• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA

Oleh

NIA HANDAYANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAN PADA MATERI LARUTAN NON-ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA

Oleh

NIA HANDAYANI

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran POE pada materi larutan non-elektrolit danelektrolit dalam meningkatkan kete-rampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Negerikaton. Penelitian ini menggunakan metode Pre-eksperimental dengan One-group pretest-poss-test design.. Data penelitian adalah keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa. Analisis data menggunakan persentase ketuntasan belajar (KKM) dan n-Gain.

(3)

Nia Handayani

(4)
(5)
(6)
(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ……… 7

B. Pembelajaran Konstruktivisme……… 7

C. Model Pembelajaran Predict-Observe Explan...………..

10

D. Keterampilan Proses Sains………..

15

E. Keterampilan Memprediksi ... 18

F. Penguasaan Konsep ………..………..

19

G. Kerangka Pemikiran………...

20

H. Anggapan Dasar………... 22

I. Hipotesis Penelitian………... 22

(8)

vii

B Jenis dan Sumber Data ... 23

C Desain dan Metode Penelitian ... 23

D. Variabel Penelitian ... 24

E . Instrumen Penelitian ... 24

F . Validitas Instrumen ... 25

G. Prosedur Penelitian ... 25

H. Teknik Analisis Data ... 27

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 29

B. Pembahasan ... 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus ... 45

2. RPP ... 49

3. Lembar Kerja Siswa ... 72

4. Kisi-kisi Soal ... 93

5. Soal Pretest dan Posstest ... 99

6. Rubrik Penilaian Postest dan Pretest ... 106

7. Lembar Penilaian Aspek Afektif ... 124

(9)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu IPA yang mempelajari tentang gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur, serta energi yang me-nyertai perubahan materi, sehingga ilmu kimia bukan hanya penguasaan kum-pulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses. Proses tersebut berupa suatu keteram-pilan yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsip-nya telah ada dalam diri siswa. Keterampilan-keterampilan dasar tersebut dalam IPA disebut dengan keterampilan proses sains.

(10)

2

kehidupannya sehari-hari. Salah satu keterampilan proses sains yang penting untuk dilatihkan adalah keterampilan memprediksi. Karena pada materi kimia terdapat materi-materi yang menuntut keterampilan memprediksi siswa, seperti pada materi elektrolit dan non elektrolit, siswa diharapkan mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di kelas X SMA Negeri 1 Negeri Katon, diperoleh informasi bahwa KKM mata pelajaran kimia yaitu sebesar 70, pembelajaran kimia yang digunakan adalah pembelajaran konvensional dimana pembelajaran sangat didominasi dengan ceramah, diskusi dan tanya jawab. Pada proses pembelajaran, guru menyampaikan materi terlebih dahulu dan sesekali melontarkan pertanyaan kepada siswa. Guru meminta siswa untuk mendengarkan dan mencatat materi yang dijelaskan oleh guru, siswa kurang dilibatkan dalam menemukan konsep sehingga pembelajaran menjadi monoton. Akibatnya muncul kejenuhan siswa dalam belajar, sehingga rata-rata penguasaan konsep siswa rendah.

(11)

3

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa SMA kelas X semester genap pada pembelajaran kimia adalah mengidentifikasi sifat larutan non-elektrolit dan non-elektrolit berdasarkan data hasil percobaan. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi hal tersebut dan mampu

menciptakan keterampilan proses sains siswa saat proses penemuan konsep adalah dengan menggunakan model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explant).

Model pembelajaran Predict-Observe-Explant (POE) merupakan model

pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui serangkaian tahap (fase pembelajaran) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi. Fase-fase pembelajaran tersebut meliputi: (1) fase prediction (prediksi), yang di mulai dengan penyajian persoalan kimia dimana siswa diajak untuk menduga kemungkinan yang terjadi, dalam membuat dugaan siswa sudah memikirkan alasan mengapa ia membuat dugaan seperti itu, sehingga dalam tahap ini siswa dapat meningkatkan keterampilan memprediski yang merupakan bagian dari keterampilan proses sains, dilanjutkan dengan ; (2) fase observation (observasi), dengan melakukan pengamatan

langsung terhadap persoalan kimia. Dengan kata lain siswa diajak untuk

melakukan percobaan untuk menguji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan, sehingga dalam tahap ini siswa mendapatkan fakta dengan memberikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dan kemudian ; (3) fase explanation (eksplanasi) di buktikan dengan melakukan percobaan untuk dapat menemukan kebenaran atau fakta dari dugaan awal dalam bentuk

(12)

4

Beberapa peneliti telah menunjukkan keefektifan model POE untuk meningkatkan hasil belajar yaitu penelitian Apriliantika (2012), yang dilakukan pada siswa SMA Paramata 1 Seputih Banyak kelas X, menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explant) dapat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan siswa pada pokok bahasan reaksi oksidasi reduksi. Selain itu, hasil penelitian Nurhayati (2011), yang dilakukan pada siswa kelas VIII, menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran POE mampu meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa pada konsep disfusi dan osmosis.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explant) Pada Materi Larutan Non-elektrolit dan Elektrolit Dalam Meningkatkan

Keterampilan Memprediksi dan Penguasaan Konsep Siswa.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah model pembelajaran POEpada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi ? 2. Apakah model pembelajaran POEpada materi larutan non-elektrolit dan

(13)

5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran POE dalam meningkatkan

keterampilan memprediksi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit. 2. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran POEdalam meningkatkan

penguasaan konsep siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Siswa:

Melalui penerapan model pembelajaran POEdiharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan aktivitas siswa terutama dalam keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa sehingga dapat mempermudah siswa untuk memahami materi pelajaran terutama pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit.

2. Guru dan calon Guru:

Menambah wawasan guru dan calon guru kimia khususnya dalam

menggunakan model pembelajaran POEbaik pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama. 3. Sekolah

(14)

6

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Efektivitas model pembelajaran POE diukur berdasarkan n-Gain dengan kriteria sedang, dan ketuntasan belajar (75 % jumlah siswa mencapai nilai ≥ 70).

2. Model pembelajaran POEadalah salah satu model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang terdiri dari 3 fase yaitu (1) Fase prediksi (prediction) ; (2) Fase observasi (observation) ; (3) Fase penjelasan (explanation).

3. Indikator keterampilan proses sains yang diamati dalam penelitian ini adalah keterampilan memprediksi meliputi keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.

(15)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan ting-kat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran diting-katakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa me-nunjukan perbedaan gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008) yang menyatakan bahwa pembel-ajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai ≥ 60 dalam peningkatan hasil belajar (kognitif) dan pem-belajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar (kognitif) siswa apabila hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembelajaran (n-Gain yang signifikan).

B. Pembelajaran Konstruktivisme

(16)

8

psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.

Menurut Slavin dalam Trianto (2010) mengemukakan :

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang menge- tahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997).

Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut: 1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa

yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,

1. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pe-ngembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,

(17)

9

3. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Menurut Sagala (2010) Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasil-nya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih me-nekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang me-lalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Teori belajar yang berlan-daskan kontruktivisme adalah teori belajar menurut Piaget. Menurut Piaget dalam Baharuddin dan Wahyuni (2010)

(18)

10

Dalam kaitanya dengan pandangan kontruktivisme Suparno (1997) menyatakan bahwa secara garis besar prinsip dasar kontruktivisme adalah

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.

2. Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar.

3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi

perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.

4. Guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Teori Piaget dan pandangan kontruktivisme erat kaitanya dengan model pembel-ajaran POE, karena siswa secara aktif mengkontruksi pemahamanya baik secara sendiri maupun secara sosial, bukan sebagai proses dimana gagasan guru dipin-dahkan kepada siswa.

Berdasarkan teori konstruktivistik di atas belajar merupakan pengalaman nyata yang dialami oleh subjek belajar, sehingga subjek belajar harus aktif untuk me-nemukan pengetahuannya sendiri dan dituntut untuk bisa memaknai apa yang telah mereka temukan.

C. Model Pembelajaran POE

(19)

11

White dan Gustone (1992) memperkenalkan Predict-Obiserve-Explan dalam bukunya Probing Understanding (Mabout: 2006). Model pembelajaran POE dinyatakan sebagai model pembelajaran yang efisien untuk memperoleh dan meningkatkan konsepsi sains siswa, serta menimbulkan ide atau gagasan siswa dan melakukan diskusi dari ide mereka. Prosedur POEadalah meliputi prediksi siswa dari hasil demonstrasi, mendiskusikan alasan dari prediksi yang mereka be-rikan dari hasil demonstrasi, dan terakhir menjelaskan hasil prediksi dari peng-amatan mereka.

Model pembelajaran ini mensyaratkan prediksi siswa atas prediksinya, lalu siswa melakukan eksperimen untuk mencari tahu kecocokan prediksinya, dan akhirnya siswa menjelaskan kecocokan atau ketidakcocokan antara hasil pengamatan dan prediksinya. POEdapat membantu siswa mengexplorasi dan meneguhkan gaga-sannya, khususnya pada tahap prediksi dan memberi alasan. Tahap observasi dapat memberikan situasi konflik pada siswa berkenaan dengan prediksi awalnya, tahap ini memungkinkan terjadinya rekontruksi dan revisi gagasan awal.

Model Pembelajaran POEadalah singkatan dari predict, observe, dan explan (Suparno, 2007). Model pembelajaran POE memilki 3 (tiga) langkah utama yang dimulai dengan guru menyajikan peristiwa sains kepada siswa dan diakhiri dengan menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Adapun ketiga langkah yaitu :

(20)

12

siswa diberi kebebasan seluas-luasanya menyusun dugaan dengan alasannya, sebaiknya guru tidak membatasi pemikiran siswa sehingga banyak gagasan dan konsep kimia muncul dari pikiran siswa. Semakin banyaknya muncul dugaan dari siswa, guru akan dapat mengerti bagaimana konsep dan pemikiran kimia siswa tentang persoalan yang diajukan. Pada proses prediksi ini guru juga dapat mengerti miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada diri siswa. Hal ini penting bagi guru dalam membantu siswa untuk membangun konsep yang benar.

b. Observation (observasi) yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang ter-jadi. Dengan kata lain siswa diajak untuk melakukan percobaan, untuk meng-uji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan. Pada tahap ini siswa membuat eksperimen, untuk menguji prediksi yang mereka ungkapkan. Siswa meng-amati apa yang terjadi, yang terpenting dalam langkah ini adalah konfirmasi atas prediksi mereka.

(21)

13

Model Pembelajaran POE menurut Nurjanah (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran POE memilki 3 (tiga) langkah secara terinci, yang dimulai dengan guru menyajikan peristiwa sains kepada siswa dan diakhiri dengan menghadapkan semua ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi. Adapun ketiga langkah model pembelajaran POEsecara terinci sebagai berikut:

a. Langkah ke 1 : Membuat prediksi atau dugaan (P)

1. Guru menyajikan suatu permasalahan atau persoalan kimia.

2. Siswa diminta untuk membuat dugaan (prediksi). Dalam membuat dugaan siswa di minta untuk berfikir tentang alasan mengapa ia membuat dugaan seperti itu.

b. Langkah ke 2 : Melakukan observasi (O)

1. Siswa diajak oleh guru melakukan pengamatan langsung yang berkaitan dengan permasalahan kimia yang disajikan di awal.

2. Siswa di minta mengamati apa yang terjadi.

3. Siswa menguji dugaan yang dibuat oleh siswa, bisa benar dan bisa salah. c. Langkah ke 3 : Menjelaskan (E)

1. Bila dugaan siswa ternyata terjadi dalam pengamatan siswa secara langsung, guru dapat merangkum dan memberi penjelasan untuk menguatkan hasil eksperimen yang dilakukan.

2. Bila dugaan siswa tidak terjadi dalam pengamatan langsung yang di lakukan siswa, maka guru membantu siswa mencari penjelasan mengapa dugaannnya tidak benar.

(22)

14

Oleh karena itu guru harus memahami karakter peserta didik sehingga materi IPA akan dapat tersampaikan secara optimal. Maka orientasi guru dalam mengajar tidak hanya sebatas menyelesaikan materi ajar saja tetapi juga tetap memperhati- kan paham atau tidaknya siswa terhadap bahan ajar tersebut. Menurut Hakim (2012) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam model pembelajaran POE adalah sebagai berikut:

1. Masalah yang diajukan sebaiknya masalah yang memungkinkan terjadi konflik kognitif dan memicu rasa ingin tahu.

2. Prediksi harus disertai alasan yang rasional. Prediksi bukan sekedar menebak.

3. Demonstrasi harus bisa diamati dengan jelas, dan dapat memberi jawaban atas masalah.

4. Siswa dilibatkan dalam proses eksplanasi.

Menurut Nurjanah (2009), model pembelajaran POE memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :

a. Kelebihan model pembelajaran POE

1. Merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khusunya dalam mengajukan prediksi.

2. Dengan melakukan eksperimen dalam prediksinya dapat mengurangi verbalisme.

3. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, karena peserta didik tidak hanya mendengarkan tetapi mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen.

4. Dengan mengamati secara langsung peserta didik akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara dugaanya dengan hasil pengamatanya. Dengan demikian peserta didik akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.

b. Kelemahan model pembelajaran POE

1. Memerlukan persiapan yang lebih matang, terutama berkaitan penyajian persoalan kimia dan kegiatan eksperimen yang akan dilakukan yang akan dilakukan untuk membuktikan prediksi yang di-ajuka peserta didik.

(23)

15

3. Untuk kegiatan eksperimen memerlukan kemampuan dan keterampil-an yketerampil-ang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih pro-fesional.

4. Memerlukan kemampuan dan motivasi guru yang bagus untuk keber-hasilan dan proses pembelajaran peserta didik.

D. Keterampilan Proses Sains

Menurut Hariwibowo, dkk. (2009):

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan kete-rampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia se-utuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar meng-ajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta kete-rampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.

Hartono dalam Fitriani (2009) mengemukakan bahwa:

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

(24)

16

a) Memberikan motivasi belajar kepada siswa karena dalam keterampilan proses ini siswa dipacu untuk senantiasa berpartisipasi secara aktif dalam belajar.

b) Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa karena hakikatnya siswa sendirilah yang mencari fakta dan me-nemukan konsep tersebut

c) Untuk mengembangkan pengetahuan teori dengan kenyataan hidup di-masyarakat sehingga antara teori dengan kenyataan hidup akan serasi. d) Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di

dalam masyarakat sebab siswa telah dilatih untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah

e) Mengembangkan sikap percaya diri, bertanggung jawab dan rasa kesetia-kawanan sosial dalam menghadapi berbagai problem kehidupan.

Keterampilan proses sains terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama lain yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam me-mahami masing-masing keterampilan tersebut. Funk dalam Dimyati, dkk (2002) mengutarakan bahwa berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integarted skill) antara lain:

1. Keterampilan proses dasar terdiri atas enam keterampilan yakni menga-mati, mengklasifikasikan, memprediksi, mengukur, mengkomunikasikan dan menyimpulkan.

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar Keterampilan Dasar Indikator

Mengamati Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil

pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

(25)

17

Lanjutan Tabel 1

Keterampilan Dasar Indikator

Mengukur Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain. Mengkomunikasikan memberikan/menggambarkan data empiris hasil

percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram, men-diskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Menyimpulkan Mampu menjelaskan hasil pengamatan, me-nyimpulkan dari fakta yang terbatas.

2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, menyusun hipotesis, mendefenisikan variabel, merancang penelitian dan melakukan eksperimen.

Semiawan (1992) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu :

1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa

2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret

3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif

4. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

(26)

18

memprediksikan masalah-masalah yang muncul pada materi tersebut berdasarkan fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

E. Keterampilan Memprediksi

Berdasarkan materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu non-elektrolit dan elektrolit, keterampilan proses sains (KPS) yang diukur yaitu keterampilan memprediksi. Dimana siswa diharapkan dapat lebih mudah dalam memprediksi masalah-masalah yang ada pada materi tersebut dan dalam kehidupan sehari-hari dan pendapat-pendapat yang perlu disampaikan. Keterampilan memprediksi merupakan suatu keterampilan membuat/ mengajukan perkiraan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatan untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya maka siswa telah mempunyai keterampilan proses

memprediksi.

(27)

19

F. Penguasaan Konsep

Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berfikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan ba-nyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik se-hingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung kon-sep tersebut.

Penguasaan konsep dasar yang baik akan membantu dalam pembentukan konsep-konsep yang lebih kompleks untuk menemukan suatu prinsip. Dengan memiliki penguasaan konsep, seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pikiran dalam memecahkan suatu permasalahan tertentu.

Hal tersebut didukung oleh pendapat Sagala (2007):

Penguasaan konsep adalah buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip hukum dari suatu teori, konsep tersebut diperoleh dari fakta, peristiwa, dan pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak.

Siswa dapat memecahkan masalah dan memudahkan siswa untuk dapat mempela-jari konsep-konsep yang lain dengan adanya penguasaan konsep materi sebelum-nya, sehingga hasil belajar dapat optimal. Menurut Bloom dalam Arikunto (2006) terhadap kemampuan seseorang menguasai suatu materi pelajaran diurutkan dari tingkat terendah hingga yang tertinggi yaitu:

(28)

20

2) Pemahaman (comprehension)

3) Penerapan atau aplikasi (application) 4) Analisis (analysis)

5) Sintetis (syntesis) 6) Evaluasi (evaluation).

Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini di dukung oleh Djamarah dan Zain (2000) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah ber-akhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipenga-ruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas. Dalam belajar dituntut juga adanya suatu aktivitas yang harus dila-kukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran.

G. Kerangka Pemikiran

(29)

21

menunjukan suatu fakta-fakta yang terjadi dikehidupan sehari-hari, kemudian siswa diminta untuk memperkirakan fakta lain. Dalam kegiatan ini siswa

diharapkan dapat mengembangkan keterampilan memprediksi dengan membuat/ mengajukan dugaan tentang segala hal yang akan terjadi berdasarkan pola atau kecenderungan yang sudah ada dengan cara membuka memorinya yang

berhubungan dengan fenomena yang akan dipredikskan untuk mencari informasi yang berhubungan dengan fenomena yang akan diprediksikan. Pada tahap observasi siswa akan melakukan kegiatan mengamati fenomena atau percobaan yang terjadi sehingga siswa dapat menggunakan segenap panca indera untuk memperoleh informasi atau data mengenai fakta yang terjadi. Pada tahap explain atau menjelaskan. Menjelaskan merupakan kegiatan dimana guru meminta siswa untuk memaparkan hasil pengamatan mereka serta menjelaskannya. Berdasarkan keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan maka penguasaan konsep siswa dapat menigkat .

(30)

22

H. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa kelas X1 semester genap SMA N 1 Negeri Katon tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi objek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan

memprediksi dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit siswa kelas X semester genap SMA N 1 Negeri Katon tahun pelajaran 2012/2013 pada kelas X1 diabaikan.

3. Perbedaan skor pretest dan posttest pada keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit semata-mata terjadi karena adanya perlakuan yang diberikan dalam proses pembelajaran.

I. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Negeri Katon tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 32 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran

diterapkan (posttest) kepada siswa. Dan sumber data adalah siswa kelas X1.

C. Desain dan Metode Penelitian

(32)

24

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 2. Desain penelitian

Pretes Perlakuan Postes

O1 X O2

(Sugiyono, 2011)

Dengan keterangan O1 adalah nilai pretes sebelum diberikan perlakuan, O2 adalah nilai postes setelah diberikan perlakuan. X adalah perlakuan yang berupa

pembelajaran POE.

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran POE. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa kelas X1 SMA Negeri 1 Negeri Katon.

E. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah :

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

b. LKS kimia yang menggunakan model POE sejumlah 3 LKS.

(33)

25

F. Validitas Instrumen

Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Pengujian kevalidan isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk memvalidkannya.

G. Prosedur Penelitian

1. Tahap prapenelitian

a. Membuat surat izin pendahuluan penelitian.

b. Meminta izin kepada wakil kepala kurikulum sekolah SMA N 1 Negeri Katon dan menyampaikan surat izin penelitian yang telah dibuat.

c. Mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, jadwal dan sarana prasarana di sekolah. d. Menentukan kelas yang akan dijadikan subyek penelitian yaitu kelas X1. e. Membuat instrumen penelitian yaitu menyusun Silabus dan Rencana

(34)

26

Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explant), membuat soal pretest dan posttest.

f. Validasi instrumen.

2. Tahap penelitian a. Melakukan pretest.

b. Melaksanakan pembelajaran pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit sesuai dengan model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explant).

c. Melakukan posttest.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan dibawah ini :

Gambar 1. Alur Peneliti. Observasi Validasi

instrumen Pretest

Pembelajaran POE

Posttest

(35)

27

H.Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

1. Nilai Akhir

Nilai akhir pretest atau postest dituliskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung n-Gain.

2. Gain ternormalisasi

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran model POE dalam meningkatkan kete-rampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa, maka dilakukan analisis nilai gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretest dan posstest. Rumus n-Gain adalah sebagai berikut :

(36)

28

Hasil perhitungan n-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake seperti terdapat pada tabel berikut :

Tabel 3. Klasifikasi gain ( g )

Besarnya g Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

(37)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian dan Analisis Data

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai pretest dan

posstest keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa. Data tersebut

selanjutnya digunakan untuk menghitung n-Gain masing-masing siswa (perhitungan

terdapat dalam Lampiran 8). Adapun data n-Gain keterampilan memprediksi masing-masing siswa ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perolehan rata-rata nilai pretest, nilai posstest dan n-Gain keterampilan

memprediksi siswa.

Keterampilan Memprediksi

Rata-rata Pretest Posstest n-Gain

12.03 77.50 0.70

Berikut ini data mengenai n-Gain penguasaan konsep siswa ditunjukkan pada Tabel5

Tabel 5. Perolehan rata-rata nilai pretest, nilai posstest dan n-Gain penguasaan

konsep siswa.

Penguasaan Konsep Siswa

Rata-rata Pretest Posstest n-Gain

(38)

30

Untuk memudahkan dalam melihat perbedaan nilai pretest dan nilai posstest

keterampilan memprediksidisajikan pada gambar 2, sedangkan perbedaan nilai

pretest dan posstest penguasaan konsepdisajikan pada gambar 3.

Gambar 2. Diagram rerata perolehan nilai pretest dan nilai posstest keterampilan

memprediksi siswa.

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa nilai posstest keterampilan memprediksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata nilai pretest. Nilai keterampilan

memprediksi selanjutnya digunakan untuk mendapatkan n-Gain, yaitu rata-rata n-Gain keterampilan memprediksi adalah 0,7. Berdasarkan klasifikasi Hake dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan

(39)

31

Gambar 3. Diagram rerata perolehan nilai pretest dan nilai posstest penguasaan

konsep siswa.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai posstest penguasaan konsep lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata nilai pretest. Nilai penguasaan konsep selanjutnya digunakan untuk mendapatkan n-gain, yaitu rata-rata n-Gain penguasaan konsep adalah 0,6. Berdasarkan klasifikasi Hake dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit dengan kriteria sedang.

Kriteria keefektifan ketuntasan belajar, hasil belajar, dapat dikatakan tuntas apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai =60 (Wicaksono, 2008). KKM yang ditetapkan untuk kelas subjek penelitian ≥ 70, persentase

perolehan nilai posstest keterampilan memprediksi yang mendapat nilai ≥ 70 adalah sebesar 93,75% sedangkan persentase perolehan nilai posstest penguasaan konsep

(40)

32

persentase ketuntasan keterampilan memprediksi lebih besar dibandingkan pada penguasaan konsep siswa.

Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan

model POE pada materi pokok larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam

meningkatkan keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa SMA N 1

Negeri Katon.

B.Pembahasan

(41)

33

Tahapan pada pembelajaran POEmemberikan kemudahan bagi siswa untuk ber-kembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya. Dalam proses pembelajaran, siswa diberikan LKS berbasis POE, sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya dengan dibimbing oleh guru yang berperan sebagai fasilitator. Berikut ini karakteristik proses pembelajaran materi larutan non-elektrolit dan elektrolit menggunakan model POE yang dilakukan dalam tiap fase atau tahapan yaitu:

Tahap predict (prediksi). Pada tahap ini, siswa diminta untuk memprediksikan “apa yang terjadi jika kita menguji air aki (H2SO4) pada alat uji daya hantar listrik apakah

dapat menyalakan lampu?”. Pada awalnya banyak siswa yang terdiam, tidak bisa

menjawab pertanyaan prediksi dari guru, karena bagi siswa keadaan ini merupakan pengalaman pertama yang mereka alami dengan model pembelajaran yang baru. Siswa bingung, karena yang mereka tahu air aki digunakan pada kendaraan dan jika kendaraan kehabisan air aki maka kendaraan tersebut tidak akan bisa hidup.

(42)

34

Pada pertemuan berikutnya, pada tahap ini siswa diberikan tiga gambar yang berbeda dimana gambar tersebut merupakan gambar 3 larutan yang berbeda yaitu 1 larutan merupakan contoh larutan non-elektrolit dan 2 contoh larutan elektrolit. Kemudian siswa diminta untuk memprediksikan mengapa pada larutan elektrolit dapat

menghantarkan arus listrik sedangkan pada larutan non-elektrolit tidak dapat menghantarkan arus listrik? Prediksi siswa yang muncul adalah jika dilihat dari ketiga gambar tersebut larutan yang bersifat elektrolit terionisasi sedangkan pada nonelektrolit tidak terionisasi. Walaupun jawaban alasan siswa kurang tepat, tetapi siswa sudah mulai berani dalam mengemukakan pendapat dan kondisi kelas mengalami sedikit kesulitan karena aa beberapa siswa yang ribut, olah karena itu guru berupaya membuat kelas menjadi kondusif supaya siswa dapat berkonsentrasi dalam membuat prediksi.

(43)

35

Hal-hal tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam membuat dugaan dan menjelaskan dugaan yang meraka buat pada materi larutan non-elektrolit dan non-elektrolit, sehingga mampu membangkitkan rasa ingin tahu dalam diri siswa dan memberi kesempatan bagi siswa untuk memanfaatkan panca indera semaksimal mungkin dan sehingga dapat meningkatkan kemampuan memprediksi siswa.

Kegiatan observe (mengamati). Pada tahap ini, siswa diarahkan untuk melakukan percobaan mengenai larutan yang bersifat elektrolit dan larutan yang bersifat non elektrolit dan larutan yang tergolong elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit, untuk mengetahui bagaimana cara membuktikannya, maka siswa

menggunakan indera (penglihatan) untuk mengamati gejala-gejala yang terjadi pada percobaan tersebut. Pada tahap ini siswa mengalami kesulitan dalam percobaan, karena paercobaan dilakukan dalam kelompok. Setiap kelompok antusias dalam melakukan percobaan sehingga kondisi kelas menjadi tidak kondusuf.

(44)

36

kemudian menentukan jenis ikatan pada masing-masing larutan berdasarkan pengamatan sebelumnya.

Pada tahap observe ini seharusnya dengan mengunakan panca inderanya siswa mampu mengamati setiap perubahan yang terjadi pada percobaan, serta siswa akan memperoleh data-data yang akan menghubungkan apakah prediksi yang mereka buat sesuai atau tidak. Pada kenyataanya dalam pembelajaran dikelas pada pertemuan pertama tahap observe ini suasana kelas menjadi tidak kondusif karena siswa antusias dalam melakukan percobaan dan ada kelompok yang ribut. Sehingga guru harus lebih berupaya keras mengarahkan siswa dalam tahap observe ini namun masalah ini dapat diatasi guru dengan cara membimbing dan mengkondisikan siswa agar melakukan pengamatan lebih aktif.

Kegiatan explain (menjelaskan). Pada tahap ini, siswa diminta untuk berdiskusi serta mencari jawaban dari pertanyaan yang terdapat pada LKS 1 berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dan tabel hasil pengamatan yang telah ada. Guru

(45)

37

bergurau, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjawab per-tanyaan-pertanyaan pada LKS. Hal tersebut diatasi guru dengan berjalan berkeliling kelompok memantau jalannya diskusi. Selain itu, pada tahap ini setiap kelompok ditunjuk oleh guru secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Awalnya tidak ada kelompok yang bersedia mempresentasikan hasil diskusinya karena takut salah, namun setelah diberi pengarahan bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses belajar, akhirnya ada perwakilan kelompok yang mempersentasikan hasil diskusi mereka. Selanjutnya, dari data-data yang ada siswa diajak untuk menyim-pulkan larutan elektrolit dan nonelektrolit berdasarkan gejala-gejala yang di-timbulkan.

Pada pertemuan berikutnya siswa diarahkan untuk pertanyaan-pertanyaan yang ter-tera di LKS 2. Kemudian guru mengarahkan siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya siswa diarahkan untuk menemukan konsep menentukan perbedaan sifat larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah dan non elektrolit dalam menghantarkan arus listrik. Pada pertemuan ini siswa sudah mulai terlihat aktif dalam berdiskusi serta dalam menggemukakan pendapatnya. Selanjutnya, siswa diminta untuk menuliskan reaksi ionisasi pada masing-masing larutan. Kemudian siswa diminta untuk

(46)

38

Pada tahap ini sudah ada beberapa siswa yang bersedia tanpa harus ditunjuk untuk membacakan kesimpulannya.

Pada pertemuan berikutnya setelah siswa diajak untuk mengisi tabel jenis ikatan larutan elektrolit dan nonelektrolit. Siswa diminta untuk mengisi

pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS tersebut. Selain itu, siswa juga diminta untuk berdiskusi mengenai pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS untuk menemukan konsep jenis ikatan yang dimiliki larutan elektrolit dan nonelektrolit. Pada pertemuan ini siswa sudah aktif berdiskusi. Selanjutnya siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, hampir semua kelompok ingin mempresentasikan hasil

diskusinya. Berdasarkan data-data yang ada siswa diajak untuk menyimpulkan jenis ikatan larutan elektrolit dan non-elektrolit berasal dari senyawa apa saja. Pada tahap ini semakin banyak siswa yang bersedia tanpa harus ditunjuk untuk membacakan kesimpulanya.

Berdasarkan kegiatan pada tahap-tahap diatas, terlihat jelas bahwa dengan pem- belajaran POE tanpa disadari siswa telah diupayakan untuk mengalami proses sains selama proses pembelajaran. Arahan yang diberikan untuk meprediksikan masalah yang ada merupakan salah satu indikator dalam keterampilan proses sains, yaitu keterampilan memprediksi. Artinya, secara tidak langsung siswa telah mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada. Selain itu, banyaknya siswa yang semula pengguasaan

(47)

39

Dalam setiap pertemuan semakin banyak kelompok yang antusias dalam pem-belajaran . Keadaan ini terbukti mampu menggali kemampuan siswa. Seperti pada kelompok 5, siswa pada kelompok 5 yang pada awal pertemuan kurang aktif dan kurang antusias mengikuti pembelajaran karena hanya mengobrol dengan teman sekelompoknya, dan kurang aktif pada saat pembelajaran berlangsung tetapi pada pertemuan berikutnya menjadi aktif dan antusias.

Fakta di atas jelas akan memberikan pencapaian yang berbeda. Hal tersebut terbukti dengan lebih tingginya pencapaian hasil posttest setelah proses pembelajaran

dibandingkan dengan hasil prettest sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model POE. Selain itu juga dikarenakan model pembelajaran POE memiliki beberapa kelebihan yang dijelaskan Nurjanah (2009) yaitu :

1. Merangsang peserta didik untuk lebih kreatif khusunya dalam mengajukan prediksi.

2. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik, karena peserta didik tidak hanya mendengarkan tetapi mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen. 3. Dengan mengamati secara langsung peserta didik akan memiliki kesempatan

untuk membandingkan antara dugaanya dengan hasil pengamatanya. Dengan demikian peserta didik akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.

Kendala yang dihadapi

Meskipun seperti yang telah diuraikan bahwa banyak perkembangan yang didapatkan siswa dengan pembelajaran melalui POE tidak berarti pembelajaran ini tanpa

(48)

40

mengakibatkan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran POE kurang efisien.

(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Persentase ketuntasan belajar (KKM) yang ditetapkan menujukkan bahwa model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa.

2. Model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan keterampilan

memprediksi siswa dalam kategori sedang pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

3. Model pembelajaran POE efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep

siswa dalam kategori sedang pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

(50)

42

efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi dan penguasaan konsep siswa.

2. Bagi calon peneliti lain yang juga tertarik untuk menerapkan pembelajaran POE, hendaknya lebih mengoptimalkan persiapan yang diperlukan pada tiap tahapan dalam model pembelajaran POE.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Apriliantika, P. 2012. Efektivitas Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) pada Materi Reaksi Oksidasi-Reduksi dalam Meningkatkan Keterampilan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan (Skripsi).FKIP Unila.

Bandar Lampung.

Arifin, M, dkk. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Bandung.

Baharuddin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Citrobroto, R.I. Suharti. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik-Teknik Berkomunikasi. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Dimyati, dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Laju Reaksi (PTK Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). Skripsi.FKIP UNILA. Bandar Lampung.

Hariwibowo, dkk. 2009. Makalah Pembelajaran-Proses:Pendekatan Keterampilan Proses. www.yahoo.com. CERPEN LUBIS GRAFURA. Lubis Grafura (Ed). http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/. 30 April 2012

Hakim, E.S. 2012. Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) [online] tersedia di http:// http://edisuriawanhakim.blogspot.com/2012/01/model-pembelajaran-poe-predict-obiserve.html[21 Februari 2012]

(52)

Nasution, N, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta. Nurhayati, H. 2012. Penerapan Strategi Pembelajaran POE (

Predict-Observe-Explain)Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Konsep Difusi Dan Osmosis Di Kelas VIII. Skripsi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Nurjanah, A. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Tekanan dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa MTS. Tesis. FPMIPA Universitas Pendidikan

Indonesia. Bandung.

Purba, M. 2006. Kimia Kelas X. Erlangga. Jakarta.

Rustaman, N , Soendjojo, dkk. 2005. Strategi Belajar Meengajar Biologi. Universitas Negeri Malang. Malang.

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Semiawan, C, dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana

Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. PT. Grasindo. Jakarta.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Susanto, P. 2002. Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme.

Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang. Malang Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bumi Aksara. Jakarta.

Gambar

Tabel 1.   Indikator keterampilan proses sains dasar
grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis
Tabel 2. Desain penelitian
Gambar  1. Alur Peneliti.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian asam humat dan interaksi antara asam humat dan pupuk P nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, indeks kehijauan

Kesimpulan : Adenomiosis umum terjadi pada usia reproduktif dan multiparitas dengan gejala utama massa pada abdomen dan hasil ultr asonografi yang terutama ditemukan adalah

Landasan politik Nefo Oldefo adalah pembagian kekuatan politik dunia yaitu Old Established Forces (Oldefo) dan New Emerging Force (Nefo). Indonesia sebagai negara yang anti

Tepung biji karet sebagai substitusi tepung kedelai dalam pakan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan tidak berpengaruh nyata terhadap survival rate (SR)..

Kasus penculikan bayi yang terjadi di rumah sakit dapat dikarenakan rendahnya perlindungan terhadap bayi yang merupakan pasien rumah sakit, selain itu kasus tersebut juga

Konstruksi Pada Proyek Sudetan Kali Ciliwung Ke Kanal Banjir Timur Setelah Diputuskan Amandemen III Tentang Perpanjangan Waktu Pelaksanaan Konstruksi ”..

menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro- aktif sebagai bagian dari solusi atas

Rasio REO yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien