• Tidak ada hasil yang ditemukan

Administration analysis of gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL/ Gerhan) program

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Administration analysis of gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL/ Gerhan) program"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

AN

NASIO

NALISIS

ONAL RE

DEP

IN

ADMINI

EHABILIT

LEGI

ARTEME

FAKUL

NSTITUT

ISTRASI

TASI HU

GERHA

ISTIANA

EN MAN

LTAS KE

T PERTA

2012

PROGR

UTAN DA

AN)

PRANIT

NAJEMEN

EHUTAN

ANIAN BO

2

RAM GER

AN LAHA

TA

N HUTAN

NAN

OGOR

RAKAN

AN (GNRH

N

(2)

LEGISTIANA PRANITA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

LEGISTIANA PRANITA. E14080057. 2012. Analisis Administrasi Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan). Dibimbing oleh SUDARSONO SOEDOMO.

Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kerusakan hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia. Program tersebut merupakan gerakan rehabilitasi yang melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaannya. Pihak yang terlibat terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, LSM, instansi terkait, dan masyarakat. Meski telah melibatkan banyak pihak, namun tujuan dari program tersebut untuk merehabilitasi hutan dan lahan belum sepenuhnya terlaksana. Untuk itu diperlukan analisis terhadap program tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kendala yang terjadi dalam implementasi kebijakan GNRHL/ Gerhan dan menganalisis administrasi program GNRHL/ Gerhan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh dua kendala dalam implementasi program GNRHL/ Gerhan yaitu kurangnya koordinasi dan waktu keluarnya anggaran untuk pelaksanaan program yang kurang tepat. Kedua kendala tersebut disebabkan oleh kinerja administrasi yang kurang baik. Analisis administrasi pada program GNRHL/ Gerhan dilakukan dengan cara mengkaji karakteristik birokrasi pada program tersebut. Birokrasi yang terdapat pada program GNRHL/ Gerhan dianalisis dengan cara membandingkannya dengan karakteristik birokrasi ideal menurut Max Weber. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa birokrasi program GNRHL/ Gerhan tidak memenuhi sebagian karakteristik birokrasi ideal Weberian. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu penyebab kinerja adminstrasi program GNRHL/ Gerhan tidak berjalan dengan baik.

(4)

PRANITA LEGISTIANA. E14080057. 2012. Administration Analysis of Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) Program. Supervision of SUDARSONO SOEDOMO.

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) program is one of the government's efforts to overcome forest and land deforestation and degradation that occur in Indonesia. This program is rehabilitation action that involving many stakeholders, including central government, local government, NGO, related institutions. Although many stakeholders have involved, but the purpose of this program, to rehabilitate forest and land, has not been fully established. Therefore it is required an analysis about that program.

The purpose of this research is to examining the obstacles that occur in the implementation of GNRHL/ Gerhan policy and analyzing program administration of GNRHL/Gerhan. Based on the research, retrieved two problems in the implementation of GNRHL/ Gerhan program those are the lack of coordination and time discharge of the budget for program implementation that are less precise. Second problem is caused by administration performance that is less good. Administration analysis in GNRHL/ Gerhan program was done by examining the characteristics of program bureaucracy. Bureaucracy in GNRHL/ Gerhan program analyzed by comparing it with ideal bureaucracy based Max Weber. The analysis results showed that bureaucratic of GNRHL/ Gerhan program does not meet some characteristics based on Weberian ideal bureaucracy. That is one of the causes that GNRHL/Gerhan program administrative performance did not go well.

(5)

Judul Skripsi : Analisis Administrasi Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan)

Nama : LEGISTIANA PRANITA NRP : E 14080057

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

(Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS. MPPA) NIP. 130813798

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

(Dr. Ir. Didik Suharjito, MS.) NIP. 19630401 199403 100 1

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Administrasi Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah di perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

(7)

Penulis dilahirkan pada tangal 7 Juli 1990 di Pandeglang, Banten. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Priyono dan Ibu Tuti Juwita. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK. Pertiwi pada tahun 1996, pendidikan di SDN Teluk 01 Labuan lulus tahun 2002, pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Labuan lulus tahun 2005, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Pandeglang lulus tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mempublikasikan karya tulis yang berjudul Penanaman Sawit di Kawasan Hutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan. Selain itu, penulis juga aktif sebagai sekertaris dalam

Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Komisariat IPB periode 2009-2010, anggota divisi Kesekretariatan (2009-2010) dan anggota Kelompok Studi Sosial, Ekonomi, dan Kebijakan (2010-2011) dalam Forest Management Student Club (FMSC), serta anggota divisi Informasi dan Komunikasi Sylva Indonesia PC.IPB (2009-2010).

Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang, Jawa Barat pada tahun 2010; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2011 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara, Jawa Timur pada tahun 2012.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Adminidtrasi Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan).

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi analisis mengenai administrasi program GNRHL/ Gerhan dari segi birokrasi dengan menggunakan parameter karakteristik birokrasi ideal Max Weber.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan moril dan material dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan doanya. 2. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan banyak bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi. 3. Staf Dirjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial

4. Staf Bina Pengelolaan DAS Citarum - Ciliwung 5. Rekan – rekan FORCI Development

6. Teman – teman Manajemen Hutan angkatan 45, kakak – kakak dan adik – adik tingkat, serta teman – teman Fahutan lain yang tidak dapat disebutkan satu – persatu.

7. Windy Wardhana, SE untuk dukungan dan doanya.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) 4 2.2 Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan ... 5

2.3 Birokrasi ... 5

2.4 Konsep Birokrasi Max Weber... 6

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Penelitian ... 10

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 10

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 10

3.4 Analisis Data ... 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan ... 13

4.2 Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan ... 13

4.2.1 Latar Belakang Pengembangan Program GNRHL/ Gerhan ... 13

4.2.2 Pengembangan Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan ... 14

4.3 Kendala Implementasi Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan ... 16

(10)
(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 ... 25 Peraturan Menteri Kehutanan No : P.03/Manhut-V/2004

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hutan bermanfaat bagi manusia dan kehidupannya dari segi ekologi, ekonomi, serta sosial–budaya. Semua manfaat tersebut harus berjalan beriringan dan seimbang agar hutan dapat berfungsi secara maksimal serta dapat menjalankan peranannya sebagai penyangga kehidupan dengan maksimal juga. Namun pada kenyataannya sulit untuk menciptakan keseimbangan dari manfaat hutan tersebut. Beberapa tahun terakhir, manfaat ekonomi lebih menjadi sorotan dibanding manfaat-manfaat yang lain. Eksploitasi terhadap sumberdaya alam termasuk hutan dilakukan secara besar-besaran akibatnya kerusakan lingkungan menjadi sulit untuk dicegah, termasuk kerusakan hutan.

Kerusakan hutan dapat memberikan imbas pada penurunan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan. Tercatat laju kerusakan hutan mencapai 1,7 juta hektar setiap tahunnya. Departemen Kehutanan (2009) mengatakan bahwa lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan pada tahun 2000 seluas 8 juta hektar dan di luar kawasan hutan seluas 15 juta hektar. Kondisi tersebut dapat menjadi ancaman bagi hutan dimasa depan dan sektor Kehutanan.

Perbaikan terhadap kondisi hutan yang telah rusak atau rehabilitasi bukan lagi wacana baru dalam sektor kehutanan. Undang-undang no 41 tahun 1999 pasal 21 mengategorikan rehabilitasi pada kegiatan pengelolaan hutan. Pasal 40 menjelaskan lebih lanjut bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Untuk itu, rehabilitasi hutan harus dilakukan agar menciptakan kondisi hutan yang lebih baik.

(13)

bertujuan untuk memulihkan kondisi sumberdaya hutan dan lahan DAS yang rusak, sehingga berfungsi optimal dan lestari (Ditjen RLPS 2004). Pelaksanaan GNRHL/ Gerhan dimulai dari perencanaan, penyiapan dokumen, hingga tahap pelaksanaan. Program GNRHL/ Gerhan telah melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintahan pusat dan daerah, badan usaha, hingga masyarakat. Meskipun demikian, hingga saat ini hasil signifikan program GNRHL/ Gerhan belum terlihat dalam memperbaiki kerusakan hutan.

