• Tidak ada hasil yang ditemukan

The effect of phosphorus and calcium fertilizers on nutrient uptake and productivity of two soybean genotypes under dry culture and saturated soil cultures

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The effect of phosphorus and calcium fertilizers on nutrient uptake and productivity of two soybean genotypes under dry culture and saturated soil cultures"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMUPUKAN FOSFOR DAN KALSIUM

TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKTIVITAS

DUA GENOTIPE KEDELAI PADA BUDIDAYA KERING DAN

JENUH AIR

T O Y I P

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengaruh Pemupukan Fosfor dan Kalsium terhadap Serapan Hara dan Produktivitas Dua Genotipe Kedelai pada Budidaya Kering dan Jenuh Air adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

TOYIP. The Effect of Phosphorus and Calcium Fertilizers on Nutrient Uptake and Productivity of Two Soybean Genotypes Under Dry Culture and Saturated Soil Cultures. Under direction of MUNIF GHULAMAHDI and TRIKOESOEMANINGTYAS

The objectives of this research were to study the effect rates of P and Ca fertilizers on productivity and nutrient uptake of two soybean genotypes in dry culture and saturated soil culture, and to compare the nutrient uptake and productivity in soybean dry culture with saturated soil culture. The experimental design was split split plot with three factors i.e. phosphorus, calcium and genotype planted in dry culture and saturated soil culture. Dry culture with phosphorus fertilizer application (72 kg P2O5/ha) increases the number of filled pods and grain weight per plot. Number of pods of Tanggamus variety was greater than Anjasmoro variety. Liming had no effect on productivity. Path analysis showed that largest direct effect to grain weight were plant height and leaf weight. Increased rate of P and Ca fertilizer increased the uptake of P and Ca, but variety Tanggamus is more responsive than variety Anjasmoro. Saturated soil culture with phosphorus fertilizer (72 kg P2O5/ha) and lime (1 ton/ha) increased the number of pods content and grain weight per plot. Variety Tanggamus had higher number of pods and grain weight per plot than variety Anjasmoro. Interaction of phosphorus fertilizer 72 kg P2O5/ha with lime 1 ton/ha increased grain weight per plot. Largest direct effect on increasing grain weight is plant height and the number of branches. Phosphorus application (72 kg P2O5/ha) and liming (1 ton/ha) also give highest uptake of P and Ca. Saturated soil culture technology can be applied to increase soybean nutrient uptake and productivity than dry culture.

(6)
(7)

RINGKASAN

TOYIP. Pengaruh Pemupukan Fosfor dan Kalsium Terhadap Serapan Hara dan Produktivitas Dua Genotipe Kedelai pada Budidaya Kering dan Jenuh Air. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI dan TRIKOESOEMANINGTYAS.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, maka kebutuhan kedelai nasional menunjukkan peningkatan yang pesat melebihi produksi yang dapat dicapai. Upaya untuk meningkatkan produksi agar permintaan konsumsi dapat terpenuhi, maka pengembangan dapat dilakukan dengan memperluas areal tanam dengan memanfaatkan lahan berpotensi (lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut) dan penggunaan teknologi yang tepat.

Pengelolaan lahan kering dapat dilakukan dengan menggunakan genotipe toleran berdaya hasil tinggi dan teknologi input produksi yang efisien. Pada lahan rawa dan lahan pasang surut serta lahan bekas sawah menggunakan teknologi budidaya jenuh air yang di dukung dengan genotipe spesifik lokasi.

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh dosis pemupukan P dan Ca terhadap serapan hara dan produktivitas dua genotipe kedelai pada budidaya kering dan jenuh air, interaksi antara genotipe dengan dosis pemupukan P dan Ca terhadap serapan hara dan produktivitas dua genotipe kedelai pada budidaya kering dan jenuh air serta perbandingan produktivitas kedelai antara budidaya kering dan budidaya jenuh air.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak petak terpisah (split split plot design) 3 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama (Petak Utama) adalah pemberian pupuk P terdiri atas 4 taraf, yaitu: 0, 36, 72, dan 108 P-2O5 kg/ha. Faktor kedua (Anak Petak) adalah pemberian pupuk Ca terdiri atas 4

taraf, yaitu: 0, 0.5, 1.0, dan 1.5 CaCO3 ton/ha. Faktor ketiga (Anak-Anak Petak) adalah genotipe kedelai yaitu: Varietas Anjasmoro dan Tanggamus.

Kedelai dengan budidaya kering menunjukkan bahwa pupuk fosfor dan kapur dapat meningkatkan serapan hara P dan Ca. Respon varietas Anjasmoro dan Tanggamus memiliki perbedaan yaitu varietas Tanggamus lebih responsif dibanding varietas Anjasmoro.

(8)

pemupukan fosfor. Perlakuan genotipe memberikan hasil yang berbeda yaitu varietas Tanggamus memiliki jumlah polong isi dan bobot per petak tertinggi, sedangkan varietas Anjasmoro memiliki bobot 100 butir tertinggi

Analisis sidik lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung terbesar terhadap peningkatan bobot biji ubinan adalah tinggi tanaman (0.44), bobot daun (0.24) dan bobot batang (0.16).

Kedelai dengan budidaya jenuh air menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis regresi serapan hara P dan Ca optimum pada dosis pupuk fosfor 72 Kg P2O5/ha dan dosis kapur 1 ton/ha. Varietas Anjasmoro dengan pemupukan fosfor memiliki serapan hara P yang lebih tinggi dibanding tanpa pemupukan fosfor. Varietas Tanggamus memiliki serapan hara P dan Ca tertinggi dengan pemupukan kapur.

Perlakuan dosis pupuk fosfor 72 Kg P2O5/ha memberikan jumlah polong isi dan bobot per petak tertinggi. Bobot terendah pada perlakuan tanpa pemupukan fosfor. Peningkatan jumlah polong isi mencapai 26.08% dan bobot per petak sebesar 39.06% dibandingkan tanpa pemupukan. Selanjutnya dengan peningkatan dosis pupuk fosfor menjadi 108 Kg P2O5/ha terjadi penurunan jumlah polong isi sebesar 7.32% dan bobot per petak mencapai 24.87%.

Perlakuan pupuk kapur dengan dosis kapur 1 ton/ha memberikan hasil jumlah polong isi dan bobot per petak tertinggi. Peningkatan jumlah polong isi mencapai 16.36% dan bobot per petak sebesar 15.80% dibandingkan tanpa pemupukan. Selanjutnya dengan peningkatan dosis pupuk kapur menjadi 1.5 ton/ha terjadi penurunan jumlah polong isi sebesar 3.01% dan bobot per petak mencapai 8.87%. Perlakuan genotipe memberikan hasil yang berbeda yaitu varietas Tanggamus memiliki jumlah polong isi dan bobot per petak tertinggi daripada Anjasmoro, akan tetapi varietas Anjasmoro memiliki bobot 100 butir tertinggi.

(9)

dengan dosis kapur 1.5 ton/ha mengalami peningkatan 39.05% dibandingkan tanpa pemupukan kalsium. Interaksi pemupukan dengan peningkatan dosis pupuk fosfor 108 Kg P2O5/ha dan dosis pupuk kapur 1.5 ton/ha mengalami penurunan bobot per petak sebesar 24.87%.

Analisis sidik lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung terbesar terhadap peningkatan bobot biji ubinan adalah jumlah cabang (0.42), tinggi tanaman (0.31) dan bobot 100 butir (0.17).

Hasil analisis perbandingan dengan uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada pertumbuhan, produksi dan serapan hara antara budidaya kering dan budidaya jenuh air. Semua peubah yang diamati pada budidaya jenuh air memiliki nilai yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari selisih nilai tengah dengan nilai negatif yang menandakan bahwa budidaya kering lebih rendah dari pada budidaya jenuh air. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi budidaya jenuh air merupakan teknologi yang lebih baik diterapkan untuk peningkatan produksi kedelai.

