• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII MTsN 2 Ciganjur Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII MTsN 2 Ciganjur Jakarta Selatan"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(S.Pd.)

oleh: Maryanih 1112013000018

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing Dr. Hindun, M. Pd. Tahun 2016.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan penggunaan konjungsi koordinatif dalam karangan narasi siswa. Karangan narasi yang dimaksud dalam tulisan ini ialah karangan narasi berwujud cerpen. Penelitian pada tulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Setelah data terkumpul dari hasil pengamatan, data dideskripsikan dalam bentuk tabel dan kata-kata. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan observasi. Teknik penganalisisan data menggunakan penarikan simpulan persentase.

Objek dalam penelitian ini adalah karangan narasi berwujud cerpen yang ditulis oleh siswa MTs Negeri 2 Jakarta kelas VII. Data yang diteliti sebanyak 37 karangan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa terdapat 301 kesalahan penggunaan konjungsi koordinatif atau 25,94%. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa terhadap penggunaan dan pemilihan jenis konjungsi koordinatif cukup baik.

(6)

ii

Teachers’ Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta. Advisor: Dr. Hindun, M.Pd. 2016.

The purpose of this research was to describe an error usage of coordinative conjunction

in students’ narrative writing. Narrative writing on this research formed as short story. This research conducted qualitative descriptive method. After the observation data was completely collected, the data was described on table and words. The data collection technique that used on this research was observation and documentation. The analysis technique of data used was concluding percentage.

The research object was a narrative writing of short story, written by VII grade students of MTs Negeri 2 Jakarta Selatan. The data examined were 37 of narrative writing.The result of this research can be concluded as follows: based on the research that conducted, there are 301 of error on coordinative conjunction usage or 25,94%. Based on the research of student’s short

story text, student’s capability toward conjunction’s coordinative is good enough.

(7)

iii

Alhamdulillahi Rabbil „alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Skripsi berjudul “Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif

dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Ciganjur Jakarta Selatan” ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulisan laporan ini juga tidak luput dari bantuan, bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Atas kerjasama dan bantuan dari pihak-pihak terkait, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan semangatnya telah membawa jurusan ini menjadi lebih baik.

3. Dr. Hindun, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan teliti membaca serta mengoreksi skripsi penulis. Dosen yang selalu memberi motivasi dan dukungan kepada penulis sampai berakhirnya penyusunan skripsi ini.

4. Djoko Kentjono, M.A., yang telah memberikan nasihat, jalan keluar dari kesulitan dalam perkuliahan, dan mengajarkan untuk menghargai waktu. 5. Dra. Mahmudah Fitriyah, Z. A, M.Pd., Dr. Nuryani, M.A., Novi Diah

(8)

6. Drs. H Wawan M, M.Pd. selaku kepala MTs Negeri 2 Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan izin kepada penulis dalam melaksanakan penelitian skripsi.

7. Drs. Namud Alenda, sebagai guru Bahasa Indonesia di MTs Negeri 2 Jakarta yang telah memberikan bimbingan, dan arahan dalam menyelesaikan penelitian skripsi.

8. Para guru dan karyawan MTs Negeri 2 Jakarta yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian, dari mulai penelitian berlangsung sampai dengan selesai.

9. Orangtua penulis (Bapak Madinah dan almarhumah Ibu Juriah), Adik tersayang (Jamaludin), dan keluarga tercinta yang dengan kasih sayang dan cintanya selalu memberikan doa, pengorbanan dan dukungan kepada penulis sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan selama kurang lebih 4,5 tahun diperkuliahan, seluruh anggota “GESREK” (Fatimah alias Ucha, Via Ardhya Garini, Nur Hamidah, Dhyas Nissa Utami, Nurul Fauziah, Khaerunia Amalah, Rizki Dwi Putri, Bunga Indah P., dan Elvira Rosiana) yang selalu membuka kajian “bermanfaat” disetiap perkumpulan dan mampu memberikan kenangan ajaib. 11. Seluruh anggota POSTAR khususnya anggota Paduan Suara Mahasiswa

Tarbiyah yang selalu saja mampu menghibur dengan alunan suara dan nada indah.

12. Rekan seperjuangan PPKT yang telah melewatkan kebersamaan dan berbagi pengalaman selama 4 bulan di sekolah (Maulana Yusuf, Abdurrahman, Enti Hendayanti, Siti Nurmellya B., dan Miftahur Rahmah)

13. Siswa MTs Negeri 2 Jakarta, khususnya kelas VII-2, dan VII-4 yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

14. Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2012 khususnya mahasiswa PBSI kelas A yang telah membantu penulis dengan berbagai pendapat dan tenaganya yang berkaitan dengan penulisan skripsi. Dan,

(9)

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca. Penulis mengharapkan agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, atau peminat lain pada umumnya.

Jakarta, 22 November 2016 Penulis

Maryanih

(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II : KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Analisis Kesalahan Berbahasa ... 7

B. Hakikat Konjungsi ... 9

1. Pengertian Konjungsi ... 9

2. Jenis Konjungsi ... 10

3. Cara Menggunakan Konjungsi Koordinatif ... 14

C. Hakikat Karangan... 16

1. Jenis-jenis Karangan ... 17

2. Hakikat Karangan Narasi ... 18

3. Jenis-jenis Karangan Narasi ... 19

D. Penelitian Relevan ... 20

BAB III :METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Metode Penelitian... 24

(11)

D. Fokus Penelitian ... 26

E. Teknik Penelitian ... 26

1. Teknik Pengumpulan Data ... 26

2. Teknik Analisis Data ... 27

3. Penarikan Simpulan ... 27

F. Instrumen Penelitian... 29

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 31

1. Gambaran Umum MTs N 2 Jakarta ... 31

2. Visi dan Misi MTs N 2 Jakarta ... 31

3. Data Siswa MTs N 2 Jakarta ... 32

B. Pembahasan ... 33

1. Analisis Data ... 33

2. Pengolahan Data ... 103

3. Interpretasi Data ... 104

BAB V : SIMPULAN A. Simpulan ... 105

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Format Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Siswa.

Tabel 2 Data Siswa MTs Negeri 2 Jakarta Tahun 2015/2016.

Tabel 3 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Registria Salma

Tabel 4 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Ahmad Rizqi Akbar

Tabel 5 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Amalia Raudhatul Nabila Putri

Tabel 6 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Fai Riski Azmi

Tabel 7 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Luthfiana Azzahra

Tabel 8 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Fauziyah Al-Kaff

Tabel 9 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Rosita Melati Sukma

Tabel 10 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan M. Rizqi Aji

Tabel 11 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Kurnia Dewi

(13)

Tabel 13 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Gazanova Berlian

Tabel 14 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Mafikha Tiwari

Tabel 15 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Novitha Putri

Tabel 16 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Shafira Azzahra

Tabel 17 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Salsabila Usfa

Tabel 18 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Ahmad Naufal Rusyda

Tabel 19 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan M. Aditya Nursya’bani

Tabel 20 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Isnaini Syifa

Tabel 21 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Afrizal Rino

Tabel 22 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Suci Nurafifah

Tabel 23 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Suci Maharani Pratiwi

(14)

Tabel 25 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Melani Putri Devita

Tabel 26 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Fitri Khairunisa

Tabel 27 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Filosofi Bukhari

Tabel 28 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Fikri Nurjaya A.

Tabel 29 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Siti Syifa Zahra

Tabel 30 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan M. Ikhsan Syafawi

Tabel 31 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Aisyah Aulia Kamila

Tabel 32 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Rhaffa Izzatul Awaliyah

Tabel 33 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Syahrani Bunga F.

Tabel 34 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Anggi Sri Ranita

Tabel 35 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan R. Helmy Rahmadianto

(15)

Tabel 37 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Faizhal Hanif F.

Tabel 38 Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Tiara Safa A.

(16)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Bimbingan Skripsi.

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian.

Lampiran 4 Karangan Eksplanasi Siswa.

Lampiran 5 Karangan Narasi Siswa Berwujud Cerpen.

Lampiran 6 Karangan Narasi Siswa Berdasarkan Kesalahan Terbanyak Pada Setiap Jenis Konjungsi Koordinatif.

Lampiran 7 Data Guru dan Siswa Kelas VII-2.

(17)

1

Pengguna bahasa harus menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam berkomunikasi. Hal ini bertujuan agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh lawan tutur. Bahasa dibentuk oleh kaidah dan pola yang tidak boleh dilanggar, tentunya agar komunikasi dapat terjalin dengan baik. Komunikasi dapat disampaikan dengan bahasa tulis atau bahasa lisan. Berkomunikasi dengan bahasa lisan atau tulisan sama-sama mempunyai tujuan untuk menyampaikan gagasan, pikiran, ide, pendapat, atau keinginan kepada orang lain. Perbedaannya terletak pada cara penyampaiannya. Komunikasi bahasa lisan disampaikan secara langsung kemudian diucapkan melalui bantuan udara pernapasan, sedangkan komunikasi bahasa tulis disampaikan dengan menggunakan sistem tulis.

Komunikasi dapat terjalin dengan baik bila penerima dan pengirim bahasa menguasai bahasanya. Komunikasi yang disampaikan melalui bahasa tulis tidak semudah berkomunikasi dengan bahasa lisan. Agar tercipta hasil pemahaman yang utuh antara pengirim dan penerima pesan, penggunaan bahasa harus utuh dengan tidak meninggalkan sistem kebahasaan tersebut. Satu di antaranya adalah dengan memperhatikan penggunaan konjungsi yang tepat. Konjungsi atau biasa disebut kata hubung menurut Abdul Chaer merupakan kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis, baik antara kata dengan kata, antara frase dengan frase, antara klausa dengan klausa, atau antara kalimat dengan kalimat.1 Berdasarkan fungsinya, konjungsi memegang peranan penting dalam menciptakan dan menyampaikan gagasan secara sistematis serta mudah dipahami sehingga tercipta sebuah alat

1

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: Rineka

(18)

komunikasi atau wacana yang efektif dan efisien baik secara lisan maupun tulisan.

Penggunaan bahasa akan melibatkan kata-kata dalam menyusun sebuah kalimat. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang sangat penting di samping kegiatan berbahasa lain seperti menyimak, membaca, dan berbicara. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Seseorang akan menuangkan ide-ide ke dalam suatu tulisan serta menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat sesuai dengan bentuk tulisan yang akan dibuat ketika sedang menulis. Kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seluruh tatanan bahasa. Menulis dipengaruhi oleh keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara, aspek membaca, menyimak serta pemahaman kosa kata, pilihan kata, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca. Salah satu contoh dari bentuk tulisan adalah karangan. Menguasai seluruh tatanan bahasa sangat diharapkan agar diperoleh hubungan yang logis antara penguasaan kebahasaan dengan kemampuan mengarang.

Mengarang merupakan salah satu materi yang diajarkan dalam pelajaran menulis di sekolah. Menulis karangan merupakan hal yang tidak mudah, karena di dalamnya harus memperhatikan seluruh tatanan bahasa serta kaidah penulisan yang tepat. Adanya sistem penulisan tersebut akan sering ditemukan kesalahan dalam hal penulisan kata sehingga menyebabkan timbulnya kalimat yang tidak efektif, khususnya kesalahan pada karangan siswa.

(19)

seperti ejaan, tanda baca, pilihan kata, dan penggunaan konjungsi yang tepat. Penggunaan konjungsi yang tepat dalam sebuah karangan menghasilkan isi karangan yang mudah dipahami oleh pembaca.

Kesalahan penempatan kata, khususnya konjungsi masih banyak dilakukan dalam karangan yang ditulis siswa. Khususnya karangan narasi pada proses pembelajaran di sekolah. Tulisan narasi harus mampu menyajikan suatu peristiwa atau kejadian sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh pembaca, hal ini diungkapkan oleh Gorys Keraf dalam buku berjudul Eksposisi Komposisi Lanjutan II.2 Pengisahan cerita merupakan kata kunci dari pengertian tulisan narasi. Kata kunci tersebut dapat dipahami bahwa tujuan dari tulisan narasi adalah mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa kepada pembaca.

Berdasarkan hasil karangan narasi siswa MTsN 2 Jakarta Selatan berupa teks eksplanasi, terdapat fenomena yang membuat penulis ingin melanjutkan penelitian ke teks narasi berwujud cerpen. Fenomena yang dimaksud adalah konjungsi yang digunakan oleh siswa MTsN 2 Jakarta Selatan sangat monoton, bahkan cenderung salah dalam penggunaannya. Monoton dalam hal ini mengarah pada pilihan kata yang digunakan siswa. Pilihan kata tersebut hanya berupa konjungsi /dan/, padahal terdapat jenis konjungsi lain yang lebih tepat untuk digunakan pada karangan siswa. Monotonnya penggunaan konjungsi yang terjadi pada karangan teks eksplanasi yang dibuat oleh siswa, membuktikan kurangnya pengetahuan dan penguasaan siswa tentang jenis-jenis konjungsi. Kesalahan penggunaan konjungsi pada karangan (terlampir) membuktikan kurangnya kemampuan siswa untuk bisa mengidentifikasi konjungsi yang tepat pada karangan yang dibuat, sehingga menghasilkan kalimat yang tidak efektif. Penguasaan

2

Gorys Keraf, Eksposisi Komposisi Lanjutan II, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), hlm

(20)

konjungsi merupakan kemampuan penting bagi siswa agar mampu menulis menggunakan kalimat yang efektif.

Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai kesalahan penggunaan konjungsi yang terdapat pada karangan narasi siswa kelas VII di MTsN 2 Ciganjur Jakarta Selatan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Monotonnya penggunaan konjungsi dalam karangan narasi siswa. 2. Kesalahan penggunaan konjungsi dalam karangan narasi siswa.

C. Pembatasan Masalah

Penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Kesalahan penggunaan konjungsi koordinatif dalam karangan narasi siswa.

2. Unit analisis penelitian ini adalah siswa kelas VII-2 yang berjumlah 38 orang pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 MTsN 2 Ciganjur Jakarta Selatan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, perumusan masalah penelitian ini yaitu “Bagaimanakah bentuk kesalahan penggunaan konjungsi koordinatif dalam karangan narasi siswa kelas VII-2 semester genap tahun pelajaran 2015/2016 MTsN 2 Ciganjur Jakarta Selatan” ?

E. Tujuan Penelitian

(21)

dalam karangan narasi siswa kelas VII-2 yang berjumlah 38 orang pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 MTsN 2 Ciganjur Jakarta Selatan.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis, yaitu untuk pengembangan ilmu pengetahuan bahasa khususnya pengetahuan tentang teori-teori konjungsi atau kata penghubung dan ilmu menulis karangan khususnya karangan narasi.

2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan latihan dan menerapkan pengetahuan tentang penggunaan konjungsi sebagai dasar dalam meneliti lebih lanjut.

2) Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui lebih dalam bentuk-bentuk konjungsi dalam tata bahasa Indonesia di berbagai paham bahasa.

b. Bagi pembaca dan peneliti lain

Bagi pembaca, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan peneliti-peneliti sebelumnya dan bagi peneliti lain dapat menjadi motivasi untuk meneliti mengenai penggunaan konjungsi pada karangan siswa.

c. Bagi guru

(22)

d. Bagi siswa

(23)

7

segala aspek kesalahan berbahasa.1 Analisis kesalahan berbahasa muncul karena adanya kesalahan pada ujaran atau tulisan seseorang dalam mempelajari bahasa. Kesalahan berbahasa dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, orang dewasa yang telah menguasai bahasanya, maupun orang asing yang sedang mempelajari suatu bahasa. Namun, jenis dan jumlah kesalahan berbahasa pada anak-anak dan orang asing yang sedang mempelajari suatu bahasa tentu berbeda dengan orang dewasa yang telah menguasai bahasanya.

Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa.2 Senada dengan pengertian analisis kesalahan yang dikemukakan Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pit. S. Corder berpendapat bahwa “Error (kesalahan) adalah penyimpangan-penyimpangan yang sistematis dan konsisten dan menjadi ciri khas berbahasa siswa yang belajar bahasa pada tingkat tertentu.”3

Ada beberapa definisi tentang analisis kesalahan yang dikemukakan oleh pakar bahasa. Di antaranya yaitu Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan mengutip pendapat Ellis yang mengemukakan bahwa:

Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.4

1

Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan

Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2011), edisi revisi, hlm. 67 2

Ibid., hlm. 141 3

Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Erlangga, 2010), hlm. 143

4

(24)

Berbeda dengan pendapat Ellis, Crystal mengemukakan bahwa:

Analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan, mengklasifikasikan dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh si terdidik yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik.5

Tujuan melakukan analisis kesalahan bagi seorang guru menurut Mansoer Pateda adalah : (1) menentukan urutan sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam hal penjelasan dan latihan, (3) memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa si terdidik.6

Berdasarkan hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa tujuan utama adanya analisis kesalahan merupakan suatu tindakan menemukan kesalahan dan melakukan tindakan perbaikan pada peserta didik. Hal tersebut sangat berguna agar proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja. Sebagai prosedur kerja, anakes mempunyai langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah tertentu inilah yang dimaksud dengan metodologi anakes.

Metode analisis kesalahan yang paling ideal menurut Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan mencakup upaya: (1) mengumpulkan data kesalahan, (2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan, (3) memperingkat kesalahan, (4) menjelaskan kesalahan, (5) memprakirakan atau memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan kesalahan, (6) mengoreksi kesalahan.7

Berdasarkan pemaparan mengenai pengertian analisis kesalahan oleh beberapa pakar bahasa, dapat penulis simpulkan bahwa analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh para peneliti atau guru bahasa untuk mengkaji bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem

5

Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, (Flores: Nusa Indah, 2010), hlm. 32

6

Ibid., hlm. 36 7

(25)

ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia.

B. Hakikat Konjungsi 1. Pengertian Konjungsi

Konjungsi atau kata penghubung ialah kata yang digunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, kalimat dengan kalimat, frase dengan frase, dan paragraf dengan paragraf.8 Senada dengan pengertian tersebut, Abdul Chaer dalam buku berjudul Morfologi Bahasa Indonesia

mengemukakan bahwa “Konjungsi atau kata penghubung adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis, baik antara kata dengan kata, antara frase dengan frase, antara klausa dengan klausa, atau antara kalimat dengan kalimat.”9

Hasan Alwi mengemukakan bahwa “Konjungtor yang juga dinamakan kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa.”10 Berbeda dengan pengertian konjungsi yang dikemukakan oleh Hasan Alwi, Wahyu Wibowo dalam buku berjudul Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah berpendapat bahwa “Penggunaan konjungsi ialah sebagai alat penghubung intrakalimat dan antarkalimat, konjungsi alias kata sambung terkelompok ke dalam jenis kata tugas yang berfungsi mempertegas dan juga memperpadu makna.”11

Senada dengan pengertian konjungsi yang dikemukakan Wahyu Wibowo, R. Kunjana Rahardi mengemukakan bahwa:

Kelas kata konjungsi, atau yang lazim disebut juga sebagai konjungtor, atau yang dalam literatur lain lazim disebut pula sebagai kata penghubung adalah bagian dari kategori kata-kata tugas dalam bahasa Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan kata tugas dalam bahasa

8

Lima Adi Sekawan, EYD Plus, (Jakarta: Limas, 2007), cet. ke-4, hlm. 137

9

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta:

Rineka Cipta, 2015), cet. ke-2, hlm. 98 10

Hasan Alwi, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2003), hlm.296 11

Wahyu Wibowo, Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi

(26)

Indonesia adalah kata yang tidak memiliki makna leksikal, tetapi kata itu memiliki makna gramatikal. Maksudnya pula, kata tugas yang disebut konjungsi itu merupakan kata yang memiliki fungsi menghubungkan dua satuan kebahasaan yang memang sejajar atau sederajat. Artinya, kata penghubung itu pasti menghubungkan satuan kata dengan satuan kata, satuan frasa dengan satuan frasa, dan satuan klausa dengan satuan klausa.12

Widjono Hs dalam buku berjudul Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi mengemukakan bahwa “Konjungsi berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat atau kalimat yang satu dengan kalimat lain dalam satu wacana.”13 Senada dengan Widjono, Ida Bagus berpendapat bahwa “Kata sambung ialah kata yang menghubungkan kata-kata, bagian-bagian kalimat, dan kalimat-kalimat.”14

Berdasarkan pemaparan definisi konjungsi oleh beberapa pakar bahasa, dapat penulis simpulkan bahwa konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan kata-kata, bagian kalimat, atau menghubungkan kalimat-kalimat.

2. Jenis Konjungsi

a. Konjungsi Koordinatif

Konjungsi koordinatif adalah kata hubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya sederajat atau setara.15 Senada dengan pengertian konjungsi koordinatif yang dikemukakan oleh Abdul Chaer, Hasan Alwi dkk mengemukakan bahwa “Konjungsi koordinatif ialah konjungsi

12

R. Kunjana Rahardi, Penyuntingan Bahasa Indonesia untuk

Karang-Mengarang, (Jakarta: Erlangga, 2012), cet. ke-2, hlm. 14 13

Widjono Hs., Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di

Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2007), cet. ke-2, hlm. 138 14

Ida Bagus Putrayasa, Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional),

(Bandung: Refika Aditama, 2010), cet. ke-2, hlm. 98 15

Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,

(27)

yang menghubungkan dua unsur atau lebih yang sama pentingnya, atau memiliki status yang sama.”16

Kata yang termasuk kelompok konjungsi koordinatif, yakni: (1) konjungsi dan, dengan, dan serta menandai hubungan penambahan, (2) konjungsi atau menandai hubungan pemilihan, (3) konjungsi tetapi, sedangkan, namun dan sebaliknya

menandai hubungan pertentangan, (4) konjungsi bahkan, malah, apalagi, lagipula, dan jangankan menandai hubungan penegasan, (5) konjungsi melainkan dan hanya menandai hubungan perbaikan, (6) konjungsi lalu, kemudian, selanjutnya, setelah itu, dan sebelum itu menandai hubungan pengurutan atau pengaturan, (7) konjungsi yaitu, yakni, bahwa, adalah dan

ialah menandai hubungan penyamaan, (8) konjungsi jadi, karena itu, sebab itu, dan maka itu menandai hubungan penyimpulan,17 (8) konjungsi kecuali, dan hanya menandai hubungan pembatasan.18

Konjungsi koordinatif agak berbeda dengan konjungsi lain, karena disamping menghubungkan klausa dapat juga menghubungkan kata. Meskipun demikian, frasa yang dihasilkan bukanlah frasa preposisional.19

Berdasarkan pemaparan definisi konjungsi koordinatif oleh beberapa pakar bahasa, dapat penulis simpulkan bahwa konjungsi koordinatif adalah kata hubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya sederajat.

b. Konjungsi Subordinatif

Hasan Alwi, Anton M. Moeliono, dkk dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa “Konjungsi subordinatif adalah kata hubung yang menghubungkan dua klausa atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama.”20 Kunjana Rahardi dalam buku berjudul Penyuntingan

16

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2003), hlm. 297 17

Abdul Chaer, Penggunaan Preposisi dan Konjungsi Bahasa Indonesia, (Flores:

Nusa Indah, 2007), hlm. 58 18

Abdul Chaer, loc.cit.

19

Hasan Alwi, dkk., loc.cit.

20

(28)

Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang mengemukakan bahwa “Konjungsi subordinatif adalah kata penghubung yang bertugas menghubungkan dua buah klausa atau lebih dan klausa yang dihubungkan tersebut tidak memiliki status sintaksis atau status kalimat yang sama.”21 Senada dengan pengertian di atas, Abdul Chaer mengemukakan bahwa “Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat (klausa) yang kedudukannya tidak sederajat.”22

Kata yang termasuk kelompok konjungsi subordinatif, yakni: (1) menyatakan sebab, yaitu kata penghubung sebab, dan

guna, (6) menyatakan perbandingan, yaitu kata penghubung

seperti, sebagai, dan laksana, (7) menyatakan makna atributif, yaitu kata penghubung yang, (8) menyatakan tempat, yaitu kata penghubung tempat,23 (9) menyatakan waktu, yaitu kata penghubung sejak, semenjak, sedari, sewaktu, ketika, tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi, setelah, sesudah, sebelum, sehabis, selesai, seusai, hingga, dan

sampai, (10) menyatakan pengandaian, yaitu kata penghubung

andaikan, seandainya, seumpama,dan sekiranya, (11) konjungsi subordinatif konsesif, yaitu kata penghubung biarpun,

meski(pun), walau(pun), sekalipun, sungguhpun, dan

kendati(pun), (12) konjungsi subordinatif alat, yaitu kata penghubung dengan, dan tanpa, (13) konjungsi subordinatif cara, yaitu kata penghubung dengan, dan tanpa, (14) konjungsi subordinatif komplementasi, yaitu kata penghubung bahwa.24

Berdasarkan pemaparan definisi konjungsi subordinatif oleh beberapa pakar bahasa, dapat penulis simpulkan bahwa konjungsi

21

R. Kunjana Rahardi, Penyuntingan Bahasa Indonesia untuk

Karang-Mengarang, (Jakarta: Erlangga, 2012), cet. ke-2, hlm. 20 22

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta:

Rineka Cipta, 2015), cet. ke-2, hlm. 100 23

Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta,

2011), edisi revisi, hlm.141 24

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:

(29)

subordinatif adalah kata hubung yang menghubungkan dua unsur kalimat (klausa) yang kedudukannya tidak sederajat.

c. Konjungsi Korelatif

Konjungsi korelatif, yakni konjungsi yang kehadirannya mensyaratkan kehadiran konjungsi yang lainnya karena bentuk-bentuk kebahasaan itu memang saling berkolerasi.25 Senada dengan penjelasan konjungsi korelatif di atas, Wahyu Wibowo mengemukakan dalam buku berjudul Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah bahwa “Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua buah kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang berkolerasi.”26

Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Berikut adalah contohnya. (1) baik ... maupun...., (2) tidak hanya ..., tetapi juga..., (3) bukan hanya ..., melainkan juga..., (4) demikian..., sehingga ..., (5) sedemikian rupa..., sehingga..., (6) apa(kah)..., atau..., (7) entah..., entah... (8) jangankan..., ....pun ...27

Berdasarkan pemaparan definisi konjungsi korelatif oleh beberapa pakar bahasa, dapat penulis simpulkan bahwa konjungsi korelatif adalah kata hubung yang menghubungkan dua buah kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama.

d. Konjungsi Antarkalimat

Hasan Alwi, Anton M., dkk dalam buku berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga mengemukakan bahwa “Konjungsi antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Konjungsi antarkalimat selalu memulai kalimat

25

R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:

Erlangga, 2015), ke-5, hlm. 65 26

Wahyu Wibowo, Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2012), cet ke-2, hlm. 124 27

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:

(30)

yang baru dan huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital.”28 Senada dengan pengertian tersebut, R Kunjana Rahardi mengemukakan bahwa “Konjungsi antarkalimat menghubungkan entitas kebahasaan yang ada dalam sebuah kalimat dengan entitas kebahasaan yang berada di luar kalimat itu.”29

Kata yang termasuk kelompok konjungsi antarkalimat, yakni:

biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, meskipun demikian/begitu, sungguhpun demikian/begitu, kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya, tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasanya, malah(an), bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, dan sebelum itu.30

Berdasarkan pendapat beberapa pakar bahasa, dapat penulis simpulkan bahwa konjungsi antarkalimat adalah kata hubung yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya. Dari pemaparan jenis-jenis konjungsi di atas, peneliti hanya berfokus pada konjungsi koordinatif. Hal ini disebabkan karena konjungsi yang diajarkan pada siswa kelas VII MTs hanya berpusat pada konjungsi koordinatif.

3. Cara Menggunakan Konjungsi Koordinatif

Berikut adalah beberapa contoh cara penggunaan konjungsi koordinatif yang benar.

a. Menghubungkan penambahan, yaitu konjungsi dan, dengan, dan serta. Contoh kalimatnya ialah: (1) Nenek dan Kakek pergi ke Makasar, (2) Adik dengan ayah belum pulang, (3) Mereka menyanyi serta menari sepanjang malam.

b. Konjungsi atau menandai hubungan pemilihan. Contoh kalimatnya ialah: Mana yang kamu pilih, yang merah atau

yang biru.31

28

Ibid., hlm. 300 29

R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta:

Erlangga, 2015), cet. ke-5, hlm. 65 30

Hasan Alwi, dkk, op.cit., hlm. 300-301

31

Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta:

(31)

c. Konjungsi tetapi, sedangkan, namun dan sebaliknya menandai hubungan pertentangan. Contoh kalimatnya ialah: (1) Anak itu cerdas tetapi malas, (2) Ayahnya menjadi dokter di Puskesmas,

sedangkan ibunya menjadi bidan, (3) Sejak kecil dia kami asuh, kami didik, dan kami sekolahkan. Namun, setelah dewasa dan jadi orang besar dia lupa kepada kami. (4) Di hadapan kita dia memang ramah. Sebaliknya, jauh dari kita sombongnya bukan main.

d. Konjungsi bahkan, malah, apalagi, lagipula, dan jangankan

menandai hubungan penegasan. Contoh kalimatnya ialah: (1) Anak itu memang nakal. Bahkan ibunya sendiri pernah ditipunya, (2) Dinasihati baik-baik bukannya menurut,

malahan dia melawan kita, (3) Kamu saja yang lulusan SMA tidak tahu, apalagi saya yang Cuma tamatan SD, (4) Saya tidak hadir karena sakit. Lagipula saya tidak diundang, (5)

Jangankan seribu, serupiah pun tak punya.

e. Konjungsi melainkan dan hanya menandai hubungan perbaikan. Contoh kalimatnya ialah: (1) Bukan dia yang datang, melainkan ayahnya, (2) Semua orang setuju hanya dia yang tidak setuju

f. Konjungsi lalu, kemudian, selanjutnya, setelah itu, dan

sebelum itu menandai hubungan pengurutan atau pengaturan. Contoh kalimatnya yaitu: (1) Dipetiknya bunga itu, lalu

diberikannya kepadaku, (2) Diambilnya mangga itu, kemudian

dikupasnya hati-hati, (3) Beliau mengeluarkan dompet dan mengeluarkan selembar uang kertas selanjutnya diberikan kepada saya,32 (4) Beliau menyilakan kami masuk dan duduk di ruang kerjanya. Setelah itu, ditanyakan apa maksud kedatangan kami, (5) Kami baru saja selesai membangun balai pertemuan ini. Sebelum itu, kami telah berhasil merehab masjid tua itu.33

g. Konjungsi yaitu, yakni, bahwa, adalah dan ialah menandai hubungan penyamaan. Contoh kalimatnya yaitu: (1) Kami bermaksud melayari sungai terbesar di Pulau Jawa, yaitu

Bengawan Solo, pada masa yang akan datang, (2) Kedua pencuri itu, yakni Dadi dan Dali, telah tertangkap kemarin, (3) Ayah berkata bahwa hari ini dia akan pergi ke Bogor, (4)

2011), edisi revisi, hlm. 144-150 33

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), cet.

(32)

h. Konjungsi jadi, karena itu, sebab itu, dan maka itu menandai hubungan penyimpulan. Contoh kalimatnya ialah : (1) Ibunya meninggal sejak ia berumur dua tahun. Ayahnya meninggal sewaktu ia berusia empat tahun. Jadi, sejak kecil dia sudah yatim piatu, (2) Kami benar-benar belum punya uang. Karena itu, kami belum dapat melunasi hutang itu, (3) Kurang ajarnya kepadaku sudah keterlaluan, sebab itu aku menghajarnya tadi pagi.

i. Konjungsi kecuali, dan hanya menandai hubungan pembatasan. Kami tidak akan ikut, kecuali ada biaya perjalanannya.34

C. Hakikat Karangan

Karangan adalah suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam ucapan atau tulisan atau suatu penyajian pembicaraan yang luas tentang suatu pokok persoalan secara lisan atau tulisan.35 Berbeda dengan pengertian karangan tersebut, Lamuddin Finoza mengemukakan bahwa “Karangan adalah penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea.”36

Lado mengemukakan bahwa mengarang adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, asalkan mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.”37 Berbeda dengan pengertian karangan yang diungkapkan oleh Lado, Wahyu Wibowo

mengemukakan bahwa “Karang-mengarang adalah suatu penyampaian

pikiran secara resmi atau teratur dalam tulisan.”38

Mahsusi dalam buku berjudul Mahir Berbahasa Indonesia

mengemukakan bahwa “Karangan berarti rangkaian, susunan, atau

34

Abdul Chaer, op.cit., hlm. 150-154

35

Rasjid Sartuni, dkk., Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Nina

Dinamika, t.t.), hlm. 74 36

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (untuk Mahasiswa Jurusan

Non Bahasa), (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2001), cet. ke-7, hlm. 189 37

Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa: Pengorganisasian Karangan Pragmatik

dalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), cet. ke-2, hlm. 56

38

(33)

komposisi. Yang dirangkai adalah beberapa kesatuan pikiran yang diwujudkan dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun sesuai dengan kaidah komposisi”39 Dari beberapa pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa karangan merupakan hasil pengungkapan gagasan melalui bahasa tulisan.

1. Jenis-jenis Karangan

Mahsusi dalam buku berjudul Mahir Berbahasa Indonesia

mengemukakan bahwa “Karangan terbagi menjadi empat bentuk, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.”40 Senada dengan M. Atar Semi, Minto Rahayu dalam buku berjudul Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi mengemukakan bahwa “Karangan terbagi ke dalam empat jenis, yaitu deskripsi, argumentasi, eksposisi, dan persuasi.”41 Berbeda dengan pendapat tersebut, Wahyu Wibowo dalam buku berjudul Manajemen Bahasa Pengorganisasian Karangan pragmatik dalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis mengemukakan bahwa Karangan terbagi ke dalam lima jenis, yaitu karangan argumentasi, deskripsi, eksposisi, persuasi dan narasi.”42

Rasjid Sartuni, dkk dalam buku berjudul Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi mengemukakan bahwa “Karangan terbagi menjadi lima jenis, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.”43 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis membagi karangan menjadi lima jenis, yaitu karangan narasi, argumentasi, persuasi, deskripsi, dan eksposisi.

39

Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN Jakarta, 2004), hlm.

228 40

Ibid., hlm. 229 41

Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Grasindo,

2007), cet. ke-1, hlm. 158 42

Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa: Pengorganisasian Karangan Pragmatik

dalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), cet. ke-2, hlm. 58-59

43

Rasjid Sartuni, dkk., Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Nina

(34)

2. Hakikat Karangan Narasi

Karangan narasi berasal dari bahasa Inggris narration, yang artinya cerita, dan kata narrative, artinya yang menceritakan. Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan atau menyampaikan serangkaian peristiwa atau kronologi.44 Senada dengan pengertian tersebut, Gorys Keraf mengemukakan dalam buku berjudul Eksposisi Komposisi Lanjutan

II bahwa “Karangan narasi merupakan semacam bentuk wacana yang

berusaha menyajikan suatu peristiwa atau kejadian, sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh pembaca. Narasi menyajikan peristiwa dalam sebuah rangkaian peristiwa kecil yang bertalian.”45 Gorys Keraf mengemukakan kembali dalam buku berjudul Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III yang menjelaskan bahwa Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.”46

Senada dengan pendapat Gorys, Lamuddin Finoza mengemukakan

bahwa “Karangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha

menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.”47 Rasjid Sartuni, dkk mengemukakan bahwa “Tujuan karangan narasi itu adalah menceritakan suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang dihubungkan sedemikian rupa sehingga menimbulkan pengertian-pengertian yang merefleksikan penafsiran penulisnya dan urutan peristiwanya disusun berdasarkan waktu.”48

44

Heri Jauhari, Terampil Mengarang (dari Persiapan hingga Presentasi, dari

Karangan Ilmiah hingga Sastra), (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013), cet. ke-1, hlm. 48

45

Gorys Keraf, Eksposisi Komposisi Lanjutan II, (Jakarta: PT Grasindo, 2007),

hlm. 17 46

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Komposisi Lanjutan III), (Jakarta: PT

Gramedia, 2006), hlm. 135-136 47

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan Mulia,

2001), cet. ke-7, hlm. 194 48

Rasjid Sartuni, dkk., Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Nina

(35)

Berdasarkan pemaparan pengertian karangan narasi di atas dapat penulis simpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa secara beruntut. Contoh jenis karangan ini adalahbiografi, kisah, roman, novel, cerpen dan lain-lain.

3. Jenis-Jenis Karangan Narasi

Karangan narasi terbagi menjadi dua, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Berikut adalah pemaparan lebih rinci mengenai kedua jenis karangan narasi.

a. Karangan narasi ekspositoris ialah karangan yang bermaksud memberitahukan suatu informasi faktual dan rasional kepada pembaca. Bersifat faktual dan rasional maksudnya informasi harus berdasarkan fakta dan masuk akal. Jenis karangan ini dimaksudkan untuk menulis karangan ilmiah, peristiwa yang benar-benar terjadi, dan berita.49 Senada dengan pengertian tersebut, Lamuddin Finoza mengemukakan bahwa “Narasi ekspositoris ialah narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada pembaca agar

pengetahuannya bertambah luas.”50

b. Karangan narasi sugestif adalah karangan narasi yang mampu menimbulkan daya khayal pembaca, mampu menyampaikan makna kepada para pembaca melalui daya khayal.51 Senada dengan pernyataan di atas, Heri Jauhari mengemukakan bahwa “Karangan jenis narasi sugestif adalah jenis karangan yang didasarkan pada daya imajinasi penulis berupa khayalan. Narasi sugesti biasa

49

Heri Jauhari, Terampil Mengarang (dari Persiapan hingga Presentasi, dari

Karangan Ilmiah hingga Sastra), (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013), cet. ke-1, hlm. 49

50

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (untuk Mahasiswa Jurusan

Non Bahasa), (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2001), cet. ke-7, hlm. 194-195 51

(36)

digunakan dalam karangan nonilmiah atau karangan sastra seperti prosa (novel dan cerpen) dan drama.”52

Berdasarkan pemaparan mengenai perbedaan karangan narasi ekspositoris dan karangan narasi sugestif di atas, dapat penulis simpulkan bahwa karangan narasi ekspositoris ialah karangan yang berisi informasi berdasarkan fakta dan masuk akal. Sedangkan karangan narasi sugestif ialah karangan yang mampu menimbulkan daya khayal pembaca. Pada penelitian ini, peneliti hanya berfokus pada karangan narasi sugestif berupa cerpen.

D. Penelitian Relevan

1. Penelitian pertama diteliti oleh Erny Widiastuty (108013000008) mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2012. Penelitian pertama ini mengkaji Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas VIII MTs Darul Hikmah Pamulang. Hasil penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut: dari hasil penelitian tersebut, ditemukan kesalahan dari dua segi. 1) kesalahan akibat pergeseran fungsi konjungsi. 2) kesalahan akibat cara penggunaan konjungsi. Kesalahan konjungsi terdapat dua kesalahan, yaitu kesalahan konjungsi intrakalimat (konjungsi yang berfungsi menghubungkan kata dengan kata, frase dengan frase, atau klausa dengan klausa yang berada di dalam sebuah kalimat), memiliki persentase berjumlah 3,31 persen dan kesalahan konjungsi antarkalimat (kata atau gabungan kata yang menghubungkankalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf berikutnya), memiliki persentase berjumlah 6,94 persen. 3) kesalahan penulisan karangan, khususnya karangan deskripsi dalam menggunakan konjungsi dapat dipertimbangkan sebagai bahan ajar

52

Heri Jauhari, Terampil Mengarang (dari Persiapan hingga Presentasi, dari

(37)

yang berguna bagi penyusun kurikulum. Kesalahan penulisan karangan deskripsi dalam menggunakan konjungsi sebaiknya perlu mendapatkan perhatian lebih bagi guru bahasa dan sastra Indonesia.53

Perbedaan penelitian Erny Widiastuty dengan skripsi ini adalah: a. Penelitian ini diteliti pada tahun 2012, sedangkan penulis

melakukan penelitian pada tahun 2016.

b. Karangan yang digunakan dalam penelitian Erny Widiastuty adalah karangan deskripsi, sedangkan penulis meneliti karangan narasi.

c. Konjungsi yang diteliti merupakan jenis konjungsi keseluruhan, sedangkan penulis meneliti hanya pada konjungsi koordinatif. d. Sekolah dan jenjang kelas yang diteliti oleh Erny Widiastuti

adalah MTs Darul Hikmah Pamulang dan kelas VIII, berbeda dengan penulis yang meneliti di MTsN 2 Jakarta Selatan kelas VII.

2. Penelitian kedua yaitu skripsi Abdul Arsudin (107013002582) mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2012. Penelitian kedua mengkaji Analisis Penggunaan Konjungsi pada Tajuk Rencana dalam Harian Kompas sebagai Sumber Belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan konjungsi pada tajuk rencana dalam harian Kompas dan kaitannya sebagai sumber belajar di sekolah. Objek dalam penelitian ini yaitu tajuk rencana dalam harian Kompas yang terbit selama bulan Desember 2011. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa bentuk penggunaan konjungsi intrakalimat meliputi konjungsi koordinatif yang paling dominan digunakan sebanyak 142 kali dengan dua bentuk penggunaan yang kurang tepat. Konjungsi subordinatif

53

Erni Widiastuty, “Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi dalam Karangan

Deskripsi Siswa Kelas VIII MTs Darul Hikmah Pamulang,” Skripsi Jurusan

(38)

sebanyak sembilan puluh tujuh kali dengan satu bentuk penggunaan yang kurang tepat. Konjungsi korelatif sebanyak delapan kali yang secara keseluruhan tepat. Melalui pertimbangan keuntungan dan kerugian penggunaan tajuk rencana harian Kompas sebagai sumber belajar yang didasarkan pada kriteria dan efektivitas pemilihan sumber belajar, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tajuk rencana kompas sebagai sumber belajar bahasa Indonesia khususnya pembelajaran konjungsi tergolong efektif. Meskipun demikian, para tenaga pendidik dituntut untuk lebih cermat dalam pemanfaatannya sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik.54

Perbedaan penelitian Abdul Arsudin dengan skripsi ini adalah: a. Penelitian ini diteliti pada tahun 2012, sedangkan penulis

meneliti pada tahun 2016.

b. Objek yang diteliti dalam tulisan Abdul Arsudin adalah Tajuk Rencana dalam Harian Kompas, sedangkan penulis meneliti karangan narasi siswa.

c. Konjungsi yang diteliti merupakan jenis konjungsi keseluruhan, sedangkan penulis meneliti hanya pada konjungsi koordinatif. 3. Penelitian ketiga ditulis oleh Lintang Akhlakulkharomah

(1110013000042) mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014. Penelitian ini mengkaji Penggunaan Konjungsi pada Karangan Deskripsi Siswa Kelas X di MA Darul Ma’arif Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014. Data yang diteliti sebanyak 10 karangan. Berdasarkan karangan deskripsi yang dianalisis tersebut, dapat dikatakan bahwa konjungsi yang paling banyak muncul yaitu konjungsi koordinatif yang menyatakan penjumlahan. Urutan kedua konjungsi subordinatif yang menunjukkan makna atributif.

54Abdul Arsudin, “Analisis Penggunaan Konjungsi pada Tajuk Rencana dalam

Harian Kompas sebagai Sumber Belajar,” Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan

(39)

Urutan ketiga adalah konjungsi subordinatif yang menunjukkan makna hubungan sasaran atau tujuan. Konjungsi yang tidak digunakan adalah konjungsi koordinatif menyatakan memilih, mempertentangkan, menegaskan, mengurutkan, menyimpulkan, konjungsi subordinatif menyatakan syarat, akibat, tempat, dan konjungsi korelatif.55

Perbedaan penelitian Lintang Akhlakulkharomah dengan skripsi ini adalah:

a. Penelitian ini diteliti pada tahun 2014, sedangkan penulis

meneliti skripsi ini pada tahun 2016.

b. Karangan yang digunakan dalam penelitian Lintang Akhlakulkaromah adalah karangan deskripsi, sedangkan penulis meneliti karangan narasi.

c. Konjungsi yang diteliti merupakan jenis konjungsi keseluruhan, sedangkan penulis meneliti hanya pada konjungsi koordinatif. d. Sekolah dan jenjang kelas yang diteliti adalah MA Darul

Ma’arif Jakarta dan kelas X, berbeda dengan penulis yang

meneliti di MTsN 2 Jakarta Selatan kelas VII.

Berdasarkan ketiga penelitian yang telah dipaparkan, penelitian yang akan penulis lakukan memiliki banyak kesamaan dan terdapat pula beberapa perbedaan. Hal-hal yang menjadi kesamaan antara ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah tema dan faktor yang ditelaah, yaitu kesalahan penggunaan kata penghubung pada suatu karya tulisan. Akan tetapi, perbedaannya terdapat pada objek tulisan yang dianalisis. Adanya perbedaan penelitian ini dengan tiga penelitian di atas diharapkan akan memperkaya referensi mengenai kesalahan penggunaan konjungsi yang dilakukan oleh siswa ketika diberikan tugas oleh guru dalam membuat suatu karangan.

55

Lintang Akhlakulkaromah, “Penggunaan Konjungsi pada Karangan Deskripsi

(40)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTsN 2, berlokasi di jalan RM. Kahfi I nomor 34 Ciganjur, Jakarta Selatan pada bulan Januari 2016 hingga November 2016. Pengambilan data penelitian dilakukan pada siswa MTsN 2 Jakarta Selatan kelas VII-2 tahun pelajaran 2015/2016.

B. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu upaya menemukan kebenaran. Melakukan suatu penelitian karya ilmiah memerlukan perhatian dan konsentrasi tinggi agar tujuan yang ingin dihasilkan dapat tercapai. Metode penelitian sangat dibutuhkan pada saat melakukan penelitian suatu karya ilmiah. Hal ini bertujuan agar mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Penelitian pada tulisan ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Lexy J. Moleong dalam buku berjudul Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi memiliki pengertian bahwa:

Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.1

Senada dengan pengertian penelitian kualitatif yang telah dikemukakan oleh Lexy J. Moleong, Mahsun dalam buku berjudul Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya

mengemukakan bahwa:

Analisis kualitatif fokusnya pada penunjukkan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing

1Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(41)

dan seringkali melukiskannya dalam bentuk kata-kata daripada dalam anga-angka.2

Senada dengan kedua pengertian di atas, Uhar Suharsaputra mengutip pendapat Bogdan dan Guba dalam buku berjudul Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan mengemukakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”3 Kelebihan dari metode kualitatif adalah adanya triangulasi data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.4

Data yang dikumpulkan pada penelitian deskriptif adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan adanya penerapan metode kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.5 Dapat penulis pahami bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan segala bentuk peristiwa atau kejadian yang berlangsung pada saat penelitian dilaksanakan.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai pengertian penelitian kualitatif di atas, dapat penulis simpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks alamiah.

Peneliti melakukan analisis terhadap karangan narasi berupa cerpen pada siswa kelas VII dengan tema yang tidak ditentukan. Hal ini penulis lakukan dengan tujuan agar siswa lebih bebas dalam menghasilkan karya yang dibuat, sehingga siswa tidak merasa dibatasi pada tema tertentu.

2

Mahsun, M.S., Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan

Tekniknya, (Mataram: Rajawali Pers, 2005), edisi revisi, hlm. 257 3

Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan,

(Bandung: Refika Aditama, 2014), cet. ke-2, hlm. 181 4

Lexy J. Moleong, op.cit., hlm. 330

5

(42)

Penulis mendeskripsikan penggunaan konjungsi dalam karangan narasi siswa berupa cerpen dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pendeskripsian ini hanya pada penggunaan konjungsi koordinatif. Melalui metode ini penulis akan menjawab permasalahan yang ada dalam rumusan masalah.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah siswa MTsN 2 Ciganjur Jakarta Selatan kelas VII-2 yang berjumlah 38 siswa. Objek dalam penelitian ini adalah kesalahan penggunaan konjungsi koordinatif pada karangan narasi siswa yang berwujud cerpen.

D. Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah kesalahan konjungsi koordinatif pada karangan narasi berwujud cerpen siswa MTsN 2 Jakarta Selatan kelas VII-2. Adapun kesalahan konjungsi yang diteliti pada karangan narasi siswa adalah kesalahan pada jenis konjungsi koordinatif dan penggunaan konjungsi koordinatif.

E. Teknik Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan dokumentasi, dan observasi.

a. Dokumentasi

Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film.6 Dokumen merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau dicetak, mereka dapat berupa catatan anekdot, surat, buku harian, dan dokumen-dokumen.7 Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat penulis pahami bahwa dokumen ialah sumber data penting berupa bahan tertulis maupun film. Sedangkan dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan

6

Ibid., hlm. 216 7

(43)

menganalisis dokumen. Data hasil penelitian dalam tulisan ini dapat berupa teks karangan narasi berwujud cerpen.

b. Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data yang didasarkan pada pemantauan atas kejadian, proses yang terjadi. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu kejadian atau gejala-gejala/ fenomena dalam objek penelitian.8 Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa observasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama penelitian itu berlangsung. Dalam pengumpulan data, digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memberikan tugas membuat karangan narasi berwujud cerpen dengan tema yang tidak ditentukan oleh peneliti. 2. Memberikan nomor pada karangan narasi siswa satu

persatu.

3. Membaca, memeriksa, dan memberikan nomor pada kalimat-kalimat yang terdapat konjungsi koordinatifnya. 4. Menggarisbawahi kalimat-kalimat yang terdapat kesalahan konjungsi koordinatif dalam karangan narasi siswa.

5. Mencatat kesalahan akibat cara penulisan yang kurang tepat.

6. Mengelompokkan hasil analisis dan memasukkan ke dalam tabel.

2. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan

8

(44)

yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.”9

Senada dengan pengertian di atas, Lexy J. Moleong mengutip pendapat Bogdan dan Biklen mengatakan bahwa:

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.10

Uhar Suharsaputra mengemukakan bahwa:

Penelitian kualitatif, antara kegiatan pengumpulan data dan analisis data menjadi tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Hal ini berarti bahwa ketika seorang peneliti melakukan pengumpulan data, maka pada saat itu juga usaha melakukan analisis data dilakukan, sehingga dalam prosesnya menunjukkan langkah bolak-balik antara analisis dan pengumpulan data.11

Ketika masuk ke lapangan, peneliti memasuki tahap deskripsi, yaitu mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan tentang pemahaman siswa terhadap konjungsi atau kata penghubung, serta kemahirannya dalam menuliskan konjungsi atau kata penghubung melalui pengumpulan tugas siswa dalam materi karangan narasi.

Tahap selanjutnya adalah penyeleksian karangan siswa. Peneliti menguraikan secara rinci dan mendalam mengenai temuan-temuan kesalahan penulisan konjungsi koordinatif atau kata penghubung koordinatif dalam karangan narasi setiap siswa. Analisis data pada tulisan ini penulis lakukan sepanjang penelitian dan dilakukan dari awal sampai akhir penelitian.

3. Penarikan Simpulan

Mahsun dalam buku berjudul Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya mengemukakan bahwa:

9

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif DAN R&D, (Bandung: CV

Alfabeta, 2006), cet. ke-1, hlm. 275 10

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2012), cet. ke-30, hlm. 248 11

Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan,

(45)

Meskipun dalam analisis kualitatif data yang dianalisis itu bukan data berupa angka-angka (data kuantitatif), tetapi berupa kata-kata, namun pada hakikatnya dalam analisis kualitatif tidak tertutup kemungkinan pemanfaatan data kuantitatif.12

Penarikan simpulan pada tulisan ini menggunakan teknik semi kuantitatif. Semi kuantitatif merupakan upaya penarikan simpulan yang memanfaatkan sedikit persentase. Penulis menggunakan teknik ini karena data yang didapat berupa kualitatif, sementara kesalahan yang ada dipersentase untuk mengetahui jumlah bentuk-bentuk kesalahannya.

13

Keterangan:

f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu) P = hasil persentase/ angka persentase

F. Instrumen Penelitian

Pengertian instrumen penelitian di sini dimaksudkan sebagai alat pengumpul data. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.14

Pada dasarnya instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif adalah penelitinya itu sendiri, namun dalam pelaksanaannya peneliti perlu menentukan cara apa yang digunakan (instrumen pembantu atau pemandu) dalam melakukan penelitian.15

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis (kartu data) yang memuat karangan siswa sebanyak 38 karangan dalam bentuk tulisan tangan langsung pada kertas folio bergaris. Peneliti mengambil karangan tersebut untuk mendapatkan temuan data berupa

12

Mahsun, M.S., Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan

Tekniknya, (Mataram: Rajawali Pers, 2005), edisi revisi, hlm. 257 13

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2014), cet. ke-23, hlm.43 14

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2012), cet. ke-30, hlm. 168 15

Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan,

(46)

kesalahan penggunaan konjungsi yang selanjutnya akan dianalisis. Peneliti melaporkan hasil karya siswa tersebut dengan cara memfotokopi dengan menggunakan kertas HVS berukuran A4, sehingga lebih efektif dalam tata kelola pengadministrasian data. Peneliti melakukan pengelompokkan dalam kartu data tersebut yang di dalamnya terlihat jenis kesalahan penggunaan konjungsi koordinatif dalam karangan narasi siswa. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.

Format Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan Siswa

No. Penulisan Konjungsi Koordinatif yang Salah

Penulisan Konjungsi Koordinatif yang Tepat

Jumlah temuan kesalahan konjungsi koordinatif dalam cerpen siswa : Keterangan :

1. Konjungsi koordinatif: Penggunaan /dan/, /dengan/, dan /serta/ menandai hubungan penambahan, /atau/ menandai hubungan pemilihan, /tetapi/,

/sedangkan/, /namun/ dan /sebaliknya/ menandai hubungan pertentangan,

/bahkan/, /malah/, /apalagi/, /lagipula/, dan /jangankan/ menandai hubungan penegasan, /melainkan/ dan /hanya/ menandai hubungan perbaikan, /lalu/, /kemudian/, /selanjutnya/, /setelah itu/, dan /sebelum itu/

menandai hubungan pengurutan atau pengaturan, /yaitu/, /yakni/, /bahwa/, /adalah/ dan /ialah/ menandai hubungan penyamaan, /jadi/, /karena itu/, /sebab itu/, dan /maka itu/ menandai hubungan penyimpulan, /kecuali/,

dan /hanya/ menandai hubungan pembatasan.

Gambar

Tabel 5. Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan
Tabel 6. Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan
Tabel 7. Data Kesalahan Penggunaan Konjungsi Koordinatif dalam Karangan
Tabel 8.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya ini dilakukan seperti dengan adanya penerapan sistem pertanian yang tidak mengenal adanya musim, penerapan sistem pertanian yang modern yang lebih praktis dan

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (Field Research) yang merupakan studi tentang Minat Penganut Aliran Kepercayaan (Kebatinan) Terhadap Implementasi

(a) The amount of the Grant may be withdrawn from the Grant Account in accordance with the provisions of the Schedule 1 to this Agreement, as such Schedule may

Kedua fungsi alih kode, campur kode,dan interferensi mempunyai fungsi tertentu : (a) fungsi alih kode untuk mengimbangi pembicaraan sesuai yang dibicarakan

Keunggulan produk pupuk cair ini adalah bahan baku sampah daun yang selalu tersedia di lingkungan sekitar kampus Universitas Sebelas Maret sehingga tidak mengeluarkan

jasa pelayanan kesehatan pada puskesmas dari tahun ke tahun semakin menjadi..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh kualitas pelayanan jasa yang terdiri dari tangible, reliability, responsiveness,assurance, empathy

Variabel yang berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja di kotamadya Surakarta adalah jumlah perusahaan besar dan sedang dengan nilai koefisien regresi jangka panjang