• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir

5. Tokoh Pendiri Jamiat Kheir

Tokoh yang akan saya bahas dibawah ini adalah tokoh yang berpengaruh terhadap pembaharuan yang dilakukan di Jamiat Kheir dan berpengaruh dalam menentukan kebijakan dalam tubuh Jamiat Kheir. Tapi, terlebih dahulu akan disinggung tokoh-tokoh pendiri awal Jamiat Kheir.

61

Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.

62

Pendiri perkumpulan ini adalah :

1. Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab, sebagai Ketua

2. Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syahab, sebagai Wakil Ketua 3.Sayid Muhammad Al Fachir bin Abdurrahman Almasyhur, sebagai Sekretaris

4. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab, sebagai Bendahara 5. Said bin Ahmad Basandiet, sebagai Anggota.

Salah satu perwujudan cita-cita perkumpulan ini adalah mendirikan sebuah sekolah pada tanggal 17 Oktober 1919 dengan nama sekolah Djamiat Geir School dengan akte notaries Jan Willem Roeloffs Valk nomor 143. Susunan pengurus pertama kali :

1. Sayid Abubakar bin Ali bin Syahab

2. Sayid Abdullah bin Husein Alaydrus

3. Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi

4. Sayid Abubakar bin Muhammad Alhabsyi

5. Sayid Abubakar bin Abdullah Alatas

6. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab

7. Ahmad bin Abdullah Basalamah63

Jamiat Kheir merupakan pergerakan yang menelurkan generasi-generasi berkualitas, maka selanjutnya akan dibahas mengenai tokoh yang banyak sekali melakukan pergerakan dan menggelorakan perubahan terhadap penjajahan Belanda pada masa itu, tokoh-tokohnya yaitu:

1) Habib Abubakar bin Ali

Habib Abu Bakar dilahirkan di Bandar Betawi (Jakarta) pada hari Senin tanggal 28 Rajab tahun 1287 H/ 24 Oktober 1870 M. kemudian beliau berangkat ke Hadramaut pada akhir tahun 1297 H/ 1880 M bersama ayahnya, Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Shahubuddin Al-Alawy. Guru beliau adalah Ahmad

63

Muhammad Bahyan, pas sedang di Hadramaut, beliau belajar kepada Salim Sa‟id Abdul Haq. Beliau menghafalkan kitab Matan al-Zubad.Beliau wafat pada tanggal 25 Dzulqa‟idah tahun 1299 H/ 8 Oktober 1882 M. Orang-orang merasa sangat berat kehilangan dia karena dia adalah seorang yang rajin dalam menuntut ilmu.Ayahnya sangat mencintainya karena kecerdasannya dan kepatuhannya kepada perintahnya.Mudah-mudahan Allah merahmatinya dengan rahmat yang

diberikan-Nya kepada orang-orang yang baik.64

Pada tahun 1297 H, saat berusia 10 tahun, bersama ayahnya serta saudaranya Muhammad dan Sidah, berangkat ke Hadramaut. Di sana Abubakar menuntut ilmu dari berbagai guru terkenal, baik di Damun, Tarim, maupun Seywun, di samping mendatangi tempat pengajian dan pertemuan dengan sejumlah ulama terkemuka. la kembali ke Indonesia melalui Syihir, Aden, Singapura dan tiba kembali ke Jakarta pada tanggal 3 Rajab 1321 H.

Setelah mendapat gemblengan selama tiga belas tahun di Hadramaut. Kemudian mendirikan Jamiatul Khair bersama Abubakar bin Ali Shahab dan sejumlah pemuda Alawiyyin. Pada tanggal 1 Mei 1926, saat usianya 50 tahun, untuk kedua kalinya kembali berangkat ke Hadramaut disertai dua orang putranya Hamid dan Idrus. Mereka singgah di Singapura, Malaysia, Mesir dan Mukalla sebelum tiba di Damun, 20 Dzulqaidah 1344 H. Di tempat yang disinggahinya ia selalu belajar dengan para guru dan sejumlah habib. Di Hadramaut ia memperbaiki sejumlah masjid, diantaranya Masjid Al-Mas, bahkan juga membangun Masjid Sakran. Habib Abubakar tidak pemah jemu berjuang untuk kejayaan Islam dan

Alawiyyin.65

Habib Ali bin Abubakar Shahab sebagai ketua Jamiat Kheir, juga ikut mendorong organisasi ini ketika pindah dari Pekojan ke Jalan Karet (kini jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang). Kegiatan organisasi ini kemudian meluas dengan mendirikan Panti Asuhan Piatu Daarul Aitam. Di Tanah Abang, Habib Abubakar

bersama-sama sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra (aulad) di

64

Sayyid bin Abu Bakar, Rihlatul Asfar Otobiografi, terj. Ali Yahya, (tanpa penerbit, 2000), h. 16

65

http://benmashoor.wordpress.com/2008/08/08/perkumpulan-jamiat-kheir-1901- %E2%80%93-1919/

Jalan Karet dan putri (banat) di Jalan Kebon Melati (kini Jl. Kebon Kacang Raya), serta cabang Jamiat Kheir di Tanah Tinggi, Senen.

2) Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi66

Beliau adalah Habib „Ali bin „Abdur Rahman bin „Abdullah bin Muhammad al-Habsyi. Lahir di Kwitang, Jakarta, pada 20 Jamadil Awwal 1286H / 20 April 1870M. Ayahanda beliau adalah Habib „Abdur Rahman al-Habsyi seorang ulama dan dai yang hidup zuhud, manakala bunda beliau seorang wanita sholehah bernama Nyai Hajjah Salmah puteri seorang ulama Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur.

Adapun kakeknya, Habib Abdullah bin Muhammad Al-Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Dia menikah di Semarang. Dalam pelayaran kembali ke Pontianak, ia wafat, karena kapalnya karam. Adapun Habib Muhammad Al-Habsyi, kakek buyut Habib Ali Kwitang, datang dari Hadramaut lalu bermukim di Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiah dengan para sultan dari klan Algadri.

Habib „Abdur Rahman ditakdirkan menemui Penciptanya sebelum sempat melihat anaknya dewasa.Beliau meninggal dunia sewaktu Habib „Ali masih kecil.Sebelum wafat, Habib „Abdur Rahman berwasiat agar anaknya Habib „Ali dihantar ke Hadhramaut untuk mendalami ilmunya dengan para ulama di sana.Tatkala berusia lebih kurang 11 tahun, berangkatlah Habib „Ali ke Hadhramaut. Tempat pertama yang ditujunya ialah ke rubath Habib „Abdur Rahman bin „Alwi al-‟Aydrus. Di sana beliau menekuni belajar dengan para ulamanya, antara yang menjadi gurunya ialah Shohibul Mawlid Habib „Ali bin

Muhammad al-Habsyi, Habib Hasan bin Ahmad al-‟Aydrus, Habib Zain bin „Alwi

Ba‟Abud, Habib Ahmad bin Hasan al-‟Aththas dan Syaikh Hasan bin „Awadh. Beliau juga berkesempatan ke al-Haramain dan meneguk ilmu dari ulama di sana, antara gurunya di sana adalah Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi (Mufti

Makkah), Sayyidi Abu Bakar al-Bakri Syatha ad-Dimyati, (pengarang I‟aanathuth

Thoolibiin yang masyhur) Syaikh Muhammad Said Babsail, Syaikh „Umar

Hamdan dan ramai lagi.

66

Ia dikenal sebagai penggerak pertama Majelis Taklim di Tanah Betawi. Majelis taklim yang digelar di Kwitang, Jakarta Pusat, merupakan perintis berdirinya majelis taklim-majelis taklim di seluruh tanah air.Majelis taklim Habib Ali di Kwitang merupakan majelis taklim pertama di Jakarta.Sebelumnya, boleh dibilang tidak ada orang yang berani membuka majelis taklim.Karena selalu dibayang-bayangi dan dibatasi oleh pemerintah kolonial, Belanda.

Setiap Minggu pagi kawasan Kwitang didatangi oleh puluhan ribu jamaah dari berbagai pelosok, tidak hanya dari Jakarta saja namun juga dari Depok, Bogor, Sukabumi dan lain-lain. Bagi orang Betawi, menyebut Kwitang pasti akan teringat dengan salah satu habib kharismatik Betawi dan sering disebut-sebut sebagai perintis majelis Taklim di Jakarta, tiada lain adalah Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi atau yang kerap disapa dengan panggilan Habib Ali Kwitang.

Menurut beberapa habib dan kiai, majelis taklim Habib Ali Kwitang akan bertahan lebih dari satu abad. Karena ajaran Islam yang disuguhkan berlandaskan tauhid, kemurnian iman, solidaritas sosial, dan nilai-nilai keluhuran budi atau akhlakul karimah. Habib Ali, kata mereka, mengajarkan latihan kebersihan jiwa melalui tasawuf. Dia tidak pernah mengajarkan kebencian, hasad, dengki, gibah, ataupun fitnah.Sebaliknya, almarhum mengembangkan tradisi AhlulBait, yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghormati hak setiap manusia tanpa membedakan status sosial.

Dua tahun setelah sang ayah wafat, Habib Ali Kwitang yang saat itu masih

berusia 11 tahun, berangkat belajar ke Hadramaut. – sesuai wasiat ayahandanya

yang kala itu sudah wafat. Tempat pertama yang dituju adalah rubath Habib Abdurrahman bin Alwi Alaydrus. Di majelis mulia itu ia juga membaca kitab kepada Habib Hsan bin Ahmad Alaydrus, Habib Zen bin Alwi Ba‟abud dan Syekh Hasan bin Awadh bin Makhdzam.

Di antara para gurunya yang lain di Hadramaut yaitu Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (penyusun Simthud Durar), Habib Ahmad bin Hasan Alatas (Huraidah), dan Habib Ahmad bin Muhsin Al-Hadar (Bangil). Selama 4 tahun, Habib Ali Kwitang tinggal di sana, lalu pada tahun 1303 H/1886 M ia pulang ke Betawi.

Pulang dari Hadramaut, ia belajar kepada Habib Utsman bin Yahya (mufti Batavia), Habib Husein bin Muhsin Alatas (Kramat, Bogor), Habib Alwi bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Umar bin Idrus Alaydrus, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Aththas (Pekalongan), Habib Ahmad bin Muhammad Al- Muhdhor (Bondowoso).

Ketika terjadi perang di Tripoli Barat (Libya), Habib Utsman menyuruh Habib Ali Kwitang untuk berpidato di masjid Jami‟ dalam rangka meminta pertolongan pada kaum muslimin agar membantu umat Islam yang menderita di Tripoli.Padahal pada waktu itu, Habib Ali Kwitang belum terbiasa tampil di podium. Tapi, dengan tampil di podium atas suruhan Habib Utsman, sejak saat itu

lidahnya fasih dalam memberikan nasehat dan kemudian ia menjadi dai.67

Tokoh-tokoh pahlawan Nasional yang pernah menjadi anggota perkumpulan Jamiat Kheir, diantaranya:

a. Raden Umar Said Tjokroaminoto.

b. R. Jayanegara, Hoofd Jaksa Betawi, anggota nomor 352.

c. R.M. Wiriadimaja, Asisten Wedana Rangkasbitung, anggota

nomor 661.

d. R. Hasan Djayadiningrat, anggota nomor 273.

e. K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, anggota nomor

770.

Dokumen terkait