.5. Common Offset Pre Stack Migration dan Analisis Kecepatan Migrasi
Kirchhoff Prestack Migration dapat dilakukan dengan menjumlahkan keseluruhan
titik data masukan yang terletak di sepanjang kurva difraksi.
(a)
(b)
Gambar 12. Gambar hasil migrasi yang dilakukan dengan kecepatan yang tepat pada penampang offset dan CRP gather. (a) Penampang offset yang dimigrasi secara individu dan (b) Gambar gather-gather yang datar setelah Prestack Migration (Aina, 1999)
Prosedur penjumlahan ini dapat dikerjakan dalam satu langkah, tetapi akan lebih
25
terpisah, kemudian dilakukan stack di semua offset secara bersamaan untuk
membuat gambar migrasi. Pemisahan seperti itu memungkinkan hanya dengan
migrasi Kirchhoff. Kirchhoff Prestack Migration sering dilakukan dalam dua
langkah. Langkah pertama: menjumlahkan titik-titik data dengan offset yang
sama, dan langkah kedua: menjumlahkan semua offset (stack). Aliran kerja ini
menguntungkan karena langkah-langkah ini memasukkan tahap untuk analisis
kecepatan.
(a) (b)
Gambar 13. CRP gather yang bergantung pada kecepatan migrasi yang dihasilkan. (a) CRP gather yang over-corrected dan (b) CRP gather yang under-corrected (Juwita, 2001)
Pada Gambar 12 digambarkan proses kedua langkah ini, yaitu pada saat model
kecepatan itu sesuai, maka tiap bidang offset termigrasi dengan tepat CRP
gather-nya datar dan dapat di-stack secara bersamaan. Pada saat model kecepatan-gather-nya
salah, CRP gather menjadi tidak datar (Gambar 13). Fenomena gather menjadi
tidak datar dapat diterangkan sebagai berikut, ketika kecepatan migrasi menjadi
sangat lambat, perhitungan travel time sepanjang sinar menjadi terlalu lama. Efek
ini kelihatan lebih besar pada offset yang jauh daripada offset yang dekat, sehingga
event pada CRP gather tergeser ke atas (Gambar 13a). Jika kecepatan migrasi
terlalu cepat hasilnya menjadi under-corrected gather (Gambar 13b) (Juwita,
2001).
26
Pada umumnya, pemodelan kecepatan yang digunakan dalam PSDM ialah
Velocity Analysis Model Based. Data yang digunakan dalam proses ini adalah
time gathers, dan keluarannya adalah model kecepatan final (final velocity model)
dalam bentuk kedalaman dan peta kecepatan (jika diinginkan untuk membuat
kubus kecepatan) untuk model 3D, atau kedalaman dan penampang melintang
kecepatan (digunakan untuk membuat penampang kecepatan) untuk model 2D
(Fagin, 1999).
Fasa 1. Membuat Model Awal Fasa 2. Memperbaiki Model
(Layer Stripping) (Globally)
Gambar 14. Alur kerja velocity model building (Fagin, 1999)
Terdapat dua fasa untuk membuat model kecepatan (Gambar 14). Fasa pertama
menggunakan pendekatan sekuensial layer stripping, dimana setiap lapisan
dianalisis berturut-turut. Informasi sesimik pada time gather dianalisis untuk
membuat model kecepatan awal. Pada fasa kedua, model kecepatan awal tersebut
diperbaiki dengan menggunakan pendekatan global yang berdasarkan analisis
informasi dalam depth gather, yang merupakan hasil dari Prestack Depth
27
proses sekuensial dan menggunakan Prestack Depth Migration berturut-turut
untuk memperbaiki semua lapisan. Setiap tahapan pada proses perbaikan ini
seharusnya menghasilkan depth gathers yang lebih baik (datar).
III.3.1. Transformasi Dix
Dix (1955) menurunkan persamaan untuk traveltime, dengan mempertimbangkan
raypath bending, pada kasus banyak lapisan yang datar. Dix berpendapat bahwa,
untuk sudut kecil Vrms dapat digunakan pada formula moveout dan memprediksi
traveltime untuk beberapa offset. Vrms didefinisikan sebagai:
2
lapisan. Dix juga menurunkan formula untuk kecepatan interval dari traveltime
dan Vrms, dan sering disebut sebagai persamaan Dix:
A
dengan Vint(A B) adalah adalah kecepatan interval antara permukaan A dan B, TA
adalah normal incidence traveltime untuk permukaan A, TB adalah normal
incidence traveltime untuk permukaan B (Fagin, 1999).
III.3.2. Coherency Inversion
Coherency inversion memodelkan kurva ray tracing untuk dibandingkan dengan
kurva waktu tempuh sebenarnya dari perekaman yang memiliki kecocokan terbaik
28
Kurva moveout pada tiap
perlapisan diprediksi oleh
ray tracing menggunakan kecepatan interval 10500 ft/s
Offset
Time
Moveout dalam CMP time gather
hyperbolic moveout, memperhitungkan variasi kecepatan baik secara lateral
maupun vertikal, refraksi dan struktural dip dalam model. Coherency inversion
menggunakan pendekatan layer stripping, pemodelan kecepatan dilakukan
berurutan satu persatu dari lapisan atas ke lapisan bawahnya secara berurutan.
Pemodelan kecepatan pada suatu lapisan memerlukan kecepatan interval dan
depth model semua lapisan di atasnya. Pada lapisan yang dimodelkan diberikan
kisaran nilai kecepatan untuk membuat model zona waktu tempuh, model ini
dikorelasikan dengan rekaman CMP gather untuk menentukan kecepatan interval
yang optimum pada lapisan tersebut. Semblance dihitung pada tiap CMP untuk
menghitung korelasi antara rekaman CMP gather dengan pemodelan kurva waktu
tempuh untuk tiap kecepatan interval yang digunakan, semblance tinggi
menunjukkan kecepatan yang tepat untuk memdatarkan gather (Mualimin, 2004).
29
Pada coherency inversion identifikasi kecepatan interval dilakukan dengan
membuat kurva moveout yang sesuai dengan reflektor (Gambar 15). Kurva
moveout ini tidak harus hiperbolik yang penting memiliki koherensi dengan
reflektor. Coherency inversion memberikan hasil untuk data seismik dengan
empat lapisan cukup akurat dibandingkan dengan Dix based (Fagin, 1999).
III.3.3. Tomography
Model kecepatan awal yang diperoleh dari coherency inversion digunakan untuk
melakukan proses PSDM. Pendekatan layer stripping dalam coherency inversion
seringkali menghasilkan akumulasi error pada lapisan yang lebih dalam bila pada
lapisan di atasnya tidak tepat, sehingga akan menghasilkan error waktu tempuh.
Untuk itu dilakukan refining model secara iteratif dengan global tomography.
Metode ini disebut global tomography, karena perubahan parameter model
kecepatan dan depth dilakukan secara simultan tidak berdasaran pendekatan layer
stripping. Pada studi yang telah dilakukan biasa digunakan horizon based
tomography dimana model kecepatan interval dari coherency inversion dan
residual moveout CRP depth gather sebagai data masukannya. Depth model
diperbaiki secara iteratif dengan memodifikasi interface kedalaman dan kecepatan
lapisan untuk membuat gather menjadi flat. Dengan ray tracing error dari tiap
lapisan digunakan untuk membuat matrix tomography sepanjang lintasan
gelombang. Error dari tiap lapisan diselesaikan secara simultan menggunakan
metode least square untuk meminimalisasi kesalahan waktu tempuh yang
30
Dengan demikian, model based tomography digunakan dengan prinsip
mengoreksi kecepatan dari hasil residual moveout dan ray tracing pada kecepatan
model. Masukan pada metode ini adalah depth gather untuk meng-update
kecepatan interval dengan membuat semblance residual sepanjang horison. Model
based tomography digunakan untuk mencari nilai error kecepatan dan
meng-upgrade kecepatan menjadi kecepatan yang benar (Fagin, 1999).
Gambar 16 merupakan penggambaran skematik tomography. Pada bagian ini tiap
subsurface terdiri atas beberapa bagian dari lapisan-lapisan model dan tiap lapisan
terdiri dari deret sel atau matrix tomography. Nilai delay, untuk sebuah
source-receiver offset pada sebuah lokasi CRP, didefinisikan oleh analisis residual
moveout. Pola lintasan sinar melintasi model yang ditunjukkan untuk lokasi CRP
dan offset. Tiap sel lapisan berasosiasi dengan pola lintasan. Warna abu-abu
menunjukkan identifikasi raypath transits. Dengan informasi yang baik mengenai
lokasi CRP dan offset-nya, prosedur tomography memberikan nilai turunan dari
traveltime delay atau kemajuan (dalam hal ini perubahan kecepatan) yang
dibutuhkan dalam setiap sel. Perubahan total traveltime yang ada identik dengan
depth gather residual moveout.
IV. METODE PENELITIAN
IV.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha
Elnusa Jl. TB. Simatupang Kav. 1B lt. 14 Jakarta Selatan, perusahaan yang
bergerak dalam bidang jasa akuisisi, pengolahan, dan interpretasi data seismik
refleksi. Waktu penelitian dimulai dari tanggal 6 Juni sampai dengan 5 Agutus
2011 dan dilanjutkan di Laboratorium Geofisika sampai Oktober 2011.
IV.2. Data dan Perangkat Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder seismik refleksi 2D Survey marine
daerah Jawa Timur Bagian Utara lintasan AK2103 berupa PSTM.sgy,
gather_final.sgy, serta final_velocity.sgy. Lintasan ini memiliki CMP Range dari
700 – 3900. Dengan parameter lapangan lintasan AK-2103 yang diketahui dari
data Observer Report adalah sebagai berikut:
1. Source:
- Jenis Bahan : Airgun
- SP Interval : 25 m
2. Receiver:
- Jumlah Channel : 324
32
- Metode Penembakan : off-end
- Near Offset : 148 m
- Far Offset : 4185.5 m
3. Recording System:
- Tape Format : SEGY-32BITS
- Low Cut Filter : 4 Hz
- RL : 5000 ms
- SI : 1 ms
Gambar 17. Konfigurasi penembakan off-end
Sedangkan untuk pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan perangkat
lunak GeoDepth-EPOS3TE-Paradigm, serta perangkat keras, antara lain Central
Processing Unit: Sun Blade 1000/Solaris 2.6, Server: Sun enterprise 4500/Solaris
2.6, 296 MB, 8x100 MHz processor, Network: Workgroupswitch 10-100 MB/s,
Dua buah monitor 24 inch, Satu unit DELL Personal Computer, dan Satu buah
printer Canon PIXMA iP1880.
IV.3. Pengolahan Data IV.3.1. Import Data
Pada tahap awal dilakukan import ketiga data SEG-Y yakni PSTM, gather final,
dan final velocity yang berupa kecepatan RMS, sebagai data input ke software
33
IV.3.2 Picking Time Migrated Horizon
Picking time migrated horizon adalah menentukan pola reflektor dengan membuat
garis horizontal pada penampang hasil PSTM sebagai indikasi batas antar lapisan.
Proses picking dilakukan pada amplitudo reflektor yang kuat di sepanjang
penampang seismik tersebut. Picking horizon haruslah selalu konsisten pada suatu
amplitudo reflektor tertentu, karena akan sangat berpengaruh pada pembuatan
model kecepatan selanjutnya, yaitu pada saat proses analisis residual di
sepanjang horizon. Picking horizon dilakukan di sepanjang peak (puncak) dari
trace seismik. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam menarik horizon
sepanjang lintasan pada penampang seismik.
IV.3.2. Pemodelan Kecepatan
Dalam PSDM, kecepatan yang digunakan adalah berupa Vint , sehingga diperlukan
proses inisiasi kecepatan yang akan mentransformasi model kecepatan Vrms
menjadi kecepatan interval, transformasi ini dilakukan dengan 2 proses, yaitu:
1. Transformasi Dix untuk 2 horizon pertama
Proses transformasi kecepatan ini menggunakan formula Dix untuk
mendapatkan kecepatan interval dengan menggunakan Persamaan 12.
2. Coherency Inversion untuk horizon-horizon berikutnya
Prinsip Coherency Inversion merupakan metode yang menggunakan ray
tracing untuk memodelkan kurva traveltime dan kemudian dibandingkan
dengan traveltime yang direkam. Moveout digambarkan sebagai semblance
34
interval terbaik. Keluaran dari tahapan ini adalah Vint inisial, yang nantinya
akan digunakan untuk melakukan PSDM awal/Preliminary PSDM.
IV.3.4. Preliminary PSDM
Mengaplikasikan migrasi dengan menggunakan algoritma Kirchhoff, jenis
kecepatan yang digunakan pada proses ini yaitu Initial Interval Velocity (Vint)
yang diperoleh dari pemodelan kecepatan di atas (IV.3.3), dan data Final Gather
sebagai data input, sehingga menghasilkan penampang seismik awal dalam
domain kedalaman (Preliminary PSDM).
IV.3.5. Update Model Kecepatan Interval
Tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi pencitraan subsurface, dengan
meng-update depth model-nya. Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam
melakukan tahap ini. Tahap pertama adalah Horizon Refinement. Setelah melalui
tahapan PSDM, tentunya horizon picks yang telah kita buat sebelumnya (IV.3.2)
akan bergeser, sehingga perlu melakukan repicking agar horizon tersebut tepat
berada pada penampakan amplitudo dari reflektornya. Lalu kita membuat kembali
model strukturnya/reload structure model builder. Kedua, Updating kecepatan
dengan Residual depth moveout (RDMO) model based Tomography untuk
memperkecil error Vint. Ray tracing pada tiap lapisan digunakan untuk membuat
matrix tomography sepanjang lintasan gelombang. Error dari tiap lapisan
diselesaikan secara simultan menggunakan least squares untuk meminimalisir
35
IV.3.6. Iterative PSDM
Untuk iterative PSDM kecepatan yang digunakan adalah kecepatan hasil Update
Velocity Model dari tahapan diatas (IV.3.5). Dengan menggunakan model
kecepatan tersebut sebagai data input kecepatan serta data gather final
(unmigrated gather), kemudian akan di-apply migrasi. Tahapan ini merupakan
tahapan kondisional yang dapat dilakukan berulang-ulang, untuk mengamati
perubahan citra seismik yang dihasilkannya. Dengan menggunakan Vint yang terus
diperbaharui sampai didapatkan Vint terbaik, dengan membandingkan gather hasil
PSDM, maka diharapkan akan diperoleh pencitraan seismik yang paling baik dan
sesuai dengan struktur geologi sebenarnya.
IV.3.7. Final PSDM
Jika model kecepatan interval akhir telah diperoleh, maka sama halnya dengan
proses PSDM sebelumnya, dengan menggunakan final interval velocity model dan
gather final sebagai data input, kemudian diaplikasikan migrasi. Hasil dari Final
PSDM ini berupa final depth migrated section, final depth migrated gathers, serta
final interval velocity model. Kemudian membandingkan hasil akhirnya dengan
hasil dari PSTM.
IV.4. Diagram Alir
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam diagram alir
36
Gambar 18. Diagram Alir Pengolahan Data tidak
ya Mulai
CDP Gather
PSTM
Interpretasi Horizon
Pemodelan Velocity
PSDM Run Tomografi/
update Vinterval
Pick. Residual Moveout Gather
Flat? VRMS
TM Stack
Vint
Depth Mig. Section
Selesai Konversi ke-Time
D2T Section Komparasi
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. Kesimpulan
Dari analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Kecepatan interval yang didapatkan dengan metode dix dan coherency
inversion mampu mempresentasikan nilai kecepatan yang sebenarnya.
2. Hasil PSDM memberikan peningkatan citra yang signifikan yaitu mampu
memperjelas citra reef build-up, mengeliminir pull-up anomaly dan
mempertegas pola reflektor.
