KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG
MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN
SKRIPSI
RICKY FIRMANSYAH
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Ricky Firmansyah. D14080319. 2012. Karakteristik dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.
Pembimbing Anggota : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.
Merpati merupakan salah satu jenis unggas yang telah lama dikenal di Indonesia. Merpati dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu merpati pedaging, merpati hias dan merpati balap. Merpati memiliki keistimewaan yaitu naluri untuk pulang kandang (homing). Keistimewaan ini yang dimanfaatkan peternak untuk membuat serangkaian perlombaan dengan mengadu kecepatan terbang merpati. Adapun kecepatan terbang diduga ada kaitannya dengan karakteristik dan ukuran tubuh merpati, oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengamati karakteristik, ukuran tubuh dan kecepatan terbang. Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif serta ukuran tubuh yang berpengaruh terhadap kecepatan terbang merpati lokal tipe tinggian.
Penelitian dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan April hingga Juni 2012. Materi penelitian berupa 30 pasang atau 60 ekor merpati berumur 9-12 bulan. Sepasang merpati ditempatkan dalam kandang berukuran panjang 50 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm dengan sistem pemeliharaan semi intensif. Pakan diberikan sebanyak 70 g/pasang/hari, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Sepasang merpati dipelihara selama 14 hari. Merpati jantan dilatih terbang selama 9 hari untuk memperoleh rataan kecepatan terbang pada jarak 100, 150 dan 200 m. Selama 14 hari merpati diamati sifat kualitatif dan kuantitatif serta rataan kecepatan terbang. Hasil yang didapat untuk sifat kualitatif disajikan deskriptif, sedangkan untuk sifat kuantitatif diuji t untuk membandingkan sifat kuantitatif merpati jantan dan betina serta membandingkan ukuran tubuh merpati jantan sebelum dan setelah dilatih terbang. Selain itu menduga korelasi antara ukuran tubuh merpati jantan dan rataan kecepatan terbang.
ukuran tubuh belum bisa dijadikan faktor penentu seleksi untuk mendapatkan kecepatan terbang terbaik. Pola terbang merpati ada tiga yaitu terbang lurus langsung, berputar lalu lurus dan lurus baru berputar. Pola terbang lurus memiliki rataan kecepatan terbang tertinggi, karena pada pola lurus waktu yang dihasilkan untuk dapat kembali ke rumah lebih cepat.
ABSTRACT
Characteristics and Flying Speed of Local Tinggian Type Pigeon
Firmansyah, R., S. Darwati, and R. Afnan.
Local tinggian type pigeons perform good flying quality. Their body characteristics and size are predicted to have influence on flying speed. This research aimed to explore the qualitative and quantitative traits of this local pigeon of tinggian type as well as body measurements which has influence on flying speed. A total of 60 heads of local tinggian type pigeon or equal to 30 pairs aged of 9-12 months were used in this experiment to study the qualitative and quantitative traits. The male pigeons were subjected to flying course to gather the data of flying speed within the distance of 100, 150 and 200 meters. The result showed high variety in quantitative traits of these pigeons. Males had higher bodyweight and size compared to females. The bodyweight, the width of outer chest, the depth of the chest and the wing spread of the males were altered after having flying course. The flying speed at the distance of 100, 150 and 200 meters was 10.64 m/s; 10.52 m/s and 10.01 m/s, respectively. The body size revealed no correlation with flying speed. It was observed that there were 3 flying patterns namely direct straight flying, circular and straight flying, and straight and circular flying. The direct straight flying pattern showed the highest speed in average of 10.48 m/s.
KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG
MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN
RICKY FIRMANSYAH D14080319
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Karakteristik dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian
Nama : Ricky Firmansyah NIM : D14080319
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si. NIP. 19631003 198903 2 001
Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr. NIP. 19680625 200801 1 010
Mengetahui, Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1989 di Bogor, Jawa Barat.
Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Rosid Rahman
dan Ibu Eni Kurnaeni.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar
Negeri Marga Jaya 1 Bogor dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Pembangunan 1 Bogor. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bogor pada tahun 2004 dan
diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009. Penulis
aktif dalam organisasi kepanitiaan Fakultas Peternakan seperti Dekan Cup, Fapet
Show Time (FST) dan Malam Keakraban 46. Penulis juga merupakan anggota dari
Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI). Penulis pernah
mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU)
Sapi Perah, Baturraden, Purwokerto, pada tahun 2010. Penulis juga dipercaya oleh
Lembaga Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) IPB sebagai
mahasiswa pendamping kegiatan penggemukan domba di Desa Cihideung Udik pada
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Karakteristik dan Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif merpati
lokal tipe tinggian. Selain itu mempelajari korelasi antara ukuran tubuh dengan
kecepatan terbang merpati lokal tipe tinggian.
Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan April
hingga Juli 2012. Skripsi ini membahas tentang sifat kualitatif dan kuantitatif
merpati lokal tipe tinggian baik merpati jantan maupun merpati betina. Selain itu
membahas tentang kecepatan terbang dan pola terbang merpati lokal tipe tinggian
serta korelasinya terhadap ukuran tubuh seperti lebar dada dalam, lebar dada luar,
lingkar dada, dalam dada, panjang punggung, panjang dada, serta bagian sayap, ekor
dan bobot badan.
Informasi mengenai karakteristik dan kecepatan terbang merpati lokal tipe
tinggian masih sedikit. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca
khususnya penghobi dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2012
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ……….. i
ABSTRACT ………. iii
LEMBAR PERNYATAAN ………. iv
LEMBAR PENGESAHAN ………. v
Karakteristik Merpati ………... 3
Sistem Kerangka ……….. 5
Kecepatan Terbang ……….. 5
Pola Terbang ……… 6
Manajemen Pemeliharaan ……… 6
Kandang ………... 6
Sistem Pemeliharaan ……… 10
Cara Melatih ……… 11
Pengambilan Data ……… 12
Rancangan dan Analisis Data ………...………... 12
Rancangan ……….………..………… 19
Glosarium ……… 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 22
Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian ……… 22
Konsumsi Pakan ……….. 23
Sifat-sifat Kuantitatif ……….. 34
Sifat Kuantitatif Merpati Jantan dan Betina ……… 34
Bobot Badan ……… 34
Ukuran Tubuh ………. 35
Sayap ………... 36
Ekor ………. 37
Sifat Kuantitatif Merpati Jantan Sebelum dan Setelah Dilatih Terbang ……… 37
Bobot Badan ……… 37
Ukuran Tubuh ………. 38
Sayap ………... 39
Ekor ………. 40
Kecepatan Terbang ……….. 41
Pola Terbang ……… 42
Korelasi Ukuran Tubuh dengan Kecepatan Terbang ……….. 44
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rataan Suhu dan Kelembaban pada Lokasi Penelitian ………… 22
2. Persentase Warna Bulu Merpati Lokal Tipe Tinggian ………… 24
3. Persentase Warna Iris Mata Merpati Lokal Tipe Tinggian ……. 27
4. Persentase Bentuk Kepala Merpati Lokal Tipe Tinggian ……… 28
5. Persentase Bentuk Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian ………. 30
6. Persentase Bentuk Ujung Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe
Tinggian ………... 31
7. Persentase Tipe Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian ……. 32
8. Persentase Tipe Shank Merpati Lokal Tipe Tinggian ………….. 34
9. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina 35
10. Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina ……….. 36
11. Bulu Ekor Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina …… 37
12. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Jantan Tipe Tinggian Sebelum
dan Setelah Dilatih Terbang ……… 38
13. Sayap Merpati Lokal Jantan Tipe Tinggian Sebelum dan
Setelah Dilatih Terbang ………... 39
14. Ekor Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan Sebelum dan Setelah
Dilatih Terbang ……… 40
15. Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian pada Jarak
yang Berbeda ………... 42
16. Persentase Pola Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian ……….. 43
17. Korelasi Bobot Badan, Ukuran Tubuh, Sayap dan Ekor Merpati
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kandang Merpati Blok A (a), Blok B (b) dan Blok C (c) ……... 8
2. Kandang Penjodohan (a), Kandang Betina (b) dan Kandang Lepas (c) ……….. 9
3. Timbangan Digital (a) dan Penimbangan Bobot Badan (b) …… 13
4. Jangka Sorong (a) dan Pita Ukur (b) ….……….. 14
5. Pengukuran Lebar Dada Luar (a) dan Lebar Dada Dalam (b) … 14 6. Pengukuran Panjang Dada ……….……….. 15
7. Pengukuran Lingkar Dada ………….……….. 15
8. Pengukuran Dalam Dada ………. 15
9. Pengukuran Panjang Punggung ………... 16
10. Pengukuran Panjang sayap ……….. 16
11. Pengukuran Rentang Sayap ………... 16
12. Perhitungan Jumlah Bulu Sayap Primer …….………. 17
13. Perhitungan Jumlah Bulu Ekor ……….………... 17
14. Pengukuran Panjang Bulu Ekor ……….……….. 17
15. Pengukuran Lebar Bulu Ekor ……….………. 18
16. Pengukuran Lebar Pangkal Ekor ………. 18
17. Warna Bulu Putih (a), Hitam (b), Coklat (c), Blantong (d), Tritis (e), Megan (f), Kelabu (g), Brolok (h), Batik (i) dan Gambir (j) …………...………. 25
18. Warna Iris Mata Coklat (Asem) (a), Putih (Pillow) (b) dan Kuning (c) ……… 28
19. Bentuk Kepala Jenong (a), Curut (b) dan Perkutut (c) ………… 29
20. Bentuk Tubuh Jantung Pisang (a) dan Kapal (b) ………. 30
21. Bentuk Ujung Bulu Sayap Tumpul (a) dan Lancip (b) ………… 32
22. Tipe Bulu Sayap Rapat (a) dan Renggang (b) ………. 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Contoh Perhitungan Hasil Uji t Peubah Sifat Kualitatif Merpati
Jantan dan Betina Menggunakan Minitab 14 ……….. 51
2. Contoh Perhitungan Hasil Uji t Peubah Sifat Kuantitatif Merpati Jantan Sebelum dan Setelah Dilatih Terbang
Menggunakan Minitab 14 ……… 51
3. Contoh Perhitungan Korelasi Peubah Sifat Kuantitatif dengan
Kecepatan Terbang Menggunakan Minitab 14 ……… 51
4. Contoh Perhitungan Hasil Uji t Kecepatan Terbang Merpati
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Merpati merupakan salah satu jenis unggas yang telah lama dikenal di
Indonesia. Peternak atau penghobi memelihara merpati sebagai hewan peliharaan.
