• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anatomis Dan Produktivitas Serta Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan Dengan Genotipe Calpastatin (Cast 1) Yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Anatomis Dan Produktivitas Serta Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan Dengan Genotipe Calpastatin (Cast 1) Yang Berbeda"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA ANATOMIS DAN PRODUKTIVITAS SERTA

KUALITAS KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN

DENGAN GENOTIPE

CALPASTATIN

(CAST-1)

YANG BERBEDA

BRAMADA WINIAR PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis Performa Anatomis, Produktivitas dan Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

RINGKASAN

BRAMADA WINIAR PUTRA. Performa Anatomis dan Produktivitas serta Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda

Dibimbing oleh NURHIDAYAT and CECE SUMANTRI.

Domba ekor tipis merupakan salah satu domba lokal yang potensial untuk dikembangkan sebagai ternak pedaging. Meskipun bobot badan dewasa hewan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan domba ekor gemuk, tetapi domba ekor tipis memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan ketersediaan pakan yang terbatas dan suhu yang cukup tinggi. Selain itu, domba ekor tipis memiliki tingkat kematian anak yang relatif rendah serta daya tahan tubuh terhadap penyakit yang tinggi.

Kemajuan dalam bidang biologi molekuler memungkinkan upaya seleksi dapat dilakukan pada tingkat DNA, yaitu dengan cara mencari keragaman gen yang mengontrol produktivitas ternak yang memberikan nilai ekonomis, seperti perdagingan dan keempukan daging. Salah satu marka gen yang berhubungan dengan bobot badan pada domba lokal yaitu gen yang mengatur sintesis calpastatin. Calpastatin merupakan enzim yang berfungsi untuk menghambat degradasi protein sel-sel otot oleh enzim -calpain, m-calpain. Peningkatan aktivitas calpastatin menyebabkan terjadinya pertambahan massa otot (hypertrophy) disertai dengan penurunan keempukan daging.

Keragaman gen calpastatin diduga akan mempengaruhi sifat pertumbuhan domba lokal, sehingga dengan adanya variasi gen calpastatin pada ternak akan memberikan pengaruh tidak hanya pada laju keempukan daging postmortem tetapi juga diharapkan akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan otot. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari komparasi performa anatomis dan produktivitas serta kualitas karkas antara DET pada variasi gen calpastatin yang berbeda. Data tersebut diharapkan dapat menjadi data dasar dalam pengembangan performa dan produktivitas bangsa DET berdasarkan variasi gen CAST. Data ini juga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bangsa domba lokal Indonesia lainnya sehingga dapat dilakukan perbaikan produktivitasnya.

(4)

Domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin MM memiliki panjang badan, dalam dada, lingkar dada dan lebar pinggul, persentase bagian neck, persentase kelompok otot sekitar tulang belakang dan persentase kelompok otot abdomen yang lebih besar dibandingkan dengan yang bergenotipe MN. Namun domba ekor tipis yang bergenotipe MN memiliki persentase bagian shoulder, persentase kelompok otot proksimal kaki belakang, distal kaki belakang, persentase daging terhadap karkas, luas penampang serabut otot, jumlah otot per fasikulus dan luasan fasikulus yang lebih besar dibandingkan dengan yang bergenotipe MM. Respon fenotipik berdasarkan seleksi genotipe calpastatin pada domba ekor tipis dapat memberikan kontribusi secara ekonomis dalam budidaya ternak karena meningkatkan persentase expensive muscle groups dan kualitas daging.

(5)

ABSTRACT

BRAMADA WINIAR PUTRA. (Anatomical Performance, Carcass Productivity and Quality of Male Thin Tail Sheep with Differences of Calpastatin (CAST-1) Genotipes)

Under direction of NURHIDAYAT and CECE SUMANTRI

Calpastatin (CAST) is an indigenous inhibitor of calpain that involved in regulation of protein turn over and growth. The objective of this research was to compare the morfometric performs, carcass composition and muscle distribution in thin tail sheep with difference of CAST gene. PCR-RFLP method was carried out to identify genetic variation of CAST gene. Based on the identification, variation of CAST gene that found were MM and MN with the single Calpain genotype variation, TT. Nine heads of thin tail sheeps from Jonggol were used for this research. The sheeps clustered based on the variation CAST gene, 5 sheeps have MM genotype and 4 sheeps have MN genotype. Variation of CAST gene gave significantly differences in morfometric performances, whole sale cuts, carcass composition and muscle distribution. Sheeps with MM genotype have longer body length, heart girth, wither depth, and width of rump for morfometric performances. They have higher neck and expensive muscle group percentage too. But have a lower percentage of shoulder in commercial cuts and total of meat than MN. Sheeps with MN genotype have larger muscle bundle, larger fibre surface area, have more number of muscle fibre, but have a wider muscle bundle space with higer percentage of collagen than MM genotype. the muscle of sheep with MN genotype has higher effect of hyperplasia and hypertrophy.

(6)

©Hak cipta milik Bramada Winiar Putra, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

(7)

PERFORMA ANATOMIS DAN PRODUKTIVITAS SERTA

KUALITAS KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN

DENGAN GENOTIPE

CALPASTATIN

(CAST-1)

YANG BERBEDA

BRAMADA WINIAR PUTRA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sain pada

Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Performa Anatomis dan Produktivitas serta Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis Jantan dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda

Nama : Bramada Winiar Putra

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah Performa Anatomis, Produktivitas dan Kualitas Karkas Domba Ekor Tipis dengan Genotipe Calpastatin (CAST-1) yang Berbeda.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Nurhidayat, M.S, PAVet. dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. selaku dosen pembimbing, Dr. drh. Ita Djuwita, M.Phil.,PAVet. selaku ketua Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Rachmat Herman, M.Sc., Dr. Ir. Muhammad Iksan Dagong, Dr. Ir. Rudi Priyanto, dan seluruh staf Laboratorium Ternak Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan Laboratorium Anatomi Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu dan keluarga besar, serta istri (Shanti Andriyani L.) dan anak (Arka dan Arsya) yang telah memberikan motivasi, doa dan dukungannya kepada penulis.

Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 2 November 1980 dari ayah Sri Winarno dan ibu Sri Rahayu. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus SMAN 1 Surakarta. Tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(11)

DAFTAR ISI

Hubungan Antara Calpain System dengan pertumbuhan 8 Karkas dan Komponennya ... 9

Potongan Komersial Karkas ... 10

METODOLOGI PENELITIAN ... 11

Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode ... 12

Penelitian Pendahuluan : Ekstraksi, Isolasi dan Deteksi Keragaman Gen Calpain dan Calpastatin ..………...… 12

Performa Anatomis Ternak Hidup... 14

Pemotongan Ternak ... 15

Pengukuran Komposisi Karkas ... 16

Pengukuran Distribusi Otot ... 16

(12)

Analisis Sifat Fisik Daging Domba ... 19

Analisis Mikroanatomi ... 21

Pengolahan Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Hasil ... 23

Performa Anatomis Ternak Hidup ... 23

Pemotongan Ternak ... 26

Potongan Komersial dan Komposisi Karkas ... 28

Distribusi Otot ... 30

Sifat Fisik Daging ... 31

Analisis Mikroanatomi Otot ... 32

Pembahasan ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tampilan fenotipik domba ekor tipis Indonesia. ... 5 2. Standar mutu karkas domba/kambing. ... 9 3. Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk

dan domba lokal yang diberi konsentrat. ... 10 4. Parameter pengukuran morfometrik pada ternak hidup. ... 15 5. Morfometri utama domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin

yang berbeda. ... 23 6. Morfometri bagian collumna vertebralis domba ekor tipis dengan

genotipe calpastatin yang berbeda. ... 25 7. Morfometri bagian kaki depan dan belakang domba ekor tipis dengan

genotipe calpastatin yang berbeda. . ... 26 8. Persentase karkas dan komponen non karkas pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 27 9. Persentase potongan komersial terhadap berat karkas domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 28 10.Persentase komposisi karkas terhadap berat karkas domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 29 11.Persentase kelompok otot terhadap total daging pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 31 12.Nilai rataan sifat fisik daging pada domba ekor tipis dengan genotipe

calpastatin yang berbeda ... 32 13.Analisis mikroanatomi otot sternocephalicus pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 33 14.Analisis mikroanatomi otot gluteus medius pada domba ekor tipis

