PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG KRITERIA DAN ANCAMAN
PERJUDIAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )
Oleh :
Abul A'la Almaududi 104043101308
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG KRITERIA DAN ANCAMAN
PERJUDIAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )
Oleh:
Abul A'la Almaududi
NIM: 104043101308
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
DR.H.Ahmad Mukri Aji, MA Nahrowi, S.H., MH.
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (
UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN )
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2009
Abul A'la Almaududi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4
D. Metode Penelitian ... 5
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian perjudian dan Dasar Hukum Larangannya ... 9
B. Pendapat Para Ulama Tentang Perjudian ... 14
C. Unsur-unsur Delik Perjudian ... 16
D. Ketentuan Pidana Perjudian ... 18
BAB III PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA POSITIF A. Pengertian dan Jenis-jenis Perjudian ... 32
B. Unsur-unsur Perjudian Dalam KUHP... 33
D. Ancaman Pidana Perjudian ... 45 BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM
A. Analisis Perbandingan Unsur-unsur Perjudian dalam KUHP
dan Hukum Pidana Islam ... 53
B. Analisis Perbandingan Sanksi Pidana Perjudian dalam KUHP
dan Hukum Pidana Islam ... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 64
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pejudian telah dikenal sejak lama sepanjang sejarah di tengah
masyarakat. Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu kenyataan atau
gejalah sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainannya.
Kehidupan masyarakat yang mempunyai tata aturan kehidupan, dengan arti
dan tujuan tertentu berusaha menanggulangi masalah ini. Usaha prefentif dan represif
oleh pemerintah pun telah dilakukan, namun perjudian terasa semakin menjamur di
tengah-tengah dan diseluruh lapisan masyarakat.
Karena bagaimanapun kenyataannya di dalam masyarakat, perjudian dapat
menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan
masyarakat, seperti sering terjadinya pencurian, hancurnya kehidupan rumah tangga,
perkelahian, rusak moral generasi muda ( pemalas dan emosional ), serta identik
dengan maraknya penjualan minuman keras dan pelacuran ( mabuk-mabukan dan
perzinahan ).
Semua ini terjadi karena orang yang kalah berjudi akan goncang jiwanya dan
akan berusaha untuk mendapatkan gantinya dengan cara yang cepat dan mudah tanpa
mengindahkan norma-norma susila dan agama. Sebaliknya apabila seseorang menang
karena ia mendapatkan harta dengan cara yang mudah dan cepat tanpa harus banyak
bekerja, seperti mabuk, berzinah dan perbuatan lainnya yang tidak bermanfaat.
Islam melarang bermain judi karena permainan judi itu dapat menimbulkan
permusuhan dan pertentangan antara pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari
mulutnya bahwa mereka telah saling merelakan sebab bagaimanapun akan selalu ada
pihak yang menang dan yang kalah, yang dirampas dan yang merampas. Sedang yang
kalah apabila diam, maka diamnya itu penuh kebencian dan mendongkol, dia marah
karena angan-angannya tidak dapat tercapai. Dia mendongkol karena taruhannya itu
sial. Kalau dia ngomel, maka ia ngomeli dirinya sendiri, karena derita yang dialami
dan tangannya yang menaruhkan taruhannya dengan membabi buta.1
Walaupun perjudian itu telah dilarang oleh agama Islam, dan pemerintah
dengan segala macam hukumannya tetapi sampai sekarang masih ada orang yang
membuka arena perjudian.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja tidak boleh malas, oleh
karena itu Islam menyuruh untuk menjauhi judi, karena dengan adanya permainan
judi itu akan membuat seseorang berangan-angan, apabila ia menang maka akan
menjadi kaya-raya tanpa usaha dan kerja keras. Sedangkan apabila ia kalah, maka
kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi lagi dengan ulangan
yang kedua, sehingga dapat menutup kerugiannya yang pertama. Sedangkan yang
menang, karena didorong oleh lezatnya menang, maka ia tertarik untuk mengulangi
1Yusuf Qardhowi, Halal dan Haram Dalam Islam, Alih Bahasa Mu'amal Hamidi,
lagi kemenangannya yang sedikit itu mengajak untuk dapat lebih banyak. Sama sekali
dia tidak ada keinginan untuk berhenti dan makin berkurang pendapatannya, makin
dimabuk oleh kemenangan sehingga dia beralih dari kemegahan kepada suatu
kesusahan yang mendebarkan.
Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga hampir kedua
putaran ini tidak pernah berpisah. Dan inilah rahasia terjadinya pertumpahan darah
antara pemain-pemain judi, Padahal belum pernah tercatat dalam sejarah ada orang
kaya karena judi dan perjudian itu sendiri dapat mengakibatkan roda kehidupan
menjadi terbengkalai, karena selamanya pemain judi sibuk dengan sesamanya.
Sehingga lupa akan kewajibannya kepada Tuhan, kewajiban dirinya, keluarga, dan
kewajibannya akan umat.2
Dengan adanya latar belakang diatas, maka penulis ingin mengangkat judul
skripsi ini, karena sampai sekarang masih ada orang yang membuka arena perjudian,
sehingga memberikan peluang orang untuk bermain judi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut yang tentu akan sangat luas jika
masalah tersebut dibahas secara keseluruhan dalam penulisan ini, maka penulis perlu
untuk menyajikan penulisan ini dengan dibatasi pada pemberian sanksi kepada orang
yang terlibat pada pidana perjudian.
Adapun perumusan masalah yang penulis sajikan, tertuang dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana perjudian menurut Hukum Pidana
Islam dan Hukum Positif ?
2. Bagaimana unsur-unsur perjudian yang diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam?
3. Bagaimanakah ketentuan sanksi hukuman perjudian dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
Dalam penyusunan skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh
penyusun yaitu:
a. Mengetahui bagaimana perjudian menurut pasal 303 KUHP.
b. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan perjudian dalam hukum pidana
Islam.
c. Menganalisis perbandingan unsur-unsur dan sanksi pidana perjudian dalam
KUHP dan Hukum Pidana Islam.
2. Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini sebagai berikut:
a. Sebagai upaya memberikan kontribusi pemikiran khususnya terhadap
kaitannya dengan pencegahan perjudian yang semakin merajalela di tengah
masyarakat,
b. Memberikan peringatan terhadap semua lapisan masyarakat bahwa perjudian
akan menyengsarakan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penyusun dalam menyusun penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Dalam penyusunan penelitian skripsi ini penyusun menggunakan jenis penelitian
pustaka (library research) dengan sifat penelitian deskriptif, yakni mengumpulkan
data secukupnya yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas lalu
dianalisa secara sistematis dan profesional.
2. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan secara yuridis atau juga normatif,
yaitu dengan melihat undang-undang yang berkaitan dengan pokok masalah, yang
berlaku di Negara Indonesia serta aturan-aturan yang terdapat dalam hukum
Islam.
3. Sumber Data
Pengambilan sumber data oleh penyusun yakni dari sumber-sumber hukum positif
a. Sumber data primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber-sumber asli
yang menurut segala keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini, adapun
data-datanya sebagai berikut:
- Dari segi hukum pidana Islam penyusun mengambil data dari al-Qur'an dan
as- Sunnah.
- Dari hukum positif diambil dari undang-undang nomor 7 tahun 1974 dan
Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1981 tentang perjudian dan KUHP
pasal 303.
b. Sumber data sekunder yaitu: data-data yang diperoleh dari sumber data yang
memuat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun sumber data
sekunder diambil dari hukum Islam yaitu buku-buku fiqih dan
pendapat-pendapat para ulama dan dari hukum positif yaitu pendapat-pendapat-pendapat-pendapat ahli
yang disusun dalam satu buku.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penyusun adalah analisis secara kualitatif
yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang terpisah-pisah
menurut kategorinya untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan pola berpikir
yang penyusun terapkan adalah:
a. Deduktif, yaitu pola berpikir yang diambil berdasarkan data umum yang
kemudian disaring, diolah dan kemudian ditarik kesimpulan.
b. Komparasi, yaitu dengan membandingkan pendapat-pendapat para sarjana,
Dengan mengambil dalil yang paling kuat untuk diterapkan terhadap
permasalahan pokok.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam Skripsi terdahulu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta "Tinjauan Hukum
Islam terhadap Lokalisasi Perjudian".
Atas nama Zulkifli Ginting Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum
Tahun 2003.Kesimpulan Skripsi :
Lokalisasi perjudian pada dasarnya bertujuan untuk meminimalkan dampak
negatif jadi malah akan menimbulkan madharat yang lebih banyak. Seperti, legalnya
segala perbuatan maksiat di sana (perjudian, minuman keras, dan pelacuran) karena
satu sama lainnya kerap sekali bersamaan juga lambat laun dapat merusak jiwa dan
mental generasi muda Indonesia. Dan lokalisasi perjudian hukumnya haram, sebab
walaupun di dalamnya terdapat manfaat akan tetapi kemadharatannya yang
ditimbulkan lebih besar.
F. Sistematika Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada "Buku Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2007. Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan
Bab pertama yang merupakan pendahuluan terdiri dari latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teori, metode penelitian, tinjaun kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas perjudian dalam hukum pidana Islam yang meliputi
pengertian dan dasar hukum pengharamannya, pendapat para ulama tentang
perjudian, unsur-unsur delik perjudian, dan ketentuan pidana perjudian.
Bab ketiga membahas perjudian dalam hukum pidana positif yang meliputi
pengertian dan jenis-jenis perjudian, unsur-unsur perjudian dalam KUHP, peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perjudian, dan ancaman pidana
perjudian.
Bab keempat memuat analisa terhadap Kitab Undang-undang hukum pidana
dan Hukum Pidana Islam tentang perjudian
Bab ini merupakan inti pembahasan dari skripsi ini, oleh karena itu dalam bab
ini, dijelaskan beberapa analisa perbandingan yaitu: dari segi aspek unsur-unsur
perjudian dan aspek ancaman pidana perjudian.
BAB II
PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengharamannya 1. Menurut Bahasa
Kata judi atau maisir dalam bahasa mempunyai arti sebagai berikut :
a. Menurut bahasa indonesia judi ialah, permainan dengan memakai uang
sebagai taruhan, seperti main dadu, kartu, dll.
b. Menurut bahasa arab judi itu disebut dengan maisir.
2. Menurut Istilah
Adapun arti judi menurut istilah ada beberapa pendapat, di antaranya adalah :
a. Hasbi ash-shiddiqeiy mengartikan judi dengan " segala bentuk permainan yang
ada wujud kalah dan menangnya, pihak yang kalah memberikan sejumlah
uang atau barang yang disepakati sebagi taruhan kepada pihak yang menang.
b. Menurut Muhammad Rasyid ar-Ridlo judi3 yaitu :
ﻥ
ﻥ
Artinya: Maisir adalah judi atau berasal dari kata yasara atau yusr yang berarti mudah, karena judi itu merupakan mata pencaharian yang tanpa jerih payah dan tanpa susah payah, atau berasal dari kata yasaar yang berarti kaya, karena sebab berjudi itu seseorang akan memperoleh kekayaan bila ia memenangkannya.
c. Menurut Hamka judi (maisir) yaitu, Segala permainan yang menghilangkan
tempo dan melalaikan waktu dari membawa petaruhan, termasuk di dalamnya
segala permainan judi, seperti koa kim, domino, kartu, rollet, dadu dan segala
permainan yang bisa memakai pertaruhan4
d. Begitu pula dalam Tafsir ayat al-Ahkam dikatakan5 :
! "ی
$"
%
& 'ی (
)
* ! + ﺱ - .
&
/0ﻥ
$001 0 ﻥ 2 00 0 $& 00ی 0
3
4ﻥ 5 0
/00
0 6 /00 ! 0 + 00ﺱ
7 8 9 : $7 ی
8
; : ! < 7&
*" ) =
>
Artinya : Maka setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain bisa kalah adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan sarana apa saja seperti dadu, catur dan lainnya di zaman kita ini disebut " al-Yanasib"( lottre dan adu nasib) baik yang bertujuan untuk kebaikan atau semata-mata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan yang tidak baik, dan sesungguhnya Allah itu dzat yang baik, Dia tidak menerima melainkan yang baik
e. Menurut Prof. KH. Ibrohim Hosen, LML berpendapat :
Bahwa yang dimaksud dengan al-Maysir adalah suatu permainan yang
mengandung unsur taruhan yang dilakukan secara
berhadap-hadapan/langsung dua orang atau lebih.6
4
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid VII, ( Jakarta :Pustaka Panjimas, 1984 ), h.39.
5
Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat al-Ahkam, Jilid 1, ( Siria : Maktabah al-Ghazali, 1982 ), h.275
Berdasarkan definisi –definisi yang diutarakan para ulama tersebut di atas
maka dapat diambil kesimpulan bahwa judi ialah segala macam bentuk permainan
yang terdapat taruhan di dalamnya, serta mengakibatkan untung rugi bagi para
pemainnya dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada setiap
permainan, pertandingan, perlombaan yang belum pasti hasilnya.
2. Dasar Hukum Pengharamannya
Sumber hukum tentang pengharaman perjudian dalam islam ialah firman
Allah dalam kitab suci al-qur'an surat al-Baqarah : 219 yang berbunyi:
! " #$ % & '()* +, - . / 01
23)45 6 7 !
9 9: )
& 2'2 - . !
<1!=
>)7
') 4?
@
AB !
CD 7
E F.)4: G
H$ %
4 @
AB) IJKJL
2M NO G
& ,P@C
)Q5 GR
#,FS? C
E! T@J4 RC
Artinya :“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (QS.al-Baqarah(2):219 )
.
Dan dijelaskan pula dalam surat al-Maidah ayat 90- 91
VWAX!Y?5 G M)%T&
" [ 6 7 P
? .
CG \
( !
]^ _` Ra !
,5C bRa !
cd eg >)N7
H$ >5C] Khi
j )k l e C*
#,P@ C
E 2C 4
? .
2XG G
2>5C] Khi E!=
3)% G
j !I X
P& 0n !
o M
pCG \
!
#,PL Xq` G !
> L)D &
> !
r j s` "
#$ 'C*
tPu !=
E vW :w7
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”( QS.al-Maidah (5): 90-91 )
Sebab nuzul ayat ini diturunkan ialah karena ketika Rasulullah SAW datang
ke Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang hal ini. Maka turunlah ayat:
!
"
#$
%
&
'()*
+, - .
/
01
23)45 6 7 !
9
9: )
&
2'2
- . !
<1!=
>)7
')
4?
@
AB
!
CD
7
E F.)4: G
H$
%
4
@
AB)
IJKJL
2M NO
G
&
,P@C
)Q5 GR
#,FS?
C
E!
T@J4 RC
Artinya:Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir(QS.al-Baqarah(2) :219)
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi yaitu (QS. 5 : 90-91) yang
akan berhenti". Kemudian orang-orang bertanya: "Ya Rasulullah bagaimana nasib
orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan yang mati diatas kasur padahal mereka
minum arak dan makan hasil judi. Dan Allah telah menciptakan kedua hal itu
termasuk perbuatan dari syaithan yang keji.7
Dari keterangan dan penjelasan ayat di atas dapat diketahui bahwa:
1. Bahaya judi ini dapat menimbulkan permusuhan dan kemarahan diantara teman
sepermainan, menghalangi dzikrullah dan shalat, merusak masyarakat dengan
membiasakan hidup menganggur dan malas, menunggu hasil yang besar tanpa
jerih payah dan bersungguh-sungguh, merusak rumah tangga sehingga banyak
rumah tangga menjadi porak poranda yang dahulunya hidup dalam kesenangan
dan kebahagiaan yang disebabkan oleh permainan judi, sehingga kadang-kadang
berakibat sangat menyedihkan sekali, pelakunya mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri atau rela hidup dalam kemiskinan dan kehinaan8. Dari hari ke hari
semakin jelas terlihat, bagaimana besarnya bahaya judi yang selama ini belum
diketahui orang. Dengan demikian menjadi jelaslah apa yang difirmankan Allah
SWT dalam al-Qur'anul Karim. "sesungguhnya setan ini bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum
khamar dan berjudi dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat,
maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan ini".
7
Shaleh dan Ahmad Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur'an,Cet.12, ( Yogyakarta : Bina Islam, 1999), h. 4.
8
2. Menurut hukum Islam unsur perjudian yang dapat dianggap melawan hukum Islam
adalah setiap permainan judi yang dilakukan baik mendapat izin pemerintah,
maupun tanpa izin pemerintah jadi kejahatan perjudian menurut agama Islam
semua permainan judi walaupun perjudian tersebut diadakan oleh pemerintah atau
program pemerintah seperti SDSB, KSOB, dan sebagainya sesuai dengan ayat di
atas surah al-Maidah ayat 90 dan Al-Baqarah ayat 219.
B. Pendapat Para Ulama Tentang Perjudian
Ulama telah sepakat atas haramnya macam-macam permainan judi karena
Allah berfirman "katakanlah pada keduanya ia mendapat dosa yang besar", maka
setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain kalah
adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan sarana apa saja seperti
catur, dadu, dan lain-lainnya, yang di zaman kita ini disebut "Ya Nashib" (lotere, adu
nasib), baik yang bertujuan untuk tujuan kebaikan, seperti dana sosial atau yang
semata-mata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan
yang tidak baik". Dan bahwa sesungguhnya Allah itu dzat yang bagus, ia tidak
menerima melainkan yang bagus. 9
Pengarang kitab al-Kasyaf berkata : 10
? ﻥ
@"ﺡ
)
3 4ﻥ 5
>
@*0ﺱ 0 *B : *0ﺹ 07
B
D E
F
9Ibrohim Hosen, Apakah judi itu ?, ( Jakarta : Lembaga Kajian Ilmiah IIQ, 1987), h.40
G
H=*
;
@ ی
ﻥ
H
@=
>
) 0 ! 0 B : 0I J0*B B
4ﻥ 5
Artinya: Dan yang dihukumkan sebagi maisir, segala macam permainan judi, seperti dadu, catur dan lain sebagainya. Dan Nabi Muhammad bersabda : "Awaslah kamu terhadap dua permainan yang tercela, karena sesungguhnya keduanya itu termasuk judinya orang asing. Dan Ali ra: Sesungguhnya dadu dan catur itu adalah bagian judi
Al-Alusi berkata: Tergolong Maisir, segala macam permainan judi seperti
dadu, catur, dan lain-lainnya. Sehingga mereka menggolongkan permainan anak-anak
seperti permainan buah pala dan sebagainya. 11
Main dadu/lotre yang apabila dibarengi dengan perjudian maka hukumnya
adalah haram. Hal ini disepakati oleh para ulama' tetapi sementara ulama ada yang
mengatakan makruh apabila permainan ini tidak dibarengi oleh perjudian. 12
Imam Syafi'i membolehkan permainan catur dengan syarat-syarat
sebagaimana disebutkan Fakhrur Razi, yaitu ia mengatakan: Imam Syafi'i berkata:
apabila permainan catur tanpa pertaruhan, tanpa omongan yang melampaui batas, dan
tidak sampai melalaikan shalat, maka tidak haram dan tidak termasuk maisir (judi),
karena judi ditandai adanya pembayaran uang atau pengambilan uang, sedang hakikat
permainan catur tidak demikian, maka ia tidak termasuk judi. 13
11Ibid., h. 227. 12
Imam al-Ghozali, Halal dan Haram ( Jakarta: CV. Bintang Remaja, 1999), h.106.
13
Sedangkan pengertian catur itu sendiri adalah permainan otak dan pikiran
yang sudah terkenal di mana-mana, dari pelosok sampai ke kota-kota sangat digemari
dari kalangan anak-anak sampai dewasa, dari kalangan berpenghasilan rendah sampai
berpenghasilan tinggi. Dan permainan catur ini tidak diperbolehkan apabila dalam
permainan catur ini dicampuri dengan perjudian atau pertaruhan.
Sedangkan pengertian berpacu kuda atau balap kuda adalah suatu permainan,
dan bentuk olahraga, juga suatu latihan permainan ini sangat dibutuhkan oleh para
pemuda Islam atau sahabat-sahabat Rasulullah itu. Dan taruhan yang dilakukan oleh
Rasulullah itu adalah merupakan suatu hadiah, yang mana uangnya itu dikumpulkan
bukan hanya dari orang yang berpacu saja, tetapi dari semua orang yang menonton
lainnya.
Adapun hadiah yang dikumpulkan dari masing-masing yang berpacu,
kemudian siapa yang unggul itulah yang mengambilnya, maka hadiah semacam itu
termasuk judi yang dilarang. Dan Nabi sendiri menamakan pacuan kuda semacam itu
adalah kuda syaithan, harganya haram, makannya haram dan yang
menungganginyapun haram pula. 14
C. Unsur-unsur Delik Perjudian
14
Dalam menetapkan sanksi atau hukuman terhadap suatu pelanggaran harus
diketahui terlebih dahulu unsur-unsur delik dalam jarimah, unsur-unsur ini ada pada
suatu perbuatan, maka perbuatan tersebut dipandang sebagai suatu delik jarimah.
Unsur-unsur delik itu ada dua macam yaitu unsur khusus dan unsur umum.
Unsur umum itu adalah :
1. Adanya nas yang melarang dan mengancam perbuatan (unsur formil).
2. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata
atau sikap tidak berbuat (unsur materil).
3. Pelaku adalah mukallaf (unsur moril). 15
Unsur-unsur khusus yang dimaksud adalah misalnya dalam kasus pencurian,
selain memenuhi unsur-unsur umum, juga harus memenuhi unsur-unsur khusus yaitu:
barang yang dicuri itu bernilai ¼ dinar keatas, dilakukan dengan cara diam-diam, dan
benda itu disimpan di tempat yang pantas. Jika telah memenuhi unsur-unsur tersebut,
maka perbuatan itu baru dianggap sebagai pencurian yang harus dihukum potong
tangan.
Begitu pula dengan jarimah perjudian. Suatu perbuatan dapat dikatakan
sebagai perjudian, apabila telah memenuhi unsur-unsur khusus yaitu:
1. pengakuan dari pelaku bahwa dia benar-benar telah melakukan atau turut serta
berjudi.
2. Adanya benda atau barang sebagai taruhannya.
15
3. Adanya obyek yang dijadikan suatu perbuatan judi.
4. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan orang yang
dirugikan.
Terpenuhinya unsur-unsur yang umum dan khusus di atas maka ia dapat
disebut sebagai pelaku dari tindak pidana berjudi.
D. Ketentuan Pidana Perjudian
Sebelum menjelaskan ketentuan pidana perjudian dalam hukum Islam terlebih
dahulu penyusun akan menjelaskan pengertian hukum pidana menurut syari'at Islam.
Dalam buku-buku ilmu fiqih, persoalan pidana dibahas dalam bagian jinayat.
Kata jinayat adalah bentuk prularis dari kata jinayah ataupun kejahatan. Perkataan
jinayah, adalah merupakan kata asal (masdar). Dan kata kerjanya ialah " yang berarti
berbuat dosa atau berbuat jahat. Orang yang berbuat jahat ialah djani (Masculinum
Singularis) yang merupakan kata nama untuk jenis satuan laki-laki dalam kedudukan
sebagai pelaku (Isim fa'il mufrad mudzakkar), dan bentuk prularisnya ialah djunat,
adjnia, dan djunaa, yakni bentuk banyak tak beraturan jenis laki-laki. Sedangkan
bentuk feminanya dalam singularis ialah djaniah (Mufrod Muannats) dan bentuk
prularisnya ialah djawan dan djaniat, orang yang dikenal oleh perbuatan jahat
dinamakan mudjna 'alaihi. 16
Sedangkan yang dimaksudkan dengan hukum pidana menurut hukum syari'at
Islam, ialah ketentuan-ketentuan hukum syari'at Islam yang melarang orang untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan terhadap pelanggarnya ketentuan hukumnya
tersebut, dikenakan hukuman yang berupa penderitaan badan atau denda kepada
pelanggarnya.
Setiap peristiwa pidana harus mengandung tiga macam unsur, yakni yang
pertama, sifat melakukan hukum, kedua pelakunya yakni orang yang melakukan
perbuatan pidana tersebut. Ketiga dapat dipersalahkan atau disesalkan atas perbuatan
yang oleh hukum dinyatakan perbuatan yang dapat dihukum, unsur-unsur tersebut ini,
tidak selamanya dapat terlihat dengan jelas dan terang didalam perumusan
ketentuan-ketentuan hukum syari'at Islam yang berhubungan dengan persoalan-persoalan
pidana, dan pengertian tersebut kita kemukakan hanyalah untuk memudahkan dalam
mempelajari dan membahas persoalan-persoalan hukum pidana menurut hukum
Syari'at Islam. 17
Di dalam Al-Qur'an dijelaskan, setiap orang berkewajiban untuk menerapkan
hukum Syari'at Islam:
#mP@ C K !
$x!= H$( 'yQz
& m
{ | != &
)}()* r
> 7 ! -T
,FS C~
& m
{ | != &
•?5C Y!€YC*
, x
A• F. 5J4
Artinya: ”Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”(QS. al-Maidah /5 :47)
Ketentuan-ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan memberi perintah
kepada Rasul supaya melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum Syari'at Islam yang
terdapat di dalam Al-Qur'an diantara sesama manusia:
& : | != !
KC .
_ 5 l @
Hx‚ C m
ƒ%)xX_` 7 )„
A…O m
)}G X G
†>)7 ‡ 5 l S
6) K ' 7 !
)} Kj "
,FSj C*
-2' 6 m
& m { | != & " 0‰ ! 3 SŠpC
#, x P& x!=
J‹ P&% >
†>)7 Hx‚ C r Œ$P@) 6* e #,P@:)7
:V •
%Ž> '6)7 !
r
# C !
P& JT
&
#,FSj •C
:V97€=
: X)jI !
> @5C !
#,PL # ()„
o M
& 7
#,P@‹C P
"
" F. R • C*
),I # r
oj‘ . &
#,FS e# 7
6 K) e
,P@ ’ }S k (C* m
-l6PL
)}()*
E F4 R G!7
Artinya :Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu” (QS.al-Maidah/5:48)
Sedangkan salah satu aturan pokok dalam syari'at Islam ialah pembuat tidak
dihukum karena sesuatu perbuatan yang dilarang, kecuali kalau ia mengetahui
(benar-benar) dengan sempurna tentang dilarangnya perbuatan tersebut, jika ia tahu tentang
Dalam pengertian mengetahui cukup dengan kemungkinan mengetahui, jadi
apabila seorang telah dewasa dan berakal sehat, sedang ia mendapat kesempatan
untuk mengetahui perbuatan-perbuatan yang terlarang baginya, baik dengan jalan
meneliti (mempelajari) nas-nas yang menyatakan keharaman atau dengan jalan
bertanya kepada orang-orang pandai (Ahl-dzikri), maka orang tersebut dianggap
mengetahui perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan ia tidak bisa beralasan tidak
tahu, oleh karena itu para fuqaha mengatakan sebagai berikut: "Di dalam negeri Islam
tidak dapat diterima alasan tidak mengetahui ketentuan-ketentuan hukum". 18
Seseorang mukallaf dianggap mengetahui undang-undang (hukum) dengan
adanya kemungkinan mengetahui, bahkan dengan adanya pengetahuan yang
benar-benar terjadi, oleh karena itu undang-undang (hukum) yang melarang dianggap telah
diketahui oleh semua orang, meskipun kebanyakan dari mereka tidak mengetahui
undang-undang tersebut, ataupun hanya mengetahui sedikit-sedikit, selama
kemungkinan untuk mengetahui itu ada. Mengetahui undang-undang (hukum)
benar-benar, tidak disyaratkan oleh syari'at karena hal ini akan menimbulkan kesulitan dan
akan membuka pintu alasan tidak tahu seluas-luasnya serta melumpuhkan berlakunya
undang-undang. 19
Dan telah dijelaskan, jumhur ulama' telah sepakat bahwa sumber hukum
jinayat (Hukum Pidana Islam) ialah Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas. Sebagaimana
18
Haliman, Hukum Pidana Syari'ah Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, h. 86.
ulama' merumuskannya dengan Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas sebagian ulama'
merumuskannya dengan Qur'an, Hadits, Ijtihad yang telah disepakati (Ijma) dan
Ijtihad perorangan (Qiyas). Jadi kedua perumusan itu sebenarnya sama, selain itu ada
sumber hukum lagi yang tidak disepakati diantara para ulama', yaitu istihsan,
istihshab, masalah mursalah, madzhab sahabat, adat kebiasaan. Dan syri'at nabi-nabi
sebelum Islam. Tetapi para ulama telah sepakat bahwa sumber hukum tersebut
belakangan ini dapat dipakai sebagai sumber hukum acara pidana (formil). 20
Tertib penyebutan sumber hukum tersebut di atas mewujudkan tertib kekuatan
sumber hukum ini masing-masing, artinya jika terjadi suatu peristiwa hukum harus
dicari petunjuknya dalam Al-Qur'an, jika tidak ada baru beralih kepada hadits, jika
tidak ada baru beralih kepada qiyas. Akan tetapi sebagian ulama tidak menyetujui
qiyas sebagai sumber hukum materiel (sumber yang menentukan macam jarimah dan
hukumannya). Ia hanya dipakai sebagai sumber hukum formil (seperti halnya
istishan, masalah, dan lain-lain).
Diantara sumber-sumber hukum tersebut di atas hanya Qur'an dan hadits yang
berlaku aturan-aturan asasi bersifat umum (multi), sedangkan sumber hukum yang
lain lebih sesuai jika dikatakan hanya sebagai cara mengambil hukum dari Qur'an dan
hadits. Bahkan diantara kedua sumber hukum ini hanya Qur'an yang menjadi sumber
hukum pidana, sedang hadits hanya sebagai penjelas terhadap makna-makna Qur'an
dan mengatur hal-hal yang tidak dijelaskan Al-Qur'an, oleh karena itu tidak mungkin
hadits menentang kepada Qur'an, lebih-lebih sumber hukum yang lain. 21
Setelah penyusun menjelaskan pengertian hukum pidana menurut syari'at
Islam, penyusun akan menjelaskan ketentuan pidana perjudian sesuai dengan
pembahasan yang diangkat dalam skripsi ini.
Sebagaimana dalam syari'at Islam ada hukum tertulis dalam beberapa
kejahatan (criminal) sebagaimana telah disebutkan, ada lagi suatu cara memberikan
kekuasaan (menguasakan) kepada hakim, untuk menentukan hukuman dalam
beberapa macam kejahatan menurut yang dipandangnya cukup untuk menimbulkan
kesadaran supaya orang yang mengerjakan kejahatan itu menjadi jera. Hukuman
serupa ini oleh ahli-ahli fiqih dinamakan "ta'zir" (hukuman pengganjaran). Ta'zir
yaitu, perbuatan pidana yang bentuk ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa
( hakim ) sebagai pelajaran kepada pelakunya. 22
Sedangkan dalam hukum pidana Islam dikenal empat penggolongan jarimah
atau kejahatan ditinjau dari berat dan ringannya hukuman yang diancamkan, yaitu:
1. Jarimah qisos, yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman qisos, adalah
hukuman yang sama dengan jarimah yang dilakukan, yang termasuk jarimah ini
ialah pembunuhan dengan sengaja yang mengakibatkan terpotong atau terlukanya
anggota badan.
Sumber hukum qisos ialah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat178-179,
21
Ibid, h. 14. 22
VWAX!Y?5 G M)%T&
" : 7 P
_ )lPL
,P@ Kj “
”‡ _`‡.
o M
gj RC. "
• \
– \ m
2X#S !
)X# m
rcC— ˜a !
rcC— ˜a m
r > C* o ™ š =C& >)7 )}( †!= +P cJ
› S) C*
! m
›P& (!= !
)} KC .
>5_ } œ m
@
) ICD
/ K)4 G!7
>)N7
#,P@ jmdg
/V } g !
@
> C*
@| X l
X m
) ICD
š =C C*
^ JK
n-() !=
#,P@C !
o M
‡ _`‡.
/ r ( }
o‘Y!€Y?5 G
‡ 5 S Ra
#,FS? C
E F.žlC –
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS.al-Baqarah/2 :178-179)
2. Jarimah diyat, yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman diyat, adalah hukuman ganti rugi atas penderitaan yang dialami. Korban atau keluarganya. Yang termasuk jarimah ini ialah pembunuhan tak disengaja, dan penganiayaan tak sengaja yang mengakibatkan terpotongnya atau terlukanya anggota badan. Ketentuan ini bersumber pada firman Allah,
7 ! A•%JL
>)7C2 ) E!=
0$R . G
:)7C 7 Ÿ‰ .
— C] †
r > 7 ! 0$ RC%
6)7C 7
— C] †
G C lC*
V 6)7Cw7 /V G)( !
V ? _ w7
oj‘ .
4¡)= x!=
¢‰ . E!=
" % Xs` G
r E œC* A•%JL >)7 7£# C% ¤N!2X #,P@T x !
)7C 7
G C lC*
V SC% g V 6)7Cw7
"
E . ! A•%01
>)7 h£# C%
#,FS 6 m
-2' 6 m !
/‚5C¦K)N7 /V G)XC*
V ? _ w7
oj‘ .
¡)= x!=
G !7 !
V SC% g
V 6)7Cw7 "
> C*
#,T X‡• G
§ K `C*
HM 'JT
HMO m R R 7
:V m# C
†>)N7 & @ A•%JL ! & ¨ (
¦ ( S }
Artinya : Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.an-Nisa/4 : 92)
3. Jarimah hudud, yaitu jarimah yang diancam hukuman had, yaitu hukuman yang
telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak Tuhan. Dengan
demikian, maka hukuman tersebut tidak mempunyai batas terendah atau batas
tertinggi. Pengertian hak Tuhan ialah bahwa hukuman tersebut tidak bisa
dihapuskan baik oleh perseorangan (yang menjadi korban jarimah), atau pun oleh
yaitu : zina (an-Nur ayat: 2), qazaf (an-Nur ayat: 4), minum-minuman keras
(Hadist Nabi), mencuri (al-Maidah ayat:38), hirabah ( al-Maidah ayat: 33),
murtad ( al-Baqarah ayat : 217) dan pemberontakan (al-Hujurat ayat : 9).
4. Jarimah ta'zir, yang termasuk golongan jarimah ini ialah perbuatan-perbuatan yang
diancam dengan satu atau beberapa hukuman ta'zir. Pengertian ta'zir ialah
memberi pengajaran (at-ta'dib). Tetapi untuk hukuman pidana Islam istilah
tersebut mempunyai pengertian tersendiri yaitu, syara' tidak menentukan
macam-macamnya hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta'zir, tetapi hanya menyebutkan
sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai kepada yang
seberat-beratnya.
Sedangkan jarimah ta'zir itu jumlahnya banyak sekali, yaitu semua jarimah
selain diancam dengan hukuman had, kifarat dan qisos diyat, semuanya termasuk
jarimah ta'zir, jarimah ta'zir ini dibagi menjadi dua:
Pertama: jarimah yang bentuk atau macamnya sudah ditentukan oleh nash (Qur'an
dan Hadits), tetapi hukumnya diserahkan kepada hakim.
Kedua: jarimah yang baik bentuk atau macamnya, begitu pula hukumannya
diserahkan kepada manusia, syara' hanya memberikan ketentuan-ketentuan yang
bersifat umum.
Baik nash-nash Qur'an hadits banyak sekali menyebut jarimah ta'zir ini,
misalnya: wajib shalat dan zakat (al-Baqarah: 110), wajib puasa (al-Baqarah: 183),
wajib haji Baqarah: 97), larangan riba Baqarah: 275), menipu harta
(al-Maidah: 90), larangan menimbun bahan makanan (hadits Nabi), jarimah ta'zir macam
pertama ini harus dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya.
Mengenai jarimah ta'zir macam kedua misalnya adalah sebagai berikut, Allah
berfirman dalam suirat al-Syuara : 183 yaitu :
0‰ !
"
q
#
C
z9
9:
-
x P&
K T!=
0‰ !
"
# C˜
C
o M
©#gRa
M)X
4 7
Artinya : Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS.al-Syuara /26: 183 )
Berdasarkan jiwa ayat ini pihak penguasa dapat membuat peraturan-peraturan
yang melarang segala macam bentuk penyelewengan yang berakibat merugikan orang
lain. Pihak penguasa juga dapat membuat peraturan-peraturan yang mengancam
segala bentuk perbuatan merusak, seperti membuat keonaran, keresahan, huru-hara,
dan lain sebagainya. 23
Allah berfirman dalam surat al-Maidah:2
VWAX!Y?5 G M)%T&
" : 7 P
0‰
" ª ) €7
H«?5 JT
& 0‰ !
#Wh¬
§ V \
0‰ ! | X -*®
0‰ ! X•?5j C.
¯‰ !
MO)N7& P
_Q (
§ V \
E P l#S G
˜J nC* >)N7
#,W–¤dg
: I °g !
r
CD . !
tPu* j }
" !2( C] ± C*
r 0‰ !
#,P@9: 7 'C~
E 6JT 7£# C% E!= #,F1!gX_± > )X‡•
)£ V \
E!=
" !2X l C
s
" ! C !
oj – ‡
@| .žl !
" 0‰ !
" ! C
oj
‡- -Qz
HEI ! X !
r
" F.9 ! T& " 9E . T& 2XG)XJT ‡^ C.)
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS.al-Maidah /5: 2 )
Berdasarkan ayat Qur'an yang bersifat umum ini pihak penguasa dapat
membuat peraturan-peraturan yang mendorong kegiatan sosial, dan melarang untuk
melakukan kejahatan yang menjurus kepada kejelekan dan permusuhan. Allah
berfirman dalam QS. Al-An'am: 108.
0‰ !
" • q j$
A…)%T&
E X G
>)7
HE!2( &
" • q (C*
T& ! X # m ¤-* )“ @ ) IJKJL 96žG b HŒ$P@) ^V97€=
-2'j ¢Jv
d,
-roj‘ .
,W–¤ g
-2' e ² ³
-2' ’ } k KC*
m
" %JL
E G
! ﻥ#
: (
Artinya:“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”( QS.al-An'am/ 6 :108 )
Berdasarkan jiwa ayat ini pihak penguasa dapat membuat peraturan-peraturan
Jika pada jarimah ta'zir macam pertama ini berubah dan harus dipandang
sebagai jarimah untuk selama-lamanya, maka jarimah ta'zir macam kedua ini dapat
berubah-ubah menurut keadaan dan waktu.
Orang yang tidak mentaati perintah wajib dan melanggar larangan di atas ini
tidak ditentukan oleh Qur'an tentang hukumannya. Hukumannya diserahkan kepada
penguasa dengan hukuman-hukuman ta'zir. Cara menghukumnya terserah kepada
penguasa apakah dibuat suatu undang-undang atau diserahkan kepada hakim
berdasarkan kepada peristiwa hukum yang pernah terjadi atau dengan jalan ijtihad. 24
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan pidana
perjudian menurut hukum Islam adalah termasuk jarimah ta'zir, bentuk atau
macamnya sudah ditentukan oleh nash (Qur'an dan hadits), tetapi hukumannya
diserahkan kepada manusia ( pengusa ), dan jarimah ta'zir ini tidak berubah dan harus
dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, hukuman ta'zir
boleh dan harus diterapkan dengan tuntutan kemaslahatan, dalam kaitan ini ada
sebuah qo'idah:
$%&'
()*+ , , ,- .
25
Artinya : Ta'zir itu sangat tergantung kepada tuntutan kemaslahatan
Adapun bentuk-bentuk hukuman ta'zir sebagaiman dijelaskan oleh Ahmad
Hanafi yaitu 26:
24Ibid., h.141.
1. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syariat Islam hukuman ta'zir adalah untuk memberikan
pengajaran(at-ta'dib) dan tidak sampai membinaskan. Oleh karena itu dalam hukuman
ta'zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan
tetapi kebanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut,
yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki
demikian, atau jika pemberantasan pembuat tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan
membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis yang berbahaya.
Oleh karena hukuman mati merupakan suatu pengecualian hukuman ta'zir, maka
hukuman tersebut tidak boleh diperluas atau diserahkan seluruhnya kepada hakim
seperti halnya dengan hukuman-hukumna ta'zir yang lain, dan penguasa harus
menentukan macamnya jarimah yang dijatuhkan hukumannya.
2. Hukuman kawalan-terbatas (penjara kurungan)
Ada dua macam hukuman kawalan dalam syariat Islam, yaitu hukuman kawalan
terbatas dan hukuman kawalan tak terbatas.
a. Hukuman kawalan-terbatas, batas terendah bagi hukuman ini ialah satu hari,
sedang batas setinggi-tingginya tidak menjadi kesepakatan. Ulama-ulama
Syafi'iyyah menetapkan batas tertinggi satu tahun, karena mereka
mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Kalau jarimah
had. Fuqaha-fuqaha lainnya menyerahkan batas tertinggi tersebut kepada
penguasa negara.
b. Hukuman kawalan-tak terbatas, sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini
tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus
sampai terhukum mati atau bertaubat dan baik pribadinya. Orang dikenakan
hukuman tersebut ialah penjahat yang berbahaya atau orang-orang yang
berulang melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya, atau orang-orang yang
tidak tegas dijatuhi hukuman-hukuman biasa, yang biasa melakukan jarimah
pembunuhan, penganiayaan atau pencurian.
3. Hukuman Ancaman, Teguran, dan Peringatan
- Hukuman Ancaman (tahdid) juga merupakan salah satu hukuman ta'zir, dengan
syarat akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong. Antara lain dengan ancaman
akan dijilid atau dipenjarakan atau dijatuhi hukuman yang lebih berat, jika pembuat
mengulangi perbuatannya. Termasuk ancaman juga, apabila hakim menjatuhkan
keputusannya, kemudian pelaksanaanya sampai waktu tertentu.
- Teguran (tanbih) juga merupakan hukuman ta'zir, kalau pembuat juga dijatuhi
hukuman tersebut. Hukuman tersebut pernah dijatuhkan oleh Rasulullah saw terhadap
sahabat Abu Zarr yang memaki-maki orang lain, kemudian dihinakan dengan
menyebut-nyebut ibunya. Maka bersabda Rasullah saw" Wahai Abu Zarr, adalah
engkau menghina dia dengan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi
- Hukuman peringatan (al-Wa'zu) juga ditetapkan dalam Syariat Islam dengan jalan
memberi nasihat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil. Hukuman ini
dicantumkan dalam Qur'an, sebagai hukuman terhadap istri, yaitu, "Istri yang kamu
khawatirkan akan membangkang, maka berilah dia peringatan (nasihat)."(Qur'an
surat,an-Nisa: 34)
- Hukuman denda (al-Garamah) ditetapkan juga oleh Syariat Islam, antara lain
mengenai pencurian buah yang masih tergantung di pohonnya yang didenda dengan
lipatan dua kali harga buah tersebut, di samping hukuman lain yang sesuai untuk
perbuatan mencuri tersebut. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, " Dan
barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denda sebanyak dua
kalinya beserta hukuman."
BAB III
PERJUDIAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
A. Pengertian dan Jenis-jenis Perjudian 1. Pengertian
Menurut KUHP permainan judi adalah tiap permainan dimana pada umumnya
kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka juga karena
permainannya yang lebih terlatih atau mahir.
Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau
permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau
bermain, juga segala pertaruhan lainnya. 27
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa arti dari permainan judi
adalah setiap permainan dengan orang yang bertaruh adanya uang dan harapan untuk
menang. Hal ini tergantung pada nasib, atau kemungkinan untuk menang menjadi
bertambah besar.
2. Jenis-jenis Perjudian
Sedangkan jenis-jenis perjudian menurut Kitab Undang-undang Hukum
Pidana adalah: Permainan dengan kartu yang tidak dapat digolongkan dengan judi
ialah bridge, domino, dan sebagainya. Sedangkan yang dapat digolongkan dengan
judi ialah dadu, dua puluh satu, rouletre, tombula, totalisator pada pacuan kuda,
pertandingan sepak bola, apa yang disebut "main buntut" dan sebagainya. 28
B. Unsur-unsur Perjudian Dalam KUHP Unsur-unsur:
Pasal 303 (1)
Ke 1. : -Dengan tidak berhak - Memajukan:
Atau
- Memberi kesempatan
- berjudi
- sebagai mata pencaharian
Atau
- Turut campur
- Dalam perusahaan main judi
- Dengan sengaja
Dalam ayat 1 ini dua jenis kejahatan:
- Mengajukan atau memberikan kesempatan berjudi sebagai mata
pencaharian.
- Turut campur dalam perusahaan main judi.
Mengajukan
Perbuatan mengajukan berarti setiap pemberitahuan secara tertulis maupun secara
lisan yang memberikan kesempatan oleh pelaku yang mengajukan.
Pemberitahuan dari seorang, bahwa orang lain memberikan kesempatan, tidak
berarti mengajukan.
Memberi Kesempatan
Memberi kesempatan adalah setiap perbuatan membuka kesempatan, bukan
memperkenankan, menyediakan alat atau alat-alat judi.
Berjudi
Perjudian adalah suatu permainan yang hasil kemenangannya hanya tergantung
pada untung-untungan saja. Permainan adalah cara bermain, dimana para pihak
turut serta secara aktif, sedangkan pertaruhan adalah menentukan suatu hadiah
atas kebenaran suatu perkiraan atau terkaan yang disangkal dan tetap.
Ayat 3 memuat ketentuan tentang pengertian berjudi,
Ayat 3 ini merupakan interpretasi authentik.
Unsur-unsur ayat 3 adalah sebagai berikut:
- Main judi berarti:
- Tiap-tiap permainan yang:
Kemungkinan hasil kemenangannya pada umumnya tergantung pada:
- Untung-untungan saja.
- karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. 29
- Main judi meliputi juga:
- Segala pertaruhan tentang:
- Hasil keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang:
- turut berlomba
- turut bermain
- Pertaruhan-pertaruhan lain:
Berdasarkan rumusan ayat 3, suatu permainan dapat dinyatakan sebagai
permainan judi, apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
- Penentuan kemenangan tergantung pada untung-untungan yang berarti, bahwa
terdapat spekulasi dari para pelaku.
- Juga hasil kemenangan yang tergantung pada untung-untungan itu akan
bertambah besar, karena orang-orang yang bermain dalam permainan lebih
pandai, lebih cakap lebih terampil, di sini terdapat pengurangan resiko yang
mungkin akan diderita atas spekulasi.
Mungkin orang-orang yang bermain dalam suatu permainan lebih pandai,
lebih terampil, lebih cakap, lebih ulung, hingga hasil kemenangan bagi pelaku akan
bertambah besar, tetap permainan itu dapat dinyatakan sebagai permainan judi.
Dalam ayat 3 itu selanjutnya diadakan perluasan penafsiran atas pengertian
permainan judi sebagai berikut:
- Permainan judi meliputi juga setiap jenis pertaruhan atas keputusan:
- Setiap jenis perlombaan
- Setiap jenis permainan
Dimana para pelaku tidak turut serta dalam perlombaan atau permainan itu.
Misalnya:
- Pertandingan sepak bola: para pelaku tidak turut serta.
-Dalam permainan ketangkasan, misalnya lempar panah, seorang melempar
panah, sedangkan para pelaku yang tidak melempar, memasang.
Ketangkasan yang menentukan hasil kemenangan tidak termasuk permainan
judi, kecuali orang-orang yang tidak melakukan ketangkasan turut serta melakukan
pertaruhan. Selanjutnya dapat dikemukakan, bahwa undian tidak termasuk permainan
judi, berhubung undian bukan merupakan permainan. Penyelenggaraan undian
didasarkan atas UU No. 22 Tahun 1954 Tentang Undian, dimana ditetapkan, bahwa
penyelenggaraan undian harus ada izin Menteri Sosial. 30
Sebagai Mata Pencaharian (BEDRIJF)
Mata pencaharian pada umumnya merupakan usaha untuk mencari makan guna
kelangsungan hidupnya. Dan ini dapat dinyatakan, apabila dilakukan secara
berulang. Suatu perbuatan dalam mata pencaharian dapat tampak secara nyata
apabila perbuatan dibayar. