• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun Di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun Di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKAWINAN USIA MUDA PADA PENDUDUK KELOMPOK UMUR 12-19 TAHUN

DI DESA PUJI MULYOKECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

PRIYANTI 101000325

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan di bawah usia 20 tahun. Pendewasaan usia perkawinan adalah upaya meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Muyio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi penelitian ini seluruh penduduk kelompok umur 12-19 tahun 2012 di desa Puji Mulyo sebanyak 1458 orang. Sampel adalah penduduk kelompok umur 12-19 tahun di desa Puji Mulyo yang memiliki ayah dan ibu serta yang pernah atau memiliki pacar. Pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan melalui tahapan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 81 penduduk kelompok umur 12-19 tahun ada 22 orang (27,2%) yang melakukan perkawinan usia muda. Ditemukan ada hubungan faktor pengetahuan (p=0,001), pergaulan bebas (p=0,001) dengan perkawinan usia muda. Sementara tidak ada hubungan pendidikan (p=0,325), pendidikan ayah (p=0,428), pendidikan ibu (p=0,545), budaya (p=0,060) dengan perkawinan usia muda.

Diharapkan pemerintah desa bekerjasama dengan pihak sekolah dan Kantor Urusan Agama dalam memberikan konseling yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada remaja dan mengaktifkan PIK-KRR (Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja) sebagai sarana memperoleh informasi kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang pengertian, dampak perkawinan usia muda,usia ideal untuk menikah dan undang-undang perkawinan serta orang tua lebih memperhatikan perkembangan anaknya dan remaja lebih selektif dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.

(3)

ABSTRACT

Early marriage is a marriage conducted under the age of 20 years. Maturation age of marriage is an attempt to increase the age at first marriage, so it achieves the minimum age at marriage that is 20 years for women and 25 years for men.

This study aimed to understand the factors related with early marriage of the population age group 12-19 years at the Village District Sunggal Puji Mulyo Deli Serdang regency in 2013. The study design cross-sectional. The study population the entire population of the age group 12-19 in 2012 as many as 1458 people. Sample is the population group aged 12-19 years who had a father and mother and who had or have a girlfriend. Collecting data through interviews using questionnaires. Data analysis was performed by univariate and bivariate analysis using chi-square test.

The results showed that of 81 population 12-19 years age group there were 22 people (27.2%) who did early marriage. Also it was found no relationship between knowledge (p = 0.001), promiscuity (p = 0.001) with early marriage. While there is no relationship between education (p = 0.325), father's education (p = 0.428), mother’s education (p = 0.545), culture (p = 0.060) with early marriage.

The village goverment is expected to cooperate with the school and the Office of Religious Affairs to provide counseling related to early marriage on adolescent and toactivate PIK-KRR (Center for Adolescent Reproductive Health Counseling Information) as a means to obtain information about adolescent reproductive health in particular about the meaning and impact of early marriage, the ideal age for marriage and marriage laws as well as parents pay more attention to the development of children and adolescents are more selective in choosing friends not to be involved in promiscuity.

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Priyanti

Tempat/Tanggal lahir : Pangkalan Berandan, 2 April 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Lingkungan Tanah Rendah RT/ RW 005/002 Kelurahan Alur Dua Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat

RIWAYAT PENDIDIKAN

1991-1992 : TK Asyiah Pangkalan Berandan

1992-1999 : SD Negeri 054938 Sei Lepan

1999-2002 : SMP Negeri 1 Babalan

2002-2005 : SMA Negeri 1 Babalan

2005-2008 : Akademi Kebidanan DEWI MAYA Medan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan

Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis masih bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkawinan Usia Muda

Pada Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013” merupakan salah satu syarat unruk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Penulis menyadari hingga selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak teristimewa kepada orang tua yang penulis

sayangi dan cintai ayah (M. Alamin Harahap) dan ibu (Suriatmijah) yang telah memberikan

banyak dukungan baik moril maupun materil, doa dan pengorbanannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D sealaku Ketua Departemen Kependudukan dan

Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Penasehat Akademi.

4. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku selaku Dosen Pembimbing II skripsi penulis.

5. Bapak dan Ibu dosen serta pegawai/tenaga non-edukatif Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung penyelesaian skripsi ini.

(6)

7. Bapak Drs. Eddy Azwar selaku Kepala Badan Kesatuan dan Pengembangan Kabupaten

Deli Serdang.

8. Bapak dan Ibu pegawai Kelurahan dan Kecamatan desa Puji mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang.

9. Buat suami penulis Ari Armawan S. Kom dan buat sahabat-sahabat penulis Afni, Eva,

Herlina, Loly, Alas atas dukungan dan semangatnya buat penulis.

10. Buat rekan-rekan mahasiswa seperjuangan di Departemen Kependudukan dan

Biostatistika Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara dan seluruh teman-teman seangkatan Ex A 2010 yang tidak

dapat penulis sebutkan satu-persatu atas dukungannya buat penulis.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan tulisan ini. Untuk itu dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk

kesempurnaan tulisan ini. Dan dengan segala keterbatasan yang ada penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRATC ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ……… .. 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Perkawian Usia Muda ... 8

2.1.1 Pengertian Perkawinan.. ... 9

(8)

2.1.3 Batasan Perkawinan Usia Muda.. ... 12

2.2.4 Perkawinan Usia Muda ... 13

2.2 Faktor Yang Memengaruhi Perkawinan Usia Muda ... 14

2.4.1 Pengetahuan ... 14

2.4.2 Pendidikan... 14

2.4.3 Dorongan Orang Tua ... 15

2.4.4 Pergaulan Bebas ... 15

2.4.5 Budaya ... 16

2.3 Dampak Perkawian Usia Muda ... 17

2.4 Usaha Pendewasaan Usia Perkawinan.. ... 22

2.5 Kerangka Konsep ... 26

(9)

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 28

3.2.2 Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1 Populasi ... 28

3.3.2 Sampel ... 28

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5 Defenisi Operasional ... 31

3.6 Aspek Pengukuran ... 33

3.7 Metode Pengolahan Data ... 34

3.8 Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37

4.1 Profil Desa ... 37

4.1.1 Geografis ... 37

4.1.2 Demografi ... 37

4.2 Analisis Univariat ... 40

4.2.1 Perkawinan usia muda ... 40

4.2.2 Pengetahuan ... 41

4.2.3 Pendidikan Responden ... 45

4.2.4 Pendidikan Ayah ... 45

4.2.5 Pendidikan Ibu ... 46

(10)

4.2.7 Budaya ... 49

4.3 Analisis Bivariat ... 50

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Perkawinan Usia Muda ... 51

4.3.2 Hubungan Pendidikan Responden dengan Perkawinan Usia Muda ... 52

4.3.3 Hubungan Pendidikan Ayah dengan Perkawinan Usia Muda ... 52

4.3.4 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perkawinan Usia Muda ... 53

4.3.5 Hubungan Pergaulan Bebas dengan Perkawinan Usia Muda ... 54

4.3.6 Hubungan Budaya dengan Perkawinan Usia Muda ... 55

BAB V PEMBAHASAN ... 57

5.1 Hubungan Pengetahuan dengan Perkawinan Usia Muda ... 57

5.2 Hubungan Pendidikan Responden dengan Perkawinan Usia Muda ... 58

5.3 Hubungan Pendidikan Ayah dengan Perkawinan Usia Muda ... ... 59

5.4 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perkawinan Usia Muda ... ... 59

5.5 Hubungan Pergaulan Bebas dengan Perkawinan Usia Muda ... ... 60

(11)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Saran ... 64

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Persebaran Penduduk Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang Tahun

2012………... 38 Tabel 4.2 Distribusi Persebaran Remaja Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.... 38

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010…………... 39 Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Puji

Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012....…..…...…...…….. 40

Tabel 4.5 Distribusi Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013…... 41

46

Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 41

Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Item Pertanyaan Pengetahuan Tentang Perkawinan Usia Muda di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang Tahun

2013... 42

Tabel 4.8 Distribusi Pendidikan Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 45 Tabel 4.9 Distribusi Pendidikan Ayah Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun

di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013…... 46

Tabel 4.10 Distribusi Pendidikan Ibu Pada Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013…………...…….…….…...

(13)

Tabel 4.11 Distribusi Pergaulan Bebas Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 47

Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Item Pernyataan Pergaulan Bebas Tentang Perkawinan Usia Muda di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang Tahun

2013………...…….. 48

Tabel 4.13 Distribusi Budaya Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 49

Tabel 4.14 Distribusi Jawaban Item Pernyataan Budaya Tentang Perkawinan Usia Muda di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 49

Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang Tahun

2013... 51

Tabel 4.16 Hubungan Pendidikan Responden dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 52

Tabel 4.17 Hubungan Pendidikan Ayah dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 53

(14)

Tabel 4.19 Hubungan Pergaulan dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang Tahun

2013... 55

Tabel 4.20 Hubungan Budaya dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang Tahun

(15)

DAFTAR GAMBAR Halaman

(16)

ABSTRAK

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan di bawah usia 20 tahun. Pendewasaan usia perkawinan adalah upaya meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Muyio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi penelitian ini seluruh penduduk kelompok umur 12-19 tahun 2012 di desa Puji Mulyo sebanyak 1458 orang. Sampel adalah penduduk kelompok umur 12-19 tahun di desa Puji Mulyo yang memiliki ayah dan ibu serta yang pernah atau memiliki pacar. Pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan melalui tahapan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 81 penduduk kelompok umur 12-19 tahun ada 22 orang (27,2%) yang melakukan perkawinan usia muda. Ditemukan ada hubungan faktor pengetahuan (p=0,001), pergaulan bebas (p=0,001) dengan perkawinan usia muda. Sementara tidak ada hubungan pendidikan (p=0,325), pendidikan ayah (p=0,428), pendidikan ibu (p=0,545), budaya (p=0,060) dengan perkawinan usia muda.

Diharapkan pemerintah desa bekerjasama dengan pihak sekolah dan Kantor Urusan Agama dalam memberikan konseling yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada remaja dan mengaktifkan PIK-KRR (Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja) sebagai sarana memperoleh informasi kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang pengertian, dampak perkawinan usia muda,usia ideal untuk menikah dan undang-undang perkawinan serta orang tua lebih memperhatikan perkembangan anaknya dan remaja lebih selektif dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.

(17)

ABSTRACT

Early marriage is a marriage conducted under the age of 20 years. Maturation age of marriage is an attempt to increase the age at first marriage, so it achieves the minimum age at marriage that is 20 years for women and 25 years for men.

This study aimed to understand the factors related with early marriage of the population age group 12-19 years at the Village District Sunggal Puji Mulyo Deli Serdang regency in 2013. The study design cross-sectional. The study population the entire population of the age group 12-19 in 2012 as many as 1458 people. Sample is the population group aged 12-19 years who had a father and mother and who had or have a girlfriend. Collecting data through interviews using questionnaires. Data analysis was performed by univariate and bivariate analysis using chi-square test.

The results showed that of 81 population 12-19 years age group there were 22 people (27.2%) who did early marriage. Also it was found no relationship between knowledge (p = 0.001), promiscuity (p = 0.001) with early marriage. While there is no relationship between education (p = 0.325), father's education (p = 0.428), mother’s education (p = 0.545), culture (p = 0.060) with early marriage.

The village goverment is expected to cooperate with the school and the Office of Religious Affairs to provide counseling related to early marriage on adolescent and toactivate PIK-KRR (Center for Adolescent Reproductive Health Counseling Information) as a means to obtain information about adolescent reproductive health in particular about the meaning and impact of early marriage, the ideal age for marriage and marriage laws as well as parents pay more attention to the development of children and adolescents are more selective in choosing friends not to be involved in promiscuity.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kualitas SDM sangat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hidup

perempuan karena perempuanlah yang hamil, melahirkan dan menyusui anak sejak bayi sampai

usia balita. Menurut Badan Pusat Statistik, pada data Susenas tahun 2010 ada beberapa provinsi

yang menunjukkan masih banyak terjadi perempuan menikah pada usia yang relatif masih muda

yaitu < 19 tahun (Ayu dan Soebijanto, 2011).

Undang-Undang Perkawinan di Indonesia yaitu diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974

dalam pasal 7 ayat (1) membolehkan wanita menikah pada usia 16 tahun dan pria pada usia 19

tahun, tetapi ternyata masih banyak orang tua yang merestui perkawinan anak perempuannya,

(tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut World Health Organization (WHO) adalah usia 11 – 20 tahun, yang merupakan bagian masyarakat yang potensial sebagai sumber daya manusia muda yang sesungguhnya memiliki peran penting dalam

proses penerus dan pelestarian cita-cita perjuangan bangsa Indonesia. Sehingga perkawinan usia

muda atau kehamilan usia muda menjadi masalah sosial yang banyak mendapat perhatian

disiplin ilmu termasuk bagian kebidanan, karena risiko kehamilan yang tinggi akan

meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Bila masalah tersebut masih berjalan tentu sulit

menciptakan suatu keluarga sesuai harapan dan cita-cita (Sarwono, 2004). Seorang perempuan

yang telah memasuki jenjang pernikahan maka harus mempersiapkan diri untuk proses

kehamilan dan melahirkan. Sementara itu jika wanita menikah pada usia di bawah 20 tahun, akan

banyak risiko yang terjadi karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal. Hal ini

dapat mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian yang timbul selama proses kehamilan dan

(19)

Permasalahan kesehatan pada perempuan berawal dari masih tingginya usia perkawinan

pertama di bawah 20 tahun (4,8% pada usia 10-14 tahun, 41,9% pada usia 15-19 tahun). Umur

pertama menikah pada usia sangat muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi di pedesaan

(6,2%), kelompok perempuan yang tidak sekolah (9,5%), kelompok petani/nelayan/buruh

(6,3%), serta status ekonomi terendah (6,0%) (Ninuk, 2010).

Lebih dari 64 juta wanita di dunia menikah di bawah sebelum umur 18 tahun. Adapun

faktor penyebabnya adalah keadaan sistem pencatatan sipil di negara tersebut yang belum

memadai dengan mekanisme penegakan hukum dalam menanganin kasus perkawinan usia muda

dan adanya adat dan hukum agama yang membenarkan praktek perkawinan usia muda

(UNICEF, 2009).

Berdasarkan Susenas 2010 yang dilakukan BPS, sebanyak 1,59% perempuan berumur

10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Persentase terbesar berada di

wilayah Kalimantan Tengah (3,32%) dan persentase terkecil di Sumatera Barat (0,33%). Seperti

yang telah diduga, persentase perempuan 10-17 tahun yang telah kawin dan pernah kawin di

pedesaan jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan perkotaan. Fenomena menikah dini

di wilayah pedesaan pada 2010 mencapai 2,17%, sedangkan di perkotaan mencapai 0,98%.

Faktor ekonomi, budaya, dan lainnya menjadi pemicu banyaknya fenomena pernikahan usia

muda di perdesaan. Dengan dinikahkan, anak diharapkan bisa meringankan atau malah bisa

membantu ekonomi orang tua. Adapun menikah terburu-buru dilakukan karena takut dikatakan

perawan tua lantaran tidak laku-laku. Dari 1,59% perempuan yang menikah dini itu, 3,49% nya

telah melakukan perceraian dengan status cerai hidup dan 0,22% berstatus cerai mati.

Perkawinan usia muda sangat memengaruhi perkembangan anak, baik secara fisik maupun

(20)

berfungsi secara normal. Dengan kata lain, risiko persalinan pada ibu terlalu muda semakin

tinggi (Alimoeso, 2012).

Data Riskesdas 2010 menunjukan bahwa prevalensi umur perkawinan pertama antara

15-19 tahun sebanyak 41,9 %. Menurut SDKI tahun 2007, sebanyak 17 % wanita yang saat ini

berumur 45-49 tahun menikah pada umur 15 tahun, sedangkan proporsi wanita yang menikah

pada umur 15 tahun berkurang dari 9 % untuk umur 30-34 tahun menjadi 4 % untuk wanita umur

20-24 tahun. Menurut data Susenas tahun 2010, secara nasional rata-rata usia kawin pertama di

Indonesia 19 tahun, rata-rata usia kawin di daerah perkotaan 20 tahun dan di daerah pedesaan 18

tahun, masih terdapat beberapa provinsi rata-rata umur kawin pertama perempuan di bawah

angka nasional (Ayu dan Soebijanto, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2006) dan Hanggara (2010)

sebelumnya menunjukkan bahwa terjadinya perkawinan usia muda disebabkan beberapa faktor

pendorong antara lain faktor ekonomi, faktor orang tua, faktor pendidikan, faktor diri sendiri,

faktor adat setempat, faktor sosial budaya, dan faktor sosial ekonomi. Salah-satu faktor

pendorong terjadinya perkawinan usia muda adalah faktor pendidikan. Dari data perkawinan

berdasarkan pendidikan yang ada di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa masyarakat

yang menikah dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 9,03 %, tamat SD sampai

SLTP sebanyak 46,04 %, tamat SLTA ke atas sebanyak 37,21 % dan yang tamat Akademi/

Perguruan Tinggi sebanyak 7,72 % (BkkbN, 2011).

Penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan di Provinsi Kalimantan

Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Banten, menunjukan bahwa usia kawin

pertama perempuan di perkotaan sekitar 16-19 tahun, sedangkan di pedesaan sekitar 13-18 tahun.

(21)

menganggur tidak mempunyai pekerjaan. Sebagai akibat dari mereka menganggur, orang tua

menginginkan anaknya segera menikah dari pada menjadi beban keluarga. Orang tua ingin lepas

tanggung jawab, takut dengan pergaulan bebas atau seks bebas. Faktor budaya yang mendorong

terjadinya kawin muda (usia 14-16 tahun) adalah lingkungan, di lingkungan tersebut sudah biasa

menikah pada usia 14-16 tahun, lebih tua dari 17 tahun dianggap perawan tua. Faktor ekonomi,

orang tua berharap mendapat bantuan dari anak setelah menikah karena rendahnya ekonomi

keluarga (BkkbN, 2011).

Hal tersebut juga terjadi di Kabupaten Deli Serdang yaitu pada di Kelurahan Puji Mulyo.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, faktor budaya dan dorongan orang tua memengaruhi

meningkatnya angka perkawinan usia muda. Faktor budaya di sini orang tua takut anaknya

dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan, didukung dengan lingkungan tempat tinggal

sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakatnya untuk mengawinkan anaknya pada usia muda.

Sedangkan dorongan orang tua adalah usaha orang tua untuk memengaruhi anaknya agar mau

melakukan perkawinan usia muda, misalnya dengan menjodohkan anaknya dengan kolega atau

masyarakat yang berdomisili satu lingkungan.

Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Sunggal, jumlah remaja umur

12-19 tahun yang melakukan perkawinan di bawah usia 20 tahun pada tahun 2010 yaitu

sebanyak 152 pasangan (8,06 %), sementara itu pada tahun 2011 yaitu sebanyak 273 pasangan

(17,7 %). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan remaja yang melakukan

perkawinan usia muda (KUA Sunggal, 2011).

Jumlah remaja umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo sebanyak 1.458 jiwa, yang terdiri

dari 714 jiwa remaja putri dan 744 jiwa remaja putra. Pada tahun 2010, jumlah perkawinan usia

(22)

sedangkan pada tahun 2011 yaitu sebanyak 49 pasangan (6,7 %). Dari survei awal yang

dilakukan di Desa Puji Mulyo, dari 13 remaja yang melakukan perkawinan usia muda mereka

mengatakan bahwa mereka tidak tahu dampak perkawinan usia muda yaitu sebanyak 8 orang

(62%), mereka kawin muda karena tidak melanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang

berpendidikan SMP sebanyak 2 orang (15,3%) dan yang berpendidikan SMA sebanyak 11 orang

(84,7%), sedangkan pendidikan orang tua remaja sendiri yaitu yang berpendidikan SD yaitu

sebanyak 3 orang (23%), yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 8 orang (61,5%), yang

berpendidikan SMA yaitu sebanyak 2 orang (15,3%). Ditambah adanya budaya masyarakat yang

menikahkan anaknya dengan kolega atau masyarakat yang berdomisili satu wilayah pada usia

muda yaitu sebanyak 1 orang (7,7%), karena takut anaknya terjerumus dalam pergulan bebas.

Hal ini disebabkan karena adanya remaja yang hamil di luar nikah yaitu sebanyak 2 orang

(15,4%).

Melihat hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa

saja yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19

tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013, dengan

membatasi faktor-faktor tersebut pada variabel pengetahuan, pendidikan, pendidikan ayah,

pendidikan ibu, pergaulan bebas, dan budaya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka yang jadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah tingginya angka perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur

12-19 tahun dan belum adanya informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

perkawinan usia muda di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun

(23)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perkawinan usia muda pada

penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Kelurahan Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten

Deli Serdang tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang dampak perkawinan usia muda

dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji

Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

2. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan perkawinan usia muda pada penduduk

kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang tahun 2013.

3. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ayah dengan perkawinan usia muda pada

penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

4. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan perkawinan usia muda pada

penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang tahun 2013

5. Untuk mengetahui hubungan pergaulan bebas dengan perkawinan usia muda pada

penduduk kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

(24)

6. Untuk mengetahui hubungan budaya dengan perkawinan usia muda pada penduduk

kelompok umur 12-19 tahun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pemerintah di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal

Kabupaten Deli Serdang, dan bekerjasama dengan pihak sekolah atau KUA Kecamatan

Sunggal dalam memberikan konseling yang berhubungan dengan perkawinan.

1.4.2 Sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya, agar dapat mengkaji hal-hal yang

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkawinan Usia Muda

2.1.1 Pengertian Perkawinan

Menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 dijelaskan

perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu perkawinan merupakan suatu

yang alami yang sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua jenis kelamin yang berbeda akan

mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk hidup bersama.

Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan,

baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin sah secara

hukum (adat, agama, negara, dan sebagainya) tetapi mereka yang hidup bersama dan oleh

masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri (BPS, 2000).

Sigelman (2003) mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah hubungan antara dua orang

yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri. Dalam hubungan tersebut terdapat

peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang di dalamnya terdapat unsur keintiman,

pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.

Menurut Dariyo (2003), perkawinan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki

umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan telah diakui secara sah

(26)

Ahmad (2007) dan Heriyanti (2002) mendefinisikan perkawinan adalah sebagai ikatan

antara laki-laki dan perempuan atas dasar persetujuan kedua belah pihak yang mencakup

hubungan dengan masyarakat di lingkungan dimana terdapat norma-norma yang mengikat untuk

menghalalkan hubungan antara kedua belah pihak.

Menurut Paul dan Chester (1991), perkawinan adalah suatu pola sosial yang disetujui

dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga. Atau dengan kata lain perkawinan

adalah penerimaan status baru, serta pengakuan atas status baru oleh orang lain.

2.1.2 Pengertian Usia Muda

Usia muda didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Batasan usia muda berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Menurut WHO batasan

usia remaja adalah 12-24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi yang

digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum

kawin. Sementara itu menurut BkkbN batasan usia muda adalah 10-21 tahun (BKKBN, 2005).

WHO Expert Comitte memberikan batasan-batasan pertama tentang definisi usia muda bersifat konseptional pada tahun 1974. Dalam hal ini ada 3 kategori yaitu biologis, psikologis

dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut tersembunyi sebagai berikut, usia

muda adalah suatu masa dimana :

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekunder sampai ia mencapai kematangan sendiri.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dari masa kanak-kanak menjadi

dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan

(27)

Dari batasan usia muda di atas ditetapkan batasan usia muda antara 11-19 tahun, dimana

di antara usia tersebut sudah menunjukan tanda-tanda seksualnya. Bila hal ini ditinjau dari sudut

kesehatan maka masalah utama yang dirasakan mendesak adalah mengenai kesehatan pada usia

muda khususnya wanita yang kehamilannya terlalu awal. Di samping itu menurut Sarwono

(2004), terdapat beberapa definisi usia muda, salah satunya adalah definisi usia muda untuk

masyarakat Indonesia yang mengemukakan batasan antara usia 11-24 tahun dan belum menikah

dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai

tampak (kriteria sosial).

2. Banyak masyarakat Indonesia mengganggap usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh

menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka

sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyimpangan perkembangan jiwa seperti

tercapainya identitas diri.

4. Bila batas usia 24 tahun merupakan batasan usia maksimal yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada

orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (adat atau tradisi)

belum bisa memberikan pendapat sendiri.

5. Status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di

masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang telah menikah di usia berapapun

dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh baik secara hukum di

keluarga maupun masyarakat.

(28)

Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk suatu perkawinan

adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang

perkawinan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi

anak-anak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah

perkawinan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih

diperlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya. Setelah berusia di atas 21 tahun boleh

menikah tanpa izin orang tua (Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974). Tampaklah di sini, bahwa

walaupun UU tidak menganggap mereka yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun

untuk pria bukan anak-anak lagi, tetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga masih perlu

izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun bagi

wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat. Meskipun

batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun pelanggaran masih banyak terjadi dimasyarakat

terutama dengan menaikkan usia agar dapat memenuhi batas usia minimal tersebut (Sarwono,

2006).

2.1.4 Perkawinan Usia Muda

Perkawinan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan wanita sebagai suami istri pada usia yang masih muda/remaja. Sehubungan dengan

perkawinan usia muda, maka ada baiknya kita terlebih dahulu melihat pengertian dari pada

remaja (dalam hal ini yang dimaksud rentangan usianya). Golongan remaja muda adalah para

gadis berusia 13-17 tahun, ini pun sangat tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga

penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada. Dan bagi laki-laki yang disebut remaja

muda berusia 14-17 tahun. Dan apabila remaja muda sudah menginjak 17-18 tahun mereka lazim

(29)

orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum matang sepenuhnya (Soerjono,

2004).

Perkawinan usia muda yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan

jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati, 2008). Perkawinan usia muda

adalah perkawinan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan

(Nukman, 2009). Sedangkan menurut (Riyadi, 2009), perkawinan usia muda adalah perkawinan

yang para pihaknya masih sangat muda dan belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah

ditentukan dalam melakukan perkawinan.

Pernikahan dini atau kawin muda sendiri adalah pernikahan yang dilakukan oleh

pasangan ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19

tahun (WHO, 2006). Perkawinan usia muda merupakan perkawinan remaja dilihat dari segi umur

masih belum cukup atau belum matang dimana di dalam UU Nomor 1 tahun 1974 pasal 71 yang

menetapkan batas maksimun pernikahan di usia muda adalah perempuan umur 16 tahun dan

laki-laki berusia 19 tahun itu baru sudah boleh menikah.

Menurut Aimatun (2009), perkawinan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh

usia muda antara laki-laki dengan perempuan yang mana usia mereka belum ada 20 tahun,

berkisar antara 17-18 tahun. Menurut BkkbN (2010), perkawinan usia muda adalah perkawinan

yang dilakukan di bawah usia 20 tahun. Hal yang sama disampaikan Sarwono (2006),

perkawinan usia muda adalah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang kuat,

sebagai sebuah solusi alternatif, sedangkan batas usia dewasa bagi laki-laki 25 tahun dan bagi

perempuan 20 tahun, karena kedewasaan seseorang tersebut ditentukan secara pasti baik oleh

hukum positif maupun hukum Islam. Sedangkan dari segi kesehatan, perkawinan usia muda itu

(30)

perempuan yang menikah di bawah umur 20 tahun berisiko terkena kanker leher rahim, dan pada

usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar Human Papiloma Virus

(HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Kompono, 2007).

2.2 Faktor yang Memengaruhi Perkawinan Usia Muda

Faktor yang yang memengaruhi perkawinan usia muda yaitu faktor ekonomi keluarga,

kehendak orang tua, kemauan anak, pendidikan, adat dan budaya (Maimun, 2007). Sedangkan

menurut Hanggara (2010) faktor yang memengaruhi perkawinan usia muda adalah faktor sosial

budaya, faktor pendidikan, dan faktor ekonomi. Pada penelitian ini faktor yang memengaruhi

perkawinan usia muda adalah faktor pengetahuan, pendidikan, dorongan orang tua, pergaulan

bebas, dan budaya.

2.2.1 Faktor Pengetahuan

Faktor utama yang memengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah

membaca buku porno dan menonton blue film. Sehingga jika terjadi kehamilan akibat hubungan seks pra nikah maka jalan yang diambil adalah menikah pada usia muda. Tetapi ada beberapa remaja

yang berpandangan bahwa mereka menikah muda agar terhindar dari perbuatan dosa,seperti seks

sebelum nikah. Hal ini tanpa didasari oleh pengetahuan mereka tentang akibat menikah pada usia

muda (Jazimah, 2006).

2.2.2 Faktor Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah atau tidak melanjutkan sekolah lagi bagi seorang wanita

dapat mendorong untuk cepat-cepat menikah. Permasalahan yang terjadi karena mereka tidak

mengetahui seluk beluk perkawinan sehingga cenderung untuk cepat berkeluarga dan melahirkan

anak. Selain itu tingkat pendidikan keluarga juga dapat memengaruhi terjadinya perkawinan usia

(31)

keseluruhan. Suatu masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah akan cenderung untuk

mengawinkan anaknya dalam usia masih muda (Sekarningrum, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Gejugjati dan Lekok Kabupaten

Pasuruan sebanyak 35% pasangan yang menikah di bawah umur dipengaruhi oleh faktor

pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang penyebab

dalam perkawinan usia muda baik pendidikan remaja maupun pendidikan orang tua (Hanggara,

2010).

2.2.3 Faktor Pergaulan Bebas

Mayoritas laki-laki dan perempuan yang kawin di bawah umur 20 tahun akan menyesali

perkawinan mereka. Sayang sekali orang tua sendiri sering tetangga dan media, faktor

pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan, dan juga faktor perubahan

zaman (Dina, 2006).

Suasana keluarga yang tenang dan penuh curahan kasih sayang dari orang-orang dewasa

yang ada di sekelilingnya, akan menjadikan remaja dapat berkembang secara wajar dan

mencapai kebahagiaan. Sedangkan suasana rumah tangga yang penuh konflik akan berpengaruh

negatip terhadap kepribadian dan kebahagiaan remaja yang pada ahirnya mereka melampiaskan

perasaan jiwa dalam berbagai pergaulan dan perilaku yang menyimpang (Al-Mighwar, 2006).

Perkawinan usia muda terjadi karena akibat kurangnya pemantauan dari orang tua yang

mana mengakibatkan kedua anak tersebut melakukan tindakan yang tidak pantas tanpa

sepengetahuan orang tua. Hal ini tidak sepenuhnya kedua anak tersebut haruslah disalahkan.

Mungkin dalam kehidupannya mereka kurang mendapat perhatian dari orang tuanya, kasih

sayang dari orang tuanya dan pemantauan dari orang tua. Yang mana mengakibatkan mereka

(32)

makhluk Tuhan. Masa-masa seumuran mereka yang pertumbuhan seksualnya meningkat dan

masa-masa dimana mereka berkembang menuju kedewasaan. Jadi, bisa saja dalam hubungannya

mereka memiliki daya nafsu seksual yang tinggi dan tak tertahan atau terkendali lagi sehingga

mereka berani melakukan hubungan seksual hanya demi penunjukkan rasa cinta. Orang tua di

sini terlalu membebaskan anak-anaknya dalam bergaul tanpa memantau dan terlalu sibuk dengan

pekerjaannya (Wicaksono, 2013).

Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah dapat disaksikan

dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Perkawinan pada usia remaja pada

akhirnya menimbulkan masalah. Jadi dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja

tidak pernah menguntungkan, pada hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa

(Sarwono, 2006).

2.2.4 Faktor budaya

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua

sehingga segera dikawinkan. Faktor adat dan budaya, di beberapa belahan daerah di Indonesia,

masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil

telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut

mengalami masa menstruasi. Pada hal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia

12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di

bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU (Ahmad, 2009).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hanggara di Kecamatan Gegugjati

Kabupaten Pasuruan tahun 2010 yaitu 61,6 % remaja yang melakukan perkawinan usia dini

karena faktor budaya. Dimana faktor budaya di sini adalah orang tua yang menjodohkan atau

(33)

2.3 Dampak Perkawinan Usia Muda

Kawin muda berpengaruh terhadap kejadian kanker leher rahim (Loon, 1992). Faktor

risiko usia menikah pada usia dini berhubungan dengan kejadian kanker leher rahim. Semakin

dini seorang perempuan melakukan hubungan seksual semakin tinggi risiko terjadinya lesi

prakanker pada leher rahim. Sehingga dengan demikian semakin besar pula kemungkinan

ditemukannya kanker leher rahim. Hal ini disebabkan pada usia tersebut terjadi perubahan lokasi

sambungan skuamo-kolumner sehingga relatif lebih peka terhadap stimulasi onkogen (Jacobs,

2003).

Menurut Melva (2007), wanita menikah di bawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih

besar kemungkinan terjadi kanker leher rahim dibandingkan dengan mereka yang menikah di

atas usia 20 tahun. Pada usia tersebut rahim seorang remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja

lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia yang aktif, yang

terjadi dalam zona transformasi selama periode perkembangan. Metaplasia epitel skuamosa

biasanya merupakan proses fisiologis. Tetapi di bawah pengaruh karsinogen, perubahan sel dapat

terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona transformasi yang patologik. Perubahan yang tidak

khas ini menginisiasi suatu proses yang disebut neoplasma intraepitil serviks (Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker leher rahim.

Di bawah usia 18 tahun, alat-alat reproduksi seorang perempuan masih sangat lemah. Jika

dia hamil, maka akibatnya akan mudah keguguran karena rahimnya belum begitu kuat, sehingga

sulit untuk terjadi perlekatan janin di dinding rahim. Selain itu, kemungkinan mengalami

kelainan kehamilan dan kelainan waktu persalinan (Nafsiah, 2012).

Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar

(34)

pernikahan yang dipaksakan, hubungan seksual pada usia dini, kehamilan pada usia muda, dan

infeksi penyakit menular seksual. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penting yang

berperan dalam pernikahan usia dini. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu risiko komplikasi

yang terjadi di saat kehamilan dan saat persalinan pada usia muda, sehingga berperan

meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan di usia dini juga dapat

menyebabkan gangguan perkembangan kepribadian dan menempatkan anak yang dilahirkan

berisiko terhadap kejadian kekerasan dan keterlantaran. Masalah pernikahan usia dini ini

merupakan kegagalan dalam perlindungan hak anak. Dengan demikian diharapkan semua pihak

termasuk dokter anak, akan meningkatkan kepedulian dalam menghentikan praktek pernikahan

usia dini (Eddy dan Shinta, 2009).

Menurut Rosaliadevi (2012) dampak perkawinan usia muda antara lain:

1. Dampak biologis

Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan

sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika

sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang

luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa

anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak

reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan)

terhadap seorang anak.

(35)

Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan

menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak

akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak

mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak

untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya

serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.

3. Dampak sosial

Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki

yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap

pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun

termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan. Kondisi ini hanya akan

melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap

perempuan.

4. Dampak perilaku seksual menyimpang

Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar berhubungan seks

dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan

ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi legal.

Hal ini bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal

81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda

maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum

terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara ilegal akan menyebabkan tidak ada

efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi contoh bagi yang lain.

(36)

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istri yang telah melangsungkan

perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya

sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental

mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi.

6. Dampak terhadap anak-anaknya

Masyarakat yang telah melangsungkan perkawinan pada usia muda atau di bawah umur

akan membawa dampak. Selain berdampak pada pasangan yang melangsungkan perkawinan

pada usia muda, perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-anaknya. Karena bagi wanita

yang melangsungkan perkawinan di bawah umur 20 tahun, bila hamil akan mengalami gangguan

pada kandungannya dan banyak juga dari mereka yang melahirkan anak yang prematur.

7. Dampak terhadap masing-masing keluarga

Selain berdampak pada pasagan suami-istri dan anak-anaknya perkawinan di usia muda

juga akan membawa dampak terhadap masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan di

antara anak-anak mereka lancar, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya

masing-masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan akhirnya

akan terjadi perceraian. Hal ini akan mengkibatkan bertambahnya biaya hidup mereka dan yang

paling parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua belah pihak.

Sedangkan menurut Mathur dkk (2003) sejumlah konsekuensi negatif dari pernikahan

dini atau menikah di usia muda yang mengakibatkan remaja terutama remaja putri yang menjadi

fokus penelitian serta lingkungan di sekitarnya.

1. Akibatnya dengan kesehatan (Health and related outcomes)

a. Melahirkan anak terlalu dini, kehamilan yang tidak diinginkan, dan aborsi yang tidak aman

(37)

b. Kurangnya pengetahuan, informasi dan akses pelayanan.

c. Tingginya tingkat kematian saat melahirkan dan abnormalitas.

d. Meningkatnya penularan penyakit seksual dan bahkan HIV/AIDS. 2. Akibatnya dengan kehidupan (Life outcomes)

a. Berkurangnya kesempatan, keahlian dan dukungan sosial

b. Berkurangnya kekuatan dalam kaitannya dengan hukum, karena keahlian, sumber-sumber,

pengetahuan, dukungan sosial yang terbatas.

3. Akibatnya dengan anak (Outcomes for children)

Kesehatan bayi dan anak yang buruk memiliki kaitan yang cukup kuat dengan usia ibu yang

terlalu muda, berkesinambungan dengan ketidakmampuan wanita muda secara fisik dan

lemahnya pelayanan kesehatan reproduktif dan sosial terhadap mereka. Anak-anak yang lahir

dari ibu yang berusia di bawah 20 tahun memiliki risiko kematian yang cukup tinggi.

4. Akibatnya dengan perkembangan (development outcomes)

Hal ini berkaitan dengan Millenium Develovement Goals (MDGs) seperti dukungan terhadap pendidikan dasar, dan pencegahan terhadap HIV/AIDS. Ketika dihubungkan dengan usia saat

menikah, dengan jelas menunjukkan bahwa menikah di usia yang tepat akan dapat mencapai

tujuan perkembangan, yang meliputi menyelesaikan pendidikan, bekerja, dan memperoleh

keahlian serta informasi yang berhubungan dengan peran di masyarakat, anggota keluarga,

dan konsumen sebagai bagian dari masa dewasa yang berhasil.

2.4 Usaha Pendewasaan Usia Perkawinan

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada

perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi

(38)

mengusahakan agar kehamilan pertamapun terjadi pada usia yang cukup dewasa. Bahkan harus

diusahakan apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan

kelahiran anak pertama harus dilakukan. Dalam istilah KIE disebut sebagai anjuran untuk

mengubah bulan madu menjadi tahun madu. Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian

dari program Keluarga Berencana Nasional. Program PUP memberikan dampak pada

peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate

(TFR) (Mardiya, 2010).

Pendewasaan usia perkawinan diperlukan krena dilatarbelakangi beberapa faktor sebagai

berikut:

1. Semakin banyaknya kasus perkawinan usia muda.

2. Banyaknya kasus kehamilan tidak diinginkan.

3. Banyaknya kasus pernikahan usia dini dan kehamilan tidak diinginkan menyebabkan

pertambahan penduduk makin cepat (setiap tahun bertambah sekitar 3,2 juta jiwa).

4. Menikah dalam usia muda menyebabkan keluarga sering tidak harmonis,sering cekcok, terjadi

perselingkuhan, terjadi KDRT, rentan terhadap perceraian (BkkbN, 2011).

Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah memberikan pengertian dan

kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat

mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik,

mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran.

Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa.

Program Pendewasaan Usia kawin dan Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari

program pendewasaan usia perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi, yaitu:

(39)

Kelahiran anak yang baik, adalah apabila dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia

20 tahun. Kelahiran anak, oleh seorang ibu dibawah usia 20 tahun akan dapat mempengaruhi

kesehatan ibu dan anak yang bersangkutan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan apabila seorang

perempuan belum berusia 20 tahun untuk menunda perkawinannya. Apabila sudah terlanjur

menjadi pasangan suami istri yang masih dibawah usia 20 tahun, maka dianjurkan untuk

menunda kehamilan, dengan menggunakan alat kontrasepsi seperti yang akan diuraikan dibawah

ini. Beberapa alasan medis secara objektif dari perlunya penundaan usia kawin pertama dan

kehamilan pertama bagi istri yang belum berumur 20 tahun adalah sebagai berikut:

a. Kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan risiko

kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas serta bayinya.

b. Kemungkinan timbulnya risiko medik sebagai berikut:

1. Keguguran

2. Preeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema, proteinuria)

3. Eklamsia (keracunan kehamilan)

4. Timbulnya kesulitan persalinan

5. Bayi lahir sebelum waktunya

6. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

7. Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)

8. Fistula Retrovaginal (keluarnya gas dan feses/tinja ke vagina)

9. Kanker leher rahim

Penundaan kehamilan pada usia di bawah 20 tahun ini dianjurkan dengan menggunakan alat

kontrasepsi sebagai berikut:

(40)

b. Kondom kurang menguntungkan, karena pasangan sering bersenggama (frekuensi tinggi)

sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.

c. AKDR/Spiral/IUD bagi yang belum mempunyai anak merupakan pilihan kedua.

AKDR/Spiral/IUD yang digunakan harus dengan ukuran terkecil.

2. Masa Menjarangkan kehamilan

Masa menjarangkan kehamilan terjadi pada periode PUS berada pada umur 20-35 tahun.

Secara empirik diketahui bahwa PUS sebaiknya melahirkan pada periode umur 20-35 tahun,

sehingga risiko-risiko medik yang diuraikan di atas tidak terjadi. Dalam periode 15 tahun (usia

20-35 tahun) dianjurkan untuk memiliki 2 anak. Sehingga jarak ideal antara dua kelahiran bagi

PUS kelompok ini adalah sekitar 7-8 tahun. Patokannya adalah jangan terjadi dua balita dalam

periode 5 tahun. Untuk menjarangkan kehamilan dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi.

Pemakaian alat kontrasepsi pada tahap ini dilaksanakan untuk menjarangkan kelahiran agar ibu

dapat menyusui anaknya dengan cukup banyak dan lama. Semua kontrasepsi, yang dikenal

sampai sekarang dalam program Keluarga Berencana Nasional, pada dasarnya cocok untuk

menjarangkan kelahiran. Akan tetapi dianjurkan setelah kelahiran anak pertama langsung

menggunakan alat kontrasepsi spiral (IUD).

3. Masa Mencegah Kehamilan

Masa pencegahan kehamilan berada pada periode PUS berumur 35 tahun keatas. Sebab

secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak mengalami risiko medik.

Pencegahan kehamilan adalah proses yang dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Kontrasepsi yang akan dipakai diharapkan berlangsung sampai umur reproduksi dari PUS yang

bersangkutan yaitu sekitar 20 tahun dimana PUS sudah berumur 50 tahun. Alat kontrasepsi yang

(41)

a. Pilihan utama penggunaan kontrasepsi pada masa ini adalah kontrasepsi mantap (MOW,

MOP).

b. Pilihan ke dua kontrasepsi adalah IUD/AKDR/Spiral

c. Pil kurang dianjurkan karena pada usia ibu yang relatif tua mempunyai kemungkinan

timbulnya akibat samping.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkawinan Usia Muda Pada Penduduk Kelompok Umur 12-19 Tahun di Desa Puji Mulyo

Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

2.6 Hipotesis penelitian

Hipotesis dalam penelitian adalah:

1. Ada hubungan pengetahuan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur

12-19 tahun.

2. Ada hubungan pendidikan dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur

12-19 tahun.

1. Pengetahuan 2. Pendidikan 3. Pendidikan Ayah 4. Pendidikan Ibu 5. Pergaulan Bebas 6. Budaya

(42)

3. Ada hubungan pendidikan ayah dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok

umur 12-19 tahun.

4. Ada hubungan pendidikan ibu dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok

umur 12-19 tahun.

5. Ada hubungan pergaulan bebas dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok

umur 12-19 tahun.

6. Ada hubungan budaya dengan perkawinan usia muda pada penduduk kelompok umur 12-19

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif-analitik cross sectional, dimana pengukuran dan pengamatan terhadap subjek penelitian dilakukan dengan sekali pengamatan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei tahun 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh penduduk kelompok umur 12-19 tahun yang tinggal di Desa Puji

Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2011 yaitu sebanyak 1.458 jiwa.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah penduduk kelompok umur 12-19 tahun yang masih

mempunyai orang tua (ayah dan ibu) yang pernah mempunyai pacar atau yang masih

mempunyai pacar yang tinggal di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

tahun 2013 baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah yang terpilih menjadi sampel

serta bersedia ikut serta dalam penelitian. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus

besar sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi (Hidayat, 2007) yaitu :

= ( / ( ) )

(44)

Keterangan :

= Besar sampel minimal

/

=

Nilai deviasi standar pada tingkat kemaknaan (α) 5 % = 1,96

= Nilai deviasi standar pada tingkat kemaknaan (β) 10 % = 1,282

Po = Proporsi remaja umur 12-19 tahun yang melakukan perkawinan usia muda = 0,35

(Hanggara, 2010)

Pa = Proporsi remaja yang diharapkan melakukan perkawinan usia muda =0,19

Qo = 1– Po =1 – 0,35 = 0,65 Pa – Po = 0,19 – 0,35 = - 0,16

Qa = 1 – Pa = 1- 0,19 = 0,81

= ( , ( , × , ) , √ , × , ) ( , , )

= 81

Berdasarkan perhitungan besar sampel, maka besar sampel minimum yang dibutuhkan untuk

responden yaitu 81 responden.

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara proporsional random sampling yaitu dengan cara mengambil sampel dari setiap dusun yang ditentukan seimbang dengan banyaknya sampel

dalam setiap dusun.

Tabel 3.1 Besar Sampel Tiap Dusun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

Dusun Jumlah Remaja 12-19 tahun Besar Sampel

I 264 264/1458 × 81 = 14,6 15

II 239 239/1458 × 81 = 13,2 13

(45)

IV 30 30/1458 × 81 = 1,6 2

V 180 180/1458 × 81 = 10 10

VI 201 201/1458 × 81 = 11,1 11

VII 164 164/1458 × 81 = 9,1 9

VIII 176 176/1458 × 81 = 9,7 10

Jumlah 1458 81

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian diperoleh dengan dua cara:

1. Data Primer

Diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang langsung

ditanyakan kepada responden.

2. Data Sekunder

Diperoleh dari kantor Camat Sunggal, Kantor KUA Kecamatan Sunggal, Kantor

Pemerintah Desa Puji Mulyo, Kantor BkkbN Provinsi Sumatera Utara (data jumlah

perkawinan di bawah usia 20 tahun, data hasil pendataan keluarga dan pemutakhiran

data keluarga Provinsi Sumatera Utara tahun 2011).

3.5 Definisi Operasional

1. Perkawinan Usia Muda adalah perkawinan yang dilakukan di bawah umur 20 tahun pada

perempuan dan di bawah umur 25 tahun pada laki-laki.

1. Ya, bila melakukan perkawinan di bawah umur 20 tahun pada perempuan dan di bawah

(46)

2. Tidak, bila melakukan perkawinan di bawah umur 20 tahun pada perempuan dan di

bawah umur 25 tahun pada laki-laki.

2. Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” tentang pengertian perkawinan usia muda, usia ideal

untuk menikah, undang-undang perkawinan, dampak perkawinan usia muda.

3. Pendidikan penduduk kelompok umur 12-19 tahun adalah jenjang pendidikan formal

tertinggi yang pernah ditempuh dan diselesaikan oleh responden dengan memperoleh

ijazah. Selanjutnya pengukuran pendidikan dikategorikan menjadi:

1. Pendidikan Dasar (Tamat SD, SD, SMP)

2. Pendidikan Lanjut (SMA)

4. Pendidikan Ayah adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan

diselesaikan oleh ayah responden dengan memperoleh ijazah. Selanjutnya pengukuran

pendidikan dikategorikan menjadi:

1. Pendidikan Dasar (Tamat SD, SMP)

2. Pendidikan Lanjut (SMA, Akademi/Sarjana)

4. Pendidikan Ibu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan

diselesaikan oleh ibu responden dengan memperoleh ijazah. Selanjutnya pengukuran

pendidikan dikategorikan menjadi:

1. Pendidikan Dasar (Tamat SD, SMP)

2. Pendidikan Lanjut (SMA, Akademi/Sarjana)

5. Pergaulan bebas adalah gaya interaksi atau pergaulan responden dengan sesama teman

yang cenderung mempunyai aturan dan batasan norma yang lemah, sehingga akibat

(47)

6. Budaya adalah kebiasan-kebiasaan yang terdapat di masyarakat yang dipercaya dan sudah

diikuti secara turun-temurun tentang perkawinan usia muda.

3.6 Aspek Pengukuran

1. Pengetahuan

Pengetahuan diukur melalui jawaban kuesioner, pertanyaan yang diajukan adalah 15

pertanyaan. Setiap jawaban yang benar akan diberi skor 1 dan jawaban yang salah dan

tidak tahu akan diberi skor 0. Total skor maksimal adalah 15 dan skor minimal adalah 0

(Khomsan, 2000).

1. Baik, bila responden dapat menjawab 9-15 pertanyaan dengan benar (>55%).

2. Cukup, bila responden dapat menjawab 4-8 pertanyaan dengan benar (30%-55%).

3. Kurang, bila responden dapat menjawab < 4 pertanyaan dengan benar (<30%).

Skala Ukur Ordinal

2. Pergaulan bebas diukur dengan memberikan 5 pernyataan kepada responden yang

dikategorikan menjadi:

1. Tidak ada pergaulan bebas, bila responden dapat menjawab 3-5 pernyataan yang

bernilai positif yang berarti tidak ada dampak pergaulan bebas yang menyebabkan

responden melakukan perkawinan usia muda.

2. Ada pergaulan bebas, bila responden dapat menjawab 1-2 pernyataan yang bernilai

positif yang berarti ada dampak pergaulan bebas yang menyebabkan responden untuk

melakukan perkawinan usia muda.

Skala Ukur Nominal

3. Budaya diukur dari ada atau tidak adanya kebiasaan masyarakat untuk menikahkan

(48)

perkawinan usia muda. Pada komponen budaya terdapat 5 pernyataan yang dikategorikan

menjadi:

1. Tidak ada budaya, bila responden dapat menjawab 3-5 pernyataan yang bernilai positif

yang berarti tidak ada budaya di keluarga untuk melakukan perkawinan usia muda.

2. Ada budaya, bila responden dapat menjawab 1-2 pertanyaan yang bernilai positif yang

berarti ada budaya di keluarga untuk melakukan perkawinan usia muda.

Skala Ukur Nominal

3.7 Metode Pengolahan Data

Menurut Arikunto (2006), data yang terkumpul diolah dengan menggunakan perangkat

lunak komputer. Data yang telah terkumpul, diolah dan didistribusikan melalui proses editing, coding, dan tabulating dan dianalisis menggunakan uji statistik.

1. Editing adalah proses pengeditan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan data yang telah terkumpul. Bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan

diperbaiki dengan memeriksanya dan dilakukan pendataan ulang.

2. Coding adalah pengolahan data dengan cara memberi kode-kode pada setiap jawaban dari responden.

3. Tabulating adalah proses pemasukan data atau menyusun ke dalam bentuk-bentuk tabel data yang telah terkumpul diolah menggunakan komputer dan akan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan dalam bentuk narasi.

Gambar

Gambar 2.1 Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkawinan Usia Muda
Tabel 3.1 Besar Sampel Tiap Dusun di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli
Tabel 4.1  Distribusi Persebaran Penduduk Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012
Tabel 4.2  Distribusi Persebaran Remaja di Desa Puji Mulyo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 12 tabel, 18 daftar pustaka) Skripsi ini berjudul “Faktor -faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan Usia Muda

Penelitian yang berjudul kajian faktor-faktor penyebab perkawinan usia muda dan dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi di Desa Lebakwangi Kecamatan Pagedongan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) pada Wanita Usia Subur (Wus) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten

Hasil penelitian ini menunjukkan usia perkawinan di Kecamatan Pancur Batu mayoritas &lt; 20 tahun sebanyak 55,8%, dan secara statistik variabel yang paling dominan mempengaruhi

Setelah dilakukan penelitian tentang faktor dominan yang mempengaruhi perkawinan usia muda di Desa Bulay Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan Tahun 2011, dapat

Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan penelitian pada subjek yang akan diteliti yaitu tentang perkawinan usia muda

1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai umur 16

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 12 tabel, 18 daftar pustaka) Skripsi ini berjudul “Faktor -faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan Usia Muda