• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kompos Bioaktif Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Ketahanan Padi Gogo Terhadap Penyakit Blas Di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Kompos Bioaktif Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Ketahanan Padi Gogo Terhadap Penyakit Blas Di Lapangan"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KOMPOS BIOAKTIF UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN PADI GOGO

TERHADAP PENYAKIT BLAS DI LAPANGAN

SIGID HANDOKO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Kompos Bioaktif untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Ketahanan Padi Gogo Terhadap Penyakit Blas di Lapangan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

(3)

ABSTRACT

SIGID HANDOKO. Bioactive Compost Utilization to Increase Upland Rice Growth and Blast Resistance under Farm Condition. Under direction of BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO and SURYO WIYONO.

Rice provides Indonesian staple food with high strategic and economical values, which consequently always demand availability and sustainability. Increasing production by farm extension is still considered not being equal to its controversy as non-agricultural land. Upland rice plantation by utilizing dry land appears to have potential for rice improvement and supporting food sustainability, respectively. Pathogen and insect attack have been challenges for upland rice farmers. Blast is one of critical diseases for upland rice as it affects in highly reduced yield. So far, its control application through chemical fungicide, likely, has been the first choice. However, beside its chemical risk, this approach is believed to be less effective. Unfortunately, bio pesticide utilization seemingly also gives less satisfying result because of its reduced antagonistic effect or another higher virulent pathogenic race appearance. Improvement can be applied on this bio pesticide utilization by using microbe ability as plant defense inducer. Plant defense inducing microbes grow well whenever there is sufficient nutrition and proper environment. Rice stem-made compost has enough nutrition content for microbial growth. The compost utilization with additional microbial activator potentially increases plant defense and provides nutrition source for upland rice. This study is aimed to improve upland rice blast resistance through microbial induction and obtain combination of bioactive compost which can increase growth and blast resistance of upland rice. The research was accomplished at Mycology Laboratory of Plant Protection Department, Bogor Agricultural University; Bioproccess Engineering Laboratory, PAU, Bogor Agricultural University; and rice farm endemic with blast, courtesy of Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, started from December 2007 until May 2008. This research covered seed blast treatment, microbe addition to the medium, blast intensity observation, peroxide activity measurement, seed-born fungi assessment, plant growth observation and yield measurement. The result is that challenged Trichoderma harzianum and PGPR can increase upland rice blast resistance as it showed by reducing blast symptom and increasing plant peroxide activity. Additional T. harzianum compost and seed treatment, additional PGPR compost and seed treatment were optimal treatment combinations to increase upland rice blast resistance and improve maximal growth potential and plant seed viability, plant height, rice tiller increase, total of productive rice tiller, shoot weight and yield weight.

(4)

RINGKASAN

SIGID HANDOKO. Pemanfaatan Kompos Bioaktif untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Ketahanan Padi Gogo Terhadap Penyakit Blas di Lapangan. Dibimbing oleh BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO dan SURYO WIYONO.

Padi merupakan bahan pangan pokok Bangsa Indonesia yang memiliki nilai strategis dan nilai ekonomi tinggi, yang mengharuskan ketersediaannya selalu mencukupi dan sinambung. Produksi padi pada 2007 sebesar 57,05 juta ton gabah kering giling (GKG) meningkat 4,76% dibandingkan dengan produksi 2006, yaitu sebesar 3,5 juta ton gabah kering giling. Selanjutnya pemerintah menargetkan produksi padi 2008 mencapai 61 juta ton GKG.

Peningkatan produksi yang diharapkan dari penanaman padi di lahan sawah serta peningkatan produksi padi dari perluasan sawah masih belum sebanding dengan konversi sawah menjadi lahan non pertanian. Di sisi lain, penanaman padi gogo dengan memanfaatkan lahan kering merupakan potensi yang bisa dikembangkan. Ketersediaan lahan kering nasional yang lebih luas dari luas sawah nasional yang dapat dioptimalkan manfaatnya dengan penanaman padi gogo yang lebih intensif, berikut dengan pengelolaan hama dan penyakitnya dapat diharapkan mendukung ketahanan pangan secara nasional.

Kendala yang dijumpai petani padi gogo adalah serangan hama dan timbulnya penyakit. Blas merupakan penyakit penting pada padi gogo, menempati ruang dan waktu yang panjang, mulai awal dari fase vegetatif sampai dengan fase generatif tanaman padi gogo. Keadaan yang demikian dapat menyebabkan kegagalan panen atau puso. Pengendalian penyakit blas dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemupukan seimbang yang sering berbenturan dengan sikap petani yang lebih suka memupuk nitrogen tinggi dengan harapan tanaman menjadi lebih hijau dan lebih bagus, tetapi pemupukan nitrogen yang berlebihan justru meningkatkan kerentanan tanaman terhadap patogen. Penggunaan jenis padi yang tahan seringkali segera terpatahkan ketahanannya sebab muncul patogen ras baru. Kebutuhan benih padi yang belum tercukupi menyebabkan menanam tanpa ada pilihan benih sehingga benih ditanam tanpa memerhitungkan mutu kesehatan benih. Pemakaian fungisida selain kurang efektif merupakan cara pengendalian yang seharusnya dihindari karena meninggalkan residu bahan kimia yang membahayakan. Pengendalian hayati dengan pemanfaatan Pseudomonas fluorescens telah diujicobakan sebagai agen antagonis, dan belum berhasil menekan perkembangan penyakit blas di lapangan.

(5)

Pemanfaatan kompos jerami padi yang diperkaya dengan mikrob aktivator, berpotensi meningkatkan ketahanan tanaman dan sebagai sumber hara bagi tanaman padi gogo. Peningkatan ketahanan tanaman padi gogo diperoleh dari induksi mikrob aktivator yang berada di dalam kompos, merupakan ketahanan horisontal atau ketahanan di dalam tanaman yang dapat menghambat invasi penyakit tanaman padi gogo. Sebagai sumber hara, kompos jerami memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang lengkap, merupakan hasil penguraian mikrob dalam kompos, yang dapat dimanfaatkan oleh mikrob dan dapat diambil oleh tanaman.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan peningkatan ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas melalui induksi oleh mikrob dan mendapatkan kombinasi kompos bioaktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Cendawan Departemen Proteksi Tanaman IPB, Laboratorium Rekayasa Bioproses PAU IPB, dan lahan pertanian endemik blas milik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, dari Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Penelitian ini meliputi penambahan dan pengayaan Trichoderma harzianum dan PGPR pada lahan pertanaman padi gogo, perlakuan benih dengan T. harzianum dan PGPR, pengamatan keparahan dan kejadian penyakit blas, pengukuran aktivitas peroksidase, pengujian cendawan terbawa benih, pengamatan pertumbuhan agronomis tanaman padi gogo meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan dan anakan produktif, serta pengukuran bobot tajuk dan bobot gabah hasil panen.

Hasil penelitian adalah T. harzianum atau PGPR yang diujikan mampu meningkatkan ketahanan tanaman padi gogo terhadap penyakit blas, yang ditunjukkan dengan penurunan gejala penyakit blas (keparahan dan kejadian penyakit menurun) dan peningkatan aktivitas peroksidase tanaman. Penambahan dan pengayaan kompos dengan T. harzianum yang dikombinasikan perlakuan benih dengan T. harzianum, serta penambahan dan pengayaan kompos dengan PGPR dan perlakuan benih dengan PGPR, merupakan kombinasi perlakuan yang paling baik untuk meningkatkan ketahanan tanaman, aktivitas peroksidase tanaman padi gogo, potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah tanaman, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, bobot tajuk, serta bobot hasil padi gogo.

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Penyutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PEMANFAATAN KOMPOS BIOAKTIF UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN PADI GOGO

TERHADAP PENYAKIT BLAS DI LAPANGAN

SIGID HANDOKO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Proteksi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pemanfaatan Kompos Bioaktif untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Ketahanan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas di Lapangan

Nama Mahasiswa : Sigid Handoko, SP NRP : A451060161

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bonny PW Soekarno, M.Si. Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr. Ketua Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Entomologi-Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc

Tanggal ujian tesis: 22 Juli 2008

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pemanfaatan Kompos Bioaktif untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Ketahanan Padi Gogo terhadap Penyakit Blas di Lapangan” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Badan Ltbang Deptan yang telah memberikan kesempatan studi dan bantuan penelitian ini. Penghargaan dan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Bonny PW Soekarno, MS. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr. selaku anggota komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. sebagai dosen penguji luar komisi. Terima kasih juga disampaikan kepada Bp. HA. Zakaria yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di lahan pertanian Gapoktan Silih Asih, Desa Ciburuy Kec. Cigombong Kab. Bogor.

