PENGGUNAAN PUPUK
LITTER
AYAM BROILER HASIL
PENAMBAHAN ACLINOP DALAM RANSUM DAN
PENABURAN ZEOLIT PADA
LITTER
TERHADAP
PERFORMA TANAMAN BANGUN-BANGUN
(
Coleus amboinicus
, L.)
SKRIPSI
NATALIA GOKMAULI SIAGIAN
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
i RINGKASAN
Natalia Gokmauli Siagian. D24080383. 2012. Penggunaan Pupuk Litter Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Terhadap Performa Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.).
Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K, MS Pembimbing Anggota : Ir. Lidy Herawati, MS
Ekskreta ayam broiler yang menumpuk pada litter basah, seringkali menjadi penyebab penyakit karena merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme bibit penyakit seperti virus, bakteri, telur cacing dan lainnya. Oleh karena itu diperlukan upaya pengurangan limbah tersebut melalui pemanfaatannya sebagai pupuk. Pupuk merupakan bagian penting bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanpa pupuk, tanaman tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui efek pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya dan zeolit pada litternya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour.).
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012, bertempat di rumah kaca Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor masing-masing dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal (Steel et al, 1997). Faktor A adalah taraf pemberian aclinop pada ransum dan faktor B adalah taraf pemberian zeolit pada litter. Peubah yang diamati adalah pertumbuhan tinggi tanaman, pertumbuhan jumlah daun, berat kering daun, berat kering batang dan akar. Hasil yang diperoleh adalah pada periode pertama, faktor A berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan jumlah daun. Pada periode kedua, faktor A berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan jumlah daun dan berat kering (BK) batang, dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan tinggi dan BK daun serta faktor B berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan tinggi tanaman.
Pemberian pupuk dari hasil penambahan aclinop dalam ransum belum memberikan pengaruh nyata pada rataan pertambahan tinggi, produksi berat kering (BK) daun, persentase BK daun, produksi BK batang semu tanaman bangun-bangun pada periode pertama. Pemberian pupuk dari hasil penambahan aclinop sebesar 1% dalam ransum memberikan hasil terbaik pada rataan pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, dan produksi BK daun tanaman bangun-bangun pada periode kedua. Pemberian zeolit pada litter tidak dapat menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun.
ii ABSTRACT
Effect of Using Broiler Farm Fertilizer with Adding Aclinop in Feed and Zeolite on Litter to Growth and Productivity of Bangun-bangun
(Coleus amboinicus, L.)
N. G. Siagian, P. D. M. H. Karti, and L. Herawati
This research aims to measure the effects of fertilizer application of zeolite-containing litter on the growth and production of Coleus amboinicus Lour. The experiment model was a Randomized Completely Design with factorial pattern (12x3) with 2 factors. The first factor was a standard provision of aclinop on the feed, ie, R0 = control, R1 = addition of 1 kg aclinop on the feed R2 = addition of 2 kg aclinop on the feed, and R3 = addition of 3 kg aclinop on the feed. The second factor was the level of provision of the zeolite on the litter, ie, L0 = control, L1 = addition of 2.5 kg of zeolite on the litter, L2 = addition of 5 kg of zeolite on the litter. Observed variable were the growth of plant height, growth in the number of leaves, leaf dry weight, dry weight of stems and roots. The results obtained were in period 1, factor 1 very significant (P <0.01) to increase the number of leaves. In the second period, factor 1 significant effect (P <0.05) against the increase in leaf and stem dry weight, and the very significant effect of the elongation of high yields and leaf dry weight and the factor 2 significant effect (P <0.05) of the elongation plant height.
iii
PENGGUNAAN PUPUK
LITTER
AYAM BROILER HASIL
PENAMBAHAN ACLINOP DALAM RANSUM DAN
PENABURAN ZEOLIT PADA
LITTER
TERHADAP
PERFORMA TANAMAN BANGUN-BANGUN
(
Coleus amboinicus
, L.)
NATALIA GOKMAULI SIAGIAN D24080383
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
iv Judul : Penggunaan Pupuk Litter Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Terhadap Performa Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.)
Nama : Natalia Gokmauli Siagian NIM : D24080383
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K, MS) (Ir. Lidy Herawati, MS) NIP. 19611025 198703 2 002 NIP. 19620914 198703 2 009
Mengetahui, Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001
v RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Natalia Gokmauli Siagian,
dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Desember 1990.
Penulis merupakan anak dari pasangan Ir. Mangasa H.
Siagian dan Ibu Linda Sihombing.
Pada tahun 1996, Penulis masuk Sekolah Dasar
Budi Mulia Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis
melanjutkan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2002
di SMP BPK Penabur Bogor dan lulus pada tahun 2005.
Kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA Budi Mulia
Bogor pada tahun 2005 dan lulus tahun 2008.
Pada tahun 2008, Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
dan memulai masa kuliah pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2009
Penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
September, 2012
vi KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Bapa di Surga atas segala berkat dan karunia-Nya,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Pupuk
Litter Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit
pada Litter Terhadap Performa Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir pada program sarjana di Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Topik yang diangkat Penulis adalah upaya pemanfaatan limbah yang
dihasilkan peternakan ayam broiler dengan penambahan aclinop (zeolit jenis
klinoptilolit) dalam ransum dan zeolit pada litternya sebagai pupuk. Penambahan
zeolit jenis aclinop dalam ransum dapat memperluas permukaan aclinop untuk
menyerap gas amonia yang dihasilkan. Salah satu manfaat zeolit adalah dapat
berfungsi mengatasi masalah polusi dikandang karena didukung sifatnya yang dapat
mempertukarkan ion secara selektif, dan mampu menyerap air serta mengikat gas
amonia (NH₃). Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian dapat meningkatkan
efisiensi penggunaan pupuk dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Kemampuan
zeolit tersebut mendukung upaya pengurangan limbah hasil pemeliharaan ayam
broliler melalui pemanfaatan litter sebagai pupuk.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Penulis
harapkan demi perbaikan diri Penulis pada waktu yang akan datang. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2012
vii
viii
Penghitungan Produksi ... Rancangan Percobaan... Peubah yang Diamati ... Analisis Data ...
HASIL DAN PEMBAHASAN ...
Pupuk dari Litter Berzeolit ... Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode I ... Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode II ...
KESIMPULAN DAN SARAN ...
Kesimpulan ... Saran ...
UCAPAN TERIMAKASIH ...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
15 15 16 17
18
18 22 27
35
35 35
36
37
41
ix
Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun dan Katuk ...
Standar Kualitas Kompos ...
Produksi Berat Kering (BK) Batang Semu...
Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman ...
Rataan Pertambahan Jumlah Daun ...
Produksi Berat Kering (BK) Daun ...
Persentase Berat Kering (BK) Daun ...
Produksi Berat Kering (BK) Batang Semu ...
x DAFTAR GAMBAR
Nomor
1 Tanaman Bangun-Bangun Coleus amboinicus (Lour) ...
Halaman
xi
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman ...
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun ...
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Daun ...
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Batang Semu ...
Analisa Sidik Ragam Persentase Berat Kering Daun ...
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman ...
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun ...
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Daun ...
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Batang Semu ...
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Akar ...
Analisa Sidik Ragam Persentase Berat Kering Daun ...
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan budidaya peternakan ayam broiler dapat meningkatkan jumlah
limbah peternakan, seperti ekskreta yang dihasilkan. Ekskreta ayam broiler yang
menumpuk pada litter basah, seringkali menjadi penyebab penyakit karena
merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme bibit penyakit
seperti virus, bakteri, telur cacing dan lainnya. Salah satu emisi gas beracun yang
ditimbulkan adalah gas amonia yang bersifat toksik dan menyebabkan bau tidak
sedap, sehingga mengakibatkan permasalahan sosial bagi masyarakat di lokasi
peternakan ayam broiler, oleh karena itu diperlukan upaya pengurangan limbah
tersebut melalui pemanfaatan litter sebagai pupuk. Pupuk merupakan bagian penting
bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanpa pupuk, tanaman tidak dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik.
Zeolit adalah kristal terhidrasi dari kelompok alumino silikat yang
mengandung kation yang dapat dipertukarkan dari logam alkali (golongan IA) seperti
natrium dan kalium maupun alkali tanah (golongan IIA) seperti magnesium dan
kalsium. Salah satu manfaat zeolit adalah dapat berfungsi mengatasi masalah polusi
di kandang karena didukung sifatnya yang dapat mempertukarkan ion secara selektif,
dan mampu menyerap air serta mengikat gas amonia (NH₃). Kemampuan menahan
air dan kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi sekitar 200-300 me/100g
menjadikan zeolit sering digunakan sebagai media tanam yang baik untuk
pertumbuhan tanaman (Winarna dan Sutarta, 2005). Aplikasi zeolit dalam bidang
pertanian berfungsi antara lain: meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, kapasitas
tukar kation (KTK) tanah, ketersediaan ion Ca, K, dan P, dan menahan mineral-
mineral yang berguna untuk tanaman serta menyerap air untuk menjaga kelembaban
tanah (Suwardi, 2002).
Hasil penelitian Yuliana (2005) menunjukkkan, bahwa penggunaan zeolit
bersama dengan pupuk kandang ayam menghasilkan pertumbuhan dan produksi
tanaman yang lebih baik daripada pemberian zeolit bersama dengan pupuk kandang
lainnya. Handayani dan Widiastuti (2009) menyatakan bahwa semakin banyak
penambahan zeolit jenis aclinop dalam ransum, maka semakin luas permukaan
2
Aquatic Clinoptilolite yaitu zeolit dari golongan klinoptilolit yang diproduksi oleh
CV. Minatama Lampung (Sutamba, 2011). Hasil tersebut berpeluang besar
diaplikasikan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun (Coleus
amboinicus Lour). Penelitian tanaman bangun-bangun sudah semakin banyak
dilakukan, terutama karena kemampuannya untuk meningkatkan produksi air susu.
Damanik (2005) dan Warsiki et al. (2009) menyatakan, bahwa dengan
mengkonsumsi daun bangun-bangun dapat meningkatkan mineral dalam air susu,
seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium serta meningkatkan berat badan bayi.
Tanaman tersebut mengandung unsur mineral mikro antara lain Cu dan Zn yang
berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh dan dalam proses fisiologis
ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Penelitian ini
merupakan lanjutan hasil penelitian yang berjudul “Efektivitas Penambahan Zeolit
dalam Ransum dan Litter untuk Menurunkan Kadar Amonia dan Hidrogen Sulfida
Ekskreta dan Meningkatkan Kualitas Manur Ayam Broiler” yang dilakukan oleh
Kamaludin (2011) yang menghasilkan pupuk.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek pemberian pupuk dari hasil
pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransum dan zeolit pada litter
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus,
3 TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Botani Coleus amboinicus Lour
Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) adalah terna sekuler
tahunan atau agak menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan agak berbentuk
galah, berbulu halus pada saat muda, dan lokos jika tua. Daun berhadapan, tunggal,
tebal, berdaging, bundar telur melebar, agak bundar atau berbentuk seperti jantung,
dengan luas 5-7 cm x 4-6 cm, permukaan atas berbulu halus tersebar dan pada bagian
pertulangan daunnya berambut panjang, tepi daun beringgit kasat sampai bergigi
kecuali pada bagian pangkal. Panjang tangkai daun 2-4,5 cm dan berbulu halus
(Siagian dan Rahayu, 2000).
Rangkaian bunga terdiri atas 10-20 bunga yang tersusun rapat dalam suatu
gelungan menyerupai bulir, panjang rakis 10-20 cm, berdaging, dan berbulu halus.
Daun pelindung bundar telur melebar, panjang 3-4 cm dan ujung meruncing. Daun
kelopak berbentuk lonceng, panjang 2-4 mm, berbulu panjang dan berkelenjar,
berukuran tidak sama, bergigi 5; gigi atas bundar telur melebar, tumpul; gigi lateral
dan bawah meruncing. Daun mahkota biru, melengkung, panjang 8-12 mm, panjang
tabung 3-4 mm, menyerupai terompet; labium atas pendek, tegak, berbulu sangat
halus; labium bawah panjang dan cekung. Tangkai sari bersatu di bagian bawah
membentuk tabung dan mengelilingi putik. Berbiji satu coklat pucat, permukaannya
licin, agak bulat, pipih dan berukuran 0,7x0,5 mm (Siagian dan Rahayu, 2000).
Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour)
4
Coleus amboinicus Lour merupakan nama universal tanaman bangun-bangun.
Tanaman ini biasanya diramu menjadi bahan pembuat obat tradisional atau
dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil dan menyusui sebagai sayuran yang dimasak
maupun lalapan. Tanaman ini dapat dijumpai hampir diseluruh wilayah Indonesia
dengan berbagai nama. Di daerah Sumatera, Torbangun dikenal dengan nama
Bangun-bangun atau Tarbangun (Damanik et al., 2001), sedangkan di daerah Jawa
atau daerah lainnya, daun Torbangun dikenal dengan nama Ajeran, Acerang, daun
Kucing, daun Kambing, dan Majha Nereng (Madura). Di daerah sekitar Nusa
Tenggara, dikenal dengan nama Iwak dan Kumu Etu (Depkes, 1989). Daun
Torbangun dikenal berbau sangat aromatik, rasanya agak pedas dan agak asam,
menyebabkan rasa getir dan rasa tebal di lidah.
Tanaman ini dalam susunan taksonomi diklasifikasikan (Keng, 1978) seperti
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Phanerogamae
Subdivisi : Spermatophyta
Klas : Angiospermae
Ordo : Tubiflorae
Family : Lamiaceae (Labialae)
Sub Family : Oscimoidae
Genus : Coleus
Species : Coleus amboinicus Lour
Tanaman ini memiliki khasiat sebagai analgetik, obat luka, obat batuk, dan
sariawan (Depkes, 1989). Selain itu, daun Torbangun juga dikenal sebagai antiseptik.
Wijayakusuma et al. (1996), menyatakan bahwa Coleus amboinicus Lour
mengandung minyak esensial yang tersusun atas carvacrol, isoprophyl-o-cresol,
phenol dan sineol. Dalam 120 kg daun Torbangun segar terkandung 25 ml minyak
esensial (kandungan minyaknya ± 0,2%) sehingga menimbulkan efek antiseptik yang
efektif.
Daun Torbangun juga mengandung kalium yang dapat membersihkan darah,
mencegah infeksi, mengurangi rasa nyeri, menimbulkan rasa tenang, dan dapat
5
mengurangi stres yang timbul akibat cuaca panas. Cuaca panas dapat menimbulkan
stres sehingga menurunkan nafsu makan, sekresi air susu, dan bobot badan
(Mepham, 1987).
Menurut Damanik et al. (2006), daun Torbangun juga dapat memberikan
manfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan bayi yang ibunya mengkonsumsi daun
Torbangun karena daun ini dapat meningkatkan sekresi air susu ibu. Peningkatan
volume air susu terjadi karena adanya peningkatan aktivitas sel epitel yang ditandai
dengan meningkatnya DNA dan RNA kelenjar mammae.
Komposisi zat gizi daun Torbangun yang terdapat dalam Komposisi Zat Gizi
Pangan Indonesia (Mahmud et al., 1990) menyebutkan bahwa dalam 100 gram daun
Torbangun mengandung lebih banyak kalsium, besi dan karoten total dibandingkan
dengan daun Katuk (Sauropus androgynus). Data selengkapnya tentang komposisi
zat gizi daun Torbangun dan daun Katuk tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun dan Katuk
Zat Gizi Torbangun Katuk
Energi (kal) 27,0 59
Protein (g) 1,3 6,4
Lemak (g) 0,6 1,0
Hidrat arang (g) 4,0 9,9
Serat (g) 1,0 1,5
Abu (g) 1,6 1,7
Kalsium (mg) 279 233
Fosfor (mg) 40 98
Besi (mg) 13,6 3,5
Karoten total (µg) 13288 10020
Vitamin A - -
Vitamin B1 0,16 -
Vitamin C 5,1 164
Air (%) 92,5 81
6 Pemanfaatan Daun Bangun-Bangun
Daun bangun-bangun biasa diolah oleh masyarakat etnis Batak dalam bentuk
sayur sop. Sayur sop ini diberikan kepada ibu yang baru melahirkan. Mereka percaya
bahwa sayur sop daun bangun-bangun dapat meningkatkan produksi air susu ibu
(ASI) (Damanik et al., 2001 dan 2004).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Damanik et al. (2006),
menyatakan bahwa pada saat minggu kedua (hari ke-14 hingga ke-28 setelah
suplementasi sayur sop daun bangun-bangun), wanita yang telah mengkonsumsi
daun sop bangun-bangun tetap mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas ASI.
Daun bangun-bangun mampu meningkatkan kesehatan wanita pasca melahirkan,
berperan sebagai uterus cleansing agent, dan dalam bentuk sop, daun bangun-bangun
dapat menggantikan energi yang hilang selama proses melahirkan.
Damanik (2005) dan Warsiki et al. (2009) menyatakan bahwa dengan
mengkonsumsi daun bangun-bangun dapat meningkatkan mineral dalam air susu,
seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium serta meningkatkan berat badan bayi.
Tanaman tersebut mengandung unsur mineral mikro antara lain Cu dan Zn yang
berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh dan dalam proses fisiologis
ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan.
Litter
Litter adalah suatu material alas lantai yang berfungsi sebagai penyerap,
sehingga dapat mengurangi tingkat kebasahan lantai kandang, mengurangi materi
feses (nitrogen), menyerap uap air, dan menyediakan lingkungan yang dapat
membantu agar terjaga dari debu. Maka dari itu pengawasan terhadap kualitas litter
sangat penting diperhatikan dalam manajemen perkandangan, karena jika litter tidak
dapat dijaga pada kondisi yang ideal, maka akan menjadi sarang bakteri dan kondisi
yang tidak sehat saat periode produksi menyebabkan berbagai permasalahan,
diantaranya: taraf amonia meningkat (menghasilkan bau), jumlah bakteri pathogen
meningkat, bulu yang kotor, kemerahan pada bantalan kaki, memar atau melepuh
dan secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap berat badan,
pertambahan berat badan, konsumsi pakan dan konversi pakan ayam broiler (Widodo
7 Zeolit
Struktur Kimia
Menurut Flanigen et al. (1993), zeolit adalah kristal terhidrasi dari kelompok
alumino silikat yang mengandung kation yang dapat dipertukarkan dari logam alkali
(golongan IA) seperti natrium dan kalium maupun alkali tanah (golongan IIA) seperti
magnesium dan kalsium. Struktur mineral zeolit berupa kompleks polimer anorganik,
membentuk kerangka berongga yang sangat panjang dan berbentuk tetrahedron dari
AlO4 dan SiO4, satu sama lain dihubungkan oleh ion-ion oksigen. Rongga-rongga
dalam kerangka tersebut membentuk saluran yang meliputi sekitar 50% dari volume
zeolit, pada kondisi normal rongga tersebut terisi oleh kation logam dan molekul air.
Rongga pori dari kristal zeolit tersebut berukuran sekitar 0,3-0,8 nm. Rumus umum
zeolit menurut Gottardi (1978) adalah:
(Mx+My2+) (Al(x+2y) Sin-(x+2y) O2n). MH2O
M+ dan M2+ adalah kation monovalen (Na, K) dan divalen (Mg, Ca, Sr, dan
Ba), x dan y adalah bilangan tertentu, m adalah jumlah molekul air kristal dan n
adalah muatan ion logam.
Pembentukan dan Jenis Zeolit
Menurut Minato (1988), pembentukan deposit mineral zeolit di alam
berlangsung pada jutaan tahun yang lalu dalam lebih dari 1.000 macam cara yaitu di
dalam gunung berapi dan batuan sedimen. Pembentukan mineral zeolit alam diduga
merupakan hasil reaksi antara debu vulkanik dengan air garam, beberapa zeolit juga
terbentuk dari proses hidrotermal seperti pada kabasit, erionit, dan filipsit.
Pembentukan zeolit alam tergantung pada komposisi batuan induk, temperatur,
tekanan-tekanan parsial dari air, pH, dan aktivitas-aktivitas ion tertentu (Saputra,
2006). Hingga kini ditemukan sekitar 40 jenis zeolit alam. Jenis yang banyak
terdapat di Indonesia adalah jenis Klinoptilolit dan Mordenit (Mumpton,1993).
Zeolit Alam
Zeolit alam memiliki struktur yang berbeda-beda tergantung dari lokasi
ditemukannya. Pada umumnya jenis zeolit yang ditemukan di Indonesia adalah
modernit dan klinoptilolit dengan kandungan yang sangat bervariasi. Modernit
8
air lebih tinggi dibandingkan menyerap hidrokarbon (gas). Sebaliknya klinoptilolit
umumnya banyak mengandung silikat sehingga kemampuan menyerap hidrokarbon
lebih tinggi dibandingkan menyerap air (Muchtar, 2005).
Peranan Penambahan Zeolit pada Ransum
Aclinop adalah singkatan dari Aquatic Clinoptilolite, yakni zeolit golongan
klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O adalah zeolit alam yang biasa digunakan
sebagai pakan dan pangan aditif, serta sebagai penyerap gas dan bau. Kemampuan
klinoptilolit ini berasal dari banyaknya pori-pori dan ketahanan yang tinggi terhadap
suhu ekstrim. Klinoptilolit juga dapat menyerap amonia dan gas beracun lainnya dari
udara dan berperan sebagai filter, baik bagi tujuan kesehatan dan penghilang bau
(Polat et al., 2004). Susilawati (2002) melaporkan bahwa penambahan zeolit dalam
ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan
amonia ekskreta. Kandungan amonia pada ekskreta yang diberi ransum yang
mengandung zeolit 5 dan 7% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada ransum yang
mengandung zeolit 2,5% serta nyata lebih tinggi daripada ransum yang tidak
mengandung zeolit (kontrol). Zeolit memiliki kemampuan yang tinggi dalam
menyerap amonia yang terdapat dalam saluran pencernaan. Dalam saluran
pencernaan zeolit akan mengikat amonia yang dihasilkan oleh mikroflora saluran
pencernaan untuk selanjutnya dikeluarkan bersama-sama dengan ekskreta, sehingga
ekskreta ayam dengan ransum yang mengandung zeolit akan mengandung amonia
dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum
tanpa penambahan zeolit.
Peranan Penaburan Zeolit pada Litter
Umumnya peternak ayam broiler di Indonesia menjalankan usaha
pemeliharaan menggunakan kandang sistem all in all out dengan litter atau dikenal
dengan sistem postal. Pada satu sisi sistem ini selain memberikan keuntungan bagi
peternak dalam pengelolaan dan secara finansial menguntungkan, disisi lain
menimbulkan masalah baru yang berkaitan erat dengan keterbatasan litter dalam
menyerap air feses, sehingga litter menjadi basah dan menggumpal. Ditinjau dari
aspek kesehatan hewan, litter yang basah merupakan salah satu sumber penyebab
9
penyakit seperti virus, bakteri, telur cacing dan lain sebagainya. Kondisi tersebut
juga berdampak negatif terhadap kelembababan kandang, polusi kandang dan
mengganggu peternak dan ternak peliharaan akibat terbebasnya gas amoniak. Zeolit
dapat berfungsi mengatasi persoalan polusi kandang karena didukung sifatnya yang
dapat mempertukarkan ion secara selektif serta mampu menyerap air dan mengikat
gas amoniak tersebut (Pattiselanno dan Sangle, 2005).
