• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DAMAYANTI. Giving sinbiotic with different doses in white shrimp feed for prevention of infection IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Supervised by Widanarni and Sukenda.

Sinbiotic is an alternative on controling the IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) infection in white shrimp. The effect of sinbiotic feeding with different doses on the survival and immune response white shrimp that infected with IMNV has been studied. SKT-b Vibrio alginolyticus and oligosaccharides extracted from sweet potato (sukuh variety) was used as probiotic and prebiotic. Twenty white shrimps with average weight of 0,54 ± 0,04 g, was maintained for 30 days in aquarium with 40 liter of volume. There were five treatments applied to the shrimps, consisted of K- and K- (without the addition of sinbiotic), A (the addition ofsinbiotica half dose: 0.5% probiotic and prebiotic of 1%, B (the addition of sinbioticone dose: probiotic1% and prebiotic 2%, and C (the addition ofsinbioticdouble dose: probiotic 2 % and prebiotic 4%). After 30 days given with treatment feed, the experimental shrimp was infected by oral with IMNV, except K-. The result showed that giving sinbiotic feed with the different doses can increased survival and immune response. Treatment C with dose of probiotic 2% and prebiotic 4% giving the best result for prevention of infection IMNV, had the best survival (80%) and immune response.

(2)

I.

PENDAHULUAN

Udang merupakan salah satu komoditas dalam revitalisasi perikanan dengan

produksi selama periode tahun 2003-2007 meningkat sebesar 16,39%, yaitu dari

192.926 ton pada tahun 2003 menjadi 352.220 ton pada tahun 2007 (KKP 2008).

Produksi udang pada tahun 2014 diharapkan mencapai 699.000 ton, yang

diharapkan disuplai dari 188.000 ton udang windu dan 511.000 ton dari udang

vaname (KKP 2010). Data yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan

(KKP) menyebut kinerja udang tanah air pada tahun 2009 produksinya mengalami

penurunan hingga 30% dari produksi 2008, yaitu hanya mencapai 338.060 ton.

Masalah terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang adalah infeksi penyakit

bakterial dan viral. Serangan virus IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) terjadi pada semua sentra budidaya di Indonesia. Akibat serangan virus pada budidaya

udang, KKP bahkan merevisi target produksi udang tahun ini dari 410.000 ton

menjadi 350.000 ton. Total produksi udang nasional tahun 2010 berkisar 352.000

ton atau turun dari target semula 410.000 ton (KKP 2011).

IMNV pertama kali ditemukan menyerang budidaya udang vaname pada

tahun 2002 di Brazil (Costa et al. 2009). Di Indonesia, IMNV pertama kali ditemukan menyerang udang jenis vaname pada tahun 2006 di Situbondo. Gejala

klinis yang ditimbulkan berupa rusaknya jaringan otot dan menyebabkan

perubahan warna putih pada otot skeletal, otot kemerahan, dan mengakibatkan

kematian hingga 70% (Tang et al. 2005). Saat ini, IMNV merupakan masalah utama yang dihadapi para petambak. Dampak yang ditimbulkan berupa

menurunnya produktivitas dan menyebabkan kerugian yang besar bagi para

petani, serta mempengaruhi perekonomian nasional akibat menurunnya devisa,

sehingga diperlukan sebuah solusi untuk menangani masalah tersebut.

Sinbiotik merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah tersebut. Menurut Li et al. (2009) sinbiotik (gabungan antara probiotik dan prebiotik) terbukti mampu meningkatkan respon imun dan

resistensi udang. Hasil penelitian Widagdo (2011) menunjukkan bahwa

penambahan sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup

(3)

2 Probiotik merupakan mikroba hidup yang ditambahkan melalui pakan dan

memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan

keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Prebiotik

merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan

efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora

normal di dalam saluran pencernaan inang. Sinbiotik merupakan kombinasi

seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan

pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk

hidup (Schrezenmeir dan Vrese 2001).

Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b, bakteri ini mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi

dalam uji in vitro dan in vivo (Widanarni et al. 2003). Sedangkan prebiotik yang digunakan yaitu karbohidrat golongan oligosakarida yang berasal dari ubi jalar

varietas sukuh (Marlis 2008). Fermentasi oligosakarida oleh bakteri akan

menghasilkan energi metabolisme dan asam lemak rantai pendek. Hampir semua

zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam dan merupakan hasil fermentasi

karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994 dalam Rini 2008). Gabungan antara

keduanya pada penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sintasan,

pertumbuhan, dan respon imun udang vaname.

Dosis normal probiotik dan prebiotik yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada penelitian Wang (2007) dan Mahious (2006). Wang (2007)

menyatakan bahwa pemberian probiotik pada udang vaname sebanyak 1%

memiliki pertumbuhan dan aktivitas enzim pencernaan yang lebih baik

dibandingkan dengan kontrol. Pemberian prebiotik berupa oligofruktosa

(Raftilose P95) 2% pada weaning turbot, Psetta maxima menunjukkan bobot rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan inulin (Raftiline ST) 2% dan

laktosukrosa 2%. Raftilose P95 juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon

oleh Bacillus sp. sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan Bacillus sp. yang lebih cepat (Mahious 2006). Adanya penggunaan setengah dosis dan dua kali

dosis dari dosis normal bertujuan untuk mencari dosis yang efektif dan efisien

(4)

3 Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik

dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV

(5)

4

II.

METODOLOGI

2.1 Penyiapan Prebiotik

2.1.1 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik

Proses ekstraksi oligosakarida/prebiotik mengacu pada metode Muchtadi

(1989). Tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan pada etanol 70%

dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan menggunakan

magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar diendapkan dan disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan natan dan

supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama

10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vacum

pada suhu 40 oC.

Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga

mencapai kadar TPT (Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis 2008).

Pengujian TPT ini mengacu kepada metode Apriyantono et al. (1989). Cawan porselin terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven selama satu jam pada suhu

100 oC, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, dan

ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml oligosakarida yang telah diekstraksi dari ubi

jalar dimasukkan dalam cawan porselin tersebut dan ditimbang (b gram). Cawan

yang berisi oligosakarida tersebut dimasukan ke dalam oven selama 24 jam pada

suhu 100 oC, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Setelah

itu, cawan tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan

rumus:

TPT= (c-a)/b x 100%

2.2 Pengujian Sinbiotik secara In Vivo

2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium yang berukuran

50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah. Akuarium terlebih dahulu dicuci

dengan deterjen dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium didesinfeksi dengan

kaporit 100 ppm selama 24 jam, kemudian dibersihkan kembali. Akuarium yang

telah didesinfeksi diisi dengan air laut sebanyak 40 liter pada masing-masing

(6)

5 dari Ancol. Air laut terlebih dahulu ditampung dalam tandon dan didesinfeksi

dengan kaporit 30 ppm serta dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 15 ppm. Sebelum

digunakan, secara berkala dilakukan pengontrolan kadar klorin menggunakan

Clorine test.

2.2.2 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah benur udang vaname stadia Post Larvae

(PL) 10 yang berasal dari PT. Global Gen, Labuan, Banten. Benur terlebih dahulu

dipelihara selama 30 hari dalam akuarium. Akuarium yang digunakan dilengkapi

dengan shelter sebagai tempat untuk berlindung. Selain itu, dinding akuarium ditutup plastik hitam agar udang tidak stres. Waring juga ditambahkan di atas

akuarium untuk mencegah udang keluar dari akuarium. Selama pemeliharaan

udang diberi pakan komersil dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari,

yaitu pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00 WIB. Pengelolaan kualitas air dilakukan

dengan penyiponan dan pergantian air pada pagi hari sebanyak 10% dari total

volume secara berkala.

