• Tidak ada hasil yang ditemukan

Characteristics and Flying Speed of Local Tinggian Type Pigeon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Characteristics and Flying Speed of Local Tinggian Type Pigeon"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG

MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN

SKRIPSI

RICKY FIRMANSYAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Ricky Firmansyah. D14080319. 2012. Karakteristik dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.

Merpati merupakan salah satu jenis unggas yang telah lama dikenal di Indonesia. Merpati dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu merpati pedaging, merpati hias dan merpati balap. Merpati memiliki keistimewaan yaitu naluri untuk pulang kandang (homing). Keistimewaan ini yang dimanfaatkan peternak untuk membuat serangkaian perlombaan dengan mengadu kecepatan terbang merpati. Adapun kecepatan terbang diduga ada kaitannya dengan karakteristik dan ukuran tubuh merpati, oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengamati karakteristik, ukuran tubuh dan kecepatan terbang. Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif serta ukuran tubuh yang berpengaruh terhadap kecepatan terbang merpati lokal tipe tinggian.

Penelitian dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan April hingga Juni 2012. Materi penelitian berupa 30 pasang atau 60 ekor merpati berumur 9-12 bulan. Sepasang merpati ditempatkan dalam kandang berukuran panjang 50 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Pakan diberikan sebanyak 70 g/pasang/hari, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Sepasang merpati dipelihara selama 14 hari. Merpati jantan dilatih terbang selama 9 hari untuk memperoleh rataan kecepatan terbang pada jarak 100, 150 dan 200 m. Selama 14 hari merpati diamati sifat kualitatif dan kuantitatif serta rataan kecepatan terbang. Hasil yang didapat untuk sifat kualitatif disajikan deskriptif, sedangkan untuk sifat kuantitatif diuji t untuk membandingkan sifat kuantitatif merpati jantan dan betina serta membandingkan ukuran tubuh merpati jantan sebelum dan setelah dilatih terbang. Selain itu menduga korelasi antara ukuran tubuh merpati jantan dan rataan kecepatan terbang.

(3)

ukuran tubuh belum bisa dijadikan faktor penentu seleksi untuk mendapatkan kecepatan terbang terbaik. Pola terbang merpati ada tiga yaitu terbang lurus langsung, berputar lalu lurus dan lurus baru berputar. Pola terbang lurus memiliki rataan kecepatan terbang tertinggi, karena pada pola lurus waktu yang dihasilkan untuk dapat kembali ke rumah lebih cepat.

(4)

ABSTRACT

Characteristics and Flying Speed of Local Tinggian Type Pigeon

Firmansyah, R., S. Darwati, and R. Afnan.

Local tinggian type pigeons perform good flying quality. Their body characteristics and size are predicted to have influence on flying speed. This research aimed to explore the qualitative and quantitative traits of this local pigeon of tinggian type as well as body measurements which has influence on flying speed. A total of 60 heads of local tinggian type pigeon or equal to 30 pairs aged of 9-12 months were used in this experiment to study the qualitative and quantitative traits. The male pigeons were subjected to flying course to gather the data of flying speed within the distance of 100, 150 and 200 meters. The result showed high variety in quantitative traits of these pigeons. Males had higher bodyweight and size compared to females. The bodyweight, the width of outer chest, the depth of the chest and the wing spread of the males were altered after having flying course. The flying speed at the distance of 100, 150 and 200 meters was 10.64 m/s; 10.52 m/s and 10.01 m/s, respectively. The body size revealed no correlation with flying speed. It was observed that there were 3 flying patterns namely direct straight flying, circular and straight flying, and straight and circular flying. The direct straight flying pattern showed the highest speed in average of 10.48 m/s.

(5)

KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG

MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN

RICKY FIRMANSYAH D14080319

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Karakteristik dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian

Nama : Ricky Firmansyah NIM : D14080319

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si. NIP. 19631003 198903 2 001

Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr. NIP. 19680625 200801 1 010

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1989 di Bogor, Jawa Barat.

Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Rosid Rahman

dan Ibu Eni Kurnaeni.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar

Negeri Marga Jaya 1 Bogor dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan

tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Pembangunan 1 Bogor. Penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bogor pada tahun 2004 dan

diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009. Penulis

aktif dalam organisasi kepanitiaan Fakultas Peternakan seperti Dekan Cup, Fapet

Show Time (FST) dan Malam Keakraban 46. Penulis juga merupakan anggota dari

Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI). Penulis pernah

mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU)

Sapi Perah, Baturraden, Purwokerto, pada tahun 2010. Penulis juga dipercaya oleh

Lembaga Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) IPB sebagai

mahasiswa pendamping kegiatan penggemukan domba di Desa Cihideung Udik pada

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat

dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Karakteristik dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian. Skripsi

ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk

memberikan informasi mengenai karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif merpati

lokal tipe tinggian. Selain itu mempelajari korelasi antara ukuran tubuh dengan

kecepatan terbang merpati lokal tipe tinggian.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan April

hingga Juli 2012. Skripsi ini membahas tentang sifat kualitatif dan kuantitatif

merpati lokal tipe tinggian baik merpati jantan maupun merpati betina. Selain itu

membahas tentang kecepatan terbang dan pola terbang merpati lokal tipe tinggian

serta korelasinya terhadap ukuran tubuh seperti lebar dada dalam, lebar dada luar,

lingkar dada, dalam dada, panjang punggung, panjang dada, serta bagian sayap, ekor

dan bobot badan.

Informasi mengenai karakteristik dan kecepatan terbang merpati lokal tipe

tinggian masih sedikit. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca

khususnya penghobi dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ……….. i

ABSTRACT ………. iii

LEMBAR PERNYATAAN ………. iv

LEMBAR PENGESAHAN ………. v

Karakteristik Merpati ………... 3

Sistem Kerangka ……….. 5

Kecepatan Terbang ……….. 5

Pola Terbang ……… 6

Manajemen Pemeliharaan ……… 6

Kandang ………... 6

Sistem Pemeliharaan ……… 10

Cara Melatih ……… 11

Pengambilan Data ……… 12

Rancangan dan Analisis Data ………...………... 12

(10)

Rancangan ……….………..………… 19

Glosarium ……… 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 22

Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian ……… 22

Konsumsi Pakan ……….. 23

Sifat-sifat Kuantitatif ……….. 34

Sifat Kuantitatif Merpati Jantan dan Betina ……… 34

Bobot Badan ……… 34

Ukuran Tubuh ………. 35

Sayap ………... 36

Ekor ………. 37

Sifat Kuantitatif Merpati Jantan Sebelum dan Setelah Dilatih Terbang ……… 37

Bobot Badan ……… 37

Ukuran Tubuh ………. 38

Sayap ………... 39

Ekor ………. 40

Kecepatan Terbang ……….. 41

Pola Terbang ……… 42

Korelasi Ukuran Tubuh dengan Kecepatan Terbang ……….. 44

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Suhu dan Kelembaban pada Lokasi Penelitian ………… 22

2. Persentase Warna Bulu Merpati Lokal Tipe Tinggian ………… 24

3. Persentase Warna Iris Mata Merpati Lokal Tipe Tinggian ……. 27

4. Persentase Bentuk Kepala Merpati Lokal Tipe Tinggian ……… 28

5. Persentase Bentuk Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian ………. 30

6. Persentase Bentuk Ujung Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe

Tinggian ………... 31

7. Persentase Tipe Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian ……. 32

8. Persentase Tipe Shank Merpati Lokal Tipe Tinggian ………….. 34

9. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina 35

10. Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina ……….. 36

11. Bulu Ekor Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina …… 37

12. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Jantan Tipe Tinggian Sebelum

dan Setelah Dilatih Terbang ……… 38

13. Sayap Merpati Lokal Jantan Tipe Tinggian Sebelum dan

Setelah Dilatih Terbang ………... 39

14. Ekor Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan Sebelum dan Setelah

Dilatih Terbang ……… 40

15. Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian pada Jarak

yang Berbeda ………... 42

16. Persentase Pola Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian ……….. 43

17. Korelasi Bobot Badan, Ukuran Tubuh, Sayap dan Ekor Merpati

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kandang Merpati Blok A (a), Blok B (b) dan Blok C (c) ……... 8

2. Kandang Penjodohan (a), Kandang Betina (b) dan Kandang Lepas (c) ……….. 9

3. Timbangan Digital (a) dan Penimbangan Bobot Badan (b) …… 13

4. Jangka Sorong (a) dan Pita Ukur (b) ….……….. 14

5. Pengukuran Lebar Dada Luar (a) dan Lebar Dada Dalam (b) … 14 6. Pengukuran Panjang Dada ……….……….. 15

7. Pengukuran Lingkar Dada ………….……….. 15

8. Pengukuran Dalam Dada ………. 15

9. Pengukuran Panjang Punggung ………... 16

10. Pengukuran Panjang sayap ……….. 16

11. Pengukuran Rentang Sayap ………... 16

12. Perhitungan Jumlah Bulu Sayap Primer …….………. 17

13. Perhitungan Jumlah Bulu Ekor ……….………... 17

14. Pengukuran Panjang Bulu Ekor ……….……….. 17

15. Pengukuran Lebar Bulu Ekor ……….………. 18

16. Pengukuran Lebar Pangkal Ekor ………. 18

17. Warna Bulu Putih (a), Hitam (b), Coklat (c), Blantong (d), Tritis (e), Megan (f), Kelabu (g), Brolok (h), Batik (i) dan Gambir (j) …………...………. 25

18. Warna Iris Mata Coklat (Asem) (a), Putih (Pillow) (b) dan Kuning (c) ……… 28

19. Bentuk Kepala Jenong (a), Curut (b) dan Perkutut (c) ………… 29

20. Bentuk Tubuh Jantung Pisang (a) dan Kapal (b) ………. 30

21. Bentuk Ujung Bulu Sayap Tumpul (a) dan Lancip (b) ………… 32

22. Tipe Bulu Sayap Rapat (a) dan Renggang (b) ………. 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Contoh Perhitungan Hasil Uji t Peubah Sifat Kualitatif Merpati

Jantan dan Betina Menggunakan Minitab 14 ……….. 51

2. Contoh Perhitungan Hasil Uji t Peubah Sifat Kuantitatif Merpati Jantan Sebelum dan Setelah Dilatih Terbang

Menggunakan Minitab 14 ……… 51

3. Contoh Perhitungan Korelasi Peubah Sifat Kuantitatif dengan

Kecepatan Terbang Menggunakan Minitab 14 ……… 51

4. Contoh Perhitungan Hasil Uji t Kecepatan Terbang Merpati

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Merpati merupakan salah satu jenis unggas yang telah lama dikenal di

Indonesia. Peternak atau penghobi memelihara merpati sebagai hewan peliharaan.

Dahulu merpati banyak dimanfaatkan sebagai ternak pengantar surat, namun saat ini

fungsi merpati lebih beragam. Merpati dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu

merpati sebagai penghasil daging yang diternakkan untuk keperluan pangan, merpati

sebagai ternak hias dan merpati sebagai ternak hobi yang dipelihara untuk

kesenangan dan perlombaan karena dapat dilatih terbang seperti lomba balap

merpati.

Merpati balap tipe tinggian dulu diperlombakan hanya pada satu lokasi

tertentu dan merpati yang sampai paling awal ke kandangnya dinyatakan sebagai

pemenang. Namun animo masyarakat saat ini sudah mulai bergesar. Seperti halnya

merpati balap tipe datar, merpati balap tipe tinggian juga harus mampu terbang

dengan cepat dan dapat dilatih terbang pada tempat lomba yang berbeda. Selain itu,

merpati balap tipe tinggian juga harus memiliki kualitas mendarat (menukik) yang

baik, hal ini disesuaikan dengan ring lomba yang menuntut merpati tipe tinggian

untuk mendarat dengan baik.

Naluri untuk pulang kandang (homing) merupakan salah satu keistimewaan merpati. Keistimewaan ini dimanfaatkan para peternak untuk membuat serangkaian

perlombaan dengan mengadu kecepatan terbang merpati seperti merpati pos, merpati

balap tipe datar dan merpati balap tipe tinggian.

Merpati balap pada dasarnya adalah merpati lokal, namun merpati balap

sudah mengalami beberapa latihan terbang sehingga mempunyai kualitas terbang

yang lebih baik dibandingkan merpati lokal. Karakteristik dan ukuran tubuh merpati

balap pun berbeda dengan merpati tipe lain. Bentuk tubuh merpati balap tampak

lebih atletis dan berotot dibandingkan merpati tipe lain karena proses latihan terbang.

Karakteristik dan ukuran tubuh merpati diduga berpengaruh terhadap

kecepatan terbang merpati, namun pengetahuan akan karakteristik dan ukuran tubuh

yang berpengaruh terhadap kecepatan terbang merpati masih belum dipahami oleh

sebagian besar peternak atau penghobi. Oleh karena itu, penelitian untuk mengetahui

(15)

sangat diperlukan untuk kepentingan seleksi, agar para peternak dapat memperoleh

merpati yang berkualitas baik khususnya merpati lokal tipe tinggian.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik sifat kualitatif dan

kuantitatif merpati lokal tipe tinggian. Selain itu, mempelajari ukuran tubuh yang

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Merpati

Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh

bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung

merpati yang asal penyebarannya dari daerah Eropa (Antawidjaya, 1988).

Menurut Levi (1945), kedudukan merpati lokal dalam taksonomi adalah

sebagai berikut :

Kelas : Aves

Sub Kelas : Neornithes

Super Ordo : Neognathae

Ordo : Columbiformes

Sub Ordo : Columbiae

Famili : Columbidae

Genus : Columba

Spesies : Columba livia

Merpati termasuk ke dalam golongan hewan bertulang belakang (vertebrata)

dan berdarah panas dengan suhu tubuh sekitar 41 oC. Bentuk tubuhnya kompak dan

kuat tetapi beragam sehingga dapat beradaptasi dengan kehidupan di darat maupun di

udara. Sayap merpati memudahkan saat terbang, kakinya memudahkan saat

bertengger dan berjalan. Kepala merpati termasuk besar sehingga mempunyai

kapasitas otak yang besar. Lehernya panjang dan fleksibel sehingga dapat berputar ke

segala arah (Levi, 1945).

Karakteristik Merpati

Naluri untuk pulang kandang (homing) merupakan salah satu keistimewaan merpati. Merpati dapat terbang hingga ribuan kilometer untuk pulang kembali ke

kandangnya. Merpati juga mempunyai sifat sense of location dalam jarak jauh

dengan waktu yang lama (Levi, 1945). Melatih terbang merpati dilakukan dengan

melepaskannya pada satu arah, misalkan dari arah timur ke barat. Selain itu, latihan

terbang dilakukan dengan jarak yang bertahap mulai dari yang paling dekat dan

(17)

Merpati mempunyai sifat alamiah yaitu monogami. Merpati selalu mencari

pasangan tetap yang bakal berlangsung sampai mati (Yonathan, 2003). Blakely dan

Bade (1998) menambahkan bila salah satu pasangan merpati mati atau dipisahkan

oleh manusia, maka dapat dicarikan pasangan lain. Namun bila pasangan yang

dipisahkan itu dipertemukan kembali dengan pasangan lamanya, maka pasangan

lama akan kembali terwujud.

Merpati betina biasanya lebih kecil dan tidak terlalu ribut dibandingkan

dengan merpati jantan pada saat kawin. Ukuran merpati jantan lebih besar dengan

tekstur bulu lebih besar dan bulu leher lebih tebal dibandingkan merpati betina.

Merpati jantan pada saat bercumbu membuat gerakan melingkari betina,

memekarkan bulu ekor dan menjatuhkan atau merebahkan sayapnya. Pada proses

cooing dan billing, betina selalu menempatkan paruhnya ke dalam paruh jantan.

Seekor merpati jantan dan seekor merpati betina telah menjadi pasangan jika

keduanya tampak saling meloloh dan merpati betina mau dikawini oleh merpati

jantan (Blakely dan Bade, 1998).

Dewasa kelamin pada merpati dicapai pada umur empat bulan untuk merpati

jantan dan enam bulan untuk merpati betina. Menurut Yonathan (2003), merpati

dianggap dewasa saat menginjak usia 4-6 bulan. Merpati betina mencapai dewasa

jika telah bertelur yaitu pada saat umur 5-6 bulan, sedangkan merpati jantan

dianggap dewasa setelah timbul sifat giring (birahi). Sifat giring ini dapat diamati

saat merpati jantan mematuk-matuk merpati betina.

Merpati bertelur sebanyak 1-2 butir telur pada setiap periode bertelur dengan

kerabang telur berwarna putih. Produksi telur merpati rata-rata yaitu dua butir setiap

periode dengan berat telur sekitar 15 g per butir. Masa pengeraman telur berlangsung

selama 17-18 hari. Pengeraman dilakukan secara bergantian oleh induk betina dan

induk jantan. Pengeraman yang dilakukan oleh merpati betina lebih lama

dibandingkan merpati jantan, merpati jantan hanya mengerami telur dalam waktu

yang singkat, yaitu pada pagi sampai siang. Telur merpati tidak menetas dalam waktu

yang sama. Setelah telur pertama menetas, telur kedua menetas 48 jam berikutnya

(Blakely dan Bade, 1998).

Sifat fisik yang dapat dilihat untuk membedakan jantan dan betina adalah

(18)

permukaannya lebih kasar dan terlihat lebih bersifat maskulin, sedangkan merpati

betina memiliki bentuk kepala agak bulat dan terlihat halus, serta bulu lehernya halus

(Levi, 1945 dan Nowland, 2001).

Sistem Kerangka

Seekor burung penerbang memiliki kerangka khusus yang tersusun oleh

tulang berongga pada tulang humerus, memiliki tulang dada, sternum, coracoids,

clavicles dan pygostyle yang kuat. Dada merpati tersusun dari tulang sternum yang

berfungsi untuk melindungi organ penting pernapasan yaitu paru-paru (Tyne dan

Berger, 1976). Kerangka tulang burung memiliki struktur yang berongga dan dapat

terisi udara sehingga meringankan berat kerangka pada saat terbang. Pygostile terdiri

dari caudal vertebra. Burung dapat bermanuver dengan ekor sebagai kemudi,

sehingga dapat memperlambat dan mengubah arah terbang (Henderson State

University, 2012).

The Cornell Lab of Ornithology (2012) menyatakan bahwa kombinasi tulang

yang ringan, bentuk yang sedemikian rupa dan presisi yang terkontrol memberikan

kemampuan burung untuk terbang lama. Menurut Levi (1945), merpati yang ideal

adalah merpati yang mempunyai tubuh tidak terlalu panjang atau terlalu pendek.

Tubuh merpati harus tegap, kepala, leher, sayap, tubuh, serta ekor harus proporsional

atau seimbang.

Kecepatan Terbang

Pennycuick (1968b) menyatakan bahwa merpati dapat terbang horizontal

tanpa kekurangan asupan oksigen dalam tubuh dengan kecepatan 3-16 m/detik,

kecepatan terbang minimum merpati adalah 8-9 m/detik. Tyne dan Berger (1976)

menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan terbang merpati

adalah kecepatan angin, temperatur dan motivasi terbang.

Menurut Yonathan (2003), kecepatan terbang merpati dipengaruhi oleh sifat

birahi (giring). Kondisi fisiologis juga berpengaruh terhadap kecepatan terbang

merpati. Naluri untuk kembali pulang lebih besar pada saat merpati jantan dilatih dan

(19)

Pola Terbang

Seekor burung meluncur menggunakan berat (massa) untuk mengatasi

hambatan angin, oleh karena itu burung memerlukan massa tertentu dan sebagai

akibatnya hanya burung tipe besar yang mampu meluncur teratur (Ritchison, 2008).

Pennycuick (1968a) menyatakan bahwa ketika kecepatan terbang meningkat, merpati

akan terbang meluncur dan secara drastis mengurangi rentang sayap.

Biewener (2012) menyatakan bahwa otot terbang burung dengan ukuran

tubuh yang lebih kecil harus mampu melakukan pekerjaan besar untuk menghasilkan

tenaga aerodinamis yang dibutuhkan untuk mendukung berat badan di udara dan

untuk mengatasi hambatan angin.

Manajemen Pemeliharaan

Kandang

Levi (1945) menyatakan bahwa tipe kandang merpati ada dua macam, yaitu

loft dan flypen. Loft merupakan kandang selama berproduksi dengan sangkar di

dalamnya, sedangkan flypen merupakan kandang jodoh untuk merpati muda yang

belum memperoleh pasangan. Menurut Knox (2000), peralatan yang harus tersedia

dalam kandang yaitu tempat pakan dan tempat minum yang didisain agar tidak

mudah tumpah, sarang untuk mengerami telur, mangkuk untuk mandi dan tenggeran.

Tempat sarang merpati seperti mangkok harus berbentuk cekung supaya

mampu menyediakan tempat yang cocok bagi merpati untuk mengerami dan

mencegah anak-anak yang masih kecil jatuh. Tempat bertengger perlu disediakan di

luar sangkar. Tenggeran berukuran lebar 10-15 cm dan tinggi 1 m (Blakely dan

Bade, 1998).

Pakan

Menurut Blakely dan Bade (1998), anak merpati mendapatkan makanan dari

induknya berupa susu merpati (pigeon milk). Zat yang menyerupai susu ini

merupakan sekresi yang berasal dari dinding tembolok yang hanya terdapat pada

merpati. Sistem pencernaan anak merpati mulai berkembang seiring berkurangnya

produksi pigeon milk, selanjutnya anak merpati mulai mengkonsumsi biji-bijian

(20)

membantu menggiling dan mencerna biji-bijian yang dimakan serta membentuk

kerabang telur karena grit juga mengandung mineral.

Pakan merpati umumnya berupa biji-bijian, seperti jagung. Jagung kuning

mengandung protein 8,5%, serat kasar 2,2%, kalsium 0,02%, fosfor 0,28% dan

energi metabolis 3,470 kkal/kg (National Research Council, 1994). Menurut

Nowland (2001), pakan yang baik untuk merpati terdiri atas protein kasar 13,5%,

karbohidrat 65%, serat 3,5% dan lemak 3%. Blakely dan Bade (1998) menyatakan

bahwa merpati mengkonsumsi biji-bijian sekitar 100-150 g/hari/pasang. Pakan yang

dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar badan, serta

jumlah dan besar anak.

Air Minum

Air sangat penting dan wajib diberikan kepada merpati. Air yang diberikan

harus bersih agar terhindar dari penyakit. Marshall (2004) menyatakan bahwa

merpati banyak mengkonsumsi air, dalam satu hari konsumsi air mencapai 10% dari

bobot badannya. Levi (1945) menambahkan tiga hal pokok yang sangat penting

dalam keberhasilan pemeliharaan merpati yaitu air yang bersih, tidak terkontaminasi

dan penggunaan pakan yang tepat serta grit.

Burung merpati rentan terhadap penyakit baik secara internal maupun

eksternal. Cacing dapat menyerang melalui air, selain itu merpati dapat terserang

kutu. Penyediaan air bersih dapat menurunkan parasit eksternal dan hal ini harus

dikombinasikan dengan kebersihan kandang dan tenggeran sehingga penyakit tidak

(21)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam

Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung

selama bulan April 2012 hingga Juni 2012.

Materi

Ternak

Merpati yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 pasang atau 60

ekor berumur 9-12 bulan dengan kisaran bobot badan 200-405 g dan rataan bobot

badan 322,93 g. Merpati diperoleh dari peternak dan pedagang merpati di sekitar

lokasi penelitian. Kriteria merpati dalam penelitian ini yaitu merpati dalam kondisi

sehat, memiliki jumlah bulu sayap primer dan bulu ekor yang lengkap, tidak

memiliki cacat fisik dan mampu untuk dilatih terbang.

Kandang

Setiap pasang merpati ditempatkan dalam kandang utama berukuran panjang

50 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm. Kandang berjumlah 17 unit dan terbagi dalam

tiga blok yaitu blok A terdiri dari 4 unit kandang, blok B terdiri dari 5 unit kandang

dan blok C terdiri dari 8 unit kandang. Setiap unit kandang dilengkapi tempat pakan

dan tempat minum. Kandang yang digunakan dalam penelitian disajikan pada

Gambar 1.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Kandang Merpati pada Blok A (a), Blok B (b) dan Blok C (c).

Kandang lain yang digunakan dalam penelitian ini selain kandang utama

(22)

utama dan kandang untuk melepas merpati jantan. Kandang tempat penjodohan,

kandang untuk betina dan kandang untuk melepas merpati jantan disajikan pada

Gambar 2.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Kandang Penjodohan (a), Kandang Betina (b) dan Kandang Lepas (c).

Pakan dan Air Minum

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jagung kuning yang

berukuran kecil (jagung super) dengan diameter 0,5 cm. Pakan diberikan setiap pagi

dan hanya satu kali. Setiap pasang merpati diberikan pakan sebanyak 70 g,

sedangkan air minum diberikan ad libitum.

Prosedur

Proses Penjodohan

Proses penjodohan merpati dimulai dengan masa perkenalan. Merpati jantan

dipertemukan dengan merpati betina namun masih dalam kandang yang berbeda.

Kandang tersebut dibuat sekat untuk memisahkan merpati jantan dan merpati betina

agar tidak terjadi keributan dalam kandang, namun sepasang merpati tersebut masih

bisa saling melihat. Merpati jantan akan mengeluarkan suara bekur pada saat melihat

merpati betina, hal tersebut merupakan salah satu ciri untuk membedakan merpati

jantan dan merpati betina. Saat merpati jantan bekur yaitu menggelembungkan

bagian lehernya, yang diikuti dengan gerakan-gerakan yang khas untuk menggoda

merpati betina. Merpati betina juga bisa mengeluarkan suara bekur namun tidak

sekeras suara bekur merpati jantan dan bekur merpati betina tidak diikuti dengan

gerakan-gerakan seperti merpati jantan.

Ciri merpati yang sudah berjodoh yaitu saat merpati jantan dan betina

(23)

bagian lehernya serta menggoyang-goyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan

kemudian ke atas dan ke bawah yang diikuti dengan gerakan seperti tarian. Posisi

sayap dan ekor merpati jantan pada saat bekur akan lebih rendah bahkan hingga

terseret di tanah. Merpati betina mengangguk-anggukan kepalanya pada saat merpati

jantan mengeluarkan suara bekur.

Proses perkawinan diawali dengan percumbuan, merpati jantan maupun

merpati betina melakukan aktifitas telisik. Telisik merupakan salah satu tingkah laku

unggas untuk membersihkan bulu menggunakan paruh. Merpati betina memasukan

paruhnya ke dalam paruh merpati jantan. Saat paruh merpati betina berada dalam

paruh merpati jantan keduanya menggetarkan kepalanya seperti sedang meloloh,

setelah melakukan pelolohan maka betina akan merebahkan badannya agar dinaiki

merpati jantan. Jika pada saat merpati betina merebahkan badannya namun merpati

jantan tidak mau menaiki maka merpati betina akan meminta diloloh lagi sampai

merpati jantan mau menaikinya. Jika merpati jantan sudah menaiki merpati betina

dan merpati jantan pasangannya menggoyang-goyangkan ekor serta

mengepak-kepakan sayapnya maka proses perkawinan telah berhasil dilakukan. Setelah proses

perkawinan biasanya merpati jantan langsung terbang, namun ada juga beberapa

pasangan yang melakukan proses perkawinan secara bergantian. Pada saat merpati

jantan telah berhasil melakukan perkawinan maka giliran merpati betina yang

menaiki merpati jantan dengan gerakan yang sama.

Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sistem

pemeliharaan semi intensif. Sepasang merpati dikandangkan dalam kandang utama

dari sore hingga pagi hari. Selanjutnya setiap pagi merpati jantan dikeluarkan dari

kandang dan dibiarkan bebas, sedangkan merpati betina ditempatkan dalam kandang

khusus untuk betina. Merpati betina tidak dibiarkan bebas agar mempermudah dalam

penanganan. Merpati betina lebih cenderung senang di luar kandang, sedangkan

merpati jantan lebih sering masuk keluar kandang karena ingin menjaga kandangnya

atau daerah teritorialnya, sehingga merpati jantan lebih sering terlihat berkelahi

dibandingkan merpati betina. Perkelahian pada merpati bukan hanya masalah

kandang, ada juga perkelahian yang disebabkan karena memperebutkan pasangan,

(24)

berkelahi ketika merpati betina yang berwarna sama tersebut dibiarkan bebas. Kedua

merpati jantan tersebut akan sama-sama mengejar merpati betina yang berwarna

sama dengan pasangannya sehingga terjadi perkelahian.

Pada saat merpati dikeluarkan dari kandang, tempat pakan dan tempat minum

dikeluarkan dan dibersihkan atau dicuci dan dilakukan setiap hari. Tempat pakan dan

tempat minum yang sudah dicuci kemudian dijemur. Saat menunggu tempat pakan

dan minum kering, kandang dibersihkan dengan menggunakan peralatan seperti

kape, koas dan serokan. Merpati jantan dan merpati betina dijemur 1-2 jam setiap

pagi agar memperoleh cahaya sinar matahari. Merpati yang terlihat kotor (terdapat

kotoran/feses pada bagian bulunya) dimandikan dan dijemur. Merpati dimandikan

dua hari sekali, merpati yang sudah dijemur kemudian dimasukan kembali dalam

kandang. Merpati dikeluarkan kembali pada sore hari, merpati jantan dan merpati

betina dibiarkan bebas. Hal ini bertujuan agar merpati tersebut dapat mencari grit

berupa batu-batu kecil atau kerikil, arang serta abu yang ada di sekitar kandang. Grit

ini merupakan pakan tambahan yang bertujuan untuk membantu proses pencernaan

dalam tembolok. Selain untuk mendapatkan grit, tujuan lain merpati jantan dan

betina dibiarkan bebas pada sore hari yaitu agar sepasang merpati tersebut dapat

melakukan perkawinan.

Cara Melatih

Merpati yang baru datang dikurung terlebih dahulu selama satu hari penuh

dengan tujuan agar sepasang merpati tersebut dapat beradaptasi dengan kandang atau

tempat tinggal barunya. Merpati mulai dikeluarkan dari kandang pada hari ke-dua,

namun merpati betina tetap berada di dalam kandang khusus betina (dongdang dalam

bahasa sunda) yang berada di dekat kandang utama. Jika sepasang merpati sudah

dapat beradaptasi, maka mulai dilepas bebas hanya pada sore hari sekitar pukul 17.00

atau ketika sudah mulai gelap agar merpati tidak terbang jauh.

Merpati jantan mulai dilatih terbang pada hari ke-tiga pemeliharaan. Latihan

terbang untuk merpati jantan dilakukan pada jarak tertentu dan bertahap. Selain itu

latihan terbang untuk merpati lokal tipe tinggian dilakukan pada satu arah, misalkan

barat ke timur. Jika merpati telah mengenal medan latihan, maka jarak latih terbang

ditambah. Pada setiap latihan terbang, merpati yang masih baru dibantu oleh merpati

(25)

Latihan terbang dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari jarak 100 m, 150

m dan 200 m. Latihan terbang dilakukan pagi hari karena kecepatan angin pada pagi

hari masih konstan, sehingga kondisi angin saat latihan maupun pengambilan data

kecepatan terbang seragam. Merpati diterbangkan pada jarak yang sama sebanyak

tiga kali atau sampai merpati tersebut dapat terbang tanpa salah arah. Jika merpati

sudah mengenal medan yaitu langsung pulang ke kandang ketika terbang berdua

dengan seekor guide, selanjutnya merpati dibiasakan terbang sendiri. Pencatatan

kecepatan terbang merpati dilakukan saat merpati terbang sendiri dan tidak dipandu

oleh guide.

Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara bertahap karena kapasitas kandang

terbatas. Pengambilan data dilakukan secara bergilir. Merpati yang dipelihara sudah

didapatkan seluruh datanya, maka merpati tersebut ditukar ke pasar atau ke peternak.

Setiap pasang merpati dipelihara selama 14 hari. Pemeliharaan di kandang

selama 3 hari dan latihan terbang untuk persiapan pengambilan data kecepatan

terbang dilakukan selama 9 hari, selanjutnya hari ke-13 dan ke-14 dilakukan

pengambilan data kecepatan terbang.

Pengamatan dilakukan setiap hari secara langsung meliputi manajemen

pemeliharaan, pengambilan data sifat kualitatif dan sifat kuantitatif, serta data rataan

kecepatan terbang. Pengambilan data sifat kualitatif dilakukan pada saat merpati

datang, sedangkan pengambilan data kuantitatif berlangsung selama 14 hari untuk

setiap pasang merpati.

Rancangan dan Analisis Data

Peubah

Peubah sifat kualitatif yang diamati antara lain warna bulu, warna iris mata,

tipe shank, tipe bulu sayap, tipe ujung bulu sayap, bentuk kepala dan bentuk badan.

1) Warna bulu. Warna bulu merpati bervariasi seperti hitam, putih, coklat,

megan, gambir, tritis, blantong, kelabu, batik dan blorok.

2) Warna iris mata. Warna iris mata merpati bervariasi. Warna iris mata merpati

yaitu kuning, putih (pillow) dan coklat (asem). Selain itu, ada juga merpati

(26)

mata kiri berwarna kuning dan iris mata kanan berwarna coklat (asem) yang

disebut iris mata liplap. Ada juga merpati yang memiliki warna iris mata

yang berbeda dalam satu mata seperti sebagian mata berwarna putih (pillow)

dan sebagian lagi berwarna coklat (asem).

3) Tipe shank. Tipe shank merpati terdiri dari dua jenis, yaitu tipe shank basah

dan tipe shank kering. Warna shank merpati yang kering terlihat lebih putih

dan seperti bersisik dibandingkan dengan warna shank basah.

4) Tipe bulu sayap. Tipe bulu sayap merpati ada dua jenis, yaitu bulu sayap

rapat dan bulu sayap renggang.

5) Bentuk ujung bulu sayap. Bentuk ujung bulu sayap ada dua jenis, yaitu ujung

bulu sayap tumpul dan ujung bulu sayap lancip.

6) Bentuk kepala. Bentuk kepala merpati ada tiga jenis, yaitu kepala jenong,

kepala perkutut dan kepala curut.

7) Bentuk tubuh. Bentuk tubuh merpati ada dua jenis, yaitu bentuk tubuh seperti

kapal dan bentuk tubuh seperti jantung pisang.

Peubah sifat kuantitatif yang diamati antara lain bobot badan, lingkar dada,

lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam dada, panjang dada, panjang punggung,

jumlah bulu sayap primer, rentang sayap, panjang sayap, jumlah bulu ekor, panjang

bulu ekor, lebar pangkal ekor, lebar bulu ekor dan rataan kecepatan terbang serta pola

terbang.

1). Bobot badan. Penimbangan dilakukan pada hari pertama (sebelum dilatih

terbang) dan hari ke-14 (setelah pengambilan data kecepatan terbang).

Pengukuran bobot badan dilakukan pada pagi hari sebelum merpati diberi

makan. Timbangan dan penimbangan bobot badan disajikan pada Gambar 3.

(a) (b)

(27)

2). Ukuran-ukuran tubuh. Bagian tubuh yang diamati yaitu lebar dada luar, lebar

dada dalam, dalam dada, panjang dada, lingkar dada, panjang punggung,

rentang sayap, panjang sayap, lebar ekor, panjang bulu ekor, lebar pangkal

ekor, jumlah bulu sayap primer, dan jumlah bulu ekor. Pengukuran tersebut

dilakukan pada hari ke-3 (sebelum dilatih terbang) dan hari ke-14 (setelah

diperoleh data rataan kecepatan terbang) untuk merpati jantan. Pengamatan

ukuran tubuh pada merpati betina dilakukan hanya sekali yaitu pada hari

pertama, karena merpati betina tidak dilatih terbang. Pengukuran lebar dada

luar, lebar dada dalam, dalam dada, panjang dada, lebar ekor, dan lebar

pangkal ekor dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, sedangkan

pengukuran lingkar dada, panjang bulu ekor, panjang dada, panjang

punggung, panjang sayap dan rentang sayap dilakukan dengan menggunakan

pita ukur. Jangka sorong dan pita ukur yang dipakai untuk pengambilan data

disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Jangka Sorong (a) dan Pita Ukur (b)

a). Lebar dada dalam diperoleh dengan mengukur jarak antara dada bagian kiri

dengan dada bagian kanan, sedangkan lebar dada luar diperoleh dengan cara

mengukur jarak antara sayap bagian kiri dan sayap bagian kanan. Cara

pengukuran lebar dada diperlihatkan pada Gambar 5.

(28)

b). Panjang dada diperoleh dengan mengukur panjang tulang sternum. Cara

pengukuran panjang dada diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengukuran Panjang Dada

c). Lingkar dada diperoleh dengan mengukur pangkal sayap kanan melalui tulang

sternum hingga pangkal sayap kiri. Cara pengukuran lingkar dada

diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengukuran Lingkar Dada

d). Dalam dada diperoleh dengan mengukur jarak antara tulang punggung hingga

tulang sternum. Cara pengukuran dalam dada diperlihatkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengukuran Dalam Dada

e). Panjang punggung diperoleh dengan mengukur jarak dari pangkal leher

hingga tulang pygostile. Cara pengukuran panjang punggung diperlihatkan

(29)

Gambar 9. Pengukuran Panjang Punggung

f). Panjang sayap diperoleh dengan mengukur jarak dari tulang humerus hingga

perbatasan bulu primer ke-10 dan tulang sayap. Cara pengukuran panjang

sayap diperlihatkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Pengukuran Panjang Sayap

g). Rentang sayap diperoleh dengan mengukur jarak dari tulang humerus hingga

ujung bulu sayap ke-10. Cara pengukuran rentang sayap diperlihatkan pada

Gambar 11.

Gambar 11. Pengukuran Rentang Sayap

h). Jumlah bulu sayap primer diperoleh dengan menghitung jumlah bulu sayap

primer yang masih terdapat pada sayap. Cara menghitung jumlah bulu sayap

(30)

Gambar 12. Perhitungan Jumlah Bulu Sayap Primer

i). Jumlah bulu ekor diperoleh dengan menghitung jumlah bulu ekor yang masih

terdapat pada ekor. Cara menghitung jumlah bulu ekor diperlihatkan pada

Gambar 13.

Gambar 13. Perhitungan Jumlah Bulu Ekor

j). Panjang bulu ekor diperoleh dengan mengukur jarak antara pangkal bulu ekor

hingga ujung bulu ekor. Cara pengukuran panjang bulu ekor diperlihatkan

pada Gambar 14.

Gambar 14. Pengukuran Panjang Bulu Ekor

k). Lebar bulu ekor diperoleh dengan mengukur jarak antara bulu ekor sebelah

kiri dan bulu ekor sebelah kanan. Cara pengukuran lebar bulu ekor

(31)

Gambar 15. Pengukuran Lebar Bulu Ekor

l). Lebar pangkal ekor diperoleh dengan mengukur jarak antara sisi kiri hingga

sisi kanan tulang pygostile. Cara pengukuran pangkal ekor diperlihatkan pada

Gambar 16.

Gambar 16. Pengukuran Lebar Pangkal Ekor

3). Kecepatan terbang dilakukan dan diukur selama dua hari, yaitu pada hari

ke-13 dan hari ke-14. Pengukuran kecepatan terbang dilakukan pada jarak 100

m, 150 m dan 200 m dengan 3 kali pengulangan pada setiap jarak. Selain

catatan waktu, dilakukan pula pengamatan karakteristik dan pola terbangnya.

Pengambilan data kecepatan terbang dilakukan pada pagi hari sekitar pukul

09.00 hingga 11.00. Hal ini dikarenakan kecepatan angin pada waktu tersebut

masih seragam, sehingga perlakuan yang diberikan untuk semua merpati yang

dilatih terbang sama. Kecepatan terbang merpati diukur dengan menggunakan

stopwatch. Data rataan kecepatan terbang diperoleh dengan menghitung jarak

yang ditempuh dibagi dengan catatan waktu yang dibutuhkan untuk dapat

kembali pulang ke kandang setelah dilepas pada jarak yang telah ditentukan.

Jarak yang digunakan yaitu 100 m, 150 m dan 200 m dengan kondisi medan

latihan terbang berupa rumah-rumah penduduk, instalasi kabel listrik ke

rumah penduduk yang merupakan lintasan terbang merpati, pepohonan dan

(32)

Selain sifat kualitatif, kuantitatif dan kecepatan terbang, diamati juga

konsumsi pakan harian dari sepasang merpati. Konsumsi pakan diamati untuk

mengetahui seberapa banyak pakan yang dikonsumsi oleh sepasang merpati setiap

harinya. Konsumsi pakan harus sesuai dengan kebutuhan merpati. Pakan yang

diberikan tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak karena pakan yang dikonsumsi

merpati sangat mempengaruhi performa merpati tersebut.

Rancangan

1). Data manajemen pemeliharaan disajikan secara deskriptif.

2). Data sifat kualitatif disajikan secara deskriptif.

3). Data sifat kuantitatif disajikan secara deskriptif dan dianalisis rataan, simpangan

baku, koefesien keragaman, uji t antara merpati jantan dan betina, uji t merpati

jantan sebelum dan setelah dilatih terbang dan korelasi antara rataan kecepatan

terbang dengan ukuran-ukuran tubuh yang diamati. Model matematika yang

digunakan menggunakan model rancangan menurut Walpole (1992), yaitu :

Keterangan : = nilai rataan

Xi = peubah yang diukur, dimulai dari individu ke-i,

i = 1, 2, …n n = jumlah ternak

Keterangan : sb = simpangan baku

Xi = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu

ke-i, i = 1, 2, …, n

= nilai rataan sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu ke-i, i = 1, 2, … n

n = jumlah ternak

(33)

= nilai rataan

Uji t merpati jantan sebelum dan setelah dilatih terbang yaitu:

Keterangan : Sd = standar deviasi v = derajat bebas n = jumlah ternak t = nilai hitung

di = selisih peubah yang diukur, dimulai dari individu ke-i, i =

1, 2, … n

Uji t antara merpati jantan dan betina yaitu:

Keterangan : Sp = standar deviasi

v = derajat bebas n = jumlah ternak t = nilai hitung

= nilai rataan

Korelasi antara rataan kecepatan terbang dan ukuran-ukuran tubuh yaitu:

(34)

Xi = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu

ke - i, i = 1, 2, …, n

Yi = rataan kecepatan terbang yang diukur, dimulai dari individu

ke - i, i = 1, 2, …, n n = jumlah ternak

Uji lanjut untuk mengetahui keeratan nilai korelasi dengan menggunakan uji t

(Irianto, 2010) yaitu:

Keterangan : t = nilai hitung (t-hitung) r = nilai korelasi

n = jumlah ternak

Glosarium

Batik : Warna bulu merpati dengan pola seperti batik berwarna kecoklatan.

Bekur : Suara merpati jantan saat mendekati merpati betina.

Blantong : Warna bulu merpati dengan dua pola warna, bagian kepala, dada dan sayap berwarna putih.

Blorok : Warna bulu merpati dengan dua pola warna, salah satu warna menyebar dengan pola tidak beraturan.

Curut : Bentuk kepala menyerupai curut (tikus), dengan permukaan paruh atas dan dahi sejajar.

Dondang : Kandang untuk merpati betina saat diluar kandang utama dan kandang untuk membawa merpati jantan saat akan dilepas.

Gambir : Warna bulu merpati dengan warna dasar coklat tua.

Klepek : Aktifitas mengepakkan sayap merpati betina secara disengaja untuk memancing merpati jantan.

Giring : Kondisi pada saat merpati betina akan bertelur dan merpati jantan selalu ingin dekat dengan merpati betina.

Guide : Merpati jantan yang telah mengenal lokasi latihan terbang dan memandu merpati lain pada saat dilatih terbang.

Jenong : Bentuk kepala merpati dengan bagian dahi yang menonjol. Joki : Peternak yang melatih terbang merpati.

Kelabu : Warna bulu merpati dengan warna dasar abu-abu.

Liplap : Pola warna mata merpati yang berbeda pada kedua matanya.

Megan : Warna bulu merpati dengan warna dasar biru keabu-abuan.

Ring : Tempat merpati mendarat saat perlombaan.

Telisik : Aktifitas merpati saat membersihkan bulu menggunakan paruh.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian

Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu

pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban pada Lokasi Penelitian

Parameter Waktu

Rataan suhu lokasi penelitian pada pagi hari (sekitar jam 08.00-09.00), siang

hari (sekitar jam 13.00-14.00) dan sore hari (sekitar jam 17.00-18.00) masing-masing

yaitu 26,68 oC; 31,34 oC dan 28,41 oC. Rataan kelembaban pada pagi, siang dan sore

hari masing-masing yaitu 83,60%; 66,90% dan 78,19%.

Suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian saat pagi, siang dan sore hari

selama pengamatan seragam dengan koefisien keragaman berkisar antara

2,95%-7,39%. Suhu dan kelembaban lokasi penelitian dari pagi, siang hingga sore hari

masih fluktuatif. Pada pagi dan sore hari suhu lokasi penelitian lebih rendah

dibandingkan suhu pada siang hari, hal ini diikuti dengan kelembaban pada pagi dan

sore hari yang lebih tinggi dibandingkan kelembaban pada siang hari. Hal ini

dikarenakan penelitian dilakukan di luar ruangan, sehingga sinar cahaya matahari

mempengaruhi suhu dan kelembaban. Suhu berbanding terbalik dengan kelembaban.

Jika suhu rendah maka kelembaban tinggi, sebaliknya jika suhu tinggi maka

kelembaban rendah.

Kandang dalam penelitian ini memiliki lubang-lubang tempat pertukaran

udara pada setiap dindingnya, sehingga sirkulasi udara di dalam kandang baik. Selain

itu kandang menghadap ke arah timur untuk mendapatkan sinar matahari langsung

pada pagi hari. Kandang dengan sirkulasi udara yang baik dan cahaya matahari yang

(36)

lingkungan kandang. Selain itu cahaya matahari dapat mersangsang sistem

reproduksi merpati betina sehingga proses ovulasi berlangsung lebih cepat.

Reproduksi merpati berbeda dengan unggas lainnya. Produksi telur merpati

hanya dua butir untuk satu kali periode bertelur, selain itu interval bertelurnya juga

lama. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik agar

produksitifitas merpati meningkat. Hal ini bisa dilakukan dengan pemeliharaan semi

intesif. Pemeliharaan semi intensif memberikan kesempatan merpati untuk

melakukan proses perkawinan setiap saat. Selain itu dengan pemeliharaan semi

intensif juga dapat memberikan kesempatan merpati untuk memperoleh grit yang

dapat membantu proses pencernaan sehingga sistem pencernaan merpati dapat

berjalan dengan baik.

Telur yang dihasilkan dari merpati unggul pada setiap periode bertelur

sebaiknya tidak dierami secara langsung oleh merpati induknya, namun telur yang

dihasilkan sebaiknya dierami oleh indukan lain. Hal ini dilakukan untuk

mempercepat interval produksi telur merpati unggul yang tidak mengerami telur,

sehingga telur merpati yang dihasilkan akan lebih banyak.

Konsumsi Pakan

Merpati merupakan jenis unggas yang menyukai makanan berupa biji-bijian,

seperti jagung yang dijadikan pakan dalam penelitian ini. Rataan konsumsi pakan

jagung dalam penelitian ini yaitu 38,44 ± 8,21 g/pasang/hari dengan koefisien

keragaman 21,36%. Hal tersebut menunjukkan konsumsi pakan merpati pada

penelitian ini masih beragam, karena konsumsi pakan tertinggi dalam penelitian ini

yaitu 61,43 g/pasang/hari dan konsumsi pakan terendah yaitu 25,29 g/pasang/hari.

Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar

badan, serta jumlah dan besar anak (Blakely dan Bade, 1998).

Merpati sebaiknya diberi pakan cukup karena merpati memiliki sifat

memilih-milih pakan yang disukai dan menghamburkan pakan yang tidak

disukainya, oleh karena itu disain tempat pakan sangat penting agar pakan tidak

berhamburan. Selain pakan utama berupa jagung, merpati juga harus mendapatkan

grit untuk membantu proses pencernaan, oleh karena itu manajemen pemeliharaan

yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu semi intensif dimana setiap sore hari

(37)

melakukan perkawinan. Grit yang diperoleh berupa batu-batu kecil atau kerikil,

arang dan abu yang berada di sekitar kandang.

Sifat-sifat Kualitatif

Sifat-sifat kualitatif merpati yang diamati dalam penelitian ini yaitu warna

bulu, warna iris mata, tipe shank, tipe bulu sayap, bentuk ujung bulu sayap, bentuk

kepala dan bentuk badan.

Warna Bulu

Warna bulu merpati masih beragam. Persentase warna bulu merpati dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Warna Bulu Merpati Lokal Tipe Tinggian

Warna Bulu Jantan Betina

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

--- (ekor) --- --- (%)--- --- (ekor) --- --- (%) ---

Warna bulu kelabu merupakan warna bulu terbanyak untuk merpati jantan

dalam penelitian ini yaitu 10 ekor (33,33%), sedangkan warna bulu blorok untuk

merpati jantan tidak ada dalam penelitian ini karena merpati jantan blorok memang

masih jarang ditemui di pasaran. Merpati betina yang memiliki warna bulu terbanyak

yaitu coklat yang berjumlah 7 ekor (23,33%). Merpati yang baik memiliki bulu tubuh

yang lengkap, lembut dan terasa licin saat dipegang seperti berminyak. Persentase

(38)

ekor (60%), sedangkan merpati betina yang memiliki bulu tubuh yang lembut dan

terasa licin berjumlah 9 ekor (30%).

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(j)

Gambar 17. Warna Bulu Putih (a), Hitam (b), Coklat (c), Blantong (d), Tritis (e),

(39)

Warna bulu merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 17. Merpati

betina lebih sedikit memiliki bulu tubuh yang lembut dan terasa licin dibandingkan

merpati jantan, hal tersebut dikarenakan merpati betina lebih sering dipegang oleh

peternak untuk keperluan geber (klepek) merpati jantan. Menurut Marshall (2004),

bulu halus seperti sutra diduga karena kandungan minyak pada bulu tinggi. Bulu

yang kering diduga banyak penyakit, terbang menjadi tidak lurus, daya angkat

berkurang sehingga merpati sulit terbang dan membutuhkan lebih banyak energi dan

merpati menjadi cepat lelah.

Warna bulu merpati jantan maupun merpati betina masih bervariasi, namun

pada merpati jantan warna bulu pada bagian leher lebih terang dibandingkan merpati

betina, hal tersebut merupakan salah satu ciri untuk membedakan merpati jantan dan

merpati betina. Merpati lokal mempunyai warna yang beragam dan mempunyai tiga

warna dasar yaitu warna hitam, coklat dan merah. Warna biru (megan) adalah tipe

warna bulu burung merpati liar yang dekat dengan warna hitam, sedangkan warna

putih adalah albino karena tidak mengandung pigmen sama sekali pada bulu. Warna

bulu biru (megan) merupakan warna dari nenek moyang merpati domestik, warna

biru disebabkan oleh pigmen hitam yang menyebar (Levi, 1945). Namun menurut

Darwati (2012), warna bulu dasar burung merpati lokal ada 5 macam, yaitu hitam

(S-B+-C-), megan (ssB+C-), coklat/gambir (S-b-C-;), putih (S- -- cc), dan abu (SsBA-C-).

Warna Iris Mata

Warna iris mata pada dasarnya ada tiga warna yaitu kuning, putih (pillow)

dan coklat (asem). Namun ada juga merpati yang memiliki warna iris mata orange,

merah muda hingga merah. Warna tersebut merupakan gradasi dari warna-warna

dasar. Selain warna dasar dan warna gradasi dari warna dasar tersebut ada sejumlah

merpati yang memiliki warna iris mata yang berbeda pada kedua sisinya, seperti

warna iris mata bagian kanan putih (pillow) dan warna iris mata bagian kiri coklat

(asem). Jenis warna iris mata ini biasa disebut oleh para peternak dengan sebutan

warna iris mata liplap. Selain itu ada juga merpati yang memiliki warna iris mata

yang berbeda dalam satu mata seperti sebagian mata berwarna putih (pillow) dan

sebagian lagi berwarna coklat (asem). Darwati (2003) menyatakan keragaman

(40)

Tabel 3. Persentase Warna Iris Mata Merpati Lokal Tipe Tinggian

Warna Iris Mata Jantan Betina

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---

Kuning 27 90 24 80,00

Putih (pillow) 0 - 2 6,67

Coklat (asem) 1 3,33 2 6,67

Liplap 1 3,33 2 6,67

Campuran 1 3,33 0 -

Warna iris mata merpati jantan terbanyak yaitu kuning dan berjumlah 27 ekor

atau 90% dari jumlah merpati jantan yang diamati, sedangkan untuk warna iris mata

putih (pillow) pada penelitian ini tidak ada. Warna iris mata merpati betina juga

didominasi oleh warna kuning berjumlah 24 ekor atau 80%. Pada penelitian ini

ditemukan merpati dengan warna iris mata liplap sebanyak dua ekor pada merpati

betina dan satu ekor pada merpati jantan. Burung merpati lokal mempunyai warna

mata jingga dan kuning (Salis, 2002). Warna iris mata merpati disebabkan oleh iridic

pigmen (Levi,1945).

Warna iris mata memberikan pengaruh besar terhadap penglihatan. Warna iris

mata merpati yang baik adalah warna iris mata kuning. Hal ini mungkin disebabkan

warna iris mata kuning tahan terhadap sinar matahari apabila dilepas pada siang dan

sore hari. Warna iris mata putih (pillow) dan coklat (asem) kurang baik. Warna iris

mata putih (pillow) diduga tidak tahan terhadap sinar matahari, sedangkan warna iris

mata coklat (asem) diduga kurang baik jika cuaca mendung. Namun masih perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Warna iris mata merpati lokal tipe

tinggian disajikan pada Gambar 18.

Selain warna iris mata, hal lain yang harus diperhatikan yaitu bentuk pupil

mata. Mata yang baik harus memiliki bentuk pupil yang bulat utuh, hitam dan tidak

pecah. Bentuk pupil yang sempurna akan mempengaruhi kemampuan pupil untuk

(41)

(a) (b) (c)

Gambar 18. Warna Iris Mata Coklat (Asem) (a), Putih (Pillow) (b) dan Kuning (c)

Bentuk Kepala

Bentuk kepala merpati lokal dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu curut,

jenong dan menyerupai burung perkutut. Persentase bentuk kepala merpati dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Bentuk Kepala Merpati Lokal Tipe Tinggian

Bentuk Kepala Jantan Betina

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---

Curut 13 43,33 7 23,33

Jenong 7 23,33 10 33,33

Perkutut 10 33,33 13 43,33

Bentuk kepala merpati jantan paling banyak pada penelitian ini yaitu curut

dan berjumlah 13 ekor dengan persentase 43,33%, sedangkan merpati betina paling

banyak memiliki bentuk kepala seperti perkutut dan berjumlah 13 ekor dengan

persentase 43,33%. Merpati jantan dengan bentuk kepala jenong pada penelitian ini

memiliki rataan kecepatan terbang 9,83 m/detik, rataan terbang merpati jantan

dengan bentuk kepala curut yaitu 10,69 m/detik dan rataan kecepatan terbang

merpati jantan dengan bentuk kepala perkutut yaitu 10,39 m/detik. Hal tersebut

menunjukan bahwa merpati jantan dengan bentuk kepala curut memiliki rataan

kecepatan terbang yang lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan bentuk

(42)

(a) (b) (c)

Gambar 19. Bentuk Kepala Jenong (a), Curut (b) dan Perkutut (c)

Berdasarkan pengalaman peternak, merpati jantan dengan bentuk kepala

jenong memiliki kemampuan untuk mendarat (menukik) yang baik, sedangkan

merpati dengan bentuk kepala curut memiliki kemampuan terbang tinggi hingga

terlihat kecil (nitik) di awan. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal

tersebut.

Bentuk kepala merpati jantan terlihat lebih kasar dan maskulin dibandingkan

merpati betina. Selain dari bentuk kepala, paruh dan hidung pun bisa dijadikan

peubah untuk membedakan jenis kelamin merpati. Menurut Dewi (2005) merpati

betina memiliki bentuk paruh yang panjang dan lurus. Merpati jantan memiliki

bentuk paruh yang pendek dengan bagian ujung agak melengkung. Pada hidung

merpati jantan terdapat bercak putih, sedangkan hidung merpati betina tidak terdapat

bercak putih, hidungnya berwarna merah serta relatif lebih kecil.

Bentuk Tubuh

Bentuk tubuh dikelompokkan menjadi dua yaitu bentuk menyerupai jantung

pisang dan kapal. Darwati (2003) menyatakan bahwa bentuk tubuh merpati

performing breed seperti jantung pisang jika digenggam dengan dua tangan, posisi

badan dan kaki diselonjorkan ke belakang. Pada posisi tersebut badannya dirasakan

padat namun terasa empuk di tangan. Pada saat berdiri badannya terlihat tegap dan

dada tampak padat. Bentuk badan yang menyerupai kapal dicirikan dengan tubuh

yang panjang menyerupai kapal, jika sedang berdiri maka posisi kepala lebih ke

depan dibandingkan kepala dengan bentuk jantung pisang sehingga kepala dan leher

(43)

Bentuk tubuh antara merpati satu dengan merpati lainnya beragam.

Persentase bentuk tubuh merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase Bentuk Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian

Bentuk Tubuh Jantan Betina

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---

Jantung pisang 21 70,00 11 36,67

Kapal 9 30,00 19 63,33

Bentuk tubuh merpati jantan lebih banyak menyerupai jantung pisang

dibandingkan bentuk kapal. Merpati jantan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai

jantung pisang dalam penelitian ini berjumlah 21 ekor dengan persentase 70%,

sedangkan merpati jantan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai kapal berjumlah 9

ekor atau 30%. Merpati betina lebih banyak memiliki bentuk tubuh menyerupai kapal

dan berjumlah 19 ekor dengan persentase 63,33%, sedangkan merpati betina yang

memiliki bentuk tubuh menyerupai jantung pisang berjumlah 11 ekor atau 36,67%.

Bentuk tubuh merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 20.

(a) (b)

Gambar 20. Bentuk Tubuh Jantung Pisang (a) dan Kapal (b)

Merpati jantan dengan bentuk tubuh seperti jantung pisang dalam penelitian

ini memiliki rataan kecepatan 10,42 m/detik, sedangkan merpati jantan dengan

bentuk tubuh seperti kapal memiliki rataan kecepatan terbang 10,30 m/detik. Hal

tersebut menunjukan bahwa kecepatan terbang merpati jantan dengan bentuk badan

(44)

terjadinya gesekan antara tubuh dengan udara sehingga hambatan saat terbang

minimal dan kecepatan terbang kencang.

Merpati jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih tegap dibandingkan merpati

betina. Bentuk tubuh seperti jantung pisang digemari oleh peternak karena bentuk

tubuh merpati jantan yang menyerupai jantung pisang diduga pada saat terbang dapat

mendarat (menukik) dengan baik. Burung merpati tinggi yang unggul memiliki gaya

turun yang tajam (menukik). Hal ini disesuaikan dengan ring lomba yang menuntut

merpati tinggi untuk turun tajam. Menurut Darwati (2003) bahwa postur tubuh

burung merpati lokal performing breed yang memiliki ketangkasan tumbler (akrobat

di udara) adalah merpati jantan, walaupun tidak menutup kemungkinan betina juga

ada.

Bentuk Ujung Bulu Sayap

Bentuk ujung bulu sayap ada dua yaitu bentuk ujung bulu yang lancip dan

bentuk ujung bulu yang tumpul. Persentase bentuk ujung bulu sayap merpati dalam

penelitian ini disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Bentuk Ujung Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian

Bentuk Ujung

Bulu Sayap

Jantan Betina

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---

Lancip 8 26,67 8 26,67

Tumpul 22 73,33 22 73,33

Merpati jantan maupun merpati betina memiliki persentase bentuk ujung bulu

sayap yang sama yaitu 73,33% atau berjumlah 22 ekor untuk bentuk ujung bulu

sayap yang tumpul. Merpati jantan dengan bentuk ujung bulu sayap lancip dalam

penelitian ini memiliki rataan kecepatan terbang 10,25 m/detik, sedangkan merpati

jantan dengan bentuk ujung bulu sayap tumpul memiliki rataan kecepatan terbang

10,44 m/detik. Hal tersebut menunjukan bahwa kecepatan terbang merpati jantan

dengan bentuk ujung bulu sayap tumpul lebih tinggi dibandingkan merpati jantan

dengan bentuk ujung bulu ayap lancip. Bentuk ujung bulu sayap merpati lokal tipe

(45)

(a) (b)

Gambar 21. Bentuk Ujung Bulu Sayap Tumpul (a) dan Lancip (b)

Bentuk ujung bulu sayap mempengaruhi saat terbang karena dapat

mengurangi gesekan udara pada sayap. Bentuk sayap merpati dapat membuat

perbedaan tekanan udara pada bagian atas dengan bawah yang akan menyebabkan

daya dorong pada tubuh merpati dari atas ke bawah. Sayap merpati berperan untuk

menolak daya gravitasi yang akan menyebabkan burung terbang (Dewi, 2005).

Tipe Bulu Sayap

Tipe bulu sayap ada dua yaitu tipe bulu sayap rapat dan tipe bulu sayap

renggang. Persentase tipe bulu sayap merpati dalam penelitian ini disajikan pada

Tabel 7.

Tabel 7. Persentase Tipe Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian

Tipe Bulu Sayap Jantan Betina

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---

Rapat 15 50,00 16 53,33

Renggang 15 50,00 14 46,67

Persentase tipe bulu sayap merpati jantan sama antara tipe bulu sayap rapat

dan renggang yaitu 50%, sedangkan untuk merpati betina yang memiliki tipe bulu

sayap rapat ada 16 ekor atau 53,33%. Merpati jantan dengan tipe bulu sayap rapat

dalam penelitian ini memiliki rataan kecepatan terbang 10,32 m/detik, sedangkan

merpati jantan dengan tipe bulu sayap renggang memiliki rataan kecepatan terbang

(46)

dengan tipe bulu sayap renggang lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan

tipe bulu sayap rapat. Pernyataan tersebut berbeda dengan Yonathan (2003) yang

menyatakan bahwa jarak antar bulu sayap rapat dan bulu sayap lebar dapat

membantu merpati saat terbang sehingga kecepatan terbangnya lebih cepat. Hal ini

dikarenakan tidak ada udara yang lolos diantara sela-sela bulu sayap dan ketika

disibakkan akan menghasilkan ayunan yang kuat. Tipe bulu sayap merpati lokal tipe

tinggian disajikan pada Gambar 22.

(a) (b)

Gambar 22. Tipe Bulu Sayap Rapat (a) dan Renggang (b)

Tyne dan Berger (1976) menyatakan bahwa sayap pada burung berfungsi

memberikan dorongan pada tubuh sehingga menambah kecepatan terbang. Bulu

sayap primer merupakan bagian terpenting pada saat burung terbang karena

berfungsi seperti baling-baling ketika burung terbang.

Tipe Shank

Tipe shank dikelompokkan menjadi dua yaitu tipe shank basah dan kering.

Tipe shank basah ditandai dengan shank yang bersih, merah dan tampak mengkilap

seperti basah, sedangkan tipe shank kering dicirikan dengan shank yang tampak

seperti bersisik, berwarna lebih putih dibandingkan tipe shank basah dan terlihat

kering.

Warna shank merpati lokal sudah seragam yaitu berwarna merah dan

diperkirakan homozigot, namun untuk pola warna bulu masih beragam (Salis, 2002).

(47)

Tabel 8. Persentase Tipe Shank Merpati Lokal Tipe Tinggian

Tipe Shank Jantan Betina

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---

Shank kering 26 86,67 15 50,00

Shank basah 4 13,33 15 50,00

Tipe shank merpati jantan lebih didominasi oleh tipe shank kering yaitu 26

ekor dengan persentase 86,67%, sedangkan untuk mepati betina persentase tipe

shank basah dan shank kering sama masing-masing 50%. Tipe shank merpati lokal

tipe tinggian disajikan pada Gambar 23.

(a) (b)

Gambar 23. Tipe Shank Kering (a) dan Basah (b)

Sifat-sifat Kuantitatif

Sifat-sifat kuantitatif merpati yang diamati dalam penelitian ini yaitu bobot

badan dan ukuran-ukuran tubuh seperti lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam

dada, lingkar dada, panjang dada dan panjang punggung. Selain itu diamati pula

jumlah bulu sayap primer, rentang sayap, panjang sayap, lebar bulu ekor, panjang

bulu ekor dan jumlah bulu ekor.

Sifat Kuantitatif Merpati Jantan dan Betina

Bobot Badan

Bobot badan merpati jantan dan merpati betina dalam penelitian ini sangat

berbeda nyata. Rataan bobot badan merpati jantan yaitu 341,8 ± 27,14 g, sedangkan

(48)

jantan memiliki koefisien keragaman sebesar 7,94%, sedangkan bobot badan merpati

betina memiliki koefisien keragaman sebesar 11,42%. Hal tersebut menunjukkan

bahwa bobot badan merpati betina lebih beragam dibandingkan dengan merpati

jantan.

Merpati jantan memiliki rataan bobot badan lebih besar dibandingkan merpati

betina, namun dalam penelitian ini ditemukan merpati jantan yang memiliki bobot

badan yang lebih rendah dibandingkan bobot badan merpati betina. Bobot badan

merpati jantan terendah dalam penelitian ini yaitu 280 g, sedangkan bobot badan

merpati betina tertinggi yaitu 360 g. Perbedaan bobot badan ini menunjukkan bahwa

bobot badan merpati lokal masih beragam, bobot badan ini dipengaruhi oleh genetik

dan lingkungan.

Ukuran Tubuh

Ukuran tubuh merpati jantan dan betina yang diamati dalam penelitian ini

yaitu lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam dada, lingkar dada, panjang dada,

panjang punggung dan lebar pangkal ekor. Perbedaan ukuran tubuh merpati jantan

dan betina disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina

Peubah Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Keterangan : * Superskrip pada baris yang sama menyatakan beda nyata. Jika huruf besar berarti berbeda sangat nyata (P<0,01), sedangkan huruf kecil menandakan beda nyata (P<0,05).

* KK = koefisien keragaman.

Lebar dada luar, lebar dada dalam, lingkar dada, panjang dada dan lebar

Gambar

Gambar 12. Perhitungan Jumlah Bulu Sayap Primer
Gambar 15. Pengukuran Lebar Bulu Ekor
Tabel 2. Persentase Warna Bulu Merpati Lokal Tipe Tinggian
Gambar 17. Warna Bulu Putih (a), Hitam (b), Coklat (c), Blantong (d), Tritis (e),
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Sistem pengaduan masyarakat yang diterapkan di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan saat ini masih dilakukan secara manual, yaitu dengan cara bertemu langsung dengan

Kesimpulan Dari seluruh proses penelitian yang telah penulis lakukan mengenai Implementasi Penanaman Nilai-nilai Moral dan Kemandirian Sosial di Sekolah Dasar Plus Qurrota

Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara social support dan resilience of efficacy pada remaja atlet bulutangkis di Surabaya

Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia: Pendekatan Unbalanced Panel Data.

Dengan menggunakan signifikansi α sebesar 0,05 (  = 5%) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,221, dikarenakan nilai signifikansi sebesar 0,221 lebih besar dari 0,05, maka

bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 43 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun