Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat disiplin belajar siswa di SMP YMJ Ciputat serta hubungannya dengan prestasi belajar. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober sampai dengan 12 November 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif-korelasional. Metode deskriftif digunakan untuk mengetahui tingkat disiplin belajar siswa, sedangkan metode korelasional digunakan untuk mengetahui hubungan disiplin belajar siswa dengan prestasi belajarnya. Instrument yang digunakan untuk mengukur disiplin belajar adalah angket yang terdiri dari 33 item soal. Sedangkan untuk mengukur prestasi belajar digunakan nilai hasil MID semester ganjil tahun ajaran 2010 – 2011. Setelah dilakukan pengukuran terhadap disiplin belajar, didapat nilai mean (rata-rata) skor hasil angket sebesar 98, ini berarti disiplin belajar siswa di SMP YMJ Ciputat berada pada tingkat tinggi. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara disiplin belajar dengan prestasi belajar, digunakan rumus korelasi dari Karl Pearson. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai r-hitung= 0,166, yang berarti nilai korelasi sangat rendah/tidak berkorelasi. Uji signifikasi dilakukan untuk menguji hipotesis, yaitu dengan membandingkan nilai r-hitungdengan r-tabel. Jumlah sampel (N=64) pada taraf signifikan 5% didapat nilai r-tabel = 0,244, pada taraf signifikan 1% didapat nilai r-tabel= 0,317. Berarti r-hitung < r-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara disiplin belajar siswa dengan prestasi belajarnya. Disiplin belajar siswa hanya memberikan kontribusi sebesar 2,8% terhadap prestasi belajarnya.
i ke khadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Disiplin Belajar Siswa SMP YMJ Ciputat dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar”. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjunan kita yakni habiibanaa wanabiiyanaa Muhammad saw, serta kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Sebagai makhluk sosial, tidak dapat dipungkiri bahwa penulis tidak dapat
hidup sendiri. Penulis membutuhkan bantuan dari berbagai pihak agar penulisan
skripsi ini selesai dengan baik. Untuk itu, sebagai ungkapan rasa hormat, penulis
haturkan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2. Bapak Drs. Rusdi Zakaria, M.Ed., M.Phil., selaku ketua jurusan
Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
3. Bapak Drs. H. Mu’arif SAM, M.Pd., selaku Ketua Prodi Manajemen
Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, serta sebagai pembimbing skripsi yang senantiasa
meluangkan waktu untuk memberikan saran dan pengarahan kepada
penulis,
4. Bapak Drs. Trisno Yulianto selaku kepala SMP YMJ Ciputat yang telah
memberikan izin penelitian di sekolah yang bapak pimpin,
5. Bapak Pranowo, BA. dan ibu Nurchasanah, S.Pd., selaku wali kelas
VIII-A dan VIII-B yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data
penelitian,
6. Bapak Slamet Riyanto, selaku kepala TU SMP YMJ Ciputat yang juga
telah banyak membantu dalam pengumpulan data penelitian,
7. Para guru dan staf SMP YMJ Ciputat yang telah memberikan kemudahan
ii 9. Sahabat terbaikku, Siti Najjmiatul Ulum Rinnike, terimakasih atas
kesabarannya untuk selalu memberi motivasi,
10.Teman-teman satu kelas, Aminah, Husna, Lilis, Ryna, Fifi, Hany, Erma,
Nova, Maison, Asep, Qory, Mukhlis, Sirajd, Uci, Fery, Kucay dan pak
Wahyu, terima kasih atas senyuman manis kalian,
11.Saudara tercinta, Mulyadi akhyar, terima kasih atas pinjaman laptopnya,
serta
12.Semua pihak yang tidak dapat lagi disebutkan satu per satu. Semoga Allah
SWT memberikan balasan yang berlipat atas kebaikan kalian semua.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila masih terdapat kesalahan
dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis memohon
kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 17 Desember 2010
iii LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan dan Manfaat penelitian... 5
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Disiplin ... 6
B. Belajar ... 8
C. Disiplin Belajar Siswa ... 9
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Belajar Siswa ... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 15
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 15
C. Metode Penelitian ... 15
D. Populasi dan Sampel ... 15
E. Teknik Pengumpulan Data ... 15
F. Instrumen Penelitian ... 16
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Identitas Sekolah ... 18
B. Deskripsi Data ... 21
C. Analisis dan Interpretasi Data ... 24
iv A. Lampiran 1 (Angket Penelitian) ...
iii LEMBAR UJI REFERENSI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 7
1. Prestasi Belajar Siswa ... 7
a. Pengertian Prestasi Belajar ... 7
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar ... 12
2. Disiplin Belajar Siswa ... 16
a. Pengertian Disiplin Belajar ... 16
b. Pengelompokan Disiplin Belajar ... 19
c. Strategi Mendisiplinkan Siswa ... 20
d. Ciri-ciri Sekolah yang Memiliki Disiplin Baik ... 22
B. Kerangka Berfikir ... 24
C. Pengajuan Hipotesis ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 26
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26
iv
F. Instrumen Penelitian ... 28
G. Teknik Pengumpulan Data ... 34
H. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ... 35
I. Hipotesis Statistik ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Objek Penelitian ... 38
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 50
C. Keterbatasan Penelitian ... 61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA
vi
TABEL 3.2: Skor Pernyataan Positif dan Negatif Skala Likert ... 30
TABEL 3.3: Perhitungan Nomor Item Valid dan Drop ... 31
TABEL 3.4: Tingkat Disiplin Siswa ... 35
TABEL 4.1: Sarana dan Prasarana ... 41
TABEL 4.2: Data Guru SMP YMJ Tahun 2010 ... 43
TABEL 4.3: Data Jumlah Siswa SMP YMJ Tahun 2010... 45
TABEL 4.4: Jumlah Skor Hasil Angket ... 51
TABEL 4.5: Distribusi Frekuensi ... 53
TABEL 4.6: Rata-Rata Nilai MID SMP YMJ ... 54
[image:8.612.132.541.54.427.2]TABEL 4.7: Distribusi Frekuensi ... 56
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kualitas pendidikan tidak ada habisnya diperbincangkan oleh
masyarakat yang peduli terhadap pendidikan, karena memang kualitas
pendidikan merupakan salah satu bagian pembangunan yang sangat penting
dan strategis dalam memajukan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya merupakan upaya
berkelanjutan yang memerlukan keterlibatan semua pihak (masyarakat, guru
dan siswa), salah satunya dengan menerapkan disiplin belajar bagi para siswa.
Kualitas sebuah lembaga pendidikan bisa dilihat antara lain dari tingkat
disiplin para siswanya. Oleh karena itu, sekolah yang berkualitas biasanya
telah menerapkan disiplin yang tinggi pada siswanya.
Setiap sekolah pasti memiliki cara tersendiri dalam mendisiplinkan
siswanya. Ada yang menggunakan cara tradisional (dengan kekerasan), ada
juga yang menggunakan cara lain yang dinilai lebih efektif. Mendisiplinkan
anak dengan membentak, menendang, memukul dan lain sebagainya, mungkin
bagi sebagian orang dianggap sebagai cara yang paling efektif untuk
mendisiplinkan anak, karena dapat memberikan efek jera untuk melakukan
tindakan indisipliner. Tetapi, tidak jarang cara tersebut justru membuat anak
merasa takut yang berlebihan dan akhirnya depresi. Perlu diingat bahwa
sekolah merupakan lembaga pendidikan dan bukan lembaga kekerasan.
Pendisiplinan anak dengan kekerasan, penulis kira sudah tidak relevan lagi
dengan perkembangan zaman. Untuk itu, perlu dipikirkan bagaimana cara
mendisiplinkan anak yang paling efektif.
Disiplin berkaitan dengan ketaatan dan peraturan. Sebelum disiplin
diterapkan perlu dibuat peraturan atau tata tertib yang benar-benar realistik
menuju suatu titik, yaitu kualitas. Selanjutnya adalah merancang bagaimana
cara menerapkan aturan tersebut sehingga setiap siswa dengan sadar bisa
mematuhi semua peraturan yang ada.
Telah menjadi sebuah fenomena umum, bahwa siswa baru mau belajar
ketika mengetahui akan ujian, itu pun dilakukan pada malam sebelumnya.
Waktu luang yang ada biasanya digunakan untuk berleha-leha seperti
bermain, menonton televisi dan lain sebagainya. Di sekolah misalkan, waktu
luang biasanya dipakai untuk bersenda gurau di kelas, mengobrol di kantin
atau pun bermain-main di taman sekolah. Padahal seharusnya waktu luang
tersebut dimanfaatkan secara maksimal untuk belajar misalkan dengan
mengadakan diskusi kelompok atau membaca buku di perpustakaan.
Membicarakan tentang disiplin di sekolah, tidak dapat dilepaskan dari
perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa
akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat menghawatirkan, seperti: tawuran, narkoba,
pencurian serta berbagai tindakan yang menjurus pada tindak kriminal
lainnya sampai kepada sex bebas. Tentu saja hal ini bukan hanya
membahayakan diri sendiri tetapi juga membahayakan orang lain. Di
lingkungan sekolah, berbagai kasus pelanggaran terhadap berbagai aturan
sekolah masih saja banyak ditemukan, seperti kasus bolos, merokok di
sekolah, premanisme, pencurian, sampai kepada tindakan asusila. Hal ini
tentunya membutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak terkait.
Telah kita ketahui bersama, masa remaja adalah masa pencarian jati
diri, masa dimana rasa ingin tahu dan mencoba sangat tinggi. Jika tidak
yang menjerumuskan. Mereka belum dapat memahami dengan baik apa yang
mereka lakukan. Hal ini menjadi tanggung jawab para pendidik untuk
memberikan pengertian dan pemahaman, bukan dengan kekerasan, dimarahi,
diintimidasi atau bentuk lain yang memberikan pengaruh buruk pada psikis
mereka. Perlu sikap dan pemikiran yang matang agar mereka benar-benar
bisa mengetahui, memahami dan pada akhirnya menyadari bahwa yang
mereka lakukan adalah perbuatan yang kurang baik dan dapat merugikan
tidak hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain.
Disinilah pentingnya peranan sekolah. Sekolah diharapkan mampu
mengembangkan berbagai potensi baik akademiknya maupun
kepribadiannya. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.20 Tahun
2003 tentang tujuan Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab 1.
Dengan adanya Undang-undang tersebut, maka dari waktu ke waktu bidang
pendidikan harus tetap menjadi prioritas dan menjadi orientasi untuk
diusahakan perwujudan sarana dan prasarananya terutama untuk sekolah. Salah
satu tugas pokok sekolah adalah menyiapkan siswa agar ia dapat mencapai
perkembangannya secara optimal
Untuk mencapai hasil belajar yang baik, dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Menurut Daryanto, setidaknya ada dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi kondisi fisik, psikologis (meliputi
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan) serta
faktor kelelahan. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat.2
1
Depdiknas RI, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas, 2003), hlm.8
2
Hasil penelitian terkait menunjukan bahwa disiplin mempengaruhi
prestasi belajar.3 Hasil penelitian lain yang dilakukan Hilda Mutia dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Kedisiplinan Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMK Muhammadiyah 01 Ciputat”, menunjukan bahwa kedisiplinan siswa memberikan pengaruh terhadap prestasi belajarnya sebesar
24 %.4 Kedua hasil penelitian ini menunjukan bahwa kedisiplinan mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Jika disiplin belajar seorang siswa
rendah, maka prestasi belajarnya pun akan rendah, begitu pula sebaliknya.
Bulan Februari hingga Mei 2010, penulis mengadakan pengamatan di
SMP YMJ Ciputat melalui program PPKT (Praktik Profesi Keguruan
Terpadu). Selama periode itu, penulis menemukan permasalahan disiplin para
siswanya, terutama disiplin dalam belajar. Tindakan indisipliner siswa telah
menjadi kebiasaan sehingga menjadi ciri khas sekolah ini. Siswa terbiasa
datang telat ke kelas atau bahkan membolos, meninggalkan sekolah sebelum
jam pelajaran selesai, tidak mengerjakan tugas dari guru, dan lain sebagainya.
Boleh jadi, penyebab masalah ini ditularkan oleh kebiasaan buruk
kakak kelasnya terdahulu atau lebih disebabkan karena letak sekolah yang
berada di tengah-tengah permukiman warga dengan tidak memiliki gerbang
utama sehingga siswa bisa datang dan pergi dari sekolah tanpa pengawasan.
Uniknya, pihak sekolah sepertinya membiarkan masalah ini terus terjadi.
Penulis tidak melihat adanya upaya serius yang dilakukan pihak sekolah,
misalkan oleh wakasek bidang kesiswaan atau guru BK untuk menangani
masalah tersebut. Masyarakat sekitar pun seperti telah menutup mata dan
bersikap acuh.
Masalah ini tentunya menarik untuk dilakukan penelitian.Untuk itu,
penulis bermaksud akan melakukan penelitian terhadap masalah tersebut yang
3
Nurbani Amien, Kedisiplinan Guru dan Penggunaan pendekatan Student Center (Studi analisi-korelatif MTSN Ciwaringin), Tesis Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hlm.148, t.d.
4
Hilda Mutia Sari, Pengaruh Kedisiplinan Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa di
SMK Muhammadiyah 01 Ciputat, Skripsi FITK UIN Syarif Hidayatullah,
kemudian diberi judul “Disiplin Belajar Siswa SMP YMJ Ciputat dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat diidentifikasikan berbagai masalah yaitu sebagai berikut:
1. Siswa sering membolos sekolah,
2. Siswa sering tidak mengerjakan tugas dari guru,
3. Siswa sering terlambat datang ke sekolah,
4. Beberapa siswa sering terlibat tawuran,
5. Beberapa siswa sering merokok di lingkungan sekolah,
6. Nilai hasil MID siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010 – 2011
cukup rendah,
7. Beberapa siswa tidak mengikuti seluruh MID mata pelajaran,
8. Siswa yang tidak mengikuti seluruh MID mata pelajaran, tidak mengikuti
ujian susulan sesuai jadwal yang telah ditentukan sekolah,
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan karena keterbatasan waktu, biaya
serta kemampuan akademik penulis, penelitian ini dibatasi pada:
1. Disiplin belajar yang dimaksud adalah ketaatan siswa terhadap peraturan
yang berlaku di dalam kelas, di lingkungan sekolah maupun di luar
sekolah yang berkaitan dengan proses pembelajaran siswa.
2. Siswa yang dimaksud adalah seluruh siswa SMP YMJ Ciputat yang
terdaftar pada semester ganjil tahun ajaran 2010 – 2011.
3. Prestasi belajar yang dimaksud adalah nilai mid semester ganjil tahun
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah sebagaimana telah
dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah tingkat disiplin belajar siswa SMP YMJ Ciputat pada
semester ganjil tahun ajaran 2010 – 2011?
2. Bagaimana prestasi belajar siswa SMP YMJ Ciputat pada semester ganjil
tahun ajaran 2010 – 2011?
3. Bagaimanakah hubungan tingkat disiplin belajar siswa SMP YMJ Ciputat
dengan prestasi belajarnya?
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan nilai guna bagi:
a. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Prodi. Manajemen Pendidikan, untuk menambah literatur
kajian tentang disiplin belajar siswa dan pengaruhnya terhadap prestasi
belajar siswa,
b. SMP YMJ Ciputat, sebagai bahan rujukan untuk mengadakan evaluasi
terkait dengan disiplin belajar siswanya,
c. Mahasiswa, sebagai kajian/referensi dalam menambah wawasan dan
pengetahuan tentang disiplin belajar dan hubungannya dengan prestasi
belajar siswa,
d. Penulis, sebagai salah satu syarat mendaptkan gelar S.1 (Strata Satu)
Jurusan Kependidikan Islam, Prodi. Manajemen Pendidikan, UIN
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. DESKRIPSI TEORITIS 1. Prestasi Belajar Siswa
a. Pengertian Prestasi Belajar
Dalam banyak hal, manusia selalu dituntut untuk dapat
berprestasi. Berprestasi dalam pelajaran di sekolah, berprestasi dalam
kegiatan ekstra kurikuler, berprestasi dalam berbagai ajang
perlombaan, atau pun berprestasi dalam bidang pekerjaan. Seseorang
akan mendapatkan label berprestasi ketika ia menjadi yang terbaik.
Seorang siswa misalkan, dikatakan berprestasi ketika selalu mendapat
nilai A dalam ujian, menjadi juara kelas, mendapatkan medali
olimpiade dan lain sebagainya.
Merujuk pada uraian di atas, berarti prestasi hanya bisa dicapai
oleh siswa yang selalu mendapat nilai A dalam ujian, menjadi juara
kelas, atau hanya oleh siswa yang berhasil mendapatkan medali
olimpiade. Jika memang benar begitu adanya, berarti prestasi hanya
bisa dicapai oleh sebagian kecil siswa.
Contoh-contoh tersebut di atas merupakan hasil yang bisa
diperoleh sisiwa setelah melalui suatu proses yang dinamakan belajar.
Seorang siswa bisa menjadi juara kelas atau menjuarai olimpiade mata
pelajaran karena ia berhasil dalam belajar. Oleh karena itu, agar dapat
berprestasi manusia perlu belajar.
Allah SWT berfirman dalam QS. an-Nahl ayat 78 yaitu sebagai
berikut :
Artinya : “Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu, sedangkan kamu tidak mengetahui satu apapun, dan dia berikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Berdasarkan ayat tersebut diketahui bahwa tidak ada satu
pengetahuan pun yang dimiliki manusia pada saat dia lahir. Untuk itu,
manusia perlu belajar agar memiliki ilmu.
Belajar tidak pernah terlepas dari kehidupan sehari-hari. Secara
psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan dalam tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam tingkah
laku.1
Dalam menjalani kehidupan, dengan segala cara manusia pasti
akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui
usaha-usaha itulah, manusia akan mendapatkan berbagai pengetahuan dan
kecakapan baru. Proses ini secara tidak langsung dinamakan belajar,
yaitu belajar dari pengalaman. Slameto mendefinisikan belajar sebagai
“suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memeperoleh
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”2.
1
Daryanto, Belajar dan Mengajar, (Bandung: Yrama Widya, 2010), Cet.I, hlm.2 2
Muhibbin Syah mendefinisikan belajar sebagai “tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif”.3
Sementara itu, W.S. Winkel merumuskan pengertian belajar
sebagai “suatu aktifitas mental/psikis, yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”.4 Sejalan dengan tiga pendapat tersebut, Witherington sebagaimana
dikutip oleh Nana Syaodih mengungkapkan bahwa “belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan
sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”5.
Dari beberapa pendapat tentang belajar di atas, diketahui
terdapat satu kesamaan bahwa suatu proses belajar menghasilkan
perubahan (baik berupa perubahan pengetahuan, perubahan
kemampuan maupun perubahan perilaku) pada diri yang
bersangkutan. Namun, perlu diketahui bahwa tidak setiap perubahan
diakibatkan dari suatu proses belajar, melainkan ada
perubahan-perubahan tertentu yang diakibatkan oleh lain hal, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Winkel. Perubahan-perubahan tersebut adalah:
(1) Perubahan akibat kelelahan fisik. Seorang atlit lari marathon misalkan, kecepatan larinya akan jauh berkurang ketika setelah
melakukan lari marathon, ia kembali berlari.
3
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) cet.1, hlm.64
4
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo,1996), cet.IV, hlm.53 5
(2) Perubahan akibat menggunakan obat. Misalnya, orang yang menginjeksi tubuhnya dengan obat bius akan mengalami
perubahan pada alam pikiran dan perasaannya.
(3) Perubahan akibat penyakit parah atau trauma fisik. Misalnya, anak yang menderita hidrosefalus akan mengalami perubahan
penambahan ukuran besar kepala.
(4) Perubahan akibat pertumbuhan jasmaniah. Misalkan, perubahan bentuk badan, berat, tinggi dan lain sebagainya.6
Dengan berpegang pada beberapa rumusan belajar di atas,
maka jelaslah bahwa berbagai kasus perubahan tersebut bukan kasus
gejala belajar.
Dalam pikiran mungkin muncul pertanyaan, perubahan seperti
apa yang termasuk ke dalam gejala belajar? Selanjutnya, Daryanto
mencoba menjelaskan berbagai bentuk perubahan yang termasuk ke
dalam gejala belajar sebagai berikut: 7
(1) Perubahan terjadi secara sadar. Berarti bahwa seseorang yang
belajar akan menyadari adanya perubahan pada dirinya, misalkan
dengan merasakan bertambahnya pengetahuan atau kecakapan.
(2) Perubahan dalam belajar bersifat cotinue dan fungsional. Sebagai
hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan. Satu perubahan yang terjadi
akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan atau proses belajar berikutnya. Seseorang yang belajar
menulis misalkan, dari tidak dapat menulis kemudian dia akan
dapat menulis. Secara bertahap kemampuannya akan bertambah
sehingga kemampuan menulisnya menjadi sempurna.
(3) Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif. Dengan belajar
seseorang senantiasa akan merubah dirinya menjadi yang lebih
baik. Semakin banyak ia belajar maka akan semakin baik
6
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran…, Cet.IV, hlm.53-54 7
perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif
maksudnya adalah bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan
sendirinya, melainkan ada usaha yang dilakukan oleh orang yang
bersangkutan.
(4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Misalkan
seorang anak yang belajar bersepeda sampai lancar kemudian untuk
waktu yang lama ia tidak bersepeda lagi. Ketika setelah dewasa
mencoba lagi bersepeda, ia tidak akan lupa sama sekali bagaimana
cara menyeimbangkan tubuhnya di sepeda.
(5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang hendak
dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku
yang benar-benar disadari.
(6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi
perubahan keseluruhan tingkah laku jika seseorang belajar sesuatu,
sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh dalam sikap keterampilan, pengetahuan dan
sebagainya.
Dengan demikian jelaslah bahwa dengan belajar, maka
seseorang akan mengalami perubahan dalam dirinya. Namun, tidak
semua perubahan diakibatkan dari proses belajar, melainkan pada
hal-hal tertentu perubahan diakibatkan oleh hal-hal lain, seperti; perubahan
yang diakibatkan dari kelelahan fisik, perubahan yang diakibatkan dari
penggunaan obat, perubahan akibat penyakit parah atau trauma fisik,
serta perubahan akibat pertumbuhan jasmaniah. Perubahan yang
tergolong ke dalam aktifitas belajar yaitu; perubahan terjadi secara
sadar, perubahan dalam belajar bersifat cotinue dan fungsional,
perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif, perubahan dalam
belajar bukan bersifat sementara, perubahan dalam belajar bertujuan
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar
Belajar sebagai proses perubahan tingkah laku baik yang
berkaitan dengan aspek kognitif, apektif maupun psikomotorik,
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat
digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut:8 1) Faktor endogen (dalam diri anak)
a) Faktor fisiologis; meliputi faktor kesehatan fisik pada
umumnya dan kesehatan indera pada khususnya. Sehat indera
artinya ia tidak tuna rungu, tuna netra dan sebagainya. Secara
singkat, keberhasilan belajar dipengaruhi oleh kesehatan
fisiknya.
b) Faktor psikologis; keberhasilan belajar juga dipengaruhi oleh
suasana psikologis pelajar. Di anatara faktor psikologis yang
memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar
antara lain adanya:
- Sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki sesuatu,
- Sifat yang kreatif, inovatif dan akseleratif (sifat
perubahan dan maju),
- Motivasi untuk mendapatkan simpati dan penghargaan
baik dari sekolah, guru dan orang tua,
- Sifat kompetitif (persaingan sehat) antara pribadi dalam
meraih prestasi belajar,
- Suasana tenang, senang dan rasa aman apabila
menguasai pelajaran secara baik dan berprestasi tinggi.
2) Faktor eksogen (luar diri anak)
a) Faktor instrumental; merupakan faktor lingkungan yang
diciptakan oleh manusia. Termasuk kedalamnya adalah
pendidik itu sendiri, kurikulum, program, serta alat
8
(perpustakaan, laboratorium, sarana dan prasarana, dan tata
tertib).
b) Faktor lingkungan; meliputi lingkungan sosial dan
lingkungan alamiah.
Jika kita perhatikan poin-poin yang secara psikologis
mempengaruhi keberhasilan belajar, terlihat bahwa yang dimaksud
belajar tersebut adalah belajar dalam situasi formal di sekolah.
Walaupun dalam kenyataannya kita mengenal tri pusat pendidikan
yakni pendidikan di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Namun
dari ketiga tersebut yang paling menonjol peranannya adalah sekolah
(formal). Jadi, secara tidak sadar jika kita membicarakan belajar maka
pikiran kita akan langsung tergiring pada situasi belajar di sekolah
formal.
Sejalan dengan Darsono, Nana Syaodih juga mengelompokan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang ke
dalam dua kelompok besar yaitu faktor dalam diri individu, dan faktor
lingkungan. Faktor dalam diri inividu meliputi faktor jasmaniah
(termasuk ke dalam faktor ini yaitu: kesehatan badan serta kondisi
kesehatan panca indera) dan faktor psikis atau rohaniah (termasuk ke
dalam faktor ini yaitu kondisi kesehatan psikis,
kemampuan-kemampuan intelektual, soaial, psikomotor serta kondisi afektif dan
kognitif dari indifidu). Faktor lingkungan meliputi kondisi lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.9
Sementara itu Wasty Soemanto mengemukakan terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor-faktor stimuli
belajar, faktor-faktor metode belajar serta faktor-faktor individual.
Stimuli belajar merupakan segala hal di luar individu yang
merangsang individu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar.
Stimuli dalam hal ini mencakup panjangnya bahan pelajaran, kesulitan
bahan pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat atau ringannya
9
tugas, serta suasana lingkungan eksternal (cuaca, waktu, kondisi
tempat, penerangan dan sebagainya). Ke-dua adalah faktor-faktor
metode belajar. Metode mengajar yang digunakan oleh guru sangat
mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh siswa, sehingga akan
menentukan berhasil atau tidaknya siswa menguasai materi pelajaran.
Terakhir adalah faktor-faktor individual. Faktor ini meliputi hal-hal
berikut yaitu: kematangan, usia kronologis, jenis kelamin, pengalaman
sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi
kesehatan rohani, dan motivasi.10
Jika kita cermati bersama, dari ketiga pendapat tersebut
sebenarnya terdapat kesamaan. Walaupun pada pendapat yang ke-tiga
ada sedikit perbedaan dimana ia mengelompokannya kedalam tiga
faktor, namun pada dasarnya terdapat dua faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar yaitu: (1) Faktor internal, meliputi kesehatan fisik dan
psikologis, motivasi, usia, jenis kelamin, pengalaman, serta kapasitas
mental. (2) Faktor eksternal, meliputi lingkungan keluarga seperti
suasana rumah serta motivasi belajar yang diberikan keluarga,
lingkungan sekolah meliputi suasana belajar di kelas, guru, kurikulum
dan ketersediaan berbagai fasilitas belajar, lingkungan masyarakat
meliputi suasana lingkungan tempat tinggal, teman bermain dan lain
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa agar dapat
berprestasi, siswa harus belajar. Karena, dengan belajar seorang siswa
akan mendapatkan berbagai macam perubahan. Perubahan tersebut,
yaitu: pertama aspek kognitif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan. Kedua, aspek afektif meliputi perubahan-perubahan dalam segi aspek mental, perasaan dan
kesadaran. Ketiga, aspek psikomotorik, meliputi perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan motorik seperti penguasaan keterampilan
10
baru. Namun, harus diketahui bahwa tidak semua perubahan itu
diakibatkan dari hasil belajar. Perubahan akibat proses belajar terjadi
secara sadar, terarah, bersifat continue dan menetap, serta meliputi seluruh aspek tingkah laku.
Setiap perubahan yang diperoleh dari proses belajar dapat
diukur ketercapaiannya. Inilah yang kita kenal dengan ”prestasi”. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Prestasi mengandung pengertian “hasil yang diperoleh dengan kerja keras
yang dilakukan oleh seseorang”.11 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata prestasi mempunyai arti ”hasil yang telah dicapai (dari
yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya)”.12 Menurut Nana Sudjana, ”prestasi (hasil belajar) adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”13. Dengan demikian, prestasi merupakan hasil atau
kemampuan-kemampuan yang diperoleh seseorang setelah ia melakukan atau
mengerjakan sesuatu. Prestasi belajar seorang siswa biasa diketahui
setelah dilakukan tes hasil belajar. Hasil tes tersebut kemudian
dinyatakan dalam bentuk skor atau angka. Besar kecilnya skor yang
diperoleh peserta didik menunjukan besar kecilnya hasil usaha yang
dilakukan peserta didik tersebut, sehingga dari prestasi itu dapat
dilihat kesungguhan siswa dalam belajar.
Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
hasil (berupa penguasaan pengetahuan dan atau keterampilan tertentu,
yang dinyatakan dalam bentuk skor atau angka) yang diperoleh siswa
setelah mengalami proses belajar. Sebagaimana diungkapkan di atas,
prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal
dan eksternal. Faktor internal, meliputi kesehatan fisik dan psikologis,
11
Djalinus Syah, dkk, Kamus Pelajar: Kata Serapan Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), cet. I, h.168
12
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), edisi III, hlm.895
13
motivasi, usia, jenis kelamin, pengalaman, serta kapasitas mental.
Faktor eksternal, meliputi lingkungan keluarga seperti suasana rumah
serta motivasi belajar yang diberikan keluarga, lingkungan sekolah
meliputi suasana belajar di kelas, guru, kurikulum dan ketersediaan
berbagai fasilitas belajar, lingkungan masyarakat meliputi suasana
lingkungan tempat tinggal, teman bermain dan lain sebagainya.
2. Disiplin Belajar Siswa
Ketika mendengar kata disiplin, yang terlintas dalam pikiran adalah adanya hukuman. Namun, perlu diketahui bahwa disiplin bukanlah hukuman, karena hukuman merupakan salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Disiplin dalam arti sempit dapat diartikan dengan
kepatuhan secara ketat pada peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis
yang sudah disetujui bersama. Sedangkan dalam arti luas dapat dikatakan
sebagai kumpulan dari berbagai jenis disiplin yang ada yang secara idiil
mendasarkan diri pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.14
Pada era sekarang maupun masa depan, disiplin merupakan salah
satu faktor penting untuk mencapai keberhasilan tujuan dalam organisasi
apapun juga. Karena tanpa disiplin, organisasi akan mengalami
kehancuran. Dalam Gerakan Disiplin Nasional (GDN), disiplin diartikan
sebagai ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan masyarakat,
bangsa dan Negara yang berlaku, yang dilaksanakan secara sadar dan
ikhlas lahir dan batin, sehingga timbul rasa malu terkena sanksi dan rasa
takut terhadap Tuhan Yang Maha Esa.15 Begitu pentingnya disiplin membuat organisasi yang sangat besar yaitu pemerintah membentuk GDN
sebagaimana disebutkan di atas yang ditujukan untuk seluruh lapisan
masyarakat agar bisa menegakan disiplin.
14
Made Supartha, dkk., Pembinaan Disiplin di Lingkungan Masyarakat Kota Denpasar, (Bali: DEPDIKBUD, Dirjen Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Bali, 1996), hlm.69, t.d.
15
Wardiman Djojonegoro mengemukakan bahwa “disiplin
merupakan suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan dan ketertiban”. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa
“disiplin akan membuat seseorang tahu dan dapat membedakan hal-hal apa
yang seharusnya dilakukan, boleh dilakukan, dan yang tidak sepatutnya
dilakukan”. Pada tingkat individu, disiplin mempunyai tiga aspek, yaitu:
pertama pemahaman yang baik mengenai sistem aturan dan norma yang menumbuhkan kesadaran dan ketaatan pada aturan, kriteria atau standar
yang merupakan syarat untuk mencapai kesuksesan. Kedua,sikap mental yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan
dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak. Ketiga, perilaku yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.16
Sedangkan menurut Arikunto, di dalam pembicaraan disiplin
dikenal dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi
pembentukannya secara berurutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan
ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban.
Ketertiban menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti
peraturan dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu dari luar misalnya
karena ingin mendapat pujian dari atasan. Selanjutnya pengertian disiplin
atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti tata
tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya. Itulah
sebabnya biasanya ketertiban itu terjadi dahulu, kemudian berkembang
menjadi siasat atau disiplin. Orang yang dalam mengikuti peraturan masih
didasarkan atas rasa takut karena ada orang lain atau juga karena didesak
oleh kepentingan pribadi yang lain, belum dapat dikatakan disiplin17.
16
Wardiman Djojonegoro, “Pembudayaan Disiplin Nasional”, dalam Lemhannas.
Disiplin Nasional. (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hlm. 20-21 17
Sementara itu Lindgren sebagaimana dikutip oleh Amir Achsin,
mengemukakan bahwa disiplin memiliki tiga arti utama, yaitu: hukuman (sebagai sanksi karena seseorang telah melanggar aturan atau tata tertib),
pengawasan (dengan memaksa anak untuk berbuat secara teratur sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan), dan latihan (untuk membenarkan dan menguatkan tingkah laku yang baik).18
Dari berbagai pengertian tentang disiplin diatas, dapat
disimpulkan bahwa disiplin merupakan suatu sikap yang secara sadar
mematuhi berbagai peraturan atau norma yang ada, yang telah disepakati
sebelumnya. Disiplin akan terbentuk pada diri seseorang apabila secara
sadar ia mematuhi peraturan atau tata tertib yang ada. Bukan karena
adanya rasa ingin dihormati, mendapat pujian atau hal lainnya.
Disiplin lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap seseorang
dalam suatu sistem nilai budaya yang telah ada di dalam masyarakat,
sementara nilai budaya masyarakat tersebut tercipta dari sistem norma
yang dianut warganya. Dengan demikian, disiplin dibentuk oleh dua unsur
utama yaitu (1) norma dan sikap yang ada pada diri manusia dan (2) nilai
budaya yang ada dalam masyarakat.19 Norma dan sikap merupakan unsur yang ada dan hidup dalam jiwa seseorang yang menentukan corak reaksi
terhadap lingkungannya. Sedangkan nilai budaya merupakan bagian dari
budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi tindakan
warga masyarakat.
Mengingat begitu banyaknya lingkup disiplin, banyak para ahli
yang mencoba mengelompokannya. Sesuai dengan peringkat manusia
(individu, kelompok, masyarakat dan bangsa), Wardiman menggolongkan
disiplin kedalam tiga kategori yaitu:20
18
Amir Achsin, Pengelolaan Kelas dan Interaksi Belajar-Mengajar, (Ujung Pandang: IKIP Ujung Pangdang Press, 1990), cet.2 hlm.61
19
Wardiman, “Pembudayaan Disiplin Nasional”, dalam Lemhannas. Disiplin Nasional..., hlm. 21
20
(a) Disiplin pribadi sebagai perwujudan pribadi yang lahir dari kepatuhan
atas aturan-aturan yang mengatur perilaku individu.
(b) Disiplin kelompok sebagai perwujudan dari sikap taat patuh terhadap
aturan dan norma yang berlaku pada kelompok atau bidang-bidang
kehidupan manusia.
(c) Disiplin nasional yakni wujud disiplin yang lahir dari sikap patuh
yang ditunjukan oleh warga Negara terhadap aturan-aturan atau nilai
yang berlaku secara nasional.
Berdasarkan sumber pembuatnya, disiplin dibedakan atas empat
jenis yaitu:21
(a) Disiplin buatan guru; dimaksudkan untuk menciptakan situasi yang
baik demi berlangsungnya proses belajar mengajar yang kondusif
serta tertib dan teratur.
(b) Disiplin buatan kelompok; peraturan-peraturannya dibuat oleh dan
hanya berlaku untuk kelompok tersebut. Misalkan disiplin yang dibuat
dalam kelompok belajar.
(c) Disiplin yang dibuat diri sendiri; bertujuan sebagai pedoman tindakan
diri. Semakin matang tingkat berfikir seseorang maka maka akan
dibarengi dengan rasa tanggung jawab untuk ikut mengembangkan
kelompok dan pada akhirnya mengembangkan masayaratnya. Agar
bisa sampai ke situ, maka harus dimulai dengan mendisiplinkan diri
sendiri. Misalkan dengan membiasakan diri mempelajari materi
sebelum materi tersebut diajarkan, menanyakan materi yang belum
dimengerti pada guru, tidak menyontek saat ujian dan lain sebagainya.
(d) Disiplin karena tugas; setiap tugas memiliki tingkat disiplin tersendiri
yang mengharuskan dipatuhi oleh orang yang menjalankan tugas
tersebut. Misalkan perbedaan antara tugas guru dan siswa.
Sedangkan berdasarkan tempatnya, disiplin mencakup tiga lingkup,
yaitu: (a) perilaku kedisiplinan di dalam kelas, (b) perilaku kedisiplinan di
luar kelas di lingkungan sekolah, dan (c) perilaku kedisiplinan di rumah22.
21
Tingkat disiplin siswa akhir-akhir ini nampaknya sudah sangat
menghawatirkan. Perilaku negatif seperti merokok, membolos, tawuran
merupakan beberapa contoh tindakan indisipliner yang sering dilakukan
siswa. Masalah ini membutuhkan penanganan serius karena jika tidak
maka akan menghambat proses pembelajaran siswa yang bersangkutan.
Kondisi tersebut menuntut guru untuk bersikap disiplin, arif dan
berwibawa dalam segala tindakan dan perilakunya, serta senantiasa
mendisiplinkan peserta didik agar dapat mendongkrak kualitas
pembelajaran.
Reisman dan Payne sebagaimana dikutif oleh E. Mulyasa
mengemukakan strategi umum mendisiplinkan peserta didik sebagai
berikut:
(a) Konsep diri; strategi ini menyarankan kepada guru untuk menumbuhkan konsep diri siswanya dengan cara bersikap empatik, menerima hangat dan terbuka sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
(b) Keterampilan berkomunikasi; guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
(c) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru harus mampu menjelaskan akibat-akibat yang logis dan alami atas perilaku salah yang telah dilakukannya, sehingga bisa membimbing siswa mengendalikan prilakunya sesuai dengan aturan.
(d) Klarifikasi nilai; strategi ini dilakukan untuk membatu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
(e) Analisis transaksional; menuntut guru untuk bersikap lebih dewasa dalam menghadapi siswa yang bermasalah.
(f) Terapi realitas; guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan di sekolah dan melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajran.
(g) Disiplin yang terintegrasi; guru harus mampu mengendalikan, mengembangkan dan mempertahankan peraturan dan tata tertib sekolah.
(h) Modifikasi perilaku; guru harus mampu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, yang dapat memodifikasi perilaku peserta didik.
22
(i)Tantangan bagi disiplin; guru harus cekatan, terorganisasi, dan tegas dalam mengendalikan disiplin siswa. 23
Sedikit berbeda dengan Reisman dan Payne, Amir Achsin
mempunyai pendapat tersendiri tentang teknik mendisiplinkan siswa yaitu
sebagai berikut:24
(a) Teknik pengaturan arena kelas; terdiri dua bagian, (1) teknik yang digunakan untuk mengatur kelas tradisional, yaitu dengan cara mengatur posisi tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa mempengaruhi perhatian, tingkah laku dan motivasi siswa terhadap
pelajaran. Ada siswa yang senag duduk di depan, ada juga yang tidak,
ada yang senang jika duduk paling belakang, samping kiri, kanan atau
di tengah. Jika terlalu lama duduk di tempat yang sama juga akan
menimbulkan kejenuhan. Untuk itu guru harus memperhatikan tempat
duduk siswanya agar jangan sampai menurunkan perhatian serta
motivasinya untuk belajar. Kedua adalah mengatur struktur atau susunan kelas secara keseluruhan, (kelas yang tersusun rapi, indah dan bersih akan menimbulkan perhatian dan motivasi serta tingkah
laku yang lebih positif daripada kelas yang kotor serta tidak teratur
letaknya. (2) Teknik pengaturan arena kelas utuk metode tertentu, pengaturan tempat duduk untuk metode belajar diskusi, debat, roll-playing atau small group work misalkan akan membutuhkan pengaturan tempat duduk yang berbeda.
(b) Teknik pengurangan kecemasan siswa; kecemasan yang berlebihan
pada siswa misalkan memandang UN sebagai sesuatu yang sangat
menakutkan, justru akan membuat siswa kehilangan gairah untuk
belajar. Untuk itu kelebihan kecemasan itu harus dikurangi dengan
cara: mengadakan pertemuan terbuka antara siswa dengan siswa
maupun siswa dengan guru untuk membicarakan berbagai masalah
23
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), cet.IV, hlm. 124-125
24
belajar yang dialami, mengubah posisi tempat duduk, serta
menggunakan variasi metode belajar yang lebih menarik dan
menyenangkan.
(c) Meningkatkan kecemasan siswa; ada kecemasan-kecemasan minimal
yang perlu dimiliki oleh siswa, misalkan takut jika bolos sekolah,
takut jika mendapat nilai kecil dalam ujian dan sebagainya, tetapi jika
terlalu sedikit maka siswa akan kehilangan gairah untuk belajar karena
dia sama sekali tidak memiliki motivasi untuk belajar. Tugas guru
adalah menjaga agar tingkat kecemasan itu secara positif berada pada
tingkat yang cukup memadai untuk menstimulasi kegiatan belajar dan
mendisiplinkan diri.
Pendapat Reisman dan Payne serta Amir Achsim sebagaimana
dijelaskan di atas, menunjukan bahwa peran guru sangat penting untuk
membentuk disiplin pada diri siswa. Secara aktif guru harus mampu
ngendalikan kelas sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah agar
tercipta suasana belajar yang kondusif sehingga membantu setiap siswa
untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih baik.
Suasana sekolah yang aman, tertib dan disiplin tentunya menjadi
idaman setiap sekolah. Karena salah satu kualitas sekolah dapat dilihat dari
standar disiplin yang diterapkannya. Berkenaan dengan hal itu, Wayson
dan teman-temannya meneliti sejumlah sekolah dan menemukan ciri-ciri
sekolah yang memiliki disiplin baik, sebagaimana dikutip oleh Agus
Suryawan sebagi berikut:
(a) Lingkungan sekolah kondusif untuk bekerja secara disiplin seperti pengajaran berjalan secara efektif, program yang saling menunjang antara satu dengan yang lainnya, program terkoordinasi dengan baik dan lain sebagainya.
(b) Sebagian besar guru memandang sekolah sebagai tempat untuk bekerja dan untuk mendapatkan pengalaman yang sukses dalam mengerjakan sesuatu.
(d) Program sekolah menekankan perilaku positif serta usaha preventif, bukan menitik beratkan pada hukuman.
(e) Menyesuaikan tindakan dengan kebutuhan sekolah dan memberi kesempatan melakukan sesuatu dengan gaya tersendiri.
(f) Mengadakan kerja sama yang kuat dengan para orang tua murid dan masyarakat setempat.
(g) Bersedia menerima kritik dan penilaian secara luas dari berbagai pihak. 25
Setelah dikemukakan banyak pendapat tentang disiplin, dari mulai
pengertian hingga kriteria sekolah yang memiliki disiplin yang baik
sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka sampailah pada kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan disiplin belajar adalah kesadaran yang
timbul dari dalam diri siswa untuk belajar, yaitu dengan mematuhi semua
tata tertib yang berlaku di sekolah maupun di rumah.
Guru mempunyai peranan penting dalam mendisiplinkan siswa.
Guru dituntut untuk lebih sabar, cekatan dan tegas dalam mengendalikan
disiplin siswa. Selain itu guru juga harus memiliki keterampilan
berkomunikasi yang baik, mengetahui karakteristik setiap siswa,
menguasai berbagai metode pengajaran yang aktif dan menyenangkan,
serta keterampilan mengendalikan kelas (misalkan dengan menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan yang memotivasi setiap siswa agar
secara aktif mau belajar).
Disiplin dikelompokan kedalam beberapa bagian. Berdasarkan
peringkat manusia yang melaksanakannya, disiplin dibagi atas disiplin
pribadi, disiplin kelompok dan disiplin nasional. Berdsarkan sumber
pembuatnya, disiplin dibedakan atas disiplin buatan guru, disiplin
kelompok, disiplin buatan diri sendiri dan disiplin karena tugas.
Berdasarkan tempatnya, disiplin dibedakan atas, disiplin di kelas, disiplin
di luar kelas (lingkungan sekolah) dan disiplin di rumah.
25
Pengelompokan disiplin yang terakhir inilah (berdasarkan
tempatnya) yang akan dijadikan indikator kedisiplinan belajar siswa siswa.
Siswa dikatakan mempunyai disiplin belajar yang baik apabila ia telah
disiplin dalam belajar di kelas, di luar kelas (lingkungan sekolah) dan
disiplin dalam belajar di rumah.
2. KERANGKA BERPIKIR
Banyak faktor yang mempengaruhi presatasi belajar seorang siswa,
diantaranya adalah faktor kedisiplinan. Kedisiplinan timbul karena ada
kesadaran dari anak tersebut untuk mematuhi norma-norma (tata tertib) yang
berlaku di sekolah. Idealnya, jika seorang siswa telah berlaku disiplin yaitu
dengan mematuhi tata tertib dan mengerjakan semua tugas sekolah yang
diberikan kepadanya, maka akan berpengaruh baik terhadap prestasi belajar
siswa tersebut. Sebaliknya, jika disiplin belajar seorang siswa rendah, maka
prestasi belajarnya pun akan rendah pula. Walaupun mungkin ada anggapan
lain bahwa hal tersebut tidak dapat serta merta demikian, karena banyak hal
lain yang mempengaruhi prestasi belajar seperti kondisi keluarga, lingkungan
tempat tinggal, ketersediaan fasilitas belajar, atau pun kondisi fisik siswa itu
sendiri.
Dalam penelitian ini, dengan terlebih dahulu tidak memperhatikan
faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa selain disiplin belajar,
akan dicari tahu bagaimana hubungan disiplin belajar siswa dengan prestasi
[image:32.612.136.498.573.663.2]belajarnya.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Disiplin Belajar (X),
Indikator:
a. Berdisiplin di dalam kelas, b. Berdisiplin di luar kelas
(lingkungan sekolah) c. Berdisiplin di rumah,
3. PENGAJUAN HIPOTESIS
1. Hipotesis Nol (Ho): Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
disiplin belajar siswa dengan prestasi belajar siswa.
2. Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang signifikan antara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat disiplin belajar
siswa dan hubungannya dengan prestasi belajar.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP YMJ Ciputat, Jl. Ciputat Raya
no.27 (depan UIN Jakarta), Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang
Selatan. Sedangkan waktu pelaksanaannya dilakukan dari bulan Oktober
hingga November 2010.
C. METODE PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini
digunakan metode deskriftif-korelatif. Metode deskriftif digunakan untuk
mengambarkan keadaan yang sebenarnya tentang disiplin belajar, sedangkan
metode korelatif digunakan untuk mengetahui hubungan disiplin belajar
siswa dengan prestasi belajar.
D. POPULASI DAN SAMPEL 1.Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian1. Populasi terbagi kedalam dua bagian yaitu populasi target dan populasi terjangkau.
a) Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP
YMJ Ciputat yang terdaftar pada semester ganjil tahuan ajaran 2010 –
2011.
b) Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa kelas
VIII yang terdaftar pada semester ganjil tahun ajaran 2010 – 2011,
berjumlah 84 orang. Ada beberapa alasan kenapa dipilih kelas VIII
sebagai populasi terjangkau, yaitu sebagai berikut:
- Sekolah tidak memberikan izin untuk dilakukan penelitian
terhadap kelas IX, karena mereka lebih difokuskan dalam
berbagai program pembelajaran yang telah disusun sekolah
sebelumnya untuk menghadapi Ujian Nasional,
- Kelas VII dianggap belum mampu untuk mengisi angket
penelitian dengan benar karena masih dalam masa transisi dari
tingkat SD ke SMP. Dikhawatirkan jika dipaksakan, maka
hasilnya akan tidak maksimal,
- Maka dipilihlah kelas VIII karena dianggap tidak akan terlalu
mengganggu proses belajarnya, telah memiliki pengalaman
belajar di sekolah tersebut selama 1 tahun, serta dianggap telah
cukup mampu untuk mengisi angket penelitian dengan benar.
2.Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti2. Yang menjadi sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII-A dan VIII-B SMP
YMJ Ciputat yang terdaftar pada semester ganjil tahun pelajaran 2010 –
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12, hal.130
2
2011. Menurut Sugiyono tentang penentuan jumlah sampel dari populasi,
jika jumlah populasi 84 orang dengan taraf kesalahan 5% maka diperoleh
jumlah sampel sebanyak 68 orang.3
E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian terdiri dari, sebagai berikut:
Variabel Bebas (X) : Disiplin Belajar
Variabel Terkait (Y) : Prestasi Belajar
F. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian. Sesuai dengan variabelnya, instrument penelitian yang
digunakan yaitu sebgai berikut:
1. Prestasi Belajar
Instrument yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar adalah
nilai hasil UTS pada semester ganjil tahun ajaran 2010 – 2011.
2. Disiplin Belajar
Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data tentang disiplin belajar adalah angket atau kuesioner tertutup.
Kuesioner tertutup merupaka jenis “kuesioner yang sudah disediakan
jawabannya sehingga responden tinggal memilih”4. Isi kuesioner berjumlah 42 soal pernyataan dengan 4 pilihan jawaban.
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2009), cet. Ke-7, hlm.87
4
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Penelitian (Disiplin Belajar Siswa SMP YMJ Ciputat)
No. Dimensi Indikator No. Butir Soal
1 Disiplin di
dalam kelas
a. Memperhatikan pelajaran.
b. Bertanya atau menjawab
pertanyaan guru.
c. Meminta izin guru untuk masuk
dan keluar kelas.
d. Mencontek hasil pekerjaan teman.
e. Berbuat gaduh di kelas.
f. Memanfaatkan waktu secara
maksimal untuk belajar.
g. Mengumpulkan tugas tepat
waktu.
h. Menjaga kebersihan dan
keindahan kelas.
2, 3 dan 14
1 dan 6
4 dan 31
7 dan 11
9 dan 33
8, 10 dan 12
13 dan 22
36, 37 dan 38
2. Disiplin di
luar kelas
(lingkungan
sekolah)
a. Mematuhi aturan sekolah.
b. Mengucapkan salam.
c. Bolos sekolah.
d. Menjaga kebersihan dan
keindahan sekolah.
e. Menggunakan kata-kata kotor.
f. Izin sebelum meninggalkan
sekolah.
15, 18 dan 22
5, 17 dan 19
21 dan 34
23 dan 35
20 dan 39
16 dan 40
3 Disiplin di
rumah
a. Menyiapkan alat dan bahan
pelajaran.
b. Mengerjakan tugas dari guru.
c. Mengulang materi pelajaran.
d. Memanfaatkan waktu luang.
24, 25 dan 29
26 dan 30
27 dan 42
Untuk menentukan skor pilihan jawaban angket, digunakan skor
pernyataan positif negatif skala Likert. Untuk pernyataan positif, pilihan
jawaban “selalu” mendapat skor 4, “sering” mendapat skor 3,
“kadang-kadang” mendapat skor 2 dan “tidak pernah” mendapatkan skor 1.
Sedangkan untuk pernyataan negatif digunakan skala kebalikannya. Jika
yang dipilih jawaban “selalu” maka akan mendapat skor 1, “sering”
mendapat skor 2 dan seterusnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
[image:38.612.154.531.77.431.2]berikut:
Tabel 3.2
Skor Pernyataan Positif dan Negatif Skala Likert
Pernyataan Kategori
Selalu Sering Kadang-Kadang Tidak Pernah
Positif 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4
a. Uji Validitas Instrument Penelitian
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrument. Sebuah instrument dikatakan valid
apabila instrument tersebut mampu mengukur apa yang hendaknya
diukur.5 Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan rumus product moment dari Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor tiap butir dengan jumlah skor
total.
2 2
2
2 x N y y
x N
y x xy N rxy
Nilai rxy (r-hitung) yang didapat dari perhitungan menggunakan rumus di atas, kemudian dibandingkan dengan nilai
5
kritis. Jika r-hitung > r-kritis maka butir soal valid, sebaliknya jika r-hitung < r-kritis maka soal dinyatakan tidak valid. Menurut Masrun sebagaimana dikutif oleh Sugiono menyatakan bahwa sebuah item
dinyatakan valid apabila memenuhi syarat minimum yaitu jika r ≥ 0,3.
Jadi, kalau korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka
butir dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid.6
Berikut adalah hasil perhitungan item valid dan drop dengan
[image:39.612.146.528.59.685.2]menggunakan rumus Pearson dari program Microsoft Excel:
Tabel 3.3
Perhitungan Nomor Item Valid dan Drop No.
Item
Koefisien Korelasi “r-hitung”
r-
kritis Status1. 0.24 0.3 Drop
2. 0.21 0.3 Drop
3. 0.53 0.3 Valid
4. 0.43 0.3 Valid
5. 0.46 0.3 Valid
6. 0.18 0.3 Drop
7. 0.37 0.3 Valid
8. 0.35 0.3 Valid
9. 0.70 0.3 Valid
10. 0.57 0.3 Valid
11. 0.45 0.3 Valid
12. 0.60 0.3 Valid
13. 0.39 0.3 Valid
14. 0.33 0.3 Valid
15. -0.33 0.3 Drop
16. 0.02 0.3 Drop
6
17. 0.52 0.3 Valid
18. 0.37 0.3 Valid
19. 0.44 0.3 Valid
20. 0.50 0.3 Valid
21. 0.45 0.3 Valid
22. -0.24 0.3 Drop
23. 0.59 0.3 Valid
24. 0.47 0.3 Valid
25. 0.31 0.3 Valid
26. 0.45 0.3 Valid
27. 0.43 0.3 Valid
28. 0.53 0.3 Valid
29. 0.38 0.3 Valid
30. 0.44 0.3 Valid
31. 0.14 0.3 Drop
32. 0.54 0.3 Valid
33. 0.37 0.3 Valid
34. 0.57 0.3 Valid
35. 0.52 0.3 Valid
36. 0.66 0.3 Valid
37. 0.49 0.3 Valid
38. 0.07 0.3 Drop
39. 0.02 0.3 Drop
40. 0.47 0.3 Valid
41. 0.45 0.3 Valid
42. 0.33 0.3 Valid
Dari tabel tersebut diatas, dapat dibaca bahwa dari 42 (empat
puluh dua) item soal terdapat 9 soal drop (tidak valid) yaitu nomor 1, 2,
Selanjutnya, soal yang drop tersebut dibuang (tidak disertakan dalam
instrument).
b. Reliabilitas Instrumen
Suatu instrument dikatakan reliable apabila instrument tersebut
cukup baik sehingga mampu mengungkapkan data yang bisa
dipercaya.7 Dalam penelitian ini, untuk menguji reliabilitas instrument digunakan rumus alpha, yaitu sebagai berikut:
22 11 1 1 t b k k r dengan
n n x x b 2 2 2
Keterangan:r11 =reliabilitas instrument k = banyakanya butir pertanyaan
∑σb2 = jumlah varians butir
σt2 = varians total x = skor butir
n = jumlah responden
Setelah dilakukan penghitungan dengan rumus alpha di atas,
didapat jumlah varians butir (∑σb2) = 29,5022. Selanjutnya adalah mecari nilai varians total, yaitu sebagai berikut:
onden jumlahresp onden jumlahresp total jumlahskor al ratskortot jumlahkuad t 2 2
15 15 1962 258886 2 15 15 3849444 258886 715 6 , 256629 258886 15 4 , 2256 4267 , 150
Keterangan: Tabel penolong untuk perhitungan uji reliabilitas sebagaimana terlampir.
Dengan demikian telah diketahui nilai:
k = 42 ∑σb2 = 29,5022
σt2 = 150,4267 n = 15
Terakhir, nilai-nilai tersebut dimasukan ke dalam rumus
reliabilitas: 4267 , 150 5022 , 29 1 1 42 42 11 r
1 0,196
41 42 823 , 0 823296 , 0 804 , 0 024 , 1
Dengan demikian diketahui nilai koefisien reliabilitas instrument
adalah sebesar 0,823. Karena nilai koefisien reliabilitas tinggi yaitu
0,823, maka dapat dikatakan instrumen bersifat reliabel.
G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data dikumpulkan dengan mengukur tingkat disiplin belajar siswa
menggunakan angket kemudian hasilnya dikorelasikan dengan prestasi
belajar siswa yang diambil dari rata-rata nilai UTS siswa semester ganjil,
H. TEKNIK ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Mengingat metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif-korelatif, maka analisis datanya pun terbagi menjadi dua bagian
yaitu sebagai berikut:
1. Metode deskriftif
Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat disiplin belajar
siswa. Langkah-langkah yang digunakan pertama membuat tabel distribusi frakuensi dari skor hasil angket. Kedua, dari tabel tersebut ditentukan nilai mean (rata-rata) dengan menggunakan rumus:
fi xi fi X
. . Ketiga, setelah didapat nilai rata-rata kemudian
dikonsultasikan dengan tabel berikut untuk menunjukan tingkat disiplin
[image:43.612.148.536.93.521.2]siswa:
Tabel 3.3 Tingkat Disiplin Siswa
No Skor Keterangan tingkat disiplin
1. ≤ 33 Sangat Rendah
2. 34 – 59 Rendah
3. 60 – 85 Sedang
4. 86 – 111 Tinggi
5. 112 – 132 Sangat Tinggi
Setelah dilakukan perhitungan nilai mean(rata-rata) kemudian
didapat nilai tingkat disiplin belajar siswa, selanjutnya adalah
menginterpretasikan data; yaitu dengan cara menentukan nilai prosentase
skor hasil angket per indikator dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai harapan (NH); didapat dengan mengkalikan
jumlah item pertanyaan per indikator dengan nilai tertinggi,
b. Menentukan nilai skor (NS); merupakan nilai rata-rata sebenarnya
c. Menentukan persentase kategorinya, yaitu dengan menggunakan rumus: % 100 NH NS P .
2. Metode Korelasi
Untuk mengetahui tingkat hubungan antara disiplin dengan prestasi
belajar siswa, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mencari angka korelasi menggunakan rumus Product Moment sebagai
berikut:
2 2 22 x N y y
x N y x xy N rxy Keterangan:
rxy : Angka indeks korelasi ”r” Product Moment N : Number of cases
xy : Jumlah hasil perkiraan antara skor x dan skor y
x : Jumlah seluruh skor x
y : Jumlah seluruh skor y8
[image:44.612.147.539.52.465.2]Selanjutnya untuk memberikan interpretasi terhadap rxy, penulis berpatokan pada koefisien korelasi (r) sebagai berikut:
Tabel 3.4
Tabel Interpretasi Nilai r9
Besarnya nilar r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Tinggi Cukup Agak rendah Rendah
Sangat rendah (Tidak berkorelasi)
8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, hal.274
9
[image:44.612.161.507.523.637.2]