RINGKASAN
INDAH NOVATRIAN PUTRI. D1408079. 2012. Studi Morfometrik Pendugaan Bobot Badan Ayam Kampung CiamisTegaldanBlitar Melalui Analisis Regresi Komponen Utama. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si. Pembimbing anggota : Dr. Ir. Rukmiasih, MS.
Ayam Kampung merupakan jenis ayam lokal Indonesia yang tersebar di wilayah Indonesia. Penyebaran ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar dapat memberikan gambaran tentang keragaman ukuran tubuh dan bobot badan ayam Kampung di pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keterkaitan antara ukuran-ukuran linear permukaan tubuh terhadap bobot badan dan menduga bobot badan ayam Kampung berdasarkan ukuran-ukuran tersebut pada lokasi pengamatan Ciamis, Tegal dan Blitar.
Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur variabel-variabel linear tubuh ayam Kampung yang meliputi panjang femur (X1), panjang tibia (X2), panjang tarsometatarsus (X3), lingkar tarsometatarsus (X4), panjang jari ketiga (X5), panjang sayap (X6), tinggi jengger
(X7) panjang maxilla (X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10) dalam dada (X11) dan
lebar pinggul (X12). Pengukuran bobot badan juga dilakukan untuk menduga
berdasarkan ukuran-ukuran linear tubuh. Jumlah ternak yang diamati sebanyak 301 ekor yang terdiri atas 95 ekor ayam Kampung di lokasi pengamatan Ciamis (45 jantan dan 50 betina), 96 ekor ayam Kampung di lokasi pengamatan Tegal (20 jantan dan 76 betina) dan 110 ekor ayam Kampung di lokasi pengamatan Blitar (38 jantan dan 72 betina). Ayam Kampung yang diamati merupakan ayam Kampung dewasa tubuh dan ayam betina tidak sedang bertelur.
Uji T2-Hotelling digunakan untuk mengetahui perbedaan ukuran-ukuran linear tubuh ayam Kampung yang diamati. Hasil uji T2-Hotelling menunjukkan bahwa ayam Kampung yang diamati sangat berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut karenaperbedaan lingkungan dan keputusan peternak dalam menyeleksi. Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) digunakan untuk menduga bobot badan berdasarkan ukuran-ukuran linear tubuh ayam Kampung yang diamati. Hasil perhitungan statistik menunjukkanke-12 variabel yang diamati sangat berpengaruh terhadap bobot badan ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, baik pada jantan maupun betina. Persamaan pendugaan bobot badan melibatkan seluruh variabel yang diamati. Nilai elastisitas tertinggi tidak harus dijadikan patokan dalam pendugaan bobot badan lapang. Persamaan pendugaan bobot badan ayam Kampungjantan
Ciamis;Y= 2.621,173+2,164X1+3,158X2+6,226X3+10,348X4+3,215X5
+10,176X6 0,067X7+3,560X8+3,576X9+4,732X10+4,473X11+4,051X12,sedangkan
pada betinaCiamisY=2.055,540+0,770X1+2,350X2+4,482X3+11,824X4+2,496X5
+10,722X6 2,301X7+5,127X8+2,914X9+4,074X10+4,332X11+3,994X12
+3,775X5+1,824X6 2,229X7+4,832X6+0,908X9+8,225X10+5,056X11+5,779X12 pada
jantansedangkan pada ayam Kampung betina diperoleh persamaan sebagai berikut ; Y= 682,681+1,153X1+1,722X2+3,498X3+1,355X4+1,483X5+2,090X6 0,766X7+5,
692X8+1,613X9+3,050X10+1,629X11+2,922X12.
Persamaan pendugaan bobot badan ayam Kampung Tegal jantan dan betina didapatkan masing masing: Y = 3.154,125+0,507X1+3,123X2+4,765X3+12,968X4
+1,086X5+13,785X6+9,164X7–3,435X8+5,625X9+12,045X10+5,488X11+ 11,079 X12;
sedangkan pada betina Blitar diperoleh persamaan Y = 1.709,424+1,114X1
+1,675X2+3,940X3+11,829X4+2,645X5+4,076X6+7,963X7+6,307X8+2,079X9+4,35
3X10+2,614X11 +3,762X12 .
Nilai elastisitas tertinggi yang diperoleh pada ayam Kampung Ciamis jantan adalah panjang shank sebesar 0,311; sedangkan pada ayam Kampung jantan Tegal dan Blitar terdapat pada variabel lebar dada masing-masing sebesar 0,378 dan 0,437. Ayam Kampung Ciamis dan ayam Kampung Blitar betina memiliki nilai elastisitas tertinggi pada variabel lingkar shank; yang masing-masing diperoleh sebesar 0,327; 0,333; sedangkan pada ayam Kampung Tegal betina nilai elastisitas tertinggi terdapat pada variabel panjang jari ketiga sebesar 0,228.
ABSTRACT
Study Morphometric Estimation Body Weight of Kampong Chicken In Ciamis Tegal and Blitar by Using Principal
Component Regression Analysis Putri, I. N., R. H. Mulyono, and Rukmiasih
Kampong chicken is one of the local chicken in Indonesia which spread across the region. The spread of Kampong chicken in Ciamis, Tegal and Blitar can give andescriptionthe diversity of body size and body weight Kampong chicken on the island of Java. This study aims to determine the relationship between linear measures of body surface to body weight and body weight of chickens suspected Kampung based measurements at the observation site Ciamis, Tegal and Blitar. T2-Hotelling statistic is used to determine the difference in linear measures of body Kampong chickens were observed. T2-Hotelling statistic results showed that Kampong chickens are observed very different from one another. Difference is due to differences environment and the decision of farmers selecting. Principal Component Regression Analysis (ARKU) was used to estimate weight based on linear measures of body Kampong chickens were observed. The results of statistical calculations show that the 12 variables observed to be very influential on the weight of Kampong chicken Ciamis, Tegal and Blitar, both in males and females. The highest elasticity values obtained in the village of Ciamis male chicken is a shank length of 0,311, while the male village of Tegal chicken and Blitar contained in the variable width of the chest amounted to 0,378 and 0,437. Kampong chicken in location Blitar and Ciamis, females have the highest elasticity value in the variable shank
circumference;, each of which is obtained for 0,327; 0,333, while in the village of Tegal chicken females have the highest elasticity value in the variable length of the third finger of 0,228. The highest elasticity values should not be used as reference in the estimation of body weight. increase in the % of variable can be used to predict the observed increase in body weight percentage of the value of elasticity obtained. Practicality of estimating body weight in the field are preferred.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam Kampung merupakan ayam asli (native chicken) Indonesia yang telah
didomestikasi sejak dulu. Ayam Kampung memiliki produktivitas yang relatif rendah
dibandingkan dengan ayam ras luar negeri. Hal ini dikaitkan dengan sistem
pemeliharaan yang masih tradisional yang merupakan faktor penghambat, seperti
penyediaan bibit unggul dan pakan berkualitas. Penyebaran ayam Kampung di
seluruh pelosok Indonesia mencerminkan bahwa jenis ayam ini sangat beradaptasi
baik dengan lingkungan tropis Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (2010)
jumlah populasi ayam Kampung ditemukan sebesar 268.957.000 ekor pada tahun
2010.
Data Badan Pusat Statistik (2010) menyatakan bahwa lokasi pengamatan
Ciamis dapat mewakili pengambilan sampel berdasarkan jumlah populasi yang
cukup tinggi di Jawa Barat. Hal yang demikian juga berlaku pada lokasi pengamatan
Tegal di Jawa Tengah dan Blitar di Jawa Timur.
Upaya pembentukan bibit unggul pada ayam Kampung memerlukan
informasi rinci mengenai sifat-sifat morfometrik yang bersifat mewaris. Pendugaan
bobot badan ayam Kampung berdasarkan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh
melalui Analisis Regresi Komponen Utamadapat mempermudah peternak
menentukan bobot badan tanpa harus menggunakan alat timbang, disamping dapat
dijadikan acuan dalam upaya pemulia untuk meningkatkan bobot badan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keterkaitan antara ukuran-ukuran
linear permukaan tubuh terhadapbobot badan danmenduga bobot badan ayam
Kampungberdasarkan ukuran-ukuran tersebut pada lokasi pengamatan Ciamis, Tegal
dan Blitar. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai
sensitivitas variabel ukuran linear permukaan tubuh terhadap sifat bobot badan yang
dapat digunakan sebagai acuan pada program seleksi terhadap bobot badan ayam
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Penyebaran Ayam Kampung
Ayam Kampung jenis ayam asli Indonesia. Ayam Kampung dikelompokkan
ke dalam 31 galur ayam lokal (Nataamijaya, 2008). Ayam lokal dapat digolongkan
sebagai tipe pedaging (ayam Pelung, ayam Nagrak, ayam Gaok, dan ayam Sedayu),
petelur (ayam Kedu Hitam, ayam Kedu Putih, ayam Nusa Penida, ayam Nunukan,
ayam Merawang, ayam Wareng, dan Ayam Sumatera) dan dwiguna (ayam Sentul,
ayam Bangkalan, ayam Olagan, ayam Kampung, ayam Ayunai, ayam Melayu, dan
ayam Siem). Selain itu dikenal pula ayam tipe petarung (ayam Banten, ayam
Ciparage, ayam Tolaki, dan ayam Bangkok) dan ayam kegemaran atau hias, seperti
ayam Pelung, ayam Gaok, ayam Tukung, ayam Burgo, ayam Bekisar dan ayam
Walik.
Ayam Kampung betina memiliki bulu leher, punggung, dan sayap yang
berwarna lurik abu-abu, bulu dada berwarna putih, dan bulu ekor berwarna hitam
keabuan (Moniharapon, 1997). Sartika (2000) menyatakan bahwa keragaman
karakteristik fenotipik (kinerja produktivitas,kualitas telur, ukuran dan jengger
tinggi) pada ayam Kampung masih tinggi pada populasi dasar sehingga untuk
program seleksi dapat dilakukan.
Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan
Mansjoer (1985) menyatakan bahwa nenek moyang ayam Kampung adalah
(2004), ayam Kampung dan ayam Sentul mempunyai hubungan kekerabatan yang
paling dekat (satu kelompok) kemudian diikuti oleh ayam Kedu Hitam dan ayam
Pelung. Ilustrasi ayam Kampung disajikan pada Gambar 1.
Pertumbuhan
Herren (2000) menyatakan bahwa ternak mengalami pertumbuhan secara cepat
sejak lahir hingga ternak mencapai dewasa kelamin. Pada periode ini, ternak mengalami
pertumbuhan jaringan dan otot secara cepat. Setelah mencapai dewasa kelamin, ternak
akan tetap mengalami pertumbuhan, namun kecepatan pertumbuhan semakin berkurang
sampai dengan pertumbuhan tulang dan otot berhenti. Soeparno (1992) menyatakan
bahwa pertumbuhan diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat setelah pubertas,
laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak mulai meningkat. Pertambahan besar
tulang berperanan penting karena berguna untuk melindungi perkembangan organ-organ
tubuh yang lunak, organ-organ reproduksi disamping sebagai tempat pertautan otot
(Sisson dan Grossman, 1953).
Ukuran Bentuk Tubuh Ayam Kampung
Menurut Hutt (1949) pengukuran pada tulang ternak unggas merupakan suatu
cara yang akurat untuk menentukan ukuran tubuh. Hasil penelitian Nishida et al. (1980) menyatakan bahwa bentuk tubuh ayam Kampung di Indonesia dapat
dibedakan berdasarkan panjang sayap dan tinggi jengger. Ukuran tulang paha, betis
dan shank serta perbandingan antara panjang shank dengan lingkar shank, efektif digunakan dalam menduga konformasi tubuh (Nishida et al. ,1982). Ukuran tubuh ayam Kampung jantan dan betina dewasa di Indonesia, disajikan pada Tabel 1
(Nishida et al.,1982).
Pengukuran ukuran linear permukaan tubuh ternak sebagai sifat kuantitatif
dapat digunakan dalam seleksi (Mulliadi, 1996). Dijelaskan lebih lanjut bahwa
pengukuran ukuran linear permukaan tubuh tersebut dilakukan untuk memperoleh
perbedaan ukuran-ukuran tubuh dalam populasi ternak. Menurut Scanes (2003)
perbedaan ukuran tubuh pada saat dewasa kelamin dapat memberikan penampakan
Tabel 1. Rataan Ukuran Kerangka Tubuh Ayam Kampung Jantan dan Betina di Indonesia
Sumber : Nishida et al. (1982)
Morfometrik
Morfometrik diartikan sebagai suatu cara yang mencakup pengukuran bentuk
atau suatu cara pengukuran yang memungkinkan sesuatu untuk diuji. Berdasarkan
pengertian diatas, maka terdapat dua komponen besar mengenai morfometrik, yaitu size
atau ukuran dan shape atau bentuk. Size dapat diartikan sebagai dimensi, besar, volume,
ukuran relatif, sedangkan shape atau bentuk diartikan sebagai model, pola, karakteristik
sebagai pembeda panampilan eksternal (Biology Online Team, 2005). Ayam kampung
(Gallus-gallus) diklasifikasikan ke dalam ternak yang memiliki berbagai organ tubuh yang dapat diukur. Penelitian morfometrik pada ayam Kampung telah banyak
dilakukan di berbagai daerah (Kendal, Pemalang, Brebes dan Sukaharjo,).
Bagian-bagian linear permukaan tubuh yang diamati meliputi panjang tibia, panjang femur, panjang tarsometatarsus, panjang sayap, lingkar tarsometatarsus, panjang maxilla, tinggi jengger dan panjang jari ketiga. Berikut ini disajikan definsi bagian-bagian linear permukaan tubuh ayam Kampung. Menurut Herren (2000)
tubuh hewan akan mengalami pertumbuhan cepat dimulai sejak hewan lahir sampai
dewasa kelamin. Beberapa sifat yang berhubungan dengan produktivitas unggas
yaitu panjang shank (betis), lingkar tarsometatarsus, lingkar dada, panjang paha dan
Variabel Jantan Betina
---(mm)---
Panjang Shank 102,26 87,25
Panjang Tibia 150,06 128,69
Panjang Femur 95,22 86,41
Lingkar Shank 41,72 36,45
Panjang Jari Ketiga 73,42 65,98
Tinggi Jengger 25,76 12,24
Panjang Maxilla 65,77 61,61
dada, sedangkan pertambahan ukuran tubuh ditentukan oleh besar ukuran dari
organ-organ tubuh, otot dan pertumbuhan tulang (Hutt, 1949). Ukuran dari tulang paha, betis
dan shank serta perbandingan antara panjang shank dengan lingkar shank menunjukkan
nilai-nilai yang efektif untuk pendugaan konformasi tubuh. Ukuran tubuh ayam
dipengaruhi oleh jengger, panjang tibia, panjang sayap dan panjang femur (Nishida et
al., 1980)
Panjang Tibia
Tulang tibia adalah bagian anggota badan yang sering disebut dengan
drumstick yang terdiri atas balutan fibula dan tibia yang bergabung dengan baris proksimal dari tulang tarsal ke bentuk tibiotarsus (McLelland, 1990). Menurut Budipurwanto (2001) panjang tibia ayam Kampung betina di empat lokasi penelitian yang berbeda (Kendal, Pemalang, Brebes dan Sukaharjo) adalah 11,90-12,87 cm
pada umur 4-6 bulan, sedangkan pada jantan sebesar 12,44–14,12 cm.
Candrawati (2007) menyatakan bahwa ayam Kampung jantan memiliki
panjang tibia sebesar 15,30 cm; sedangkan betina sebesar 12,31 cm. Panjang tulang betis (tibia) didapatkan jantan 16,29 cm dan 12,86 cm pada betina (Mansjoer et al., 1996). Sartika (2000) menyatakan bahwa panjang tibia memiliki korelasi positif dengan bobot badan.
Panjang Femur
Tulang femur berbentuk agak melengkung, kuat serta silindrikal. Bagian ujung
distal berartikulasi dengan tibia, fibula dan patella (Sisson dan Grossman, 1953).
McLelland (1990) menyatakan bahwa tulang femur merupakan tulang yang terdapat
diantara tulang pelvis bagian atas dan tulang tibia di bagian bawah. Bagian ujung distal
dari femur miring secara kranioteral yang membawa banyak anggota badan bagian
belakang mendekat ke pusat gravitasi tubuh.
Menurut Candrawati (2007) panjang femur pada ayam Kampung adalah 10,23 cm pada jantan dan 8,35 cm pada betina. Panjang tulang paha (femur) pada
Panjang Sayap
Tulang sayap ayam terdiri atas dua tulang yaitu radius dan ulna merupakan
bagian dari proximal dari hewan. Radius adalah tulang yang terkecil dari sayap yang
berbentuk silinder dan melengkung dengan permukaan konkaf terhadap ulna; sedangkan
tulang ulna memiliki ukuran yang lebih besar daripada radius, bentuknya melengkung
dan menghadap ke radius serta kedua jaraknya cukup luas (Sisson and Grossman, 1975).
Mitra unggas (2008) menambahkan bahwa sayap juga berperan dalam pengeraman telur.
Sayap yang panjang akan mengindikasikan bahwa ayam mampu bertelur banyak dan
mampu mengerami telur dalam jumlah yang banyak pula.
Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa ulna, femur, tibia,fibula dan tarsus
merupakan salah satu tempat penimbunan kalsium yang sangat diperlukan oleh ayam
untuk memproduksi telur. Gambar 2 menunjukkan letak tulang sayap pada ayam
Kampung.
Keterangan: 1= Tulang jari 1 ; 2 = Tulang jari 2 ; 3= Tulang jari 3; 4= Metacarpus
5= Radius; 6= Ulna; 7= Humerus
Sumber: Mc Henry (2008)
Gambar 2. Letak Tulang Sayap Pada Ayam Kampung
Produksi telur memerlukan CaCO3 untuk membentuk kerabang dan untuk
memenuhi kebutuhan ini, terdapat suatu struktur tulang yang disebut medulla bones atau
tulang pipa yang salah satunya terdapat pada ulna. Candrawati (2007) menyatakan
bahwa ayam Kampung jantan memiliki panjang sayap sebesar 23,48 cm dan pada
betina sebesar 19,21 cm.
Panjang Tarsometatarsus
Menurut Sisson dan Grossman (1975) tarsometatarsus diwakili oleh sebuah
keempat. Pada ayam dewasa, tulang metatarsus terdiri atas satu tulang yang dibentuk dari penggabungan dari tulang metatarsus kedua, ketiga, keempat dan tarsal pada
proximal Panjang tarsometatarsus (shank) merupakan bagian dari pengukuran morfometrik pada ayam Kampung.
Hasil penelitian. Nugraha (2007) menyatakan bahwa panjang shank pada ayam Kampung jantan adalah 110,04±9,11 mm, sedangkan pada betina 85,81±4,82
mm. Menurut Kurnia (2011) rataan panjang shank ayam Kampung 81,56±2,93 mm pada jantan dan 73,19±5,76 mm pada betina. Pertumbuhan ayam Kampung
dipengaruhi jenis kelamin dan panjang shank yang merupakan penduga yang paling valid dibandingkan dengan panjang paruh, lebar dada dan lingkar dada karena
memiliki korelasi tinggi dan nyata terhadap bobot badan pada umur 4-12 minggu
(Kurnia, 2011).
Lingkar Tarsometatarsus
Lingkar metatarsus merupakan keliling dari shank yang dapat dijadikan acuan mengetahui bentuk kerampingan dari shank (Mansjoer,1981). Menurut Mulyono et al. (2009) menyatakan bahwa lingkar shank dihubungkan dengan kemampuan unggas untuk menopang tubuh. Menurut Candrawati (2007) rataan ukuran lingkar
tarsometatarsus pada ayam Kampung adalah 5,33 ± 0,74 cm pada jantan, sedangkan pada betina sebesar 3,96 ± 0,30 cm.
Panjang Maxilla(Ossa maxillaria)
Hasil penelitian Candrawati (2007) menyatakan bahwa panjang maxilla pada ayam Kampung diperoleh sebesar 3,60 ± 0,37 cm pada jantan dan 3,17 ± 0,19 cm
pada betina.Panjang maxilla pada ayam lokal Indonesia pada jantan sebesar 63,40 mm, sedangkan pada betina sebesar 58,10 mm (Nishida et al., 1980).
Panjang Jari Ketiga
Menurut McLelland (1990) pada kebanyakan burung termasuk ayam lokal
ditemukan digit 1 sampai IV. Tulang ini memperlihatkan suatu variasi yang baik
dalam struktur. Posisi dari jari-jari menyatakan kepentingan dalam taksonomi yang
dihubungkan dengan posisi saat bertengger ataupun tidak bertengger. Badriah (2011)
menyatakan jari ketiga berfungsi untuk menyeimbangkan tubuh saat bertengger.
0,49 cm pada betina diperoleh pada penelitian Candrawati (2007). Menurut
Kurniawati (2008) panjang jari ketiga ayam Kampung ditemukan sebesar 5,32±0,44
cm pada jantan dan 4,59±0,4 cm pada betina.
Jengger (Pecten oculli capilaries)
Warna dari jengger dapat digunakan sebagai penanda dari jenis unggas
(McLelland, 1990). Jengger sangat berperan dalam sistem sirkulasi darah karena
berfungsi sebagai termoregulator tubuh terhadap suhu lingkungan. Saat suhu
lingkungan dingin, aliran anastomoses Artery-Venous (A-V) mengirimkan darah arteri menuju 32 vena untuk menghangatkan sebagian darah yang dingin dari kapiler
(Lucas dan Stettenheim, 1972). Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa ukuran jengger dipengaruhi oleh kerja hormon yang timbul sebagai salah satu karakter
kelamin sekunder. Gambar 3 mengilustrasikan bentuk jengger menurutMc
Henry(2008).
Sumber: Mc Henry (2008)
Gambar 3. Bentuk Jengger pada Ayam
Hutt (1949) menyatakan bahwa ukuran tinggi jengger dipengaruhi oleh
aktivitas testis. Semua bangsa ayam memiliki jengger dan beberapa jengger berukuran
kecil (Lucas dan Stettenheim, 1972). Menurut Sulandari et al. (2007) ayam Kampung memiliki bentuk jengger yang sangat bervariasi. Hasil penelitian Candrawati (2007)
pada betina. Ukuran jengger pada ayam dipengaruhi kerja hormon yang merupakan
salah satu karakter kelamin sekunder (Nishida et al., 1980).
Panjang Dada
Panjang dada merupakan panjang tulang sternum (Kusuma, 2002). Panjang
dada ayam Kampung sebesar 13,08 ± 1,03 cm pada jantan dan 10,51 ± 0,81 cm pada
betina diperoleh dari hasil penelitian Candrawati (2007). Lebih lanjut dijelaskan
dalam penelitian ini jumlah jantan yang digunakan 28 ekor dan betina 96 ekor.
Lebar Dada
Lebar dada adalah peubah terbaik pada ayam Sentul betina untuk menduga
bobot badan (Kurnia, 2011). Menurut Mansjoer (1985) lebar dada mempunyai
korelasi positif dengan bobot badan. Lebar dada yang lebar menunjukkan adanya
ruangan yang cukup bagi kerja organ-organ dalam (Kusuma, 2002).
Dalam Dada
Pernomo (2011) menyatakan dalam dada merupakan peubah yang dapat
digunakan untuk mengetahui bobot badan ternak yang memiliki korelasi linear
terhadap bobot badan. Dalam dada merupakan diameter vertikal dari badan ternak
yang dianggap volume ruang tabung sehingga dalam dada memiliki korelasi yang
positif terhadap bobot badan ternak (Utami, 2008).
Bobot Badan
Bobot badan merupakan salah satu sifat kegenetikan ternak yang memiliki
nilai ekonomis tinggi, dan merupakan indikator untuk menduga poduksi daging
ternak (Mansjoer, 1985). Ayam Kampung memiliki rataan bobot badan sebesar
1.171,0-1.555,6 g (Mansjoer,1995). Menurut Alfahriani (2003) rataan bobot ayam
Kampung ditemukan sebesar 1.148,49 g pada jantan dan 1.132,22 g pada betina di
kecamatan Leuwiliang Bogor. Dijelaskan lebih lanjut bahwa keragaman bobot badan
disebabkan sistem pemeliharaan yang tidak seragam diantara peternak yang
dijadikan responden. Budipurwanto (2001) menyatakan bahwa rataan bobot badan
ayam Kampung pada jantan umur 4-6 bulan sebesar 1,47-1,78 kg.
Hasil penelitian Mulyono dan Pangestu (1996) menyatakan bahwa
pemeliharaan ayam Kampung secara intensif dapat menghasilkan bobot badan
penelitian Kurnia (2011) menyatakan penyebab terjadinya perbedaan bobot badan
pada ayam Kampung dipengaruhi faktor genetik dari ayam Kampung, kualitas
pakan, dan lingkungan sekitar. Hasil penelitian Mansjoer et al. (1996) rataan bobot badan ayam Kampung jantan yang telah dewasa sebesar 2,24 kg dan 1,67 kg pada
betina. Perubahan ukuran yang meliputi perubahan pada berat hidup, bentuk, dimensi
linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh dan
organ serta komponen-komponen kimia terjadi pada fase pertumbuhan (Soeparno,
1998). Mulliadi (1996) menyatakan bahwa bobot badan dipengaruhi kondisi
pemeliharaan dan pengaruh pemberian pakan.
Statistik Deskriptif dan T2-Hotelling
Statistik deskriptif meliputi nilai tengah, ragam, simpangan baku dan
koefisien keragaman (Mattjik et al., 2002). Nilai tengah atau rataan adalah ukuran pemusatan data yang menimbang data menjadi dua kelompok yang memiliki massa
yang sama. Ragam atau variance menurut Mattjik et al. (2002) yaitu ukuran penyebaran data yang mengukur rata-rata jarak kuadrat semua titik pengamatan
terhadap titik pusat (rataan), sedangkan simpangan baku (standard deviation)
populasi yaitu akar dari ragam. Koefisien keragaman atau coefficient of variation
merupakan simpangan baku yang dinyatakan sebagai persentase dari rata-rata
(Walpole, 1993).
Gaspersz (1992) menyatakan bahwa statistik T2-Hotelling bertujuan untuk mendapatkan perbedaan vektor nilai rata-rata diantara dua populasi. Pengujian
statistik ini dapat dilakukan sekaligus atau secara bersamaan pada banyak variabel
pengukuran. Hasil T2-Hotelling jika diperoleh nyata, maka dapat dilanjutkan untuk pengujian lebih lanjut seperti Analisis Komponen Utama dan Analisis Diskriminan.
Analisis Komponen Utama
Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur
ragam-peragam melalui kombinasi linier variabel-variabel. AKU secara umum
bertujuan mereduksi data dan mencoba untuk menterjemahkannya (Gaspersz, 1992).
Hasil penelitian Nishida et al. (1982) vektor eigen pada komponen utama pertama sebesar 0,544 untuk panjang tibia dan 0,429 untuk panjang sayap yang dapat
digunakan sebagai pembeda dalam hal ukuran (size) tubuh ayam Kampung. Gaspersz
terbobot variabel asal yang dapat menerangkan keragaman data dalam persentase
(proporsi) terbesar.
Keunggulan teknik komponen utama yaitu suatu teknik analisis untuk
mengatasi masalah multikolinearitas dalam analisis regresi klasik yang melibatkan
banyak variabel bebas (Gaspersz, 1992). Hasil analisis ini dapat ditampilkan dalam
diagram kerumunan berdasarkan skor komponen utama pertama (skor ukuran) dan
skor komponen utama kedua (skor bentuk) (Otsuka et al. 1982).
