• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) DIARE

AKUT INFEKSI PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI

RAWAT INAP RS “X” DI

KOTA TANGERANG SELATAN

PERIODE JANUARI-DESEMBER 2015

SKRIPSI

NABILAH URWATUL WUTSQO

NIM: 1112102000095

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) DIARE

AKUT INFEKSI PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI

RAWAT INAP RS “X” DI

KOTA TANGERANG SELATAN

PERIODE JANUARI-DESEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NABILAH URWATUL WUTSQO

NIM: 1112102000095

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Nama : Nabilah Urwatul Wutsqo

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi

Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari- Desember 2015.

Diare akut merupakan masalah kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia, diperkirakan lebih dari 10 juta anak yang berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% anak meninggal karena infeksi diare. Penyakit diare akut dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri dan parasit, Pada penyakit diare infeksi yang disebabkan bakteri dan parasit, obat yang paling banyak digunakan adalah antibiotik. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat (Kemenkes, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui drug related problems (DRPs) meliputi obat tanpa indikasi, indikasi tanpa obat, ketepatan pemilihan obat, dosis obat terlalu tinggi, dosis obat terlalu rendah dan interaksi obat pada pasien anak di instalasi rawat inap yang menderita diare akut infeksi di RS “X” Di Kota Tangerang Selatan. Pengambilan data dilakukan melalui data sekunder berupa rekam medik pasien periode Januari-Desember 2015 dengan desain secara cross sectional. Data yang diperoleh dikaji secara deskriptif, teknik pengambilan data berupa total sampling, didapatkan 40 sampel yang sesuai kriteria inklusi penelitian. Penelitian ini menunjukan bahwa penyakit penyerta yang sering dialami pasien adalah Kejang Demam Kompleks (KDK) (47,05%) dengan kejadian DRPs terbanyak ialah interaksi obat (31,18%), diikuti dosis obat melebihi dosis terapi (30,10%), dosis obat kurang dari dosis terapi (18,27%), obat tanpa indikasi (9,67%), indikasi tanpa obat (8,60%) dan ketidaktepatan pemilihan obat (2,15%), jumlah penyakit penyerta berpengaruh terhadap jumlah DRPs (P=0,028), jumlah penggunaan obat tidak berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P=0,100)

(7)

vii

Name : Nabilah Urwatul Wutsqo

Program Study : Farmasi

Tittle : Identification Drug Related Problems (DRPs) Inpatient Acute Diarrhea Infectious Pediatric in the

”X” Hospital in Tangerang Selatan City Ports Januari- Desember 2015.

Acute diarrhea is a health problem in developing countries such as Indonesia, estimated at more than 10 million children aged less than 5 years old die every year, about 20% of children die from infectious diarrhea. Acute diarrheal diseases can be caused by infection with viruses, bacteria and parasites, On diarrheal disease infections caused by bacteria and parasites, the drug most widely used antibiotics. Various studies have found that about 40-62% of antibiotics are used inappropriately (Kemenkes RI, 2011). This study aims to determine the drug related problems (DRPs) covering the drug without indication, indications without drugs, the accuracy of selection of drugs,inproper dosage adjusment,and drug interactions in pediatric patients suffering from acute diarrhea infection in RS “X” In Kota Tangerang Selatan. Data were collected through secondary data such as

patient’s medical record from January to December 2015 and designed using cross-sectional. The data obtained were examined by descriptive, data collection techniques by total sampling method, 40 data complying to the inclusion criteria. This study shows that comorbidities that are often experienced by patients are Kejang Demam Kompleks (KDK) (47,05%) with the highest incidence of DRPs drug interactions (31,18%), dose of the drug is too high (30,10%),the drug dose is too low (18,27%),drug without no indication (9,67%), indication without no drug (8,60%) and improper drug selection (2,15%). Age does not affect significantly the number of DRPs (P = 0.426), number of comorbidities significantly affect the number of DRPs (P = 0.028), the amount of drug use did not affect significantly the number of DRPs (P = 0.100).

(8)

viii

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia serta nikmat iman dan islam yang tak terhingga, Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. Syukur atas limpahan nikmat dan kasih sayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” Kota Tangerang Selatan Periode Januari-Desember 2015” bertujuan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasi dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr.Delina Hasan, M.Kes., Apt dan Ibu Dr. Azrifitria Msi., Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu dan tenaga dalam penelitian ini juga kesabaran pembimbing serta saran, dukungan dan kepercayaanya selama penelitian ini berlangsung hingga tersusunya skripsi ini.

2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan.

3. Ibu Dr.Nurmeilis, M.si.,Apt selau Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

(9)

ix

penelitian.

6. Kedua orang tua saya, ibunda tersayang Esti Risnawati dan ayahanda Drs. Fauzan Bustomi, yang selalu memberikan kasih sayang,dukungan dan doa yang tidak pernah henti serta dukungan baik moril dan materil.

7. Adik tersayang Royyan Iftikhor Amani serta seluruh keluarga besar atas semangat, dukungan dan doa yang tiada henti kepada penulis. Alvin Fauzi Murod yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

8. Miranda, Annisaa, Novilia, Verona, Harisah, Amirah, Lilia, Nita Fitriani, Ade Rachma, Nurul Fitri, dan Annisa Florensia yang telah menjadi teman yang telah menjadi penyemangat dan menjadi teman terbaik penulis. 9. Teman seperjuangan Rouli Meparia Utami atas masukan, bantuan,

kesabaran dan semangat selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi. Dan teman-teman Farmasi 2012 khususnya Farmasi 2012 kelas BD atas kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan, terimakasih atas kebersamaan kita selama 4 tahun ini.

10. Seluruh pihak yang banyak membantu penulis dalam penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hari penulis berharap kritik dan saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia kefarmasian.

Ciputat, Juli 2016

(10)
(11)

xi

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSYARATAN ORISINILITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... xi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2 Manfaat Metodologi ... 5

1.4.3 Manfaat Aplikatif ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2. 1. Diare ... 7

2.1.1 Definisi Diare ... 7

2.1.2 Klasifikasi Diare... 9

2.1.3 Epidemiologi Diare ... 12

(12)

xii

2.1.7 Gejala Diare ... 15

2.1.8 Pemeriksaan Diare ... 16

2.1.9 Penatalaksanaan Diare ... 17

2.1.10 Pengobatan Diare ... 26

2. 2. Drug Related Problems ... 33

2.2.1 Klasifikasi Drug Related Problems... 33

2.2.1.1 Butuh Tambahan Obat ... 33

2.2.1.2 Obat Tanpa Indikasi ... 33

2.2.1.3 Ketidaktepatan Pemilihan Obat ... 34

2.2.1.4 Dosis Kurang dari Dosis Terapi ... 34

2.2.1.5 Dosis Melebihi Dosis Terapi ... 35

2.2.1.6 Ketidakpatuhan ... 36

2.2.1.7 Reaksi Obat yang Merugikan ... 36

2. 3. Interaksi obat ... 37

2. 4. Indikasi Tanpa Obat ... 38

2. 5. Pediatri ... 39

2. 6. Rumah Sakit ... 40

2.6.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit... 40

2.6.2 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit ... 41

2.6.2.1 Jenis Rumah Sakit Secara Umum ... 41

2.6.2.2 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Khusus ... 41

2. 7. Rekam Medik ... 42

2. 8. Review Literatur... 43

2.8.1 Latar Belakang Diare ... 43

2.8.2 Epidemiologi Diare ... 43

2.8.3 Manifestasi Klinik Diare ... 43

2.8.4 Pengobatan Diare Akut Infeksi ... 44

2.8.5 Terapi Farmakologi Diare ... 45

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 49

(13)

xiii

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 54

4.1.2 Waktu Penelitian ... 54

4.2 Desain Penelitian ... 54

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 54

4.3.1 Populasi ... 54

4.3.2 Sampel ... 54

4.3.2.1 Kriteria Inklusi Sampel ... 55

4.3.2.2 Kriteria Ekslusi Sampel... 55

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 55

4.5 Prosedur Penelitian ... 56

4.5.1 Persiapan ... 56

4.5.2 Pengolahan Data... 56

4.6 Analisis Data ... 57

4.6.1 Analisis Univariat ... 57

4.6.2 Analisis Bivariat ... 57

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

5.1 Hasil Penelitian ... 58

5.1.1 Karakteristik Pasien ... 58

5.1.2 Penggunaan Obat Pada Pasien Diare Akut Infeksi ... 59

5.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat ... 61

5.1.3 Drug Related Problems ... 62

5.1.4 Hasil Analisa Bivariat ... 63

5.1.4.1 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penyakit Penyerta dengan DRPs ... 63

5.1.4.3 Analisa Hubungan Antara Jumlah Obat dengan DRPs .. 63

5.2 Pembahasan ... 64

5.2.1 Karakteristik Pasien ... 64

5.2.2 Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi ... 66

(14)

xiv

5.2.3.2 DRPs Obat Tanpa Indikasi ... 70

5.2.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat ... 71

5.2.3.4 DRPs Dosis Obat Kurang dari Dosis Terapi ... 73

5.2.3.5 DRPs Dosis Obat Melebihi Dosis Terapi ... 74

5.2.3.6 DRPs Interaksi Obat ... 75

5.2.4 Hasil Analisa Bivariat ... 76

5.2.4.1 Analisa Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs ... 77

5.2.4.3 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs ... 77

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 78

5.3.1 Kendala ... 78

5.3.2 Kelemahan ... 78

5.3.3 Kekuatan ... 78

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(15)

xv

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Cara Menilai Derajat Dehidrasi ...8

Tabel 2.2 Gejala Diare ...15

Tabel 2.3 Pemberian Cairan Intravena Anak dengan Dehidrasi Berat ...19

Tabel 2.4 Pemberian Cairan Intravena Anak dengan Dehidrasi Ringan ...21

Tabel 2.5 Kebutuhan Oralit Perkelompok Umur ...27

Tabel 2.6 Antibiotik yang Digunakan Untuk Diare Akut Infeksi ...31

Tabel 3.1 Definisi Operasional ...50

Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Diare Akut Infeksi ...58

Tabel 5.2 Data Distribusi Penggunaan Obat Pasien Diare Akut Infeksi...60

Tabel 5.3 Data Distribusi Jenis Penggunaan Obat Diare Akut Infeksi ...61

(16)

xvi

Gambar Halaman

(17)

xvii

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data dan Izin Penelitian dari

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ...88

Lampiran 2. Peniliaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Diare Akut Infeksi ...89

Lampiran 3. Evaluasi DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...91

Lampiran 3. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi ...92

Lampiran 4. Evaluasi DRPs Indikasi Tanpa Obat ...93

Lampiran 5. Evaluasi DRPs Dosis Kurang dari Dosis Terapi ...95

Lampiran 6. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi ...96

Lampiran 7. Evaluasi DRPs Interaksi Obat ...98

Lampiran 8. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta Dengan DRPs ...103

Lampiran 9. Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat Dengan DRPs ...105

Lampiran 10 Data Obat Pasien Anak Diare Akut Infeksi ...106

(18)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.1Latar Belakang

Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih). Kebanyakan pasien diare menderita diare akut ringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari 14 hari, diare ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 sampai 7 hari (Depkes RI, 2011; Soegijanto,2009). Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia. Diperkirakan lebih dari 10 juta anak yang berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% anak meninggal karena diare (Kemenkes RI, 2011)

Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 949 tahun 2004, Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Permenkes RI, 2004). Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak umur 1-4 tahun yaitu sebesar 25,2% (Riskesdas RI,2007). Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2013, Insiden dan prevalensi diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5% dan 7,0%. Insiden diare pada kelompok usia anak adalah 10,2%. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Banten (Riskesdas RI,2013).

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kekurangan cairan tubuh (dehidrasi) apabila tidak segera mendapat penanganan secara cepat dan tepat. Di provinsi Banten, kasus diare mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai 2011. Pada tahun 2010 kasus diare sebesar 816.802 kasus, sedangkan pada tahun 2011 jumlah kasus diare meningkat hingga 6,6 % menjadi 971.269 kasus (Dinkes Banten,2011).

World Health Organization (WHO) tahun 2007 melaporkan bahwa secara global, sebanyak 527.000 kematian anak-anak terjadi setiap tauhnnya disebabkan karena penyakit diare infeksi. Diare infeksi disebut juga dengan gastroenteritis yaitu peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal (Rachmawati, 2014). Penyebab terjadinya infeksi adalah infeksi virus, bakteri dan parasit. Beberapa bakteri penyebab penyakit ini antara lain bakteri Escherchia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio dan Staphy lococus (Rachmawati, 2014). Sehingga perlu diberikan antibiotik dan antifungi yang tepat untuk mengatasi penyebab diare infeksi pada anak.

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

digunakan secara tidak tepat, 30-80% kualitas penggunaan antibiotik diberbagai Rumah Sakit ditemukan tidak berdasarkan pada indikasi (Permenkes RI, 2011).

Dalam pemberian obat diare terdapat peristiwa yang tidak diinginkan dalam terapi pengobatan. Peristiwa yang tidak diinginkan dalam terapi disebut sebagai Drug Related Problems (DRPs). DRPs merupakan suatu peristiwa yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang berpotensi atau terbukti dapat mengganggu pencapaian terapi obat. (Cipolle, dkk., dalam review Adusumilli dan Adepu, 2014). Menurut Cipolle dkk, peristiwa tersebut meliputi butuh tambahan obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis melebihi dosis terapi, dosis kurang dari dosis terapi, efek samping dan kepatuhan pasien. Namun penelitian mengenai DRPs terkait efek samping dan kepatuhan pasien tidak dilakukan karena penelitian dilakukan secara retrospektif, dan diganti dengan DRPs mengenai interaksi obat, dan indikasi tanpa obat.

Penanganan DRPs pada pasien pediatri atau anak-anak harus diprioritaskan karena kondisi fisiologisnya masih belum sempurna, sehingga faktor-faktor metabolisme dan absorbsi obat tidak bisa disamakan begitu saja dengan pasien dewasa. Dosis pada anak harus ditetapkan secara seksama dengan merujuk pada panduan dosis anak atau dihitung menggunakan rumus (Prest,2003).

Penelitian yang dilakukan di Indonesia salah satunya dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Sulawesi Tenggara tahun 2013 tercatat sebesar 65,8% anak yang berjenis kelamin laki-laki menderita diare dengan mayoritas umur 13-24 bulan (57,44%) yang mengalami DRPs, dan kategori yang dialaminya yaitu, tidak tepat indikasi (46,2%), dosis obat yang terlalu tinggi (19,4%), dan dosis obat terlalu rendah (9,7%) (La Ode M, 2014). Penelitian serupa yang dilakukan di RSUP. H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 menyatakan kejadian DRPs pada pasien anak diare akut infeksi di instalasi rawat inap sebesar 63,83% dengan mayoritas umur 7 bulan-2 tahun sebesar 55,32%, dan kategori DRPs yang dialami yaitu, obat tanpa Indikasi (29,69%), indikasi tanpa obat (17,19 %), dosis obat kurang (21,88%), dosis obat lebih (15,63%), dan interaksi obat (15,63%) (Erlina, 2013) .

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rumah Sakit rujukan bagi masyarakat Tangerang Selatan. Berdasarkan data tahun 2015 pasien anak dengan penyakit diare akut dengan atau tanpa penyakit penyerta yang berobat di rumah sakit ini berjumlah 98 orang. Data ini dianggap peneliti cukup besar dan sangat memungkinkan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan dalam pengobatan (DRPs). Penelitian mengenai DRPs diare akut infeksi pada pasien anak belum pernah dilakukan di Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan sebelumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian DRPs dengan kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis, dan interaksi obat pada pasien anak yang menderita diare akut infeksi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi dan sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan baik oleh dokter maupun farmasis dan juga berguna untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan.

. 1.2. Rumusan Masalah

a. Kasus penyakit diare pada anak masih menjadi masalah yang serius dengan presentase insiden sebesar 10,2 % di Indonesia pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

b. Pada pengobatan diare infeksi yang disebabkan bakteri dan parasit, penggunaan obat antibiotik yang tidak sesuai dengan pedoman terapi akan meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat (Kemenkes, 2011).

c. Terapi dengan obat biasanya akan menimbulkan beberapa hal selain kesembuhan, yaitu terjadi masalah-masalah DRPs antara lain butuh tambahan obat, obat tanpa indikasi, salah obat, dosis dibawah dosis terapi, dosis melebihi dosis terapi, dan interaksi obat khususnya pada anak-anak. d. Rumah Sakit “X” di Kota Tangerang Selatan sangat memungkinkan

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya Drug Related Problems(DRPs) pada pasien anak yang menderita diare akut infeksi di Instalasi Rawat Inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari – Desember 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik pasien diare akut infeksi yang diwarat inap di RS

“X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015

b. Mengetahui profil penggunaan obat yang digunakan pasien pediatri yang menderita diare akut infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015.

c. Mengetahui presentase kejadian DRPs pada pengobatan pasien diare akut

infeksi di RS “X” di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember 2015.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara teroritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang Drug Related Problem (DRPs) khususnya mengenai indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis, dan interaksi obat diare akut infeksi pada anak.

1.4.2 Secara Metodologi

Metode penelitian ini dilakukan secara retrospektif dan diharapkan dapat dijadikan referensi untuk diaplikasikan pada penelitian farmasi klinis sejenis di

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4.3 Secara Aplikatif

Secara aplikatif penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan ataupun kebijakan dalam peresepan obat diare akut pada anak di instalasi rawat inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan dan dapat memberikan saran bagi dokter dan tenaga kefarmasian dalam meningkatkan pemberian terapi optimal sehingga diperoleh terapi yang efektif,aman dan efisien.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

a. Penelitian dengan judul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Diare Akut Infeksi Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS “X” di Kota Tangerang Selatan Periode Januari – Desember Tahun 2015”

b. Penelitian ini hanya dibatasi pada identifikasi DRPs yang ditinjau dari indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, dosis dibwah dosis terapi, dosis melebihi dosis terapi, dan interaksi obat. c. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 sampel.

d. Pada penelitian ini desain yang dilakukan adalah cross sectional dengan pendekatan secara retrospektif.

e. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni di Instalasi Rawat

(24)

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1 Diare

2.1.1 Definisi Diare

Diare (berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia, artinya melewati, dan rheein, yang berarti mengalir atau berlari) merupakan masalah umum untuk yang

menderita “pengeluaran feses yang terlalu cepat dan terlalu encer”. Tetapi agar

lebih kuantitatif, ilmuan biasanya mendefinisikan diare sebagai kelebihan bobot cairan (Joel G.Hardman & Lee Limbird,2002).

Diare infeksi adalah diare yang disebabkan karena infeksi virus,bakteri dan parasit. Beberapa bakteri penyebab penyakit ini antara lain bakteri Eschercia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio cholera dan Staphylococcus (Suharyono, 2008). Penyebab diare dapat berupa bakteri yang mengkontaminasi makanan maupun minuman, infeksi virus, alergi makanan dan adanya parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan dan minuman. Diare dapat mengakibatkan terjadinya beberapa hal berikut:

a. Dehidrasi

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) yang lebih banyak dari pemasukannya (input). Dehidrasi yang parah dapat juga menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis) akibatnya hilangnya Na bikarbonat bersama feses. Kehilangan cairan akibat diare akut menyebabkan dehidrasi yang bersifat ringan, sedang atau berat. Volume cairan yang hilang melalui tinja bervariasi dari 5ml/kg BB sampai 200 ml/kg BB, atau lebih. Total kehilangan natrium tubuh pada anak-anak dengan dehidrasi berat akibat diare biasanya sekitar 70-110 mmol/L air yang hilang (WHO, 2005).

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.1 Cara menilai derajat dehidrasi

No Tanda dan Gejala

A B C

1 Keadaan umum

Sadar,gelisah dan haus,baik

Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau tidak sadar

2 Mata Normal Cekung Sangat cekung dan

kering

3 Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

4 Rasa haus Minum biasa tidak haus

Haus, ingin minum banyak

Malas minum atau tidak bisa minum 6 Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat 7 Hasil

pemeriksaan

Diare Tanpa dehidrasi

Diare Dehidrasi ringan/ sedang

Diare Dehidrasi berat

Sumber : WHO, 2005.

b. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% pasien diare. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.

c. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat.

Hal ini terjadi karena makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

d. Gangguan sirkulasi

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.2 Klasifikasi Diare

1. Menurut Onset Terjadinya

Berdasarkan waktu onset dan durasi, diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Episode diare akut umummnya hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis menyebabkan frekuensi buang air besar yang lebih sering dan periode diare yang lebih panjang (Elin, et al., 2009). Menurut WHO (2005) diare terdiri dari beberapa jenis yaitu:

a. Diare Akut

Diare akut adalah penurunan konsistensi feses, feses menjadi cair biasanya Buang Air Besar (BAB) terjadi lebih dari 3 kali sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Kebanyakan pasien diare menderita diare akut ringan sampai sedang. Diare ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 sampai 7 hari (Guarino dkk, 2014).

b. Diare Akut Berdarah

Diare akut berdarah yang disebut juga disentri, mempunyai bahya utama yaitu kerusakan mukosa usus, sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti dehidrasi.

c. Diare persisten

Adalah diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi. d. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiokor)

Adalah diare yang mempunyai bahawa utama infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan kekurangan vitamin dan mineral.

2. Menurut Penyebabnya a. Diare Osmotik

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga bisa menyebabkan diare osmotik. Laktase adalah enzim yang secara alami ditemukan dalam usus halus, yang mengubah gula susu (laktosa) menjadi glukosa dan galaktosa sehingga dapat diserap ke dalam aliran darah. Jika orang mengalami keurangan laktase minum susu atau makan produk olahan susu, maka laktosa tidak akan diubah tapi terkumpul di usus dan menyebabkan diare osmmotik. Beratnya diare ini tergantung pada jumlah bahan osmotik yang masuk. Diare akan berhenti jika penderita berhenti memakan atau meminum bahan tersebut (Soegijanto, 2009).

b. Diare Sekretorik

Diare sekretorik terjadi jika usus kecil dan usus besar mengelurakan garam (terutama natrium klorida) dan air dalam tinja. Hal ini juga bisa disebabkan oleh toksin tertentu seperti pada kolera dan diare infeksius lainnya. Diare bisa sangat banyak, bahkan pada kolera bisa lebih dari 1 liter/hari. Bahan lainnya yang juga menyebabkan pengeluaran air dan garam adalah asam empedu (yang terbentuk setelah pengangkatan sebagian usus kecil). Tumor tertentu (misalnya, karsinoid, gastrinoma dan vipoma, juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Soegijanto, 2009).

c. Sindrom Malabsorpsi

Sindrom malabsorpsi juga bisa menyebabkan diare. Penderita sindrom ini tidak dapat mencerna makanannya secara normal. Pada malabsorpsi yang menyeluruh, lemak tertinggal di usus besar dan menyebabkan diare sekretorik, sedangkan adanya karbohidrat dalam usus besar menyebabkan diare osmotik. Malabsorpsi mungkin juga disebabkan oleh beberapa keadaan seperti:

 Sariawan nontropikal  Insufisiensi pankreas

 Pengangkatan sebagian usus

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. Diare Eksudatif

Diare eksudatif terjadi jika lapisan usus besar mengalami peradangan dan membentuk tukak, lalu melepaskan protein, darah, lendir dan cairan lainnya, yang akan meningkatkan kandungan serat dan cairan pada tinja. Diare ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit seperti:

 Kolitis ulserativa  Penyakit Crohn  Tuberkulosis  Limfoma  Kanker

jika mengenai lapisan rektum penderita akan merasakan desakan untuk buang air besar dan sering buang air besar karena rektum yang mengalami peradangan lebih sensitif terhadap peregangan oleh tinja (Soegijanto, 2009).

e. Pertumbuhan Bakteri berlebih

Pertumbuhan bakteri berlebih adalah pertumbuhan bakteri alami usus dalam jumlah yang sangat banyak atau pertumbuhan bakteri yang secara alami tidak ditemukan di usus. Hal ini bisa menyebabkan diare. Bakteri alami usus memegang peranan penting dalam proses pencernaan. Karena itu, gangguan pada bakteri usus bisa menyebabkan diare (Soegijanto, 2009).

3. Berdasarkan Derajat Dehidrasinya a. Diare dengan Dehidrasi Berat

(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Diare dengan Dehidrasi Sedang/ Ringan

Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi ringan/ sedang harus diberi larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberikan larutan oralit (WHO,2009).

c. Diare Tanpa Dehidrasi

Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus mendapatkan cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anak harus terus mendapatkan diet yang sesuai dengan umur mereka,termasuk meneruskan pemberian ASI (WHO,2009).

2.1.3 Epidemiologi Diare

Diare masih merupakan salah satu diantara penyebab-penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas anak-anak di negara-negara yang sedang berkembang, dengan perkiraan sekitar 3-5 miliar kasus setiap tahun di dunia. Sekitar 5-18 juta kematian setiap tahunnya disebakan karena diare. Kematian ini dapat disebabkan karena dehidrasi akut. Khususnya bayi dan anak-anak adalah rawan karena kebutuhan akan cairan dan pergantian untuk ukurannya adalah relatif lebih besar, daya tahannya yang kurang dan kerentanannya terhadap agen fekal-oral .

Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian dapat diperkirakan ada lebih dari 60 juta kejadian diare setiap tahunnya. Sebagian besar dari penderita-penderita ini (60-80%) adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun sehingga dengan demikian terdapat kurang lebih 40 juta kejadian diare pada usia ini setiap tahunnya.

Sampai dengan tahun 1985 penyakit diare masih menempati urutan pertama kematian di Indonesia terutama bagi golongan anak bayi dan balita dan mencapai sekitar 350.000 anak pertahun.

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penyakit saluran pernapasan dan gangguan perinatal. Hal ini mungkin disebabkan karena perbaikan kesehatan lingkungan dan perorangan dan mungkin pula karena meningkatnya penggunaan oralit dalam penanganan diare oleh masyarakat (Soegijanto,2009).

2.1.4 Etiologi Diare

Etiologi diare akut pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi sekarang lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Terdapat 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare. Penyebab utama oleh virus adalah rotravirus(40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus norwalk, astrovirus, calcivirus, coronavirus, minirotavirus, dan virus bulat kecil (Depkes RI, 2005).

Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah bakteri non invasif dan bakteri invasif. Termasuk dalam golongan bakteri noninvasif adalah: Vibrio cholerae, E coli, sedangkan golongan bakteri invasif adalah Salmonella sp (Vila J et al, .2000).

2.1.5 Patofisiologi Diare

Diare adalah suatu kejadian ketidakseimbangan dalam penyerapan dan sekresi air dan elektrolit. Diare dapat berhubungan dengan penyakit tertentu dari saluran pencernaan atau dengan penyakit diluar saluran pencernaan Empat mekanisme patofisiologis umum yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit, menyebabkan diare :

(1) Perubahan dalam transportasi ion aktif dengan menurunkan penyerapan natrium atau peningkatan sekresi klorida. Transport aktif akibat rangsangan bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi sehingga menyebabkan peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, mengubah kapasitas intestinal dan mengganggu cairan dan elketrolit (Wells,et al., 2006).

(2) Perubahan motilitas usus.

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (4) Peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan. Mekanisme ini telah berhubungan dengan empat kelompok besar diare klinis : sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus.

Diare sekretorik terjadi ketika zat yang merangsang (misalnya vasoaktif peptida usus [VIP], obat pencahar, atau racun bakteri) meningkatkan sekresi atau menurukan penyerapan sejumlah besar air dan elektrolit. Zat yang penyerapannya buruk akan menahan cairan usus, mengakibatkan diare osmotik. Penyakit inflamasi pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare eksudatif oleh debit lendir, protein, atau darah yang masuk ke dalam saluran cerna. Motilitas usus dapat diubah dengan mengurangi waktu kontak di usus, pengosongan dini pada usus besar, dan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebih (Dipiro.JT,2009).

2.1.6 Penyebab Diare 1. Diare akibat virus

Diare ini disebabkan oleh virus yang melekat pada sel-sel mukosa usus yang rusak sehingga kapasitas reabsorbsi menurun. Diare akan berlangsung selama beberapa hari, yaitu berkisar 3-6 hari, hingga virus benar-benar hilang. Contohnya antara lain: rotravirus, adenovirus, norwalk (Atmaja.W., 2011).

2. Diare akibat bakteri

Diare ini disebabkan oleh kurangnya higienisitas makanan. Bakteri masuk ke dalam mukosa dan memperbanyak diri serta membentuk toksin-toksin yang dapat direabsorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang, serta feses berdarah dan berlendir. Contohnya antara lain: Salmonella, Shigella, dan E. Coli (Atmaja.W., 2011).

3. Diare akibat parasit

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Contohnya antara lain: protozoa Entamoeba histolytica, Giardia Llambia, Cryptosporidium (Atmaja.W., 2011).

4. Diare akibat enterotoksin

Diare ini disebabkan oleh kuman-kuman yang membentuk enterotoksin. Toksin melekat pada sel mukosa dan merusaknya. Diare ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam waktu lima hari setelah sel-sel mukosa yang baru. Contohnya antara lain: enterotoksin dari E. Coli dan Vibrio cholera, enterotoksin dari Shigella, Salmonella, dan Entamoeba histolytica (Atmaja.W., 2011).

2.1.7 Gejala Diare Tabel 2.2 Gejala Diare

Klasifikasi Tanda-tanda atau Gejala

Dehidrasi Berat  Letargis/tidak sadar

 Mata cekung

 Tidak bisa minum atau malas

minum

 Cubitan kulit perut kembali

sangat lambat (≥ 2 detik).

Dehidrasi Ringan/Sedang  Rewel,gelisah  Mata cekung

 Minum dengan lahap,haus  Cubitan kulit kembali lambat

Tanpa Dehidrasi  Sadar, gelisah

 Mata normal

 Minum biasa, tidak merasa haus  Turgor kulit kembali dengan

cepat

Diare karena infeksi  Muntah-muntah

 Demam

 Nyeri perut atau kejang perut

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.8 Pemeriksaan Diare

1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap sangat penting. Dari anamnesis, dokter dapat menduga apakah gejala timbul dari kelainan organik atau fungsional, membedakan malabsorpsi kolon atau bentuk diare inflamasi, dan menduga penyebab spesifik (Atmaja.W., 2011).

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik lebih berguna untuk menentukan keparahan diare daripada menemukan penyebabnya. Status volume dapat ditentukan dengan mencari perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi. Demam dan adanya tanda toksisitas lain juga perlu dicatat. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan melihat dan meraba distensi usus, memastikan nyeri terlokalisr atau merata, melihat adanya pembesaran hari dan mendengarkan bising usus .

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ada tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie,2010).

Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat: a. Rewel atau gelisah

b. Letargis/kesadaran berkurang c. Mata cekung

d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat atau san gat lambat

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Pemeriksaan Awal

a. Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes nonspesifik. Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti elastase feses. Pemeriksaan nonspesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan osmotik gap untuk membedakan diare osmotik, dan sekretorik. Pemeriksaan tinja baik mikroskopik maupun makroskopik dapat dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya dara, lender, lemak dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit,telur cacing, parasit, bakteri dan lain-lain (Hadi,2002).

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umunya tidak diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie,2010).

Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Pada keadaan normal, kotoran tidak mengandung leukosit. Apabila ditemukan adanya leukosit, maka hal itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon, baik akibat infeksi maupun non-infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin (Atmaja.W.,2011).

2.1.9 Penatalaksanaan Diare

(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk pasien sakit akut yang menyebabkan diare yang signifikan. Hal ini sangat penting terutama untuk negara berkembang, karena terapi ini telah menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahunnya. Terapi ini menggunakan fakta bahwa pada kebanyakan kasus diare akut, transpor air dan elektrolit bersama dengan nutrien di usus halus tidak terganggu. Absorpsi natrium dan klorida berkaitan dengan ambilan glukosa olen enterosit; yang diikuti oleh gerakan air dalam darah yang sama. Campuran yang seimbang antara glukosa dan elktrolit dalam volume yang setara dengan cairan yang hilang dapat mencegah terjadinya dehidrasi. WHO merekomendasikan formula larutan rehidrasi oral yang ideal; campuran lain atau obat-obatan rumah kemungkinan komposisinya kurang seimbang (Joel G.Hardman & Lee Limbird,2002).

Farmakoterapi diare harus dilakukan pada pasien yang menunjukan gejala diare yang signifikan dan terus menerus (presisten). Obat antidiare nonspesifik biasanya tidak mengacu pada patofisiologi penyebab diare; prinsip pengobatan ini hanya menghilangkan gejala pada kasus diare akut yang ringan. Obat-obat ini kebanyakan bekerja dengan menurunkan motilitas usus, dan sedapat mungkin tidak boleh diberikan pada penderita penyakit diare akut yang disebabkan oleh organisme. Pada kasus seperti ini, obat-obat tersebut dapat menutupi gambaran klinis, menunda bersihan organisme, dan meningkatkan risiko infeksi sistemik oleh organisme, dan juga meningkatkan komplikasi lokal seperti megakolon toksis (dilatasi kolon akut yang disertai dengan kolitis amebik atau ulseratif) (Joel G.Hardman & Lee Limbird,2002).

Menurut Kemenkes RI tahun 2011, prinsip tatalaksana diare pada anak adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh (Kemenkes RI,2011).

1. Tatalaksana Diare Akut Pediatri Berdasarkan Derajat Dehidrasinya 1) Tatalaksana Diare Akut Dehidrasi Berat

Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan terapi rehidrasi oral.

a. Mulai berikan cairan intravena segera

pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum.

Catatan : larutan intravena terbaik adalah larutan ringer laktat (disebut pula larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0,9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.

b. Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai tabel dibawah.

Tabel 2.3 Pemberian Cairan Intravena Anak dengan Dehidrasi Berat Pertama, berikan 30

ml/kg dalam :

Selanjutnya, berikan 70 ml/kg dalam :

Umur < 12 bulan 1 jam 5 jam

Umur ≥ 12 bulan 30 menit 2½ jam

Sumber dari: WHO, 2009.

2) Tatalaksana Diare Akut Dehidrasi Ringan/Sedang

a. Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui). Namun jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak.

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada anak yang lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.

c. Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah

Jika anak muntah, tunggu 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat (misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit).

Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air matang atau asi.

d. Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapanpun anaknya mau. e. Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukan pada ibu

cara menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari berikutnya.

f. Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat sebelumnya.

(catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk).

Jika tidak terjadi dehidrasi , ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di rumah:

I. Beri cairan tambahan

II. Beri tablet zinc selama 10 hari III. Lanjutkan pemberian minum/makan

IV. Kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut: -anak tidak bisa atau malas minum susu -kondisi anak meburuk

-anak demam

-terdapat darah dalam tinja anak

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ml/kg BB cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tidak tersedia,gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut.

Tabel 2.4 Pemberian Cairan Ringer Laktat Anak Dehidrasi Ringan/Sedang.

Umur Pemberian 70 ml/kg selama:

Bayi (di bawah umur 12 bulan) 5 jam Anak (12 bulan sampai 5

tahun)

2 ½ jam

Sumber dari: WHO,2009

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam

 Beri oralit (kira-kira 5ml/kg.jam) segera setelah anak mau minum  Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam

(WHO,2009).

3) Tatalaksana Diare Tanpa Dehidrasi a. Anak dirawat jalan

b. Ajari ibu mengenai 4 aturan untuk perawatan di rumah : 1. Beri cairan tambahan

2. Beri tablet Zinc

3. Lanjutkan pemberian makan 4. Nasihati kapan harus kembali c. Beri cairan tambahan, sebagai berikut :

a) Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI ekslusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI ekslusif kepada anak, sesuai dengan umur anak.

b) Pada anak yang tidak mendapat ASI ekslusif, beri satu atau lebih cairan dibawah ini :

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Cairan rumah tangga (seperti sup dan kuah sayuran)

3. Air matang

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan tambahan sebanyak yang anak minum :

1. Untuk anak berumur 2 tahun, beri ± 50-100 ml setiap kali anak BAB.

2. Untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri ± 100-200 ml setiap kali anak BAB (WHO, 2009).

2. Tatalaksana Diare Akut Karena Infeksi Bakteri a. Escherichia coli

Sampai saat ini, seperempat dari semua penyebab diare di negara berkembang adalah E.coli. penularan biasanya terjadi melalui makanan yang terkontaminasi dan air. Lima kelompok E.coli adalah:

1. EnterotoxigenicE.coli (ETEC). 2. Enteropathogenic E.coli (EPEC) 3. Enteroinvasive E.coli (EIEC). 4. Enterohaemorrhagic E.coli (EHEC)

(World Gastroenterology Organisation Global Guidline, 2012).

Kebanyakan pasien dengan ETEC mengalami gejala mual dan kejang, ETEC merupakan penyebab utama diare akut pada anak-anak dan orang dewasa di negara-negara berkembang, terutama selama musim panas dan musim hujan (WHO, 2005)

Tatalaksana : Meneggunakan antibiotik azithromycin dengan dosis anak-anak sebesar 10 mg/kg selama 3 hari sebagai antibiotik pilihan utama, dan cefixime dengan dosis 8 mg/kg/hari, trimetropan/sulfametoxazole dengan dosis 8 mg/kg/hari sebagai antibiotik pilihan kedua (Guarino Alfredo, 2014).

b. Vibrio cholerae

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta biasanya selama panas dan musim hujan. Kolera terjadi paling sering pada anak-anak dengan usia 2-9 tahun, dan banyak kasus yang parah. di daerah yang baru terkena wabah, orang dewasa juga terpengaruh. Penyebaran kolera melalui air yang terkontaminasi dan makanan. Vibrio cholerae adalah bakteri gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3-4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Gejala awalnya adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Target utama terapi adalah penggantian cairan elektrolit, kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena (Zein U.,dkk 2004).

Tatalaksana : Pemberian antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare, dosis tertracycline untuk anak adalah 12,5 mg/kg 4 kali sehari selama 3 hari (WHO, 2005).

c. Shigella

Shigella merupakan penyebab 10-15% dari diare akut pada anak di bawah 5 tahun, dan merupakan penyebab paling umum dari diare berdarah pada anak-anak (WHO, 2005). Secara klasik, gejala umum yang ditimbulkan dengan adanya nyeri abdomen, demam, diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari kemudian (Zein U.,dkk 2004).

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta d. Salmonella (non-thypoid)

Salmonella menyebabkan 1-5% dari kasus gastroenteritis di kebanyakan negara berkembang. Infeksi biasanya terjadi akibat konsumsi produk hewani yang terkontaminasi (WHO, 2005). Terdapat lebih dari 2000 serotipe, sekitar 6-10 yang menjelaskan sebagian episode Salmonella gastroenteritis pada manusia. Salmonella biasanya menyebabkan diare akut dengan mual, kram dan demam.

Tatalaksana : Pemberian antibiotik pilihan utama yang digunakan adalah ceftriaxone dengan dosis 50-100 mg/kg/hari, dan azithromycin dengan dosis 10 mg/kg/hari sebagai antibiotik pilihan kedua (Guarino Alfredo, 2014).

e. Campylobacter jejuni

Campylobacter jejuni menyebabkan 5-15% diare pada anak-anak di seluruh dunia, masa inkubasi selama 24-72 jam setelah organisme masuk. Gejala yang mungkin timbul adalam demam, mual, muntah dan malaise. Masa inkubasi berlangsungnya penyakit ini selama 7 hari.

Tatalaksana : Pemberian antibiotik azitromycin dengan dosis untuk anak 30 mg/kg (World Gastroenterology Organization Global Guidline, 2012).

3. Tatalaksana Diare Akut Karena Infeksi Protozoa a. Giardia duodenalis

Giardia duodenalis paling sering menginfeksi anak-anak berusia 1-5 tahun (WHO, 2005).

Tatalaksana : Menggunakan antibiotik metronidazole dengan dosis anak 5 mg/kg 3 kali sehari selama 5 hari (WHO, 2005).

b. Etamoeba Histolytica

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan malaise. Pada infeksi kronik, diare dapat diselingi oleh fase konstipasi.

Tatalaksana : Menggunakan antibiotik Nitazoxanide dengan dosis 100 mg (5ml) untuk anak 1 sampai 4 tahun setiap 12 jam selama 3 hari atau 200 mg (10 ml) setiap 12 jam selama 3 hari untuk anak usia 4 sampai 11 tahun (World Gastroenterology Organization Global Guidline, 2012).

c. Cryptosporidium

Cryptosporidium merupakan penyebab 5-15% diare pada anak yang terjadi di negara-negara berkembang. Diare akut yang disebabkan oleh Cryptosporidium tidak memiliki gambaran klinis yang khas, sehingga diagnosa bandingnya dapat meliputi semua organisme yang memiliki manifestasi klinis yang mirip dengan cryptosporidium, yaitu diare encer tanpa darah.

Tatalaksana : menggunakan Nitazoxanide dengan dosis 100 mg (5ml) untuk anak 1 sampai 4 tahun setiap 12 jam selama 3 hari atau 200 mg (10 ml) setiap 12 jam selama 3 hari untuk anak usia 4 sampai 11 tahun (World Gastroenterology Organization Global Guidline, 2012).

4. Tatalaksana Diare Akut karena Infeksi Jamur a. Candida albicans

Candida albicans sering dikaitkan dengan diare akut pada bayi baru lahir. Candida albicans dapat menyerang usus kecil dan usus besar pada anak-anak yang sakit parah (Elzauki., dkk, 2012).

Tatalaksana : menggunakan antifungi fluconazole dengan dosis anak-anak :

6 -12 mg/kg/hari atau Itraconazole dengan dosis anak-anak: 5 -10

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.10 Pengobatan Diare

1. Dietary management

Pengobatan dietetik adalah pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhaikan adalah untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, lalu makanan setengah padat (bubur, makanan padat nasi tim). Memberikan makanan yang mengandung kalori, protein,vitamin, mineral dan makanan yang bersih, prinsip pengobatan dietetik yaitu O-B-E-S-E singkatan dari Oralit, Breast feeding, Early feeding, Stimulaneously with Education (Iswari Yeni, 2011).

Pemberian oralit, ASI, dan zat gizi akan menolong tubuh yang telah terkuras cadangan gizinya. ASI memiliki zat antibodi yang dapat membantu tubuh melawan kuman penyakit. Berkat ASI, sedikit sekali muncul kontaminasi, seperti yang terjadi pada penyiapan makanan biasa. Disamping itu, ASI menjalin hubungan psikologis antara ibu dan anak. ASI memiliki sifat sebagai berikut:

a. Makanan alami yang ideal, mengandung nutrien lengkap dan memiliki zat kekebalan tubuh yang berguna bagi bayi.

b. Kandungan gizi terbaik ASI terdapat pada kolostrum, air susu pertama yang keluar ketika ibu habis melahirkan.

c. Pada anak diare, ASI sangat menolong melawan kuman penyakit dan mencegah terjadinya kekurangan gizi.

d. Jika pemberian ASI terus dilakukan, ketika sembuh dari diare, anak tidak akan terancam kekurangan gizi (Widjaja M.C, 2002).

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti kuah sayur dan air matang. Oralit saat ini yang beredar dipasaran merupakan oralit baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat menurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI,2011).

a. Diare tanpa dehidrasi

Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret Umur 1-4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 tahun : 1-1 ½ gelas setiap kali anak mencret b. Diare dengan dehidrasi ringan/ sedang

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75ml/kg BB dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c. Diare dengan dehidrasi berat

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke puskesmas (Kemenkes RI, 2011).

Tabel 2.5 Kebutuhan Oralit Perkelompok Umur Umur <4 Bulan 4-11

Bulan

12-23 Bulan

2-4 Tahun 5-14 Tahun 15 Tahun atau Lebih

Berat Badan

< 5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg 30 kg atau lebih

Dalam ml 200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000

(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapt meminum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie, 2010).

5. Injeksi Larutan Ringer Laktat

Infus ringer laktat diberikan secara intravena pada pasien diare dengan dehidrasi berat atau diare dengan dehidrasi ringan sedang karena pasien tidak mungkin menerima cairan secara oral. Untuk diare ringan-sedang infus ringer laktat diberikan sebanyak 75cc/kgBB selama 4 jam (WHO, 2005).

Penilaian kembali pasien dilakukan setiap 1-2 jam. Jika hidrasi tidak membaik, berikan infus lebih cepat. setelah enam jam (bayi) atau tiga jam (pasien yang lebih tua), evaluasi pasien menggunakan grafik penilaian. Kemudian pilih Rencana Perawatan yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan (WHO, 2005).

6. Vitamin A

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sama. Ibu juga harus diajarkan secara rutin untuk memberikan anak-anak mereka makanan yang kaya karoten; termasuk buah-buahan berwarna kuning atau oranye atau sayuran, dan sayuran yang berdaun hijau gelap. Jika memungkinkan, telur, hati, atau susu penuh lemak juga harus diberikan (WHO, 2005).

7. Zinc

Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan anak. Zinc hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zinc yang hilang ini penting untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak tetap sehat di bulan-bulan berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zinc selama episode diare, mengurangi lamanya tingkat keparahan episode diare dan menurunkan kejadian diare pada 2-3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zinc segera setelah anak tidak muntah (WHO, 2009). Dosis pemberian Zinc pada anak:

a. Umur < 6 bulan: ½ tablet (10mg) per hari selama 10 hari. b. Umur > 6 bulan: 1 tablet (20mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc adalah dengan melarutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).

8. Probiotik

Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan, dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal. Efek yang menguntungkan dari bakteri tersebut dapat mencegah dan mengobati kondisi patologik usus bila bakteri tersebut diberikan secara oral (Firmansyah, 2001).

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta misalnya diare oleh karena pemakaian antibiotik yang berlebihan, diare oleh karena infeksi bakteri maupun virus, intoleransi laktosa dan traveller diarrhea (Firmansyah,2001). Probiotik mempunyai keuntungan daam penyakit diare pada anak melalui stimulasi sistem imunitas terutama infeksi rotravirus pada bayi, dimana suplementasi probiotik mengurangi durasi penyebaran virus, meningkatkan sel yang mensekresi IgA antirotavirus, menurunkan peningkatan permeabilitas usus (yang secara normal berhubungan dengan infeksi rotravirus) dan mengurangi durasi diare dan lamanya perawatan di rumah sakit.

Bakteri probiotik yang sering digunakan untuk memperpendek durasi diare adalah Lactobacillus GG, Lactobacillus acidophillus, Bifidobacterium bifidum dan Enterococcus faecium. Penggunaan bakteri probiotik untuk pencegahan diare oleh bakteri maupun virus tidak terlalu kuat bila dibandingkan penggunaannya untuk memperpendek diare. Mekanisme probiotik untuk meningkatkan ketahanan mukosa usus antara lain melalui stimulan imunitas mukosa usus, kompetisi untuk nutrien tertentu, mencegah adhesi mukosa dan epitel oleh bakteri patogen, mencegah invasi (translokasi) terhadap epitel usus dan produksi materi antimikrobial. Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa usus diduga dengan cara kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit, enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi melakukan perlekatan dengan bakteri lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik didalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi bakteri patogen (Simatupang, 2009).

(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta forming units (CFU) (Johnston BC,2006). Lama pemberian untuk terapi rata-rata 5 hari dan untuk pencegahan diare diberikan minimal 6 hari.

9. Antibiotik

Antibiotik direkomendasikan untuk diare yang berhubungan dengan infeksi gastroenteritis. Keadaan yang dapat diberikan antibiotik empiris adalah apabila diare lebih dari 3 hari, demam lebih dari 38,5oC (101,3oF) atau feses berdarah. Obat antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin (Zein, 2004). Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (kemungkinan besar shigellosis), suspek kolera, dan infeksi berat lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan (WHO, 2009).

Tabel 2.6 Antibiotik yang digunakan untuk mengobati diare akut infeksi Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

Cholera Doxycyline

Dewasa : 300 mg sekali

atau

Tetracycline

Anak-anak : 12,5 mg/kg

4 kali per hari x 3 hari.

Dewasa : 500 mg 4 kali per

hari x 3 hari

Erythromycin

Anak –anak : 12,5 mg/kg 4

kali per hari selama 3 hari.

Dewasa : 250 mg 4 kali per

hari selama 3 hari

E.coli Azithromycin

Anak-anak: 10 mg/kg/hari

digunakan selama 3 hari.

Cefixime

Anak-anak: 8 mg/kg/hari

selama 5 hari.

Trimetropan/Sulfametoxazole

Anak-anak: 8 mg/kg/hari

Ciprofloxacin

Anak-anak: 20-30 mg /kg/hari

diberikan secara oral.

Shigella Ciprofloxacin

Anak-anak : 15 mg/kg 2

kali per hari x 3 hari.

Pivmecillinam

Anak-anak: 20 mg/kg 4 kali

(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Secara I.V : 20-30

mg/kg/hari setiap 12 jam

sehari. Dosis maksimum

800 mg/hari.

Dewasa : 500 mg 2 kali per

hari x 3hari.

Dewasa : 400 mg 4 kali per

hari x 5 hari.

Ceftriaxone

Anak-anak : 50-100 mg/kg 1

kali per hari IM selama 2-5

hari

Amoebiasis Metronidzole

Anak-anak: 10 mg/kg 3

kali per hari x 5 hari (10

hari pada kasus berat).

Dewasa : 750 mg 3 kali per

hari x 5 hari (10 hari pada

kasus berat).

Giardiasis Metronidazole

Anak-anak: 5 mg/kg 3 kali

per hari x 5 hari

Dewasa : 250 mg 3 kali per

5 hari.

Champylobacter Azithromycin

Anak-anak: 30 mg/kg

Dewasa : 500 mg 1 kali per

hari x 3hari.

Cryptosporidium Nitazoxanide

Anak-anak: 100 mg (5ml)

untuk anak 1 sampai 4

tahun setiap 12 jam selama

3 hari atau 200 mg (10 ml)

setiap 12 jam selama 3 hari

untuk anak usia 4 sampai

11 tahun.

(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Drug Related Problems

Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs adalah suatu kondisi kejadian terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010). DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome terapi pasien (Yusshiamanti, 2015).

2.2.1 Klasifikasi Drug Related Problems

Cipolle, R.J., dkk, dalam review Adusumili dan Adepu (2014) secara luas mengkategorikan DRPs kedalam 7 kelompok.

2.2.1.1 Butuh Tambahan Obat (Need for additional therapy)

Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat, Penderita diare akut bisa mengalami komplikasi yang tidak diharapkan, oleh karena itu perlu mencermati apakah ada indikasi penyakit yang tidak diobati. Adanya indikasi penyakit yang tidak tertangani ini dapat disebabkan oleh:

a. Penderita mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat. b. Penderita memiliki penyakit kronis lain yang memerlukan keberlanjutan

terapi obat

c. Penderita mengalami gangguan medis yang memerlukan kombinasi farmakoterapi untuk menjaga efek sinergi/potensiasi obat

d. Penderita berpotensi untuk mengalami risiko gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaktik.

(Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).

2.2.1.2 Obat Tanpa Indikasi (Unnecessary therapy)

(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terapi obat yang diindikasikan, minum obat untuk mengobati efek samping, pasien mendapatan pengobatan polifarmasi untuk kondisi dimana dia seharusnya hanya mendapat terapi obat tunggal (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).

2.2.1.3 Ketidaktepatan Pemilihan Obat (Wrong Drugs)

Ketidaktepatan pemilihan obat, merupakan pemilihan obat yang dipilih bukan obat yang terbukti paling bermanfaat, paling aman, paling sesuai, dan paling ekonomis (Depkes, 2000). Terapi obat dapat menunjukan obat yang salah jika pasien tidak mengalami hasil yang memuaskan, adapun faktor-faktor keberhasilan dan keefektifan terapi obat tergantung pada identifikasi dan diagnosis akhir dari masalah medis pasien. Sebagai contoh dari ketidaktepatan pemilihan obat yaitu seperti pada pasien yang mempunyai alergi dengan obat-obat tertentu atau menerima terapi obat ketika ada kontraindikasi, serta obat efektif tetapi obat tersebut mahal. Hal-hal tersebut dapat menunjukan bahwa pasien telah menggunakan obat yang salah (Cipolle et al.,1998).

Pemilihan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak tercapai sehingga penderita dirugikan.Penyebab lainnya, pada pemilihan obat yang tidak tepat dapat disebabkan oleh:

a. Obat yang digunakan berkontraindikasi

b. Penderita resisten dengan obat yang digunakan

c. Penderita menolak terapi obat yang diberikan, misalnya pemilihan bentuk sediaan yang kurang tepat (Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).

2.2.1.4 Dosis kurang dari dosis terapi (dosage is too low)

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...........................................................49
Tabel 2.1 Cara menilai derajat dehidrasi
Tabel 2.2 Gejala Diare
Tabel 2.3 Pemberian Cairan Intravena Anak dengan Dehidrasi Berat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran dan mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien balita dengan penyakit diare akut di RSUD Dr. Moewardi

1) Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi. 2) Pasien yang keracunan karena obat atau hasil pengobatan. 3) Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.

1) Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit. 2) Alergi terhadap makanan atau obat tertentu. 3) Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: campak,.

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji ketepatan penggunaan antibiotik yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan pasien dan ketepatan dosis pada pasien infeksi

Bagaimana gambaran peresepan yang meliputi: jenis obat, rute pemberian kombinasi obat dan lama pemakaian obat antibiotik yang diberikan kepada pasien diare yang menjalani rawat inap

Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Balita dengan Diare Akut di Instalasi Rawat Inap RSUD DR.. Universitas

Hasilnya menunjukkan seluruh penderita menggunakan ORS (100 %), tetapi disertai dengan penggunaan obat lain yang membantu penyembuhan diare akut dan mengobati gejala –

a) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang