• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effect of Dolomite on The Productivity and Quality of Africa and Hawaii Grass on Latosol Ciampea-Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effect of Dolomite on The Productivity and Quality of Africa and Hawaii Grass on Latosol Ciampea-Bogor"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP

PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT

AFRIKA DAN RUMPUT HAWAII

PADA TANAH LATOSOL

CIAMPEA-BOGOR

SKRIPSI

LASMATIUR NAINGGOLAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

LASMATIUR NAINGGOLAN. D24080038. 2012. Pengaruh Pemberian Kapur Dolomit Terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada Tanah Latosol Ciampea-Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana, MS

Rumput afrika dan rumput hawaii merupakan rumput tropis yang sering digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Produktivitas dan kualitas rumput dipengaruhi oleh lahan dan iklim. Latosol merupakan tanah bersifat masam dan memiliki kandungan unsur hara yang rendah. Produksi rumput pakan pada tanah masam dapat ditingkatkan dengan melakukan pengapuran. Pengapuran merupakan pemberian senyawa yang mengandung Ca atau Mg ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi kemasaman tanah atau meningkatkan pH tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh pemberian dolomit pada taraf yang berbeda terhadap produktivitas dan kualitas (serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg) rumput afrika dan rumput hawaii pada tanah latosol Ciampea.

Penelitian ini menggunakan rumput afrika dan rumput hawaii yang diperoleh dari Laboratorium Agrostologi. Perlakuan penelitian ini terdiri atas dua faktor. Faktor pertama terdiri atas rumput afrika dan rumput hawaii, sedangkan faktor kedua adalah perlakuan pemberian dolomit dengan tiga taraf yaitu 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, diantaranya pembuatan petak percobaan, pemberian kapur, penanaman, penyiangan gulma dan pemanenan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berpola faktorial. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi rumput, jumlah daun, bobot batang, bobot daun, dan analisa kimia (serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of varian (ANOVA). Apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut kontras ortogonal.

Hasil penelitian menunjukkan interaksi dolomit dengan rumput berpengaruh nyata (P<0,05) pada minggu ke tiga dan ke empat terhadap tinggi vertikal. Taraf dolomit 0 ton/ha,12,5 ton/ha dan 25 ton/ha berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rumput pada pengamatan tinggi vertikal rumput di minggu ke enam hingga minggu ke sebelas setelah pengamatan. Namun interaksi antar rumput dengan dolomit tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Jumlah daun, bobot batang dan daun serta analisa kimia (serat kasar, protein kasar, kalsium, dan magnesium) tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Interaksi antara dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian dolomit pada taraf 0 ton/ha, 12,5 ton/ha dan 25 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, bobot segar dan kering rumput, serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg rumput Afrika dan rumput Hawaii. Namun dapat diketahui bahwa rumput Hawaii memiliki tinggi vertikal yang lebih tinggi dibanding rumput Afrika.

(3)

ABSTRACT

Effect of Dolomite on The Productivity and Quality of Africa and Hawaii Grass on Latosol Ciampea-Bogor

L. Nainggolan., A. T. Permana, and M. A. Setiana

Forage is one of the most important factor in the animal production. The restricted land availability in animal production resulted in the low productivity of forage especially during the long dry season. Latosol soil is acidic soil and has low nutrient content. Soil pH and nutrient availability of latosol can be improved by the application of limestone (dolomite). Liming can be used to increase the productivity of the acid soil, neutralize the soil acidity, increase the supply of plant nutrient and decrease the Al toxicity. This study aimed to determine and to compare the effect of the application of dolomite with some level respect to quality and productivity of africa and hawaii grass on latosol Ciampea. The design of the experiment was factorial Complete Randomized Design (CRD) with two factors and three replications. The first factor was africa and hawaii grass. The second factor was level of dolomite 0 ton/ha, 12,5 tons/ha and 25 tons/ha. The data were analyzed by using Analysis of Variance, if the data significant used test contrasts orthogonal. The results showed that the level of dolomite 0 ton/ha, 12.5 tons/ha and 25 tons/ha were effected vertical height of grass in the sixth week until the eleventh week after the observation. However, the interaction between the grass with dolomite no significant (P>0.05). The results showed that the level of dolomite 0 ton/ha, 12.5 tons/ha and 25 tons/ha were not effected by application of dolomite (P> 0.05) against the number of leaves, the weight of stems, roots, and leaves as well as chemical analysis (Crude Fiber, Crude protein, Calcium, and Magnesium). It is concluded that the application of dolomite do not significantly affect productivity and quality of africa and hawaii grass. However it is known that hawaii has a high vertical grass higher than the africa grass.

Keywords: latosol, africa grass, hawaii grass, dolomite.

(4)

PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP

PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT

AFRIKA DAN RUMPUT HAWAII

PADA TANAH LATOSOL

CIAMPEA-BOGOR

LASMATIUR NAINGGOLAN

D24080038

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Pengaruh Pemberian Dolomit Terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada Tanah Latosol Ciampea- Bogor

Nama : Lasmatiur Nainggolan NIM : D24080038

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Ir. Asep Tata Permana, M. Sc.) NIP: 19640302 199103 1 002

Pembimbing Anggota,

(Ir. M. Agus Setiana, MS) NIP:19570824 198503 1 001

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 September 1989 di Nagori, Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak J. Nainggolan dan Ibu Walinah Purba.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri No. 104557 Nagori dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Menengah Pertama PGRI 69 Nagaraja. Penulis melanjutkan pendidikan di

Sekolah Menengah Atas Katolik Cinta Kasih Tebingtinggi pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009. Penulis aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen di IPB, terlebih dalam Komisi Pelayanan Anak PMK IPB. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2008/2009 dan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) tahun 2009-2012.

Bogor, Juli 2012 Lasmatiur Nainggolan

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pemberian Kapur Dolomit Terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Afrika dan Rumput Hawaii Pada Tanah Latosol Ciampea-Bogor”. Penelitian ini dilakukan di kebun MT Farm Desa Tegal Waru Ciampea Bogor selama 5 bulan dari akhir bulan Desember 2011 hingga bulan Mei 2012.

Peningkatan produktivitas dan kualitas ternak ruminansia ditunjang dengan upaya pemenuhan pakan yang mencukupi kebutuhan ternak. Hijauan makanan ternak memegang peranan sangat penting terlebih pada ruminansia. Hijauan yang sering digunakan sebagai makanan ternak adalah rumput afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) dan rumput hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii). Lahan di MT Farm Ciampea memiliki tanah tipe latosol. Latosol merupakan tanah bersifat masam dan memiliki kandungan unsur hara yang rendah. Usaha peningkatan produktivitas dan kualitas kedua rumput ini dapat dilakukan dengan pemberian kapur pada lahan. Pemberian kapur dapat mengurangi kemasaman tanah atau menaikkan pH tanah. Kapur yang sering digunakan untuk pengapuran pada lahan pertanian adalah dolomit (CaMg(CO3)2).

Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kalangan akademis sebagai sumber referensi dan sebagai pedoman pengembangan penyediaan hijauan makanan ternak. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, 17 Juli 2012

(8)

DAFTAR ISI

Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) .. 3

(9)

Analisis Data ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Tinggi Vertikal Tanaman ... 14

Jumlah Daun Rumput ... 16

Bobot Segar Daun dan Batang ... 17

Bobot Kering Daun dan Batang ... 19

Analisa Serat Kasar, Protein Kasar, dan Mineral (Ca dan Mg) .. 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan ... 26

Saran ... 26

UCAPAN TERIMAKASIH ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor

1. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Hawaii dan Rumput Afrika di Bogor ………... 2. Pengaruh Ukuran Bahan Kapur Terhadap Perubahan pH Tanah

Setelah Satu Tahun,………. 3. Hasil Analisa Tanah Sebelum Diberi Dolomit ………... 4. Bobot Segar Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii….. 5. Bobot Segar Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.. 6. Bobot Kering Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii ... 7. Bobot Kering Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii 8. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Afrika dan Hawaii di Ciampea,

Bogor ………... 9. Kandungan Serat Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

1. Perubahan Tinggi Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii Pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit……….. 2. Perubahan Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii

Pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit ……….

