• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku I. New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Buku I. New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

1

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT

BERKELANJUTAN

Tri Wiji Nurani, Domu Simbolon, Akhmad Solihin, Shinta Yuniarta

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan institusi yang mengemban tugas untuk mengembangkan ilmu dan teknologi (fishing science and fishing technology) serta seni (arts) dalam merencanakan dan melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perikanan Indonesia. Keberadaan departemen ini dimulai dengan terbentuknya Jurusan Perikanan Darat dan Perikanan Laut yang masing-masing berasal dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan dibawah Universitas Indonesia (UI) tahun 1963. Pada tahun 1971 terbentuk Bagian Teknik Penangkapan Ikan yang merupakan gabungan dari Bagian Fishing Method dan Bagian Fishing Gear and Boat, selanjutnya tahun 1976 menjadi Bidang Keahlian Teknologi dan Manajemen Penangkapan Ikan, beralih menjadi Jurusan Eksploitasi Sumberdaya Perikanan tahun 1981, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tahun 1985 dan menjadi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tahun 2003.

(7)

2

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

Berdasarkan definisi perikanan seperti tersebut di atas, terlihat bahwa perikanan mencakup banyak aspek. Perikanan merupakan sebuah sistem yang memiliki tujuan. Tujuan dari sistem akan dapat tercapai, jika seluruh aspek yang ada dalam sstem dapat berfungsi dengan baik, dan secara terpadu mendukung untuk tercapainya tujuan.

Perikanan Indonesia saat ini belum menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Wilayah laut Indonesia yang luas, yaitu sekitar 80% dari total wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan besarnya potensi sumberdaya ikan yang dimiliki belum mampu memberikan manfaat yang besar bagi pelaku-pelakunya khususnya nelayan. Nelayan masih hidup dalam kemiskinan, hidup dalam kondisi sosio-ekonomi yang termarjinalkan. Perikanan belum menjadi sektor andalan yang memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional. Lapangan kerja yang tersedia di sektor perikanan belum diminati oleh banyak kalangan muda pencari lapangan kerja. Ikan sebagai sumber protein hewani yang tinggi, belum mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia. Akhir-akhir ini yang terjadi justru sebaliknya, yaitu Indonesia mengimpor ikan dari luar negeri.

(8)

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

3 Buku diberi judul New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pe gelolaa “u berdaya Perika a Laut Berkela juta . Paradig a baru pembangunan perikanan, dalam hal ini perikanan laut, bukan hanya semata-mata mengejar manfaat ekonomi, melainkan harus memperhatikan keberlanjutan sumberdaya. Tulisan yang tersaji dalam buku ini memperlihatkan ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan perikanan Indonesia. Pengembangan teknologi penangkapan ikan, tidak semata-mata untuk menghasilkan produksi ikan yang banyak, melainkan perlu memperhatikan selektivitas alat, mutu hasil tangkapan, nilai manfaat bagi nelayan, pengembangan wilayah dan lain sebagainya. Sumberdaya perikanan juga perlu dikelola dengan baik, agar dapat memberikan manfaat yang optimal saat ini dan ke depan.

Kumpulan tulisan tersaji dalam dua buku. Pada Buku I ini, diketengahkan naskah hasil penelitian, kajian ilmiah dan sumbangan pemikiran yang secara lebih teknis ke arah pemanfaatan sumberdaya perikanan (proses produksi) yang dilakukan secara berkelanjutan. Tulisan mencakup diantaranya perlunya menata kembali (reinvensi) aspek-aspek perikanan tangkap, perkembangan kegiatan perikanan di Indonesia, perkembangan teknologi penangkapan ikan, alat penangkapan ikan, kapal perikanan, daerah penangkapan ikan dan manajemen mutu pada industri perikanan.

Buku II berupa kumpulan naskah hasil penelitian, kajian ilmiah dan sumbangan pemikiran terkait dengan bidang perikanan laut yang lebih kompleks. Tulisan diantaranya meliputi opini terhadap kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri perikanan tangkap, pengembangan perikanan skala industri dan skala kecil, produktivitas usaha perikanan, pengembangan pelabuhan perikanan, kelembagaan, pemberdayaan nelayan, dan pengelolaan perikanan.

Wisudo dalam naskahnya yang berjudul Rei ve ti g Pe ba gu a

(9)

4

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

sistematis. Untuk itu, Wisudo memberikan sumbangan pemikirannya untuk melakukan reinvensi (menemukan kembali) pembangunan perikanan tangkap nasional yang tepat agar mampu memberikan manfaat yang optimal untuk masyarakat dan bangsa Indonesia secara berkelanjutan.

Upaya untuk dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan laut Indonesia memerlukan teknologi penangkapan ikan yang produktif, efektif dan efisien. Teknologi penangkapan ikan terdiri dari berbagai jenis teknologi yang disesuaikan dengan ikan tujuan tangkap. Naskah-naskah berikut mengetengahkan perkembangan perikanan tangkap di Indonesia, infentarisasi unit penangkapan ikan yang digunakan nelayan, daya tahan bahan atraktor rumpon, desain alternatif bubu yang efektif untuk menangkap lobster, ujicoba bubu dengan konstruksi yang berbeda, komposisi hasil tangkapan cantrang, dan selektivitas alat tangkap trawl.

(10)

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

5 laut tetap dapat dihasilkan dengan tetap menjaga keberlanjutan hidup sumber daya laut itu sendiri.

Iska dar elakuka Infentarisasi Unit Penangkapan Pukat Kantong yang Digunakan oleh Nelayan di desa Mayangan Kabupaten Subang . U it

penangkapan ikan terdiri atas kapal, nelayan dan alat tangkap. Sesuai dengan keahliannya, Iskandar lebih mengulas unit penangkapan ikan dari segi alat tangkapnya. Sebuah alat penangkap ikan mempunyai ukuran dan konstruksi yang berbeda untuk tiap wilayah. Perbedaan ukuran dan konstruksi alat tangkap di beberapa wilayah Indonesia terjadi sebagai proses adaptasi terhadap daerah penangkapan ikan, ketersediaan bahan baku, maupun ketersediaan dana. Selain ukuran dan konstruksi, perbedaan alat tangkap di suatu wilayah juga tergantung dari jenis sumberdaya ikan yang ada. Iskandar memberikan contoh, di Perairan Indonesia bagian Timur nelayan banyak mengoperasikan alat tangkap pole and line atau yang biasa disebut huhate sedangkan di Pantai Utara Jawa tidak ada nelayan yang mengoperasikan huhate. Hal ini dikarenakan, sumberdaya tuna dan cakalang yang menjadi target utama pole and line tersedia secara melimpah di perairan Indonesia bagian Timur, sedangkan di perairan Pantai Utara Jawa tidak terdapat sumberdaya tuna dan cakalang. Iskandar secara lebih spesifik menginfentarisasi alat tangkap pukat kantong yang ada di perairan Subang. Terdapat dua jenis alat tangkap yaitu payang dan dogol. Kedua alat tangkap ini memiliki tujuan penangkapan yang berbeda. Payang untuk menangkap ikan pelagis, sedangkan dogol untuk menangkap ikan demersal.

Yusfiandayani melakukan penelitian mengenai Perbedaa Daya Taha

(11)

6

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

Yusfiandayani untuk melihat perbedaan daya pikat daun-daun yang dihubungkan dengan interaksi ikan pelagis di sekitar rumpon dan pengungkapan mekanisme berkumpulnya ikan di sekitar rumpon.. Yusfiandayani menyimpulkan bahwa 1) atraktor daun kelapa memiliki daya tahan yang lebih kuat dibandingkan atraktor daun nipah dan daun pinang, 2) kepadatan dan dominansi perifiton serta plankton yang tertinggi terdapat pada rumpon yang menggunakan atraktor dari daun kelapa, dan 3) keragaman spesies ikan terbanyak berada di sekitar atraktor dari daun kelapa.

Riyanto, Purbayanto dan Leo melakukan penelitian tentang Ko posisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa

Ti ur . Cantrang merupakan alat tangkap yang memiliki produktivitas tinggi, selektif terhadap hasil tangkapan ikan demersal, mudah dibuat dan perawatannya serta relatif tidak memakan biaya tinggi. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah menghitung komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dan keanekaragaman serta dominansi hasil tangkapan cantrang. Penelitian dilakukan dengan mengikuti operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap cantrang. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan yaitu 51% berbanding 49%. Indeks keanekaragaman sebesar 0,57 yang berarti bahwa keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah. Indeks dominansi sebesar 0,77 yaitu dominansi ikan pepetek (Leiognathus sp.) cukup tinggi.

(12)

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

7 lobster yang diperkirakan efektif menurut Zulkarnain adalah bubu lipat satu pintu samping bentuk kotak dan bubu lipat satu pintu atas bentuk trapesium, keduanya dipasang dengan pemicu pintu masuk yang berbentuk kisi-kisi.

Iskandar dan Rusdi melakukan ujicoba bubu menggunakan celah pelolosan yang berbeda untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (by catch), melalui kajian Keraga a “pesies Hasil Ta gkapa Bubu Lipat ya g Me ggu aka Celah Pelolosan yang Berbeda di Perairan Mayangan Kabupaten Subang . Nelayan di Perairan Desa Mayangan menggunakan bubu lipat untuk menangkap kepiting dan berbagai jenis spesies demersal. Berdasarkan kajian-kajian sebelumnya menunjukkan bahwa, ikan-ikan yang berukuran kecil maupun non target species memiliki peluang yang besar untuk tertangkap pada bubu. Tingginya keragaman spesies yang tertangkap pada bubu, mengindikasikan hasil tangkapan sampingan pada bubu sangat tinggi. Saat ini hasil tangkapan sampingan menjadi masalah yang serius di percaturan global karena dianggap sebagai salah satu penyebab penurunan stok ikan di beberapa bagian dunia. Ujicoba konstruksi bubu dengan menggunakan beberapa tipe celah pelolosan berupaya untuk meningkatkan selektivitas alat tangkap. Iskandar dan Rusdi menyimpulkan bahwa, konstruksi bubu dengan celah pelolosan berbentuk kotak menurunkan keragaman hasil tangkapan.

Upaya untuk meningkatkan selektivitas alat tangkap trawl dilakukan oleh Wahju melalui kajian Selektivitas Alat Tangkap Trawl Berdasarkan Tingkah Laku serta Morfologi Ikan Hasil Tangkapan Sampingan . Trawl merupakan alat tangkap yang efektif dalam memanfaatkan sumberdaya ikan demersal. Pembuangan hasil tangkapan sampingan pada perikanan trawl telah menjadi perhatian dunia karena berdampak terhadap lingkungan serta sumberdaya ikan. Wahju memberikan kontribusi pemikirannya untuk mengatasi permasalahan tingginya by catch pada perikanan trawl melalui perbaikan teknologi penangkapan ikan. Perbaikan teknologi dilakukan dengan memperhatikan faktor biologi seperti tingkah laku ikan, karakteristik morfologi jenis ikan yang tertangkap, serta faktor teknis terkait dengan dimensi ukuran dari codend.

(13)

8

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

ikan atau mendukung kegiatan operasi penangkapan ikan. Berbagai kajian kapal perikanan dipaparkan pada bagian berikut, yaitu aspek tekno ekonomi pembangunan kapal, strategi untuk pengembangan galangan kapal dan kajian resiko kapal sebagai alat transportasi benih ikan.

Iskandar, Sobari dan Kalyana elakuka kajia e ge ai Tekno Ekonomi Kapal Gillnet di Kalibaru dan Muara Angke Jakarta Utara . “aat i i lebih dari

90% kapal penangkap di Indonesia beroperasi di perairan pantai. Sebagian besar kapal tersebut dibangun pada galangan kapal tradisional. Aspek tekno ekonomi merupakan aspek yang penting dalam membangun kapal ikan, namun di galangan kapal tradisional aspek tersebut belum begitu diperhatikan. Aspek teknik meliputi proses desain, pembangunan konstruksi kapal dan ujicoba pengoperasian kapal. Aspek ekonomi terkait dengan perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk membuat kapal. Kajian dilakukan dengan mengikuti proses pembuatan kapal di galangan kapal yang ada di Kalibaru dan Muara Angke. Hasil kajian menunjukkan bahwa secara teknis pembangunan kapal di galangan kapal tradisional Kalibaru dan Muara Angke masih menggunakan cara tradisional. Ukuran balok-balok konstruksi yang digunakan umumnya masih dibawah ukuran yang disyaratkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Secara ekonomi, biaya pembuatan kapal akan dipengaruhi oleh ukuran kapal yang dibuat, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan biaya sewa lahan.

Kur iawati e yu ba gka pe ikira ya elalui Strategi Pengembangan Industri Galangan Kapal Tradisional dalam Mendukung

(14)

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

9 perikanan tangkap di Indonesia, untuk itu perlu didukung oleh kesiapan galangan sebagai salah satu industri penunjang. Beberapa strategi dikemukaan Kurniawati untuk pengembangan galangan kapal perikanan di Indonesia.

Kapal perikanan tidak saja digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan, melainkan digunakan juga untuk transportasi hasil tangkapan atau pengangkutan benih ikan. Untuk keperluan ini, kapal perlu didesain agar dapat mempertahankan kualitas dari muatannya. Novita, Iska dar, Murdiya to, Wiryawa da Hariya to. elakuka pe elitia Kajian Resiko Kapal Pengangkut Ikan Hidup untuk Pengangkutan Benih Kerapu Bebek

Cromileptes Altivelis . Kapal untuk pengangkutan ikan hidup banyak digunakan di Kepulauan Natuna dan Batam, yaitu untuk mengangkut benih ikan kerapu. Transportasi benih dilakukan dengan sistem opened hull, yaitu transportasi terbuka yang umumnya digunakan untuk mengangkut ikan ukuran konsumsi atau ukuran benih dengan panjang badan minimal 16 cm. Benih yang ditransportasikan dengan sistem ini memiliki tingkat survival yang rendah yaitu sekitar 80% atau kurang. Tingkat survival ini menjadi perhatian penting, karena faktor harga yang mahal dari benih ikan kerapu. Harga ditentukan oleh ukuran panjang benih. Novita, Iskandar, Murdiyanto, Wiryawan dan Hariyanto melakukan kajian risiko jika kapal digunakan untuk mengangkut benih ikan yang berukuran lebih kecil. Kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan diantaranya yaitu bahwa, resiko sangat tinggi. Solusi untuk mengurangi resiko diantaranya yaitu memodifikasi palka, memperbaiki sistem sirkulasi dan memperhitungkan densitas benih yang diangkut.

Kepastian daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan. Pendugaan daerah penangkapan ikan dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah dengan penginderaan jarak jauh. Wahyuningrum da “i bolo e yu ba gka pe ikira ya dala Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pendeteksian Beberapa Parameter Oseanografi dalam Pendugaan

(15)

10

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

oseanografi secara time series dan real time menjadi faktor penting untuk pendugaan daerah penangkapan ikan. Wahyuningrum dan Simbolon mengetengahkan salah satu metode alternatif untuk penyediaan data oseanografi secara time series dan real time. Beberapa parameter oseanografi yang biasa digunakan dalam penentuan daerah potensial penangkapan ikan dipaparkan dalam tulisan ini. Selain itu juga dijelaskan metode atau cara estimasi parameter-parameter tersebut dengan menggunakan data penginderaan jauh; satelit, daerah spektral dan hubungannya dengan pemilihan kanal/band yang digunakan untuk estimasi parameter oseanografi; validasi data hasil estimasi penginderaan jauh dan insitu; riset-riset yang telah dilakukan di Departemen PSP menggunakan data penginderaan jauh serta masukan untuk riset selanjutnya.

(16)
(17)

Reinventing Pembangunan Perikanan Tangkap│ 13

REINVENTING PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP

Sugeng Hari Wisudo

PENDAHULUAN

Secara umum pembangunan perikanan tangkap di Indonesia sejak berdirinya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengalami beberapa kemajuan yang secara faktual dapat dirasakan bersama. Walaupun demikian, hingga kini hasil pembangunan sub-sektor ini belum memberikan kontribusi yang signifikan atau optimal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Hal tersebut dapat terlihat jelas bila membandingkannya dengan hasil pembangunan perikanan tangkap di salah satu negara tetangga terdekat, yakni Thailand. Padahal, Indonesia memiliki sumberdaya perikanan laut yang jauh lebih besar dan kaya dibandingkan negara tersebut. Bahkan, ironisnya sub-sektor perikanan tangkap Indonesia justru masih berkutat dan disibukkan dengan masalah klasik yang sebenarnya telah lama dihadapi di masa lalu. Namun, akibat tidak pernah diselesaikan secara sistematis dan tuntas, menyebabkan masalah tersebut menjadi semakin kompleks dan meluas serta semakin sulit untuk ditanggulangi.

Masalah klasik yang dihadapi sub-sektor perikanan tangkap nasional, diantaranya adalah belum seimbangnya pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan laut Indonesia sesuai dengan daya dukungnya, keterbatasan

kemampuan dan kemiskinan yang masih menjerat sebagian besarmasyarakat

(18)

14 │Reinventing Pembangunan Perikanan Tangkap

masalah-masalah sebelumnya, seperti kurangnya bahan baku untuk industri pengolahan hasil perikanan nasional, impor ikan yang cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun, rendahnya daya saing global dari produk perikanan, dan lain sebagainya.

Akibat masalah-masalah tersebut di atas, tidak sedikit kerugian yang ditimbulkan bagi masyarakat atau Negara. Sebagai salah satu contoh akibat maraknya aktivitas penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di perairan laut Indonesia, ditaksir sekitar 1 juta ton ikan dicuri armada perikanan asing setiap tahun. Bila dihargai dengan uang, maka sekitar 2 milyar dolar AS yang langsung hilang akibat kegiatan tersebut. Akan jauh lebih besar kerugian Negara bila diperhitungkan tenaga kerja yang tidak terserap, industri pengolahan ikan yang macet karena tidak ada bahan baku, serta deplesi sumberdaya ikan (Nikijuluw 2005).

Dengan memperhatikan kondisi tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa pelaksanaan pembangunan perikanan tangkap nasional selama ini masih terjadi

mis-management atau penanganan yang kurang tepat, yang terjadi hampir di

seluruh komponen atau aspek sistem perikanan tangkap, sehingga untuk mengatasinya tidak mungkin dapat dilakukan secara parsial saja. Oleh karena itu, perlu untuk mereinvensi (menemukan kembali) pembangunan perikanan tangkap nasional yang tepat agar mampu memberikan manfaat yang optimal untuk masyarakat dan bangsa Indonesia secara berkelanjutan.

PRINSIP PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP

Food Agriculture Organization/FAO (1995) dalam Code of Conduct for

Responsible Fisheries (CCRF) telah mengamanatkan bahwa pembangunan

perikanan tangkap harus direncanakan dan dilakukan secara baik dan bertanggungjawab. Secara umum, makna perikanan tangkap bertanggungjawab adalah identik dengan melaksanakan pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan.Kemudian, Charles (2001) dalam paradigmanya tentang Sustainable

Fisheries System menyatakan bahwa, pembangunan perikanan tangkap harus

(19)

Perikanan Tangkap : Dulu Sekarang│33

PERIKANAN TANGKAP: DULU DAN SEKARANG

Bambang Murdiyanto

PERIKANAN TANGKAP: DULU

Pernah nonton film Forrest Gump? Film tersebut produksi tahun 1984 bercerita tentang peristiwa awal tahun 1970-an, dibintangi oleh aktor Tom Hank yang memerankan seorang anak yang agak terbelakang tetapi jujur, setia kawan, polos dan sangat menyayangi ibunya. Ia juga mempunyai sahabat berkulit hitam Bubba dan komandannya sewaktu perang Vietnam yaitu Letnan Dan. Ia setia mencintai Jenny, kawan bermainnya sejak kecil. Sebelum Bubba meninggal dalam perang, ia mengemukakan cita-citanya ingin menjadi kapten kapal penangkap udang (shrimp trawler). Hal ini begitu berkesan bagi Forrest Gump dan berjanji akan merealisir cita-cita sahabatnya itu. Dari hasil iklan serta kemahirannya bermain pingpong ia mendapat uang sebesar 25 ribu USD, dan uang tersebut dibelikannya sebuah kapal srimp trawl. Mula-mula, Forrest Gump sebagai kapten kapal dan seorang kelasi yaitu Letnan Dan selalu gagal mendapatkan udang. Setelah selamat dari hantaman hurricane (badai), operasi penangkapan udangnya sukses mendapatkan hasil tangkapan yang banyak dan ia memperoleh untung besar. Kemudian uangnya ditanamkan oleh Letnan Dan di perusahaan Apple computer, sehingga mereka berhasil jadi jutawan. Foto Forrest Gump bersama Letnan Dan di kapal shrimp trawl sempat menghiasi cover majalah Fortune, majalah tentang para jutawan sukses. Sebuah film tentang kesetia-kawanan. Tetapi bukan itu yang akan saya tekankan dari cerita di film ini. Mungkin usaha penangkapan udang yang diangkat dalam film ini sesuai untuk merepresentasikan kondisi perikanan tangkap khususnya shrimp trawl masa dulu.

(20)

Inventarisasi Unit Penangkapan Pukat Kantong yang Digunakan oleh Nelayan di Desa Mayangan Kabupaten Subang│45

INVENTARISASI UNIT PENANGKAPAN PUKAT KANTONG YANG

DIGUNAKAN OLEH NELAYAN DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

Dahri Iskandar

PENDAHULUAN

Alat penangkap ikan merupakan salah satu aspek penting dalam proses penangkapan ikan. Salah satu keberhasilan usaha penangkapan ikan sangat tergantung dari kinerja alat tangkap yang digunakan. Alat penangkap ikan adalah sarana dan perlengkapan yang dapat digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan. Selain alat tangkap, komponen yang turut menunjang keberhasilan usaha penangkapan ikan adalah kapal penangkap ikan dan nelayan yang membentuk satu kesatuan yang disebut sebagai unit penangkapan ikan.

Sebuah alat penangkap ikan mempunyai ukuran dan konstruksi yang berbeda untuk tiap wilayah. Perbedaan ukuran dan konstruksi alat tangkap di beberapa wilayah Indonesia terjadi sebagai proses adaptasi terhadap daerah penangkapan ikan, ketersediaan bahan baku, maupun dana (Iskandar 2009). Adanya perbedaan konstruksi dan ukuran alat tangkap yang diadaptasi di suatu wilayah, maka suatu jenis alat tangkap yang sama, terkadang seringkali memiliki variasi ukuran, bentuk dan bahan pembuatnya. Sebagai contoh alat tangkap muroami yang diadaptasi oleh masyarakat di Kepulauan Seribu memiliki ukuran dan konstruksi yang berbeda dengan yang diadaptasi oleh nelayan di Ternate dan Tidore (Subani dan Barus 1982).

(21)

46 │ Inventarisasi Unit Penangkapan Pukat Kantong yang Digunakan oleh Nelayan di Desa Mayangan Kabupaten Subang

tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis alat tangkap yang terdapat di Perairan Kabupaten Subang, Jawa Barat.

METODE PENGAMBILAN DATA

Data mengenai pukat kantong yang ada di Desa Mayangan, Kabupaten Subang diambil melalui survei. Survei dilakukan pada bulan Juli 2009. Survei dilakukan dengan mengukur tiga sampel alat tangkap pukat kantong yang ada di Desa Mayangan Kabupaten Subang serta dengan membuat kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang meliputi bagian-bagian alat tangkap, daerah penangkapan ikan, jenis alat tangkap, hasil tangkapan dan lain-lain. Jenis alat tangkap yang termasuk ke dalam klasifikasi pukat kantong menurut Subani dan Barus (1989) meliputi payang, dogol, pukat pantai dan lampara. Pada survei yang dilakukan pada bulan Juli 2009, jenis alat tangkap pukat kantong yang dijumpai adalah payang dan dogol.

DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN

Payang

Deskripsi alat

Payang adalah alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh nelayan Indonesia. Alat tangkap ini termasuk ke dalam kelompok pukat kantong (seine net) atau lebih dikenal dengan nama Danish seine. Adapun alat tangkap ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu sayap, badan dan kantong.

(22)

Perbedaan Daya Tahan Bahan Atraktor Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Sekitar Rumpon│57

PERBEDAAN DAYA TAHAN BAHAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL

TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SEKITAR RUMPON

Roza Yusfiandayani

ABSTRACT

Rumpon (Fish Aggregating Device) as an auxiliary gear operated in Pasauran waters, Sunda strait was longer and more widely used in Indonesia to catch pelagic fish. For this purpose, analysis were conducted on the anatomy and orphology of 3 ki ds of ru po ’s attractor aterials, i.e Cocos ucifera, Nypa fructican and Areca catechu leaves. The genus composition of plankton and periphyton were identified. Experimental fishing was conducted by using payang Bugis. Identification and composition of pelagic fish were identified in this research with different attractor material in all seasons. The result show that the Cocos nucifera leaves are the best attractor material based on the thickness of cuticle, thickness of epidermis, density of periphyton, number of fish species and durability in all seasons.

Keywords: attractor materials, fish aggregating device, fishing season

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan ikan pelagis sebagai komoditi perdagangan dari sektor perikanan di Indonesia merupakan salah satu sumberdaya yang menempati posisi besar, baik sebagai komoditi ekspor maupun komoditi yang dikonsumsi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan gizi nasional. Ikan pelagis dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Ikan pelagis besar diantaranya adalah ikan cakalang, tuna, tenggiri dan sebagainya. Ikan pelagis kecil adalah layang, kembung, selar, sunglir, terbang, lemuru, tembang, tanjau, siro, julung-julung, teri dan sebagainya.

(23)

Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur │85

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG,

KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

Mochammad Riyanto, Ari Purbayanto, dan Achmad A. Leo

ABSTRAK

Cantrang merupakan alat tangkap yang memiliki produktivitas tinggi, selektif terhadap hasil tangkapan ikan demersal, mudah dibuat dan perawatannya relatif tidak memakan biaya tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dan menentukan keanekaragaman serta dominansi hasil tangkapan cantrang. Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti operasi unit penangkapan cantrang selama enam hari dengan menggunakan KM. Semi Jaya yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan yaitu 51% terhadap 49%. Bobot total hasil tangkapan utama yang didapat adalah 1700 kg, terdiri dari 9 jenis ikan, sedangkan bobot total hasil tangkapan sampingan adalah 1615 kg, terdiri dari 16 spesies. Nilai indeks keanekaragaman sebesar 0, 57 yang berarti bahwa keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah. Indeks dominansi sebesar 0,77 yang berarti bahwa dominansi ikan pepetek (Leiognathus sp.) cukup tinggi.

(24)

Studi Pendahuluan Alat Tangkap Bubu Lobster : Upaya Pengembangan Desain Bubu Lobster yang Efektif

103

STUDI PENDAHULUAN ALAT TANGKAP BUBU LOBSTER: UPAYA

PENGEMBANGAN DESAIN BUBU LOBSTER YANG EFEKTIF

Zulkarnain

ABSTRACT

Spiny lobster (Panulirus spp) is a leading marine fishery commodities which have important economic value in the trade in local and international level. Lobster fishing activities is one of the mainstay of fishing operations for fishermen, because the lobster catch minimum quantity and quality of excellence will continue to provide business benefits as well as increased revenue. In Indonesia, fishermen catch lobster with a simple gear and small-scale level of fishing effort. Use of pots for the commercial lobster fishing activity has not been much done, because the pots used by fishermen so far just to catch fish, blue swimming crab and mud crab. This research has been conducted on January to July 2010 by using the method of desk study. Purpose of this study was to examine the development of design and costruction of lobster pots as the basis for efforts to develop effective design. Based on research, has produced two draft design drawings of pots, namely box type of collapsible lobster pot with single side entrance and trapezoidal type of collapsible lobster pot with single top entrance both of which are fitted with trigger entrances.

(25)

104│ Studi Pendahuluan Alat Tangkap Bubu Lobster : Upaya Pengembangan Desain Bubu Lobster yang Efektif

ABSTRAK

Spiny lobster (Panulirus spp) merupakan komoditas perikanan laut unggulan yang memiliki nilai ekonomis penting dalam perdagangan lokal maupun internasional. Kegiatan penangkapan lobster merupakan salah satu kegiatan usaha perikanan tangkap andalan bagi masyarakat nelayan, karena dengan kuantitas hasil tangkapan lobster minimum dan kualitas yang prima, akan tetap memberikan keuntungan usaha sekaligus peningkatan pendapatannya. Di Indonesia, nelayan menangkap lobster dengan alat tangkap yang sederhana dan tingkat usaha penangkapan skala kecil. Penggunaan bubu untuk kegiatan penangkapan lobster secara komersial belum banyak dilakukan, karena bubu yang digunakan oleh nelayan selama ini hanya untuk menangkap ikan, rajungan dan kepiting bakau. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Juli 2010 dengan menggunakan metode desk study. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari perkembangan rancang bangun bubu lobster sebagai dasar upaya pengembangan desain yang efektif. Berdasarkan penelitian, diperoleh rancangan gambar desain bubu lipat satu pintu samping bentuk kotak dan bubu lipat satu pintu atas bentuk trapesium keduanya dipasang dengan pemicu pintu masuk.

(26)

Keragaman Spesies Hasil Tangkapan B ubu Lipat yang Menggunakan Celah Pelolosan yang Berbeda di Perairan Mayangan Kabupaten Suban│123

KERAGAMAN SPESIES HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT YANG

MENGGUNAKAN CELAH PELOLOSAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN

MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

Dahri Iskandar dan Rusdi

ABSTRACT

The objective of this experiment was to determine the effect of escape vent on the catch diversity of pot operated by local fishermen, in Subang. The fishing experiment was carried out from May to June. The fishing experiment used pot with various shape of escape vent i.e.square, circle, Ship Same Side Corner Rectangle (S3CR) and pot without escape vent as control. The result of experiment indicated that catch of pot was dominated by mud crab (Scylla sp) which constituted 36% of total catch. Pot with circle escape vent caught 6 species, followed by S3CR escape vent caught 5 species and square escape vent caught 4 species. The smallest value of Shannon Wiener Index which indicated catch diversity obtained by square escape vent pot while the highest value of Shannon Wiener Index was obtained by pot without escape vent . The Shannon Wiener Index value of square escape vent pot was 1.0089 while Shannon Wiener Index value of non escape vent pot was 1.3869.

PENDAHULUAN

Bubu telah digunakan oleh nelayan untuk menangkap berbagai jenis ikan. Nelayan di Perairan Desa Mayangan menggunakan bubu lipat untuk menangkap kepiting dan berbagai jenis spesies demersal. Bubu lipat merupakan bubu yang digunakan untuk menangkap ikan yang berbentuk kotak dan bisa dilipat sehingga memberikan kemudahan bagi nelayan dalam transportasi alat menuju daerah penangkapan.

Secara umum kontruksi bubu lipat terdiri dari rangka, badan dan pintu masuk, dan dilengkapi dengan tempat umpan. Bubu lipat menggunakan penutup jaring yang terbuat dari polyethilene dengan ukuran mata jaring yang relative kecil yang diikatkan pada rangka bubu. Karena ukuran mata jaring pada bubu yang relative kecil tersebut maka ikan-ikan yang berukuran kecil maupun

(27)

Selektivitas Alat Tangkap Trawl erdasarkan Tingkah Laku Serta Morfologi Ikan Hasil Tangkapan Ikan│135

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP TRAWL BERDASARKAN TINGKAH LAKU

SERTA MORFOLOGI IKAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN

(Trawl Selectivity based upon Fish Behaviour and Morphology of the Fish Bycatch)

Ronny Irawan Wahju

ABSTRACT

Trawl is an efective fishing gear in exploiting demersal fish resources. Discarded of bycatch from the trawl has became a concern worldwide because it has an impact on the environment and fishery resources. Selectivity of trawl needs to be done by considering the factors of fish behaviour, morphology of fish and size dimensions of the codend. All three of these factors will affect the process of escapement of fish in order to achieve technological improvement from trawl fishing gear.

Keywords: by catch, demersal fish resource, selectivity, trawl

ABSTRAK

Trawl merupakan alat tangkap yang efektif dalam pemanfaatan sumberdaya ikan demersal. Pembuangan hasil tangkapan sampingan merupakan dari trawl telah menjadi perhatian di dunia karena berdampak terhadap lingkungan serta sumberdaya ikan. Selektivitas alat tangkap trawl perlu dilakukan dengan mempertimbangkan faktor tingkah laku ikan, morfologi dari ikan serta dimensi ukuran dari codend. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi terhadap proses pelolosan dari ikan hasil tangkapan sampingan sehingga dapat dicapai perbaikan teknologi dari alat tangkap trawl.

(28)

Tekno Ekonomi Kapal Gillnet di Kalibaru dan Muara Angke Jakarta Utara

147

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN

MUARA ANGKE JAKARTA UTARA

Budhi H. Iskandar, Moch. Prihatna Sobari dan Lusi A. Kalyana

ABSTRAK

Lebih dari 90% kapal penangkap di Indonesia beroperasi di perairan pantai.

Sebagian besar kapal tersebut dibangun pada galangan kapal tradisional. Aspek

tekno ekonomi merupakan aspek yang penting dalam membangun suatu kapal

ikan. Aspek teknik meliputi pembangunan kapal, yang dimulai dari proses

desain, kemudian dilakukan pembangunan konstruksi kapal sampai kapal

tersebut dapat dioperasikan. Aspek ekonomi terkait dengan perhitungan biaya

yang dikeluarkan untuk membuat kapal. Pemilihan Kalibaru dan Muara Angke

sebagai lokasi penelitian karena lokasi tersebut memiliki galangan kapal yang

selama ini telah banyak memproduksi kapal ikan berbahan baku kayu, namun

analisis tekno ekonomi yang digunakan masih sederhana. Pada penelitian ini

terdapat 2 kapal

gillnet

yang diteliti. Hasil pengukuran di lapangan didapatkan

ukuran dimensi utama untuk kapal

gillnet

di Kalibaru, yaitu panjang total (LOA)

20 m; lebar (B) 5,5 m dan dalam (D) 2 m. Kapal

gillnet

di Muara Angke memiliki

ukuran dimensi utama yaitu panjang total (LOA) 14 m, lebar (B) 3,5 m dan dalam

(D) 1,6 m. Ukuran balok-balok konstruksi yang digunakan umumnya masih

dibawah ukuran yang disyaratkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Biaya

produksi kapal

gillnet

Kalibaru sebesar Rp86.404.000 dan biaya produksi untuk

kapal

gillnet

Muara Angke sebesar Rp39.095.000. Biaya per CUNO untuk kapal

gillnet

Kalibaru sebesar Rp462.000 dan biaya per CUNO untuk kapal

gillnet

Muara Angke sebesar Rp537.000

(29)

Strategi Pengembangan Industri Galangan Kapal Tradisional dalam Mendukung Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Indonesia│167

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI GALANGAN KAPAL TRADISIONAL

DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN

TANGKAP DI INDONESIA

Vita Rumanti Kurniawati

PENDAHULUAN

Latar belakang

Industri perikanan tangkap di Indonesia merupakan industri yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari potensi sumberdaya perikanan yang terkandung di wilayah perairan nasional dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencapai lebih dari 6 juta ton/tahun. Potensi yang berlimpah tersebut juga didukung oleh keanekaragaman biota laut yang mencapai ribuan spesies. Namun, pemanfaatan potensi sumberdaya yang melimpah tersebut belum optimal, khususnya untuk perairan samudera. Hal ini dikarenakan terbatasnya ukuran kapal yang digunakan untuk menangkap ikan.

Kapal merupakan sarana utama yang diperlukan untuk melakukan kegiatan perikanan, seperti pengangkutan, penangkapan ikan, dan penelitian. Agar dapat melakukan fungsinya dengan baik, kapal perlu dibangun dengan perencanaan yang baik. Selain itu, kapal juga perlu dirawat dan diperbaiki secara periodik. Tempat yang digunakan untuk membangun dan memperbaiki kapal adalah galangan.

(30)

Strategi Pengembangan Industri Galangan Kapal Tradisional dalam Mendukung Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Indonesia│168 ikan yang umumnya dibuat dari kapal kayu, diproduksi di galangan kapal tradisional, demikian juga dengan perawatan dan perbaikannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa industri galangan kapal tradisional sebagai salah satu industri penunjang dalam industri perikanan tangkap.

Meskipun dibangun secara tradisional, kapal perikanan di Indonesia dinilai cukup tangguh dan layak digunakan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian tentang desain, konstruksi dan stabilitas kapal yang telah dilakukan di beberapa daerah, seperti Cirebon (Lesmana 2005), Pulau Tidung (Umam 2007), Madura (Arofik 2007), Bulukumba (Rahman 2009 dan Kusumanti 2009), Palabuhanratu (Mullah 2010), dan Sidoarjo (Amilia 2011). Pengrajin kapal tradisional di daerah-daerah tersebut terbukti mampu membangun kapal dengan baik.

Saat ini, sebagian besar kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan adalah kapal kayu dengan ukuran kurang dari 30 GT. Ukuran kapal yang kecil tersebut membuat daya jelajah kapal nelayan terbatas dan tidak mampu mengarungi perairan lepas hingga ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Akibatnya, nelayan Indonesia tidak mampu bersaing dengan nelayan luar negeri. Oleh karena itu, sudah saatnya kapasitas armada penangkapan ikan di Indonesia ditingkatkan agar dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh lagi.

Penggunaan armada yang lebih besar merupakan salah satu upaya mengembangkan industri perikanan tangkap di Indonesia. Pengembangan ini tentu saja perlu didukung oleh kesiapan galangan sebagai salah satu industri penunjang. Kinerja galangan perlu diselaraskan dengan kebutuhan pengembangan perikanan tangkap. Sebagai langkah awal, perlu diidentifikasi sejauh mana galangan kapal akan berperan dalam pengembangan industri perikanan tangkap. Selanjutnya, perlu dirumuskan beberapa strategi untuk mengembangkan industri galangan kapal tradisional agar selaras dengan rencana pengembangan industri perikanan tangkap

Tujuan

(31)

Kajian Risiko Kapal Pengankut Ikan Hidup untuk Pengangkutan Benih Ikan Kerapu Bebek Cro ileptes altivelis 185

KAJIAN RISIKO KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP UNTUK

PENGANGKUTAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK

Cromileptes altivelis

Yopi Novita, Budhi H. Iskandar, Bambang Murdiyanto, Budy Wiryawan dan Hariyanto

ABSTRAK

Pengangkutan benih ikan kerapu bebek ukuran panjang badan total antara 5 sampai dengan 7 cm umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem tertutup closed system. Pe ga gkuta de ga siste i i e iliki keterbatasa dari segi jumlah benih ikan yang dapat diangkut serta lamanya waktu pengangkutan. Sehingga timbul ide untuk menggunakan kapal yang umum digunakan untuk

e ga gkut ika hidup ukura ko su si (KPIH Ope ed hull’) sebagai kapal pengangkut benih ikan berukuran kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat dan sumber risiko KPIH apabila digunakan sebagai kapal pengangkut benih ikan serta langkah mitigasi yang diperlukan untuk mengurangi tingkat risiko yang terjadi.

Penelitian ini dilakukan dengan cara survei dan simulasi. Adapun analisis data dengan menggunakan analisis risiko secara kualitatif. Berdasarkan hasil pe elitia diketahui bahwa KPIH Opened hull e iliki ti gkat risiko ya g ti ggi apabila digunakan untuk mengangkut benih ikan berukuran kecil. Adapun sumber risiko berasal dari efek free surface dari muatan cair, sistem pemeliharaan kualitas air dan densitas benih ikan.

Kata kunci: ikan kerapu, kapal, kajian resiko, transportasi ikan hidup

PENDAHULUAN

(32)

Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pendeteksian Beberapa Parameter Oseanografi dalam Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan│207

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENDETEKSIAN BEBERAPA

PARAMETER OSEANOGRAFI DALAM PENDUGAAN DAERAH

PENANGKAPAN IKAN

Prihatin Ika Wahyuningrum, Domu Simbolon

PENDAHULUAN

Keberadaan ikan berkaitan erat dengan tingkah laku ikan yang berhubungan dengan parameter oseanografi di suatu perairan seperti suhu, salinitas, arus, dan kelimpahan fitoplankton atau sumber makanannya. Sehingga pengetahuan tentang tingkah laku ikan dan ketersediaan data oseanografi secara time series dan real time menjadi faktor penting untuk pendugaan daerah penangkapan ikan.

Parameter oseanografi dapat diperoleh dengan cara insitu (survey langsung di laut). Salah satu kendala yang dihadapi dalam penyediaan data oseanografi dengan survey langsung di laut adalah biaya yang cukup mahal sehingga time series data relatif sulit diperoleh serta memakan waktu yang lama.

Berkembangnya teknologi penginderaan jauh multisensor dan multikanal untuk pemantauan kondisi laut menjadi salah satu metode alternatif untuk penyediaan data oseanografi secara time series dan real time. Teknologi ini mampu untuk mendapatkan informasi secara sinoptik sehingga dapat mengamati fenomena yang terjadi di lautan yang luas dan dinamis. Disamping itu teknologi ini juga mempunyai kemampuan memberikan informasi secara kontinu karena wahana satelit telah diprogram melintas daerah yang sama dalam waktu tertentu (Wahyuningrum et al. 2008). Walaupun teknologi ini juga masih belum mampu memberikan hasil yang memuaskan dalam hal keakuratan informasi dibandingkan dengan pengukuran langsung di lapang.

(33)

Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pendeteksian Beberapa Parameter Oseanografi dalam Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan│208

thermal front, upwelling, arus permukaan; konsentrasi klorofil; anomali tinggi paras laut maupun gelombang.

Tulisan ini akan memaparkan beberapa parameter oseanografi yang biasa digunakan dalam penentuan daerah potensial penangkapan ikan yang bisa diestimasi menggunakan data penginderaan jauh; satelit, daerah spektral yang nantinya berhubungan dengan pemilihan kanal/band yang digunakan untuk estimasi parameter oseanografi tersebut; validasi data hasil estimasi penginderaan jauh dan insitu; riset-riset yang telah dilakukan di Departemen PSP menggunakan data penginderaan jauh serta masukan untuk riset selanjutnya.

PARAMETER OSEANOGRAFI YANG UMUM DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN

Suhu Permukaan Laut (SPL)

Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya aliran panas yang terkandung dalam suatu benda. Suhu air laut terutama di lapisan permukaan sangat tergantung pada jumlah bahang yang diterima dari sinar matahari (Hutagalung 1988). Suhu merupakan salah satu parameter yang paling mudah dan umum dalam pengukuran parameter oseanografi. Disisi lain, suhu merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan organisme laut, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme perkembangbiakan organisme-organisme tersebut.

(34)

Manajemen Mutu dalam Industri Perikanan│223

MANAJEMEN MUTU DALAM INDUSTRI PERIKANAN

Tri Wiji Nurani

PENDAHULUAN

Pentingnya Manajemen Mutu dalam Industri Perikanan

Pada era perdagangan bebas hambatan non tarif dapat menjadi hambatan besar bagi produk perikanan Indonesia untuk memasuki pasar ekspor. Hambatan non tarif, utamanya pada kualitas produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan negara importir. Penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan usaha penangkapan ikan mendesak untuk segera dilakukan dalam upaya mewujudkan jaminan mutu dan keamanan produk-produk perikanan.

Pada beberapa tahun terakhir terjadi perubahan paradigma dalam sistem pengawasan mutu produk makanan termasuk produk ikan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sistem pengawasan yang terlalu menekankan pada pengawasan produk akhir (end product inspection) gagal untuk menjamin mutu dan keamanan makanan yang lebih baik sesuai dengan tuntutan konsumen. Sebagai gantinya berbagai negara mengembangkan sistem yang bisa mencegah dan mendeteksi secara dini masalah-masalah yang timbul selama proses produksi (preventive measure).

Standar untuk keamanan pangan (food safety) yang dirumuskan oleh Codex Alimentarius Comm. dan secara internasional telah diakui adalah sistem mutu Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP). Sistem mutu HACCP merupakan sistem yang dikembangkan dengan prinsip dimana pengawasan mutu dilakukan secara sistematis, terpadu sejak dari awal sampai produk siap dikonsumsi. Perkembangan terakhir, sistem mutu HACCP merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh semua perusahaan perikanan yang akan melakukan ekspor produknya ke Amerika dan Uni Eropa.

(35)

224 | Manajemen Mutu dalam Industri Perikanan

mutu telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian No.41/Kpts/IK.210/1998, selanjutnya melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan.

Persyaratan mengenai jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan diatur melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP. 01/MEN/2007. Pada Kepmen tersebut telah tersirat dengan jelas persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan produk-produk perikanan, mulai dari proses produksi, pengolahan dan distribusi.

Keberpihakan pemerintah akan pentingnya mutu produk perikanan melalui kebijakan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan, haruslah ditindaklanjuti melalui implementasi penerapan sistem mutu dalam aktivitas industri perikanan. Pada bidang perikanan khususnya perikanan laut, pemahaman mengenai kualitas produk perikanan oleh para pelaku masih rendah. Harapan ke depan orientasi kegiatan industri perikanan bukanlah pada peningkatan upaya pemanfaatan sumberdaya ikan secara kuantitaf, melainkan dari sisi kualitas lebih penting untuk diutamakan.

Hasil-Hasil Penelitian Terkait dengan Manajemen Mutu di Industri Perikanan

Permasalahan kualitas ikan tidak saja merupakan tanggungjawab bagian prosesing. Upaya untuk pengendalian kualitas ikan dari produk perikanan laut, dimulai dari proses penangkapan ikan, penanganan di atas kapal, penanganan di pelabuhan perikanan, dan selama distribusi transportasi ke tangan konsumen.

Beberapa penelitian terkait dengan sistem dan manajemen mutu di industri perikanan telah dilakukan oleh dosen dan mahasiswa pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk penyusunan skripsi, tesis, disertasi, maupun publikasi di jurnal ilmiah. Beberapa hasil dari penelitian dan publikasi yang telah dilakukan dipaparkan pada bagian berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Pada gilirannya, pelanggan yang terikat secara emosional dengan organisasi lebih mungkin untuk membalas taktik hubungan pemasaran organisasi dengan menunjukkan loyalitas

Berdasarkan kurva regresi linier kepadatan makrobenthos dengan kualitas air hanya terdapat pada TSS di atas maka diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien

Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari

Laporan praktek kerja nyata ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan diploma tiga (D3) pada Jurusan Manajemen Perusahaan Fakultas

mengalami kemunduran dari segi emosional (21). Hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa 23 orang yang menderita DM Tipe 2 mengalami stres merasa mempunyai

Perilaku konsumen diukur dengan preferensi konsumen yaitu pilihan konsumen dalam membeli buah jeruk keprok yang diukur dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

Gangguan kesehatan tidak diketahui atau tidak diperkirakan dalam penggunaan normal.

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan peran orang tua dalam pendidikan menstruasi dengan perilaku saat menstruasi pada siswi kelas VIII di SMP Negeri 1 Banguntapan