• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, KARBOHIDRAT, DAN PROTEIN DARI MAKANAN JAJANAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9 12 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, KARBOHIDRAT, DAN PROTEIN DARI MAKANAN JAJANAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9 12 TAHUN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, KARBOHIDRAT, DAN PROTEIN DARI MAKANAN JAJANAN DENGAN STATUS GIZI

ANAK SEKOLAH DASAR USIA 9-12 TAHUN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

TRIASIH ARIMURTI G 0005198

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan antara Asupan Energi, Karbohidrat, dan

Protein dari Makanan Jajanan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

Usia 9-12 Tahun

Triasih Arimurti, G0005198, Tahun 2010

Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Jumat, Tanggal 30 Juli 2010

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Bhisma, dr., MPH., M.Sc., PhD ( ………...) NIP : 19551021 199412 1 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Anik Lestari, dr.,M.Kes. ( ………...) NIP : 19680805 200112 2 001

Penguji Utama

Nama : Zainal Abidin, dr., M.Kes. ( ………...) NIP : 19460202 197610 1 001

Penguji Pendamping

Nama : Widardo, Drs., M.Sc. ( ………...) NIP : 19631216 199003 1 001

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahyono, dr., M.Kes. DAFK. Prof. Dr. A.A Subijanto, dr., MS.

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 30 Juli 2010

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv ABSTRAK

Triasih Arimurti, G0005198, 2010, Hubungan antara Asupan Energi,

Karbohidrat, dan Protein dari Makanan Jajanan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Penjualan makanan jajanan merupakan fenomena yang lazim ditemukan pada sekolah tingkat dasar. Di sisi lain terdapat sejumlah survei yang menemukan sejumlah anak sekolah dasar yang mengalami gizi kurang atau buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein, dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun.

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional. Dengan menggunakan simple random sampling, besar sampel dalam penelitian ini adalah 59 responden. Asupan zat gizi diperoleh dengan mengolah 24-hours food recall menggunakan Nutrisurvey. Sementara itu, klasifikasi status gizi didapat dari hasil pengukuran berdasar Z-Skor (BB/U). Hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan status gizi dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman (data kontinu) dan uji Kruskal-Wallis (data kategorikal).

Penelitian ini menemukan, terdapat hubungan antara asupan energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g) dari makanan jajanan, dengan status gizi (BB/U) pada anak SD usia 9-12 tahun. Makin besar jumlah asupan energi, karbohidrat, maupun protein dari makanan jajanan, makin besar kecenderungan anak untuk berstatus gizi yang lebih tinggi. Hubungan masing-masing jenis asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan status gizi (BB/U) secara statistik signifikan (berturut-turut, p= 0.004, p=0.015, dan p=0.013).

Penelitian ini menyimpulkan, terdapat hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun. Orang tua dapat menambahkan makanan jajanan sebagai makanan utama untuk meningkatkan status gizi anak yang berstatus gizi kurang atau gizi buruk. Pada saat yang sama orang tua seharusnya mengetahui kemungkinan bahwa makanan jajanan dapat menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas bagi anak yang sudah mempunyai berat badan normal.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

Triasih Arimurti, G0005198, 2010. The Associations between Intake of Energy, Carbohydrate, and Protein Taken from Side Meal, and Nutritional Status Among Primary School Children Aged 9 to 12 Years Old. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

The sale of meal is a phenomenon commonly present at primary schools. Some surveys have shown that there are considerable number of poor nutrition and undernutrition cases among primary school children. This study aimed to examine the relationships between intake of energy, carbohydrate, and protein taken from side meal, and nutritional status among primary school children aged 9 to 12 years old.

This study was analytic and observational using cross sectional approach. A sample of 59 primary school children was selected at random. The nutritional intake was assessed on 24-hours food recall by use of Nutrisurvey instrument. The main nutritional status under study was Weight-for-Age Z score. The relationships between intake of energy, carbohydrate, and protein were analyzed by Spearman correlation (continuous data) and Kruskal-Wallis test (categorical data).

This study found, there were relationships between intake of energy (Kal), carbohydrate (g), as well as protein (g) taken from the side meal, and nutritional status (Weight-for-Age) among primary school children aged 9 to 12 years old. The larger intake of energy, carbohydrate, and protein the more likely is a child to have a higher nutritional status. The relationship between each kind of side meal and the nutritional status was statistically significant (p= 0.004, p=0.015, and p=0.013, respectively).

This study concludes that there are relationships between intake of energy, carbohydrate, and protein taken from the side meal, and nutritional status (Weight-for-Age) among primary school children aged 9 to 12 years old. Parents can add side meal onto the main meal to increase the nutritonal status of children with poor nutrition or undernutrion status. At the same time parents should be aware of the likelihood of side meal to cause overweight or obesity for children who already have normal weight.

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi PRAKATA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ‘Hubungan Antara Asupan Energi, Karbohidrat, dan Protein dari Makanan Jajanan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Usia 9-12 Tahun’. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. A. A. Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri Wahjono, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta staf skripsi yang telah memberi pengarahan.

3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH., MSc., PhD., selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran serta motivasi dalam pembuatan skripsi.

4. Anik Lestari, dr., M.Kes, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam pembuatan skripsi.

5. Zainal Abidin, dr., M.Kes, selaku penguji utama yang memberikan arahan sehingga menjadi koreksi demi penyempurnaan skripsi.

6. Widardo, Drs., M.Sc, selaku penguji pendamping yang memberikan kritik dan saran dalam pembuatan skripsi.

7. Keluargaku tercinta, Bapak, Ibu, Mbak Atik, Mbak Lilis, dan Ida yang telah memberikan doa dan motivasi serta keponakanku (Dimas, Danish, Dinda) yang memberikan semangat dalam pembuatan skripsi.

8. Teman-teman PBL B3 Jatipuro

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang membutuhkan .

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Surakarta, 30 Juli 2010

(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... .vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... .ix

DAFTAR GAMBAR ... ..x

DAFTAR LAMPIRAN ... .xi

BAB I. PENDAHULUAN ... ..1

A. Latar Belakang Masalah. ... ..1

B. Perumusan Masalah ... ..3

C. Tujuan Penelitan ... ..4

D. Manfaat Penelitian ... ..4

BAB II. LANDASAN TEORI.. ... ..5

A. Tinjauan Pustaka.. ... ..5

1. Makanan Jajanan...5

2. Status Gizi ... 18

3. Hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan status gizi anak ...23

B. Kerangka Pemikiran ... 26

C. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Lokasi Penelitian ... 27

C. Subjek Penelitian ... 27

D. Teknik Sampling ... 28

E. Besar Sampel ... 28

F. Rancangan Penelitian ... 29

G. Identifikasi Variabel Penelitian ... 29

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

J. Cara Pengambilan Data...33

K. Teknik Analisis Data...33

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 34

BAB V. PEMBAHASAN ... 43

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN... 46

DAFTAR PUSTAKA...48

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penilaian status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, BB/TB standart baku antropometri WHO

Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kontinu)

Tabel 4.2 Karakteristik sampel menurut jenis kelamin dan kelas SD Tabel 4.3 Karaktersitik sampel tentang kebiasaan sarapan dan jajan

Tabel 4.4 Disribusi frekuensi status gizi, baik BB/U, TB/U, maupun BB/TB, pada sampel

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangkan Pemikiran

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Surat Ijin Penelitian Lampiran B. Kuesioner Penelitian

Lampiran C. Kuesioner 24-Hours Food Recall

Lampiran D. Output Analisis Nutrisurvey

Lampiran E. Data-data Hasil Penelitian

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan investasi sumber daya manusia (SDM) yang

memerlukan perhatian khusus untuk kecukupan status gizinya sejak lahir,

bahkan sejak dalam kandungan. Zat gizi dari makanan merupakan sumber

utama memenuhi kebutuhan anak untuk tumbuh kembang optimal sehingga

dapat mencapai kesehatan yang paripurna (kesehatan fisik, mental, dan

sosialnya) (Chaerunnisa, 2008). Indonesia dan negara berkembang lain pada

umumnya masih didominasi oleh empat masalah gizi utama. Masalah tersebut

adalah Kurang Energi dan Protein, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium,

Anemia Gizi Besi, dan Kurang Vitamin A (Kurniawan dalam Nainggolan dan

Kristiani, 2006).

Menurut Sediaoetama (2006), anak sekolah merupakan salah satu

kelompok yang rentan terhadap ketidakcukupan gizi, sehingga anak sekolah

harus dipantau agar ketidakcukupan gizi bisa dihindari. Bahaya yang

pelan-pelan berwujud pada pembentukan karakter konsumerisme anak bangsa dan

pembentukan generasi masa depan yang miskin kreativitas sebagai akibat

minimnya asupan gizi yang sehat pada masa kanak-kanaknya (Taryadi,

2007). Herry (2009) mengemukakan bahwa dalam ilmu kesehatan masyarakat

penyebab langsung malnutrisi adalah ketidakseimbangan antara asupan

makanan.

(13)

commit to user

Menurut Suyitno (2009) dari Data Departemen Kesehatan Tahun

2007, dari 4.7 juta balita yang mengalami malnutrisi, 82% diantaranya

mengalami kurang gizi dan 18% berisiko gizi buruk. Sedangkan Toriola

(2000) memperkirakan 4% dari seluruh anak-anak yang dilahirkan di

negara-negara berkembang meninggal dunia akibat malnutrisi sebelum berusia lima

tahun.

Menurut Dinkes DKI Jakarta yang dikutip dalam Suara Pembaharuan

(2009), menjelaskan bahwa dari hasil penelitian, dari sebanyak 28.4% anak

SD mengalami kurang gizi akut dan 29.3% kurang gizi kronis. Status gizi

kurang dan buruk anak usia SD yang dihitung menurut umur dan berat badan

mencapai 28.4% tampak pada fisik yang kurus.

Menurut Bardosono yang dikutip dalam Kompas (2008), menjelaskan

bahwa dari penelitian terhadap 220 anak di lima Sekolah di Jakarta, asupan

kalori anak-anak umumnya di bawah 100% dari kebutuhan mereka. Dari total

anak yang diteliti, 94.5% mengonsumsi kalori di bawah angka kecukupan gizi

yang dianjurkan, yakni 1800 kilo kalori. Untuk asupan protein sebanyak

64.5% di bawah batas kecukupan, zat besi sebesar 91.8%dan seng sebanyak

98.6% di bawah kebutuhan yang seharusnya.

Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak-anak

sekolah baik di kota maupun pedesaan di Indonesia, didapatkan kenyataan

bahwa pada umumnya berat dan tinggi badan rata-rata anak sekolah dasar

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

ditemukan tanda-tanda penyakit gangguan gizi, baik dalam bentuk ringan

maupun dalam bentuk berat (Moehji, 2003).

Dari hasil uji sampel di 7 sekolah dasar di Kabupaten Karanganyar

dari 30 sampel jajanan yang diuji 53.3 % TMS (tidak memenuhi syarat) yaitu

mengandung : pemanis buatan (sakarin, siklamat, aspartam) positif label tidak

mencantumkan kandungan pemanis buatan : 15 sampel, sedangkan pewarna

dilarang (auramin, methanil yellow, rhodamin B) : 1 sampel (Suryani, 2008).

Moehji (2003) berpendapat bahwa, terlalu sering mengkonsumsi

makanan jajanan akan mempengaruhi status gizi karena makanan jajanan

tersebut kebanyakan mengandung tinggi karbohidrat, sehingga membuat

cepat kenyang, selain itu kebersihan dan standar gizi dari makanan jajanan itu

sendiri masih diragukan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti

merasa tertarik untuk mengetahui tentang hubungan antara asupan energi,

karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah

dasar usia 9-12 tahun.

B. Perumusan Masalah

Adakah hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari

(15)

commit to user C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan

protein dari makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia

9-12 tahun.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui asupan energi, karbohidrat, dan protein pada anak sekolah

dasar usia 9-12 tahun.

b. Mengukur status gizi pada anak sekolah dasar usia 9-12 tahun

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara

asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan

status gizi, khususnya anak sekolah dasar usia 9-12 tahun.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi orang tua/masyarakat,

petugas kesehatan dan guru/penanggung jawab sekolah untuk

meningkatkan peran serta mereka dalam memantau pemilihan makanan

jajanan anak yang lebih bergizi terutama yang mengandung energi,

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Makanan Jajanan

a. Definisi

Makanan Jajanan adalah kue atau panganan yang dijajakan

(Depdikbud, 1999). Makanan jajanan merupakan campuran dari

berbagai bahan makanan yang dianalisis secara bersamaan dalam

bentuk olahan (Supariasa dkk, 2002).

Menurut FAO dalam Februhartanty dan Iswarawanti (2004),

makanan jajanan (street food) didefinisikan sebagai makanan dan

minuman yang disajikan dalam wadah/sarana penjualan yang terlebih

dahulu sudah dipersiapkan/dimasak di tempat produksi/dirumah/

ditempat berjualan yang dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan

di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau

dikonsumsi tanpa persiapan atau pengolahan lebih lanjut.

b. Fungsi dan Jenis Makanan Jajanan

Kebutuhan zat gizi berbeda-beda menurut umur, kecepatan

pertumbuhan, banyaknya aktivitas fisik, efisiensi penyerapan dan

utilisasi makanannya. Pertumbuhan dan perkembangan yang sehat

tergantung pada masukan makanannya (Pudjiadi, 2003). Makanan yang

mengandung gizi cukup dan seimbang diartikan sebagai makanan yang

(17)

commit to user

menyediakan semua zat gizi dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.

(Tirtawinata, 2006).

Menurut Prasetyo (2007), secara umum jajanan anak sekolah

sangat membantu sekali dalam pemenuhan kalori dalam sehari, dimana

selama berada di sekolah, sumbangsih kalori dari jajanan di sekolah

berperan penting sekitar 30% dari total kalori.

Fungsi makanan secara umum :

1) Sebagai sumber energi atau tenaga

Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah

karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini

menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan

aktivitas (Almatsier, 2004). Selain itu energi diperlukan juga untuk

aktifitas internal tubuh/kegiatan organ-organ misalnya detak jantung,

pernafasan, pengaliran darah, pengaturan suhu badan dan pencernaan

(Tirtawinata, 2006).

2) Menyokong pertumbuhan badan dan memelihara jaringan tubuh

Zat gizi berperan dalam pembentukan sel baru atau

bagian-bagiannya. Pada pertumbuhan dibentuk sel-sel baru yang

ditambahkan kepada sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel lama

yang telah rusak atau aus terpakai (Almatsier, 2004). Protein,

mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu,

diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara dan

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

3) Mengatur Proses tubuh

Makanan berfungsi dalam pembentukan enzim dan hormon

yang mengatur berbagai proses kimiawi dalam tubuh, berperan

sebagai pembentuk sistem kekebalan tubuh yang disebut antibodi

atau imunitas (Tirtawinata, 2006).

Protein, mineral, air dan vitamin diperlukan untuk mengatur

proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel,

bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh

dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat

infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh.

Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam

proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta proses-proses lain

termasuk proses menua. Air diperlukan untuk melarutkan

bahan-bahan di dalam tubuh, seperti di dalam darah, cairan pencernaan,

jaringan dan mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan

sisa-sisa/ekskresi serta proses tubuh lain (Sediaoetama, 2006).

Sedangkan menurut Depdikbud (1993), makanan jajanan

ditinjau dari fungsinya :

1) Makanan jajanan sebagai pengganti makanan utama.

Makanan yang dimaksud adalah makanan yang dalam keadaan

(19)

commit to user 2) Makanan jajanan sebagai makanan.

Makanan yang dimaksud adalah makanan jajanan yang memiliki

zat-zat yang diperlukan tubuh yang tidak ditemukan pada makanan

sehari-hari, karena makanan jajanan tersebut mungkin tidak pernah

disediakan di rumah.

3) Makanan jajanan sebagai hiburan.

Makanan yang dimaksud adalah semua jenis makanan yang

berfungsi sebagai hiburan. Untuk makanan yang berfungsi sebagai

hiburan ini sebagian besar biasanya berupa makanan kecil/makanan

ringan, sebab dapat dipakai sebagai teman santai bersama keluarga.

Jenis makanan jajanan menurut Winarno dalam Mulyati (2003),

dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :

1) Makanan utama seperti nasi rames, nasi pecel, mie ayam, bubur

ayam, dan sebagainya.

2) Snack atau panganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan

sebagainya.

3) Golongan minuman seperti es krim, es cendol, es teler, es buah, es

teh, dan sebagainya.

4) Buah-buahan segar.

Sedangkan menurut Muktamar (2008), mengklasifikasikan jenis

makanan jajanan dalam 3 kelompok makanan berdasarkan sumber

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

1) Makanan dan minuman kemasan pabrik

2) Makanan dan minuman pedagang lokal

3) Makanan dan minuman yang dijual para pedagang keliling

c. Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan

1) Energi/Kalori

Makanan seorang anak harus mengandung protein,

karbohidrat, lemak, air, vitamin dan mineral. Energi untuk

metabolisme, dihitung dalam kilokalori (kkal), berasal dari protein (4

kkal/gr), karbohidrat (4 kkal/gr), dan lemak (9 kkal/gr). Khusus

untuk anak sekolah, kecukupan energinya antara 80-90

kkal/kgBB/hari dan kecukupan proteinnya 1 gr/kgBB/hari,

sedangkan untuk distribusi kalori makanan dengan gizi seimbang

didapat dari 9-15% protein, 35-45% lemak dan 45-55% karbohidrat

(Judarwanto, 2008). Asupan kandungan nutrisi tersebut harus

mempertimbangkan porsi atau varian makanan yang dikonsumsi

(Suyitno, 2009).

Muatan energi di dalam makanan bergantung terutama pada

kandungan karbohidrat, protein, lemak dan alkoholnya. Jumlah

energi dalam makanan atau zat gizi, dapat ditentukan dengan jalan

membakar makanan tersebut di dalam bom kalorimeter. Panas yang

kemudian dihasilkan diukur. Tiap jenis makanan akan mengeluarkan

(21)

commit to user

Jumlah kalori yang kemudian dihasilkan bergantung pada komposisi

makanan tersebut (protein, karbohidrat, dan lemak) (Arisman, 2004).

a) Karbohidrat

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, disamping

membantu pengaturan metabolisme protein. Kecukupan

karbohidrat di dalam diet akan mencegah penggunaan protein

sebagai sumber energi. Dengan demikian, fungsi protein sebagai

bahan pembentuk jaringan dapat terlaksana. Inilah yang dimaksud

dengan “sparing effect”. Karbohidrat terhadap protein (Arisman,

2004). Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam

sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera.

Dimana sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan

jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk disimpan

sebagai cadangan energi dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004).

b) Lemak

Lemak juga bertindak sebagai sumber energi, namun

fungsi pokoknya adalah memasok asam-asam lemak esensial.

Agar dapat berfungsi dengan baik, tubuh membutuhkan lemak

sebanyak (maksimal) 30% dari kebutuhan energi total (Arisman,

2004).

c) Protein

Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Protein

tidak dapat langsung dimetabolisme, tapi harus diubah dahulu

menjadi karbohidrat atau lemak. Dengan demikian protein tidak

dapat diandalkan sebagai sumber energi dalam keadaan mendadak

(akut) (Arisman, 2004). Defisiensi protein hampir selalu, atau

praktis selalu bergandengan dengan defisiensi kalori. Asosiasi

kedua penyakit ini dapat dipahami melalui berbagai hubungan

antara protein dan energi (Sediaoetama, 2006).

Hubungan metabolisme terdapat antara energi dan protein,

yaitu bahwa protein merupakan salah satu penghasil energi. Jadi bila

energi kurang cukup di suatu hidangan, maka protein lebih banyak

dikatabolisme menjadi energi. Ini berarti semakin kurang protein

yang tersedia untuk keperluan lain, termasuk untuk sintesis protein

tubuh (Sediaoetama, 2006).

Suplai energi bagi pemeliharaan sel lebih diutamakan

daripada suplai protein bagi pertumbuhan. Maka bilamana jumlah

energi dalam makanan sehari-hari tidak cukup, sebagian masukan

protein makanan akan dipergunakan sebagai energi, hingga

mengurangi bagian yang diperlukan bagi pertumbuhan. Bahkan jika

masukan energi dan protein jauh dari cukup, proses katabolisme

akan terjadi terhadap otot-otot untuk menyediakan glukosa bagi

energi dan asam-asam untuk sintesis protein yang sangat esensial

(23)

commit to user

Energi yang digunakan oleh tubuh dibedakan oleh 2 hal yaitu :

a) Energi untuk kebutuhan fisiologis tubuh dalam keadaan

basal/metabolisme basal.

Metabolisme basal adalah energi minimal yang diperlukan untuk

melakukan proses biologis tanpa melakukan kerja luar. Energi ini

digunakan untuk denyut jantung, gerak alat-alat pencernaan,

gerak alat pernapasan, alat urogenital, sekresi kelenjar-kelenjar,

biolistrik syaraf dan sejenisnya. Sedangkan seseorang dikatakan

dalam kondisi basal jika tidak dalam keadaan tidur, tetapi secara

rileks terlentang tidak melakukan aktifitas (Asfuah S. dan

Proverawati A., 2009)

b) Energi untuk melakukan kerja luar

Adalah energi yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan kerja

luar yang merupakan tambahan terhadap energi basal. Energi ini

pada dasarnya juga berasal dari energi pokok yang dapat diukur

dengan kalorimetrik langsung misalnya dengan kantung dauglas

dan spirometer kofrany michaelis (Asfuah S. dan Proverawati A.,

2009).

2) Vitamin

Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang

dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak

dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan

pemeliharaan tubuh dan pada umumnya sebagai koenzim atau

sebagai bagian dari enzim. Vitamin dibedakan menjadi 2 kelompok

yaitu vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut

air yaitu vitamin C dan vitamin B (thiamin, riboflavin, niacin, asam

pantotenat, biotin, vitamin B6, Kobalamin, dan folat) (Almatsier,

2004).

3) Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang

peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat

sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan.

Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme,

terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Mineral

digolongkan ke dalam mineral makro (natrium, klorida, kalium,

kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur) dan mineral mikro (besi,

seng, iodium, selenium, tembaga, mangan, fluor, khrom, molibden,

arsen, nikel, silikon, dan boron) (Almatsier, 2004).

d. Kandungan Zat Kimia Makanan Jajanan

Menurut Intisari (1996) yang dikutip dalam Khomsan (2004),

menyebutkan jajanan khususnya yang dijual di pinggir jalan rentan

terhadap polusi debu maupun asap knalpot. Sering kali makanan

tersebut tidak disiapkan secara higienis atau juga mempergunakan

(25)

commit to user

Sedangkan menurut Environment Nutrition dalam Sitorus (2009), bahan

makanan tambahan pada makanan adalah setiap substansi, selain dari

makanan itu sendiri sebagai pokok yang menjadi bagian dari makanan

itu sebagai hasil proses olahan, pembungkusan atau penyimpanan.

Sitorus (2009), mengemukakan tujuan pemakaian bahan tambahan

(food additives) adalah :

1) Mengawetkan makanan itu sehingga tidak cepat rusak

2) Meningkatkan kadar gizinya

3) Membantu dalam mengolah dan menyiapkannya, antara lain :

Mengontrol kadar keasamannya, menjaga kelembaban, mencegah

agar tidak terjadi terlalu encer atau terlalu kentaldan menstabilkan

makanan.

4) Untuk maksud-maksud kosmetik atau penampilan makanan tersebut,

seperti : warnanya, aromanya, dan peningkatan rasanya.

Penelitian menunjukkan bahwa apabila warna dari sesuatu

makanan sudah berubah dari yang sebenarnya, maka makanan itu sudah

berkurang mutunya atau bahkan sudah rusak. Berdasarkan kenyataan

inilah sering penjual bahan makanan, yang tidak bertanggung jawab

melakukan tindakan untuk menyiasati pembeli dengan cara membubuhi

zat tertentu pada makanan yang dijualnya agar kelihatan segar dan

bagus, yang sebenarnya tidak demikian (Sitorus, 2009).

Keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dilakukan dibeberapa sekolah ternyata tercemar mikrobiologis dan

kimiawi, yang umum ditemukan adalah penggunaan bahan tambahan

pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam

berat), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), methanil

yellow (pewarna kuning pada tekstil), rhodamin B (pewarna merah

pada tekstil) dan lain-lain (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004).

e. Syarat Makanan Jajanan Yang Baik

Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat

(2001), mengemukakan makanan jajanan yang baik meliputi : makanan

yang sehat yaitu makanan yang memenuhi triguna makanan; makanan

yang bersih yaitu makanan yang bebas dari lalat, debu, dan serangga;

makanan yang aman yaitu makanan yang tidak mengandung bahan

berbahaya yang dilarang untuk makanan, seperti zat pewarna dan zat

pengawet yang diperuntukkan bukan untuk makanan dan tidak tercemar

oleh bahan kimia yang membahayakan manusia; makanan yang halal

yaitu makanan yang tidak bertentangan dengan agama yang dianut oleh

siswa.

Adapun ciri-ciri makanan yang tidak layak dikonsumsi adalah

sebagai berikut : makanan bau basi, makanan yang berubah warna;

makanan yang kadaluarsa; makanan yang berjamur; makanan yang

mengeras/mengering; makanan yang berulat/mengandung benda asing,

(27)

commit to user

kemasan yang rusak; dan makanan yang rasanya sudah berubah (Ditjen

Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, 2001).

Pola makan seseorang berkaitan erat dengan budaya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih makanannya

(Hartono, 2006) :

1) Kesenangan (food like)

2) Kebiasaan (food habit)

3) Daya beli serta ketersediaan makanan (purchasing power and food

avaibility)

4) Kepercayaan

5) Aktualisasi diri

6) Faktor agama serta psikologis

7) Pertimbangan gizi serta kesehatan

f. Gangguan Kesehatan Akibat Makanan Jajanan

Adanya cemaran mikrobia patogen dan bahan-bahan kimia

berbahaya pada makanan jajanan anak di sekolah akan menyebabkan

terjadinya gangguan kesehatan pada anak. Gejala terganggunya

kesehatan biasanya dapat segera diketahui dengan terjadinya gangguan

pencernaan seperti mual, muntah, dan diare. Sedangkan gangguan

kesehatan yang bersifat kumulatif, akan terkumpul dalam tubuh dan

dapat memicu penyakit kanker serta gangguan pada ginjal jika

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah

Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering

dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu

goreng, mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok.

Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu

goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirup merah

positif mengandung rhodamin B. Bahan-bahan ini dapat terakumulasi

pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka

panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada

organ tubuh manusia (Judarwanto, 2008).

Belakangan juga terungkap bahwa reaksi dampak dari makanan

tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan

perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi

gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan

memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka pendek

penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum

seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air

besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO

yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan

bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh

Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes

(29)

commit to user 2. Status Gizi

a. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah kesehatan fisik seseorang atau sekelompok

orang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran

gizi tertentu (Soekirman, 2000). Sedangkan menurut Almatsier (2004)

status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi.

b. Faktor-faktor yang menentukan Status Gizi

Menurut Gumala (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi

status gizi dibagi menjadi dua :

1) Faktor Internal adalah faktor dalam tubuh manusia sendiri yang

berpengaruh terhadap status gizi, seperti kemampuan tubuh untuk

menyerap makanan yang masuk ( utilisasi makanan ), genetik

(alergi), penyakit infeksi.

2) Faktor Eksternal meliputi :

Tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua, budaya, kebersihan

lingkungan tempat tinggal.

Walaupun pada dasarnya faktor-faktor tersebut di atas tidak

berpengaruh secara langsung terhadap status gizi, tetapi berpengaruh

langsung terhadap konsumsi makanan yang pada akhirnya akan

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

c. Akibat Gangguan Gizi terhadap Fungsi Tubuh

1) Akibat gizi kurang pada proses tubuh

Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas

maupun kualitas) menyebabkan gangguan proses :

a) Pertumbuhan

Anak-anak membutuhkan zat gizi untuk menunjang pertumbuhan

tubuhnya. Protein sebagai salah satu unsur zat gizi berguna dalam

pemeliharaan proses tubuh, untuk pertumbuhan dan

perkembangan, Kekurangan protein mengakibatkan rambut

rontok dan lemahnya jaringan otot (Almatsier, 2004).

b) Produksi Tenaga

Kekurangan energi yang berasal dari makanan, menyebabkan

seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan

melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah dan

produktivitas kerja menurun (Almatsier, 2004).

c) Pertahanan Tubuh

Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun. Sistem imunitas

dan antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi

seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat

membawa kematian (Almatsier, 2004).

d) Struktur dan Fungsi Otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap

(31)

commit to user

bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat

berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen (Almatsier,

2004).

e) Perilaku

Baik anak-anak maupuan orang dewasa yang kurang gizi

menunjukkan perilaku tidak tenang, mudah tersinggung, cengeng

dan apatis (Almatsier, 2004).

2) Akibat Gizi Lebih pada Proses Tubuh

Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kegemukan

merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya berbagai

penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, jantung koroner,

hati dan kandung empedu (Almatsier, 2004).

d. Penilaian Status Gizi

Masalah kekurangan nutrisi bukan semata-mata kekurangan

makanan sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak,

akan tetapi juga karena perubahan paradigma yang lebih mendorong

pola pertumbuhan dan status gizi anak sebagai salah satu indikator

kesejahteraan (Chaerunnisa, 2008).

Penilaian status gizi dibedakan menjadi penilaian secara

langsung dan tidak langsung yang antara lain : Penilaian status gizi

dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian

status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu:

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

langsung dibagi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan

faktor ekologi. Faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode

penilaian status gizi adalah tujuan, unit sampel yang diukur, jenis

informasi yang dibutuhkan, tersedianya fasilitas dan peralatan, tenaga,

waktu, serta dana. Metode yang paling cocok untuk mengukur status

gizi masyarakat adalah antropometri gizi (Supariasa dkk, 2002).

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status

gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri

(Supariasa dkk, 2002).

Indeks antropometri yang sering digunakan :

1) Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan-perubahan yang mendadak namun sangat labil, sehingga

indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

Kelebihan indeks BB/U yaitu

a) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat.

b) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.

c) Berat badan dapat berfluktuasi.

d) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.

Selain kelebihan diatas, dengan Growth monitoring, pengukuran

[image:32.595.164.516.248.491.2]
(33)

commit to user

KEP, serta dapat mendeteksi kegemukan (overweight) (Supariasa

dkk, 2002).

Sedangkan kelemahan indeks BB/U yaitu

a) Mengakibatkan interprestasi status gizi yang salah bila terdapat

edema maupun acites.

b) Umur sulit ditaksir dengan baik untuk masyarakat yang masih

terpencil dan tradisional.

c) Kesalahan pengukuran sering terjadi (Supariasa dkk, 2002).

2)Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh

defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

relatif lama. Indeks tinggi badan menggambarkan status gizi masa

lalu, dan lebih berkaitan dengan status sosial-ekonomi. Kelebihan

indeks TB/U yaitu

a) Baik untuk melihat status gizi di masa lampau.

b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.

Sedangkan kelemahan indeks TB/U yaitu

a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.

b) Pengukuran relatif sulit karena anak harus berdiri tegak, maka

dilakukan oleh dua orang pengukur.

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

3)Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan mempunyai hubungan yang linier dengan tinggi

badan. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai

status gizi saat ini dan merupakan indeks yang independen terhadap

umur. Kelebihan indeks BB/TB yaitu

a) Tidak memerlukan data umur.

b) Dapat membedakan proporsi badan.

Sedangkan kelemahan indeks BB/TB yaitu

a) Tidak memberikan gambaran, anak tersebut pendek, cukup tinggi,

atau jangkung karena faktor umur tidak diperhitungkan.

b) Membutuhkan dua macam alat ukur dan dua orang pengukur.

c) Pengukuran lebih lama (Supariasa dkk, 2002).

3. Hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dengan

status gizi anak

Asupan gizi yang baik setiap harinya dibutuhkan anak sekolah,

supaya mereka memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan

intelektual yang lebih baik sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang

unggul (Kompas, 2008). Nutrisi dan kesehatan sangat mempengaruhi

perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan

pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif.

Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang

menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan

(35)

commit to user

Suara Karya (1992) yang dikutip dalam Khomsan (2004),

menyebutkan bahwa pertumbuhan seseorang mencangkup pertambahan

fisik tubuh. Sedangkan perkembangan lebih mengarah pada diferensiasi dan

pematangan sel sehingga sistem organ tubuh seseorang bisa melakukan

fungsi yang lebih kompleks. Pertumbuhan dan perkembangan ini

dipengaruhi oleh genetik, hormonal, lingkungan dan faktor perilaku.

Menurut (Soekirman, 2000), lingkungan mempunyai peran yang sangat

besar dalam mendukung tumbuh kembang anak. Pada keluarga yang

menyandang masalah gizi, baik gizi lebih maupun gizi kurang akan

kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas karena perkembangan

kecerdasan anak-anak mereka tidak optimal.

Pada usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah dimana anak-anak

mulai masuk ke dalam dunia baru, berhubungan dengan orang-orang di luar

keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana baru dalam kehidupannya.

Hal ini tentu saja akan banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka

(Moehji, 2003). Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus,

mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk

esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang

dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas (Khomsan,

2004).

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.

Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum

pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh

mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih

terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,

sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan (Almatsier, 2004).

Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi

mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia

anak cenderung berlanjut hingga ke dewasa, dan lansia. Sementara obesitas

itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti

penyakit kardiovaskuler, diabetes militus, artritis, penyakit kantong empedu,

kanker, gangguan fungsi pernapasan, dan berbagai gangguan kulit

(Arisman, 2004).

Intisari (1997) yang dikutip dalam Khomsan (2004) menyebutkan

bahwa intake gizi yang baik berperan penting di dalam mencapai

pertumbuhan badan yang optimal, dimana pertumbuhan badan yang optimal

mencakup pula pertumbuhan otak yang sangat menentukan kecerdasan

seseorang. Dampak akhir dari konsumsi gizi yang baik dan seimbang adalah

(37)

commit to user

[image:37.595.108.550.105.593.2]

A.Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Diukur

: Tidak diukur

C. Hipotesis

Ada hubungan antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan

jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar usia 9-12 tahun. Status Gizi

Umur, aktifitas fisik, tingkat pendidikan dan

pendapatan orang tua, Budaya, Kebersihan

lingkungan tempat tinggal, Alergi, Penyakit Kesenangan; kebiasaan;

daya beli serta ketersediaan makanan; kepercayaan; aktualisasi

diri; faktor agama serta psikologis; pertimbangan

gizi serta kesehatan

Pola Konsumsi Makanan Jajanan

Asupan Energi, Karbohidrat, dan Protein

dari Makanan Jajanan

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional. Survey cross sectional merupakan penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko berupa asupan energi,

karbohidrat, dan protein dengan efek berupa status gizi dengan model

pendekatan atau observasi sekaligus pada suatu saat (Praktiknya, 2001).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangjiwan Kecamatan

Colomadu Kabupaten Karanganyar.

C. Subjek Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa SD Negeri 1 Malangjiwan Kecamatan

Colomadu Kabupaten Karanganyar.

Adapun kriteria subjek ditentukan sebagai berikut :

1. Siswa kelas 4-6

2. Usia 9-12 tahun

3. Dalam keadaan sehat

Penentuan subjek dengan usia 9-12 tahun yaitu karena daya ingat anak

sudah baik dan dapat diajak koordinasi dengan mudah dalam menjawab

kuesioner dan mengingat serta mencatat konsumsi makanan dalam lembar

konsumsi pangan 24 jam yang lalu (24-hour food recall).

(39)

commit to user D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah simplerandom sampling.

Dimana dalam penelitian ini, masing-masing subjek atau unit dari populasi

memiliki peluang sama dan independen (tidak tergantung) untuk terpilih ke

dalam sampel (Murti, 2006).

E. Besar sampel

Adapun, rumus ukuran sampel untuk menaksir proporsi populasi (Murti,

2007) sebagai berikut :

Zα².p.q n = _________________

d2

(1,96)². (0,04).(0,96) = __________________________

(0,05)²

= 59

Keterangan :

Zα = statistik Z (misalnya Z=1,96, untuk α=0,05)

P = perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada

populasi.Dimana menurut Toriola (2000), prevalensi

malnutrisi anak sebesar 4 % = 0.04

q = 1-p (1-0,04 = 0,96)

d = presisi absolut atau margin of error yang diinginkan di

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Jadi dari N (jumlah populasi anak) = 142, dibutuhkan n (sampel) anak SD

sebesar 59 anak yang nantinya akan diambil dengan teknik simple random

sampling

[image:40.595.113.496.225.503.2]

F. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Asupan energi, karbohidrat, dan protein

2. Variabel Terikat : Status gizi

3. Variabel Luar :

Umur; aktifitas fisik; tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua;

budaya; utilisasi makanan; alergi dan penyakit infeksi. Populasi

(Anak SD usia 9-12 tahun)

59 sampel

asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan (Nutrisurvey)

Status Gizi (Z-Score)

Simple random sampling

(41)

commit to user H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Asupan energi, karbohidrat, dan protein

Asupan energi dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi dari

asupan energi (Kal) yang diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi

responden dalam satu hari. Asupan karbohidrat adalah jumlah konsumsi dari

asupan karbohidrat (g) yang diperoleh dari makanan jajanan yang

dikonsumsi responden dalam satu hari. Asupan protein dalam penelitian ini

adalah jumlah konsumsi dari asupan energi protein (g) yang diperoleh dari

makanan jajanan yang dikonsumsi responden dalam satu hari. Dimana

Makanan jajanan merupakan kue atau panganan yang dijajakan (Depdikbud,

1999).

Data diperoleh dari metode food recall 24 jam, kemudian

dikonversikan dari Ukuran Rumah Tangga (URT) ke dalam berat (gram)

serta diolah dengan program komputer Nutrysurvey/Ebispro.

Skala pengukuran : Rasio

2. Status gizi

Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2004). Indeks antropometri gizi

yang digunakan adalah BB/U karena penelitian lebih menitikberatkan pada

penilaian status gizi masa sekarang. Ambang batas hasil pengukuran

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

[image:42.595.135.512.154.503.2]

31

Tabel 3.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometri WHO 2005

No Indeks yang

dipakai

Batas Pengelompokan

Sebutan Status Gizi

1 BB/U < -3 SD

-3 s/d < -2 SD -2 s/d +2 SD

> +2Sd

Gizi buruk/severely underwigh Gizi kurang/underweight Gizi baik

Gizi lebih/overweight

2 TB/U < -3 SD

-3 s/d < -2 SD -2 s/d < -2 SD

> +2 SD

Sangat pendek/severely stunded Pendek

Normal Tinggi

3 BB/TB < -3 SD

-3 s/d < -2SD -2 s/d +2 SD

> +2 SD

Sangat kurus/severely wasted Kurus/wasted

Normal

Gemuk/overweight

Sumber : WHO 2005

Rumus perhitungan Z-Skor (Arisman, 2004) :

Skala pengukuran : Rasio

I. Instrumentasi Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan :

1. Penimbangan Berat Badan (BB)

a. Alat : Timbangan berdiri , ketelitian 0,1 kg

b. Cara :

1) Pakaian dibuat seminimal mungkin.

2) Minta anak untuk naik di atas timbangan yang tersedia.

3) Lihat angka pada skala timbangan, menunjukkan berat badan anak.

4) Catat BB dengan teliti sampai satu angka desimal (Gibson, 2005). Z-Skor = Nilai Individu Subyek – Nilai Median Baku Rujukan

(43)

commit to user 2. Pengukuran Tinggi Badan (TB)

a. Alat : Mikrotoise antropometer dengan ketelitian 0,1 cm untuk

mengukur tinggi badan anak

b. Cara :

1) Subjek berdiri dengan pakaian biasa dan tanpa sepatu maupun kaos

kaki.

2) Subjek berdiri pada tempat yang rata dan tepat di bawah microtoise.

3) Berat badan terdistribusi merata pada kedua kaki dan posisi kepala

lurus ke depan.

4) Tangan tergantung secara bebas pada kedua sisi badan dengan arah

telapak tangan menghadap ke paha.

5) Kedua tumit subjek berdekatan dan menyentuh dasar dan dinding

vertikal.

6) Bahu dan bagian belakang subjek menyentuh dasar dari dinding

vertikal.

7) Perintahkan subjek untuk berdiri dengan posisi tegak tanpa

mengubah beban dari kedua tumit.

8) Turunkan bagian microtoise yang dapat digerakkan sampai pada

bagian paling atas dari kepala dengan sedikit menekan rambut.

9) Catat hasil pengukuran (Supariasa dkk, 2002).

3. Kuesioner Identitas

Untuk mengetahui data identitas, data sosial ekonomi, konsumsi

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

4. Kuesioner konsumsi pangan

Dengan lembar konsumsi pangan 24 jam yang lalu (24-hour food

recall), responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan

minum 24 jam yang lalu.

J. Cara Pengambilan Data

1. Siswa di SD Negeri 1 Malangjiwan yang memenuhi syarat sebagai subjek

penelitian diukur tinggi dan berat badannya.

2. Klasifikasi status gizi didapat dari hasil pengukuran berdasar Z-Skor.

3. Kuesioner dibagikan kepada siswa yang dijadikan subjek penelitian untuk

diisi sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian.

4. Dari data metode food recall 24 jam dihitung tingkat asupan energi,

karbohidrat, dan protein dengan program komputer Nutrisurvey.

5. Setelah itu, data diuji dengan menggunakan korelasi Spearman (data kontinu) dan

uji Kruskal-Wallis (data kategorikal) dengan batas kemaknaan 5%.

K. Teknik Analisis Data

Penghitungan statistik dilakukan dengan Stastistical Product and

Service Solution (SPSS) 17.0 for windows. Untuk mengetahui hubungan

antara asupan energi, karbohidrat, dan protein dari makanan jajanan dengan

status gizi anak, data diuji dengan menggunakan korelasi Spearman (data

kontinu) dan uji Kruskal-Wallis (data kategorikal) dengan batas kemaknaan

(45)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK SAMPEL

Sampel sebanyak 59 anak SD kelas 4 sampai dengan 6 pada SD

Negeri I Malangjiwan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar,

dipilih dengan teknik random sederhana. Berdasarkan distribusi frekuensi

asupan energi ditemukan 3 outlier yang dikeluarkan dari analisis, sehingga

jumlah sampel anak yang dianalisis adalah 56 anak.

Tabel 4.1 menunjukkan, rata-rata anak pada sampel ini berumur 10

tahun, berkisar dari 8.1 hingga 12.4 tahun. Berat badan rata-rata 30.5 kg,

berkisar antara 19.0 hingga 53.0 kg. Jadi pada sampel ini ada anak yang

gemuk. Tinggi badan anak rata-rata 136 cm, berkisar antara 120 hingga 165

cm.

Tabel 4.1 juga menunjukkan, uang saku rata-rata Rp 2413 per hari,

berkisar antara Rp 1000 hingga Rp 5000 per hari. Frekuensi jajan rata-rata 3.6

kali per hari, berkisar antara 1 hingga 6 kali. Makanan jajanan memberikan

sumbangan energi rata-rata sebesar 49.9%, berkisar antara 31.5 sampai

61.1%. Besarnya asupan energi yang berasal dari makanan jajanan rata-rata

sebesar 899.7 Kal, berkisar antara 567 hingga 1099

[image:45.595.134.513.251.494.2]
(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Sumber : Data Primer, Agustus 2010

Tabel 4.2 menunjukkan, sampel laki-laki dan perempuan sama

banyaknya. Jumlah anak yang duduk di kelas 4, 5, dan 6, kurang-lebih sama

banyaknya dalam sampel ini.

Tabel 4.2 Karakteristik sampel menurut jenis kelamin dan kelas SD

Variabel n %

Jenis kelamin:

- Laki-laki 28 50.0

- Perempuan 28 50.0

- Total 56 100.0

Kelas:

- 4 17 30.4

- 5 20 35.7

- 6 19 33.9

- Total 56 100.0

[image:46.595.126.515.128.694.2]

Sumber : Data Primer, Agustus 2010

Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kontinu)

Variabel n Mean SD Min. Max.

Umur anak (tahun) 56 10.3 1.1 8.1 12.4

Berat badan ( kg) 56 30. 5 7.8 19.0 53.0

Tinggi badan (cm) 56 136.0 8.0 120.0 165.0

Nilai Z skor (BB/U) 56 2.9 0.7 2.0 5.4

Asupan Energi (Kal) 56 899.7 124.0 167.0 1099.0

Asupan Karbohidrat (g) 56 212.5 56.9 345.0 292.0

Asupan Protein (g) 56 61.1 16.9 42.0 96.4

Sumbangan energi (%) 56 49.9 6.9 31.5 61.1

Asupan Fe (g) 56 14.3 3.8 5.8 23.4

Asupan Vitamin A (mg) 56 212.3 31.3 116.7 263.5

Asupan Vitamin C (mg) 56 519.4 93.7 381.0 890.0

Asupan Zink (mg) 56 23.2 3.6 16.0 32.0

Uang saku/ hr (Rp) 56 2412.7 874.4 1000.0 5000.0

(47)

commit to user

Tabel 4.3 menunjukkan, terdapat hampir 20% anak-anak tidak

memiliki kebiasaan sarapan. Sebagian dari anak, jajan di warung atau kantin.

[image:47.595.135.520.236.609.2]

Kebanyakan anak menyukai makanan manis.

Tabel 4.3 Karaktersitik sampel tentang kebiasaan sarapan dan jajan

Variabel N %

Kebiasaan sarapan:

- Tidak 10 17.9

- Ya 46 82.1

- Total 56 100.0

Cara jajan:

- Beli di kantin 28 50.0

- Bawa dari rumah 7 12.5

- Asongan 3 5.4

- Beli di warung/toko 18 32.1

- Total 56 100.0

Selera rasa:

- Asin 0 0.0

- Manis 31 55.4

- Asam 0 0.0

- Kombinasi 25 44.6

- Total 56 100.0

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

[image:48.595.135.512.251.668.2]

B. DISTRIBUSI FREKUENSI STATUS GIZI

Tabel 4.4 menunjukkan terdapat perbedaan distribusi frekuensi antar

metode penentuan status gizi, yaitu antara BB/U, TB/U, dan BB/U. Sebagai

contoh, terdapat 5.6% anak mengalami status gizi kurang dengan metode

BB/U, 37.5% dengan metode TB/U, dan 25% dengan metode BB/TB.

Tetapi frekuensi anak dengan status gizi normal kurang-lebih sama

antar metode pengukuran status gizi, yaitu berkisar antara 60.7 hingga 67.9%.

Tidak terdapat anak dengan status gizi buruk. Terdapat 28.6% anak gizi lebih

dan 7.1% obes dengan metode penentuan status gizi BB/U.

Tabel 4.4 Disribusi frekuensi status gizi, baik BB/U, TB/U, maupun BB/TB,pada sampel

Status

gizi

BB/U TB/U BB/TB

n % n % n %

Buruk 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Kurang 2 5.6 21 37.5 14 25.0

Normal 34 60.7 34 60.7 38 67.9

Lebih 16 28.6 1 1.8 4 7.1

Obes 4 7.1 0 0.0 0 0.0

(49)

commit to user

C. HUBUNGAN ANTARA ASUPAN DAN NILAI Z SCORE (BB/U)

Gambar 4.1 menunjukkan hubungan positif antara asupan energi (Kal)

dan nilai Z score (BB/U). Makin meningkat jumlah asupan energi (Kal),

makin meningkat nilai Z score (BB/U).

Gambar 4.2 menunjukkan hubungan positif antara asupan karbohidrat

(g) dan nilai Z score (BB/U). Makin meningkat jumlah asupan karbohidrat

[image:49.595.141.513.221.491.2]

(g), makin meningkat nilai Z score (BB/U).

[image:49.595.175.439.534.735.2]

Gambar 4.1 Hubungan antara asupan energi (Kal) dan nilai Z score (BB/U)

(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Gambar 4.3 menunjukkan hubungan positif antara asupan protein (g)

dan nilai Z score (BB/U). Makin meningkat jumlah asupan protein, makin

meningkat nilai Z score (BB/U).

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Z score (BB/U) berkorelasi positif

dalam derajat sedang dengan asupan energi (Kal), karbohidrat (g) maupun

protein (g). Masing-masing hubungan itu secara statistik signifikan. “Secara

statistik signifikan” mengandung arti, hubungan tersebut dalam jangka

panjang konsisten (dapat diandalkan).

Koefisien korelasi Spearman (non-parametrik) dipilih karena nilai Z

score tersebar dalam rentang tidak terlalu lebar (dari 2 hingga 5.4) sehingga

[image:50.595.130.512.191.486.2]

data mendekati ordinal.

(51)

commit to user

Tabel 4.5 Hubungan antara nilai Z score (BB/U) dan asupan energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g), diukur dengan koefisien korelasi Spearman

Nilai Z score (BB/U)

n Koefisien korelasi

Spearman (r)

p

Asupan energi (Kal) 56 0.38 0.004

Asupan karbohidrat (g) 56 0.32 0.015

Asupan protein (g) 56 0.33 0.013

D. HUBUNGAN ANTARA ASUPAN DAN STATUS GIZI (BB/U)

Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara asupan energi dan status

gizi (BB/U). Status gizi dibagi menjadi gizi buruk, kurang, normal, lebih, dan

obes. Gambar tersebut menunjukkan, makin besar jumlah asupan energi

(Kal), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan

tingkat yang lebih tinggi. Dalam sampel ini tidak ditemukan anak dengan

status gizi buruk.

[image:51.595.112.515.144.706.2]
(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

[image:52.595.132.501.189.489.2] [image:52.595.158.442.553.762.2]

41

Gambar 4.6 Hubungan antara asupan protein (g) dan status gizi (BB/U) Gambar 4.5 menunjukkan, makin besar jumlah asupan karbohidrat

(g), makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan

tingkat yang lebih tinggi.

Gambar 4.6 menunjukkan, makin besar jumlah asupan protein (g),

makin besar kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat

yang lebih tinggi.

(53)

commit to user

Tabel 4.6 menunjukkan, status gizi yang lebih tinggi (yaitu, lebih berat)

memiliki mean peringkat asupan yang lebih tinggi (yaitu, lebih banyak), baik

asupan energi, karbohidrat, maupun protein. Hasil uji Kruskal-Wallis

menunjukkan, kecenderungan tersebut secara statistik signifikan. Uji

Kruskal-Wallis (non-parametrik) dipilih, bukannya ANOVA, karena distribusi

[image:53.595.133.515.246.558.2]

frekuensi energi (Kal), karbohidrat (g) maupun protein (g) tidak normal.

Tabel 4.6 Hasil uji Kruskal-Wallis tentang beda mean peringkat jumlah asupan energi, karbohidrat dan protein, menurut status gizi (BB/U)

Status gizi (BB/U)

N Asupan

Energi Karbohidrat Protein

Mean peringkat

Mean peringkat

Mean peringkat

Kurang 2 22.8 14.5 16.0

Normal 34 23.7 25.1 24.8

Lebih 16 35.4 32.6 34.4

Obes 4 44.8 48.0 42.6

Total 56 - - -

Chi Kuadrat

10.12 9.69 8.01

(54)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil analisis untuk hubungan

antara asupan dan nilai Z score (BB/U), dimana hubungan antara asupan energi

(Kal) dan Z score (BB/U) dapat ditunjukkan dengan grafik meningkat, yang

berarti terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi (Kal) dan Z zcore

(BB/U). Hal itu berarti bahwa makin meningkat jumlah asupan energi (Kal), akan

makin meningkat nilai Z score (BB/U).

Dari Gambar 4.1 menunjukkan dimana jumlah rata-rata asupan energinya

900 Kal. Untuk hubungan antara asupan karbohidrat (g) dan Z score (BB/U) dapat

ditunjukkan dengan grafik yang meningkat. Dari Gambar 4.2 menunjukkan

dimana jumlah rata-rata asupan karbohidratnya 600 g. Begitu juga, grafik

meningkat pada hubungan antara asupan protein (g) dengan Z score (BB/U). Dari

Gambar 4.3 dapat dilihat jumlah asupan rata-rata proteinnya 50 g. Sehingga

berarti bahwa jika jumlah asupan zat gizi lebih maka akan meningkatkan status

gizi, sedangkan jika asupan zat gizi kurang maka akan menurunkan status gizi

yang dapat dilihat dari nilai Z score.

Untuk mengetahui hubungan antara nilai Z score (BB/U) dan asupan

energi (Kal), karbohidrat (g), dan protein (g), diukur dengan koefisien korelasi

Spearman (r). Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Z score (BB/U) rata-rata

bernilai 0.3, untuk asupan energi nilai p=0.004; asupan karbohidrat dengan nilai

(55)

commit to user

p=0.015; dan asupan protein dengan nilai p=0.013. Sehingga nilai Z score untuk

semua asupan berkorelasi positif dalam derajat sedang.

Berdasarkan hubungan antara asupan dan nilai status gizi (BB/U), dimana

status gizi anak dikategorikan menjadi gizi buruk, kurang, normal, lebih, dan

obes. Untuk hubungan antara asupan energi dan status gizi (BB/U) dapat dilihat

pada Gambar 4.4 dimana jumlah asupan energi (Kal) untuk status gizi obesitas

antara 900 sampai dengan 1100 Kal, untuk status gizi lebih antara 900 sampai

dengan 1000 Kal, sedangkan untuk status gizi baik dan status gizi kurang hampir

sama yaitu antara 700 sampai dengan 1000 Kal. Hal tersebut berarti bahwa makin

besar jumlah asupan energi (Kal), makin besar kecenderungan anak untuk

memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi.

Untuk hubungan antara karbohidrat dan status gizi (BB/U) dapat dilihat

pada Gambar 4.5 dimana jumlah asupan karbohidrat (g) untuk status gizi obesitas

antara antara 700 sampai dengan 800 g, untuk status gizi lebih antara 600 sampai

dengan 700 g, status gizi baik antara 500 sampai dengan 700 g, dan status gizi

kurang antara 300 sampai dengan 600 g. Hal tersebut menunjukkan bahwa makin

besar jumlah asupan karbohidrat (g), makin besar kecenderungan anak untuk

memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi. Untuk hubungan antara

protein dan status gizi (BB/U) dapat dilihat pada Gambar 4.6 dimana jumlah

asupan protein (g) untuk status gizi obesitas antara antara 60 sampai dengan 90 g,

untuk status gizi lebih antara 50 sampai dengan 90 g, status gizi baik antara 40

(56)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

tersebut berarti bahwa makin besar jumlah asupan protein (g), makin besar

kecenderungan anak untuk memiliki status gizi dengan tingkat yang lebih tinggi.

Kelebihan berat badan anak terjadi karena ketidakseimbangan antara

energi yang masuk dengan energi yang keluar, terlalu banyak makan, sedikit

olahraga atau keduanya. Berat badan berlebih, jika tidak teratasi (jika telah

mencapai obesitas) akan berlanjut sampai remaja dan dewasa (Arisman, 2004).

Berbeda dengan dewasa, kelebihan berat badan anak tidak boleh diturunkan,

karena penyusutan berat badan akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang

diperlukan untuk pertumbuhan (Arisman, 2004).

Berdasarkan hasil analisis statistika dengan uji Kruskal-Wallis tentang

beda mean peringkat jumlah asupan energi, karbohidrat dan protein, menurut

status gizi (BB/U) menunjukkan, jumlah asupan energi dengan status gizi (BB/U)

didapatkan nilai p=0.018, untuk jumlah asupan karbohidrat dengan status gizi

(BB/U) didapatkan nilai p=0.021, dan untuk jumlah asupan protein dengan status

Gambar

Tabel  4.1  Karakteristik sampel (data kontinu)
Gambar 3.1  Skema Rancangan Penelitian
gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul

Banyak kajian mendapati mendapati siswazah di negara ini kurang kompeten dalam kemahiran teknikal yang diperlukan oleh industri disamping lemah dalam kemahiran insaniah

Asma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala

Diharapkan program tersebut dapat mewujudkan tatanan kehidupan sosial yang serasi dan harmonis dilandasi oleh nilai dasar kebersamaan, toleransi, saling menghargai dan

Metafora simbolik rumah dan alang menjadi daar untuk mengatakan bahwa di dalamnya terdapat nilai-nilai kesetaraan yang dapat menjadi referensi atau dasar untuk

Kedua, temper tantrum adalah perilaku destruktif buruk dalam bentuk luapan yang bisa bersifat fisik (memukul, menggigit, mendorong), maupun verbal (menangis, berteriak, merengek)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahana hara makro N, P, dan K pada lahan sawah Irigasi Mamak bagian hulu Kabupaten Sumbawa.. Terdapat 30 titik pengambilan sampel

Laki-laki bukan hanya mantan suami saja Tidak mendapat dukungan dari teman yang sama memiliki status janda Dulu memiliki teman yang terdekat Kehilangan kontak teman terdekat