VI.2. Saran
Penelitian ini masih menggunakan asumsi medium bumi isotropi, yang
menganggap sifat bumi atau medium yang diukur diasumsikan memiliki sifat-sifat
fisik yang sama dengan mengabaikan arah penjalaran gelombang seismik. Akan
lebih baik lagi jika asumsi medium anisotropi dilakukan untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik lagi dengan memperhitungkan arah penjalaran gelombang dengan
DAFTAR PUSTAKA
Aina, 1999, Penggunaan Metoda Post Stack Time Migration dan Metoda Pre Stack Depth Migration Pada Data Seismik Lapangan Mentari (Skripsi), Prodi Geofisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Bancroft, John C., 1997, A Practical Understanding of Pre- and Post Stack Migrations, Volume 1 (Poststack), Course Notes Series, No. 7, Society of Exploration Geophysicists, Tulsa.
Chun, J. dan Jacewitz, C.A., 1981, Fundamental of Frequency Domain Migration, Geophysics, 5, 717-733.
Fagin, S., 1999, Model-Based Depth Imaging, Course Notes Series, No. 10, Society of Exploration Geophysicists, Tulsa.
Furniss, A., 1999, Velocity Modelling for Depth Conversion and Depth Imaging, 24th HAGI Annual Meeting Pre-Course, Surabaya.
Juwita, S., 2001, Penerapan Metode Prestack Depth Migration Pada Data Multiline 2-D Di Lapangan Elang South (Skripsi), Prodi Geofisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian region, USGS Professional Paper, 1078, 345 p.
Marisa, P., 2008, Analisis Model Kecepatan Pada Migrasi Sebelum Stack Untuk Mencitrakan Struktur Bawah Permukaan Pada Lintasan "ELORA" Cekungan Banggai-Sulawesi Tengah (Skripsi), Jurusan Fisika, UGM, Yogyakarta.
Minarti, 2010, Studi Pencitraan Bawah Permukaan Bumi Menggunakan Metode Pre-Stack Depth Migration (PSDM), (Skripsi) Prodi Geofisika Universitas Hasanuddin, Makasar.
Palaez, K.P., Balesteros, M.D., Mercado, H.A., Escobar, C.P., Garnica, T.s., Carrillo, Z.C., 2006, Calculation of Phase and Group Angles, Slowness Surface and Ray Tracing in TI Media, CT & F, Vol. 3, No. 2, Columbia.
Paradigm Geophysical, 2007, GeoDepth EPOS3TE Tutorial Help, Paradigm Geophysical Co., Houston.
Satyana, A.H., 2005, Petroleum Geology Of Indonesia: Current Concepts, Pre-Convention Course, Indonesian Association of Geologists 34st, Annual Convention, Surabaya 28 –30 November 2005.
Satyana, A.H, Purwaningsih, Margaretha E.M., 2003, Geochemistry Of The East Java Basin: New Observations On Oil Grouping, Genetic Gas Types And Trends Of Hydrocarbon Habitats, Proceedings Indonesian Petroleum Association, Twenty-Ninth Annual Convention & Exhibition, October 2003.
Schneider, W.A., 1978, Integral Formulation for Migration in Two Dimention and Three Dimention, Geophysics, V.41, Society of Exploration Geophysicists, Tulsa.
Sheriff, R.E., and Geldart, L.P., 1995, Exploration Seismology, Cambridge University Press, Cambridge.
Sirait, Oktavianus, 2007. Penerapan Filter FK Pada Data Seismik 2D di Daerah Jawa Timur Bagian Utara (Skripsi), Jurusan Fisika Unila, Bandar Lampung.
Triarto, Y.R., 2007, Analisis Velocity Model Building pada PSDM untuk Penggambaran Struktur Bawah Permukaan Daerah ‘X’ (Skripsi), Jurusan Fisika UNDIP, Semarang.
Yilmaz, O., 1987, Seismic Data Processing, Society of Exploration Geophysicists, Tulsa.