Halaman

15

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Gambar Petakan Lahan Penelitian dan Petakan Rumput Afrika dan Rumput Hawaii ... 32 2. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 3

MST ... 33 3. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 4

MST ... 33 4. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 5

MST ... 33 5. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 6

MST ... 34 6. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 7

MST ... 34 7. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 8

MST ... 34 8. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 9

MST ... 35 9. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 10

MST ... 35 10.Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 11

(13)

20.Anova Tinggi Tanamanan 3 MST ... 39

21.Anova Tinggi Tanamanan 4 MST ... 39

22.Anova Tinggi Tanamanan 5 MST ... 39

23.Anova Tinggi Tanamanan 6 MST ... 40

24.Anova Tinggi Tanamanan 7 MST ... 40

25.Anova Tinggi Tanamanan 8 MST ... 40

26.Anova Tinggi Tanamanan 9 MST ... 41

27.Anova Tinggi Tanamanan 10 MST ... 41

28.Anova Tinggi Tanamanan 11 MST ... 41

29.Anova Jumlah Daun Tanaman 3 MST ... 42

30.Anova Jumlah Daun Tanaman 4 MST ... 42

31.Anova Jumlah Daun Tanaman 5 MST ... 42

32.Anova Jumlah Daun Tanaman 6 MST ... 43

33.Anova Jumlah Daun Tanaman 7 MST ... 43

34.Anova Jumlah Daun Tanaman 8 MST ... 43

35.Anova Jumlah Daun Tanaman 9 MST ... 44

36.Anova Jumlah Daun Tanaman 10 MST ... 44

37.Anova Jumlah Daun Tanaman 11 MST ... 44

38.Anova Berat Segar Batang ... 45

39.Anova Berat Segar Daun ... 45

40.Anova Berat Kering Batang ... 45

41.Anova Berat Kering Daun ... 46

42.Anova Ca Rumput ... 46

43.Anova Mg Rumput ... 46

44.Anova Serat Kasar Rumput ... 47

(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Hijauan makanan ternak merupakan semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting terlebih pada ruminansia. Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebesar 10% dari berat badannya atau sekitar 20-25 kg/ekor/hari. Dengan kebutuhan tersebut tentunya sangat diperlukan penyediaan pakan yang cukup dan berkesinambungan (Kushartono dan Iriani, 2004). Peningkatan produktivitas dan kualitas ternak ruminansia perlu ditunjang dengan upaya pemenuhan pakan yang mencukupi kebutuhan ternak.

Rumput afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) dan rumput hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii) merupakan hijauan tropis yang sering digunakan sebagai pakan ternak. Hasil Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2003) rumput gajah memiliki kandungan bahan kering yang rendah yaitu 12-18%, serat kasar berkisar dari 26-40,5 %, Beta-N sekitar 30,4-49,6%, lemak kasar 1,0-3,6%, dan Ca 0,14-0,48%. Ketersediaan kedua rumput ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan iklim. Ketersediaan lahan yang subur untuk produksi rumput semakin berkurang karena cenderung dimanfaatkan untuk memproduksi hasil-hasil pertanian.

(15)

pada lahan pertanian adalah dolomit (CaMg(CO3)2). Hal ini dikarenakan dolomit

mudah ditemukan dan harganya terjangkau.

Tujuan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika)

Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda grass, Pasto elefente, rumput gajah. Rumput afrika merupakan varietas dari rumput gajah. Rumput afrika sering disebut dengan rumput gajah. Rumput ini berasal dari Nigeria dan tersebar di seluruh Afrika tropika, di Indonesia sudah ada sejak tahun 1926 (Jayadi, 1991). Menurut Reksohadiprodjo (1985), rumput ini berasal dari Afrika daerah tropis, perennial dapat tumbuh setinggi 3 sampai 4,5 m, bila dibiarkan tumbuh bebas dapat setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5 m. Berkembang dengan rhizom yang dapat mencapai 1 m, panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai 35 mm. Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau sobekan rumpun. Panjang stek yang dianjurkan adalah 20 – 25 cm, minimal terdiri atas dua buah buku dan diambil dari tanaman berumur 3 – 6 bulan (Reksohadiprodjo, 1985).

McIlroy (1976) menyatakan bahwa rumput gajah lebih disukai ternak, tahan kering, berproduksi tinggi dan merupakan jenis rumput yang sangat baik untuk silase karena bernilai gizi tinggi. Tumbuh baik pada tanah subur dan tidak terlalu liat, pH tanah lebih kurang 6,5 dengan curah hujan sekitar 1000 mm/tahun. Agar diperoleh hasil yang optimal perlu dilakukan penyiangan dan pemupukan secara teratur.

(17)

Hasil Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2003) rumput gajah memiliki kandungan bahan kering yang rendah yaitu 12%-18%, serat kasar berkisar dari 26%-40,5 %, Beta-N sekitar 30,4%-49,6%, lemak kasar 1,0%-3,6%, dan Ca 0,14%-0,48%. Menurut Lubis (1992) rumput gajah memiliki protein kasar 9,66 %.

Rumput Hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii)

Rumput hawaii merupakan varietas dari rumput gajah. Rumput hawaii berasal dari Afrika tropik, termasuk tanaman tahunan, membentuk rumpun yang terdiri dari 20-50 batang dengan diameter ± 2,3 cm. Tumbuh tegak, daun lebat, batang diliputi oleh perisai daun yang agak berbulu, dan perakaran dalam. Tinggi batang bisa mencapai 2-3 m dengan lebar daun 1,25-2,5 cm serta panjang 60-90 cm (Lugiyo dan Sumarto, 2000). Perbanyakan dapat dilakukan dengan stek batang.

Rumput hawaii dapat tumbuh pada ketinggian 0-3000 m (dataran rendah sampai dataran tinggi). Tumbuh baik pada tanah subur dan tidak terlalu liat dengan pH ± 6,5 dengan curah hujan cukup sekitar 1000 mm/tahun atau lebih . Rumput ini kurang tahan pada musim kemarau yang panjang. Jenis rumput gajah yang terkenal di Indonesia adalah jenis hawaii dan afrika (Siregar, 1970). Perbedaan jenis hawaii dan afrika adalah terletak pada daunnya. Daun rumput hawaii memiliki bulu lebih banyak dan halus dibandingkan dengan rumput afrika. Rumput hawaii dapat berbunga pada minggu ke tujuh setelah tanam.

Tabel 1. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Hawaii dan Afrika di Bogor .

Jenis Rumput

Produksi Hijauan (ton/ha/tahun)

Perbandingan Batang dengan Daun (%)

Berat Segar

Berat Kering

Hijauan Segar Bahan Kering Batang Daun Batang Daun Rumput

Hawaii 525 63 59 41 64 36

Rumput

Afrika 376 40 57 43 44 56

(18)

Teknik budidaya rumput hawaii yang baik adalah dengan cara mengolah tanah dengan baik sampai gembur dan dibersihkan dari tumbuhan pengganggu. Waktu penanaman yang baik adalah awal musim hujan sehingga saat musim kemarau akar tanaman sudah cukup dalam dan kuat.

Kapur

Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan pH tanah (Pagani, 2011). Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Kapur yang banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Kandungan kalsium dalam

dolomit adalah sekitar 30%, sedangkan dalam kalsit sekitar 90% (Novizan, 2001). Penelitian Pagani (2011) menyatakan bahwa hasil jagung lebih tinggi dengan menggunakan kapur CaCO3 dibanding menggunakan kapur dolomit (CaMg(CO3)2)

yang ditanam pada tahun kedua setelah penanaman kedelai pada tahun pertama.

Ukuran Bahan Kapur

(19)

Tabel 2. Pengaruh Ukuran Bahan Kapur Terhadap Perubahan pH Tanah Setelah Satu Tahun, dengan Dosis 2 ton/ha.

Ukuran Bahan Kapur (mesh)

pH Tanah Efektivitas Relatif CaCO3 CaMg(CO3)2 CaCO3 CaMg(CO3)2

Sumber : Mahler (1987) diacu pada Munawar (2011).

Kemampuan bahan kapur menetralisir kemasaman tanah disebut kalsium karbonat ekivalen (KKE) atau calcium carbonate equivalent (CCE). Semakin halus partikel kapur (dengan angka mesh yang lebih besar) semakin besar perubahan pH tanah setelah sekitar satu tahun. Di akhir tahun pertama, bahan kapur dolomit (CaMg(CO3)2) lebih halus dari 100 mesh dapat meningkatkan pH tanah lebih tinggi

daripada kalsit (CaCO3), karena dolomit memiliki KKE 109 (Munawar, 2011).

Dolomit

Dolomit berasal dari batu kapur dolimitik dengan rumus CaMg(CO3)2.

Berbentuk bubuk berwarna putih kekuningan. Dikenal sebagai bahan untuk menaikkan pH. Dolomit adalah sumber Ca (30%) dan Mg (19%) yang cukup baik. Kelarutannya agak rendah dan kualitasnya sangat ditentukan oleh ukuran butiran. Semakin halus butirannya akan semakin baik kualitasnya (Adriani, 2009).

Pengapuran

(20)

menentukan banyaknya kapur yang diperlukan adalah pH tanah, tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, mutu kapur dan jenis tanaman. Apabila pemberian kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien. Cara pengapuran juga harus diperhatikan. Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila diperkirakan hujan tidak akan turun pada saat pemberian kapur (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Tanaman yang menyukai kapur adalah tanaman kacang-kacangan dan legum. Yost dan Ares (2007) menganjurkan dalam pengapuran jenis tanaman juga harus diperhatikan. Sebagian besar pohon tidak respon terhadap pengapuran berbeda dengan tanaman jenis sayuran.

Kapur yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, baik dalam bentuk kalsit (CaCO3) maupun dolomit (CaMg(CO3)2). Kalsit umumnya lebih halus

dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan dolomit (Pagani, 2011). Dolomit selain mengandung Ca juga mengandung Mg, sehingga dolomit akan berpengaruh lebih baik bagi tanah yang memiliki kadar Mg rendah .

Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian bahan kapur membentuk ion CO3 serta ion-ion Ca dan Mg. Selanjutnya, ion CO3

yang terbentuk menarik ion H dari komplek jerapan dengan reaksi sebagai berikut: (CaMg)CO3 ⇆ (CaMg)2+ + CO3

2-CO32- + H2X ⇆ H2CO3 + X

2-(CaMg)2+ + X2- ⇆ (CaMg) X, dimana X adalah komplek jerapan

Dengan demikian yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO3 sebab ion Ca

sendiri tidak sanggup melepaskan H+ dari komplek jerapan (Kussow, 1971).

(21)

Menurut Tisdale et al. (1985), penambahan bahan kapur ke dalam tanah dengan takaran yang tepat dapat meningkatkan pH tanah, ketersediaan dan efisiensi pemupukan fosfat serta menurunkan kelarutan beberapa unsur seperti Al, Fe dan Mn yang mencapai tingkat yang meracuni tanaman. Pagani (2011) juga menyatakan bahwa pengapuran dapat meningkatkan pH tanah dan pH tanah yang maksimum ditemukan pada tahun kedua setelah pengapuran.

Sifat Umum Tanah Latosol

Tanah latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang terjadi terus menerus, (2) terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan penumpukan seskuioksida, dan (3) terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, sehingga gaya hancur bekerja lebih cepat (Soepardi, 1983). Menurut Soepraptohardjo (1978) tanah latosol di Indonesia adalah tanah mineral yang berbahan induk tuf vulkan. Tipe tanah ini berada di ketinggian 5-1000 m di atas permukaan laut dengan topografi datar sampai bergunung. Solum tipe tanah ini setebal 1,5-3 m, warna merah kuning, batas-batas horizon baur dan bertekstur liat. Tanah latosol tersebar cukup luas sebagai lahan pertanian khususnya perkebunan.

Tanah latosol dari daerah Dramaga pada umumnya sifat fisiknya sudah baik dengan ciri-ciri bertekstur liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir. Bobot isi berkisar antara 0,90-0,97 g/cm3, porositas tanah berkisar antara 63 %-68 %. Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, air tersedia rendah sampai sangat tinggi (Soeparto, 1982).

(22)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Kementerian Pertanian. Analisis mineral yaitu Ca dan Mg rumput dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sedangkan analisis serat kasar dan protein kasar rumput dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit rumput afrika dan rumput hawaii, dolomit, pupuk urea, dan pupuk kandang. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, pita meter, timbangan, pisau dan oven 600C.

Metode

Pembuatan Petak Percobaan

Luasan lahan yang digunakan dalam penelitian adalah 75 m2 yang dibagi menjadi 18 petak. Setiap jenis rumput dilakukan tiga taraf pemberian kapur dan tiga ulangan. Satu petak berukuran 2 x 2 m. Jarak antara petak yang satu dengan yang lain di setiap unit adalah 1 m. Perlakuan pemberian kapur dolomit diberikan secara acak pada setiap petak. Setiap satuan percobaan ditanami 9 rumput. Banyaknya individu yang diamati pada setiap satuan percobaan adalah satu tanaman.

Penimbangan Dolomit

Dolomit ditimbang sesuai dosisnya yaitu 0 kg (0 ton/ha), 5,2 kg (12,5 ton/ha), dan 10,4 kg (25 ton/ha) (Zain, 1998). Timbangan yang digunakan untuk penimbangan kapur adalah timbangan dengan merk Salter.

Penanaman

(23)

digunakan adalah 0,5 m x 0,5 m. Pemberian dolomit dan pupuk kotoran sapi dilakukan pada saat penanaman. Pupuk kotoran sapi diberikan dengan dosis 40 ton/ha. Pemberian pupuk urea dilakukan 2 minggu setelah tanam. Pemberian urea dengan dosis 250 kg/ha atau 100 kg/ha N.

Penyiangan Gulma

Penyiangan gulma dilakukan dengan mencabut gulma sampai ke akarnya. Hal ini dilakukan setiap minggu sewaktu pengamatan tinggi vertikal tanaman dan jumlah daun tanaman.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan 80 hari setelah tanam. Panen rumput dilakukan dengan mencabut rumput sampai ke akarnya.

Pengamatan

Peubah yang diamati untuk setiap perlakuan adalah sebagai berikut : 1. Tinggi rumput, diukur dari permukaan tanah sampai daun bendera.

2. Jumlah daun tiap minggu mulai 3 hingga 11 minggu setelah tanam (MST). 3. Bobot daun dan batang per tanaman.

4. Analisa serat kasar, protein kasar, dan kandungan mineral (Ca dan Mg) dari setiap perlakuan.

Analisa Kadar Serat Kasar

Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan

hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1,25% selama 30 menit. Lalu disaring dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25%

(24)

Bobot serat kasar = W-W0 Keterangan : W= bobot residu sebelum dibakar tanur

= A- (bobot kertas saring + cawan): A : bobot residu + kertas saring + cawan

W0= bobot residu setelah dibakar dalam tanur = B – (bobot cawan) : B : bobot residu + cawan Kadar serat kasar = e

e x 100%

Analisa Kadar Protein Kasar

Sebanyak 0,25 g sampel, dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan selenium 0,25 g dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian dilakukan destruksi

(pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam, sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2%

dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus:

%N = (�−�) �HC 4

x 100%

Keterangan : S = volume titran sampel (ml) B = volume titran blanko (ml) w = bobot sampel kering (mg).

kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan berkisar 5,18-6,38 (AOAC, 1980).

Analisa Mineral

Sampel pakan/rumput/lainnya ditimbang sebanyak ± 1 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 125 ml/100 ml. HNO3 sebanyak 5 ml ditambahkan dan

(25)

dibiarkan semalam (sampel ditutup). Sebanyak 0,4 ml H2SO4 ditambahkan, lalu

dipanaskan di atas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1 jam. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4 : HNO3 (2:1).

Sampel masih tetap di atas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua dan menjadi kuning muda (biasanya ± 1 jam). Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Sampel dipindahkan, didinginkan, dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0,6 ml HCl, kemudian dipanaskan kembali agar sampel larut (± 15 menit) dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah bisa di analisa menggunakan AAS atau spektrofotometer untuk analisa berbagai mineral, namun sebelumnya dipreparasi dulu dengan faktor pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia (Cl3La.7H2O) untuk

menghilangkan ion-ion pengganggu.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) berpola faktorial dengan dua faktor (2 x 3). Ulangan yang dilakukan sebanyak tiga kali setiap perlakuan dan semuanya terdiri dari 18 satuan percobaan. Faktor pertama adalah jenis rumput yang terdiri atas dua jenis yaitu :

R1 : Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika (rumput afrika)

R2 : Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii (rumput hawaii)

Faktor kedua adalah pengapuran yang terdiri atas tiga taraf yaitu: D0 : tanpa pemberian dolomit atau 0 ton/ha

D1 : dolomit dengan taraf 12,5 ton/ha D2 : dolomit dengan taraf 25 ton/ha

Model matematik untuk percobaan dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial adalah sebagai berikut :

Yijk=µ + αi +βj + (αβ)ij + εijk

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor ke B) µ = Nilai tengah populasi

(26)

βj = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B (pengapuran)

(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

εijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi

perlakuan ij.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengapuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dolomit yang memiliki 60 mesh. Hasil analisa tanah latosol sebelum diberi dolomit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Tanah Sebelum Diberi Dolomit. Jenis

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu Bogor, 2012.

Terlihat bahwa tanah bersifat masam ditunjukkan dengan pH tanah yang rendah yaitu 5,59. Sarief (1986) mengatakan bahwa tanah latosol memiliki warna merah, coklat sampai kekuning-kuningan dan memiliki pH berkisar antara 4,5 sampai 6,5 atau dari masam sampai agak masam. Setelah pemberian dolomit pH tanah meningkat. Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter. Menurut Stevens et al. (2001) untuk mengetahui pH tanah pada kondisi lapang dapat menggunakan pH meter genggam atau kertas pH. Alat ini dapat digunakan untuk mengetahui kemasaman dan alkalinitas tanah dengan cepat. Perlakuan dolomit taraf 0 ton/ha memiliki pH berkisar 5,79-6,09, taraf 12,5 ton/ha memiliki pH berkisar 6,61-6,7 dan taraf 25 ton/ha memiliki pH berkisar 6,94-7,28. Artinya pemberian dolomit dapat meningkatkan pH tanah. Munawar (2011) menyatakan bahwa dolomit dengan ukuran bahan kapur 60-80 mesh dapat meningkatkan pH tanah yang awalnya 5,0 menjadi 6,2 setelah satu tahun dengan dosis 2 ton/ha.

Tinggi Vertikal Tanaman

(28)

dari pertumbuhan tanaman adalah mengetahui tinggi vertikal. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator maupun parameter, untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Purnamasari, 2006). Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun rumput dilakukan pada minggu ke-3 setelah tanam. Hasil pengamatan tinggi tanaman tertera pada Gambar 2, yang menunjukkan tinggi tanaman setiap minggu semakin meningkat.

Gambar 2. Perubahan Tinggi Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii (b) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit.

(29)

Pemberian dolomit terhadap tinggi tanaman berpengaruh nyata terhadap rumput (P<0,05) mulai dari minggu ke enam sampai minggu ke delapan setelah tanam (Lampiran 5 sampai 7). Pemberian dolomit terhadap tinggi tanaman sangat berpengaruh nyata terhadap rumput (P<0,01) pada minggu ke sembilan hingga minggu ke sebelas setelah tanam (Lampiran 8 sampai 10). Rumput hawaii memiliki tinggi vertikal yang lebih tinggi dibanding rumput afrika. Hal ini berarti rumput hawaii lebih unggul dibandingkan dengan rumput afrika.

Interaksi antara rumput dengan pemberian dolomit tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tinggi vertikal tanaman mulai dari minggu ke lima hingga minggu kesebelas setelah tanam. Hal ini disebabkan rumput afrika dan hawaii masih tahan terhadap tanah masam (latosol). Penelitian Salwati (2001) menyatakan bahwa pemberian kapur tidak memberi pengaruh nyata terhadap tinggi vertikal rumput tropis. Hal ini dikarenakan sebagian besar rumput tropis tahan terhadap tanah yang masam seperti latosol dan podsolik. Soepardi (1983) juga menyatakan tanaman yang sangat menyukai kapur adalah kedelai, asparagus, kubis-bunga, dan salada. Namun hal tersebut berbeda dengan penelitian Zain (1998) yang memperlihatkan bahwa peranan kapur nampak sangat dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan rumput gajah mini yang ditanam pada tanah masam. Pagani (2011) menyatakan bahwa jagung responsif terhadap kapur pada tahun kedua setelah pengapuran.

Jumlah Daun Rumput

Bagian tanaman yang paling disukai ternak adalah daun. Selain hal tersebut pada bagian daun juga terjadi fotosintesis. Oleh sebab itu jumlah daun dapat dijadikan parameter untuk mengetahui produktivitas suatu tanaman. Hasil pengamatan jumlah daun tertera pada Gambar 3. Data jumlah daun setiap minggunya semakin meningkat. Namun pada minggu ke delapan jumlah daun mulai menurun, hal ini dikarenakan daun pada tanaman yang mulai menguning dan layu. Selain hal tersebut, rumput mulai memasuki fase generatif. Pada minggu ke delapan rumput hawaii berbunga.

(30)

menyatakan tanaman pakan ternak yang memiliki kemampuan menghasilkan daun yang banyak akan mempunyai kualitas yang baik, yaitu kandungan nutrisi yang tinggi dan kecernaan yang besar. Namun jumlah daun pada rumput afrika dan rumput hawaii menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Interaksi rumput dan dolomit terhadap jumlah daun tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Ini disebabkan rumput afrika dan hawaii masih tahan terhadap tanah masam (latosol). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Zain (1998) yang memperlihatkan bahwa peranan kapur nampak sangat dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan rumput gajah mini yang ditanam pada tanah masam.

Gambar 3. Perubahan Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii (b) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit.

Bobot Segar Daun dan Batang

(31)

bobot kering daun dan batang rumput afrika dan rumput hawaii tertera pada Tabel 6 dan Tabel 7. Bobot segar rumput afrika dengan perlakuan dolomit dengan taraf 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 448,25, 383,20, dan 405,25 ton/ha/tahun. Bobot segar rumput Hawaii dengan perlakuan dolomit 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 502,74, 426,51, dan 611,58 ton/ha/tahun. Hasil ini tergolong kepada hasil yang lebih baik dibanding penelitian Sinaga (2007). Menurut Sinaga (2007) di Indonesia produksi segar rumput gajah jenis hawaii berbulu mencapai 277 ton/ha/tahun.

Tabel 4. Bobot Segar Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 817±262 798±224 808±243

D1 (12,5 ton/ha) 683±109 783±219 733±164

D2 (25 ton/ha) 727±91 900±161 814±126

Rataan 742±154 827±201

(32)

Tabel 5. Bobot Segar Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 2283±837 2393±842 2338±839

D1 (12,5 ton/ha) 1750±389 1925±527 1837±458

D2 (25 ton/ha) 1847±349 2983±377 2415±363

Rataan 1960±525 2433±582

Bobot Kering Daun dan Batang

Unsur hara sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan menghasilkan berat kering. Berat kering tidak akan didapatkan maksimal apabila pertumbuhan daun dan batang yang rendah. Berat kering tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Bobot kering rumput afrika dengan perlakuan dolomit dengan taraf 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 62,73, 47,52, dan 47,47 ton/ha/tahun. Bobot segar rumput hawaii dengan perlakuan dolomit 0 ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 79,33, 64,98, dan 93,43 ton/ha/tahun. Hasil ini tergolong kepada hasil yang lebih baik dibanding penelitian Sinaga (2007) . Menurut Sinaga (2007) di Indonesia produksi berat kering rumput gajah jenis hawaii berbulu mencapai 36 ton/ha/tahun bahan kering.

Tabel 6. Bobot Kering Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 164,1±54,9 186,4±58,1 175,2±56,1 D1 (12,5 ton/ha) 151,2±23,0 158,9±44,8 155,1±33,9 D2 (25 ton/ha) 147,8±17,7 256,6±68,9 202,2±43,3

Rataan 154,3±31,8 200,6±57,2

(33)

antar rumput. Bobot kering tanaman biasanya berhubungan dengan umur tanaman. Semakin lama umur pemotongan kandungan bahan keringnya meningkat. Hal tersebut dikarenakan pada umur pemotongan yang lebih pendek kandungan air rumput akan lebih banyak dibandingkan dengan umur tua (Hindratiningrum, 2010).

Tabel 7. Bobot Kering Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(g/tanaman)---

D0 (0 ton/ha) 234,2±111,2 317,3±99,3 275,7±105,2 D1 (12,5 ton/ha) 150,5±33,6 253,7±87,5 202,1±60,5 D2 (25 ton/ha) 153,6±26,3 336,6±62,8 245,1±44,5

Rataan 179,4±57,0 302,5±83,2

Interaksi pemberian dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot kering batang kedua rumput, begitu juga dengan perlakuan antar rumput. Hal ini dikarenakan sifat kapur yang mudah tercuci (leaching) dan sifat rumput yang tahan pada tanah masam atau tidak responsif terhadap pemberian dolomit. Hasil penelitian Aromdhana (2006) menyatakan bahwa rumput gajah tumbuh dengan baik pada tanah subur dan tidak terlalu liat, pH tanah lebih kurang 6,5 dengan curah hujan sekitar 1000 mm/th. Selain hal tersebut Costa (2012) juga mengatakan bahwa tanaman jagung yang hampir menyerupai rumput gajah tidak responsif terhadap pemberian kapur, namun kacang tunggak sangat responsif terhadap pemberian kapur. Selain hal tersebut hasil penelitian Carvalho et al., (2000) juga menyatakan dolomit dapat meningkatkan pH tanah namun tidak memberi pengaruh nyata pada produksi bahan kering dan lemak kasar pada rumput Imperata brasiliensis Trin. Berbeda dengan dengan penelitian (Lovadini dan Bulisani, 1971) yang menyatakan bahwa pemberian dolomit memberi pengaruh yang signifikan terhadap produksi Glycine wightii.

(34)

satu tahun di Ciampea, Bogor dengan prediksi tujuh kali pemanenan rumput dalam setahun terlihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 terlihat bahwa produksi hijauan segar maupun kering rumput hawaii lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput afrika. Hasil penelitian ini sama seperti penelitian Lugiyo dan Sumarto (2000) yang menyatakan produksi hijauan segar maupun kering rumput hawaii lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput afrika.

Tabel 8. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Afrika dan Hawaii di Ciampea, Bogor.

Jenis

Perbandingan Batang dengan Daun (%)

Berat Segar

Berat Kering

Hijauan Segar Berat Kering Batang Daun Batang Daun

Analisa Serat Kasar, Protein Kasar, dan Mineral (Ca dan Mg)

(35)

daun. Menurut Mansyur et al. (2005) kandungan protein dan nutrisi lebih banyak terdapat pada daun. Pemberian kapur pada tanah akan meningkatkan serapan N, Ca, dan Mg pada tanaman kedelai (Husny, 1990). Namun pada penelitian ini interaksi dolomit dan kedua rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap serat kasar rumput afrika dan rumput hawaii (Tabel 9) begitu juga dengan perlakuan antar rumput.

Tabel 9. Kandungan Serat Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 25,68±1,49 25,57±0,71 25,62±1,10 D1 (12,5 ton/ha) 25,18±0,61 25,75±0,56 25,46±0,58 D2 (25 ton/ha) 25,18±1,41 25,71±0,12 25,44±0,76

Rataan 25,34±1,17 25,67±0,46

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Pusat Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, 2012.

(36)

Tabel 10. Kandungan Protein Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 10,92±0,79 11,50±1,19 11,21±0,99 D1 (12,5 ton/ha) 10,02±0,61 11,13±0,51 10,57±0,56 D2 (25 ton/ha) 10,87±1,13 11,72±0,66 11,16±0,89

Rataan 10,60±0,84 11,45±0,78

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Pusat Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, 2012.

Selain serat kasar dan protein kasar, pada penelitian ini juga dilakukan analisis mineral Ca dan Mg yang merupakan unsur hara makro sekunder yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif besar untuk perumbuhan tanaman. Unsur Ca memegang peranan penting di dalam tanaman. Unsur tersebut terlibat di dalam mengatur sejumlah proses metabolis, termasuk respon tanaman terhadap lingkungan dan zat-zat pengatur tumbuh (Munawar, 2011). Kisaran konsentrasi Ca di dalam tanaman sekitar 0,2%-1,0% (Munawar, 2011). Kekurangan Ca pada tanaman dapat menyebabkan warna hijau muda yang tidak merata pada daun-daun muda. Daun-daun muda gagal tumbuh sehingga berbentuk seperti mangkuk, berkerut, kuncup rusak, titik tumbuh batang dan bunga mati sebelum berkembang dan gugur, pertumbuhan akar buruk, dan struktur batang tanaman lemah (Wong 2005 diacu dalam Munawar, 2011).

(37)

Tabel 11. Kandungan Mineral Ca pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 0,12±0,01 0,15±0,01 0,13±0,01 D1 (12,5 ton/ha) 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 D2 (25 ton/ha) 0,14±0,01 0,12±0,01 0,13±0,01

Rataan 0,13±0,01 0,13±0,01

Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor, 2012.

Tanaman membutuhkan Mg lebih sedikit dari Ca. Konsentrasi Mg di dalam tanaman beragam antara 0,1% dan 0,4% (Munawar, 2011). Dengan konsentrasi sekecil ini, peran paling penting Mg di dalam tanaman adalah sebagai komponen molekul klorofil pada semua tanaman hijau, dan berperan penting pada hampir seluruh metabolis tanaman dan sintesis protein (Munawar, 2011). Kekurangan Mg dapat menyebabkan gejala menguning pada daerah antartulang daun tua, daun-daun keriting tegak sepanjang bagian tepinya, dengan sisi bawah daun dan pucuk daun tetap berwarna hijau (Havlin et al. 2005 diacu dalam Munawar 2011). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi dolomit dengan kedua rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan Mg (Tabel 12) begitu juga dengan perlakuan antar rumput.

Tabel 12. Kandungan mineral Mg pada Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(%)---

D0 (0 ton/ha) 0,13±0,06 0,06±0,05 0,09±0,05 D1 (12,5 ton/ha) 0,02±0,00 0,07±0,05 0,04±0,02 D2 (25 ton/ha) 0,02±0,00 0,07±0,06 0,04±0,03

Rataan 0,05±0,02 0,06±0,05

(38)

Penelitian Pagani (2011) menyatakan bahwa hasil jagung lebih tinggi dengan menggunakan kapur CaCO3 dibanding menggunakan kapur dolomit (CaMg(CO3)2)

yang ditanam pada tahun kedua setelah penanaman kedelai pada tahun pertama. Hal ini berarti kandungan Ca, Mg, serat kasar, dan protein kasar kemungkinan akan berbeda nyata setelah panen selanjutnya atau pada tahun kedua setelah pengapuran. Penelitian Oliveira et al. (2007) menyatakan dolomit dapat meningkatkan kandungan K, Ca, dan protein kasar pada hijauan dengan dosis 3 ton/ha.

(39)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian dolomit tidak mempengaruhi jumlah daun, bobot segar batang dan daun, bobot kering batang dan daun, serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg rumput afrika dan rumput hawaii. Rumput afrika dan rumput hawaii tidak responsif terhadap pemberian dolomit dan masih toleran terhadap tanah masam. Rumput hawaii memiliki tinggi vertikal yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput afrika.

SARAN

(40)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karuniaNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Asep Tata Permana, M. Sc selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing utama dan Ir. M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing anggota yang telah membimbing, mengarahkan, memberi saran, dan memberi motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Iwan Prihantoro, S. Pt., M. Si selaku dosen pembahas seminar, Ir. Lidy Herawati MS selaku panitia seminar dan panitia ujian sidang. Terimakasih kepada Dr. Ir. Asep Sudarman, M. RurSc dan Tuti Suryati, S. Pt., M. Si selaku dosen penguji ujian sidang.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, R. 2009. Analisa kadar kalsium oksida (CaO) dan magnesium oksida (MgO) pada pupuk dolomit dan kiserit secara titrasi kompleksometri. Karya ilmiah. Program Studi Diploma 3 Kimia Analisis. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Aromdhana, G. 2006. Respon rumput gajah (Pennisetum purpureum) terhadap pemberian asam humik pada tanah latosol. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

BPS. 1989. Statistika Indonesia. Jakarta.

Brown, T.T., R. T. Koenig., D. R. Huggins., J. B. Harsh, & R. E. Rossi. 2008. Lime effects on soil acidity, crop yield, and aluminium chemistry in direct-seeded cropping systems. SSSAJ : volume 72: 634-640.

Carvalho, M. M., D. F. Xavier., V. P. Freitas., & R. S. Verneque. 2000. Soil acidity correction and control of sape-grass. Rev. bras.zootec., 29(1):33-39.

Costa, M. C. G. 2012. Soil and crop responses to lime and fertilizers in a fire-free land use system for smallholdings in the northern Brazilian Amazon. Soil and Tillage Research 121 (2012) 27-37.

Couto, W., G. B. Leite., & C. Sanzonowicz. 1991. Response of andropogon grass to P fertilizers and lime in a dark-red latosol of the cerrados. Pesg. agropec. bras., Brasilia, 26(3):297-304.

Fuskhah, E., R. D. Sutrisno., S. P. S. Budhi., & A. Mass. 2009. Pertumbuhan dan produksi leguminosa pakan hasil asosiasi dengan rhizobium pada media tanam salin. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang 20 Mei 2009. Semarang.

Hindratiningrum, N. 2010. Produksi dan kualitas hijauan rumput Meksiko pada berbagai umur pemotongan dengan dosis pemupukan 200 kg/ha/tahun. Jurnal ilmiah inkoma. Vol 21 : 66-71.

Husny, Z. 1990. Pengaruh pemberian kapur dan bahan organik pada latosol (Dystropept Oksik) Darmaga terhadap sifat kimia dan biologi tanah serta produksi kedelai (Glycine max(L) Merril). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Jayadi, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, IPB, Bogor.

Jones, U. S. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Raston Publ. Co. Reston, Virginia. Kushartono, B. & N. Iriani. 2004. Inventarisasi keanekaragaman pakan hijauan guna

(42)

Tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Kussow, W. R. 1971. Introduction to Soil Chemistry. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. 2003. Hasil analisa proksimat rumput gajah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Leiwakabessy, F. & A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan ke-2. PT. Pembangunan, Jakarta. Lugiyo & Sumarto. 2000. Teknik budidaya rumput gajah cv Hawaii (Pennisetum

purpureum cv Hawaii). Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Lovadini, L. A. C & A. E. Bulisani. 1971. Mineral fertilization of soybeans (Glycine wightii Verdc.):I-Fertilizer trial in “cerrado” soil. Bragantia. Vol 30,n 2,pp.125-133.[abst].

Mansyur, N., P. Indrani., I. Susilowati., & T. Dhalalika. 2005. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan dibawah naungan perkebunan pisang. Prosiding lokakarya tanaman pakan ternak. Bogor 16 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Mansyur, Soedarmadi, T. Dhalika & L. Abdullah. 2003. Konsentrasi nitrogen dan sulfur Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick pada berbagai interval pemotongan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. VIII (1): 37-45.

McIlroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta.

Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Cetakan I. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor.

Naibaho, R. 2003. Pengaruh pupuk phonska dan pengapuran terhadap kandungan unsur hara NPK dan pH beberapa tanah hutan. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Novizan, 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia. Jakarta.

Oliveira, I. T., F. G. F. Castro., D. P. Custodio., F. P. Moreira., V. Paixao., R. S. M. Santos & C. D. Faria. 2007. Qualitative and quantitative effects of phosphorus application Tanzania-1. Pesquisa agropecuaria tropical. Vol:30. No:37-41.

(43)

Purnamasari, W. 2006. Pengaruh pemupukan urea dan tingkat penjarangan terhadap produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum Scumach). Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Polakitan, D. & A. Kairupan. 2009. Pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum cv Mott) pada umur potong berbeda. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian. Manado.

Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropis. BPHE, Yogyakarta.

Salwati, W. 2001. Pengaruh pengapuran tanah Podsolik merah kuning terhadap pertumbuhan rumput tropika. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sarief. S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Sinaga, R. 2007. Analisis model ketahanan rumput gajah dan rumput raja akibat cekaman kekeringan berdasarkan respons anatomi akar dan daun. Jurnal Biologi Sumatra. Januari 2007. Hlm 17-20.

Sinaga, R. 2008. Keterkaitan nisbah tajuk akar dan efisiensi air pada rumput gajah dan rumput raja akibat penurunan ketersediaan air tanah. Jurnal Biologi Sumatra. Januari 2008. Hlm 29-35.

Siregar, ME. 1970. Pengaruh umur pemotongan terhadap hasil dan mutu rumput gajah varietas Hawaii. Lembaga Penelitian Bogor. Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Soeparto, 1982. Sifat-sifat dan Klasifikasi Beberapa Tanah Daerah Bogor-Jakarta. Tesis Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Soepraptohardjo, M. 1978. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Bagian Pedologi, Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.

Stevens, G., D. Dunn, & B. Phipps. 2001. How to diagnose soil acidity and alkalinity problems in crops: a comparison of soil pH test kits. The journal of extension. Volume 39.

Tisdale, S. L., W. L. Nelson & J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th Ed. McMillan Publishing Company, New York.

(44)
(45)

Lampiran 1. Gambar Petakan Lahan Penelitian dan Petakan Rumput Afrika dan Rumput Hawaii

a. Petakan Lahan Penelitian.

(46)

Lampiran 2. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 3 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 41±9 74±4a 57±6

D1 (12,5 ton/ha) 56±7 49±10b 52±8

D2 (25 ton/ha) 48±3 49±6b 48±4

Rataan 48±6 57±6

Keterangan : nilai yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Lampiran 3. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 4 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 50±7 83±5a 66±6

D1 (12,5 ton/ha) 70±6 67±11b 68±8

D2 (25 ton/ha) 64±5 61±5b 62±5

Rataan 61±6 70±7

Keterangan : nilai yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Lampiran 4. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 5 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 84±12 127±6 105±9

D1 (12,5 ton/ha) 101±9 96±17 98±13

D2 (25 ton/ha) 84±6 95±8 89±7

(47)

Lampiran 5. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 6 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 116±13 176±10 146±11

D1 (12,5 ton/ha) 128±16 137±29 132±22

D2 (25 ton/ha) 112±8 132±11 122±9

Rataan 118±12b 148±16a

Keterangan : nilai yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Lampiran 6. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 7 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 146±20 227±12 186±16

D1 (12,5 ton/ha) 167±18 132±34 149±26

D2 (25 ton/ha) 143±12 180±14 161±13

Rataan 152±16b 179±20a

Keterangan : nilai yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Lampiran 7. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 8 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 196±19 260±17 228±18

D1 (12,5 ton/ha) 208±8 242±26 225±17

D2 (25 ton/ha) 206±13 235±12 220±12

Rataan 203±13b 245±18a

(48)

Lampiran 8. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 9 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 246±14 304±3 275±8

D1 (12,5 ton/ha) 238±6 278±20 258±13

D2 (25 ton/ha) 247±11 277±10 262±10

Rataan 243±10b 286±11a

Keterangan : nilai yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 1%.

Lampiran 9. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 10 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 278±12 328±6 202±9

D1 (12,5 ton/ha) 263±7 312±20 287±13

D2 (25 ton/ha) 267±9 302±13 284±11

Rataan 269±28b 314±13a

Keterangan : nilai yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 1%.

Lampiran 10. Tinggi Vertikal Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 11 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(cm)---

D0 (0 ton/ha) 294±7 335±13 314±10

D1 (12,5 ton/ha) 283±13 325±13 304±13

D2 (25 ton/ha) 292±8 312±10 302±9

Rataan 289±9b 324±12a

(49)

Lampiran 11. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 3 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 14±6 14±1 14±3

D1(12,5 ton/ha) 11±1 15±4 13±2

D2(25 ton/ha) 10±1 11±1 10±1

Rataan 11±2 13±2

Lampiran 12. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 4 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 31±12 31±6 31±4

D1(12,5 ton/ha) 22±3 34±12 28±7

D2(25 ton/ha) 23±5 30±7 26±6

Rataan 25±6 31±8

Lampiran 13. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 5 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 57±19 44±8 50±13

D1(12,5 ton/ha) 36±4 53±8 44±6

D2(25 ton/ha) 37±10 55±8 46±9

(50)

Lampiran 14. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 6 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 71±72 58±16 64±44

D1(12,5 ton/ha) 48±10 67±6 57±8

D2(25 ton/ha) 53±22 70±5 61±13

Rataan 57±34 65±9

Lampiran 15. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 7 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 78±15 75±20 76±17

D1(12,5 ton/ha) 64±14 72±10 68±12

D2(25 ton/ha) 76±21 94±11 85±16

Rataan 72±16 80±13

Lampiran 16. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 8 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 73±11 74±17 73±14

D1(12,5 ton/ha) 61±14 79±13 70±13

D2(25 ton/ha) 77±20 85±10 81±15

(51)

Lampiran 17. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 9 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 80±18 76±20 78±19

D1(12,5 ton/ha) 58±6 87±14 72±10

D2(25 ton/ha) 76±20 88±2 82±11

Rataan 71±14 83±12

Lampiran 18. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 10 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 79±16 78±22 78±19

D1(12,5 ton/ha) 63±9 85±19 74±14

D2(25 ton/ha) 78±22 88±3 83±12

Rataan 73±15 83±14

Lampiran 19. Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 11 MST.

Taraf Dolomit Jenis Rumput Rataan

Rumput Afrika Rumput Hawaii

---(helai)---

D0(0 ton/ha) 73±21 82±20 77±20

D1(12,5 ton/ha) 60±10 87±16 73±13

D2(25 ton/ha) 71±10 98±6 84±8

(52)

Lampiran 20. Anova Tinggi Tanaman 3 MST

Lampiran 21. Anova Tinggi Tanaman 4 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Lampiran 22. Anova Tinggi Tanaman 5 MST

(53)

Lampiran 23. Anova Tinggi Tanaman 6 MST

Lampiran 24. Anova Tinggi Tanaman 7 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Lampiran 25. Anova Tinggi Tanaman 8 MST

(54)

Lampiran 26 Anova Tinggi Tanaman 9 MST

Lampiran 27. Anova Tinggi Tanaman 10 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Lampiran 28. Anova Tinggi Tanaman 11 MST

(55)

Lampiran 29. Anova Jumlah Daun Tanaman 3 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 378,44 22,26

Perlakuan 5 59,78 11,96 0,45 3,11 5,06

A 1 10,89 10,89 0,41 4,75 9,33

B 2 38,11 19,06 0,72 3,89 6,93

AB 2 10,78 5,39 0,20 3,89 6,93

Galat 12 318,67 26,56

Lampiran 30. Anova Jumlah Daun Tanaman 4 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 2822,50 166,03

Perlakuan 5 355,17 71,03 0,35 3,11 5,06

A 1 180,50 180,50 0,88 4,75 9,33

B 2 60,33 30,17 0,15 3,89 6,93

AB 2 114,33 57,17 0,28 3,89 6,93

Galat 12 2467,33 205,61

Lampiran 31. Anova Jumlah Daun Tanaman 5 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 5448,00 320,47

Perlakuan 5 1344,00 268,80 0,79 3,11 5,06

A 1 256,89 256,89 0,75 4,75 9,33

B 2 136,33 68,17 0,20 3,89 6,93

AB 2 950,78 475,39 1,39 3,89 6,93

(56)

Lampiran 32. Anova Jumlah Daun Tanaman 6 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 9824,00 577,88

Perlakuan 5 1348,67 269,73 0,38 3,11 5,06

A 1 272,22 272,22 0,39 4,75 9,33

B 2 162,33 81,17 0,11 3,89 6,93

AB 2 914,11 457,06 0,65 3,89 6,93

Galat 12 8475,33 706,28

Lampiran 33. Anova Jumlah Daun Tanaman 7 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 10412,28 612,49

Perlakuan 5 1488,94 297,79 0,40 3,11 5,06

A 1 280,06 280,06 0,38 4,75 9,33

B 2 833,44 416,71 0,56 3,89 6,93

AB 2 375,44 187,72 0,25 3,89 6,93

Galat 12 8923,33 743,61

Lampiran 34. Anova Jumlah Daun Tanaman 8 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 8461,11 497,71

Perlakuan 5 917,11 183,42 0,29 3,11 5,06

A 1 338,00 338,00 0,54 4,75 9,33

B 2 360,11 180,06 0,29 3,89 6,93

AB 2 219,00 109,50 0,17 3,89 6,93

(57)

Lampiran 35. Anova Jumlah Daun Tanaman 9 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 8528,00 501,65

Perlakuan 5 1748,00 349,60 0,62 3,11 5,06

A 1 600,89 600,89 1,06 4,75 9,33

B 2 341,33 170,67 0,30 3,89 6,93

AB 2 805,78 402,89 0,71 3,89 6,93

Galat 12 6780,00 565,00

Lampiran 36. Anova Jumlah Daun Tanaman 10 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 9122,50 536,62

Perlakuan 5 1217,17 243,43 0,37 3,11 5,06

A 1 660,06 660,06 1,00 4,75 9,33

B 2 120,33 60,17 0,09 3,89 6,93

AB 2 436,78 218,39 0,33 3,89 6,93

Galat 12 7905,33 658,78

Lampiran 37. Anova Jumlah Daun Tanaman 11 MST

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 11274,00 663,18

Perlakuan 5 3532,00 706,40 1,09 3,11 5,06

A 1 2357,56 2357,56 3,65 4,75 9,33

B 2 67,00 33,50 0,05 3,89 6,93

AB 2 1107,44 553,72 0,86 3,89 6,93

(58)

Lampiran 38. Anova Analisa Berat Segar Batang

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 15796457 929203,3

Perlakuan 5 3182540 636508,1 0,61 3,11 5,06

A 1 1010568 1010568 0,96 4,75 9,33

B 2 1180436 590218,1 0,56 3,89 6,93

AB 2 991536,1 495768,1 0,47 3,89 6,93 Galat 12 12613917 1051160

Lampiran 39. Anova Analisa Berat Segar Daun

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 1359724 79983,74

Perlakuan 5 84440,28 16888,06 0,16 3,11 5,06

A 1 32512,5 32512,5 0,31 4,75 9,33

B 2 23869,44 11934,72 0,11 3,89 6,93 AB 2 28058,33 14029,17 0,13 3,89 6,93 Galat 12 1275283 106273,6

Lampiran 40. Anova Analisa Berat Kering Batang

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 306824,9 18048,52

Perlakuan 5 93023,59 18604,72 0,30 3,11 5,06 A 1 68203,56 68203,56 1,11 4,75 9,33

B 2 16448 8224,002 0,13 3,89 6,93

(59)

Lampiran 41. Anova Analisa Berat Kering Daun

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 109303 6429,587

Perlakuan 5 25304,93 5060,985 0,72 3,11 5,06 A 1 9641,976 9641,976 1,38 4,75 9,33 B 2 6710,893 3355,447 0,48 3,89 6,93 AB 2 8952,058 4476,029 0,64 3,89 6,93 Galat 12 83998,05 6999,838

Lampiran 42. Anova Analisa Ca pada Daun Rumput

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 0,015178 0,0008928

Perlakuan 5 0,002044 0,0004089 0,37 3,11 5,06 A 1 0,000022 0,000022 0,02 4,75 9,33 B 2 0,000078 0,0000389 0,04 3,89 6,93 AB 2 0,001944 0,0009722 0,89 3,89 6,93 Galat 12 0,013133 0,0010944

Lampiran 43. Anova Analisa Mg pada Daun Rumput

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 0,09485 0,005579

Perlakuan 5 0,026983 0,005397 0,95 3,11 5,06

A 1 0,00045 0,00045 0,08 4,75 9,33

B 2 0,0121 0,00605 1,07 3,89 6,93

(60)

Lampiran 44. Anova Analisa Serat Kasar pada Daun Rumput

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 33,65 1,98

Perlakuan 5 1,04 0,21 0,08 3,11 5,06

A 1 0,49 0,49 0,18 4,75 9,33

B 2 0,12 0,06 0,02 3,89 6,93

AB 2 0,43 0,22 0,08 3,89 6,93

Galat 12 32,60 2,72

Lampiran 45. Anova Analisa Protein Kasar pada Daun Rumput

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Total 17 31,71 1,87

Perlakuan 5 5,29 1,06 0,48 3,11 5,06

A 1 3,23 3,23 1,47 4,75 9,33

B 2 1,84 0,92 0,42 3,89 6,93

AB 2 1,21 0,11 0,05 3,89 6,93

(61)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Hijauan makanan ternak merupakan semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting terlebih pada ruminansia. Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebesar 10% dari berat badannya atau sekitar 20-25 kg/ekor/hari. Dengan kebutuhan tersebut tentunya sangat diperlukan penyediaan pakan yang cukup dan berkesinambungan (Kushartono dan Iriani, 2004). Peningkatan produktivitas dan kualitas ternak ruminansia perlu ditunjang dengan upaya pemenuhan pakan yang mencukupi kebutuhan ternak.

Rumput afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) dan rumput hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii) merupakan hijauan tropis yang sering digunakan sebagai pakan ternak. Hasil Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2003) rumput gajah memiliki kandungan bahan kering yang rendah yaitu 12-18%, serat kasar berkisar dari 26-40,5 %, Beta-N sekitar 30,4-49,6%, lemak kasar 1,0-3,6%, dan Ca 0,14-0,48%. Ketersediaan kedua rumput ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan iklim. Ketersediaan lahan yang subur untuk produksi rumput semakin berkurang karena cenderung dimanfaatkan untuk memproduksi hasil-hasil pertanian.

(62)

pada lahan pertanian adalah dolomit (CaMg(CO3)2). Hal ini dikarenakan dolomit

mudah ditemukan dan harganya terjangkau.

Tujuan

(63)

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika)

Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda grass, Pasto elefente, rumput gajah. Rumput afrika merupakan varietas dari rumput gajah. Rumput afrika sering disebut dengan rumput gajah. Rumput ini berasal dari Nigeria dan tersebar di seluruh Afrika tropika, di Indonesia sudah ada sejak tahun 1926 (Jayadi, 1991). Menurut Reksohadiprodjo (1985), rumput ini berasal dari Afrika daerah tropis, perennial dapat tumbuh setinggi 3 sampai 4,5 m, bila dibiarkan tumbuh bebas dapat setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5 m. Berkembang dengan rhizom yang dapat mencapai 1 m, panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai 35 mm. Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau sobekan rumpun. Panjang stek yang dianjurkan adalah 20 – 25 cm, minimal terdiri atas dua buah buku dan diambil dari tanaman berumur 3 – 6 bulan (Reksohadiprodjo, 1985).

McIlroy (1976) menyatakan bahwa rumput gajah lebih disukai ternak, tahan kering, berproduksi tinggi dan merupakan jenis rumput yang sangat baik untuk silase karena bernilai gizi tinggi. Tumbuh baik pada tanah subur dan tidak terlalu liat, pH tanah lebih kurang 6,5 dengan curah hujan sekitar 1000 mm/tahun. Agar diperoleh hasil yang optimal perlu dilakukan penyiangan dan pemupukan secara teratur.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Hawaii dan Afrika di Bogor .
Gambar 2, yang menunjukkan tinggi tanaman setiap minggu semakin meningkat.
Gambar 3. Perubahan Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii
Tabel 4. Bobot Segar Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput  Hawaii.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Periode simpan selanjutnya 3 dan 4 bulan pengaruh insersi terhadap bobot kering tanaman bagian bawah tidak nyata karena tanaman dari benih kedelai plus sama

Pengaruh interaksi antara kandungan liat dengan volume pemberian air berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman_ Tanah dengan kandungan liat sangat halus menghasilkan

Perlakuan dosis EM4 20 ml/l mampu memberikan hasil yang lebih tinggi terhadap bobot kering total tanaman sehinggaproses penguraian bahan kompos sebesar 40 ton/ha

Pada pemberian dosis inokulum azolla 5 ton/ha dan kalium organik dosis 100 kg/ha (P8) tidak berpengaruh terhadap berat kering brangkasan hal ini sesuai dengan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK dan media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot segar total tanaman selada merah pada pengamatan umur

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa pemberian pupuk hayati Agrobost berpengaruh nyata terhadap bobot umbi kentang tetapi

Frekuensi pemupukan dua kali nyata meningkatkan bobot kering tajuk, tetapi tidak untuk bobot kering akar.Hal ini duga karena pemberian dosis pemupukan pada bahan bud

Analisis ragam pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak air rumput teki tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering kecambah benih padi gogo varietas Inpago