• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL ANAK SEJUTA BINTANG KARYA AKMAL NASERY BASRAL DAN NOVEL SURAT DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KARAKTERISASI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL ANAK SEJUTA BINTANG KARYA AKMAL NASERY BASRAL DAN NOVEL SURAT DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KARAKTERISASI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL ANAK SEJUTA BINTANG KARYA AKMAL NASERY BASRAL DAN NOVEL SURAT DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA SERTA RELEVANSINYA

SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

Oleh

WIRA APRI PRATIWI

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan novel Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara, hubungan intertekstual antara kedua novel, serta relevansinya sebagai bahan ajar sastra di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang dan novel Surat Dahlan, hubungan intertekstual antara kedua novel, serta relevansinya sebagai bahan ajar sastra di SMA.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan novel Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara.

(2)
(3)

ABSTRACT

CHARACTERIZATION OF MAIN CHARACTER IN THE NOVEL OF ANAK SEJUTA BINTANG BY AKMAL NASERY AND SURAT DAHLAN

BY KHRISNA PABICHARA AND THEIR RELEVANCE AS LITERATURE TEACHING MATERIAL AT SENIOR HIGH SCHOOL

By

WIRA APRI PRATIWI

The problem in this study is how characterization of the main character in the novel of Anak Sejuta Bintang by Akmal Nasery Basral and Surat Dahlan by Krishna Pabichara, intertextual relations between these two novels, as well as their relevance as literature teaching materials in senior high school. This study aimed to describe the characterization of the main character in the novel of Anak Sejuta Bintang and Surat Dahlan, intertextual relations between these two novels, as well as their relevance as literature teaching materials in senior high school.

The method used is descriptive qualitative method. Sources of data in this study are novel of Anak Sejuta Bintang by Akmal Nasery Basral and Surat Dahlan by Khrisna Pabichara.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Wira Apri Pratiwi, dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 30 April 1987, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari Bapak Sahlan Wahab dan Ibu Nilawati.

Menjalani pendidikan di Sekolah Dasar 1 Banding Agung pada tahun 1993-1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Talang Padang pada tahun 1999-2002, Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2002-2005, S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2005-2009. Pada tahun 2012 tercatat sebagai mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

(10)

MOTO

Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban

Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman: 13)

(11)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, penulis mempersembahkan buah karya ini kepada:

1. kedua orang tua yang tulus mendoakan, mendidik, dan memotivasi penulis;

2. suamiku, Jafar Fakhrurozi, dan anakku, Ayyara Qisya Humaira, yang telah memberi motivasi dan inspirasi untuk segera menyelesaikan karya ini;

(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat terselesaikan.

Tesis ini berjudul ”Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral dan Novel Surat Dahlan Karya Khrisna Pabichara serta Relevansinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA” adalah salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada program Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Sugeng Hariyanto, M.S., selaku rektor Universitas Lampung;

2. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku direktur Pascasarjana Universitas Lampung; 4. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan

(13)

5. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku ketua Program Studi Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan penguji utama pada ujian koprehensif;

6. Dr. Munaris, M.Pd., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

7. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku pembahas pada seminar proposal dan hasil yang telah memberikan nasihat, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini; 8. bapak dan ibu dosen Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Univesitas Lampung;

9. orang tuaku tercinta (Sahlan Wahab dan Nilawati) yang tak kenal lelah mendoakan, mendidik, dan memotivasi penulis;

10. suami (Jafar Fakhrurozi) dan anakku (Ayyara Qisya Humaira) tercinta yang senantiasa mendukung dan memotivasi penulis;

11. adik-adikku, Gina Anggraini, Afiftin Sanni, dan Tia Okta Vella;

12. rekan mahasiswa program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis;

13. semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

(14)

Bandarlampung, Juli 2014 Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN ... vii

HALAMAN PENGESAHAN ... viii

LEMBAR PERNYATAAN ... ix

RIWAYAT HIDUP ... x

MOTO... xi

PERSEMBAHAN... xii

SANWACANA ... xiii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... Xix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1Novel ... 9

2.1.1 Pengertian Novel ... 9

2.1.2 Unsur Novel ... 11

2.2Tokoh dalam Karya Sastra ... 15

2.3Metode Karakterisasi Karya Fiksi ... 16

2.3.1 Metode Langsung ... 17

2.3.2 Metode Tidak Langsung ... 19

2.4Pendekatan Intertekstual ... 23

2.5Pemilihan Bahan Ajar Bahasa dan Sastra Indonesia ... 27

2.5.1 Pemilihan Bahan Ajar Sastra Ditinjau dari Aspek Kurikulum ... 27

2.5.2 Pemilihan Bahan Ajar Sastra Ditinjau dari Aspek Kesastraan ... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1Metode ... 33

3.2Sumber Data ... 33

3.3Teknik Pengumpulan Data... 34

(16)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.2 Pembahasan ... 41

4.2.1 Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral... 41

4.2.1.1 Metode Langsung (Telling)... 41

4.2.1.2 Metode Tidak Langsung (Showing)... 50

4.2.2 Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Surat Dahlan Karya Khrisna Pabichara ... 98

4.2.2.1 Metode Langsung (Telling)... 98

4.2.2.2 Metode Tidak Langsung (Showing)... 117

4.2.3 Hubungan Intertekstual antara Novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara. 142 4.2.4 Relevansi Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang dan Surat Dahlan sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA... 158

4.2.4.1 Relevansi Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang dan Surat Dahlan sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA Ditinjau dari Aspek Kurikulum ... 158

4.2.4.2 Relevansi Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang dan Surat Dahlan sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA Ditinjau dari Aspek Kesastraan ... 161

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 175

5.2 Saran ... 176

DAFTAR PUSTAKA ... 177

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Analisis Karakterisasi Tokoh Utama ... 35 Tabel 3.2 Pedoman Analisis Intertekstual Karakterisasi Tokoh Utama dalam

Novel Anak Sejuta Bintang dan Novel Surat Dahlan...... 36 Tabel 3.3 Pedoman Analisis Relevansi Karakterisasi Tokoh Utama dalam

Novel Anak Sejuta Bintang dan Novel Surat Dahlan sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA...

(18)

DAFTAR SINGKATAN

ASB : Anak Sejuta Bintang SD : Surat Dahlan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Sinopsis Novel ... 179

(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra menampilkan potret kehidupan manusia. Sastra lahir disebabkan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah manusia dan kemanusiaan, dan menaruh minat terhadap dunia realitas yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut bentuknya, karya sastra dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu puisi, prosa, dan drama. Salah satu jenis prosa yaitu novel. Novel adalah cerita fiktif yang panjang. Bukan hanya panjang dalam arti fisik, tetapi juga isinya. Novel terdiri dari satu cerita pokok, dijalin dengan beberapa cerita sampingan yang lain, banyak tokoh, banyak kejadian dan kadang banyak masalah, yang semuanya itu harus merupakan sebuah kesatuan yang bulat (Sumardjo, 2004:82).

Novel menawarkan berbagai permasalahan kehidupan manusia. Saat ini, banyak lahir novel yang menginspirasi pembacanya, seperti novel Anak Sejuta Bintang dan Surat Dahlan. Pengarang mampu membentuk dan melukiskan karakter tokoh dengan apik sehingga tokoh tersebut menginspirasi pembaca.

(21)

2

keluarga Bakrie. Sebuah keluarga yang berkecukupan ekomomi lalu mengalami kebangkrutan. Walaupun berada dalam kodisi seperti itu, keluarga Bakrie tidak menyerah dan tetap mengajarkan nilai-nilai positif kepada anak-anaknya. Aburizal Bakrie (Ical) tumbuh menjadi anak yang baik dan berprestasi di sekolahnya. Tak hanya pintar, ical juga menjadi anak yang baik. Persahabatan, persaingan, menghargai orangtua, dan mengejar cita-cita tercermin dalam novel ini.

Novel Anak Sejuta Bintang menampilkan kisah yang inspiratif, selain itu Akmal Nasery Basral mampu mengemas cerita dengan bahasa yang sederhana dan menarik. Arief Rachman menulis testimoni terhadap novel Anak Sejuta Bintang sebagai berikut: “Novel ini menyadarkan kita bahwa kesuksesan tidak ditentukan oleh kekayaan dan status, namun berkat pola asuh yang benar dan tepat. Bahasanya segar dan menghibur. Patut dibaca orangtua, pendidik, anak-anak dan remaja”. Pujian lain disampaikan NH. Dini. Sastrawan ini menulis: “Anak Sejuta

Bintang adalah novel yang sangat berguna baik dijadikan dasar pengajaran bagi anak, terutama di masa pertumbuhan.

(22)

3

perempuan dari Loa Kulu dan surat kabar. Pada akhirnya, semangat dan kegigihan Dahlan membuahkan kesuksesan dalam karier Dahlan.

Kisah tokoh utama dalam novel Surat Dahlan bisa menginspirasi pembaca. Dari segi penulisan, pengarang mampu mengemas cerita dengan bahasa yang menarik. Sujiwo Tejo menulis testimoni terhadap novel Surat Dahlan sebagai berikut: “Novel tentang Mas Dahlan ini ... akan membujuk kita untuk menyelenggarakan

hidup atas dasar suara hati”. Pujian lain disampaikan Alberthiene Endah “Rangkaian kalimat bersahaja yang begitu bening mengalirkan pesan. Kekuatan

cerita dibahasakan penuh kerendahhatian. Kita mendapat banyak nilai tanpa merasa dijejalkan nilai”.

Tokoh utama dalam kedua novel tersebut mampu menginspirasi pembaca. Hal tersebut menunjukkan bahwa Akmal Nasery Basral dan Khrisna Pabichara mampu menghidupkan karakter tokoh dalam novelnya. Mutu sebuah novel salah satunya ditentukan oleh kepandaian penulis dalam menghidupakan watak tokoh-tokohnya. Hal tersebut disebut dengan karakterisasi atau penokohan. Karakterisasi berarti metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi (Minderop:2011).

(23)

4

Seorang penulis yang cekatan hanya dalam satu adegan saja sanggup memberikan pada kita seluruh latar belakang kehidupan seseorang. Bukan dengan menceritakannya secara langsung pada pembaca, tapi dengan mendramatisirnya melalui cara bicaranya, reaksinya terhadap peristiwa, cara berpakaiannya, tindakannya, dan lain sebagainya (Sumardjo, 2004:19). Salah satu keberhasilan penulis novel dapat tercermin melalui pelukisan tokoh-tokohnya.

Akmal Nasery Basral dan Khrisna Pabichara mampu membentuk dan melukiskan karakter tokoh dengan apik sehingga tokoh tersebut menginspirasi pembaca. Melalui metode karakterisasi yang bervariasi seorang penulis mampu membuat cerita lebih menarik dan tidak monoton. Penggunaan metode karakterisasi yang bervariasi juga menarik untuk dibaca dan dianalisis. Karakterisasi tokoh penting untuk dianalisis untuk mengetahui bagaimana cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh; bagaimana membangun dan mengembangkan watak tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra.

Keberadaan suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari keberadaan karya sastra sebelumnya. Dalam khazanah sastra Indonesia, tidak jarang ditemui banyak karya sastra yang memiliki kemiripan, baik dalam segi struktur maupun dalam segi isi cerita. Hubugan antarteks ini disebut dengan istilah intertekstual. Penelitian intertekstual merupakan usaha pemahaman sastra sebagai sebuah ”preupposition”,

(24)

5

pengarang. Sejauh mana perbedaan atau perubahan-perubahan yang terdapat dalam karya transformasi. Kajian interteks dalam penelitian ini dilakukan pada prosa berbentuk novel, khususnya mengenai karakterisasi tokoh utama.

Melalui novel, pendidikan karakter dapat dijalankan. Terlebih pemerintah telah memasukkan konsep pendidikan karakter dalam kurikulum pendidikan. Dengan konsep pendidikan karakter, pendidikan diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki karakter yang kuat, baik dalam tataran akademik, sosial, maupun moral, serta menjadi warga negara yang baik dan berguna untuk kemajuan bangsa. Pendidikan karakter melalui pengajaran bahasa dan sastra dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah pelajaran apresiasi sastra. Pengajaran sastra yang baik adalah yang dapat memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk menggeluti karya sastra secara langsung, karena tujuan pengajaran sastra adalah pencapaian apresiasi kreatif.

(25)

6

kesadaran sosial masyarakat untuk kemudian sama-sama meraih perubahan baik secara sendiri-sendiri maupun kolektif.

Dalam karya sastra, terutama novel, perilaku tokoh-tokoh yang ditampilkan oleh pengarang dapat dibaca dan dijadikan sumber bahan ajar, sumber inspirasi, dan sumber tauladan bagi pembacanya. Setiap tokoh memiliki karakter yang dapat dikaji oleh pembaca. Karakterisasi tokoh dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara akan diintergrasikan melalui kompetensi dasar 2.2 mengapresiasi sastra Indonesia untuk menemukan nilai-nilai kehidupan dan menerapkannya untuk memperhalus budi pekerti kelas X kurikulum 2013.

Penelitian menggunakan novel Anak Sejuta Bintang pernah dilakukan oleh Sri Sudarti dalam skripsinya yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral dan Relevansinya pada Anak SD/MI” (UIN Sunan Kalijaga 2013). Penelitian menggunakan novel Surat Dahlan pernah dilakukan oleh Mazliyana dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penokohan dalam Novel Surat Dahlan Karya Khrisna Pabichara”

(Universitas Maritim Raja Ali Haji 2013). Penelitian mengenai karakterisasi tokoh pernah dilakukan oleh Ni Luh Gede Gusmiarini dalam skripsinya yang berjudul “Karakterisasi Tokoh dalam Satua Galuh Pitu” (Institut Hindu Dharma Negeri

Denpasar).

(26)

7

bagaimana karakterisasi tokoh utama dalam kedua novel, kemudian menganalis karakterisasi tokoh utama dalam kedua novel tersebut dengan pendekatan interteks. Peneliti juga akan menganalisis relevansi mengenai karakterisasi tokoh utama dalam kedua novel sebagai bahan ajar sastra di SMA. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral dan Novel Surat Dahlan Karya Khrisna Pabichara serta Relevansinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan novel Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara? 2. Bagaimanakah hubungan intertekstual mengenai karakterisasi tokoh utama

antara novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara?

3. Bagaimanakah relevansi karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara sebagai bahan ajar sastra di SMA?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

(27)

8

2. Mendeskripsikan hubungan intertekstual mengenai karakterisasi tokoh utama antara novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara.

3. Mendeskripsikan relevansi mengenai karakterisasi tokoh dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara sebagai bahan ajar sastra di SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk hal sebagai berikut.

1. Memberikan pengetahuan kepada penulis maupun pembaca mengenai karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara.

(28)

9

II. LANDASAN TEORI

2.1 Novel

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra. Berikut ini akan diuraikan mengenai pengertian dan unsur novel.

2.1.1 Pengertian Novel

Novel dalam bahasa Latin novellus, berasal dari kata novies yang mengandung arti baru, dikatakan baru karena genre novel muncul setelah kelahiran genre sastra lainnya (Tarigan, 1991: 164). Ditinjau dari segi jumlah kata, biasanya novel mengandung kata-kata yang berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas. Novel yang paling pendek itu harus terdiri minimal 100 halaman dan rata-rata waktu yang dipergunakan untuk membaca novel minimal 2 jam (Tarigan, 1991: 165). Dilihat dari segi panjang cerita, novel (jauh) lebih panjang daripada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan permasalahan yang lebih kompleks (Nurgiyantoro, 1998: 11).

(29)

10

(Sumardjo, 2004: 82). Novel ialah peniruan dari dunia kemungkinan, artinya apa yang diuraikan di dalamnya bukanlah dunia yang sesungguhnya, tetapi kemungkinan-kemungkinan yang secara imajinatif dapat diperkirakan bisa diwujudkannya (Junus, 1985: 1).

Novel adalah cerita yang disusun dengan kata yang tercetak di atas lembaran kertas, yang bisa dibawa ke mana-mana sembarang waktu. Novel bisa dibaca kapan saja dan dalam waktu yang ditentukan oleh si pembaca (Damono, 2005: 98). Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Syarat utama novel adalah bahwa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.

(30)

11

dihidangkan tidak membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat membacanya.

2.1.2 Unsur Novel

Unsur novel dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang membaca karya sastra (Nurgiyantoro, 1998: 23).

Secara umum, unsur intrinsik meliputi tema, alur atau plot, tokoh dan penokohan, latar atau setting, sudut pandang, dan gaya bahasa. Penjelasan secara rincinya adalah sebagai berikut.

a. Tema

Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita (Kosasih, 2012: 60). Senada dengan penjelasan tersebut, tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya Sumardjo (2004: 22).

b. Alur atau Plot

(31)

12

peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita itu (Aminudin, 2013: 83).

c. Tokoh dan Penokohan

Penggunaan istilah tokoh merujuk pada pelaku cerita. Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif dan drama yang oleh pembaca ditafsiran memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 1998: 165).

Tokoh dalam karya fiksi menurut perannya dibagi ke dalam dua kategori, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiyantoro: 1998: 176-178). Dari segi penampilan tokoh, terdapat dua jenis tokoh yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. (Luxemburg, 1989: 145).

Jika tokoh adalah pelaku dalam cerita sedangkan penokohan menunjukkan pada sifat, watak atau karakter yang melingkupi diri tokoh yang ada. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1998: 165).

Karakter atau perwatakan atau penokohan adalah gambar rupa atau pribadi atau watak dalam pelaku (Ibrahim, 1986: 53). Penokohan erat hubungannya dengan alur karena tokoh-tokoh cerita ikut berbuat dan bermain dan menghubungkan peristiwa demi peristiwa yang terdapat dalam cerita.

(32)

13

a) melukiskan bentuk lahir pelaku

b) melukiskan jalan pikiran pelaku atau apa yang terlintas dalam pikirannya c) melukiskan bagaimana interaksi pelaku itu terhadap kejadian-kejadian d) pengarang dengan langsung menganalisis watak pelaku

e) pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku

f) pengarang melukiskan bagaimana pandangan pelaku lain dalam suatu cerita terhadap pelaku utama

g) pengarang melukiskan bagaimana pelaku-pelaku lain menceritakan keadaan pelaku utama.

d. Latar atau Setting

Latar atau setting disebut juga landasan tumpu yang menyaran pada pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terwujudnya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dibagi atas latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1998: 216).

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan. Dan latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial di suatu tempat untuk diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, dan keyakinan (Nurgiyantoro: 1998: 230-233).

e. Sudut Pandang

(33)

14

sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya (Nurgiyantoro, 1998: 248).

Penceritaan dibagi ke dalam penceritaan persona ketiga „dia‟ dan penceritaan persona pertama „aku‟. Penceritaan persona ketiga dibagi atas „dia‟ maha tahu dan

„dia‟ terbatas. „dia‟ mahatahu disebut juga dengan omnicent,yaitu tehnik dimana cerita dikisahkan dari sudut pandang „dia‟ yang dapat menceritakan apa saja dan mengetahui segala hal yang menyangkut tokoh. Sementara „dia terbatas‟

penceritaan hanya terpaku pada apa yang dilihat, dirasakan, didengar, dan dialami oleh tokoh cerita dan terbatas pada satu tokoh saja (Nurgiyantoro, 1998: 256-266).

f. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa (Nurgiyantoro, 1998: 9). Dua orang penulis karya sastra, meskipun menggunakan alur, karakter dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak bahasanya.

(34)

15

2.2Tokoh dalam Karya Sastra

Penggunaan istilah tokoh merujuk pada pelaku cerita. Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif dan drama yang oleh pembaca ditafsiran memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro, 1998: 165).

Tokoh dan penokohan merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Tokoh mempunyai fungsi bagi lakuan. Apabila membicarakan tokoh, kita menekankan bahwa lakuan mempunyai tujuan (Luxemburg, 1991: 140).

Tokoh dalam karya fiksi menurut perannya dibagi ke dalam dua kategori, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaan, tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sementara tokoh tambahan adalah tokoh yang penceritaannya tidak terlalu banyak dan berfungsi sebagai pelengkap cerita (Nurgiyantoro, 1998: 176-178).

Dari segi penampilan tokoh, terdapat dua jenis tokoh yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh yang diberi ruang yang banyak untuk mengungkapkan visi dan kemungkinan besar memperoleh simpati serta empati dari pembaca. Sementara tokoh antagonis adalah tokoh yang berseberangan dengan tokoh protagonis (Luxemburg, 1991: 145).

(35)

16

cerita (Nurgiyantoro, 1998: 165). Penokohan ialah bagaimana cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita-rekaan (Esten, 1978: 27).

Dalam menyajikan dan menentukan watak/karakter para tokoh dalam karyanya, pengarang pada umumnya menggunakan dua cara atau metode, yaitu metode telling (langsung) dan metode showing (tidak langsung). Metode langsung (telling) pemaparan dilakukan secara langsung oleh si pengarang. Metode langsung atau direct method (telling) mencakup karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan melalui tuturan pengarang. Metode showing yaitu penggambaran karakterisasi tokoh melalui dialog dan tingkah laku, karakterisasi melalui dialog, apa yang dikatakan penutur, jati diri penutur, lokasi dan situasi percakapan, jati diri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, serta nada suara, tekanan, dialek, dan kosakata (Minderop, 2011: 6).

Dari pemaparan di atas dapat diambil simpulan bahwa tokoh adalah pelaku cerita. Tokoh menurut peran dibagi menjadi tokoh utama dan tambahan. Sementara, dari segi penampilan tokoh dibagi menjadi tokoh protagonis dan antagonis. Berdasarkan watak tokoh dibedakan menjadi tokoh sederhana dan tokoh kompleks.

2.3 Metode Karakterisasi Karya Fiksi

(36)

17

2.3.1 Metode Langsung (Telling)

Metode langsung (telling) adalah pemaparan yang dilakukan secara langsung oleh si pengarang (Minderop, 2011: 8). Pengarang menjelaskan secara langsung tentang karakter serta kepribadian tokoh yang diciptakannya sehingga pembaca langsung mengerti tentang karakter tokoh tersebut. Minderop membagi metode karakterisasi menjadi: karakterisasi melalui tuturan pengarang (characterization by the author,through the use of names), karakterisasi melalui penampilan tokoh (characterization through appearance), dan karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh (characterization).

a. Karakterisasi melalui Tuturan Pengarang

Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas kepada pencerita dalam menentukan kisahnya. Pengarang berkomentar tentang watak dan kepribadian para tokoh hingga menembus ke dalam pikiran, perasaan dan gejolak batin tokoh. Dengan demikian pengarang terus-menerus mengawasi karakterisasi tokoh. Pengarang tidak sekedar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh, tetapi juga mencoba membantu persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya.

Penerapan metode karakteristik melalu tuturan pengarang terlihat dalam kutipan berikut.

Sambil terus melangkah di belakang Kiram, aku sibuk dengan lamunanku sendiri. Aku harus jujur mengakui bahwa makin merosotnya jumlah anggota dan makin kuatnya perlawanan terhadap kami membuat semangatku terus menurun.

(37)

18

b. Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh

Penampilan tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan telaah karakterisasi. Penampilan tokoh dimaksud misalnya, pakaian apa yang dikenakannya, atau bagaimana ekspresinya. Rincian penampilan memperlihatkan kepada pembaca tentang usia, kondisi fisik/kesehatan dan tingkat kesejahteraan si tokoh.

Metode perwatakan yang menggunakan penampilan tokoh memberikan kebebasan kepada pengarang untuk mengekpresikan persepsi dan sudut pandang secara subjektif. Pengarang bebas menampilkan appearance para tokoh yang secara implisit memberikan gambaran watak tokoh. Namun demikian, terdapat hal-hal yang sifatnya universal, misalnya untuk menggambarkan seorang tokoh dengan watak positif (bijaksana, elegan, cerdas), biasanya pengarang menampilkan tokoh yang berpenampilan rapih dengan sosok yang proporsional.

Metode karakterisasi melalui penampilan tokoh dapat terlihat pada kutipan berikut.

Ya Tuhan, kulihat seorang perempuan tua keluar dari dalam karung yang dibuka oleh Kiram. Wajahnya murung dan uring-uringan. Dari mulutnya keluar kutukan kepada kami. Jelas sekali perempuan tua itu sangat tak suka mendapat perlakuan tak wajar yang baru saja dialaminya. Paraji itu masih marah. Dan dalam keadaan hati yang terluka, apakah dia mau bekerja dengan baik? Apakah dia tidak akan mencelakakan Umi atau mencekik bayiku yang akan lahir?

(Tohari, 2003: 134)

c. Karakterisasi Menggunakan Nama Tokoh

(38)

19

Para tokoh diberi nama yang melukiskan kualitas karakter yang membedakannya dengan tokoh lain. Nama tersebut mengacu kepada karakteristik dominan tokoh. Kadangkala para tokoh oleh pencerita diberi nama yang makna tersebut memperjelas penampilan fisik atau berlawanan dengan penampilan fisik si tokoh.

2.3.2 Metode Tidak Langsung (Showing)

Metode tidak langsung (showing) adalah metode yang mengabaikan kehadiran pengarang, sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampilkan diri sendiri secara langsung melalui tingkah laku mereka. Ada lima cara yang bisa dilakukan untuk menentukan karakter tokoh melalui metode tidak langsung. Lima cara tersebut adalah sebagai berikut.

a. Karakterisasi melalui Dialog 1. Apa yang Dikatakan Penutur

Pertama-tama pembaca harus memperhatikan substansi dari suatu dialog. Apakah dialog tersebut sesuatu yang terlalu penting sehingga dapat mengembangkan peristiwa-peristiwa dalam suatu alur atau sebaliknya. Bila si penutur selalu berbicara tentang dirinya sendiri tersembul kesan ia seorang yang berpusat pada diri sendiri dan agak membosankan. Jika penutur selalu membicarakan tokoh lain ia terkesan senang bergosip dan suka mencampuri urusan orang lain.

2. Jatidiri Penutur

(39)

20

kali memberikan informasi krusial yang tersembunyi mengenai watak tokoh lainya.

b. Lokasi dan Situasi Percakapan

Dalam kehidupan nyata, percakapan yang berlangsung secara pribadi dalam suatu kesempatan di malam hari biasanya lebih serius dan lebih jelas daripada percakapan yang terjadi di tempat umum pada siang hari. Bercakap-cakap di ruang duduk keluarga biasanya lebih signifikan daripada berbincang di jalan atau di teater.

1. Lokasi Percakapan

Melalui lokasi percakapan, pengarang dapat menggambarkan suatu keadaan. Sebagai contoh, dalam percakapan antar para pembantu keluarga Mannon yang tejadi di bagian luar rumah yang memiliki dua pintu masuk ke arah jalan, pengarang dapat menggambarkan adanya warna-warni kontradiktif yang menghiasi bangunan depan rumah, hitam, putih, abu-abu dan hijau. Tergambar juga sebuah bangku taman yang berlindung sehingga tidak terlihat dari depan rumah dan bagian atas bangunan yang ditopang pilar seperti topeng putih yang tidak selaras menempel di rumah tersebut seakan-akan menyembunyikan keburukan dan nuansa kusam, dan juga watak para tokoh penghuni rumah itu.

2. Situasi Percakapan

(40)

21

penyanyi serta diselingi dengan acara minum-minum. Pada acara ini para tokoh mulai bergunjing tentang majikan mereka sehingga terlihat bahwa para tokoh gemar bergunjing.

c. Jatidiri Tokoh yang Dituju oleh Penutur

Penutur disini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita. Maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya.

d. Kualitas Mental Para Tokoh

Kualitas mental para tokoh dapat dikenal melalui alunan dan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, para tokoh yang terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memiliki sikap mental yang open-minded. Ada pula tokoh yang gemar beropini, atau bersikap tertutup ( close-minded).

e. Nada Suara, Tekanan, Dialek dan Kosa Kata

Nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata dapat membantu memperjelas karakter para tokoh apabila pembaca mampu mengamati dan mencermatinya secara tekun dan sungguh-sungguh. Berikut penjelasannya.

1. Nada suara, walaupun diekspresikan secara eksplisit atau implisit dapat memberikan gambaran kepada pembaca watak si tokoh apakah ia seorang yang percaya diri, sadar akan dirinya pemalu. Demikian pula sikap ketika si tokoh bercakap-cakap dengan tokoh lain.

(41)

22

3. Dialek dan kosa kata dapat memberikan fakta penting tentang seorang tokoh karena karena keduanya memperlihatkan keaslian watak tokoh bahkan dapat mengungkapkan pendidikan, profesi, dan status sosial si tokoh (Minderop, 2011: 36).

f. Melalui Tindakan Para Tokoh

Selain melalui tuturan, watak tokoh dapat diamati melalui tingkah-laku. Perbuatan dan tingkah laku secara logis merupakan pengembangan psikologi dan kepribadian; memperlihatkan bagaimana watak tokoh ditampilkan dalam perbuatannya (Minderop, 2011: 38).

1. Melalui tingkah laku untuk membangun watak dengan landasan tingkah laku, penting bagi pembaca untuk mengamati secara rinci berbagai peristiwa dalam alur cerita, karena peristiwa tersebut dapat dapat mencerminkan watak para tokoh, kondisi emosi dan psikis.

2. Ekspresi wajah bahasa tubuh (gesture) biasanya tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan tingkah laku; namun tidak selamanya demikian. Kadang kala tingkah laku samar-samar atau tidak disadari sering kali dapat memberikan gambaran tentang kondisi batin, gejolak jiwa atau perasaan si tokoh.

(42)

23

2.4Pendekatan Intertekstual

Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Teks itu sendiri secara etimologis (textus bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Penelitian interteks dilakukan dengan cara menemukan hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih. Interteks dapat dilakukan antara novel dengan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai pertentangan (Ratna, 2013: 172). Asumsi paham interteks adalah bahwa teks sastra tidak berdiri sendiri. Teks dibangun atas teks yang lain. Pengarang ketika mengekspresikan karyanya, telah meresepsi karya sebelumnya. Hanya saja, terjadinya interteks tersebut ada yang sangat vulgar dan ada pula yang sangat halus (Endraswara, 2011: 131).

Prinsip intertekstualitas bahwa setiap teks sastra dibaca dan harus dengan latar belakang teks-teks lain; tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai contoh, teladan, kerangka, tidak dalam arti bahwa teks baru hanya meneladan teks lain atau mematuhi kerangka yang telah diberikan lebih dulu, tetapi dalam arti bahwa dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan yang penting (Jabrohim, 2012:172).

(43)

24

Bakhtin dan Kristeva menjelaskan, bagaimanapun, teks tidak dapat dipisahkan dari tekstualitas budaya atau sosial yang sudah dibangun. Teks adalah hasil sebuah praktik dan produktivitas, status intertekstualnya berupa strukturasi atas kata-kata dan ucapan-ucapan yang ada sebelumnya (Allen, 2006:36).

Studi interteks didasarkan beberapa asumsi kritis: (1) konsep interteks menuntut peneliti untuk memahami teks tak hanya sebagai isi, melainkan juga aspek perbedaan dan sejarah teks, (2) teks tak hanya struktur yang ada, tetapi satu sama lain juga saling memburu, sehingga terjadi perulangan atau transformasi teks, (3) ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks yang lain namun hadir juga pada teks tertentu merupakan proses waktu yang menentukan, (4) bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang eksplisit sampai implisit. Teks boleh saja diciptakan ke bentuk lain di luar norma idiologi dan budaya, di luar genre, di luar gaya dan idiom, dan di luar hubungan teks-teks lain, (5) hubungan teks satu dengan yang lain boleh dalam rentang waktu lama, hubungan tersebut bisa secara abstrak, hubungan interteks juga sering terjadi penghilangan-penghilangan bagian tertentu, (6) pengaruh mediasi dalam interteks sering mempengaruhi juga pada penghilangan gaya maupun norma-norma sastra, (7) dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan proses interpretasi, (8) analisis interteks berbeda dengan melakukan kritik melainkan lebih terfokus pada konsep pengaruh (Endraswara, 2011:131).

(44)

aspek-25

aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang lebih muncul kemudian (Nurgiyantoro, 1998:50). Proses intertekstual akan lebih kentara berfungsi dalam kita membaca suatu teks. Kita tak pernah membaca suatu teks sebagai suatu teks yang bebas. Kita membacanya berdampingan dengan teks-teks lain (Junus, 1985: 89).

Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya ditulis, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradisi di masyarakat, dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesastraan yang ditulis sebelumnya. Karya sastra yang ditulis lebih kemudian, biasanya mendasarkan diri pada karya-karya lain yang telah ada sebelumnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dengan cara meneruskan maupun menyimpangi (menolak, memutarbalikkan esensi) konvensi (Nurgiyantoro, 1998:50).

Konsep penting dalam teori interteks adalah hipogram. Hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya, sedangkan karya berikutnya dinamakan karya transformasi. Hipogram dan transformasi ini akan berjalan terus-menerus sejauh proses sastra itu hidup. (Endraswara, 2011:132). Hipogram mirip latar dalam bahasa Jawa, yaitu teks yang merupakan dasar untuk penciptaan baru, sering kali secara kontrastif, dengan memutarbalikkan esensi/alamat karya sebelumnya (Pudentia, 1992: 4).

(45)

26

kata dan kalimat. Dapat saja pengarang hanya mengganti nama tokoh, padahal tema dan jalan ceritanya sama; (4) ekserp, adalah semacam intisari dari unsur atau episode dalam hipogram yang disadap oleh pengarang.

Prinsip intertekstualitas yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya-karya yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekedar pengaruh, ambilan, atau jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makna sebuah karya secara penuh dalam kontrasnya dengan karya lain yang menjadi hipogramnya.

Secara garis besar penelitian intertekstual memiliki dua fokus: pertama, meminta perhatian kita tentang pentingnya teks yang terdahulu (prior teks). Tuntutan adanya otonomi teks sebenarnya dapat menyesatkan gagasan, sebuah karya memiliki arti karena dalam hal-hal tertentu telah dituliskan lebih dahulu oleh pengarang lain. Kedua, intertekstual akan membimbing peneliti untuk mempertimbangkan terks terdahulu sebagai penyumbang kode yang memungkinkan lahirnya berbagai efek siginifikasi. Dari dua fokus ini, tampak bahwa karya sastra sebelumnya banyak berperan dalam sebuah penciptaan. (Endraswara, 2011: 133).

(46)

27

ada teks yang mandiri, tidak ada orisinalitas dalam pengertian yang sungguh-sungguh. Oleh karena itulah, pada dasarnya tidak ada wacana yang pertama dan terakhir, setiap wacana merayakan kelahirannya (Ratna, 2013: 174).

2.5 Pemilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA

Dalam praktik pengajaran sastra yang sebenarnya, guru tidak dapat atau mudah memilih bahan pelajaran sastra untuk para siswanya. Kemampuan untuk dapat memilih bahan pengajaran sastra ditentukan oleh berbagai macam faktor, antara lain: berapa banyak karya sastra yang tersedia di perpustakaan sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, persyaratan bahan yang harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun, serta masih banyak faktor lain yang harus dipikirkan oleh guru pengajar sastra di sekolah menengah (Rahmanto, 2005: 27). Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 2005:16).

Penelitian ini menganalisis relevansi novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara dilihat dari aspek kurikulum dan aspek kesastraan.

2.5.1 Pemilihan Bahan Ajar Sastra Ditinjau dari Aspek Kurikulum

(47)

28

a. Kompetensi Inti

Kompetensi inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Kompetensi inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif (Kemdikbud, 2014: 6). b. Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK (Kemendikbud, 2014: 6).

2.5.2 Pemilihan Bahan Ajar Sastra Ditinjau dari Aspek Kesastraan

Menilai karya sastra harus berdasarkan pada hakikat sastra itu sendiri, yaitu harus bersifat seni; artinya karya sastra harus indah, sublim, dan besar atau agung (Pradopo, 1997:57). Dalam menilai karya sastra haruslah dilihat berhasil atau tidaknya sastrawan menjelmakan pengalaman jiwanya ke dalam kata.

Sifat indah dalam karya sastra memiliki makna yang luas. Tidak saja menjangkau pengertian-pengertian yang bersifat rohaniah. Sebuah ciptarasa yang indah, bukanlah karena bahasanya yang beralun-alun dan penuh irama. Ia harus dilihat secara keseluruhan: tema, amanat, dan strukturnya (Esten, 1987:7).

(48)

29

readers.1Karya sastra yang sublim berarti karya sastra yang memiliki keunggulan dalam bahasa, karya sastra yang merupakan sebuah ekspresi dari semangat besar dan memiliki kekuatan untuk memprovokasi emosi seorang pembaca.

Dari referensi di atas, dapat disimpulkan bahwa karya sastra disebut sublim apabila memenuhi unsur sebagai berikut.

1. Memiliki keunggulan dalam bahasa, artinya bahasa yang digunakan tidak biasa saja. Selain indah, karya sastra tersebut harus memiliki pencapaian literer melalui metafor yang kuat.

2. Mampu membangkitkan emosi pembaca. Karya sastra harus mampu menumbuhkan perasaan kepada pembacanya. Karya sastra dapat mendorong seseorang merasakan sehingga muncul sebuah kesadaran spiritual.

Konsep karya sastra harus agung didefinisikan sama dengan sublim. Sublim diterjemahkan menjadi luhur atau agung. Teori sublim lebih banyak dikaitkan dengan puisi. Meskipun demikian dapat digunakan untuk karya sastra lainnya seperti novel.

Agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu (1) aspek bahasa, (2) aspek kematangan jiwa (psikologi), dan (3) aspek latar belakang kebudayaan siswa (Rahmanto, 2005: 27).

1. Aspek Bahasa

Aspek bahasa dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas tapi juga faktor-faktor lain seperti kriteria pemilihan bahasa harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, harus diperhitungkan kosa kata yang

1

(49)

30

baru, memperhatikan segi ketatabahasaan, serta cara pengarang menuangkan ide-idenya dalam wacana itu sehingga pembaca dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan. Dalam segi kebahasaan, pemilihan bahan pengajaran sastra harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, yaitu harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, harus diperhitungkan segi ketatabahasaannya.

2. Aspek Psikologis

Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan melewati tahap yang dapat dipelajari. Dalam memilih bahan pembelajaran sastra, tahap-tahap ini harus diperhatikan. Tahap perkembangan psikologis anak sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap ini pun berpengaruh terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama dan kemungkinan memahami situasi atau pemecahan problem yang dihadapi.

Berikut ini urutan pentahapan perkembangan psikologis anak-anak sekolah dasar dan menengah.

1) Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

2) Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)

(50)

31

3) Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)

Sampai tahap ini, anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata. 4) Tahap generalisasi (umur 16 tahun dan selanjutnya).

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis suatu fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran filsafati untuk menentukan keputusan-keputusan moral.

3. Aspek Latar Belakang Budaya

Aspek latar belakang budaya meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, moral, dan lain sebagainya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra yang berlatar belakang budaya yang erat dengan kehidupan mereka. Oleh karenanya, karya sastra yang disajikan hendaknya tidak terlalu menuntut gambaran diluar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki siswa (Rahmanto, 2005: 31).

(51)

32

(52)

33

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif yang artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Dalam penelitian kualitatif pelaporan dengan bahasa verbal yang cermat sangat dipentingkan karena semua interpretasi dan kesimpulan yang diambil disampaikan secara verbal (Semi, 2012:30). Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002:3).

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara dan relevansinya sebagai bahan ajar sastra di SMA.

3.2 Sumber Data

(53)

34

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi pustaka. Peneliti membaca, mencatat, serta mengolah bahan penelitian. Adapun langkah pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu 1) membaca karya sastra, 2) menguasai teori, 3) menguasai metode, 4) mencari dan menemukan data, 5) menganalisis data yang ditemukan, 6) melakukan perbaikan, dan 7) membuat simpulan penelitian (Rafiek, 2013:4).

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini antara lain

1. Reduksi data (data reduction), penulis memilih dan memilah-milah data yang akan dianalisis berupa kata, kalimat, atau ungkapan yang menyangkut karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara.

2. Sajian data (data display), penulis menampilkan data-data yang telah dipilih dan dipilah-pilah dan menganalisis karakterisasi tokoh utama dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara.

(54)
[image:54.595.128.495.130.757.2]

35

Tabel 3.1

Pedoman Analisis Karakteisasi Tokoh Utama

Aspek Deskripsi

Metode langsung Metode langsung mencakup: a. Karakterisasi melalui tuturan pengarang b. Karakterisasi melalui penampilan tokoh c. Karakterisasi menggunakan nama tokoh

Metode langsung (telling) dimana

pemaparan dilakukan secara langsung oleh si pengarang.

Karakterisasi melalui tuturan pengarang. Pengarang berkomentar tentang watak dan kepribadian para tokoh hingga menembus ke dalam pikiran, perasaan dan gejolak batin tokoh.

Karakterisasi melalui penampilan tokoh. Penampilan tokoh dimaksud misalnya, pakaian apa yang dikenakannya, atau

bagaimana ekspresinya. Rincian penampilan memperlihatkan kepada pembaca tentang usia, kondisi fisik/kesehatan dan tingkat kesejahteraan si tokoh.

Karakterisasi menggunakan nama tokoh. Para tokoh diberi nama yang melukiskan kualitas karakter yang membedakannya dengan tokoh lain.

Metode Tidak langsung

Metode tidak langsung mencakup:

a. Karakterisasi melalui dialog

b. Lokasi dan situasi percakapan

c. Jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur

Metode tidak langsung (showing) dimana kehadiran pengarang diabaikan. Tokoh dalam karya sastra dapat menampilkan diri sendiri secara langsung melalui tingkah laku mereka.

Karakterisasi melalui dialog terbagi atas: apa yang dikatakan penutur dan jatidiri penutur.

Pengarang dapat menggambarkan suatu keadaan melalui lokasi dan situasi percakapan.

Penutur disini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita.

(55)

36

d. Kualitas mental para tokoh

e. Nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata f. Karakterisasi

melalui tindakan para tokoh

tertentu tentang tokoh lainnya. Kualitas mental para tokoh dapat

dikenal melalui alunan dan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap.

Nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata dapat membantu memperjelas karakter para tokoh.

[image:55.595.127.489.109.328.2]

Karakterisasi melalui tindakan para tokoh dapat dilakukan melalui tingkah laku, ekspresi wajah, dan motivasi yang melandasi.

Tabel 3.2

Pedoman Analisis Intertekstual Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang dan Novel Surat Dahlan

Aspek Deskripsi

Intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks yang diduga mempunyai bentuk hubungan-hubungan tertentu.

Dalam interteks terdapat konsep hipogram dan transformasi

Bentuk hubungan-hubungan tertentu dalam kajian interteks seperti

hubungan unsur-unsur intrinsik.

Hipogram adalah karya sastra yang menjadi latar kelahiran karya berikutnya.

(56)

37

Tabel 3.3

Pedoman Analisis Relevansi Karakterisasi Tokoh Utama dalam Novel Anak Sejuta Bintang dan Novel Surat Dahlan sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA

Aspek Deskripsi

Kurikulum

- Kompetensi inti

- Kompetensi Dasar

Kompetensi inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran.

Kompetensi dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK (Kemendikbud, 2014: 6) .

Kesastraan - Indah

- Sublim dan agung

Sebuah ciptarasa yang indah harus dilihat secara keseluruhan: tema, amanat, dan strukturnya

(Esten, 1987:7).

Sublim berarti karya sastra yang memiliki keunggulan dalam bahasa, karya sastra yang merupakan sebuah ekspresi dari semangat besar dan memiliki kekuatan untuk

memprovokasi emosi seorang pembaca.

[image:56.595.125.492.167.742.2]
(57)

38

- Psikologi

- Latar belakang budaya

dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan. Dalam segi kebahasaan, pemilihan bahan pengajaran sastra harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, yaitu harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa, harus diperhitungkan segi ketatabahasaannya.

Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan melewati tahap-tahap yang dapat dipelajari. Dalam memilih bahan pembelajaran sastra, tahap-tahap ini harus diperhatikan. Tahap perkembangan psikologis anak sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap ini pun berpengaruh terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama dan kemungkinan memahami situasi atau pemecahan problem yang dihadapi.

Aspek latar belakang budaya meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan,

[image:57.595.128.497.105.715.2]
(58)

176

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan terhadap novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara, penulis menyimpulkan sebagai berikut.

1. Karakterisasi tokoh utama digambarkan oleh pengarang melalui metode langsung (telling) dan tidak langsung (showing). Karakterisasi tokoh utama secara langsung dilakukan melalui tuturan pengarang dan penampilan tokoh, sedangkan karakterisasi secara tidak langsung terlihat melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, serta tindakan para tokoh.

2. Anak Sejuta Bintang merupakan sebuah karya hipogram sedangkan Surat Dahlan merupakan sebuah karya transformasi.

(59)

176

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian terhadap novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara, penulis memiliki saran, antara lain.

1. Bagi guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA yang hendak menggunakan novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara sebagai alternatif bahan ajar di sekolah, hendaknya mempertimbangkan aspek latar belakang lahirnya kedua novel tersebut.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Graham. 2000. Intertextuality. London: Routiedge.

Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Basral, Akmal Nasery. 2012. Anak Sejuta Bintang. Jakarta: Expose.

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Esten, Mursal. 1987. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Ibrahim. 1986. Kesusastraan. Jakarta: Karunika.

Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sastra. Jogjakarta: Pustaka pelajar.

Junus, Umar. 1985. Dari Peristiwa ke Imajinasi: Wajah Sastra dan Budaya Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Kemdikbud. 2014. Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Kosasih, E. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: CV.

Yrama Widya.

Luxemburg, Jan van dkk. 1989. Tentang Sastra. Diindonesikan Akhadiati Ikram. Jakarta: Intermasa-Ildep.

(61)

Minderop, Albertine. 2011. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yagyakarta: Gadjah Mada.

Pabichara, Khrisna. 2013. Surat Dahlan. Jakarta:Noura Book.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Prnsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pudentia. 1992. Transformasi Sastra (Analisis atas Cerita Rakyat Lutung Kasarung). Jakarta: Balai Pustaka.

Rafiek, M. 2013. Pengkajian Sastra: Kajian praktik. Bandung: Refika Aditama.

Rahmanto, Bernandus. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ratna, N.K. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra.Bandung: Angkasa.

Sudarti, Sri. 2013. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral dan Relevansinya pada Anak SD/MI. Skripsi: UIN Sunan Kalijaga 2013. http://digilib.uin-suka.ac.id/9261/

Sumardjo, Jakob. 2004. Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah. Suroto. 1993. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Gambar

Tabel 3.1
Tabel  3.2
gambaran secara kategorial mengenai
gambaran diluar jangkauan

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan kolam tampungan dilakukan sebagai salah satu solusi penyelesaian banjir yang terjadi pada saluran primer kali bokor yang belum dapat menampung debit

Sementara variabel lama usaha dan jam kerja tidak berpengaruh terhadap pedapatan pedagang monza di Pasar Simalingkar, artinya semakin lama usaha seorang dalam

Untuk mendekatkan jangkauan pembinaan kepada keluarga-keluarga / masyarakat dengan cara membentuk kelompok kerja (Pokja) PKK Kecamatan, PKK Kelurahan, PKK Lingkungan dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur kadar senyawa fenol dalam buah mengkudu (Morinda citrifolia) mentah, mengkal, dan matang, membandingkan daya

fluks dan koefisien rejeksi warna, zat organik, serta kekeruhan pada proses pengolahan menggunakan membran ultrafiltrasi tanpa dan dengan kombinasi

sosial-ekonomi yang terjadi pada Petani Nanas Madu di Desa Belik. Kabupaten

Untuk mengetahui Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Dinas di Pemerintah Kabupaten Bandung, digunakan metode deskriptif analysis dan survey dengan

Dalam ayat ini masih menjelaskan tentang kisah iblis yang diperintah untuk bersujud kepada Nabi Adam. Kemudian dilanjutkan dengan kejadian pengusiran iblis dari