Zeolit alam dapat menyerap CO, CO2, SO2, H2S, NH3, HCHO, Ar, O2, N2,
H2O, He, H2, Kr, Xe, CH3OH dan gas lainnya. Zeolit dapat digunakan untuk
mengumpulkan gas-gas tersebut dan berfungsi sebagai pengontrol bau. Zeolit dapat
digunakan dalam kandang pada peternakan intensif karena secara signifikan dapat
menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menyebabkan bau yang tidak
diinginkan (Polat et al., 2004). Zeolit menyebabkan percepatan pada penguraian
NH3. Gas amonia (NH3) tersebut ditangkap oleh zeolit namun tidak ditahannya
melainkan dilepaskan terhadap sistem yang miskin NH3 (udara), kemudian
mengambil lagi NH3 dari sistem yang kaya akan NH3 dan melepaskannya lagi
sampai keseimbangan tercapai. Hal ini menyebabkan kadar NH3 dalam pupuk
berkurang. Ini dilakukan karena zeolit mempunyai sifat reversible setelah diaktivasi
(Estiaty et al., 2005). Penambahan zeolit pada litter akan mengurangi kelembaban
litter sehingga menghambat perkembangan dan kerja bakteri pengurai sulfur,
hasilnya produksi gas hidrogen sulfida dapat dikurangi (Sutamba, 2011).
Peranan Zeolit pada Sektor Pertanian
Pengaplikasian zeolit dalam sektor pertanian, yakni dapat meningkatkan
produksi tanaman, mengurangi jumlah penggunaan pupuk, dan meningkatkan
serapan hara (Castaldi et al., 2005), oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai
pupuk, selain itu zeolit juga dapat digunakan sebagai carrier, stabilizer, dan khelator
tanpa mengubah struktur kristalnya. Zeolit juga biasanya dapat meningkatkan pH
tanah (Perez et al., 2008) karena sifatnya yang alkali (Mumpton,1999), mengurangi
pencucian nitrat dan amonium (Perez et al., 2008), meningkatkan konsentrasi P,K,
dan Ca dalam tanah karena zeolit juga dapat menyerap hara tersebut dari penggunaan
10 Standar Kualitas Kompos
Pabrik kompos di Asia pada umumnya memproduksi kompos dari beberapa
macam bahan dasar seperti kombinasi antara limbah agroindustri dan kotoran ternak.
Tipe dan kualitas kompos sering berubah-ubah sehingga perlu adanya standarisasi
baku mutu kompos. Standar kualitas kompos ditunjukkan pada Tabel 2 (SNI, 2004).
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos
Unsur Satuan Minimum Maksimum
Kadar air % 50
pH 6,80 7,49
C-organik % 9,80 32
N total % 0,40
C/N 10 20
P O₅ % 0,10
K O % 0,20 *
CaO % * 25,50
MgO % * 0,60
Fe % * 2,00
Mn % 0,10
Cu Mg/kg * 100
Zn Mg/kg * 500
Keterangan: * Nilainya lebih besar daripada minimum atau lebih kecil daripada maksimum Sumber: Standar Nasional Indonesia (2004)
Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman
Pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang optimal selain ditentukan oleh
kualitas bahan tanam yang digunakan, juga ditentukan oleh faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang penting, diantaranya adalah ketersediaan hara pada media tanam.
Ketersediaan hara pada media tanam dapat dilakukan melalui usaha pemupukan,
diantaranya dengan penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang pada
budidaya tanaman obat (Susanti et al., 2008).
Nutrisi tanaman mengacu kepada bagaimana tanaman mendapatkan,
menyebarkan, dan menggunakan unsur-unsur hara dalam berbagai proses dan reaksi
11
Unsur-unsur tersebut disebut hara tanaman (plant nutrients). Semua proses atau
reaksi alih bentuk hara menjadi bagian sel atau digunakan untuk berbagai proses
energi di dalam tanaman hidup disebut metabolisme, oleh karena itu nutrisi tanaman
dan metabolisme tanaman berhubungan sangat erat. Dalam arti luas, nutrisi tanaman
meliputi proses serapan dan asimilasi hara, fungsi hara dalam metabolisme, dan
kontribusinya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (Munawar, 2011).
Peranan Unsur Hara Makro N, P, K, Ca dan Mg
Unsur hara makro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah besar (0,1-5%). Nirogen bersama-sama P dan K sering disebut juga hara
primer, karena merupakan unsur yang paling sering menjadi faktor pembatas
pertumbuhan tanaman. Unsur Ca dan Mg termasuk dalam unsur hara sekunder, yang
jumlahnya di dalam tanah pada umumnya dapat mencukupi kebutuhan tanaman
(Munawar, 2011).
Kandungan N di dalam jaringan tanaman sekitar 2-4% bobot kering tanaman.
Nitrogen merupakan penyusun dari banyak senyawa organik penting di dalam
tanaman, seperti asam-asam amino, protein, dan asam nukleat, dan merupakan
bagian dari proses yang terlibat dalam sintesis dan transfer energi. Nitrogen
merupakan bagian dari klorofil yang bertanggungjawab terhadap fotosintesis.
Nitrogen membantu pertumbuhan tanaman, peningkatan produksi biji dan buah, dan
meningkatkan kualitas daun dan pakan ternak (Munawar, 2011).
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara esensial yang memiliki
reaktivitas tinggi terhadap partikel tanah. Kondisi tersebut menyebabkan, jika P larut
dari pupuk diberikan ke dalam tanah, P akan cepat mengalami reaksi dengan partikel
liat dan senyawa-senyawa Fe dan Al di dalam tanah kemudian akan berubah menjadi
bentuk-bentuk tidak atau kurang tersedia bagi tanaman. Proses ini lazim disebut
dengan fiksasi P. Fosfor mempunyai fungsi dan peran yang sangat vital dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fungsi yang paling esensial adalah
keterlibatannya dalam penyimpanan dan transfer energi di dalam tanaman. Fosfor
merupakan bagian esensial proses fotosintesis dan metabolisme karbohidrat sebagai
fungsi regulator pembagian hasil fotosintesis antara sumber dan organ reproduksi,
pembentukan inti sel, pembelahan dan perbanyakan sel, pembentukan lemak dan
12
Penambahan kalium (K) ke dalam larutan tanah, terutama dengan dosis tinggi
akan meningkatkan jumlah K dapat ditukar dan K terfiksasi. Hal sebaliknya,
penyerapan K oleh tanaman atau pelindian K cenderung akan mengubah K terfiksasi
menjadi bentuk lebih tersedia. Unsur K esensial dalam fotosintesis karena terlibat di
dalam sintesis ATP, produksi dalam aktivitas enzim-enzim fotosintesis (seperti
RuBP karboksilase), penyerapan CO2 melalui mulut daun, dan menjaga
keseimbangan listrik selama fotofosforilasi di dalam kloroplas. Kalium juga terlibat
dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis (assimilate) dari daun melalui floem ke
jaringan organ reproduktif dan penyimpanan (buah, biji, ubi, dan lain-lain) (Havlin et
al., 2005).
Kalsium (Ca) merupakan hara makro esensial yang terangkut dalam tanaman
melalui aliran transpirasi. Defisiensi Ca biasanya berhubungan dengan
ketidakmampuan tanaman untuk memindahkan Ca cukup ke bagian tanaman. Unsur
ini memainkan peranan penting di dalam tanaman. Kalsium menjadi bagian dari
struktur sel, yaitu dinding dan membran sel, dan diperlukan dalam pembentukan atau
pembelahan sel-sel baru, yakni yang terdapat pada benang-benang (spindels) miosis.
Selain itu, unsur Ca juga memainkan peranan penting di dalam pemanjangan sel dan
menjaga struktur membran di dalam tanaman (Havlin et al., 2005).
Peran penting Magnesium (Mg) di dalam tanaman adalah sebagai komponen
molekul klorofil pada semua tanaman hijau, dan berperan penting pada hampir
seluruh metabolisme tanaman dan sintesis protein (Jones, 1998) . Pengangkutan Mg
di dalam tanaman sama seperti Ca, yang bergerak ke atas dalam sistem transpirasi.
Namun, perbedaannya adalah Mg bersifat mobil di dalam floem, sehingga dapat
ditranslokasikan dari bagian tanman yang tua ke bagian yang lebih muda (Munawar,
2011).
Peranan Unsur Hara Mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn
Unsur hara mikro meliputi sejumlah unsur yang dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah sangat sedikit, sehingga sering disebut juga sebagai unsur minor.
Unsur hara mikro memainkan banyak peran kompleks di dalam nutrisi tanaman,
terutama di dalam sistem enzim. Beberapa unsur mikro merupakan bagian esensial
dari reaksi kompleks pada proses fotosintesis dan proses metabolisme yang lain
13
Unsur besi (Fe) diperlukan untuk berfungsinya sejumlah enzim di dalam
tanaman, terutama yang terlibat di dalam reaksi oksidasi dan reduksi di dalam
respirasi dan fotosintesis (Havlin et al., 2005). Besi berfungsi sebagai katalis atau
bagian dari sistem enzim yang terkait dalam pembentukan klorofil (Munawar, 2011).
Mangan (Mn) penting bagi pembentukan kloroplas dan terlibat di dalam
aktivitas enzim pada fotosintesis, respirasi, dan metabolisme N. Ion Mn2+
mengaktifkan beberapa enzim, seperti dekarboksilase dan dehidrogenase yang
terlibat dalam siklus Krebs pada unsur ini diperlukan evolusi oksigen di dalam
fotosintesis (Munawar, 2011).
Di dalam tanaman, unsur tembaga (Cu) merupakan komponen esensial
sejumlah enzim tanaman, seperti diamin oksidase, askorbat oksidase, o-difenol
oksidase, sitokrom-c oksidase, superoksid dismutase, plastosianin oksidase, dan
kuinol oksidase. Tanpa adanya pasokan Cu yang cukup, enzim-enzim tersebut tidak
akan aktif dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Munawar,
2011).
Tanaman menyerap seng (Zn) sebagai kation Zn2+ dan sebagai kompleks
organik sintetis alami. Di dalam tanaman, Zn berperan sebagai komponen
enzim-enzim atau ko-faktor sejumlah enzim-enzim termasuk triptofan dan auksin (hormon
pertumbuhan tanaman). Kegunaan unsur mikro Zn bagi pertumbuhan tanaman
adalah sebagai pembentukan hormon tumbuh, katalis pembentukan protein, dan
14 MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Cikabayan Laboratorium Lapang
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Oktober 2011 sampai Maret 2012.
Materi Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, sekop, timbangan,
polybag, paranet, penyiram air, dan saringan plastik. Bahan-bahan yang digunakan
pada penelitian ini adalah tanah, pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi
aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litternya, bahan tanam (stek)
tanaman bangun-bangun (Coleus ambonicus Lour.), dan air.
Prosedur Pupuk
Pupuk yang diperoleh merupakan pupuk hasil dari penelitian Kamaludin
(2011). Pupuk tersebut diperoleh dari pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop
pada ransum dan zeolit pada litter. Pada saat ayam broiler berumur 1-35 hari,
dilakukan penambahan aclinop ke dalam ransum dengan taraf yang berbeda yaitu 0;
1,0; 2,0; 3,0 kg/100 kg ransum (R0, R1, R2, dan R3). Pada saat ayam broiler
berumur 21 hari, dilakukan penaburan zeolit pada litter dengan taraf yang berbeda
yaitu 0; 2,5 dan 5 kg/m2 litter (L0, L1, dan L2). Campuran antara ekskreta ayam
broiler dan litter tersebut digunakan sebagai pupuk pada penelitian ini.
Persiapan Rumah Kaca
Persiapan rumah kaca dilakukan dengan menyediakan tanah sebanyak 384 kg
(8 kg/polybag x 3 ulangan) kemudian dikering udara dan disaring. Persiapan pupuk
dilakukan dengan menimbang sebanyak 1 kg/polybag/perlakuan. Pupuk yang
merupakan pupuk dari hasil penelitian yang berjudul “Efektivitas Penambahan Zeolit
dalam Ransum dan Litter untuk Menurunkan Kadar Amonia dan Hidrogen Sulfida
Ekskreta dan Meningkatkan Kualitas Manur Ayam Broiler” yang dilakukan oleh
15
berukuran 10 kg. Setelah semua siap, maka bahan tanam (stek) dapat dipersiapkan
untuk selanjutnya dilakukan penanaman.
Penanaman
Pertama-tama disiapkan polybag berisi campuran tanah dan pupuk dari litter
berzeolit. Setelah itu, dilakukan penanaman stek ke dalam campuran tanah tersebut.
Setiap polybag terdiri dari tiga stek tanaman bangun-bangun.
Pemeliharaan
Selama dua minggu awal pemeliharaan, tanaman diberikan naungan (90%)
dengan menggunakan paranet. Seluruh tanaman dipelihara dengan menyiramnya
secara teratur. Penyiraman dilakukan dengan volume air yang sama (250 ml) saat
pagi hari pada setiap perlakuan dan ulangan. Pemberian pupuk hanya dilakukan pada
awal periode pertama saja, pada periode kedua tidak dilakukan pemberian pupuk
kembali.
Pengukuran
Periode pertama pengukuran dilakukan pada tiga bulan masa tanam, dan
periode kedua dilakukan selama dua bulan masa tanam. Pengukuran tersebut
dilakukan satu minggu sekali meliputi pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun.
Penghitungan Produksi
Penghitungan produksi dilakukan dua kali, yakni pada periode pertama dan
periode kedua. Panen periode pertama dilakukan setelah tiga bulan masa tanam dan
panen periode kedua dilakukan setelah dua bulan panen pertama dilakukan. Pada saat
panen pertama, dilakukan penghitungan berat segar batang semu dan daun. Pada
saat panen kedua, dilakukan penghitungan berat segar seluruh bagian tanaman, yakni
daun, batang semu dan akar. Setelah itu, dilakukan pengeringan dengan oven pada
temperatur 60 °C kemudian pada temperatur 105 °C pada daun, batang semu dan
akar. Pengeringan pada daun dan akar dilakukan tanpa sampling. Pengeringan pada
batang semu dilakukan dengan pengambilan sampling.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
16
adalah pupuk litter dengan taraf pemberian aclinop pada ransum dan faktor kedua
adalah pupuk litter dengan taraf penaburan zeolit pada litter, yaitu:
Faktor pertama (A) : RA0 = tanpa penambahan aclinop dalam ransum
RA1 = penambahan 1 kg aclinop dalam 100 kg ransum
RA2 = penambahan 2 kg aclinop dalam 100 kg ransum
RA3 = penambahan 3 kg aclinop dalam 100 kg ransum
Faktor kedua (B) : LZ0 = tanpa penaburan zeolit pada litter
LZ1 = penaburan 2,5 kg zeolit/ m3litter
LZ2 = penaburan 5 kg zeolit/ m3litter
Peubah yang Diamati
1. Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman merupakan panjang vertikal tanaman
bangun-bangun dari atas tanah hingga bagian tanaman tertinggi. Tinggi
tanaman diukur pada periode panen pertama dan kedua.
2. Jumlah Daun. Jumlah daun dihitung meliputi daun-daun yang sudah mekar
secara sempurna. Jumlah daun diukur pada periode panen pertama dan kedua.
3. Produksi Berat Kering Daun (PBKD). Produksi berat kering daun dihitung
pada periode panen pertama dan kedua, dengan cara:
4. Persentase Berat Kering Daun (% BKD). Persentase berat kering daun
dihitung pada periode panen pertama dan kedua, dengan cara:
5. Produksi Berat Kering Batang Semu (PBKBS). Produksi berat kering batang
semu dihitung pada periode panen pertama dan kedua. Berat segar batang
semu periode pertama dihitung dengan mengambil bagian ranting dari setiap
percabangan yang ada, sedangkan berat segar batang semu periode kedua
dihitung dengan mengambil seluruh bagian batang yang ada. Produksi berat
17
6. Produksi Berat Kering Akar (PBKA). Produksi berat kering akar dihitung
pada periode panen kedua saja, dengan cara:
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam (ANOVA pola
18 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pupuk dari Litter Berzeolit
Analisis yang dilakukan pada pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang
diberi aclinop pada ransum dan ditaburkan zeolit pada litternya adalah meliputi kadar
air, pH, C-organik, N total, C/N, P O₅, K O, CaO, MgO, Fe, Mn, Cu, Zn, dan KTK
seperti tersaji pada Tabel 3. Menurut SNI (2004) kandungan standar minimum C/N
adalah 10 dan maksimum 29. Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai rasio C/N yang
memenuhi standar SNI (2004) pada penelitian ini adalah pupuk RA0 LZ0, RA1 LZ0,
RA1 LZ2, RA2 LZ1, dan RA3 LZ0. Hubungan C dan N menentukan nilai dari bahan
atau paling tidak menentukan tindakan yang harus dilakukan agar penambahan bahan
organik bermanfaat untuk perbaikan kondisi tanah. Hubungan ini disebut dengan
rasio (nisbah) karbon : nitrogen (C/N). Pentingnya rasio C/N suatu bahan terkait
dengan pengaruh bahan tersebut terhadap ketersediaan N bagi tanaman dan tingkat
laju dekomposisi bahan di dalam tanah. Rasio C/N yang rendah berarti bahan
mengandung banyak N dan mudah terdekomposisi, sehingga cepat memasok N bagi
tanaman. Keadaan sebaliknya, bahan-bahan dengan rasio C/N yang tinggi akan sulit
terdekomposisi dan dapat menyebabkan kekahatan N pada tanaman. Jika hanya
sedikit N yang terkandung dalam residu tanaman, jasad renik akan menggunakan N
inorganik di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan N, sehingga jasad renik
bersaing memperoleh N dengan tanaman dan mengurangi jumlah N yang tersedia
bagi pertumbuhan tanaman. Peristiwa ini disebut dengan imobilisasi N (Munawar,
2011).
Menurut SNI (2004) kandungan standar minimum P adalah 0,1%. Hasil
analisa kadar P O₅ pada pupuk dari litter berzeolit adalah 1,63%-3,44%, hasil
tersebut memenuhi standar minimum SNI (2004). Kecukupan P dapat meningkatkan
kekuatan jerami tanaman sereal dan kapasitas sematan N oleh legum, dan ketahanan
tanaman terhadap penyakit akar. Dilaporkan juga bahwa pasokan P yang cukup dapat
meningkatkan kualitas buah, pakan ternak, sayuran, dan biji tanaman (Havlin et al.,
2005).
Kadar K O pupuk yang dihasilkan berkisar 2,09%-2,74%. Nilai K tersebut
19
Tabel 3. Komposisi Mineral Menurut Perlakuan
Komposisi
20
buah-buahan dan sayuran (jeruk, pisang, tomat, kentang, bawang, dan lain-lain),
pasokan K yang cukup dapat memperbaiki ukuran, warna, rasa, kulit buah yang
penting untuk penyimpanan dan pengangkutan, oleh karena itu, pasokan K yang
cukup akan menjamin fungsi daun selama pertumbuhan buah dan jumlah gula pada
buah. Kation K terlibat dalam menjaga potensial osmotik tanaman, seperti
pengaturan pembukaan dan penutupan stomata, sehingga dalam tanaman terjadi
pertukaran gas dan air dengan atmosfer. Keadaan tersebut membuat tanaman mampu
menjaga kondisi air di dalam tanaman pada kondisi tercekam (stress), seperti akibat
salinitas. Tanaman dengan kandungan K tinggi memerlukan jumlah air yang lebih
rendah daripada tanaman yang kekurangan K untuk memproduksi jumlah biomassa
yang sama. Pasokan K yang cukup dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh
tanaman (Munawar, 2011).
Hasil analisa CaO menunjukkan bahwa nilai Ca yang dihasilkan berkisar
2,32%-3,84%. Nilai Ca tersebut sudah memenuhi standar maksimum SNI (2004),
yakni kadar Ca pupuk sebesar 25,50%. Namun demikian, ion Ca2+ di dalam tanaman
tidak mudah bergerak. Setelah terangkut ke dalam tanaman, Ca2+ bergerak bersama
air transpirasi ke dalam xilem. Ketika sudah berada di dalam daun, hanya sedikit
translokasi Ca2+ berlangsung di dalam floem, sehingga pasokan Ca2+ ke dalam akar
dan organ penyimpan kurang. Karena Ca tidak mudah bergerak di dalam tanaman,
ketika pasokan Ca kurang, pengaruhnya akan terlihat pada bagian-bagian tanaman
yang masih berkembang (meristematis), seperti daun-daun muda, titik-titik tumbuh
pada batang, maupun akar.
Nilai Mg pada pupuk berkisar antara 0,35%-0,45%. Hasil tersebut sudah
memenuhi standar maksimum SNI (2004), yakni sebesar 0,60%. Tanaman
membutuhkan Mg lebih sedikit daripada Ca. Kenampakan gejala kekahatan Mg
beragam diantara jenis tanaman, tetapi ada ciri-ciri yang umum berlaku untuk semua
jenis tanaman. Tanaman yang kahat atau kekurangan Mg menunjukkan gejala
klorosis atau menguning pada daerah antartulang daun tua, daun-daun keriting tegak
sepanjang bagian tepinya, dengan sisi bawah daun dan pucuk tetap berwarna hijau
(Havlin et al., 2005).
Hasil analisa Fe menunjukkan bahwa nilai Fe berkisar 1976-3630 ppm, hasil
21
umum 50 ppm Fe merupakan titik kritis bagi sebagian besar tanaman dan dibawah 50
ppm tanaman mengalami kekahatan (Jones, 1998; Havlin et al., 2005). Gejala-gejala
kekahatan Fe muncul pertama kali pada daun-daun muda, karena Fe tidak mobil di
dalam tanaman. Daun muda mengalami klorosis diantara tulang daun, kemudian
menyebar cepat ke seluruh daun. Pada kondisi paling parah, daun-daun muda
mengering dengan tulang-tulang daun tetap hijau, dan pucuk-pucuk daunnya
berwarna coklat (Munawar, 2011).
Hasil analisa Mn menunjukkan bahwa nilai Mn berkisar 220-367 ppm, hasil
tersebut sudah memenuhi standar SNI (2004), yakni maksimum 1.000 ppm.
Konsentrasi Mn di dalam tanaman beragam, dari 20 ppm hingga 500 ppm, dengan
batasan kritis sekitar 10-20 ppm bagi sebagian besar tanaman. Mineral Mn
merupakan unsur yang tidak mobil di dalam tanaman, sehingga gejala-gejala
kekahatan Mn berawal dari daun-daun muda. Kekahatan Mn menyebabkan klorosis
antartulang daun pada kebanyakan tanaman dan terjadi bercak-bercak berwarna
kecokelatan atau abu-abu dan nekrosis, dengan tulang-tulang daun yang masih hijau
(Havlin et al., 2005).
Nilai Cu pada pupuk berkisar antara 168-295 ppm, hasil tersebut melebihi
standar maksimum SNI (2004), yaitu maksimum 100 ppm. Konsentrasi Cu yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman. Bahkan dilaporkan
bahwa toksisitas Cu terhadap akar tanaman dapat mencapai 5-10 kali lebih besar
daripada toksisitas Al (Jones, 1998). Keracunan tanaman oleh Cu ditandai dengan
pertumbuhan tanaman yang lambat terutama pada akar dan terjadinya klorosis. Bagi
kebanyakan tanaman, tingkat kritis yang beracun untuk Cu dalam daun adalah diatas
20-30 ppm. Selain itu, konsentrasi Cu yang berlebihan juga dapat memicu terjadinya
kekahatan Fe (Jones, 1998).
Nilai Zn pada pupuk berkisar antara 127-248 ppm, hasil tersebut sudah
memenuhi standar SNI (2004), yaitu maksimum 500 ppm. Keracunan tanaman oleh
Zn dapat terjadi jika konsentrasinya di dalam tanaman melebihi 400 ppm. Keracunan
mengakibatkan pertumbuhan akar buruk atau gagal, yang mengakibatkan daun-daun
menguning dan akhirnya mati. Tanaman kacang tanah dan kedelai diketahui sensitif
22
Penambahan aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter cukup
efektif dalam meningkatkan nilai KTK pupuk yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai
KTK pada pupuk maka semakin baik penggunaan KTK pada tanah (Kamaludin,
2011). Tabel 3 memperlihatkan hasil analisis nilai KTK berkisar 28,40-45,98
cmol/kg. Nilai KTK tersebut berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf
Pusat Penelitian Tanah, 1983) termasuk kriteria tinggi sampai sangat tinggi. Nilai
KTK berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah dikatakan tinggi apabila KTK
yang dimiliki sebesar 25-40 (cmol (+)/kg) dan sangat tinggi apabila KTK sebesar
>40 (cmol (+)/kg) (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983). Kapasitas tukar kation lebih
besar 15 cmol (+) kg-1 memiliki kapasitas memegang kation hara Ca2+, Mg2+, NH4+,
Cu2+, Fe2+, dan Mn2+ (Munawar, 2011). Kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah
berguna bagi tanaman untuk mempermudah penyerapan unsur hara dan menambah
kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara yang berada didalam tanah
(Kamaludin, 2011). Menurut Suwardi (1999), sifat-sifat kimia yang penting dari
zeolit adalah kapasitas tukar kation (KTK), basa-basa yang dapat dipertukarkan, dan
susunan kimia. Nilai KTK yang dimiliki oleh zeolit merupakan dasar dari berbagai
penggunaan zeolit pada berbagai bidang, termasuk pemanfaatan untuk meningkatkan
KTK pada tanah-tanah yang memiliki KTK rendah. Ada hubungan yang erat antara
KTK dan kandungan zeolit, semakin tinggi kandungan zeolit maka nilai KTK
semakin tinggi. Menurut mumpton (1984), kation-kation yang dapat dipertukarkan
ataupun molekul air yang terdapat pada zeolit tidak terikat secara kuat dalam
kerangka karena dapat dipertukarkan secara mudah dengan cara pencucian dengan
larutan yang mengandung kation lain.
Hasil analisis yang dilakukan pada pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler
menunjukkan bahwa pemberian aclinop pada ransum dan zeolit pada litternya dapat
meningkatkan nilai KTK, K, Ca, dan Fe. Hal ini terlihat dari nilai KTK, K, Ca dan
Fe pada kontrol yang lebih kecil bila dibandingkan dengan adanya penambahan
aclinop pada ransum ataupun zeolit pada litternya yang memiliki KTK lebih tinggi.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode I
Tabel 4 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertambahan
tinggi tanaman bangun-bangun per minggu selama periode I (3 bulan masa tanam).
23
bangun-bangun diperkirakan terjadi selama 3 bulan masa tanam. Rataan umum
pertambahan tinggi tanaman adalah 3,74±0,4 cm/minggu dengan kisaran 3,20-4,48
cm/minggu. Pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan
aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya tidak
berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun. Namun
semakin tinggi taraf penggunaan aclinop dalam ransum maka pupuk yang dihasilkan
cenderung meningkatkan pertambahan tinggi tanaman, sementara taraf penaburan
zeolit yang semakin tinggi pada litter menurunkan pertambahan tinggi tanaman.
Tabel 4. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman
Ransum Litter Rataan
LZ0 LZ1 LZ2
--- (cm/tanaman/minggu) ---
RA0 4,22±0,6 3,38±0,3 3,65±0,4 3,75±0,4
RA1 3,81±1,1 3,20±0,5 3,51±0,3 3,51±0,3
RA2 3,93±0,7 3,99±0,3 3,59±0,9 3,84±0,2
RA3 3,78±1,3 4,48±0,7 3,38±0,9 3,88±0,6
Rataan 3,94±0,2 3,76±0,6 3,53±0,1 3,74±0,4
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2litter.
Tabel 5 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertambahan
jumlah helai daun tanaman bangun-bangun per minggu pada periode I. Rataan
pertambahan jumlah daun tanaman per minggu sebesar 8,58±1,8 dengan kisaran 7-13
helai. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk dari hasil penambahan
aclinop dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan
jumlah daun tanaman bangun-bangun, pupuk dari RA3 (10,7 helai/tanaman/minggu)
berbeda sangat nyata dari tiga pupuk lainnya yang tidak berbeda nyata jumlah
pertambahan daun tanaman bangun-bangunnya, yakni masing-masing pupuk RA0
(8,3±0,6 helai), RA1 (7,3±0,6 helai), dan RA2 (8,0±1,0 helai). Dilihat pada data
pupuk dari penaburan zeolit pada litter ternyata semakin tinggi taraf penaburan zeolit
pada litter menghasilkan pertambahan jumlah daun yang semakin banyak yaitu LZ0
24
Tabel 5. Rataan Pertambahan Jumlah Daun
Ransum
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. Superskrip dengan huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01).
Tabel 6 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap produksi berat
kering daun tanaman bangun-bangun pada periode I. Produksi suatu tanaman
merupakan resultante dari proses fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan
translokasi bahan kering ke dalam hasil tanaman. Pertambahan luas daun sangat
penting, karena pengaruhnya terhadap total produksi bahan kering mendekati 70%,
sedangkan sumbangan tingkat fotosintesa hanya 30% (Jumin, 2005). Menurut Djukri
dan Purwoko (2003), daun tanaman yang lebih lebar, maka klorofilnya lebih banyak
yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan cahaya tersebut akan diubah menjadi
energi kimia untuk menghasilkan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Hasil bahan
Tabel 6. Produksi Berat Kering (BK) Daun
Ransum Litter Rataan
Rataan 13,76±2,9 11,91±0,9 12,78±1,0 12,81±1,8
25
kering tanaman hijau hampir 90% dibentuk dari fotosintesis (Jumin, 2005). Rataan
produksi berat kering daun tanaman bangun-bangun selama penelitian adalah
12,81±1,8 g/polybag dengan kisaran 10,68-16,65 g/polybag. Pemberian pupuk hasil
pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop pada ransum dan penaburan
zeolit pada litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berat
kering daun tanaman bangun-bangun periode I.
Tabel 7 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap persentase berat
kering daun tanaman bangun-bangun pada periode I. Hasil analisa sidik ragam
menunjukkan, pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan
penambahan aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya
tidak berpengaruh nyata dalam mempengaruhi persentase berat kering daun tanaman
bangun-bangun. Rataan persentase berat kering daun tanaman bangun-bangun
periode I sebesar 7,30±0,6% dengan kisaran 6,43%-9,04% BK.
Tabel 7. Persentase Berat Kering (BK) Daun
Ransum Litter Rataan
LZ0 LZ1 LZ2
--- (%) ---
RA0 9,04±3,0 6,91±0,6 7,16±0,4 7,70±1,2
RA1 7,15±0,8 7,37±0,7 7,42±0,4 7,31±0,1
RA2 6,43±0,4 7,06±0,6 7,26±0,4 6,92±0,4
RA3 7,60±0,8 7,06±0,7 7,18±0,5 7,28±0,3
Rataan 7,56±1,1 7,10±0,2 7,26±0,1 7,30±0,6
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2litter.
Tabel 8 menunjukkan pengaruh penggunaan pupuk hasil pemeliharaan ayam
broiler dengan tanpa penambahan aclinop pada ransum dan dengan tanpa penaburan
zeolit pada litter terhadap produksi berat kering batang semu tanaman
bangun-bangun. Pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan
aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya tidak
26
bangun-bangun periode I. Produksi berat kering batang tanaman bangun-bangun
periode I berkisar 5,13-8,92 g BK/polybag dengan rataan 6,92±1,2 g/polybag.
Tabel 8. Produksi Berat Kering (BK) Batang Semu
Ransum Litter Rataan
LZ0 LZ1 LZ2
--- (g/polybag) ---
RA0 8,92±4,5 5,46±1,0 7,61±1,0 7,33±1,7
RA1 7,07±2,1 5,13±0,8 6,77±3,2 6,32±1,0
RA2 8,13±5,1 6,58±1,6 6,87±2,6 7,19±0,8
RA3 5,45±1,2 7,14±0,8 7,91±1,6 6,83±1,3
Rataan 7,39±1,5 6,08±0,9 7,29±0,6 6,92±1,2
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2litter.
Kebutuhan nitrogen (N) bagi tanaman ada hubungannya dengan fase-fase
pertumbuhan. Pada umumnya, tanaman membutuhkan asupan N pada awal
pertumbuhan vegetatif sampai pada masa pembungaan. Fosfat (P) dan kalium (K)
juga merupakan unsur nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Fosfat umumnya
dibutuhkan pada awal pertumbuhan tanaman. Unsur ini diperlukan untuk memacu
pertumbuhan akar dan awal pembungaan. Secara alami, asupan fosfat dan kalium
oleh tanaman dapat diperoleh dari tanah, residu serasah bahan organik, dan air irigasi
(Suwahyono, 2011). Pupuk kompos pada penelitian ini memiliki nilai N,P, dan K
yang sesuai dengan standar SNI (2004), namun dari semua data pada periode I,
terlihat bahwa penaburan aclinop pada ransum hanya menunjukkan pengaruhnya
terhadap pertambahan jumlah daun saja. Aclinop dan zeolit belum menunjukkan
pengaruhnya terhadap pertambahan tinggi tanaman, produksi berat kering daun,
persentase berat kering daun dan produksi berat kering batang semu pada periode I.
Kemungkinan hal ini dikarenakan aclinop dan zeolit membutuhkan beberapa waktu
untuk menunjukkan pengaruhnya untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.
Suwahyono (2011) menyatakan bahwa, pupuk organik akan melepas nutrien secara
27
waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah sebagai media
tanam.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode II
Pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
bangun-bangun periode II dilakukan selama 2 bulan masa tanam. Periode II
dilakukan selama 2 bulan masa tanam saja karena mempertimbangkan faktor
regrowth. Tanaman bangun-bangun pada periode II telah memiliki beberapa bagian
tanaman seperti akar dan batang untuk dapat tumbuh dengan baik. Tabel 9
menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertambahan tinggi tanaman
bangun-bangun per minggu.
Tabel 9. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman
Ransum Litter Rataan
LZ0 LZ1 LZ2
--- (cm/tanaman/minggu) ---
RA0 2,23±0,1 2,27±0,1 1,86±0,4 2,12B±0,2
RA1 2,49±0,2 2,97±0,5 2,17±0,8 2,54A±0,4
RA2 2,37±0,1 2,26±0,2 2,56±0,7 2,40A±0,2
RA3 2,04±0,1 2,24±0,2 1,26±0,3 1,85C±0,5
Rataan 2,28a±0,2 2,44a±0,4 1,96b±0,5 2,23±0,4
Keterangan: RA0 = tanpa aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2= 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada
litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2litter. Superskrip dengan huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01) dan huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk dari hasil pemeliharaan
ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun. Penaburan zeolit
pada litter berpengaruh nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi pertambahan tinggi
tanaman bangun-bangun. Rataan pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun pada
periode II sebesar 2,23±0,4 cm/tanaman dengan kisaran 1,26-2,97 cm/minggu.
Rataan pertambahan tinggi tanaman pada periode II terlihat lebih kecil bila
dibandingkan pada periode I, hal ini kemungkinan dikarenakan lebih pendeknya
28
Menurut Jumin (2005), pendeknya interval potong menyebabkan pertumbuhan
tanaman lambat dan kesempatan untuk tumbuh juga singkat, sedangkan pada
pemotongan lebih lama kesempatan tumbuh juga lama sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan optimal.
Tabel 10 menunjukkan pengaruh penggunaan pupuk dari hasil pemeliharaan
ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada
litternya terhadap pertambahan jumlah helai daun tanaman bangun-bangun pada
periode II. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk dari hasil
pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransumnya
berpengaruh nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi pertambahan jumlah daun
tanaman bangun-bangun. Rataan pertambahan jumlah daun pada periode II sebesar
13,25±2,9 helai/tanaman/minggu dengan kisaran 9-17 helai/tanaman/minggu.
Tabel 10. Rataan Pertambahan Jumlah Daun
Ransum Litter Rataan
LZ0 LZ1 LZ2
--- (helai/tanaman/mingggu) ---
RA0 17±5,9 12±1,5 15±1,4 14,7a±2,5
RA1 15±4,7 16±0,6 14±8,3 15,0a±1,0
RA2 14±4,9 13±4,3 16±3,9 14,3a±1,5
RA3 9±3,8 9±0,6 9±1,2 9,0b±0,0
Rataan 13,8±3,4 12,5±2,9 13,5±3,1 13,25±2,9
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3 = 3% aclinop pada ransum. Superskrip dengan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Menurut Ryan (2010), tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup dan
seimbang untuk pertumbuhan tanaman, menyebabkan proses pembelahan,
pembesaran, dan perpanjangan sel akan berlangsung cepat yang mengakibatkan
beberapa organ tanaman tumbuh dengan cepat. Kondisi tersebut terlihat pada Tabel 9
dan 10 bahwa pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler dengan
penambahan aclinop dalam ransum RA0, RA1, dan RA2 memiliki rataan
pertambahan tinggi dan pertambahan jumlah daun tanaman lebih tinggi bila
29
RA3 yang semakin tinggi bila dibandingkan RA0, RA1, dan RA2 sehingga
menyebabkan terjadinya pengikatan unsur hara yang berlebihan dan pelepasan unsur
hara untuk tanamanpun sulit dilakukan atau dilepaskan secara perlahan.
Tabel 11 memperlihatkan pengaruh pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan
ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya dan zeolit pada litternya terhadap
produksi berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode II. Rataan produksi
berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode II adalah 5,49±1,2
g/polybag dengan kisaran 2,61-7,09 g/polybag.
Tabel 11. Produksi Berat Kering (BK) Daun
Ransum Litter Rataan
LZ0 LZ1 LZ2
--- (g/polybag) ---
RA0 5,70±0,7 6,20±0,2 6,49±0,8 6,1a±0,4
RA1 7,09±2,2 5,31±1,5 5,42±1,1 5,9a±1,0
RA2 5,03±1,9 5,68±1,6 6,76±1,7 5,8a±0,9
RA3 4,05±0,8 5,53±0,4 2,61±1,1 4,1b±1,5
Rataan 5,5± 1,3 5,7± 0,4 5,3± 1,9 5,49±1,2
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1 = 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3 = 3% aclinop pada ransum. Superskrip dengan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan pemberian pupuk dari hasil
pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum berpengaruh
nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi produksi berat kering daun tanaman
bangun-bangun pada periode II. Pupuk dari RA0 (6,1±0,4 g/polybag), RA1 (5,9±1,0
g/polybag), dan RA2 (5,8±0,9 g/polybag) berbeda sangat nyata daripada pupuk RA3
(4,1±1,5 g/polybag). Dilihat pada data pengaruh pupuk dari penaburan zeolit pada
litter, ternyata semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter menghasilkan
produksi berat kering daun yang semakin kecil yaitu LZ2 (5,3±21,9 g/polybag).
Produksi BK daun yang dihasilkan pada periode II lebih kecil bila
dibandingkan dengan periode I, hal ini kemungkinan dikarenakan adanya
kesempatan tumbuh yang lebih lama pada periode I, sehingga memiliki waktu yang