Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh :
Nabiilah Hassa NIM: 1110043100013
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
iii Dengan ini saya menyatakan bahwa;
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persayaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta 29 Desember 2014M 11 Shafar 1436 H
iv
Nabiilah Hassa, NIM: 1110043100013, Ajang Miss World Muslimah dalam Perspektif Hukum Islam, program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum,
Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2014 M.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan tentang hukum dari penyelenggaraan ajang Annual Award World Muslimah atau yang dikenal dengan Miss World Muslimah sebagai sebuah ajang penghargaan bagi Muslimah muda
berprestasi serta menjadi figure solehah, smart dan stylish dan cahaya inspirasi bagi
Muslimah lainnya untuk dapat menyeimbangkan kehidupan modernitas yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah bukan sebagai sebuah kontes kecantikan yang diadopsi dari ajang Miss World ataupun Miss Universe.
Tujuan dari penelitian ini adalah agar masyarakat memahami mengenai hukum dari penyelenggaraan Annual Award World Muslimah. Selain itu juga untuk
mengetahui klasifikasi tabarruj serta hukum tabarruj yang terdapat di dalamnya.
Juga untuk mengetahui busana Muslimah yang dikenakan dari sisi Syariah.
Tinjauan yang didapatkan dalam penulisan skripsi ini berasal dari kitab-kitab Fiqih klasik maupun kontemporer, web World Muslimah Foundation, Video final Miss World Muslimah 2013 serta wawancara MUI.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian analisis komperatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara Al-Qur’an, Hadis, serta penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil
referensi pustaka dan dokumen yang relevan dengan masalah ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dalam penulisan skripsi ini ialah
bahwa Annual Award World Muslimah berbeda dengan kontes kecantikan seperti Miss Universe maupun Miss World. Kontroversi yang terjadi di kalangan masyarakat
disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dalam menghukumi ajang tersebut serta kurangnya pengetahuan mengenai jati diri dari Annual Award World Muslimah.
Pembimbing : Mu’min Rouf, M. Ag.
v
ِمۡسِب
ِهَّل
ِنَمۡحَّل
ميِحَّل
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa Allah
SWT, yang telah memberikan nikmat dan petunjukNya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan karya ilmiah dengan judul AJANG MISS WORLD MUSLIMAH
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
peneliti dan bagi yang membacanya.
Selama penulisan skripsi ini peneliti banyak kesulitan dan hambatan untuk
mencapai data dan refrensi. Namun berkat kesungguhan hati dan bantuan dari
berbagai pihak, sehingga segala kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu peneliti
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak JM. Muslimin, MA, Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Khamami Zada, MA. Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum
dan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA sebagai Sekretaris Program Studi
vi
skripsi yang telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada peneliti semasa kuliah,
khususnya kepada Dr. H. Taufiki, M. Ag dan Fahmi Ahmadi, S. Ag yang selalu
memberikan suport dan dorongan di awal penulisan skripsi, semoga amal
kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT.
5. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik
dikala peneliti mengumpulkan data dan materi skripsi.
6. Kepada keluarga tercinta terutama kepada ayahanda dan ibunda tercinta (H. Agus
Salim dan Karyati) yang tiada pernah berhenti untuk selalu berdoa serta memberi
nasihat dan motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini selesai.
7. Sahabat dan rekan mahasiswa PMH (Perbandingan Mazhab Hukum) angkatan
2010, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada
peneliti. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam
suka dan duka. Bagi penulis itu adalah pengalaman berharga yang takkan pernah
terlupakan.
8. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang peneliti tidak bisa
sebutkan satu persatu. Semoga Allah Swt membalas kebaikan yang telah
vii
bagi peneliti dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah Senantiasa
meridhoi setiap langkah kita. Amin
Jakarta 29 Desember 2014 M 11 Shafar1436 H
viii
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
LEMBAR PERNYATAAN ...iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR...v
DAFTAR ISI...viii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan PerumusanMasalah ... 3
C. Tujuandan ManfaatPenelitian ... 4
D. MetodePenelitian ... 5
E. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II: KAJIAN TEORITIS A. Busana (Pakaian) Muslimah ... .8
1. Pengertian (Pakaian) Muslimah ... .8
2. Fungsi dan Manfaat Busana (Pakaian) ... 10
3. Hukum Berbusana ... 14
4. Kriteria Busana Muslimah ... 15
B. Jilbab, Khimar dan Hijab... 18
1. Jilbab ... 18
2. Khimar ... 22
3. Hijab ... 23
C. Aurat ... 25
1. Pengertian Aurat ... 25
2. Batasan Aurat Wanita ... 31
ix
4. Pengertian Tabarruj ... 37
5. Tabarruj (Mempercantik Diri) dalam Pandangan Hukum Islam ... 46
BABIII : WORLD MUSLIMAH FOUNDATION A. Background... ... 50
1. Latar Belakang ... 50
2. Partisipasi Wanita ... 51
3. Orientasi ... 52
B. Identifikasi ... ... 53
1. Tujuan ... 53
2. Visi dan Misi ... 54
3. Etika ... 54
C. Program World Muslimah Foundation ... 55
1. Women Appreciation (World Muslimah Award)... 55
2. Women Empowerment (HOME C.A.S.E.) ... 58
3. Education (MIRACLE) ... 59
4. Environment (Masjidku Rumahku) ... 60
D. Mekanisme Final 3rd Anual Award World Muslimah ... ... 61
1. Pra Acara ... 61
2. Opening ... 61
3. Substansi Acara ... 63
4. Epilog Acara... 74
E. Struktur Organisasi ... 77
BAB IV : ANALISIS ANNUAL AWARD WORLD MUSLIMAH A. Busana Muslimah. ... 79
B. Tabarruj... 84
C. Hukum Penyelenggaraan Annual Award World Muslimah ... 88
x
B. Saran-saran ... 104
1
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna hidup dan dunia
yang menjadi lingkungannya. Tapi hidup dan lingkungan abad modern ini untuk
kebanyakan orang termasuk para pemeluk agama sendiri semakin sulit diterangkan
maknanya. Kesulitan itu terutama ditimbulkan oleh masalah-masalah yang muncul
akibat dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi. Ciri-ciri utama abad modern yang
secara tak terbendung mengubah bentuk dan jaringan masyarakat serta
lembaga-lembaganya. Pada abad modern, norma berubah dengan cepat, demikian pula cara
hidup. Dengan akibat timbulnya perubahan zaman yang memisahkan manusia
semakin jauh dari kepastian moral dan etis tradisional merupakan tantangan yang
dihadapi oleh agama-agama diabad modern.1
Perkembangan zaman yang semakin maju menjadi sebuah tantangan hebat
serta kompleksitas hidup bagi umat Islam dunia. Belum lagi dengan adanya banyak
pengadopsian Budaya Barat yang dinilai sesuai dengan Syariat Islam. Belakangan ini
pemakaian kata “Syar‟i maupun Syariat” begitu familiar dalam aktifitas kehidupan
sehari-hari (formal dan non-formal) sehingga tidak menutup kemungkinan
penggunaan kata tersebut hanya sebagai kedok yang digunakan untuk memperdaya
umat Islam. Berkaitan dengan permasalahan tersebut belum lama muncul sebuah
1Nurcholis Madjid, “Islam Kemodernan dan Keindonesiaan”, cet I, (Bandung: Mizan, 1987),
ajang fenomenal (Miss World Muslimah) yang menarik perhatian sejumlah kalangan
aktifis Muslim sehingga menimbulkan kontroversial di kalangan masyarakat.
“Eka Triyatna Shanti, Founder dan CEO World Muslimah Foundation
mengaku, ajang ini dibentuk sebagai bentuk apresiasi terhadap wanita. Bahkan
dengan ajang tersebut Eka berharap bisa mencetak generasi muslimah yang mampu
berprestasi di masyarakat.”2
Penyelenggaraan Annual Award World Muslimah juga telah memberikan kesan
sebagai kontes kecantikan yang mempropagandakan wanita baik dari segi fisik,
busana dan tabarruj. Sehingga keabsahan busana Muslimah serta gerak-gerik setiap
wanita yang terjun ke dunia karir kian hari kian populer selalu dipersoalkan dan
diperdebatkan.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap nilai-nila kehidupan Islami dan ledakan
permintaan akan budaya Muslim, kini tak jarang dijumpai wanita-wanita berhijab di
berbagai aktifitas. Muncul kesimpulan bahwa berhijab bukanlah suatu halangan untuk
terjun ke segala profesi. Hingga terbentuklah komunitas-komunitas yang mencoba
memberikan wadah bagi kaum Muslimah untuk dapat berkreasi dengan tetap
berbusana Syar‟i. Salah satunya seperti sebuah ajang yang belum lama ini
terselenggara dalam kanca Internasional “Miss World Muslimah 2013”.
Jika dilihat secara sekilas dari segi visi dan misi yang dibawakan Annual
Award World Muslimah atau yang dikenal sebagai Miss World Muslimah bukan
2 Ali H,
World Muslimah Bukti Kesetaraan Wanita Muslimah, artikel diakses pada tanggal 22
mencerminkan kontes kecantikan layaknya Miss World, Miss Universe dan kontes
kecantikan serupa pada umumnya. Namun, sehubungan dengan penyelenggaraan
Annual Award World Muslimah yang bertepatan pada saat resistensi umat Islam
terhadap penyelenggaraan Miss World di Indonesia sehingga timbul berbagai
kecaman menarik yang membutuhkan kajian lebih mendalam pada ajang tersebut.
Baik dari segi penampilan (busana), tabarruj sampai penyelenggaraan. Benarkah
Annua Award World Muslimah adalah ajang kontes kecantikan sebagaimana yang
telah digemborkan oleh media Atau merupakan sebuah ajang Tasyabuh yang telah
membungkus suatu kebathilan dengan sesuatu yang haq. Untuk itu peneliti
termotivasi mengkaji permasalahan yang timbul dalam skripsi yang berjudul
“AJANG MISS WORLD MUSLIMAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM”
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1.Pembatasan Masalah
Peneliti membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini seputar busana
Muslimah pada ajang Miss World Muslimah, hukum tabarruj dan hukum pergelaran
Miss World Muslimah. Adapun hukum Islam yang dimaksud disini Fiqih Wanita.
2.Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, mengenai eksistensi wanita Muslimah yang mengikuti
ajang Miss World Muslimah adalah sebagai berikut:
a) Apakah busana Muslimah yang dikenakan pada kontes Miss World Muslimah
b)Bagaimana menyikapi tabarruj pada ajang Miss World Muslimah?
c)Apa hukum dari ajang Miss World Muslimah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah:
1.Untuk mengetahui keabsahan busana Muslimah yang dikenakan pada ajang Miss
World Muslimah?
2.Untuk mengetahui hukum tabarruj pada ajang Miss World Muslimah?
3.Untuk mengetahui hukum dari ajang Miss World Muslimah?
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1.Bagi Program Studi PMH/Fakultas Syariah dan Hukum
Memberikan sumbangan Karya Ilmiah dan menambah literature perpustakaan
atas tinjauan hukum Islam terhadap ajang Miss World Muslimah.
2.Bagi Masyarakat Umum
Untuk menambah pengetahuan dan informasi kepada masyarakat luas akan
hukum penyelenggaraan Miss World Muslimah.
3.Bagi penulis
Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis serta pembentukan pola
berfikir kritis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
D. Metode Penelitian 1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field
reseach). Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan.
Adapun metode yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kulaitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskiptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.3
2.Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif-analisis yang
berusaha memberikan pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan data,
menyusun, mengklasifikasikan, menganalisa, mengevaluasi, dan
menginterpretasikan.
3.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu:
a)Sumber Primer, yaitu berupa kitab fiqih, dokumen-dokumen, buku-buku yang
menyangkut materi kajian Mis World Muslimah.
b)Sumber Sekunder, yaitu memberikan penjelasan dan menguatkan data primer yang
menyangkup karya tulis berupa, koran, majalah, jurnal, wawancara maupun data
dari internet (website) dan video.
3 Lexy J. Moleong,
4.Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal skripsi, bagian isi skripsi,
dan bagian akhir skripsi yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terbagi
dalam berbagai uraian sub-sub bab. Sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, lembar
pengesahan penguji, lembar pernyataan, abstrak, kata pengantar, dafta isi. Bagian isi
skripsi terdiri dari:
Bab I: Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,
sistematika penulisan.
Bab II: Kajian Teoritis
Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang di gunakan sebagai dasar
pembahasan selanjutnya yaitu busana muslimah yang meliputi sub bab
pengertian busana, fungsi dan manfaat busana, hukum berbusana, kriteria
busana muslimah. Pembahasan selanjutnya jilbab, khimar dan hijab. Aurat
yang meliputi sub bab, pengertian aurat, batasan aurat wanita, hukum
pembahasan tabarruj yang meliputi sub bab, pengertian tabarruj, tabarruj
dalam pandangan hukum Islam.
Bab III: Profil World Muslimah Foundation
Dalam bab ini diuraikan tentang background world Muslimah Foundation
yang meliputi sub bab, latar belakang, partisipasi wanita dan orientasi.
Identifikasi yang meliputi sub bab tujuan, visi dan misi, serta etika.
Program world muslimah foundation meliputi sub bab, women
appreciation, women empowerment, education, environment. Mekanisme
final world muslimah award meliputi sub bab, pra acara, opening,
introduction, katagori juri, babak penyisihan, struktur organisasi.
Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan yang
terdiri dari tiga pembahasan. Analisis busana, analisis tabarruj dan analisis
penyelenggaraan.
Bab V: Penutup
8
A
.
Busana (Pakaian) Muslimah 1. Pengertian Busana (Pakaian)Busana Muslimah adalah bahasa populer di Indonesia untuk menyebut pakaian
wanita Muslimah. Secara bahasa, menurut W. J. S. Poerwadarminta, busana ialah
pakaian yang indah-indah, perhiasan.1 Sedangkan makna Muslimah secara bahasa
adalah seorang wanita yang memeluk agama Islam.2 Menurut Ibnu Manzhur, ialah
wanita yang beragama Islam, wanita yang patuh dan tunduk, wanita yang
menyelamatkan dirinya atau orang lain dari bahaya.3
Berdasarkan makna-makna tersebut, maka busana Muslimah dapat diartikan
sebagai pakaian wanita Islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan agama
untuk menutupnya guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta
masyarakat di mana ia berada.4
Pada dasarnya hukum asal dari semua jenis pakaian adalah mubah kecuali
yang diharamkan oleh Allah SWT dan dilarang untuk dikenakan. Syariat Islam hanya
1 W. J. S. Poerwadarminta “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 172.
2 Ahmad Warson Munawir “AlMunawwir Kamus Arab
-Indonesia”, (t.t., t.p., t.th.,), h. 701.
3 Ibn Manzhur “Lisan Al
-Arab” (Al-Qahirah: Dar Al-Ma‟arif, t, th.,), h. 2080.
4 Huzaemah T. Yanggo “Fiqih Perempuan Kontemporer” (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001),
memberikan penjelasan akan ketentuan atau kriteria busana sehingga umat Islam
bebas berbusana sesuai dengan kehendak hatinya selama tidak keluar dari koridor
yang sudah ditentukan Syari'at.
Mode busana selalu mengikuti perkembangan objektif suatu masyarakat.
Kondisi geografis5, topografi6, klimatologi7, agama, budaya, strata sosial, dan lain
sebagainya ikut serta menentukan mode, corak, bahan, motif dan ketentuan
penggunaan mode busana, sebagaimana dapat dilihat keadaan dan momen-momen
tertentu juga bisa berpengaruh terhadap model busana.
Agama tidak memperkenalkan pakaian-pakaian khusus, baik dalam beribadah
maupun dalam aktivitas berkehidupan. Pakaian adalah produk budaya, sekaligus
tuntutan agama dan moral. Dari sini lahir apa yang dinamaikan pakaian tradisional,
daerah dan nasional, juga pakaian resmi untuk perayaan tertentu, dan pakaian tertentu
untuk profesi tertentu, serta pakaian untuk beribadah. Namun, sebagian dari tuntutan
agama pun lahir dari budaya masyarakat, karena agama sangat mempertimbangkan
kondisi masyarakat sehingga menjadikan adat istiadat yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilainya sebagai salah satu pertimbangan hukum. Tidak mustahil bahwa
bentuk pakaian yang ditetapkan atau dianjurkan oleh suatu agama justru lahir dari
5 Letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataannya di bumi atau posisi daerah
itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lainnya.
6Topografi secara ilmiah artinya adalah studi tentang permukaan bumi dan objek lain sepertri
planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal (Ilmu Pengetahuan Sosial).
7 Klimatologi adalah studi mengenai iklim, secara ilmiah diartikan sebagai kondisi cuaca yang
budaya yang berkembang ketika itu. Namun, moral, cita rasa keindahan, dan sejarah
bangsa, ikut serta menciptakan bentuk pakaian dan warna warni favorit.
Rasulullah SAW mencontohkan dengan mengenakan jenis pakaian yang biasa
dikenakan oleh kaumnya dan tidak tampil beda dengan pakaian tertentu. Karena
semua jenis pakaian adalah halal untuk dikenakan selama jenis pakaian itu bukan
pakaian resmi agama tertentu dan bukan sutera bagi laki-laki. Oleh karena itu,
Rasulullah SAW mengenakan pakaian yang biasa dikenakan oleh orang-orang
musyrik pada umumnya hingga apabila Rasulullah bersanding dengan pamannya Abu
Lahab orang-orang tidak akan membedakan mereka dari jenis pakaian yang
dikenakan karena jenisnya sama. Seorang Muslim tidak disyariatkan berbusana
dengan busana yang ekslusif. Tetapi mereka diperintahkan untuk berbusana dengan
jenis yang sama seperti busana orang-orang secara umum.8
2.Fungsi dan Manfaat Busana (Pakaian)
Fungsi pakaian disebutkan secara tegas dalam sekian banyak ayat al-Qur‟an.
a)QS. al-A‟raf [7]: 26 yang menyatakan:
Artinya:
8 Farhad Salim Bahammam,
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Ayat ini menunjukan persoalan pakaian dan penutup tubuh yang fungsinya
sangat penting dalam pristiwa Adam AS. Allah SWT berfirman, „Hai anak Adam!
Sesungguhnya kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat
kalian...”, kegunaan pakaian yang Allah berikan bukan hanya untuk menutupi tubuh
dan bagian-bagian tertentu (aurat), tapi juga sebagai perhiasan. Pakaian bisa
merupakan bagian keindahan dan perhiasan tersendiri yang akan membuat
kemegahan pada seseorang sehingga tampak lebih indah ketimbang apa yang
sebenarnya.
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan”. Ungkapan merujuk
kepada manfaat dari pakaian luar manusia. Al-Qur‟an menunjukan pula pentingnya
pakaian spiritual. Pembahasan mengenai pakaian ini menggabungkan dua aspek
penting yang akan membangun kepribadian manusia secara berurutan. Al-Qur‟an
menyatakan pakaian taqwa adalah lebih baik dari pada pakaian yang dikenakan di
luar.
Persamaan antara ketakwaan dan keshalehan dengan „pakaian‟ ialah benar
-benar persamaan ungkapan yang sangat jelas dan penuh makna. Pakaian merupakan
Pakaian menutupi cacat tubuh dan sebagai perhiasan seseorang. Makna ketakwaan
dan keshalehan bagi seseorang selain bisa menutupi keburukan dosa dan melindungi
diri dari berbagai bahaya pribadi dan sosial yang mengancamnya, juga bisa menjadi
perhiasan megah bagi akhlak dan prilakunya.9
b)QS. an-Nahl [16]: 81 yang menyatakan:
Artinya :
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).”
Berkenaan dengan pakaian, nama sarabil memiliki makna „baju‟ yang
merupakan jenis pakaian yang biasa dikenakan kaum wanita, laki-laki dan
anak-anak, maupun orang dewasa dari semua lapisan masyarakat untuk segala situasi
dan kondisi, dan dimaksudkan untuk menutupi sekujur tubuh. Di sini hanya
menyebutkan „perlindungan‟ dari panas sementara kebanyakan pakaian digunakan
untuk melindungi tubuh dari hawa dingin. Alasannya apa saja yang melindungi
9 Allamah Kamal Faqih dan tim Ulama Tafsir Nurul Qur‟an, Jilid V(Jakarta : Al Huda, 2004),
manusia dari hawa panas, juga akan melindunginya dari hawa dingin. Dan
pakaian yang melindungi kamu dari kesengsaraanmu (yang lain). Penggalan ayat
ini merujuk pada makna „baju besi‟ untuk melindungi diri dari terjangan peluru,
serta tusukan pedang dan panah.10
Ayat ini mengisyaratkan fungsi pakaian untuk memelihara wanita dari
sengatan panas dan dingin serta membentengi manusia dari hal-hal yang dapat
mengganggu ketentramannya.
c) QS. al-Ahdzab [33]: 59 yang menyatakan:
Artinya :
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: „Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka‟. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini berbicara tentang fungsi pakaian sebagai pembeda antara sesorang
dengan selainnya dalam sifat atau profesinya. Agama Islam menghendaki para
pemeluknya agar berpakaian sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut atau paling sedikit
fungsinya yang terpenting yaitu menutup aurat. Karena penampakan aurat dapat
menimbulkan dampak negatif bagi yang menampakan dan yang melihatnya.
Adapun manfaat dari upaya berpakaian rapih dan menutup aurat (Busana
Muslimah) mengisyaratkan bahwa berpakaian rapih sebagaimana dikehendaki oleh
agama dapat memberi rasa tenang dalam jiwa pemakainya.11
3. Hukum Berbusana
Menurut Sayyid Sabiq di dalam kitabnya Fiqih Sunnah, ada tiga hukum yang
dikatagorikan dalam busana yaitu; Wajib, Mubah (Sunnah) dan Haram.
a)Busana yang di wajibkan
Busana yang dikatagorikan wajib ialah busana yang menutupi aurat, melindungi
tubuh dari hawa panas dan dingin serta melindungi diri dari kemudhorotan.
b)Busana yang di sunnahkan (dianjurkan)
Busana yang disunnahkan dalam Islam ialah busana yang di dalamnya terdapat
keindahan dan perhiasan.
c)Busana yang di haramkan
Busana yang diharamkan ialah busana yang terbuat dari sutera dan emas bagi
laki-laki. Pakaian laki-laki yang menyerupai pakaian wanita dan pakaian wanita yang
menyerupai pakaian laki-laki. Busana kemegahan, pakaian yang menipu dan semua
pakaian yang memiliki unsur berlebihan.12
Sedangkan hukum berbusana bagi laki-laki dan perempuan adalah;
a)Hukum berbusana bagi laki-laki Muslim
11 M. Quraish Shihab, “Jilbab Pakaian Wanita
Muslimah, h. 49.
12 As-Sayyidu Sabiq “ Fiqih Sunnah” (T.t., Daar Tsaqofati Al-Islamiyah, t. Th.,), Juz III, h.
1.Menutup aurat
2.Tidak terbuat dari emas atau sutera
3.Tidak menyerupai pakaian wanita
4. Bukan merupakan pakaian kebesaran suatu agama
b)Hukum berbusana bagi wanita Muslimah
1.Menutup aurat
2.Menetapkan jenis dan model yang ditetapkan Syariat (memakai jilbab)
3.Tidak tembus pandang
4.Tidak menunjukan bentuk dan lekuk tubuh
5.Tidak tabarruj
6.Tidak menyerupai pakaian laki-laki
7.Bukan merupakan pakaian kebesaran suatu agama
4.Kriteria Busana Muslimah
Islam sebagai suatu agama yang sesuai untuk setiap masa dan dapat berkembang
di setiap tempat memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada kaum wanita untuk
merancang mode pakaian yang sesuai dengan selera masing-masing selama tidak
keluar dari keriteria yang sudah ditentukan Syariat. Keriteria tersebut antara lain;
b.Busana tidak berlebihan dan cenderung menonjolkan kesombongan. 13 Juga tidak
merupakan bagaian untuk dibanggakan atau busana yang menyolok mata, karena
Rasullullah SAW bersabda,
14
“Barang siapa yang memakai busana kesombongan (kemegahan) maka Allah akan memalingkan dia dari-Nya.”
Imam Syaukani dalam bukunya “Nail al-Authar” mengutip Imam Ibnu Atsir
berkata, “Yang dimaksud dengan busana yang menyolok mata (dibanggakan) ialah
dalam bentuk penampilan pakaian yang aneh-aneh di tengah orang banyak, karena memiliki warna yang menyolok dan lain dari pada yang lain sehingga dapat merangsang perhatian orang untuk memperhatikannya yang dapat menimbulkan rasa congkak, ketakjuban dan kebanggaan terhadap diri sendiri secara berlebih-lebihan.15
c. Busana tidak tipis agar kulit pemakainya tidak tampak dari luar. 16
d.Busana agar longar dan tidak terlalu sempit (ketat), agar tidak menampakkan
bentuk tubuh.
e.Berbeda dengan pakaian khas pemeluk agama lain. 17
f. Busana tidak menyerupai pakaian pria.18
13 „Abd al-Qádir Manshúr “Buku Pintar Fiqih Wanita” (Jakarta : Dár al-Nashr, 2005), h.
261-263.
14 Syaikh Abil „Abaas Syihaabuddin Ahmad Ibnu Abi Bakrin “
Zawaaidu Ibnu Maajah”
(Libanon-Bairut: Daarul Kutubi Al- „Aamaliyati, t.th.,), Jilid I, h. 469
15 Asy-Syaukani “Nail Al
-Authar” (Al-Halaby, t. tp., t. th.,), Jilid II, h. 94.
16 Ath-Thabarany “Al
-Mu‟jam Ash-Shagir” (Delhi: Al-Anshsari, t. th.,), h.232.
17 Siddiq Hasan “Tafsir Al
-Bayan” (Mesir, Bulaq, t. th.,), Jilid 10, h. 223.
18 Imam Ahmad “Al
g.Busana tidak merupakan bentuk perhiasan kecantikan, firman Allah SWT dalam
surah an-Nuur ayat 31:
Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
Hal ini ditegaskan pula oleh Allah SWT, dalam surah al-Ahzab ayat 33:
Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti kehidupan wanita jahiliyah dahulu.
Wanita jahiliyah selalu memakai pakaian yang dapat menampakkan dada, leher
dan tangan sampai ke bahu, menampakan tubuh serta rambut guna menggoda
kaum pria, kalau mereka berselendang disangkut saja di atas kepala sedangkan
ujungnya berjuntai ke belakang.19 Keterangan ini menunjukkan bahwa busana
Muslimah adalah tradisi yang dikembangkan Islam yang berdasarkan pesan-pesan
keilahian, benar-benar bersifat keagamaan dan sakral. Untuk itu, pelaksaannya
harus disertai keikhlasan yang tulus hanya kepada Allah SWT agar tradisi
berbusana Muslimah tidak sekedar mengikuti trend atau mode namun lebih dari itu
merupakan pengejawatahan keimanan kita kepada Allah SWT.20
h.Tidak disemprotkan parfum yang dapat membangkitkan gairah laki-laki.21
19 Ash-Shabuni “Shafwat At
-Tafasir” (Makkah, t.tp., t.th.,), h. 921.
20Huzaemah T. Yanggo “Fiqih PerempuanKontemporer”, h. 30.
21Ibrahim bin Fathi bin Abd Al-Muqtadir “Wanita Berjilbab VS Wanita Pesolek” (Jakarta: dar
i. Sedangkan Pakaian wanita dalam shalat
Dalam firman Allah SWT;
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Jumhur ulama sepakat bahwa pakaian yang mencukupi bagi seorang wanita
dalam shalat adalah baju kurung yang longgar dan kerudung.
B. Jilbab, Khimar dan Hijab 1.Jilbab
a. Sejarah Jilbab Di Indonesia
Ayat-ayat jilbab dan hijab berbicara dalam konteks budaya masyarakat
setempat yang penekanannya kepada persoalan etika, hukum, dan keamanan
masyarakat di mana ayat itu diturunkan. Seperti diketahui ayat-ayat hijab, jilbab, dan
umumnya yang berbicara tentang kekhususan perempuan, turun antara tahun ke tiga
dan ke tujuh Hijriah. Tahun ini adalah tahun-tahun kritis dalam komunitas
masyarakat Muslim Madinah. Baru saja terjadi perang Uhud di mana kaum Muslimin
menderita kekalahan berarti, lalu disusul dengan berbagai peperangan sporadis
lainnya. Situasi masyarakat Madinah berada dalam suasana tidak aman karena perang
yang berkepanjangan. Meskipun demikian, tidak berarti penggunaan cadar atau
semacamnya tetap merupakan ajaran Islam yang perlu di indahkan, setidaknya jilbab
akan menjadi ajaran etika dan estetika (tahsiniya).
Doktrin Islam sebenarnya bukan pada jilbabnya tapi pada fungsi jilbab itu
sendiri untuk menutup aurat, yaitu menutup anggota badan tertentu yang dianggap
rawan dan dapat menimbulkan fitnah.22
Arus jilbabisasi di Indonesia menurut antropolog Suzanne April Brenner,
merupakan suatu hal yang baru, sangat kompleks dan perlu dilihat sebagai sesuatu
yang seratus persen modern. Artinya jilbab di Indonesia tidak dapat dilihat hanya
sekedar sebagai usaha untuk membangkitkan kembali norma-norma atau lambang
dari tradisi lokal. Menurutnya, jilbabisasi merupakan suatu tanda globalisasi. Dengan
berjilbab, cukup jelas si pemakai menolak tradisi lokal dan sekaligus menolak
hegemoni Barat. Fenomena jilbabisasi bisa dilihat sebagai arus balik dari arus
sekularisasi menjadi lebih mengarah ke Agama.23
Adanya perkembangan pemakaian jilbab di Indonesia di tahun 1980-an dapat
dijelaskan melalui dua peristiwa yang saling terkait. Peristiwa yang berlevel
internasional maupun nasional. Peristiwa revolusi Iran (1979). Kesuksesan revolusi
Iran yang dipimpin oleh Ayatullah Khomeini menggusur pemerintahan Syah Pahlevi
menjadi ikon kebangkitan perjuangan umat Islam di tengah-tengah hegemoni Barat.
22Nasaruddin Umar, Fikih Wanita untuk Semua (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010) h.
28-39.
23 Karren E Washburn, et al.,
Saat itu media masa banyak menampilkan tentang Iran, termasuk gambar-gambar
para perempuan Iran yang mengenakan busana hitam disertai dengan jilbab lebar
yang sangat umum sekali ditemukan di Indonesia. Sehingga banya perempuan
Muslimah Indonesia meniru model busana dan jilbab tersebut sebagai kesertaan
dalam kesuksesan Rovolusi Iran yang dianggap sebagai kebangkitan Islam.24 Dan di
Indonesia sendiri juga bisa disebabkan banyaknya majelis-majelis pengajian yang
terus berkembang, baik di tingkat pendidikan formal seperti: sekolah dan madrasah
ataupun lembaga informal seperti : Pondok Pesantren dan surau-surau yang ada di
Indonesia.25
Pornoaksi dan pornografi yang merajalela menjadi penunjang lahirnya “Hijab
Modis” serta wadah gerakan wanita berhijab diberbagai aktivitas yang mana tujuan
dari hijab modis guna mengajak para wanita untuk menutup auratnya dengan balutan
yang tetap mempertahankan etika dan estetika.26
Setelah maraknya gaya hijab modis, muncul lagi gaya hijab yang lebih
sederhana dengan warna dominan. Tepatnya pada tahun 2013 lalu muncul penggemar
hijab yang mengatas namakan dirinya sebagai Komunitas Hijab Syar‟i (Jilbaber).
Komunitas ini bertujuan untuk menyaingi gerakan hijab sebelumnya yaitu gerakan
hijab modis, dengan berpendapat bahwa hijab modis adalah “tidak memenuhi Syariat
24 Alawi Alatas,
Revolusi Jilbab : Kasus Pelanggaran Jilbab di SMU Negeri se Jabodetabek tahun 1982-1991, (Jakarta : Al-i‟tishom, 2001), h. 16.
25 Eko Ramadhani Nanto,
Skripsi: Jilbaber antara Tradisi dan Perintah Agama (PMH UIN Jakarta, 2014), h. 16.
26
Islam”. Karena terlalu mencolok dan justru menjadi pusat perhatian lawan jenis.
Dengan seperangkat dalil-dalil Agama mereka menyerang hijab modis dari berbagai
sudut, dan mereka sering mengadakan kajian-kajian seputar keilmuan Agama seperti
komunitas hijab pada umumnya (hijab modis).27
b.Pengertian Jilbab
Pakar Tafsir al-Biqa‟i menyebut beberapa pendapat tentang makna jilbab.
Antara lain, baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian
yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang
menutupi badan wanita. Kalau yang dimaksud dengang jilbab itu adalah baju, maka
ia adalah pakaian yang menutupi tangan dan kakinya; kalau kerudung, maka perintah
mengulurkannya adalah menutup rambut dan lehernya. Kalau maknanya adalah
pakaian yang menutupi baju, maka perintah mengulurkannya adalah membuatnya
longgar sehingga menutupi seluruh badan dan pakaian.28 Thabáthabá‟i memahami
kata jilbab dalam arti pakaian yang menutupi seluruh badan atau kerudung yang
menutupi kepala dan rambut mereka.
Ibn „Ásyúr memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang lebih kecil dari
jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup rambut. Ini diletakkan wanita di
atas kepala dan terulur kedua sisi kerudung itu melalui pipi hingga ke seluruh bahu
dan belakangnya. Ibn „Ásyúr menambahkan bahwa model jilbab bisa
27 http://media.kompasiana.com/new-media/2013/04/19/jilbab-besar-belum-tentu-syari-
552604.html. Diakses pada hari Sabtu 03-01-2015, jam 16:27 WIB
28Al- Biq‟i, Ibrahim Ibn „Umar, “Nazhm ad
macam sesuai perbedaan keadaan. Tetapi tujuan yang dikehendaki ayat ini adalah “...
menjadikan mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.”29
2.Khimar
Khimar menurut bahasa ialah jamak dari
"
"
yang memiliki arti“tutup”
"
"“tudung, tutup kepala wanita”.30Khimar adalah kain yang digunakan untuk menutup kepala seorang perempuan
(kerudung).31 Hanya saja khimar yang digunakan oleh wanita dahulu dibiarkannya
tergerai ke belakang punggun.32 Menurut keterangan mufasir, kerudung perempuann
di zaman jahiliyah terkulai ke belakang, sedangkan leher terbuka tepatnya bagian
dadanya yang sebelah atas. Karena itu Allah memerintahkan menutup leher dan
rambut.33 Sedang perintah mengulurkannya dalam surat An-Nur ayat 31 ialah hingga
menutupi dada.
Batasan jilbab yang harus dikenakan oleh seorang Muslimah dalam hal ini
ulama berbeda pendapat. Kata “ ” yang terkandung dalam surat An-Nur [24]
ayat 31 " " adalah jamak dari “ ” yang berarti hati.34
29 M. Quraish Shihab, “Tafsir Al
-Mishbáh”, Jilid 11 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 320.
30 Ahmad Warson Munawir “Al
-Munawwir Kamus Arab-Indonesia”, h. 397.
31 Syaikh Imam Qurtubi “Tafir Al Qurthubi” (Jakarta : Pustaka azzam, 2008), h. 581
32M. Quraish Shihab “Jilbab”, 106.
33 Abdul Halim Hasan “Tafsir Al
-Ahkam” (Jakarta: Kencana, 2006), h, 541.
34 Ahmad Warson Munawir “Al
Dan memiliki banyak penafsiran dalam menentapkan batasan kerudung. Mutaqil
berkata “ Maksudnya, ke tempat potongan itu.”
Jayb adalah saku baju yang bagian atasnya tidak berlubang. Imam Bukhari
menyebutkannya dengan sesuatu yang dibuat di bagian dada untuk meletakkan
sesuatu (saku).35
3.Hijab
Hijab secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab dari akar kata verbal
hajaba-yahjubu-hajban (hijaaban) yang diterjemahkan “menutup, menyendirikan,
menyembunyikan, memasang tirai dan membentuk pemisahan”.36 Sedangkan hijab
sebagai kata benda diterjemahkan menjadi “penutup, bungkus, tirai, tabir, layar, sekat
dan partisi atau pemisah.”
o
35Abdul Aziz Abdullah bin Baz “Fathul Baari”, cet II, (t. t,. t. p., t. th.,), h. 525.
36Ahmad Warson Munawir “AlMunawwir
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang hijab (tabir). cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya
perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS Al-Ahzaab [33]: 53)
Ayat di atas menunjukan bahwa makna hijab secara komprehensip adalah
merujuk pada pembagian yang bernuansa sakral atau suatu pemisah antara dua dunia
atau dua ruang yang abadi dan fana, baik dan jahat, terang dan gelap, orang beriman
dan inkar, serta orang yang terhormat dan yang biasa. Adapun makna hijab secara
khusus adalah suatu yang menghalangi antara dua pihak sehingga salah satu dari ke
duanya tidak bisa melihat yang lain secara sempurna. Ini menunjukan bahwa makna
hijab bukan berarti pakaian yang dikenakan umat manusia. Karena pakaian dan
bagaimanpun jenisnya sekalipun menutup tubuh wanita hingga wajahnya tidak akan
menghalangi wanita yang bersangkutan melihat orang yang ada di sekitarnya. Dan
sebaliknya, tidak akan menghalangi orang lain melihatnya meskipun dia memakai
pakaian warna hitam dari ujung kepala, termasuk wajahnya, hingga ujung kaki.
Makna hijab sebagaimana disebutkan firman Allah SWT, “Maka mintalah
yang diturunkan untuk memisahkan antara majelis kaum laki-laki dan majelis kaum
wanita. Dari ayat Al-Qur‟an di atas diturunkan kepada istri-istri Nabi namun ini juga
berlaku kepada seluruh wanita Muslimah. Dengan turunnya ayat hijab pada masa itu
ada beberapa hikmah yang terkandung pada perintah pemasangan hijab bagi mereka
itu ada dua; pertama, kaitan dengan banyaknya para sahabat yang silih berganti
datang ke rumah-rumah mereka dan hal ini dianggap cukup mengganggu privasi
mereka. Kedua, Rasullullah SAW mempunyai rencana untuk mengangkat derajat dan
status yang tinggi kepada istri-istrinya pada tingkatan yang superior di kalangan
komunitas umat Islam sehingga muncul peraturan yang mengikat kepada mereka;
seperti mereka tidak boleh (haram) menikah lagi setelah beliau meninggal dunia,
tidak menganggap status dirinya sama dengan wanita Muslimah lainnya, tidak perlu
merendah ketika berbicara, pergi keluar jika perlu saja, tidak sembrono dalam
berprilaku, dan menghindari prilaku eskibisionis dalam berpakaian. Semua ini untuk
melindungi privasi mereka karena mereka diberi gelar terhormat dengan julukan
Ummul Mukminin.37
C.Aurat
1.Pengertian Aurat
Ditinjau dari sisi leksikal aurat adalah kurang, cela, sesuatu yang dirasakan
malu. Dari kata itu timbul kata “Auraa” wanita bukan karena matanya buta sebelah.
37Mohammad Asmawi, “
Kata aurat berasal dari lafal bahasa Arab, diambil dari wazan „aara =
;‟awira = dan a‟wira = .
o „Aara mempunyai arti menutup dan menimbun. Ini memberikan pengertian bahwa
aurat adalah sesuatu yang harus ditutupi secara sempurna hingga tidak bisa dilihat
oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri.38
o „Awira mempunyai arti “hilang perasaan” atau “menjadi buta sebelah matanya.”
Pada umumnya kata „awira ini mengandung pengertian yang tidak baik,
memalukan dan mengecewakan.39 Jika kata „awira ini yang menjadi sumber kata
aurat maka pengertian aurat adalah sesuatu yang bisa bikin malu, mengecewakan
dan dipandang tidak baik.
o A‟wara mempunyai arti sesuatu yang jika dilihat akan mencemarkan40 seseorang
dan bikin malu atau secara leksikal berarti menampakkan aurat. Jadi definisi aurat
jika diambil dari kata a‟wira adalah sebagian anggota tubuh yang harus ditutupi,
dijaga dan dipelihara agar tidak menimbulkan rasa malu dan mencemarkan nama
baik.41
Dari tiga akar kata di atas bisa ditarik benang kesimpulan bahwa aurat adalah
sesuatu yang bisa menimbulkan birahi atau sebagian anggota tubuh yang bisa
membangkitkan nafsu syahwat. Dan aurat mempunyai nilai-nilai yang sangat
38 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3165.
39 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3164-3167.
40 Ibnu Mandzur, “Lisan Arab”, jilidV, h. 3166.
41 Al-Husainiy, “Kifayat AL
terhormat yang dibawa oleh sifat dasar malu yang ada pada diri setiap umat manusia
agar dijunjung tinggi dengan berupaya menutupinya dan dipelihara secara sempurna.
Upaya ini agar tidak “mengganggu” umat manusia lainnya, tidak mencemarkan nama
baik dan tidak menimbulkan kemungkaran.42
Sedang menurut istilah aurat adalah bagian tubuh yang tidak patut
diperlihatkan kepada orang lain. Dan bagian-bagian itu ada beberapa macam sesuai
dengan tempat dan situasi.43
Kata aurat banyak disebut dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW
dalam beberapa ayat yang termuat dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa kata aurat tidak
digunakan terbatas pada anggota tubuh saja. Berikut ini beberapa kutipan ayat yang
berkenaan dengan aurat.
o
42 Mohammad Asmawi, “
Islam Sensual (Membedah fenomena Jilbab trendi), h. 45-49
43 Dra. H. St. Aminah, “Kunci Wanita Shalihah (Bidang Ibadah)”, (Semarang: PT. Karya Toha
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur [24] :31)
Asbabun Nuzul ayat ini menyatakan di dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa Asma‟ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjung wanita-wanita
yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga kelihatan
gelang-gelang kakinya, demikian juga dada dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma‟:
“alangkah buruknya (pemandangan) ini”. Turunnya ayat ini (S. 24 : 31) sampai
“auratinnisa” berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kepada kaum
Mu‟minat untuk menutup aurat mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari
Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang wanita membuat kantong
perak yang diisi untaian batu-batu mutu manikam sebagai perhiasan kakinya.
Apabila ia lalu dihadapan orang-orang, ia memukul-mukulkan kakinya ke tanah
24 : 31, dari “wala yadlribna bi arjukihinna” sampai akhir ayat yang melarang
wanita menggerakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian laki-laki.44
Ayat ini merupakan perintah dari Allah bagi wanita Muslimah dan merupakan
penghargaan dari Allah bagi suami mereka serta sebagai perbedaan antara mereka
dengan wanita jahiliyah dan prilaku wanita musyrik. Sebab turunnya ayat ini sebagai
mana diceritakan oleh Muqatil bin Hayan. Dia berkata. “telah sampai berita kepada
kami dan Allah Mahatahu bahwa jabir bin Abdillah al-Anshari telah menceritakan
bahwa Asma‟ binti Murtsid tengah berada di tempatnya yaitu di Bani Haritsah.
Tiba-tiba banyak wanita yang menemuinya tanpa menutup aurat dengan rapih sehingga
tampaklah gelang-gelang kaki mereka, dada dan kepang rambutnya. Asma‟
bergumam : „alangkah buruknya hal ini.‟ Maka Allah Ta‟ala menurunkan ayat,
„katakanlah kepada wanita yang beriman, „ hendaklah mereka menahan
pandangannya‟” dari perkara yang diharamkan Allah untuk melihatnya (aurat),
kecuali kepada suami mereka.45 Dan juga ayat ini menjelaskan beberapa katagori
laki-laki yang boleh berbaur dan berkumpul dengan wanita dalam ruang privasinya.
Dengan demikian wanita itu tidak perlu menyembunyikan bagian tertentu anggota
tubuhnya. Kata aurat yang termuat dalam ayat ini berkonotasi organ gentil wanita.
Dalam surat yang sama pada ayat 58 disebutkan,
44 Qamaruddin Shaleh, Dahlan, dkk “
Asbabun Nuzul Latar belakang historis turunnya Ayat-Ayat Al-Qur‟an”, (Bandung , CV. Diponegoro: 1992), cet-14, h. 356
o