Pada tahun 1932, di Amerika Serikat pernah dilaksanakan program rehabilitasi lahan yang juga melibatkan banyak pihak, yaitu program Civilian Conservation Corp (CCC). Dasar dari pelaksanaan program tersebut adalah untuk

menyelamatkan Amerika Serikat dari keterpurukan ekonomi. Di bawah kepemimpinan Rooselvt, Amerika Serikat melaksanakan program CCC dengan melibatkan para pengangguran usia 17–25 tahun, veteran, dan militer. Program tersebut berhasil dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, yaitu mengatasi krisis ekonomi dan memperbaiki kondisi lahan. Keberhasilan tersebut dikarnakan adanya aturan main (rule of the game) yang jelas pada administrasi program tersebut (Seymour, 1998). Keberhasilan program tersebut menjadi parameter terhadap program GNRHL/ Gerhan, bahwa pernah ada program rehabilitasi yang berhasil dilaksanakan dengan melibatkan banyak pihak.

Program GNRHL/ Gerhan perlu dianalisis karena tujuan dari program tersebut untuk merehabilitasi hutan dan lahan belum terpenuhi. Analisis yang akan dilakukan yaitu analisis administrasi pada program GNRHL/ Gerhan. Analisis tersebut penting untuk dilakukan karena administrasi berpengaruh besar terhadap pelaksanaan suatu program.

1.2Rumusan Masalah

(14)

1. Siapa atau lembaga apa saja yang terlibat dalam program GNRHL/ Gerhan, serta peran dan fungsinya dalam program tersebut.

2. Bagaimana mekanisme administrasi yang terjadi dalam program GNRHL/ Gerhan

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki banyak variabel yang dapat berpengaruh terhadap analisis masalah, maka dari itu variabel yang digunakan harus dibatasi agar tidak menimbulkan kerancuan. Variabel yang menjadi poin penting adalah administrasi pada program GNRHL/ Gerhan dan kendala yang terjadi pada program tersebut.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis administrasi pada program GNRHL/ Gerhan dan mengkaji kendala yang terjadi dalam implementasi kebijakan tersebut.

1.5Manfaat Penelitian

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) adalah gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon di setiap kawasan hutan dan lahan kosong sebagai wujud komitmen bangsa untuk meningkatkan kualitas lingkungan, kelestarian hutan dan kesejahteraan rakyat. Target yang akan dicapai dalam GNRHL/ Gerhan adalah merehabilitasi hutan dan lahan baik didalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan. Gerakan ini dicanangkan mengingat tingkat kerusakan hutan dan lahan kritis telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan, ini ditunjukan oleh semakin meningkatnya frekuensi tanah longsor dan banjir setiap tahun di hampir seluruh wilayah Indonesia dalam skala yang besar. Menyadari akan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat yang begitu besar, pemerintah berusaha dengan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Program GNRHL/ Gerhan memiliki tujuan ganda, selain bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat luas untuk menanam pohon, juga menimbulkan efek berantai (multiplier effect) dalam perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Dalam keadaan perekonomian Indonesia yang belum pulih diharapkan GNRHL/ Gerhan dapat mendorong bangkitnya perekonomian terutama di sektor terkait (Astana 2004).

(16)

2.2Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

Peraturan Menteri Kehutanan No : P.03/Menhut-V/2004 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan menjelaskan bahwa kelembagaan program tersebut terdiri dari empat bagian penting yaitu Tim Pengendali Tingkat Pusat (Nasional), Tim Pengendali Tingkat Provinsi (Provinsi), Tim Pembina (Kabupaten/ Kota), dan masyarakat. Pengembangan kelembagaan tersebut bertujuan untuk memberdayakan berbagai pihak (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat) yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan GNRHL/ Gerhan demi terciptanya pranata sosial (sistem perilaku) yang berlaku dalam kehidupan masyarakat kea rah yang lebih baik dan berkelanjutan melalui pelaksanaan, pengembangan dan atau pemanfaatan hasil – hasil dan dampak dari kegiatan GNRHL/ Gerhan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Peraturan Menteri Kehutana No : P.03/Manhut-V/2004 lebih lengkap dicantumkan dalam Lampiran 1.

Peraturan Menteri Kehutanan No : P.33/Menhut-V/2005 menjelaskan bahwa tujuan dari pengembangan kelembagaan program GNRHL/ Gerhan yaitu agar terlaksananya program tersebut secara optimal dengan cara penguatan kelembagaan melalui pemberdayaan terhadap unsur–unsur secara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN atau BUMS, dan masyarakat dalam rangka perbaikan lingkungan dan pengelolaan hutan secara lestari serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peraturan Menteri Kehutanan No : P.33/Manhut-V/2005 dicantumkan dalam Lampiran 2.

2.3Birokrasi

(17)

pemerintah pusat yang berada dipuncak pemerintahan sehingga secara tradisional mereka tidak berfungsi administrasi. Perspektif ketiga, dapat diartikan sebagai personal tetap pemerintah, dalam hal ini adalah para pegawai negeri.

Birokrasi merupakan konsekuensi logis bahwa negara memiliki misi suci yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya. Untuk itu negara membangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Peranan pemerintah yang strategis akan ditopang oleh bagaimana birokrasi publik mampu melaksanakan tugas dan fungsinya. Namun dalam praktisnya sering terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian birokrasi. Birokrasi sering dihubungkan dengan kemacetan–kemacetan administrasi atau tidak adanya efisiensi. Padahal pengertian birokrasi yang sebenarnya bukan itu. Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas–tugas administrasi yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis suatu pekerjaan (Ahmad 2008).

2.4Konsep Birokrasi Max Weber

Orang yang paling berpengaruh dalam menggagaskan dan mengembangkan konsep birokrasi pada awal abad ke-19 adalah Max Weber seorang sosiolog dari Jerman. Ia mengemukakan konsep mengenai birokrasi yang sampai sekarang dikenal dengan konsep tipe ideal birokrasi atau disebut birokrasi Weberian.

(18)

1. Pembagian Kerja/ Spesialisasi (division of labor)

Dalam menjalankan berbagai tugasnya, birokrasi membagi kegiatan-kegiatan pemerintahan menjadi bagian-bagian yang masing–masing terpisah dan memiliki fungsi yang khas. Pembagian kerja seperti ini memungkinkan terjadinya spesialisasi fungsi. Dengan cara seperti ini, penugasan spesialis untuk tugas-tugas khusus bisa dilakukan dan setiap orang bertanggung jawab atas pekerjaannya masing-masing.

Pemisahan tugas secara tegas memungkinkan untuk memperkerjakan ahli yang terspesialisasi pada setiap posisi dan menyebabkan setiap orang bertanggung jawab terhadap kinerja yang efektif atas tugas–tugasnya. Karena itu tugas-tugas birokrasi hendaknya dilakukan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized expert) dan bertanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

2. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchy)

(19)

3. Adanya sistem aturan (system of rules)

Aturan main itu merumuskan lingkup tanggung jawab para pemegang jabatan di berbagai posisi dan hubungan di antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi berbagai tugas yang berbeda dan menjamin keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan itu. Operasi kegiatan dalam birokrasi dilaksanakan berdasarkan sistem aturan yang ditaati secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya uniformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masing-masing anggota organisasi bagi pelaksanaan tugasnya. Sistem yang distandarkan ini dirancang untuk menjamin adanya keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah personil yang melaksanakan dan koordinasi tugas-tugas yang berbeda-beda.

4. Hubungan Impersonal (formalistic impersonality)

Para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi impersonal. Mereka harus menghindarkan pertimbangan pribadi dalam hubungannya dengan bawahannya maupun dengan anggota masyarakat yang dilayaninya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang dan persamaan pelayanan administrasi. Standar operasi prosedur dijalankan tanpa adanya intervensi kepentingan personal. Tidak dimasukkannya pertimbangan personal adalah untuk keadilan dan efisiensi. Impersonal detachment menyebabkan perlakuan yang sama terhadap semua orang sehingga mendorong demokrasi dalam sistem administrasi.

5. Sistem Karier (career system)

(20)
(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Administrasi Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan), dilaksanakan mulai bulan Januari – Maret

2012.

3.2Jenis dan Sumber Data Sumber data terdiri dari :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian, dengan cara :

a. Penelusuran dokumen b. Wawancara

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh berdasarkan pada acuan materi atau literatur dan review terhadap dokumen, buku, bahan bacaan, laporan, dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data skunder yang digunakan adalah data kualitatif.

3.3Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis permasalahan mengenai kebijakan program GNRHL/ Gerhan adalah wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

Wawancara mendalam

Dokumentasi

(22)

• Wawancara (interview), yaitu bentuk penelitian yang dilakukan untuk memperoleh sejumlah data primer melalui wawancara lisan yang dilakukan secara langsung kepada informan/pihak-pihak yang bersangkutan dalam obyek penelitian ini (pejabat, pegawai pada instansi terkait, dan pelaku teknis di lapangan). Teknik wawancara yang

digunakan adalah wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan bahan wawancara atau pertanyaan. Informasi yang diperoleh dari informan akan bermanfaat untuk mewujudkan validitas data secara keseluruhan dengan cara membandingkan dan melengkapi data hasil dokumentasi dengan informasi yang diberikan oleh informan. Pada penelitian ini informan terdiri dari Kasubag. Hukum Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Pegawai Badan Pengelolaan DAS Citarum–Ciliwung, dan perwakilan kelompok tani.

• Dokumentasi/Kajian Pustaka, yaitu pengumpulan data untuk mengumpulkan data-data sekunder dari berbagai dokumen, peraturan, jurnal, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yang dapat mendukung data-data hasil wawancara. Dokumen institusi ini merupakan dokumen resmi yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif.

3.4Analisis Data

(23)

Analisis yang dilakukan meliputi :

1. Peninjauan kebijakan, peninjauan kebijakan tersebut dilakukan dengan cara menelusuri latar belakang pembuatan kebijakan dan keterlibatan berbagai elemen dalam kebijakan tersebut.

2. Peninjauan implementasi kebijakan, peninjauan implementasi kebijakan dilakukan dengan cara menganalisa hasil kajian di lapangan mengenai pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan.

(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan

Program GNRHL/ Gerhan dilatarbelakangi oleh semakin memburuknya kondisi lahan kritis di Indonesia. Pada bab sebelumnya telah disampaikan bahwa lahan kritis di dalam kawasan hutan mencapai 8 juta hektar dan di luar kawasan hutan mencapai 15 juta hektar. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan perlu dilakukan untuk menanggulangi hal ini. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) ini merupakan salah satu aplikasi upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang berskala nasional dengan melibatkan banyak pihak.

Tujuan GNRHL/ Gerhan dijadikan gerakan nasional adalah agar banyak pihak yang terlibat dan mengambil peranan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Keterlibatan berbagai instansi, lembaga, bahkan elemen masyarakat dapat mendorong adanya kesadaran untuk berperan aktif dalam upaya menanggulangi kerusakan hutan dan lahan, sehingga tujuan dari upaya rehabilitasi hutan dan lahan untuk mengurangi kerusakan lahan beserta dampaknya dapat terwujud. Tujuan tersebut dijelaskan dalam Permenhut No : P.03/Menhut-V/2004, Permenhut No : 33/Manhut-V/2005, dan Keputusan Menteri Kehutanan No : 369/Kpts-V/2003.

4.2Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

4.2.1 Latar Belakang Pengembangan Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

(25)

Keterlibatan berbagai pihak dalam GNRHL/ Gerhan diharapkan dapat memudahkan teknis pelaksanaan kegiatan di lapangan, dalam hal perencanaan, penyampaian informasi, serta monitoring dan evaluasi kegiatan tersebut.

4.2.2 Pengembangan Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

Surat Keputusan Bersama ( SKB ) tiga Menteri Koordinasi yang terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Menteri Bidang Politik dan Keamanan berisi tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional. Tim ini kemudian akan menetapkan dua kelompok kerja, salah satunya adalah Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi. Pokja tersebut beranggotakan Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Menteri Keuangan, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Menteri Kehutanan berperan sebagai Ketua Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan dengan tugas menyiapkan pelaksanaan dan pembibitan, pembinaan teknis dalam penanaman dan pemeliharaan, serta bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan program tersebut. Secara teknis Menteri Kehutanan menunjuk Pembina Penyelenggara GNRHL/ Gerhan yaitu Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Menteri Kehutanan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan sebagai pedoman pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan. Dalam Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi, Kementrian Keuangan bertugas untuk menyusun dan mengesahkan anggaran GNRHL/ Gerahan. Sebelum sampai pada tahap pengesahan anggaran, anggaran tersebut perlu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR–RI) melalui Komisi III atau Komisi Badan Anggaran.

(26)

Polda, Kejaksaan, LSM dan instansi terkait. Pembentukan tim tersebut berdasarkan pada surat keputusan Gubernur. Gubernur bertugas sebagai penanggungjawab penyelenggaraan GNRHL/ Gerhan, sedangkan Tim Pengendali bertugas melakukan koordinasi, mendorong partisipasi, pembinaan, pemantauan, dan evaluasi serta melaporkan hasil penyelenggaraan. Untuk pendanaan, anggaran yang telah disusun dan disahkan oleh Tim Pengendali Pusat melalui Menteri Keuangan dan Badan Anggaran Komisi III DPR–RI akan disalurkan melalui Kantor Wilayah Ditjen Anggaran setempat, untuk kemudian disalurkan kepada satuan kerja di daerah.

Pada tataran Kabupaten/ Kota, tanggung jawab penyelenggaraan GNRHL/ Gerhan berada pada Bupati/ Walikota, yang bertugas sebagai Ketua Penyelenggara di tingkat Kabupaten/ Kota. Untuk teknis pelaksanaan di lapangan, Bupati/ Walikota dibantu oleh Tim Pembina yang beranggotakan Dinas Kehutanan, Instansi terkait, KODIM, Polres, Kejaksaan Negeri, dan LSM. Tim Pembina bertugas untuk melaksanakan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, melakukan bimbingan teknis, melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, melakukan pengawasan dan pengendalian, serta memberikan laporan hasil kepada Bupati/ Walikota. KODIM dalam hal ini melaksanakan tugas kepeloporan TNI yaitu menggerakan masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan, sedangkan Polres berperan dalam melakukan pengamanan lokasi dan hasil dari kegiatan program GNRHL/ Gerhan.

(27)

Gerhan dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. BUMN, BUMS, dan Koperasi dilibatkan untuk menjalin kemitraan dengan kelompok tani.

Pengembangan kelembagaan program GNRHL/ Gerhan mulai dari tingkatan nasional sampai pada tingkatan masyarakat bertujuan untuk memudahkan dalam penyampaian informasi, penyaluran anggaran, teknis pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program tersebut. Dari kelembagaan tersebut dapat terlihat hubungan vertikal antara Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina, dan masyarakat yang dapat digambarkan dalam bagan berikut :

Pelaporan hasil

Aliran komando dan informasi

Gambar 2 Skema koordinasi kelembagaanGNRHL/ Gerhan

4.3Kendala Implementasi Kelembagaan GNRHL/ Gerhan

Pedoman atau petunujuk teknis pelaksanaan GNRHL/ Gerhan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Pedoman juknis tersebut memberikan penjelasan mengenai tata laksana program GNRHL/ Gerhan mulai dari pihak yang terlibat sampai dengan teknis pelaksanaan di lapang. Meski pedoman tersebut sudah dibuat secara sistematik, namun pada kenyataannya masih ditemukan beberapa kendala saat implementasi kebijakan tersebut dilakukan. Kendala yang ditemukan dalam teknis pelaksanaa program GNRHL/ Gerhan, yaitu :

Tim Pembina

Masyarakat

(28)

1. Koordinasi yang kurang maksimal

Berdasarkan hasil wawancara dan penelusuran dokumen, koordinasi yang tidak terlaksana dengan baik menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Hubungan antara Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina/ Pelaksana, serta masyarakat dinilai masih belum optimal. Indikasi tidak maksimalnya koordinasi dalam kelembagaan GNRHL/ Gerhan terlihat dalam proses penyampaian informasi yang tidak lancar. Tidak lancarnya transfer informasi dapat berpengaruh buruk terhadap realisasi program GNRHL/ Gerhan. Program GNRHL/ Gerhan melibatkan banyak pihak (Pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi, LSM, dan masyarakat) yang bergerak di sektor yang berbeda dan latar belakang yang berbeda pula. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan persepsi dalam mengapresiasikan maksud, tujuan, bahkan teknis pelaksanaan program.

Penyampaian informasi yang kurang baik juga ditemukan pada tataran masyarakat (kelompok tani), sebagian kelompok tani masih belum memahami tujuan dan peranan keterlibatan mereka dalam program GNRHL/ Gerhan. Contoh kasus dari koordinasi dan penyampaian informasi yang tidak terlaksana dengan baik ditemukan pada tataran masyarakat atau kelompok tani, sebagian kelompok tani masih belum memahami maksud dari keterlibatan mereka dalam program GNRHL/ Gerhan dan keberlanjutan kelompok yang mereka bentuk setelah melakukan penanaman. Hal tersebut juga menjadi indikasi bahwa pengembangan kelembagaan di tataran masyarakat belum berjalan dengan baik.

Sistem koordinasi yang tidak tertata rapi juga merupakan kendala dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Sistem koordinasi yang tidak tertata rapi menyebabkan ketidakmerataan pemaknaan terhadap tugas dan wewenang pihak–pihak yang terlibat dalam program GNRHL/ Gerhan.

2. Ketidakpastian waktu keluarnya anggaran

(29)

pelaksanaan program tersebut. Sebagai contoh, dana yang seharusnya dikeluarkan pada awal tahun atau bulan Januari pada kenyataannya baru keluar pada bulan November. Selama rentang waktu dari Januari hingga November pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan menjadi terhambat, akibatnya capaian realisasi program GNRHL/ Gerhan pada tahun tersebut tidak memenuhi target.

Ketidakpastian waktu pencairan dana anggaran GNRHL/ Gerhan berakibat padakeberhasilan kegiatan penanaman. Kegiatan penanaman idealnya dilakukan pada bulan–bulan tertentu (November sampai Februari) dan ini membutuhkan biaya. Apabila dana baru dicairkan pada waktu – waktu ideal tanam, maka kemungkinan presentase keberhasilan tanaman di lapangan menjadi rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan belum menjadi gerakan bersama dalam skala nasional yang terkoordinasi baik. Walaupun kelembagaan program tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama tiga Menteri Koordinasi dan melibatkan banyak instansi dan lembaga, pada kenyataannya hanya sektor Kehutanan dan instansi serta lembaga di tingkat daerah yang terlibat aktif dalam program tersebut.

Selama ini pendanaan program GNRHL/ Gerhan hanya mengandalkan Dana Alokasi Khusus–Dana Reboisasi. Pihak–pihak lain belum cukup berperan dalam pendanaan. Arahan untuk mengadakan dana pendamping baik dari APBN maupun APBD belum terlaksana dengan baik, padahal adanya dana pendamping diharapkan dapat mengatasi kendala ketidakpastian waktu turunnya anggaran GNRHL/ Gerhan.

(30)

terlibat tersebut merasa perlu untuk melakukan program GNRHL/ Gerhan dengan sebaik–baiknya.

4.4Analisis Administrasi Program GNRHL/ Gerhan dari Sisi Birokrasi Karakteristik birokrasi Weberian diciptakan untuk mewujudkan nilai – nilai tertentu, seperti efisiensi, output yang standar, dan kepastian. Pembagian kerja dan sistem karier diperlukan agar birokrasi tersebut dapat berjalan secara efisien. Proses administrasi yang kompleks dapat dirubah menjadi lebih sederhana melalui pembagian kerja yang jelas. Adanya pembagian kerja yang jelas dapat menggolongkan pekerjaan menjadi lebih spesifik, dengan begitu akan lebih mudah untuk memainkan karakteristik sistem karier. Setelah masing–masing pekerjaan dibebankan pada pihak yang memliki kemampuan untuk mengerjakan tersebut, maka diperlukan hierarki wewenang yang berfungsi untuk menjalankan koordinasi agar pembagian kerja yang lebih spesifik tersebut tetap mengacu pada satu tujuan. Sistem aturan dalam birokrasi berperan sebagai acuan dalam mengelola suatu birokrasi agar hubungan kerja yang terjalin merupakan hubungan impersonal dan hierarki wewenang yang digunakan tidak menyalahi aturan (Dwiyanto, 2011).

Weber dalam Yanti (2010) mengemukakan karakteristik birokrasi sebagai berikut :

1. Pembagian kerja/ Spesialisasi (division of labor)

2. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchy) 3. Adanya sistem aturan (system of rules)

4. Hubungan Impersonal 5. Sistem karier

Karakteristik birokrasi tersebut yang dijadikan acuan untuk menganalisis administrasi program GNRHL/ Gerhan dari segi birokrasi. Penjabaran analisis birokrasi GNRHL/ Gerhan sebagai berikut :

1. Pembagian kerja/ Spesialisasi

(31)

P.33/Menhut-V/2005 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan GNRHL/ Gerhan tidak menjelaskan secara rinci tugas dan fungsi instansi/ lembaga yang terlibat. Peraturan tersebut hanya menjelaskan tugas dari tiap tim (Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina, dan masyarakat) tetapi tidak menjelaskan tugas dari masing–masing instansi dan lembaga dalam tim tersebut. Sebagai contoh, Tim Pengendali Tingkat Provinsi yang beranggotakan instansi/ lembaga/ dinas Kehutanan, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara, Perkebunan/ Pertanian, Pendidikan, Lingkungan Hidup, Kimpraswil, Pertanahan, Perguruan Tinggi, Kodam, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, LSM, dan instansi/ lembaga lain tidak memiliki pembagian kerja yang jelas untuk masing–masing instansi/ lembaga.

Pembagian tugas yang tidak jelas memungkinkan terjadinya saling melempar tanggung jawab dalam satu tim. Hal tersebut yang menyebabkan pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan tidak terkoordinasi dengan baik. Padahal menurut Weber, pembagian kerja yang jelas memungkinkan untuk mempekerjakan tenaga–tenaga spesialisasi dalam setiap jabatan dan membuat mereka bertanggung jawab untuk pelaksanaan efektif tugasnya tersebut (Ahmad 2008).

2. Adanya prinsip hierarki wewenang

Hierarki wewenang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan koordinasi dalam sebuah organisasi. Kelembagaan GNRHL/ Gerhan memiliki hierarki wewenang yang sudah terlaksana dengan baik pada skala nasional. Namun pada skala tim hierarki wewenang tidak sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh pembagian peran dan fungsi yang tidak jelas dalam satu tim.

(32)

3. Adanya sistem aturan

Program GNRHL/ Gerhan memiliki aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutan dan Keputusan Menteri Kehutanan. Namun peraturan yang dikeluarkan tidak menjelaskan secara rinci tugas dan fungsi pihak yang terlibat dalam program tersebut. Padahal peraturan tersebut digunakan sebagai pedoman pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Ketidakjelasan tugas dan fungsi pihak yang terlibat menyebabkan timbulnya kendala dalam pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan.

4. Hubungan impersonal

Hubungan kerja yang dibangun dalam program GNRHL/ Gerhan berupa hubungan kerja impersonal. Pihak yang terlibat dalam program tersebut melaksanakan tugas tanpa adanya pertimbangan pribadi (personal). Mereka melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang dibuat, meski tidak semua peraturan dapat mereka laksanakan dengan baik.

5. Sistem karier

Dalam karakteristik birokrasi, sistem karier yang dimaksud adalah penempatan pos kerja atau jabatan disesuakan dengan kemampuan pemegang jabatan. Para pemegang jabatan memperoleh jabatannya dengan cara ditunjuk oleh atasan mereka. Sehingga promosi kenaikan jenjang sangat ditentukan oleh senioritas dan prestasi kerja. Karakteristik birokrasi seperti ini tidak diperlukan dalam program GNRHL/ Gerhan. Program GNRHL/ Gerhan merupakan program berjangka waktu, sehingga sistem karier untuk promosi kenaikan jenjang tidak diperlukan.

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian terhadap kelembagaan program GNRHL/ gerhan yaitu :

1. Kendala pada pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan adalah koordinasi yang tidak berjalan lancar, penyampaian informasi yang tidak merata pada seluruh pihak yang terlibat dalam program tersebut, serta pencairan anggaran yang tidak tepat waktu. Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan tidak sepenuhnya terlaksana dengan baik. 2. Administrasi yang tidak tertata dengan baik menjadi penyebab timbulnya

kendala pada implementasi program GNRHL/ Gerhan. Hal tersebut dikarenakan karakteristik birokrasi ideal tidak terpenuhi, sehingga pelaksanaan administrasi menimbulkan kendala.

5.2Saran

Berdasarkan penelitian mengenai kelembagaan program GNRHL/ Gerhan, ada beberapa poin yang dapat dijadikan masukan untuk pengembangan kelembagaan dimasa yang akan dating, yaitu :

1. Pembuat kebijakan mengenai kelembagaan harus dapat mendefinisikan kebutuhan dari kelembagaan yang akan dibentuk, terutama kebutuhan akan sumberdaya manusia. Keterlibatan banyak pihak tidak menjadi jaminan untuk mempermudah kinerja suatu organisasi bila tidak terdapat pembagian kerja dan penempatan sumberdaya yang jelas.

2. Pengembangan kelembagaan kedepannya harus memiliki skema organisasi dan birokrasi yang jelas, terutama dalam menjabarkan tugas, fungsi, dan wewenang pihak yang terlibat.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, B. 2008. Kondisi Birokrasi di Indonesia dalam Hubungannya dengan Pelayanan Publik. Jurnal Administrasi Publik, volume IV no 1 : 45-62 Astana. 2004. Dampak Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan terhadap

Perekonomian Pedesaan. Rencana Penelitian Kebijakan Tahun 2004.

Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.03/Menhut-V/2004 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan

Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Jakarta : Dephut

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.33/Menhut-V/2005 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan

Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2005. Jakarta :

Dephut.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Eksklusif Data Strategis Kehutanan 2009. Jakarta : Dephut

Dwiyanto, A. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi. Jakarta : Kompas Gramedia.

Latuconsina, N. 2008. Netralisasi Birokrasi (Sekilas Cerita Tentang Harapan dan Kenyataan di Indonesia). Hipotesa, Vol 3. No. 1

Seymour, G R. 1998. The Civilian Conservation Corps in Arizona : A Context for Erosion – Control Features. Arizona Archaeological and Historical Society. Kiva, Vol. 63, No. 4 : 359 – 377.

Tjokrowinoto, M. 1987. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis Konsep Arah dan Strategi. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana

Yanti, R. 2010. Perilaku Organisasi : Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. [Makalah].http://masturmudi.files.wordpress.com/2010/08/kepemimpi

(35)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hutan bermanfaat bagi manusia dan kehidupannya dari segi ekologi, ekonomi, serta sosial–budaya. Semua manfaat tersebut harus berjalan beriringan dan seimbang agar hutan dapat berfungsi secara maksimal serta dapat menjalankan peranannya sebagai penyangga kehidupan dengan maksimal juga. Namun pada kenyataannya sulit untuk menciptakan keseimbangan dari manfaat hutan tersebut. Beberapa tahun terakhir, manfaat ekonomi lebih menjadi sorotan dibanding manfaat-manfaat yang lain. Eksploitasi terhadap sumberdaya alam termasuk hutan dilakukan secara besar-besaran akibatnya kerusakan lingkungan menjadi sulit untuk dicegah, termasuk kerusakan hutan.

Kerusakan hutan dapat memberikan imbas pada penurunan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan. Tercatat laju kerusakan hutan mencapai 1,7 juta hektar setiap tahunnya. Departemen Kehutanan (2009) mengatakan bahwa lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan pada tahun 2000 seluas 8 juta hektar dan di luar kawasan hutan seluas 15 juta hektar. Kondisi tersebut dapat menjadi ancaman bagi hutan dimasa depan dan sektor Kehutanan.

Perbaikan terhadap kondisi hutan yang telah rusak atau rehabilitasi bukan lagi wacana baru dalam sektor kehutanan. Undang-undang no 41 tahun 1999 pasal 21 mengategorikan rehabilitasi pada kegiatan pengelolaan hutan. Pasal 40 menjelaskan lebih lanjut bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Untuk itu, rehabilitasi hutan harus dilakukan agar menciptakan kondisi hutan yang lebih baik.

(36)

bertujuan untuk memulihkan kondisi sumberdaya hutan dan lahan DAS yang rusak, sehingga berfungsi optimal dan lestari (Ditjen RLPS 2004). Pelaksanaan GNRHL/ Gerhan dimulai dari perencanaan, penyiapan dokumen, hingga tahap pelaksanaan. Program GNRHL/ Gerhan telah melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintahan pusat dan daerah, badan usaha, hingga masyarakat. Meskipun demikian, hingga saat ini hasil signifikan program GNRHL/ Gerhan belum terlihat dalam memperbaiki kerusakan hutan.

Pada tahun 1932, di Amerika Serikat pernah dilaksanakan program rehabilitasi lahan yang juga melibatkan banyak pihak, yaitu program Civilian Conservation Corp (CCC). Dasar dari pelaksanaan program tersebut adalah untuk

menyelamatkan Amerika Serikat dari keterpurukan ekonomi. Di bawah kepemimpinan Rooselvt, Amerika Serikat melaksanakan program CCC dengan melibatkan para pengangguran usia 17–25 tahun, veteran, dan militer. Program tersebut berhasil dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, yaitu mengatasi krisis ekonomi dan memperbaiki kondisi lahan. Keberhasilan tersebut dikarnakan adanya aturan main (rule of the game) yang jelas pada administrasi program tersebut (Seymour, 1998). Keberhasilan program tersebut menjadi parameter terhadap program GNRHL/ Gerhan, bahwa pernah ada program rehabilitasi yang berhasil dilaksanakan dengan melibatkan banyak pihak.

Program GNRHL/ Gerhan perlu dianalisis karena tujuan dari program tersebut untuk merehabilitasi hutan dan lahan belum terpenuhi. Analisis yang akan dilakukan yaitu analisis administrasi pada program GNRHL/ Gerhan. Analisis tersebut penting untuk dilakukan karena administrasi berpengaruh besar terhadap pelaksanaan suatu program.

1.2Rumusan Masalah

(37)

1. Siapa atau lembaga apa saja yang terlibat dalam program GNRHL/ Gerhan, serta peran dan fungsinya dalam program tersebut.

2. Bagaimana mekanisme administrasi yang terjadi dalam program GNRHL/ Gerhan

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki banyak variabel yang dapat berpengaruh terhadap analisis masalah, maka dari itu variabel yang digunakan harus dibatasi agar tidak menimbulkan kerancuan. Variabel yang menjadi poin penting adalah administrasi pada program GNRHL/ Gerhan dan kendala yang terjadi pada program tersebut.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis administrasi pada program GNRHL/ Gerhan dan mengkaji kendala yang terjadi dalam implementasi kebijakan tersebut.

1.5Manfaat Penelitian

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) adalah gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon di setiap kawasan hutan dan lahan kosong sebagai wujud komitmen bangsa untuk meningkatkan kualitas lingkungan, kelestarian hutan dan kesejahteraan rakyat. Target yang akan dicapai dalam GNRHL/ Gerhan adalah merehabilitasi hutan dan lahan baik didalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan. Gerakan ini dicanangkan mengingat tingkat kerusakan hutan dan lahan kritis telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan, ini ditunjukan oleh semakin meningkatnya frekuensi tanah longsor dan banjir setiap tahun di hampir seluruh wilayah Indonesia dalam skala yang besar. Menyadari akan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat yang begitu besar, pemerintah berusaha dengan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Program GNRHL/ Gerhan memiliki tujuan ganda, selain bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat luas untuk menanam pohon, juga menimbulkan efek berantai (multiplier effect) dalam perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Dalam keadaan perekonomian Indonesia yang belum pulih diharapkan GNRHL/ Gerhan dapat mendorong bangkitnya perekonomian terutama di sektor terkait (Astana 2004).

(39)

2.2Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

Peraturan Menteri Kehutanan No : P.03/Menhut-V/2004 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan menjelaskan bahwa kelembagaan program tersebut terdiri dari empat bagian penting yaitu Tim Pengendali Tingkat Pusat (Nasional), Tim Pengendali Tingkat Provinsi (Provinsi), Tim Pembina (Kabupaten/ Kota), dan masyarakat. Pengembangan kelembagaan tersebut bertujuan untuk memberdayakan berbagai pihak (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat) yang terkait dalam penyelenggaraan kegiatan GNRHL/ Gerhan demi terciptanya pranata sosial (sistem perilaku) yang berlaku dalam kehidupan masyarakat kea rah yang lebih baik dan berkelanjutan melalui pelaksanaan, pengembangan dan atau pemanfaatan hasil – hasil dan dampak dari kegiatan GNRHL/ Gerhan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Peraturan Menteri Kehutana No : P.03/Manhut-V/2004 lebih lengkap dicantumkan dalam Lampiran 1.

Peraturan Menteri Kehutanan No : P.33/Menhut-V/2005 menjelaskan bahwa tujuan dari pengembangan kelembagaan program GNRHL/ Gerhan yaitu agar terlaksananya program tersebut secara optimal dengan cara penguatan kelembagaan melalui pemberdayaan terhadap unsur–unsur secara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN atau BUMS, dan masyarakat dalam rangka perbaikan lingkungan dan pengelolaan hutan secara lestari serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peraturan Menteri Kehutanan No : P.33/Manhut-V/2005 dicantumkan dalam Lampiran 2.

2.3Birokrasi

(40)

pemerintah pusat yang berada dipuncak pemerintahan sehingga secara tradisional mereka tidak berfungsi administrasi. Perspektif ketiga, dapat diartikan sebagai personal tetap pemerintah, dalam hal ini adalah para pegawai negeri.

Birokrasi merupakan konsekuensi logis bahwa negara memiliki misi suci yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya. Untuk itu negara membangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi. Peranan pemerintah yang strategis akan ditopang oleh bagaimana birokrasi publik mampu melaksanakan tugas dan fungsinya. Namun dalam praktisnya sering terjadi kesalahpahaman mengenai pengertian birokrasi. Birokrasi sering dihubungkan dengan kemacetan–kemacetan administrasi atau tidak adanya efisiensi. Padahal pengertian birokrasi yang sebenarnya bukan itu. Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas–tugas administrasi yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis suatu pekerjaan (Ahmad 2008).

2.4Konsep Birokrasi Max Weber

Orang yang paling berpengaruh dalam menggagaskan dan mengembangkan konsep birokrasi pada awal abad ke-19 adalah Max Weber seorang sosiolog dari Jerman. Ia mengemukakan konsep mengenai birokrasi yang sampai sekarang dikenal dengan konsep tipe ideal birokrasi atau disebut birokrasi Weberian.

(41)

1. Pembagian Kerja/ Spesialisasi (division of labor)

Dalam menjalankan berbagai tugasnya, birokrasi membagi kegiatan-kegiatan pemerintahan menjadi bagian-bagian yang masing–masing terpisah dan memiliki fungsi yang khas. Pembagian kerja seperti ini memungkinkan terjadinya spesialisasi fungsi. Dengan cara seperti ini, penugasan spesialis untuk tugas-tugas khusus bisa dilakukan dan setiap orang bertanggung jawab atas pekerjaannya masing-masing.

Pemisahan tugas secara tegas memungkinkan untuk memperkerjakan ahli yang terspesialisasi pada setiap posisi dan menyebabkan setiap orang bertanggung jawab terhadap kinerja yang efektif atas tugas–tugasnya. Karena itu tugas-tugas birokrasi hendaknya dilakukan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized expert) dan bertanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

2. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchy)

(42)

3. Adanya sistem aturan (system of rules)

Aturan main itu merumuskan lingkup tanggung jawab para pemegang jabatan di berbagai posisi dan hubungan di antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi berbagai tugas yang berbeda dan menjamin keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan itu. Operasi kegiatan dalam birokrasi dilaksanakan berdasarkan sistem aturan yang ditaati secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya uniformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masing-masing anggota organisasi bagi pelaksanaan tugasnya. Sistem yang distandarkan ini dirancang untuk menjamin adanya keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah personil yang melaksanakan dan koordinasi tugas-tugas yang berbeda-beda.

4. Hubungan Impersonal (formalistic impersonality)

Para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi impersonal. Mereka harus menghindarkan pertimbangan pribadi dalam hubungannya dengan bawahannya maupun dengan anggota masyarakat yang dilayaninya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang dan persamaan pelayanan administrasi. Standar operasi prosedur dijalankan tanpa adanya intervensi kepentingan personal. Tidak dimasukkannya pertimbangan personal adalah untuk keadilan dan efisiensi. Impersonal detachment menyebabkan perlakuan yang sama terhadap semua orang sehingga mendorong demokrasi dalam sistem administrasi.

5. Sistem Karier (career system)

(43)
(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Analisis Administrasi Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan), dilaksanakan mulai bulan Januari – Maret

2012.

3.2Jenis dan Sumber Data Sumber data terdiri dari :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian, dengan cara :

a. Penelusuran dokumen b. Wawancara

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh berdasarkan pada acuan materi atau literatur dan review terhadap dokumen, buku, bahan bacaan, laporan, dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data skunder yang digunakan adalah data kualitatif.

3.3Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis permasalahan mengenai kebijakan program GNRHL/ Gerhan adalah wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

Wawancara mendalam

Dokumentasi

(45)

• Wawancara (interview), yaitu bentuk penelitian yang dilakukan untuk memperoleh sejumlah data primer melalui wawancara lisan yang dilakukan secara langsung kepada informan/pihak-pihak yang bersangkutan dalam obyek penelitian ini (pejabat, pegawai pada instansi terkait, dan pelaku teknis di lapangan). Teknik wawancara yang

digunakan adalah wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan bahan wawancara atau pertanyaan. Informasi yang diperoleh dari informan akan bermanfaat untuk mewujudkan validitas data secara keseluruhan dengan cara membandingkan dan melengkapi data hasil dokumentasi dengan informasi yang diberikan oleh informan. Pada penelitian ini informan terdiri dari Kasubag. Hukum Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Pegawai Badan Pengelolaan DAS Citarum–Ciliwung, dan perwakilan kelompok tani.

• Dokumentasi/Kajian Pustaka, yaitu pengumpulan data untuk mengumpulkan data-data sekunder dari berbagai dokumen, peraturan, jurnal, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yang dapat mendukung data-data hasil wawancara. Dokumen institusi ini merupakan dokumen resmi yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif.

3.4Analisis Data

(46)

Analisis yang dilakukan meliputi :

1. Peninjauan kebijakan, peninjauan kebijakan tersebut dilakukan dengan cara menelusuri latar belakang pembuatan kebijakan dan keterlibatan berbagai elemen dalam kebijakan tersebut.

2. Peninjauan implementasi kebijakan, peninjauan implementasi kebijakan dilakukan dengan cara menganalisa hasil kajian di lapangan mengenai pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan.

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan

Program GNRHL/ Gerhan dilatarbelakangi oleh semakin memburuknya kondisi lahan kritis di Indonesia. Pada bab sebelumnya telah disampaikan bahwa lahan kritis di dalam kawasan hutan mencapai 8 juta hektar dan di luar kawasan hutan mencapai 15 juta hektar. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan perlu dilakukan untuk menanggulangi hal ini. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) ini merupakan salah satu aplikasi upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang berskala nasional dengan melibatkan banyak pihak.

Tujuan GNRHL/ Gerhan dijadikan gerakan nasional adalah agar banyak pihak yang terlibat dan mengambil peranan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Keterlibatan berbagai instansi, lembaga, bahkan elemen masyarakat dapat mendorong adanya kesadaran untuk berperan aktif dalam upaya menanggulangi kerusakan hutan dan lahan, sehingga tujuan dari upaya rehabilitasi hutan dan lahan untuk mengurangi kerusakan lahan beserta dampaknya dapat terwujud. Tujuan tersebut dijelaskan dalam Permenhut No : P.03/Menhut-V/2004, Permenhut No : 33/Manhut-V/2005, dan Keputusan Menteri Kehutanan No : 369/Kpts-V/2003.

4.2Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

4.2.1 Latar Belakang Pengembangan Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

(48)

Keterlibatan berbagai pihak dalam GNRHL/ Gerhan diharapkan dapat memudahkan teknis pelaksanaan kegiatan di lapangan, dalam hal perencanaan, penyampaian informasi, serta monitoring dan evaluasi kegiatan tersebut.

4.2.2 Pengembangan Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

Surat Keputusan Bersama ( SKB ) tiga Menteri Koordinasi yang terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Menteri Bidang Politik dan Keamanan berisi tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional. Tim ini kemudian akan menetapkan dua kelompok kerja, salah satunya adalah Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi. Pokja tersebut beranggotakan Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Menteri Keuangan, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Menteri Kehutanan berperan sebagai Ketua Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan dengan tugas menyiapkan pelaksanaan dan pembibitan, pembinaan teknis dalam penanaman dan pemeliharaan, serta bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan program tersebut. Secara teknis Menteri Kehutanan menunjuk Pembina Penyelenggara GNRHL/ Gerhan yaitu Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Menteri Kehutanan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan sebagai pedoman pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan. Dalam Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi, Kementrian Keuangan bertugas untuk menyusun dan mengesahkan anggaran GNRHL/ Gerahan. Sebelum sampai pada tahap pengesahan anggaran, anggaran tersebut perlu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR–RI) melalui Komisi III atau Komisi Badan Anggaran.

(49)

Polda, Kejaksaan, LSM dan instansi terkait. Pembentukan tim tersebut berdasarkan pada surat keputusan Gubernur. Gubernur bertugas sebagai penanggungjawab penyelenggaraan GNRHL/ Gerhan, sedangkan Tim Pengendali bertugas melakukan koordinasi, mendorong partisipasi, pembinaan, pemantauan, dan evaluasi serta melaporkan hasil penyelenggaraan. Untuk pendanaan, anggaran yang telah disusun dan disahkan oleh Tim Pengendali Pusat melalui Menteri Keuangan dan Badan Anggaran Komisi III DPR–RI akan disalurkan melalui Kantor Wilayah Ditjen Anggaran setempat, untuk kemudian disalurkan kepada satuan kerja di daerah.

Pada tataran Kabupaten/ Kota, tanggung jawab penyelenggaraan GNRHL/ Gerhan berada pada Bupati/ Walikota, yang bertugas sebagai Ketua Penyelenggara di tingkat Kabupaten/ Kota. Untuk teknis pelaksanaan di lapangan, Bupati/ Walikota dibantu oleh Tim Pembina yang beranggotakan Dinas Kehutanan, Instansi terkait, KODIM, Polres, Kejaksaan Negeri, dan LSM. Tim Pembina bertugas untuk melaksanakan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, melakukan bimbingan teknis, melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, melakukan pengawasan dan pengendalian, serta memberikan laporan hasil kepada Bupati/ Walikota. KODIM dalam hal ini melaksanakan tugas kepeloporan TNI yaitu menggerakan masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan, sedangkan Polres berperan dalam melakukan pengamanan lokasi dan hasil dari kegiatan program GNRHL/ Gerhan.

(50)

Gerhan dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. BUMN, BUMS, dan Koperasi dilibatkan untuk menjalin kemitraan dengan kelompok tani.

Pengembangan kelembagaan program GNRHL/ Gerhan mulai dari tingkatan nasional sampai pada tingkatan masyarakat bertujuan untuk memudahkan dalam penyampaian informasi, penyaluran anggaran, teknis pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program tersebut. Dari kelembagaan tersebut dapat terlihat hubungan vertikal antara Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina, dan masyarakat yang dapat digambarkan dalam bagan berikut :

Pelaporan hasil

Aliran komando dan informasi

Gambar 2 Skema koordinasi kelembagaanGNRHL/ Gerhan

4.3Kendala Implementasi Kelembagaan GNRHL/ Gerhan

Pedoman atau petunujuk teknis pelaksanaan GNRHL/ Gerhan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Pedoman juknis tersebut memberikan penjelasan mengenai tata laksana program GNRHL/ Gerhan mulai dari pihak yang terlibat sampai dengan teknis pelaksanaan di lapang. Meski pedoman tersebut sudah dibuat secara sistematik, namun pada kenyataannya masih ditemukan beberapa kendala saat implementasi kebijakan tersebut dilakukan. Kendala yang ditemukan dalam teknis pelaksanaa program GNRHL/ Gerhan, yaitu :

Tim Pembina

Masyarakat

(51)

1. Koordinasi yang kurang maksimal

Berdasarkan hasil wawancara dan penelusuran dokumen, koordinasi yang tidak terlaksana dengan baik menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Hubungan antara Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina/ Pelaksana, serta masyarakat dinilai masih belum optimal. Indikasi tidak maksimalnya koordinasi dalam kelembagaan GNRHL/ Gerhan terlihat dalam proses penyampaian informasi yang tidak lancar. Tidak lancarnya transfer informasi dapat berpengaruh buruk terhadap realisasi program GNRHL/ Gerhan. Program GNRHL/ Gerhan melibatkan banyak pihak (Pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi, LSM, dan masyarakat) yang bergerak di sektor yang berbeda dan latar belakang yang berbeda pula. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan persepsi dalam mengapresiasikan maksud, tujuan, bahkan teknis pelaksanaan program.

Penyampaian informasi yang kurang baik juga ditemukan pada tataran masyarakat (kelompok tani), sebagian kelompok tani masih belum memahami tujuan dan peranan keterlibatan mereka dalam program GNRHL/ Gerhan. Contoh kasus dari koordinasi dan penyampaian informasi yang tidak terlaksana dengan baik ditemukan pada tataran masyarakat atau kelompok tani, sebagian kelompok tani masih belum memahami maksud dari keterlibatan mereka dalam program GNRHL/ Gerhan dan keberlanjutan kelompok yang mereka bentuk setelah melakukan penanaman. Hal tersebut juga menjadi indikasi bahwa pengembangan kelembagaan di tataran masyarakat belum berjalan dengan baik.

Sistem koordinasi yang tidak tertata rapi juga merupakan kendala dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Sistem koordinasi yang tidak tertata rapi menyebabkan ketidakmerataan pemaknaan terhadap tugas dan wewenang pihak–pihak yang terlibat dalam program GNRHL/ Gerhan.

2. Ketidakpastian waktu keluarnya anggaran

(52)

pelaksanaan program tersebut. Sebagai contoh, dana yang seharusnya dikeluarkan pada awal tahun atau bulan Januari pada kenyataannya baru keluar pada bulan November. Selama rentang waktu dari Januari hingga November pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan menjadi terhambat, akibatnya capaian realisasi program GNRHL/ Gerhan pada tahun tersebut tidak memenuhi target.

Ketidakpastian waktu pencairan dana anggaran GNRHL/ Gerhan berakibat padakeberhasilan kegiatan penanaman. Kegiatan penanaman idealnya dilakukan pada bulan–bulan tertentu (November sampai Februari) dan ini membutuhkan biaya. Apabila dana baru dicairkan pada waktu – waktu ideal tanam, maka kemungkinan presentase keberhasilan tanaman di lapangan menjadi rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan belum menjadi gerakan bersama dalam skala nasional yang terkoordinasi baik. Walaupun kelembagaan program tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama tiga Menteri Koordinasi dan melibatkan banyak instansi dan lembaga, pada kenyataannya hanya sektor Kehutanan dan instansi serta lembaga di tingkat daerah yang terlibat aktif dalam program tersebut.

Selama ini pendanaan program GNRHL/ Gerhan hanya mengandalkan Dana Alokasi Khusus–Dana Reboisasi. Pihak–pihak lain belum cukup berperan dalam pendanaan. Arahan untuk mengadakan dana pendamping baik dari APBN maupun APBD belum terlaksana dengan baik, padahal adanya dana pendamping diharapkan dapat mengatasi kendala ketidakpastian waktu turunnya anggaran GNRHL/ Gerhan.

(53)

terlibat tersebut merasa perlu untuk melakukan program GNRHL/ Gerhan dengan sebaik–baiknya.

4.4Analisis Administrasi Program GNRHL/ Gerhan dari Sisi Birokrasi Karakteristik birokrasi Weberian diciptakan untuk mewujudkan nilai – nilai tertentu, seperti efisiensi, output yang standar, dan kepastian. Pembagian kerja dan sistem karier diperlukan agar birokrasi tersebut dapat berjalan secara efisien. Proses administrasi yang kompleks dapat dirubah menjadi lebih sederhana melalui pembagian kerja yang jelas. Adanya pembagian kerja yang jelas dapat menggolongkan pekerjaan menjadi lebih spesifik, dengan begitu akan lebih mudah untuk memainkan karakteristik sistem karier. Setelah masing–masing pekerjaan dibebankan pada pihak yang memliki kemampuan untuk mengerjakan tersebut, maka diperlukan hierarki wewenang yang berfungsi untuk menjalankan koordinasi agar pembagian kerja yang lebih spesifik tersebut tetap mengacu pada satu tujuan. Sistem aturan dalam birokrasi berperan sebagai acuan dalam mengelola suatu birokrasi agar hubungan kerja yang terjalin merupakan hubungan impersonal dan hierarki wewenang yang digunakan tidak menyalahi aturan (Dwiyanto, 2011).

Weber dalam Yanti (2010) mengemukakan karakteristik birokrasi sebagai berikut :

1. Pembagian kerja/ Spesialisasi (division of labor)

2. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchy) 3. Adanya sistem aturan (system of rules)

4. Hubungan Impersonal 5. Sistem karier

Karakteristik birokrasi tersebut yang dijadikan acuan untuk menganalisis administrasi program GNRHL/ Gerhan dari segi birokrasi. Penjabaran analisis birokrasi GNRHL/ Gerhan sebagai berikut :

1. Pembagian kerja/ Spesialisasi

(54)

P.33/Menhut-V/2005 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan GNRHL/ Gerhan tidak menjelaskan secara rinci tugas dan fungsi instansi/ lembaga yang terlibat. Peraturan tersebut hanya menjelaskan tugas dari tiap tim (Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina, dan masyarakat) tetapi tidak menjelaskan tugas dari masing–masing instansi dan lembaga dalam tim tersebut. Sebagai contoh, Tim Pengendali Tingkat Provinsi yang beranggotakan instansi/ lembaga/ dinas Kehutanan, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara, Perkebunan/ Pertanian, Pendidikan, Lingkungan Hidup, Kimpraswil, Pertanahan, Perguruan Tinggi, Kodam, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, LSM, dan instansi/ lembaga lain tidak memiliki pembagian kerja yang jelas untuk masing–masing instansi/ lembaga.

Pembagian tugas yang tidak jelas memungkinkan terjadinya saling melempar tanggung jawab dalam satu tim. Hal tersebut yang menyebabkan pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan tidak terkoordinasi dengan baik. Padahal menurut Weber, pembagian kerja yang jelas memungkinkan untuk mempekerjakan tenaga–tenaga spesialisasi dalam setiap jabatan dan membuat mereka bertanggung jawab untuk pelaksanaan efektif tugasnya tersebut (Ahmad 2008).

2. Adanya prinsip hierarki wewenang

Hierarki wewenang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan koordinasi dalam sebuah organisasi. Kelembagaan GNRHL/ Gerhan memiliki hierarki wewenang yang sudah terlaksana dengan baik pada skala nasional. Namun pada skala tim hierarki wewenang tidak sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh pembagian peran dan fungsi yang tidak jelas dalam satu tim.

(55)

3. Adanya sistem aturan

Program GNRHL/ Gerhan memiliki aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutan dan Keputusan Menteri Kehutanan. Namun peraturan yang dikeluarkan tidak menjelaskan secara rinci tugas dan fungsi pihak yang terlibat dalam program tersebut. Padahal peraturan tersebut digunakan sebagai pedoman pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Ketidakjelasan tugas dan fungsi pihak yang terlibat menyebabkan timbulnya kendala dalam pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan.

4. Hubungan impersonal

Hubungan kerja yang dibangun dalam program GNRHL/ Gerhan berupa hubungan kerja impersonal. Pihak yang terlibat dalam program tersebut melaksanakan tugas tanpa adanya pertimbangan pribadi (personal). Mereka melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang dibuat, meski tidak semua peraturan dapat mereka laksanakan dengan baik.

5. Sistem karier

Dalam karakteristik birokrasi, sistem karier yang dimaksud adalah penempatan pos kerja atau jabatan disesuakan dengan kemampuan pemegang jabatan. Para pemegang jabatan memperoleh jabatannya dengan cara ditunjuk oleh atasan mereka. Sehingga promosi kenaikan jenjang sangat ditentukan oleh senioritas dan prestasi kerja. Karakteristik birokrasi seperti ini tidak diperlukan dalam program GNRHL/ Gerhan. Program GNRHL/ Gerhan merupakan program berjangka waktu, sehingga sistem karier untuk promosi kenaikan jenjang tidak diperlukan.

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian terhadap kelembagaan program GNRHL/ gerhan yaitu :

1. Kendala pada pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan adalah koordinasi yang tidak berjalan lancar, penyampaian informasi yang tidak merata pada seluruh pihak yang terlibat dalam program tersebut, serta pencairan anggaran yang tidak tepat waktu. Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan tidak sepenuhnya terlaksana dengan baik. 2. Administrasi yang tidak tertata dengan baik menjadi penyebab timbulnya

kendala pada implementasi program GNRHL/ Gerhan. Hal tersebut dikarenakan karakteristik birokrasi ideal tidak terpenuhi, sehingga pelaksanaan administrasi menimbulkan kendala.

5.2Saran

Berdasarkan penelitian mengenai kelembagaan program GNRHL/ Gerhan, ada beberapa poin yang dapat dijadikan masukan untuk pengembangan kelembagaan dimasa yang akan dating, yaitu :

1. Pembuat kebijakan mengenai kelembagaan harus dapat mendefinisikan kebutuhan dari kelembagaan yang akan dibentuk, terutama kebutuhan akan sumberdaya manusia. Keterlibatan banyak pihak tidak menjadi jaminan untuk mempermudah kinerja suatu organisasi bila tidak terdapat pembagian kerja dan penempatan sumberdaya yang jelas.

2. Pengembangan kelembagaan kedepannya harus memiliki skema organisasi dan birokrasi yang jelas, terutama dalam menjabarkan tugas, fungsi, dan wewenang pihak yang terlibat.

(57)

AN

NASIO

NALISIS

ONAL RE

DEP

IN

ADMINI

EHABILIT

LEGI

ARTEME

FAKUL

NSTITUT

ISTRASI

TASI HU

GERHA

ISTIANA

EN MAN

LTAS KE

T PERTA

2012

PROGR

UTAN DA

AN)

PRANIT

NAJEMEN

EHUTAN

ANIAN BO

2

RAM GER

AN LAHA

TA

N HUTAN

NAN

OGOR

RAKAN

AN (GNRH

N

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, B. 2008. Kondisi Birokrasi di Indonesia dalam Hubungannya dengan Pelayanan Publik. Jurnal Administrasi Publik, volume IV no 1 : 45-62 Astana. 2004. Dampak Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan terhadap

Perekonomian Pedesaan. Rencana Penelitian Kebijakan Tahun 2004.

Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.03/Menhut-V/2004 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan

Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Jakarta : Dephut

Referensi

Dokumen terkait

1. Mengetahui kebutuhan dan minat anak terhadap dongeng. Setiap anak memiliki kebutuhan mengenai karakter yang akan diajarkan kepada anak. Pemberian dongeng kepada anak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembiayaan murabahah dan perlakuan akuntansinya oleh beberapa perbankan syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia seperti

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain ekologi pantai, angin, kedalaman air, pasang surut, arus, gelombang dan karakteristik kapal yang berkaitan

Berdasarkan Tabel 10, usaha perikanan mini purse seine, pancing tonda dan pancing ulur layak dilanjutkan di perairan Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara

Hal ini menandakan goal orientation memberikan kontribusi yang positif terhadap prestasi belajar siswa, hal ini didukung oleh apa yang dinyatakan oleh Schunk & Pitrich, (

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis menggunakan confusion matrix dengan memakai data penyakit TB Puskesmas Dinoyo Tahun 2018-2019 diperoleh nilai akurasi tertinggi

Sasaran tinjauan pelaksanaan evaluasi dalam penelitian ini, adalah menciptakan kemampuan guru sebagai evaluator dalam mengupayakan semaksimal mungkin mengaplikasikan prinsip-prinsip

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang