• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

BEBERAPA POHON KEHUTANAN PADA KONDISI

TERGENANG

SRI HANDAYANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN

BEBERAPA POHON KEHUTANAN PADA KONDISI

TERGENANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh,

SRI HANDAYANI

E44070001

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SUMMARY

Indonesia has more than 38 million ha wet land, which is in undated naturally or caused by human activities. At this moment, wet land has not been well utilized yet optimally because less of information about the its proper and its sustainability. The proper utilization of wet land can be done using tress which its resistance to in undation and having economical value. The objective of the research was to asses the resistancy of some tree spesies to waterlog conditions and the effect of Gandasil-D fertilizer on its growth. Melaleuca leucadendron,

Nauclea orientalis, Acacia mangium, and Tectona grandis was used in this experiment.

The research was done in the green house condition at Departement of Silviculture Faculty from Forestry IPB on January until April 2011. The simulation of waterlog condition was made available by using bamboo frame of 225 cm x 260 cm x 40 cm in the bottom of the box was covered by terpal plastic as well as on their the side to fill up the waterlog at 25 cm in depth. Culture media consisting of sand : soil : compost (1:2:1, v/v/v) was put in polybag (20x20x20), seedlings were planted in containerized media and arranged randomly in the bottom of the box.

The research result showed that Melaleuca leucadendron and Nauclea orientalis were more resistance based on in waterlog condition, its hight, diametre, root fresh weight, bud fresh weight, root dry weight, shoot dry weight and top-root ration. Acacia mangium did not survive more than a month of submersion. 46,7 % of total seeds was die. Statistical analysis allowed that the growth of seedling were not affected by the dose of leaf fertilizer (Gandasil-D).

(4)

SRI HANDAYANI. E44070001. Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang. Dibimbing IRDIKA MANSUR.

RINGKASAN

Indonesia memiliki lebih dari 38 juta Ha lahan basah, baik yang tergenang secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Saat ini, lahan basah belum termanfaatkan dengan baik, karena kurangnya informasi pemanfaatan secara tepat dan berkelanjutan. Pemanfaatan lahan basah secara tepat dapat dilakukan dengan menggunakan pohon-pohon yang tahan pada lahan basah dan memiliki nilai ekonomis. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan uji coba ketahanan beberapa pohon kehutanan pada kondisi tergenang dengan pemberian pupuk daun Gandasil-D. Jenis-jenis yang digunakan antara lain kayu putih (Melaleuca leucadendron), longkida (Nauclea orientalis), akasia (Acacia mangium) dan jati (Tectona grandis) sehingga pada akhir penelitian didapatkan jenis tanaman yang tahan hidup pada lahan basah dan konsentrasi pupuk yang tepat untuk membantu pertumbuhan tanaman dalam kondisi genangan ini.

Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Januari sampai bulan April 2011. Penelitian dilakukan dengan membuat simulasi kondisi genangan menggunakan rangka bambu berukuran 225 cm x 260 cm x 40 cm dilapisi dengan terpal plastik. Bak diisi air setinggi 25 cm. Selanjutnya bibit tanaman yang telah disiapkan dalam polibag ukuran 20 x 20 yang diisi dengan campuran media pasir, tanah dan kompos (1:2:1) dimasukkan ke dalam bak sehingga semua akar tanaman terendam air. Bibit disusun di dalam bak secara acak.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa jenis kayu putih dan longkida dapat bertahan pada kondisi tergenang, dilihat dari pertumbuhan tinggi, diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan nisbah pucuk akar menunjukkan pertumbuhan yang baik. Jenis akasia tidak dapat bertahan lebih dari satu bulan perendaman, 56,7 % tanaman yang digunakan pada penelitian mengalami kematian pada jenis akasia. Setelah dilakukan pengujian secara statistik, dosis pupuk daun yang digunakan, yaitu 0 g/l (P1), 1 g/l (P2) dan 2 g/l (P3) tidak memberikan pengaruh nyata pada setiap parameter yang diamati.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pupuk Daun

Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”

adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing

dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau

lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Sri Handayani

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang

Nama : Sri Handayani

NRP : E44070001

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc NIP.19660523 199002 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP.19601024 1984031 1 009

(7)

Penulis dilahirkan di Tarusan, Sumatera Barat pada

tanggal 11 Juni 1989 dari pasangan H. Mustava Indra dan

Irawati. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di SD

Negeri 04 Tarusan dan pada tahun 2001 melanjutkan di

SMP Negeri 1 Koto XI Tarusan. Pada tahun 2007 penulis

lulus dari SMU Negeri 1 Koto XI Tarusan dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis diterima di Program Studi Silvikultur, Departemen Silvikultur,

Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) sebagai wakil bendahara periode 2007-2008, sebagai Kepala Bidang

Pemberdayaan Perempuan Komisariat Fahutan periode 2008-2010, sebagai

Kepala Bidang Internal Kohati periode 2010-2011. Selain itu penulis juga ikut

bergabung di LES (Leadership Entrepreneurship School), penulis juga aktif di

Pengurus Cabang Sylva Indonesia IPB sebagai anggota Pemberdayaan

Sumberdaya Manusia (PSDM) periode 2009-2010, sebagai Sekretaris Umum

periode 2010-2011, sebagai Direktur Bank Plastik periode 2010-2011. Selain itu,

penulis juga aktif di Tree Grower Community sebagai wakil bendahara periode 2008-2009, sebagai anggota bidang Business Development periode 2009-2010. Selain itu penulis juga aktif di Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI)

sebagai anggota peneliti dan pengembangan (litbang) periode 2011-2014.

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di

Sancang-Papandayan, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan

Gunung Walat (HPGW), Sukabumi serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT

Adaro Indonesia, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa

Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang” di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap

Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”. Shalawat

beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Tujuan

penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,

terutama kepada:

1. Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc selaku dosen pembimbing, yang telah

berkenan memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

2. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang

diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa

henti kepada penulis.

3. Hj. Dedeh, Aconk, Adi’ dan Fida atas semangat, dukungan dan doa yang

diberikan kepada penulis.

4. Seluruh tenaga kependidikan di Departemen Silvikultur yang banyak

memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

5. Teman-teman Mayor Silvikultur Angkatan 44 (Anin, Rinal, Arifin, Rusdi,

Dian, Riski, Dikdik, Budi, Eri,) dan semua mahasiswa SVK yang tidak bisa

disebutkan satu per satu atas dukungan semangat dan kerjasamanya selama

menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB.

6. Teman-teman satu bimbingan (Pita, Miftah dan Rovan ), terima kasih atas

kebersamaan dan bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

7. Semua teman-teman seperjuangan di Fakultas Kehutanan IPB.

8. Kawan-kawan senasib di Pochan crew, Aslay, Cumi, Yovi, Tita, Adek, mba Anis, Dila, Yuli, Ami, Henot, Tya, Resti, Uni, Eno, Ratna atas suka, duka,

(9)

Oneng dan kawan-kawan yang tidak bisa disebutkan semuanya. Terimakasih

atas dukungan, semangat, pengertian dan pengalaman yang berharga ini.

10.Rekan-rekan di PCSI IPB, Anggi, Tatan, Awang, Nova, Adek, Ithong, DP,

DK atas dukungan dan pengertian selama ini.

11.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan

skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas

kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan

maupun yang tidak tersebutkan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukannya.

Bogor , Agustus 2011

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Beberapa Pohon Kehutanan pada Kondisi Tergenang”. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dari Januari hingga April 2011.

Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau 21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut, hutan rawa pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat ditemukan di dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan daerah pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan basah akibat pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya keanekaragaman hayati secara drastis (Nirarita et al. 1996), kondisinya yang begitu ekstrim membuat pemanfaatan lahan ini tidak secara optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan pengolahan yang tepat dengan menggunakan tanaman yang adaptif pada kondisi lahan seperti ini. Metode Waterlogged merupakan metode simulasi kondisi tergenang untuk menguji ketahanan beberapa pohon kehutanan. Pemberian pupuk daun dimaksudkan untuk menstimulus dan memberikan tambahan hara bagi tanaman.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga hasil-hasil yang dituangkan dalam skripsi ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

Bogor , Agustus 2011

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan... 3

1.3 Manfaat... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipologi Ekosistem Rawa Alami... 4

2.2 Klasifikasi Habitat Lahan Basah Buatan... 4

2.3 Pengaruh Genangan Terhadap Tanah... 6

2.4 Pemupukan... 7

2.5 Akasia (Acacia mangium) ... 10

2.6 Jati (Tectona grandis) ... 12

2.7 Kayu putih (Melaleuca leucadendron) ... 15

2.8 Longkida (Nauclea orientalis) ... 18

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 20

3.2 Bahan dan Alat... 20

3.3 Metode Penelitian... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil... 26

4.2 Pembahasan... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 45

5.2 Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA... 46

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengaruh pemberian pupuk gandasil-D terhadap rata-rata komponen pertumbuhan vegetative bibit kopi robusta pada umur 24 MSP

(minggu setelah semai) (Wachjar dan Prayitno 1988) ... 9

2. Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada kultur jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat) ( Matula 2003) ... 10

3. Rataan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas, pertambahan berat basah tunas, jumlah akar dan berat basaha akar tanaman krisan in vitro umur 6 minggu setelah kultur... 10

4. Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati... 26

5. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap pertumbuhan diameter... 27

6. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah akar... 28

7. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat basah pucuk…….. 28

8. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah total... 29

9. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadapa berat kering akar (BKA) ... 29

10. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat kering pucuk... 29

11. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat kering total... 30

12. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap nisbah pucuk akar... 30

13. Hasil uji Fisher’s LSD pengaruh jenis terhadap kadar air tanaman... 31

14. Luas daun pada masing-masing jenis tanaman... 32

15. Jumlah dan kerapatan stomata tanaman... 32

16. Jumlah bibit yang hidup selama 12 minggu pengamatan... 32

(13)

No. Halaman

1. Interaksi jenis pupuk dan konsentrasi pupuk... 27

2. Kenaikan pH air... 31

3. Regresi linear BKA terhadap tinggi tanaman... 33

4. Regresi linear BKA terhadap diameter... 34

5. Regresi linear BKA terhadap berat basah akar... 34

6. Regresi linear BKA terhadap berat basah pucuk... 35

7. Regresi linear BKA terhadap berat basah total... 35

8. Regresi linear BKA terhadap berat kering pucuk... 36

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rekapitulasi data parameter tinggi, diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total, berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total, kadar air, nisbah pucuk akar dan persentase hidup

(15)

1.1Latar Belakang

Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau

21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di

Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut,

hutan rawa pasang surut air tawar dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat

ditemukan di dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan

daerah pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Hilangnya lahan

basah akibat pengelolaan yang tidak bijaksana, menyebabkan turunnya

keanekaragaman hayati secara drastis (Nirarita et al. 1996).

Rawa ialah suatu bagian daratan, yang sepanjang tahun biasanya jenuh air

atau tergenang air (Barchia 2006). Menurut Subagyo (1997), lahan rawa adalah

lahan yang menempati posisi peralihan di antara daratan dan sistem perairan.

Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu

jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 tentang rawa yang dinamakan lahan rawa adalah

genangan secara alami yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase

yang terhambat dan mempunyai ciri-ciri khusus baik fisik, kimiawi maupun

biologis.

Genangan ini terjadi secara alamiah seperti pembentukan gambut, genesis

gambut di Indonesia dimulai dari periode holosen yang dimulai dengan

terbentuknya rawa-rawa sebagai akibat dari peristiwa transgresi dan regresi karena

mencairnya es di kutub yang terjadi sekitar 4200 sampai 6800 tahun yang lalu

(Sabiham 1988). Pada periode pleistosen, yaitu periode sebelum holosen,

permukaan laut berada kira-kira 60 m di bawah permukaan laut sekarang.

Pendapat lain mengatakan gambut ombrogen di Indonesia mulai terbentuk pada

4000 sampai 5000 tahun yang lalu. Pembentukan gambut di Indonesia terutama di

Sumatra dan Kalimantan terjadi pada penghujung masa glacial dimana pencairan

es menyebabkan peningkatan muka air laut dan Sunda Shelf tergenang oleh air membentuk rawa-rawa (Barchia 2006). Akan tetapi ada juga genangan yang

(16)

 

tambang yang tidak tepat yang mengakibatkan timbulnya genangan secara

periodik (Mansur 2010).

Saat ini, pada hutan rawa gambut di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis

pohon yang mempunyai nilai ekonomis sebagai pohon penghasil kayu untuk

bahan bangunan. Jenis yang umum digunakan antara lain ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), durian (Durio carinatus), nyatoh (Palaquium sp.), kempas (Koompassia malaccensis), pulai (Alstonia sp.), terentang (Campnospernum sp.), bintangur (Calophyllum sp.) (Barchia 2006).

Dalam penelitian ini jenis yang digunakan adalah longkida (Nauclea orientalis), kayu putih (Melaleuca leucadendron), Akasia (Acacia mangium), dan Jati (Tectona grandis). Dari karekteristik tumbuhnya, longkida memiliki kemampuan menyerap air yang sangat besar, sehingga memiliki potensi untuk

dikembangkan pada lahan tergenang secara temporal, di sekitar badan sungai

ataupun di kawasan rawan banjir. Kayu longkida banyak digunakan untuk bahan

konstruksi. Saat ini, longkida belum banyak ditanam, karena pemanfaatannya

yang belum berkembang luas. Kayu putih selain memiliki manfaat kayu sebagai

kayu bakar, daunnya juga dapat dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri,

melihat tempat tumbuhnya, kayu putih dapat dikembangkan pada lahan basah.

Akasia memiliki karakteristik tumbuh yang mudah, akasia dikenal dengan jenis

yang dapat tumbuh pada kondisi apapun. Pada saat ini, penggunaan akasia pada

lahan basah belum banyak dilakukan. Jati digunakan sebagai kontrol pada

penelitian ini, karena salah satu syarat tumbuh jati adalah pada lahan yang

memiliki drainase baik.

Luasnya lahan basah di Indonesia, baik yang terjadi secara alami maupun

buatan yang sangat luas dan masih sedikitnya penelitian tentang tanaman

kehutanan yang mampu beradaptasi di lahan tergenang maka perlu melakukan

penelitian dengan jenis tanaman di atas, sehingga informasi pemanfaatan lahan

(17)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menguji ketahanan jenis pohon akasia (Acacia mangium), longkida (Nauclea orientalis) dan kayu putih (Melaleuca leucadendron) pada genangan.

2. Untuk mengetahui pengaruh pupuk daun terhadap pertumbuhan bibit pohon

kehutanan yang tumbuh pada lahan tergenang.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Informasi tentang pohon kehutanan yang adaptif terhadap lahan tergenang.

2. Mampu memberikan solusi mengenai pemanfaatan lahan rawa atau rawa

secara produktif.

3. Dapat membantu reklamasi lahan kritis akibat penataan lahan yang tidak tepat

yang berpotensi tergenang secara temporal maupun permanen.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tipologi Ekosistem Rawa Alami

Tipologi lahan rawa diklasifikasikan dengan beragam sistem. Berdasarkan

ekosistem, lahan rawa dicirikan oleh dua ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan

dan ekosistem yang berkaitan dengan air (aquatic). Berdasarkan hutan, yang memiliki komposisi tanah dan kondisi air, flora dan fauna yang spesifik: a) hutan

rawa payau atau hutan bakau, b) hutan rawa gambut, dan c) hutan rawa non

gambut/air tawar. Ekosistem yang berhubungan dengan air, yaitu a) sungai, yang

membawa air tawar, b) muara, termasuk hamparan lumpur pasang surut dengan

kombinasi air tawar dan asin yang menciptakan kondisi payau, dan c) sistem

pesisir, (pesisir, rumput/ganggang laut) termasuk daerah pantai, dan rumput dasar

laut.

Kawasan rawa mempunyai 2 ekosistem lahan utama, yaitu ekosistem

pasang surut dan rawa pedalaman/lebak. Berdasarkan topografi, dalam dan lama

penggenangan, lahan rawa pedalaman/lebak, dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu:

1) Lebak pematang, lahan yang terletak di sepanjang tanggul alam sungai

dengan topografi relatif dan penggenangan relatif dangkal dan singkat.

2) Lebak tengahan, lahan yang terletak di antara lebak dalam dan lebak

pematang.

3) Lebak dalam, lahan yang terletak di sebelah dalam, merupakan suatu

cekungan, tergenang relatif dalam dan terus menerus.

2.2 Klasifikasi Habitat Lahan Basah Buatan

Klasifikasi lahan basah buatan berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar

(Ramsar Convention on Wetlands 2004):

1. Kolam budidaya organisme air (misalnya: ikan dan udang)

2. Kolam; termasuk kolam-kolam pertanian, kolam bibit, dan tangki-tangki

air berukuran kecil (umumnya di bawah 8 Ha).