Dahulu merpati banyak dimanfaatkan sebagai ternak pengantar surat, namun saat ini
fungsi merpati lebih beragam. Merpati dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu
merpati sebagai penghasil daging yang diternakkan untuk keperluan pangan, merpati
sebagai ternak hias dan merpati sebagai ternak hobi yang dipelihara untuk
kesenangan dan perlombaan karena dapat dilatih terbang seperti lomba balap
merpati.
Merpati balap tipe tinggian dulu diperlombakan hanya pada satu lokasi
tertentu dan merpati yang sampai paling awal ke kandangnya dinyatakan sebagai
pemenang. Namun animo masyarakat saat ini sudah mulai bergesar. Seperti halnya
merpati balap tipe datar, merpati balap tipe tinggian juga harus mampu terbang
dengan cepat dan dapat dilatih terbang pada tempat lomba yang berbeda. Selain itu,
merpati balap tipe tinggian juga harus memiliki kualitas mendarat (menukik) yang
baik, hal ini disesuaikan dengan ring lomba yang menuntut merpati tipe tinggian
untuk mendarat dengan baik.
Naluri untuk pulang kandang (homing) merupakan salah satu keistimewaan merpati. Keistimewaan ini dimanfaatkan para peternak untuk membuat serangkaian
perlombaan dengan mengadu kecepatan terbang merpati seperti merpati pos, merpati
balap tipe datar dan merpati balap tipe tinggian.
Merpati balap pada dasarnya adalah merpati lokal, namun merpati balap
sudah mengalami beberapa latihan terbang sehingga mempunyai kualitas terbang
yang lebih baik dibandingkan merpati lokal. Karakteristik dan ukuran tubuh merpati
balap pun berbeda dengan merpati tipe lain. Bentuk tubuh merpati balap tampak
lebih atletis dan berotot dibandingkan merpati tipe lain karena proses latihan terbang.
Karakteristik dan ukuran tubuh merpati diduga berpengaruh terhadap
kecepatan terbang merpati, namun pengetahuan akan karakteristik dan ukuran tubuh
yang berpengaruh terhadap kecepatan terbang merpati masih belum dipahami oleh
sebagian besar peternak atau penghobi. Oleh karena itu, penelitian untuk mengetahui
sangat diperlukan untuk kepentingan seleksi, agar para peternak dapat memperoleh
merpati yang berkualitas baik khususnya merpati lokal tipe tinggian.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik sifat kualitatif dan
kuantitatif merpati lokal tipe tinggian. Selain itu, mempelajari ukuran tubuh yang
TINJAUAN PUSTAKA
Merpati
Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh
bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung
merpati yang asal penyebarannya dari daerah Eropa (Antawidjaya, 1988).
Menurut Levi (1945), kedudukan merpati lokal dalam taksonomi adalah
sebagai berikut :
Kelas : Aves
Sub Kelas : Neornithes
Super Ordo : Neognathae
Ordo : Columbiformes
Sub Ordo : Columbiae
Famili : Columbidae
Genus : Columba
Spesies : Columba livia
Merpati termasuk ke dalam golongan hewan bertulang belakang (vertebrata)
dan berdarah panas dengan suhu tubuh sekitar 41 oC. Bentuk tubuhnya kompak dan
kuat tetapi beragam sehingga dapat beradaptasi dengan kehidupan di darat maupun di
udara. Sayap merpati memudahkan saat terbang, kakinya memudahkan saat
bertengger dan berjalan. Kepala merpati termasuk besar sehingga mempunyai
kapasitas otak yang besar. Lehernya panjang dan fleksibel sehingga dapat berputar ke
segala arah (Levi, 1945).
Karakteristik Merpati
Naluri untuk pulang kandang (homing) merupakan salah satu keistimewaan merpati. Merpati dapat terbang hingga ribuan kilometer untuk pulang kembali ke
kandangnya. Merpati juga mempunyai sifat sense of location dalam jarak jauh
dengan waktu yang lama (Levi, 1945). Melatih terbang merpati dilakukan dengan
melepaskannya pada satu arah, misalkan dari arah timur ke barat. Selain itu, latihan
terbang dilakukan dengan jarak yang bertahap mulai dari yang paling dekat dan
Merpati mempunyai sifat alamiah yaitu monogami. Merpati selalu mencari
pasangan tetap yang bakal berlangsung sampai mati (Yonathan, 2003). Blakely dan
Bade (1998) menambahkan bila salah satu pasangan merpati mati atau dipisahkan
oleh manusia, maka dapat dicarikan pasangan lain. Namun bila pasangan yang
dipisahkan itu dipertemukan kembali dengan pasangan lamanya, maka pasangan
lama akan kembali terwujud.
Merpati betina biasanya lebih kecil dan tidak terlalu ribut dibandingkan
dengan merpati jantan pada saat kawin. Ukuran merpati jantan lebih besar dengan
tekstur bulu lebih besar dan bulu leher lebih tebal dibandingkan merpati betina.
Merpati jantan pada saat bercumbu membuat gerakan melingkari betina,
memekarkan bulu ekor dan menjatuhkan atau merebahkan sayapnya. Pada proses
cooing dan billing, betina selalu menempatkan paruhnya ke dalam paruh jantan.
Seekor merpati jantan dan seekor merpati betina telah menjadi pasangan jika
keduanya tampak saling meloloh dan merpati betina mau dikawini oleh merpati
jantan (Blakely dan Bade, 1998).
Dewasa kelamin pada merpati dicapai pada umur empat bulan untuk merpati
jantan dan enam bulan untuk merpati betina. Menurut Yonathan (2003), merpati
dianggap dewasa saat menginjak usia 4-6 bulan. Merpati betina mencapai dewasa
jika telah bertelur yaitu pada saat umur 5-6 bulan, sedangkan merpati jantan
dianggap dewasa setelah timbul sifat giring (birahi). Sifat giring ini dapat diamati
saat merpati jantan mematuk-matuk merpati betina.
Merpati bertelur sebanyak 1-2 butir telur pada setiap periode bertelur dengan
kerabang telur berwarna putih. Produksi telur merpati rata-rata yaitu dua butir setiap
periode dengan berat telur sekitar 15 g per butir. Masa pengeraman telur berlangsung
selama 17-18 hari. Pengeraman dilakukan secara bergantian oleh induk betina dan
induk jantan. Pengeraman yang dilakukan oleh merpati betina lebih lama
dibandingkan merpati jantan, merpati jantan hanya mengerami telur dalam waktu
yang singkat, yaitu pada pagi sampai siang. Telur merpati tidak menetas dalam waktu
yang sama. Setelah telur pertama menetas, telur kedua menetas 48 jam berikutnya
(Blakely dan Bade, 1998).
Sifat fisik yang dapat dilihat untuk membedakan jantan dan betina adalah
permukaannya lebih kasar dan terlihat lebih bersifat maskulin, sedangkan merpati
betina memiliki bentuk kepala agak bulat dan terlihat halus, serta bulu lehernya halus
(Levi, 1945 dan Nowland, 2001).
Sistem Kerangka
Seekor burung penerbang memiliki kerangka khusus yang tersusun oleh
tulang berongga pada tulang humerus, memiliki tulang dada, sternum, coracoids,
clavicles dan pygostyle yang kuat. Dada merpati tersusun dari tulang sternum yang
berfungsi untuk melindungi organ penting pernapasan yaitu paru-paru (Tyne dan
Berger, 1976). Kerangka tulang burung memiliki struktur yang berongga dan dapat
terisi udara sehingga meringankan berat kerangka pada saat terbang. Pygostile terdiri
dari caudal vertebra. Burung dapat bermanuver dengan ekor sebagai kemudi,
sehingga dapat memperlambat dan mengubah arah terbang (Henderson State
University, 2012).
The Cornell Lab of Ornithology (2012) menyatakan bahwa kombinasi tulang
yang ringan, bentuk yang sedemikian rupa dan presisi yang terkontrol memberikan
kemampuan burung untuk terbang lama. Menurut Levi (1945), merpati yang ideal
adalah merpati yang mempunyai tubuh tidak terlalu panjang atau terlalu pendek.
Tubuh merpati harus tegap, kepala, leher, sayap, tubuh, serta ekor harus proporsional
atau seimbang.
Kecepatan Terbang
Pennycuick (1968b) menyatakan bahwa merpati dapat terbang horizontal
tanpa kekurangan asupan oksigen dalam tubuh dengan kecepatan 3-16 m/detik,
kecepatan terbang minimum merpati adalah 8-9 m/detik. Tyne dan Berger (1976)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan terbang merpati
adalah kecepatan angin, temperatur dan motivasi terbang.
Menurut Yonathan (2003), kecepatan terbang merpati dipengaruhi oleh sifat
birahi (giring). Kondisi fisiologis juga berpengaruh terhadap kecepatan terbang
merpati. Naluri untuk kembali pulang lebih besar pada saat merpati jantan dilatih dan
Pola Terbang
Seekor burung meluncur menggunakan berat (massa) untuk mengatasi
hambatan angin, oleh karena itu burung memerlukan massa tertentu dan sebagai
akibatnya hanya burung tipe besar yang mampu meluncur teratur (Ritchison, 2008).
Pennycuick (1968a) menyatakan bahwa ketika kecepatan terbang meningkat, merpati
akan terbang meluncur dan secara drastis mengurangi rentang sayap.
Biewener (2012) menyatakan bahwa otot terbang burung dengan ukuran
tubuh yang lebih kecil harus mampu melakukan pekerjaan besar untuk menghasilkan
tenaga aerodinamis yang dibutuhkan untuk mendukung berat badan di udara dan
untuk mengatasi hambatan angin.
Manajemen Pemeliharaan
Kandang
Levi (1945) menyatakan bahwa tipe kandang merpati ada dua macam, yaitu
loft dan flypen. Loft merupakan kandang selama berproduksi dengan sangkar di
dalamnya, sedangkan flypen merupakan kandang jodoh untuk merpati muda yang
belum memperoleh pasangan. Menurut Knox (2000), peralatan yang harus tersedia
dalam kandang yaitu tempat pakan dan tempat minum yang didisain agar tidak
mudah tumpah, sarang untuk mengerami telur, mangkuk untuk mandi dan tenggeran.
Tempat sarang merpati seperti mangkok harus berbentuk cekung supaya
mampu menyediakan tempat yang cocok bagi merpati untuk mengerami dan
mencegah anak-anak yang masih kecil jatuh. Tempat bertengger perlu disediakan di
luar sangkar. Tenggeran berukuran lebar 10-15 cm dan tinggi 1 m (Blakely dan
Bade, 1998).
Pakan
Menurut Blakely dan Bade (1998), anak merpati mendapatkan makanan dari
induknya berupa susu merpati (pigeon milk). Zat yang menyerupai susu ini
merupakan sekresi yang berasal dari dinding tembolok yang hanya terdapat pada
merpati. Sistem pencernaan anak merpati mulai berkembang seiring berkurangnya
produksi pigeon milk, selanjutnya anak merpati mulai mengkonsumsi biji-bijian
membantu menggiling dan mencerna biji-bijian yang dimakan serta membentuk
kerabang telur karena grit juga mengandung mineral.
Pakan merpati umumnya berupa biji-bijian, seperti jagung. Jagung kuning
mengandung protein 8,5%, serat kasar 2,2%, kalsium 0,02%, fosfor 0,28% dan
energi metabolis 3,470 kkal/kg (National Research Council, 1994). Menurut
Nowland (2001), pakan yang baik untuk merpati terdiri atas protein kasar 13,5%,
karbohidrat 65%, serat 3,5% dan lemak 3%. Blakely dan Bade (1998) menyatakan
bahwa merpati mengkonsumsi biji-bijian sekitar 100-150 g/hari/pasang. Pakan yang
dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar badan, serta
jumlah dan besar anak.
Air Minum
Air sangat penting dan wajib diberikan kepada merpati. Air yang diberikan
harus bersih agar terhindar dari penyakit. Marshall (2004) menyatakan bahwa
merpati banyak mengkonsumsi air, dalam satu hari konsumsi air mencapai 10% dari
bobot badannya. Levi (1945) menambahkan tiga hal pokok yang sangat penting
dalam keberhasilan pemeliharaan merpati yaitu air yang bersih, tidak terkontaminasi
dan penggunaan pakan yang tepat serta grit.
Burung merpati rentan terhadap penyakit baik secara internal maupun
eksternal. Cacing dapat menyerang melalui air, selain itu merpati dapat terserang
kutu. Penyediaan air bersih dapat menurunkan parasit eksternal dan hal ini harus
dikombinasikan dengan kebersihan kandang dan tenggeran sehingga penyakit tidak
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam
Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung
selama bulan April 2012 hingga Juni 2012.
Materi
Ternak
Merpati yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 pasang atau 60
ekor berumur 9-12 bulan dengan kisaran bobot badan 200-405 g dan rataan bobot
badan 322,93 g. Merpati diperoleh dari peternak dan pedagang merpati di sekitar
lokasi penelitian. Kriteria merpati dalam penelitian ini yaitu merpati dalam kondisi
sehat, memiliki jumlah bulu sayap primer dan bulu ekor yang lengkap, tidak
memiliki cacat fisik dan mampu untuk dilatih terbang.
Kandang
Setiap pasang merpati ditempatkan dalam kandang utama berukuran panjang
50 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm. Kandang berjumlah 17 unit dan terbagi dalam
tiga blok yaitu blok A terdiri dari 4 unit kandang, blok B terdiri dari 5 unit kandang
dan blok C terdiri dari 8 unit kandang. Setiap unit kandang dilengkapi tempat pakan
dan tempat minum. Kandang yang digunakan dalam penelitian disajikan pada
Gambar 1.
(a) (b) (c)
Gambar 1. Kandang Merpati pada Blok A (a), Blok B (b) dan Blok C (c).
Kandang lain yang digunakan dalam penelitian ini selain kandang utama
utama dan kandang untuk melepas merpati jantan. Kandang tempat penjodohan,
kandang untuk betina dan kandang untuk melepas merpati jantan disajikan pada
Gambar 2.
(a) (b) (c)
Gambar 2. Kandang Penjodohan (a), Kandang Betina (b) dan Kandang Lepas (c).
Pakan dan Air Minum
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jagung kuning yang
berukuran kecil (jagung super) dengan diameter 0,5 cm. Pakan diberikan setiap pagi
dan hanya satu kali. Setiap pasang merpati diberikan pakan sebanyak 70 g,
sedangkan air minum diberikan ad libitum.
Prosedur
Proses Penjodohan
Proses penjodohan merpati dimulai dengan masa perkenalan. Merpati jantan
dipertemukan dengan merpati betina namun masih dalam kandang yang berbeda.
Kandang tersebut dibuat sekat untuk memisahkan merpati jantan dan merpati betina
agar tidak terjadi keributan dalam kandang, namun sepasang merpati tersebut masih
bisa saling melihat. Merpati jantan akan mengeluarkan suara bekur pada saat melihat
merpati betina, hal tersebut merupakan salah satu ciri untuk membedakan merpati
jantan dan merpati betina. Saat merpati jantan bekur yaitu menggelembungkan
bagian lehernya, yang diikuti dengan gerakan-gerakan yang khas untuk menggoda
merpati betina. Merpati betina juga bisa mengeluarkan suara bekur namun tidak
sekeras suara bekur merpati jantan dan bekur merpati betina tidak diikuti dengan
gerakan-gerakan seperti merpati jantan.
Ciri merpati yang sudah berjodoh yaitu saat merpati jantan dan betina
bagian lehernya serta menggoyang-goyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan
kemudian ke atas dan ke bawah yang diikuti dengan gerakan seperti tarian. Posisi
sayap dan ekor merpati jantan pada saat bekur akan lebih rendah bahkan hingga
terseret di tanah. Merpati betina mengangguk-anggukan kepalanya pada saat merpati
jantan mengeluarkan suara bekur.
Proses perkawinan diawali dengan percumbuan, merpati jantan maupun
merpati betina melakukan aktifitas telisik. Telisik merupakan salah satu tingkah laku
unggas untuk membersihkan bulu menggunakan paruh. Merpati betina memasukan
paruhnya ke dalam paruh merpati jantan. Saat paruh merpati betina berada dalam
paruh merpati jantan keduanya menggetarkan kepalanya seperti sedang meloloh,
setelah melakukan pelolohan maka betina akan merebahkan badannya agar dinaiki
merpati jantan. Jika pada saat merpati betina merebahkan badannya namun merpati
jantan tidak mau menaiki maka merpati betina akan meminta diloloh lagi sampai
merpati jantan mau menaikinya. Jika merpati jantan sudah menaiki merpati betina
dan merpati jantan pasangannya menggoyang-goyangkan ekor serta
mengepak-kepakan sayapnya maka proses perkawinan telah berhasil dilakukan. Setelah proses
perkawinan biasanya merpati jantan langsung terbang, namun ada juga beberapa
pasangan yang melakukan proses perkawinan secara bergantian. Pada saat merpati
jantan telah berhasil melakukan perkawinan maka giliran merpati betina yang
menaiki merpati jantan dengan gerakan yang sama.
Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sistem
pemeliharaan semi intensif. Sepasang merpati dikandangkan dalam kandang utama
dari sore hingga pagi hari. Selanjutnya setiap pagi merpati jantan dikeluarkan dari
kandang dan dibiarkan bebas, sedangkan merpati betina ditempatkan dalam kandang
khusus untuk betina. Merpati betina tidak dibiarkan bebas agar mempermudah dalam
penanganan. Merpati betina lebih cenderung senang di luar kandang, sedangkan
merpati jantan lebih sering masuk keluar kandang karena ingin menjaga kandangnya
atau daerah teritorialnya, sehingga merpati jantan lebih sering terlihat berkelahi
dibandingkan merpati betina. Perkelahian pada merpati bukan hanya masalah
kandang, ada juga perkelahian yang disebabkan karena memperebutkan pasangan,
berkelahi ketika merpati betina yang berwarna sama tersebut dibiarkan bebas. Kedua
merpati jantan tersebut akan sama-sama mengejar merpati betina yang berwarna
sama dengan pasangannya sehingga terjadi perkelahian.
Pada saat merpati dikeluarkan dari kandang, tempat pakan dan tempat minum
dikeluarkan dan dibersihkan atau dicuci dan dilakukan setiap hari. Tempat pakan dan
tempat minum yang sudah dicuci kemudian dijemur. Saat menunggu tempat pakan
dan minum kering, kandang dibersihkan dengan menggunakan peralatan seperti
kape, koas dan serokan. Merpati jantan dan merpati betina dijemur 1-2 jam setiap
pagi agar memperoleh cahaya sinar matahari. Merpati yang terlihat kotor (terdapat
kotoran/feses pada bagian bulunya) dimandikan dan dijemur. Merpati dimandikan
dua hari sekali, merpati yang sudah dijemur kemudian dimasukan kembali dalam
kandang. Merpati dikeluarkan kembali pada sore hari, merpati jantan dan merpati
betina dibiarkan bebas. Hal ini bertujuan agar merpati tersebut dapat mencari grit
berupa batu-batu kecil atau kerikil, arang serta abu yang ada di sekitar kandang. Grit
ini merupakan pakan tambahan yang bertujuan untuk membantu proses pencernaan
dalam tembolok. Selain untuk mendapatkan grit, tujuan lain merpati jantan dan
betina dibiarkan bebas pada sore hari yaitu agar sepasang merpati tersebut dapat
melakukan perkawinan.
Cara Melatih
Merpati yang baru datang dikurung terlebih dahulu selama satu hari penuh
dengan tujuan agar sepasang merpati tersebut dapat beradaptasi dengan kandang atau
tempat tinggal barunya. Merpati mulai dikeluarkan dari kandang pada hari ke-dua,
namun merpati betina tetap berada di dalam kandang khusus betina (dongdang dalam
bahasa sunda) yang berada di dekat kandang utama. Jika sepasang merpati sudah
dapat beradaptasi, maka mulai dilepas bebas hanya pada sore hari sekitar pukul 17.00
atau ketika sudah mulai gelap agar merpati tidak terbang jauh.
Merpati jantan mulai dilatih terbang pada hari ke-tiga pemeliharaan. Latihan
terbang untuk merpati jantan dilakukan pada jarak tertentu dan bertahap. Selain itu
latihan terbang untuk merpati lokal tipe tinggian dilakukan pada satu arah, misalkan
barat ke timur. Jika merpati telah mengenal medan latihan, maka jarak latih terbang
ditambah. Pada setiap latihan terbang, merpati yang masih baru dibantu oleh merpati
Latihan terbang dilakukan secara bertahap, yaitu mulai dari jarak 100 m, 150
m dan 200 m. Latihan terbang dilakukan pagi hari karena kecepatan angin pada pagi
hari masih konstan, sehingga kondisi angin saat latihan maupun pengambilan data
kecepatan terbang seragam. Merpati diterbangkan pada jarak yang sama sebanyak
tiga kali atau sampai merpati tersebut dapat terbang tanpa salah arah. Jika merpati
sudah mengenal medan yaitu langsung pulang ke kandang ketika terbang berdua
dengan seekor guide, selanjutnya merpati dibiasakan terbang sendiri. Pencatatan
kecepatan terbang merpati dilakukan saat merpati terbang sendiri dan tidak dipandu
oleh guide.
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan secara bertahap karena kapasitas kandang
terbatas. Pengambilan data dilakukan secara bergilir. Merpati yang dipelihara sudah
didapatkan seluruh datanya, maka merpati tersebut ditukar ke pasar atau ke peternak.
Setiap pasang merpati dipelihara selama 14 hari. Pemeliharaan di kandang
selama 3 hari dan latihan terbang untuk persiapan pengambilan data kecepatan
terbang dilakukan selama 9 hari, selanjutnya hari ke-13 dan ke-14 dilakukan
pengambilan data kecepatan terbang.
Pengamatan dilakukan setiap hari secara langsung meliputi manajemen
pemeliharaan, pengambilan data sifat kualitatif dan sifat kuantitatif, serta data rataan
kecepatan terbang. Pengambilan data sifat kualitatif dilakukan pada saat merpati
datang, sedangkan pengambilan data kuantitatif berlangsung selama 14 hari untuk
setiap pasang merpati.
Rancangan dan Analisis Data
Peubah
Peubah sifat kualitatif yang diamati antara lain warna bulu, warna iris mata,
tipe shank, tipe bulu sayap, tipe ujung bulu sayap, bentuk kepala dan bentuk badan.
1) Warna bulu. Warna bulu merpati bervariasi seperti hitam, putih, coklat,
megan, gambir, tritis, blantong, kelabu, batik dan blorok.
2) Warna iris mata. Warna iris mata merpati bervariasi. Warna iris mata merpati
yaitu kuning, putih (pillow) dan coklat (asem). Selain itu, ada juga merpati
mata kiri berwarna kuning dan iris mata kanan berwarna coklat (asem) yang
disebut iris mata liplap. Ada juga merpati yang memiliki warna iris mata
yang berbeda dalam satu mata seperti sebagian mata berwarna putih (pillow)
dan sebagian lagi berwarna coklat (asem).
3) Tipe shank. Tipe shank merpati terdiri dari dua jenis, yaitu tipe shank basah
dan tipe shank kering. Warna shank merpati yang kering terlihat lebih putih
dan seperti bersisik dibandingkan dengan warna shank basah.
4) Tipe bulu sayap. Tipe bulu sayap merpati ada dua jenis, yaitu bulu sayap
rapat dan bulu sayap renggang.
5) Bentuk ujung bulu sayap. Bentuk ujung bulu sayap ada dua jenis, yaitu ujung
bulu sayap tumpul dan ujung bulu sayap lancip.
6) Bentuk kepala. Bentuk kepala merpati ada tiga jenis, yaitu kepala jenong,
kepala perkutut dan kepala curut.
7) Bentuk tubuh. Bentuk tubuh merpati ada dua jenis, yaitu bentuk tubuh seperti
kapal dan bentuk tubuh seperti jantung pisang.
Peubah sifat kuantitatif yang diamati antara lain bobot badan, lingkar dada,
lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam dada, panjang dada, panjang punggung,
jumlah bulu sayap primer, rentang sayap, panjang sayap, jumlah bulu ekor, panjang
bulu ekor, lebar pangkal ekor, lebar bulu ekor dan rataan kecepatan terbang serta pola
terbang.
1). Bobot badan. Penimbangan dilakukan pada hari pertama (sebelum dilatih
terbang) dan hari ke-14 (setelah pengambilan data kecepatan terbang).
Pengukuran bobot badan dilakukan pada pagi hari sebelum merpati diberi
makan. Timbangan dan penimbangan bobot badan disajikan pada Gambar 3.
(a) (b)
2). Ukuran-ukuran tubuh. Bagian tubuh yang diamati yaitu lebar dada luar, lebar
dada dalam, dalam dada, panjang dada, lingkar dada, panjang punggung,
rentang sayap, panjang sayap, lebar ekor, panjang bulu ekor, lebar pangkal
ekor, jumlah bulu sayap primer, dan jumlah bulu ekor. Pengukuran tersebut
dilakukan pada hari ke-3 (sebelum dilatih terbang) dan hari ke-14 (setelah
diperoleh data rataan kecepatan terbang) untuk merpati jantan. Pengamatan
ukuran tubuh pada merpati betina dilakukan hanya sekali yaitu pada hari
pertama, karena merpati betina tidak dilatih terbang. Pengukuran lebar dada
luar, lebar dada dalam, dalam dada, panjang dada, lebar ekor, dan lebar
pangkal ekor dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, sedangkan
pengukuran lingkar dada, panjang bulu ekor, panjang dada, panjang
punggung, panjang sayap dan rentang sayap dilakukan dengan menggunakan
pita ukur. Jangka sorong dan pita ukur yang dipakai untuk pengambilan data
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Jangka Sorong (a) dan Pita Ukur (b)
a). Lebar dada dalam diperoleh dengan mengukur jarak antara dada bagian kiri
dengan dada bagian kanan, sedangkan lebar dada luar diperoleh dengan cara
mengukur jarak antara sayap bagian kiri dan sayap bagian kanan. Cara
pengukuran lebar dada diperlihatkan pada Gambar 5.
b). Panjang dada diperoleh dengan mengukur panjang tulang sternum. Cara
pengukuran panjang dada diperlihatkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Pengukuran Panjang Dada
c). Lingkar dada diperoleh dengan mengukur pangkal sayap kanan melalui tulang
sternum hingga pangkal sayap kiri. Cara pengukuran lingkar dada
diperlihatkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Pengukuran Lingkar Dada
d). Dalam dada diperoleh dengan mengukur jarak antara tulang punggung hingga
tulang sternum. Cara pengukuran dalam dada diperlihatkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengukuran Dalam Dada
e). Panjang punggung diperoleh dengan mengukur jarak dari pangkal leher
hingga tulang pygostile. Cara pengukuran panjang punggung diperlihatkan
Gambar 9. Pengukuran Panjang Punggung
f). Panjang sayap diperoleh dengan mengukur jarak dari tulang humerus hingga
perbatasan bulu primer ke-10 dan tulang sayap. Cara pengukuran panjang
sayap diperlihatkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Pengukuran Panjang Sayap
g). Rentang sayap diperoleh dengan mengukur jarak dari tulang humerus hingga
ujung bulu sayap ke-10. Cara pengukuran rentang sayap diperlihatkan pada
Gambar 11.
Gambar 11. Pengukuran Rentang Sayap
h). Jumlah bulu sayap primer diperoleh dengan menghitung jumlah bulu sayap
primer yang masih terdapat pada sayap. Cara menghitung jumlah bulu sayap
Gambar 12. Perhitungan Jumlah Bulu Sayap Primer
i). Jumlah bulu ekor diperoleh dengan menghitung jumlah bulu ekor yang masih
terdapat pada ekor. Cara menghitung jumlah bulu ekor diperlihatkan pada
Gambar 13.
Gambar 13. Perhitungan Jumlah Bulu Ekor
j). Panjang bulu ekor diperoleh dengan mengukur jarak antara pangkal bulu ekor
hingga ujung bulu ekor. Cara pengukuran panjang bulu ekor diperlihatkan
pada Gambar 14.
Gambar 14. Pengukuran Panjang Bulu Ekor
k). Lebar bulu ekor diperoleh dengan mengukur jarak antara bulu ekor sebelah
kiri dan bulu ekor sebelah kanan. Cara pengukuran lebar bulu ekor
Gambar 15. Pengukuran Lebar Bulu Ekor
l). Lebar pangkal ekor diperoleh dengan mengukur jarak antara sisi kiri hingga
sisi kanan tulang pygostile. Cara pengukuran pangkal ekor diperlihatkan pada
Gambar 16.
Gambar 16. Pengukuran Lebar Pangkal Ekor
3). Kecepatan terbang dilakukan dan diukur selama dua hari, yaitu pada hari
ke-13 dan hari ke-14. Pengukuran kecepatan terbang dilakukan pada jarak 100
m, 150 m dan 200 m dengan 3 kali pengulangan pada setiap jarak. Selain
catatan waktu, dilakukan pula pengamatan karakteristik dan pola terbangnya.
Pengambilan data kecepatan terbang dilakukan pada pagi hari sekitar pukul
09.00 hingga 11.00. Hal ini dikarenakan kecepatan angin pada waktu tersebut
masih seragam, sehingga perlakuan yang diberikan untuk semua merpati yang
dilatih terbang sama. Kecepatan terbang merpati diukur dengan menggunakan
stopwatch. Data rataan kecepatan terbang diperoleh dengan menghitung jarak
yang ditempuh dibagi dengan catatan waktu yang dibutuhkan untuk dapat
kembali pulang ke kandang setelah dilepas pada jarak yang telah ditentukan.
Jarak yang digunakan yaitu 100 m, 150 m dan 200 m dengan kondisi medan
latihan terbang berupa rumah-rumah penduduk, instalasi kabel listrik ke
rumah penduduk yang merupakan lintasan terbang merpati, pepohonan dan
Selain sifat kualitatif, kuantitatif dan kecepatan terbang, diamati juga
konsumsi pakan harian dari sepasang merpati. Konsumsi pakan diamati untuk
mengetahui seberapa banyak pakan yang dikonsumsi oleh sepasang merpati setiap
harinya. Konsumsi pakan harus sesuai dengan kebutuhan merpati. Pakan yang
diberikan tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak karena pakan yang dikonsumsi
merpati sangat mempengaruhi performa merpati tersebut.
Rancangan
1). Data manajemen pemeliharaan disajikan secara deskriptif.
2). Data sifat kualitatif disajikan secara deskriptif.
3). Data sifat kuantitatif disajikan secara deskriptif dan dianalisis rataan, simpangan
baku, koefesien keragaman, uji t antara merpati jantan dan betina, uji t merpati
jantan sebelum dan setelah dilatih terbang dan korelasi antara rataan kecepatan
terbang dengan ukuran-ukuran tubuh yang diamati. Model matematika yang
digunakan menggunakan model rancangan menurut Walpole (1992), yaitu :
Keterangan : = nilai rataan
Xi = peubah yang diukur, dimulai dari individu ke-i,
i = 1, 2, …n n = jumlah ternak
Keterangan : sb = simpangan baku
Xi = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu
ke-i, i = 1, 2, …, n
= nilai rataan sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu ke-i, i = 1, 2, … n
n = jumlah ternak
= nilai rataan
Uji t merpati jantan sebelum dan setelah dilatih terbang yaitu:
Keterangan : Sd = standar deviasi v = derajat bebas n = jumlah ternak t = nilai hitung
di = selisih peubah yang diukur, dimulai dari individu ke-i, i =
1, 2, … n
Uji t antara merpati jantan dan betina yaitu:
Keterangan : Sp = standar deviasi
v = derajat bebas n = jumlah ternak t = nilai hitung
= nilai rataan
Korelasi antara rataan kecepatan terbang dan ukuran-ukuran tubuh yaitu:
Xi = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu
ke - i, i = 1, 2, …, n
Yi = rataan kecepatan terbang yang diukur, dimulai dari individu
ke - i, i = 1, 2, …, n n = jumlah ternak
Uji lanjut untuk mengetahui keeratan nilai korelasi dengan menggunakan uji t
(Irianto, 2010) yaitu:
Keterangan : t = nilai hitung (t-hitung) r = nilai korelasi
n = jumlah ternak
Glosarium
Batik : Warna bulu merpati dengan pola seperti batik berwarna kecoklatan.
Bekur : Suara merpati jantan saat mendekati merpati betina.
Blantong : Warna bulu merpati dengan dua pola warna, bagian kepala, dada dan sayap berwarna putih.
Blorok : Warna bulu merpati dengan dua pola warna, salah satu warna menyebar dengan pola tidak beraturan.
Curut : Bentuk kepala menyerupai curut (tikus), dengan permukaan paruh atas dan dahi sejajar.
Dondang : Kandang untuk merpati betina saat diluar kandang utama dan kandang untuk membawa merpati jantan saat akan dilepas.
Gambir : Warna bulu merpati dengan warna dasar coklat tua.
Klepek : Aktifitas mengepakkan sayap merpati betina secara disengaja untuk memancing merpati jantan.
Giring : Kondisi pada saat merpati betina akan bertelur dan merpati jantan selalu ingin dekat dengan merpati betina.
Guide : Merpati jantan yang telah mengenal lokasi latihan terbang dan memandu merpati lain pada saat dilatih terbang.
Jenong : Bentuk kepala merpati dengan bagian dahi yang menonjol. Joki : Peternak yang melatih terbang merpati.
Kelabu : Warna bulu merpati dengan warna dasar abu-abu.
Liplap : Pola warna mata merpati yang berbeda pada kedua matanya.
Megan : Warna bulu merpati dengan warna dasar biru keabu-abuan.
Ring : Tempat merpati mendarat saat perlombaan.
Telisik : Aktifitas merpati saat membersihkan bulu menggunakan paruh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian
Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu
pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban pada Lokasi Penelitian
Parameter Waktu
Rataan suhu lokasi penelitian pada pagi hari (sekitar jam 08.00-09.00), siang
hari (sekitar jam 13.00-14.00) dan sore hari (sekitar jam 17.00-18.00) masing-masing
yaitu 26,68 oC; 31,34 oC dan 28,41 oC. Rataan kelembaban pada pagi, siang dan sore
hari masing-masing yaitu 83,60%; 66,90% dan 78,19%.
Suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian saat pagi, siang dan sore hari
selama pengamatan seragam dengan koefisien keragaman berkisar antara
2,95%-7,39%. Suhu dan kelembaban lokasi penelitian dari pagi, siang hingga sore hari
masih fluktuatif. Pada pagi dan sore hari suhu lokasi penelitian lebih rendah
dibandingkan suhu pada siang hari, hal ini diikuti dengan kelembaban pada pagi dan
sore hari yang lebih tinggi dibandingkan kelembaban pada siang hari. Hal ini
dikarenakan penelitian dilakukan di luar ruangan, sehingga sinar cahaya matahari
mempengaruhi suhu dan kelembaban. Suhu berbanding terbalik dengan kelembaban.
Jika suhu rendah maka kelembaban tinggi, sebaliknya jika suhu tinggi maka
kelembaban rendah.
Kandang dalam penelitian ini memiliki lubang-lubang tempat pertukaran
udara pada setiap dindingnya, sehingga sirkulasi udara di dalam kandang baik. Selain
itu kandang menghadap ke arah timur untuk mendapatkan sinar matahari langsung
pada pagi hari. Kandang dengan sirkulasi udara yang baik dan cahaya matahari yang
lingkungan kandang. Selain itu cahaya matahari dapat mersangsang sistem
reproduksi merpati betina sehingga proses ovulasi berlangsung lebih cepat.
Reproduksi merpati berbeda dengan unggas lainnya. Produksi telur merpati
hanya dua butir untuk satu kali periode bertelur, selain itu interval bertelurnya juga
lama. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik agar
produksitifitas merpati meningkat. Hal ini bisa dilakukan dengan pemeliharaan semi
intesif. Pemeliharaan semi intensif memberikan kesempatan merpati untuk
melakukan proses perkawinan setiap saat. Selain itu dengan pemeliharaan semi
intensif juga dapat memberikan kesempatan merpati untuk memperoleh grit yang
dapat membantu proses pencernaan sehingga sistem pencernaan merpati dapat
berjalan dengan baik.
Telur yang dihasilkan dari merpati unggul pada setiap periode bertelur
sebaiknya tidak dierami secara langsung oleh merpati induknya, namun telur yang
dihasilkan sebaiknya dierami oleh indukan lain. Hal ini dilakukan untuk
mempercepat interval produksi telur merpati unggul yang tidak mengerami telur,
sehingga telur merpati yang dihasilkan akan lebih banyak.
Konsumsi Pakan
Merpati merupakan jenis unggas yang menyukai makanan berupa biji-bijian,
seperti jagung yang dijadikan pakan dalam penelitian ini. Rataan konsumsi pakan
jagung dalam penelitian ini yaitu 38,44 ± 8,21 g/pasang/hari dengan koefisien
keragaman 21,36%. Hal tersebut menunjukkan konsumsi pakan merpati pada
penelitian ini masih beragam, karena konsumsi pakan tertinggi dalam penelitian ini
yaitu 61,43 g/pasang/hari dan konsumsi pakan terendah yaitu 25,29 g/pasang/hari.
Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar
badan, serta jumlah dan besar anak (Blakely dan Bade, 1998).
Merpati sebaiknya diberi pakan cukup karena merpati memiliki sifat
memilih-milih pakan yang disukai dan menghamburkan pakan yang tidak
disukainya, oleh karena itu disain tempat pakan sangat penting agar pakan tidak
berhamburan. Selain pakan utama berupa jagung, merpati juga harus mendapatkan
grit untuk membantu proses pencernaan, oleh karena itu manajemen pemeliharaan
yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu semi intensif dimana setiap sore hari
melakukan perkawinan. Grit yang diperoleh berupa batu-batu kecil atau kerikil,
arang dan abu yang berada di sekitar kandang.
Sifat-sifat Kualitatif
Sifat-sifat kualitatif merpati yang diamati dalam penelitian ini yaitu warna
bulu, warna iris mata, tipe shank, tipe bulu sayap, bentuk ujung bulu sayap, bentuk
kepala dan bentuk badan.
Warna Bulu
Warna bulu merpati masih beragam. Persentase warna bulu merpati dalam
penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Warna Bulu Merpati Lokal Tipe Tinggian
Warna Bulu Jantan Betina
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
--- (ekor) --- --- (%)--- --- (ekor) --- --- (%) ---
Warna bulu kelabu merupakan warna bulu terbanyak untuk merpati jantan
dalam penelitian ini yaitu 10 ekor (33,33%), sedangkan warna bulu blorok untuk
merpati jantan tidak ada dalam penelitian ini karena merpati jantan blorok memang
masih jarang ditemui di pasaran. Merpati betina yang memiliki warna bulu terbanyak
yaitu coklat yang berjumlah 7 ekor (23,33%). Merpati yang baik memiliki bulu tubuh
yang lengkap, lembut dan terasa licin saat dipegang seperti berminyak. Persentase
ekor (60%), sedangkan merpati betina yang memiliki bulu tubuh yang lembut dan
terasa licin berjumlah 9 ekor (30%).
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
(g) (h) (i)
(j)
Gambar 17. Warna Bulu Putih (a), Hitam (b), Coklat (c), Blantong (d), Tritis (e),
Warna bulu merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 17. Merpati
betina lebih sedikit memiliki bulu tubuh yang lembut dan terasa licin dibandingkan
merpati jantan, hal tersebut dikarenakan merpati betina lebih sering dipegang oleh
peternak untuk keperluan geber (klepek) merpati jantan. Menurut Marshall (2004),
bulu halus seperti sutra diduga karena kandungan minyak pada bulu tinggi. Bulu
yang kering diduga banyak penyakit, terbang menjadi tidak lurus, daya angkat
berkurang sehingga merpati sulit terbang dan membutuhkan lebih banyak energi dan
merpati menjadi cepat lelah.
Warna bulu merpati jantan maupun merpati betina masih bervariasi, namun
pada merpati jantan warna bulu pada bagian leher lebih terang dibandingkan merpati
betina, hal tersebut merupakan salah satu ciri untuk membedakan merpati jantan dan
merpati betina. Merpati lokal mempunyai warna yang beragam dan mempunyai tiga
warna dasar yaitu warna hitam, coklat dan merah. Warna biru (megan) adalah tipe
warna bulu burung merpati liar yang dekat dengan warna hitam, sedangkan warna
putih adalah albino karena tidak mengandung pigmen sama sekali pada bulu. Warna
bulu biru (megan) merupakan warna dari nenek moyang merpati domestik, warna
biru disebabkan oleh pigmen hitam yang menyebar (Levi, 1945). Namun menurut
Darwati (2012), warna bulu dasar burung merpati lokal ada 5 macam, yaitu hitam
(S-B+-C-), megan (ssB+C-), coklat/gambir (S-b-C-;), putih (S- -- cc), dan abu (SsBA-C-).
Warna Iris Mata
Warna iris mata pada dasarnya ada tiga warna yaitu kuning, putih (pillow)
dan coklat (asem). Namun ada juga merpati yang memiliki warna iris mata orange,
merah muda hingga merah. Warna tersebut merupakan gradasi dari warna-warna
dasar. Selain warna dasar dan warna gradasi dari warna dasar tersebut ada sejumlah
merpati yang memiliki warna iris mata yang berbeda pada kedua sisinya, seperti
warna iris mata bagian kanan putih (pillow) dan warna iris mata bagian kiri coklat
(asem). Jenis warna iris mata ini biasa disebut oleh para peternak dengan sebutan
warna iris mata liplap. Selain itu ada juga merpati yang memiliki warna iris mata
yang berbeda dalam satu mata seperti sebagian mata berwarna putih (pillow) dan
sebagian lagi berwarna coklat (asem). Darwati (2003) menyatakan keragaman
Tabel 3. Persentase Warna Iris Mata Merpati Lokal Tipe Tinggian
Warna Iris Mata Jantan Betina
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---
Kuning 27 90 24 80,00
Putih (pillow) 0 - 2 6,67
Coklat (asem) 1 3,33 2 6,67
Liplap 1 3,33 2 6,67
Campuran 1 3,33 0 -
Warna iris mata merpati jantan terbanyak yaitu kuning dan berjumlah 27 ekor
atau 90% dari jumlah merpati jantan yang diamati, sedangkan untuk warna iris mata
putih (pillow) pada penelitian ini tidak ada. Warna iris mata merpati betina juga
didominasi oleh warna kuning berjumlah 24 ekor atau 80%. Pada penelitian ini
ditemukan merpati dengan warna iris mata liplap sebanyak dua ekor pada merpati
betina dan satu ekor pada merpati jantan. Burung merpati lokal mempunyai warna
mata jingga dan kuning (Salis, 2002). Warna iris mata merpati disebabkan oleh iridic
pigmen (Levi,1945).
Warna iris mata memberikan pengaruh besar terhadap penglihatan. Warna iris
mata merpati yang baik adalah warna iris mata kuning. Hal ini mungkin disebabkan
warna iris mata kuning tahan terhadap sinar matahari apabila dilepas pada siang dan
sore hari. Warna iris mata putih (pillow) dan coklat (asem) kurang baik. Warna iris
mata putih (pillow) diduga tidak tahan terhadap sinar matahari, sedangkan warna iris
mata coklat (asem) diduga kurang baik jika cuaca mendung. Namun masih perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Warna iris mata merpati lokal tipe
tinggian disajikan pada Gambar 18.
Selain warna iris mata, hal lain yang harus diperhatikan yaitu bentuk pupil
mata. Mata yang baik harus memiliki bentuk pupil yang bulat utuh, hitam dan tidak
pecah. Bentuk pupil yang sempurna akan mempengaruhi kemampuan pupil untuk
(a) (b) (c)
Gambar 18. Warna Iris Mata Coklat (Asem) (a), Putih (Pillow) (b) dan Kuning (c)
Bentuk Kepala
Bentuk kepala merpati lokal dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu curut,
jenong dan menyerupai burung perkutut. Persentase bentuk kepala merpati dalam
penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Bentuk Kepala Merpati Lokal Tipe Tinggian
Bentuk Kepala Jantan Betina
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---
Curut 13 43,33 7 23,33
Jenong 7 23,33 10 33,33
Perkutut 10 33,33 13 43,33
Bentuk kepala merpati jantan paling banyak pada penelitian ini yaitu curut
dan berjumlah 13 ekor dengan persentase 43,33%, sedangkan merpati betina paling
banyak memiliki bentuk kepala seperti perkutut dan berjumlah 13 ekor dengan
persentase 43,33%. Merpati jantan dengan bentuk kepala jenong pada penelitian ini
memiliki rataan kecepatan terbang 9,83 m/detik, rataan terbang merpati jantan
dengan bentuk kepala curut yaitu 10,69 m/detik dan rataan kecepatan terbang
merpati jantan dengan bentuk kepala perkutut yaitu 10,39 m/detik. Hal tersebut
menunjukan bahwa merpati jantan dengan bentuk kepala curut memiliki rataan
kecepatan terbang yang lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan bentuk
(a) (b) (c)
Gambar 19. Bentuk Kepala Jenong (a), Curut (b) dan Perkutut (c)
Berdasarkan pengalaman peternak, merpati jantan dengan bentuk kepala
jenong memiliki kemampuan untuk mendarat (menukik) yang baik, sedangkan
merpati dengan bentuk kepala curut memiliki kemampuan terbang tinggi hingga
terlihat kecil (nitik) di awan. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal
tersebut.
Bentuk kepala merpati jantan terlihat lebih kasar dan maskulin dibandingkan
merpati betina. Selain dari bentuk kepala, paruh dan hidung pun bisa dijadikan
peubah untuk membedakan jenis kelamin merpati. Menurut Dewi (2005) merpati
betina memiliki bentuk paruh yang panjang dan lurus. Merpati jantan memiliki
bentuk paruh yang pendek dengan bagian ujung agak melengkung. Pada hidung
merpati jantan terdapat bercak putih, sedangkan hidung merpati betina tidak terdapat
bercak putih, hidungnya berwarna merah serta relatif lebih kecil.
Bentuk Tubuh
Bentuk tubuh dikelompokkan menjadi dua yaitu bentuk menyerupai jantung
pisang dan kapal. Darwati (2003) menyatakan bahwa bentuk tubuh merpati
performing breed seperti jantung pisang jika digenggam dengan dua tangan, posisi
badan dan kaki diselonjorkan ke belakang. Pada posisi tersebut badannya dirasakan
padat namun terasa empuk di tangan. Pada saat berdiri badannya terlihat tegap dan
dada tampak padat. Bentuk badan yang menyerupai kapal dicirikan dengan tubuh
yang panjang menyerupai kapal, jika sedang berdiri maka posisi kepala lebih ke
depan dibandingkan kepala dengan bentuk jantung pisang sehingga kepala dan leher
Bentuk tubuh antara merpati satu dengan merpati lainnya beragam.
Persentase bentuk tubuh merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Bentuk Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian
Bentuk Tubuh Jantan Betina
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---
Jantung pisang 21 70,00 11 36,67
Kapal 9 30,00 19 63,33
Bentuk tubuh merpati jantan lebih banyak menyerupai jantung pisang
dibandingkan bentuk kapal. Merpati jantan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai
jantung pisang dalam penelitian ini berjumlah 21 ekor dengan persentase 70%,
sedangkan merpati jantan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai kapal berjumlah 9
ekor atau 30%. Merpati betina lebih banyak memiliki bentuk tubuh menyerupai kapal
dan berjumlah 19 ekor dengan persentase 63,33%, sedangkan merpati betina yang
memiliki bentuk tubuh menyerupai jantung pisang berjumlah 11 ekor atau 36,67%.
Bentuk tubuh merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 20.
(a) (b)
Gambar 20. Bentuk Tubuh Jantung Pisang (a) dan Kapal (b)
Merpati jantan dengan bentuk tubuh seperti jantung pisang dalam penelitian
ini memiliki rataan kecepatan 10,42 m/detik, sedangkan merpati jantan dengan
bentuk tubuh seperti kapal memiliki rataan kecepatan terbang 10,30 m/detik. Hal
tersebut menunjukan bahwa kecepatan terbang merpati jantan dengan bentuk badan
terjadinya gesekan antara tubuh dengan udara sehingga hambatan saat terbang
minimal dan kecepatan terbang kencang.
Merpati jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih tegap dibandingkan merpati
betina. Bentuk tubuh seperti jantung pisang digemari oleh peternak karena bentuk
tubuh merpati jantan yang menyerupai jantung pisang diduga pada saat terbang dapat
mendarat (menukik) dengan baik. Burung merpati tinggi yang unggul memiliki gaya
turun yang tajam (menukik). Hal ini disesuaikan dengan ring lomba yang menuntut
merpati tinggi untuk turun tajam. Menurut Darwati (2003) bahwa postur tubuh
burung merpati lokal performing breed yang memiliki ketangkasan tumbler (akrobat
di udara) adalah merpati jantan, walaupun tidak menutup kemungkinan betina juga
ada.
Bentuk Ujung Bulu Sayap
Bentuk ujung bulu sayap ada dua yaitu bentuk ujung bulu yang lancip dan
bentuk ujung bulu yang tumpul. Persentase bentuk ujung bulu sayap merpati dalam
penelitian ini disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Bentuk Ujung Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian
Bentuk Ujung
Bulu Sayap
Jantan Betina
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---
Lancip 8 26,67 8 26,67
Tumpul 22 73,33 22 73,33
Merpati jantan maupun merpati betina memiliki persentase bentuk ujung bulu
sayap yang sama yaitu 73,33% atau berjumlah 22 ekor untuk bentuk ujung bulu
sayap yang tumpul. Merpati jantan dengan bentuk ujung bulu sayap lancip dalam
penelitian ini memiliki rataan kecepatan terbang 10,25 m/detik, sedangkan merpati
jantan dengan bentuk ujung bulu sayap tumpul memiliki rataan kecepatan terbang
10,44 m/detik. Hal tersebut menunjukan bahwa kecepatan terbang merpati jantan
dengan bentuk ujung bulu sayap tumpul lebih tinggi dibandingkan merpati jantan
dengan bentuk ujung bulu ayap lancip. Bentuk ujung bulu sayap merpati lokal tipe
(a) (b)
Gambar 21. Bentuk Ujung Bulu Sayap Tumpul (a) dan Lancip (b)
Bentuk ujung bulu sayap mempengaruhi saat terbang karena dapat
mengurangi gesekan udara pada sayap. Bentuk sayap merpati dapat membuat
perbedaan tekanan udara pada bagian atas dengan bawah yang akan menyebabkan
daya dorong pada tubuh merpati dari atas ke bawah. Sayap merpati berperan untuk
menolak daya gravitasi yang akan menyebabkan burung terbang (Dewi, 2005).
Tipe Bulu Sayap
Tipe bulu sayap ada dua yaitu tipe bulu sayap rapat dan tipe bulu sayap
renggang. Persentase tipe bulu sayap merpati dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7. Persentase Tipe Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian
Tipe Bulu Sayap Jantan Betina
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---
Rapat 15 50,00 16 53,33
Renggang 15 50,00 14 46,67
Persentase tipe bulu sayap merpati jantan sama antara tipe bulu sayap rapat
dan renggang yaitu 50%, sedangkan untuk merpati betina yang memiliki tipe bulu
sayap rapat ada 16 ekor atau 53,33%. Merpati jantan dengan tipe bulu sayap rapat
dalam penelitian ini memiliki rataan kecepatan terbang 10,32 m/detik, sedangkan
merpati jantan dengan tipe bulu sayap renggang memiliki rataan kecepatan terbang
dengan tipe bulu sayap renggang lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan
tipe bulu sayap rapat. Pernyataan tersebut berbeda dengan Yonathan (2003) yang
menyatakan bahwa jarak antar bulu sayap rapat dan bulu sayap lebar dapat
membantu merpati saat terbang sehingga kecepatan terbangnya lebih cepat. Hal ini
dikarenakan tidak ada udara yang lolos diantara sela-sela bulu sayap dan ketika
disibakkan akan menghasilkan ayunan yang kuat. Tipe bulu sayap merpati lokal tipe
tinggian disajikan pada Gambar 22.
(a) (b)
Gambar 22. Tipe Bulu Sayap Rapat (a) dan Renggang (b)
Tyne dan Berger (1976) menyatakan bahwa sayap pada burung berfungsi
memberikan dorongan pada tubuh sehingga menambah kecepatan terbang. Bulu
sayap primer merupakan bagian terpenting pada saat burung terbang karena
berfungsi seperti baling-baling ketika burung terbang.
Tipe Shank
Tipe shank dikelompokkan menjadi dua yaitu tipe shank basah dan kering.
Tipe shank basah ditandai dengan shank yang bersih, merah dan tampak mengkilap
seperti basah, sedangkan tipe shank kering dicirikan dengan shank yang tampak
seperti bersisik, berwarna lebih putih dibandingkan tipe shank basah dan terlihat
kering.
Warna shank merpati lokal sudah seragam yaitu berwarna merah dan
diperkirakan homozigot, namun untuk pola warna bulu masih beragam (Salis, 2002).
Tabel 8. Persentase Tipe Shank Merpati Lokal Tipe Tinggian
Tipe Shank Jantan Betina
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
--- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) ---
Shank kering 26 86,67 15 50,00
Shank basah 4 13,33 15 50,00
Tipe shank merpati jantan lebih didominasi oleh tipe shank kering yaitu 26
ekor dengan persentase 86,67%, sedangkan untuk mepati betina persentase tipe
shank basah dan shank kering sama masing-masing 50%. Tipe shank merpati lokal
tipe tinggian disajikan pada Gambar 23.
(a) (b)
Gambar 23. Tipe Shank Kering (a) dan Basah (b)
Sifat-sifat Kuantitatif
Sifat-sifat kuantitatif merpati yang diamati dalam penelitian ini yaitu bobot
badan dan ukuran-ukuran tubuh seperti lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam
dada, lingkar dada, panjang dada dan panjang punggung. Selain itu diamati pula
jumlah bulu sayap primer, rentang sayap, panjang sayap, lebar bulu ekor, panjang
bulu ekor dan jumlah bulu ekor.
Sifat Kuantitatif Merpati Jantan dan Betina
Bobot Badan
Bobot badan merpati jantan dan merpati betina dalam penelitian ini sangat
berbeda nyata. Rataan bobot badan merpati jantan yaitu 341,8 ± 27,14 g, sedangkan
jantan memiliki koefisien keragaman sebesar 7,94%, sedangkan bobot badan merpati
betina memiliki koefisien keragaman sebesar 11,42%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa bobot badan merpati betina lebih beragam dibandingkan dengan merpati
jantan.
Merpati jantan memiliki rataan bobot badan lebih besar dibandingkan merpati
betina, namun dalam penelitian ini ditemukan merpati jantan yang memiliki bobot
badan yang lebih rendah dibandingkan bobot badan merpati betina. Bobot badan
merpati jantan terendah dalam penelitian ini yaitu 280 g, sedangkan bobot badan
merpati betina tertinggi yaitu 360 g. Perbedaan bobot badan ini menunjukkan bahwa
bobot badan merpati lokal masih beragam, bobot badan ini dipengaruhi oleh genetik
dan lingkungan.
Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh merpati jantan dan betina yang diamati dalam penelitian ini
yaitu lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam dada, lingkar dada, panjang dada,
panjang punggung dan lebar pangkal ekor. Perbedaan ukuran tubuh merpati jantan
dan betina disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina
Peubah Rataan ± Simpangan Baku (KK)
Jantan Betina
Keterangan : * Superskrip pada baris yang sama menyatakan beda nyata. Jika huruf besar berarti berbeda sangat nyata (P<0,01), sedangkan huruf kecil menandakan beda nyata (P<0,05).
* KK = koefisien keragaman.
Lebar dada luar, lebar dada dalam, lingkar dada, panjang dada dan lebar