• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi pemacuan stok teripang pada habitat konservasi lamun Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi pemacuan stok teripang pada habitat konservasi lamun Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

i

SERIBU, JAKARTA

HANA

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

iii

RINGKASAN

Hana. C24070067. Evaluasi Pemacuan Stok Teripang pada Habitat Konservasi Lamun Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibawah Bimbingan Isdradjad Setyobudiandi dan Am Azbas Taurusman.

Teripang merupakan hewan yang termasuk dalam Filum Echinodermata dari Kelas Holothuroidea. Teripang atau timun laut memiliki nilai ekonomis yang tinggi dalam perikanan. Sumberdaya teripang saat ini menurun akibat tingginya penangkapan dari alam, kerusakan habitat fisik, tidak akuratnya informasi dan data statistik mengenai daerah penangkapan dan jumlah tangkapan teripang. Salah satu cara untuk mengatasi masalah penurunan stok teripang di alam adalah pemacuan stok teripang atau restocking. Kegiatan pemacuan stok teripang telah dilakukan di beberapa wilayah kepulauan seribu seperti Pulau Kongsi, Pulau Pamegaran, dan Pulau Pramuka. Kegiatan restocking di Pulau Kongsi dan Pulau Pamegaran telah dilakukan penelitian mengenai pola pertumbuhan dan laju pertumbuhan harian sedangkan pemacuan stok di Pulau Pramuka belum pernah dilakukan penelitian. Penelitian aspek biologi teripang yang bernilai ekonomis rendah (mis: teripang duri) atau belum memiliki nilai ekonomis (mis: teripang getah) belum banyak dikaji terutama mengenai laju pertumbuhannya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan aspek bio-ekologi teripang yang termasuk juga memiliki nilai ekonomis rendah sebagai dasar pengelolaan sumberdaya perikanan ini.

Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 sampai Maret 2011 di Pulau Pramuka pada Kawasan Konservasi Lamun Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor (PKSPL IPB), Kepulauan Seribu, Jakarta. Media pemacuan stok teripang menggunakan kurungan jaring tancap (pen culture) seluas 6 m x 6 m. Hubungan panjang dan bobot dianalisis menggunakan regresi linear dan panjang maksimum (L) menggunakan metode Ford-Walford dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2007.

(3)

SERIBU, JAKARTA

HANA C24070067

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

“Evaluasi Pemacuan Stok Teripang pada Habitat Konservasi Lamun Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta”

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

(5)

vi

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Pemacuan Stok Teripang Pada Habitat Konservasi Lamun Pulau Pramuka,

Kepulauan Seribu, Jakarta”.

Pada kesempatan kali ini penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, masukan, maupun arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Namun demikian penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, September 2011

(6)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc dan Dr. Am Azbas Taurusman, S.Pi, M.Si, selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta masukan dalam penyelesaian skripsi ini;

2. Dr. Ir. Ario Damar selaku pimpinan proyek pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan penelitian rehabilitasi ekosistem pesisir di Kepulauan Seribu, Jakarta.

3. Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil yang telah membimbing serta memberi nasehat dan motivasi;

4. Arief Trihandoyo, ST (PKSPL-IPB), selaku pembimbing lapang yang telah membantu proses penelitian di lapang;

5. Staff Tata Usaha MSP, khususnya mba Widar yang telah membantu memperlancar proses penelitian serta penulisan skripsi ini;

6. Keluarga tercinta, orangtua, kakak dan adik saya Wandez Geovany, Attic Marina, dan Charla Marian atas segala doa, motivasi, dan dukungannya;

7. Tim Lamun khususnya Riesna Apramilda dan Nina Wulansari Purnomo atas kerjasama dan motivasinya selama penelitian berlangsung.

8. Teman-teman MSP 44 atas perhatian dan nasehatnya, serta seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.

Bogor, September 2011

(7)

viii

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1989 sebagai putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Jon P. Manalu dan Ibu Maria Clarensia. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis berawal dari SDN Pamulang II (2001), SLTPN I Ciputat (2004), dan SMAN 1 Pamulang (2007). Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB. Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis diberi kepercayaan menjadi Asisten Mata Kuliah Avertebrata Air (2009/2010). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan Divisi Minat dan Bakat periode 2009 dan 2010 dan penulis aktif sebagai anggota Komisi Pelayan Anak – Persekutuan Mahasiswa Kristen, serta aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Evaluasi Pemacuan Stok Teripang Pada Habitat Konservasi

(8)

ix

2.3.Klasifikasi dan Morfologi Teripang ... 5

2.4.Makanan dan Kebiasaan Makan Teripang... 9

2.5.Habitat dan Penyebaran Teripang ... 9

2.6.Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 10

3. METODE PENELITIAN ... 12

3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian ... 12

3.2.Prosedur Kerja ... 14

3.2.1. Alat dan bahan ... 14

3.2.2. Pengumpulan dan pengolahan data ... 15

3.3.Analisis Data ... 15

3.3.1. Hubungan panjang dan bobot ... 15

3.3.2. Pertumbuhan ... 16

3.3.3. Tingkat kelangsungan hidup teripang pasir ... 17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Parameter Biologi, Fisika, dan Kimia Perairan ... 18

4.2. Pola Pertumbuhan ... 20

4.2.1 Teripang pasir (Holothuria scabra) ... 20

(9)

x

4.3. Pertumbuhan ... 29 4.4. Panjang Infinitas Teripang Pasir (Holothuria scabra) ... 32 4.5. Tingkat Kelangsungan Hidup Teripang Pasir (Holothuria scabra) ... 33 4.6. Alternatif Pengelolaan Pemacuan Stok Teripang Pada Kawasan

Konservasi Lamun Pulau Pramuka ... 35

5. KESIMPULAN ... 36

(10)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tahapan pengambilan data di lapang ... 14

2. Hasil pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perarairan di lokasi berdasarkan waktu pengamatan ... 18

3. Pertumbuhan teripang pasir (Holothuria scabra) ... 30

4. Pertumbuhan teripang getah (Holothuria leucospilota) ... 31

5. Pertumbuhan teripang duri (Stichopus horrens) ... 31

6. Pertumbuhan teripang gamat (Stichopus variegatus) ... 32

(11)

xii

Halaman

1. Teripang pasir (Holothuria scabra) ... 6

2. Teripang getah (Holothuria leucospilota) ... 7

3. Teripang duri (Stichopus horrens) ... 8

4. Teripang gamat (Stichopus variegatus) ... 8

5. Media pembesaran (sea pen culture) ... 12

6. Peta lokasi penelitian ... 13

7. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan I ... 21

8. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan II ... 21

10. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan III ... 22

11. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan IV ... 22

12. Hubungan panjang – bobot teripang getah pada pengamatan I ... 23

13. Hubungan panjang – bobot teripang getah pada pengamatan II ... 24

14. Hubungan panjang – bobot teripang getah pada pengamatan III ... 24

15. Hubungan panjang – bobot teripang duri pada pengamatan I ... 25

16. Hubungan panjang – bobot teripang duri pada pengamatan II ... 26

17. Hubungan panjang – bobot teripang duri pada pengamatan III ... 26

18. Hubungan panjang – bobot teripang gamat pada pengamatan I ... 27

19. Hubungan panjang – bobot teripang gamat pada pengamatan II ... 28

(12)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar pengamatan di lapang ... 41

2. Tabel panjang dan bobot teripang pasir ... 43

3. Tabel panjang dan bobot teripang getah ... 44

4. Tabel panjang dan bobot teripang duri ... 45

5. Tabel panjang dan bobot teripang gamat ... 46

(13)

1.1. Latar Belakang

Teripang merupakan hewan yang termasuk dalam Filum Echinodermata dari Kelas Holothuroidea. Habitat hewan ini pada zona intertidal sampai kedalaman 20 meter dan substrat berpasir yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang dan lamun. Fungsi ekologis teripang dalam struktur trofik sebagai pemakan suspensi dan detritus serta penyeimbang rantai makanan (Aziz 1997). Pemangsa teripang umumnya adalah bintang laut berukuran besar, kepiting, dan kelompok gastropoda jenis Tonna perdix (KROPP 1982 in Aziz 1995). Teripang atau timun laut tidak hanya memiliki nilai ekologis tetapi juga nilai ekonomis yang tinggi dalam perikanan karena rasa dan kandungan gizinya yang tinggi. Beberapa jenis teripang yang termasuk dalam kategori komersial terdiri dari Famili Holothuriidae dan Stichopodidae. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil teripang untuk memenuhi permintaan dari negara-negara Eropa, Jepang, Singapura, Malaysia, dan Amerika (Aziz 1997).

Permasalahan sumberdaya teripang saat ini adalah terjadinya eksploitasi berlebihan terhadap induk-induk teripang yang berpotensi memijah dan kerusakan fisik habitat teripang. Hal tersebut juga terjadi di wilayah Kepulauan Seribu yang semula merupakan daerah penyebaran teripang di Indonesia. Kepadatan teripang di daerah tersebut hanya sekitar 0,016–0,1089 ind/m2 dan itupun hanya jenis teripang yang kurang bernilai ekonomis (Hartati et al. 2001 in Wahyuni & Hartati 2006). Menurunnya stok teripang di alam diakibatkan oleh 2 faktor. Pertama, faktor manusia seperti laju pertumbuhan penduduk di daerah pesisir yang mengakibatkan keterbatasan pendapatan sehingga terjadi peningkatan efektifitas alat tangkap. Kedua, faktor biologi dan ekonomi teripang seperti rendahnya rekruitmen, cara hidup teripang yang bersifat sesil sehingga dapat ditangkap dengan mudah, dan permintaan pasar yang tinggi (Bell et al. 2008). Selain itu, hal-hal yang dapat menyebabkan eksistensi biota tersebut menurun adalah reklamasi, tidak akuratnya informasi dan data statistik, pengaruh perubahan iklim (Choo 2008), dan perikanan teripang yang bersifat multispesies (Conand & Sloan 1989 in

(14)

2

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan populasi teripang yang semakin menurun di perairan alami adalah dengan konservasi, pembenihan dan budidaya serta pemacuan stok di alam atau restocking. Di Indonesia, pembenihan dan budidaya teripang lebih berkembang dibandingkan dengan upaya konservasi. Saat ini telah berkembang wacana untuk memasukkan teripang dari Famili Holothuriidae dan Stichopodidae ke dalam daftar Appendix II CITES (Darsono 2006). Hal ini dilihat dari perikanan teripang yang tidak teratur dalam pengelolaan perdagangan dan penangkapannya di beberapa negara berkembang. Restocking dilakukan untuk merestorasi biomassa pemijahan dari suatu biota pada suatu habitat yang populasinya telah menurun sangat drastis akibat dampak eksploitasi berlebihan ke level dimana biota tersebut dapat secara substansi berproduksi kembali (Bell et al. 2006 in Taurusman et al. 2009).

Di wilayah perairan Kepulauan Seribu, pemacuan stok dilakukan di Pulau Kongsi (Gultom 2004), Pulau Pamegaran (Wahyuni & Hartati 2006), dan Pulau Pramuka. Kegiatan pemacuan stok teripang pasir di Pulau Kongsi dan Pulau Pamegaran telah dilakukan evaluasi dengan penelitian mengenai pola pertumbuhan dan laju pertumbuhannya. Kegiatan restocking yang dilakukan oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta bertujuan mencegah kepunahan dan meningkatkan stok teripang di alam melalui kegiatan yang terintegrasi dengan restorasi habitat lamun dan melibatkan partisipasi masyarakat lokal (Taurusman et al. 2009). Pemacuan stok teripang ini telah dilakukan sejak tahun 2009 yang di dalamnya terdapat teripang jenis Actinopyga sp, Bohadschia

(15)

1.2. Perumusan Masalah

Habitat konservasi lamun di Pulau Pramuka memiliki beberapa jenis teripang yang belum teridentifikasi keseluruhan jenis dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai perkembangannya. Dalam kawasan konservasi tersebut perlu dilakukan penelitian apakah biota tersebut cocok dengan lingkungan buatan yang ada atau tidak. Salah satu aspek yang dapat menunjang informasi tersebut adalah parameter pertumbuhan yang meliputi pola pertumbuhan, laju pertumbuhan per hari, panjang infinitas, dan tingkat kelangsungan hidup.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengkaji beberapa aspek bio-ekologi teripang meliputi kualitas air, pola pertumbuhan, laju pertumbuhan harian, panjang infinitas, dan tingkat kelangsungan hidup. Kajian pola pertumbuhan dan laju pertumbuhan harian mencakup 4 spesies teripang yaitu teripang pasir, teripang getah, teripang duri, dan teripang gamat. Objek penelitian yang dikaji untuk panjang infinitas dan tingkat kelangsungan hidup adalah teripang pasir.

1.4. Manfaat

(16)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemacuan Stok Teripang

Pemacuan stok atau restocking merupakan penebaran benih teripang ke dalam suatu perairan yang dulu pernah ada tetapi sekarang sudah tidak ada atau stoknya menurun. Benih atau teripang dewasa yang ditebar dalam perairan berasal dari lokasi yang sama. Teripang yang berada dalam kawasan ini tidak boleh diambil untuk kepentingan komersial (Purcell et al. 2010). Tujuan utama dari pemacuan stok adalah meningkatkan atau menyediakan larva teripang di alam sehingga rekruitmen di daerah penangkapan meningkat. Penyebaran larva di kawasan yang dilindungi (no take zone area) bervariasi bergantung pada pergerakan arus dan konfigurasi garis pantai. Letak NTZ perlu dipertimbangkan sebagai habitat buatan teripang, antara lain memiliki kedalaman yang cukup pada saat surut terendah, daerah dapat menahan larva dari dinamika arus, dan kondisi substrat dasar yang memungkinkan untuk penempatan wadah. Di samping itu, kondisi sosial seperti komitmen masyarakat lokal untuk menjamin keamanan teripang yang dipelihara dari gangguan manusia (pencurian) dan menjaga wadah pemeliharaan dari kerusakan akibat sampah juga menentukan keberhasilan dari kegiatan ini (Bell et al. 2008).

Saat ini, nelayan dan perusahaan perikanan di Filipina, Indonesia, dan Malaysia menggunakan kurungan jaring tancap (sea pen) untuk memelihara teripang. Model ini juga dapat diaplikasikan untuk kegiatan pemacuan stok atau restocking yang merupakan pengembangan perikanan ‘tangkap dan pelihara’. Keuntungan yang didapat dari kegiatan ini antara lain : (1) tidak memerlukan perubahan rezim perikanan open access

(17)

2.2. Pertumbuhan

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan panjang atau bobot dalam suatu waktu. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi 2 yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya tidak dapat dikontrol, diantaranya adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan di daerah tropis adalah makanan dan kualitas air. Kepadatan individu yang tinggi pada suatu perairan dan tidak sebanding dengan ketersediaan makanan yang ada maka akan terjadi kompetisi antar individu terhadap makanan tersebut. Keberhasilan mendapatkan makanan tersebut akan menentukan pertumbuhan (Effendi 2002).

Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan suatu ekspresi matematika. Untuk menghitung pertumbuhan diperlukan data panjang dan bobot. Dari hubungan panjang dan bobot tersebut dapat diketahui pola pertumbuhan suatu biota. Pola pertumbuhan dibagi menjadi 3 jenis yaitu pola pertumbuhan isometrik, allometrik positif, dan allometrik negatif. Pola pertumbuhan isometrik mendeskripsikan pertambahan panjang dan bobot seimbang. Pola pertumbuhan allometerik positif ialah pertambahan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjang. Allometrik negatif menggambarkan pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobot (Effendie 2002). Semakin bertambah panjang tubuh teripang maka kebutuhan makanan akan meningkat sedangkan ketersediaan makanan tidak selalu meningkat dan tidak bertambah dengan cepat (Gultom 2004). Koefisien korelasi r dapat menggambarkan hubungan kedua variabel tersebut. Rentang nilai 0 sampai 1, semakin mendekati nilai 1 berarti korelasi kedua variabel sempurna atau sangat erat kaitannya (King 2007).

2.3. Klasifikasi dan Morfologi Teripang

(18)

6

al. 2005). Secara umum klasifikasi teripang menurut Barnes (1963) dan Rowe (1969) adalah sebagai berikut :

Filum : Echinodermata Kelas : Holothuroidea Ordo : Aspidochirota Famili : Holothuriidae Genus : Holothuria

Spesies : Holothuria scabra Holothuria leucospilota

Famili : Stichopodidae Genus : Stichopus

Spesies : Stichopus horrens Stichopus variegatus

Morfologi teripang pasir (Holothuria scabra) adalah tubuh panjang, silindris, dan lunak, bagian dorsal berwarna abu-abu sampai kehitaman dan terdapat garis hitam sekitar tubuh sedangkan bagian ventral berwarna kuning keputihan (Martoyo et al.

2006).

Gambar 1. Teripang pasir (Holothuria scabra)

Sumber : Dokumentasi pribadi

(19)

pertumbuhan allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobot (Gultom 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pulau Pamegaran, Kepulauan Seribu, nilai laju pertumbuhan bobot teripang pasir berkisar 0,268–1,085% per hari dengan rerata sebesar 0,539% per hari sedangkan laju pertumbuhan panjangnya berkisar 0,105–0,427% per hari dengan rerata 0,204% per hari (Wahyuni & Hartati 2006).

Teripang keling atau teripang getah (Holothuria leucospilota) atau yang dulu dikenal dengan nama latin Holothuria vagabunda memiliki ciri morfologis yang menonjol yaitu bentuk badan silindris memanjang berwarna hitam, tubuh berbentuk buah pir apabila dalam keadaan kontraksi, tegumen lunak, dan memiliki tabung cuvierian (Conand 1998; Samyn et al. 2006; Conand 2008 in Taquet 2011).

Gambar 2. Teripang getah (Holothuria leucospilota) Sumber : Dokumentasi pribadi

(20)

8

menunjukan tingkat elastisitas yang tinggi dalam pengukuran panjang (Hearn & Pinillos 2006).

Gambar 3. Teripang duri (Stichopus horrens) Sumber : Dokumentasi pribadi

Teripang gamat atau curryfish memiliki tubuh agak persegi, kaku, datar bagian ventral, dan tidak memiliki tabung cuvierian. Warna tubuh kuning kecoklatan sampai hijau dengan bintik hitam sekitar tubuh, dinding tubuh mudah memanjang atau relaksasi apabila dikeluarkan dari air. Maksimum panjang tubuh dapat mencapai 50,00 cm, tetapi umumnya 35,00 cm dengan bobot sekitar 1000 gram, dan ketebalan tubuh sekitar 8,00 mm (Palomares & Pauly 2011).

(21)

2.4. Makanan dan Kebiasaan Makan Teripang

Cara makan teripang dibagi dua yaitu pemakan deposit dan suspensi dengan sumber makanan kandungan bahan organik, detritus, dan plankton. Kebanyakan teripang aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari hanya berlindung membenamkan diri dalam pasir (Darsono 2006). Umumnya makanan utama untuk teripang jenis Holothuria yang hidup di daerah tropis adalah detritus dan kandungan bahan organik dalam pasir sedangkan plankton, bakteri, dan biota mikroskopis lainnya sebagai makanan pelengkap. Substrat berpasir cenderung memiliki bahan organik yang sedikit dibandingkan dengan pasir halus (Gultom 2004). Kandungan bahan organik yang tepat untuk kebutuhan nutrisi teripang pasir dengan nilai 1,41–2,18% (Tsiresy 2011). Sedimen yang padat bahan organik memiliki pengaruh terhadap rendahnya pertumbuhan teripang pasir. Tinggi rendahnya kandungan C-organik dipengaruhi oleh pasokan air dari daratan (Wood 1987 in Dwindaru 2010). Analisis makanan teripang pasir 85% berupa lumpur; pasir 3,52%; pecahan karang 0,12%; detritus 1,46%, dan 65,47% didominasi oleh plankton kelompok diatom. Nilai persentase konsumsi makanan kelompok diatom untuk Holothuria leucospilota sebesar 64,89%; butiran pasir 8,31%; serat tumbuhan 0,15% dan detritus 0,49%. Stichopus variegatus mengkonsumsi plankton kelompok diatom sebesar 56,17%; butiran pasir 4,22% dan detritus 1,42% (Yusron & Sjafei 1997).

Teripang mempunyai pola waktu yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu makan setiap saat seperti Holothuria atra, H. flavomaculata, dan H. eduilis dan berhenti makan satu sampai tiga kali pada siang hari dan selama istirahat membenamkan diri dalam pasir seperti Stichopus variegatus, S. chloronatus, Holothuria scabra, H. impatiens, H. lecanora (Bakus 1973 in Gultom 2004).

2.5. Habitat dan Penyebaran Teripang

(22)

10

kaya akan detritus. Di Indonesia, hewan ini banyak tersebar di daerah Riau, Lampung, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Maluku, dan Papua (Azis 1997).

Habitat teripang pasir pada ekosistem terumbu karang dengan substrat pasir halus dan lamun jenis Cymodocea pada zona intertidal pada kedalaman 0 - 10 meter. Teripang duri atau warty sea cucumber hidup berasosiasi dengan substrat berbatu pada kedalaman perairan 5 sampai 20 m. Pada siang hari bersembunyi di bawah atau di celah karang (Hickman 1998 in Hearn & Pinillos 2006). Teripang getah hidup pada substrat berpasir dengan pecahan karang dan ditumbuhi dengan padang lamun yang didominasi oleh jenis Thalassia sp. Teripang duri hidup pada perairan dangkal sampai kedalaman 15 m dengan substrat berpasir dan pecahan karang. Spesies ini suka bersembunyi di sela karang mati. Stichopus variegatus hidup pada perairan dangkal sampai kedalaman 25 m dengan substrat pasir berlumpur. Teripang gamat umumnya ditemukan di daerah yang banyak ditemukan alga atau padang lamun (Palomares & Pauly 2011).

Hama bagi teripang dalam sebuah kawasan konservasi adalah kepiting, bulu babi, dan bintang laut. Hewan-hewan tersebut dapat mengakibatkan kerusakan fisik teripang. Kerusakan fisik yang dialami dapat menyebabkan penyakit, luka bertambah besar, dan mati apabila tidak diobati. Selain itu, organisme penempel seperti spons, teritip, dan rumput laut yang menempel pada kurungan teripang dapat mengganggu sirkulasi air dan menurunkan kualitas air yang berakibat kurang baik bagi pertumbuhan teripang (Martoyo et al. 2006).

2.6. Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan serta kedalaman perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran tertentu yang disukai untuk pertumbuhannya. Kondisi lingkungan perairan yang cocok untuk pertumbuhan teripang dengan suhu air laut 24,0–30,0 ºC (Martoyo et al. 2006).

(23)

teroksidasi (Effendi 2003). Sebaran salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji 1987 in Dwindaru 2010). Teripang menyukai perairan dengan salinitas optimum sekitar 32,0–35,0‰. Perubahan salinitas melebihi 3,0‰ dapat menyebabkan terjadinya pengelupasan kulit teripang yang dalam kondisi ekstrim dapat terjadi kematian (James et al. 1988 in

Gultom 2004).

Arus di laut dipengaruhi oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, dan gerakan periodik pasang surut. Teripang hidup dan pertumbuhannya berkembang dengan baik pada perairan yang tenang. Kecepatan arus yang cocok untuk hidup teripang adalah 0,30 – 0,50 m/detik (Martoyo et al. 2006).

Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air sampai kedalaman tertentu. Kecerahan perairan harus tinggi dan bebas dari bahan pencemar dengan nilai 50 – 150 cm (Martoyo et al. 2006).

Setiap organisme memiliki nilai toleransi pH yang berbeda. Umumnya makrozoobenthos hidup pada pH perairan 7,0 – 8,5. Perairan yang terlalu asam atau basa dapat mengganggu metabolisme dan respirasi biota. Selain itu, perairan dengan pH yang terlalu rendah dapat menyebabkan tingginya mobilitas logam berat sedangkan pH yang tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi amoniak (Effendi 2003).

(24)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2010 sampai dengan Maret 2011 di Pulau Pramuka pada Kawasan Konservasi Lamun Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL IPB). Media pemacuan stok teripang menggunakan kurungan jaring tancap (Gambar 5) dan terletak pada posisi geografis 05⁰44’44,4” LS dan 106⁰37’00,1” BT (Gambar 6). Kurungan jaring tancap berbentuk persegi panjang untuk membatasi area di laut seluas 6 m x 6 m di kawasan konservasi lamun yang digunakan sebagai tempat penampungan dan pembesaran teripang yang diambil dari alam. Jaring yang digunakan sebanyak 3 lapis dan tiang pancang menggunakan kayu dan besi. Untuk menjaga agar teripang tidak lolos dari wadah pemeliharaan akibat dinamika arus, substrat dasar, dan aktifitas biota perusak jaring (mis. kepiting) maka lidah jaring dimasukkan ke dalam pasir dan ditimbun dengan plastik yang berisi pasir. Di dalam kurungan tersebut diberi 4 sekat jaring untuk memisahkan tiap jenis teripang.

(25)

Setelah kondisi wadah terpenuhi, induk teripang yang berasal dari lokasi sekitar Kepulauan Seribu dimasukkan dalam wadah tersebut, kecuali teripang pasir yang berasal dari pembenihan (hatchery) Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan, tahap pertama adalah survey lokasi dan identifikasi jenis teripang. Tahap kedua adalah pengambilan data yang dibagi menjadi 5 pengamatan. Kegiatan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan pengambilan data di lapang

Musim Tanggal Pengamatan Kegiatan

Timur 23 September 2010 Pengukuran teripang pasir dan teripang duri, pengukuran biologi, fisika,dan kimia perairan

Peralihan 30 Oktober 2010 Pengukuran teripang pasir

Barat 24 Januari 2011 Pengukuran teripang getah dan teripang gamat, pengukuran biologi, fisika,dan kimia perairan

10 Februari 2011 Pengukuran teripang pasir, teripang getah, teripang gamat, dan teripang duri

05 Maret 2011 Pengukuran teripang pasir, teripang getah, teripang gamat, dan teripang duri

3.2. Prosedur Kerja 3.2.1. Alat dan bahan

(26)

15

Bahan-bahan yang diperlukan selama pengamatan di lapang adalah 4 jenis teripang yaitu teripang pasir, teripang getah, teripang duri, dan teripang gamat serta bahan-bahan kimia untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut di perairan yaitu Sulfamic Acid, NaOH+KI, MnSO4, H2SO4, amylum, Na-Thio-Sulfat.

3.2.2. Pengumpulan dan pengolahan data

Pengukuran parameter biologi, fisika, dan kimia dilakukan in situ pada pukul 10.00-10.30 WIB. Jenis dan persen penutupan lamun menggunakan metode seagrass watch, dan kandungan oksigen terlarut di perairan menggunakan metode Winkler. Pengukuran panjang dan bobot dilakukan dengan mengambil 4 jenis teripang dalam kurungan pada pukul 10.30 – 13.30 WIB tiap pengamatan.

Data panjang yang diperlukan untuk menentukan panjang infinitas hanya digunakan 1 individu teripang pasir yang secara alami memiliki ciri warna berbeda dibandingkan dengan yang lainnya yaitu warna tubuh lebih terang dan terdapat 12 bintik putih pada bagian dorsal. Pengukuran panjang yang tidak mungkin dicapai oleh teripang pasir dilakukan sebanyak 5 kali dalam periode waktu 7 bulan. Pengukuran tingkat kelangsungan hidup dilakukan hanya pada teripang pasir dengan dihitung jumlah awal penebaran sampai pada akhir pengambilan data. Data keseluruhan dikumpulkan, ditabulasikan, dikonversi ke dalam bentuk grafik, dan tabel dengan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2007.

3.3. Analisis Data

3.3.1. Hubungan panjang dan bobot

Analisis panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan teripang dengan menggunakan rumus (King 2007):

(27)

Ln[W] = ln[a] + b ln[L] atau y = a + bx

Dimana y (bobot) adalah variabel dependen dan x (panjang) merupakan variabel bebas. Konstanta a adalah perpotongan dengan sumbu tegak dan b adalah gradien atau kemiringan garis (King 2007). Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Hipotesis yang digunakan adalah :

 bila b=3 maka disebut pola pertumbuhan bersifat isometrik

 Jika nilai b ≠ 3 maka pola pertumbuhan bersifat allometrik, yaitu : a. b > 3 maka pola pertumbuhan bersifat allometrik positif b. b < 3 maka pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif

Untuk memberikan kepastian dalam ketepatan nilai yang didapat berdasarkan hipotesis di atas maka dilakukan uji parsial (uji t). Dimana uji t ini dihadapkan pada suatu proses untuk menerima atau menolak hipotesis yang dibuat (Steel & Torie 1993). Hipotesisnya sebagai berikut :

H0 : b = 3 H1 : b ≠ 3

Kaidah keputusan dengan membandingkan nilai t hitung dan t tabel pada selang kepercayaan 95%, jika t hitung > t tabel maka keputusannya tolak Ho sedangkan t hitung < t tabel maka terima H0.

3.3.2. Pertumbuhan

Pertumbuhan teripang dihitung berdasarkan panjang atau bobot yang dicapai pada periode tertentu dihubungkan dengan panjang atau bobot pada periode awal dengan rumus (Buddemeier & Kinzie in Supriharyono 2000) :

(28)

17

Panjang infinitas dapat diketahui dari data panjang dengan metode Ford – Walford (Effendie 2002)

Keterangan :

G : laju pertumbuhan per hari Wn : berat teripang pada hari ke-n W0 : berat awal teripang

K : koefisien pertumbuhan

L : panjang yang tidak mungkin dicapai oleh teripang (cm) Lt : panjang teripang pada umur ke-t

3.3.3. Tingkat kelangsungan hidup teripang pasir

Tingkat kelangsungan hidup teripang pasir dapat diketahui dengan membandingkan jumlah biota yang hidup pada akhir penelitian dan jumlah awal biota (Ricker 1975).

SR =

Keterangan : Nt : Jumlah biota yang hidup

(29)

4.1. Parameter Biologi, Fisika, dan Kimia Perairan

Karakteristik lingkungan perairan pada lokasi konservasi lamun Pulau Pramuka didapatkan dengan mengukur parameter biologi dan fisika perairan yang dilakukan pada bulan September 2010 sampai Maret 2011 sedangkan pengukuran parameter kimia perairan dilakukan pada bulan September 2010 dan Januari 2011. Hasil pengukuran parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perairan di lokasi

2 Jenis lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Cymodocea serrulata

Parame te r Pe ngamatan

Fe bruari Mare t

(30)

19

teripang pasir yang berkisar 0,61-0,96 meter dan sinar matahari dapat menembus masuk sampai ke dasar perairan. Hal ini karena letak kurungan tancap yang jauh dari tubir sehingga terlindung dari gelombang dan pengadukan dasar perairan tidak begitu besar. Suhu perairan pada bulan September 2010 sampai Maret 2011 relatif stabil yaitu 29,0 ⁰C sampai 30,0 ⁰C dengan arus yang tenang yaitu 0,03 m/detik. Parameter biologi perairan pada lokasi pengamatan dikatakan baik untuk mendukung kehidupan dan perkembangan teripang karena dalam media pembesaran teripang terdapat karang hidup dan mati serta beberapa jenis lamun yang sesuai dengan habitat keempat jenis teripang. Parameter fisika perairan telah memenuhi kriteria untuk hidup keempat jenis teripang yaitu kecerahan perairan sebesar 50 – 150 cm, kecepatan arus 0,30 – 0,50 m/detik (Martoyot et al. 2006).

Substrat yang diamati meliputi tipe substrat dan kandungan bahan organik. Dari hasil analisis didapatkan tipe substrat berpasir sebesar 97,73% dengan kandungan bahan organik sebesar 0,32–0,40%. Tipe substrat memiliki keterkaitan dengan kandungan oksigen terlarut dan ketersediaan nutrien. Jenis substrat berpasir memiliki kandungan oksigen terlarut lebih tinggi karena memiliki pori udara yang lebih besar dibandingkan pasir halus sehingga memungkinkan pencampuran yang lebih intensif dengan air diatasnya sedangkan kandungan nutriennya cenderung sedikit. Dilihat dari segi habitat, tipe substrat cocok untuk keempat jenis teripang yaitu teripang pasir, teripang getah, teripang duri, dan teripang gamat. Dari segi makanan, nilai kandungan bahan organik tersebut kurang memenuhi syarat pertumbuhan yang baik untuk teripang pasir karena kurang dari 1,41% (Tsiresy 2011).

(31)

Salinitas yang baik untuk kehidupan teripang terutama teripang pasir adalah 32,0– 35,0‰. Dari hasil pengamatan didapatkan nilai salinitas sebesar 27,0–30,0‰. Rendahnya nilai salinitas tersebut disebabkan oleh tingginya curah hujan selama waktu pengamatan dan tingginya pengaruh air dari daratan di lokasi kurungan tancap. Salinitas sangat mempengaruhi pertumbuhan teripang pasir, perbedaan salinitas sebesar 3,0‰ dapat menyebabkan pengelupasan kulit pada tubuh teripang (James et al. 1988 in

Gultom 2004).

4.2. Pola Pertumbuhan

Pertumbuhan panjang lebih dominan dibanding bobot dikarenakan 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, umur, dan keturunan sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah ketersediaan makanan (Effendie 2002). Semakin bertambah panjang tubuh teripang maka kebutuhan makanan akan meningkat sedangkan ketersediaan makanan tidak selalu meningkat dan tidak bertambah dengan cepat (Gultom 2004). Koefisien korelasi r dapat menggambarkan hubungan kedua variabel, rentang nilai 0 sampai 1, semakin mendekati nilai 1 berarti korelasi kedua variabel sempurna atau sangat erat kaitannya (King 2007).

4.2.1. Teripang pasir (Holothuria scabra)

(32)

21

Gambar 7. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan I

Dari Gambar 8 pada pengamatan II yang dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2010 dapat dilihat bahwa hubungan pajang-bobot dinyatakan dengan nilai a sebesar 2,767; b sebesar 1,049; koefisien determinasi R2 sebesar 0,546, dan koefisien korelasi r sebesar 0,7389.

Gambar 8. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan II

Berdasarkan Gambar 9, pada pengamatan III tanggal 10 Februari 2011 dapat diketahui bahwa nilai a sebesar 3,885; b sebesar 0,090; koefisien determinasi R2 sebesar 0,003, dan koefisien korelasi r sebesar 0,0548.

(33)

Gambar 9. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan III

Hubungan panjang-bobot teripang pasir pada pengamatan IV tanggal 05 Maret 2011 (lihat Gambar 10) dapat diketahui nilai a sebesar 3,224; b sebesar 0,932; koefisien determinasi R2 sebesar 0,381, dan koefisien korelasi r sebesar 0,6173.

Gambar 10. Hubungan panjang – bobot teripang pasir pada pengamatan IV

(34)

23

keseluruhan pengamatan didapatkan nilai t hitung > t tabel dengan interpretasi tolak H0 = 3. Pola pertumbuhan panjang tidak sama dengan pertumbuhan bobot.

Koefisien korelasi r yang menggambarkan keeratan hubungan panjang dan bobot dari awal penelitian (23 September 2010) sampai akhir penelitian (05 Maret 2011) memiliki nilai r yang menjauhi dari nilai 1 yang artinya perubahan panjang tidak berpengaruh nyata dan kaitannya tidak erat terhadap perubahan bobot. Keadaan ini dapat membuktikan bahwa semakin panjang teripang tidak berarti kondisi teripang semakin baik.

4.2.2. Teripang getah (Holothuria leucospilota)

Hubungan panjang dan bobot teripang getah yang diinterpretasikan dengan ln W dan ln L dapat digunakan untuk menduga pola pertumbuhannya. Hasil pengamatan dapat dilihat dari Gambar 11–13. Hubungan panjang dan bobot teripang getah (lihat

Gambar 11) pada pengamatan I (24 Januari 2011) yang diinterpretasikan kedalam bentuk Ln dapat diketahui nilai a sebesar 3,223; b sebesar 0,776; koefisien determinasi R2 sebesar 0,290, dan koefisien korelasi r sebesar 0,539.

(35)

Berdasarkan Gambar 12, pada pengamatan II tanggal 10 Februari 2011 dapat diketahui bahwa nilai a sebesar 3,904; b sebesar 0,531; koefisien determinasi R2 sebesar 0,123, dan koefisien korelasi r sebesar 0,351.

Gambar 12. Hubungan panjang – bobot teripang getah pada pengamatan II

Dari Gambar 13 pada pengamatan III tanggal 05 Maret 2011 dapat dilihat bahwa hubungan pajang-bobot diketahui nilai a sebesar 0,623; b sebesar 1,444; koefisien determinasi R2 sebesar 0,641, dan koefisien korelasi r sebesar 0,801.

Gambar 13. Hubungan panjang – bobot teripang getah pada pengamatan III Ln[W] = 0.531L + 3.904

2,60 2,80 3,00 3,20 3,40 3,60 3,80

L

n

W

(36)

25

Berdasarkan dari keseluruhan hasil pengamatan teripang getah didapatkan nilai b kurang dari 3,00 yang menunjukkan pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertumbuhan bobot (King 2007). Dari hasil uji t dengan selang kepercayaan 95%, keseluruhan pengamatan didapatkan nilai t hitung > t tabel dengan interpretasi tolak H0 = 3. Pola pertumbuhan panjang tidak proporsional dengan pertumbuhan bobot. Secara umum, koefisien korelasi r yang didapatkan nilainya menjauhi 1 sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan panjang tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan bobot. Semakin panjang tubuh teripang getah tidak berarti akan semakin baik kondisinya.

4.2.3. Teripang duri (Stichopus horrens)

Pola pertumbuhan teripang duri dapat diduga dari analisis regresi linear panjang dan bobot. Grafik hubungan panjang dan bobot hasil pengamatan dapat dilihat dari Gambar 14 – 16. Hubungan panjang dan bobot teripang duri pada pengamatan I tanggal 23 September (lihat Gambar 14) dapat diketahui nilai a sebesar -3,293; b sebesar 2,857; koefisien determinasi R2 sebesar 0,914, dan koefisien korelasi r sebesar 0,956.

(37)

Berdasarkan Gambar 15, pada pengamatan II tanggal 10 Februari 2011 dapat diketahui bahwa nilai a sebesar 1,568; b sebesar 1,370; koefisien determinasi R2 sebesar 0,914, dan koefisien korelasi r sebesar 0,956.

Gambar 15. Hubungan panjang – bobot teripang duri pada pengamatan II

Dari Gambar 16, pengamatan III yang dilakukan pada tanggal 05 Maret 2011 dapat dilihat bahwa hubungan pajang-bobot diketahui nilai a sebesar -1,930; b sebesar 2,315; koefisien determinasi R2 sebesar 0,774, dan koefisien korelasi r sebesar 0,863.

(38)

27

Keseluruhan hasil penelitian teripang duri didapatkan nilai b kurang dari 3,00 yaitu pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif (King 2007). Hal tersebut berarti kondisi tubuh teripang duri dalam keadaan kurus karena pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Dari hasil uji t dengan selang kepercayaan 95%, keseluruhan pengamatan didapatkan nilai t hitung > t tabel dengan interpretasi tolak H0 = 3. Pola pertumbuhan panjang tidak proporsional dengan pertumbuhan bobot. Nilai koefisien korelasi r yang menggambarkan keeratan hubungan antara panjang dan bobot dari awal pengamatan 23 September 2010 sampai akhir penelitian 05 Maret 2011 mendekati 1. Perubahan panjang sangat berpengaruh terhadap perubahan bobot teripang duri, tetapi hal ini tidak dapat membuktikan bahwa semakin panjang tubuh teripang duri maka kondisinya semakin baik.

4.2.4. Teripang gamat (Stichopus variegatus)

Analisis regresi linear panjang dan bobot dapat digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan teripang. Grafik hubungan panjang dan bobot teripang gamat dapat dilihat dari Gambar 17 – 19. Berdasarkan Gambar 17, pada pengamatan I tanggal 24 Januari 2011 dapat diketahui bahwa nilai a sebesar 2,791; b sebesar 0,959; koefisien determinasi R2 sebesar 0,398, dan koefisien korelasi r sebesar 0,631.

(39)

Hubungan panjang dan bobot teripang duri (Stichopus variegatus) pada pengamatan II (lihat Gambar 18) yang dilakukan tanggal 10 Februari 2011 dapat diketahui nilai a sebesar 0,783; b sebesar 1,623; koefisien determinasi R2 sebesar 0,862, dan koefisien korelasi r sebesar 0,928.

Gambar 18. Hubungan panjang – bobot teripang gamat pada pengamatan II

Dari Gambar 19 pada pengamatan III tanggal 05 Maret 2011 dapat diketahui nilai a sebesar 0,224; b sebesar 1,719; koefisien determinasi R2 sebesar 0,884, dan koefisien korelasi r sebesar 0,940.

(40)

29

Keseluruhan hasil penelitian teripang duri didapatkan nilai b kurang dari 3,00 yaitu pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif (King 2007). Hal tersebut berarti kondisi tubuh teripang gamat dalam keadaan kurus karena pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Dari hasil uji t dengan selang kepercayaan 95%, keseluruhan pengamatan didapatkan nilai t hitung > t tabel dengan interpretasi tolak H0 = 3. Pola pertumbuhan panjang tidak sama dengan pertumbuhan bobot. Nilai koefisien korelasi r yang menggambarkan keeratan hubungan antara panjang dan bobot dari awal pengamatan 24 Januari 2011 sampai akhir penelitian 05 Maret 2011 mendekati 1. Perubahan panjang sangat berpengaruh terhadap perubahan bobot, tetapi hal ini tidak dapat membuktikan bahwa semakin panjang tubuh teripang gamat maka kondisinya semakin baik.

4.3 Pertumbuhan

Pertumbuhan teripang dihitung berdasarkan panjang atau bobot yang dicapai pada periode waktu tertentu dan dihubungkan dengan panjang atau bobot pada periode awal. Data pertumbuhan keempat jenis teripang dapat dilihat dari Tabel 3 – 6. Periode awal pengukuran panjang dan bobot rerata teripang pasir (lihat Tabel 3) yang berjumlah 19 individu sebesar 17,92 cm dan 345,39 gram. Berdasarkan Tabel 3 nilai laju pertumbuhan panjang rerata teripang pasir adalah 0,037% per hari dan laju pertumbuhan bobot rerata sebesar 0,041% per hari. Pada bulan Oktober 2010 laju pertumbuhan panjang per hari bernilai negatif, hal tersebut diakibatkan oleh sifat elastisitas teripang. Penurunan bobot pada bulan Oktober 2010 dan Maret 2011 diduga akibat faktor internal dan lingkungan. Faktor internal yang mempengaruhi adalah sifat elastisitas teripang, pada saat pengamatan teripang pasir mengalami kontraksi dengan mengerutkan tubuhnya. Faktor lingkungan mencakup dinamika arus, dan curah hujan yang tinggi mempengaruhi ketersediaan makanan dan adaptasi tubuh terhadap lingkungan.

(41)

bobot teripang pasir berkisar 0,268–1,085% per hari dengan rerata sebesar 0,539% per hari sedangkan laju pertumbuhan panjangnya berkisar 0,105–0,427% per hari dengan rerata 0,204% per hari. Perbedaan hasil yang didapatkan dari pengamatan diduga karena perbedaan lokasi penelitian yang didalamnya mencakup perbedaan kandungan bahan organik atau detritus pada substrat perairan dan faktor lingkungan seperti arus, salinitas, dan letak kurungan tancap dari darat.

Tabel 3. Pertumbuhan teripang pasir (Holothuria scabra)

(42)

31

Tabel 4. Pertumbuhan teripang getah (Holothuria leucospilota)

No. Pengamatan Panjang

Panjang rerata dan bobot rerata periode awal diamati pada bulan September 2011 sebesar 14,14 cm dan 107,50 gram (lihat Tabel 5). Nilai laju pertumbuhan panjang dan bobot rerata adalah 0,406% per hari dan 0,784% per hari. Laju pertumbuhan panjang dan bobot harian teripang duri pada Tabel 5 menunjukan bahwa pada bulan Maret 2011 terjadi penurunan bobot. Penurunan bobot dikarenakan oleh persaingan makanan dengan biota lain dan terutama teripang getah dan teripang gamat yang makanan utamanya adalah plankton kelompok diatom (Yusron & Sjafei 1997). Faktor yang mempengaruhi kelimpahan plankton dalam kurungan jaring tancap adalah dinamika arus dan masukkan air tawar ke dalam perairan.

Tabel 5. Pertumbuhan teripang duri (Stichopus horrens)

(43)

0,180% per hari. Data tabel di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan bobot bernilai negatif pada bulan Maret 2011 yang berarti teripang gamat mengalami penurunan bobot dibandingkan dengan bobot periode awal bulan September 2010. Hasil ini sama dengan yang dialami oleh teripang getah dan teripang duri. Ketiga jenis teripang ini memiliki makanan utama yang sama yaitu plankton kelompok diatom sehingga terjadi kompetisi makanan. Selain persaingan makanan dengan teripang lain, biota lain seperti kima, bintang laut, dan gastropoda juga menambah kompetisi makanan dalam kurungan jaringan tancap. Selain faktor lingkungan, faktor internal yang mempengaruhi penurunan bobot adalah sifat elastisitas teripang. Teripang gamat mengeluarkan seluruh kandungan air yang ada dalam tubuhnya dan menyebabkan bobot menurun.

Tabel 6. Pertumbuhan teripang gamat (Stichopus variegatus)

No. Pengamatan Panjang

4.4. Panjang Infinitas Teripang Pasir (Holothuria scabra)

(44)

33

Tabel 7. Parameter pertumbuhan dengan metode Ford – Walford

T Panjang L(t+∆t) Ln (L∞-Lt) L(t+∆t)-Lt

1 19,40 19,9 1,032 0,50 2 19,90 22,00 0,836 2,10

3 22,00 22,00 -1,572 0

4 22,00 22,00 -1,572 0

5 22,00

Hasil yang didapatkan berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Uehara (1991) in Choo (2008) di Jepang yaitu sebesar 37,00 cm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan adaptasi individu terhadap lingkungan dan kurangnya waktu pengamatan serta letak geografis yang berbeda.

4.5. Tingkat Kelangsungan Hidup Teripang Pasir (Holothuria scabra)

(45)

Gambar 20. Tingkat kelangsungan hidup teripang pasir berdasarkan waktu pengamatan

Pengurangan individu ini kemungkinan dikarenakan oleh kemampuan adaptasi terhadap lingkungan baru,dimana tiap individu teripang memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda. Selain itu, salinitas yang ideal untuk pertumbuhan teripang pasir adalah 32,0 - 35,0‰. Pada lokasi penelitian ini, salinitas yang diamati berkisar 27,0 – 30,0‰. Perbedaan sampai 3,0‰ dapat menyebabkan pengelupasan kulit dan dalam kondisi ekstrim dapat menyebabkan kematian (James et al. 1988 in Gultom 2004). Pada pengamatan bulan Oktober 2010 ditemukan beberapa teripang yang mengalami pengelupasan kulit.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah lolosnya teripang melalui celah jaring, pencurian oleh manusia, dan adanya predator dan hama bagi teripang yaitu kepiting dan bintang laut. Hewan tersebut suka menempel pada tubuh teripang sehingga dapat melukai dan menimbulkan luka pada tubuh teripang pasir. Apabila teripang pasir tidak tahan maka luka akan semakin membesar dan menyebabkan kematian. Pada pengamatan bulan Januari 2011 penurunan individu terjadi akibat peningkatan jumlah kepiting dalam kurungan sejak bulan Desember 2010.

(46)

35

4.6. Alternatif Pengelolaan Pemacuan Stok Teripang Pada Kawasan Konservasi Lamun Pulau Pramuka

(47)

5.1. Kesimpulan

Kualitas air yang mencakup parameter biologi, fisika, dan kimia perairan pada pengamatan bulan September 2010 sampai Maret 2011 secara ekologis dikatakan cocok untuk kehidupan teripang getah (Holothuria leucospilota), teripang duri (Stichopus horrens), dan teripang gamat (Stichopus veriegatus). Untuk teripang pasir (Holothuria

scabra), parameter fisika dan kimia perairan yang mencakup kandungan bahan organik dan salinitas dikatakan kurang untuk mendukung pertumbuhannya.

Pola pertumbuhan teripang pasir (Holothuria scabra), teripang getah (Holothuria leucospilota), teripang duri (Stichopus horrens), dan teripang gamat (Stichopus variegatus) bersifat allometrik negatif. Laju pertumbuhan panjang dan bobot harian rerata yang paling baik dari keempat jenis teripang dalam wadah pemeliharaan adalah teripang duri (S. horrens). Panjang infinitas teripang pasir selama 7 bulan pengamatan diperkirakan mencapai 22,56 cm dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 30%. Oleh karena itu, kegiatan pemacuan stok di Pulau Pramuka kurang efektif untuk menunjang pertumbuhan teripang yang ada dalam kurungan jaring tancap.

5.2. Saran

Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya antara lain :

1. Analisis panjang infinitas teripang pasir dibutuhkan waktu yang lebih dari 7 bulan; 2. Analisis kandungan bahan organik pada substrat dilakukan tiap pengamatan agar diketahui perubahan kandungan bahan organiknya dari musim timur sampai musim barat;

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz A. 1997. Status penelitian teripang komersial di Indonesia. Oseana. 22 (1) : 9 – 19. , 1995. Beberapa catatan tentang teripang bangsa Aspidochirotida. Oseana. 20 (4) : 11 – 23.

Barnes RD. 1963. Invertebrates zoology. W. B Sounders Company. Tokyo.

Bell DJ, Purcell WS, & Nash JW. 2008. Restoring small-scale fisheries for tropical sea cucumbers. Ocean & Coastal Management xxx (2008) : 1-5, Elsevier.

Choo PS. 2008. Population status, fisheries and trade of sea cucumbers in Asia. In V. Toral-Granda, A. Lovatelli and M. Vasconcellos (eds). Sea cucumbers. A global review of fisheries and trade. FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper. No. 516. Rome, FAO. pp. 81-118.

Darsono P, Aziz A, & Djamali A. 1998. Kepadatan stok teripang pada beberapa lokasi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Kelautan ke-2 24-27 Juni 1998, Ujung Pandang. Puslitbang Oseanologi LIPI, Ancol, Jakarta. Indonesia.

Darsono P. 2006. Upaya budidaya teripang (Holothuroidea, Echinodermata) : pembenihan teripang pasir Holothuria scabra Jaeger. Lembaga Oseanologi Nasional. LIPI Press. Jakarta. vii + 60.

Dwindaru B. 2010. Variasi spasial komunitas lamun dan keberhasilan transplantasi lamun di Pulau Pramuka dan Kelapa Dua, Kep.Seribu, Prov. DKI Jakarta [Skripsi]. Depatemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71hlm.

Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. 155hlm

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air : bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm.

(49)

Hearn A & Pinillos F. 2006. Baseline information on the warty sea cucumber Stichopus horrens in Santa Cruz, Galapagos, prior to the commencement of an illegal fishery. SPC Beche-de-mer Information Bulletin : 24.

Martoyo J, Aji N, & Winanto T. 2006. Budidaya teripang (Ed).Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 72 hlm.

King M. 2007. Fisheries biology, assessment and management. Second Edition. Blackwell Publishing. Australia.

Purcell SW, et al. 2010. Managing sea cucumber fisheries with an ecosystem approach. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Roma.

Ricker WE. 1975. Computation and interpretation of biological statistic of fish population. Bulletin of Fisheries Research Board of Canada. 119 : 382.

Rowe FNE. 1969. A Review of the family Holothuriidae (Holothuroidea : Aspidochirotida). Bull of The British Museum (Nat His) Zoology. London. Vol (18) 4.

Steel RGD & Torrie JH. 1993. Prinsip dan prosedur statistika suatu pendekatan biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Taurusman AA, Damar A, Adrianto L, & Trihandoyo A. 2009. Model restorasi ekosistem lamun (seagrass) dan restocking teripang dengan pendekatan partisipatif : suatu program riset aksi di Pulau Seribu, Jakarta. Prosiding Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun, 18 November 2009, Jakarta. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Taquet C, Setiawan F, Yasuda N, Suharsono, & Nadaoka K. Januari 2011. First

observation of a large group of Holothuria leucospilota sea cucumber juveniles at a nursery in Manado (North Sulawesi, Indonesia). SPC Beche-de-mer Information Bulletin : 31.

Tsiresy G, Pascal B, & Plotieau T. 2011. An assessment of Holothuria scabra growth in marine micro-farms in South-Western Madagascar. SPC Beche-de-mer Information Bulletin : 31.

Wahyuni IS & Hartati ST. 2006. Penelitian pemacuan stok teripang di perairan Kepulauan Seribu. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Balai Riset Perikanan Laut, Jakarta

(50)

39

Yusron E & Sjafei D. 1997. Studi analisa makanan dari beberapa jenis teripang (Holothuroidea) di perairan Pulau Ambon. p. 781–785. In : Konservasi dan pendayagunaan sumberdaya alam hayati di Indonesia yang berwawasan lingkungan. Prosiding II : Seminar Nasional Biologi XV, 1997, Lampung. Indonesia.

Palomares & Pauly. 2011. www.Sealifebase.org. [terhubung berkala].

(51)
(52)

41

Lampiran 1. Gambar pengamatan di lapang

A. Kurungan jaring tancap (sea pen) B. Teripang dalam wadah yang akan diukur

C. Pengukuran bobot teripang D. Pengukuran panjang teripang

(53)
(54)

43

Lampiran 2. Tabel panjang dan bobot teripang pasir

23 September 2010 30 Oktober 2010

Panjang Bobot LN L LN W

10 Februari 2011 05 Maret 2011

Panjang Bobot LN L LN W

* panjang yang diamati untuk menentukan panjang infinitas

(55)
(56)

45

Lampiran 4. Tabel panjang dan bobot teripang duri

(57)
(58)

47 Lampiran 6. Contoh analisis data panjang-bobot dengan ANOVA

Gambar

Gambar 3.  Teripang duri (Stichopus horrens)
Gambar 5. Media pembesaran (sea pen culture)
Tabel 2. Hasil pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perairan di lokasi
Gambar 8.  Hubungan panjang  – bobot teripang pasir pada pengamatan II
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(b) Vena pulmonari mengangkut darah beroksigen dari peparu ke jantung, manakala aorta mengangkut daarah beroksigen dari jantung ke semua bahagian bada, kecuali peparu..

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C terhadap kadar hemoglobin

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan

 Untuk angkutan udara domestik, jumlah pesawat yang berangkat dari bandara Ngurah Rai pada bulan Desember 2015 sebanyak 3.372 unit penerbangan, atau naik 18,19 persen

Dari definisi diatas, dapat dikatakan bahwa pengertian manajemen sumber daya manusia secara garis besar sama yaitu bahwa manajemen sumber daya manusia mendayagunakan tenaga

Kajian tentang pengaruh ekstrak berbagai varietas daun tembelekan ( Lantana camara Linn.) terhadap penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus sebagai penunjuang

Harga kebutuhan Game dibagi menjadi 3 kategori, yaitu Murah, Sedang, dan Tinggi yang disajikan dengan grafik pada Gambar 9. Harga