• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis situasi ketahanan pangan di Provinsi Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis situasi ketahanan pangan di Provinsi Sulawesi Tengah"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SITUASI I(ETAHANAN PANGAN

DI PROPINSI SULAWESI TENGAH

NASRUM, S.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSITUX PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Analisis Situasi Ketahanan Pangan di Propinsi Sulawesi Tengah adalah hasil karya saya sendiri dan belum di publikasikan dalam bentuk apapun kepada pihak lain. Sumber irdormasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Bogor, Mei 2007

N a s r u m . S

(3)

ABSTRACT

NASRUM, S. Situation Analysis of Food Security in Central Sulawesi Province. Under direction of HARDINSYAH and DRAJAT MARTIANTO.

not yet ideal, as shown (3) 4,47 percent of peo and about 30 ercent

about 12.94 $of children will underweight

The erformance of food security institutions is not optimal, especially in the aspects o

!

process and output such as no effective data collection, b) low of cybiljty.fn data analysis and reporting, and c) low of coordination. In the efforts o maxnni.mlg food security in central Sulawesi, a nullber o r strategies have been formulated as included in six steps to food securi acceleration, that is (1) increasing animal food productivity; (2) develo ing ood agribusiness; (3) food

2 .

?

comsumption diversed; 4) developing resenre nce food: (5) extreme poverty. and (6) special attention

g

or recovery food insecurity area.
(4)

NASRUM. Analisis Situasi Ketahanan Pangan di Propinsi Sulawesi Tengah dibilnbing oleh I-IARDINSYAH dan DRAJAT MARTIANTO.

Penelitian ini bertuiuan untuk : ( I ) . . meneanalisis Situasi Ketahanan Pangan di

-

- Sulawesi Tengah, (2) menganalisis kinerja kelembagaan ketahanan pangan. dan

(3) menyusun Strategi dalam rangka percepatan Pemantapan Ketahanan Pangan di Sulawesi Tengah.

Data yang digunakat~ terdifi atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan ketahanan pangan di Propinsi Sulwesi Tengah. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini Perlanza, Neraca Bahan Makanan V B M ) Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2005. Kedurr. dari sisi konsumsi pangan wilayah dilakukan analisis dengan Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada dua titik yaitu 2 0 0 ~ dan 2005. Kedua data tersebut dianalisis dengan lnenggunakan Program Aplikasi Perencanaan Patlgan dan Gizi. dan Interpretasi hasil analisis dilakukan secara disk~iptif dengan menggunakan berbagai criteria dan indikator

Analisis Input-Proces-Output digunakan Untuk mengetahui kinerja Kelembagaan Pemerintah yang terkait secara struktural dengan Program Ketahanan Panga~l di Sulawesi Tengah dan yang tergabung sebagai Atiggota Dewan Ketal~anan Pangan. Pada aspek input akan dianalisis beberapa aspek penting yang nlenyangkut organisasi. kualitas sumberdaya mantlsia. sarana dan prasarana serta sistem manajemen infom~asi. Pada aspek proses, beberapa aspek yang dianalisis meliputi pembentukan Tim Kerja, rapat koordinasi, pelatihan, pengumpulan data dan penyajian data. Sedangkan pada aspek output dianalisis berdasarkan pada status ketahanan pangan di Sulawesi Tengah. Foctis Group Discussion (FGD) dan Analisis SWOT digunakan untuk menyusun Strategi Pemantapatan Ketahanan Pangan di Propinsi Sulawesi Tengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah termasuk dalam ketegori belurn tahan pangan dengan beberapa indikasi sebagai berikut : (1) meski secara kuantitas ketersediaan energi dan protein melebihi AKG, namun keberagaman ketersediaan pangan masih belum ideal karena masih didominasi oleh kelompok padi-padian, r e n d A ~ y a ketersediaan pada kelompok pangan hewani, kacang-kacangan, buah dan sayuran serta persentase ketersediaan protein masih didominasi oleh protein yang berasal dari pangan nabati, (2) mutu konsumsi pangan belum ideal, dengan mengacu pada Pola Konsumsi Pangan (PPH) yang hanya mencapai 74,6 (3) Terdapat penduduk sebanyak 101.980 jiwa atau 4,47 % dari total penduduk Sulawesi Tengah yang hanya mengkonsumsi energi dibawah 1400 kkalthari ( < 70 % AKE ) dan masuk dalam kategori rawan pangan sei-ta masih terdapat 30 persen wilayah kabupatenlkota yang masuk dalam daerah rawan pangan, dan (4) masih tingginya jumlah balita yang mengalami gizi kurang yang junllahnya mencapai 4.299 jiwa

atau 12.96 % (kategori berrnasalah)

(5)

pengunipulan data dilapangan dan pelaporan kegiatan yang dilakukan selalu ~nengalaini kelerlambatan serta beluni maksimalnya kegiatan koordinasi pada masing-masing institusi yang tergabung dala~n Dewan Ketahanan Pangan Propinsi

Sulawesi Tengah.

Berdasarkan hasil analisis SWOT, maka dalam rangka mewujudkan pemantapan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah telah disusun heberapa strategi yang terangkum dalam Enam Langkah Akselerasi yaitu : (1) periingkatan produktivitas pangan hewani seperti daging ruminansia, daging ayanl, telur dan ikan (2) pengembangan agribisnis pangan seperti sapi potong, sayuran (kentang. bawang nierah), buah-buahan (pisang, jeruk dan mangga) serta kedelai (3) penganekaragaman konsurnsi pa~igan seperti pangan hewani, kacang-kacargan serta sayur dan buah (4) pengembangan cadangan pangan beras, (5) pengentasan kerniskinan (6) penanganan daerah rawan pangan khususnya pada wilayah kabupatenikota yang ~nasuk dalam ketegori daerah rawan pangan berdasarkan pemantauan Tirn SKPG.

(6)

0

Hak cipta milik IPB, Tahur, 2007 Nak Cipta dilindungi
(7)

ANALISIS SITUASI KETAHANAS PANGAN

DI PROPINSI SULAWESI TENGAH

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat mtuk nlemperoleh gelar Magister Profesional

Pada Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan Insitut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSlTUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Judul Gladikarya : Analisis Situasi Ketahanan Pangan di Propinsi Sulawesi Tengah

Nama Mahasiswa : Nasrum, S.

NRP : A552050025

Program Studi : Manajemen Ketahanan Pangan

Disetuj ui

Komisi Pembimbing

-\

Diketahui,

Tanggal Ujian : 01 ~~i 2007 Tanggal Lulus : 3 0 MAY 2007

. 95:?>\,,

&GZ

,

o-.-:" ".

9,. T i ; '

.

J . :;.,,

Ketua Program Studi d.T+*q ,~ an.Sekol 32",& ',d ..'&"p,.* .,

.

.!> .? x:.,.

.s""

,.!,

,,/!>;$:;;

:,,,:,:

:: :> ; ~,

$

&

.

', li

e

c,

yjii;;.sc, i,. "<., ::;'+

ip

i

1

bi,*,,

.

~%&8.t *,,:,,/:

, ! * . r'- " '

scasarjana

\

'" .&

g;<*;:::.

#,<< :,<;*: :. :c

!j

J.i\ A 4

\;

,> :.,>.:. +; .;, .,?.,"

-.-":)<i

. .<, .

":.I.

..9/

, . Dr. 1 udi etiawan, MS..

.

. , .,

"

' b,"i.l"3!:>y;:<: s P;$F~D~. Ir. fkairil A. Notodi utro, MS -

/"q,

.

.

. .

.',A ..,* ,. , .,

.

,.Sh"

, , . * v

."->-".".~ 45.t

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan taufik-Nya sehiigga Tugas Akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember

2006 ini ialah Ketahanan Pangan, dengan judul Analisis Situasi Ketahanan

Pangan di Propinsi Sulawesi Tengah.

Terirna kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.

Ir.

Hardinsyah, MS.

- dan Bapak Dr. Ir. Drajat Martianto, MSi, selaku pembimbimg yang telah begitu

banyak meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan petunjuk guna menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya pula kepada :

1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Dr. Ir. Yayuk F. Baliwati, MS, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan Insitut Pertanian Bogor (IPB), yang telah banyak memberikan masukan dan saran. 2. Ir. Dodik Briawan, MCN sebagai penguji l u x komisi.

3. Seluruh Kepala DinasIInstitusi yang tergabung dalam Dewan Ketahanan Pangan Propinsi Sulawesi Tengah y h g telah memfasilitasi dalam rangka pengumpulan data penelitian.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar pada Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan IPB yang telah memberikan bekal ilmu selama masa perkuliahan berlangsung.

Ungkapan terirna ktlsih khusus penulis sampaikan kepada ayah (M. Sadelia), Ibu tercinta ( Aminah, dm), istri (Ardiana, SP.d) dan anak saya tercinta (Wahidin Nurhidayat dan Moh. Haqqul Yakin) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar Sulawesi Selatan pada tanggal 31 Maret 1973 dari Ayah M. Sadelia dan Ibu Aminah (almarl~umah). Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara

Tahun 1992 penulis lulus dari Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Negeri Gowa, Sulawesi Selatan dan pada Tahun 1998 melanjutkan studi Strata Satu (Sl) di Universitas Muhammadiyah Palu. pada Program Studi Agribisnis, ~urusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.

(11)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

vi

...

DAFTAR GAMBAR vii ...

...

DAFTAR LAMPIRAN VIII . . PENDAHULUAN Latar Belakang

...

1

Tujuan

...

4

Kegunaan

...

4

TINJAUAN PUSTAKA

. .

Definlsl Ketahanan Pangan

...

5

Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

...

8

Indikator Ketahanan Pangan

...

10

Kelembagaan Ketahanan Pangan ... 14

Kinerja Kelembagaan

...

16

KERANGKA PEMIKIRAN

...

18

METODE Desain Waktu dan Ternpat

...

21

Pengun~pulan Data

...

21

Pengolahan dan Analisis Data

...

23

Batasan Operasional

...

26

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

. .

Profil Daerah Penelltian

...

Keadaan Geografis

...

De~nografi

...

Sosial Ekonomi

...

Potensi Sumber Daya Pangan

...

Sarana Perhubungan

...

Situasi Ketahanan Pangan

...

Ketersediaan Pangan

. . .

...

D~strlbusi Pangan

...

Konsumsi Pangan

...

...

Kerawanan Pangan

. .

Status GIZI

...

(12)

SIMPUCAN DAN SARAN

...

Simpulall 110

Saran

...

111

...

(13)

DAFTAR TABEL

Haian

...

Kebutuhan Data Sekunder Penelitian

Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk nlenurut Kabupaten,

di Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2005

...

...

.Distribusi Penggunaan Wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah

...

Penduduk Menurut Kelolnpok Umur dan Jenis Kelamitl Tahun 2005 Persentase Penduduk Sulawesi Tengah 10 Tahun keatas

...

yang Melek I-Iuruf dan Buta Huruf Tahun 2005 (Persen) Persentase Penduduk berulnur 10 Tahun ke Atas nlenurut

Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2005

...

PDRB Propinsi Sulawesi Tengah menurut Lapa~lgan Usaha

...

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003 - 2005 (Juta Rupiah)

PDRB Propinsi Sulawesi Tengah menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar I-Iarga Konstan Tahun 2003 - 2005 (Juta Rupiah)

...

Pertunlbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005 (Persen) Struktur Ekonomi Sulawesi Tengah lnenurut Lapangan Usaha

Tahilu 2003 - 2005 (Persen)

...

PDRB Perkapita dan Pendapatan Regional Perkapita berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2003 - 2005

...

Laju Inflasi Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005 (Persen)

...

Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin serta Garis Kemiskinan

Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005

...

Indikator Human Development Indeks (HDI) Sulawesi Tengah

...

Potensi Lahan dan Perikanan Tangkap Prop. Sulawesi Tengah

...

Potensi Lahan dan Budidaya Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah ... Perkembangan Luas Tanaman Pangan dan Hoi-tikultura di Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005

...

Jumlah Keluarga Pertalian dan Rumah Tangga Gurem

di Sulawesi Tengah berdasarkan Sensus Pertanian

...

Perkembangan Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan

di Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2004 - 2005

...

Perkembangan Populasi Temak di Propinsi Sulawesi Tengah
(14)

Perkembangan Produksi Daging Ternak Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005

...

Perkembangan Produksi Telur di Pro~insi Sulawesi Tengah

...

Tahun 2003 - 2005

Panjang Jalan menurut Status Jalan dan Jenis Pernlukaan Jalan

...

di Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2005

Panjang Jalan menurut Status Jalan dan Jenis Permukaan Jalan

...

di Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2005

Keadaan Angkutan Penyeberangan di Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2005

...

Produksi beberapa Pangan Strategis Propinsi Su~lawesi Tengah v

I ahun 2003 - 2005

...

Keters~diaan beberapa Pangan Strategis Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005

...

Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2005 ...

Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2005 Prop. Sulawesi Tengah

...

Ketersediaan Energi dan Protein berdasarkan Sumbernya. Tahun 2005 Komposisi Ketersediaan Protein Tahun 2003-2005 Propinsi

Sulawesi Tengah berdasarkan Neraca Bahan Makanan WBM) ... Skor Pola Pa~lgan Harapan (PPH) Tahun 2005 Propinsi Sulawesi Tengah Serdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM)

...

Perbandingan ketersediaan Pangan aktual dan Ideal Berdasarkan PPH

...

....

(15)

Cakupan Wanita Usia Subur yang Mendapat Kapsul Yodiuin

Menurut KabupatenIKota. Tahun 2005

...

84

Hasil Pengujian Mutu clan Keamanan P angan di Sulawesi Tengah Tahun 2004 . 2006

...

86

Kualifikasi Pendidikan Fornlal

...

90

Keadaan Sarana dan Prasarana Kantor

...

91

Pelaksanaan Rapat Koordinasi

...

92

Pemahaman Responden

...

94 Matriks SWOT Pengembangan Ketahanan Pangan di Sulawesi Tengah 100

...

(16)

DAFTAR GAMBAR

. .

1 Kerangka Pemlklran

...

2 Distrib~lsi Pangan Beras di Sulawesi Tengah: 2005

...

3 Peta Daerah Rawan Pangan di Sulawesi Tengah 2005

...

4 Prevalensi Status Gizi Balita Prop

.

Sulawesi Tengah

...

5 Prevalensi Gizi Kurang di Propinsi Sulawesi Tengah,

...

6 Prevalensi Gizi Buruk di Propinsi Sulawesi Tengah,

...

7 Prevalensi Gizi Lebih di Propinsi Sulawesi Tengah, ...

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

.

.

1 Karakterlstlk Responden

...

115 2 Perbandingan konsumsi Pangan Penduduk Sulawesi Tengah dan

Kebutuhan Ideal Tahun 2006

...

116 3 Perbandingan Konsumsi Energi antara Penduduk Sulawesi Tengah
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman nierata dan terjangkau. Sehingga ketahanan pangan dibangun bukan rnenekankan pada aspek kornoditi broduksi) tetapi pada aspek manusianya (UU Pangan No. 7 Tahun 1996)

Peranan ketahanan pangan sangat penting dalam pembangunan bangsa, antara lain: (1) sebagai pemenuhan dasar yang menjadi hak azasi bagi manusia; (2) sebagai komponen dasar dan utama untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas; dan (3) sebagai salah satu pilar dalam pembangunan ekonoini dan ketahanan nasional. Atas dasar pentingnya peranan tersebut, maka setiap Negara selalu mendahulukan peinbangunan ketahanan pangannya sebagai fondasi bagi petnbangunan sektor-sektor lain (Dewan Ketahanan Pangal, 2005)

Setidaknya ada tiga alasan mengapa persoalan ketahanan pangan dianggap fundamental. Pertarna, porsi pangan dalani pengeluaran keluarga masih menempati urutan terbesar (antara 40-60%) khususnya bagi golongan berpenghasilan rendah. Kedua, pekanya pengaruh harga pangan terhadap komoditi lainnya mengharuskan kita untuk mencermati berbagai perubahal struktural yang terjadi, baik di dalam maupun di luar negeri yang rnempengaruhi produksi, konsumsi dan perdagangan pangan di masa mendatang. Ketigu, makin kuatnya tuntutan liberalisasi dalam bentuk globalisasi maupun regionalisasi perdagangan, sehingga siste~n pangan memerlukan pemikiran baru yang lebih dinamais dan komprehensif dalam merespon perubahan tersebut.

(19)

pangan mampu memberikan peningkatan pendapatan petani-nelayan; dail (4) basis ketahanan pangan dibangun pada tingkat rumah tangga secara merata.

Pentingnya n~engembm~gkan ketahanan pangan secara komprehensif dengan program lain disebabkan oleh beberapa hal, (1) pangan terdiri dari berbagai jenis yang menjadi komoditas ekonomi, maka pembangunan ketahanan pangan harus terkait dengan prospek pasar dan peningkatan daya saing, yang dibentuk dari keunggulan spesifik lokasi, keunggulan kualitas, serta efisensi dengan penerapan teknologi inovatif; (2) produksi pangan nasional sebagian besar dilaksanakan oleh petani dengan skala usaha kecil serta masyarakat miskin dipedesaan, maka pembangunan pangan sekaligus memperki~st ekonomi pedesaan an mengentaskan masyarakat dari kemiskinan; serta (3) sistem ketahanan pangan memiliki cakupan yang beragan1 dan luas, baik dari pelaku, sektor pembangunan; maupun wilayah sasaran, maka dibutuhkan berbagai dukungan pembinaan dan kebijakan dala~n pemantapan ketahanan pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2005)

Pembangunan ketahanan pangan diarahkan agar kekuatan ekonomi do~nestik lnampu menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk, terutama dari produksi dalanl negeri, dalam jumlah dan keraganlan yang cukup, aman, dan terjangkau dari waktu ke waktu. Penyediaan pangan tersebut selain jumlah yang harus sesuai dengan kebutuhan, maka aspek kualitas, keamanan dan keragamannya saat ini telah menjadi tnntutan yang hams diperhatikan pula.

Sejalan dengan sistem otonomi, pemerintah propinsi, kabupatemkota dan atau pemerintah desa sesuai kewenangannya, menjadi pelaksana fungsi-fungsi inisiator, fasilitator dan regulator atas penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahnya masing-masing. Pemerintah pusat menentukan arah kebijakan strategi, dan sasaran ketahanan pangan nasional, serta pedoman, norma, standar dan kriteria yang harus diacu oleh pemerintah daerah. Hal ini untuk menjaga agar kegiatan pembangunan masing-masing daerah otonom tetap konsisten dalam kerangka pencapaian tujuan penlbangunan nasional.

(20)

berbedanya keunggulan komparatif dan kompetitif antar daerah, maka setiap daerah, bahkan setiap petani, bebas mengembangkan konloditas unggulannya.

Berbagai stud yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur ketahanan pangan perlu dilakukan pengukuran pada berbagai tingkatan mulai cakupan nasional, regional, kelompok komunitas, rumah tangga maupun individu. Pengukuran ketahanan pangan pada masing-masing tingkatan tersebut perlu menggunakan berbagai indikator yang relevan. Ditingkat wilayah (nasional, regional) pengukuran ketahanan pangan dapat menggunakan berbagai indikator berikut: (1) tingkat produksi, ketersediaan, konsumsi dan perdagangan pangan. (2) rasio stock pangan dan konsumsi, (3) Skor

PPH untuk tingkat ketersediaan dan konsumsi, (4) kondisi keamanan pangan, ( 5 )

keadaan kelembagaan cadangan pangan masyarakat dan ( 6 ) kemampuan untltuk melakukan stock pangan. (Soetrisno, 1995)

Sulawesi Tengah sebagai daerah otonom memiliki kewenangan dalaln mengelola masalah ketahanan pangannya berdasarkan karakteristik yang dimiliki tanpa harus bertentangan dengan program ketahanan pangan secara nasional. Pada sisi lain, Sulawesi Tengab juga ~nasih mengalami berbagai masalah di bidang ketahanan pangan yang sampai saat ini belum terselesaikan, misalnya masalah distribusi pangan antar daerah, dimana beberapa wilayah sentra produksi pangan ~nengalanli kendala dalam mendistribusikan hasil panen ke wilayah yang mengalami defisit produksi pangan.

(21)

Analisis tentang situasi ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah diperlukan sebagai masukan dalam menyusun strategi pengembangan ketahanan pangan sekaligus saran bagi perbaikan kinerja pelaksanaan program pengembangan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah dalarn rangka pemenuhan hak atas pangan bagi masyarakat serta terciptanya kemandirian pangan ditingkat wilayah.

Tujuan

1. Menganalisis situasi ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah

7

-.

Menganalisis kinerja kelembagaan ketahanan pangan pen~erintah yang terkait secara struktural dan non struktural.

3. Merumuskan masalah ketahanan pangan dan menyusun strategi dalaln rangka percepatan pemantapan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat ultuk :

1. Menyediakan informasi yang menyeluruh tentang kondisi ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah berikut analisis kinerja kelembagaan ketahanan pangan dan analisis SWOT-nya

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Ketahanan Pangan

Kekuatan sebuah bangsa saat ini sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Salall satu indikasi negara yang kuat dapat diukur berdasarkan kemampuan menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi seluruh penduduknya.

Ketahanan pangan Cfood security) menjadi suatu topik yang menarik dan illulai populer diperbincangkan sejak timbulnya krisis pangan d m kelaparan pada awal Tahun 1970 (Maxwell and Frankerberger, 1997). Dalam konteks yang lebih global istilah ketahanan pangan pertama kali digunakan oleh PBB pada tahun 1971 untuk membangun komitmen inte~nasional dalam mengatasi masalah pangan dan kelaparan terutama di kawasan Afrika dan Asia.

Berdasarkan Declaration ofHullzan Right 1998 yang disepakati pemerintah Indonesia, pemenuhan kebutuhan pangan merupakau salah satu hak azazi manusia (HAM). Artinya negara (pemerintah dan masyarakat) harus bertanggungjawab memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Kondisi pangan yang sulit diperoleh penduduk dan rendahnya daya beli masyarakat @aik karena pendapatan rendah atau kebijakan harga-harga pangan), apalagi kalau sampai tejadi kelaparan dan gizi buruk dapat dikategorikadlerupakan indikasi pelanggaran HAM dan dampak akhirnya adalah "lost generation".

(23)

Selanjutnya herdasarkan kesepakatan pada International Food Subnzil dan International Conference of Nutrition 1992 (FAO, 1997) pengestian ketahanan pangan diperluas menjadi kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Pengertian ketahanan pangan yang terakhir ini mengandung makna yang selaras dengan paradigma baru kesehatan (yang di Indonesia disebut Indonesia Sehat 201 0).

Makna yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya beli), dimeilsi pemenuhan kebutuhan gizi individu (dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi bola pangan yang sesuai untuk hidup sehat, aktif dan produktif serta halal), dimensi keainanan pangan (kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan) (Hardinsyah dan Martianto, 2001).

Dengan pengertian tersebut. mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut:

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan !ce tersediaan pangan dalam arti has, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral sesta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dasi cenlaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, sesta anlan dari kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

(24)

sistem ketersediaan pangan diarahkan untuk nlengatur kestabilan dan kesei~nbangan penyediaan pangan yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub siste~n distribusi bertujuan untuk inenjaunin aksesibilitas pangan dan menjamin stabilitas harga pangan strategis. Dan pembangunan sub sistem konsumsi bertujuan untuk menjamin agar setiap warga mengkonsumsi pangan dalam junllah dan gizi yang cukup, aman dan beragain. Pembangunan ketiga sub sistem tersebut dilaksanakan secara simultan dan harmonis dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, pendekatan sistem usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis, dan melalui pendekatan koordinasi.

Terjadinya akselarasi ketiga sub sistem ketahanan pangan sangat ditentukan ole11 berbagai persyaratan baik dari aspek teknis maupun no11 teknis. Suryana (2004) n~engeinukakan bahu-a keberhasilan pembangunan ketiga sub siste~n ke:ahanan pangan tersebut perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolaban dan sebagainya. Disamping itu perlu juga didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan. Ketaha~an pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku (slakeholder) seperti produsen, pengolah, pemasar dan konsumen yang dibina oleh berbagai institusi sektoral, sub sektoral serta dipengaruhi interaksi antar wilayah. Output yang diharapkan dari pembangunan ketahanan pansan adalah terpenuhinya hak azazi manusia akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.

(25)

inenghadapi berbagai masalah dan tantangan yang kompleks. Berbagai substansi yang n~enjadi komponen ketahanan pangan, mulai dari sub sistem penuniang yang nleliputi prasarana, saraila dan kelembagaan, kebijakan, pelayanan dan fasilitasi pemerintah; sub sistem ketersediaan pangan yang meliputi produksi, impor dan cadangan pangan; sub sistem distribusi yang menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan; hingga sub sistem ko~lsumsi yang inendorong tercapaiilya keseimbangan gizi masyarakat; merupakan bidang kerja berbagai sektor.

Sektor pertanian diharapkan berperan sentral dalarn memantapkan ketahanan pangan dalam situasi dan kondisi perdagangan domestik dan global, bekerjasama dengan sektor-sektor mitranya, khususnya industri dan perdaganpan, prasarana fisik, serta perhubungan. Dengan memahami ha1 tersebut, program peningkatan ketahanan pangan ini harus memperhatikan seluruh kolnponen dalam sistem ketahanan pangan.

Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

(26)

Ketiga aspek tersebut juga merupakan indikator ketahanan pangan pada berbagai level (Dewan Ketahanan Pangan, 2006) yang maria ketersediaan dapat

diartikan bahwa pangan tersedia cukup untuk me~ne~luhi kebutuhan seluruh penduduk, baik junlah maupun mutunya, serta aman. Tidak terpenuhinya keadaan tersebut pada suatu wilayah, ~naka dapat disimpulkan bahwa wilayah tersebut tidak tahan Ketersediaan pangan bergantung pada sumber daya alam, fisik. dan manusia. Pemilikan lahan yang ditunjang iklim yang mendukung disertai SDM yang baik akan menjamin ketersediaan pangan yang kontinu. Akses pangan hanya dapat terjadi bila rumah tangga berpenghasilan cukup. Konsumsi pangan aka11 amat menentukan apakah selurul: anggota runah tangga bisa inencapai derajat kesehatan optimal. (Khomsan, 2003)

Aspek distribusi menjadi i~ldikator yang dapat menjelaskan bahwa suatu wilayah dikatakan tahan pangan apabila pasokan pangan dapat menjangkau keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan masyarakat dapat menjangkau pangan dengan baik. (akses fisik maupun ekonomi). Sedangkan dari aspek konsumsi suatu wilayah dapat dijelaskan tahan atau tidak tahan pangail dengan mengetahui apakah setiap runah tangga dapat mengakses pangan yang cukup sesuai kebutuhannya unhtk mampu mengelola kaidah gizi dan kesehatan: serta preferensinya.

Kondisi tidak tahan pangan f i o d inseczlrity) secara sederhana berarti kondisi pangan yang tidak terpenuhi untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dalam wujud nyata di masyarakat tercermin dari ketersediaan dan konsumsi pangan yang tidak memadai, harga-harga pangan yang tidak terjangkau, gizi kurang dan pada tingkat yang parah berupa kelaparan dan kematian (Robinson, 1999). Konsumsi energi yang dianjurkan adalah 2200 Kkal/orang/hari (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004).

(27)

berlaku dalam waktu relatif lama. Artinya, kontinuitas produksi, distribusi pangan dengan harga terjangkau perlu dijaga. (Soekartawi, 2002)

Ketahanan pangan merupakan konsep yang n~ultidin~ensi nleliputi mata rantai sistem pangan dan gizi, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, dan status gizi. Secara ringkas ketahanan pangan sebenarnya hanya menyangkut tiga ha1 penting, yaitu ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan.(Khomsan, 2003) selanjutnya dikemukakan pula bahwa Konsep ketahanan pangan mengacu pada pengertian adanya kemampuan mengakses pangan secara cukup untuk men~pertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Tercapainya ketahanan pangan nasional tidak berarti tizclanya inasalah dalam ketahanan pangan rumah tangga. Distribusi pangan yang tidak merata di tingkat regional atau rumah tangga dapat memunculkan masalah ketahanan pangan di level bawah.

Indikator Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan bisa dikatakan terwujud, jika tiga indikator telah terpenuhi. Yakni ketersediaan cukup untuk selur~dl penduduk. Distribusi merata dan terjangkau masyarakat. Konsumsi, setiap rumah tangga mampu mengakses dan mengelola pangan dengan gizi seimbang.

Simat~~pang (1999) mengungkapkan bahwa ketahanan pangan global, nasional, regional, lokal dan rumah tangga serta individu merupakan suatu rangkaian sistem hirarkis, dimana ketahanan pangan nasional dan regional merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi ketahanan

. ~

masyarakat/rumah tangga dan individu. Sementara ketahanan pangan tingkat individu merupakan syarat kecukupan (sufficiency condition) bagi ketahanan pangan nasional.

(28)

~llasyarakat dan tingkat cadangan pangan pemerintah dibandingkan perkiraan kebutuhan, (Soetrisno, 1997). Sedangkan menurut Sawit dan Ariani (1997) mengemukakan bahwa penentu uta~na ketahanan pangan nasional, regional da11 lokal dapat dilihat dari tingkat produksi, permintaan, persediaan dan perdagangan pangan.

Maxwell & Frankenberger (1997) menyatakan bahwa indikator tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan oleh ketersediaan dan akses pangan. Indikator dampak ~neliputi indikator langsung maupun tak langsung.

Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengelolaan lahan, pengembangan institusi: pasar, konflik regionaI dan kerusuhan sosial. Indikator akses pangan meliputi antara lain sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal. Indikator akses pangan juga meliputi strategi rumahtangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Strategi tersebut dikenal sebagai coping ability indicator. Indikator dampak secara langsung adalah konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator dampak secara tak langsung meliputi penyimpanan pangan dan status gizi.

Kemampuan suatu wilayah dalam menyediakan pangan masyarakat yang ada diwilayahnya diukur berdasarkan tingkat Ketersediaan pangamya dalam kurun waktu tertentu baik yang diperoleh dari produksi sendiri, cadangan pangan ataupun melalui impor. Kemampuan produksi pangan merupakan hasil kerjasama antara para pelaku usaha produksi pertanian dan usaha terkait lainnya, serta para petugas pemerintah yang berkewajiban memberikan pelayanan prasarana dan sarana usaha di bidang pangan. ( Maxwell & Frankenberger ,1997)

(29)

perdesaan, perkotaan, provinsi da11 nasional; b) mengembangkan, rnenunjang dan meinberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi peran koperasi dan swasta dalam n~ewujudkan cadangan pangan masyarakat. Dengan kata lain pemerintah mempunyai peran ganda dalam pengembangan sisteln cadangan pangan, yaitu pengadaan cadangan pangan pemerintah dan memfasilitasi pengembangan cadangan pangan masyarakat.

Pergerakan harga pangan disuatu wilayah pada periode tertentu dapat mencern~inkan tingak stabilitas harga pangan diwilayah tersebut dan merupakan petunjuk dari stabilitas pasokan, yang merupakan salah satu elemen penting ketahanlz:~ pangan. Stabilitas harga pangan ini dapat dipengaluhi oleh sifat bahan pangan dan kesesuaian penselolaan sistern produksi dengan permintaan pasar. Sebagai indikasi dari ketahanan pangan di tingkat mikro, digunakan ketersediaan dan konsuinsi pangan dalain bentuk energi dan protein per kapita per hari. Ketersediaan pangcan yang cukup di suatu wilayah (pasar) tidak dapat menjamin ha1 yang sama di tingkat rumah tangga. karena tergantung kemampuan rumah tangga dalanl mengakses pangan, dalam arti fisik (daya jangkau) maupun ekonomi (daya beli). (Suryana, 2004)

Menurut Hardinsyah, et a1 (2001), penganekaragaman pangan dapat dilihat dari komponen-komponen sistem pangan, yaitu penganekaragaman produksi pangan, distribusi dan penyediaan pangan, serta konsumsi pangan. Tujuan utama penganekaragaman pangan adalah untuk peningkatan n ~ u t u gizi pangan dan mengurangi ketergan-tungan pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan (Hardinsyah 1996 diacu dalam-Hardinsyah, e l a1 2001).

(30)

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sunlbangan energi/kelompok pangan (baik secara absolut mauptul relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. Dengan pendekatan PPH, keadaan perencanaan penyediaan dan konsumsi pangan penduduk diharapkan dapat memenuhi tidak hanya kecukupan gizi (nutritional adeyuancy), akan tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung cita rasa (palatability), daya cerna (digestability), daya terima masyarakat (accep.plability), kuantitas dan kemampuan daya beli (affortrability). (Hardinsyah, et al. 2001).

Munculnya berbagai indikasi Kerawanan pangan sangat dipengaruhi ole11 sampai sejauhmana rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggotanya. Kerawanan pangan dibedakan atas kerawanan kronis, yaitu yang terjadi secara kontinu (terus menerus) karena ketidakniampuan membeli atau memproduksi pangan sendiri yang akan berdampak pada penurunan status gizi dan kesehatan; dan kerawanan sementara (transitori) yang terjadi karena kondisi tak terduga seperti bencana alam atau bencana lainnya.

Status gizi masyarakat merupakan keadaan gizi setiap individu yang sangat dipengaruhi oleh asupan bahan pangan yang dikonsumsi, yang ditentukan oleh kemampuan penyediaan dan pengelolaan konsumsi pada masing-masing cumah tangga dan merupakan hasil lanjutan (outcome) dari ketahanan pangan rumah tangga (Suryana, 2004).

Istilah hunger paradox sering digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena mantapnya ketahanan pangan nasional, yang dicerminkan ketersediaan kalori dan protein di atas angka kebutuhan gizi, namun kelaparan atau kekurangan gizi masih terjadi di mana-mana. Sebenmya mereka yang mengalami rawan pangan bukan hanya golongan miskin, tetapi juga yang berada sedikit di atas garis kemiskinan.

(31)

dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif agroekosistem tropika kita tidak berkembang dengan baik. Belajar dari pengalaman inilah sudah sehausnya ada pemikiran alternatif untuk mencari keseimbangan dalanl penyediaan bahan pangan bagi masyarakat diikuti rekayasa sosial (Social Engineering) secara terstruktur dan terprogram.

Ekspektasi di balik tindakan itu adalah secara bertahap mereduksi konsumsi beras kita yang sudah terlalu tinggi dan tidak mungkin terkejar kemampuan pencetakan sawah baru dan diseminasi teknologi paling canggih di bidang produksi sekalipun. Hanya melalui pengurangan konsumsilah iinpor beras yang kini metnbuat petani padi cemas; gerah, dan bingung tidak perlu lagi dilakukan. (Suwandi, 2003)

Kelembagaan Ketahanan Pangan

Fenomena sosial dalaill pengembangan Ketahanan pangan saat ini disadari sebagai faktor yang menentukan keberhasilai~ nlengatasi persoalaan pangan dan Gizi pada berbagai tingkatan utamanya di tingkat wilayah. Di antara berbagai fenomena sosial yang ada, kelembagaan merupakan salah satu faktor yang perlu dicermati untuk mengetahui pada aspek mana dikelembagaan yang perlu mendapatkan prioritas penguatan dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan program pengembangan ketahanan Pangan Wilayah (Wariso, 1998)

Menurut Lumis (1 964) kelembagaan n~engandung dua pengertian, yaitu: 1)

(32)

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan maupun kesuksesan program pengembangan kapasitas dalam pemerintahan daerah. Namun secara khusus dapat disalnpaikan bahwa dalam konteks otonomi daerah, faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi pembangunan kapasitas meliputi 5 (lima) ha1 pokok yaitu, komitmen bersama, kepemimpinan, reformasi peraturan,

reformasi kelembagaan, dan pengakuan tentang kekuatan dan kelemahan yang ..

dimiliki (Wariso, 1998)

Pertanza, konmitmen bersama. Collective con2nzitl~zents dari seluruh aktor yang terlibat dalaln sebuah organisasi (termasuk pemerintahan daerah) sangat menentukan sejauh mana pembangunan kapasitas akan dilaksanakan ataupun disukseskan. Komitlnen bersanla ini merupakan modal dasar yang harus terus menerus ditumbuhkembangkan dan dipelihara secara baik oleh karena faktor ini akan menjadi dasar dari selulzth rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Tanpa adanya komitmen baik dari pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah dan juga staff yang dimiliki, sangatlah mustahil mengharapkan program pembangunan kapasitas bisa berlangsung apalagi berhasil dengan baik.

Kedua, kepemimpinan. Faktor conducive leadership merupakan salah satu ha1 yang paling mendasar dalam mempengaruhi inisiasi dan kesuksesan program pembangunan kapasitas personal dalam kelembagaan sebuah organisasi. Dalam konteks lingkungan organisasi publik (sebagaimana pemerintahan daerah), harus terus menerus didorong sebuah mekanisme kepemimpinan yang dinanlis sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta. Hal ini karena tantangan ke depan yang semakin berat dan juga realitas keterbatasan sumber daya yang dimiliki sektor publik. Kepemimpinan kondusif yang memberikan kesenlpatan luas pada setiap elemen organisasi dalam menyelenggarakan pengembangan kapasitas merupakan sebual~ modal dasar dalarn menentukan efektivitas kapasitas kelembagaan menuju realisasi tujuan organisasi yang diinginkan.

(33)

hambatan yang paling serius dalam kesuksesan program pembangunan kapasitas. Oleh karena itulah, sebagai sebuah bagian dari implementasi program yang sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan maka refoinlasi (atau dapat dibaca penyelenggaran peraturan yang kondusif) merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan dalam rangka menyukseskan program kapasitas ini.

Keempai. reformasi kelembagaan. Reformasi peraturan di atas tentunya merupakan salah satu bagian penting dari reformasi kelembagaan ini. Reformasi kelembagaan pada intinya menunjuk kepada pengembangan iklim dan budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan program kapasitas personal dan kelembagaan lnenuju pada realisasi tujuan yang ingin dicapai. Reformasi kelembagaan menunjuk dua aspek penting yaitu struktural dan kulturd.

Kelinza, pengakuan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Ole11 karena pembangunan kapasitas harus diawali pada identifikasi kapasitas yang dimiliki maka hams ada penpkuan dari personal dan lembaga tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki dari kapasitas yang tersedia (existing cnpacilies). Pengakuan ini penting karena kejujuran tentang kemanlpun yang dinliliki inerupakan setengah syarat yang hams dimiliki dalam rangka menyukseskan program pengembangan kapasitas.

Kinerja Kelembagaan

Salah satu faktor penting dalam pengembangan ketahanan pangan di suatu wilayah ditentukan oleh kinerja 'kelembagaan ketahanan pangan utamanya kelembagaan pemerintah. Membaiknya kinerja akan mendorong stakeholder lainnya seperti swasra dan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalanl mewujdkan ketahanan pangan. Kelembagaan ketahanan pangan pemerintah diharapkan dapat menjadi fasilitator dan dinamisator untuk menggerakkan peran serta berbagai elemen yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam program ketahanan pangan. (Ruky, 2001)

(34)
(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam rangka memantapkan situasi ketahanan pangan di suatu wilayah yang sangat dipenearnhi oleh bekejanya suatu sistem dari unsur-unsur yang merupakan subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dan status gizi, diperlukan harmonisasi dari pembangunan ketiga subsistem tersebut.

Subsistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan d m kesinanlbungan penyediaan pangan baik yang berasal dari produksi dalam negeri, cadangan maupun impor dan ekspor. Subsistem distribusi tnencakup aks~sibihtas pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan strategis dan subsistem konsumsi ~nencakup jumlah, mutu gizi, mutu dan keamanan pangan, dan keraganlan konsumsi pangan.

Dukungan fakior-faktor input berupa sarana, prasarana, dan kelenlbagaan dalam kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan. dan sebagainya merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketiga subsistem ketahanan pangan tersebut. Disamping itu, perlu juga didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan, dan pengawasan.

Pengembangan ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah memerlukan partisipasi dari berbagai pelaku, seperti produsen, pengolah, pemasar, dan konsumen, yang dibina oleh berbagai institusi sektoral, subsektoral, serta dipengaruhi oleh interaksi lintas wilayah. Keluaran yang diharapkan dari penlbangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak azasi manusia akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, serta meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan wilayah.

(36)

Situasi Ketahanan Pangan di tingkat wilayah sangat ditentukan oleh bekerjanya berbagai aspek yang terkait dengan sistem ketahanan pangan mulai dari aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi serta status gizi. Untuk memaksimalkan ketiga aspek tersebut maka diperlukan adanya strategi yang dapat mempercepat menuntasan berbagai persoalan dibidang pangan dan gizi seperti masih adanya daerah rawan pangan dan masih munculnya berbagai kasus gizi kurang yang angkanya masih diatas cut of poinl. Berbagai program yang dilaksanakan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah sangat ditentukan oleh berbagai faktor serta kinerja kelembagaan Ketahanal Pangan yang terkait secara struktural maupun non struktural yang secara langsung sangat mempengaruhi akselarasi program ketahanan pangan utamanya dalam ha1 konsolidasi dan koordinasi antar berbagai institusi.

Kondisi ketahanan pangan di Sulawesi Tengah masih menghadapi berbagai persoalan-persoalan dalam kerangka sistem ketahanan pangan nlulai dari aspek ketersediaan, distribusi. konsumsi, masih tingginya prevalensi balita yang mengalami gizi buruk serta belunl maksinlalnya kinerja kelembagaan ketahanan pangan pemerintah yang terkait secara struktural maupun non struktural.

(37)

SITUASI KETAHANAN PANGAN DI SULAWESI TENGAH

Penggunaan lahan Luas tanam Luas panel1 Akses modal Kelembagaan petatii Produksi aneka pangan Ketersediaan aneka pangan Eksporiimpor pangan Penggunaannon-pangan Cadangan pangan

,

-.

f-

-,

Aksesibilitas pangall Efisiensi distribusi Stabilisasi harga Pendapatan petani Akses nlodal l'enerapan teknologi Peran swastalpemetintah

Ketersediaan Pangan

Konsulnsi aneka pangan Mutu konsulnsi pangan Keamananan konsulnsi Perubahan pola makan Perubahan sumber pangan Surnber pendapatan Pendapatan konsumen Pemenuhan kebutuhan (pangan)

Status gizi

I

i

KELEMBAGAAN KETAHANAN PANGAN

PEMERWTAa

1

\ / \ / \

,

[image:37.523.30.490.110.650.2]

Distribusi Pangan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

(38)

METODE

Desain Waktu dan Ternpat

Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memerlukan suatu analisis tentang bagaimana situasi ketahanan pangan saat ini dan inemerlukan suatu kebijakan yang konlprehensif dalarn rangka pengembangan program ketahanan pangan.

Metode survey dan wawancara langsung dilakukan dengan cara kunjungan ke instansi yang menangani Ketahanan Pangan inaupun instansi yang terkait secara struktural dengan program ketahanan pangan.

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan. Kegiatan survey awal dan pengunlpulan data primer dan sekunder dilaksanakan pada bulan Nopember 2006 sampai dengan Desember 2006. Proses tabulasi dan analisis data serta penulisan hasil penelitian di1aksanal;an pada bulan Januari 2007.

Pengumpulan Data

Data yang dikunlpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dengan pejabat pada masing-masing instansi yang terkait secara langsung dengan program ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah dan tergabung dalanl keanggotaan Dewan Ketahanan Pangan Propinsi

(39)

yang dikumpulkan meliputi kegiatan pembinaan sampai ketingkat bawah, kegiatan koordinasi, analisis hasil pemantauan dilapangan dan pembuatan laporan serta rencana tindak lanjut. Sedangkan pada aspek output data yang dikumpulka~~ meliputi pemanfaatan data, integrasi dari kebijakan yang tempuh serta persepsi tentang kondisi ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah.

Data sekunder yang dikumpulkan merupakan indikator yang akan menjelaskan situasi ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah yang terdapat dan telah dipublikasi pada instansi yang tergabung dalam Dewan Ketahanan Pangan Propi~~si sepe~ti yang tercantunl dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kebutuhan Data Sekunder Pellelitian

Jenis Pangan

I

~aAgan 2003-2005

.I

Kelautan d a i perikanan Ketersediaan Panrran

1

I

NBM Tahun 2003

/

BPS dan Badan

Produksi Panean menurut

Sumber Lauoran Produksi

-

menurut jenis pangan Konsumsi Pangan menurut jenis Pangan

Kebutuhan dan neraca pangan

Instansi

Distanbunak, Dinas

Rencana Strategis

Keadaan Demografi Sulawesi Tengah BPS

Keragaan Status Gizi Profil Kesehatan 2005 Dinas Keshatan sampai 2005

Susenas 2002 dan 2005

-

Laporan Analisis Ketersediaan Pangan

Stabilitas harga pangan

Ketahanan Pangan BPS

Badan Ketahanan Pangan

W J M D Propinsi 2006 Bappeda

-

-Sistem Informasi Harga 2005-2006

Dinas Perindagkop

-

Badan Ketahanan Pangan dan Dinas Perindagkop Dewan Ketahanan Pangan Ketergantungan pada impor Data Input-proses-output D W Propinsi

Laporan ekspor-impor Tahun 2005 - 2006

[image:39.523.57.463.292.788.2]
(40)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari berbagai insitusi yang menangani ketahanan pangan serta dari instansi yang terkait dengan program ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah, dianalisis dengan menggunakan beberapa metode sebagai berikut :

1. Analisis situasi ketahanan pangan di Sulawesi Tengah dianalisis secara statistik deskriptif dengan menggunakan Program Aplikasi Perencanaan Pangan d a l Gizi Wilayah. Pendekatan analisis yang digunakan adalah :

Pertanla, Neraca Bahan Makanan (NBM) Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2003-2005. Pada sisi ini akan dianalisis tentang situasi produksi dalaln ketersediaan pangan. Hasil analisis akan diperoleh gambaran atau evaluasi penyediaan pangan melalui produksi, distribusi pangan regional (pangan yang lnasuk dan keluar wilayah seita cadangan pangan) dan penggunaan (untuk pakan, bibit dan konsumsi) sehingga tersedia untuk dikonsumsi. Kedua, dari sisi konsumsi pangan wilayah dilakukan analisis dengan Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada dua titik yaitu 2002 dan 2005. (Data BPS)

Kedua pendekatan tersebut akan didasarkan pada konsep Pola Pangan Harapan (PPH) 2020 dan Interpretasi hasil analisis dilakukan secara diskriptif.

Dalam menganalisis situasi ketahanan pangan di Sulawesi Tengah Tahun 2006 digunakan pula beberapa perhitungan sebagai berikut :

a. Ketersediaan pangan dalam negeri merupakan sejurnlah makalan berdasarkan hasil penjumlahan dari produksi pangal yang telah dikonversi dikurangi perubahan stok dan ekspor ditarnbah dengan impor dengan persamaan :

K = Ketersediaan Im = Impor

P = Produksi Ek = Ekspor

(41)

b. Konsumsi Pangan total merupakan hasil penjurnlahan dari konsumsi penduduk perkapita pertahun dikali dengan julnlah penduduk.

Kons total = Konsumsi/kap/tahun x Jumlah Penduduk

c. Rasio ketergantungan impor merupakan hasil perhitungan antara

-.

jumlah impor pangan di bagi dengan kebutuhan pangan wilayah.

Rasio KI = Impor

Kebutuhan

d. Rasio Swasenlbada nlerupakan hasil perhituilgall antara jumlah produksi pangan di bagi dengan kebutuhan pangan wilayah.

a Rasio S = Produksi

Kebutuhan

e. Produksi Setara Beras (PSB) merupakan nilai produksi subsektor pangan conpadi yang disetarakan dengan produksi setara beras dalam memenuhi keperluan pangan pokok berdasarkan hasil perhitungan antara nilai produksi pangan (produksi dikali dengan harga produksi perkilogram) di bagi dengan harga beras per kilogram.

Rasio S = Prod pangan ke-i X harga pangan-i Harga Beras (Rplkg)

2. Untuk mengetahui kinerja Kelen~bagaan Pemerintah yang terkait secara stiuktural dengan Program Ketahanan Pangan di Sulawesi Tengah dan yang tergabung sebagai Anggota Dewan Ketahanan Pangan digunakan Analisis Input-proses-Output.

(42)

Pada aspek proses, beberapa aspek yang dianalisis meliputi pembentukan Tim Kerja, rapat koordinasi, pelatihan, pengumpulan data dan penyajian data. Sedangkan pada aspek output dianalisis berdasarkan pada status ketahanan pangan di Sulawesi Tengah.

Penilaian ketiga aspek tersebut berdasarkan pada hasil wawancara dengan responden menggunakan kuisioner dan hasilnya dianalisis secara kualitatif.

3. Dalam rangka penyusunan Strategi Pemantapatan Ketahanan Pangan di Propinsi Sulawesi Tengah dilakukan pendekatan dengan cara Focus Group Disczission (FGD) dan Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Treaths)

(43)

Batasan Operasional

Situasi Kefukanan Pangan adalah Suatu keadaan yang mencerrllinkan kondisi ketahanan suatu wilayah dari aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi.

Ketersediaan Pangan adalah Sejumlah pangan yang tersedia disuatu wilayah yang siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Distribusi pangan adalah Kemampuan akses pangan penduduk di suatu wilayah baik akses fisik maupun ekonomi.

Konsurnsi Prrngan adalah kuantitas dan kualitas pangan yang dimakan oleh penduduk di suatu wilayah serta untuk penggunaan lainnya.

Sistenz pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terbadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia. Kearnanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan uutuk mencegah pangan dari kernungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, meiugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolall, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan.

Program Ketahanan Pangan adalah Semua kegiatan pang dilakukan dalam rangka pengembangan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah.

Neraca Bahan Mahnan (NBM) adalah Penyajian data dalarn bentuk tabel yang dapat menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi penduduk di suatu wilayah (negaralpropinsil kabupaten) pada waktu tertentu.

(44)

11. Skor PPH adalah mutu gizi konsunlsi pangan dan tingkat keragaman konsurnsi pangan, semakin tinggi skor mutu pangan, menunjukkan situasi pangan yang seniakin beragam dan semakin baik mutu gizinya.

12. Kinerju adalah Kemampuan unjuk kegiatan oleh lembaga Ketahanan pangan yang terkait secara struktural dalam mewujudkan ketahanan pangan di Propinsi Sulawesi Tengah.

13. Kelembngaan Kelahanun Pangan adalah lembaga yang sifatnya non struktural dan terkait secara langsung dengan program ketahanan pangan 14. Denan Ketul?anun Pangan (DKP) adalah lembaga non struktural yang

mengemban fungsi koordinasi untuk mci~sinergikan kebijakan dan program ketahanan pangan lintas sektoral, lintas pelaku ekonomi, lintas wilayah dan oleh rnasyarakat.

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Daerah Penelitian

Keadaan Geografis

Propinsi Sulawesi Tengah yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 terdiri dari wilayah daratan 68.033,OO Km2 dan wilayah lautan 189.408,OO Km2. Secara administratif Sulawesi Tengah dibagi dalam 9 (sembilan) kabupaten dan 1 (satu) kota dengan 85 kecamatan, 1300 desa dan 132 kelurahan 91.432 desalkelurahan. Terletak diantara 2' 22' Lintang Utara dan 4" 48' Lintang Selatan serta 119' 22' dan 124' 22' Bujur Timur.

Sulawesi Tengah terletak di bagian tengah Pulau Sulawesi dan merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang wilayahnya dilalui oleh garis khatulistiwa. Propinsi lainnya yang wilayahnya juga dibagi oleh garis 0" ini adalah Propinsi Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Maluku. Di wilayah Sulawesi Tengah garis khatulistiwa melintas di Pulau Pasoso, sebuah pulau kecil di Ketong, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala. Garis ini membagi daerah propinsi ini menjadi dua bagian yakni bagian dengan Lintang Selatan dan bagian dengan Lintang Utara.

Pada unlumnya keadaan alam di wilayah Sulawesi Tengah, tidak jauh berbeda dengan wilayah lainnya di Pulau Sdawesi. Bentangan pegunungan dan dataran tinggi mendominasi pern~ukaan tanah di propinsi ini. Di bagian utara yakni wilayall Kabupaten Buol dan Toli-toli, terdapat deretan pegunungan yang berangkai ke jajaran pegunungan di Propinsi Sulawesi Utara.

(46)

besar dari daerah-daerah pegunungan itu menlpunyai lereng-lereng yang terjal dengan kemiringan di atas 45 derajat.

Paparan dataran rendafu~ya yang tidak terlalu luas tersebar di sepanjang pantai dan di daerah muara-muara sungai. Dilihat dari ketinggiannya, dataran Propinsi Sulawesi Tengah yang ketinggiannya antara 0-100 meter mencapai luas sekitar 20,2-persen, daerah dengan ketinggian antara 101-500 meter sekitar 27,2 persen, antara 501-1.000 meter 26,7 persen dan daerah dengan ketinggian di atas

1.000 meter 25,9 persen.

Luas wilayah Sulawesi Tengah jika dirinci per Kabupaten, maka Kabupaten yang terluas wilayahnya adaiah Kabupaten Morowali sebesar 22,77 % (1 5.490,12 Km2). Tabel 2 menjelaskan tentang kepadatan penduduk Sulawesi Tengah yang didasarkan pada Luas wilayah dimana kepadatan penduduk yang teltinggi adalah Kota palu sebesar 742 jiwaKm2 diikuti oleh Kab. Parigi Moutong 58 jiwdKm2. dan yang terendah adalah Kab. Morowali yaitu 11 jiwdKm2.

Dengan luas wilayah yang cukup potensial tersebut, penggunaan untuk berbagai kepentingan sangat didasarkan pada arah pengembangan wilayah dengan mengacu pada konsep pengaturan tatmang wilayah. Tabel 3 menggarnbarkan tentang distribusi penggunaan wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah. Dari luas Tabel 2 Luas wilayah dan kepadatan penduduk menurut Kabupaten di Propinsi

Sulawesi Tengah Tahun 2005. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1 0.

(47)

wilayah yang dimiliki, penggunaan untuk kawasan hutan masih lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan untuk no11 kawasan hutan.

Tabel 3 Distribusi Penggunaan Wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah

a. Hutan Lindung

b. Hutan Suaka dan Wisata c. Hutan Produksi Tetap d. Hutan Produksi Terbatas e. Hutan Konversi

No

- 1.

1

2.

1

Non Kawasan hutail

I

1.192.253

/

a. Untuk Pei-tanian

- Sawah

- Perkebunan

-

Tegalan,peternakan, pertambakan, dl1 Penggunaan wilayah

Kawasan Hutan

1

1

b. Untuk Pemukiman dl1 519.757

Sumber : BPS Sulawesi Tengah, 2005

Luas (Hektar)

4.394.932

Sulawesi Tengah terdapat banyak aliran sungai dengan a u s yang cukup deras sesuai dengan daratan yang bergunung-gunung dengan dataran sekitar paltai yang sempit. terdapat beberapa buah danau, tetapi hanya 2 buah yang potensial airnya baik untuk kebutuhan pertanian dan sumber tenaga air yaitu; Danau Poso di Kabupaten Poso dan Danau Lindu di Kabupaten Donggala.

Luas perairan Sulawesi Tengah sekitar 3 (tiga) kali luas daratan yakni 189.480 Km2 yang membentang sepanjang wilayah. Sebelah Timur adalah Teluk Tolo dan Teluk Tomini dan sebelah barat adalah Selat Makassar dan sebagian laut Sulawesi. Potensi perairan laut tersebut mengandung sumber penghidupan yang sangat besar berupa bahan makanan ikan dan tumbuhan laut laimya. Potensi ini

[image:47.527.44.462.149.778.2]
(48)

Demografi

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah, jumlah Penduduk Sulawesi Tengah pada tahun 2005 sebanyak 2.284.659 jiwa

dengan laju pertulnbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,93 % pertahun. Kepadatan penduduk Sulawesi Tengah rata-rata sebanyak 34 jiwa/kn12. Penduduk tersebut tersebar di 9 kabupaten dan kota, dimana penduduk &banyak berada di kabupaten donggala dengan presentase sebesar 19,41 %. Sedangkan penduduk di kabupaten Buol merupakan yang terendah dengan presentase sebesar 4,92 %.

Pengelompokan penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa kelompok umur 0 - 4 tahun mer~~pakan jumlah yang terbesar yakni sebanyak 269.289 jiwa dimana jenis kelamin laki-laki lebih banyak ju~llahnya jika dibandiilgkan dengan perempuan. Tabel 4 illenjelaskan tentang penggolongan penduduk berdasarkan kelonlpok u~llur dan jenis kelamin di Sulawesi Tengah Tahun 2005.

I

Junllah Sumber : B€

nduduk Menurut Keloi Laki-laki

npok Umur dan Jenis K

36.105

(

3,08

I

32.161

1

2,89 1.171.082

1

100

1

1.113.577

1

100

S

Sulawesi Tengah, 2005

:lamin Tahun 2005. Laki-laki

+

%

Perempuan

d

(49)

Tergolong cukup tinggi. Penduduk yang melek huruf pada Tahun 2005 sebanyak 9434 % dari total penduduk 10 Tahun keatas. Sedangkan penduduk yang buta huruf (belum pemah sekolah) sebesar 5,46 %.

Kondisi tersebut diatas menunjukkan bahwa program pendidikan yang dilakukan masih menlerlukan pembenahan yang lebih baik lagi dalam rangka lnencerdaskan kehidupan bangsa. Tabel 5 menjelaskan mengenai besarnya persentase penduduk 10 tahun keatas pang mengalami lnelek dan buta huruf di Sulawesi Tengah pada tahun 2005.

Laki - Laki

1

96,92

1

3,OS

1

100

Tabel 5 Persentase Penduduk Sulawesi Tengah 10 Tahun keatas yang Melek Huruf dan Buta Huruf Tahun 2005 (Persen)

I 1 1

3umber : BPS Sulawesi Tengah, 2005 Jenis Kelamin

Data diatas menunjukkan bahwa masih banyak terdapat penduduk di atas 10 tahw yang mengalami melek huruf di Sulawesi Tengah. Hal ini mengindikasikan ballwa peningkatan program pendidikan perlu mendapat prioritas dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Berdasarkan Pendidikan yang ditamatkan, pendud~k Sulawesi Tengah yang berusia 10 tahun keatas yang tidakbelurn tamat SD pada Tahun 2005 sebesar 20,64. tamat SD sebesar 37,74 %, Tamat SLTP sebesar 17,13 %, Tamat SLTA 15,5S %. Tamat Diploma 1,51 %, Sarjana 2,32 serta yang tiidakibelum pemah bersekolah sebesar 5,07 %. Tabel 6 menggambarkan tentang keadaan penduduk yang berusia 10 Tahun keatas berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan.

J~unlah

1

(50)

10 Tal~un ke Atas menurut Pendidik Tdk

1

Tabel 6 Persentase Penduduk Berumu

t

1

SD

1

SMTP

1

SMTA Umum Umum 20.20 49.36 15.82 6.90 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10

D3

1

S l

I

Jml

i

KabupatenlKota Bangkep Banggai Morowali Poso Donggala Tolitoli Buol Parimo Touna Palu

n yang

SMTA Kejur 1.85 2.11 2.64 5.13 2.54 2.97 3.22 2.30 2.76 5.46 3.02 3,27 3,50 -

TdW B l n ~ Prnh Sklah 3.97 6.20 3.59 1.83 8.76 3.63 2.04 7.50 1.95 1.96 SulTeng 2005

SulTeng 2004 SulTeng 2003

Sumber : BPS Sulawesi Teagah,

[image:50.812.58.689.40.409.2]
(51)

Tabel 8 menunjukkan bahwa penduduk di Sulawesi Tengah yang berunlur 10 Tahun keatas masih meilgalami kegeraman dalan ha1 jeiljang pendidikan yang ditamatkan. Untuk jenjang pendidikan sekolah dasar (SD), persenlase junllah penduduk yang berhasil menamatkan jenjang sekolah dasar hanya sebanyak 35,74

%. Sedangkan penduduk yang berumur 10 Tahun keatas yang tidak dapat mena~natkan jenjang pendidikan sekolah dasar jumlahnya mencapai 20.64 %. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat persoalail yang cukup serius dalam ha1 pendidikan dasar di Sulawesi Tengah, dimana jurnlah yang tallat SD tidak jauh berbeda dengan penduduk yang tidak menamatkan sekolab dasar.

Sedangkan jenjang pendidikan lneilengah j:rtnlahnyapun tidak begitu inenggembirakan dimana juinlah penduduk yang berumur 10 Tahun keatas yang berhasil menyelesaikan pendidikan menengab masih sangat rendah. Untuk sekolah menengah t i n ~ k a t pertama (SMP) jumlahnya hanya sebesar 17.1 3 % dari total penduduk yang berumur 10 Tahun ketas d a l uulltk sekolah menengah tingkat atas (SMA) jurnlah hanya sebesar 12,j6 untuk menengab UIIIU~I dan 3.02 % menengah kejuruan.

[image:51.530.46.451.32.785.2]
(52)
(53)

n~engindikasikan adanya perkembangan yang cukup baik, dimana hampir selnua sektor usaha menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Tabel 8 menggambarkan besarnya PDRB Sulawesi Tengah berdasarkan atas harga konstan waktu Tahun 2003-2005.

Tabel 8 PDRB Propinsi Sulawesi Tengah menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003 - 2005 (Juta Rupiah)

I I I

Sektor Usaha

2003

1. Pertanian 4.61 2.966

r

Tahun

2. Penggalian

3. Industri Pengolahan 4. Listrik & Air bersih 5. Banguman

6. Perdagangan: Hotel dan Restoran

7. Pengangkuta~~ dan Komunikasi

8. keuangan,perse\vaan dan Jasa Perhub. 9. Jasa-Jasa

PDRB

Tabel diatas menunjukkan bahwa di Sulawesi Tengah mengalami perkenlbangan berbagai sektor ekonolni yang cukup signifikan pada Tahun 2005. sektor pertanian menliliki kontribusi yang terbesar terhadap perkembangan perekonomian di Sulawesi Tengah, dimana pada periode Tahun 2003-2005

187.857 739.196

77.826 643.657 1.283.905

665.364

449.979

1.536.002 10.196.750

mengalami pertumbuhan sebesar 7.79 %. . ~

Berbagai faktor yang ikut mendorong pertumbuhan sektor peratnian di Sulawesi Tengah antara lain, makin kondusifnya keamanan, stabilnya harga dan makin efektifnya pembangunan di berbagai sektor dalam kerangka otonomi

Sumber : BPS Sulawesi Tengah, 2005

daerah.

(54)

persen. Kondisi ini didukung oleh meningkatnya kemampuan ekspor dan konsumsi penduduk serta pengaruh perdagangan secara global. Tabel 9 lnenjelaskan tentang perkembangan pertumbuhan ekonolni di Sulawesi Tengah dalam kurun tahun 2003-2005.

Tabel 9 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005 (Persen)

I I

Sektor Usaha

1. Pertanian

3. hdustri Pengolahiul 4. Listrik & Air bersih

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Pengangkutan dan Komunikasi

8. keuangan,persewaan dan Jasa Perhub.

Tahun 2004

7,79 3,68 2,56 7,46 6,85 7,15

PDRB

Penyumbang terbesar terhadap PDRB Sulawesi Tengah sejak tiga Tahun terakhir masih berasal dari sektor pertanian, ha1 ini disebabkan karena wilayah Sulawesi Tengah sangat potensial dalarn pengembangan beberapa komoditi pertanian seperti tanaman perkebunan, pangan, ternak maupun perikanan. Kondisi ini menggambarkan pula bahwa sebagian besar kegiatan perekonomian dihasilkan dari sektor pertank. Tabel 10 menjelaskan tentang kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB Sulawesi Tengah.

Secara umum sektor pertanian merupakan penyumbang nilai PDRB

tertinggi diantara sektor lainnya, dimana rata-rata sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 48 %. Meskipun adanya kecendemng penurunan jika

(55)

dibandingkan pada Tahun 2004. sektor kedua yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB adalah sektor jasa-jasa yang me~uberikan kontribusi sebesar 12.37 %.

Tabel 10 Struktur Ekonomi Sulawesi Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2003 - 2005 (Persen)

I I I

Sektor Usaha

1. Pertanian

1

4. Listrik & Air bersih

1

0,80 2003 49,03 2. Penggalian

3. lndustri Pengolahan

6. Perdagangan, Hotel 11,44 dan Restoran

1,81 S,50

8. keuangan,persewaan dan Jasa Perhub.

9. Jasa-Jasa 12,37

Sumber : BPS Sulawesi Tengah, 2005

Tahun

Pada aspek perkembangan kesejahteraan masyarakat, di Sulawesi Tengah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2003-2005) terus menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan pendapatan perkapita penduduk, dimana kondisi ini menggambarkan nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat adanya aktifitas produksi. Angka PDRB perkapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan rakyat.

[image:55.530.52.466.169.787.2]
(56)

terakhir. Meningkatnya tingkat pendapatan per kapita penduduk Sulawesi Tengah mengindikasikan adanya perubahan lnengenai tingkat kesejahteraan secara makro.

Tabel 11 PDRB Perkapita dan Pendapatan Regional Perkapita berdasarkan harga berlaku Tahun 2003 - 2005

I I 1

Rincian

o PDRB (Juta Rp) o PDRB Perkapita (Rp) o PDRN (Juta Rp)

o PDRN Perkapita (Rp) o Pendapatan Regional (Rp)

o l'endapatan regional perkapita (Rp)

Sunlber : BPS Sulawesi Tengal

T a h u n 2004 14.657.899 6.506.984 13.962.474 6.198.269 13.765.791 6.1 10.956

Indeks harga Konsumen (IHK) di Sula\\-esi Tengah pada Tal~un 2006 tercatat sebesar 16,23 persen. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan pada periode yang sama Tahun 2005 yaitu sebesar 18;67 %. Penyumbang utarna inflasi adalah keloinpok ballan makanan dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Daii sisi komoditas, yang dominan rnenyumbang irlflasi antara lain ikan cakalang, ikan bandeng, ikan layang, tomat sayur, tempe. tahu mentah, beras dan jasa pendidikan SLTA.

Tabel 12 Laju Inflasi Sulawesi Tengah Tahun 2003 - 2005 (Persen)

Lapangan Usaha

1. Umum

2. Bahan Makanan 3. Makanan Jadi 4. Perumahan 5. Sandang 6. Kesehatan

7. Pendidikan, rekreasi dan Olah Raga 8. Transportasi dan

Komunikasi

Sumber : BPS Sulawesi Tengah, 2005

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 1 Kebutuhan Data Sekunder Pellelitian
Tabel 3 Distribusi Penggunaan Wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah
Tabel 6 Persentase Penduduk Berumu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerangka sistem ketahanan pangan pada hakekatnya mencakup empat aspek penting, yaitu: (1) Ketersediaan, yaitu pangan tersedia untuk memenuhi kebutuhan seluruh

Pada dasarnya upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan derajat ketahanan pangan menjadi derajat yang lebih baik (tahan pangan) adalah pada rumah tangga kurang pangan

Selanjutnya dilihat sifatnya, menunjukkan pada setiap rumah tangga menurut tingkat ketahanan pangan, kesemua komoditi pangan bersifat inelastis (ditunjukkan oleh

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN Pemenuhan pangan dari produksi dalam negeri Penguranga n jumlah penduduk rawan pangan Antisipasi kerawanan pangan dan gizi. Peningkatan

Berdasarkan pemikiran sistem ketahanan pangan dan gizi maka indikator tersebut meliputi luas lahan pertanian yang diukur dengan luas lahan pertanian per kapita

Dari hasil pengujian secara parsial diperoleh bahwa subsidi pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketahanan pangan di Sulawesi Selatan periode tahun

SLAMAD RIADI. Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Dibimbing oleh: BUDI SETIAWAN, dan

SLAMAD RIADI. Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Dibimbing oleh: BUDI SETIAWAN, dan