Analisis Regresi Komponen Utama
Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) merupakan kombinasi dari
teknik Analisis Regresi dengan Analisis Komponen Utama, yang pada dasarnya
merupakan teknik analisis regresi yang dikombinasikan dengan teknik analisis
komponen utama. Tujuan ARKU adalah untuk menyederhanakan variabel yang
diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Penggunaan ARKU biasanya dilakukan
dalam studi penelitian yang melibatkan variabel bebas dan saling bergantung satu
sama lain (Gaspersz, 1992). ARKU dapat dilakukan melalui proses komputasi
dengan aplikasi MICROSTAT, STATGRAPHICS, SAS, SPSS dan
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa,
Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa
Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Pengolahan data dilakukan selama satu
bulan pada bulan Pebruari 2012-Maret 2012.
Materi
Ternak
Ayam Kampung yang digunakan pada penelitian ini telah dewasa tubuh dan
pada ayam betina dalam kondisi tidak sedang bertelur. Ayam Kampung yang
digunakan berjumlah 301 ekor. Tabel 2 menyajikan distribusi ayam Kampung yang
diamati pada tiga lokasi penelitian.
Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan
Jenis Kelamin Ayam Kampung Ciamis
Ayam Kampung Tegal
Ayam Kampung Blitar
---(ekor)---
♂ 45 20 38
♀ 50 76 72
Jumlah 95 96 110
Keterangan : ♂ = Jantan; ♀ = betina
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan berkapasitas 2,5
kg dengan skala minimum 0,5 kg dan jangka sorong dengan kapasitas ukur 200 mm
dan skala terkecil 0,01 mm dan kamera. Pengolahan data dibantu dengan peranti
Prosedur
Ayam Kampung baik jantan maupun betina dipilih secara tidak acak
(purposive sampling). Penimbangan dilakukan pada pengukuran bobot badan dan
ukuran linear permukaan tubuh. Pengukuran bobot badan dilakukan dengan
menggunakan alat timbang, sedangkan pengamatan ukuran-ukuran linear permukaan
tubuh menggunakan jangka sorong. Pita ukur digunakan untuk mengukur lingkar
shank.
Pengukuran dilakukan pada setiap individu ayam. Variabel-variabel yang
diukur meliputi panjang femur (X1), panjang tibia (X2), panjang tarsometatarsus
(X3), lingkar tarsometatarsus (X4),panjang sayap (X5), panjang maxilla (X6), tinggi
jengger (X7), panjang jari ketiga (X8), panjang dada (X9), lebar dada (X10) dalam
dada (X11) dan lebar pinggul (X12)serta bobot badan (X13). Gambar 3 menyajikan
bagian linear permukaan tubuh ayam yang diukur.
Panjang Femur
Pengukuran panjang tulang femur dilakukan sepanjang tulang paha. Pengukuran panjangfemurdilakukan dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 3.
Panjang Tibia
Pengukuran panjang tulang tibia dilakukan dari patella sampai ujung tibia.
Pengukuran panjang tibia dilakukan dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 3.
Panjang Shank
Pengukuran panjang tarsometatarsus (shank) dilakukan sepanjang tulang
tarsometatarsus (shank). Pengukuran panjang tarsometatarsus (shank) dilakukan dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 3.
Lingkar Shank
Pengukuran lingkar tarsometatarsus dilakukan dengan cara melingkari pita ukur pada bagian tengah tulang tarsometatarsus (shank). Pengukuran lingkar
Gambar 3. Pengukuran Panjang Femur (A), Panjang Tibia (B), Panjang Shank (C) dan Lingkar Shank (D)
Panjang Sayap
Tulang sayap terdiri atas tulang humerus, radius dan ulna. Pengukuran panjang sayap dilakukan dari pangkal humerus sampai ujung phalanges. Pengukuran panjang sayap dilakukan dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada
Gambar 4.
Panjang Maxilla
Pengukuran panjang maxilla (Ossa maxillaria) ini dilakukan mulai dari pangkal sampai ujung paruh bagian atas. Pengukuran panjang maxilla dilakukan dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 4.
A B
Tinggi Jengger
Pengukuran tinggi jengger (Pecten oculi capilaries) dilakukan dari bagian atas jengger sampai bagian bawah jengger.Pengukuran tinggi jengger dilakukan
dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 4.
Panjang Jari Ketiga
Pengukuran panjang jari ketiga dilakukan pada jari ketiga, yaitu jari dengan
ukuran terpanjang. Pengukuran panjang jari ketiga dilakukan dalam satuan mm. Hal
tersebut seperti disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengukuran Panjang Sayap(E), Panjang Maxilla (F), Tinggi Jengger (G) dan Panjang Jari Ketiga (H)
Panjang Dada
Pengukuran panjang dada (sternum) dilakukan dari ujung dada bagian depan
sampai ujung bagian belakang. Pengukuran panjang tulang dada dilakukan dalam
satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 5.
E F
Lebar Dada
Pengukuran lebar dada diperoleh dengan mengukur jarak antara tulang
sternum bagian kiri dan bagian kanan. Pengukuran lebar dada dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 5.
Dalam Dada
Pengukuran dalam dada (sternum) dilakukan dari jarak antara titik tinggi
pundak dan tulang dada. Pengukuran dalam dada dilakukan dalam satuan mm. Hal
tersebut seperti disajikan pada Gambar 5.
Lebar Pinggul
Pengukuran lebar pinggul dilakukan dari lumbar vertebrae kanan hingga
lumbar vertebrae kiri. Pengukuran lebar pinggul dilakukan dalam satuan mm. Hal tersebut seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengukuran Panjang Dada(I), Lebar Dada (J), Dalam Dada (K) dan Lebar Pinggul (L)
I J
Bobot Badan
Penimbangan bobot badan dilakukan dengan menimbang tubuh ayam secara
keseluruhan. Penimbangan bobot badan dilakukan dalam satuan gram (g). Hal
tersebut seperti disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Penimbangan Bobot Badan pada Ayam Kampung
Rancangan dan Analisis Data
Statistik Deskriptif
Data yang diperoleh kemudian diolah secara deskriptif . Nilai rataan,
simpangan baku, dan koefisien keragaman pada masing-masing variabel diolah
berdasarkan rumus Walpole (1993) sebagai berikut:
X
=
Σi=1N
Xi n
=
X X X … X
S
=
Σi=0N
(Xi-X )2 n-1
KK
=
Sx
100
%
Keterangan:
X
= Rataan data contohXi = Data contoh
n = Banyak data sampel
S = Simpangan baku atau ragam contoh
Statistik T2-Hotelling
Statistik T2-Hotelling digunakan untuk membedakan ukuran-ukuran tubuh ayam Kamung antara lokasi penelitian. Pengujian dilakukan terhadap setiap dua
lokasi penelitian. Hipotesis statistik T2-Hotelling ini adalah:
H0 : U1 = U2; artinya vektor nilai rata-rata lokasi 1 sama dengan lokasi 2
H1: U1 ≠ U2; artinya vektor nilai rata-rata lokasi 1 berbeda dengan lokasi 2
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus uji T2-Hotelling menurut Gaspersz (1992):
T2 =n1n2
n1+n2 (X1-X2)’SG
-1
(X1-X2)
Selanjutnya besaran
F =n1+n2-p-1
(n1+n2-2)T
2
akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = p dan V2 = n1 + n2 –p 1.
Keterangan :
T2 = Nilai T2-Hotelling
F = Nilai hitung untuk T2-Hotelling n1 = Jumlah data pengamatan pada lokasi 1
n2 = Jumlah data pengamatan pada lokasi 2
X1 = Vektor nilai rata-rata variabel acak pada lokasi 1
X2 = Vektor nilai rata-rata variabel acak pada lokasi 2
SG-1 = Invers matriks peragam gabungan (invers dari matriks SG) P = Jumlah variabel ukur
Secara empiris, dibuktikan bahwa bila ditemukan perbedaan diantara dua
lokasi penelitian melalui uji T2-Hotelling, maka pengolahan data dilanjutkan dengan Analisis Komponen Utama (AKU) (Gaspersz, 1992). Bila ukuran-ukuran linear
permukaan tubuh ayam Kampung pada dua lokasi penelitian sama maka kedua
kelompok tersebut digabung dan dianalisis sebagai satu kelompok.
Analisis Regresi Komponen Utama
Analisis Regresi Komponen Utama merupakan perpaduan antara analisis
regresi linear disetarakan dengan persamaan komponen utama ke-1 atau persamaan
ukuran yang diperoleh berdasarkan Analisis Komponen Utama.
Model Komponen Utama menurut Gaspersz (1992) adalah:
Y1 = a11X1+a21X2+…+a121X12
Keterangan:
Y = Ukuran
X = Panjang femur
X2 = Panjang tibia
X3 = Panjang shank
X4 = Lingkar shank
X5 = Panjang sayap
X6 = Panjang maxilla
X7 = Tinggi jengger
X8 = Panjang jari ketiga
X9 = Panjang dada
X10 = Lebar dada
X11 = Dalam pinggul
X12 = Lebar pinggul
a a : Vektor ciri atau vektor eigen ke-P untuk P = 1, 2, … , 12
Model Regresi Komponen Utama menurut Gaspersz (1992) adalah:
Y= b0+b1X1+b2X2+ b3X3+b4X4 +b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+b10X10+b11X11+b12X12
Keterangan:
Y = Bobot badan
X1 = Panjang femur
X2 = Panjang tibia
X3 = Panjang tarsometatarsus
X4 = Lingkar tarsometatarsus
X5 = Panjang jari Ketiga
X6 = Panjang sayap
X7 = Tinggi jengger
X8 = Panjang maxilla
X10 = Lebar dada
X11 = Dalam dada
X12 = Lebar pinggul
b0 = Konstanta
b1 = Koefisien regresi dari panjang femur (X1)
b2 = Koefisien regresi dari tibia (X2)
b3 = Koefisien regresi dari tarsometatarsus (X3)
b4 = Koefisien regresi dari lingkar tarsometatarsus (X4)
b5 = Koefisien regresi dari panjang jari ketiga (X5)
b6 = Koefisien regresi dari panjang sayap (X6)
b7 = Koefisien regresi dari tinggi jengger (X7)
b8 = Koefisien regresi dari panjang maxilla (X8)
b9 = Koefisien regresi dari panjang dada (X9)
b10 = Koefisien regresi dari lebar dada (X10)
b11 = Koefisien regresi dari dalam dada (X11)
b12 = Koefisien regresi dari lebar pinggul (X12)
Penentuan seberapa jauh pengaruh variabel yang diamati terhadap bobot
badan; diperoleh berdasarkan nilai elastisitas,. Rumus elastisitas menurut Gaspersz
(1992) yang digunakan adalah:
Ei = bi / ; I =(1,2,3…12)
Keterangan:
Ei = Nilai elastisitas ke-i (1,2,3….12)
bi = Koefisien regresi ke-i
Xi = Nilai rata-rata ke-i
Y = Nilai rata-rata bobot badan
Korelasi antara Variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh dan Bobot Badan
Korelasi antara variabel ukuran linear permukaan tubuh dan bobot badan
dihitung berdasarkan rumus menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:
∑ ∑ ∑
Keterangan:
= Korelasi Pearson
X = Ukuran linear permukaan tubuh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Pengamatan
Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanaraga (Kabupaten Ciamis, Jawa Barat)
Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa,Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat
merupakan salah satu dari tiga populasi penyebaran ayam Kampung yang besar di
Jawa Barat. Kabupaten Ciamis mempunyai luas wilayah sekitar 244.479 ha yang
secara geografis terletak padakoordinat 1080 20"-1080 40" BTdan70 40' 20"-70 41' 20" LS. Rata-rata curah hujan Kabupaten Ciamis sekitar 2.987 mm/tahun(Pemerintah
Daerah Propinsi Jawa Barat, 2010) pada ketinggian 731 m dpl. Rataan suhu udara
sekitar 21-310C dan kelembaban 58%-93% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Kabupaten Ciamis memiliki dua Kawasan Andalan yaitu Kawasan
Andalan Priangan Timur dengan arahan pengembangan untuk kegiatan pertanian,
kehutanan, perikanan, kelautan dan pariwisata serta Kawasan Andalan Pangandaran
dengan kegiatan unggulan pengembangan kepariwisataan dan bisnis kelautan.
Gambar 7menyajikan peta lokasi desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara,
Kabupaten Ciamis.
Sumber : Google Earth (2012)
Gambar 7. Peta Lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara,
Kabupaten Ciamis
Pemeliharaan ayam Kampung di Ciamis dilakukan secara semi intesif. Pakan
yang diberikan pada ternak tersebut berupa limbah dapur dan dedak padi. Pemberian
memberikan pakan pada pagi dan sore hari. Pemberian pagi hari diberikan sebelum
ayam dilepas (diumbar) dan ketika ayam kembali ke kandang pada sore hari.
Peternak ayam Kampung Kabupaten Ciamis berada di bawah pengawasan HIMPULI
(Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia). Organisasi ini diketuai oleh Nur
Muttaqin, SH.I yang merupakan ketua HIMPULI wilayah Ciamis. Ayam Kampung
yang dipelihara masyarakat Ciamis sebagian besar digunakan sebagai tabungan
hidup untuk menopang keperluan hidup mereka. Pemasaran ayam Kampung hidup
dan telurnya difasilitasi oleh HIMPULI.Gambar 8 menyajikan keadaan
perkandangan di daerah Ciamis, Jawa Barat.
Gambar 8. Kandang Ternak Ayam Kampung di Desa Tanjung Manggu Ciamis
Tipe kandang di lokasi penelitian berbentuk kandang individu bertingkat
yang dibuat dari bambu dan naungan genteng. Tiap kandang dapat diisi lebih dari
satu ekor ayam.Kandang individu yang diisi dengan satu ekor ayam biasanya
digunakan hanya untuk betina yang sedang mengeram.
Desa Dampyak, Mejasem Timur (Kabupaten Tegal, Jawa Tengah)
Desa Dampyak, Kecamatan Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah memiliki
populasi ayam Kampung yang besar untuk propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Tegal
1.200-2.050 m dpl. Rataan suhu harian 23-320C dengan kelembaban 55%-88% (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012). Gambar 9 menyajikan lokasi desa
Dampyak, Mejasem, Tegal, Jawa Tengah.
Sumber : Google Earth (2012)
Gambar 9. Peta Lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur, Kabupaten Tegal
Pemeliharaan ayam Kampung di Tegal dilakukan dengan sistem semi
intensif. Kepemilikan ayam Kampung masing-masing kepala keluarga berkisar 3-10
ekor. Jenis pakan yang diberikan berupa limbah dapur dan dedak padi. Gambar
10 menyajikan ilustrasi kandang di desa Dampyak, Tegal.
Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari sebelum ayam dikeluarkan dan pada sore
hari ketika ayam kembali ke kandang untuk istirahat. Ayam Kampung memiliki
kandang dan ditemukan yang tidak dikandangkan khusus, tetapi ditempatkan pada
bangunan yang tidak digunakan seperti rumah kosong yang sudah tidak digunakan
pemiliknya atau di atas pohon yang diberi naungan plastik. Ayam Kampung juga
ditempatkan pada sudut dapur dengan menggunakankurungan ayam. Ayam dibiarkan
bebas mencari makan di luar bangunan kandang sepanjang hari, dari pagi sampai
sore hari.
Bangunan kandang khusus didirikan di halaman belakang rumah dengan
pembatas berupa tembok supaya ayam dapat dikontrol peternak. Ayam dibiarkan
beraktivitas di lahan sekeliling kandang yang dibatasi tembok.
Desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur
Desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu lokasi
penelitian ayam Kampung yang mewakili populasi ayam Kampung di provinsi Jawa
Timur. Kabupaten Blitar memiliki ketinggian sekitar 167 m dpl. Luasan Kabupaten
Blitar adalah 1.588,79 km2. Kabupaten Blitar terletak di sebelah selatan garis khatulistiwa yaitu pada 111040'-112010' BT dan 78058'-809' LS(Pemerintah DaerahPemerintah Kabupaten Blitar, 2011)pada ketinggian 150 m dpl. Rataan suhu
20-300C dengan kelembaban 60%-92% (Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika, 2012).Gambar 11 menyajikan lokasi desa DurenTalun, Blitar, Jawa
Timur.
Gambar 11. Peta Lokasi Desa Duren Talun, Blitar
Kepemilikan ayam Kampung sekitar 3-15 ekor per kepala keluarga. Gambar
menyajikan peta lokasi desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur. Sistem pemeliharaan
dilakukan secara semi intensif. Ayam dikandangkan dan diberi makan pada pagi dan
sore hari. Pemberian pakan pada pagi hari dilakukan sebelum ternak dikeluarkan dari
kandang untuk mencari makan dan pada sore hari pada saat ternak kembali ke
kandang untuk beristirahat. Pakan terdiri atas limbah dapur, dedak padi dan jagung
pipilan yang telah dikeringkan. Gambar 12 menyajikan kandang ayam Kampung di lokasi Blitar.
Gambar 12. Kandang Ayam Kampung di Lokasi Penelitian Blitar
Kandang dibuat dari bahan kayu atau bambu dengan naungan dari genteng
atau asbes.Gambar 10 menyajikan ilustrasi tipe kandang ayam Kampung di desa
Duren Talun. Tipe kandang individu dan kelompok yang digunakan peternak desa
Duren Talun. Kandang individu yang dilengkapi dengan wadah berjerami, digunakan
untuk betina yang sedang mengeram, kandang kelompok diisi paling sedikit dengan
lima ekor ayam jantan dan betina.
Analisis Deskriptif Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung di Lokasi Pengamatan Ciamis, Tegal, dan Blitar
Tabel 3, 4 dan 5 menyajikan hasil pengukuran variabel yang diamati pada
ayam Kampung di Ciamis, Tegal dan Blitar. Koefisien keragaman ukuran linear
permukaan tubuh yang diamati kecuali tinggi jengger berkisar
antara7,68%-18,59%.Kisaran tersebut menurut Syahid (2009) dikategorikan ke dalam kisaran
menyajikan Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung
Jantandan Betina di Lokasi Pengamatan Ciamis.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Ciamis
Variabel Pengukuran Jenis Kelamin
♂ (45 ekor) ♀ (50 ekor)
---(g)---
Bobot Badan 2.064,4±501,9 (24,31%) 1.618±342,1 (21,14%)
---(mm)---
Panjang Femur 127,39±15,53 (12,19%) 121,57±18,31 (15,06%)
Panjang Tibia 162,11±16,12 (9,95%) 142,80±20,16 (14,12%)
Panjang Shank 103,22±10,82 (10,48%) 85,07±12,52 (14,71%)
Lingkar Shank 52,63± 7,03 (13,36%) 44,760±3,67 (8,21%)
Panjang Sayap 163,55±18,55 (11,34%) 154,81±21,35 (13,79%)
Panjang Maxilla 36,36±5,05 (13,89%) 32,82±3,76 (11,46%)
Tinggi Jengger 26,55±15,10 (56,87%) 10,89±6,37 (58,53%)
Panjang Jari Ketiga 62,16±7,55 (12,15%) 54,06±7,15 (13,22%)
Panjang Dada 151,75±15,27 (10,06%) 143,05±17,76 (12,42%)
Lebar Dada 82,89±9,16 (11,06%) 77,81±8,41 (10,81%)
Dalam Dada 79,10±9,54 (12,06%) 73,14±7,91 (10,81%)
Lebar Pinggul 75,63±8,17 (10,81%) 73,30±9,25 (12,61%)
Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman
Koefisien keragaman dihubungkan dengan upaya seleksi. Produk seleksi
adalah keragaman yang rendah yang dicerminkan dengan nilai koefisien keragaman
yang rendah. Seleksi menurut Noor (2004) meliputi seleksi alam dan seleksi buatan.
Dijelaskan bahwa pada seleksi buatan, peran manusia sangat dominan dalam
menentukan ternak yang boleh bereproduksi berdasarkan sifat-sifat yang sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan. Ayam Kampung lebih dominan mengalami seleksi
alam dibandingkan seleksi buatan sehingga memberikan keleluasaan kerangka tubuh
untuk berkembang secara optimal. Seleksi yang dilakukan peternak pada ayam
Kampung adalah bobot badan dan produksi telur sehingga dikategorikan sebagai
mencerminkan bahwa seleksi terhadap sifat bobot badan dan produksi telur telah
dilakukan peternak.
Ayam Kampung merupakan ayam tipe dwiguna, karena peternak menyeleksi
ke arah pedaging dan petelur (Sulandari et al., 2007). Keragaman lingkar shank ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Ciamis memiliki nilai koefisien yang lebih
rendah dibandingkan dengan jantan. Keseragaman yang tinggi pada ukuran lingkar
shank ayam Kampung betina menunjukkan bahwa ukuran lingkar shank telah terseleksi. Hal tersebut disajikan pada Tabel 3.
Lingkarshank ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Tegal memiliki nilai koefisien keragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkar shank telah terseleksi lebih ketat pada ayam Kampung betina Tegal. Hal tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Tegal
Variabel Pengukuran Jenis Kelamin
♂ (20 ekor) ♀ (76 ekor)
---(g)---
Bobot Badan 1.825±432,7 (23,71%) 1.368,4±239 (17,47%)
---(mm)---
Panjang Femur 129,45±16,32 (12,61%) 116,69±16,05 (13,76%)
Panjang Tibia 152,70±17,75 (11,62%) 138,21±15,81 (11,44%)
Panjang Shank 99,10±10,59 (10,68%) 82,03±7,95 (9,69%)
Lingkar Shank 48,85±5,70 (11,66%) 41,85±4,02 (9,60%)
Panjang Sayap 154,06±15,06 (9,77%) 140,16±15,62 (11,14%)
Panjang Maxilla 32,46±6,04 (18,59%) 30,34±4,66 (15,31%)
Tinggi Jengger 19,23±9,70 (50,42%) 10,45±5,78 (55,32%)
Panjang Jari Ketiga 64,33±7,43 (11,54%) 54,89±5,70 (10,39%)
Panjang Dada 145,30±13,03 (8,97%) 134,92±13,10 (9,71%)
Lebar Dada 83,82±7,06 (8,43%) 77,06±8,83 (11,46%)
Dalam Dada 70,73±9,20 (13,00%) 66,95±8,16 (12,18%)
Lebar Pinggul 71,68±7,06 (9,84%) 67,40±6,29 (9,33%)
Ayam Kampung betina pada lokasi pengamatan Blitar memiliki nilai
koefisien keragaman lingkar shank yang lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam Kampung betina Blitar telah terseleksi ketat
pada sifat lingkar shank. Hal tersebut disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Variabel yang Diamati pada Ayam Kampung Jantan dan Betina di Lokasi Pengamatan Blitar
Variabel Pengukuran Jenis Kelamin
♂ (38 ekor) ♀ (72 ekor)
---(g)---
Bobot Badan 2.323,7±534,5 (23,00%) 1.534,7±329,4 (21,46%)
---(mm)---
Panjang Femur 129,57±17,29 (13,34%) 117,64±16,75 (14,24%)
Panjang Tibia 170,02±16,31 (9,59%) 145,92±13,10 (8,98%)
Panjang Shank 114,95±10,42 (9,06%) 88,42 ±9,12 (10,31%)
Lingkar Shank 53,34±6,70 (12,55%) 43,24±3,66 (8,46%)
Panjang Sayap 151,75±19,70 (12,98%) 148,19±15,55 (10,49%)
Panjang Maxilla 37,11±4,44 (11,97%) 32,54±3,98 (12,23%)
Tinggi Jengger 18,79 ±8,36 (44,47%) 7,94±3,33 (41,93%)
Panjang Jari Ketiga 71,35±5,482 (7,68%) 60,98±7,160 (11,74%)
Panjang Dada 146,71±13,81 (9,41%) 136,02±13,46 (9,89%)
Lebar Dada 84,33 ±7,16 (8,49%) 76,17±6,45 (8,47%)
Dalam Dada 73,58 ±12,75 (17,34%) 65,01±8,31 (12,79%)
Lebar Pinggul 71,65±5,930 (8,28%) 67,13 ±6,00 (8,94%)
Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman
Tabel 6 menyajikan korelasi antara bobot badandan variabel linear
permukaantubuh ayam Kampung dilokasipengamatan. Tabel6
menyatakan bahwa sebanyak dua variabel berkorelasi nyata terhadap bobot badan
ayam Kampung Ciamis jantan, yaitudalam dadadan lebar dada; sedangkan pada
betina sebanyak enam variabel, yaitu panjang tibia, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul. Bobot badan ayam Kampung Tegal jantan
berkorelasi positif dengan satu variabel yaitu dalam dada; sedangkan pada betina
dengan empat variabel, yaitupanjang sayap, panjang dada, dalam dada dan panjang
variabel yaitu lebar dadadan panjang sayap; sedangkanpada betina dengan empat
variabel, yaitu panjang sayap, panjang dada, lebar dada dan dalam dada.Tabel 6
menjelaskan bahwa jumlah variabel ukuran linear tubuh terbanyak yang berkorelasi
nyata terhadap bobot badan adalah ayam Kampung Ciamis (dua buah pada jantan
dan enam buah pada betina); sedangkan yang tersedikit pada ayam Kampung Tegal
(satu buah pada jantan dan empat buah pada betina). Jumlah variabel ukuran linear
permukaan tubuh Ayam Kampung Blitar yang berkorelasi nyata dengan bobot badan,
ditemukan sebanyak dua buah pada jantan dan empat buah pada betina. Berdasarkan
Tabel 6, disimpulkan bahwa ayam Kampung Ciamis dikategorikan sebagai ayam tipe
dwiguna yang mengarah ke sifat pedaging; ayamKampung Tegal sebagai ayam tipe
dwiguna yang mengarah kesifat petelur; sedangkan ayam Kampung Blitar sebagai
ayam tipe dwiguna yang mengarah ke sifat pedaging dan petelur.
Tabel 6. Korelasi antara Bobot Badan dan Beberapa Variabel Linear Permukaan Tubuh yang Berhubungan dengan Produksi pada Ayam Kampung di Lokasi Pengamatan Ciamis, Tegal dan Blitar
Variabel Ciamis Tegal Blitar
♂ (n= 45) ♀ (n=50) ♂ (n= 20) ♀ (n= 76) ♂ (n= 38) ♀ (n= 72)
Panjang
Femur
0,020tn 0,108 tn 0,088 tn 0,200 tn 0,254 tn 0,132 tn
(0,896) (0,455) (0,713) (0,083) (0,124) (0,268)
Panjang
Tibia
0,218tn 0,344 * 0,207 tn 0,327 ** 0,150 tn 0,168 tn (0,150) (0,014) (0,380) (0,004) (0,369) (0,158)
Panjang Sayap
0,277 tn 0,497 ** 0,426 tn 0,333 ** 0,391 * 0,383 ** (0,066) (0,000) (0,061) (0,003) (0,015) (0,001)
Panjang Dada
0,182 tn 0,444 ** 0,374 tn 0,452 ** 0,227 tn 0,301 * (0,232) (0,001) (0,104) (0,000) (0,170) (0,010)
Lebar Dada
0,433 ** 0,336 * 0,283 tn 0,195 tn 0,681 ** 0,395 ** (0,003) (0,017) (0,226) (0,092) (0,000) (0,001)
Dalam Dada
0,457 ** 0,336 * 0,595 ** 0,292 * 0,252 tn 0,272 * (0,002) (0,017) (0,006) (0,010) (0,127) (0,021)
Lebar Pinggul
0,265 tn 0,445 ** 0,442 tn 0,166 tn 0,220 tn 0,063 tn (0,079) (0,001) (0,051) (0,151) (0,185) (0,600) Keterangan: * = nyata (P<0,05); ** = sangat nyata (P<0,01); tn= tidak nyata (P>0,05); angka dalam
Panjang maxilla, tinggi jengger, panjang jari ketiga, panjang shank dan lingkar shank merupakan variabel-variabel ukuran tubuh yang tidak berhubungan dengan produksi, tetapi alam menyeleksi variabel-variabel tersebut. Hasil seleksi
alam menentukan ke arah mana alam menyeleksi sehingga ayam beradaptasi baik
dengan lingkungan tempat hidup. Ayam yang beradaptasi baik memperlihatkan
perkembangan ukuran panjang maxilla, tinggi jengger panjang jari ketiga panjang
shank dan lingkar shank. Ciamis, Tegal dan Blitar memiliki lingkungan yang berbeda.Nilai koefisien keragaman yang rendah pada variabel tersebut,
mengindikasikan variabel tersebut telah terseleksi alam. Seleksi alam menurut
Martojo (1992) merupakan seleksi yang ditentukan alam. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa akibat seleksi akan meningkatkan suatu sifat ke arah yang lebih baik sehingga
mutu genetik ternak meningkat. Dalam hal ini ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar telah beradaptasi baik dengan lingkungan masing-masing. Sifat adaptasi ini
merupakan produk dari interaksi antara genetik dan lingkungan.
Tabel 3, 4 dan 5 mengindikasikan bahwa alam tidak menyeleksi jantan
maupun betina terhadap sifat tinggi jengger dan panjang jari ketiga. Tinggi jengger
ditemukan paling besar pada ayam Kampung Ciamis, karena faktor suhu lingkungan
tempat hidup. Suhu Ciamis ditemukan paling tinggi.Jengger berfungsi sebagai alat
untuk membantu proses pendinginan tubuh, karena ayam tidak memiliki kelenjar
keringat (Zeffer et al., 2003). Menurut Lucas dan Stettenheim (1972) jengger berperanan dalam sistem sirkulasi darah. Jengger berfungsi sebagai termoregulator
tubuh terhadap suhu lingkungan. Suhu lingkungan Tegal diantara Ciamis dan Blitar,
sehingga hanya ayam Kampung dengan ukuran tinggi jengger sedang yang dapat
beradaptasi. Panjang jari ketiga pada ayam Kampung Blitar ditemukan paling tinggi
karena lingkungan pada saat ayam beristirahat dengan akitivitas bertengger paling
banyak ditemukan di Blitar karena faktor ketidaktersediaan kandang. Ayam
Kampung ditemukan banyak beristirahat pada malam hari di luar bangunan kandang
dengan menggunakan segala sesuatu sebagai tempat bertengger. Hal yang sebaliknya
ditemukan pada ayam Kampung Ciamis, jari ketiga tidak berkembang sebaik ayam
Kampung Blitar, karena fungsi jari ketiga tidak terlalu digunakan untuk bertengger.
Pada saat beristirahat, ayam Kampung Ciamis dikandangkan. Ayam Kampung Tegal
bangunan kandang. Hal tersebut mengakibatkan rataan panjang jari ketiga ayam
Kampung Tegal antara ayam Kampung Blitar dan Ciamis.Jari kaki ayam berfungsi
sebagai alat pencekram saat bertengger, mengais makanan, dan pada saat bertarung
dengan musuh. Badriah (2011) menyatakan bahwa fungsi jari ketiga sebagai
penyeimbang tubuh burung pada saat bertengger. Adaptasi tinggi terhadap
lingkungan dapat menentukan keberhasilan ternak untuk bertahan (survive) dan
menghasilkan keturunan (Noor, 2004).
Panjang maxilla berhubungan dengan ukuran tubuh yang dikaitkan tujuan atau arah seleksi peternak. Ayam Kampung yang lebih diarahkan ke sifat pedaging
memiliki ukuran badan yang besar sehingga memiliki panjang maxilla yang besar pula, seperti yang ditemukan pada ayam Kampung jantan Blitar yang ditemukan
tertinggi diantara ayam Kampung jantan yang diamati dan ayam Kampung betina
Ciamis diantara ayam Kampung betina yang diamati. Hal ini memperjelas bahwa
ayam Kampung Blitar merupakan tipe dwiguna dengan penekanan arah yang sama
terhadap sifat pedaging dan petelur, sedangkan ayam Kampung Ciamis arah seleksi
lebih ditekankan pada sifat pedaging. Seleksi alam dalam hal ini sifat panjang
maxilla bersinergi dengan seleksi buatan. Maxilla merupakan bagian dari paruh. Rusdin (2007) menyatakan bahwa salah satu fungsi paruh adalah sebagai alat
pengambil pakan. Hal tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa ukuran paruh yang
panjang pada ayam petelur tidak diinginkan karena mempengaruhi efektivitas dan
efisiensi pakan yang dikonsumsi. Pada penelitian ini panjang paruh ayam Kampung
Tegal berukuran paling kecil. Hal tersebut mendukung kesimpulan bahwa ayam
Kampung Tegal termasuk ayam Kampung yang diarahkan untuk petelur.
Mulyono et al. (2009) menyatakan bahwa lingkar shank dihubungkan dengan kemampuan unggas untuk menopang tubuh. Ukuran badan yang besar berkorelasi
dengan bobot badan. Ukuran lingkar shank yang besar juga berhubungan dengan bobot badan yang besar pula, sehingga lingkar shank berkorelasi positif terhadap bobot badan. Hal tersebut bersesuaian dengan hasil penelitian. Pada penelitian ini
lingkar shank berkorelasi positif dengan bobot badan. Hasil penelitian menyatakan bahwa korelasi antara lingkar shank dan bobot badan pada ayam Kampung jantan Ciamis, Tegal dan Blitar; sedangkan pada betina korelasi sangat nyata ditemukan
bahwa seluruh ayam Kampung betina telah terseleksi lebih ketat pada lingkar
shank. Bobot badan ayam Kampung betina lebih ringan (Tabel 3, 4 dan 5), sehingga dapat dinyatakan seleksi ke arah sifat petelur telah dilakukan. Mufti (2003)
menyatakan bahwa ayam Kampung jantan memiliki ukuran-ukuran tubuh yang lebih
besar daripada ayam Kampung betina. Rasyaf (2002) menyatakan bahwa bobot
badan ayam yang ringan dikategorikan sebagai ayam tipe petelur. Hasil penelitian ini
juga bersesuaian dengan pernyataan Sulandari et al. (2007) bahwa ayam Kampung merupakan tipe dwiguna.
Lingkar shank berfungsi menopang bobot badan ayam Kampung. Bobot badan dipengaruhi panjang femur, panjang tibia, panjang shank, panjang sayap, panjang dada, lebar dada, dalam dada dan lebar pinggul (Hutt 1949; Mansjoer,
1985;Suryarman, 2001; Kusuma, 2002; Soeroso et al., 2008).
Statistik T2-Hotelling pada Ayam Kampung yang Diamati
Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda
dengan betina (P<0,01) pada masing-masing lokasi pengamatan berdasarkan hasil
uji T2-Hotelling (Tabel 7). Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung jantan berbeda antara lokasi pegamatan (P<0,01) (Tabel 8). Tabel 9 menyajikan hasil
T2-Hotelling pada ayam Kampung betina antara lokasi pengamatan yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan ukuran-ukuran tubuh juga ditemukan pada
ayam Kampung betina antara lokasi pengamatan yang berbeda (P<0,01).
Perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada jantan dan betina
ayam Kampung di masing-masing lokasi pengamatan; menurut Noor (2004)
perbedaan ini disebabkan pengaruh genetik dan lingkungan serta interaksi genetik
dengan lingkungan. Martojo (1992) menyatakan bahwa lingkungan internal ternak
jantan berbeda dengan betina.
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Jantan dan Betina antara Lokasi Penelitian
Ayam Kampung Statistik T
2
Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan
♂ Ciamis vs♀ Ciamis 1,78042 12,166 0,000 **
Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Jantan antara Lokasi Penelitian
Ayam Kampung Statistik T
2
Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan
♂ Ciamis vs♂ Tegal 1,00601 4,359 0,000 **
♂ Ciamisvs♂ Blitar 1,42227 8,297 0,000 **
♂ Tegal vs ♂ Blitar 1,14310 4,287 0,000 ** Keterangan : ** = sangat nyata (P<0,01); ♂ = jantan; ♀ = betina ; vs = versus
Soeparno (1992) menyatakan bahwa hormon testosteron yang merupakan
lingkungan internal pada jantan mempengaruhi pertumbuhan. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa testosteron memiliki fungsi sebagai steroid dari androgen yang mengakibatkan pertumbuhan ternak jantan lebih cepat dibandingkan betina. Hal ini
bersesuaian juga dengan pernyataan Mufti (2003) bahwa ayam Kampung jantan
memiliki ukuran-ukuran tubuh lebih besar dibandingkan ayam Kampung betina.
Herren (2000) menjelaskanjika kadar hormon testosteron rendah dapat meningkatkan pelebaranepiphysis tulang dan membantu hormon pertumbuhan, sedangkan hormon
estrogen menghambat pertumbuhan. Pertumbuhan pada ternak berlangsung cepat sejak lahir sampai mencapai dewasa tubuh. Setelah mencapai dewasa tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot akan berhenti dan dilanjutkan dengan perkembangan
lemak.
Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Analisis T2-Hotelling Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Kampung Betina antara Lokasi Penelitian
Ayam Kampung Statistik T
2
Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan
♀ Ciamis vs♀ Tegal 0,62895 5,923 0,000 **
♀ Ciamisvs♀ Blitar 1,15431 10,485 0,000 **
♀ Tegal vs ♀ Blitar 0,49351 5,552 0,000 ** Keterangan : ** = sangat nyata (P<0,01); ♂ = jantan; ♀ = betina ; vs = versus
Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis, Tegal dan
Blitar yang berbeda disebabkan lingkungan dan keputusan peternak dalam
menyeleksi. Lingkungan tempat ayam Kampung hidup berbeda. Menurut
PemerintahDaerah Propinsi Jawa Barat (2010) desa Tanjung Manggu, Ciamis, Jawa
ditemukan. Di desa tersebut juga didirikan pabrik tahu yang mengalirkan limbah
pabrik ke anak sungai yang mengalir di desa tersebut. Menurut Pemerintah Daerah
Kabupaten Tegal (2011) desa Dampyak, Tegal, Jawa Tengah bersuhu sekitar 26,9 0C dengan kelembaban 82%. Lahan perkebunan dan sawah masih banyak ditemukan.
Menurut Pemerintah Kabupaten Blitar (2011) desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur
bersuhu sekitar 18-30 0C dengan kelembaban 60%-94%. Menurut Gunawan et al
(2004)suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan aktivitas metabolisme
berkurang sehingga menurunkan aktivitas makan dan minum. Hal ini bersesuaian
dengan pernyataan Rumondor (1980) bahwa kondisi daerah sangat menentukan
performa ayam Kampung. Ayam Kampung merupakan ayam lokal yang tahan
terhadap penyakit (Sulandari et al., 2007). Yani et al. (2006) menyatakanpenampilan produksi ternak dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor keturunan (genetik), pakan,
pengelolaan, perkandangan, pemberantasan dan pencegahan penyakit serta faktor
lingkungan lain.
Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Variabel-Variabel Pengukuran Tubuh pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar
Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa panjang femur (X1), panjang tibia (X2), panjang tarsometatarsus (X3), lingkar tarsometatarsus (X4),panjang sayap
(X5), panjang maxilla (X6), tinggi jengger (X7), panjang jari ketiga (X8), panjang
dada (X9), lebar dada (X10), dalam dada (X11) dan lebar pinggul (X12); sangat
berpengaruh terhadap bobot badan ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, baik
pada jantan maupun betina (P<0,01). Dengan demikian, persamaan pendugaan bobot
badan melibatkan seluruh variabel yang diamati. Hal tersebut bersesuaian dengan
Budipurwanto (2001) bahwa hasil pengujian persamaan regresi yang sangat nyata
(P<0,01) dapat digunakan untuk memprediksi bobot badan pada ayam buras betina di
Kabupaten Kendal. Hasil pengamatan disajikan terlebih dahulu untuk kemudian
dibahas. Tabel 10 menyajikan persamaan pendugaan bobot badan ayam Kampung
Ciamis pada jantan dan betina.
Perhitungan elastisitas memberikan gambaran variabel yang berpengaruh
terhadap pendugaan bobot badan.Elastisitas berfungsi untuk menunjukkan seberapa
besar pengaruh kepekaan atau sensivisitas suatu variabel tersebut terhadap bobot
Setiap kenaikan satu % variabel yang diamati akan menaikkan persentase bobot
badan ayam Kampung atau ternak yang diamati.
Tabel 10. Pendugaan Bobot Badan Ayam Kampung Ciamis pada Jantan dan Betina
Jenis Kelamin Persamaan Regresi Komponen Utama R2
♂
Pinggul; R2 = Koefisien Determinasi
Kepraktisan pendugaan bobot badan di lapang lebih diutamakan. Shank
merupakan bagian tubuh ayam Kampung yang paling mudah diukur, karena posisi
ayam tidak mudah berubah pada saat dilakukan pengukuran. Panjang atau lingkar
shank dapat digunakan sebagai patokan pada penentuan bobot badan pada individu jantan lain dalam populasi ayam Kampung. Hal tersebut bukan berarti hanya bagian
shank yang dijadikan patokan.Pada kondisi tertentu yaitu pada saat pembeli menginginkan bobot badan yang tinggi, maka bagian dada dapat dijadikan patokan
pada pendugaan bobot badan.
Pengukuranke-12 variabel linear permukaan tubuh hanya dilakukan pada satu
ekor ayam Kampung yang dipilih acak sebagai sampel. Bobot badan dapat diduga
berdasarkan model persamaan regresi komponen utama, hanya pada ayam sampel.
Pendugaan bobot badan individu lain dalam populasi, dapat ditentukan dengan hanya
memilih salah satu variabel yang paling mudah diukur.Nilai koefisien determinasi
Tabel 11. Elastisitas Ukuran Linear Permukaan Tubuh terhadap Bobot Badan dan Pengertiannya pada Ayam Kampung Ciamis Jantan
Urutan Elastisitas Ukuran
Variabel * Elastisitas (Ei)
Peningkatan Bobot Badan pada Setiap 1 cm Ukuran Variabel
---(g)---Panjang Shank 0,311 44,823
Lingkar Shank 0,264 118,231
Panjang Dada 0,263 29,137
Panjang Sayap 0,255 24,964
Panjang Tibia 0,248 23,500
Lebar Dada 0,190 40,741
Panjang Maxilla 0,179 107,222
Dalam Dada 0,171 43,316
Lebar Pinggul 0,148 39,937
Panjang Femur 0,134 7,701
Panjang Jari Ketiga 0,107 51,273
Tinggi Jengger 0,001 23,010
Keterangan: * = Diurut dari yang tertinggi
Pada penelitian ini, variabel linear permukaan tubuh hanya mampu
menjelaskan bobot badan antara 26,3%-55,2%; yang berarti faktor lain selain
variabel linear permukaan tubuh mempengaruhi perolehan bobot badan dugaan. Hal
ini kemungkinan disebabkan jumlah sampel yang digunakan tidak banyak.
Persamaan bobot badan yang diperoleh, menurunkan nilai elastisitas. Berikut
ini akan diuraikan perolehan nilai elastisitas variabel ukuran linear permukaan tubuh
terhadap bobot badan.
Tabel 11 menunjukkan tingkat sensitivitas yang diperlihatkan dengan nilai
elastisitas terhadap variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam Kampung Ciamis
jantan. Semua varibel dapat digunakan untuk menduga bobot badan. Misal
elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung jantan Ciamis adalah panjang
shank; digunakan untuk menduga bobot badan. Hal tersebut berarti penambahan 1% panjang shank ayam Kampung jantan Ciamis dapat meningkatkan bobot badan sebesar 0,331%; berdasarkan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,331. Hasil statistik
ditemukan sebesar 103,220 mm (Tabel 3); sehingga penambahan satu % panjang
shank diartikan sebagai penambahan panjang shank sebesar 1,032 mm. Hasil statistik deskriptif menyatakan bahwa rataan bobot badan ayam Kampung jantan Ciamis
ditemukan sebesar 2.064,400 g (Tabel 3). Peningkatan bobot badan sebesar 0,331%
diartikan sebagai peningkatan bobot badan sebesar 6,833 g. Hasil perhitungan ini
menyimpulkan bahwa penambahan panjang shank sebesar 1,032 mm akan meningkatkan bobot badan sebesar 6,833 g atau setiap kenaikan satu cm panjang
shank, maka akan meningkatkan bobot badan ayam Kampung jantan Ciamis yaitu sebesar 62,263 g. Tabel 11 menjelaskan juga arti dari setiap perolehan nilai
elastisitas.
Teknik pendugaan bobot badan ayam Kampung jantan disajikan pada uraian
berikut ini. Pemilihan ayam Kampung jantan Ciamis sampel dilakukan acak.
Bilaayam Kampung jantan Ciamis sampel memiliki ukuran panjang femur (X1)
149,920 mm; panjang tibia (X2) 171,980 mm; panjang tarsometatarsus (X3) 99,310
mm; lingkar tarsometatarsus (X4) 50,000 mm;panjang sayap (X5) 150,920 mm;
panjang maxilla (X6) 33,730 mm; tinggi jengger (X7) 24,250 mm; panjang jari ketiga
(X8) 66,060 mm; panjang dada (X9) 154,910 mm; lebar dada (X10) 87,110 mm;
dalam dada (X11) 83,630 mm dan lebar pinggul (X12) 70,460 mm; maka bobot
badannya dapat diduga. Berdasarkan persamaan ayam Kampung jantan Ciamis pada
Tabel 10, maka diduga perolehan bobot badan sebesar 2.069,720 g. Ayam Kampung
jantan Ciamis sampel dijadikan standar untuk pengukuran ayam Kampung jantan
Ciamis lain dalam populasi. Bila panjang shank dijadikan patokan dalam penentuan pendugaan bobot badan, maka panjang shank ayam Kampung jantan Ciamis sampel yang telah diukur dibandingkan dengan ayam jantan lain. Bila ditemukan panjang
shank ayam jantan lain yang lebih kecil, maka selisih yang diperoleh dalam satuan cm dikalikan 62,263 g sehingga diperoleh hasil, kemudian hasil tersebut merupakan
pengurang dari nilai bobot badan dugaan (2.069,720 g).
Nilai elastisitas terhadap variabel ukuran linear permukaan tubuh ayam
Kampung Ciamis betina disajikan pada Tabel 12. Semua varibel dapat digunakan
untuk menduga bobot badan karena berkorelasi nyata terhadap bobot badan
(P<0,01). Elastisitas variabel tertinggi pada ayam Kampung betina Ciamis adalah