2.2.3 Persiapan Pakan Uji

Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri, pemisahan sel bakteri,

serta pencampuran pakan. Kultur bakteri probiotik SKT-b dilakukan pada media

SWC (Sea Water Complete) agar miring (Lampiran 1) selama 24 jam pada suhu

ruang (27 oC). Selanjutnya, bakteri SKT-b diinokulasikan ke dalam media SWC

cair (Lampiran 1) dan diinkubasi dalam waterbath shaker selama 24 jam pada suhu 30 oC dengan kecepatan 140 rpm.

Pemanenan sel bakteri dilakukan dengan memindahkan hasil kultur bakteri

ke dalam tabung Corning 25 ml kemudian disentrifus selama 10 menit dengan

kecepatan 5.000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dan media. Sel

bakteri kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan larutan PBS (Posphat Buffer Saline) sebanyak 25 ml (Lampiran 1), dihomogenisasi dengan vortex dan disentrifuse selama 10 menit pada kecepatan 5.000 rpm. Setelah itu ditambahkan

larutan PBS sebanyak 10 ml dan dihomogenisasi dengan vortex.

Hasil dari vortex merupakan probiotik yang akan dicampurkan ke dalam

pakan. Dosis probiotik dan prebiotik yang digunakan sesuai dengan perlakuan.

(7)

6 campuran pakan yang berfungsi sebagai perekat (Wang 2007). Sebelum diberikan

ke udang, pakan dikeringudarakan selama 10-15 menit untuk mengurangi

kelembaban.

2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname

Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet dengan

kandungan protein 40%. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan, yaitu kontrol

negatif, kontrol positif, dan tiga perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda

(Tabel 1). Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.

Tabel 1. Perlakuan pakan uji pada udang vaname

Perlakuan Keterangan

K- Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta tidak diinfeksi IMNV

(kontrol negatif)

K+ Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta diinfeksi IMNV (kontrol

positif)

A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik setengah dosis (probiotik

sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%) serta diinfeksi IMNV

B Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik satu dosis (probiotik sebesar

1% dan prebiotik sebesar 2%) serta diinfeksi IMNV

C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dua kali dosis (probiotik

sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%) serta diinfeksi IMNV.

Udang vaname dengan berat rata-rata 0,54±0,04 gram dipelihara selama

30 hari dalam akuarium pada volume 40 liter sebanyak 20 ekor/akuarium.

Pemberian pakan dilakukan lima kali dalam sehari pada pukul 07.00, 11.00,

15.00, 19.00, dan 23.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada

Feeding Rate (FR) menurut SNI 01-7246-2006. FR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 25% menurun hingga 8% sesuai dengan bobot udang vaname.

Sampling bobot dilakukan setiap 10 hari sekali, sedangkan pengujian kualitas air

dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Setelah udang vaname diberi

perlakuan sinbiotik selama 30 hari, udang diinfeksi IMNV. Infeksi IMNV pada

udang dilakukan melalui oral, yaitu dengan memberikan pakan berupa daging

udang yang sudah terinfeksi IMNV selama 3 hari (Coelho et al. 2009)

(8)

7

0

1 30 31 44

31-33

Tanpa Infeksi

Infeksi 0

0

0

0

Tanpa Perlakuan Tanpa Sinbiotik

Infeksi

Infeksi

Infeksi Sinbiotik ½ kali dosis

Sinbiotik 1 kali dosis Sinbiotik 2 kali dosis

Tanpa Sinbiotik Pengamatan

Hari ke-

Gambar 1. Skema uji in vivo.

2.3 Parameter Pengamatan 2.3.1 Sintasan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang uji dapat diketahui dari

jumlah udang pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah udang awal

(Effendi 2004), dirumuskan sebagai berikut :

SR =

x 100%

Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah udang pada akhir perlakuan (ekor)

No = Jumlah udang pada awal perlakuan (ekor)

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus

(Huissman 1987) :

α = [√ ] x 100%

Keterangan :

α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (gram)

K- K+

A

B

(9)

8

Wo = Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan (gram)

t = Periode pemeliharaan (hari)

2.3.3 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus

(Zonneveld et al. 1991) :

FCR =

Keterangan :

FCR = Konversi pakan

F = Jumlah pakan (gram)

Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram)

Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (gram)

Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)

2.3.4 Total Hemosit

Penghitungan total hemosit mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley

(1973). Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama

dengan syringe 1 ml yang telah berisi 0,3 ml antikoagulan. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka

delapan. Tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya diteteskan pada

hemositometer. Total hemosit didapatkan dengan menghitung jumlah selnya per

ml di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.

2.3.5 Indeks Fagositik

Penghitungan indeks fagositik mengacu pada metode Anderson dan Siwicki

(1993). Hemolim udang dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam eppendorf dan

dicampurkan secara merata dengan 25 µ l bakteri Staphylococcus sp. (107 sel/ml). Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit. Sebanyak 5 µ l diteteskan pada gelas

objek dan dibuat preparat ulas. Proses fiksasi menggunakan metanol dilakukan

selama 5-10 menit. Kemudian, hasil fiksasi direndam dalam larutan pewarna

giemsa selama 15-20 menit. Aktivitas fagositosis diukur berdasarkan persentase

sel-sel fagosit yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagositik yang

teramati. Indeks fagositik dihitung dengan rumus :

(10)

9

2.3.6Aktivitas Phenoloxydase (PO)

Pengukuran PO dilakukan berdasarkan prosedur yang dikemukan oleh Liu

dan Chen (2004). Aktivitas PO hemosit diukur berdasarkan formasi dopachrome

yang dihasilkan oleh L-DOPA. Sebanyak 1 ml campuran hemolymph

-antikoagulan disentrifuse pada kecepatan 1.500 rpm selama 10 menit pada

temperatur 4 oC. Supernatan dikeluarkan dan pelet disuspensikan kembali secara

perlahan-lahan ke dalam 1 ml larutan cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7) kemudian disentrifuse kembali. Pelet kemudian diambil dan disuspensikan dalam 200 µ l

cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7).

Suspensi sel sebanyak 100 µ l kemudian diinkubasi dengan 50 µ l trypsin (1 mg/ml cacodylate buffer) sebagai aktivator selama 10 menit pada temperatur 25-26 oC. Selanjutnya ditambahkan 50 µl L-DOPA (3 mg/ml cacodylate buffer) setelah 5 menit, dan ditambahkan 800 µ l cacodylate buffer. Densitas optikal (OD) diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490

nm.

Larutan standar mengandung 100 µ l suspensi haemocyte, 50 µ l cacodylate buffer (pengganti tripsin), dan 50 µ l L-DOPA digunakan untuk mengukur

background aktivitas PO pada semua larutan uji. Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO pada semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome

dalam 50 µ l haemolymph.

2.3.7 Diferensial Hemosit

Diferensial hemosit dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Martin

dan Graves (1995). Hemolim diteteskan pada gelas objek dan dibuat ulasan,

kemudian dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol selama 5-10 menit

kemudian dikeringudarakan kembali. Preparat direndam dalam larutan giemsa

selama 15-20 menit, dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Ulasan

hemolim diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan

diidentifikasi selnya. Jumlah hemosit dihitung hingga 100 sel dan ditentukan

persentase tiap jenisnya.