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perbedaan sekuen nukleotida gen calpastatin pada lokus

CAST-MspI yang disebabkan karena subtitusi basa G menjadi A. ... 13 2. Cara pengukuran morfologis ternak hidup. ... 14 3. Skema sangkar rusuk antara DET CAST-1 MM dan

DET CAST-1 MN ... 24 4. Penampang fasikulus m. sternocephalicus pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 35 5. Kondisi jaringan ikat m. sternocephalicus pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 36 6. Penampang fasikulus m. gluteus medius pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 36 7. Kondisi jaringan ikat m. gluteus medius pada domba ekor tipis

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Proses Pembuatan Preparat Histologi ... 54 2. Proses pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) ... 55 3. Proses pewarnaan Masson Trichrome ... 56 4. Hasil uji T morfometri umum domba ekor tipis dengan genotipe

calpastatin yang berbeda. ... 57 5. Hasil uji T morfometri bagian collumna vertebralis domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 57 6. Hasil uji T morfometri bagian kaki depan dan belakang domba ekor

tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 57 7. Hasil uji T persentase karkas dan komponen non karkas pada domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda. ... 58 8. Hasil uji T persentase potongan komersial terhadap berat karkas domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 58 9. Hasil uji T persentase komposisi karkas terhadap berat karkas domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 59 10.Hasil uji T persentase kelompok otot terhadap total daging pada

domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 59 11.Hasil uji T nilai rataan sifat fisik daging pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 59 12.Hasil uji T analisis mikroanatomi otot sternocephalicus pada domba

ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda ... 60 13.Hasil uji T analisis mikroanatomi otot gluteus medius pada domba

(16)

1 I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba lokal memiliki potensi untuk dikembangkan karena mempunyai beberapa keunggulan, seperti mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tropis, mampu bereproduksi sepanjang tahun, memiliki kekebalan terhadap beberapa macam penyakit dan parasit. Tetapi domba lokal juga memiliki beberapa kendala yang perlu diatasi, antara lain bobot tubuh dan ukuran-ukuran tubuh lainnya dengan keragaman yang sangat tinggi disertai kualitas daging masih belum memenuhi standar internasional. Perbaikan mutu genetik domba lokal dilakukan melalui seleksi dan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas daging, sehingga domba pedaging yang berkualitas dapat dikembangkan secara nasional. Berdasarkan data statistik tahun 2010 (DJBPP, 2010), populasi domba di Indonesia mencapai 10.915.000 ekor dengan jumlah pemotongan domba mencapai 1.500.076 ekor atau sekitar 13,74 % dari total populasi. Populasi ini lebih rendah dibandingkan dengan kambing yang mencapai 15.815.000 ekor dengan jumlah ternak yang dipotong 594.516 ekor atau sekitar 3,75% dari total populasi. Hal ini menunjukkan bahwa preferensi masyarakat terhadap daging domba masih lebih rendah dibandingkan ternak kambing, padahal jika dilihat dari proporsi dan kualitas daging, maka daging domba memiliki persentase daging yang lebih besar dengan tekstur daging yang lebih lembut dibandingkan daging kambing. Hal ini menjadi tantangan yang menarik dalam pengembangan peternakan domba sebagai pendukung penyediaan daging nasional

Salah satu domba lokal yang potensial untuk dikembangkan adalah domba ekor tipis (DET). Meskipun bobot badan dewasa hewan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan domba ekor gemuk, tetapi DET memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan ketersediaan pakan yang terbatas dan suhu yang cukup tinggi. Selain itu, DET memiliki tingkat kematian anak yang relatif rendah serta daya tahan tubuh terhadap penyakit ektoparasit dan cacing yang tinggi (Subandriyo, 2003).

(17)

2 perdagingan dan keempukan daging. Salah satu marka gen yang berhubungan dengan bobot badan pada domba lokal yaitu gen yang mengatur sintesis calpastatin (CAST) (Sumantri et al., 2008). Calpastatin merupakan enzim yang berfungsi untuk menghambat degradasi protein sel-sel otot oleh enzim -calpain, m-calpain. Peningkatan aktivitas CAST menyebabkan terjadinya pertambahan massa otot (hypertrophy) disertai dengan penurunan keempukan daging. Calpastatin bersama-sama dengan myostatin berperan dalam mengatur laju pertumbuhan otot, dengan demikian keragaman gen CAST diduga akan mempengaruhi sifat pertumbuhan domba lokal. Adanya variasi gen CAST pada ternak diharapkan akan memberikan pengaruh tidak hanya pada laju keempukan daging postmortem, tetapi juga pada pertumbuhan otot.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari komparasi performa anatomis dan produktivitas serta kualitas karkas antara DET pada variasi gen calpastatin yang berbeda. Data tersebut diharapkan dapat menjadi data dasar dalam pengembangan performa dan produktivitas bangsa DET berdasarkan variasi gen CAST. Data ini juga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bangsa domba lokal Indonesia lainnya sehingga dapat dilakukan perbaikan produktivitasnya.

Identifikasi Masalah

Penelitian mengenai keragaman genetik, dan morfometrik domba lokal Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi data mengenai komposisi karkas dan distribusi perdagingan otot-otot pada domba lokal Indonesia masih sangat terbatas. Data morfometrik yang diamati saat ini hanya sebatas morfometrik dasar seperti lingkar dada, panjang badan, tinggi badan, panjang dan lebar kepala, tetapi data detail mengenai perfoma fenotip berdasarkan genotipe dari gen yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan belum banyak dilakukan. Selain itu pengaruh variasi gen dalam satu bangsa domba terhadap performa fenotipik juga belum banyak dilakukan.

(18)

3 pertumbuhan berat badan DET relatif rendah dibandingkan dengan domba ekor gemuk, sehingga perlu dilakukan seleksi untuk dapat menghasilkan DET dengan performa yang lebih baik. Salah satu cara adalah dengan melihat performa dari variasi gen yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan otot. Salah satu gen yang berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan sel otot adalah gen CAST.

Penelitian tentang aktivitas CAST lebih banyak dilakukan dengan tujuan untuk mengamati pengaruh gen ini pada keempukan daging, sedangkan pengaruhnya pada pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otot belum banyak dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai performa fenotip perototan pada domba ekor tipis pada variasi gen calpain system yang berbeda.

Keluaran yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan luaran :

1. Data morfometrik DET lokal pada variasi gen CAST yang berbeda. 2. Data perbandingan komposisi karkas DET lokal pada variasi gen

calpastatin yang berbeda sehingga didapatkan komposisi karkas, persentase daging, lemak, jaringan ikat dan tulang, serta persebaran lemak dari masing-masing domba tersebut.

3. Data perototan dari DET lokal pada variasi gen CAST yang berbeda, sehingga dapat diketahui pola perdagingannya.

Hipotesis

Hipotesis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. H0 : Tidak terdapat perbedaan performa anatomis dan produktivitas antara domba ekor tipis dengan genotipe gen CAST-1 MM dengan MN.

(19)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

Domba Ekor Tipis

Domba lokal Indonesia termasuk dalam kelas Mammalia, subfamili Caprinae, genus Ovis dan spesies Ovis aries (Subandriyo, 2003). Domba yang umum diternakkan di dunia saat ini awalnya berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke wilayah barat seperti Mediterania, Eropa dan Afrika. Sebagian lagi ke arah timur yaitu ke daerah subkontinen India dan Asia Tenggara (Devendra dan McLeroy, 1982).

Ternak domba yang berkembang saat ini berasal dari tiga spesies, yaitu domba Argali (Ovis ammon) dari Asia Tengah, domba Urial (Ovis vignie) dari Asia dan domba Muffon (Ovis musimon) dari sebagian Asia dan Eropa (Devendra, 1993). Hiendleder et al. (2002) menyatakan, paling tidak ada tujuh spesies domba di dunia, yaitu Ovis ammon, Ovis aries, Ovis canadensis, Ovis dalli, Ovis musimon, Ovis nivicola, dan Ovis orientalis. Tiga spesies diantaranya belum didomestikasi yaitu Ovis canadensis, Ovis nivicola dan Ovis dalli (Maijala, 1997).

Ryder (1984) menyatakan domestikasi domba telah dilakukan lebih dari 10.000 tahun yang lalu dan telah menghasilkan peningkatan ukuran badan dan penurunan ukuran tanduk, serta perubahan dari berbulu rontok mengikuti musim (hairy moulting fleece) hingga didapatkan domba berbulu wool putih. Peningkatan kualitas pada ternak domba melalui perbaikan genetik telah dilakukan lebih dari 50 tahun melalui aplikasi genetika kuantitatif dalam pemuliaan (Crawford, 1995).

Dwiyanto (1982) mengelompokkan domba di Indonesia berdasarkan lebar pangkal ekornya, yaitu :

1. Domba ekor gemuk, memiliki ukuran lebar pangkal ekor lebih dari 9 cm. 2. Domba ekor sedang, memiliki ukuran lebar pangkal ekor antara 5-8 cm. 3. Domba ekor tipis (DET), memiliki ukuran lebar pangkal ekor kurang dari

4 cm.

(20)

5 domba ini tidak tampak adanya deposit lemak. Domba ini memiliki warna dominan wool putih dan terdapat belang hitam kecoklatan di sekeliling mata dan hidung, bahkan kadang-kadang di seluruh tubuh. Telinga berukuran sedang dengan wool yang kasar. Jantan memiliki tanduk yang melengkung sedangkan betina tidak memiliki tanduk (Mason, 1980).

Tabel 1. Performa fenotipik DET Indonesia

Kriteria Performa Fenotipik Sumber Pustaka

Tipe Domba kecil Subandriyo (2003)

Bobot lahir Jantan : 1,8 kg Tiesnamurti et al. (1985)

Betina : 1,7 kg

Bobot dewasa Jantan : 20-50 kg Dwiyanto (1982)

Betina : 23-46 kg

Kualitas wool Kasar, nilai ekonomi rendah Subandriyo (2003)

Telinga Bervariasi : pendek, sedang,

normal

Subandriyo (2003)

Laju pertumbuhan 20-40 g/hari, pemeliharaan

tradisional

Bobot potong (2-3 th) 45-50 kg Bradford dan Inounu (1996)

Persentase karkas 35-37 % Subandriyo (2003)

Pola Pertumbuhan Ternak

Pada pengamatan pertumbuhan ternak, tiga jaringan utama yang diamati sebagai acuan adalah tulang, otot dan lemak. Tulang dan otot kerangka berasal dari mesoderm. Tulang berasal dari sklerotome somit, sedangkan otot kerangka merupakan perkembangan dari myotome somit. Kerangka memiliki fungsi sebagai dasar bentuk tubuh (frame), dengan demikian kerangka tumbuh lebih awal namun memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat jika dibandingkan dengan otot maupun lemak.

(21)

6 dari determinasi mesodermal stem cell menjadi myoblast yang mengalami proliferasi dan diferensiasi fusi menjadi myotubes, kemudian mengalami proses maturasi (myofibrillogenesis) menjadi serabut otot.

Proses myogenesis postnatal lebih dipengaruhi oleh ekspresi dari DNA dengan cara akresi melalui sel satelit sehingga terbentuk RNA yang menjadi cetakan untuk sintesa protein myofibril (Bocard, 1981). Otot tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan lemak pada awal pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh (Tulloh 1978). Pertumbuhan otot akan menurun ketika ternak mencapai dewasa tubuh, namun lemak tetap tumbuh, sehingga, perlemakan pada ternak akan cenderung meningkat setelah ternak mencapai dewasa tubuh (Lister, 1980).

Tulang merupakan bingkai tubuh (frame) yang laju pertumbuhannya cenderung lambat dan akan mengalami fase stasioner ketika ternak mencapai dewasa tubuh (Schimidt-Nielsen, 1984). Ternak pada fase dewasa tubuh memiliki proporsi lemak hanya sepertiga bagian dari daging pada ternak hidup, namun begitu mencapai fase pertumbuhan akhir maka proporsi lemak dan daging dalam karkas hampir sama. Dengan demikian maka ternak yang berumur melebihi umur dewasa tubuh (lebih dari 2 tahun) akan cenderung meningkat deposit lemak dalam tubuhnya (Lawrence, 2002).

Gen Calpastatin

(22)
(23)

8 domain I cDNA bovine calpastatin (nomor akses GenBank : L14450), berhasil mengamplifikasi lokus CAST-1 sepanjang 500 pb dan menghasilkan dua alel, yaitu alel A dan B. Keragaman gen CAST-1 tersebut terkait erat dengan sifat pertumbuhan sapi Angus jantan. Sapi Angus dengan genotipe BB mempunyai bobot badan lebih tinggi dari pada sapi dengan genotipe AB dan AA.

Hubungan Antara Calpain System dengan Pertumbuhan

Proses pertumbuhan hewan ternak pada tingkat sel dapat didefinisikan sebagai hyperplasia yaitu pertambahan jumlah sel melalui proses mitosis, dan hypertrophy yaitu bertambahnya ukuran atau volume sel-sel otot. Menurut Chung et al. (1999), kejadian hypertrophy ini berkaitan erat dengan sintesis enzim calpain dan calpastatin.

(24)

9 Karkas dan Komponennya

Karkas domba/kambing menurut SNI 01-3925-1995 (1995), adalah bagian tubuh kambing/domba sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakang, setelah dikuliti, dikeluarkan isi perut, tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin kambing/domba jantan atau ambing kambing/domba betina yang telah melahirkan dipisahkan dengan/atau tanpa ekor. Kepala dipotong diantara os occipitale dengan os atlas. Kaki depan dipotong diantara ossa carpi dan ossa metacarpi, sedangkan kaki belakang dipotong diantara ossa tarsi dan ossa metatarsi. Jika diperlukan untuk memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas ossa vertebrae caudales terikut pada karkas. Dalam standar ini karkas kambing/domba digolongkan ke dalam 3 mutu yaitu mutu I, II dan III seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu karkas domba/kambing

No. Karakteristik Syarat Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

1 Penampakan Agak lembab Agak kering Kering

2 Tekstur Lembut dan kompak Agak keras dan

5 Umur Muda/dewasa Muda/dewasa Muda/dewasa

6 Salmonella Negatif Negatif Negatif

7 E. coli Negatif Negatif Negatif

8 Bau Spesifik Spesifik Spesifik

(25)

10 kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang lebih awal, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir adalah jaringan lemak (Soeparno, 2005). Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk dan domba lokal yang diberi konsentrat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3.Perbandingan persentase karkas domba priangan, ekor gemuk dan domba lokal yang diberi konsentrat.

No. Komponen Domba lokal dengan

pakan konsentrat*

(26)

11 III. METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai bulan April hingga September 2011. Pengukuran komposisi karkas dan distribusi perototan dilaksananakan di Laboratorium Ruminansia Besar, Bagian IPT Daging Kerja dan Aneka Ternak, Departemen IPTP, Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan dan pengamatan mikroanatomi otot domba dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan dan Alat

Bentuk perlakuan adalah perbedaan genotipe gen pengatur sintesis enzim CAST-1 pada DET dengan variasi gen CAST-1 yang berbeda. Hewan percobaan adalah DET jantan dewasa tubuh dengan penentuan umur I1 (domba yang telah mengalami pergantian satu pasang gigi seri susu menjadi gigi tetap) dengan berat badan awal rata-rata 17-20 kg yang berasal dari Unit Pengembangan Penelitian dan Pendidikan Jonggol (UP3J). Pada pengujian variasi gen CAST-1 hanya terdapat variasi gen calpastatin MM dan MN, namun tidak ditemukan variasi gen NN. Sedangkan untuk variasi gen calpain hanya memiliki satu genotipe yaitu TT yang merupakan tipe asli (wildtype). Domba yang diperoleh dari UP3J Jonggol kemudian akan direkondisikan selama tiga bulan di Laboratorium Lapang B, Fakultas Peternakan, IPB. Domba ini diambil untuk mewakili DET yang dipelihara secara ekstensif dengan sistem pastura.

(27)

12 mikroanatomi otot meliputi satu set alat bedah, gelas piala, gelas ukur, gelas obyek, gelas penutup, mikrotom, inkubator dan mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera.

Metode

Penelitian Pendahuluan : Ekstraksi, Identifikasi dan Deteksi Keragaman

Gen Calpain dan Calpastatin (CAST-1)

Sampel domba diperoleh dari Unit Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Jonggol (UP3J). Sampel disolasi DNA genomnya dari sel darah utuh (Whole blood). Darah ditampung dengan menggunakan tabung vacumtainer dari vena jugularis externa (sekitar 10 ml). Prosedur ekstrasi DNA darah menggunakan modifikasi metode ekstraksi standar dengan menggunakan buffer lisis sel (350 l x STE, dan 40 l 10% SDS) dan 20 l proteinase-K. DNA dimurnikan dengan fenol kloroform, yaitu dengan menambahkan 40 l 5M NaCl dan 400 l fenol dan kloroform isoamil alcohol (CIAA). DNA diendapkan dengan 40 l 5M NaCl dan 800฀l ethanol absolute. Endapan dicuci dengan menambahkan 400 l ethanol 70%, disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Ethanol dibuang dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum, selanjutnya DNA dimurnikan dengan 80 l buffer TE 80% (Sambrook et al., 1989).

Amplifikasi DNA dilakukan pada total volume 25 l terdiri dari 10-100 ng DNA, 25 pmol pasangan primer masing-masing dari Palmer et al. (1998), yaitu primer forward (AF33) 5’ TGGGGCCCAATGACGCCATCGGATG 3’ (ekson 1C) dan primer reverse (AF34) 5’ GGTGGAGCAGCACTTCTGATCACC 3’ (ekson 1D). Pasangan primer ini kemudian ditambahkan 0,87 unit enzim taq polymerase dan buffernya (New England BioLabs), 2 mM dNTP, dan 2,5 mM MgCl2 kemudian diinkubasi dengan mesin thermocycler (TaKaRa PCR Thermal

(28)

13 dengan satu kali siklus, meliputi pemanjangan akhir molekul DNA pada suhu 72

0

C selama 7 menit.

Analisis PCR-RFLP dilakukan dengan cara produk PCR dipotong dengan enzim restriksi MspI (New England BioLab) pada situs C|CGG yang terletak di daerah intron 1 antara ekson 1C dan 1D. Prosedur kerjanya adalah 2 l produk PCR dicampur dengan 1-2 unit MspI dalam 1x buffer, dan diinkubasi pada suhu 370C selama semalam. Elektroforesis dilakukan pada gel poliakrilamida 6% dengan tegangan konstan 220 mVolt selama 30 menit dan pewarnaan perak dilakukan dengan menggunakan metode Tegelstrom (1992).

Keragaman gen CAST-1 domba disebabkan oleh adanya mutasi titik yang terjadi pada posisi basa ke-261 nomor akses GenBank AF016006. Terjadinya subtitusi basa (transisi) G – A menyebabkan situs pemotongan untuk enzim restriksi MspI berubah. Produk PCR gen CAST-1 sepanjang 622 pb berhasil dipotong dan menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. M adalah alel gen calpastatin normal, sedangkan N adalah alel gen calpastatin yg mengalami mutasi basa G menjadi A. Perbedaan alel M dan N hasil analisis PCR-RFLP disajikan pada Gambar 1.

Alel M (AF016006) : ---TTGCAGAGCC | GGGGCTCTGG--- Alel N (AF016007) : --- TTGCAGAGCC| AGGGCTCTGG--- Gambar 1. Perbedaan sekuen nukleotida gen CAST-1 pada lokus CAST-MspI

yang disebabkan karena subtitusi basa G menjadi A.

(29)

14 CAST-1 MM) diperoleh sampel sebanyak 5 ekor, sedangkan untuk DET dengan genotipe CAST-1 MN (DET CAST-1 MN) diperoleh sampel sebanyak 4 ekor. Sampel kemudian akan dianalisa morfometrik ternak hidup, komposisi karkas, distribusi otot, potongan komersial serta sifat fisik dan mikroanatomi ototnya. Performa Anatomis Ternak Hidup

Pengukuran morfometrik ternak hidup meliputi bobot kosong dan performa anatomi yang diukur melalui pengukuran konformasi kerangka. Pengukuran konformasi kerangka memanfaatkan penonjolan tulang baik tuberositas (bungkul), processus (penjuluran) maupun articulatio (persendian) dari seluruh pertulangan yang terlihat jelas pada domba hidup. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tongkat ukur untuk mengukur parameter morfometrik panjang tubuh atau tulang, pita ukur untuk mengukur lingkar dada dan caliper untuk mengukur jarak antar tulang dan lebar badan. Pengukuran ini dilakukan untuk membandingkan performa morfometrik antara domba ekor tipis dengan genotipe MM dan MN. Parameter yang diamati dalam pengukuran konformasi kerangka pada ternak hidup disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 4.

Gambar 2. Cara pengukuran performa anatomis ternak hidup.

Keterangan : angka menunjukkan urutan parameter yang ditunjukkan pada Tabel 4.

1 2 3

4

5

6

7 9

10

11

12 14 13 16

(30)

15 Tabel 4. Parameter pengukuran performa anatomis pada ternak hidup

No. Parameter Batas Pengukuran

Dari Hingga

Pangkal leher Titik tengah tubuh

bagian dorsal

4. Panjang os scapula Titik tertinggi ossa

vertebrae thoracicae

Articulatio scapulo-humeri

5. Panjang os humerus Articulatio

scapulo-humeri

Articulatio cubiti

6. Panjang ossa radius-ulna Tuberositas radii Ossa carpi

7. Panjang os metacarpale III Ossa carpi Os phalanx proximalis

8. Jarak antar os coxae Articulatio coxae kiri Articulatio coxae kanan

9. Panjang os femoris Caput ossis femoris Caput fibulae

10. Panjang ossatibia-fibula Caput fibulae Os calcanea

11. Panjang os metatarsale III Pangkal os tarsale III Os phalanx proximalis

12. Panjang badan Tuberculum humeri

majus

16. Tinggi pinggul Os sacrum Bidang tempat berdiri

ternak 17. Jarak kaki depan dengan

belakang

titik belakang kaki depan

titik depan kaki belakang

18. Lebar badan Tuberculum humeri

(31)

16 pemisahan kaki belakang pada articulationes tarsometatarseae, pengulitan, pengeluaran visera, pembagian karkas. Karkas diberi tanda kemudian dilakukan pelayuan karkas selama 24 jam dalam ruang pendingin. Selama proses dari pemotongan hingga diperoleh karkas, semua bagian tubuh ternak ditimbang mulai dari darah yang keluar, kepala, kaki, ekor, kulit, organ pencernaan isi dan kosong, organ reproduksi, organ pernafasan (trakhea dan paru-paru), jantung dan berat karkas segar. Karkas dikeluarkan dari ruang pendingin kemudian dibagi menjadi dua bagian kiri dan kanan dengan membelah karkas menjadi dua bagian simetris pada tulang belakang dari leher (ossa vertebrae cervicales) sampai sakral (ossa vertebrae sacrales) untuk dilakukan pengukuran komposisi karkas dan penguraian karkas sebagai pengukuran distribusi otot untuk setengah karkas dan setengah karkas yang lainya digunakan untuk penguraian karkas sebagai pengukuran distribusi otot dalam bentuk potongan komersial.

Pengukuran Komposisi Karkas

Setengah karkas diuraikan menjadi komponen utama yaitu tulang, otot, lemak dan jaringan ikat. Lemak terdiri atas lemak subkutan (subcutaneous fat), lemak antar otot (intermuscular fat), lemak ginjal (kidney fat), lemak abdomen (abdomen fat) dan lemak pelvis (pelvic fat). Masing-masing komponen karkas kemudian ditimbang. Nilai dari hasil penimbangan kemudian dibandingkan dengan bobot badan hidup, berat karkas segar dan berat karkas setelah pelayuan. Dari nilai tersebut dapat diketahui persentase dari masing-masing komponen karkas terhadap berat hidup dan berat karkas.

Pengukuran Distribusi Otot

(32)

17 1. Kelompok Otot I : otot proksimal paha

- M. tensor fasciae latae - M. pectineus - M. biceps femoris - M. sartorius - M. gluteus medius - M. gemellus

- M. vastus lateralis - M. quadratus femoris - M. gluteus accessorius - M. obturator

- M. gluteus profundus - M. vastus medialis - M. rectus femoris - M. vastus intermedius - M. semitendinosus - M. articularis genus

- M. gracilis - M. iliacus

- M. semimembranosus - M. sacrococcygealis 2. Kelompok Otot II : otot distal paha

- M. gastrocnemius et soleus - M. tibialis caudalis - M. flexor digitorum superficialis - M. popliteus

- M. peroneus longus - M. flexor digitorum medialis - M. extensor digitorum lateralis - M. flexor digitorum lateralis - M. tibialis cranialis

3. Kelompok Otot III : otot sekitar tulang belakang

- M. psoas minor - M. longissimus dorsi - M. psoas major - M. longissimus cervicis - M. quadratus lumborum - M. spinalis dorsi

- M. longissimus costarum - M. multifidus dorsi 4. Kelompok Otot IV : otot dinding abdomen

- M. cutaneus trunci - M. obliquus internus abdominis - M. serratus dorsalis caudalis - M. transversus abdominis - M. obliquus externus abdominis - M. rectus abdominis - M. retractor costae - M. diaphragma 5. Kelompok Otot V : otot proksimal kaki depan

(33)

18 - M. triceps brachii caput longum - M. brachiocephalicus

- M. tensor fascia antebrachii - M. triceps brachii caput medial - M. supraspinatus

6. Kelompok Otot VI : otot distal kaki depan

- M. extensor carpi radialis - M. flexor carpi ulnaris

- M. flexor carpi radialis - M. flexor digitorum superficialis - M. extensor carpi ulnaris - M. flexor digitorum profundus - M. abductor digiti I longus - M. anconeus

- M. extensor digitorum communis

- M. extensor digitorum longus caput medialis - M. extensor digitorum longum caput lateralis 7. Kelompok Otot VII : otot penghubung kaki

- M. trapezius pars thoracis - M. pectoralis ascendens - M. latissimus dorsi - M. pectoralis superficialis - M. serratus ventralis thoracis - M. teres major

8. Kelompok Otot VIII : otot penghubung kaki depan dengan dada - M. trapezius pars cervicis - M. rhomboideus

- M. omotransversarius - M. serratus ventralis cervicis 9. Kelompok Otot IX : otot leher dan dada lainnya

- M. serratus dorsalis cranialis - M. complexus

- M. scalenus dorsalis - M. rectus capitis dorsalis major - M. splenius - M. obliquus capitis caudalis - M. sternocephalicus - M. rectus thoracis

- M. scalenus ventralis - M. transversus thoracis - M. rectus capitis ventralis - M. longus colli

- M. intertransversalis cervicis - M. multifidus cervicis - M. longissimus atlantis - M. intercostales - M. intertransversalis colli

(34)

19 Pengukuran Potongan Komersial

Potongan komersial karkas (wholesale cuts) domba mengacu pada prosedur Australian Meat and Livestock Corporation (1998). Seperempat bagian depan (forequarter) meliputi Neck, Rack, Breast, Shoulder, dan Shank. Seperempat bagian belakang (hindquarter) meliputi Flank, Loin dan Leg. Semua potongan komersial karkas utuh kemudian ditimbang dengan timbangan digital dan dicatat sebagai bobot potongan komersial karkas utuh. Batas antara seperempat bagian karkas depan dengan bagian belakang adalah pada ruas tulang rusuk 12 dan 13. Masing-masing potongan komersial kemudian ditimbang dan dilakukan pemisahan daging, lemak (subkutan dan intermuskular) dan tulang, untuk mengetahui komposisi karkas dari masing-masing potongan komersial. Analisis Sifat Fisik Daging Domba

Pengujian sifat fisik daging dilakukan pada hari ke-3 setelah pemotongan, yaitu setelah menyelesaikan pengukuran potongan komersial. Bagian daging yang diambil adalah bagian loin. Daging bagian ini memiliki serat otot yang searah, relatif sedikit jaringan ikatnya dan jumlahnya mencukupi untuk melakukan analisis sifat fisik daging. Pengamatan sifat fisik daging domba meliputi :

1. pHdaging

Diukur dengan alat pH meter berdasarkan metode AOAC (1995). Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali setiap sampel dengan cara menusukkan alat pH meter pada sampel daging. Alat pH meter dikalibrasi pada buffer 4 dan 7 terlebih dahulu sebelum melakukan pengukuran.

2. Daya ikat air

Dianalisis berdasarkan persentase air yang keluar (mgH2O) dengan metode

(35)

20 dikurangi daerah yang tertutup sampel. Daya mengikat air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

mg H2O = Luas Area Basah – 8,0

0,048

% air bebas = mgH2O x 100 %

300

Angka yang diperoleh dari persamaan tersebut kemudian dikonversikan terhadap berat sampel 0,3 g. Nilai yang diperoleh semakin besar menunjukkan daya mengikat air yang semakin rendah karena air yang terlepas dari jaringan semakin besar.

3. Daya iris (Wheeler et al., 2003)

Digunakan untuk menentukan tingkat keempukkan daging dievaluasi dengan Warner Bratzler (Soeparno, 2005). Keempukan daging diperoleh dengan menggunakan sampel 100 gram daging yang direbus hingga suhu bagian dalam daging (core temperature) mencapai 80-82oC. Daging kemudian didinginkan selama 6-12 jam hingga diperloleh berat yang konstan. Daging kemudian dicetak menggunakan corer searah serabut daging. Potongan tersebut kemudian ditentukan nilai daya putusnya dengan alat Warner Bratzler dengan konversi satuan dalam kg/cm2. Hasil pengukuran pada skala 1-2 kg.cm2 masuk dalam kategori sangat empuk, skala 3-5 kg/cm2 masuk dalam kategori empuk, 5-9 kg/cm2 masuk dalam kategori keras dan lebih dari 9 kg/cm2 masuk dalam kategori sangat keras.

4. Susut masak

(36)

21 % Susut Masak = Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir x 100%

` Bobot sampel awal

Analisis Mikroanatomi

1. Pembuatan Preparat Mikroanatomi

Pembuatan preparat mikroanatomi mengacu pada Kiernan (1990). Tahapan ini diawali dengan pengambilan sampel daging domba sebesar 1x1x1 cm2. Otot yang digunakan sebagai sampel untuk preparat mikroanatomi adalah : - M. sternocephalicus

- M. gluteus medius

Sampel otot difiksasi dengan paraformaldehid 4% kemudian dilakukan dehidrasi untuk menghilangkan air dalam jaringan. Sampel kemudian dijernihkan dengan perendaman dalam xylol dan kemudian dilakukan embedding dalam larutan parafin. Sampel yang sudah dalam bentuk parafin block kemudian dilakukan pemotongan dengan ketebalan 4-5µ m menggunakan rotary mikrotom untuk mendapatkan slide preparat. Slide preparat yang didapat kemudian dilakukan pewarnaan Haematoxylin-Eosin (HE) standar dan pewarnaan jaringan ikat dengan Masson Trichrome (Kiernan, 1990).

2. Pengamatan Mikroanatomi

Sampel kemudian diamati dengan mikroskop dan difoto digital untuk mendapatkan pencitraan digital mikroanatomi otot. Citra digital tersebut kemudian diolah dengan teknik pengukuran otot yang dilakukan oleh Albrecht et al (2006) yang dimodifikasi menggunakan program Corel Draw X3. Parameter yang diamati adalah :

- Luas penampang otot - Luas fasikulus

- Jumlah otot per fasikulus

- Persentase area otot per fasikulus - Persentase jaringan ikat per fasikulus - Jarak antar fasikulus

(37)

22 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan pengujian hipotesis student’s test berekor dua (sampel ganda) untuk membandingkan antara variasi gen calpastatin yang berbeda yaitu MM dan MN apakah ada perbedaan antar perlakuan dari parameter yang diamati. Formulasi matematika menurut Steel and Torrie (1991) adalah :

= ( − )−( − ) −

Keterangan :

t : Nilai t hitung yang akan dibandingkan dengan t tabel untuk menentukan penerimaan hipotesis

( − ) : Selisih rata-rata sampel a dan b

(38)

23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Performa Anatomis Ternak Hidup

Performa anatomis dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan seleksi maupun pemuliabiakan pada ternak dengan tujuan tertentu, misalnya pertumbuhan dan perdagingan. Berdasarkan data pada Tabel 5, Bobot kosong DET CAST-1 MM rata-rata sebelum pemotongan sebesar 20,56 kg, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 19,12 kg. Selisih bobot potong kedua domba tersebut sebesar 1,44 kg. Bobot potong kedua domba tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Pada bobot badan pada rentang 19,12-20,56 kg, DET CAST-1 MM memiliki panjang badan, dalam dada, lingkar dada dan lebar pinggul lebih besar dibandingkan domba dengan DET CAST-1 MN

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

(39)

24 dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Demikian juga pada lingkar dada DET CAST-1 MN memiliki ukuran 3,31 cm lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Hal ini menunjukkan bagian tubuh depan DET CAST-1 MM lebih berkembang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Skema sangkar rusuk antara DET CAST-1 MM dan DET CAST-1 MN disajikan dalam Gambar 3

DET CAST-1 MM DET CAST-1 MN

Gambar 3. Skema sangkar rusuk antara DET CAST-1 MM dan DET CAST-1 MN Lebar dada pada kedua domba tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05). Sedangkan lebar pinggul pada DET CAST-1 MM memiliki ukuran 1,20 cm lebih lebar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Parameter tinggi badan maupun tinggi pinggul menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) dari kedua domba. Tinggi badan dan tinggi pinggul merupakan parameter yang menjadi indikasi pertumbuhan bagian alat gerak depan dan belakang.

Parameter yang berpengaruh terhadap panjang badan ternak adalah ukuran kelompok tulang penyusun collumna vertebralis. Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok tulang penyusun collumna vertebralis, yaitu ossa vertebrae cervicales, ossa vertebrae thoracicae, ossa

26,18 cm 25,04 cm

14,06 cm 13,09 cm

(40)

25 vertebrae lumbales, dan ossa vertebrae sacrales pada DET CAST-1 MM lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN (P<0,05).

Panjang ossa vertebrae cervicales pada DET CAST-1 MM rata-rata 0,58 cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Panjang ossa vertebrae thoracicae rata-rata DET CAST-1 MM 0,97 cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Panjang ossa vertebrae lumbales rata-rata DET 1 MM 0,59 cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Panjang ossa vertebrae sacrales rata-rata DET CAST-CAST-1 MM 0,4CAST-1 cm cm lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Total selisih panjang collumna vertebralis antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 2,55 cm lebih panjang DET CAST-1 MM. Data ukuran panjang dari masing-masing kelompok tulang penyusun collumna vertebralis ini menjelaskan panjang badan DET CAST-1 MM lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Tabel 6. Morfometri bagian collumna vertebralis domba ekor tipis dengan

genotipe calpastatin yang berbeda.

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Komponen yang berpengaruh terhadap tinggi badan adalah ukuran panjang dari masing-masing bagian kaki depan dan belakang. Berdasarkan data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki os scapula yang lebih panjang (P<0,05) dibandingkan dengan DET CAST-1 MN.

(41)

26 ini menunjukkan variasi gen calpastatin memberikan pengaruh pada pekembangan alat gerak depan lebih ke arah medial dibandingkan lateral. Panjang os femoris, ossa tibia-fibula dan ossa metatarsalia tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) antara kedua domba.

Tabel 7. Morfometri bagian kaki depan dan belakang domba ekor tipis dengan

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Berdasarkan keseluruhan data parameter morfometri tersebut menunjukkan bahwa variasi gen calpastatin memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kerangka tubuh. DET CAST-1 MM memiliki bingkai kerangka (frame-size) yang lebih besar, terutama pada bagian dorsal dan cranial serta pada bagian gelang pinggul dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Ukuran bingkai kerangka yang lebih besar ini menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki luas permukaan tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN pada bobot yang sama.

Pemotongan Ternak

(42)

27 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Persentase karkas panas rata-rata DET CAST-1 MM sebesar 41,46%, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 39,68%. Selisih persentase karkas panas rata-rata antara keduanya sebesar 1,78%. Tabel 8. Persentase karkas dan komponen non karkas pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Parameter (%) Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%)

Karkas panas 41,458 + 2,888 6,97 39,681 + 1,800 4,54

Darah 3,961 + 0,238 6,00 4,417 + 0,361 8,18

Kepala 8,814 + 0,778 8,83 8,599 + 0,535 6,22

Kulit 7,090 + 0,811 11,44 7,291 + 1,167 16,00

Saluran pencernaan 8,190 + 0,349 4,26 8,122 + 0,604 7,4

Kaki depan 1,181 + 0,097 8,26 1,333 + 0,192 14,407

Kaki belakang 1,185 + 0,097 8,15 1,348 + 0,173 12,833

Ekor 0,280 + 0,046 16,34 0,320 + 0,090 28,59

Hati dan empedu 1,541 + 0,165 10,68 1,687 + 0,046 2,73

Pankreas 0,203 + 0,005 2,50 0,215 + 0,013 5,94

Limpa 0,207 + 0,033 15,76 0,203 + 0,040 19,81

Paru-paru dan trakhea 1,604 + 0,078 7,32 1,040 + 0,166 16,01

Jantung 0,598 + 0,077 12,90 0,591 + 0,023 3,92

Alat kelamin 0,299 + 0,081 27,23 0,326 + 0,039 11,996

Testis 1,225 + 0,248 20,24 1,369 + 0,197 14,40

Kandung kemih 0,113 + 0,006 5,00 0,110 + 0,029 26,55

Keterangan : Tidak ada perbedaan yang nyata pada variable yang diamati (non signifikan) (P>0.05), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% )

(43)

28 besar pada MM dibandingkan MN. Selisih persentase kulit rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 0,20% lebih besar pada MN dibandingkan MM. Selisih persentase darah rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 0,46% lebih besar pada MN dibandingkan MM.

Potongan Komersial dan Komposisi Karkas

Berat karkas kanan dari DET CAST-1 MM adalah 4.191,23 + 267,15 kg, sedangkan untuk DET CAST-1 MN adalah 3.775,43 + 316,63 kg. Berdasarkan data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa pada potongan komersial bagian neck DET CAST-1 MM memiliki nilai persentase terhadap karkas yang lebih besar dibandingkan pada DET CAST-1 MM (P<0,05), namun pada bagian shoulder justru memiliki persentase yang lebih rendah (P<0,05).

Tabel 9. Persentase potongan komersial terhadap berat karkas domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

(44)

29 MN sebesar 19,41%. Selisih persentase shoulder rata-rata DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 1,56% lebih besar pada MN dibandingkan MM. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bagian neck pada DET CAST-1 MM lebih berkembang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Namun pada bagian shoulder justru DET CAST-1 MN lebih berkembang dibandingkan DET CAST-1 MM. Persentase shank, breast, flank, rack, loin, leg terhadap bobot karkas pada kedua domba tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05).

Perkembangan komponen karkas, yaitu tulang, daging dan lemak dapat dilihat dari persentase masing-masing komponen karkas terhadap bobot karkas. Data yang disajikan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase daging terhadap karkas pada DET CAST-1 MN lebih besar (P<0,05) dibandingkan DET CAST-1 MM.

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

(45)

30 Distribusi Otot

Penguraian otot dilakukan untuk mengetahui detail persebaran perototan serta bagian otot yang lebih berkembang akibat pengaruh genotipe CAST-1 yang berbeda. Berdasarkan data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki persentase kelompok otot III, IV dan VIII terhadap total daging yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada DET CAST-1 MN. Distribusi perototan pada DET CAST-1 MN memiliki persentase kelompok otot I, VI, VII dan IX terhadap total daging yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan DET CAST-1 MM.

Distribusi perototan DET CAST-1 MM lebih berkembang di bagian otot sekitar tulang belakang. Otot dinding abdomen pada DET CAST-1 MM lebih berkembang dibandingkan DET CAST-1 MN. Otot penghubung kaki depan dengan dada pada DET CAST-1 MM juga memiliki persentase yang lebih besar.

DET CAST-1 MN memiliki distribusi perototan yang lebih berkembang di bagian proksimal paha, otot distal kaki depan, otot penghubung kaki, serta otot leher dan dada lain dibandingkan dengan DET CAST-1 MM. Perototan yang lebih berkembang pada DET CAST-1 MN sebagian besar adalah perototan pada alat gerak yang memiliki intensitas kontraksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perototan pada sumbu dan dinding tubuh.

(46)

31 Tabel 11. Persentase kelompok otot terhadap total daging pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda

Parameter (%) Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK (%) MN (n=4) KK (%)

Kelompok otot I 27,096 + 0,506a 1,868 27,846 + 0,243b 0,873

Kelompok otot II 5,391 + 0,288a 5,339 5,291 + 0,006a 0,106

Kelompok otot III 13,598 + 0,536 a 3,939 12,838 + 0,124 b 0,968

Kelompok otot IV 11,443 + 0,576 a 5,038 10,516 + 0,164 b 1,558

Kelompok otot V 12,525 + 0,579a 4,584 12,493 + 0,114a 0,914

Kelompok otot VI 3,714 + 0,097 A 2,596 4,125 + 0,103 B 2,491

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ). EMG = expensice muscle groups, SMG = secondary muscle groups.

Sifat Fisik Daging

Sifat fisik daging adalah salah satu parameter utama melihat kualitas daging. Berdasarkan data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa pada daging DET CAST-1 MM memiliki nilai keempukan yang lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Keempukan pada DET CAST-1 MM sebesar 2,24 kg/cm2 yang tergolong dalam kategori sangat empuk, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 3,45 kg/cm2 yang tergolong dalam kategori empuk. Nilai pH, daya mengikat air dan susut masak antara DET CAST-1 MM dan DET CAST-1 MN tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05).

Nilai pH pada DET CAST-1 MM sebesar 5,44, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 5,47. Nilai ini sudah sesuai dengan batas titik pH isoelektrik yang menandakan bahwa proses rigormortis telah selesai. Daya mengikat air pada DET CAST-1 MM sebesar 40,00 % H2O, sedangkan pada DET CAST-1 MN

sebesar 37,00 % H2O. Hal ini menunjukkan kemampuan protein daging dalam

(47)

32 CAST-1 MM. Susut masak pada DET CAST-1 MM sebesar 46,10%, sedangkan pada DET CAST-1 MN sebesar 45,49%. Selisih susut masak rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebesar 0,61% lebih besar pada MM dibandingkan MN. Hal ini berarti kehilangan massa selama pemasakan pada daging DET CAST-1 MM lebih tinggi dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Tabel 12. Nilai rataan sifat fisik daging pada domba ekor tipis dengan genotipe

calpastatin yang berbeda.

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Analisis Mikroanatomi Otot

Pengamatan mikroanatomi otot pada sumbu tubuh dilakukan pada m. sternocephalicus, sedangkan untuk pengamatan mikronatomi otot pada bagian alat gerak dilakukan pada sampel m. gluteus medius. Berdasarkan data pada Tabel 13 dan 14 menunjukkan bahwa DET CAST-1 MN memiliki luas penampang otot, luas fasikulus, jumlah fasikulus, persentase area otot dalam fasikulus, serta jarak antar fasikulus dan persentase jaringan ikat dalam perimisium yang lebih besar dibandingkan DET CAST-1 MM baik pada perototan di sumbu tubuh maupun perototan di bagian alat gerak (P<0,05).

(48)

33 µ m2 lebih besar pada MN dibandingkan MM. Nilai ini menunjukkan bahwa DET CAST-1 MN memiliki perkembangan fasikulus yang lebih tinggi. Jumlah otot per fasikulus pada DET CAST-1 MM sebanyak 79,40 sedangkan pada DET CAST-1 MN sebanyak 124,20. Selisih jumlah otot per fasikulus rata-rata antara DET CAST-1 MM dengan DET CAST-1 MN sebanyak 44,80 lebih besar pada MN dibandingkan MM. Nilai ini menunjukkan pertumbuhan hiperplasi pada DET CAST-1 MN lebih tinggi dibandingkan pada DET CAST-1 MM.

Tabel 13. Analisis mikroanatomi otot m. sternocephalicus pada domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda

Jumlah otot/fasikulus 79,40 + 11,24 A 14,15 124,20 + 6,61 B 5,32

Area otot/fasikulus (%) 92,63 + 0,23 A 0,24 95,97 + 0,58 B 0,61

Jaringan ikat/fasikulus (%) 7,37 + 0,23 A 3,05 4,03 + 0,58 B 14,43

Jarak antar fasikulus (µm) 30,80 + 2,95 A 9,58 56,80 + 14,04 B 24,72

Kolagen/jarak fasikulus (%) 43,54 + 0,59 A 1,37 55,48 + 12,19 B 21,98

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

(49)

34 keempukan daging karena semakin tinggi jaringan ikat dalam perimisium maka daging akan semakin alot. Jaringan ikat pada pewarnaan Masson Trichrome ditunjukkan dengan adanya warna hijau kebiruan. Jarak antar fasikulus DET CAST-1 MN lebih besar (P<0,05) dibandingkan dengan DET CAST-1 MM dengan selisih 26 µ m. Persentase kolagen dalam perimisium pada DET CAST-1 MN lebih besar (P<0,05) dibandingkan dengan DET CAST-1 MM dengan selisih sebesar 11,94%.

Kondisi pada otot m.sternocephalicus juga ditemukan pada otot m. gluteus medius. Luas penampang otot pada DET CAST-1 MN memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MM dengan selisih sebesar 48,24 µ m2. Perkembangan hipertropi otot pada DET CAST-1 MN lebih tinggi dibandingkan pada DET CAST-1 MM (P<0,05). Luasan fasikulus DET CAST-1 MN juga lebih luas dibandingkan dengan DET CAST-1 MM dengan selisih sebesar 18.038 µ m2. Besarnya luar fasikulus ini juga dipengaruhi oleh jumlah otot per fasikulus. Jumlah otot per fasikulus pada DET CAST-1 MN lebih besar dibandingkan DET CAST-1 MN dengan selisih 25,60 otot. Hal ini menunjukkan pertumbuhan hiperplasia pada DET CAST-1 MN lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada DET CAST-1 MN. Proporsi otot dalam fasikulus pada DET CAST-1 MN memiliki nilai yang lebih besar (P<0,05) dibandingakan dengan DET CAST-1 MM dengan selisih 2,74%. Sedangkan proporsi jaringan ikat dalam fasikulus justru lebih besar (P<0,05) pada DET CAST-1 MM dibandingkan DET CAST-1 MN dengan selisih sebesar 2,38%.

(50)

35 Tabel 14. Analisis mikroanatomi otot m. gluteus medius pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda

Parameter

Genotipe Calpastatin

MM (n=5) KK

(%)

MN (n=4) KK

(%)

Luas penampang otot (µm2) 585,26 + 24,37a 4,16 633,50 + 33,21b 5,24

Luas Fasikulus (µ m2) 80.774 + 12.950,6A 16,03 98.812 + 8.895,8B 9,00

jumlah otot/fasikulus 125,60 + 18,41 A 14,65 151,20 + 16,41 B 10,85

area otot/fasikulus (%) 93,16 + 0,40 A 0,43 95,90 + 0,93 B 0,97

jaringan ikat/fasikulus (%) 6,84 + 0,40 A 5,87 4,10 + 0,93 B 22,74

jarak antar fasikulus (µm) 31,60 + 5,98 A 18,93 55,60 + 7,83 B 14,08

kolagen/jarak fasikulus (%) 42,52 + 1,07 A 2,52 59,81 + 5,79 B 9,69

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05), huruf kapital superskrip menyatakan perbedaan sangat nyata (P<0,01), n = jumlah sampel (ekor), KK = koefisien keragaman (standar deviasi/rataan x 100% ).

Perbandingan penampang fasikulus otot dan kondisi jaringan ikat antar perlakuan pada otot sternocephalicus disajikan dalam Gambar 3 dan 4. Perbandingan penampang fasikulus otot dan kondisi jaringan ikat antar perlakuan pada otot gluteus medius disajikan dalam Gambar 5 dan 6.

DET CAST-1 MM DET CAST-1 MN

Gambar 4. Penampang fasikulus otot sternocephalicus pada domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

(51)

36

DET CAST-1 MM DET CAST-1 MN

Gambar 5. Kondisi jaringan ikat otot sternocephalicus pada domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

: Serabut otot, : Fasikulus otot, : Jarak antar otot, a : Kolagen

DET CAST-1 MM DET CAST-1 MN Gambar 6. Penampang fasikulus otot gluteus medius pada domba ekor tipis

dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

: Serabut otot, : Fasikulus otot, : Jarak antar otot

DET CAST-1 MM DET CAST-1 MN

Gambar 7. Kondisi jaringan ikat otot gluteus medius pada domba ekor tipis dengan genotipe calpastatin yang berbeda.

(52)

37 Pembahasan

Performa Anatomis Ternak Hidup

DET CAST-1 MM memiliki bobot kosong rata-rata sebelum pemotongan sebesar 20,56 kg, sedangkan DET CAST-1 MN sebesar 19,12 kg. Selisih bobot potong kedua domba dengan variasi genotipe CAST-1 yang berbeda sebesar 1,44 kg. Meskipun bobot potong keduanya tidak berbeda nyata (P>0,05), tetapi secara ekonomis, perbedaan berat keduanya memberikan selisih harga yang cukup tinggi. Pada bobot kosong yang hampir sama, DET CAST-1 MM memiliki frame-size yang lebih besar, terutama pada bagian dorsal dan cranial tubuh dibandingan DET CAST-1 MN. Panjang badan rata-rata DET CAST-1 MM (54,13 cm) lebih panjang dibandingkan DET CAST-1 MN (51,28 cm). Lingkar dada DET CAST-1 MM (63,17 cm) lebih panjang dibandingkan DET CAST-1 MN (59,86 cm). Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Dagong (2012) yang menyatakan bahwa pada domba ekor tipis dengan bobot badan 20-23 kg memiliki ukuran lingkar dada dan panjang badan sebesar 69,01 cm dan 60,96 cm (CAST-11), 70,05 cm dan 61,93 cm (CAST-12), 69,88 cm dan 61,33 cm (CAST-13), 68,58 cm dan 62,04 cm (CAST-22), 68,83 dan 63,00 cm (CAST-23) serta 68,46 dan 61,50 cm (CAST-33). Hal ini menunjukkan bahwa DET yang diperoleh dari UP3J Jonggol memiliki performa tubuh yang lebih kecil namun penambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba ekor tipis lainnya.

(53)

38 bentuk protein daging akan lebih rendah karena ternak memerlukan energi metabolis basal yang lebih besar (Mason, 1980).

Komponen utama yang mempengaruhi panjang badan adalah ruas-ruas tulang belakang (collumna vertebralis). Tulang belakang yang memberikan pengaruh persentase karkas adalah ruas tulang leher (ossa vertebrae cervicales), ruas tulang punggung (ossa vertebrae thoracicae), ruas tulang pinggang (ossa vertebrae lumbales), dan tulang sakral (ossa vertebrae sacrales), sedangkan tulang ekor (ossa vertebrae caudales) tidak termasuk dalam komponen karkas dan sulit untuk diukur. DET CAST-1 MM memiliki tulang belakang dengan masing-masing bagian tulang belakang lebih panjang, sehingga perdagingan yang terbentuk pada potongan komersial neck, rack, dan loin akan lebih besar, dibandingkan dengan DET CAST-1 MN (Hollo´ et al., 1997). Kondisi ini didukung oleh data pada Tabel 10 yang menunjukkan bahwa potongan komersial bagian neck pada DET CAST-1 MM memiliki persentase terhadap berat karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan DET CAST-1 MN (P<0,05).

Lingkar dada dan dalam dada adalah parameter yang menunjukkan dimensi sangkar rusuk (rib cage). Berdasarkan pengukuran lingkar dada dan dalam dada, menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki dimensi sangkar rusuk yang lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MM. Ternak yang memiliki dalam dada yang semakin panjang harus diimbangi oleh pertumbuhan os scapula untuk menjaga agar beban tubuh yang bertumpu pada os scapula dapat ditopang sempurna dan ternak dapat bergerak normal. Hal ini diperkuat oleh data pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa DET CAST-1 MM memiliki ukuran os scapula yang lebih panjang dibandingkan dengan DET CAST-1 MN (P<0,01). Ukuran os scapula yang lebih panjang akan menghasilkan potongan komersial shoulder yang lebih besar. Kondisi ini didukung oleh data pada Tabel 10 yang menunjukkan bahwa potongan komersial bagian shoulder pada DET CAST-1 MM, memiliki persentase terhadap berat karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan DET CAST-1 MM (P<0,05).

(54)

39 kaki, yang merupakan deposisi perdagingan di daerah stifle. Lebar pinggul DET CAST-1 MM lebih besar dibandingkan dengan DET CAST-1 MN (P<0,01).

Berdasarkan keseluruhan data tersebut, menunjukkan DET CAST-1 MM memiliki tubuh yang lebih panjang dan dada yang lebih dalam dibandingkan DET CAST-1 MN. Hal ini berarti jika dipotong pada berat yang sama, maka DET CAST-1 MM memiliki persentase karkas yang lebih kecil dibandingkan dengan DET CAST-1 MN. Potensi dari kondisi ini ditujukan untuk perbaikan performa domba dengan bobot badan akhir yang lebih besar dan performa kerangka yang lebih luas.

Pemotongan Ternak

(55)

40 DET yang berada di daerah Jonggol telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang panas, dengan vegetasi pakan yang keras yaitu rumput brachiraria humidicola sehingga memiliki kulit yang lebih tebal dan volume saluran pencernaan yang lebih besar dibandingkan dengan domba yang berasal dari daerah pegunungan. Sistem penggembalaan juga membentuk seleksi domba ke arah tipe liar (wild type) yang terlihat dari persentase kepala yang besar. Komponen non karkas yang memiliki persentase cukup besar adalah kepala (8,5-8,8%), saluran pencernaan (8,1-8,2%) dan kulit (7,0-7,3%). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Herman (2005), pada rataan bobot tubuh yang sama, persentase kepala DET pada penelitian ini memiliki persentase yang lebih besar, dibandingkan dengan domba priangan (8,39%) dan domba ekor gemuk (6,43%). Persentase saluran pencernaan DET pada penelitian ini, lebih besar jika dibandingkan dengan domba priangan (7,11%) dan domba ekor gemuk (6,5%). Volume saluran pencernaan dipengaruhi oleh kondisi pakan yang dikonsumsil. Pakan dengan nilai nutrisi rendah dan tinggi serat kasar akan menyebabkan volume saluran pencernaan lebih besar dibandingkan dengan ternak yang mengkonsumsi pakan bernutrisi tinggi dan rendah serat kasar (Chaniago et al., 1982). Persentase kulit DET pada penelitian ini memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan domba priangan (6,67%) dan domba ekor gemuk (7,00%). Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dan dari kondisi lingkungan luar, baik cuaca, vegetasi yang keras maupun ektoparasit. Kondisi lingkungan yang semakin berat akan menyebabkan spesies yang bertahan di tempat tersebut memiliki kulit yang lebih tebal untuk perlindungan yang lebih baik (Chaniago et al., 1982).

Potongan Komersial dan Komposisi Karkas

Gambar

Tabel 1. Performa fenotipik DET Indonesia
Tabel 2. Standar mutu karkas domba/kambing
Gambar 2. Cara pengukuran performa anatomis ternak hidup.
Tabel 4. Parameter pengukuran performa anatomis pada ternak hidup
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang tidak berpengaruh nyata diitunjukan analisis peragam dari pengaruh perbedaan bangsa terhadap bobot tubuh kosong domba ekor tipis dan domba garut.Hal

Perbedaan BCS dari domba mempengaruhi bobot potong, bobot karkas, bobot tubuh kosong dan persentase karkas, karena deposit lemak atau otot yang ada dalam tubuh

Berdasarkan penggolongan tersebut, dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa domba garut memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan domba Ekor Tipis karena mengandung lemak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pemberian pollard dengan aras yang berbeda dalam pakan terhadap produktivitas domba lokal yang diukur dari pertambahan bobot

Pemotongan domba ekor tipis yang disembelih di TPH Maleber Bogor sebaiknya dilakukan pada kondisi tubuh gemuk guna meningkatkan efisiensi dari produksi karkas yang

Simpulan penelitian adalah penambahan gliserol dengan persentase yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas semen beku domba ekor tipis baik terhadap

Hasil yang tidak berpengaruh nyata diitunjukan analisis peragam dari pengaruh perbedaan bangsa terhadap bobot tubuh kosong domba ekor tipis dan domba garut.Hal

Produktivitas induk domba ekor tipis dapat diketahui melalui total berat lahir, total berat sapih, litter size serta daya hidup anak sampai dengan disapih serta lambing interval..