3. Lahan teririgasi, termasuk saluran irigasi dan sawah.

4. Lahan pertanian yang tergenang air secara musiman; termasuk padang

(19)

5. Lahan eksploitasi garam, meliputi ladang penguapan dan pendulangan

garam.

6. Area penampungan air; misalnya: bendungan/waduk, bending, dan

tandon.

7. Lubang/kolam di area pertambangan; yaitu lubang/kolam yang terbentuk

akibat kegiatan pertambangan (misalnya: pertambangan batu, kerikil, dan

batu bara).

8. Area pengolahan air limbah; meliputi saluran pembuangan air limbah,

kolam sedimentasi, kolam oksidasi, dsb.

9. Kanal, saluran drainase, dan parit.

10. Karts (gua kapur) dan sistem-sistem hidrologis subterranean (sistem di bawah permukaan tanah) lainnnya yang terbentuk akibat intervensi

manusia.

Klasifikasi habitat lahan basah buatan berdasarkan IUCN (International Union for Convention of Nature and Natural Resources) dalam Dugan 1990:

1. Budidaya perairan/perikanan

a. Kolam budidaya perikanan, termasuk kolam ikan dan udang.

2. Pertanian

a. Kolam, termasuk kolam pertanian, kolam pembibitan, dan bak-bak

penampungan air.

b. Lahan beririgasi dan saluran irigasi.

c. Lahan yang tergenangi secara musiman.

3. Eksploitasi garam

a. Lahan pendulangan garam

4. Urban/industri

a. Penggalian, termasuk lubang galian dan tambang yang tergenangi air

b. Daerah pengolahan limbah termasuk penampungan limbah, kolam

pengolahan, dan kolam oksidasi limbah.

5. Daerah penampungan air

a. Penampungan/reservior air untuk irigasi dan /atau untuk air minum.

b. Dam-dam air dengan fluktuasi air mingguan atau bulanan secara

(20)

 

2.3 Pengaruh Genangan Terhadap Tanah

Tanah akan mengabsorbsi unsur hara dalam bentuk ion yang terdapat

disekitar daerah perakaran. Unsur-unsur ini harus berada dalam bentuk tersedia

dan dalam konsentrasi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Selanjutnya

unsur-unsur tersebut harus berada dalam bentuk keseimbangan. Penggenangan

mengakibatkan berbagai perubahan perilaku berbagai penyusun tanah. Di antara

perubahan tersebut yang terpenting adalah perubahan pH, Eh, ketersediaan dan

kelarutan Fe, Al, dan unsur hara (Wasis 1994).

a. Reaksi Tanah (pH) dan potensial Redoks (Eh)

Reaksi tanah/pH tanah adalah suatu ukuran kemasaman, netralitas dan

alkalinitas dari pada pH tanah atau sekarang ini sering dinamakan aktivitas ion

H. Reaktivitas ini merupakan sifat kimia yang terpenting dari tanah sebagai

suatu medium pertumbuhan tanaman. Ketersediaan beberapa elemen nutrisi

penting untuk pertumbuhan dipengaruhi oleh pH tanah. Beberapa elemen

cenderung berkurang ketersediaannya begitu pH dinaikkan, sementara

sebaliknya terjadi pada elemen-elemen yang lain (Wasis 1994).

Potensial redoks merupakan parameter yang menunjukan intensitas

reduksi pada tanah untuk mengidentifikasi reaksi utama yang terjadi. Intensitas

proses reduksi tergantung pada jumlah bahan organik yang mudah terurai.

Semakin tinggi kandungan bahan organik, semakin besar intensitas reduksinya

(Sancher 1976).

Laju reduksi sangat bergantung pada suhu dan ketersedian bahan organik

untuk respirasi mikroba dan kebutuhan secara kimia dari bahan-bahan oksida

organik, seperti ion Fe3+, Mn4+. NO3-, SO42-, CO2 dan H+, yang akan digunakan

oleh mikroorganisme anaerob. Selanjutnya ion-ion tadi akan tereduksi menjadi

N2, Mn 2+, Fe2+, H2S, CH4 dan H2 (Patrick dan Reddy 1978). Dalam Keadaan

reduktif, ketersediaan fosfat akan meningkat karena terjadi hidrolisis F2PO4

dan AlPO4. Perubahan SO42- menjadi S2- serta perubahan Fe3+ menjadi Fe2+

pada keadaan reduktif dapat membentuk FeS. Pada tanah yang kadar besi

sangat rendah, dapat terbentuk H2S yang dapat meracuni tanaman.

Penggenangan akan menurunkan potensial redoks yang mengakibatkan

(21)

Nilai Eh menjadi negatif akibat penggenangan, mencirikan keadaan sistem

dalam keadaan tereduksi sedangkan nilai positif mencirikan keadaan sistem

yang oksidatif (Ponnamperuma 1972).

b. Pengaruh penggenangan terhadap Reaksi Tanah

Reaksi tanah (pH tanah) menunjukkan sifat kemasam dan alkalinitas

tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion

hidrogen (H+) dalam tanah. Semakin banyak H+ dalam tanah, maka semakin

masam tanah tersebut. Di dalam tanah, selain H+ dan ion-ion lain, ditemukan

pula ion hidroksida (OH+), yang jumlahnya berbanding terbalik dengan H+.

Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu

mempunyai nilai pH 7.

Penggenangan akan meningkatkan pH pada tanah masam dan menurun

drastis selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai titik minimum

dalam beberapa hari, kemudian pH meningkat secara asimtot hingga mencapai

nilai pH yang stabil yaitu 6,7-7,2. Pada nilai pH ini akan terjadi perubahan

keseimbangan ion-ion hidroksida, karbonat, sulfida dan silikat. Keseimbangan

itu akan mengatur pengendapan dan pelarutan padatan, erapan dan jerapan ion,

dan konsentrasi ion-ion seperti Al, Fe, gas H2S, CO2, serta asam-asam organik

yang tidak terdisosiasi (Ponnamperuma 1972).

Penggenangan menyebabkan perubahan pH tanah yang cenderung

mendekati nilai stabil, yaitu sekitar 6,7-7,2 (Ponnamperuma 1972). Nilai

tersebut merupakan nilai pH tanah yang mantap tetapi sifat-sifat tanah dan

suhu mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut. Tanah dengan kandungan

bahan organik dan besi yang tinggi akan mencapai nilai pH sekitar 6,5 dalam

beberapa minggu setelah penggenangan sedangkan tanah mineral masam

dengan bahan organik dan besi yang rendah akan mencapai nilai pH yang

kurang 6,5 (Ponnamperuma 1972).

2.4 Pemupukan

Menurut Marsono dan Sigit (2004), berdasarkan cara pemberiannya, pupuk

digolongkan menjadi:

1. Pupuk akar, disebut seperti ini karena jenis pupuk ini lebih tepat sasaran

(22)

 

2. Pupuk daun, yaitu pupuk yang dapat diberikan melalui daun dengan cara

disemprotkan.

Pemberian pupuk lewat akar sebenarnya relatif aman jika dibandingkan

dengan pemberian lewat daun, tetapi efisiensinya relatif rendah. Sebaliknya,

pemberian pupuk daun lebih efisien diserap tanaman. Namun, pemberiannya

harus dilakukan dalam jumlah yang tepat karena pupuk daun yang diberikan

secara berlebihan dapat menyebabkan daun seperti terbakar dan merusak tanaman.

Selanjutnya Lingga dan Marsono (2001) dalam Halim (2003) menambahkan bahwa kelebihan dari pupuk daun adalah penyerapan haranya lebih baik

dibandingkan dengan pupuk yang diberikan lewat akar. Selain itu, keuntungan

lain dari pupuk daun adalah di dalamnya terkandung unsur hara mikro. Umumnya

tanaman sering kekurangan unsur hara mikro bila hanya mengandalkan pupuk

akar yang yang mayoritasnya berisi hara makro.

Pemupukan melalui daun dilakukan dengan cara melarutkan pupuk dalam

air dan meyemprotkan ke daun secara merata. Pupuk daun pada umumnya

merupakan pupuk majemuk karena hampir mengandung seluruh kebutuhan unsur

hara tanaman. Pupuk daun diberikan pada pagi hari setelah matahari terbit dan

hari cerah. Jika hari mendung maka penyerapan unsur hara tidak efektif dan

beresiko tercuci oleh air hujan. Pemberian pupuk daun lebih baik dibandingkan

dengan pupuk akar jika dilakukan di lahan-lahan dengan kondisi ekstrim. Pada

tanah-tanah yang ekstrim, fosfat akan diikat oleh Fe, Al, Mn pada tanah yang

asam, Ca pada tanah-tanah yang berkapur, sehingga tidak dapat diserap oleh akar

tanaman. Pada kondisi tanah yang ekstrim akar juga tidak dapat bekerja secara

optimal, sehingga pemberian unsur hara melalui daun akan lebih efektif. Namun

demikian, pemberian pupuk daun ini terbatas hanya sampai pohon yang

mempunyai ketinggian tertentu yang masih dapat dicapai oleh pekerja dan alat

semprotnya (Mansur 2010).

a. Pupuk gandasil-D

Menurut Soekotjo (1977), pemberian pupuk dengan jalan penyemprotan

pada daun-daun, banyak dilakukan untuk semak-semak dan pohon-pohon

biasa. Selanjutnya Lingga dan Marsono (2000) menambahkan bahwa pupuk

(23)

menyemprotkannya melalui daun tanaman yang dipupuk. Pemupukan melalui

daun dilaksanakan untuk menghindari larutnya unsur hara sebelum diserap

oleh akar atau mengalami fiksasi tanah yang berakibat tidak dapat diserap

tanaman. Beberapa unsur hara yang efektif disemprotkan melaui daun adalah

N, P, K, Ca, S, dan Mg serta unsur mikro.

Pupuk grandasil-D merupakan pupuk daun yang lengkap dan sempurna

berbentuk kristal yang larut dalam air dengan cepat dan sempurna serta dapat

digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Gandasil-D dapat dicampur dengan

berbagai jenis pestisida, kecuali yang bersifat alkalin. Komposisi pupuk

Gandasil-D sebagai berikut Nitrogen 20%. Fosfor 15%, Kalium bebas Chlor

15%, Magnesium 1% dan dilengkapi dengan unsur-unsur Mangan (Mn), Boron

(B), Tembaga (Cu), Kobal (Co), Seng (Zn), serta vitamin-vitamin untuk

pertumbuhan tanaman seperti Aneurine, Lactoflavine, dan Nicotinic acid Amid

(Kalataham Corporation 2006).

Zat hara dapat diberikan kepada dedaunan sebagai serbuk (dust), semprotan (sprayer) atau penyiraman melalui atas. Pemberian hara melalui

semprotan dan penyiraman dari atas lebih baik karena penyebaran zat hara

lebih merata. Pemberian zat hara foliar juga dapat dilakukan dari pesawat

udara. Kepekatan zat hara harus kurang dari 2% agar tidak merusak daun

(Rusdiana 1996).

b. Contoh Aplikasi Pupuk Daun pada Tanaman Perkebunan dan Hias

Tabel 1 Pengaruh pemberian pupuk daun Gandasil-D terhadap rata-rata komponen pertumbuhan vegetatif bibit kopi robusta pada Umur 24 MSP (minggu setelah semai) (Wachjar dan Prayitno 1988)

Peubah (Variabel) 0 g/l 3 g/l 6 g/l

Tinggi tanaman (cm) 56,08 54,67 52,60

Diameter batang (cm) 10,06 9,66 9,93

Jumlah pasangan daun 14,80 15,69 15,30

Jumlah cabang 4,60 4,89 4,39

Luas daun terbesar (cm2) 572,59 544,54 557,83

Panjang cabang (cm) 20,25 19,80 18,,71

Berat kering tajuk (g) 32,13 32,41 31,39

Berat kering akar (g) 9,07 8,16 8,43

Berat kering total (g) 41,21 39,83 39,86

(24)

10 

 

Tabel 2 Substitusi media standar dengan air kelapa dan Gandasil-D pada kultur jaringan krisan (Chrysanthemum morifollum Ramat) ( Matula 2003)

Perlakuan Komposisi Media

MS (%) Air kelapa (%) Gandasil-D (g/l)

A 100 - -

B 50 - -

C 50 - 1,7 D 50 - 3,4

E 50 50 -

F 50 50 1,7

G 50 50 3,4

Tabel 3 Rataan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas, pertambahan berat basah tunas, jumlah akar dan berat basaha akar tanaman krisan in vitro umur 6 minggu setelah kultur

Perlakuan PTT (cm) JD JT PBBT

(mg) JA

BBA (mg)

A 5,1 4,72 2,63 0,11 15,63 0,06

B 6,01 7,60 2,75 0,13 9,75 0,10

C 3,58 7,31 1,38 0,19 7,13 0,04

D 3,08 6,98 1,88 0,24 9,13 0,13

E 8,61 8,88 2,00 0,57 14,88 0,55

F 5,51 7,84 2,50 0,51 8,63 0,38

G 2,24 7,04 2,38 0,42 8,00 0,21

F Hit 5% 2,021 3,178 1,613 1,613 5,687 0,155

Keterangan: PTT = Pertambahan tinggi tanaman (cm), JD= Jumlah daun, JT= Jumlah tunas, PBBT= Pertambahan berat basah tunas (mg), JA= Jumlah akar, BBA= Berat basah akar (mg)

2.5 Akasia (Acasia mangium) 2.5.1 Keterangan botani

Tanaman Acasia mangium memiliki nama lain yaitu Mangium mon tanum Rump, dan Acacia glaucescens. Klasifikasi botani jenis ini secara lengkap adalah:

Sub kingdom : Embryophyta

Phylum : Tracheophyta

Subphylum : Pteropsida

Klas : Angiospermae

Subklas : Dicotyledone

Family : Leguminoseae

Subfamili : Mimosoideae

Genus : Acacia

(25)

2.5.2 Tempat tumbuh Penyebaran

Acacia mangium tumbuh secara alami di Maluku dengan jenis Melaleuca leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai Australia bagian Utara, Papua bagian selatan, Fak-Fak di Aguada (Babo) dan Tomage (Rokas, Kepulauan Aru,

Maluku dan Seram bagian barat). Acacia Menyebar alami di Queensland utara Australia, Papua New Guinea hingga propinsi Papua dan Maluku. Jenis acacia

termasuk pohon yang cepat tumbuh, pohon berumur pendek (30-50 tahun)

(Suwardji 1987).

Persyaratan tempat tumbuh

Acacia mangium tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur. A. mangium dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah alluvial serta tanah yang memiliki

pH rendah (4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30-130 mdpl, dengan curah

hujan bervariasi antara 1.000-4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir lainnya

yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis A. mangium sangat membutuhkan

sinar matahari, apabila mendapatkan naungan, akan tumbuh kurang sempurna

dengan bentuk tinggi dan kurus (Suwardji 1987).

2.5.3 Hama dan penyakit

Jenis serangga A. mangium antara lain Ropica grisepsparsa, Platypus sp, dan Xylosandrus semipacus menyerang bagian batang, Pterotama plagiopheles, menyerang daun, dan ulat pelipat daun menyerang daun (Suwardji 1987).

Adanya semut (Componotus sp) dan rayap (Coptotermes sp) yang membuat sarang pada bagian dalam kayu A. mangium, mengakibatkan menurunnya kualitas kayu. A. mangium dapat diserang oleh Xystrocera sp. famili Cerambicidae yang biasa menggerek kayu Paraserianthes falcataria, selain itu sejenis ulat belum diketahui jenisnya telah menyebabkan gugurnya daun A. mangium (Suwardji 1987).

2.5.4 Pemanfaatan

(26)

12 

 

naungan dan perlindungan. Kayu A. mangium merupakan kayu yang mempunyai masa depan yang baik. Kayunya memiliki gubal yang sempit, berwarna terang,

serat kayu lurus pada permukaan tangensial dan bersambung secara lurus pada

permukaan radial. Kayu A. mangium dapat di gunakan sebagai mebel, kusen, dan

moulding. Nilai panas kayu ini 4800-4900 Kcal/Kg, sehingga kayu ini baik untuk kayu bakar (National Research Council 1983). Mangium dapat digunakan sebagai bahan kayu laminasi (kayu yang terbentuk dari papan tipis yang di rekat dengan

arah yang sejajar satu sama lainnya, papan partikel, papan serat, serta non-structural lainnya (Suwardji 1987).

2.5.5 Aspek Silvikultur A. mangium

Acacia mangium berbunga pada umur 2 tahun menjelang berakhirnya musim hujan kemarau (antara bulan September dan Oktober). Kadang-kadang berbunga

sepanjang tahun sehingga bisa diharapkan mendapatkan benih sewaktu-waktu

diperlukan. Buah yang telah masak berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman.

Buah yang sudah masak, memiliki kulit buah yang masih tertutup, sehingga

benihnya jarang jatuh (Adisubroto dan Priasukmana 1985).

Acacia mangium dapat ditanam secara generatif melalui biji, atau secara

vegetatif dengan pencangkokan dan stek batang. Cara vegetatif biasanya

dilakukan untuk tujuan pembuatan kebun benih (seed orchad), sedangkan untuk tujuan penanaman secara besar-besaran jarang dilakukan karena sistem

perakarannya kurang teguh (Davidson 1982).

2.6 Jati (Tectona grandis) 2.6.1 Keterangan Botani

Menurut Mahfudz et al. (2004), nama Tectona grandis diberikan oleh Linnaeus fil. Klasifikasi jati adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Klas : Angiospermae

Sub klas : Dicotyledoneae

Ordo : Verbenales

Famili : Verbenaceae

Genus : Tectona

(27)

Menurut Rachmawati et al. (2002), di tiap-tiap negara tanaman ini mempunyai nama lokal yang berbeda. Di Indonesia nama lokalnya Jati, Sagun

(India), Mia sak ( Tahiland), Teak (Inggris), Teck (Perancis), Teca (Spanyol),

Java Teak (Jerman).

Pohon jati berukuran besar, setiap musim kemarau menggugurkan daunnya

bila kekurangan air. Tetapi pada daerah yang masih memiliki air pada musim

kemarau, jati tetap berdaun dan tidak meranggaskan daunnya. Dahan jati

umumnya bengkok dan memiliki banyak tangkai dengan ranting berbentuk

penampang segi empat dan berbulu halus (Mahfudz et al. 2004). Selanjutnya Sumarna (2002) mengemukakan bahwa pada kondisi baik tinggi pohon jati

mencapai 30-40 m. Tahapan pertumbuhan anakan jati ditunjukkan oleh warna

akar primer yang putih-kuning, akar sekunder tumbuh relatif sedikit. Kemudian,

dilanjutkan dengan tumbuhnya tunas/daun berwarna hijau muda dengan ukuran

antara 7,5-15,5 cm (panjang). Setelah menghasilkan daun 6-9 helai, anakan akan

tumbuh memanjang hingga mencapai 1,5-3.5 cm.

Menurut Departemen Kehutanan (1991), batang umumnya bulat dan lurus,

batang yang besar berakar, warna kulit agak kelabu muda, agak tipis, beralur

memanjang agak dalam. Tajuk yang beraturan, berbentuk kubah, agak lebar dan

termasuk jenis yang suka menggugurkan daun pada musim kering serta memiliki

sistem perakaran tunggal. Pada saat muda, akar tunggal cepat ke dalam tanah

dengan akar lateral yang banyak. Mahfudz et al. (2004) menambahkan, susunan akar jati pada waktu muda berupa akar tunggang yang cepat tumbuhnya, akar

tunggang kemudian mengalami percabangan sehingga akar pokok tidak nyata.

Kulit jati berwarna coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah mengikuti alur

memanjang batang. Tebal kulit kayu berbeda-beda antara bagian bawah batang

dengan pucuknya, tekstur kayu agak kasar dan tidak merata, permukaan kayu licin

atau agak licin, lingkaran tahun tampak jelas pada bidang transversal maupun

radial, sehingga menimbulkan corak indah.

Secara morfologis buah jati berkeping 2 dengan kotiledon berukuran

panjang 3-6 mm, epikotil akan tumbuh menghasilkan organ batang dan pada

(28)

14 

 

berwarna hijau kemerahan. Buah yang jatuh akan menghasilkan sistem regenerasi

alami (Sumarna 2002).

2.6.2 Tempat Tumbuh Daerah penyebaran

Menurut Departemen Kehutanan (1991), penyebaran jati terdapat di seluruh

Jawa, selain itu terdapat pula di Sulaweasi Selatan, Muna, Buton dan Sumbawa.

Jati terdapat pula di India, Burma, Thailand danVietnam.

Tanaman jati tersebar di garis lintang 9° LS - 25° LU, mulai benua Asia, Afrika, Amerika, dan Australia, bahkan sampai Selandia Baru. Di Asia tanaman

jati secara alami tersebar di negara-negara Asia Tenggara, Taiwan, India, dan

Srilangka. Di Australia dan Pasifik ditemukan di Queensland, Kepulauan Fiji,

Kepulauan Ryuku, Kepulauan Solomon, serta Selandia Baru. Di Afrika tanaman

jati terdapat di Sudan, Kenya, Tanzania, Uganda, Ghana, Senegal, Nigeria dan

beberapa Negara di Afrika Barat. Sementara di Amerika tanaman jati terdapat di

Jamaika, Panama, Argentina, Puerto Riko, kepulauan Tobago dan Suriname. Jati

tersebut tumbuh sebagai tanaman khusus dan mempunyai karakteristik yang

berbeda-beda (Tini dan Amri 2002).

Persyaratan Tempat Tumbuh

Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang banyak

mengandung kapur. Jenis ini tumbuh pada daerah dengan musim kering yang

nyata (3-5 bulan), tipe iklim Schmidt dan Ferguson beriklim C-F, rata-rata curah

hujan 1200-2500 mm per tahun, dengan ketinggian 0-700 mdpl (Departemen

Kehutanan 1991).

Selanjutnya Rachmawati et al. (2002) menambahkan, jati tumbuh pada daerah yang memiliki suhu rata-rata harian 22°-27°C dan dapat tumbuh pada suhu ekstrim 15°-30°C. Di daerah Jawa, pada umumnya jati tumbuh pada lahan dengan topografi datar sampai berbukit, tanahnya bersifat kurus, kering, banyak

mengandung kapur. Jati dapat tumbuh pada ketinggian 0-900 mdpl. Tumbuh pada

tanah berlapisan dalam, subur, berdrainase baik dan netral. Toleran terhadap tanah

padat. Jenis ini tahan terhadap api (moderat) dan angin. Sesuai sifat fisiologis

untuk menghasilkan pertumbuhan optimal, jati memerlukan kondisi solum lahan

(29)

kasus pada beberapa kawasan pertanaman jati dengan tingkat pH rendah (4-5),

dijumpai tanaman jati dengan pertumbuhan yang baik. Karena tanaman jati

sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan

yang berporositas dan memiliki drainase baik akan menghasilkan pertumbuhan

baik pula karena akar akan mudah menyerap unsur hara (Sumarna 2011).

Sifat fisik kayu ditentukan oleh bentuk anatomi maupun susunan kimia dari

kayunya, misalnya berat jenis atau kepadatan, kekerasan, daya lenting/pir,

kelenturan dan kestabilan. Panas yang luar biasa, dapat membentuk kayu yang

lebih tebal. Oleh karena itu, di daerah beriklim panas akan didapati lebih banyak

jenis pohon berkayu sangat padat daripada pohon yang ada di daerah dingin,

sebab pada waktu sore hari, sinar matahari memaksa jaringan kayu menjadi lebih

bersatu (Corsdes 1992).

2.6.3 Hama dan Penyakit

Hama yang sering menyerang tanaman jati yaitu ulat jati (Hyblaea puera

atau Pyrausta machaeralis). Jenis ini memakan daun hingga yang tersisa hanya tulang daunnya baik pada saat muda maupun dewasa. Selain itu tegakan jati yang

masih muda (umur 1-3 tahun) sering diserang oleh penggerek cabang merah yang

disebut Zeuzera coffeae (Husaeni 2004).

Serangan hama dan penyakit yang sering dijumpai adalah penggerek batang

dan penggerek daun. Hama yang sering menggerek batang jati adalah jenis

Neoctermes tectonae, Hyblaea puera, Cassus cadanbae, endoclita chalybeate, Idarbela quadranotata, Asphondylia tectonae dan Anoplocnemis taistator

(Sumarna 2003 dalam Mahfudz et al. 2004).

2.6.4 Pemanfaatan

Menurut Tini dan Amri (2002), penggunaan kayu jati lebih banyak

diarahkan untuk pembuatan mebel dan bahan baku pembuatan kerajinan.

Sebagian digunakan untuk keperluan bahan bangunan dan industri. Hal ini terkait

dengan arah serat kayu yang tergolong lurus, sehingga mudah dikerjakan serta

dekoratif warna kayu yang bagus. Kayu jati termasuk kelas awet I dan II, agak

keras, baik sekali untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, jembatan, rel

kereta api dan alat-alat rumah tangga dan sebagainya (Departemen Kehutanan

(30)

16 

 

Tanaman jati tergolong pula sebagai tanaman berkhasiat obat. Bunga jati

dapat digunakan sebagai obat bronchitis, biliousness, dan obat untuk melancarkan serta membersihkan kencing manis. Bagian buah atau benihnya dapat digunakan

sebagai bahan obat diuretic. Ekstrak daunnya dapat digunakan sebagai bahan pewarna kain. Limbah produksinya berupa cabang dan serbuk gergaji, dapat

diproses menjadi briket arang yang memiliki kalori tinggi (Sumarna 2002).

2.7 Kayu Putih (Melaleuca leucadendra) 2.7.1 Keterangan Botani

Kayu putih merupakan pohon anggota suku jambu-jambuan (Myrtaceae)

dengan klasifikasi lengkap sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Melaleuca

Spesies : Melaleuca leucadendron

Nama pohon kayu putih disetiap daerah yaitu, Gelam (Sunda, Jawa), ghelam

(Madura), inggolom (Batak); Gelam, kayu gelang, kayu putih (Melayu), bru

galang; Waru gelang (Sulawesi); nggielak, ngelak (Roti), lren, sakelan (Piru),

irano (Amahai), ai kelane (Hila), irono (Haruku), ilano (Nusa Laut Saparuna), elan

(Buru); Bai qian ceng (China) dan elan (Buru).

Pohon kayu putih tingginya mencapai 10-20 m, kulit batangnya

berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak

beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan percabangan yang

menggantung kebawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek,

letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm,

lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, tulang daun hampir

sejajar. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan,

Apabila daun remas atau dimemarkan akan mengeluarkan bau minyak kayu putih.

Perbungaan majemuk, berbentuk bulir, bunganya seperti lonceng, daun mahkota

(31)

percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda

sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning.

Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong.

Pohon kayu putih memiliki beberapa varietas. Ada yang kayunya berwarna

merah dan ada yang kayunya berwarna putih. Rumphius membedakan kayu putih

dalam varietas daun besar (gelam) dan varietas daun kecil. Varietas yang berdaun

kecil, yang digunakan untuk membuat minyak kayu putih, gelam memiliki

kandungan cineol yang rendah (Trubus 2009). Daunnya, melalui proses

penyulingan, akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih,

yang warnanya kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan (Sunanto 2003)

2.7.2 Tempat Tumbuh Penyebaran

Tumbuhan ini terutama tumbuh baik di Indonesia bagian timur dan

Australia bagian utara, namun demikian dapat pula diusahakan di daerah-daerah

lain yang memiliki musim kemarau yang jelas. Kayu putih tersebar secara alami

di kepulauan Maluku dan Australia bagian utara. Jenis ini telah berkembang luas

di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Maluku dengan memanfaatkan daunnya

untuk disuling secara tradisional oleh masyarakat maupun secara komersial

menjadi minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi (Lutony 1994).

Persyaratan Tempat Tumbuh

Kayu putih dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas

kembali setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran

rendah sampai 400 mdpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau,

di tanah berawa atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah.

Perbanyakan dengan biji atau tunas akar. Jenis tanaman ini mempunyai daur

biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh baik pada tanah yang

berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi maupun asam dan

toleran ditempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran (Sunanto 2003). 

2.7.3 Pemanfaatan

(32)

18 

 

(cajuputi oil). Minyak diekstrak (biasanya disuling dengan uap) terutama dari daun dan rantingnya. Namanya diambil dari warna batangnya yang memang

putih. Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk

hutan usaha (agroforestri). Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih yang

ditanam untuk memproduksi minyak kayu putih. Minyak kayu putih yang diambil

dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak

pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah

tangga lain (Sunanto 2003).

2.7.4 Aspek Silvikultur

Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai bisa dipangkas

setelah berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan pemangkasan setiap

enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang

subur tanaman kayu putih telah diambil daunnya pada usia 2 tahun. Setiap pohon

kayu putih yang telah berumur lima tahun atau lebih, dapat menghasilkan sekitar

50-100 kg daun berikut rantingnya (Lutony 1994).

2.8 Longkida (Nauclea orientalis) 2.8.1 Keterangan Botani

Klasifikasi lengkap pohon longkida adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Nauclea

Spesies : Nauclea orientalis L

2.8.2 Persyaratan Tempat Tumbuh

Longkida merupakan pohon yang tumbuh tinggi, ketinggian maksimum

(33)

daun selama musim kemarau. Permukaan kulit batang berwarna abu-abu, halus,

pecah-pecah dan bersisik. Buahnya berwarna cokelat kemerahan. Permukaan

bagian atas berwarna hijau mengkilat, sisi bawah berwarna kekuning-kuningan.

Seperti sebagian besar anggota keluarga Rubiaceae, Nauclea orientalis, memiliki interpetiolar stipules tegak dengan ukuran yang panjang, sekitar 1-3,5 cm.

2.8.3 Penyebaran

Pohon ini biasanya tumbuh di dekat badan air, pada tanah aluvial. Pada

daerah yang sering terjadi banjir jenis ini dapat tumbuh dengan baik. Longkida

merupakan jenis pohon pionir, tumbuh pada hutan yang mengalami suksesi

ekologi. Di Australia longkida tumbuh bersama dengan Myrtles madu di

rawa-rawa, pohon ini biasanya ditemukan tumbuh di hutan-hutan sekunder, tumbuh

pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut. Penyebarannya meluas dari

Australia utara tropis dan New Guinea ke Asia Tenggara; dari Filipina ke

Myanmar dan Thailand (wilayah biogeografi Malesia).

2.8.4 Kegunaan

Pohon longkida dibudidayakan karena kayunya dapat digunakan untuk

membuat pajangan, interior bangunan seperti kusen dan lantai. Kayunya mudah

untuk dipotong (cheesewood) tetapi tidak tahan terhadap paparan cuaca yang lama. Kayu ini juga dapat digunakan sebagai bahan ukiran kayu, produksi kertas,

pembangunan rumah, dan untuk membuat kano.

Buah longkida dimakan oleh penduduk asli Australia, rubah terbang, dan

burung, meskipun sangat pahit. Di Malaysia, buah longkida dimanfaatkan sebagai

sumber makanan bekantan (Nasalis larvatus), bersama dengan anggota lain dari Rubiaceae.

(34)

BAB III

METODOLOGI

1.1 Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan IPB selama 4 bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan

April 2011.

1.2 Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bibit jati, kayu putih

akasia, dan Longkida, pupuk daun Gandasil-D dan air untuk perendaman.

Sedangkan alat yang diperlukan adalah bak yang terbuat dari rangka bambu untuk

perendaman, alat tulis, sprayer, penggaris, kamera digital, kertas milimeterblock,

kaliper, timbangan, mikroskop, dan cat putih.

1.3 Metode Penelitian 1.3.1 Penyediaan Bibit

Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 jenis yaitu jati, kayu

putih, akasia dan longkida yang memiliki tinggi 30-40 cm. Masing-masing bibit

dibutuhkan sebanyak 45 batang. Polibag yang digunakan ukuran 20 x 20 cm.

Media tanam adalah campuran tanah, pasir dan kompos organik dengan

perbandingan 2:1:1.

1.3.2 Perlakuan bibit pada kondisi tergenang

Pembuatan bak rendaman

Bak dibuat dengan ukuran 225 cm x 260 cm x 40 cm, bak ini dibuat di

dalam rumah kaca dengan menggunakan rangka bambu, kemudian bagian dalam

dan pinggirnya dialasi dengan terpal plastik agar air yang berada di dalam bak

tidak ke luar, sehingga ketinggian air tetap terjaga.

Layout bibit di dalam bak

Total bibit yang digunakan dari keempat jenis adalah 180 batang. Sebelum

dimasukkan ke dalam bak rendaman, bibit diberi nomor untuk memudahkan

proses pengukuran. Setelah itu, semua bibit dimasukkan secara bersamaan ke

(35)

diisi air hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan tanah polibag, sehingga semua

bibit terendam dan berada dalam kondisi jenuh.

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk daun Gandasil-D. Perlakuan yang

digunakan pada penelitian ini adalah kontrol (tanpa pupuk), 1.0 g/l dan 2.0 g/l air.

Pupuk disemprotkan pada permukaan daun bagian atas 10 hari sekali setiap pagi

hari. Untuk menghindari pengaruh suatu perlakuan terhadap perlakuan lainnya,

maka digunakan kertas sebagai pembatas pada saat penyemprotan agar pupuk

tidak terkena bibit dengan perlakuan lainnya.

1.3.3 Pengamatan dan pengukuran

Parameter yang diukur adalah tinggi, diameter, berat basah pucuk, berat

basah akar, berat basah total, berat kering pucuk, berat kering akar, berat kering

total, nisbah pucuk akar, kadar air, luas daun, jumlah stomata, pH air dan

persentase tumbuh.

Pertumbuhan tinggi

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali dengan

menggunakan penggaris. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah polibag

hingga pucuk tanaman. Karena tinggi tanaman ini tidak sama pada saat dimulai

penelitian, maka dilakukan pengukuran tinggi awal untuk semua tanaman yang

digunakan di awal penelitian.

Diameter Batang

Pengukuran diameter tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali dengan

menggunakan kaliper. Diameter tanaman diukur pada ketinggian 10 cm dari

permukaan tanah. Untuk memudahkan pengukuran, maka diberi penanda dengan

cat putih.

Berat basah akar dan pucuk

Berat basah diukur pada akhir pengamatan dengan cara memanen bagian

tanaman. Berat basah akar diperoleh dengan menimbang bagian akar tanaman,

sedangkan berat basah pucuk terdiri dari bagian batang dan daun kemudian

(36)

22 

 

Berat Basah Total

Berat basah total didapatkan dengan menjumlahkan berat basah akar dengan

berat basah pucuk.

Berat Kering Akar dan Pucuk

Berat kering diukur setelah bagian tanaman dikeringkan dalam oven pada

suhu 80o C selama 2 hari (48 jam) sampai mendapatkan berat yang konstan.

Bagian masing-masing tanaman diukur dengan menggunakan timbangan digital.

Berta Kering Total

Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat kering pucuk

dengan berat kering akar . Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Berat kering total = Berat kering pucuk (BKP) + Berat kering akar (BKA)

Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

NPA = Berat kering pucuk / Berat kering akar

Kadar Air

Kadar air tanaman diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut,

Berat Basah Total – Berat Kering Total

Kadar air = x 100 %

Berat Kering Total

Luas daun

Pengukuran berat dan luas daun dilakukan pada akhir penelitian.

Pengukuran dilakukan dengan mengambil setiap daun dari 180 polibag yang

digunakan. Langkah yang digunakan sebagai berikut:

- Menimbang kertas kuarto utuh untuk mendapatkan berat kering (bk) dan

menghitung luasannya (lk)

- Menggambar daun masing-masing jenis tanaman dengan cara menjiplak

daun secara utuh, kemudian dipotong sesuai dengan ukuran daun

- menimbang berat duplikat daun pada kertas (bd)

- luas daun (ld) ditentukan dengan rumus

(37)

Jumlah Stomata

Pengamatan jumlah stomata daun dilakukan di awal dan akhir penelitian

pada masing-masing jenis tanaman dengan cara berikut ini:

- Dioleskan kutek bening pada sisi bawah daun dan dibiarkan beberapa

menit hingga kutek kering,

- Setelah kering, ditarik dengan bantuan pinset secara hati-hati dan

meletakkan diatas gelas obyek dan diberi sedikit air dan menutup

kembali dengan menggunakan gelas penutup.

- diamati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 10x40 dan

kemudian dihitung jumlah stomata/mm2luas bidang pandang (mm2luas

daun)

- Dihitung luas bidang pandang (10x40) dengan meletakkan penggaris

plastik berskala mm diatas meja obyek dan mengamati pada pembesaran

10x10, bayangan skala mm harus jelas dan perkiraan diameter bidang

pandang tersebut.

- Diameter bidang pandang dengan pembesaran kuat (10x40) dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ǿok = Ǿol x pl /pk

Ǿ ok = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran kuat

Ǿ ol = diameter bidang pandang dengan obyektif perbesaran lemah pl = perbesaran lensa obyektif lemah

pk = perbesaran lensa obyektif kuat

- Setelah diameter bidang pandang sudah diperoleh, maka jari-jari bidang

pandang dapat dihitung (r =1/2 x diameter). Lalu dihitung luas bidang

pandang (10 x 40) dengan menggunakan rumus luas lingkaran yaitu:

L = π r2, nilai π = 3.14

- Dihitung kerapatan stomata dengan rumus = jumlah stomata /luas bidang

pandang

(38)

24 

 

pH air

1. pengukuran pH dilakukan setiap 2 minggu sekali, pada saat sebelum

dilakukan penambahan kekurangan air ke dalam bak. Pengukuran pH

dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus (7-14). Pengukuran

dilakukan dengan cara mencelupkan kertas lakmus ke dalam air kolam

selama setengah menit, kemudian diangkat, didiamkan sebentar, kemudian

dicocokan warna yag tercipta dengan kertas lakmus yang tersedia.

2. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran

dilakukan dengan pengambilan sampel air secara komposit di setiap sudut

pada kolam, dengan kedalaman yang sama. Setelah itu, air dicampur dengan

cara diaduk, campuran ini jangan sampai mengenai organ tubuh karena

dapat mempengaruhi pH, kemudian memasukkan pH meter ke dalam

sampel. Secara otomatis nilai pH akan terbaca pada layarnya. Pengunaan pH

meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan 2 buffer

berupa pH 4,01 dan 7,00.

1.3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial dengan 2 faktor yaitu jenis

tanaman dan konsentrasi pupuk, dengan ulangan sebanyak 5 kali. Jumlah unit

ulangan sebanyak 3 kali. Sehingga jumlah seluruh kombinasi perlakuan adalah

180 tanaman. Faktor penelitian tersebut diterapkan terhadap masing-masing

jenis-jenis, sebagai berikut:

1. Faktor kosentrasi pupuk, yang terdiri atas 3 taraf :

P1 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 0 g/l air (Kontrol)

P2 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 1 g/lt air

P3 = Pemberian pupuk dengan kosentrasi 2 g/l air

2. Faktor jenis tanaman, yang terdiri atas 4

Go = Kayu putih

Lo = Longkida

Jo = Jati

(39)

Rancangan percobaan dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian pupuk

daun dan jenis tanaman. Berikut model rancangan percobaan menurut Mattjik dan

Sumertajaya (2000) sebagai berikut:

ijk = μij + αi + j + (α )ij + εijk

yijk : respon atau rata-rata pertumbuhan tinggi pohon dalam dua

minggu, untuk unit percobaan dengan pohon i, pupuk j dan

ulangan k

μij : rataan umum pengaruh pohon i dan pupuk j

αi : pengaruh pohon jenis i

βj : pengaruh pupuk jenis j

(αβ)ij : pengaruh interaksi (bersama) antara pohon i dan pupuk j

εijk : pengaruh faktor acak pada unit percobaan dengan pohon i, pupuk

j dan ulangan k

Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan pengujian

lanjutan dengan uji berganda Fisher’s LSD.

1.3.5 Analisis Data

Data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excel,

software R dan Sigmaplot 11.

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi,

pertumbuhan diameter, berat basah akar, berat basah pucuk, berat basah total,

berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total dan nisbah pucuk akar.

[image:40.595.82.516.57.824.2]

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4 Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati

Parameter Pupuk Jenis Pupuk x jenis

Tinggi tn * *

Diameter tn * tn

Berat basah akar tn * tn

Berat basah pucuk tn * tn

Berat basah total tn * tn

Berat kering akar tn * tn

Berat kering pucuk tn * tn

Berat kering total tn * tn

Nisbah pucuk akar tn * tn

Kadar air tn * tn

Keterangan : *= berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5%, tn= tidak nyata

Dari Tabel 4 di atas diperoleh hasil bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata

terhadap semua parameter yaitu tinggi, diameter, berat basah akar (BBA), berat

basah pucuk (BBP), berat basah total (BBT), berat kering akar (BKA), berat

kering pucuk (BKP), berat kering akar (BBA), nisbah pucuk akar, dan (NPA) dan

kadar air (KA). Sebaliknya faktor pupuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

terhadap semua parameter. Sedangkan interaksi antara pupuk dan jenis

berpengaruh nyata hanya pada parameter tinggi.

Pertumbuhan Tinggi

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa faktor jenis dan interaksi antara kedua

faktor berpengaruh nyata terhadap tinggi. Berikut ditampilkan interaksi antara

(41)

Gam

respon ya

tumbuh te

jati dan ak

cm 1,99 cm

[image:41.595.133.477.84.303.2]

Pertumbu Berd berpengar pupuk da terhadap p Berd tanaman te sebesar 2,

Tabel 5 H

Kayu putih Longkida Jati Akasia Keterangan: Gamba

mbar 1 men

ang berbed

erbaik pada

kasia tumbu

m dan 10,17

uhan Diam

dasarkan h

ruh nyata t

an interaksi

pertumbuha

dasarkan uj

erbaik yang

99 cm.

asil uji Fish

Jenis Tan

h

: Huruf beda d 5% Pupuk 0 g

pupuk 1 g

pupuk 2 g

Pertumbuhan tinggi

(cm)

ar 1 Interaks

nunjukkan

da pada pen

konsentrasi

uh terbaik p

7 cm.

meter

hasil sidik

erhadap pe

i pupuk d

n diameter

i lanjut Fis

g memiliki n

her's LSD pe

naman

dibelakang ang K pu

g/l (P1) 36

g/l (P2) 38

g/l (P3) 31 0 5 10 15 20 25 30 35 40

si jenis pupu

bahwa ma

nggunaan k

i pupuk P2

pada konse ragam (T ertumbuhan dengan jeni tanaman. her’s LSD nilai diamet engaruh jen 1,4 2,9 0,4 0,9 gka menunjuk Kayu utih Lon 6.71 23 8.01 28 1.85 33

uk dan kons

asing-masin

konsentrasi

sebesar 38,0

entrasi pupu

Tabel 4) d

diameter t

is tanaman

(Tabel 5) d

ter tertinggi nis terhadap Rata-rata pe 43b 99a 43d 94c kan pengaruh ngkida J 3.95 8.56 1 3.87 1 sentrasi pup

ng jenis tan

pupuk da

01 cm, seda

uk P3 masin

dapat dilih

tanaman, s

n tidak ber

dapat diketa

i adalah jen

p pertumbuh ertumbuhan nyata menuru Jati A 1.3 1.23 7 1.99 1 puk naman mem aun. Kayu angkan long

ng-masing 3

hat faktor

edangkan f

rpengaruh

ahui bahwa

is longkida

han diamete

diameter (cm

[image:41.595.108.486.85.561.2]
(42)

28 

 

Berat Basah Akar

Berat basah akar didapatkan dari hasil pengukuran bagian akar tanaman

yang ditimbang sebelum dioven. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor

jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat basah akar. Berdasarkan hasil uji

lanjut Fisher's LSD pada Tabel 6 terlihat bahwa jenis longkida memiliki berat

[image:42.595.77.519.23.831.2]

basah akar tertinggi yaitu 60,67 gram.

Tabel 6 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah akar

Jenis Tanaman Berat Basah Akar (gram)

Kayu putih 19,53b

Longkida 60,67a

Jati 18,47b

Akasia 3,17c

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Berat Basah Pucuk

Berat basah akar didapatkan dari hasil pengukuran bagian akar tanaman

yang ditimbang sebelum di oven. Berdasarkan hasil sidik ragam faktor jenis

tanaman berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk. Berdasarkan hasil uji

lanjut Fisher's LSD pada Tabel 4 terlihat bahwa jenis longkida memiliki berat

basah pucuk tertinggi yaitu sebesar 111,93 gram.

Tabel 7. Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat basah pucuk

Jenis tanaman Berat basah pucuk (gram)

Kayu putih 34,53b

Longkida 111,93a

Jati 24,53b

Akasia 9,20c

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Berat Basah Total

Berat basah total merupakan penjumlahan berat basah akar ditambah berat

basah pucuk. Berat basah total didapatkan pada akhir pengamatan sebelum

masing-masing bagiannya di oven. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) faktor

jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap berat kering total. Berdasarkan hasil uji

lanjut Fisher's LSD diatas, dapat dilihat bahwa berat basah total tertinggi pada

(43)
[image:43.595.81.516.32.842.2]

Tabel 8 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah total

Jenis tanaman Berat basah total (gram)

Kayu putih 54,07b

Longkida 172,60a Jati 43,00b Akasia 12,35c

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Berat Kering Akar

Nilai biomassa akar merupakan berat bagian akar yang ditimbang setelah di

oven selama 2x24 jam pada suhu 800 C. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel

4 dapat dilihat bahwa faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap

berat kering akar. Berdasarkan uji lanjut Fisher's LSD diketahui bahwa longkida memiliki berat kering akar terbesar yaitu 14,97 gram.

Tabel 9 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadapa berat kering akar (BKA)

Jenis Tanaman Rata-rata berat kering akar (gram)

Kayu putih 4,01bc

Longkida 14,97a Jati 4,66b Akasia 1,21c

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Berat Kering Pucuk

Biomassa pucuk diukur pada akhir pengamatan, dimana nilai biomassa

pucuk merupakan hasil pengukuran dari berat kering bagian pucuk (batang dan

daun). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 4) dapat dilihat bahwa faktor

jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering pucuk.

Berdasarkan uji lanjut Fisher's LSD diketahui bahwa jenis longkida memiliki

berat kering pucuk terbaik sebesar 27,17 gram.

Tabel 10 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap berat kering pucuk

Jenis Tanaman Berat kering pucuk (gram)

Kayu putih 9,33b

Longkida 27,17a Jati 7,99b Akasia 3,73c

(44)

30 

 

Berat Kering Total

Berat kering total merupakan pertambahan dari berat kering pucuk dan berat

kering akar. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) dapat dilihat bahwa faktor

jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering total.

Berdasarkan hasil uji lanjut Fisher's LSD diketahui berat kering tertinggi pada

[image:44.595.76.517.32.827.2]

jenis tanaman longkida sebesar 42,14 gram.

Tabel 11 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat kering total

Jenis Tanaman Berat kering total (gram)

Kayu putih 13,34b

Longkida 42,14a Jati 12,66b Akasia 4,95c

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara nilai biomassa pucuk

dan biomassa akar tanaman. Hasil sidik ragam (Tabel 4) menunjukkan bahwa

faktor jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar.

Berdasarkan Hasil uji Fisher's LSD ditunjukkan bahwa nisbah pucuk akar

tertinggi pada jenis akasia yaitu sebesar 3,91 gram.

Tabel 12 Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis terhadap nisbah pucuk akar

Jenis Tanaman Nisbah pucuk akar (gram)

Kayu putih 3,38ab

Longkida 1.99c Jati 2.23bc Akasia 3.91a

Keterangan: Huruf beda dibelakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%

Kadar Air Tanaman

Kadar air tanaman menggambarkan besarnya kebutuhan tanaman terhadap

air. Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 4) jenis tanaman berpengaruh nyata

terhadap kadar air tanaman. Berdasarkan uji lanjut Fisher’s LSD (Tabel 13)

(45)
[image:45.595.71.510.61.820.2]

Tabel 13 Kayu putih Longkida Jati Akasia Keterangan: pH air pH dan air. menunjuk

Ket: : Pe

Dari bulan. Ko alkalin.

Gambar

Tabel 1 Pengaruh pemberian pupuk daun Gandasil-D terhadap rata-rata
Tabel 4. Tabel 4 Hasil sidik ragam setiap parameter yang diamati
Tabel 5 Hasil uji Fishher's LSD peengaruh jennis terhadapp pertumbuhhan diameteer
Tabel 6  Hasil uji Fisher's LSD pengaruh jenis tanaman terhadap berat basah akar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis koefisien korelasi, perlakuan variasi naungan yang diberikan berkorelasi positif terhadap tinggi, diameter, berat basah akar, berat basah tajuk, berat

M2N2 mampu menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan M1N1 pada variabel diameter batang, jumlah daun, klorofil total, panjang akar, jumlah akar, berat basah

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah karakter morfologi yang meliputi tinggi tanaman, luas daun, jumlah akar adventif, panjang akar, berat basah dan

Variabel pertumbuhan yang dipengaruhi oleh perlakuan intensitas naungan antara lain pertumbuhan tinggi, diameter batang, jumlah daun, berat basah, serta nisbah pucuk

pengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman, diameter bonggol, volume akar, berat basah dan berat kering bibit kelapa sawit, namun tidak berbeda nyata pada

Perlakuan konsentrasi pupuk daun gandasil D berbeda terhadap tinggi bibit, diameter batang, panjang akar tunggang, berat segar akar, berat kering akar, berat segar bibit

Perlakuan konsentrasi pupuk daun gandasil D berbeda terhadap tinggi bibit, diameter batang, panjang akar tunggang, berat segar akar, berat kering akar, berat segar bibit

Variabel pertumbuhan yang dipengaruhi oleh perlakuan intensitas naungan antara lain pertumbuhan tinggi, diameter batang, jumlah daun, berat basah, serta nisbah pucuk akar