• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Industri peternakan merupakan industri strategis karena industri ini adalah penyedia protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat. Permasalahan yang masih dihadapi saat ini dalam bidang peternakan di Indonesia adalah ketidakmampuan memenuhi permintaan daging yang terus meningkat, melebihi daya produksi nasional. Hal ini disebabkan karena rendahnya produktivitas atau efisensi produksi. Keberagaman jumlah dan bobot anak saat dilahirkan menjadi salah satu penyebab anak yang lahir dengan bobot rendah tidak mampu bersaing untuk mempertahankan hidupnya (Smith et al. 2007; Cabrera et al. 2012). Kejadian tersebut mengurangi produksi anak babi per kelahiran per induk.

Salah satu penyebab tingginya mortalitas dan keragaman anak, berawal dari ketidaksiapan lingkungan uterus dalam menyiapkan nutrisi melalui sekresi kelenjarnya (Wu et al. 1988) sehingga berakibat pula pada rendahnya jumlah dan bobot anak yang lahir, serta rendahnya pertumbuhan (Zindove et al. 2014). Salah satu penyebab rendahnya efisiensi reproduksi, berkaitan dengan sistem reproduksi betina, di antaranya ialah rendahnya rasio antara hormon-hormon kebuntingan (estrogen dan progesteron) dan faktor-faktor pertumbuhan (Wilson et al. 1999). Peningkatan sekresi endogen hormon-hormon kebuntingan ini dapat dirangsang dengan penggunaan hormon PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin) dan hCG (human Chorionic Gonadotropin) (Manalu et al. 1999). Penggunaan berbagai hormon yang berperan dalam merangsang ovulasi dan kebuntingan biasa disebut dengan istilah superovulasi (Hiraizumi et al. 2015). Keberhasilan superovulasi sangat bergantung pada perkembangan oosit selama pertumbuhan folikel (Sirard et al. 2006). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa superovulasi induk dapat memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan uterus dan plasenta (Nenghui et al. 2013; Mege et al. 2007), kualitas embrio (Adriani et al. 2007; Wu et al. 2013; Imron et al. 2016), memperbaiki performans anak yang dilahirkan pada ternak domba (Manalu et al. 1997; Manalu et al. 1998; Manalu et al. 2000), sapi (Kimura et al. 2007), dan kambing (Adriani et al. 2004). Mege et al. (2006) dan Lapian et al. (2013) melaporkan hasil superovulasi pada induk babi sebelum dikawinkan terbukti dapat memperbaiki produktivitas induk dan anak babi, dilihat dari perbaikan performa induk dan pertumbuhan anak yang dilahirkan.

Pertumbuhan dan perkembangan embrional sampai pertumbuhan anak setelah lahir dikontrol oleh beberapa hormon, salah satunya ialah hormon pertumbuhan (Growth hormone, GH). Target utama dari GH adalah hati. Pembentukan dan pengeluaran GH diatur oleh Growth hormone releasing hormone (GHRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus, kemudian GHRH akan merangsang produksi dan pengeluaran hormon pertumbuhan (GH). Hormon pertumbuhan akan menstimulasi hati untuk memproduksi faktor pertumbuhan seperti insulin atau insulin-like growth factor 1 (IGF-1) (Block at al. 2008).

24

Hormon ini merangsang pertumbuhan dan pemanjangan tulang dan pertumbuhan otot (Rybarczyk et al. 2007). GH juga memiliki peranan dalam pertumbuhan anak sejak dalam kandungan (embrional dan fetus) sampai pertumbuhan setelah lahir. Pengaruh GH pada proses fisiologis tubuh sangat kompleks (Katoh et al. 2008). GH adalah komponen pokok yang mengontrol sebagian dari proses fisiologis kompleks, yaitu pertumbuhan dan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Murphy et al. (2008) dan Yardibi et al. (2009) menyatakan bahwa gen hormon pertumbuhan sangat berperan penting dalam reproduksi, embriogenesis, laktasi, dan pertumbuhan lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa grup gen hormon pertumbuhan secara signifikan berhubungan dengan respons superovulasi, tingkat ovulasi, dan kualitas embrio (Sumantri et al. 2011), serta variasi rataan pertumbuhan pada sapi (Sutarno et al. 1996) dan pertumbuhan serta karkas pada

babi (Bižienė et al. 2011).

Informasi yang dibawa oleh bahan genetik tidak bermakna apapun bagi suatu organisme apabila tidak diekspresikan menjadi fenotipe. Setiap sifat yang tampak (fenotipe) yang berkaitan dengan pertumbuhan anak babi dikontrol oleh gen, apakah gen tersebut akan terekspresi atau justru berada dalam keadaan inaktif (silent). Gen tidak berubah, namun beberapa gen diaktifkan atau dinonaktifkan sesuai dengan interaksi antara gen dan lingkungan (Holliday 2005). Studi tentang perubahan fenotipe atau ekspresi genetika yang disebabkan oleh mekanisme selain perubahan sekuen DNA dasar disebut dengan epigenetika, dimana perubahan ekspresi gen terjadi karena faktor lingkungan. Ekspresi gen merupakan rangkaian proses penerjemahan informasi genetik (dalam bentuk urutan basa pada DNA atau RNA) menjadi protein, lebih jauh disebut fenotipe.

Epigenetik mencakup seluruh mekanisme yang menyebabkan perbedaan ekspresi gen pada sel-sel tertentu. Pengaturan epigenetik ditentukan oleh metilasi DNA, modifikasi histon, dan ekspresi gen mRNA (Allis et al. 2007). Meskipun kode genetik tidak berubah, ekspresi kode genetik tersebut bergantung pada faktor pemicu (lingkungan), seperti menajemen dan fasilitas pemeliharaan, stress, air, iklim, bahan kimia, diet atau nutrisi (selama kehamilan) yang berdampak pada anak yang dihasilkan. Beberapa penelitian sebelumnya telah mengkaji epigenetik yang terjadi pada ternak babi yang disebabkan oleh diet tinggi nutrisi pada induk maupun pada turunannya (Feeney et al. 2014).

Gen GH memiliki peluang untuk terjadinya metilasi, yaitu penambahan gugus metil pada daerah CpG island. Berdasarkan struktur gen, gen GH memiliki daerah CpG island yaitu daerah yang kaya akan ulangan sekuen GC di bagian

promoter (Illingworth et al. 2010). Panjang sekuen CpG island ialah 50-100 bp dan berfungsi sebagai pengaturan transkripsi (Carnici et al. 2006; Deaton dan Bird 2011). Daerah CpG island ini berhubungan dengan pola metilasi seperti kejadian pemadatan kromatin dan gene silencing (Sellner et al. 2007). Metilasi ini dapat menurunkan atau meningkatkan tingkat transkripsi bergantung dari sifat metilasi apakah positif (suppressor) atau negatif (repressor) (Jones dan Takai 2001). Mutasi pada CpG island juga dapat merubah regulasi pola ekspresi gen dengan cara merubah posisi target transcriptional regulatory (Doherty et al. 2014). Status metilasi DNA yang berbeda akan menghasilkan ekspresi gen yang berbeda, hal ini disebabkan oleh penambahan gugus metil pada bagian CpG island di promoter gen GH. Epigenetik transgenerasi pada ternak babi jantan dengan diet tinggi mikronutrien membuktikan adanya metilasi DNA pada hati dan otot di generasi

25 ke-2 (F2) (Feeney et al. 2014). Zhiguo et al. (2012) melaporkan tentang ekspresi gen GH pada ternak babi tertinggi terdapat pada usia awal pertumbuhan atau pada periode starter dan grower dan semakin menurun sejalan dengan pertambahan usia. Berdasarkan penelitian sebelumnya, melalui pendekatan insilico (Murray et al. 2007) dengan mengkaji ekspresi gen GH pada anak babi yang diberi perlakuan penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebagai faktor lingkungan luar gen dapat menentukan adanya metilasi DNA sebagai faktor yang mempengaruhi level ekspresi gen GH, menjadi kajian epigenetik dalam penelitian ini.

Gen GH biasanya digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ternak. Analisis ekspresi gen dapat diukur secara akurat dan cepat dengan menggunakan teknik quantitative real-time PCR (qRT-PCR). Teknik qPCR dianggap yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk validasi data ekspresi yang diperoleh. Normalisasi data merupakan faktor penting, dimana diperlukan

gen acuan untuk validasi data ekspresi, dan dalam penelitian ini digunakan gen - aktin sebagai gen yang memiliki ekspresi yang stabil pada hampir seluruh sel tubuh (Rebouças et al. 2007; Mallona et al. 2010). Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengkaji seberapa besar lingkungan uterus induk melalui penyuntikan PMSG dan hCG mempengaruhi ekspresi gen GH pada anak.

Materi dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Peternakan Babi CV.Wailan, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Analisis ekspresi gen dengan menggunakan

quantitative Reverse Transcriptase - Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari Maret 2015 sampai dengan Agustus 2016.

Persiapan Hewan Uji

Ternak yang digunakan berasal dari penelitian Tahap 1, yaitu anak-anak dari 32 induk babi keturunan Landrace yang diberi perlakuan. Perlakuan dalam penelitian ini ialah penyuntikan hormon gonadotropin pada 16 induk sebelum pengawinan dan 16 induk lainnya disuntik NaCl fisiologis 0.9% sebagai kontrol. Hormon gonadotropin yang digunakan adalah hormon PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin) dan hCG (human Chorionic Gonadotropin) (PG 600. Intervet, Belanda) dengan dosis 600 IU per induk. Ternak diberi pakan yang sama sesuai dengan yang ada di perusahaan yang diberikan dua kali sehari dan air minum tersedia ad libitum.

26

Pengukuran Pertumbuhan Anak

Pertumbuhan anak merupakan data fenotipe dalam penelitian ini, yaitu bobot lahir, bobot pada usia 100 hari, rataan pertambahan bobot badan harian, panjang badan anak, serta tinggi tungkai depan dan belakang. Panjang badan diukur dengan mengukur jarak antara samping tulang tuberculum humeralis lateralis sampai ujung tulang tuberculum ischiadum. Data rataan pertambahan bobot badan harian dihitung dari bobot absolut anak pada usia 100 hari, dikurangi dengan bobot lahir, kemudian dibagi dengan 100 hari. Data persentase bobot karkas diperoleh dengan penimbangan bobot karkas, kemudian dibagi dengan bobot tubuh anak dan dikalikan dengan 100%.

Sampel Ekspresi Gen GH

Data ekspresi gen GH diperoleh dari hati dan pituitari pada anak-anak yang dieuthanasia. Euthanasia dilakukan pada 8 anak yaitu 4 anak dari induk yang yang disuntik PMSG dan hCG, dan 4 anak dari induk yang disuntik NaCl fisiologis pada usia 100 hari. Data ekspresi gen GH yang diperoleh akan dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Ekstraksi mRNA

mRNA diekstraksi dari jaringan hati dan pituitari. Jaringan diambil secara aseptis sekitar 1 gram dan disimpan dalam tabung eppendorf 1.5 ml yang berisi RiboSaver RNA stabilization solution sampai jaringan terendam, kemudian disimpan pada suhu –4oC sampai pada waktu pengujian. mRNA diekstraksi

dengan menggunakan metode GeneJet RNA Purificatin Kit (Thermo Scientific, Lithuania, EU). Ekstraksi dilakukan dengan mengambil ±30 mg jaringan, kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung baru 1.5 ml berisikan buffer lisis sebanyak 300 µl (14.γM -mercaptoethanol per 1 ml lisis buffer), dan dihancurkan dengan mikro pestle, kemudian divorteks sampai homogen. Kemudian ditambahkan 600 µl proteinase K, divorteks sampai homogen, diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit, kemudian disentrifuge 12000 rpm selama 15 menit. Kemudian, bagian supernatan dipindahkan ke tabung baru. Sebanyak 450 µl EtOH absolut ditambahkan kemudian dicampurkan dengan cara memipet, kemudian dimasukkan ke dalam kolom (jika lebih dari 700 µl dilakukan berulang kali), disentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya, sebanyak 700 µl wash buffer 1 ditambahkan dan disentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 600 µl wash buffer 2 dan disentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 2 menit. Kemudian ditambahkan 250 µl wash buffer 2 dan disentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 2 menit, kemudian dipindahkan colom ke tabung baru. Sebanyak 100 µl

nuclease yang bebas air ditambahkan dan disentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 1 menit. Kemudian sampel mRNA siap digunakan atau disimpan pada suhu -20oC.

27 Uji Kualitas mRNA Hasil Ekstraksi

Konsentrasi dan kemurnian mRNA dianalisis menggunakan spektofotometer. Kemurnian mRNA yang berkorelasi dengan kualitas mRNA ditentukan oleh tingkat kontaminasi protein dengan cara membagi nilai kepadatan optik pada panjang gelombang 260 nm (OD260) dengan nilai kepadatan optik pada panjang

gelombang 280 nm (OD280). Jika nilai yang didapatkan berkisar antara 1.8–2.0

(260/280>1.80) maka mRNA dikatakan murni (Sambrook et al. 1989).

Reverse Transcription – Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Reverse transcription atau transkripsi balik di mana mRNA ditranskripsi balik menjadi cDNA menggunakan kit Trancriptor Synthesis First Strand cDNA (Thermo Scientific, Lithuania, EU). RNA template yang digunakan adalah RNA template sampel dan kontrol masing-masing 2 µl. Pembuatan premix I dilakukan dengan mencampurkan 9 µl dengan 1 µl primer oligo dt yang dalam penelitian ini digunakan primer forward dan reverse baik pada GH maupun pada -aktin. Kemudian dinkubasi pada suhu 65°C selama 5 menit (pada mesin PCR). Premix II dibuat dengan cara mencampurkan 4 µl buffer, 1 µl riboblock, 2 µl dNTP, dan 1 µl Enzim RT. Kemudian diinkubasi pada suhu 42°C selama 60 menit selanjutnya diinkubasi pada suhu 78°C selama 5 menit. Hasil yang didapatkan ialah template dalam bentuk cDNA sampel dan cDNA standar.

Tahapan berikutnya ialah pembuatan standar dan optimasi serta pengoperasian qRT-PCR (Analytic Jena, AG qTower 4 channels, Germany). Optimasi dilakukan dengan menggunakan mesin PCR konvensional dengan elektroforesis gel agarose 1.5% dan juga menggunakan real time PCR. Optimasi bertujuan untuk mendapatkan standar yang baik untuk hasil RT-PCR pada sampel. Optimasi dikatakan baik apabila nilai R2>0.90. Sampel didistribusikan ke dalam tube RT-PCR kemudian disentrifuge horizontal 25000 rpm selama 10 detik. Bahan terdiri atas 1 µl sampel, 4.9 µl H2O, 5 µl mastermix (CybrGreen), 0.2 µl

primer (forward dan reverse). Selanjutnya mesin RT-PCR dioperasikan dengan kondisi sebagai berikut: pada suhu 95°C selama 5 menit, pada suhu 95°C selama 10 detik (denaturation), kemudian diikuti dengan suhu 60°C selama 20 detik (annealing), dan pada suhu 72°C selama 30 detik (extension). Proses PCR berlangsung selama 39 siklus.

Primer Gen

Sekuen primer yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan sekuens primer GH babi yang dipublikasikan oleh Miao Zhiguo et al. (2012) dan dirancang dengan program Primer3 & Primer analysis. qRT-PCR membutuhkan

housekeeping gene sebagai kontrol internal, yaitu gen yang memiliki kesamaan

28

Tabel 3.1 Primer spesifik untuk gen GH dan -aktin

Gen target Kode Sekuens primer Ukuran

(bp) GH

(AY536527)

EA284 F: 5’- TGG TGT TTG GCA CCT CAG AC - γ’ 159 EA285 R: 5’- CGT CAT CAC TGC GCA AGT TT - γ’

-actin (DQ845171)

EA286 F: 5’- CAT CCT GCG TCT GGA CCT G -γ’ 161 EA288 R: 5’- CCA TCT CCT GCT CGA AGT CC -γ’

Primer Gen GH (AY536527):

Primer Gen -aktin (DQ845171):

Gambar 3.1 Sekuens primer Gen GH (AY5γ65β7) dan -aktin (DQ845171)

Metode Kuantifikasi Ekspresi Gen

Jumlah atau kuantifikasi ekspresi gen GH dihitung berdasarkan pendekatan jumlah relatif terhadap gen target (GH) dan gen housekeeping ( -aktin), dengan perbandingan cycle threshold (CT). Rumus untuk menghitung Delta delta CT

yaitu: ΔΔCT = ΔCT perlakuan – ΔCT kontrol (Silver et al. 2006). Ekspresi antara

gen target dengan gen kontrol dapat dibandingkan dengan persamaan 2-ΔΔCt

(Schmittgen dan Livak 2008).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t dua sampel independen baik pada pengukuran bobot, dimensi dan pertumbuhan, dengan sampel anak dari induk yang disuntik PMSG dan hCG yang dibandingkan

29 dengan sampel anak dari induk kontrol, dengan tingkat signifikansi α=5%. Semua data diolah dengan program SPSS 20. Koefisien Korelasi dianalisis dengan menggunakan analisis bivariate correlations. Semua data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 20.

Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan Anak

Anak yang lahir dan yang kemudian dieuthanasi memiliki rataan bobot lahir 1.33±0.044 kg. Sesuai dengan penelitian Mege et al. (2006) dan Lapian et al. (2013) bahwa bobot lahir anak babi berkisar 1.29 kg dan 1.40 kg. Bobot lahir anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG serta anak yang dilahirkan induk yang disuntik NaCl fisiologis pada analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata karena sampel anak yang dieuthanasiaberasal dari induk dengan litter size yang sama, yaitu litter size sedang. Walaupun tidak berbeda nyata secara statistik, anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG memiliki bobot badan yang lebih tinggi. Hal ini memberikan gambaran bahwa secara fisiologis induk babi memberikan respons yang baik terhadap pemberian PMSG dan hCG dalam meningkatkan aktivitas hormon kebuntingan dan faktor pertumbuhan. Hormon yang disekresikan berperan dalam diferensiasi dan perkembangan fetus selama kebuntingan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan fetus untuk beradaptasi dengan lingkungan intrauterus karena bobot lahir sangat dipengaruhi oleh kapasitas plasenta dalam memfasilitasi sirkulasi substrat dari induk ke fetus.

Tabel 3.2 Pengaruh penyuntikan NaCl fisiologis sebagai kontrol dan PMSG-hCG pada induk sebelum pengawinan pada pertumbuhan anak usia 100 hari

Parameter Kelompok Rataan

Kontrol PMSG hCG BBA Lahir (g) 1.29±0.083 1.36±0.038 1.33±0.044 BBA 100 hari (kg) 40.83±1.128a 44.38±0.826b 42.60±0.932 RPBBH (g/hari) 395.38±10.523a 430.13±7.901b 412.75±8.957 PjB (cm) 53.13±0.657a 55.50±0.646b 54.31±0.619 TTD (cm) 26.88±0.515a 29.25±0.595b 28.06±0.578 TTB (cm) 30.13±0.657a 32.25±0.323b 31.19±0.526 PBK (%) 66.67±0.390a 69.02±0.531b 67.85±0.539 Nilai dalam rataan ± standard error; BBA: bobot badan anak, RPBBH: rataan pertambahan bobot badan harian, PBK: Persentase bobot karkas, PjB: panjang badan, TTD: tinggi tungkai depan, TTB: tinggi tungkai belakang; a,b Rataan dengan superskrip

menunjukkan perbedaan secara nyata P<0.05.

Menurut Kühn dan Männer (2015) serta NRC (1998), pertumbuhan anak babi terdiri atas beberapa fase, yaitu fase frestarter (25 sampai 45 kg), grower (46 sampai 70 kg), dan finisher (71 sampai 120 kg). Pada penelitian ini digunakan anak babi pada fase frestarter-grower. Pada fase ini, ternak babi bertumbuh

30

dengan optimal. Anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG memiliki bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis atau kontrol. Demikian juga dengan rataan pertambahan bobot badan harian, panjang badan, tinggi tungkai depan, tinggi tungkai belakang, dan persentase bobot karkas yang diukur pada usia 100 hari menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG memiliki pertumbuhan yang lebih baik (P<0.05) (Tabel 3.2). Hal ini merupakan efek dari penyuntikan PMSG dan hCG yang dapat memperbaiki kualitas kebuntingan induk melalui sekresi hormon kebuntingan (estrogen dan progesteron) sehingga integrasi kinerja uterus dan plasenta secara optimal menyebabkan asupan nutrisi untuk embiro berjalan dengan baik. Hal ini berdampak pada performa anak yang dilahirkan (Manalu dan Sumaryadi 1998). Anak yang lahir dari masa kebuntingan yang baik akan memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik pula sebagai sifat yang diwarisi pada anak sampai periode berikutnya (dewasa).

Perbandingan Rataan CT Gen Target GH dengan Rataan CTGen Kontrol β-

aktin pada qRT-PCR

Pengukuran kualitas mRNA hasil ekstraksi adalah tahap awal yang dilakukan dengan menggunakan spektofotometer, hasil yang didapatkan pada tahapan ini adalah 2.03 ng/µl (260/280 > 1.80 ng/µl), sehingga kualitas mRNA dikatakan baik untuk dilanjutkan ke tahapan selanjutnya yaitu pembuatan cDNA yang akan digunakan di mesin RT-PCR.

Gambar 3.2 Perbandingan CT gen GH (target) dengan gen -aktin (housekeeping gene): H1 sampai H8 adalah CT hati, P1 sampai P8 adalah CT pituitari

Visualisasi data hasil analisis RT-PCR disajikan berupa grafik dan nilai kuantifikasi berupa jumlah copy number DNA setelah diakurasi dengan nilai ambang. CT (cycle threshold) adalah nilai perpotongan antara tingkat fluorescen

sampel dengan rata-rata nilai ambang. Nilai CT mRNA hasil dari qRT-PCR

menunjukkan bahwa gen tersebut terekspresi pada jaringan pituitari dan hati anak babi. Gen target dalam penelitian ini adalah gen GH, sedangkan kontrol

digunakan gen -aktin sebagai gen housekeeping. Hasil pada Gambar 3.2 menunjukkan bahwa mean CT gen target lebih tinggi dibandingkan dengan mean CT -aktin. Aktin adalah protein yang sangat penting bagi sel eukariotik. Protein

ini berperan penting dalam membentuk jaringan yang memberikan dukungan mekanik sel, menentukan bentuk sel, pergerakan sel, dan juga pembelahan sel.

31, 02 29, 47 27, 39 26, 73 31 32, 51 29, 54 32, 58 24, 03 23, 58 22, 54 24, 12 21, 41 21, 62 22, 82 23, 45 20, 77 19, 03 18, 5 18, 69 23,29 24, 26 22, 59 25, 76 17, 5 16, 42 16, 12 17, 1 15, 8 15, 47 16, 35 15, 91 H 1 H 2 H 3 H 4 H 5 H 6 H 7 H 8 P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8

31

Gen -aktin berbeda dengan α dan aktin yang hanya ditemukan pada sel otot, gen -aktin ditemukan pada hampir semua sel tubuh, dengan tingkat ekspresi yang stabil di berbagai jaringan pada semua tahapan perkembangan. Sifat gen yang seperti ini menjadikan gen aktin digunakan sebagai kontrol internal pada analisis ekspresi gen dengan metode qRT-PCR (Lin dan Redies 2012; Tu et al. 2007).

Ekspresi mRNA Gen GH pada Pituitari dan Hati Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi mRNA gen GH pada jaringan pituitari pada anak babi yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG

sebelum pengawinan memiliki nilai ΔCT = 6.78±0.36, sedangkan pada anak yang

dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis sebagai kontrol menunjukkan

ΔCT = 6.44±0.81 (Tabel 3.3). Nilai ΔCT pada pituitari secara kuantitatif

memperlihatkan bahwa penyuntikan induk dengan PMSG dan hCG sebelum pengawinan dapat meningkatkan ekspresi gen GH pada pituitari anak, namun dalam analisis statistik tidak berbeda secara nyata (P>0.05). Hal ini disebabkan karena sekresi hormon pertumbuhan secara fisologis diatur oleh hipotalamus pada anterior pituitari. GH memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan (Rothschild et al. 2007). Murphy et al. (2008) menyatakan bahwa gen hormon pertumbuhan dan produk proteinnya hormon pertumbuhan GH sangat berperan penting dalam reproduksi dan embriogenesis dan pertumbuhan lainnya. Kadar hormon pertumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, nutrisi, suhu, puasa, pola tidur, dan usia. Umur ternak yang digunakan dalam penelitian ini masih dalam masa pertumbuhan yang pesat sehingga nilai ekspresi gen GH juga tinggi pada jaringan pituitari anak babi.

Tabel 3.3 Ekspresi mRNA gen GH pada pituitari dan hati anak babi yang dilahirkan oleh induk kontrol dan induk yang disuntik PMSG-hCG sebelum pengawinan

Parameter Kelompok Rataan

Kontrol PMSG – hCG

ΔCT pituitari 6.44±0.81 6.78±0.36 6.61±0.89A

ΔCT hati 7.43±0.67a 9.41±1.14b 8.42±1.37B

a,b Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan

secara nyata (P<0.05), A,B superskrip huruf besar pada lajur yang sama menunjukkan

perbedaan secara nyata (P<0.01)

Target utama hormon pertumbuhan (GH) adalah organ hati (Hartman 2000). Nilai kuantitatif ekspresi gen GH pada jaringan hati menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). Anak yang dilahirkan oleh induk yang disuntik PMSG dan hCG

sebelum pengawinan memiliki nilai ΔCT sebesar 9.41±1.14, sedangkan anak yang

dilahirkan oleh induk yang disuntik NaCl fisiologis memiliki nilai Δ CT sebesar

7.43±0.67. Gen GH di hati terekspresi yang ditunjukkan dengan adanya nilai ΔCT.

ΔCT pada organ hati lebih tinggi dibandingkan dengan pada pituitari kerena

setelah pituitari anterior mensekresikan GH maka target GH adalah organ hati. Hati akan memproduksi IGF-1 (Insulin-like Growth Factor-1) dengan aktivasi

32

tirosin kinase yang memiliki potensi untuk mengatur metabolisme dengan mempercepat pengangkutan asam amino melalui membran sel ke dalam sitoplasma (Aguirre et al. 2016). Peningkatan konsentrasi asam amino di dalam sel akan meningkatkan kecepatan sintesis protein dan berdampak pada peningkatan jumlah sel sehingga mempercepat laju pertumbuhan jaringan di berbagai bagian tubuh.

Peningkatan ekspresi gen GH dalam penelitian ini dipengaruhi oleh penyuntikan PMSG dan hCG pada induk sebelum pengawinan, yang kemudian memperbaiki kondisi kebuntingan sehingga menghasilkan anak dengan kualitas pertumbuhan yang baik, melalui perbaikan kualitas kebuntingan induk, lewat perbaikan lingkungan uterus dengan peningkatan sekresi hormon-hormon kebuntingan (Manalu et al. 1999). Sejalan dengan hasil penelitian dari Meinhart dan Ho (2006) estrogen yang meningkat dapat mempengaruhi pelepasan GH. Sehingga menyebabkan pertumbuhan anak babi dalam penelitian ini menjadi lebih cepat dan tumbuh dengan baik akibat aktivitas GH. Menurut penelitian dari Bygren et al. (2014) kondisi dalam rahim induk bisa mempengaruhi kesehatan anak bukan saja ketika bayi, tapi sampai usia dewasa.

Level Ekspresi mRNA Gen GH pada Pituitari dan Hati Anak

Nilai ekspresi gen GH pada jaringan pituitari dan hati anak babi dalam penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0.01) di mana gen GH lebih tinggi terekspresi pada jaringan hati dibandingkan dengan jaringan pituitari, seperti yang disajikan pada Tabel 3.γ. Nilai Δ CT pada pituitari ialah 6.61±0.89,

Dokumen terkait