(10)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(11)

PENGARUH PEMUPUKAN FOSFOR DAN KALSIUM

TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKTIVITAS

DUA GENOTIPE KEDELAI PADA BUDIDAYA KERING DAN

JENUH AIR

T O Y I P

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul : Pengaruh Pemupukan Fosfor dan Kalsium Terhadap Serapan Hara dan Produktivitas Dua Genotipe Kedelai pada Budidaya Kering dan Jenuh Air

Nama : Toyip

NIM : A252100011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Pogram Studi Agronomi dan Dekan Sekolah Pascasarjana

Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam

penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihiwasallam yang telah

membawa umatnya ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pemupukan Fosfor dan Kalsium Terhadap Serapan Hara dan Produktivitas Dua Genotipe Kedelai pada Budidaya Kering dan Jenuh Air”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan nasehat dalam penulisan Tesis ini. Rasa hormat dan penghargaan penulis persembahkan kepada orang tua, isteri dan anak tercinta serta keluarga atas keikhlasan, motivasi dan doa. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sugiman, SP, Bapak Kepala Desa Tanjungsari dan Krawangsari, Bapak Suwanto, Bapak Inon dan Mas Tri beserta keluarga atas segala pengorbanan dan bantuannya. Kepada sahabat penulis Nofrianil dan rekan-rekan FORSCA AGH-IPB dan seluruh mahasiswa Pascasarjana IPB, terima kasih atas motivasi dan dukungannya. Semoga Tesis ini bermanfaat dalam upaya peningkatan produksi kedelai.

Bogor, Agustus 2012

(16)
(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Tolisu, Kecamatan Toili, Kabupaten Luwuk-Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 25 Januari 1983 dari ayah Sugianto dan Ibu Sunarti. Penulis merupakan anak tunggal.

Tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis diterima pada Program Studi Agonomi, Fakultas Pertanian. Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan studi S-1.

Tahun 2006 penulis mengawali karir Dosen di Fakultas Pertanian, Universitas Sintuwu Maroso, Poso, Sulawesi Tengah. Tahun 2009 penulis diangkat menjadi PNS.

Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB yang di biayai oleh Beasiswa BPPS Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan RI.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Pengaruh Pengapuran Terhadap Tanah dan Tanaman………..

Genotipe Kedelai Adaptif Lahan Kering Masam………. Respon Kedelai pada Cekaman Kekeringan……….

Respon Kedelai pada Budidaya Jenuh Air………

METODOLOGI……….

Jumlah daun trifoliate dan jumlah cabang……….

(20)

Budidaya Jenuh Air...………

Analisis Tanah……….

Serapan Hara………

Serapan hara P………

Serapan hara Ca………..

Pertumbuhan Tanaman………

Tinggi tanaman………..

Jumlah daun trifoliate dan jumlah cabang……… Bobot kering akar, batang dan daun………...

Produksi Tanaman………...

Perbandingan Antara Budidaya Kering dengan Jenuh Air………

KESIMPULAN DAN SARAN………..

Kesimpulan………

Saran………..

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN………

35 35 37 37 39 41 41 42 43 46 50

52 52 52

53

(21)

DAFTAR TABEL

Hasil analisis sifat fisik tanah percobaan budidaya kering………

Hasil analisis sifat kimia tanah percobaan budidaya kering………….

Pengaruh pupuk fosfor dan genotipe terhadap rata-rata tinggi tanaman pada berbagai umur pengamatan………

Pengaruh pupuk fosfor dan genotipe terhadap rata-rata jumlah daun trifoliate dan jumlah cabang pada berbagai umur pengamatan……….

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata bobot kering akar pada berbagai umur 6 MST dan 8 MST…………...

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap

rata-rata bobot kering akar………

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan genotipe terhadap rata-rata

bobot kering akar………...

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata bobot kering batang pada berbagai umur pengamatan………..

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap

rata-rata bobot kering batang………

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan genotipe terhadap rata-rata

bobot kering batang………...

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata bobot kering daun pada umur 6 MST dan 8 MST……….

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap

rata-rata bobot kering daun………..

Pengaruh pupuk fosfor terhadap rata-rata jumlah bintil pada berbagai

umur pengamatan………..

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata Jumlah polong isi, bobot per petak dan bobot 100 butir………...

Nilai koefisien korelasi antara karakter fenotipik kedelai pada

(22)

16

Koefisien lintasan beberapa sifat fenotipik terhadap hasil kedelai

pada budidaya kering……….

Hasil analisis sifat fisik tanah percobaan budidaya jenuh air…………

Hasil analisis sifat kimia tanah percobaan budidaya jenuh air………..

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata tinggi tanaman pada berbagai umur pengamatan………..

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata jumlah daun trifoliate dan jumlah cabang pada berbagai umur

pengamatan………

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata bobot kering akar, bobot kering batang dan bobot kering daun pada

berbagai umur pengamatan………

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan genotipe terhadap rata-rata

bobot kering akar………...

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap

rata-rata bobot kering daun………..

Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata jumlah polong isi, bobot per petak dan bobot 100 butir………

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan genotipe terhadap rata-rata

jumlah polong isi………...

Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap

rata-rata bobot per petak………...

Nilai koefisien korelasi antar karakter fenotipik kedelai pada

budidaya jenuh air……….

Koefisien lintasan beberapa sifat fenotipik terhadap hasil kedelai

pada budidaya jenuh air……….

Perbandingan pertumbuhan, produksi dan serapan hara tanaman kedelai antara budidaya kering dengan budidaya jenuh air…………...

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

2

3

4

5

Serapan hara P pada budidaya kering (a) dosis pemupukan fosfor dan

(b) dosis pemupukan kapur………..

Serapan hara Ca pada budidaya kering; (a) dosis pemupukan fosfor dan (b) dosis pemupukan kapur………...

Serapan hara P pada budidaya jenuh air; (a) dosis pemupukan fosfor dan (b) dosis pemupukan kapur………...

Serapan hara Ca pada budidaya jenuh air; (a) dosis pemupukan fosfor dan (b) dosis pemupukan kapur………...

Produktivitas (ton/ha) kedelai pada dosis kapur dan fosfor………

20

22

38

40

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1a

1b

2

3a

3b

4a

4b

Deskripsi kedelai varietas anjasmoro………..

Deskripsi kedelai varietas tanggamus……….

Karakteristik fase tumbuh vegetatif dan generatif kedelai………

Rekapitulasi sidik ragam tanaman kedelai pada budidaya kering…….

Rekapitulasi sidik ragam tanaman kedelai pada budidaya jenuh

air……….

Denah petak percobaan pada budidaya kering………

Denah petak percobaan pada budidaya jenuh air……… 60

61

62

63

64

65

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting bagi manusia karena sebagai sumber protein nabati dan memiliki kadar kolesterol rendah yang berperan penting dalam meningkatkan gizi masyarakat. Adie dan Krisnawati (2007) mengemukakan bahwa kandungan protein kedelai (30-40 %) lebih tinggi dibanding kacang tanah (20-30 %), lemak (18 %) lebih sedikit dibanding kacang tanah (40-70 %) dan kandungan karbohidrat 35 %.

Badan Pusat Statistik (2010) melaporkan bahwa produksi kedelai tahun 2009 sebesar 974.51 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 198.80 ribu ton (25.63 %) dibandingkan tahun 2008. Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 127.84 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 70.96 ribu ton.

Produksi kedelai tahun 2012 (Angka Ramalan I) diperkirakan sebesar 779.741 ribu ton biji kering, menurun sebanyak 71.544 ribu ton (8.40 %) dibandingkan tahun 2011. Penurunan produksi kedelai tahun 2010 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 40.751 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 30.793 ribu ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 55.561 ribu hektar (8.93 %), sedangkan produktivitas diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 0.08 kuintal/hektar (0.58 %).

(27)

Usaha pemenuhan kebutuhan kedelai ini menghadapi kendala berupa semakin sempitnya lahan subur. Oleh karena itu pemenuhan dapat dilaksanakan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Usaha intensifikasi yang dapat dilakukan adalah menanam kedelai setelah tanaman padi dan ekstensifikasi adalah dengan cara penanaman pada areal baru. Areal baru tersebut adalah lahan marjinal/kritis. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor genetik serta interaksi kedua faktor (Chozin 2006). Komponen teknologi dalam meningkatkan produksi tanaman kedelai dapat dilakukan dengan penggunaan varietas yang adaptif dan berdaya hasil tinggi serta modifikasi lingkungan tumbuh.

Modifikasi lingkungan tumbuh dimaksud yaitu peningkatan efisiensi input produksi. Pada lahan kering dapat dilakukan dengan cara pengolahan tanah minimal, penggunaan pupuk yang tepat dan penggunaan genotipe yang toleran. Pada lahan basah bekas sawah dapat dilakukan dengan cara pengolahan tanah minimal, penggunaan pupuk yang tepat dan penggunaan genotipe yang toleran dan teknik budidaya jenuh air.

(28)

3

Samira (2003) menjelaskan bahwa mengelola P dalam tanah untuk produksi tanaman menguntungkan sekaligus melindungi lingkungan dan merupakan salah satu peluang dan tantangan para ilmuwan dan peneliti tanah saat ini. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan P total dalam tanah yang tinggi, akan tetapi ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Mikanova dan Novakova (2002) menyatakan bahwa tanaman hanya mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan, sebagian besar mengalami perubahan kimia dalam tanah menjadi bentuk tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman.

Unsur hara yang ketersediannya terbatas di lahan marjinal dan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah kalsium (Ca). Ca merupakan salah satu unsur esensial dalam tanaman yang diperlukan untuk berbagai peranan dalam struktur dinding dan membran sel. Hong-Bo (2008) mengemukakan bahwa fungsi Ca yaitu penyeimbang kation untuk anion-anion organik dan anorganik dalam vakuola (divalent Ca), dan konsentrasi Ca sitosolik [(Ca2+)cyt]. Ca sitosolik adalah mensenger obligat intraseluler yang mengkoordinasikan respon berbagai isyarat perkembangan dan kondisi lingkungan.

Tanaman tumbuh dengan Ca yang cukup pada lingkungan alaminya. Konsentrasi Ca pada tunas pucuk berkisar antara 0.1-5% bobot kering (Supanjani 2006). White (2001) melaporkan bahwa kalsium yang diperoleh oleh akar tanaman dari larutan tanah dan ditranslokasikan ke tunas melalui xilem. Ca diambil oleh akar pada ujung akar yang ekstrim, atau wilayah inisiasi akar lateral, dan melintasi akar ke xilem melalui sitoplasma yang saling berhubungan atau ruang ekstraseluler.

Faktor lainnya selain faktor unsur hara P dan Ca yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai yang merupakan faktor internal adalah genotipe. Keragaman karakter lahan dan kendala di lahan marjinal maka diperlukan varietas atau genotipe yang spesifik lokasi.

(29)

teknik budidaya jenuh air di lahan pasang surut dan berdaya hasil tinggi. Hal ini disebabkan kedelai relatif toleran terhadap kelebihan air sesaat dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya dan cepat memperbaiki pertumbuhan setelah air berkurang (Stanley et al. 1980). Tanggap varietas kedelai terhadap keadaan jenuh air berbeda-beda. Kedelai yang berumur lebih panjang biasanya mempunyai pertumbuhan lebih baik dan produksi lebih tinggi daripada kedelai yang berumur pendek (CSIRO 1983; Ghulamahdi et al. 1991; Ghulamahdi et al. 2006).

Pengembangan kedelai dapat dilakukan dengan teknologi budidaya kering dan budidaya jenuh air. Budidaya kering merupakan budidaya pada lahan kering yang sistem pengairannya tergantung dengan air hujan. Budidaya jenuh air adalah penanaman dengan memberikan irigasi terus menerus dan membuat tinggi muka air tanah tetap sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air (Ghulamahdi et al. 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas menjadi acuan dalam penelitian tentang serapan hara dan produktivitas beberapa genotipe kedelai melalui pemupukan fosfor dan kalsium pada budidaya kering dan budidaya jenuh air.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari:

1. Respon dua genotipe kedelai terhadap serapan hara dan produktivitas pada budidaya kering dan jenuh air.

2. Pengaruh dosis pemupukan P dan Ca terhadap serapan hara dan produktivitas dua genotipe kedelai pada budidaya kering dan jenuh air.

(30)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Fosfor dalam Tanah

Fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion H2PO4- atau HPO4-2, tergantung pH larutan tanah. pH 7.22 jumlah ion H2PO4- sama dengan HPO4-2, di bawah pH 7.22 sebagian besar dalam bentuk ion H2PO4-, dan di atas pH 7.22 sebagian besar dalam bentuk ion HPO4-2. Tanaman menyerap ion H2PO4- lebih cepat daripada ion HPO4-2. Senyawa fosfat organik dapat diserap tanaman, akan tetapi dalam jumlah kecil (Jain et al. 2007).

Keadaan air berlebih, kelarutan Mn dan Fe tinggi dan dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman. Penambahan P yang cukup dapat menurunkan kadar ion Mn+2 dan Ca+2 dan ion lain pada jaringan tanaman (Crawford 1978). Hardjowigeno (2003) menyebutkan bahwa pemupukan P tinggi dapat mengatasi keracunan Fe pada padi.

Fosfor dalam tanah terutama dalam bentuk Al-posfat dan Fe-fosfat pada pH rendah dan Ca-fosfat pada pH tinggi, juga diadsorpsi pada permukaan mineral liat serta oksida Al dan Fe ( T u r n e r 2 0 0 7) . Selanjutnya Tan (1982) menyatakan bahwa pada tanah masam terdapat ion-ion Al+, Fe+2 dan Mn+2 baik larut maupun dapat dipertukarkan, sehingga fosfat dijerap pada komplek jerapan. Blair (1993) menyatakan bahwa fosfat yang diikat dengan cara ini dapat digunakan oleh tanaman.

Ketersediaan P di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, kadar Al, Fe, dan Mn terlarut, tersedianya kalsium (Ca), jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta jenis dan populasi mikoorganisme tanah (Hardjowigeno 2003).

Fospor pada Tanaman

(31)

Peran P dalam sel tanaman yaitu menyimpan dan mentransfer energi secara perlahan-lahan yang amat penting karena mempunyai fungsi mempengaruhi proses-proses motabolisme tanaman. Kehadiran P dibutuhkan untuk reaksi biokimia esensial lainnya, transfer ion dan kerja osmotik, reaksi- reaksi fotosintesis dan glikolisis (Marschner 1995).

Fosfor merupakan komponen struktur esensial dalam banyak senyawa-senyawa termasuk fosfolipid, asam nukleat, gula fosfat, nukleotida dan koenzim-koenzim. Peredaran P pada proses fotosintesis dan metabolisme menyediakan energi untuk pertumbuhan tanaman dalam proses-proses reproduksi (Wallingford 1978). Rinsema (1988) berpendapat bahwa P berguna dalam pembentukan biji, merangsang perkembangan akar lateral dan akar halus, serta sangat berguna bagi pertumbuhan kacang-kacangan.

Pemupukan P meningkatkan bobot tajuk, tetapi tidak mempengaruhi bobot akar pada tanaman kedelai umur 16 dan 21 hari (Halmark dan Barber 1984). Pemupukan P juga meningkatkan bobot bintil akar dan jumlah polong tiap tanaman (Setiaatmaja 1974).

Fosfor adalah unsur hara makro kedua yang mutlak diperlukan oleh tanaman. P diserap tanaman hampir seluruhnya dalam bentuk ion hidrogen fosfat, yaitu H2PO4-, dan di dalam tanaman P tidak direduksikan dalam sel menjadi bentuk yang berada pada tingkat oksidasi lebih rendah sebagaimana halnya dengan nitrat dan sulfat (Soepardi 1983).

(32)

7

Setiaatmadja (1974) mengemukakan bahwa pada tanaman leguminosa, P secara tidak langsung merupakan hara yang mempengaruhi aktivitas fiksasi N oleh bakteri rhizobium. Ini terlihat dari berkurangnya pembentukan bintil akar oleh Rhizobium dengan menurunnya kandungan P dalam tanah.

Pemupukan P pada tanaman kedelai sangat nyata berpengaruh terhadap kenaikan hasil. Ismunadji dan Partohardiono (1985) menyatakan bahwa pemupukan P sebanyak 67.5 kg P/ha dapat menaikkan produksi kedelai hingga mencapai 1.5 ton/ha. Hallmark dan Barber (1984) melaporkan bahwa dari hasil percobaannya ternyata penambahan P menaikkan bobot tajuk, bobot akar dan diameter akar primer tanaman kedelai.

Kalsium pada Tanaman

Kalsium (Ca) adalah salah satu unsur esensial dalam tanaman. Ca diperlukan untuk berbagai peranan dalam struktur dinding dan membran sel, penyeimbang kation untuk anion-anion organik dan anorganik dalam vakuola (Marschner 1995).

Tanaman tumbuh dengan Ca yang cukup pada lingkungan alaminya, konsetrasi Ca pada tunas pucuk berkisar antara 0.1-5% bobot kering (Supanjani 2006). Nilai ini menggambarkan ketersediaan Ca dari lingkungan dan keperluan Ca setiap tanaman berbeda. Defiseinsi Ca di alam jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi dalam tanah bila saturasi basa rendah dan atau tingkat deposisi asamnya tinggi (McLaughlin et al. 1999). Meskipun demikian, toleransi terhadap kelebihan Al, Mn dan Fe lebih membatasi tumbuhan di lahan masam dan insensitivitas Fe serta defisiensi P membatasi pertumbuhan di lahan berkalsium (Lee 1999).

Secara umum bila sesaat terjadi kehilangan Ca maka jaringan akan gagal tumbuh. Hal ini terjadi karena Ca tidak dapat mobilisasi dari jaringan tua dan didistribusikan kembali melalui phloem. Hal ini menebabkan jaringan tanaman bergantung pada suplai Ca sesaat dari xilem yang sangat bergantung pada transpirasi (Marschner 1995).

Menurut para ekologis, spesies tanaman dikelompokkan menjadi calcifuges pada tanah dengan Ca rendah dan calcicoles pada tanah berkalsium.

(33)

Calcifuges secara umum lebih baik tumbuh pada lahan dengan konsentrasi Ca2+

rendah pada rhizosfer [(Ca2+)cyt] dan merespon sedikit [(Ca2+)cyt] yang dapat menghambat pertumbuhan. Sebaliknya, mekanisme yang memungkinkan tanaman calcicoles menjaga [(Ca2+)cyt] rendah dengan menginduksi defisiensi Ca (Lee 1999). Pada fenotipe tanaman yang ekspresi berlebih pada Ca2+-transporter dan melepas Ca2+ dari sitoplasma ke vakuola yang memperlihatkan pada gejala defisiensi Ca rendah [(Ca2+)cyt] (Marschner 1995).

Pengapuran dan Pengaruhnya terhadap Tanah dan Tanaman

Pengapuran menurut istilah pertanian adalah penambahan kalsium atau bahan yang mengandung kalsium dan atau magnesium yang dapat mengurangi kemasaman tanah. Istilah kapur pada awalnya berkaitan dengan kalsium oksida (CaO), tetapi beberapa bahan seperti kalsium hidroksida Ca(OH)2, kalsium karbonat (CaCO3), kalsium-magnesium karbonat CaMg(CO3)2 dan terak kalsium silikat juga digunakan sebagai bahan pengapuran dan bentuk CaCO3 lebih banyak digunakan sebagai bahan pengapuran untuk pertanian (Iyamuremye 1996).

Secara umum pengaruh pengapuran terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah telah banyak dikemukakan, antara lain meningkatkan granulasi, struktur tanah menjadi remah, meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd dan merangsang kegiatan mikroorganisme tanah. Pengaruh pengapuran terhadap sifat kimia tanah antara lain meningkatkan pH tanah, menurunkan erapan P (lyamuremye et al. 1996), meningkatkan kejenuhan basa (Tan 1998), meningkatkan kapasitas tukar kation (Philips, Black, dan Cameron 1988), dan meningkatkan kelarutan Cu dan Zn (Salam et al. 1997).

Mekanisme peningkatan pH tanah akibat pengapuran meliputi reaksi penetralan H+ dalam larutan tanah, dan penukaran kation Al serta H pada kompleks pertukaran. Pertukaran anion berlangsung dan menggambarkan pentingnya pengapuran untuk membantu mempertahankan tingkat P tersedia yang lebih tinggi (Soepardi 1983).

(34)

9

Suwarno (1998) melaporkan bahwa pengapuran dolomit pada Andisol dapat meningkatkan kandungan Ca dan Mg bagian atas tanaman.

Genotipe Kedelai Adaptif Lahan Kering Masam

Upaya mengoptimalkan produktivitas kedelai di lahan masam melalui pendekatan genetik dengan penyediaan varietas kedelai adaptif lahan masam memiliki keuntungan yakni biaya murah dan mudah diadopsi oleh petani (Purwantoro et al. 2009).

Spesies tumbuhan secara genetis sangat beragam dalam kemampuannya untuk toleran atau tidak toleran terhadap unsur tidak essensial seperti aluminium dalam konsentrasi tinggi yang menghambat pertumbuhan tanaman. Varietas Sibayak memiliki kemampuan untuk mencegah berpindahnya Al+3 masuk ke ruang bebas pada meristem yang lebih baik dibandingkan varietas lainnya, hingga melindungi pembelahan sel. Hal ini memperlihatkan mekanisme pengikatan pada dinding sel, akibatnya perkembangan akar dapat terjadi dengan sedikit hambatan (Fitter & Hay 1998).

Tahun 2008 sudah banyak varietas unggul kedelai yang dilepas, diantaranya tiga varietas dinilai adaptif lahan kering masam pH 5 dan kejenuhan Al-dd 25-30%, yaitu Tanggamus, Sibayak, dan Nanti dengan produktivitas 1.4 hingga 1.5 ton/ha. Varietas Slamet dan Sandoro juga dinilai toleran terhadap kemasaman tetapi produktivitas lebih rendah (1 ton/ha). Penggunaan varietas toleran pada lahan masam merupakan salah satu alternatif teknologi untuk meningkatkan produktivitas kedelai, selain pengapuran dan penggunaan pupuk organik (Kuntyastuti dan Taufiq 2008).

Respon Kedelai pada Cekaman Kekeringan

Cekaman (stres) kekeringan merupakan salah satu bentuk stres yang sering diteliti pada tanaman semusim. Pada dasarnya tanaman memiliki dua sifat ketahanan terhadap stres kekeringan yaitu toleran (drought tolerance) dan penghindaran (drought avoidance) (Sopandie 2006).

(35)

terhadap kekeringan menunjukkan kemampuan sel-sel tanaman menjaga tegangan air tetap tinggi baik dengan cara menyerap air dan mengirimkannya ke batang dan daun mampu mengurangi kehilangan air dengan penutupan stomata ataupun pembentukan lapisan kutikula pada daun.

Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan menunjukkan sintesis ABA (asam absisi) dalam daun meningkat. ABA ini kemudian menyebabkan sel penjaga mengempis sebelum terjadi penutupan stomata (Xiong et al. 1999). Menurut Moore (1979) peranan ABA dalam proses penutupan stomata adalah menyebabkan sel penjaga mengalami kebocoran K dan penurunan turgor, sehingga stomata menutup. Dalam kondisi kekeringan, maka konsentrasi ABA di dalam sel penjaga naik, sel penjaga kehilangan K dan turgor, stomata menutup, yang selanjutnya melindungi tanaman terhadap kekeringan. Sebaliknya jika tanaman disirami dan kekeringan berkurang, maka konsentrasi ABA dalam sel penjaga turun, K dan turgor naik kembali dan stomata akan terbuka sehingga menyebabkan CO2 dapat masuk ke dalam daun dan fotosintesis dapat berjalan normal kembali.

Ketahanan terhadap cekaman kekeringan bervariasi menurut jenis tanaman (Hsiao dan Acevedo 1975). Telah diketahui juga bahwa tanaman C-4 lebih tahan terhadap kekeringan daripada tanaman C-3 (Hsiao dan Acevedo 1975; Yamada 1984). Hasil-hasil percobaan pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa ketahanan kultivar-kultivar kedelai terhadap cekaman kekeringan adalah berbeda (Brown et al. 1985; Korte et al. 1983; dan Sammons et al. 1979).

(36)

11

Sivakumar dan Shaw (1978) menyatakan bahwa selain menggunakan parameter potensial air daun, juga menggunakan daya hantar stomata (stomatal conductance) dan peningkatan luas daun (leaf area expansion) sebagai indikator

ketahanan terhadap cekaman kekeringan pada tanaman kedelai. Rata-rata harian hambatan stomata dan potensial air daun dan laju peningkatan luas daun yang diukur beberapa kali selama periode pertumbuhan sangat berhubungan dengan perubahan potensial air tanah. Selain itu laju tumbuh relatif (Relative Growth Rate) tanaman kedelai berkorelasi negatif dengan hambatan stomata, potensial air

daun dan laju peningkatan luas daun. Hasil percobaan Brown et al. (1985) menunjukkan bahwa cekaman kekeringan membatasi pertumbuhan akar tanaman kedelai pada tanah lapisan atas, tetapi meningkatkan pada lapisan yang lebih bawah. Akibatnya hasil tanaman akan menurun apabila tanaman mengalami cekaman kekeringan cukup berat terutama bila terjadi pada fase yang paling kritis.

Respon Kedelai pada Budidaya Jenuh Air

Masalah kelebihan air sesaat merupakan keadaan umum yang terjadi pada pola penanaman di daerah tropis dan sub tropis. Kelebihan air ini dapat terjadi karena periode yang panjang dari cuaca basah dan curah hujan tinggi setelah irigasi (Troedson et al. 1983). Di Indonesia masalah kelebihan air juga terjadi pada lahan sawah yang akan dimanfaatkan untuk penanaman kedelai setelah padi dipanen. Keadaan ini disebabkan adanya lapisan kedap air pada kedalaman 15-20 cm di bawah permukaan tanah. Sebaliknya jika air tidak cukup lapisan kedap air membatasi penetrasi perakaran dan tanaman menjadi layu (Griffin et al. 1985).

(37)

Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus menerus, dan membuat tinggi muka air tetap, sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air (Hunter et al. 1980). Tinggi muka air, tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman, karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Troedson et al. 1983). Pertumbuhan dan produksi kedelai dengan budidaya jenuh air lebih tinggi daripada cara irigasi biasa (Hunter et al. 1980; Nathanson et al. 1984; Troedson et al. 1984).

Budidaya jenuh air hampir sama dengan padi sawah. Perbedaannya pada ketinggian muka air. Pada budidaya jenuh air tinggi muka air beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah, sedangkan padi sawah beberapa sentimeter di atas permukaan tanah (Lawn 1985). Irigasi biasanya dilakukan dengan cara alur (Furrow Irrigation) untuk mencukupi kebutuhan evapotranspirasi, irigasi

diberikan berdasarkan angka yang diperoleh dari panel evaporasi dengan interval tertentu sesuai kebutuhan tanaman (CSIRO 1983; Troedson 1983).

(38)

13

Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Pemupukan P dan Ca meningkatkan serapan hara dan produktivitas kedelai. 2. Genotipe kedelai Tanggamus memiliki serapan hara dan produktivitas lebih

tinggi.

3. Terdapat interaksi antara genotipe, pemupukan P dan Ca pada serapan hara dan produktivitas dua genotipe kedelai pada budidaya kering dan jenuh air. 4. Serapan hara dan produktivitas dua genotipe kedelai pada budidaya jenuh air

(39)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Krawangsari untuk budidaya kering dan Tanjungsari untuk budidaya jenuh air Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung, 110 m dpl. Analisis dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai Maret 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas Anjasmoro dan Tanggamus (deskripsi disajikan pada Lampiran 1a dan 1b), pupuk P (P2O5 36%), kapur (CaCO3), inokulan Rhizobium SP, pupuk kandang dan karbufuran-36. Peralatan yang digunakan adalah yang digunakan adalah meteran, cangkul, timbangan analitik, oven, dan termometer tanah.

Metode Percobaan

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan I pada budidaya kering dan percobaan II pada budidaya jenuh air yang pada masing-masing percobaan diberikan perlakuan dan rancangan percobaan yang sama.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak-petak terpisah (split split plot design) pola RAKL (rancangan acak kelompok lengkap) 3 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah pemberian pupuk P terdiri atas 4 taraf, yaitu: 0, 36, 72, dan 108 kg P2O5/ha. Faktor kedua adalah pemberian pupuk Ca terdiri atas 4 taraf, yaitu: 0, 0.5, 1, dan 1.5 ton CaCO3/ha. Faktor ketiga adalah genotipe kedelai yaitu: Anjasmoro dan Tanggamus.

Petak utama adalah dosis pupuk P, anak petak adalah dosis pupuk Ca dan anak anak petak adalah genotipe kedelai. Model linear aditif dari rancangan perlakuan ini adalah sebagai berikut :

(40)

15

Keterangan :

Yijkl = Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan dosis pupuk fosfor taraf ke-j, perlakuan dosis pupuk kalsium taraf ke-k dan perlakuan genotipe taraf ke-l.

µ = Rata-rata umum nilai pengamatan.

ρi = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i.

αj = Pengaruh perlakuan dosis pupuk fosfor pada taraf ke-j.

εij = Pengaruh galat ulangan ke-i dan dosis pupuk fosfor taraf ke-j.

k = Pengaruh perlakuan dosis pupuk kalsium taraf ke-k.

(α )jk = Pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk fosfor taraf ke-j dan perlakuan dosis pupuk kalsium ke-k

εijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, perlakuan dosis pupuk fosfor taraf ke-j dan dosis pupuk kalsium taraf ke-k.

i = Pengaruh perlakuan dosis pupuk kalsium pada taraf ke-l

(αy)jl = Pengaruh interaksi perlakuan fosfor taraf ke-j dan perlakuan dosis pupuk kalsium taraf ke-l.

( y)kl = Pengaruh interaksi perlakuan fosfor taraf ke-j, dan perlakuan genotipe taraf ke-l

(α y)jkl = Pengaruh interaksi perlakuan fosfor taraf ke-j, perlakuan dosis pupuk kalsium taraf ke-k, dan perlakuan genotipe taraf ke-l

εijkl = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, dosis pupuk fosfor taraf ke-j, perlakuan dosis pupuk kalsium taraf ke-k, dan perlakuan genotipe taraf ke-l

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (Anova) pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil analisis berpengaruh nyata, maka data diuji lanjut dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5% (Gomez & Gomez 1976).

(41)

Pelaksanaan Percobaan

Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam yaitu pembajakan serta penggaruan. Selanjutnya dibuat petak dengan ukuran 1,5 m x 2 m x 0,25 m. Bagan petak percobaan disajikan pada gambar Lampiran 4a dan 4b.

Pemberian pupuk P, Ca dan pupuk kandang dilakukan satu minggu sebelum tanam sesuai dengan perlakuan dengan cara diberikan secara tebar yang kemudian di cacah dengan cangkul dan garu sehingga pupuk tercampur dengan tanah. Sebelum tanam benih diberi inokulan Rhizobium sp sebanyak 5 g/kg benih dan karbuuran 75 %/kg benih.

Jarak tanam adalah 20 cm x 25 cm dengan 2 benih per lubang tanam sehingga populasinya 400.000 tanaman per hektar. Penyulaman dilakukan pada umur satu minggu setelah tanam.

Pemeliharaan

Pencegahan serangan hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan fungisida score 250 EC dengan dosis 0,5 1/ha. Pengendalian gulma dilakukan pada umur 3 dan 6 minggu setelah tanam.

Pengamatan

Pengamatan terdiri dari tiga kategori yaitu peubah pengamatan tanaman contoh, peubah pengamatan destruksi tanaman dan peubah pengamatan tanah dan lingkungan. Pengamatan tanaman contoh meliputi:

1 Jumlah daun trifoliate yang sudah terbuka penuh, diamati setiap 2 minggu yaitu 2 minggu setelah tanam (MST), 4, 6 dan 8 MST.

2 Tinggi tanaman (cm) dihitung setiap 2 minggu yaitu 2, 4, 6 dan 8 MST. Tinggi tanaman diukur dari pangkal akar pada permukaan tanah sampai titik tumbuh pada batang utama menggunakan alat bantu penggaris.

(42)

17

4 Jumlah polong isi dan hampa per tanaman dihitung saat panen. Pengumpulan polong dilakukan pada seluruh tanaman pada setiap unit percobaan kemudian dipisahkan berdasarkan kriteria polong yang berisi penuh dan hampa.

5 Bobot biji kering (g) ditimbang setelah biji dikeringkan dalam oven pada suhu 85oC selama 48 jam dengan kadar air ± 12%.

6 Bobot 100 biji kering (g), yaitu dengan cara menimbang hasil tiap petak panen. Pengamatan destruksi pada 6 MST dan 8 MST, dilakukan pada tiap petak tanaman dengan 1 tanaman sampel setiap pengamatan. Peubah pengamatan meliputi:

1 Bobot kering (g) akar, batang dan daun ditimbang setelah dikeringkan dalam oven suhu 85 oC selama 48 jam dengan kadar air ± 12%.

2 Kandungan hara (P dan Ca) jaringan tanaman. Contoh daun diambil dari seluruh bagian daun dan dikeringkan dengan oven suhu 85 oC selama 3 hari. Daun kering dihaluskan dengan alat penggiling. Kandungan P dengan metode pengabuan kering, untuk Ca dengan metode HClO4 +HNO3 dengan Atomic Absorption Spectrometer.

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Budidaya Kering

Analisis Tanah

Hasil analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1 dan hasil analisis berbagai sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Hasil analisis sifat fisik tanah percobaan budidaya kering

Variabel Satuan Hasil Analisis Kriteria

Tekstur

Keterangan: Penilaian kriteria berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1987).

Tabel 1 menunjukkan bahwa tanah yang digunakan bertekstur liat berpasir dengan komposisi liat lebih tinggi dibanding dengan fraksi pasir dan terendah adalah fraksi debu. Komposisi tanah yang demikian dapat memberikan pengaruh baik untuk pertumbuhan tanaman. Pentingnya sifat-sifat fisik tanah yang baik dalam menunjang pertumbuhan tanaman sering tidak disadari karena kesuburan tanah selalu dititikberatkan hanya pada kesuburan kimianya (Rohlini dan Soeprapto 1989).

(44)

19

C/N, kandungan lignin, kandungan polifenol, dan kapasitas polifenol mengikat protein (Handayanto 1997).

Tabel 2 Hasil analisis sifat kimia tanah percobaan budidaya kering di Lampung Selatan

Variabel Satuan Metode Hasil

Analisis Kriteria

Keterangan: Penilaian kriteria berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1987). analisis menunjukkan bahwa kandungan Al tidak terdeteksi sehingga yang paling berpengaruh adalah unsur Fe.

(45)

Serapan Hara P dan Ca

Hasil analisis regresi (Gambar 1 dan 2) menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemupukan fosfor dan kapur dapat meningkatkan serapan hara P dan Ca pada varietas Anjasmoro dan Tanggamus di tanah masam .

a

b

(46)

21

Respon genotipe Anjasmoro dan Tanggamus pada pemupukan P dan kapur terhadap serapan hara P dan Ca (Gambar 1 dan 2) menunjukkan bahwa genotipe Tanggamus lebih responsif terhadap pemupukan kapur untuk meningkatkan serapan hara P dan Ca. Genotipe Anjasmoro lebih responsif terhadap pemupukan P dalam meningkatkan serapan hara P. Responsifnya Tanggamus terhadap pemupukan disebabkan karena Tanggamus merupakan genotipe yang adaptif terhadap lahan kering masam. Hal ini didukung dengan data pertumbuhan yang menunjukkan bahwa Tanggamus memiliki jumlah daun trifoliate (Tabel 4), bobot kering akar (Tabel Tabel 5), bobot kering daun (Tabel 11), jumlah polong isi (Tabel 14) dan bobot per petak (Tabel 14) lebih tinggi dibanding Anjasmoro. Kondisi pertumbuhan yang demikian dapat menyebabkan Tanggamus memiliki serapan hara lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon dua genotipe kedelai terhadap pemupukan P dan Ca merupakan garis linear. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan P dan Ca belum terdapat titik optimum terhadap serapan hara P dan Ca. Kondisi ini terjadi karena pada lahan percobaan merupakan lahan kering, sehingga tanaman mengalami cekaman kekeringan dan ketersediaan P dan Ca pada taraf pemupukan yang diberikan masih rendah. Dengan demikian, tanaman melakukan penyerapan sebesar-besarnya terhadap kebutuhan hara yang digunakan untuk adaptasi dalam merespon cekaman kekeringan. Menurut Sopandie (2006) bahwa suatu genotipe yang mengalami cekaman kekeringan mempunyai hasil yang lebih baik dari genotipe lain karena mampu menjaga tekanan turgor daun, laju transpirasi dan pertukaran CO2 bersih.

(47)

Menurut Suswanto et al. (2007) bahwa pengapuran dapat menghilangkan Fe yang bersifat racun, sehingga unsur hara lainnya menjadi tersedia. Selanjutnya dengan kemampuan Tanggamus yang memiliki bobot kering daun dan bobot kering akar lebih tinggi mampu meningkatkan serapan unsur P dan Ca. Selain itu, tanaman memiliki strategi untuk meningkatkan serapan P dan Ca. Menurut Morgan et al. (2005) dan Hermans et al. (2006) bahwa tanaman meningkatkan proporsi yang lebih besar dari biomassa pada sistem akar. Hal ini tidak hanya untuk mengeksplorasi volume tanah lebih efektif tetapi juga untuk mengeksploitasi setiap bagian tanah yang memiliki ketersediaan Pi tinggi.

a

b

(48)

23

Pertumbuhan Tanaman

Tinggi tanaman

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) menunjukkan bahwa pupuk fosfor berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4 dan 8 MST serta berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 6 MST. Nilai rata-rata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 3.

Pemupukan posfor dengan dosis 36 dan 72 kg P2O5/ha memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini terkait dengan tercukupinya kebutuhan unsur P yang dapat tersedia dalam tanah sehingga dapat meningkatkan serapan hara P. Peningkatan serapan hara P pada tanaman menyebabkan laju fotosintesis meningkat (Kamara et al. 2008). Peningkatan fotosintesis akan mengakibatkan peningkatan akumulasi fotosintat untuk selanjutnya ditransfer keseluruh bagian tanaman yang membutuhkannya dan digunakan sebagai energi dalam pertumbuhan tanaman.

Tabel 3 Pengaruh pupuk fosfor dan genotipe terhadap rata-rata tinggi tanaman

Keterangan: Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

(49)

Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman adalah proses bertambahnya ukuran dari suatu organisme yang mencerminkan bertambahnya protoplasma. Penambahan ini disebabkan oleh bertambahnya ukuran organ tanaman seperti tinggi tanaman sebagai akibat dari metabolisme tanaman yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di daerah penanaman seperti air, sinar matahari dan nutrisi dalam tanah.

Jumlah daun trifoliat dan jumlah cabang

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) menunjukkan bahwa pupuk fosfor berpengaruh nyata terhadap jumlah daun trifoliate pada umur 8 MST dan berpengaruh sangat nyata pada umur 6 MST, sedangkan pada jumlah cabang tidak berpengaruh nyata pada semua umur pengamatan. Pupuk kapur tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun trifoliate dan jumlah cabang pada semua umur pengamatan. Selanjutnya perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun trifoliate pada umur 4, 6, dan 8 MST dan jumlah cabang pada umur 6 MST. Akan tetapi genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada umur 8 MST. Nilai rata-rata jumlah daun trifoliate dan jumlah cabang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh pupuk fosfor dan genotipe terhadap rata-rata jumlah daun trifoliate dan jumlah cabang pada berbagai umur pengamatan

Perlakuan Jumlah Daun Trifoliate (helai) Jumlah Cabang Dosis Fosfor

Keterangan: Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

(50)

25

Tabel 4 menunjukkan bahwa perbedaan genotipe berpengaruh terhadap jumlah daun trifoliate yaitu genotipe Tanggamus memiliki jumlah daun terbanyak pada semua umur pengamatan dibanding genotipe Anjasmoro. Sedangkan untuk jumlah cabang mengalami perbedaan jumlah pada umur 6 MST yaitu genotipe Anjasmoro memiliki jumlah cabang lebih banyak dibanding genotipe Tanggamus. Fosfor merupakan salah satu hara makro esensial bagi pertumbuhan tanaman (Marschner 1995). Fosfor sering menjadi faktor pembatas setelah nitrogen. Unsur fosfor sangat penting karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan (Hakim et al. 1986). Oleh karena itu unsur P perlu ditambahkan dalam peningkatan produksi pertanian. Fosfor juga berperan dalam pembentukan membran sel, misalnya lemak fosfat. Fosfor juga berfungsi meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen (Salisbury dan Ross 1995).

Bobot kering akar

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) menunjukkan bahwa pupuk fosfor berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar pada umur 6 MST dan pupuk kapur berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar pada umur 6 dan 8 MST.

Tabel 5 menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk fosfor dan kapur dapat meningkatkan bobot kering akar, kecuali pada umur 8 MST mengalami penurunan bobot kering akar pada dosis pupuk kapur 1.5 ton/ha. Perlakuan dosis pupuk fosfor tertinggi 108 kg P2O5/ha dan pupuk kapur 1.5 ton/ha pada 6 MST memiliki bobot terberat yaitu 0.259 g dan 0.683 g sedangkan bobot akar terendah pada perlakuan tanpa pupuk fosfor dan tanpa pupuk kapur. Peningkatan dosis pupuk fosfor dan kapur dapat meningkatkan bobot kering akar, kecuali pada umur

8 MST mengalami penurunan bobot kering akar pada dosis pupuk kapur 1.5 ton/ha.

(51)

Tabel 5 Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata bobot kering akar umur 6 dan 8 MST

Perlakuan Bobot Kering Akar (g)

Dosis Fosfor

Keterangan: Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) mununjukkan bahwa adanya interaksi antara pupuk fosfor dengan pupuk kapur yang berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar pada umur 6 dan 8 MST.

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada umur 6 MST seiring peningkatan dosis pupuk fosfor dan dosis pupuk kapur maka bobot kering akar juga mengalami peningkatan. Bobot kering akar terberat yaitu pada perlakuan dosis pupuk fosfor 108 kg P2O5/ha dengan dosis pupuk kapur 1.5 ton/ha sedangkan bobot terendah tanpa pemupukan fosfor dan kapur.

Interaksi perlakuan dosis pupuk fosfor dengan dosis pupuk kapur terhadap bobot kering akar pada 8 MST menunjukkan bahwa bobot kering akar mengalami penurunan pada dosis tertinggi. Akan tetapi, bobot kering akar terberat berada pada interaksi perlakuan dosis pupuk fosfor 72 kg P2O5/ha dengan dosis pupuk

kapur 1 ton/ha.

(52)

27

Tabel 6 Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap rata-rata bobot kering akar pada 6 dan 8 MST

Dosis

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Selanjutnya terdapat interaksi antara pupuk fosfor dengan genotipe yang berpengaruh pada bobot kering akar pada umur 8 MST. Pada tabel 7 terlihat bahwa interaksi masing-masing genotipe dengan dosis pupuk fosfor menunjukkan pengaruh yang berbeda. Interaksi dosis pupuk fosfor dengan genotipe Anjasmoro mencapai bobot kering akar tertinggi pada dosis pupuk fosfor 36 kg P2O5/ha yang selanjutnya mengalami penurunan bobot kering akar seiring penambahan dosis pupuk fosfor, tetapi tidak serendah tanpa dosis pupuk fosfor. Interaksi antara pupuk fosfor dengan genotipe Tanggamus bobot kering akar tertinggi pada dosis pupuk fosfor 72 kg P2O5/ha yang selanjutnya mengalami penurunan bobot kering akar.

Tabel 7 Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan genotipe terhadap rata-rata bobot kering akar pada 8 MST

Dosis Fosfor

(Kg P2O5/ha) Anjasmoro Tanggamus

0 0.41d 0.46c

36 0.57a 0.51b

72 0.48b 0.59a

108 0.46c 0.50b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Bobot kering batang

(53)

nyata terhadap bobot kering batang pada umur 8 MST. Nilai rata-rata bobot kering batang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan dosis fosfor tertinggi menghasilkan bobot kering batang terberat, begitupun dengan dosis pupuk kapur pada 6 MST dan tanpa pemupukan memiliki berat terendah. Sedangkan genotipe Anjasmoro memiliki berat tertinggi pada 6 MST dan 8 MST dibandingkan dengan genotipe Tanggamus.

Kondisi demikian dapat diduga bahwa tanaman kedelai mengalami cekaman kekeringan pada fase vegetatif tidak mampu meningkatkan pertumbuhannya. genotipe Anjasmoro lebih toleran di tanaman pada lahan kering.

Tabel 8 Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata bobot kering batang pada berbagai umur pengamatan

Dosis Fosfor

Keterangan: Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) mununjukkan bahwa adanya interaksi antara pupuk fosfor dengan pupuk kapur yang berpengaruh nyata terhadap bobot kering batang pada umur 6 dan 8 MST. Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot kering batang mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kombinasi perlakuan dosis pupuk fosfor dan dosis pupuk kapur.

(54)

29

perlakuan pupuk fosfor 72 kg P2O5/ha dengan dosis pupuk kapur 1 ton/ha. Sedangkan bobot kering batang terendah tanpa pemupukan fosfor dan kapur. Tabel 9 Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap rata-rata

bobot kering batang pada 6 dan 8 MST Dosis

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf %.

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) mununjukkan bahwa adanya interaksi antara pupuk fosfor dengan genotipe yang berpengaruh nyata terhadap bobot kering batang pada umur 6 MST. Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk fosfor dengan genotipe memiliki bobot kering batang yang berbeda pada 6 MST. Perlakuan dosis pupuk fosfor memberikan peningkatan bobot kering batang pada masing-masing genotipe.

Tabel 10 Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan genotipe terhadap rata-rata bobot kering batang pada 6 MST

Dosis Fosfor

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Bobot kering daun

(55)

Tabel 11 menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk fosfor dan dosis pupuk kapur dapat meningkatkan bobot kering daun pada 6 MST, sedangkan pada 8 MST perlakuan dosis pupuk fosfor 36 kg P2O5/ha memberikan bobot kering daun tertinggi yang selanjutnya bobot kering daun mengalami penurunan seiring dengan peningkatan dosis pupuk fosfor.

Kondisi lahan percobaan yang sangat kering dapat menghambat pertumbuhan tanaman kedelai khususnya bobot kering daun. Hal ini terjadi sebagai respon tanaman kedelai untuk dapat mempertahankan siklus hidupnya. Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap aspek pertumbuhan tanaman meliputi anatomis, morfologis, fisiologis dan biokimia tanaman (Pugnaire et al. 1999). Tabel 11 Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata

bobot kering daun umur 6 MST dan 8 MST Dosis Fosfor

Keterangan: Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

(56)

31

Bobot kering daun tertinggi pada 8 MST yaitu pada interaksi perlakuan dosis pupuk fosfor 72 kg P2O5/ha dengan pupuk kapur 1 ton/ha, sedangkan bobot kering daun terendah pada perlakuan tanpa dosis pupuk fosfor dan tanpa dosis pupuk kapur.

Fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air berpengaruh terhadap menurunnya kecepatan fotosintesis dan luas daun. Tanaman yang terkena cekaman kekeringan menyebabkan potensial air daun menurun, pembentukan klorofil terganggu (Navari-Izzo dan Rascio 1999) dan struktur kloroplas mengalami disintegrasi (Mullet dan Whissit 1996) sehingga tanaman tidak dapat melakukan pertumbuhan dengan normal.

Tabel 12 Pengaruh interaksi pupuk fosfor dengan pupuk kapur terhadap rata-rata bobot kering daun

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Jumlah bintil

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) menunjukkan bahwa pupuk fosfor berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil pada umur 6 MST. Pupuk kapur dan Genotipe tidak berpengaruh nyata. Nilai rata-rata jumlah bintil disajikan pada Tabel 13.

(57)

Tabel 13 Pengaruh pupuk fosfor terhadap rata-rata jumlah bintil pada berbagai

Keterangan: Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Produksi Tanaman

Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 3a) menunjukkan bahwa pupuk fosfor berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong isi. Perlakuan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong isi dan bobot 100 butir. Nilai rata-rata jumlah polong isi, bobot per petak dan bobot 100 butir disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk fosfor 72 Kg P2O5/ha memberikan jumlah polong isi dan bobot per petak tertinggi. Bobot terendah pada perlakuan tanpa pemupukan fosfor. Perlakuan genotipe memberikan hasil yang berbeda yaitu Tanggamus memiliki jumlah polong isi dan bobot per petak tertinggi, sedangkan anjasmoro memiliki bobot butir tertinggi.

Komponen hasil masih cukup rendah bila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki kedua genotipe tersebut (Lampiran 1a dan Lampiran 1b). Hal ini diduga karena kedelai tersebut ditanam pada lahan kering dan pada musim kering. Fagi dan Tangkuman (1985) menegaskan bahwa rendahnya produktivitas kedelai karena keterbatasan air untuk menunjang pertumbuhan yang optimal.

(58)

33

Tabel 14 Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata Jumlah polong isi, bobot per petak dan bobot 100 butir

Perlakuan Jumlah

Anjasmoro 13.74b 43.64b 10.40a

Tanggamus 16.99a 51.36a 7.43b

Keterangan: Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Tabel 15 Nilai koefisien korelasi antara karakter fenotipik kedelai pada budidaya kering

(59)

Korelasi nyata negatif terjadi antara jumlah daun dengan bobot batang (-0.33**), artinya bahwa apabila jumlah daun meningkat maka bobot batang menurun.

Tabel 16 Koefisien lintasan beberapa sifat fenotipik terhadap hasil kedelai pada budidaya kering

Pengaruh Sisa= 0.76

Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung

TT JD JC B100 BA BB BD

Pengaruh Total

TT 0.44 - -0.01 0.00 -0.13 0.00 0.06 0.10 0.47 JD -0.11 0.04 - 0.00 -0.02 0.00 -0.05 -0.03 -0.18 JC -0.01 0.01 -0.01 - 0.05 0.00 -0.01 0.06 0.06 B100 -0.27 0.22 -0.01 0.00 - 0.00 0.04 0.07 0.05 B1 0.01 0.19 0.01 0.00 0.03 - 0.08 0.16 0.47 BB 0.16 0.17 0.03 0.00 -0.07 0.00 - 0.18 0.48 BD 0.24 0.19 0.01 0.00 -0.07 0.00 0.12 - 0.50

Keterangan : TT = Tinggi Tanaman; JD = Jumlah Daun; B100 = Bobot 100 Biji; BA = Bobot Akar; BB = Bobot Batang; BD = Bobot Daun.

(60)

35

Percobaan Budidaya Jenuh Air

Analisis Tanah

Hasil analisis sifat fisik tanah pada lokasi penelitian budidaya jenuh air disajikan pada Tabel 17 dan hasil analisis berbagai sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 18. Tanah yang digunakan bertekstur pasir berdebu untuk percobaan budidaya jenuh air.

Tabel 17 Hasil analisis sifat fisik tanah percobaan budidaya jenuh air

Variabel Satuan Hasil Analisis Kriteria

Tekstur

Keterangan: Penilaian kriteria berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1987).

Hillel (1980) menyatakan bahwa, kesesuaian menyeluruh suatu tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman tidak hanya tergantung pada keberadaan dan jumlah unsur hara dan adanya toksisitas, tetapi juga atas keadaan dan mobilitas air dan udara serta sifat fisik tanah.

Tanah yang didominasi oleh fraksi pasir kasar sampai pasir halus bersifat porous karena tingginya pori aerasi. Aerasi yang lancar akan mendorong terjadinya oksidasi bahan organik menjadi mineral-mineral tanah secara berlebihan. Hal ini sesuai dengan Kohnke (1989) bahwa tanah bertekstur kasar (pasir) mempunyai kandungan bahan organik dan kapasitas menahan air sangat rendah.

(61)

Ratio Carbon-Nitrogen (C/N) merupakan cara untuk menunjukkan gambaran kandungan nitrogen relatif. Ratio C/N dari bahan organik merupakan petunjuk kemungkinan kekurangan nitrogen dan persaingan di antara mikroba-mikroba dan tanaman tingkat tinggi dalam penggunaan nitrogen yang tersedia dalam tanah (Foth 1994). Selanjutnya Hakim et al. (1986) menjelaskan bahwa nilai C/N bahan organik segar menentukan reaksi dalam tanah. Bila C/N bahan organik tinggi maka akan terjadi persaingan N antara tanaman dan mikroba, dalam hal ini N diimmobilisasi. Bila nitrifikasi baik maka C/N akan rendah, dengan demikian bahan organik bisa cepat habis.

Tabel 18 Hasil analisis sifat kimia tanah percobaan budidaya jenuh air

Variabel Satuan Metode Hasil

Analisis Kriteria

Keterangan: Penilaian kriteria berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1987).

(62)

37

Menurut Brady dan Weil (2002) dalam Jamil et al. (2002) bahwa status kesuburan tanah yang rendah terdapat pada hampir semua lahan sawah karena pertanaman terus menerus dengan sedikit atau tidak ada penggantian hara atau kesuburan tanah yang rendah secara alami. Kandungan hara pada lahan penelitian sangat rendah yaitu P tersedia, K tersedia, Ca, Na dan KTK yang sangat rendah.

Serapan Hara Serapan hara P

Serapan hara P daun umur 6 MST pada berbagai dosis pemupukan fosfor dan kalsium disajikan pada Gambar 3. Hasil regresi menunjukkan bahwa perlakuan dosis pemupukan terhadap serapan hara P terdapat titik optimal dosis pemupukan. Serapan hara P optimal pada dosis pemupukan fosfor 72 KgP2O5/ha dan dosis pemupukan kapur 1 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa serapan hara P akan meningkat sampai batas optimum dosis pemupukan dan apabila dilakukan pemupukan dengan dosis yang lebih tinggi maka serapan hara P tanaman kedelai memberikan respon negatif. Disamping itu, akan lebih efisien jika melakukan pemupukan dengan dosis optimum tersebut.

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa gentotipe Anjasmoro dan Tanggamus memiliki respon serapan hara P yang berbeda pada pemupukan fosfor dan pemupukan kapur. Pada pemupukan fosfor genotipe Anjasmoro memiliki serapan hara P yang lebih tinggi pada tanpa dosis pemupukan fosfor dan dosis pemupukan fosfor 36 KgP2O5/ha dibandingkan genotipe Tanggamus.

(63)

a

b

Gambar 3 Serapan hara P daun (mg) tanaman kedelai umur 6 MST; (a) dosis pupuk fosfor dan (b) dosis kapur dua varietas kedelai.

Serapan hara P pada pemupukan kapur menunjukkan bahwa genotipe Tanggamus memiliki serapan hara P tertinggi dibandingkan dengan genotipe Anjasmoro.

(64)

39

ketersediaan P tanah. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pemupukan P mengakibatkan peningkatan pengambilan P dikarenakan adanya konsentrasi P yang lebih tinggi dalam medium atau karena perpanjangan akar atau ke dua-duanya. Posfor secara aktif diserap oleh akar dari larutan tanah dan disimpan dalam tubuh tanaman dalam konsentrasi tinggi. Loveless (1989) menyatakan bahwa fosfor bekaitan dengan mekanisme biokimia yang menyimpan energidan kemudian memindahkannya ke dalam sel-sel yang hidup.

Menurut Hardjowigeno (2003) pemberian kapur umumnya bukan ditujukan untuk menambah Ca ke dalam tanah akan tetapi untuk menaikkan pH tanah yang terlalu asam. Hal ini terlihat dari hasil analisis tanah (Tabel 1) menunjukkan bahwa pH tanah adalah masam. Kondisi pH tanah naik akan berpengaruh terhadap ketersediaan P tanah.

Serapan hara Ca

Serapan hara Ca daun umur 6 MST pada berbagai dosis pemupukan fosfor dan kaisum disajikan pada Gambar 4. Hasil regresi menunjukkan bahwa perlakuan dosis pemupukan terhadap serapan hara Ca terdapat titik optimal dosis pemupukan. Serapan hara Ca optimal pada dosis pemupukan fosfor 72 KgP2O5/ha dan dosis pemupukan kapur 1 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa serapan hara Ca akan meningkat sampai batas optimum dosis pemupukan dan apabila dilakukan pemupukan dengan dosis yang lebih tinggi maka serapan hara Ca tanaman kedelai memberikan respon negatif. Disamping itu, akan lebih efisien jika melakukan pemupukan dengan dosis optimum tersebut.

(65)

a

b

Gambar 4 Serapan hara Ca daun (mg) tanaman kedelai umur 6 MST; (a) dosis pupuk fosfor dan (b) dosis kapur dua varietas kedelai.

Gambar

Tabel 2 Hasil analisis sifat kimia tanah percobaan budidaya kering di Lampung Selatan
Gambar 1  Serapan hara P (a) dosis pupuk fosfor (Kg P2O5/ha); (b) dosis kapur
Gambar 2  Serapan hara Ca (a) dosis pupuk fosfor (Kg P2O5/ha); (b) dosis kapur
Tabel 5   Pengaruh pupuk fosfor, pupuk kapur dan genotipe terhadap rata-rata bobot kering akar umur 6 dan 8 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puja dan puji syukur Peneliti panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata‟ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala limpahan nikmat rahmat dan karunia-Nya

Hasil penelitian menunjukkan : penggunaan alat peraga benda konkrit dalam pembelajaran matematika kelas III materi pengukuran dapat meningkatkan hasil belajar, hal ini dapat

Dipilihnya PeGI sebagai framework/ kerangka kerja dalam menyusun strategi pengembang e-government LAPAN adalah karena PeGI merupakan kerangka kerja yang digunakan

Data tentang pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat tentang filariasis di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan diperoleh melalui wawancara menggunakan

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil post test kedua kelompok, tetapi didapatkan hasil bahwa pelatihan lari kijang jarak 1 meter 8 repetisi 5 set

Sementara untuk daya kembang dan biodegradabilitas mengalami penurunan pada suhu 37 o C selama 7 hari, penurunan ini sudah seperti yang diharapkan karena jika daya

KEPMENPAN NO KEP/25/M.PAN/2/2004 KEPMENPAN NO KEP/25/M.PAN/2/2004 • PROSEDUR • PERSYARATAN • KEJELASAN PETUGAS PELAYANAN • KESOPANAN DAN KERAMAHAN PETUGAS • KEWAJARAN BIAYA

untuk bersedia menjadi responden penelitian yang akan saya lakukan, dengan.. judul “Hubungan Islamic Parenting dengan Sikap Seksual Remaja