KAJIAN EPIGENETIK GEN
GROWTH HORMONE
(GH)
MELALUI PENYUNTIKAN PMSG DAN HCG
PADA TERNAK BABI UNTUK OPTIMASI PRODUKSI
NONNY MANAMPIRING
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Kajian Epigenetik Gen Growth Hormone (GH) Melalui Penyuntikan PMSG dan hCG pada Ternak Babi untuk Optimasi Produksi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Meret 2017
Nonny Manampiring
RINGKASAN
NONNY MANAMPIRING. Kajian Epigenetik Gen Growth Hormone (GH) Melalui Penyuntikan PMSG dan hCG pada Ternak Babi untuk Optimasi Produksi. Dibimbing oleh WASMEN MANALU, CECE SUMANTRI dan HERA MAHESHWARI.
Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi sebagian penduduk Indonesia. Ternak babi merupakan hewan politokus ialah hewan yang memiliki banyak anak dalam tiap kelahiran. Ternak babi juga cepat dalam meningkatkan populasinya, sehingga sangat potensial untuk dikembangbiakkan. Walaupun demikian, produksi ternak babi belum optimal dilihat dari rendahnya efisiensi produksi, yaitu tingginya kematian embrio selama masa kebuntingan dan kematian anak pada minggu pertama dilahirkan, tingginya keragaman jumlah anak, dan rendahnya bobot lahir anak.
Rendahnya efisiensi produksi ternak sangat ditentukan oleh keberhasilan reproduksi. Anggapan utama karena ketidaksempurnaan lingkungan uterus dan faktor yang terkait dengan sistem reproduksi betina yaitu rendahnya rasio antara hormon-hormon kebuntingan (estrogen, progesteron dan laktogen plasenta). Berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak babi, di antaranya melalui perbaikan kemampuan uterus dan plasenta dalam memediasi pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus melalui peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan terutama progesteron, estradiol dan faktor pertumbuhan. Sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah kelenjar penghasilnya atau melalui peningkatan aktivitas sintetik kelenjar yang ada dengan cara penyuntikan pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) dan human chorionic gonadotrophin (hCG) pada induk sebelum pengawinan. Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan dalam satu rangkaian penelitian untuk mengkaji epigenetik gen GH ternak babi untuk optimasi produksi.
Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui efek dari penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan terhadap performa induk dan anak yang dilahirkan. Hewan percobaan yang digunakan adalah 32 ekor babi dara keturunan Landrace sebagai calon induk dan seluruh anak yang dihasilkannya. Hormon yang digunakan adalah PMSG dan hCG dengan dosis 600 IU per induk pada 16 ekor calon induk dan sisanya disuntik NaCl fisiologis. Penyeragaman berahi dilakukan dengan menyuntikkan prostaglandin (PGFβα). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan dapat memperbaiki performa induk dan anak, dilihat dari rataan lama kebuntingan yang lebih cepat 4 hari (P<0.05), peningkatan konsentrasi hormon estradiol (P<0.05) dan progesteron (P>0.05), peningkatan bobot badan anak yang lahir hidup (P<0.05), panjang badan, tinggi tungkai, pertambahan bobot badan anak yang meningkat (P<0.05), serta mortalitas anak turun menjadi 13.26%. Penelitian ini membuktikan bahwa kondisi dalam rahim induk bisa mempengaruhi pertumbuhan anak saat masa prenatal, prasapih, bahkan sampai umur 150 hari.
gen hormon pertumbuhan (Growth hormone, GH) pada hati dan pituitari anak babi serta korelasinya dengan pertumbuhan anak. Pertumbuhan dan perkembangan embrional sampai pertumbuhan anak setelah setelah lahir, salah satunya dikontrol oleh GH. GH dihasilkan dari lobus anterior pituitari otak, target utama GH adalah organ hati. Hewan percobaan yang digunakan adalah anak-anak dari induk yang disuntik PMSG dan hCG dan dari induk kontrol, masing-masing perlakuan 4 ekor anak berumur 100 hari, dari litter size 8 anak. Pengambilan mRNA dari jaringan pituitari dan hati, dilakukan untuk melihat adanya perbedaan ekspresi gen GH anak dari induk yang diberi PMSG dan hCG dengan kelompok kontrol menggunakan quantitative Reverse Transcription – Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR), dengan gen housekeeping -aktin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen GH terekspresi pada organ hati dan pituitari. Penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan dapat meningkatkan ekspresi gen GH anak secara signifikan (P<0.05) pada hati, dan tidak signifikan pada pituitari (P>0.05). Penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan berkorelasi positif dengan bobot anak usia 100 hari, rataan pertambahan bobot badan harian anak, persentase karkas, panjang badan dan tinggi tungkai pada anak usia 100 hari (P<0.05). Disimpulkan bahwa peningkatan pertumbuhan prenatal dan pertumbuhan postnatal anak babi yang lahir dari induk yang disuntik dengan PMSG dan hCG sebelum pengawinan dapat meningkatkan ekspresi gen GH. Ekspresi gen yang berbeda dalam penelitian ini disebabkan karena status metilasi DNA yang berbeda pula, karena penambahan gugus metil pada bagian CpG island di promoter gen GH. Berdasarkan penelitian sebelumnya, melalui pendekatan insilico dengan mengkaji ekspresi gen GH yang berbeda yang ditunjukan oleh anak babi dari induk yang diberi perlakuan penyuntikan PMSG dan hCG sebagai faktor lingkungan luar gen menjadi kajian epigenetik dalam penelitian ini.
SUMMARY
NONNY MANAMPIRING. Epigenetic Study of Growth Hormone (GH) Gene Through the Injection of PMSG and hCG on Sows Prior to Mating for Optimized Production. Supervised by WASMEN MANALU, CECE SUMANTRI and HERA MAHESHWARI.
Pigs is a kind of the livestock that has quite high contribution in producing animal protein for some residents of Indonesia. Pig is a politokus animal that has a lot of children in each birth. It is also quick in increasing the population, so that it is potential to be breed. However, the production of pigs is not optimal due to the low efficiency of production, because of the high rate mortality of the embryo during pregnancy and piglet mortality after birth, high diversity of the number of piglet, and low birth weight of piglets.
Low efficiency production is largely determined by the success of reproduction. The main assumption is due to the imperfections uterine environment and factors related to the female reproductive system, that is the low ratio between pregnancy hormones (estrogen, progesterone and placental lactogen). Several methods are used to increase the productivity of sows, including by improving the ability of uterus and placenta in mediating the growth and development of the embryo and fetus through increased secretion of endogenous hormones of pregnancy, especially progesterone, estradiol and growth factors. The secretion of endogenous hormones of pregnancy can be increased by increasing the number of the producing glands or through increased synthetic activity of existing nodes by injection of pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) and human chorionic gonadotrophin (hCG) on sows prior to mating. This research was divided into three phases in a series of studies to examine epigenetic of GH gene in pigs for optimized production.
The first phase of this study aims to determine the effect of injection of PMSG and hCG on sows prior to mating on the performance of the sows and piglet born. The experimental gilts used were Landrace that were divided into two groups: 1) gilts injected with physiological NaCl 0.90% solution as control, and 2) gilts injected with PMSG and hCG at a dose of 600 IU to increase endogenous secretions of pregnant hormones. Unification of estrus was performed by injecting
prostaglandin (PGFβα). The results show that the injection of PMSG and hCG on sows prior to mating can improve the performance of sows and piglets, when it is seen from the average lenght of gestation time faster 4 days (P<0.05), increased concentration of the estradiol hormone (P<0.05) and progesterone (P>0.05), an increase piglets body weight (P<0.05), body length, leg height, body weight gain (P<0.05), as well as mortality rates in piglets decrease to 13.26%. This study proves that the sows uterine conditions can affect the growth of the piglets during the prenatal period, pre-weaning, even up to the age of 150 days.
experimental gilts used were Landrace from the first phase experiment that were divided into two groups: 1) gilts injected with physiological NaCl 0.90% solution as control, and 2) gilts injected with PMSG and hCG to increase endogenous secretions of pregnant hormones. The experimental gilts were maintained during pregnancy until parturition. At the age of 100 days postpartum, 8 piglets (4 piglets born to gilts injected with NaCl 0.90% as control and 4 piglets born to gilts injected with PMSG and hCG) were selected from the experimental piglets born in the same litter size of 8 and were euthanized for measurement of GH gene expression in the pituitary and liver. Messenger ribonucleic acid (mRNA) was extracted from pituitary and liver tissue to observe differences in GH gene expression of piglets using real time quantitative Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR), with -actin as a housekeeping gene. The results showed that GH gene expressed in the liver and pituitary. Piglets born to gilts injected with PMSG and hCG prior to mating had higher GH gene expression in the pituitary even though the increase was not statistically significant in the t-test analysis (P>0.05), and increase GH gene expression was significantly (P <0.05) in the liver. GH gene expression levels correlated with the average daily weight gain in piglets, the body weight, height and leg length in piglets age of 100 days. It is concluded that the improved prenatal growth and postnatal growth of piglets born to gilts injected with gonadotropin was associated with the increased expression of growth hormone gene. The different level of gene expression in this study due to differences in DNA methylation status, because of the addition of a methyl group at the CpG island in the promoter of GH gene. Based on previous research, through insilico approach by studying the different level of GH gene expressions shown by piglets from sows injected PMSG and hCG as external environmental gene factors is an epigenetic studies in this research.
The third phase aims to determine the effect of injecting PMSG and hCG on sows prior to mating to the carcass weights, and the internal organs weight (the absolute and relative weights) of mature pigs born to gilts. The experimental gilts from the first phase study were maintained during pregnancy up to parturition and the born piglets were maintained up to 150 days post partum. At the age of 150 days, 8 pigs (4 pigs from each group) with similar body weights, around 85 kg, were selected for measurement of the weights of internal organs and carcass weight. Parameters measured were the body weight, carcass weight, and the weights of brain, heart, liver, kidney, spleen, lungs, intestine, ovary, and testis. The results showed that pigs born to gilts injected with PMSG dan hCG prior to mating had a higher relative weights of carcass (P<0.05), and higher absolute and relative weights of intestine compared to control (P<0.05). In addition, pigs born to gilts injected with PMSG dan hCG prior to mating tended to have higher (P>0.05) absolute and relative weights of brain, heart, liver, kidneys, spleen, and lungs compared to control. It is concluded that better performances of pigs born to gilts injected with gonadotropin prior to mating is supported by a better growth and development of body organs during pregnancy that support a better physiological functions during postnatal life.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Faal dan Khasiat Obat
KAJIAN EPIGENETIK GEN
GROWTH HORMONE
(GH)
MELALUI PENYUNTIKAN PMSG DAN HCG
PADA TERNAK BABI UNTUK OPTIMASI PRODUKSI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2017
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Asep Gunawan, SPt, MSc Dr drh Damiana Rita Ekastuti, MS
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Revolson A Mege, MSi Dr drh Damiana Rita Ekastuti, MS
Judul Disertasi : Kajian Epigenetik Gen Growth Hormone (GH) Melalui
Penyuntikan PMSG dan HCG pada Ternak Babi untuk
Optimasi Produksi
Nama : Nonny Manampiring
NIM : B161120021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Ir Wasmen Manalu, PhD Ketua
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MSc Anggota
Dr drh Hera Maheshwari, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Faal dan Khasiat Obat
Prof Ir Wasmen Manalu, PhD
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak Januari 2015 sampai Agustus 2016. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah kajian epigenetik gen growth hormone (GH) melalui penyuntikan PMSG dan hCG pada ternak babi untuk optimasi produksi. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada program studi Ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan banyak terima kasih kepada:
1. Komisi pembimbing Prof Ir Wasmen Manalu, Ph.D AIF, Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc dan Dr drh Hera Maheshwari, MSc yang selalu dengan sabar dan bijaksana memberikan arahan, bimbingan, saran, motivasi dan perhatian dalam menyelesaikan disertasi ini.
2. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Dekan beserta seluruh Dosen dan staf Fakultas Kedokteran Hewan yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S3 di Program Studi Ilmu Faal dan Khasiat Obat.
3. Dr Asep Gunawan, SPt MSc dan Dr drh Damiana Rita Ekastuti, MS AIF atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dalam ujian tertutup atas semua komentar, saran, kritikan dan arahan yang diberikan sangat membantu demi perbaikan penulisan disertasi ini.
4. Prof Dr Revolson A Mege, MSi dan Dr drh Damiana Rita Ekastuti, MS AIF atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dalam ujian terbuka atas semua komentar, saran, kritikan dan arahan yang diberikan sangat membantu demi perbaikan penulisan disertasi ini.
5. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia atas beasiswa untuk studi S3 melalui Beasiswa Unggulan (BPPDN - BU 2012). 6. Kepala Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Fakultas Peternakan IPB
atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
7. Teman-teman seperjuangan di LGMT yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian di Laboratorium, mbak Shelvi, mbak Isyana, mbak Nawal, mas Furkon, mas Saleh serta semua teman-teman ABGSci yang tidak bisa dituliskan semuanya, terima kasih atas kebersamaannya, semoga silaturahmi kita tetap terjalin.
8. Teman-teman mahasiswa program doktor dan magister IFO angkatan 2012 (Bapak La Ode Sumarlin, Ibu Friska Montolalu, Ibu Atin Supiyani) atas kebersamaannya selama menempuh studi, semoga silaturahmi kita tetap terjalin.
9. Teman-teman yang tinggal bersama di asrama mahasiswa Sam Ratulangi tahun 2012-2017 atas kebersamaan selama menempuh studi, semoga kekeluargaan kita tetap terjalin.
yang dimiliki untuk tujuan penelitian, serta kepada semua pegawai di kandang yang telah membatu selama penelitian.
11. Ucapan terima kasih disampaikan kepada orang tua, mami Ruth Pelealu SPd dan alm.Papi Welly Manampiring, serta mertua, mami Magritce Parera dan papi James Wayong SE, kakak-kakak, ponakan dan seluruh keluarga atas semua doa, kasih sayang dan bantuannya.
12. Ucapan terima kasih kepada suami terkasih Reynold Wayong SH atas kesabaran, dorongan, bantuan, doa serta perhatian dan curahan kasih sayang. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala doa,
bantuan dan dukungannya.
Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan tulisan ini sangat dihargai. Karya ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi berbagai pihak dalam rangka pengembangan teknologi ternak babi.
Bogor, Maret 2017
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
Kebaruan Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
2 EFEK PENYUNTIKAN PMSG DAN HCG PADA INDUK BABI SEBELUM PENGAWINAN PADA PERFORMA INDUK DAN PERTUMBUHAN ANAK
7
Pendahuluan 7
Materi dan Metode 8
Hasil dan Pembahasan 9
Simpulan 22
3 EKSPRESI GEN GROWTH HORMONE (GH) ANAK BABI YANG DILAHIRKAN OLEH INDUK YANG DISUNTIK PMSG DAN HCG
SEBELUM PENGAWINAN 23
Pendahuluan 23
Materi dan Metode 25
Hasil dan Pembahasan 29
Simpulan 35
4 EFEK PENYUNTIKAN PMSG DAN HCG PADA INDUK BABI SEBELUM PENGAWINAN TERHADAP BOBOT KARKAS DAN ORGAN DALAM
TUBUH ANAK 36
Pendahuluan 36
Materi dan Metode 38
Hasil dan Pembahasan 39
Simpulan 45
5 PEMBAHASAN UMUM 46
6 SIMPULAN DAN SARAN 50
DAFTAR PUSTAKA 51
LAMPIRAN 60
DAFTAR TABEL
2.1 Rataan konsentrasi progesteron dan estradiol serum pada umur kebuntingan 5, 10, dan 15 minggu pada induk babi kontrol dan
perlakuan penyuntikan PMSG-hCG sebelum pengawinan 10 2.2 Performans Performans reproduksi induk dan pertumbuhan anak
babi yang dilahirkan oleh induk kontrol dan induk yang disuntik
PMSG-hCG sebelum pengawinan 12
2.3 Pertumbuhan anak per litter size pada anak babi yang dilahirkan oleh induk kontrol dan induk yang disuntik PMSG-hCG pada litter size
rendah, sedang, dan tinggi 19
3.1 Primer spesifik untuk gen GH dan -aktin 28 3.2 penyuntikan NaCl fisiologis sebagai kontrol dan PMSG-hCG pada
induk sebelum pengawinan pada pertumbuhan anak usia 100 hari 29 3.3 Ekspresi mRNA gen GH pada pituitari dan hati anak babi yang
dilahirkan oleh induk kontrol dan induk yang disuntik PMSG-hCG
sebelum pengawinan 31
3.4 Korelasi antara level ekspresi gen GH dengan pertumbuhan anak 34 4.1 Bobot karkas anak babi yang dilahirkan oleh induk kontrol yang
disuntik NaCl fisiologis dan PMSG hCG sebelum pengawinan 39 4.2 Bobot tubuh dan bobot organ dalam babi pada umur 150 hari pada
babi yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl 0.9% sebagai kontrol dan induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum
pengawinan 41
4.3 Bobot relatif organ dalam babi pada umur 150 hari pada babi yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl 0.9% sebagai kontrol dan
induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan 41
DAFTAR GAMBAR
1.1 Bagan alir penelitian 6
2.1 Kurva pertambahan bobot badan anak 21
3.1 Sekuens primer Gen GH (AY5γ65β7) dan -aktin (DQ845171) 28 3.2 Perbandingan CTgen GH (target) dengan gen -aktin
(housekeeping gene): H1 sampai H8 adalah CT hati, P1 sampai P8
adalah CT pituitari 30
3.3 Level ekspresi gen GH (2-ΔΔCt) pada pituitari dan hati pada anak babi 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi bahan dan zat makanan dalam ransum induk 60 2 Komposisi bahan dan Kandungan Zat-zat Makanan Dalam Ransum
untuk Anak Babi Umur 3-10 Minggu, Umur 11-18 minggu dan Babi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan bagian dari Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yaitu suatu zona pasar bebas Asean. MEA memberikan peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia, termasuk sektor peternakan, karena MEA mendorong pemerintah dan masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri, mengurangi impor, dan meningkatkan ekspor. Kenyataan saat ini, permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia ialah belum mampu memenuhi permintaan daging dalam negeri yang terus meningkat melebihi daya produksi nasional. Salah satu penyebabnya ialah kurangnya produksi karena rendahnya kemampuan induk ternak dalam menghasilkan jumlah anak dan atau bobot yang optimal. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan mengembangkan ternak yang dapat berproduksi dengan cepat dan memiliki tingkat prolifikasi yang tinggi, di antaranya ialah ternak babi.
Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi sebagian penduduk Indonesia. Ternak babi merupakan hewan politokus, yaitu hewan yang memiliki banyak anak dalam tiap kelahiran. Ternak babi juga cepat dalam meningkatkan populasinya sehingga sangat potensial untuk dikembangbiakkan (Ensminger 1991). Ternak babi dikembangkkan berdasarkan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari penjualan stok dan bibit, babi sapihan, babi potong, atau hasil ternak babi. Ternak babi dan atau produk olahannya sangat potensial sebagai komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai negara, seperti Singapura dan Cina. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia, pada tahun 2015 Indonesia telah mengekspor ternak babi ke luar negeri dengan jumlah 28.145.599 kg dengan nilai USD 55,42 juta. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan ekspor babi hidup dari Indonesia ke Singapura pada Juli 2016 sebesar 11,61% menjadi USD 4.58 juta atau setara dengan Rp 59,54 miliar dari periode bulan sebelumnya sebesar USD 4,10 juta, dan jumlah ini terus meningkat sampai saat ini. Populasi ternak babi tertinggi pada tahun 2015 terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, selanjutnya Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Selatan, Papua, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan Kepulauan Riau.
2
perkembangan uterus, plasenta, dan kelenjar susu (Manalu et al. 1998; Manalu dan Sumaryadi 1998). Faktor-faktor yang juga berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan ialah hormon-hormon pertumbuhan (Rothschild
et al. 2007; Wilson dan Ford 2000).
Berbagai langkah telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas induk babi, di antaranya perbaikan kemampuan uterus dan plasenta dalam memediasi pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus melalui peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan terutama progesteron, estrogen dan hormon pertumbuhan. Sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah kelenjar penghasilnya atau melalui peningkatan aktivitas sintetik kelenjar yang ada. Penyuntikan pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) dan human chorionic gonadotropin (hCG) pada induk telah terbukti dapat meningkatkan sekresi hormon-hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, embrio dan fetus, bobot lahir, bobot sapih, keseragaman bobot anak per induk, pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi susu pada domba (Manalu et al. 1997; Manalu et al. 1998; Manalu et al. 2000), sapi (Sudjatmogo et al. 2001), dan kambing (Adriani et al. 2004). Mege (2006) melaporkan hasil superovulasi pada induk babi sebelum dikawinkan terbukti dapat memperbaiki produktivitas induk dan anak babi yang dilihat dari perbaikan performa induk serta pertumbuhan anak yang dilahirkan.
Pertumbuhan dan perkembangan embrional sampai pertumbuhan anak setelah lahir dikontrol oleh beberapa hormon, di antaranya hormon pertumbuhan (Growth hormone, GH). Pertumbuhan merupakan suatu proses deposisi, pemidahan substansi sel-sel, peningkatan ukuran dan jumlah pada tingkat dan titik berbeda dalam suatu waktu tertentu (Lawrence dan Fowler 2002). Pertumbuhan dikendalikan oleh beberapa gen, salah satu gen yang diduga merupakan gen utama dalam mempengaruhi pertumbuhan adalah gen pengkode hormon pertumbuhan yang berperan dalam sekresi hormon pertumbuhan (Sutarno et al. 2005). GH pada babi disintesis dari 190 asam amino, lokasi gen GH terletak di kromosom 12 (Gene bank AY536527). Gen GH mempunyai peranan yang sangat penting pada proses reproduksi mamalia (Hull dan Harvey 2001; Khatib et al. 2008), pertumbuhan dan perkembangan sel hewan (Pierzchala et al. 2004), proses reproduksi, laktasi, dan pertumbuhan tubuh (Burton et al. 1994). Murphy et al.
(2008) menyatakan bahwa gen hormon pertumbuhan sangat berperan penting dalam reproduksi, embriogenesis, dan pertumbuhan lainnya. GH dapat meningkatkan efisiensi produksi, pengurangan deposisi lemak, merangsang pertumbuhan otot dan tulang, serta meningkatkan efisiensi penggunaan pakan (Etherton dan Bauman 1998). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gen hormon pertumbuhan secara signifikan berhubungan dengan variasi rataan pertumbuhan pada sapi (Sutarno et al. 1996) dan pertumbuhan serta karkas pada
babi (Bižienė et al. 2011).
3 menyebabkan perubahan genom, yaitu bentuk kompleks DNA dan protein berubah, tapi tidak mengubah susunan nukleotida DNA. Hal ini berdampak pada perubahan pengaturan kromatin yang mempengaruhi ekspresi gen, sehingga terjadi perubahan fisiologi dan perilaku (Hsieh dan Fischer 2005; Noor 2008), dan kejadian ini disebut dengan epigenetik.
Epigenetik mencakup seluruh mekanisme yang menyebabkan perbedaan ekspresi gen. Pengaturan epigenetik ditentukan oleh metilasi DNA, modifikasi histon, dan ekspresi gen mRNA. Perubahan dalam epigenetik tidak terjadi dalam DNA itu sendiri, melainkan terjadi pada lingkungan di sekitarnya. Enzim dan bahan kimia lain mempengaruhi molekul DNA untuk membuat protein atau sel-sel baru. Gen tidak berubah, namun beberapa gen diaktifkan atau dinonaktifkan sesuai dengan interaksi antara gen dan lingkungan (Holliday 2005). Meskipun kode genetik tidak berubah, ekspresi kode genetik tersebut bergantung pada faktor pemicu (lingkungan), seperti menajemen dan fasilitas pemeliharaan, stress, air, iklim, bahan kimia, diet atau nutrisi (selama kehamilan) yang berdampak pada anak yang dihasilkan. Beberapa penelitian sebelumnya telah mengkaji epigenetik yang terjadi pada ternak yang disebabkan oleh nutrisi, zat berbahaya seperti racun, dan agen penyebab infeksi pada hewan yang terpapar yang mempengaruhi ekspresi gen turunannya (Feeney et al. 2014).
Metilasi dan demetilasi gen termasuk dalam mekanisme epigenetik, yaitu adanya penambahan gugus metil pada DNA (Allis et al. 2007). Berdasarkan struktur gen, sekuen gen GH memiliki daerah CpG island di bagian promoter (Illingworth et al. 2010), sebagai pengatur transkripsi yang berhubungan dengan pola metilasi seperti kejadian gene silencing (gen non aktif) maupun sebaliknya (Sellner et al. 2007). Perubahan pada daerah CpG island dapat merubah regulasi pola ekspresi gen. Feeney et al. (2014) melakukan penelitian epigenetik transgenerasi pada ternak babi jantan dengan diet tinggi mikronutrien yang membuktikan adanya metilasi DNA pada hati dan otot di generasi ke-2 (F2). Berdasarkan penelitian sebelumnya, melalui pendekatan insilico pada ekspresi gen (Murray et al. 2007), dengan mengkaji ekspresi gen GH pada anak babi yang diberi perlakuan penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebagai faktor lingkungan luar gen dapat menentukan adanya metilasi DNA, sebagai kajian epigenetik dalam penelitian ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang mengkaji pengaruh penyuntikan PMSG dan hCG pada fenotipe ternak babi, yaitu performa induk dan performa anak yang dihasilkan. Performa yang ditunjukkan oleh anak karena faktor interaksi gen dengan lingkungan (pemberian PMSG dan hCG) akan menjadi kajian morfologi dan genetik, dengan melihat ekspresi gen GH dan performa yang ditunjukkan pada anak-anak yang berasal dari induk yang disuntik dan yang tidak disuntik PMSG dan hCG. Diharapkan pada akhirnya produksi ternak babi akan optimal.
Perumusan Masalah
4
30% sampai 50%, tetapi juga oleh kehilangan anak pada periode prasapih dengan tingkat mortalitas anak yang mencapai 20%. Keberagaman jumlah dan bobot anak saat dilahirkan menjadi salah satu penyebab anak yang lahir dengan bobot rendah tidak mampu bersaing untuk mempertahankan hidupnya. Salah satu penyebabnya ialah ketidaksiapan lingkungan uterus dalam menyiapkan nutrisi melalui sekresi kelenjarnya. Peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan ini dapat dipacu dengan penggunaan hormon, seperti PMSG dan hCG. Perbaikan produktivitas induk dengan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan embrio dan fetus dalam kandungan akan memberikan dampak yang baik bagi performa anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya sampai usia dewasa.
Berbagai upaya terus dilakukan dalam meningkatkan produktivitas ternak. Untuk itu, informasi tentang pengaruh faktor lingkungan pertumbuhan embrio dan fetus melalui penyuntikan PMSG dan hCG pada genetik anak, dalam hal ini adalah ekspresi gen GH, sangat dirasa penting guna menunjang usaha perbaikan produktivitas ternak babi. Performa induk dan pertumbuhan anak yang dihasilkan diteliti, sehingga pada akhirnya diharapkan produksi ternak akan optimal melalui penyuntikan PMSG dan hCG pada induk. Dengan demikian, diharapkan akan meningkatkan produktivitas induk yang dilihat dari sisi genetik (ekspresi gen GH) dan performa pertumbuhan anak-anak yang dilahirkan akibat penyuntikan hormon pada induk sebelum pengawinan yang berdampak sampai pada anak-anak yang dilahirkan.
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan produksi ternak babi melalui penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan, serta mengkaji ekspresi gen GH pada anak babi yang dilahirkan oleh induk disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis (kontrol).
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji pengaruh penyuntikan PMSG dan hCG pada induk babi sebelum pengawinan pada lama kebuntingan induk, pertumbuhan induk, litter size anak yang dilahirkan (lahir hidup, lahir mati, dan total lahir), serta profil estradiol dan progesteron pada induk bunting.
2. Mengkaji pengaruh penyuntikan PMSG dan hCG pada induk babi sebelum pengawinan pada pertumbuhan anak babi yang dilahirkan yaitu bobot dan dimensi tubuh pada saat baru lahir (0 hari), 21 hari, 50 hari, dan 150 hari, dan mortalitas anak.
3. Mengkaji pengaruh penyuntikan PMSG dan hCG pada induk babi sebelum pengawinan pada ekpresi gen GH pada jaringan pituitari dan hati pada anak-anak yang dihasilkan serta korelasinya dengan pertumbuhan anak-anak sebagai kajian epigenetik.
5 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan tentang kaitan fisiologis hormon reproduksi (melalui penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan) dengan produksi ternak babi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan antara penyuntikan PMSG dan hCG induk sebelum pengawinan pada ekspresi gen GH pada anak babi.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dan peternak babi dalam upaya perbaikan reproduksi untuk mencapai produksi ternak babi yang optimal.
Kebaruan Penelitian
Belum ada penelitian tentang kajian epigenetik tertantang pada ternak babi, yaitu usaha perbaikan kualitas kebuntingan induk melalui penyuntikan PMSG dan hCG, yaitu kajian tentang ekspresi gen GH pada anak yang induknya disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan. Belum ada penelitian tentang efek penyuntikan induk dengan PMSG dan hCG sebelum pengawinan pada bobot organ dalam tubuh pada anak pada usia dewasa.
Ruang Lingkup Penelitian
6
- Litter size anak yang dilahirkan (lahir hidup, mati, dan total lahir)
- Bobot badan dan dimensi tubuh saat lahir
- Lama kebuntingan
- Bobot badan induk bunting
- Konsentrasi hormon estradiol
- Konsentrasi hormon progesteron
LS rendah: 6-8 anak
Induk bunting
LS sedang: 9-11 anak Anak babi Produktivitas rendah
Optimasi produksi?
16 induk disuntik PMSG+hCG dosis 600 IU
32 Induk babi
16 Induk disuntik NaCl fisiologis 0.9% Penyeragaman berahi dengan
PGFβα
LS tinggi: 12-14 anak
- Bobot organ dalam tubuh
- Karkas
- Pertumbuhan
Euthanasia
Isolasi jaringan
kawin
qRT-PCR
Gambar 1.1 Bagan alir penelitian kawin
- Bobot dan ukuran tubuh
- Pertambahan bobot anak usia 21, 50dan 150 hari postpartum
- Mortalitas prasapih
KAJIAN
7
2 EFEK PENYUNTIKAN PMSG DAN HCG PADA INDUK
BABI SEBELUM PENGAWINAN PADA PERFORMA INDUK
DAN PERTUMBUHAN ANAK
Pendahuluan
Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki kontribusi yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Keunggulan ternak babi ialah mudah dipelihara dan merupakan ternak yang efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Ternak babi termasuk ternak politokus, yaitu ternak yang memiliki banyak anak dalam setiap kelahiran sehingga sangat potensial untuk dikembangbiakkan. Namun, produksi ternak sangat ditentukan oleh keberhasilan reproduksi. Kenyataannya, produktivitas ternak babi masih belum optimal, dilihat dari rendahnya efisiensi produksi, yaitu tingginya kematian embrio selama masa kebuntingan, tingginya keragaman jumlah anak sekelahiran per induk dan rendahnya bobot lahir anak-anak sekelahiran. Keberagaman jumlah dan bobot anak saat dilahirkan menjadi salah satu penyebab anak yang lahir dengan bobot rendah tidak mampu bersaing untuk mempertahankan hidupnya sehingga angka mortalitas anak meningkat. Kejadian tersebut mengurangi produksi anak babi per kelahiran per induk (Belstra et al. 1999).
Rendahnya efisiensi reproduksi disebabkan oleh ketidaksempurnaan lingkungan uterus dalam menyiapkan nutrisi melalui sekresi kelenjarnya (Wu et al. 1988) dan faktor yang terkait dengan sistem reproduksi betina, yaitu rendahnya sekresi dan konsentrasi hormon-hormon kebuntingan seperti estrogen, progesteron, dan laktogen plasenta. Estradiol merupakan hormon estrogen yang bentuknya paling aktif dan kuat di antara estrogen lain, sehingga estradiol dianggap sebagai jenis utama dari hormon estrogen. Hormon-hormon kebuntingan ini berperan dalam perangsangan dan pengaturan pertumbuhan, di antaranya perkembangan uterus, plasenta, dan kelenjar susu (Manalu et al. 1998; Manalu dan Sumaryadi 1998).
Berbagai langkah telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas induk babi, di antaranya melalui perbaikan kemampuan uterus dan plasenta dalam memediasi pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus melalui peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan, terutama progesteron dan estradiol. Sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah kelenjar penghasilnya atau melalui peningkatan aktivitas sintetik kelenjar yang ada. Penyuntikan pregnant mare serum gonadotropin
8
berlanjut sampai pada perbaikan kualitas karkas dan percepatan umur potong pada babi (Lapian et al. 2013).
Perbaikan produktivitas pada induk dengan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan embrio dan fetus dalam kandungan akan memberikan dampak yang baik bagi performa anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut penelitian Bygren et al. (2014), kondisi dalam rahim induk bisa mempengaruhi kesehatan anak bukan saja ketika bayi, tapi sampai usia dewasa. Dengan demikian, diharapkan melalui penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan akan meningkatkan produktivitas induk yang dilihat dari performa induk pada saat bunting, performa anak-anak yang dilahirkan, termasuk pertumbuhan dan mortalitas pada anak.
Materi dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan babi CV.Wailan yang berlokasi di Kecamatan Tomohon Utara, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Analisis hormon dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB. Ternak yang digunakan adalah calon induk atau babi dara keturunan Landrace
sebanyak 32 ekor dengan bobot badan berkisar 95 – 103 kg dan anak-anak yang dihasilkannya. Ternak babi keturunan Landrace dipilih karena babi keturunan
Landrace memiliki pertumbuhan yang cepat dengan rataan konsumsi pakan harian relatif sama dengan ternak babi bangsa Yorkshire dan Duroc. Pakan yang berikan sama dan disesuaikan dengan pakan yang digunakan di perusahaan. Induk dipelihara di kandang individu dan diberi pakan pada pagi dan sore hari, air minum tersedia ad libitum. Hormon yang digunakan adalah pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) dan human chorionic gonadotropin (hCG) (PG 600, Intervet, Belanda) dengan dosis 600 IU per induk, dan untuk penyeragaman berahi digunakan Prostaglandin (PGF2α) (Lutalyse, Intervet, Belanda) β kali dengan
interval waktu 14 hari. Pada penyuntikan PGF2α yang kedua, atau γ hari sebelum
berahi, dilakukan penyuntikan PMSG dan hCG secara intramuskuler pada 16 ekor induk, sedangkan kelompok kontrol, yaitu 16 induk disuntik dengan NaCl fisiologis. NaCl fisiologis 0.9% berperan sebagai kontrol pada perlakuan. Babi dara dalam penelitian ini dikawinkan pada berahi kedua setelah pubertas. Setelah babi menampakkan gejala berahi, pejantan dimasukkan ke dalam kandang untuk mengawini betina yang berahi. Calon induk babi dikawinkan pada hari kedua estrus dengan tanda-tanda vagina berwarna merah, mengeluarkan cairan yang cukup kental, dan bagian punggung bila ditekan babi hanya diam. Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa babi percobaan siap menerima pejantan. Babi dikawinkan 2 kali yaitu pada pagi hari dan sore hari di hari yang sama.
9
0 sampai dengan β000 ρg/mL, dan 0 sampai dengan 40 ηg/mL pada progesteron.
Sampel darah diambil dari 26 ekor induk bunting umur 5, 10 dan 15 minggu dan dianalisis secara duplo. Darah diambil menggunakan venoject dan tabung vacutainer dari vena jugularis, kemudian dilakukan pemisahan komponen darah untuk pengambilan serum. Serum yang terpisah di simpan pada suhu -20 oC
sampai waktu pengujian.
Induk babi dipelihara sampai partus, dan pada tahap selanjutnya anak-anak yang dilahirkan ditandai dengan nomor dan dilakukan pengukuran bobot badan anak yang lahir hidup, panjang badan dan tinggi tungkai, pertambahan bobot badan anak pada usia 21, 50 dan 150 hari postpartum, dan mortalitas anak serta pertumbuhan anak per litter size. Pengukuran panjang tubuh dilakukan dengan cara mengukur dari bagian anterior vertebrae cervicales primum sampai tuber sacrale dengan menggunakan meteran. Mortalitas anak babi prasapih (%) diperoleh dengan menghitung jumlah anak yang mati dari seperindukan selama menyusui, kemudian dibagi dengan jumlah anak yang lahir hidup dan dikalikan dengan 100% (persentase mortalitas).
Penelitian ini menggunakan uji t dengan dua sampel independen. Data pertumbuhan anak dari perbedaan litter size diolah menggunakan RAL dengan pola faktorial 2x3. Faktor pertama ialah dosis penyuntikan PMSG dan hCG dengan 2 level, yaitu 0 dan 600 IU. Faktor kedua ialah litter size yang terdiri atas 3 level, tinggi (12-14 ekor), sedang (9-11 ekor), dan rendah (6-8 ekor). Analisis data diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 20.
Hasil dan Pembahasan
Profil Hormon Estradiol dan Progesteron
Konsentrasi hormon estradiol dan progesteron dalam darah induk pada umur kebuntingan 5, 10, dan 15 minggu pada induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan menunjukkan hasil yang berbeda dari induk yang disuntik dengan NaCl fisiologis. Perbedaan nilai pada kedua perlakuan menunjukkan bahwa penyuntikan PMSG dan hCG dapat meningkatkan konsentrasi hormon estradiol dan progesteron. Namun, dalam analisis statistik yang menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) hanya pada hormon estradiol, sedangkan pada hormon progesteron terjadi peningkatan namun tidak signifikan.
10
dan 479.79±19γ.778 ρg/mL. Pada awal kebuntingan konsentrasi hormon ini sedikit, kemudian kadarnya mulai naik sampai pada akhir kebuntingan (Tabel 2.1). Pada akhir kebuntingan aktivitas estradiol dibutuhkan untuk relaksasi pelvis yang berfungsi untuk membuka saluran reproduksi agar fetus dapat keluar. Dengan demikian, estradiol dibutuhkan dalam konsentrasi tinggi pada akhir kebuntingan untuk membantu proses kelahiran.
Tabel 2.1 Rataan konsentrasi progesteron dan estradiol serum pada umur kebuntingan 5, 10, dan 15 minggu pada induk babi kontrol dan
10 48.68±3.150a 64.41±6.918b 56.54±4.331 15 236.50±107.95a 7723.09±341.91b 479.79±193.78 Progesteron
(ηg/mL) 5 10 27.92±3.600 32.91±3.739 330.73±2.457 335.89±2.523 29.32±2.086 34.54±2.121 15 26.89±1.637 334.65±6.597 30.77±3.500 Nilai dalam bentuk rataan±standard error; a,b Superskrip huruf yang berbeda pada baris
yang sama menunjukkan perbedaan secara nyata (P<0.05).
Peningkatan estradiol berpengaruh pada konsentrasi progesteron karena hormon ini merupakan hormon luteotropik bagi korpus luteum. Estradiol terlibat dalam pertumbuhan dan peningkatan kemampuan fungsional korpus luteum agar tetap mensekresi progesteron melalui mekanisme biosintesis kolesterol (Niswender et al. 2000). Hormon progesteron adalah hormon yang dihasilkan oleh korpus luteum, dan juga didapati di adrenal, plasenta, dan testis. Secara umum progesteron bekerja pada jaringan yang telah dipersiapkan oleh estrogen. Menurut Hafez (1987), progesteron merupakan hormon kebuntingan karena aktivitas progesteron dapat menyebabkan penebalan endometrium uterus dan perkembangan kelenjar uterus dalam persiapan terjadinya implantasi embrio yang sudah dibuahi, dan menjaga kebuntingan (Niswender et al. 2000; Wilson dan Ford 2000). Progesteron menginduksi uterine milk protein (UTMP) yang diproduksi oleh uterus selama kebuntingan. Uterine milk protein adalah bagian dari
embryotroph yaitu penyaluran nutrisi kepada embrio oleh plasenta (Khatib et al.
2007).
Konsentrasi hormon progesteron meningkat pada pertengahan kebuntingan (Mege et al. 2006) dan menurun pada akhir kebuntingan. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian ini di mana nilai rataan progesteron pada minggu ke 5, 10, dan 15 adalah 29.32±2.086, 34.54±2.121, 30.77±γ.500 ηg/mL. Penurunan progesteron menjelang partus seperti ditampilkan ada Tabel 2.1, disebabkan oleh aktivitas kortisol yang biasanya meningkat menjelang partus kemudian merangsang prostaglandin untuk melakukan aksi luteolitik dan merangsang kontraksi miometrium bagi proses kelahiran (Currie dan Thorburn 1977).
11 uterus untuk menyediakan lingkungan uterus dan plasenta yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus serta mempertahankan kebuntingan (Mege et al. 2006; Wilson dan Ford 2001; Dunlap dan Stromshak 2004). Progesteron dan estradiol, disamping meningkatkan ekspresi faktor-faktor perumbuhan epitel uterus, juga terlibat dalam proliferasi dan diferensiasi embrio (Geisert dan Schmitt 2002), merangsang sintesis, sirkulasi dan sekresi substrat (Vallet et al. 2002; Vallet et al. 2004) yang sangat esensial untuk meregulasi kelangsungan hidup dan perkembangan konseptus ternak mamalia. Jika terjadi ketidakseimbangan hormon-hormon kebuntingan dan faktor-faktor pertumbuhan sangat berpengaruh pada perbaikan lingkungan uterus, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan embrio dan fetus serta jumlah anak sekelahiran (Sterle et al. 2003).
Lama Kebuntingan
Lama kebuntingan adalah periode waktu dari mulai terjadinya fertilisasi sampai dengan kelahiran. Lama kebuntingan ternak babi dalam penelitian ini adalah 108-118 hari, dengan rataan 112.63±0.55 hari. Lama kebuntingan pada ternak babi telah banyak dilaporkan sebelumnya, seperti pada penelitian Lapian et al. (2013) rataan lama kebuntingan ternak babi adalah 112.76 hari, 114 hari (Purba et al. 2014; Asih 2003), dan 111-117 hari (Toelihere 1993). Lama kebuntingan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penyuntikan PMSG dan hCG dapat mempercepat waktu kebuntingan yaitu rataan lebih cepat 4 hari. Rataan lama kebuntingan pada perlakuan penyuntikan PMSG dan hCG adalah 110.38±0.50 hari sedangkan pada induk yang disuntik dengan NaCl fisiologis rataannya adalah 114.86±0.55 hari. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Lama kebuntingan yang lebih cepat pada induk yang disuntik PMSG dan hCG akan memberikan nilai ekonomis di peternakan karena jarak waktu untuk reproduksi selanjutnya menjadi lebih singkat.
12
sebagai tempat pertumbuhan embrio ternak babi sehingga embrio bisa berkembang dengan baik karena lingkungan tumbuh embrio dan fetus yang baik (Mege et al. 2006). NaCl fisiologis pada penelitian ini berperan sebagai kontrol bagi perlakuan, tidak membawa dampak pada induk karena hanya berperan sebagai cairan isotonik.
Tabel 2.2 Performans reproduksi induk dan pertumbuhan anak babi yang dilahirkan oleh induk kontrol dan induk yang disuntik PMSG-hCG sebelum pengawinan
Parameter Kelompok Rataan
Kontrol PMSG hCG
Lama kebuntingan (hari) 114.86±0.55B 110.38±0.50A 112.63±0.55 BB awal induk bunting (kg) 98.75±0.60 98.63±0.66 98.69±0.44 BB induk 35 hari kebuntingan
(kg)
117.63±0.76 118.06±0.76 117.84±0.60
Litter size hidup lahir (ekor) 8.81±0.36 9.69±0.35 9.25±0.26
Litter size mati lahir (ekor) 0.69±0.27 0.19±0.14 0.44±0.15
Litter size total lahir (ekor) 9.50±0.56 9.88±0.38 9.69±0.33 PBA lahir (cm) 20.58±0.15A 21.56±0.10B 21.07±0.12
TT depan (cm) 14.01±0.10A 14.95±0.09B 14.48±0.11 TT belakang (cm) 15.00±0.12A 16.09±0.13B 15.55±0.13 BL per ekor (kg/ekor) 1.27±0.01A 1.35±0.02B 1.31±0.01 BL per litter (kg/litter) 11.16±0.45A 13.02±0.37B 12.09±0.33 BB anak 150 hari (kg/ekor) 68.09±0.32A 80.18±0.54B 74.13±1.13
BB anak 150 hari (kg/litter) 599.09±23.09A 776.49±28.11B 687.79±2.40 PBA 150 hari (cm) 60.89±0.26A 71.17±0.18B 66.03±0.94
Mortalitas (%) 17.97±1.01 13.26±4.92 16.62±1.55
Nilai dalam bentuk rataan±standard error. A,B Superskrip yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01); BB: Bobot badan, PBA: Panjang badan anak, TT: Tinggi tungkai, BL: Bobot lahir.
Bobot Badan Induk Bunting
13 dengan rentang 113 sampai 125 kg. Perbedaan bobot badan pada usia kebuntingan 35 hari ini dalam analisis statistik tidak berbeda nyata (P>0.05).
Litter size
Litter size anak dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga pengamatan, yaitu
litter size hidup lahir, mati lahir, dan total lahir. Rataan litter size anak lahir hidup, lahir mati, dan total lahir pada induk babi yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan secara berturut-turut adalah 9.69±0.35, 0.19±0.14, dan 9.50±0.56 ekor, sedangkan pada induk yang disuntik NaCl fisiologis, rataan litter size anak lahir hidup, lahir mati, dan total lahir secara berturut-turut adalah 8.81±0.36, 0.69±0.27, dan 9.50±0.56 ekor. Hasil analisis statistik menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05). Perbedaan litter size yang tidak nyata antara perlakuan disebabkan karena keterbatasan uterus sebagai wadah tumbuh kembang anak pada masa prenatal pada ternak politokus, sehingga penambahan jumlah anak tidak signifikan dibandingkan dengan ternak monotokus. Pada ternak monotokus, dengan penyuntikan hormon gonadotropin pada ternak domba dilaporkan mampu meningkatkan litter size, bobot lahir, bobot prasapih, memperbaiki status kesehatan induk domba bunting, dan juga meningkatkan produksi susu induk (Manalu et al. 1998a; Manalu et al. 2000b; Andriyanto et al. 2013).
Jumlah anak yang lahir hidup dalam penelitian ini adalah 8 sampai 12 ekor pada induk yang disuntik PMSG dan hCG, dan 6 sampai 11 ekor pada induk yang disuntik NaCl fisiologis. Litter size merupakan faktor yang menentukan tingkat keberhasilan suatu usaha peternakan babi. Pada beberapa peternakan yang menjual ternak babi sebagai bibit, jumlah anak yang lahir hidup lebih banyak akan memberikan keuntungan yang besar. Jumlah anak per kelahiran ini dipengaruhi oleh bangsa babi dan sudah berapa kali induk babi tersebut beranak (Millegres et al. 1983). Perbedaan litter size dalam penelitian ini walaupun tidak signifikan namun penyuntikan PMSG dan hCG dapat meningkatkan jumlah anak. Litter size
antar perlakuan dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh periode kelahiran maupun berapa kali induk babi tersebut beranak karena penelitian ini menggunakan babi dara. Walaupun analisis statistik tidak berbeda nyata, babi dara yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan menunjukkan jumlah anak babi yang lahir mati lebih sedikit dibandingkan dengan induk dara yang disuntik dengan NaCl fisiologis. Hal ini disebabkan karena anak babi yang lahir dari induk yang disuntik NaCl fisiologis memiliki bobot badan yang beragam; ada yang tinggi dan ada yang rendah di bawah 900 g sehingga anak dengan bobot lahir rendah lahir dalam keadaan lemah.
14
penjagaan ekstra pada anak tersebut untuk mencegah kematian anak karena tidak sanggup bersaing.
Total lahir anak dalam penelitian ini ialah 9.69±0.33 ekor, yaitu berkisar dari 6 sampai 14 ekor anak. Faktor yang mempengaruhi angka kelahiran adalah keadaan hormonal, makanan, dan cekaman atau stress selama kebuntingan induk (Stevenson dan Britt 1981). Pakan ternak babi yang digunakan adalah pakan jadi yang sudah memenuhi kebutuhan nutrisi induk bunting. Kondisi lingkungan sebagai sumber cekaman atau stress selama induk bunting adalah sama untuk kedua perlakuan, kecuali kondisi hormonal yang berbeda karena penyuntikan PMSG dan hCG. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan pada ternak babi
Landrace, jumlah anak yang dilahirkan pada setiap kelahiran adalah 8-12 ekor anak (Eusebio 1980), dengan rataan 10.94 ekor (Milagres et al. 1983), 9.69 ekor (Tumbelaka et al. 2007), atau 10.76 ekor (Lapian et al. 2013). Litter size total lahir dalam penelitian ini baik pada induk yang disuntik PMSG dan hCG maupun NaCl fisiologis menunjukkan jumlah anak yang lebih rendah dibanding dengan rataan litter size beberapa penelitian sebelumnya. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena induk yang digunakan dalam penelitian ini merupakan iduk baru pertama beranak. Sesuai dengan pernyataan dari Lawlor dan Lynch (2007) bahwa paritas pertama pada induk akan menghasilkan anak babi yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pada kelahiran kedua, yang jumlah anak babi yang dilahirkan semakin meningkat.
Toelihere (1993) menyatakan bahwa besarnya litter size lahir bervariasi menurut tiap masa kelahiran pada induk yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh umur, varitas, lingkungan, dan kemampuan reproduksi tiap induk ternak babi. Semakin sering induk beranak, semakin besar litter size lahir, dan biasanya mencapai puncak pada kelahiran ketiga atau keempat kemudian stabil sampai kelahiran keenam atau ketujuh, selanjutnya terjadi penurunan secara bertahap. Dari total lahir anak yang dihasilkan memberikan gambaran bahwa induk memberikan respons yang baik terhadap pemberian PMSG dan hCG yang aktivitasnya mirip dengan kerja follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH), yaitu merangsang pertumbuhan folikel ovarium untuk mensekresikan estrogen yang akan merangsang ovulasi dan perkembangan korpus luteum untuk menghasilkan ovum dan jumlah anak sekelahiran yang lebih banyak (Mege et al. 2007).
Dimensi tubuh
15 dengan anak yang dilahirkan induk kontrol (Manalu et al. 2000; Adriani et al. 2004). Perbedaan panjang badan ini disebabkan karena anak-anak yang dilahirkan telah tumbuh dengan baik, baik pada masa fetus maupun ketika dilahirkan. Perbedaan ini diduga karena efek penyuntikan PMSG dan hCG pada induk meningkatkan sekresi hormon estrogen dalam tubuh induk. Menurut penelitian Niswender et al. (2000) pada tikus dan kelinci, estrogen menstimulasi hipertropi dan mempertahankan sel-sel luteal selama kebuntingan.
Tinggi tungkai depan pada penelitian ini adalah 14.95±0.09 cm pada anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG dan 14.01±0.10 cm pada anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis. Analisis statistik menunjukkan perbedaan sangat nyata antara kedua perlakuan. Penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan dapat meningkatkan panjang badan anak yang lahir. Tinggi tungkai depan anak berbanding lurus dengan panjang tubuh anak. Perbaikan reproduksi induk yang berdampak pada dimensi tubuh anak yang dilahirkan disebabkan karena induk babi yang disuntik PMSG dan hCG mampu meningkatkan sekresi endogen hormon kebuntingan, terutama estradiol dan progesteron sehingga uterus berfungsi secara optimal dan memberikan lingkungan yang optimum sebagai tempat tubuh kembang fetus. Dengan demikian, anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG tumbuh lebih baik dan memiliki dimensi tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis sebagai kontrol. Pertumbuhan tulang yang baik diharapkan dapat menopang tubuh ternak dan menjadi parameter pertambahan panjang dan tinggi ternak
Perbaikan dimensi tubuh juga terlihat pada tinggi tungkai belakang anak. Penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan mampu memperbaiki rataan tinggi tungkai belakang anak yang dilahirkan, yaitu 16.09±0.13, sedangkan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis tinggi tungkai belakangnya ialah 15.00±0.12. Hal ini sesuai dengan penelitian Manalu et al. (1996), Manalu dan Sumaryadi (1998), Adriani et al. (2004), dan Lapian et al. (2013) bahwa anak domba, kambing, babi yang dilahirkan oleh induk yang disuntik gonadotrotophin sebelum pengawinan akan meningkatkan ekspresi genotipe pertumbuhan (dimensi tubuh ternak). Hal ini disebabkan karena estrogen merangsang hipertropi dan hiperplasia endometrium dan miometrium akibatnya ukuran uterus bertambah dua sampai tiga kali lipat dibandingkan sebelum pubertas. Sebaliknya, kekurangan estrogen menyebabkan aktivitas osteoblastik, matris tulang, dan deposit kalsium dan fosfor berkurang sehingga tulang tidak tumbuh maksimal. Pada penelitian ini, tinggi tungkai belakang berbanding lurus dengan tinggi tungkai depan dan panjang badan anak.
Bobot badan anak lahir
16
rendah. Bobot lahir dapat mempengaruhi ketahanan hidup anak babi setelah lahir. Anak babi yang dilahirkan dengan bobot badan yang tinggi dapat kesempatan hidup sampai disapih. Sebaliknya, anak yang mempunyai bobot badan rendah kemungkinan tidak akan bertahan hidup. Hal ini disebabkan oleh persaingan dalam menyusu antaranak babi itu sendiri. Anak babi yang mempunyai bobot badan tinggi lebih mendapatkan kesempatan untuk memperoleh air susu dibandingkan dengan anak dengan bobot badan rendah.
Secara keseluruhan bobot badan anak yang lahir per ekor dalam penelitian ini memiliki rataan 1.31±0.02 kg. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Sihombing (1997) bahwa bobot lahir anak bervariasi antara 1.09-1.77 kg. De Borsotti et al. (1982) menyatakan bahwa bobot lahir anak babi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain genetik, frekuensi induk babi beranak (parity), umur induk, bangsa induk, dan jumlah anak babi seperindukan pada waktu lahir (litter size). Rataan total bobot lahir per litter size adalah 12.09±0.33 kg. Total bobot lahir per litter size adalah penjumlahan total masing-masing anak dari tiap induk.
Bobot lahir anak per ekor menunjukkan perbedaan sangat nyata dalam analisis statistik (P<0.01). Anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan memiliki bobot lahir yang lebih tinggi (1.35±0.02 kg) dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis (1.27±0.01 kg). Bobot lahir anak babi berhubungan erat dengan litter size anak babi dan berdasarkan hasil penelitian, litter size mempengaruhi bobot lahir anak babi. Anak babi dari litter size tinggi memiliki bobot lahir yang lebih rendah dan beragam, sebaliknya anak babi dari liter size rendah memiliki bobot badan yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Gordon (2008) yang menyatakan bahwa jumlah anak sekelahiran sedikit akan meningkatkan bobot lahir, begitu juga sebaliknya anak babi yang dilahirkan dalam jumlah yang banyak akan menurunkan bobot lahir.
Anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan memiliki rataan total bobot badan per litter 12.09±0.33 kg dan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis memiliki total bobot badan per litter 11.16±0.45 kg. Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01), yaitu penyuntikan induk dengan PMSG dan hCG sebelum pengawinan memperbaiki kualitas kebuntingan induk. Perbaikan kualitas kebuntingan dengan perbaikan lingkungan uterus melalui sekresi hormon kebuntingan, baik estradiol maupun progesteron dan faktor-faktor pertumbuhan, pada gilirannya akan sangat menentukan kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan konseptus sejak praimplantasi sampai menjelang kelahiran (Carson
et al. 2000), serta pertumbuhan dan perkembangan intrauterus (Valet et al. 2000) dan pada pemeliharaan fetus untuk memfasilitasi sirkulasi substrat dari induk ke anak karena lapisan dinding rahim menjadi kaya pembuluh darah dan banyak muara kelenjar selaput rahim yang terbuka dan aktif (Wilson et al. 1999). Konsentrasi progesteron dan estradiol ini berkorelasi positif dengan peningkatan bobot uterus, bobot fetus dalam kandungan, dan bobot anak saat lahir (Manalu dan Sumaryadi 1999; Mege et al. 2007).
17 Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan anak dapat diukur dari bobot dan dimensi tubuh anak dalam selang waktu tertentu. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang dapat diukur dengan bobot, ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Pertumbuhan secara umum diketahui dengan mengukur kenaikan bobot badan, yang dengan mudah dapat dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang (Murtidjo 1990). Perkembangan anak babi sangat bergantung pada kemampuan anak babi tersebut mengkonsumsi air susu pada induk babi selama laktasi. Biasanya, faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah produksi air susu induk, jumlah anak yang dilahirkan, pemeliharaan induk yang sedang menyusui, kualitas ransum yang diberikan, dan keturunan/genetik ternak babi itu sendiri. Pada penelitian ini, pertumbuhan anak diukur pada bobot dan panjang badan anak pada umur 150 hari.
Rataan bobot badan anak per ekor setelah umur 150 hari ialah 74.13±1.13 kg. Anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan memiliki bobot badan 80.18±0.54 kg pada umur 150 hari, sedangkan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis hanya 68.09±0.32 kg pada umur 150 hari. Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Demikian juga dengan total bobot badan anak per litter size, yaitu 776.49±28.11 kg pada induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan, sedangkan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis hanya 599.09±23.09 kg. Perbedaan bobot badan anak pada usia 150 hari ini merupakan akumulasi pengaruh bobot lahir anak. Bobot lahir akan mempengaruhi penampilan ternak babi sampai pada penyapihan. Manajemen pada kandang penelitian yang digunakan menggunakan bobot badan sebagai dasar penjualan ternak babi selain sebagai bibit, yaitu ketika ternak babi tersebut telah memiliki bobot di atas 90 kg. Pada penelitian ini, bobot 90 kg dicapai oleh beberapa ekor anak babi percobaan pada usia 175 hari atau 25 minggu pada anak babi yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan. Pertambahan bobot badan dalam penelitian ini lebih cepat jika dibandingkan dengan pendapat Whittemore (1980) yang menyatakan bahwa pada umur 28 minggu bobot badan mencapai 95 kg. Pencapaian bobot 90 kilogram yang lebih cepat pada anak yang dihasilkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan berkaitan dengan peningkatan sekresi estradiol dan progesteron pada awal kebuntingkan yang merupakan sinyal pembuka kunci bagi diferensiasi embrio dalam kandungan, yang mempunyai efek pada program pertumbuhan dan perkembangan prenatal dalam kandungan (Mege et al. 2007) yang akhirnya secara permanen sebagai sifat yang diwariskan kepada anak sampai periode berikutnya (Dziuk 1992; Gillespie dan James 1998) yang berkaitan dengan kejadian epigenetik.
18
badannya dan peningkatan raatan tinggi badan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyuntikan PMSG dan hCG pada induk babi sebelum pengawinan dapat meningkatkan pertumbuhan anak baik pada saat sebelum lahir, yang ditunjukkan oleh bobot lahir, maupun pertumbuhan pascalahir sampai pada umur 150 hari.
Hasil penelitian ini menguatkan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Penyuntikan hormon gonadotropin dapat meningkatkan sekresi hormon estradiol dan progesteron yang disertai dengan peningkatan jumlah anak serta ekspresi gen pertumbuhan, yang ditunjukkan oleh pertambahan nilai bobot badan dan dimensi tubuh (Manalu et al. 1997; Sumaryadi dan Manalu 2000). Peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan dan faktor pertumbuhan sangat penting dalam perangsangan laju pertumbuhan sejak diferensiasi sel jaringan embrio, dan memperbaiki bobot lahir, serta laju pertumbuhan prasapih, yang merupakan salah satu strategi yang potensial dalam memperbaiki kuantitas dan kualitas produksi ternak babi. Menurut pendapat Bygren et al. (2014) kondisi dalam rahim induk bisa mempengaruhi kesehatan anak bukan saja ketika bayi, tapi sampai usia dewasa.
Mortalitas
Rataan angka mortalitas anak babi pada masa prasapih dalam penelitian ini ialah 16.62±1.55%. Menurut Sihombing (2006) mortalitas pada babi sekitar 20-25%, demikian juga penelitian Lapian et al. (2013) angka mortalitas pada babi adalah 20.78%. Data pada penelitian ini menunjukkan angka mortalitas yang lebih rendah dibanding beberapa penelitian sebelumnya, hal ini disebabkan karena kandang tempat penelitian sudah memiliki manajemen yang baik. Mortalitas anak babi berhubungan dengan bobot lahir anak babi. Anak babi dengan bobot lahir yang tinggi akan mempunyai daya tahan hidup yang semakin baik. Eusebio (1980) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot lahir anak babi maka daya tahan tubuh akan semakin meningkat dan anak babi mempunyai kesempatan yang besar untuk bertahan hidup. Penurunan rasio antara hormon-hormon kebuntingan dapat menyebabkan peningkatan kematian embrional, juga penurunan pertumbuhan prenatal dan bobot lahir, dan meningkatkan mortalitas selama prasapih, terutama terjadi pada minggu pertama setelah lahir. Anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG sebelum pengawinan menunjukkan mortalitas sebesar 13.26±4.92%, sedangkan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis mempunyai mortalitas sebesar 17.97±1.01%. Hasil ini menunjukkan bahwa penyuntikan induk dengan PMSG dan hCG sebelum pengawinan menurunkan angka mortalitas pada anak.
Pertumbuhan anak per litter size
Pertambahan bobot badan anak dalam penelitian ini terbagi menjadi bobot badan anak pada umur 21 hari per litter size, 50 hari per litter size, 150 hari per
19
finisher. Fase starter adalah fase ketika pertumbuhan anak bergantung pada kecukupan kuantitas dan kualitas susu induk. Fase grower adalah saat pertumbuhan babi yang paling cepat dan merupakan fase yang paling efisien dalam mengkonversi makanan menjadi daging. Babi pada periode grower
memiliki bobot rata-rata 35 kg hingga mencapai bobot badan 60 kg. Periode
grower merupakan periode yang harus diperhatikan akan kebutuhan zat makanannya, dan ransum yang bermutu tinggi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi performans babi grower.
Tabel 2.3 Pertumbuhan anak per litter size pada anak babi yang dilahirkan oleh
PMSG hCG 1.47±0.044B 1.39±0.030B 1.38±0.032 Rataan 1.35±0.048 1.30±0.041 1.38±0.032 BBA 21
hari (kg)
Kontrol 4.53±0.158 4.43±0.087 -
PMSG hCG 5.45±0.426 5.35±0.445 5.18±0.085 Rataan 4.99±0.257 4.89±0.256 5.18±0.085 PBBA 0-21
hari (kg)
Kontrol 3.29±0.127 3.23±0.113 -
PMSG hCG 3.98±0.392 3.96±0.429 3.80±0.084 Rataan 3.64±0.222 3.59±0.239 3.80±0.084 RPBBH
0-21 hari (kg/hari)
Kontrol 0.16±0.006 0.15±0.005 -
PMSG hCG 0.19±0.019 0.19±0.020 0.18±0.004 Rataan 0.17±0.011 0.17±0.011 0.18±0.004 BBA 50
hari (kg)
Kontrol 9.35±0.167A 9.27±0.106A -
PMSG hCG 12.72±0.940B 12.38±0.924B 12.25±0.323
Rataan 11.03±0.682 10.83±0.646 12.25±0.323 BBA 150
hari (kg)
Kontrol 68.33±0.760A 67.75±1.296A -
PMSG hCG 82.97±1.197B 81.75±1.424B 80.38±1.068 Rataan 75.65±2.307 74.75±2.302 80.38±1.068 PBBA
22-150 hari (kg)
Kontrol 63.80±0.717A 63.32±1.345A -
PMSG hCG 77.52±0.828B 76.40±1.081B 75.20±1.021 Rataan 70.66±2.133 69.86±2.137 75.20±1.021 RPBBH
21-150 (kg/hari)
Kontrol 0.499±0.0064A 0.495±0.0105A -
PMSG hCG 0.606±0.0056B 0.597±0.0085B 0.588±0.0079 Rataan 0.552±0.0167 0.546±0.0167 0.588±0.0079 RPBBH
(kg/hari)
Kontrol 0.45±0.005A 0.44±0.008A -
PMSG hCG 0.54±0.008B 0.54±0.009B 0.53±0.007 Rataan 0.50±0.015 0.49±0.015 0.53±0.007 Nilai dalam rataan±standard error, BBA = Bobot badan anak, PBBA = Pertambahan bobot badan anak, RPBBH = Rataan pertambahan bobot badan harian; A,B superskrip