Rasa hormat dan terima kasih yang mendalam penulis haturkan kepada Bapak dan seluruh keluarga besar di Blitar, serta mertua dan seluruh keluarga besar di Yogyakarta, juga Dr. Bambang Prayudi, yang selalu memberikan dukungan. Terima kasih kepada istri tercinta, Titiek Mulani atas perjuangannya, dan anak-anakku yang jagoan, Alif Lammim Al Azhar, Alif Lamro Al Azhar, Hamim Al Azhar, serta anakku tercantik Kafhaya Ainshod El Zahro, yang selalu mendampingi dan mendukung di setiap waktu. Penulis mendoakan semoga Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semuanya.

Terima kasih disampaikan juga kepada teman-teman Fitopatologi 43, Khamdan & Helen, Erniawati, Mimi, dan Endang Opriana, beserta seluruh teman-teman di Lab. Mikologi, Lab. Virologi, dan Lab. Bakteriologi Dept. Proteksi Tanaman IPB.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar pada 8 Maret 1974 dari Bapak Marsaid dan Ibu Misginah (almh). Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara.

(12)

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ... Manfaat ... Hipotesis ... TINJAUAN PUSTAKA ... Penanaman Padi Gogo ... Sifat Biologi Penyakit Blas ... Pengendalian Penyakit Blas ... Pemanfaatan Kompos ... BAHAN DAN METODE ... Tempat dan Waktu ... Penyiapan Kompos Jerami Padi ... Penyiapan Mikrob Aktivator ... Penyiapan biakan Trichoderma harzianum ...... Penyiapan biakan PGPR: Pseudomonas fluorescens dan

Bacillus polymixa ...

(13)

Kompos Jerami Padi ... Mikrob Aktivator ... Biakan Trichoderma harzianum ... Biakan PGPR: Pseudomonas fluorescens dan

Bacillus polymixa ... Media Tumbuh Padi Gogo ... Keragaman Mikrob di dalam Tanah Media Tumbuh ... Kandungan Hara di Dalam Tanah Media Tumbuh ... Pengujian Cendawan Terbawa Benih ... Gejala Penyakit Blas ... Keparahan Penyakit Blas Daun ... Kejadian Penyakit Blas Leher ... Pengukuran Aktivitas Peroksidase ... Pertumbuhan Tanaman ...

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dan Daya

Berkecambah (DB) ...

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Keragaman mikrob dalam media tumbuh padi gogo ... 2. Sifat kimia tanah lokasi penelitian ... 3. Cendawan terbawa benih padi yang digunakan dalam penelitian ... 4. Cendawan terbawa benih padi hasil panen ... 5. Potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah tanaman padi

gogo di laboratorium serta di lapangan ...

18 19 20 21

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kompos jerami padi yang telah matang ... 2. Biakan T. harzianum pada media jagung, umur 14 hari ... 3. Biakan P. fluorescens, B. polymixa dalam media NPK, danmedia

NPK ... 4. Keparahan penyakit blas daun padi gogo pada 14 MST-17 MST ... 5. Kejadian penyakit blas leher padi gogo pada 14 MST-17 MST ... 6. Aktivitas enzim peroksidase tanaman padi gogo pada 7 MST ... 7. Tinggi tanaman padi gogo pada 4 MST-10 MST ... 8. Jumlah anakan tanaman padi gogo pada 4 MST-12 MST ... 9. Jumlah anakan produktif tanaman padi gogo pada 12 MST-16 MST 10. Bobot tajuk tanaman sampel padi gogo pada 17 MST ... 11. Bobot gabah tanaman sampel padi gogo pada 17 MST ...

16 17

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Keparahan penyakit blas daun tanaman padi gogo umur 17 MST .... 2. Kejadian penyakit blas leher tanaman padi gogo umur 17 MST ... 3. Aktivitas enzim peroksidase tanaman padi gogo umur 7 MST ... 4. Tinggi tanaman padi gogo umur 10 MST ... 5. Jumlah anakan tanaman padi gogo umur 12 MST ... 6. Jumlah anakan produktif tanaman padi gogo umur 16 MST ... 7. Bobot tajuk tanaman sampel padi gogo umur 17 MST ... 8. Bobot gabah tanaman sampel padi gogo umur 17 MST ... 9. Deskripsi varietas Situ Bagendit ... 10. Gejala penyakit blas pada tanaman padi gogo ...

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bangsa Indonesia yang memiliki nilai ekonomi dan nilai strategis tinggi. Sebagai bahan pangan utama, diperlukan ketersediaan yang sinambung. Produksi padi 2007 sebesar 57,05 juta ton gabah kering giling (GKG), meningkat 2,6 juta ton (4,76%) dibandingkan 2006. Dari produksi itu, produksi padi gogo menyumbang sekitar 5,17% atau 2,95 juta ton GKG yang berasal dari penanaman padi di lahan kering. Dalam upaya memantapkan ketahanan pangan, target pemerintah pada produksi 2008 sebesar 61 GKG juta ton atau meningkat 5 % daripada 2007 (Mentan 2008). Penanaman padi gogo akan sangat mendukung dicapainya ketahanan pangan nasional, karena dapat membantu memenuhi kebutuhan beras nasional dengan potensi penanaman 25,33 juta ha, jauh lebih besar dari luasan sawah nasional 13,26 juta ha. Padi gogo dapat ditanam dengan memanfaatkan lahan kering, lahan gambut, dan lahan pasang surut (Litbang Deptan 2005).

Kendala yang sering dijumpai petani padi gogo adalah penyakit blas yang disebabkan cendawan Pyricularia grisea. Cendawan ini mampu menyerang tanaman padi mulai fase vegetatif sampai fase reproduktif. Kejadian penyakit yang menempati rentang waktu cukup lama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100% (Toha et al. 2005).

Semangun (2004) mengemukakan, pengendalian penyakit blas dalam budi daya padi gogo dilakukan dengan beberapa cara, 1) pemupukan yang seimbang dengan dosis N tidak lebih dari 90 kg/ha, 2) penanaman jenis-jenis tahan, 3) tidak memakai benih dari daerah asal yang terjangkit, 4) perlakuan benih dengan fungisida, 5) membakar jerami untuk mengurangi sumber infeksi, dan 6) dengan cara kimiawi, menggunakan fungisida berbahan aktif benomil dan tiram atau karbendazim dan mankozeb.

(18)

seringkali segera terpatahkan ketahanannya sebab muncul patogen ras baru. Kebutuhan benih padi yang belum tercukupi menyebabkan menanam tanpa ada pilihan benih. Pemakaian fungisida selain kurang efektif merupakan cara pengendalian yang seharusnya dihindari karena meninggalkan residu bahan kimia yang membahayakan. Disisi lain pemanfaatan jerami belum maksimal dilakukan sebagai kompos karena jerami langsung dibakar dengan tujuan mengurangi sumber infeksi. Pengendalian hayati dengan pemanfaatan

Pseudomonas fluorescens telah diujicobakan sebagai agen antagonis, dan belum berhasil menekan perkembangan penyakit blas di lapangan (Amir & Anggiani 2002).

Pengendalian hayati dengan pemanfaatan mikrob untuk menginduksi ketahanan tanaman padi telah dilaporkan, dapat dilakukan karena lebih efektif dan lebih aman. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan ketahanan tanaman padi, serangan patogen mutan yang lebih virulenpun akan dapat ditekan serendah-rendahnya (Kuyek 2000).

Beberapa mikrob telah digunakan dalam pengendalian penyakit tanaman dengan mekanisme induksi ketahanan tanaman, diantaranya: Pseudomonas fluorescens yang memroduksi fenazin dalam menekan penyakit akar mahkota gandum yang disebabkan oleh Gaeumannomyces graminis var. tritici

(Thomashow & Weller 1988). Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Serratia sp. memroduksi asam indol asetat (IAA) yang dapat memacu pertumbuhan serta meningkatkan ketahanan bibit tanaman cabai terhadap penyakit rebah kecambah (Sutariati et al. 2006), Pseudomonas putida Pf-20 memroduksi pseudobaktin dalam menginduksi ketahanan tembakau terhadap Cucumber Mosaic Virus

(Wahyuni 2003), Trichoderma hamatum mengekspresikan gen kitinase untuk meningkatkan ketahanan tanaman tembakau terhadap infeksi Botrytis cinerea

(Kalai et al. 2006), dan Trichoderma harzianum yang memroduksi etilen dalam meningkatkan ketahanan tanaman kacang tanah terhadap Pseudomonas syringae pv. phaseolicola (Gailite et al. 2005).

(19)

bermanfaat dalam peningkatan ketahanan tanaman dengan menguatkan dinding sel. Pemanfaatan kompos yang berbahan utama jerami padi yang diperkaya dengan mikrob aktivator memiliki potensi meningkatkan ketahanan tanaman dan sebagai sumber hara bagi tanaman (Tanabe et al. 2006).

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan peningkatan ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas melalui induksi oleh T. harzianum dan PGPR,

2. Mendapatkan kombinasi kompos bioaktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas di lapang.

Manfaat

1. Membantu petani memanfaatkan jerami padi sebagai kompos bioaktif yang dapat dikembangkan di pertanian padi gogo,

2. Dapat meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas di lapang.

Hipotesis

1. T. harzianum dan PGPR dapat menginduksi ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas,

2. Kompos yang diperkaya dengan T. harzianum, atau dengan PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas di lapang.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Penanaman Padi Gogo

Di Indonesia, padi (Oryza sativa L.) sebagai tanaman pangan pokok utama, memiliki nilai ekonomi dan nilai strategis yang tinggi. Nilai ekonomi padi terletak pada nilai jual hasil padi yang masih mampu mendorong keinginan petani untuk tetap menanamnya. Perbandingan keuntungan dengan biaya produksi padi masih memberikan keuntungan bagi petani. Pada 2006, berdasarkan perkiraan kebutuhan beras nasional lebih besar daripada stok yang tersedia, mengharuskan pemerintah menjalankan impor beras mencapai 2 juta ton, jumlah yang besar dan menyedot devisa negara.

Departemen Pertanian RI melalui program revitalisasi pertanian, berusaha mencapai kembali swasembada beras pada 2007 seperti yang telah tercapai pada 1984. Produksi padi pada 2007 sebesar 57,05 juta ton gabah kering giling (GKG) meningkat 4,76% dibandingkan dengan produksi 2006, yaitu sebesar 3,5 juta ton gabah kering giling (Mentan 2008). Selanjutnya pemerintah menargetkan produksi padi 2008 mencapai 61 juta ton GKG.

Berbagai upaya dilakukan guna meningkatkan produksi beras nasional: 1) perluasan tanam lahan sawah baru, 2) perbaikan cara budi daya, 3) pemanfaatan padi pasang surut, dan 4) penanaman padi gogo. Penanaman padi gogo diharapkan turut mendukung ketahanan pangan dengan memanfaatkan lahan kering yang sangat luas. Tercatat secara nasional lahan kering yang bisa digunakan adalah seluas 25,33 juta hektar, sedangkan lahan sawah seluas 13,26 juta hektar, serta lahan pasang surut seluas 3,51 juta hektar (Litbang Deptan 2005).

(21)

Produksi padi gogo rata-rata tingkat nasional baru mencapai 2,4 ton/ha, jauh di bawah rata-rata padi sawah 4,7 ton/ha (BPS 2004). Berdasarkan hasil penelitian, pada kondisi iklim yang menunjang dan cara budi daya yang tepat, hasil padi gogo pernah mencapai 7,2 t/ha di Peru (De Datta 1975 dalam Toha et al. 2005). Salah satu penyebab utama rendahnya hasil pada tingkat petani adalah penyakit blas yang belum dapat ditekan.

Sifat Biologi Penyakit Blas

Penyakit blas yang disebabkan oleh Pyricularia grisea Sacc. memiliki gejala khas. Menurut Semangun (2004) gejala blas pada daun (blas daun) berupa bercak-bercak jorong dengan ujung runcing (belah ketupat). Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan, dan tepi berwarna coklat. Gejala blas pada tangkai malai (blas leher) merupakan gejala khas lain yang ditandai dengan busuknya ujung tangkai malai, yang dapat menyebabkan kerugian besar karena hampir semua biji pada tangkai malai itu hampa, serta tangkai malai mudah patah.

Penyakit blas telah menyebar dan dikenal di semua negara penanam padi, kurang lebih ada 85 negara di dunia. Kemampuan cendawan penyebab penyakit blas menghasilkan konidia yang berjumlah sangat banyak, menyebabkan penularannya ke tanaman di sekitarnya sangat cepat. Sifat cendawan mampu terbawa benih memungkinkan dapat tersebarkan melewati jarak dan waktu yang jauh (Kuyek 2000).

P. grisea memiliki sifat yang sangat spesifik dalam menginfeksi inang, terutama pada padi. Beberapa kasus ditemukan cendawan ini dapat bertahan hidup pada gulma (Alexopoulos et al. 1996). Secara umum penyakit tanaman dipengaruhi oleh interaksi tiga faktor utama, yaitu patogen, inang, dan lingkungan (Agrios 2005). Bila ada perubahan yang mengakibatkan adanya tekanan terhadap P. grisea, dengan segera akan segera terjadi proses penyesuaian, cendawan tetap mampu bertahan, dan tanaman akan tetap dapat diinfeksi.

Pengendalian Penyakit Blas

(22)

jenis-jenis tahan, 3) tidak memakai benih dari daerah asal yang terjangkit, 4) perlakuan benih dengan fungisida, 5) membakar jerami untuk mengurangi sumber infeksi, dan 6) dengan cara kimiawi, menggunakan fungisida berbahan aktif benomil dan tiram atau karbendazim dan mankozeb.

Pemakaian pupuk yang seimbang dianjurkan dengan penggunaan dosis N tidak lebih dari 90 kg/ha. Pupuk nitrogen secara jelas meningkatkan kerentanan tanaman padi terhadap blas. Di Brazil, batas pemupukan 15 kg N/ha direkomendasikan untuk menurunkan keparahan blas (Webster & Gunnell 1992). Hasil penelitian di Jawa Barat, penyakit blas leher mencapai keparahan tinggi pada varietas rentan seperti Limboto dan Cirata terutama yang dipupuk dengan 300 kg urea/ha (Sudir et al. 2002). Di tingkat petani, terjadi pemahaman dan kebiasaan bila pemupukan N ditingkatkan akan dapat menambah subur tanaman padi dan dapat diharapkan hasilnya juga lebih tinggi.

Pemakaian jenis-jenis tahan, dan penggunaan fungisida berbahan aktif kimia akan memberikan perubahan tekanan pada P. grisea sehingga akan memacu proses penyesuaian diri cendawan agar tetap dapat bertahan dengan cara perubahan genetiknya. Akibatnya muncul ras P. grisea baru yang lebih virulen menginfasi tanaman padi serta lebih tahan terhadap fungisida kimia. Pemakaian benih yang benar-benar bebas patogen masih belum optimal, mengingat kebutuhan benih padi unggul yang belum terpenuhi sehingga penanaman benih sehat belum dapat dilaksanakan dengan sempurna.

Pemanfaatan mikrob sebagai agen antagonis ataupun sebagai biofungisida terhadap P. grisea telah diujicobakan. Amir & Anggiani (2002) melakukan penyemprotan P. fluorescens pada padi sawah, dapat mengurangi gejala blas pada skala rumah kaca, sedangkan di lapangan belum dapat menurunkan gejala penyakit.

(23)

Pemanfaatan Kompos

Pemanfaatan bahan organik dalam bentuk kompos telah dikenal masyarakat pertanian sejak lama dan dimanfaatkan dalam budi daya berbagai komoditas tanaman. Kompos sebagai pupuk organik sangat potensial untuk dikembangkan sebagai substitusi penggunaan pupuk anorganik. Kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Anas (1999) unsur makro yang terkandung dalam kompos antara lain N, P, K, Ca, Mg dan S, sedangkan unsur hara mikro yang terkandung antara lain Cu, Zn, Fe dan Mn. Bahan baku kompos tersedia sangat melimpah, sebagai limbah produksi pertanian maupun peternakan (terutama kotoran hewan). Proses pembuatan kompos dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai cara yang relatif rumit.

Pengomposan merupakan proses perombakan bahan organik yang melibatkan berbagai mikroorganisme (bioaktivator) selulolitik dan lignolitik, dari kelompok bakteri, cendawan, dan aktinomiset. Selanjutnya organisme tersebut memperoleh energi dan karbon dari hasil perombakan bahan organik. Iklim tropis Indonesia sangat mendukung keragaman yang tinggi dari mikrob termasuk mikrob aktivator yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos. Pemanfaatan kompos yang diperkaya mikrob aktivator sangat penting dan bermanfaat bagi petani dalam meningkatkan daya dukung lahan untuk peningkatan produksi.

(24)

mikroorganisme agens hayati seperti Trichoderma sp., F. oxysporum non patogenik (FoNP), dan Bacillus sp. sehingga aplikasi kompos ke dalam tanah dapat mengurangi serangan patogen tanaman.

Zhang et al. (1996) melaporkan bahwa kompos yang diaplikasikan pada tanaman mentimun dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan

Pythium sp. dan Colletotrichum arbiculare (Berk & Mont) Arx. Beberapa pengujian yang telah dilakukan oleh peneliti di Jerman, Jepang, Israel, dan AS menunjukkan bahwa penggunaan kompos dalam bentuk ekstrak kompos efektif untuk pengendalian beberapa penyakit seperti hawar daun pada kentang, layu fusarium, embun tepung dan kudis (ATTRA 1998). Hasil penelitian Syamsudin (2002) menunjukkan aplikasi ekstrak kompos dari bokashi dan dari jerami pada buah cabai mampu meningkatkan induksi ketahanan sehingga menekan perkembangan Colletotrichum capsici masing-masing dengan daya hambat 43,3% dan 56,6%.

Penggunaan kompos jerami padi sebagai pupuk organik pada tanaman padi gogo masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan kompos bioaktif siap pakai belum memadai, dan pemahaman petani atau masyarakat akan manfaat kompos bioaktif masih kurang. Masih banyak petani yang membakar bahan organik sisa panen atau mengangkut keluar biomassa sisa panen, sehingga asupan bahan organik ke lahan pertanian menjadi berkurang.

(25)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Cendawan Departemen Proteksi Tanaman IPB, Laboratorium Rekayasa Bioproses PAU IPB, dan lahan pertanian endemik penyakit blas milik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, dari Desember 2007 sampai dengan Mei 2008.

Penyiapan Kompos Jerami Padi

Sebanyak 100 kg kompos dibuat dengan bahan-bahan terdiri atas: 5 kg dedak (5%), 20 kg pupuk kandang (20%), 1 kg urea (1%), 1 liter yeast (1 l/kwt), 0,5 kg kapur (0,5%) yang dilarutkan dalam air, 0,5 kg gula (0,5%), 73 kg jerami padi (73%). Pengomposan dilakukan dengan cara jerami padi dicacah, kemudian dicampur dan diaduk merata dengan semua bahan. Penyiraman air dilakukan sampai dengan merata seluruh bahan kompos, kemudian ditutup plastik dengan kondisi ada bagian terbuka untuk sirkulasi udara. Waktu yang diperlukan ± 1 bulan (Hadisumitro 2000).

Penyiapan Mikrob Aktivator

Penyiapan biakan Trichoderma harzianum

(26)

Penyiapan biakan PGPR: Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa P. fluorescens dan B. polymixa (isolat koleksi Dr. Ir. Widodo, M.Sc.) dibiakkan dengan cara mengambil masing-masing 1 ml suspensi starter dan dimasukkan ke dalam dua erlenmeyer berbeda berisi media NPK (terdiri atas 5 g NPK (15:15:15) dan 10 g gula dalam 1 liter air) sebanyak 200 ml. Biakan digojok terus menerus selama 24 jam (Nurhadiansyah 2008). Masing-masing biakan dihitung kepadatan populasinya dengan cara mengambil 1 ml dan dilakukan pengenceran berseri, kemudian disebar dalam cawan petri berisi media King’s B (20 g protease pepton, 1,5 g MgSO4.7H2O, 1,5 g K2HPO4, 15 ml gliserol, 15 g

agar dalam 1000 ml air). Cawan petri diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar, sehingga diperoleh kepadatan populasi minimal 108 cfu/ml. Biakan ini digunakan untuk perlakuan selanjutnya.

Penyiapan Media Tumbuh Padi Gogo

Tanah media tumbuh padi dicampur dengan kompos jerami padi, dengan dosis 5 ton/ha. Pupuk buatan anorganik urea dan SP-36 digunakan sesuai dosis anjuran (urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha), sedangkan KCl digunakan ¼ dari dosis anjuran (25 kg/ha). Perlakuan aktivator pada kompos dilakukan dengan cara menambahkan suspensi campuran PGPR dengan kerapatan ± 108 cfu/ml sebanyak 10 ml/kg kompos (10 l/ton kompos), dan biakan T. harzianum

(kerapatan ± 106 spora/ml) sebanyak 10 g/kg kompos (10 kg/ton kompos), dikondisikan kelembapan cukup selama 4 hari, kemudian kompos dicampur dengan tanah untuk media tumbuh sebelum dilakukan penanaman benih. Sebagai pembanding I: tanah ditambahkan kompos tanpa mikrob aktivator. Pembanding II: tanah tanpa penambahan kompos dan tanpa mikrob aktivator.

Pengamatan Lahan

Pengukuran keragaman mikrob di dalam tanah

(27)

MgSO4.7H2O; 5 g pepton; 10 g dekstrosa; 30 mg streptomisin; 20 g agar; 10 ml

rosebengal 0,03% dalam 1000 ml air) dalam cawan petri dan diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu ruang. Cendawan yang tumbuh diisolasi dan dimurnikan selanjutnya diidentifikasi. Pengenceran 10-7 dan 10-8 diambil 0,1 ml kemudian disebar pada media NA (5 g pepton bakto, 3 g ekstrak beef, 2,5 g glukosa, 15 g agar dalam 1000 ml air) dan diinkubasi selama 2 hari pada suhu ruang. Bakteri dan aktinomisetes yang tumbuh diisolasi dan dimurnikan selanjutnya diidentifikasi.

Pengukuran kandungan hara di dalam tanah

Pengukuran kandungan hara dilakukan pada tanah sebelum ditambahkan kompos, dan setelah ditambahkan kompos, dengan cara analisa kimia tanah menurut Sudjadi et al. (1971).

Pengujian Cendawan Terbawa Benih

Benih padi sebelum ditanam, diuji dengan cara Blotter Test menurut Mew & Gonzales (2002) sebagai berikut:

1. cawan petri polystirene yang sudah disetrilkan dengan alkohol dan diinapkan semalam dibawah sinar ultraviolet digunakan sebagai wadah untuk inkubasi, 2. sebanyak lima lembar kertas stensil lembab yang telah di potong sesuai

dengan ukuran lingkaran cawan petri kemudian diletakan di dalam cawan petri,

3. diletakkan di atas kertas stensil lembab 25 benih padi, ditata sedemikian rupa sehingga jarak antar benih tidak terlalu berdekatan,

4. diinkubasikan di bawah lampu near-ultraviolet (N-UV) selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam lemari es bersuhu -20°C selama 24 jam, selanjutnya diletakkan kembali di bawah N-UV selama 120 jam (5 hari),

5. cendawan-cendawan yang tumbuh diamati. Kunci determinasi dan identifikasi cendawan digunakan untuk dapat menentukan jenis dari cendawan-cendawan yang tumbuh.

Pengujian cendawan terbawa benih juga dilakukan pada hasil panen padi setelah percobaan.

(28)

1. Sebagian benih padi varietas Situ Bagendit direndam dalam campuran suspensi P. fluorescens dan B. polymixa dengan kerapatan masing-masing ± 108 cfu/ml selama 12 jam, kemudian dikeringanginkan,

2. Sebagian benih direndam dalam suspensi biakan/spora T. harzianum

(kerapatan ± 106 spora/ml) selama 1 jam, kemudian dikeringanginkan,

3. Sebagai pembanding, sebagian benih direndam dalam air, dan larutan fungisida, selama 1 jam, kemudian dikeringanginkan,

4. Benih padi ditanam di petak percobaan yang sesuai perlakuan dengan cara ditugal, 3 butir benih/lubang.

Perancangan Percobaan

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok, dengan perlakuan sebagai berikut:

A) perlakuan benih dengan T. harzianum dan perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum,

B) perlakuan benih dengan T. harzianum dan perlakuan kompos, C) perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum,

D) perlakuan benih dengan PGPR dan perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR,

E) perlakuan benih dengan PGPR dan perlakuan kompos, F) perlakuan kompos yang diperkayadengan PGPR,

G) perlakuan kompos (tanpa perlakuan benih dan tanpa penambahan mikrob), H) pembanding/kontrol negatif (tanpa perlakuan benih, tanpa perlakuan

kompos, dan tanpa penambahan mikrob),

P) pembanding/kontrol positif (perlakuan benih dan penyemprotan sekali tiap dua minggu, setelah tanaman padi berumur 6 minggu, sebanyak 4 kali, menggunakan fungisida berbahan aktif methyl thiophanate.)

Satuan percobaan adalah petak lahan luasan 4 m2, jarak tanam 30 x 30 cm, dengan 4 ulangan setiap perlakuan. Sampel diambil dengan cara sistematis diagonal sebanyak 6 rumpun tanaman setiap satuan percobaan.

(29)

Bahan yang digunakan adalah tanaman padi umur 7 minggu yang sesuai perlakuan di atas. Cara yang digunakan adalah prosedur Cohen Cit yang dikemukakan oleh Simons & Ross (1970) dan telah dimodifikasi:

1. Daun padi dihancurkan dengan mortar dan ditambah 0,01 M buffer fosfat pH 6,0 dengan perbandingan 1 : 4,

2. Hasil hancuran disaring dan disentrifugasi selama 30 menit 5000 rpm pada 4oC. Supernatan digunakan sebagai sediaan enzim,

3. Menjelang pengamatan aktivitas enzim dibuat larutan pirogalol, (10 ml pirogalol 0,5 M ditambah dengan 12,5 ml buffer fosfat 0,066 M pH 6,0 selanjutnya diencerkan dengan air sampai volume menjadi 100 ml). 4. Sebanyak 0,2 ml sediaan enzim yang telah diencerkan ditambahkan pada

pereaksi yang terdiri dari 5 ml larutan pirogalol 0,5 M dan 0,5 ml H2O2 1%

di dalam kuvet. Campuran tersebut dihomogenkan selama 5 hingga 10 detik dan diamati dengan spektrofotometer panjang gelombang (λ) 420 nm. Nilai absorban diamati setiap 30 detik selama 180 detik.

5. Kadar Protein total dihitung dengan reagen Bradford menggunakan

bovine serum albumin (BSA; Sigma Aldrich USA) sebagai standar, melalui persamaan regresi. Sebagian lain sediaan enzim diukur nilai absorbansinya menggunakan larutan cooper alkaline dan pereaksi Folin Ciocalteu fenol, dengan spektrofotometer λ 500 nm.

6. Penghitungan unit aktivitas enzim (UAE) yang dinyatakan dengan perubahan nilai absorbansi (Unit menit -1 mg -1 protein), dilakukan sebagai berikut :

¾ Nilai absorban yang diperoleh dikurangi dengan blanko,

¾ Rata-rata atau slope nilai absorban (b) dari satu pengamatan dicari dengan menggunakan persamaan regresi (Y = a + bx)

¾ UAE = ∆ OD sediaan enzim X Berat total daun uji

Volume uji Kadar protein total

∆ OD: optical-density (nilai absorban) rata-rata/slope

(30)

Penyiraman atau drainase dilakukan pada saat media tanam mengalami kekeringan atau terlalu banyak air. Pengendalian hama yang muncul selama penanaman dilakukan dengan cara mekanis.

Pengamatan dilakukan pada:

A. Potensi tumbuh maksimum (PTM) tiap petak percobaan pada 2 minggu setelah tanam (mst),

B. pengukuran tinggi tanaman sampel selama fase vegetatif setiap minggu, mulai 4 mst,

C. jumlah anakan yang muncul tiap rumpun setiap minggu, mulai 4 mst,

D. pengamatan Intensitas penyakit blas mulai padi berumur 8 mst, selang pengamatan 7 hari, menurut IRRI (1996) dengan cara sebagai berikut:

1. sampel diamati sebanyak 6 rumpun per petak percobaan yang diambil secara sistematis diagonal,

2. diamati 3 daun paling atas,

3. Pengamatan blas daun, menggunakan tingkat keparahan penyakit : IP = Σ ( ni x v ) x 100%

( N x V )

IP: intensitas penyakit ni: banyak sampel dengan skala i N : banyak semua sampel V : skala keparahan tertinggi v : skala keparahan penyakit (0-9)

0 = tidak ada bercak

1 = bercak sebesar ujung daun

2 = bercak lebih besar dari ujung daun

3 = bercak nekrotik, abu-abu, bundar, sedikit memanjang, ukuran 1-2 mm, tepi coklat

4 = bercak khas blas (belah ketupat), luas daun terserang kurang 2 % 5 = bercak khas blas, luas daun terserang 2 – 10 %

6 = bercak khas blas, luas daun terserang 11– 25 % 7 = bercak khas blas, luas daun terserang 26 – 50 %

8 = bercak khas blas, luas daun terserang 51– 75 %, beberapa daun mulai mati

9 = semua daun mati

(31)

a+b

IP: intensitas penyakit busuk leher

a: banyak malai terinfeksi b : banyak malai tidak terinfeksi

Data pengamatan ditabulasi kemudian diolah dengan analisis varian menggunakan program Statistical product and solution services (SPSS) volume 11.5, dengan F hit taraf α = 5%, beda nyata diuji dengan DMRT, α = 5%.

Pemanenan

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kompos Jerami Padi

Pembuatan kompos jerami yang dilakukan diperoleh hasil kompos dengan bentukan agregat yang sudah menyatu, tidak dapat dibedakan lagi bahan-bahan pembentuknya, menunjukkan kompos telah matang dan siap digunakan. Ciri-ciri lainnya adalah suhu kompos sesuai suhu sekitar 37 ºC (tidak panas), warna kegelapan. Waktu yang diperlukan pembuatan kompos jerami 6 minggu, lebih lama dua minggu dari rencana semula. Hal ini terjadi disebabkan oleh kelembapan dalam bahan kompos yang tidak stabil. Penyiraman bahan kompos tidak sampai ke bagian dalam, sehingga aktivitas mikrob yang menguraikan bahan kompos menjadi tidak maksimal.

Gambar 1 Kompos jerami padi yang telah matang

Mikrob Aktivator

Biakan Trichoderma harzianum

(33)

memenuhi kepadatan minimal (106 spora/g) dan dapat digunakan sebagai inokulum pada perlakuan selanjutnya.

Gambar 2 Biakan T. harzianum pada media jagung, umur 14 hari

Biakan PGPR: Pseudomonas fluorescens dan Bacillus polymixa

P. fluorescens dan B. polymixa yang masing-masing dibiakkan pada media NPK, diinkubasikan dengan cara digojok selama 48 jam pada suhu ruangan. Hasil biakan diukur kepadatannya dengan cara ditumbuhkan/disebar pada media King’s B dalam cawan petri. Setelah diinkubasikan selama 24 jam pada suhu ruangan, koloni yang tumbuh menunjukkan kepadatan bakteri yang dinyatakan dalam colony forming unit/mililiter (cfu/ml). Kepadatan yang diperoleh pada biakan P. fluorescens dan B. polymixa masing-masing adalah 9 x 108 cfu/ml dan 4 x 108 cfu/ml, memenuhi kepadatan minimal (108 cfu/ml) dan dapat digunakan sebagai inokulum pada perlakuan selanjutnya.

Gambar 3 Biakan P. fluorescens (A), media NPK (B), dan B. polymixa (C) dalam media NPK, umur 48 jam

Keragaman Mikrob di Dalam Tanah

(34)

Keberadaan mikrob di dalam tanah dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Mikrob dapat berperan sebagai pengurai bahan organik sehingga dapat membantu tersedianya hara bagi tanaman. Kompos yang ditambahkan pada tanah dapat memperkaya keragaman mikrob, karena di dalam kompos mikrob telah berkembang seiiring dengan pengomposan.

Pengamatan menunjukkan bahwa tanah yang ditambah kompos memiliki keragaman dan populasi mikrob yang lebih tinggi. Trichoderma sp. (3 x 104 spora/gram) dan Pseudomonas sp. (2 x 108 cfu/gram) masing-masing merupakan cendawan dan bakteri yang terdapat pada tanah yang ditambahkan kompos, yang tidak terdapat pada tanah tanpa penambahan kompos. Hal ini diduga, tanah tempat penelitian merupakan tanah sawah yang dikeringkan untuk digunakan sebagai lahan penanaman padi gogo sehingga keragaman mikrob sangat sedikit, dan setelah ditambahkan kompos keragaman dan populasi mikrob menjadi bertambah.

Tabel 1 Keragaman mikrob dalam tanah

No Mikrob Jenis sampel

Tanah Tanah + Kompos

1. Trichoderma sp. - 3 x 104 spora/g

2. Penicillium sp. 104 spora/g 6,5 x 103 spora/g 3. Bacillus sp. 4 x 108 cfu/g 1,2 x 109 cfu/g

4. Pseudomonas sp. - 2 x 108 cfu/g

Kandungan Hara di Dalam Tanah

(35)

Hasil analisis tanah menunjukkan adanya peningkatan kandungan sebagian besar unsur hara dalam tanah yang ditambah dengan kompos, kecuali pada kandungan besi (Fe), H, dan seng (Zn). Peningkatan kandungan hara tersebut mendukung bagi pertumbuhan tanaman. KTK, pH, dan Kejenuhan Basa (KB) yang meningkat akan lebih menyediakan hara bagi tanaman. Kandungan tembaga (Cu) dan silikat (Si) yang lebih banyak dalam tanah akan lebih meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen, dengan jalan penguatan dinding sel tanaman.

Tabel 2 Sifat kimia tanah lokasi penelitian

Uraian Pengukuran Jenis Sampel

Tanah Tanah + Kompos

pH 1:1 H2O 5,40 6,30

KCl 4,50 5,30

Wlkley & Black C-Org (%) 0,72 2,76

Kjedhal N-Total (%) 0,08 0,36

Bray I P (ppm) 0,53 3,94

0,05 N NH4OAc pH 7,0 Ca (me/100g) 4,46 16,75

Mg (me/100g) 0,82 6,05

K (me/100g) 0,32 0,44

Na (me/100g) 0,26 1,22

KTK (me/100g) 6,33 14,33

KB (%) 92,58 100,00

0,05 N KCl Al (me/100g) Tidak terukur Tidak terukur

H (me/100g) 0,16 0,04

0,05 N HCl Fe (ppm) 9,20 0,55

Cu (ppm) 0,30 18,10

Zn (ppm) 8,90 4,60

Mn (ppm) 35,20 96,75

Si (%) 38,42 49,76

Pengujian Cendawan Terbawa Benih

(36)

merupakan infeksi patogen yang berada di lingkungan sekitar wilayah pertanaman padi gogo. Dengan kata lain wilayah pertanaman tersebut merupakan daerah endemik penyakit blas padi.

Tabel 3 Cendawan terbawa benih padi yang digunakan dalam penelitian

No Species Persen Infeksi (%)

1. Aspergillus sp. 17,33

2. Alternaria padwickii 15,33

3. Penicillium sp. 7,00

4. Rhizoctonia sp. 2,33

5. Fusarium sp. 3,00

6. Khamir 0,33

7. Curvularia sp. 3,00

(37)

Tabel 4 Cendawan terbawa benih padi hasil panen

No Perlakuan Cendawan Persen Infeksi (%) 1. A: Perlakuan benih dengan T.

harzianum dan perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum

Aspergillus sp. 9,33

Rhizopus sp. 4,00

2. B: Perlakuan benih dengan T. harzianum dan perlakuan kompos

Aspergillus sp. 6,67

Alternaria padwickii 2,67

Rhizopus sp. 4,00

3. C: Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum

Aspergillus sp. 14,67

Penicillium sp. 5,33

Rhizopus sp. 6,67

4. D: Perlakuan benih dengan PGPRdan perlakuan

5. E: Perlakuan benih dengan PGPR serta perlakuan

6. F: Perlakuan kompos yang diperkaya PGPR

Aspergillus sp. 4,00

Penicillium sp. 2,67

Rhizopus sp. 5,33

7. G: Perlakuan kompos Aspergillus sp. 13,33

Penicillium sp. 4,00

Rhizopus sp. 9,33

(38)

Keparahan Penyakit Blas Daun

Gejala penyakit blas yang terdapat pada daun tanaman padi gogo yang muncul mulai umur 14 minggu setelah tanam (mst), diamati pada tiga daun paling atas dan dihitung dengan tingkat keparahan penyakit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum atau PGPR menurunkan keparahan penyakit blas pada tanaman padi gogo.

Perlakuan kompos menurunkan keparahan penyakit blas sebesar 76,42% dibandingkan dengan kontrol negatif tanpa perlakuan. Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum atau PGPR menurunkan keparahan penyakit blas masnig-masing sebesar 71,81% dan 49,86%. Sedangkan perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum keparahan penyakit berkurang sebesar 76,42%, serta perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR keparahan penyakit berkurang sebesar 69,38%. Perlakuan benih dengan T. harzianum menekan keparahan penyakit blas sebesar 63,01%, serta perlakuan benih dengan PGPR menekan keparahan penyakit blas sebesar 69,38%.

Gambar 4 Keparahan penyakit blas daun padi gogo pada 14-17 mst

(39)

Gejala penyakit blas yang terdapat pada batang tanaman padi gogo diamati dan dihitung dengan tingkat kejadian penyakit. Hasil pengamatan gejala blas leher tanaman padi gogo menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum atau PGPR kejadian penyakit blas pada tanaman padi gogo.

Perlakuan kompos menurunkan kejadian penyakit blas sebesar 62,04% dibandingkan dengan kontrol negatif tanpa perlakuan. Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum, dan PGPR menurunkan kejadian penyakit blas masing-masing sebesar 70,47% dan 61,96%. Sedangkan perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum keparahan penyakit berkurang sebesar 80,29%, serta perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR keparahan penyakit berkurang sebesar 79,64%. Perlakuan benih dengan T. harzianum menekan kejadian penyakit blas sebesar 70,47%, serta perlakuan benih dengan PGPR menekan kejadian penyakit blas sebesar 73,67%.

Gambar 5 Kejadian penyakit blas leher padi gogo pada 14-17mst

(40)

Pengukuran aktivitas peroksidase dilakukan pada 7 (mst), dengan cara mengambil daun bagian atas (1-3 daun paling atas) kemudian dilihat absorbansinya dengan panjang gelombang 420 nm. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya dengan cendawan T. harzianum dapat meningkatkan aktivitas peroksidase.

Perlakuan kompos meningkatkan aktivitas peroksidase sebesar 57,94% dibandingkan dengan kontrol negatif tanpa perlakuan. Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum, dan PGPR meningkatkan aktivitas peroksidase masing-masing sebesar 97,19% dan 21,49%. Sedangkan perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan aktivitas peroksidase sebesar 50,47%, serta perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan aktivitas peroksidase sebesar 33,64%. Perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan aktivitas peroksidase sebesar 179,44%, serta perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan aktivitas peroksidase sebesar 95,33%.

Gambar 6 Aktivitas enzim peroksidase tanaman padi gogo pada 7 mst

Pertumbuhan Tanaman

(41)

Pengamatan dilakukan pada tanaman di lapangan, dan di laboratorium dengan media kertas stensil lembap dalam petri, pada umur 7 hari setelah tanam (hst) dan 14 hst.

Tabel 5 Potensi tumbuh maksimum (PTM) dan daya berkecambah (DB) tanaman padi gogo di laboratorium serta di lapangan

No Perlakuan Laboratorium PTM DB

(%) 1. A: Perlakuan benih dengan

T. harzianum dan

perlakuan kompos yang

diperkaya T. harzianum

- 80,66 bcd - 79,48 bcd

2. B: Perlakuan benih dengan

T. harzianum dan

6. F: Perlakuan kompos yang

diperkaya PGPR - 76,89 bcd - 80,19 bcd

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT α = 5%.

(42)

Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum meningkatkan PTM dan DB sebesar 11,44% dan 15,81%. Perlakuan kompos yang diperkaya PGPR meningkatkan PTM dan DB sebesar 20,29% dan 25,01%. Sedangkan perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan PTM dan DB sebesar 26,19 dan 23,89%, serta perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan PTM dan DB sebesar 32,09% dan 26,47%. Perlakuan benih dengan T. harzianum

meningkatkan PTM dan DB sebesar 24,34% dan 22,79%, serta perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan PTM dan DB sebesar 42,79% dan 31,99%.

Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada tanaman mulai umur 4 mst sampai dengan 10 mst. Umur 4 mst pada saat tanaman padi mengalami awal pertumbuhan fase vegetatif dan umur 10 mst mulai terbentuk daun primordia yang akan diikuti oleh munculnya bunga. Hasil pengamatan tinggi tanaman padi gogo menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum dan PGPR memengaruhi tinggi tanaman.

(43)

0

Gambar 8 Tinggi tanaman padi gogo pada 4-10 mst

Anakan

Pengukuran jumlah anakan dilakukan pada 4-12 mst. Pada 4 mst bersamaan pengukuran tinggi tanaman, anakan padi gogo sudah mulai muncul. Pada 12 mst, padi gogo sudah menghasilkan malai, sehingga setelah masa itu anakan yang bertambah sangat kecil jumlahnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum dan PGPR memengaruhi jumlah anakan tanaman padi gogo.

(44)

Gambar 9 Jumlah anakan tanaman padi gogo pada 4-12 mst

Anakan Produktif

Pengukuran jumlah anakan produktif dilakukan pada 12-16 mst. Pada 12 mst anakan padi gogo sudah mulai muncul dan pada 16 mst, padi gogo sudah mulai masuk pada fase pengisian biji, sehingga setelah masa itu anakan produktif yang bertambah sangat kecil jumlahnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum

dan PGPR memengaruhi jumlah anakan produktif tanaman padi gogo.

Perlakuan kompos meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 12,14% dibandingkan dengan kontrol negatif tanpa perlakuan. Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum, dan PGPR meningkatkan jumlah anakan produktif masing-masing sebesar 64,97% dan 10,89%. Sedangkan perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 52,83%, serta perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 135,03%. Perlakuan benih dengan T. harzianum

meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 125,24%, serta perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 94,89%.

(45)

Gambar 10 Jumlah anakan produktif tanaman padi gogo pada 12-16 mst

Hasil Tanaman Padi Gogo

Bobot Tajuk

Bobot tajuk diamati dengan cara mengukur berat tajuk tanaman sampel padi gogo pada setiap perlakuan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum dan PGPR memengaruhi bobot tajuk tanaman padi gogo.

Perlakuan kompos menurunkan bobot tajuk sebesar 2,13% dibandingkan dengan kontrol negatif tanpa perlakuan. Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum meningkatkan bobot tajuk sebesar 18,29%, sedangkan perlakuan kompos yang diperkaya PGPR menghasilkan bobot tajuk turun sebesar 21,28%. Pada perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan bobot tajuk sebesar 8,51%, serta perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan bobot tajuk sebesar 31,91%. Perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan bobot tajuk sebesar 7,66%, serta perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan bobot tajuk sebesar 24,68%.

(46)

Gambar 11 Bobot tajuk tanaman sampel padi gogo pada 17 MST

Bobot Gabah

Gabah yang dipanen dari tanaman sampel padi gogo pada 17 HST. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum dan PGPR memengaruhi bobot gabah tanaman padi gogo.

Perlakuan kompos menurunkan bobot gabah sebesar 2,00% dibandingkan dengan kontrol negatif tanpa perlakuan. Perlakuan kompos yang diperkaya T. harzianum meningkatkan bobot gabah sebesar 38,90%, sedangkan perlakuan kompos yang diperkaya PGPR menurunkan bobot gabah sebesar 25,23%. Pada perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan bobot gabah sebesar 41,41%, serta perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR yang dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan bobot gabah sebesar 78,54%. Perlakuan benih dengan T. harzianum meningkatkan bobot gabah sebesar 81,58%, serta perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan bobot gabah sebesar 13,97%.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

A B C D E F G H P

abc abc abc

ab

bc

a bc

bc c

(47)

Gambar 12 Bobot gabah tanaman sampel padi gogo pada 17 MST 0

20 40 60 80 100 120 140 160 180

A B C D E F G H P

a

b b

c

d d

e e e

Perlakuan

Bo

bot

(g

(48)

Pembahasan

Ketahanan Tanaman Padi Gogo

Hasil analisis kimia tanah dari lahan percobaan, tanah yang ditambah dengan kompos menunjukkan peningkatan jumlah kandungan sebagian besar unsur hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan (Tabel 2). Unsur hara makro seperti N, P, K dan Mg berturut turut meningkat sebesar 4 kali, 7 kali, 7 kali, dan 1,4 kali. Unsur hara mikro seperti Cu, Mn, dan Si berturut-turut meningkat sebesar 60 kali, 2,7 kali, dan 1,3 kali. Unsur hara makro dan mikro yang meningkat ini sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Unsur hara makro memiliki peranan utama terhadap ketersediaan bahan metabolisme bagi tanaman. Unsur hara mikro tembaga (Cu) dan silikat (Si) dapat meningkatkan aktivitas pembentukan dinding sel menjadi lebih baik. Proses ini juga mendukung peningkatan ketahanan statis tanaman, yaitu ketahanan tanaman yang sudah ada tanpa adanya stimulasi dari faktor luar tanaman. Unsur Mg dapat memacu proses fotosintesis, dan berperan sebagai kofaktor enzim kitinase, selanjutnya dapat menigkatkan kesehatan tanaman (Susila 2004)

Peningkatan kandungan unsur hara yang disertai peningkatan pH dari 4,5 menjadi 5,5 serta kapasitas tukar kation (KTK) yang meningkat 2,2 kali dan kejenuhan basa (KB) 1,1 kali pada tanah yang ditambahkan kompos, akan lebih dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman, karena keberadaan unsur hara sebagian besar dalam bentuk ion yang dapat diserap oleh tanaman.

Sedangkan kandungan unsur Al yang kecil (tidak terukur), dan Fe turun menjadi 0,55 ppm dari semula 9,20 ppm adalah kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman padi gogo karena tidak beresiko keracunan unsur Al dan Fe. Unsur Ca diperlukan tanaman dalam jumlah tertentu yang tidak banyak dan relatif stabil dalam rentang waktu pertumbuhan padi gogo. Kandungan unsur Ca yang meningkat 3,7 kali (dari 4,46 Me menjadi 16,75 Me) masih dalam batas toleransi sehingga tidak bersifat meracuni tanaman. Kandungan unsur Zn turun sebesar 0,5 kali (dari 8,90 menjadi 4,60 ppm) tidak menjadi masalah bagi tanaman, karena kebutuhan tanaman akan unsur Zn relatif kecil dan bila mengalami kekurangan dapat digantikan dengan Mn.

(49)

mikrob juga mampu menguraikan unsur C organik yang menjadi sumber nutrisinya menjadi ion-ion yang dapat diserap dan dimanfaatkan tanaman.

Keberadaan mikrob lebih banyak jenis dan jumlahnya pada tanah yang ditambah kompos (Tabel 1). Trichoderma sp. dan Pseudomonas sp. yang terdapat pada tanah yang ditambah kompos, dapat membantu melarutkan fosfat sehingga dapat diserap lebih banyak oleh tanaman, akan lebih menguntungkan tanaman pada pertumbuhannya.

Hasil pengamatan cendawan pada benih padi sebelum penanaman dan benih padi hasil percobaan menunjukkan tidak diketemukannya patogen blas

Pyricularia grisea. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi yang terjadi pada tanaman padi gogo adalah berasal dari patogen yang terdapat di udara bebas lingkungan sekitar. Menurut Agrios (2005) cendawan P. grisea sangat jarang terbawa benih padi, lebih sering berada di udara bebas atau pada inang alternatif gulma rumput-rumputan, terutama di daerah tropis yang memiliki kelembapan udara cukup tinggi sepanjang tahun.

Infeksi patogen blas yang berasal dari udara bebas lingkungan sekitar ini cenderung sulit dikendalikan dengan perlakuan benih bila ditekankan hanya sebagai agens antagonis. Infeksi berada di daun dan batang padi (bagian tajuk) dan kerusakan yang terjadi berada di daun, batang, serta malai padi. Pemakaian agens antagonis sebagai agens pengendali dengan cara disemprotkan akan menurun kemampuan hidupnya dengan adanya fluktuasi lingkungan filosfer, sehingga tidak efektif digunakan. Untuk itu diharapkan keberadaan mikrob di dalam kompos selain membantu melarutkan unsur hara juga dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit blas.

Pengamatan keparahan dan kejadian penyakit blas serta aktivitas peroksidase tanaman padi gogo menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kompos dapat memengaruhi dengan menekan keparahan dan kejadian tanaman yang lebih rendah serta aktivitas peroksidase yang meningkat. Dengan penambahan kompos pada tanah dapat menurunkan keparahan penyakit blas sebesar 42,82%, menurunkan kejadian penyakit blas sebesar 62,04% dan meningkatkan aktivitas peroksidase tanaman padi gogo sebesar 57,94% daripada tanaman kontrol tanpa perlakuan (Lampiran 1, 2, dan 3) .

(50)

Kemampuan menginduksi ini lebih meningkat bila ditambahkan T. harzianum

atau PGPR ke dalam kompos, yang ditunjukkan dengan keparahan dan penyakit yang lebih kecil serta aktivitas peroksidase yang lebih meningkat.

Dengan penambahan T. harzianum pada kompos, dapat menurunkan keparahan penyakit sebesar 71,82% dan kejadian penyakit blas sebesar 78,91% serta meningkatkan aktivitas peroksidase sebesar 97,19%. Perlakuan penambahan PGPR pada kompos dapat menurunkan keparahan penyakit sebesar 49,86% dan kejadian penyakit blas sebesar 62,04% serta meningkatkan aktivitas peroksidase sebesar 57,94%. Hal ini dapat terjadi, diduga dengan penambahan T. harzianum dan PGPR di dalam kompos, keberadaannya akan lebih mampu berkembang dan menginduksi ketahanan tanaman padi gogo.

Demikian pula pada perlakuan benih dengan T. harzianum dan penambahan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum, serta perlakuan benih dengan PGPR dan penambahan kompos yang diperkaya dengan PGPR dapat menurunkan kejadian penyakit blas padi gogo pada tingkat paling rendah, masing-masing berkurang 80,25% dan 79,64%, tidak berbeda dengan perlakuan kontrol positif dengan fungisida (berkurang 81,09%).

Sedangkan aktivitas peroksidase meningkat nyata pada perlakuan benih dengan T. harzianum dan perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum sebesar 50,47%, serta perlakuan benih dengan PGPR dan perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR sebesar 53,64%.

Hal di atas menunjukkan keberadaan T. harzianum, dan PGPR di dalam kompos yang didukung keberadaan T. harzianum, dan PGPR bersama benih padi lebih mampu menekan keparahan dan kejadian penyakit blas pada padi gogo, serta lebih meningkatkan aktivitas peroksidase tanaman padi gogo.

(51)

PGPR lebih cepat sehingga proses kolonisasi juga lebih cepat dan PGPR lebih cepat menginduksi aktivitas peroksidase.

Menurut Huang (2001), peroksidase merupakan salah satu dari

pathogenesis-related protein (PR-protein), adalah sekelompok protein tanaman dengan struktur bervariasi dan kadangkala bersifat toksik terhadap patogen yang menginfeksi, ditemukan pada jaringan tanaman sehat, tetapi konsentrasinya akan sangat meningkat bila tanaman tersebut terinfeksi oleh patogen atau mikrob bukan patogen. Selanjutnya peroksidase dapat mengatalisasi sejumlah reaksi meliputi lignifikasi, dan suberisasi yang memperkuat dinding sel tanaman. Dinding sel tanaman yang lebih kuat akan dapat menghambat infeksi patogen, sehingga tanaman terhindar dari serangan patogen.

Chet I & Inbar J (1994) melaporkan, Trichoderma spp. dapat menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik (induced systemic resistance/ISR) salah satunya melalui peningkatan aktivitas peroksidase. Michel et al. (2002) mengemukakan bahwa B. polymixa dan P. fluorescens dapat meningkatkan kesehatan tanaman dengan jalan meningkatkan aktivitas peroksidase tanaman.

Pertumbuhan Tanaman Padi Gogo

Pada semua pengamatan peubah pertumbuhan tanaman, perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum dan PGPR menunjukkan peningkatan pada potensi tumbuh maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, bobot tajuk dan bobot gabah tanaman padi gogo, dibandingkan dengan dengan kontrol negatif tanpa perlakuan.

Perlakuan kompos dapat meningkatkan PTM dan DB tanaman padi gogo berturut-turut sebesar 8,10% dan 7,72 lebih tinggi daripada kontrol tanpa perlakuan. Perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum

meningkatkan PTM dan DB sebesar 11,44% dan 15,81%. Selanjutnya perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum serta dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum dapat meningkatkan PTM dan DB sebesar 26,19% dan 23,89%. Sedangkan perlakuan benih dengan T. harzianum dapat meningkatkan PTM dan DB sebesar 24,37% dan 22,79%.

(52)

kompos yang diperkaya T. harzianum, dan perlakuan benih dengan T. harzianum. Hal ini menunjukkan kemampuan T. harzianum yang ditambahkan ke dalam kompos dapat berkembang dengan baik dan didukung keberadaan T. harzianum

bersama benih padi, akan lebih cepat mengadakan kolonisasi sehingga meningkatkan PTM dan DB pada awal pertumbuhan tanaman.

Pada pengamatan perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR meningkatkan PTM dan DB sebesar 20,29% dan 25,00%. Selanjutnya perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR serta dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan PGPR dapat meningkatkan PTM dan DB sebesar 32,09% dan 26,47%. Sedangkan perlakuan benih dengan PGPR dapat meningkatkan PTM dan DB sebesar 42,79% dan 31,99%.

Perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR serta dikombinasikan dengan perlakuan benih dengan T. harzianum memiliki potensi dapat meningkatkan PTM dan DB lebih tinggi daripada perlakuan kompos saja, kompos yang diperkaya T. harzianum, dan perlakuan benih dengan T. harzianum. Hal ini menunjukkan kemampuan T. harzianum yang ditambahkan ke dalam kompos dapat berkembang dengan baik dan didukung keberadaan T. harzianum

bersama benih padi, akan lebih cepat mengadakan kolonisasi sehingga meningkatkan PTM dan DB pada awal pertumbuhan tanaman.

Pada pengamatan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif (Tabel Lampiran 4, 5, dan 6), menunjukkan perlakuan kompos meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif berturut-turut sebesar 1,68%, 27,83%, dan 12,14%, dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan. Pengayaan kompos dengan T. harzianum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif padi sebesar 0,80%, 49,15%, dan 64,97%. Bila kompos dengan T. harzianum

dikombinasikan dengan perlakuan benih T. harzianum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif padi masing-masing sebesar 2,86%, 40,35%, dan 52,83%. Sedangkan perlakuan benih dengan T. harzianum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif padi masing-masing sebesar 7,01%, 28,45%, dan 125,24%.

(53)

tanaman, secara langsung dapat menghasilkan hormon pertumbuhan, dan secara tidak langsung dapat membantu mengubah unsur hara menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Perlakuan benih dengan T. harzianum lebih mendukung keberadaan T. harzianum di dalam kompos, sehingga lebih berpotensi meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif.

Perlakuan dengan kompos yang diperkaya PGPR, tidak menunjukkan peningkatan tinggi tanaman, tetapi dapat meningkatkan jumlah anakan dan jumlah anakan produktif masing-masing sebesar 19,66% dan 10,89% dibandingkan tanaman kontrol tanpa perlakuan. Sedangkan perlakuan pengayaan kompos dengan PGPR yang didukung perlakuan benih dengan PGPR dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif masing-masing sebesar 15,68%, 46,35%, dan 135,03% dibandingkan kontrol tanpa perlakuan. Pada perlakuan benih dengan PGPR meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif masing-masing sebesar 5,08%, 48,06%, dan 94,89.

Bila dibandingkan dengan perlakuan secara keseluruhan, perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR memiliki potensi peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah anakan produktif yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh ekspresi hormon auksin dari PGPR dalam jumlah banyak sehingga dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan tanaman padi gogo. Menurut Rondriguez & Wetzstein (1994) mengemukakan, ketersediaan hormon pertumbuhan auksin dalam jumlah yang sedikit dapat memacu pertumbuhan tanaman, tetapi sebaliknya bila ketersediaan hormon pertumbuhan auksin berlebihan bagi jenis tanaman tertentu maka akan mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan tanaman.

(54)

berada bersama kompos mampu berkembang dengan baik., sehingga unsur hara fosfor menjadi lebih tersedia, dan laju pertumbuhan tanaman meningkat.

Pada perlakuan kompos yang diperkaya dengan T. harzianum dan dikombinasikan perlakuan benih dengan T. harzianum, menunjukkan peningkatan bobot tajuk dan bobot gabah dibandingkan dengan tanaman kontrol tanpa perlakuan, berturut-turut sebesar 8,51% dan 41,41%. Peningkatan bobot gabah yang lebih tinggi ini menunjukkan peranan T. harzianum yang terdapat pada benih, segera meningkatkan metabolisme tanaman dan membantu ketersediaan unsur hara yang dapat meningkatkan penyerapan fosfor bagi tanaman padi gogo untuk pengisian biji.

Perlakuan benih dengan T. harzianum yang diujikan juga berpengaruh positif dengan meningkatkan bobot tajuk dan bobot gabah dibandingkan tanaman kontrol tanpa perlakuan, berturut-turut sebesar 7,66% dan 81,58%. Hal ini menunjukkan perlakuan benih dengan T. harzianum nyata dapat meningkatkan bobot gabah padi gogo.

Perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR tidak meningkatkan bobot tajuk dan bobot gabah padi gogo. Hal ini dimungkinkan terjadi karena keberadaan hormon pertumbuhan auksin yang dihasilkan PGPR dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat menghambat laju peningkatan bobot tajuk dan bobot gabah (Rondriguez & Wetzstein 1994).

Pada perlakuan kompos yang diperkaya dengan PGPR dan dikombinasikan perlakuan benih dengan PGPR, menunjukkan peningkatan bobot tajuk dan bobot gabah dibandingkan dengan tanaman kontrol tanpa perlakuan, berturut-turut sebesar 31,91% dan 78,54%. Peningkatan bobot gabah yang ini menunjukkan peranan PGPR yang terdapat pada kompos dan benih, segera meningkatkan metabolisme tanaman dan membantu ketersediaan unsur hara yang dapat meningkatkan pengisian biji tanaman padi gogo (Isroi 2006).

(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan kompos yang diperkaya dengan Trichoderma harzianum, dan PGPR yang diujikan mampu meningkatkan ketahanan tanaman padi gogo terhadap penyakit blas, yang ditunjukkan dengan penurunan gejala penyakit blas dan peningkatan aktivitas peroksidase tanaman. Perlakuan pengayaan kompos dengan T. harzianum serta dikombinasikan perlakuan benih dengan T. harzianum, dan perlakuan pengayaan kompos dengan PGPR serta dikombinasikan perlakuan benih dengan PGPR merupakan kombinasi perlakuan yang paling baik untuk mengendalikan penyakit blas dan meningkatkan aktivitas peroksidase tanaman padi gogo. T. harzianum dan PGPR yang digunakan dapat menginduksi ketahanan padi gogo terhadap penyakit blas.

Kombinasi perlakuan tersebut juga paling baik untuk meningkatkan potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah tanaman, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, bobot tajuk, serta bobot hasil padi gogo.

Saran

1. Pemanfaatan agens hayati T. harzianum dan PGPR yang ketersediannya melimpah di alam, dapat digunakan dalam pengendalian penyakit tanaman padi gogo.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berbagai varietas agar memperoleh validitas data mengenai peningkatan ketahanan tanaman padi secara umum di lapangan,

3. Penelitian perlu dilakukan di beberapa wilayah dengan agroekosistem yang berbeda, akan memberikan data mengenai kemapanan pemanfaatan agens hayati yang digunakan,

Gambar

Gambar 1 Kompos jerami padi yang telah matang
Gambar 2 Biakan T. harzianum pada media jagung, umur 14 hari
Tabel 1 Keragaman mikrob dalam tanah
Tabel 2 Sifat kimia tanah lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu pembinaan yang akan dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan

handphone perusahaan tetap menyusutkan sampai dengan tahun berakhirnya masa manfaat dari aset yang dimiliki perusahaaan, meskipun aset tetap yang ada sudah rusak dan tidak ada

Hasil pengamatan berat boll per tanaman menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pemangkasan pucuk tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap berat boll per tanaman kapas.. P1 P2

Sebagai orang bersuku Padang yang tinggal di Kutai Kartanegara penata merasakan tentram dan damai tinggal di suatu daerah dengan berbagai macam suku-suku yang tidak ada

Maka dari itu perlu diadakanya penanggulangan terhadap masalah ini antara lain, dengan melakukan standarisasi metode yang digunakan dalam proses produksi agar

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana variabel independen yaitu biaya penyusunan (X1), luas wilayah (X2), jumlah tenaga ahli (X3), sumber biaya (X4), jenis bantuan

Hasil analisis data dengan taraf signifikansi 5% diperoleh: (1) ada pengaruh antara strategi pembelajaran grup investigation dan tipe two stay two stray

pada siswa kelas X C SMA Negeri 2 Sungai Raya Tahun Pelajaran 2014/2015. Bagian ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan upaya, proses, dan hasil belajar siswa pada