• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerjasama Pertahanan Indonesia - Korea Selatan dalam Bidang Pengembangan Pesawat Tempur Korea Fighter Experiment 2010-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerjasama Pertahanan Indonesia - Korea Selatan dalam Bidang Pengembangan Pesawat Tempur Korea Fighter Experiment 2010-2015"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DATA PRIBADI :

1.

Nama

: Astria Anggraeni

2.

Tempat dan Tanggal Lahir

: Bandung, 21 Maret 1995

3.

Jenis Kelamin

: Perempuan

4.

Kewarganegaraan

: Indonesia

5.

Agama

: Islam

6.

Alamat

: Jl. Siliwangi dalam I No. 67 RT

01/ RW 01 Kel. Cipaganti Kec.

Coblong 40131 Bandung

7.

No. Telepon

: 082219193632

8.

Berat badan

: 43Kg

9.

Tinggi Badan

: 160 Cm

10.

Status Marital

: Tidak Kawin

11.

E-mail

: anggraeniastria@gmail.com

12.

Orang Tua

a.

Nama Ayah

: Soleh Taryana

Pekerjaan

: Pegawai Negeri Sipil

Alamat

: Jl. Siliwangi dalam I No. 67 RT

01/ RW 01 Kel. Cipaganti Kec.

Coblong 40131 Bandung

b.

Nama Ibu

: Riyani

Pekerjaan

: -

(3)

PENDIIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

2012-2016 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Komputer Indonesia, Bandung

1. 2009-2012 SMA Pasundan 8 Bandung Berijazah

2. 2006-2009 SMPN 35 Bandung Berijazah

3 2000-2006 SD Negeri Cisitu Bandung Berijazah

KEAHLIAN/BAKAT

No.

Uraian

1.

Operasionaliasi Microsoft Office

2.

Bahasa Inggris Aktif & Pasif

3.

Komputer Hardware

Bandung, 30 Agustus 2016

Hormat saya,

(4)

TEMPUR KOREA FIGHTER EXPERIMENT (2010-2015)

The Defense Cooperation Between Indonesia - South Korea in the Field of

Combat Korea Fighter ExperimentAircraft Development

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana S1 (Strata Satu) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Oleh,

ASTRIA ANGGRAENI NIM. 44312018

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(5)

iii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Sesungguhnya segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, Dzat Yang Maha Kuasa, yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya. Sholawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabat-sahabatnya serta bagi mereka yang

istiqomah dijalan-Nya. Alhamdulillah, atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaisalah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Universitas Komputer Indonesia. Saya juga menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya dukungan moral maupun material dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan setulus hati saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yth. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo., Drs., M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan arahan dan restu dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi sehingga dapat tercapai gelar sarjana.

(6)

iv

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini juga memberikan begitu banyak ilmu pengetahuan yang menambah wawasan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan mendidik serta memberikan banyak masukan dalam perkuliahan serta penyusunan skripsi.

4. Yth. Bapak H.Budi Mulyana, S.IP, M.Si, sebagai Dosen telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan serta membagikan pengalamannya selama menjalani perkuliahan, dan juga memberikan masukan dan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

5. Yth. Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP, M.Si, sebagai Dosen telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan serta membagikan pengalamannya selama menjalani perkuliahan, dan juga memberikan masukan dan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. 6. Yth. Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP, sebagai Dosen telah memberikan banyak

ilmu pengetahuan dan wawasan serta membagikan pengalamannya selama menjalani perkuliahan, dan juga memberikan masukan dan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

(7)

v sampai kapanpun.

8. Yth. Ibu Dwi Endah Susanti, S.E, Sekretariat Prodi Ilmu Hubungan Internasional yang telah banyak membantu peneliti selama masa kuliah dan juga semasa menyelesaikan skripsi baik dalam aspek administrasi terutama pada saat administrasi untuk mengikuti seminar usulan penelitian dan sidang sarjana sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

9. Yth. Ibu Adeline Indah Marissa sebagai Kepala seksi Sub Direktorat Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri yang dengan terbuka menerima dan membantu saya untuk melakukan riset/penelitian guna terkumpulnya data-data tesis yang diperlukan.

10.Yth. Bapak Andithya, sebagai wakil Sub Bagian Politik Hukum dan Keamanan, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional yang dengan terbuka menerima dan membantu saya untuk melakukan riset/penelitian guna terkumpulnya data-data tesis yang diperlukan.

11.Terima Kasih kepada Rizal Budi Santoso yang telah memberikan arahan dan selalu menyemangati peneliti serta memberikan dukungannya dalam mengerjakan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

(8)

vi

pengerjaan skripsi dan semuanya baik pertemanan dan lain-lain selama menjalani perkuliahan.

14.Terimakasih kepada Dilisuci Desuari, Handi Aryana Meisandi, Rangga Gilang, Billyadin Insanu Muharam, Weno Guna Utama, Edmondus

Iswenyo Noang dan aa Yoma Printer yang sudah banyak membantu peneliti dalam pengerjaan skripsi baik dalam segi moril maupun materil. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu, Peneliti menharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat menyempurnakan tugas akhir ini di masa mendatang.

Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini bisa dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bandung, Agustus 2016 Peneliti

(9)

viii

Hal

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Perumusan Masalah ...20

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 21

1.3.1 Maksud Penelitian ...21

1.3.2 Tujuan Penelitian ...22

1.4 Kegunaan Penelitian ...22

1.4.1 Kegunaan Teoritis ...22

(10)

ix

2.1.1 Kerjasama Internasional ...23

2.1.1.1 Kerjasama Bilateral ...24

2.1.1.2 Kerjasama Pertahanan ... 26

2.1.2 Perjanjian Internasional ...28

2.1.3 Industri Pertahanan ... 2.1.4 Kepentingan Nasional ... 31 36 2.2 Kerangka Pemikiran ...40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...45

3.2 Informan Penelitian ...45

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.3.1 Studi Pustaka ...46

3.3.2 Penelusuran Data Online ...47

3.3.3 Metode Dokumentasi ...47

3.3.4 Wawancara ...47

3.4 Uji Keabsahan Data ...48

3.5 Teknik Analisa Data ...48

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ...49

3.6.1 Lokasi Penelitian ...49

(11)

x

4.1.1 Gambaran Objek Penelitian ...51 4.1.1.1 Hubungan Bilateral Indonesia – Korea Selatan ...51

4.1.1.1.1 Hubungan Politik ...53 4.1.1.1.2 Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan

Investasi ...54 4.1.1.1.3 Kerjasama Komunikasi dan Teknologi

Informasi ... 57 4.1.1.1.4 Kerjasama Bidang Hukum ... 58 4.1.1.1.5 Kerjasama Bidang Pertahanan dan

Keamanan ... 59 4.1.1.2 Industri Pertahanan Kedirgantaraan Korea Selatan dan

Indonesia ...61 4.1.1.2.1 Korean Aerospace Industries (KAI) ...61

4.1.1.2.2 PT. Dirgantara Indonesia ...62 4.1.1.3 Pengembangan Pesawat Tempur Korean Fighter

Experimen / Indonesia Fighter - Ecperimen ...68 4.1.2 Analisa Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ...74 4.2 Analisa Hasil Penelitian dan Pembahasan ...77

4.2.1 Kepentingan Nasional Korea Selatan – Indonesia Dalam Menjalankan Kerjasama Pertahanan Di Bidang

(12)

xi

4.2.2 Alasan Pemerintah Korea Selatan Memilih Indonesia Untuk Melakukan Kerjasama Pertahanan Dalam Bidang

Pengembangan Pesawat Tempur ...93

4.2.3 Hasil Pelaksanaan Kerjasama Pertahanan Dalam Bidang Pengembangan Pesawat Tempur Indonesia – Korea Selatan Dari Tahun 2010 - 2015 ...101

BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ...114

5.2 Saran ...116

Daftar Pustaka ... 119

(13)

xii

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ...50 Tabel 4.1 Kerjasama Indonesia Korea Selatan ...52

Tabel 4.2 Peringkat Kepemilikan Alutsista Udara di Asia Tenggara pada

tahun 2015 ...86 Tabel 4.3 Rincian Kegiatan PT. Dirgantara Indonesia dalam Program

(14)

xiii

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 44

Gambar 4.1 Spesifikasi Pesawat Tempur KFX/IFX ...74 Gambar 4.2 Perbandingan Kekuatan Alutsista Udara antara Korea

Utara dan Korea Selatan ...80 Gambar 4.3 Pesawat yang telah di Produksi dan di Ekspor oleh PT.

Dirgantara Indonesia ... 95

Gambar 4.4 Negara – negara Pengguna Pesawat Buatan Indonesia ... 96 Gambar 4.5 Roadmap Hubungan antara Projek FX-III dengan

Penundaan Project KFX/IFX Oleh Korea Selatan ………... 103 Gambar 4.6 Design KFX/IFX C-103 Conventional Wing Dual Engine . 107 Gambar 4.7 Design KFX/IFX C-203 Delta Wing Dual Engine ……….. 107 Gambar 4.8 Perbandingan Design Mesin C-103 ………. 109 Gambar 4.9 Perkiraan Perbandingan Kemungkinan Radar KFX/IFX

(15)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori Dan Praktik Indonesia. Bandung : PT. Refika Aditama.

Couloumbis, Theodore A. dan Wolfe, James H. 2004. Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power, terjemahan Marcedes Marbun. Putra Abardin : Jakarta

Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktek. Yogyakarta : PT. Graha Ilmu.

Fadillah, Muhammad I. 2005. Prospek Hubungan Bilateral Indonesia dan Amerika: Membangun Saling Pengertian. Pusat Kajian Administrasi

Internasional dan Lembaga Administrasi Nasional. Jakarta.

Goldstein, Joshua S. and Jon C. Pevehouse. 2010. International Relations, Longman: New York.

Jackson, Robert H. dan Sorensen Georg. 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori & Praktek. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Karim, Silmy. 2014. Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

(16)

Lee, Tae-Woo, 2009, Military Technologies of the World, Connecticut: Praeger Security International.

Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional. Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung : Alumni.

Perwita, A.A Banyu, dan Yanyan Moch. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Rachmat, Angga Nurdin. 2015. Keamanan Global Transformasi Isu Keamanan Pasca Perang Dingin. Bandung: Alfabeta

Rana, Kishan S. 2002. Bilateral Diplomacy. New Delhi: Manas Publications. Rudy, Teuku May. 2002. Studi Strategis: Dalam Transformasi Sistem

Internasional Pasca Perang Dingin. Bandung : PT. Refika Aditama.

______________. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global Isu, Konsep, Teori, dan Paradigma, Bandung : PT Refika Aditama,

Shawn QC, Malcom N. 2013. Hukum Internasional., Bandung : Nusa Media. Simamora, Parulian. 2013. Peluang dan Tantangan; Diplomasi Pertahanan,

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sitepu, Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tambunan, Tulus. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Jakarta: Pustaka LP3S

(17)

B. JURNAL ILMIAH

Bitzinger, Richard. “Towards a Brave New Arms Industry”, Adelphi Papers, 356, London: Routledge, 2003.

Ghosh, Amiya Kumar, “Budgeting for Desired Defense Capability”, Dalam

Journal of Defence Studies, Winter 2008

C. DOKUMEN

Kementrian Pertahanan, “Peran Teknologi Pertahanan Dalam Mempertahankan

Kedaulatan Negara”, dalam Litbang Pertahanan Indonesia, Vol 14, No 27,

2011

Yan, Seung-Yoon, “Hubungan Bilateral Indonesia–Korea dan Pentingnya Studi

Korea”, paper presentasi dalam Dies Natalis ke-50 Universitas Janabadra, 25 Oktober 2008

PT. Dirgantara Indonesia, “Fighter Joint Development”, paper presentasi kepada

Bappenas, 1 September 2010

D. RUJUKAN ELEKTRONIK

http://analisismiliter.com/artikel/part/127/Indonesia_Korea_Teken_Kontrak_Fase _EMD_KFXIFX_Resmi_Dimulai, diakses pada 14 Mei 2016.

(18)

http://www.cnnindonesiancom/nasional/20160301132328n20n114559/terjalnjalan nindonesianwujudkannpesawat-tempur-siluman/2, diakses pada 7 Maret 2016.

http://www.flightglobal.com/news/articles/kf-x-flight-test-in-2016-or-2017-363692/, diakses pada 14 Mei 2016.

http://www.globalsecurity.org/military/world/rok/kai.htm, diakses pada 4 Maret 2016.

http://www.indomiliter.com/setelah-perkuat-komitmen-pt-di-mulai-bangun-hangar-pembangunan-jet-kfxifx/, diakses pada 29 April 2016.

http://www.indonesiaseoul.org/indexs.php, diakses pada 1 Mei 2016.

http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/indokor/, diakses pada 13 Mei 2016.

https://m.tempo.co/read/news/2013/06/13/118488162/indonesia-korea-selatan-tingkatkan-hubungan/, diakses pada tanggal 13 Mei 2016.

http://nasional.sindonews.com/read/1075117/14/kemhan-lanjutkan-pembangunan-pesawat-tempur-1452154462/, diakses pada 15 Maret 2016.

http://pesawattempur.com/read/18/Project_Pesawat_Tempur_KFXIFX_Korea_da n_Indonesia, diakses pada 14 Mei 2016.

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/kfxifx-jet-tempur-masa-depan-buatan-indonesia-korsel/, diakses pada 7 Maret 2016.

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id= 11&Itemid=41, diakses pada 13 Mei 2016.

(19)

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160107123616-20-102817/buat-prototipe-pesawat-tempur-indonesia-siapkan-rp18-triliun/, diakses pada 26 Mei 2016.

http://news.liputan6.com/read/2377013/dubes-cho-kfxifx-buatan-ri-korsel-jet-tempur-masa-depan, diakses pada 2 Juni 2016.

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160301171750-20-114665/kembangkan-jet-tempur-tonggak-baru-industri-dirgantara-ri/, diakses pada 4 Juli 2016.

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160301191843-23-114685/deretan-pesawat-buatan-indonesia/, diakses pada 4 Juli 2016.

http://www.cnnindonesia.com/nasional2016030119235023114689negara-negara-pengguna-pesawat-buatan-indonesia/, diakses pada 2 Juli 2016.

http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=116977 diakses pada 2 Juli 2016

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160303162356-20-115171/connie-jet-tempur-indonesia-korsel-jangan-sekadar-euforia/, diakses pada 10 Juni 2016.

http://www.globalfirepower.com/countriescomparisondetail.asp?form=form&cou ntry1=NorthKorea&country2=SouthKorea&Submit=Compare+Countries http://www.globalfirepower.com/aircraft-total.asp, diakses pada 18 Juni 2016. http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2014/01/116_149209.html,

(20)

http://www.cnnindonesia.com/nasional/2016030119131223114684/membedah-pesawat-tempur-siluman-korsel-indonesia/, diakses pada tanggal 18 Juni 2016.

http://www.koreaaero.com/english/product/productAll.asp, diakses pada 8 Agustus 2016.

http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/detailkerjasamabilateral.aspx?id=90 diakses pada 7 Agustus 2016.

http://www.indonesian-aerospace.com/, diakses pada 7 Agustus 2016.

http://id.kampusmiliter.com/kapabilitas-militer/ikpm-2015/alutsista-trimatra-2015/alutsista-udara-2015/, diakses pada 6 Agustus 2016. http://www.indonesian-aerospace.com/, diakses pada 8 Agustus 2016. http://www.ausairpower.net/aesa-intro.html, diakses pada 6 Agustus 2016. http://www.aviationweek.com/Article.aspx?id=/articlexml/AW_10_28_2013_p24

-629700.xml, diakses pada 6 Agustus 2016.

http://www.cnnindonesia.com/nasional2016030119235023114689negara-negara-pengguna-pesawat-buatan-indonesia/, diakses pada 6 Agustus 2016.

http://analisismiliter.com/artikel/part/62/Project_KFXIFX_Hambatan_Tantangan_ dan_Peluang_Sebagai_Jet_Tempur_Indonesia_di_Masa_Datang, diakses pada 8 Agustus 2016.

(21)
(22)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat lain yang melintasi batas-batas negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interpendensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar (Perwita & Yani, 2005 : 3-4).

Pada kenyataannya menunjukan bahwa setiap bangsa dan negara memiliki kebutuhan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan tidak selalu dipenuhi oleh potensi setiap negara itu sendiri, keadaan yang demikian mendorong sebuah negara untuk saling mengadakan hubungan antar negara. Setiap negara memiliki posisi yang berbeda-beda, baik dalam bidang ekonomi, keamanan, politik atau sumber daya manusia. Oleh karenanya setiap negara tidak dapat lepas dari keterlibatannya dengan negara lain dalam bentuk hubungan kerjasama antar negara (Suprapto, 2005 : 20).

(23)

tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif (Dougherty dan Pfaltzgraff, 2007 : 418).

Fenomena saling ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar masalah memang telah terlihat dalam interaksi hubungan internasional. Hal ini tercermin dari pembentukan kelompok kerjasama regional baik berlandaskan kedekatan geografis maupun fungsional yang semakin meluas. Sehingga integrasi ekonomi regional dan bahkan integrasi ekonomi global merupakan fenomena yang diterima sebagai bentuk kerjasama internasional bagi setiap negara. Kerjasama dalam konteks yang berbeda, namun kebanyakan interaksi kerja sama terjadi secara langsung di antara dua negara yang menghadapi masalah atau hal tertentu yang mengandung kepentingan bersama. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita & Yani, 2005 : 33).

(24)

s/IFPDisplay.aspx?Name=BilateralCooperation&IDP=68&P=Bilateral&l=id diakses pada 13 Mei 2016).

Dalam konteks hubungan bilateral, Indonesia dan Korea Selatan berada dalam posisi yang saling melengkapi, yakni kedua negara tersebut berpotensi untuk mengisi satu sama lain. Terlihat dari kondisi masing-masing negara yang masih membutuhkan negara lainnya untuk melengkapi kebutuhan dalam negerinya. Di pihak Indonesia memerlukan modal/investasi, teknologi dan produk-produk teknologi. Di lain pihak, Korea Selatan memerlukan sumber alam/mineral, tenaga kerja dan pasar Indonesia yang besar. Disamping itu, bagi Indonesia, Korea Selatan merupakan alternatif sumber teknologi khususnya di bidang heavy industry, IT dan telekomunikasi.

Hubungan dan kerjasama bilateral Indonesia dan Korea Selatan semakin dekat setelah kedua negara menandatangani beberapa deklarasi kemitraan strategis yang berkembang dengan baik di bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi. Kerjasama yang terbentuk antara Indonesia dan Korea Selatan untuk pertama kalinya adalah berupa kerjasama ekonomi dan teknik. Sebagai upaya meningkatkan kerjasama ekonomi dan teknik kedua negara maka pada tanggal 21 April 1971, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea Selatan menandatangani sebuah dokumen Kesepakatan Kerjasama Ekonomi dan Teknik yang disebut sebagai Agreement regarding Economic and Technical Cooperation and Trade Promotion between the

(25)

hubungannkeduannegaranmenjadinlebihneratn(http://www.setneg.go.id/index.php?op tion=com_content&task=blogcategory&id=11&Itemid=41 diakses pada 13 Mei 2016).

Selama berlangsungnya hubungan kenegaraan yang akrab, kedua negara telah membuat 28 persetujuan antar pemerintah. Dan banyaknya jumlah persetujuan yang disepakati oleh kedua negara tersebut semakin meningkat tiap dasawarsa. Pada dasawarsa 1970-an, kedua negara hanya menandatangani 2 buah persetujuan. Namun, pada dasawarsa 1980-an, jumlah persetujuan yang ditandatangani oleh kedua negara, meningkat menjadi 6 buah, sedangkan sepanjang dasawarsa 1990-an terdapat 9 persetujuan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sepanjang tahun 2000 sampai Februari 2001, kedua negara telah menambah lagi jumlah persetujuan sebanyak 7 buah dan beberapa proyek kesepakatan lainnya untuk kedepannya (Seung-Yoon, 2004 : 6).

(26)

Indonesia and the Republic of Korea on Strategic Partnership to Promote

Friendship and Cooperation in the 21stCentury. Kedua negara juga telah berhasil membentuk Joint Commission Ministerial Level, yang dilaksanakan di Seoul pada tanggal 8-9 Juni 2006. Pertemuan ini ditujukan untuk lebih meningkatkan hubungan bilateral kedua negara yang terjalin dengan baik selama ini. Kedua negara juga sepakat untuk meningkatkan kerjasama di beberapa bidang antara lain kerjasama di bidang pertahanan, kehutanan, energi dan ilmu pengetahuan, namun tidak menutup kemungkinannuntuknmelakukannkerjasamandinbidangnlainnyan(http://www.indones iaseoul.org/indexs.php. diakses pada 13 Mei 2016)

Di bidang pertahanan, Korea Selatan telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas prajurit TNI. Dalam kaitan tersebut Indonesia dan Korea Selatan telah menyepakati kerja sama kegiatan di bidang pertahanan, antara lain melalui nota kesepahaman dan perjanjian di bidang logistik, kerja sama industri serta barang dan jasa untuk kepentingan pertahanan. Kerjasama pertahanan merupakan sarana pengembangan diplomasi pertahanan untuk membangun komunikasi dan saling percaya dengan negara lain di kawasan maupun di luar kawasan. Kerjasama pertahanan tidak mengarah kepada pembentukan pakta pertahanan dan lebih dikembangkan dalam model kerjasama bilateral untuk membangun Confidence Building Measures

(CBM‟s) untuk mendorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas pertahanan negara

(27)
(28)

2020 sudah ada regenerasi pesawat tempur untuk kedua pihak (http://pesawattempur.com/read/18/Project_Pesawat_Tempur_KFXIFX_Korea_dan_I ndonesia diakses pada 14 Mei 2016).

Meskipun share pemerintah Indonesia hanya 20 (dua puluh) persen dari total biaya yang diperkirakan akan menelan US$ 6-8 Miliar, pemerintah bermaksud akan terlibat penuh pada seluruh prosesi pengembangan yang meliputi 3 (tiga) fase, yakni: (1) technology development phase; (2) engineering and manufacturing phase

(EMD); dan (3) production and development phase. Technology development phase

sendiri sudah berjalan ditandai oleh peresmian Combined Research and Development Center (CRDC) di Daejon Korea Selatan pada 2 Agustus 2011.Sedangkan tahapan

engineering and manufacturing phase diterangai akan dimulai tahun 2013, walau sebetulnya tahun 2012 sudah dapat dimulai karena tahapan technology development phase sudah selesai dilakukan antara PT. DI dan KAI dibantu oleh Institut Teknologi Bandung. Rencana terakhir bila mengutip pernyataan KAI, tahun 2016 atau paling lambatn2017nsudahnbisandilakukannujinterbangn(flighntest)n(http://www.flightglob al.com/news/articles/kf-x-flight-test-in-2016-or-2017-363692/, diakses pada 14 Mei 2016).

(29)

tahun 2008 hingga 2009. Lalu dilanjutkan dengan tahapan-tahapan: (1) Penandatanganan LoI on the Joint Development of a Fighter Jet Project, 9 Mei 2009, (2) MoU on the Project Development of Korean Future Fighter (KF-X), 15 Juli 2010; (3) Project Agreement on Technology Development Phase on Joint Development KF-X, 11 Maret 2011; (4) Arrangement on The Mutual Protection of Intellectual Property Rights in the Joint Development of KF-X, 11 Maret 2011; (5) Peresmian

Combined Research and Development Center (CRDC) antara Balitbang Kemhan RI dan ADD di Daejon 2 Agustus 2011, serta pengiriman 35 (tiga puluh lima) ilmuwan Indonesia sebagai tahap awal; (6) MoU Defense Industry Cooperation Committee

(DICC) pada 9 September 2011 sebagai payung hukum kerjasama industri pertahanan kedua negara. Rapat DICC sendiri baru dilaksanakan pertama kali pada 21 Mei 2012, dengan beberapa rintangan. Yang menjadi polemik adalah cara Korea Selatan menghadapi Indonesia yang dahulu sebagai pembeli agar disejajarkan sekarang sebagai mitra, dan juga adanya sedikit kehati-hatian Korea Selatan dalam memberikan informasi sehingga tertangkap tidak sepenuhnya terbuka dalam kerjasama ini (Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kerjasama Indonesia – Korea Selatan, 2011).

(30)

industri kedirgantaraan. KAI ini sendiri adalah restrukturisasi industri dirgantara yang saling bersaing dimana pada awalnya KAI ini adalah gabungan dari Hyundai (Hyundai Space and Aircraft Company), Samsung (Samsung Aerospace), dan Daewoo (Daewoo Heavy Industries) yang mempelopori kelahiran KAI. KAI pun disokong penuh oleh pemerintah dengan hak-hak produksi eksklusif bagi pekerjaan logistik dan kedirgantaraan pemerintah yang dana pengembangannya ditanggung penuh juga oleh pemerintah Korea Selatan. Hasil nyata dari KAI adalah partisipasi aktif dalam perwujudan karya militer Korea Selatan seperti pesawat tempur latih T-50/A, KT-1, helicopter SB427, dan peralatan elektronik seperti satelit KOMPSAT. KAI pun adalah perakit pesawat KF-16 (F-16 Amerika Serikat dengan lisensi produksi dan spesifikasi khusus untuk Korea Seatan), dan juga telah berhasil memproduksi dan mengekspor salah satunya ke Indonesia proyek pesawat kara sendirindalamnwujudnpesawatnlatihntempurnsupersonicnT50nGoldennEaglen(http:// www.globalsecurity.org/military/world/rok/kai.htm, diakses pada tanggal 4 Maret 2016).

(31)

(Jerman) dan pesawat NC-212 dari CASA (Spanyol) pada 1967, lalu helikopter Puma pada tahun 1976 dari Perancis, joint venture antara PT. DI dan CASA yang melahirkan Aircraft Technology Industry (Airtech) yang melahirkan CN-235, dan kerjasama pada tahun 1982 antara PT. DI dan dengan Boeing dan Bell Helicopter (Bell-412). Tahapan kedua PT. DI bersamaan dengan perubahan nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara dan memasuki tahap pengembangan teknologi mandiri untuk produk baru. Terwujud dalam keberhasilan rancang bangun dan peluncuran pesawat angkut serba guna N250 pada 10 Agustus 1995. Tahapan ketiga dalah fase mempertahankan keunggulan industri dirgantara, yang dalam usahanya adalah pengembangan pesawat N2130 dengan kapasitas angkut lebih dari 100 penumpang.

(32)

masa depan. Tujuan dari kerjasama ini diharapkan mampu membuat industri alutsista negara semakin kuat dan meningkatkan ketahanan dan pertahanan negara. Hal ini disetujui oleh Korea Selatan dan akan menempatkan Indonesia sebagai mitra strategis dalam kerjasama di bidang industri pertahanan (Simamora, 2013 : 78).

Kerja sama di bidang pertahanan antara Indonesia dan Korea Selatan khususnya kerja sama dalam program pengembangan pesawat tempur terus berlanjut. Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan Strategic Cooperation Agreement

(SCA) antara PT. Dirgantara Indonesia (DI) dan Korea Aerospace Industries (KAI). SCA tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama PT. DI Budi Santoso bersama CEO KAI Ha, Sung Yong dan disaksikan langsung Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu bersama Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Cho Taiyoung. Penandatanganan SCA ini merupakan langkah awal yang cukup strategis antara industri pertahanan Indonesia dan Korea Selatan. Di dalam SCA secara

Bussines to Bussines, dimana PT. DI dengan KAI akan melaksanakan kerja sama yang meliputi fase produksi pesawat tempur termasuk maintenance/ sustainability, modification dan upgrading, disamping potensi kerja sama lainnya sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas kedua negara yang akan dilaksanakan secara simultan sejalan dengan pelaksanaan fase Engineering Management and Development (EMD) (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160301132328/20/114559/terjalnjalannind onesianwujudkannpesawat-tempur-siluman/2, diakses pada tanggal 7 Maret 2016).

(33)

Korean Fighter Xperiment/ Indonesia Fighter Xperiment ini sendiri sebetulnya merupakan proyek lama Republic of Korea Air Force (ROKAF) yang baru bisa terlaksana sekarang. Proyek ini digagas presiden Korea Kim Dae-Jung pada bulan Maret 2001 untuk menggantikan pesawat-pesawat yang lebih tua. Pesawat tempur ini diproyeksi untuk memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistem avionic yang lebih baik serta kemampuan anti radar (stealth). Pemerintah Korea akan menanggung 60 persen biaya pengembangan pesawat, sejumlah industri dirgantara negara itu diantaranya Korean Aerospace Industry menanggung 20 persennya. Pemerintah Indonesia 20 persen dan akan memperoleh 50 pesawat yang mempunyai kemampuan tempur melebihi F-16 ini dan 100 pesawat untuk Korea. Total biaya pengembangan selama 10 tahun untuk membuat prototype pesawat itu diperkirakan menghabiskan dana 6-8 miliar US Dollar. Pemerintah Indonesia akan menyiapkan dana USD 1,2 – 1,6 miliar. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia – Korea Selatan itu sudah dilakukan pada 15 Juli 2010 yang lalu di Seoul, Korea Selatan diharapkan pada tahun 2020 sudah ada regenerasi pesawat tempur untuk kedua pihak (http://www.indomiliter.com/setelahnperkuat/komitmennptndinmulainbangunnhangar pembangunan-jetkfxifx/, diakses pada tanggal 29 April 2016).

(34)

China, keberadaan Amerika Serikat di Singapura sebagai patron, dan revitalisasi persenjataan Malaysia. Kerjasama ini akan menguntungkan kedua negara dalam memandirikan industri kedirgantaraannya, walaupun memang tidak dimulai dari nol, karena kedua negara berambisi untuk memiliki pesawat tempur sendiri dan pada suatunmasantelahnmembangunnterlebihndahulunkompetensinsertaninfrastrukturnunt uknmendukungnambisintersebutn(http://nasional.sindonews.com/read/1075117/14/ke mhan-lanjutkan-pembangunan-pesawat-tempur-1452154462,diakses pada tanggal 15 Maret 2016).

Keputusan Korea Selatan memasukkan Indonesia sebagai mitra strategis bukan tanpa alasan dan tak terjadi dengan tiba-tiba, saling percaya antardua negara terentang sejak tahun 2006. Tahun 2006 Indonesia dan Korea Selatan pernah menandatangani deklarasi bersama mengenai kemitraan strategis untuk mempromosikan persahabatan dan kerjasama antara Republik Indonesia dan Republik Korea. Penandatanganan tersebut mengatur bahwa kedua negara akan saling melengkapi satu sama lain, tahun 2008 Korea Selatan menawarkan kerjasama kepada Indonesia untuk mengembangkan jet tempur. Tahun berikutnya, 2009 kedua negaranmenekennLetternofnIntentn(http://www.cnnindonesia.com/nasional/2016013 232820114559/terjalnjalannindonesianwujudkannpesawatntempurnsiluman/,ndiakses pada tanggal 2 Mei 2016).

(35)

tempur pada khususnya. Usaha yang telah terekam sejarah pun menunjukan bahwa langkah-langkah kedua negara membangun industri ini dari nol dengan menggandeng negara besar (first-tier) yang memiliki teknologi, desain rancang bangun, tenaga ahli, dan juga modal investasi sudah dicoba dijalankan dengan hasil variatif. Korea Selatan menggandeng Amerika Serikat sebagai mitra utama dalam industri pertahanan

mereka dengan pertimbangan menggandeng negara adi daya “pemenang” Perang

Dunia II dan Perang Dingin sebagai sekutu menghalau ancaman dari Korea Utara (dan patron-patronnya) serta ancaman dari negara lain di kawasan. Indonesia pun dengan upayanya dalam lisensi-produksi dengan menggandeng beberapa negara mencapai tingkat dimana PT. DI telah menjadi produsen suatu pesawat angkut yang tidak bisa disamakan dengan pesawat tempur sarat teknologi, dan selain itu menjadi kontraktor bagian-bagian pesawat bagi perusahaan besar lainnya (Tae, 2009 : 9).

Dalam kenyataannya industri ini memang terdapat suatu tingkatan atau kelas kelas yang membagi kemampuan para negara-negara di dunia yang mendikte output

(36)

ditembus. Akibatnya yang terjadi adalah negara berkembang membeli pasokan persenjataan mereka termasuk pesawat tempur dalam bentuk built-up dari negara maju, walau ada beberapa yang dirakit di negara tujuan, namun tetap saja komponen penting dan sumber pengetahuan di balik komponen-komponen yang tinggi tingkatan ipteknya seperti mesin dan sistem persenjataan pesawat masih dijaga penuh kerahasiaannya oleh negara maju (Bitzinger, 2006 : 6).

Dalam industri pertahanan, Indonesia dan Korea Selatan termasuk kedalam negara second tier dimana Indonesia maupun Korea Selatan memiliki kemampuan yang cukup baik dalam memproduksi persenjataan, di dukung oleh sarana yang baik, namun baik Indonesia dan Korea Selatan sama-sama menemui kendala yang menyebabkan kedua negara tersebut termasuk kedalam negara second tier. Dalam pengembangan pesawat tempur membutuhkan pengalaman, riset, dan trial and error

dikarenakan tingkat kerumitan yang berbeda dengan jenis pesawat lainnya dan juga teknologi yang berbeda, serta memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.

(37)

Amerika Serikat. Terlihat baik Korea Selatan dan Indonesia sama-sama berambisi dan berusaha dalam pengembangan industri kedirgantaraannya.

Pada 7 Januari 2016 Kementerian Pertahanan dan Korea Aeropsace Industries

(KAI) menandatangani dua kontrak, pertama, Cost Share Agreement (CSA) yang menandai dimulainnya pelaksanaan engineering and manufacturing development phase pengembangan peasawat tempur antara Indonesia dan Korea Selatan. Penandatangan kontrak CSA dilakukan Dirjen Potensi Pertahanan Timbul Siahaan dan President and CEO KAI Ha Sung Yong di Kantor Kementerian Pertahanan, dimana kerjasama ini akan meningkatkan kualitas industri alutsista secara mandiri. Kontrak ini akan mencakup mengenai pembiayaan proyek serta pembagian, dimana Indonesia akan menanggung 20% biaya proyek yaitu sekitar US$ 1,3 Miliar. Sisanya akan ditanggung pemerintah Korea Selatan dan KAI dengan total biayanpadanfasenEMDnininsekitarnUS$n6,7nMiliarn(http://www.satuharapan.com/r eadndetail/read/kfxifx-jet-tempur-masa-depan-buatan-indonesia-korsel, diakses pada tanggal 7 Maret 2016).

(38)

PT. DI meliputi semua hak dan kewajibannya karena WAA merupakan dokumen businness to businnes (B to B). Kedua kontrak yang ditandatangani ini berdasarkan project agreement on engineering and manufacturing development of joint development KFX/IFX yang telah ditandatangani kedua negara pada Oktober 2014nyangnlalun(http://analisismiliter.com/artikel/part/127/Indonesia_Korea_Teken_ Kontrak_Fase_EMD_KFXIFX_Resmi_Dimulai diakses pada 14 Mei 2016).

Untuk memudahkan peneliti dalam mengkaji Kerjasama Indonesia – Korea Selatan Dalam Peningkatan Kapasitas Industri Pertahanan Indonesia, peneliti menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai acuan dalam pembahasan. Beberapa penelitian terdahulu yang akan digunakan oleh penulis adalah pertama penelitian yang dilakukan oleh Arifin Multazam dari Universitas Indonesia dengan

judul “Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap Korea Selatan Periode 2006-2009”. Dalam penelitian ini, Arifin Multazam membahas alasan-alasan yang menyebabkan Indonesia melakukan kerjasama dengan Korea Selatan dan Diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia terhadap Korea Selatan guna memenuhi kepentingan pertahanan Indonesia.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Mischa Guzel Madian dari Universitas

(39)

Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Korea Selatan dalam pengembangan alutsista khususnya dalam pengembangan pesawat tempur KAI KF-X /IF-X, Perbedaan dari penelitian yang diteliti oleh Arifin Multazam ini adalah penggambaran apa saja dari kepentingan pertahanan yang hendak diraih oleh Indonesia dalam hubungan bilateralnya dengan korea Selatan, setelah diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Korea Selatan mengalami peningkatan pada tiap tahunnya (dari tahun 2006 hingga 2009) dimana kegiatan diplomasi yang dilakukan tersebut dilakukan untuk confidence building measure, defense capability dan defense industry. Sedangkan perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Mischa Guzel Madian adalah signifikansi upaya pemerintah dalam melakukan reformasi militer yang semakin condong kepada matra udara seiring dengan berjalannya dan pengembangan pesawat tempur KAI KF-X / IF-X.

(40)

tempur, dimana negara-negara tersebut termasuk kedalam negara first tier yang mempunyai banyak pengalaman dalam mengembangkan sebuah pesawat tempur. Berdasarkan alasan tersebut yang menjadi dasar pertimbangan peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Kerjasama Pertahanan Indonesia – Korea Selatan Dalam Bidang Pengembangan Pesawat Tempur (2010-2015)”.

Adapun ketertarikan penulis untuk meneliti dan mengangkat isu tersebut didukung oleh beberapa mata kuliah disiplin Ilmu Hubungan Internasional, diantaranya adalah:

1. Hukum Internasional, pada matakuliah ini mempelajari tentang hukum internasional yang di dalamnya terkait perjanjian internasional yang mengatur tentang tata cara melakukan perjanjian internasional tentang masalah kerjasama antara Indonesia dan Korea Selatan yang disahkan dalam perjanjian internasional.

2. Studi Keamanan Internasional, dalam matakuliah ini mempelajari mengenai masalah keamanan internasional yang membahas tentang pertahanan dan pengembangan alutsista suatu negara salah satunya kerjasama Indonesia dan Korea Selatan yang memiliki kerjasama di kedua negara dalam bidang pengembangan pesawat tempur.

3. Hubungan Internasional di Asia Timur, merupakan landasan dalam mempelajari karakteristik Korea Selatan.

(41)

Tenggara yang salah satunya terkait kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Korea Selatan, dimana Indonesia berada di kawasan tersebut.

5. Studi Strategis, dalam mata kuliah ini mempelajari bagaimana suatu negara melakukan kerjasama dengan negara lain dengan maksud untuk mencapai kepentingan nasionalnya, salah satunya kerjasama pertahanan Indonesia dan Korea Selatan dalam bidang pengembangan pesawat tempur.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor

“Bagaimana kerjasama pertahanan yang dilakukan Indonesia – Korea

Selatan dalam bidang pengembangan pesawat tempur?”

1.2.2 Rumusan Masalah Minor

1. Apa kepentingan nasional kedua negara dalam menjalankan kerjasama pertahanan di bidang pengembangan pesawat tempur?

2. Mengapa pemerintah Korea Selatan memilih Indonesia untuk melakukan kerjasama pertahanan dalam bidang pengembangan pesawat tempur? 3. Apa hasil pelaksanaan kerjasama pertahanan dalam bidang pengembangan

(42)

1.2.3 Pembatasan Masalah

Penelitian mengenai kerjasama Indonesia – Korea Selatan dalam peningkatan kapasitas industri pertahanan Indonesia diawali dengan sebuah kerjasama pengembangan pesawat tempur yang dimulai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) pada tahun 2010 dan kerjasama ini berlaku hingga tahun 2020 mendatang, dimana selama pencapaiannya kerjasama ini dibagi menjadi tiga tahap dan tahap yang telah diselesaikan adalah tahap Technical Development yang telah diselesaikan pada tahun 2012 dan Engineering and Manufactur Development yang telah diselesaikan pada tahun 2015, sedangkan pada tahap Prototype dilaksanakan pada tahun 2015-2020 mendatang, dalam pencapaian sebuah kerjasama antara kedua negara diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri pertahanan di Indonesia dimana sebuah proyek pembuatan alutsista dan pesawat tempur telah diberlakukan dari tahun 2010-2015 maka dari itu peneliti membatasi masalah Kerjasama Indonesia – Korea Selatan dalam bidang pengembangan pesawat tempur tahun 2010-2015.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

(43)

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakang serta kepentingan nasional apa saja yang dimiliki oleh kedua negara dalam melaksanakan kerjasama tersebut dalam bidang pengembangan pesawat tempur.

2. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisa alasan kedua negara melakukan kerjasama dalam bidang pengembangan pesawat tempur. 3. Untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh oleh kedua negara dari

kerjasamanyangndilaksanakanndalamnbidangnpengembangannpesawat tempur.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Diharapkan dapat menambah wawasan peneliti serta memberikan atau menambah pembendaharaan pustaka, serta dapat memberikan sedikit sumbangan bagi ilmu pengetahuan studi Ilmu Hubungan Internasional mengenai Kerjasama pertahanan Indonesia – Korea Selatan dalam bidang pengembangan pesawat tempur.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kemampuan peneliti di bidang Ilmu Hubungan Internasional.

(44)

23

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kerjasama Internasional

Suatu negara tidaklah dapat berjalan tanpa ada hubungan negara lain. Bantuan dan kerjasama dengan negara lain pastilah dibutuhkan. Bentuk kerjasama dapat berupa kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, pertahanan, keamanan, dan sebagainya. Tujuannyapun berbeda-beda bagi setiap negara, salah satu diantaranya adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi sehingga pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sehingga pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari kenyataan itu menunjukan perlunya kerjasama dengan negara lain (Tambunan, 2000 : 45).

(45)

Secara umum, kerjasama internasioanal ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi masing-masing negara di kawasan tersebut. Adapun secara spesifik, kerjasama internasional tersebut ditujukan sebagai berikut :

1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi di antara para negara anggota.

2. Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa, serta menciptakan suatu sistem perdagangan yang transparan dan mempermudah investasi.

3. Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijakan yang tepat dalam rangkas kerjasama ekonomi di antara para anggota.

4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi di antara para anggota (Tambunan, 2000 : 45).

2.1.1.1Kerjasama Bilateral

Bentuk kerjasama internasional secara bilateral lebih sering dilakukan seperti pertukaran duta besar, kunjugan kenegaraan dan penandatanganan atau perjanjian. Kerjasama Bilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak (Rudy, 2002 : 127).

(46)

“Dalam diplomasi bilateral konsep utama yang digunakan adalah sebuah

negara akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan membuat hubungan baik dan berkepanjangan antar negara” (Rana, 2002 : 15-16).

Dari definisi tersebut bahwa kerjasama bilateral merupakan suatu bentuk kerja sama diantara kedua negara baik yang berdekatan secara geografis maupun secara berjauhan. kerjasama bilateral yang terjalin antar 2 negara agar dapat saling memenuhi kepentingan nasional masing-masing negara juga demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan dapat mempererat hubungan persahabatan dan kerja sama diantara negara-negara. Oleh karena itu, dalam menentukan terjalinnya kerjasama dengan negara lain maka diperlukan langkah yang tepat dalam mengambil keputusan, mengingat dalam setiap kerjasama bilateral mengandung kepentingan-kepentingan strategis dan sasaran utama dari negara-negara yang terlibat di dalamnya dalam pelaksanaan politik luar negerinya. Menurut Muhammad Iqbal Fadillah dalam tulisannya Prospek Hubungan Bilateral Indonesia dan Amerika: Membangun Saling Pengertian, Fadillah mengemukakan bahwa:

“Kerjasama Bilateral adalah suatu kerjasama antara dua negara dalam bidang -bidang tertentu, misalnya kerjasama bilateral Indonesia dengan Malaysia dalam bidang ketenagakerjaan dalam bentuk Memorandum of Understanding

(MoU). Kerjasama bilateral dua negara juga mempunyai prinsip yang saling menguntungkan, saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain dalam langkah pengambilan kebijakan dinegaranya masing-masing” (Fadillah, 2005 : 1).

(47)

kepentingan nasionalnya. Menurut Teuku May Rudy dalam buku Studi Strategis: Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin mengatakan bahwa, dalam membentuk sebuah kerjasama bilateral setiap negara memiliki tujuannya masing-masing, oleh karena itu setiap negara merumuskan sebuah kebijakan yang menyangkut dengan kepentingan negara tersebut.

2.1.1.2Kerjasama Pertahanan

(48)

Ketergantungan akan teknologi makin menjadi trend pada masa kini dan masa mendatang. Hampir tidak ada teknologi persenjataan modern saat ini yang sepenuhnya berasal dari satu negara tertentu. Menyadari adanya interdepedensi atau saling ketergantungan tersebut, maka suatu negara akan berupaya untuk menjalin kerjasama dengan negara lain yang memiliki kepentingan yang sama (Simamora, 2013 : 50).

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya kerjasama pertahanan antar negara, antara lain; Pertama, sebagai Confidence Building Measures (CBM‟s),

(49)

mengurangi technological gap. Kemajuan teknologi yang dimiliki oleh suatu negara berbeda dengan yang lain, tergantung kepada tingkat kemampuan yang dimiliki oleh negara tersebut. Kesenjangan teknologi tersebut akan dapat diminimalisasikan, bila negara-negara tersebut saling bekerjasama (Simamora, 2013 : 51).

2.1.2 Perjanjian Internasional

Pada Statuta Mahkamah Internasional pasal 38, sumber-sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh negara-negara beradab, dan keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya menurut sumber hukum internasional (Mauna, 2005 : 84).

Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, semua dokumen sepanjang bersifat lintas negara, sepanjang yang menjadi pihak adalah pemerintah Indonesia, diperlakukan sebagai perjanjian internasional dan disimpan dalam Ruang Perjanjian (treaty room) Kementerian Luar Negeri. Perjanjian yang dibuat Pemerintah dengan organisasi non pemerintah juga dianggap sebagai perjanjian internasional. Setelah lahirnya Undang-Undang tersebut, Indonesia telah menunjukkan konsistensi tentang perjanjian (Agusman, 2010 : 24).

(50)

yang terkait. Selanjutnya, definisi ini diadopsi oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional dengan sedikit modifikasi, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik, yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan Negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain.

1. Dari pengertian ini, maka terdapat beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi oleh suatu dokumen perjanjian untuk dapat ditetapkan sebagai suatu perjanjian internasional menurut Konversi Wina 1969 dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, yaitu: Perjanjian tersebut harus berkarakter internasional (an international agreement), sehingga tidak mencakup perjanjian-perjanjian yang berskala nasional seperti perjanjian antarnegara bagian atau antara Pemerintah Daerah dari suatu negara nasional.

2. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh negara dan/atau organisasi internasional (by subject of international law), sehingga tidak mencakup perjanjian yang sekalipun bersifat internasional namun dibuat oleh non subjek hukum internasional, seperti perjanjian antara negara dengan perusahaan multinasional. 3. Perjanjian tersebut tunduk pada rezim hukum internasional (governed by international law) oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional disebut dengan “diatur dalam hukum internasional serta

(51)

Dapat disimpulkan bahwa yang disebut perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu:

1. Adanya Subjek Hukum Internasional

Negara adalah subjek hukum internasional yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional.

2. Rezim Hukum Internasional

Suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional (Mauna, 2005: 88).

T. May Rudy menggolongkan perjanjian internasional menjadi dua bagian,

Treaty Contract dan Law Making. Berikut penjelasannya:

“Penggolongan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal adalah

penggolongan perjanjian dalam Treaty Contract dan Law Making Treaties.

Treaty Contract dimaksudkan perjanjian seperti kontrak atau perjanjian hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak yang

mengadakan perjanjian itu” (Rudy, 2002: 44).

(52)

2.1.3 Industri Pertahanan

Meningkatnya ancaman–ancaman baru dalam dinamika politik internasional, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar pasca Perang Dingin, telah memunculkan fenomena self defence yang makin kuat antara masin-masing negara di dunia. Setiap negara didunia tentunya tidak ingin mendapat gangguan dari pihak lain, oleh sebab itu negara-negara tersebut akan senantiasa meningkatkan kemampuan militernya untuk pertahanan nasional. Militer merupakan salah satu elemen paling penting dalam pertahanan yang dimiliki oleh negara. Dengan kuantitas dan kualitas militer, sebuah negara dapat menunjukan seberapa besar kemampuan segara tersebut dalam usahanya mencapai kepentingan nasional.

Selama ini, militer diidentikkan dengan kekerasan, pemaksaan, serta persenjataan. Sebagai salah satu instrument kebijakan nasional, persenjataan memang memiliki karakter yang penting dibandingkan dengan peralatan teknik lainnya. Penggunaan persenjataan sebagai kekuatan militer untuk memperjuangkan pencapaian kepentingan nasional dapat mempengaruhi orientasi, peranan, tujuan serta tindakan negara lain. Akan tetapi dewasa ini, penggunaan peranan, tujuan serta tindakan negara lain. Akan tetapi dewasa ini, penggunaan kekuatan militer tidak lagi dapat dipandang semata-mata, hanya sebagai tindak kekerasan secara langsung. Sehingga yang patut dinilai dari persenjataan itu adalah tujuan senjata tertentu, bukan persenjataan itu sendiri.

(53)

Tetapi, dalam upaya mempengaruhi sikap negara lain tidak selalu ditentukan oleh karakteristik persenjataan yang digunakan saja, melainkan ada kriteria-kriteria tertentu yang dapat membawa penangkalan tersebut kepada keberhasilan. Penangkalan sendiri, didefinisikan sebagai kemampuan suatu negara dalam menggunakan ancaman kekuatan militer untuk mencegah negara lain melakukan sesuatu, atau tidak melakukan suatu dengan meyakinkannya bahwa biaya yang harus ditebus jauh lebih besar disbanding keuntungan politik yang dapat diraihnya. Penangkalan juga merupakan cara untuk meningkatkan kemampuan dengan biaya yang minimal namun dapat menimbulkan kerusakan maksimal di pihak lawan (Karim, 2014 : 80).

Setiap negara memiliki alasan-alasan khusus dalam hal peningkatan kapabilitas pertahanannya. Dinamakan keamanan regional, kemajuan teknologi di bidang non-militer yang berdampak pada bidang militer. Sampai pada menjaga kepentingan nasional baik di dalam maupun di luar territorial merupakan beberapa alasan mengapa sebuah negara meningkatkan kapabilitas pertahanannya. Walaupun tidak ada dorongan maupun keuntungan dari upaya suatu negara memperbaiki kapabilitas pertahanannya, tetap saja modernisasi akan terjadi. Ini akibat dari bawaan sistem internasional yang anarkis dan tidak bisa diprediksi, serta kekhawatiran negara lain memiliki keunggulan teknologi militer yang akan mengancam negara kita sendiri (Goldstein, 2010 : 77).

(54)

serta wilayah dan sistem politiknya dari ancamana negara lain. Hal ini seiring dengan pandangan Holsti, dimana pertahanan adalah kepentingan nasional yang dinilai sebagai core values atau sesuatu yang dianggap paling vitalbagi negara dan menyangkut eksistensi tegaknya suatu negara. Penyelenggaraan pertahanan bukanlah sesuatu yang mudah dan sangat kompleks. Dalam pelaksanaannya, pertahanan nasional akan melibatkan seluruh warga negara, wilayah, ketersediaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pemetaan geopolitik nasional, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan industri pertahanan (Rachmat, 2015: 56).

Kapabilitas suatu negara sangat erat hubungannya dengan power berikut sumberdayanya. Untuk mengetahui kekuatan dan kapabilitas suatu negara, untuk mendapatkan kemandirian. Opsi kedua yakni niche diambil agar negara dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara lain. Yang diperlukan adalah komitmen investasi modal dan upaya mendapatkan transfer teknologi militer. Opsi ketiga diambil oleh negara yang memiliki dasar kapabilitas industri tangguh namun tidak memiliki akses ke pasar yang lebih luas, sehingga lebih menguntungkan bagi mereka melakukan integrasi industri pertahanan mereka kepada konsorsium global (Rachmat, 2015: 60).

(55)

persenjataan dibeberapa negara telah dikuasai, seperti Jepang, Swedia, Korea Selatan. Jadi jelas bahwa intervensi negara dalam mendukung industri pertahanan adalah sebagai instrument (Rachmat, 2015: 70).

Setiap negara punya alasan untuk mengembangkan persenjatannya. Bitzinger berpendapat bahwa kemungkinan besar, motivasi terbesar yang mendorong negara-negara di dunia untuk memiliki industri persenjataan sendiri bertujuan untuk memenuhi kebutuhan persenjataan sendiri. Industri pertahanan dalam suatu negara tidak terlepas dari institusi militer dan pemerintah yang menjadi aktor dengan peran terbesar. Military Industrial Complex (MIC), menunjukkan adanya hubungan yang erat antara pemerintah dan industri militer. Terminologi military industrial-complex

dimulai dari pandangan mantan Presiden Amerika Serikat Dwight Eisenhower yang merujuk pada pembangunan kemampuan militer Amerika yang dikombinasikan dengan pembagunan industri militer. Pendekatan military industrial-complex

(56)

penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu, hasil produksi persenjataan dapat diekspor guna mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi suatu negara (Shawn, 2013 : 465).

Faktor yang penting dalam menentukan tingkat maupun kesiapan dari industri pertahanan adalah teknologi. Teknologi pun telah menjadi faktor penentu dari peperangan, dari perang-perang klasik hinnga peperangan dunia yang sekarang kian berlanjut menjadi peperangan berbasis teknologi informasi. Teknologi selain menjadi salah satu faktor pemisah antara pemenang dan yang kalah dalam peperangan, juga menjadi pembeda antara negara maju dengan lainnya. Karena penguasaan teknologi lanjut menjadi modal bagi negara yang memilikinya untuk melakukan pengembangan lebih lanjut dan menjualnya pada konsumen di luar maupun menjadi basis perkembangan militernya. Teknologi yang kian berkembang, bagi negara yang tidak mampu mencapainya (dengan pengembangan sendiri maupun kerja sama dengan mitra asing), akan menjadi ancaman nyata negara itu, karena kedaulatan negara itu mengalami dampak negatif akibat kemajuan negara lain (Kementrian Pertahanan,

“Peran Teknologi Pertahanan Dalam Mempertahankan Kedaulatan Negara”, dalam

Litbang Pertahanan Indonesia, Vol 14, No 27, 2011).

(57)

keputusan untuk mengelola sumber daya untuk mencapai kemampuan pertahanan optimal, dan untuk mencapai efisiensi maksimum dalam belanja pertahanan; Kedua, proses penganggaran harus dikaitkan dengan proses perencanaan pertahanan sebagai bagian dari siklus perencanaan pertahanan; Ketiga, harus mefokuskan perhatian pada produk akhir dari anggaran pertahanan melalui konsep program pembangunan kapasitas. Anggaran sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan terdiri dari enam tahap: identifikasi tujuan kebijakan, perencanaan, pemrograman, formulasi anggaran, pelaksanaan anggaran, review anggaran (Rachmat, 2015 : 145).

2.1.4 Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional merupakan sebuah dasar pokok dalam menentukan suatu kebijakan serta merupakan kriteria dalam upaya menentukan tindakan dan langkah yang akan diambil oleh suatu pemerintahan, baik dalam lingkup nasional maupun internasional, kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara. Menurut May Rudi, kepentingan nasional yaitu :

“Kepentingan nasional (national interest) merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan hal yang dicita-citakan, dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap sama diantara semua negara atau bangsa adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayahnya) serta kesejahteraan (prosperity), serta merupakan dasar dalam

merumuskan atau menetapkan kepentingan nasional bagi setiap negara”

(58)

Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi dimana negara atau state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka berdaulat. Selanjutnya didalam mekanisme interaksinya masing-masing negara atau aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang

akhirnya diformulasikan ke dalam konsep „power‟ kepentingan „interest

didefinisikan ke dalam terminologi power (Sitepu, 2011 : 56).

Kepentingan nasional tercipta dari kebutuhan suatu negara.Kepentingan ini dapat dilihat dari kondisi internalnya, baik dari kondisi politik-ekonomi, militer, dan sosial-budaya. Kepentingan juga didasari akan suatu „power‟ yang ingin diciptakan

sehingga negara dapat memberikan dampak langsung bagi pertimbangan negara agar dapat pengakuan dunia. Peran suatu negara dalam memberikan bahan sebagai dasar dari kepentingan nasional tidak dapat dihindari akan menjadi kacamata masyarakat internasional sebagai negara yang menjalin hubungan yang terlampir dari kebijakan luar negerinya. Dengan demikian, kepentingan nasional secara konseptual dipergunakan untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri dari suatu negara (Sitepu, 2011: 163).

(59)

Dalam merumuskan kepentingan nasional, hal yang perlu dipertimbangkan adalah kapabilitas negara tersebut yang kemudian tercakup dalam kekuasaan (power). Kekuasaan (power) memainkan peranan penting dalam menjalankan strategi-strategi terhadap pencapaian kepentingan nasional. Kemampuan suatu negara, yang dilihat dalam kaitannya dengan kemampuan domestik maupun dalam hubungannya terhadap kemampuan negara lain, terhimpun membentuk apa yang disebut kekuasaan (power). Namun kapabilitas ini merupakan definisi kekuasaan (power) yang bersifat statis, jika memperhatikan interaksi antar negara serta perilaku-perilaku melakukan interaksi berinteraksi maka akan diperoleh cakupan definisi kekuasaan (power) yang bersifat dinamis.

Kapabilitas negara itu sendiri dapat diukur dengan melihat ketahanan nasional dan kekuatan nasionalnya. Ketahanan nasional berbeda dari pertahanan, karena ketahanan nasional bermakna ketahanan yang terpadu dari aspek kehidupan bangsa secara utuh dan menyeluruh mencakup ketahanan ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan. Ketahanan nasional dilandasi oleh kesatuan dan integrasi yang bersifat dinamis untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dan menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara.

Sedangkan Coulombis dan Wolfe membagi unsur-unsur kekuatan nasional dua kategori atau penggolongan :

1. Tangible elements (yang konkrit nyata wujudnya dan dapat diukur) a. Populasi (jumlah penduduk)

(60)

c. Sumber alam dan kapasitas industri d. Kapasitas Produksi pertanian e. Kekuatan dan mobilitas militer 2. Intangible elements (tidak dapat diukur)

a. Kepemimpinan nasional (leadership and personality) b. Pendayagunaan (efisiensi) organisasi-birokrasi c. Tipe dan gaya pemerintahan

d. Keterpaduan masyarakat (social cohesiveness)

e. Diplomasi, dukungan luar negeri, dan kebergantungan f. Peristiwa-peristiwa tertentu (Rudy, 2002: 114).

Setiap negara merefleksikan sesuatu yang berbeda ketika berinteraksi dalam lingkungan internasional. Untuk menciptakan hubungan yang tertib di dunia internasional dalam pencapainnya akan tujuan-tujuan nasionalnya, salah satu hal yang perlu untuk dilakukan adalah menetapkan rumusan prioritas kepentingan nasional.

Menurut Robinson, terdapat beberapa klasifikasi yang membagi kepentingan nasional,yaitu:

(61)

2. Secondary Interest, kepentingan selain kepentingan primer tetapi cukup memberikan konstribusi, seperti melindungi warga negara di luar negeri dan mempertahankan kekebalan diplomatik di luar negeri.

3. Permanent Interest, merupakan kepentingan yang bersifat konstan dalam jangka waktu yang cukup lama.

4. Variable Interest, merupakan kepentingan yang bersifat kondisional dan dianggap penting pada suatu waktu tertentu.

5. General Interest, kepentingan yang diberlakukan untuk banyak negara atau untuk beberapa bidang khusus seperti dalam bidang perdagangan dan lain-lain.

6. Specific Interest, kepentingan yang tidak termasuk kepentingan umum, namun biasanya diturunkan dari sana (Coulumbis dan Wolfe. 2004 : 110).

2.2 Kerangka Pemikiran

(62)

Kerjasama antara Indonesia dan Korea Selatan yang berlangsung, terdapat sebuah kepentingan yang objektif berupa kerjasama peningkatan kualitas industri alutsista secara mandiri yang termuat dalam Nota Kesepahaman antara Korea Aerospace Industries Korea Selatan dan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia tentang kerjasama pengembangan pesawat tempur yang berjangka waktu 10 tahun.

Perjanjian bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan merupakan bentuk kerjasama yang dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional masing-masing negara. Kepentingan nasional merupakan suatu bentuk kebutuhan negara yang paling vital. Indonesia dan Korea Selatan mempunyai kepentingan nasional untuk bersaing dalam pengadaan alutsista militer dengan negara-negara di masing-masing wilayah regional Indonesia dan Korea Selatan. Korea Selatan mencoba mengatasi ancaman dari Korea Utara, sementara Indonesia mencoba mengantisipasi ancaman dari perlombaan senjata dan alutsista militer dari Singapura dan Malaysia.

(63)

tergantung kepada negara-negara maju yang sudah dapat mengembangkan dan mempunyai teknologi pada bidang pertahanan. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya ketergantungan Korea Selatan terhadap Amerika Serikat dari segi transfer senjata, jual – beli pesawat tempur, maupun transfer teknologi militer.

Dalam masyarakat internasioal sebagai sebuah negara Indonesia dan Korea Selatan menampakan kecenderungan untuk mengatur dan menuangkan hubungan-hubungan hukum internasionalnya kedalam bentuk perjanjian internasional berupa Nota Kesepahaman antara Kementerian Pertahanan Indonesia yang menujuk PT. Dirgantara Indonesia sebagai pelaksana dari isi perjanjian internasional dan Korea Aerospace Industries tentang kerjasama pengembangan pesawat tempur. Dalam perjanjian tersebut masing masing negara menggariskan dasar kerja sama mereka mengatur berbagai langkah kerjasama dan menyelesaikan berbagai kendala dalam mengembangkan pesawat tempur yang dimulai secara bertahap.

(64)

mengenai teknologi yang lebih terbarukan, mengingat Korea Selatan dan Amerika Serikat masih menjalin kerjasama di bidang teknologi pertahanan.

Peningkatan kemampuan militer melalui pengembangan industri pertahanan pada bidang kedirgantaraan melalui pengembangan pesawat tempur yang dilakukan oleh Indonesia dan Korea Selatan ini adalah agar dapat di tingkatkannnya kapabilitas pertahanan kedua negara, karena pertahanan negara merupakan elemen pokok dan vital bagi suatu negara mengingat pertahanan diataranya menyangkut kepentingan nasional yang dinilai sebagai core values atau sesuatu yang dianggap paling vital bagi negara dan menyangkut eksistensi tegaknya suatu negara.

Pengembangan industri pertahanan pada bidang kedirgantaraan melalui pengembangan pesawat tempur yang dilakukan oleh Indonesia dan Korea Selatan ini juga diharapkan pada akhirnya akan didapatkan teknologi terbaru untuk pesawat tempur yang dapat menjadi modal bagi Indonesia dan Korea Selatan dalam menghadapi tantangan dari sistem internasional yang anarkis dan tidak dapat diprediksi. Kerjasama pengembangan pesawat tempur ini juga agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap negara lain dan juga dapat berkontribusi pada pertumbungan ekonomi bagi kedua negara ketika mampu memproduksi secara masal.

(65)
[image:65.612.112.532.103.432.2]

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Indonesia

Kepentingan Nasional

- Untuk mempunyai

industri pertahanan yang mandiri

- Mengembangkan

alutsista udara negara

Korea Selatan

Kepentingan Nasional

-Untuk meningkatkan kapabilitas Industri pertahanan dirgantara

-Untuk mempeharui alutsista militer udara

Kerjasama Indonesia - Korea Selatan (2011-2015)

MoU antara Kementerian Pertahanan Republik

(66)

45

3.1Desain Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian, diperlukan sebuah desain atau rancangan yang berisi rumusan tentang objek yang akan diteliti. Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini dipilih karena penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti di bidang ilmu sosial dan politik, penelitian dalam metode ini tidak menggunakan analisis berupa grafik, bilangan dan numeral berdasarkan prosedur statistik. Penelitian dalam metode ini menyoroti masalah terkait kerjasama dari suatu negara di kancah internasional. Merujuk pada permasalahan yang diangkat serta variabel yang tersedia, maka peneliti hanya melakukan analisa data berdasar

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Tabel 4.1
Gambar 4.1 Spesifikasi Pesawat Tempur KFX/IFX
+7

Referensi

Dokumen terkait

kondisi arah pembebanan yang perlu di analisis dalam penganalisaan sistem tambat, untuk arah pembebanan kondisi collinear , perlu dilakukan simulasi dengan arah datang

No Nama Penulis Judul Tahun Latar Belakang Tujuan Hasil Penelitian & Kesimpulan Metode 5 Michael Tedja, Charleshan, Jefri Efendi Perbandingan Metode Konstruksi

kompleks dengan fitat tidak dapat lagi bereaksi dengan ion-ion tiosianat untuk membentuk suatu kompleks berwarna merah dan intensitas warna tersebut akan diukur

Hal ini diduga terjadi karena suhu yang diberikan masih tergolong dalam rentang suhu optimum dari pertumbuhannya, sedangkan beberapa isolat memilik variasi

Kejahatan terselubung seperti tidak dapat terdeteksi secara statistik apabila sejumlah kertas suara yang tidak sah itu tidak terdistribusi secara proporsional

Penelitian ini menyajikan hasil karakterisasi fisik dan kondisi operasi serta pengukuran kinerja suatu IPAL industri pangan, serta optimasi proses IPAL yang

Tak dapat dipungkiri bahwa perkem- bangan teknologi yang semakin maju dan berkembang pesat telah mampu mengubah pola hidup manusia, karena pada saat ini telah banyak

Foreman memiliki nilai awal bitrate yang lebih besar karena seluruh frame bergerak dan pergerakannya tidak stabil, hal ini menyebabkan prediksi temporal dilakukan