• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir Di Nusantara Pada Tahun 1905 Sampai Pasca Kemerdekaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir Di Nusantara Pada Tahun 1905 Sampai Pasca Kemerdekaan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHARUAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM JAMIAT

KHEIR DI NUSANTARA PADA TAHUN 1905 SAMPAI PASCA

KEMERDEKAAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

KOKOM ERNAWATI NIM. 107011001119

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH dan KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan berbagai nikmat yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Baginda Besar Nabi Muhammad saw. Seseorang yang memberikan teladan bagi umatnya dan karena usahanyalah Islam bisa tersebar dan sampai kepada kita hingga saat ini.

Skripsi ini penulis selesaikan untuk memenuhi tugas akhir dalam perkuliahan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan Skripsi

ini, penulis mengetengahkan tema, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam

Jamiat Kheir di Nusantara pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan’. Tema ini diangkat untuk memenuhi kekosongan akan penulisan sejarah pendidikan Islam, khususnya mengenai Lembaga pendidikan Jamiat Kheir dan menggeliatkan kembali kecintaan akan sejarah pendidikan Islam yang sekarang sangat minim di kalangan akademik.

P

enulis juga menghaturkan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak

yang telah terlibat dan sangat berjasa dalam proses penyelesaian penelitian ini. Atas bantuan dan dukungan merekalah, penelitian ini bisa penulis selesaikan. Pihak-pihak yang berjasa tersebut di antaranya adalah:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ibu.Dr.Nurlena Rifa’i, M.A. Ph.D. beserta para

pembantu dekan dan staf jajarannya.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Bahrissalim, M.Ag. dan

Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bpk Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. beserta pengadministrasian jurusan, Bapak Faza Amri, S.Th.I.

3. Dosen penasehat akademik penulis, Bapak Dr. Anshori, L.AL MA, atas

bimbingan yang selama ini telah diberikan.

4. Dosen pembimbing skripsi penulis, Bapak Dr.Zaimudin, M.Ag, yang telah

(7)

ii

5. Kedua orang tua, Ayahanda Tiswan dan Ibunda Ecih Sukaesih yang telah

memberikan segala sesuatu baik material maupun spiritual yang begitu besar, doa dan semangat yang tiada henti sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.

6. Adikku tercinta, Ninin Dwi Ernia, yang memberikan kesadaran penulis untuk

memberikan teladan yang baik.

7. Teman-teman di Rumah Binaan Ar-Royah, Tasqif, Istisyhaad danMustanir

yang telah memberikan momen yang berharga dan tak terlupakan.

8. Musyrifah tercinta, Tri Shinta Wardhani yang setiap saat memberikan lecutan

semangat untuk terus melakukan perubahan dalam kehidupan. Tim Halaqoh yang solid, Isnawati, Nurmala Sari, Anahe Musa.

9. Teman special yang selalu dimintai pendapat dan kritiknya, Mike Martaleta

Novita Sari Gunawan, dan Aknes Febpitasari.Tim Diskusi Jasmerah Islam, Hikmatul Bilqis, Dlia, Teti Nurjannah, Irma, Elitalia, Ayu Fitri, Ela yang membuka kembali pengetahuan penulis mengenai sejarah Islam.

Serta semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Mudah-mudahan Allah swt. memberi balasan yang berlipat ganda, atas segala kebaikan mereka tersebut. Amiin ya Rabbal ‘alamiin.

Jakarta, 12November 2013

Penulis,

(8)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... .i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

1. Identifikasi Masalah ... 7

2. Pembatasan Masalah ... 7

3. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. ManfaatPenelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Definisi Pembaharuan ... 9

B. Pentingnya Lembaga Pendidikandalam Islam... 11

C. Latar Belakang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia ... 14

D. Aspek-aspek Pembaharuan Pendidikan di Indonesia ... 17

E. Gagasan dan Gerakan Pembaharuan Pendidikan ... 18

F. Indikator Pembaharuan Pendidikan Islam ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Jenis Data... 27

B. Teknik Input Data ... 28

C. Langkah-langkahPenelitian ... 29

D. Interpretasi Data ... 33

(9)

iv

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir ... 36

1. Profil Yayasan Jamiat Kheir ... 36

2. Latar Belakang Berdiri Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir ... 37

3. Tujuan Pendirian Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir ... 39

4. Aqidah dan Mazhab Jamiat Kheir ... 42

5. Tokoh Pendiri Jamiat Kheir ... 42

6. Hubungan Jamiat Kheir dengan Lembaga lainnya ... 47

B. Jamiat Kheir Merespon Berbagai Kebijakan Negara ... 48

1. Masa Pemerintah Kolonial Belanda ... 48

2. Masa Pemerintahan Jepang ... 56

3. Masa Pemerintahan Orde Lama ... 59

4. Jamiat Kheir Menghadapi Kebijakan Pendidikan Pada Masa Sekarang ... 63

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

(10)

9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembaharuan di Indonesia mulai berakar pada pergantian abad ke-20, lalu berkembang dari masa ke masa dalam kurun waktu empat puluh tahun, pada tahun 1940 gerakan pembaharuan telah menghujam dalam tanah. Perkembangan dan penyebaran pembaharuan ini berasal dari kelompok-kelompok kecil yang mulanya terpisah satu sama lain, tapi segera menjadi gerakan yang memiliki kekuatan yang diperhitungkan oleh Belanda. Gerakan pembaharuan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pembaharuan di dunia. Insiprasi pembaharuan berasal dari luar Indonesia, terutama datang dari Timur Tengah, khususnya Mekah dan Kairo, yang

merupakan pusat pembelajaran Islam. 1

Di Mekah, pembaharuan dilakukan oleh Abdul Wahab, dengan gerakan pemurnian akidah dari bid‟ah, sedangkan di Kairo, pemikiran baru atau pembaharuan, seperti dari Muhammad Abduh dan Rashid Ridho yang bergerak dalam pendidikan juga, menggelorakan semangat hati mereka.

1

(11)

“Kedatangan bangsa Barat memang telah membawa kemajuan teknologi, tetapi tujuan kedatangan bangsa Barat adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah.Begitu pula di bidang pendidikan.Mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi untuk sekedar menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika

mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat.”2

“Pembaharuan pendidikan seperti yang mereka sebut itu adalah

westernisasi dan kristenisasi, yaitu untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijakan penjajahan Belanda di Indonesia yang berlangsung selama 3,5 abad. Belanda berkuasa mengatur pendidikan dan kehidupan beragama yang mereka sesuaikan dengan prinsip-prinsip yang mereka pegang sebagai kaum imperialis dan kolonialis, yaitu kebarat-baratan (westernisasi) dan misi kristenisasi.”3

Pada zaman Belanda telah didirikan beraneka ragam sekolah, ada Sekolah Dasar, Sekolah II, Hollandsch Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Algemeene Middelbare School (AMS), dan lain-lain. Sekolah-sekolah tersebut seluruhnya hanya mengajarkan mata pelajaran umum, tidak memberikan mata pelajaran agama sama sekali, hal ini terkait dengan kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda. Pada tahun 1905 Belanda memberikan

aturan bahwa setiap guru agama harus minta izin terlebih dahulu.4

Padahal, seperti kita ketahui bahwa setiap orang muslim wajib hukumnya

untuk menuntut ilmu, seperti tertuang dalam Al-Qur‟an surat Al-Alaq, ayat 1-5,

yang berbunyi:



























































Artinya : bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

2

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. Ke-10, h. 146

3

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), h. 49

4

(12)

Pada pertengahan abad ke-19 pemerintah Belanda mulai menyelenggarakan pendidikan model Barat yang diperuntukkan bagi orang-orang Belanda dan sekelompok kecil orang Indonesia (terutama kelompok biasa). Sejak saat itu, tersebar jenis pendidikan rakyat, yang berarti juga bagi umat Islam.Selanjutnya pemerintah memberlakukan politik etis dengan mendirikan dan menyebarluaskan pendidikan rakyat sampai ke pedesaan.Belanda tidak mengakui para lulusan pendidikan tradisional, sehingga mereka tidak bisa bekerja di pabrik maupun sebagai tenaga birokrat.Jadi dengan adanya diskriminasi dalam segala aspek

kehidupan akibat kolonialisme dan feodalisme, maka terdapat banyak tokoh

pemikir dan pejuang rakyat, baik pribadi maupun lewat organisasi yang bangkit dan sadar menolak terhadap perlakuan atas penjajahan tersebut.

Gubernur Jenderal Van Der Capellen pada tahun 1819 M, mengambil inisiatif merencanakan berdirinya Sekolah Dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah Belanda. Dalam surat edarannya kepada bupati tersebut sebagai berikut:

“ dianggap penting untuk secepat mungkin mengadakan peraturan

pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat menaati

undang-undang dan hukum Negara.”5

Politik pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas Islam didasari oleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya dan rasa kolonialisme.Pada tahun 1882 M pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang disebut

Priesterraden.6

Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya politik etis dapat digambarkan sebagai berikut:

(1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda

(ELS, HCS, HIS), Sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, Vgs) dan sekolah peralihan.

5

Zuhairini, Op.Cit, h. 148

6

(13)

(2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HIS, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan.

(3) Pendidikan Tinggi

Selanjutnya dari Surat Keputusan Bersama tersebut secara khusus diperkuat lagi ke dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1950 pada bab XII pasal 20 sebagai berikut:

1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid

menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.

2. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur

dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.

Sementara itu, pada peraturan bersama menteri Pendidikan, Pariwisata dan Kebudayaan dan Menteri Agama nomor 1432/Kab.Tanggal 20 Januari 1951 (pendidikan), nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951 (agama), diatur tentang peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang tersebut.

Dibidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan, dalam hal ini telah dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh KH Imam Zarkasyi dari pondok pesantren Gontor Ponorogo.Kurikulum tersebut

disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.7

Begitulah keadaan Pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan pemerintah pada masa Orde Lama. Pada akhir Orde Lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat Islam, dimana timbulnya minat yang dalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat umat Islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementrian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:

7

(14)

1. Pesantren Klasik

2. Madrasah Diniyah

3. Madrasah-madrasah Swasta

4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)

5. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri

(MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama dua tahun yang memberikan latihan keterampilan sederhana. MIN 8 tahun ini merupakan pendidikan lengkap bagi para murid yang biasanya akan kembali ke kampungnya masing-masing.

6. Pendidikan teologi tertinggi, pada tingkat universitas diberikan resmi sejak

tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua

fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.8

Dalam menjawab tantangan modernisasi dalam pendidikan yang dibawa oleh pemerintah Belanda, maka umat Islam yang terdiri dari berbagai kalangan mulai mendirikan berbagai sekolah, baik dari organisasi Muhammadiyah dengan

Mulo de Met Quran dan HIS Muhammadiyah, dan Sekolah Adabiyahdi Padang

serta Jamiat Kheir yang mendirikan sekolah Jamiat Kheir.

Lembaga pendidikan Jamiat Kheir, didirikan lebih dulu dari sekolah yang lainnya, serta kurikulum yang sudah modern. Didirikan pada tahun 1905 di

Batavia, sekolah ini didirikan para pribumi keturunan Arab, golongan as-Syihab

yang sangat progresif dan berpendidikan. Mereka adalah Sayid Muhammad

al-Fachir bin Abdurrahman al-Masjhur, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab dan Sayid Syehan bin Syihab.

Jamiat Kheir menjadi satu-satunya lembaga pendidikan modern pertama di Nusantara.Dalam Sekolah Jamiat Kheir sudah diajari ilmu berhitung, sejarah dan ilmu bumi.Kurikulum disusun rapi, dan kelas-kelas terorganisir dengan rapi pula.Itu sebabnya ada yang menyebut Jamiat Kheir sebagai sekolah modern pertama di Indonesia.Bahasa pengantar sekolah itu adalah bahasa Melayu.Bahasa Belanda tidak diajarkan, dan sebagai gantinya diajarkan Bahasa Inggris. Para guru

8

(15)

yang didatangkan dari negara-negara Arab kemudian juga mengajarkan api perlawanan terhadap penjajahan.

Kaum Alawiyyin yang juga merupakan para ulama adalah pelopor dalam membangun dan menyelenggarakan lembaga-lembaga pendidikan agama,

pesantren-pesantren, majelis ta‟lim dan sebagainya, yang tersebar di Pulau Jawa

dan di beberapa pulau lainnya. Organisasi Jamiat Kheir didirikan pada tahun 1901 M, lebih bersifat organisasi social kemasyarakatan, dimana tujuan awalnya adalah;

Pertama, membantu fakir miskin, baik dalam segi material maupun spiritual.

Kedua, mendidik dan mempersiapkan generasi muda Islam untuk mampu berperan di masa depan.

Dan yang ketiga, menolong umat yang lemah dalam sector ekonomi.

Pada masa pemerintahan Belanda, dikeluarkan kebijakan dalam mengawasi pendidikan Islam sekaligus ulama, yaitu dengan penerbitan Ordonansi Guru. Kebijakan ini meweajibkan guru-guru agama untuk memiliki surat izin dari Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda juga

memberlakukan Ordonansi Sekolah Liar.Ketentuan ini mengharuskan

penyelenggaraan pendidikan Islam harus terlebih dahulu mendapatkan izin.9

Begitupula dengan Jamiat Kheir, harus meminta ijin mendirikan sekolah pada Pemerintah Hindia Belanda sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi umat pada masa Kolonial yang memang sungguh memprihatinkan yaitu ditandai dengan

adanya system politik devide and rule, yaitu Pemerintah Belanda berusaha untuk

mendikotomi pendidikan Islam, bahkan membatasi pendidikan Islam dengan adanya ordonansi guru tersebut.

Perkembangan Sekolah Jamiat Kheir berkembang sangat pesat pada masa Pemerintah Kolonial Belanda, akan tetapi pada masa Pemerintahan Jepang, Jamiat

9

(16)

Kheir mengalami kesulitan untuk merealisasikan langkah-langkah untuk mencapai tujuannya, dikarenakan Pemerintah Jepang sangat mengawasi dengan ketat segala hal yang berkaitan dengan Arab atau Muslim. Dan pada masa Pemerintah Orde Lama, Jamiat Kheir harus berjuang dari dasar untuk membangun kembali sekolah Jamiat Kheir.

Berawal dari permasalahan itu, maka saya sebagai peneliti mencoba untuk mendalami secara lebih jelas mengenai bagaimana respon Jamiat Kheir terhadap berbagai kebijakan Pemerintah Belanda sampai kebijakan Pemerintah Orde Lama pada tahun 1965. Oleh karena itu, peneliti merumuskan permasalahan tersebut

dengan judul “Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jamiat Kheir di

Nusantara pada Tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan”.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Awal masuknya ide pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia

pada awal abad ke-20

b. Pendidikan Islam tidak diberikan kesempatan

c. Pendidikan hanya untuk orang Belanda hanya sebagian kecil anak

Indonesia yang mengenyam pendidikan.

d. Diskriminasi Pendidikan

e. Pendidikan Islam dicurigai

f. Lembaga Pendidikan Islam kurang diberi kebebasan

g. Jamiat Kheir sebagai lembaga pendidikan Islam Modern

h. Karakteristik Jamiat kheir

i. Respon Jamiat Kheir terhadap kebijakan pendidikan di Indonesia

j. Perkembangan Jamiat Kheir sampai tahun 1965

2. Pembatasan masalah

(17)

3. Perumusan masalah

Bagaimana eksistensi Jamiat Kheir dalam melakukan pembaharuan pendidikan Islam dari tahun 1905-1965.

C. Tujuan dan manfaat penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Mengidentifikasi factor pendukung berdirinya Jamiat kheir.

b. Mengidentifikasi peran Jamiat Kheir dalam penyelenggaraan

pendidikan Islam pada masa awal berdirinya sampai masa Orde Lama berakhir.

c. Menelaah perkembangan pendidikan Jamiat Kheir sebagai lembaga

pendidikan pembaharuan pada masa awal berdirinya sampai pada masa Orde Lama.

2. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pembaharuan yang dilakukan Jamiat Kheir sebagai lembaga pendidikan Islam pada awal abad ke-20.Selain itu, mampu menambah pengetahuan pembaca mengenai perkembangan lembaga pendidikan Jamiat Kheir dan lembaga lainnya pada awal abad ke-20. Hasil penelitian ini dapat menjadi pendorong bagi penelitian-penelitian lain untuk mengangkat tema yang berkaitan dengan lembaga pendidikan Jamiat Kheir.

b. Secara pragmatis

(18)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi Pembaharuan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Secara etimologis, pembaharuan berarti (1) proses perbuatan, cara memperbaharui, (2) proses mengembangkan adat

istiadat, metode produksi atau cara hidup yang baru.10

Pembaharuan dalam bahasa Arab diartikan dengan “tajdid” yang secara

etimologis berarti shayyarahu jadidan seperti dikatakan, ia memperbaharui

perjanjian. Dari beberapa pengertian tadi, bisa dapat dipahami bahwa pembaharuan ditinjau dari sudut etimologi, paling tidak memberikan arti yang saling berkaitan,

yaitu: pertama, bahwa sesuatu yang diperbaharui itu telah ada permulaannya.

Kedua, sesuatu itu telah berlalu kemudian usang dan rusak. Ketiga, merekonstruksi

sesuatu yang sudah usang tersebut agar menjadi lebih baik.11

10

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. Ke-1 edisi IV, h. 142

11

(19)

Secara terminologi, menurut Syamsul Haq Abadu, “pembaharuan agama

ialah menghidupkan kembali ajaran al-Qur‟an dan sunnah yang tidak dijalankan

dan mengamalkan apa yang dikehendaki oleh keduanya”.12

Dalam bukunya Harun Nasution, yang berjudul Pembaharuan Dalam

Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, pengertian pembaharuan yaitu:

Dalam bahasa Indonesia selalu dipakai kata modern, modernisasi dan modernisme, seperti yang terdapat dalam “Aliran-Aliran Modern dalam Islam” dan “Islam dan Modernisasi”. Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung faham, adat-istiadat, institusi-insitusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan pengetahuan-pengetahuan

dan teknologi modern.13

Kata modernisme dianggap mengandung arti-arti negatif, di samping mengandung arti-arti positif, maka untuk menjauhi arti-arti negatif itu, lebih baik

kiranya dipakai terjemahan Indonesianya yaitu pembaharuan.14

Ulama lain mendefinisikan pembaharuan agama sebagai membedakan

sunah dari bid‟ah, memperbanyak ilmu, memuliakan agama serta memberantas

bid‟ah. Dengan melihat dua definisi yang telah disebutkan, dapat kita simpulkan bahwa pembaharuan dalam Islam adalah upaya sistematis untuk menegakkan

kembali nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur‟an maupun sunnah setelah

mengalami distorsi, deviasi atau bahkan degenerasi.15

Menurut Rifyal Ka‟bah, beliau memaparkan bahwa pembaharuan dalam

bahasa Arab berarti tajdid, mengandung tiga pengertian. Pertama, pembaharuan

berarti memunculkan sesuatu yang telah usang dalam bentuk aslinya.Dalam pengertian ini, pembaharuan dapat diandaikan seperti merenovasi atau merekonstruksi sebuah bangunan dengan mengganti sesuatu yang hilang sehingga muncul kembali dalam bentuk aslinya seperti pertama kali dibangun.Jadi,

12

Ibid.,h. 9.

13

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah dan Gerakan, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1975),cet.ke-1, h.12.

14

Ibid.,h.10.

15

(20)

pembaharuan bukan berarti memunculkan sesuatu yang baru dari sesuatu yang

tiada.Kedua, pembaharuan berarti pemahaman terhadap teks agama seperti

pemahaman Rasulullah saw serta para sahabatnya. Ketiga, pembaharuan berarti

usaha menghidupkan kembali pelaksanaan teks-teks al-Qur‟an dan as-Sunnah

dalam realitas kehidupan sehari-hari.16

“Pembaharuan dalam pengertian lazim disebut modernisasi. Secara

sosiologis, modernisasi biasanya didefinisikan sebagai suatu proses transformasi suatu masyarakat dalam berbagai aspeknya, seperti ekonomi, politik, kebudayaan, pendidikan juga pandangan dunia, wawasan keagamaan dan sistem kepercayaan”.17

Hasil penyelidikan kaum orientalis Barat yang sudah sejak lama mengadakan studi Islam dan umat Islam, segera melipah ke dunia Islam.Kaum terpelajar Islam mulailah pula memusatkan perhatian pada perkembangan modern dalam Islam dan modernismepun mulai pula diterjemahkan kedalam

bahasa-bahasa yang dipakai dalam Islam seperti at-tajdid dalam bahasa Arab,

pembaharuan dalam bahasa Indonesia.

Dengan demikian, pembaharuan adalah proses memperbarui sesuatu yang sudah usang dengan yang baru, yang berarti merenovasi sesuatu yang sudah lama dengan sesuatu yang baru untuk memunculkan keasliannya.

B. Pentingnya Lembaga Pendidikan dalam Islam

Lembaga Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran Islam dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam. Kebutuhan itu bermacam-macam, antara lain kebutuhan keluarga, pendidikan, hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Sebagai lembaga, ia mempunyai beberapa fungsi, diantaranya:

(1) memberikan pedoman pada anggota masyarakat (muslim) bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi

16 Nurdin, “Pembaruan Pemikiran Islam”,

tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, h. 22,tidak dipublikasikan.

17

(21)

berbagai masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok mereka; (2) memberikan pegangan kepada masyarakat dalam melakukan

pengendalian sosial menurut sistem tertentu yakni sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya; dan

(3) menjaga keutuhan masyarakat.18

Pentingnya sebuah lembaga pendidikan menurut Zakiah Darajat yaitu membantu tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam, dalam bidang pengajaran yang tidak dapat sempurna dilakukan dalam rumah dan masjid.Bagi umat Islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan adalah lembaga pendidikan Islam, artinya bukan sekedar lembaga yang di dalamnya diajarkan pelajaran agama Islam, melainkan suatu lembaga pendidikan

yang secara keseluruhan bernafaskan Islam.19

Menurut Muhammad Arifin, dikutip oleh Ramayulis mengatakan bahwa Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Adanya kelembagaan dalam masyarakat, dalam rangka proses pembudayaan umat, merupakan tugas dan tanggungjawabnya yang kultural dan edukatif terhadap peserta didik dan masyarakatnya yang semakin berat. Tanggung jawab lembaga pendidikan tersebut dalam segala jenisnya menurut pandangan Islam adalah erat kaitannya dengan usaha menyukseskan misi sebagai seorang

muslim.20

Lembaga pendidikan Islam merupakan hasil dari pemikiran yang dicetuskan oleh kebutuhan masyarakat yang didasari oleh kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang digerakkan, didasari, dan dikembangkan oleh jiwa

Islam (Al-Qur‟an dan Al-Sunnah).Lembaga pendidikan Islam secara keseluruhan,

bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan erat dengan kehidupan Islam secara

18

Mohmmad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 1995), h. 1-2.

19

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), cet. Ke- 7, h. 74.

20

(22)

umum. Islam telah mengenal lembaga pendidikan sejak detik-detik awal turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saw. RumahArqambin Abi al-Arqam, merupakan

lembaga pendidikan yang pertama.21

Hasan Abd al-Ali yang dikutip oleh Ramayulis mengatakan bahwa lembaga pendidikan Islam bukanlah lembaga beku, tetapi fleksibel, berkembang dan menurut kehendak waktu dan tempat. Hal ini seiring dengan luasnya daerah Islam yang berdampak pada bertambahnya jumlah penduduk Islam.Sejalan dengan hal itu, maka didirikanlah berbagai macam lembaga pendidikan Islam yang teratur dan terarah.Beberapa lembaga yang belajar dengan sistem klasikal, yaitu berupa

madrasah.22

Menurut Ramayulis, lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam, dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dibawah naungannya, sehingga ini mempunyai kekuatan hukum tersendiri. Lembaga pendidikan Islam berupa nonfisik mencakup peraturan-peraturan baik yang tetap maupun yang

berubah, sedangkan bentuk fisik berupa bangunan, seperti mesjid, kuttab, dan

sekolah. Bentuk fisik ini sebagai tempat untuk melaksanakan peraturan-peraturanyang penanggung jawabnya adalah suatu badan, organisasi, orang tua,

yayasan, dan Negara.23

Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat ke arah perbaikan dalam segala lini.Dalam hal ini

lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum.Pertama, melaksanakan

peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sistem.Kedua,

mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki

kepribadian dan disposisi kebutuhan.24

Misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain; pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai

21

Ibid.,h.276.

22

Ibid, h. 277.

23

Ibid, h.279.

24

Oemar Hamalik, perencanaan pegajaran berdasarkan pendekatan system,

(23)

budaya (keberadaban). Perubahan sosial budaya masyarakat tidak akan bisa dihindari, sehingga menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainnya, demi terwujudnya cita-cita tersebut, maka diperlukanlah adanya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan.

Diharapkan nanti dengan persiapan dan orientasi yang jelas sebagaimana di atas, diharapkan lembaga-lembaga pendidikan akan mampu mencetak kader-kader perubahan ke arah perbaikan di masyarakat. Itulah pentingnya lembaga pendidikan

dalam Islam supaya Islam sebagai rahmatan lil „alamin bisa terwujud.25

Dengan demikian, maka bisa dipastikan bahwa proses pembaharuan paling efektif dilakukan melalui lembaga pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana untuk melanjutkan estafet perubahan ke arah yang lebih baik. Maka, lembaga pendidikan sudah pasti sangat penting keberadaannya sebagai tempat atau sarana untuk memuluskan proses pendidikan.

C. Latar Belakang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah abad kesembilan belas, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islampun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan baru itu.

Sebagaimana di Barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian, pemimpin-pemimpin Islam modern mengharap akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa pada kemajuan.

25

(24)

Gaung pembaharuan pemikiran Islam yang menggema di berbagai dunia Islam seperti Mesir, Turki, dan India, akhirnya pada awal abad ke-20 M sampai juga ke Indonesia, dibawa oleh para pelajar yang pulang kembali ke Indonesia membawa pemikiran-pemikiran baru, salah satu di antara pemikiran-pemikiran

baru itu adalah dalam bidang pendidikan.26

Terpuruknya nilai-nilai pendidikan Islam, sesungguhnya lebih dilatar belakangi oleh kondisi internal dan eksternal.Dari sisi internal Islam yang tidak menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang harus diperhatikan. Sehingga pada proses selanjutnya ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh Barat yang pada waktu itu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu adanya kontak Islam dengan Barat.

Menurut Prof. Suwito, dalam buku Sejarah Sosial Pendidikan Islam

mengatakan bahwa faktor yang mendorong terjadinya proses pembaharuan pendidikan Islam, yaitu:

Pertama, faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang sangat memerlukan

satu sistem pendidikan Islam yang betul-betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertakwa dan beriman kepada Allah swt.

Kedua, agama Islam sendiri melalui ayat suci al-Qur‟an banyak menyuruh atau menganjurkan umat Islam untuk selalu berpikir, dan bermetaforma, yaitu membaca dan menganalisis sesuatu untuk kemudian bisa diterapkan atau bahkan bisa menciptakan hal yang baru dari apa yang kita lihat.

Ketiga, adanya kontak Islam dengan Barat, merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak menggugah dan membawa perubahan paradigamtik umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada Barat, sehingga ketertinggalan-ketertinggalan selama ini

dirasakan akan bisa terminimalisir.27

Menurut Haidar Putra Daulay, timbulnya pembaharuan di Indonesia, terlebih dahulu diawali oleh pembaharuan Islam yang timbul di Timur Tengah

26

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 41.

27

(25)

terutama di Turki, Mesir dan India. Maka, latar belakang pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

Pertama, pembaharuan yang bersumber dari ide-ide yang muncul dari luar yang dibawa oleh para tokoh atau ulama, yang pulang ke tanah air setelah beberapa lama mereka bermukim di luar negeri (Mekah, Madinah dan Kairo). Ide-ide yang mereka peroleh dari perantauan itu menjadi wacana pembaharuan setelah mereka

kembali ke tanah air.28

Kedua, yaitu bersumber dari kondisi tanah air yang juga mempengaruhi pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Kondisi Indonesia pada awal abad ke-20 dikuasai oleh kaum penjajah Barat. Dalam bidang pendidikan pemerintah Kolonial Belanda melakukan kebijakan pendidikan diskriminatif terhadap umat Islam.

Steenbrinkmenyebutkan ada beberapa faktor pendorong bagi pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia pada abad ke-20, yaitu:

a. Sejak tahun 1900, telah banyak pemikiran untuk kembali kepada al-Qur‟an

dan sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Tema sentralnya adalah menolak taklid. Dengan

kembali kepada al-Qur‟an dan as-Sunnah mengakibatkan perubahan dalam

bermacam-macam kebiasaan beragama.

b. Sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda

c. Adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya di

bidang sosial ekonomi, baik demi kepentingan mereka sendiri, maupun untuk kepentingan rakyat banyak.

Pembaharuan pendidikan Islam. Dalam bidang ini cukup banyak orang atau organisasi Islam tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Al-Qur‟an dan studi agama, maka pribadi-pribadi dan organisasi Islam pada

28

(26)

permulaan abad ke-20 ini berusaha memperbaiki pendidikan Islam, baik dari segi

metode maupun isinya.29

Menurut Dr. Abdur Rahman Assegaf, dkk. Dalam bukunya yang berjudul,

Pendidikan Islam di Indonesia, menyatakan:

“faktor utama internal yang mendorong terjadinya pencerahan pendidikan Islam di Indoensia pada awal abad ke-20 adalah semangat kebangkitan dan pembaharuan Islam. Kelompok modernis yang terdiri dari para tokoh organisasi massa, sosial keagamaan, sosial politik dan sosial ekonomi pada umumnya menyuarakan pemurnian ajaran Islam dengan slogan Kembali kepada Al-Qur‟an dan Sunnah.”30

Jelas sekali bahwa pembaharuan yang ada dalam lembaga pendidikan Islam di Nusantara, tidak akan terlepas dari beberapa faktor, baik faktor internal maupun dari faktor eksternal.

D. Aspek-Aspek Pembaharuan Pendidikan di Indonesia

Pendidikan Islam sebelum masuknya ide-ide pembaharuan, terpusat di pesantren, rangkang, dayah dan surau. Ciri pendidikan di lembaga tersebut adalah

pertama, nonklasikal. kedua metode sorogan, wetonan dan hafalan. Ketiga, materi pelajaran tersebut terpusat pada kitab-kitab klasik. Tinggi rendahnya ilmu seseorang diukur dari penguasaannya kepada kitab tersebut.

Dengan masuknya ide-ide pembaharuan dalam bidang tersebut, maka beberapa ciri dari lembaga pendidikan sebelum masuknya ide-ide pembaharuan tersebut disesuaikan dengan ide-ide pembaharuan. Sistem nonklasikal berubah menjadi klasikal, dilengkapi dengan manajemen pendidikan yang tentu pada tahap awal masih sederhana. Metode mengajar guru tidak lagi semata-mata berpedoman kepada metode sorogan, wetonan dan hafalan, tapi juga telah bervariasi sesuai dengan tuntunan sistem klasikal. Materi pelajaran tidak lagi semata-mata bertumpu pada materi pelajaran agama dengan titik tumpu pada kitab-kitab klasik. Masuknya

29

Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES, 1994), cet. Ke-2, h. 26-28.

30

(27)

mata pelajaran nonkeagamaan adalah merupakan salah satu indikasi penting

tentang masuknya ide-ide pembaharuan di dunia Islam.31

Deliar Noer dalam bukunya Gerakan Moderen Islam di Indonesia

1900-1942, mengatakan bahwa gerakan modern juga mengakui manfaat pendidikan sains di sekolah-sekolah Belanda di Indonesia, dan oleh sebab itu sains juga dimasukkan di sekolah mereka. Bahasa Arab bukan satu-satunya bahasa asing untuk pengembangan ilmu pengetahuan seseorang. Di samping bahasa Arab diajarkan juga bahasa Belanda, Inggris, Perancis dan Jerman di sekolah-sekolah tersebut. Tampak pula berkurangnya pemakaian buku-buku bertuliskan bahasa Arab yang dipergunakan di sekolah, diganti dengan tulisan latin.

Penggunaan sistem pendidikan Barat memberikan patokan bagi pelajar tentang tahap studi mereka, sedangkan pada pesantren dan surau, tahap-tahap kemajuan belajar ini tidak dapat diketahui. Sekolah modern Islam pun

menekankan pengertian, bukan hafalan.32

Dengan demikian, maka pembaharuan di lembaga pendidikan yang selanjutnya akan diteliti adalah pembaharuan meliputi metode pembelajaran, materi pembelajaran, sistem pembelajaran, manajemen pembelajaran (mengenai hubungan dengan bidang diluar pendidikan).

E. Gerakan Pembaharuan Pendidikan Nusantara Abad Ke-19 Sampai Abad Ke-20

Gerakan pembaharuan di Indonesia dipengaruhi oleh gagasan pembaharuan di Timur Tengah yang notabene sebagai poros bagi para pelajar Indonesia untuk belajar menuntut ilmu. Banyak tokoh Nusantara yang bermukim di Mekah, seperti Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, yang menjadi guru dan menyebarkan gagasan pembaharuan Islam kepada ulama nusantara yang berguru kepadanya selama mengikuti pendidikan di Mekah. Murid-murid Syaikh Ahmad Khatib ini kemudian berperan sebagai penggerak pendidikan Islam yang mempengaruhi perkembangan keislaman di tanah air.

31

Haidar Putra Daulay, Op,Cit., h. 50.

32

(28)

Gagasan pembaharuan tersebut lebih dulu diterima oleh para tokoh di Minangkabau dan mulai menampakkan pengaruhnya pada awal abad ke-19 melalui Gerakan Paderi yang dirintis oleh Haji Sumanik dan Haji Piobang yang melakukan langkah perubahan tradisi negatif yang berlangsung di lingkungan masyarakat Minangkabau seperti berjudi, minum tuak dan menyambung ayam yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.

Pada pergantian abad ke-19, banyak orangIslam Indonesia mulai menyadari perlunya perubahan-perubahan, apakah dengan cara menggali mutiara-mutiara Islam dari masa lalu yang telah memberi kesanggupan kepada saudara mereka seagama di Abad Pertengahan untuk mengatasi Barat dalam ilmu pengetahuan serta dalam memperluas daerah pengaruh, atau dengan menggunakan metode baru yang telah dibawa ke Indonesia oleh kekuasaan kolonial serta pihak missi

Kristen.33

Gagasan inilah yang merupakan gerbang yang mempertemukan pemikiran dengan cita-cita perjuangan yang terealisir dalam sebuah pergerakan atau organisasi sosial, terutama dalam bidang pendidikan.

Gagasan-gagasan dan gerakan-gerakan pembaharuan pendidikan Islam mengalami puncak ketika pendidikan dengan cara tradisional tidak mampu lagi membendung gerak dan pemikiran para tokoh pembaharu. Berikut beberapa gagasan dan gerakan pembaharuan yang secara langsung dan tidak langsung merupakan presentasi dari gerakan pembaharuan yang terjadi di antara abad 19 dan 20.

1. Sumatra Thawalib

Sumatra Thawalib tumbuh dari Surau Jembatan Besi, kejadiannya

bermula dari inisiatif para siswa tentang usaha mendirikan

organisasi.Perkumpulan ini dinamakan Perkumpulan Sabun, sebuah

perkumpulan yang memenuhi keperluan sehari-hari para pelajar, seperti sabun, pensil, tinta dan lain sebagainya.Perkumpulan ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, perkumpulan yang berbentuk koperasi

33

(29)

pelajar ini mulai dapat memenuhi kebutuhan yang lain, misalnya, menjahit pakaian, pangkas rambut dan berbagai kebutuhan lainnya.Laba atau keuntungan yang diperoleh dialokasikan untuk menggaji para guru.

Pada tahun 1918, Perkumpulan Sabun diganti menjadi Sumatra

Thuwailib dan perubahan kegiatan inipun diperluas pada bidang-bidang pelajaran agama, yaitu mempelajari Islam dan meluaskan ajarannya.

Seorang guru dari sekolah tersebut, Haji Jalaluddin Thaib, pada tahun 1919 mengintrodusir cara-cara mengajar modern ke dalam Thawalib: sistem berkelas yang lebih sempurna, pemakaian bangku-bangku dan meja, kurikulum yang lebih diperbaiki dan kewajiban pelajar untuk membayar uang sekolah. Pada tahun berikutnya Thaib menjadi ketua dari Sumatra Thawalib, nama baru dari perkumpulan sebelumnya.

Bahan pelajarannya berupa mata pelajaran seperti, ilmu bumi dan sejarah, juga diajarkan walaupun mata pelajaran utama tetap agama untuk pelajar-pelajar tingkat tinggi, kitab-kitab Abduh dan Rashid Redha,

terutama Tafsir al-Manar, dipergunakan. Mereka juga membaca kitab-kitab

Taqi al-Din Ahmad ibn Taimiyah yang “tidak tunduk” pada otoritas

manapun dan yang sangat kritis mengancam bid‟ah, pemujaan wali-wali

keramat, bai‟at dan ziarah ke tempat-tempat keramat.34

2. Sekolah Adabiah

Salah satu tokoh dan pelopor pembaharu pendidikan Islam di Nusantara adalah Syekh Abdullah Ahmad dari Padang Panjang.Pada tahun 1906, beliau mengunjungi Syekh Tahir Djalaluddin di Singapura. Di dalam kunjungannya itu, Abdullah Ahmad banyak terpengaruh oleh ide-ide

pendidikan dari Tahir Djalaluddin dan di sisi lain sekolah gubernemen yang

dilihatnya di kota Padang. Maka pada tahun 1907 Abdullah Ahmad mendirikan sekolah Adabiah di Padang Panjang.

Sekolah Adabiah berdiri karena merasa keperluan terhadap pendidikan yang sistematik dan kenyataan bahwa tidak semua anak-anak

34

(30)

dari pedagang di Padang dapat masuk sekolah-sekolah yang didirikan oleh

pemerintah.35

Sekolah Adabiah yang memakai metode pengajaran dan kurikulum modern umurnya tidak sampai satu tahun, karena harus dipindahkan dari Padang Panjang ke Padang.Di Padang Sekolah Adabiah itu mengalami perkembangan sangat pesat.Pendidikan umum lebih mendapat perhatian serius daripada pendidikan agama, karena ilmu pengetahuan banyak diminati orang Padang. Dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan khususnya pendidikan umum, maka Abdullah Ahmad pun merekrut empat orang guru berbangsa Belanda, di samping dua orang Indonesia, yang memiliki ijazah untuk mengajar tingkat HIS. Pada tahun 1916 Sekolah Adabiah ini diakui oleh pemerintah sebagai HIS pertama yang didirikan organisasi Islam.Setahun kemudian sekolah ini mendapat subsidi penuh

dari gubernemen.36

Di samping mengurus Sekolah Adabiah dan mengembangkan perkembangannya, Abdullah Ahmad tetap memperlihatkan kepedulian tinggi kepada persoalan-persoalan agama.Pada tahun 1910, dia menerbitkan

majalah al-Manar, terbit dua kali sebulan.Majalah ini dapat bertahan terbit

sampai tahun 1916.Sejalan dengan lembaga pendidikan yang didirikannya, majalah ini mengkaji ilmu pengetahuan umum seperti, ilmu bumi, astronomi, dan kesehatan, di samping ilmu agama yang menjadi pusat

perhatian.37

3. Sekolah Diniyah

Pendiri Sekolah Diniyah adalah Zainuddin Labai El-Yunusi, murid dari Syekh Abdullah Ahmad di Surau Jembatan Besi.Sekolah ini memakai sistem sekolah modern pada tahun 1916.Proses pendidikan di Sekolah Diniyah ini berlangsung hingga sore hari. Lembaga pendidikan Islam ini diorganisasikan berdasarkan sistem klasikal dan tidak menerapkan sistem sebagaimana terdapat pada pendidikan tradisional.Mata pelajaran yang

35

Ibid, h. 50.

36

Karel A. Steenbrink, Op.Cit, h. 40.

37

(31)

disusunnya berbeda dengan biasanya, dimulai dengan pengetahuan dasar

bahasa Arab sebelum memulai membaca al-Qur‟an.38

Di samping mata pelajaran agama ada juga mata pelajaran umum, seperti sejarah dan ilmu bumi.Pada tingkat tertinggi pengajarannya menggunakan buku-buku berbahasa Arab.Di sini terlihat perbedaan antara Sekolah Adabiah yang lebih menekankan pengetahuan umum dengan Sekolah Diniyah yang lebih menekankan pengetahuan agama.

Sekolah diniyah ini pun berkembang pesat dan mendapat sambutan luar biasa dari umat Islam di Minangkabau.Sampai tahun 1922, tercatat 15 sekolah yang memiliki model dan sistem seperti yang berlaku di sekolah Diniyah.Setelah Zainuddin Labai wafat, yang melanjutkan cita-citanya kemudian adiknya yang bernama Rahmah El-Yunusiyah.Beliau tertarik memadukan sistem koedukasi dalam Sekolah Diniyah, karena itulah Sekolah Diniyah ini menerima murid putera dan puteri.Menurutnya, banyak problema yang dialami wanita, dan problema itu hanya bisa dipecahkan oleh kaum wanita pula.Oleh karena itu, dia memandang perlu untuk mendirikan sekolah wanita. Pada tanggal 1 November 1923, Rahmah El-Yunusiyah pun mendirikan sekolah khusus bagi puteri yang diberi nama

al-Madrasah al-Diniyah.39

4. Persyarikatan Ulama

Persyarikatan ulama adalah sebuah gerakan pembaharuan yang pertama kali muncul dan berkembang di daerah Majalengka, Jawa Barat.Organisasi ini berdiri pada tahun 1911, atas inisiatif Haji Abdul

Halim yang lahir di Cibelerang, Majalengka tahun 1887.40

Dalam kongres Persyarikatan Ulama pada 1932, Halim mengusulkan agar organisasi ini mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang benar-benar dapat melahirkan alumni-alumni yang mandiri. Menurut Halim, selama ini yang terjadi adalah banyak alumni dari sekolah yang

38

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1982), h. 44.

39

Deliar Noer, Op,Cit., h. 62.

40

(32)

didirikan pemerintah sangat tergantung kepada pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah atau bidang usaha lainnya.Kongres pun menerima usulan Halim tersebut, dan ia pun merealisasikan cita-citanya itu dengan mendirikan “Santi Asrama” tepatnya pada tahun 1932.

Santi Asrama ini dibagi pada tiga tingkatan: permulaan, dasar dan lanjutan. Yang istimewa dari Santi Asrama ini tidak hanya diberikan pengetahuan agama dan umum saja, tetapi juga keterampilan-keterampilan khusus yang bernilai ekonomis.Misalnya, keterampilan khusus dalam bidang pertanian, pekerjaan tangan (besi dan kayu), menenun dan mengolah berbagai bahan, seperti membuat sabun.Keterampilan-keterampilan khusus diberikan sebagai komitmen dan cita-cita ideal dari Halim sebagai pendiri Persyarikatan Ulama agar alumni-alumni menjadi mandiri dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.Santi Asrama ini menjadi proyek percontohan yang dilakukan oleh Persyarikatan Ulama sebagai kontribusi untuk kemajuan dan pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia yang sesuai dengan tuntutan zaman.

5. Sekolah Muhammadiyah

Salah satu organisasi sosial yang terpenting di Indonesia diawal abad ke-20 M adalah Muhammadiyah.Organisasi ini didirikan pada 18 Nopember 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan.

Pendiri perkumpulan Muhammadiyah ini merupakan seorang murid Syaikh Ahmad Khatib yaitu Kiai Ahmad Dahlan, beliau melakukan pembaharuan di tengah setting sosial keagamaan yang ditandai oleh

meluasnya praktik taqlid yang dianggap sebagai penyebab kejumudan.

Langkah pembaharuan telah dilakukan di lingkungan keraton, misalnya Ahmad Dahlan pernah mencoba meluruskan arah kiblat masjid keraton yang kemudian mendapatkan tantangan keras dan membuat marah para tokoh ulama senior di lingkungan keraton karena dianggap melakukan

perombakan agama.41

41

(33)

Kiai haji Ahmad Dahlan tidak langsung mendirikan persyerikatan Muhammadiyah.Mula-mula beliau mendirikan lembaga pendidikan. Pada tahun 1911 Kiai Ahmad Dahlan mendirikan sekolah agama yang khas

dengan namaSekolah Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah ini

memang tidak sama dengan pendidikan agama yang dikenal selama ini.42

Ada dua model persekolahan, yaitu:

(a) Model persekolahan umum. Sekolah pertama yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada 1911 di Kauman, Yogyakarta.Sekolah ini merupakan sekolah tingkat dasar yang berawal dari sebuah pengajian.Sekolah ini mempunyai murid laki-laki dan perempuan sekaligus, yang diajar dengan menggunakan papan tulis dan kapur, bangku-bangku, serta alat peraga.

(b) Madrasah. Selain mendirikan sekolah, beliau juga mendirikan

madrasah yang mengikuti model gubernamen, bersifat agamis yang

disebut sebagai madrasah.Perbedaannya dengan sekolah terletak

pada kurikulum, yaitu 60% agama dan selebihnya

nonagama.Sementara di Muhammadiyah dilakukan pembaharuan terhadap teknik interaksi belajar.Teknik interaksi belajar yang dipakai adalah dengan model pembaruan yang memadukan sistem pendidikan Barat dengan model pesantren, yaitu pelajaran yang diberikan kepada murid laki-laki dan perempuan secara bersamaan (coeducation).43

6. Madrasah Salafiyah Tebu Ireng

Madrasah Salafiyah Tebu Ireng adalah sekolah dibawah organisasi terbesar di Indonesia, yaitu Nadhlatul Ulama. Pada awalnya Nadhlatul Ulama tidak menerima pembaharuan yang sedang terjadi, akan tetapi setahap demi setahap, Nadhlatul Ulama mulai menerima pembaharuan pendidikan yang selama ini ditentangnya. Meskipun terbatas di perkotaan,

42

Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutoyo, K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1999), cet. Ke-2, h. 42

43

Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,

(34)

Nadhlatul Ulama telah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dengan system modern.

Pembaharuan yang dilakukan Tebuireng pertama kali adalah dengan mendirikan Madrasah Salafiyah pada tahun 1919 sebagai tangga untuk memasuki tingkat menengah pesantren Tebuireng. Di Madrasah Salafiyah ini, bahasa pengantar yang dipakai adalah bahasa Indonesia dan untuk beberapa pengajaran tertentu dipakai bahasa Arab. Bahasa asing lainnya

juga diajarkan di madrasah ini bersama pengetahuan umum.44

Bermunculnya sekolah-sekolah Islam modern tersebut ternyata telah menggeser posisi surau, pendidikan tradisional, yang terdapat di Indonesia, kecuali di pulau Jawa yang masih ada beberapa organisasi yang bergerak dalam pendidikan memegang teguh pendiriannya dengan tidak menerima pembaharuan, dikarenakan adanya protes keras dari para wali murid. Masyarakat kala itu, tidak hanya tertarik pada pengetahuan agama semata, tapi juga menginginkan diadakannya ilmu pengetahuan umum, disamping ingin mendapatkan ijazah agar mudah mendapatkan pekerjaan.

Dengan munculnya pergerakan dalam bidang pembaharuan pendidikan menjadi awal perjuangan menegakkan agama Islam sehingga kemudian Islam sebagai idealisme dan kejayaan umat Islam sebagai realita („izzul islama wal muslimin) dapat direalisasikan secara kongkrit dengan menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Umat Islam mulai saat ini menyadari cita-cita yang demikian besar lagi berat tersebut hanya akan dapat lebih efektif dan efisien manakala menggunakan alat pergerakan

yang bernama“organisasi”.

F. Indikator Pembaharuan Pada Lembaga Islam

Beberapa lembaga pendidikan yang sudah disinggung sebelumnya, indikator pembaharuan pada lembaga pendidikan Islam bisa dilihat pada sistem dan isi pendidikan Islam. Menyangkut sistem pendidikan, lembaga pendidikan

44

(35)

Islam yang mengalami pembaharuan menyempurnakan lembaga pendidikan yang semula di surau, langgar, mesjid dan tempat-tempat semacamnya menjadi madrasah, pondok pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan.Demikianlah sistem klasikal mulai diterapkan, bangku, meja, papan tulis mulai digunakan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran agama

Islam. Pembagian jenjang kelas pun mulai diadakan.45

Isi pendidikan Islam setelah mengalami pembaharuan mempengaruhi pula tujuan pendidikan Islam dan materi-materi pendidikan Islam. Bila sebelum adanya gerakan pembaharuan titik berat pelajaran pada penguasan bahasa Arab secara fasih dan mengetahui ajaran Islam, maka gerakan pembaharuan Islam ini menghendaki agar murid-murid menggali ajaran-ajaran Islam dari sumbernya yang asli kemudian dapat mengembangkannya. Maka dari itu pendidikan Islam lebih banyak ditekankan pada penguasaan secara aktif ilmu alat yakni Bahasa Arab dan ditambah pula diajarkan ilmu pengetahuan umum.

Sejalan dengan pembangunan yang semakin meningkat dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai. Agar lulusan sekolah-sekolah agama khususnya madrasah, bisa menyesuaikan diri dengan di alam yang telah maju, maka timbul usaha-usaha dari pihak pemerintah untuk lebih meningkatkan mutu madrasah ini

agar sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang sederajat.46

Menurut Haidar Putra Daulay, dipandang dari sudut masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam ke dalam dunia pendidikan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperbarui.

Pertama, metode yang tidak puas hanya dengan metode tradisional pesantren saja, tetapi diperlukan metode-metode baru yang lebih merangsang untuk berpikir.

Kedua, isi atau materi pelajaran sudah perlu diperbarui, tidak hanya mengandalkan mata pelajaran agama semata-mata yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Sebab masyarakat muslim sejak awal abad kedua puluh di Indonesia telah merasakan peranan ilmu pengetahuan umum bagi kehidupan individu maupun kolektif.

45

Zuhirini, dkk, Op.Cit., h. 216-217

46

(36)

Ketiga, manajemen. Manajemen pendidikan adalah keterkaitan antara sistem lembaga pendidikan dengan bidang-bidang lainnya di pesantren.

Jadi, bisa terlihat indikasi terpenting dari pendidikan Islam pada masa

pembaruan, yakni. Pertama, dimasukannya mata pelajaran umum ke madrasah.

Kedua, penerapan sistem klasikal dengan segala kaitannya. Ketiga, ditata dan dikelola administrasi sekolah dengan tetap berpegang kepada prinsip manajemen

pendidikan. Keempat, lahirnya lembaga pendidikan Islam baru yang diberi nama

dengan madrasah. Kelima, diterapkannya beberapa metode mengajar selain dari

metode yang lazim dilakukan pesantren sorongan dan wetonan.47

47

(37)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan skripsi. Penulis mencoba untuk memaparkan berbagai langkah yang digunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber dan analisis serta cara penulisannya.

A. Jenis Data

Data-data yang dipaparkan di dalam penulisan ilmiah ini bersifat sosial,

sehingga metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian

kualitatif.Metode penelitian kualitatif dikembangkan lagi dengan menggunakan metode penelitian hitoris, karena data-data yang dipaparkan bersifat masa lampau dan sumber-sumber yang dikaji bersifat sejarah.

Metode historis merupakan suatu metode yang sesuai digunakan untuk penelitian ini dengan asumsi bahwa data-data yang dibutuhkan berasal dari masa

lampau. Seperti yang diungkapkan oleh Louis Gottschalk48 mengatakan bahwa

“metode historis (sejarah) adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis

rekaman dan peninggalan masa lampau.”

48

(38)

Menurut Gilbert J.Gbarraghan, seperti dikutip oleh Dudung Abdurrahman, mendefinisikan metode historis sebagai,

“seperangkat aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dipakai dalam bentuk tertulis.”49

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa metode historis adalah proses penelitian sejarah dengan menggunakan proses ilmiah yang dliakukan secara sistematis, dari mulai menentukan topik dan judul, pengumpulan sumber, pengujian sumber, analisis dan penyajian hasil penelitian tersebut dalam bentuk tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan dari penelitian historis adalah membuat rekonstruksi peristiwa masa lalu secara sistematis dan obyektif dengan cara mengumpulkan, memverifikasi dan mensistematiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.

B. Teknik Input Data

Teknik peneltian yang dipergunakan untuk mengkaji skripsi ini adalah

a. Studi dokumen

Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang penting karena dokumen menyimpan sejumlah besar fakta dan data sejarah serta diharapkan mampu menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah.Pada penelitian ini dokumen yang digunakan adalah dokumen-dokumen yang tersimpan di yayasan Pendidikan Islam Jamiat Kheir yang terletak di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dokumen berupa AD ART, Susunan kepengurusan, Visi dan Misi Jamiat Kheir, Sejarah berdirinya Jamiat Kheir beserta faktor-faktor berdirinya Jamiat Kheir serta program kerja Sekolah-Sekolah Jamiat Kheir yang berada di bawah yayasan Jamiat Kheir.

49

(39)

b. Studi pustaka

Studi pustaka dalam suatu penelitian dijadikan sumber penulisan yang tentunya berhubungan dengan tema yang dikaji.Sumber pustaka dapat berupa buku, artikel dan media lainnya.Dengan studi pustaka ini diharapkan mampu menambahkan pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian. Studi pustaka ini dilakukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Jurusan Sejarah Peradaban Islam dan Perpustakaan Imam Jama‟.

c. Wawancara

Menurut Lexy J. Moleong dalan bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif

menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu.50

Wawancara adalah salah satu cara memperoleh informasi secara lisan dari informan yang memenuhi kriteria sesuai dengan objek penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan informan yang tahu dan paham mengenai Yayasan Sekolah Jamiat Kheir, yaitu Kepala Sekolah, Guru dan Kepala Yayasan Sekolah Jamiat Kheir. Informan-informan tersebut antara lain adalah Bapak Ahmad Sauqhi Al-Gadri, beliau menjabat sebagai Kepala Pengurus Harian di Yayasan Jamiat Kheir di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

C. Langkah-Langkah Penelitian

Pelakasanaan penelitian dilakukan melalui tahapan sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yaitu metode historis.Penulis menggunakan tahapan sebagaimana yang diungkapkan diawal, yaitu heuristik, kritik atau analisis sumber, interpretasi, historiografi.

50

(40)

a. Heuristik

Heuristik merupakan tahap pengumpulan data-data yang relevan dengan masalah penelitian.Langkah pertama yang dilakukan oleh penulis adalah mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berhubungan dengan pembaharuan pendidikan dan sejarah lembaga pendidikan. Sumber yang banyak digunakan dalam mengkaji tentang judul skripsi ini adalah sumber sekunder, yaitu sumber yang sudah diperoleh berdasarkan rekonstruksi pemikiran orang lain.

Menurut Helius Sjamsuddin sumber kedua (secondary sources) adalah apa-apa

yang yang ditulis sejarawan sekarang atau sebelumnya berdasarkan sumber-sumber pertama.Sebagian besar sumber-sumber-sumber-sumber tertulis yang telah penulis

sebutkan di atas adalah sumber sekunder.51

Pada tahap pengumpulan sumber-sumber literature ini, penulis berusaha mencari dan memilih pusat-pusat informasi yang sekiranya memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan terutama yang berisikan data dan informasi mengenai pembaharuan pendidikan.Pusat informasi yang dimaksud adalah perpustakaan.

Setelah sumber-sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian diperoleh dan dikumpulkan, proses selanjutnya dilakukan penelaahan serta pengklasifikasian terhadap sumber-sumber yaitu pemilihan dan penggolongan sumber-sumber, sehingga diperoleh sumber yang relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.

b. Kritik sumber

Kritik merupakan metode yang digunakan untuk menilai sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian. Setelah penulis melakukan pengumpulan sumber-sumber pada tahap heuristik, tahap selanjutnya adalah kritik sumber. Kritik sumber dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan ketepatan sebuah sumber sejarah. Kritik sumber ini perlu dilakukan karena penelitian sejarah berusaha untuk menuliskan masa lalu dengan benar dan objektif. Penulisan yang benar dan objektif itu sangat tergantung dari sumber yang digunakan oleh sejarawan. Seorang

51

(41)

sejarawan harus bersikap dan berpikir secara kritis dengan tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis dalam sumber-sumber sejarah tersebut.

Kritik sumber sejarah secara umum dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Kritik eksternal

Kritik eksternal merupakan kritik terhadap materi sumber yang dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber-sumber sejarah secara terperinci, sebagaimana yang dikemukakan oleh para sejarawan, bahwakritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak.

Kritik eksternal dilakukan dengan melihat tahun terbit sumber yang digunakan dan mengetahui latar belakang penulis buku, artikel dan surat kabar untuk mengetahui kredibilitas dari sumber tersebut. Tahun terbit artinya angka penerbitan sumber tersebut dapat menunjukkan informasi sesuai dengan zaman masalah penelitian serta keaslian sumber, sedangkan latar belakang penulis adalah untuk mengetahui unsure pendidikan penulis dan mengetahui apakah para penulis sumber merupakan orang-orang yang sezaman atau tidak dengan proses kebijakan pemerintah Belanda, Jepang ataupun pada masa pemerintahan Orde Lama.

Mengenai tahun penerbitan buku sumber, penulis banyak

(42)

Unsur latar belakang penulis menjadi salah satu pertimbangan dalam menilai sumber.Karena isi dan penjelasan yang dituangkan dalam sumber-sumber tersebut sangat dipengaruhi oleh subjektifias pribadi para penulisnya. Oleh karena itu, para penulis sumber terssebut oleh penulis dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. penulis yang berlatar belakang pendidikan, seperti Ramayulis, Zakiah Darajat, Hasbullah dan lain-lain

2. penulis yang berlatar belakang sejarah, seperti Deliar Noer, Zuhairini, Karel. A. Steenbrink, Ahmad Mansur Suryanegara, Taufik Abdullah, B.J. Bolland dan lain-lain.

Pengklasifikasian diatas dimaksudkan untuk mempermudah penulis dalam memahami suatu peristiwa, baik penulis yang berlatarbelakang pendidikan dan penulis yang merupakan sejarawan, sama-sama memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini, serta membantu penulis dalam menilai dan melakukan kritik eksternal dan internal.

2. Kritik Internal

Kritik internal merupakan kritik terhadap aspek dalam yang berupa isi sumber yang digunakan untuk mengetahui keaslian dari aspek materi sumber sehingga sumber-sumber tersebut dapat diandalkan reabilitas serta

kredibilitasnya.Sebagaimana dikemukakan Helius Sjamsuddin bahwa “kritik

internal menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber dengan mengadakan evaluasi terhadap kesaksian/tulisan dan memutuskan kesaksian tersebut dapat diandalkan atau tidak”.52

Penulis melakukan kritik internal terhadap sumber tertulis, yaitu buku-buku dengan cara membandingkannya antara buku-buku yang satu dengan buku-buku

yang lainnya. Cara ini disebut cross check (konfirmasi silang) yaitu

membandingkan isi sumber yang satu dengan yang lainnya, baik berupa buku-buku, dokumen-dokumen maupun artikel.Kritik internal terhadap sumber

52

(43)

dilakukan dengan pertimbangan pada pemilihan informasi atau data dan isi materi sumber tersebut.Contoh buku karangan Deliar Noer, isi dari buku ini merupakan hasil dari penelitian beliau di lapangan, mengenai sejarah perkembangan pemikiran pembaharuan di Indonesia pada tahun 1900-1942.Karya Deliar Noer ini sangat membantu dalam menambah informasi atau data dalam penyusunan skripsi ini, karena masalah-masalah perkembangan pembaharuan yang diteliti oleh Deliar Noer tersebut merupakan salah satu bagian yang dikaji oleh penulis.

Pada tahap kritik eksternal penulis melakukan penelaahan terhadap sumber yang sudah diperoleh pada tahap heuristik, dengan meninjau baik dari tahun terbit serta penulis sumber untuk dapat mengetahui apakah sumber-sumber tersebut layak atau tidak digunakan dalam penelitian ini.Sementara kritik internal, penulis melakukan penelaahan lebih dalam terhadap sumber. Setelah sumber-sumber tersebut ditelaah penulis melakukan perbandingan antara isi sumber yang satu dengan sumber yang lain atau disebut juga dengan

cross check (konfirmasi silang), sehingga diperoleh dua jenis sumber yaitu sumber yang benar-benar layak digunakan dan sumber yang tidak layak digunakan dalam penelitian ini.

c. Interpretasi Data

Setelah melakukan heuristik dan kritik sumber, maka proses selanjutnya dari penelitian sejarah ini adalah proses interpretasi, yaitu penafsiran sumber-sumber sejarah. menurut Kuntowijoyo, interpretasi merupakan kegiatan

analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan) data-data yang telah diperoleh. Tahap ini merupakan tahap mengolah, menyusun, dan menafsirkan kata-kata yang diperoleh tentang lembaga pendidikan Islam pada masa diberlakukannya kebijakan pendidikan yang telah dikumpulkan pada heuristic dan telah dinilai dalam tahap kritik, selanjutnya akan dianalisis dan ditafsirkan sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang dikaji.

(44)

membagi fakta-fakta yang sudah diperoleh ke dalam beberapa kelompok. Fakta-fakta dalam masing-masing kelompok tersebut merupakan fakta-fakta yang saling berhubungan, kemudian dalam setiap kelompok fakta dilakukan penafsiran sehingga diperoleh suatu kerangka fakta. Sehingga fakta-fakta tersebut dapat menjawab permasalahan yang dikaji.

Berdasarkan dari hasil penelaahan sumber, diperoleh fakta yang penulis susun sebagai berikut:

a) Latar belakang pembaharuan di Indonesia

b) Pengaruh adanya pembaharuan terhadap Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia

c) Respon Jamiat Kheir sebagai lembaga pembaharuan pendidikan Islam terhadap berbagai kebijakan negara terhadap bidang pendidikan.

d. Laporan Hasil Penelitian

Dalam analisis data kualitatif metode yang digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka berpikir pada penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan analisa dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut.Dalam menganalisa data yang telah terkumpul digunakan metode Induktif yait

Referensi

Dokumen terkait

Semangat dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dengan siswa. Peserta didik semua menjawab selalu berminat dan memperhatikan, Karena ketika pembelajaran guru menjelaskan materi

Tujuan penelitian ini adalah untuk lebih memahami kesadaran hukum Ibu terhadap kewajiban pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Sampang dan untuk memahami tentang upaya apa saja yang

Dari hasil penelitian yang di dapat oleh penulis ada alasan lain Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 selain adanya aturan hukum nasional berupa

Oleh sebab pengaruh bahasa Indonesia yang semakin kuat dalam kehidupan sehari-hari baik dalam situasi formal mahupun informal, keengganan golongan muda untuk mempelajari dan

Penelitian kuantitatif ini memiliki tujuan untuk menguji apakah terdapat suatu pengaruh dari penerapan green accounting , media exposure , dan kepemilikan saham

Secara konstitusional, UUPA merupakan pelaksanaan pasal 33 ayat (3) UU 1945 sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu atas dasar ketentuan dalam pasal 33

Hasil eksegesis teks dari terjemahan Bahasa Ibrani dalam Kejadian 2:24 didapat hasil: Jadi orang laki-laki akan meninggalkan ayahnya yang bersama- sama dengan ibunya