(11)

10

2.4 Kualitas Air

Kualitas air diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Parameter

kualitas air yang diukur diantaranya : suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan TAN.

Satuan dan alat pengukuran parameter kualitas air yang diukur disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air

Parameter Satuan Alat ukur

Suhu oC Termometer

Salinitas ppt Salinometer

Oksigen terlarut mg/L DO meter

pH - pH meter

TAN - Spektrometer

2.5 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak

(12)

11

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sintasan

Sintasan atau kelangsungan hidup merupakan persentase udang yang hidup

pada akhir pemanenan terhadap jumlah ikan saat ditebar. Sintasan merupakan

parameter utama dalam penelitian ini. Sintasan diamati sebelum dan setelah uji

tantang menggunakan virus IMNV. Nilai sintasan pada masing-masing perlakuan

disajikan pada Gambar 2.

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 2. Sintasan udang vaname sebelum dan setelah uji tantang dengan IMNV.

Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan menunjukan bahwa tidak

ada perbedaan yang nyata antar perlakuan sebelum infeksi IMNV dengan nilai

sintasan sebesar 100% pada semua perlakuan (p>0,05; Lampiran 2), namun

infeksi IMNV melalui oral memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap

perlakuan (p<0,05; Lampiran 3). Setelah infeksi, uji statistik menunjukkan bahwa

perlakuan C menghasilkan sintasan yang tinggi yaitu 80% dan tidak berbeda nyata

dengan perlakuan A, B, dan K-, namun berbeda nyata dengan perlakuan K+

(p<0,05; Lampiran 2).

Dosis yang ditambahkan pada perlakuan B dan C diduga mampu

meningkatkan respon imun sehingga memiliki sintasan yang berbeda nyata

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Sebelum uji tantang Setelah uji tantang

S in ta sa n (%) Perlakuan K-K+ A B C

bc

(13)

12 dengan kontrol positif. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Widagdo (2011)

yang menunjukkan bahwa penambahan probiotik SKT-b 1% dan prebiotik 2%

memberikan kelangsungan hidup udang vaname sebesar 83,33% setelah diinfeksi

V. harveyi sedangkan kontrol positif hanya mencapai 31,67%. Hasil penelitian Li et al. (2009) juga menunjukkan bahwa penambahan probiotik Bacillus OJ (PB)

dengan konsentrasi 108 CFU/g pakan dan 0,2% isomaltooligosaccharides (IMO)

dapat meningkatkan resistensi udang terhadap penyakit dengan meningkatkan

respons imun udang.

3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang

dalam suatu periode atau waktu tertentu (Effendie 1997). Hasil yang disajikan

pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan

memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan harian

udang vaname (p<0,05; Lampiran 4). Secara statistik, perlakuan B dan C

(7,52-7,59%) tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan K-,

K+, dan A (6,73-6,96%).

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 3. Laju pertumbuhan harian udang vaname sebelum uji tantang dengan IMNV.

6,73 6,84 6,96

7,52 7,59

,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

K- K+ A B C

L aj u P er tum b uh an H ar ia n (%) Perlakuan

(14)

13 Dosis pemberian sinbiotik pada perlakuan B lebih rendah dibandingkan

perlakuan C, namum laju pertumbuhan udang vaname pada kedua perlakuan

tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan dugaan bahwa dosis tersebut

telah mampu meningkatkan mikroflora normal dan mampu memperpanjang

kolonisasi bakteri probiotik di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan

dengan baik untuk pertumbuhan dengan menghasilkan enzim pencernaan. Wang

(2007) menyatakan bahwa pemberian probiotik pada udang vaname sebanyak

1% memiliki pertumbuhan dan aktivitas enzim pencernaan yang lebih baik

dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian Li et al. (2005) juga menunjukan bahwa prebiotik GrobiotikR–A 2% menghasilkan pertumbuhan, efisiensi pakan

dan proteksi terhadap infeksi Mycobacterium marinum yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Widagdo (2011) yang

menyatakan bahwa peningkatan bobot udang vaname pada perlakuan pakan yang

ditambahkan probiotik sebanyak 1%, prebiotik sebanyak 2%, dan sinbiotik

(probiotik sebanyak 1% dan prebiotik sebanyak 2%) cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol.

3.3 Rasio Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah

pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging (Effendi 2004). Konversi

pakan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pakan yang diberikan terhadap

pertumbuhan udang. Jumlah pakan yang efektif diketahui dari konversi pakan

yang rendah. Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin efektif pakan

yang diberikan. Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 4

menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan memiliki pengaruh yang

berbeda nyata terhadap konversi pakan udang vaname (p<0,05; Lampiran 5).

Perlakuan B dan C (1,64-1,65) memiliki laju pertumbuhan yang lebih baik

dibandingkan perlakuan lainnya. Secara statistik, perlakuan A tidak berbeda nyata

dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan B dan C tidak berbeda nyata,

(15)

14

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 4. Rasio konversi pakan udang vaname sebelum uji tantang dengan IMNV.

Gambar 4 menunjukkan pakan yang ditambahkan sinbiotik pada perlakuan

B dan C mampu dicerna lebih efektif. Menurut Widagdo (2011), probiotik SKT-b

merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim amilase dan protease yang

ditandai dengan pembentukan zona bening pada uji aktivitas amilolitik dan

proteolitik. Kedua enzim tersebut berperan dalam kecernaan pakan. Enzim

amilase memiliki fungsi dalam perombakan amilum menjadi maltosa dan glukosa

sedangkan enzim protease berperan dalam perombakan protein menjadi asam

amino. Sehingga, dosis sinbiotik pada perlakuan B dan C diduga dapat

meningkatkan kecernaan pakan melalui peningkatan enzim pencernaan.

3.4 Gejala Klinis

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa udang yang terinfeksi IMNV

memiliki gejala-gejala seperti timbulnya otot putih di ruas permukaan tubuh, usus

udang tidak terisi penuh, serta ketika udang mengalami kematian maka seluruh

ruas tubuhnya terlihat putih (Gambar 5). Menurut Tang et al. (2005), organ target penyakit IMNV adalah otot dan organ limfoid. Timbulnya otot putih disebabkan

oleh rusaknya jaringan otot. Usus yang tidak terisi penuh diduga akibat udang

stres ketika diinfeksi virus IMNV sehingga nafsu makan menurun.

1,88 1,87 1,76

1,65 1,64

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0

K- K+ A B C

R as io K o n v er si P aka n Perlakuan

(16)

15

Gambar 5. Gejala klinis udang yang terinfeksi IMNV (udang normal (A), otot putih pada ruas tubuh (B), usus udang yang tidak terisi penuh (C), udang mati akibat terinfeksi IMNV(D))

Udang yang terinfeksi IMNV menularkan penyakit infectious myonecrosis

dengan gejala klinis yang utama adalah hilangnya transparansi atau opacity

jaringan perut, disebabkan oleh nekrosis di otot skeletal. Pada tahap yang lebih

parah, perut lesi yang keputihan beralih menjedi kemerahan akibat nekrosis otot

yang luas (Nunes et al. 2004; Tang et al. 2005.). Secara histologi, lesi ditandai dengan nekrosis otot coagulative, hemocytic infiltrasi dan fibrosis (Tang et al.

2005; Andrade et al. 2008). Gejala-gejala ini disertai dengan tingkat kematian harian persisten setelah udang mencapai 7 g dan setelah 120 hari, mortalitas

kumulatif dapat mencapai 70% (Nunes et al. 2004).

3.5 Total Hemosit

Hemosit krustase dan invertebrata lain memiliki peranan penting dalam

sistem pertahanan tubuh terhadap patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa,

dan metazoa melalui tahap-tahap pengenalan, fagositosis, melanisasi, sitotoksis,

dan komunikasi sel (Johansson et al. 2000; Rodriguez dan Le Muollac 2000). Hemosit juga berperan dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim

seperti α2-macroglobulin (α2M), aglutinin, dan peptida antibakteri (Rodriguez dan Le Moullac 2000).

A

D B

(17)

16 Uji statistik menunjukkan bahwa infeksi IMNV melalui oral memberikan

pengaruh berbeda nyata pada total hemosit udang vaname (p<0,05; Lampiran 6).

Gambar 6 menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik A, B, dan C memiliki total

hemosit yang lebih tinggi ((1,13-3,76)x107 sel/ml ) dibandingkan dengan K+

(0,73x107 sel/ml). Hal tersebut mengindikasikan perlakuan sinbiotik memberikan

pengaruh yang lebih baik dibanding kontrol positif. Semakin tinggi total hemosit

maka semakin tinggi pula peluang sel-sel yang melakukan fagositosis dan sel

granular yang melakukan aktifitas phenoloxydase sehingga udang dapat bertahan terhadap serangan patogen. Apabila terjadi penurunan total hemosit maka dapat

terjadi infeksi akut yang dapat menyebabkan kematian (Rodriguez dan Le

Moullac 2000)

Keterangan :

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 6. Total hemosit udang vaname setelah uji tantang dengan IMNV.

Total hemosit yang berbeda-beda antar perlakuan (Gambar 6) diduga

diakibatkan oleh perbedaan nutrisi yang diberikan pada udang uji. Tidak ada

penambahan sinbiotik pada perlakuan K- dan K+ sedangkan perlakuan A, B, dan

C merupakan perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda. Dengan demikian,

perbedaan tersebut juga diduga mempengaruhi respon uji terhadap infeksi IMNV.

Seperti yang dinyatakan Johansson et al. (2000), jumlah haemocyte dapat sangat bervariasi berdasarkan spesies, respon terhadap infeksi, stres lingkungan, aktivitas

1,50

0,73

1,13 1,22

3,76 ,00 ,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50

K- K+ A B C

T o ta l h em o si t (x10

7 s

el

/m

l)

Perlakuan

(18)

17 endokrin selama siklus molting. Selain itu, dapat dipengaruhi juga oleh seks,

perkembangan, status reproduksi dan nutrisi (Song et al. 2003).

3.6Indeks Fagositik

Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan seluler

udang. Fagosit dapat terjadi pada luka, di dalam organ penyaringan, jaringan

sistem peredaran, dan dalam cairan tubuh. Lebih lanjut, perbandingan indeks

fagositik antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan :

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 7. Indeks fagositik udang vaname setelah uji tantang dengan imnv.

Gambar 7 menunjukkan bahwa indeks fagositik udang vaname perlakuan

A, B, dan C lebih tinggi (36-61%) dibandingkan dengan K+ (26,5%). Uji statistik

menunjukkan bahwa infeksi IMNV memberikan pengaruh berbeda nyata pada

indeks fagositik udang vaname (p<0,05; Lampiran 7). Berdasarkan uji lanjut

Duncan, perlakuan C tidak berbeda nyata dengan K-, namun berbeda nyata

dengan perlakuan lainnya. Meningkatnya pertahanan tubuh dapat diketahui

dengan meningkatnya aktifitas sel-sel fagosit dari hemosit. Sel-sel fagosit tersebut

berfungsi dalam proses fagositosis terhadap benda asing yang masuk ke dalam

tubuh inang. Proses fagositosis dimulai dengan pelekatan (attachment) dan penelanan (ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel fagosit kemudian membentuk vakuola pencernaan (digestive vacuola) yang disebut phagosome

(Rodriguez dan Le Moullac 2000). Sehingga, perlakuan C merupakan perlakuan

35,00 26,50 36,00 52,00 61,00 0 10 20 30 40 50 60 70

K- K+ A B C

In de ks F ago si ti k (%) Perlakuan

d

(19)

18 sinbiotik yang memiliki respon imun yang lebih baik dibandingkan perlakuan

lainnya.

3.7 Aktivitas Phenoloxydase (PO)

Enzim phenoloxydase (PO) terdapat dalam hemolim dan merupakan

inactive pro-enzyme yang disebut proPO. Uji statistik menunjukkan bahwa infeksi IMNV memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap aktivitas enzim PO (p<0,05;

Lampiran 7). Aktivitas enzim PO udang vaname pada masing-masing perlakuan

dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan :

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 8. Aktivitas Phenoloxydase udang vaname setelah uji tantang dengan IMNV.

Gambar 8 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, dan K- memiliki aktivitas

PO lebih tinggi (0,20-0,41) dibandingkan dengan K+ dan A (0,05 dan 0,08). Hal

ini menunjukkan pemberian sinbiotik dengan dosis yang terdapat pada perlakuan

B dan C mampu meningkatkan aktivitas PO. Meningkatnya aktivitas PO

menyebabkan kemampuan udang vaname untuk mengenali benda asing yang

masuk ke dalam tubuh semakin baik. Proses ini akan mengurangi benda asing

dalam tubuh sehingga daya tahan udang akan meningkat. Enzim PO diaktifkan

oleh imunostimulan dan berperan dalam proses melanisasi. Imunostimulan yang

digunakan dalam penelitian ini berupa sinbiotik. Imunostimulan dapat berupa

0,20

0,05 0,08

0,21 0,40 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45

K- K+ A B C

P he nol ox ydas e Perlakuan

a

a

b

c

(20)

19 bakteri dan produk bakteri, yeast, kompleks karbohidrat, faktor nutrisi, ekstrak

hewan, ekstrak tumbuhan, dan obat-obatan sintetik (Sakai 1999;

Cook et al. 2003).

Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang dikenal

sebagai sistem aktivasi proPO. Sistem ini terutama diaktifkan oleh beta glukan,

dinding sel bakteri dan LPS. Sistem proPO dapat digunakan sebagai marker

kesehatan udang dan lingkungan karena perubahan sistem proPO berkorelasi

dengan tahap infeksi dan variasi lingkungan (Sritunyalucksana dan

Soderhall 2000).

Enzim PO bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada arthropoda

(Rodriquez dan Le Moullac 2000). Enzim ini mengkatalis hidroksilasi

monophenol dan oksidasi phenol menjadi quinones yang diperlukan untuk proses

melanisasi sebagai respon terhadap penyerang asing dan selama proses

penyembuhan. Quinone selanjutnya diubah melalui suatu reaksi non-enzymatic

menjadi melanin dan sering dideposit pada benda yang dienkapsulasi, dalam

nodule haemocyte, dan pada daerah kulit yang terinfeksi jamur. Produksi reactive oxygen spesies seperti superoxyde anion dan hydroxyl radical selama pembentukan quonoid juga memainkan peranan penting sebagai antimikroba

(Sritunyalucksana dan Soderhall 2000; Vargas dan Yepiz 2000).

3.8 Diferensial Hemosit

Klasifikasi tipe haemocyte krustase terutama didasarkan pada

keberadaan granula sitoplasma, yaitu sel hyaline, semigranular, dan granular (Johansson et al. 2000). Sel hyaline merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma;

sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan

terbungkus dengan granula; sel semi granulosit merupakan tipe sel diantara

(21)

20 (A)

(B)

Keterangan :

* Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol negatif), K+ (kontrol positif ), A (probiotik 0,5% dan prebiotik 1%), B (probiotik 1% dan prebiotik 2%), C (probiotik 2% dan prebiotik 4%).

Gambar 9. Diferensial hemosit udang vaname setelah uji tantang dengan IMNV (hyalin (A) dan granulosit (B)).

Gambar 9 menunjukkan bahwa sel hyalin pada udang vaname yang telah

diinfeksi IMNV lebih rendah dibandingkan dengan sel granulosit. Pemberian

sinbiotik melalui pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sel

hyalin dan sel granulosit (Lampiran 9 dan Lampiran 10). Persentase hyalin pada

perlakuan B dan C lebih tinggi (44% dan 46%) dibandingkan dengan K+, K-, dan

A (34%, 36,5% dan 37%). Sel hyaline berperan dalam proses fagositosis, sehingga dapat dikatakan bahwa persentase sel hyaline berkorelasi dengan fagositosis. Persentase sel granulosit perlakuan B dan C lebih rendah (56,00% dan

36,50

34,00

37,00

44,00 46,00

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

K- K+ A B C

H ya li n (%) Perlakuan

b

a

b

a

a

63,50 66,00 63,00

56,00 54,00

0 10 20 30 40 50 60 70 80

K- K+ A B C

(22)

21 54,00%) dibandingkan dengan K- (63,50%), K+ (66%), dan A (63,00%). Sel

granulosit terdiri dari sel semi granulosit dan sel granulosit. Sel semi granulosit

menunjukkan kapasitas dalam mengenali dan merespons partikel unsur atau

molekul asing, biasa dikenal sebagai sel aktif dalam enkapsulasi. Sel granulosit

bertanggung jawab dalam mengaktifkan sistem PO.

3.9 Kualitas Air

Kualitas air memiliki peranan penting dalam mendukung kelangsungan

hidup dan pertumbuhan udang vaname. Pengukuran kualitas air dilakukan pada

awal dan akhir masa pemeliharaan. Beberapa parameter kualitas air yang diamati

diantaranya, suhu, pH, DO (Dissolved Oxygen), salinitas, dan TAN. Tabel 3 menunjukkan bahwa parameter kualitas air yang diukur masih berada dalam

kisaran normal. Dengan demikian, perubahan kelangsungan hidup, pertumbuhan,

konversi pakan, dan respon imun udang vaname pada perlakuan bukan

diakibatkan oleh kualitas air pemeliharaan.

Tabel 4. Kualitas Air selama Pemeliharaan

Perlakuan Suhu (oC) pH DO (mg/L) Salinitas (ppt) TAN

Tandon (Awal) 27-30 8,15 5,7 30,2 0,1359

K- 27,5-29 7,89 3,48 24-26 0,2869

K+ 27,5-29 7,8 3,5 24-26 0,2924

A 27,5-29 7,76 3,5 24-26 0,3525

B 27,5-29 7,9 3,43 24-26 0,3682

C 27,5-29 7,86 3,45 24-26 0,3475

Brock dan Main

(23)

22

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis

yang berbeda pada pakan udang vaname mampu meningkatkan sintasan dan

respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik

4% memberikan hasil terbaik untuk pencegahan infeksi IMNV dengan nilai

kelangsungan hidup tertinggi (80%) dan respon imun terbaik (total hemosit

(3,76x107 sel/ml), indeks fagositik (61%), aktivitas phenoloxydase (0,40), sel hyalin (46%), dan sel granulosit (54%)).

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penambahan sinbiotik melalui

(24)

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

PADA PAKAN UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN

INFEKSI IMNV (

INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS

)

DAMAYANTI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(25)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA PADA PAKAN

UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI IMNV

(INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS)

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

DAMAYANTI

(26)

ABSTRAK

DAMAYANTI. Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang

vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus).

Dibimbing oleh Widanarni dan Sukenda.

Sinbiotik diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengendalian infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada udang vaname. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) melalui pengamatan kelangsungan hidup dan respon imun udang vaname. Probiotik dan prebiotik yang digunakan adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b dan oligosakarida yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh. Udang vaname dengan bobot rata-rata 0,54±0,04 gram/ekor dipelihara sebanyak 20 ekor dalam akuarium bervolume 40 liter selama 30 hari. Penelitian ini terdiri lima perlakuan, yaitu K- dan K+ (tanpa penambahan sinbiotik); A (penambahan sinbiotik setengah dosis: probiotik 0,5 % dan prebiotik 1%); B (penambahan sinbiotik satu dosis: probiotik 1 % dan prebiotik 2%); C (penambahan sinbiotik dua kali dosis: probiotik 2 % dan prebiotik 4%). Setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, udang vaname diinfeksi IMNV melalui oral, kecuali perlakuan K-. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik dengan dosis yang berbeda mampu meningkatkan sintasan dan respon imun udang vaname. Perlakuan C dengan dosis probiotik 2% dan prebiotik 4% memberikan hasil terbaik untuk pencegahan infeksi IMNV dengan sintasan tertinggi (80%) dan respon imun terbaik.

(27)

ABSTRACT

DAMAYANTI. Giving sinbiotic with different doses in white shrimp feed for prevention of infection IMNV (Infectious Myonecrosis Virus). Supervised by Widanarni and Sukenda.

Sinbiotic is an alternative on controling the IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) infection in white shrimp. The effect of sinbiotic feeding with different doses on the survival and immune response white shrimp that infected with IMNV has been studied. SKT-b Vibrio alginolyticus and oligosaccharides extracted from sweet potato (sukuh variety) was used as probiotic and prebiotic. Twenty white shrimps with average weight of 0,54 ± 0,04 g, was maintained for 30 days in aquarium with 40 liter of volume. There were five treatments applied to the shrimps, consisted of K- and K- (without the addition of sinbiotic), A (the addition ofsinbiotica half dose: 0.5% probiotic and prebiotic of 1%, B (the addition of sinbioticone dose: probiotic1% and prebiotic 2%, and C (the addition ofsinbioticdouble dose: probiotic 2 % and prebiotic 4%). After 30 days given with treatment feed, the experimental shrimp was infected by oral with IMNV, except K-. The result showed that giving sinbiotic feed with the different doses can increased survival and immune response. Treatment C with dose of probiotic 2% and prebiotic 4% giving the best result for prevention of infection IMNV, had the best survival (80%) and immune response.

(28)

PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

PADA PAKAN UDANG VANAME UNTUK PENCEGAHAN

INFEKSI IMNV (

INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS

)

DAMAYANTI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(29)

Judul Skripsi : Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan

udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV

(Infectious Myonecrosis Virus)

Nama Mahasiswa : Damayanti

Nomor Pokok : C14070011

Disetujui

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Widanarni, M.Si. NIP. 19670927 199403 2 001

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001

(30)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 s.d. Juli 2011 di Laboratorium

Kesehatan Ikan, Laboratorium Nutrisi Ikan, dan Laboratorium Lingkungan

Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Pemberian sinbiotik dengan

dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV

(Infectious Myonecrosis Virus)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Widanarni dan Dr. Sukenda

selaku dosen pembimbing atas bimbingan, nasihat, dan arahan yang diberikan

selama penyusunan skripsi serta Dr. Mia Setiawati sebagai dosen penguji. Penulis

juga menyampaikan terima kasih kepada Ibunda Juleha dan Ayahanda Padi

Supadi yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak

terbatas. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pak Uus (Manajer

Produksi PT. Global Gen), Pak Ranta, Kang Adna, Mba Retno, dan Kang Abe

atas bantuan yang telah diberikan. Tak lupa juga kepada M. Syifaul Fuad A.,

Ghita, Dwi, Ika, Kak Fariq, Kak Rahman, Ririn, Iis, teman LKI,

teman-teman BDP 43, 44, dan 46 atas segala bantuan, kerjasama dan persahabatan yang

diberikan.

Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi bagi pembaca dan perkembangan

pengetahuan di bidang perikanan budidaya

Bogor, Desember 2011

(31)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak tunggal yang dilahirkan di

Indramayu, 02 Oktober 1989 dari pasangan Bapak Padi Supadi

dan Ibu Juleha. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah

SMAN 1 Sindang, Indramayu dan lulus pada tahun 2007. Pada

tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI), memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan

Minor Manajemen Fungsional.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah praktek kerja lapangan di PT.

Centra Pertiwibahari, Rembang dan PT. Tri Windu Graha Manunggal, Anyer

dengan komoditas udang vaname. Selain itu penulis juga pernah aktif sebagai staf

divisi PCC (Public Care Center) Himakua (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) 2008/2009 dan staf divisi PPSD (Publikasi dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia) Himakua 2009/2010, asisten mata kuliah Iktiologi 2008/2009

jenjang S1, Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik jenjang S1 2009/2010 dan

2010/2011, Mikrobiologi Akuatik jenjang D3 2011/2012, Mikrobiologi

Akuakultur jenjang S2 2011/2012 dan Penyakit Organisme Akuatik jenjang S1

2011/2012. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota Gentra Kaheman

2007/2008 serta anggota Ikatan Keluarga dan Mahasiswa Dharma Ayu (IKADA)

periode 2007-2011. Penulis melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa

(PKM) pada tahun 2010 dengan judul Pelatihan produksi ikan hias dengan metode

induced breeding (kawin suntik) di Kampung Setu, Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang perikanan yang berjudul

(32)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. METODOLOGI ... 4 2.1 Penyiapan Prebiotik ... 4 2.1.1 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik ... 4 2.2 Pengujian Sinbiotik Secara In Vivo... ... 4 2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan ... 4 2.2.2 Persiapan Hewan Uji... 5 2.2.3 Persiapan Pakan Uji ... 5 2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname ... 6 2.3 Parameter Pengamatan... 7

2.3.1 Sintasan... ... 7 2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 7 2.3.3 Rasio Konversi Pakan ... 8 2.3.4 Total Hemosit ... 8 2.3.5 Indeks Fagositik ... 8 2.3.6 Aktivitas Phenoloxydase (PO) ... 9 2.3.7 Diferensial Hemosit ... 9 2.4 Kualitas Air ... 10 2.4 Analisis Data ... 10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11 3.1 Sintasan ... 11 3.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 12 3.3 Rasio Konversi Pakan ... 13 3.4 Gejala Klinis ... 14 3.5 Total Hemosit ... 15 3.6 Indeks Fagositik ... 17 3.7 Aktivitas Phenoloxydase (PO) ... 18 3.8 Diferensial Hemosit ... 19 3.9 Kualitas Air ... 21

IV. KESIMPULAN DAN SARAN... 22 4.1 Kesimpulan ... 22 4.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(33)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perlakuan Pakan Uji pada Udang Vaname... 6

2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air... 10

(34)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema Uji In Vivo... ... 7

2. Sintasan Udang Vaname sebelum dan setelah Uji Tantang

dengan IMNV ... 11

3. Laju Pertumbuhan Harian Udang Vaname sebelum Uji Tantang

dengan IMNV ... 12

4. Rasio Konversi Pakan Udang Vaname sebelum Uji Tantang

dengan IMNV ... 14

5. Gejala Klinis Udang yang Terinfeksi IMNV (Udang Normal (A),

Otot Putih pada Ruas Tubuh (B), Usus Udang yang Tidak Terisi

Penuh (C), Udang Mati akibat Terinfeksi IMNV (D)) ... 15

6. Total Hemosit Udang Vaname setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 16

7. Indeks Fagositik Udang Vaname setelah Uji Tantang dengan IMNV.. 17

8. Aktivitas Phenoloxydase Udang Vaname setelah Uji Tantang

dengan IMNV ... 18

9. Diferensial Hemosit Udang Vaname setelah Uji Tantang dengan

(35)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur Pembuatan Media Sea Water Complete (SWC)

dan Larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) ... 28

2. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname sebelum

Uji Tantang dengan IMNV ... 29

3. Analisis Statistik terhadap Sintasan Udang Vaname setelah

Uji Tantang dengan IMNV ... 30

4. Analisis Statistik terhadap Laju Pertumbuhan Harian

Udang Vaname sebelum Uji Tantang dengan IMNV ... 31

5. Analisis Statistik terhadap Konversi Pakan Udang Vaname

sebelum Uji Tantang dengan IMNV ... 32

6. Analisis Statistik terhadap Total Hemosit Udang Vaname

setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 33

7. Analisis Statistik terhadap Indeks Fagositik Udang Vaname

setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 34

8. Analisis Statistik terhadap Phenoloxydase (PO) Udang

Vaname setelah Uji Tantang dengan IMNV ... 35

9. Analisis Statistik terhadap Sel Hyalin Udang Vaname setelah

Uji Tantang dengan IMNV ... 36

11. Analisis Statistik terhadap Sel Granulosit Udang Vaname

(36)

I.

PENDAHULUAN

Udang merupakan salah satu komoditas dalam revitalisasi perikanan dengan

produksi selama periode tahun 2003-2007 meningkat sebesar 16,39%, yaitu dari

192.926 ton pada tahun 2003 menjadi 352.220 ton pada tahun 2007 (KKP 2008).

Produksi udang pada tahun 2014 diharapkan mencapai 699.000 ton, yang

diharapkan disuplai dari 188.000 ton udang windu dan 511.000 ton dari udang

vaname (KKP 2010). Data yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan

(KKP) menyebut kinerja udang tanah air pada tahun 2009 produksinya mengalami

penurunan hingga 30% dari produksi 2008, yaitu hanya mencapai 338.060 ton.

Masalah terbesar yang dihadapi dalam budidaya udang adalah infeksi penyakit

bakterial dan viral. Serangan virus IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) terjadi pada semua sentra budidaya di Indonesia. Akibat serangan virus pada budidaya

udang, KKP bahkan merevisi target produksi udang tahun ini dari 410.000 ton

menjadi 350.000 ton. Total produksi udang nasional tahun 2010 berkisar 352.000

ton atau turun dari target semula 410.000 ton (KKP 2011).

IMNV pertama kali ditemukan menyerang budidaya udang vaname pada

tahun 2002 di Brazil (Costa et al. 2009). Di Indonesia, IMNV pertama kali ditemukan menyerang udang jenis vaname pada tahun 2006 di Situbondo. Gejala

klinis yang ditimbulkan berupa rusaknya jaringan otot dan menyebabkan

perubahan warna putih pada otot skeletal, otot kemerahan, dan mengakibatkan

kematian hingga 70% (Tang et al. 2005). Saat ini, IMNV merupakan masalah utama yang dihadapi para petambak. Dampak yang ditimbulkan berupa

menurunnya produktivitas dan menyebabkan kerugian yang besar bagi para

petani, serta mempengaruhi perekonomian nasional akibat menurunnya devisa,

sehingga diperlukan sebuah solusi untuk menangani masalah tersebut.

Sinbiotik merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk

memecahkan masalah tersebut. Menurut Li et al. (2009) sinbiotik (gabungan antara probiotik dan prebiotik) terbukti mampu meningkatkan respon imun dan

resistensi udang. Hasil penelitian Widagdo (2011) menunjukkan bahwa

penambahan sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup

(37)

2 Probiotik merupakan mikroba hidup yang ditambahkan melalui pakan dan

memberi pengaruh yang menguntungkan bagi inang dengan meningkatkan

keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Prebiotik

merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan

efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora

normal di dalam saluran pencernaan inang. Sinbiotik merupakan kombinasi

seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan

pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk

hidup (Schrezenmeir dan Vrese 2001).

Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Vibrio alginolyticus SKT-b, bakteri ini mampu menghambat pertumbuhan V. harveyi

dalam uji in vitro dan in vivo (Widanarni et al. 2003). Sedangkan prebiotik yang digunakan yaitu karbohidrat golongan oligosakarida yang berasal dari ubi jalar

varietas sukuh (Marlis 2008). Fermentasi oligosakarida oleh bakteri akan

menghasilkan energi metabolisme dan asam lemak rantai pendek. Hampir semua

zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam dan merupakan hasil fermentasi

karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994 dalam Rini 2008). Gabungan antara

keduanya pada penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan sintasan,

pertumbuhan, dan respon imun udang vaname.

Dosis normal probiotik dan prebiotik yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada penelitian Wang (2007) dan Mahious (2006). Wang (2007)

menyatakan bahwa pemberian probiotik pada udang vaname sebanyak 1%

memiliki pertumbuhan dan aktivitas enzim pencernaan yang lebih baik

dibandingkan dengan kontrol. Pemberian prebiotik berupa oligofruktosa

(Raftilose P95) 2% pada weaning turbot, Psetta maxima menunjukkan bobot rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan inulin (Raftiline ST) 2% dan

laktosukrosa 2%. Raftilose P95 juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon

oleh Bacillus sp. sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan Bacillus sp. yang lebih cepat (Mahious 2006). Adanya penggunaan setengah dosis dan dua kali

dosis dari dosis normal bertujuan untuk mencari dosis yang efektif dan efisien

(38)

3 Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian sinbiotik

dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV

(39)

4

II.

METODOLOGI

2.1 Penyiapan Prebiotik

2.1.1 Ekstraksi Oligosakarida/Prebiotik

Proses ekstraksi oligosakarida/prebiotik mengacu pada metode Muchtadi

(1989). Tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan pada etanol 70%

dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan menggunakan

magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar diendapkan dan disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan natan dan

supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama

10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vacum

pada suhu 40 oC.

Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga

mencapai kadar TPT (Total Padatan Terlarut) sebesar 5% (Marlis 2008).

Pengujian TPT ini mengacu kepada metode Apriyantono et al. (1989). Cawan porselin terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven selama satu jam pada suhu

100 oC, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, dan

ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml oligosakarida yang telah diekstraksi dari ubi

jalar dimasukkan dalam cawan porselin tersebut dan ditimbang (b gram). Cawan

yang berisi oligosakarida tersebut dimasukan ke dalam oven selama 24 jam pada

suhu 100 oC, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Setelah

itu, cawan tersebut ditimbang (c gram). Total padatan terlarut dihitung dengan

rumus:

TPT= (c-a)/b x 100%

2.2 Pengujian Sinbiotik secara In Vivo

2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium yang berukuran

50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah. Akuarium terlebih dahulu dicuci

dengan deterjen dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium didesinfeksi dengan

kaporit 100 ppm selama 24 jam, kemudian dibersihkan kembali. Akuarium yang

telah didesinfeksi diisi dengan air laut sebanyak 40 liter pada masing-masing

(40)

5 dari Ancol. Air laut terlebih dahulu ditampung dalam tandon dan didesinfeksi

dengan kaporit 30 ppm serta dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 15 ppm. Sebelum

digunakan, secara berkala dilakukan pengontrolan kadar klorin menggunakan

Clorine test.

2.2.2 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah benur udang vaname stadia Post Larvae

(PL) 10 yang berasal dari PT. Global Gen, Labuan, Banten. Benur terlebih dahulu

dipelihara selama 30 hari dalam akuarium. Akuarium yang digunakan dilengkapi

dengan shelter sebagai tempat untuk berlindung. Selain itu, dinding akuarium ditutup plastik hitam agar udang tidak stres. Waring juga ditambahkan di atas

akuarium untuk mencegah udang keluar dari akuarium. Selama pemeliharaan

udang diberi pakan komersil dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari,

yaitu pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00 WIB. Pengelolaan kualitas air dilakukan

dengan penyiponan dan pergantian air pada pagi hari sebanyak 10% dari total

volume secara berkala.

2.2.3 Persiapan Pakan Uji

Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri, pemisahan sel bakteri,

serta pencampuran pakan. Kultur bakteri probiotik SKT-b dilakukan pada media

SWC (Sea Water Complete) agar miring (Lampiran 1) selama 24 jam pada suhu

ruang (27 oC). Selanjutnya, bakteri SKT-b diinokulasikan ke dalam media SWC

cair (Lampiran 1) dan diinkubasi dalam waterbath shaker selama 24 jam pada suhu 30 oC dengan kecepatan 140 rpm.

Pemanenan sel bakteri dilakukan dengan memindahkan hasil kultur bakteri

ke dalam tabung Corning 25 ml kemudian disentrifus selama 10 menit dengan

kecepatan 5.000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dan media. Sel

bakteri kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan larutan PBS (Posphat Buffer Saline) sebanyak 25 ml (Lampiran 1), dihomogenisasi dengan vortex dan disentrifuse selama 10 menit pada kecepatan 5.000 rpm. Setelah itu ditambahkan

larutan PBS sebanyak 10 ml dan dihomogenisasi dengan vortex.

Hasil dari vortex merupakan probiotik yang akan dicampurkan ke dalam

pakan. Dosis probiotik dan prebiotik yang digunakan sesuai dengan perlakuan.

(41)

6 campuran pakan yang berfungsi sebagai perekat (Wang 2007). Sebelum diberikan

ke udang, pakan dikeringudarakan selama 10-15 menit untuk mengurangi

kelembaban.

2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname

Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet dengan

kandungan protein 40%. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan, yaitu kontrol

negatif, kontrol positif, dan tiga perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda

(Tabel 1). Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.

Tabel 1. Perlakuan pakan uji pada udang vaname

Perlakuan Keterangan

K- Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta tidak diinfeksi IMNV

(kontrol negatif)

K+ Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta diinfeksi IMNV (kontrol

positif)

A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik setengah dosis (probiotik

sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%) serta diinfeksi IMNV

B Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik satu dosis (probiotik sebesar

1% dan prebiotik sebesar 2%) serta diinfeksi IMNV

C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dua kali dosis (probiotik

sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%) serta diinfeksi IMNV.

Udang vaname dengan berat rata-rata 0,54±0,04 gram dipelihara selama

30 hari dalam akuarium pada volume 40 liter sebanyak 20 ekor/akuarium.

Pemberian pakan dilakukan lima kali dalam sehari pada pukul 07.00, 11.00,

15.00, 19.00, dan 23.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada

Feeding Rate (FR) menurut SNI 01-7246-2006. FR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 25% menurun hingga 8% sesuai dengan bobot udang vaname.

Sampling bobot dilakukan setiap 10 hari sekali, sedangkan pengujian kualitas air

dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Setelah udang vaname diberi

perlakuan sinbiotik selama 30 hari, udang diinfeksi IMNV. Infeksi IMNV pada

udang dilakukan melalui oral, yaitu dengan memberikan pakan berupa daging

udang yang sudah terinfeksi IMNV selama 3 hari (Coelho et al. 2009)

(42)

7

0

1 30 31 44

31-33

Tanpa Infeksi

Infeksi 0

0

0

0

Tanpa Perlakuan Tanpa Sinbiotik

Infeksi

Infeksi

Infeksi Sinbiotik ½ kali dosis

Sinbiotik 1 kali dosis Sinbiotik 2 kali dosis

Tanpa Sinbiotik Pengamatan

[image:42.595.119.499.93.305.2]

Hari ke-

Gambar 1. Skema uji in vivo.

2.3 Parameter Pengamatan 2.3.1 Sintasan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang uji dapat diketahui dari

jumlah udang pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah udang awal

(Effendi 2004), dirumuskan sebagai berikut :

SR =

x 100%

Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah udang pada akhir perlakuan (ekor)

No = Jumlah udang pada awal perlakuan (ekor)

2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus

(Huissman 1987) :

α = [√ ] x 100%

Keterangan :

α = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (gram)

K- K+

A

B

(43)

8

Wo = Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan (gram)

t = Periode pemeliharaan (hari)

2.3.3 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus

(Zonneveld et al. 1991) :

FCR =

Keterangan :

FCR = Konversi pakan

F = Jumlah pakan (gram)

Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (gram)

Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (gram)

Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (gram)

2.3.4 Total Hemosit

Penghitungan total hemosit mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley

(1973). Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama

dengan syringe 1 ml yang telah berisi 0,3 ml antikoagulan. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka

delapan. Tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya diteteskan pada

hemositometer. Total hemosit didapatkan dengan menghitung jumlah selnya per

ml di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.

2.3.5 Indeks Fagositik

Penghitungan indeks fagositik mengacu pada metode Anderson dan Siwicki

(1993). Hemolim udang dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam eppendorf dan

dicampurkan secara merata dengan 25 µ l bakteri Staphylococcus sp. (107 sel/ml). Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit. Sebanyak 5 µ l diteteskan pada gelas

objek dan dibuat preparat ulas. Proses fiksasi menggunakan metanol dilakukan

selama 5-10 menit. Kemudian, hasil fiksasi direndam dalam larutan pewarna

giemsa selama 15-20 menit. Aktivitas fagositosis diukur berdasarkan persentase

sel-sel fagosit yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagositik yang

teramati. Indeks fagositik dihitung dengan rumus :

(44)

9

2.3.6Aktivitas Phenoloxydase (PO)

Pengukuran PO dilakukan berdasarkan prosedur yang dikemukan oleh Liu

dan Chen (2004). Aktivitas PO hemosit diukur berdasarkan formasi dopachrome

yang dihasilkan oleh L-DOPA. Sebanyak 1 ml campuran hemolymph

-antikoagulan disentrifuse pada kecepatan 1.500 rpm selama 10 menit pada

temperatur 4 oC. Supernatan dikeluarkan dan pelet disuspensikan kembali secara

perlahan-lahan ke dalam 1 ml larutan cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7) kemudian disentrifuse kembali. Pelet kemudian diambil dan disuspensikan dalam 200 µ l

cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7).

Suspensi sel sebanyak 100 µ l kemudian diinkubasi dengan 50 µ l trypsin (1 mg/ml cacodylate buffer) sebagai aktivator selama 10 menit pada temperatur 25-26 oC. Selanjutnya ditambahkan 50 µl L-DOPA (3 mg/ml cacodylate buffer) setelah 5 menit, dan ditambahkan 800 µ l cacodylate buffer. Densitas optikal (OD) diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490

nm.

Larutan standar mengandung 100 µ l suspensi haemocyte, 50 µ l cacodylate buffer (pengganti tripsin), dan 50 µ l L-DOPA digunakan untuk mengukur

background aktivitas PO pada semua larutan uji. Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO pada semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome

dalam 50 µ l haemolymph.

2.3.7 Diferensial Hemosit

Diferensial hemosit dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Martin

dan Graves (1995). Hemolim diteteskan pada gelas objek dan dibuat ulasan,

kemudian dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol selama 5-10 menit

kemudian dikeringudarakan kembali. Preparat direndam dalam larutan giemsa

selama 15-20 menit, dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Ulasan

hemolim diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan

diidentifikasi selnya. Jumlah hemosit dihitung hingga 100 sel dan ditentukan

persentase tiap jenisnya.

(45)

10

2.4 Kualitas Air

Kualitas air diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Parameter

kualitas air yang diukur diantaranya : suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan TAN.

Satuan dan alat pengukuran parameter kualitas air yang diukur disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air

Parameter Satuan Alat ukur

Suhu oC Termometer

Salinitas ppt Salinometer

Oksigen terlarut mg/L DO meter

pH - pH meter

TAN - Spektrometer

2.5 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak

(46)

11

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

<

Gambar

Gambar 1. Skema uji in vivo.
Gambar 2. Sintasan udang vaname sebelum dan setelah uji tantang dengan IMNV.
Gambar 4. Rasio konversi pakan udang vaname sebelum uji tantang dengan
Gambar 5. Gejala klinis udang yang terinfeksi IMNV (udang normal (A), otot
+7

Referensi

Dokumen terkait

7.. 4) Adanya perubahan organisasi, down sizing dan relokasi karyawan secara perlahan berpengaruh pada pencapaian usaha PPI. Kerugian demi kerugian terus menerus

Maka ketika subyek melakukan aktivitas pikiran sadar maka sudah tertanam dalam pikiran bawah sadar untuk mengetahui cara membuat tujuan tercapai, serta solusi

pengolahan, tingkat keterampilan melakukan pengeringan, tingkat keterampilan melakukan administrasi pembukuan, dan tingkat keterampilan mencari informasi pasar

Keterangan : Seluruh hasil pengawasan menunjukkan bahwa pemrakarsa/penanggung jawab usaha belum menyampaikan laporan UKL-UPL setiap 6 bulan Sumber : Badan Lingkungan Hidup

(ompa sentrifugal merupakan pompa kerja dinamis yang paling banyak digunakan karena mempunyai bentuk yang sederhana dan harga yang relatif murah. )euntungan pompa sentrifugal

Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisa perubahan penggunaan lahan yang tampak melalui citra satelit pada Kelurahan Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami

Non Aplicable PT Dura Surya Perkasa tidak menerima bahan baku kayu bulat yang berasal dari hutan Negara, sehingga terhadap verifier ini tidak dilakukan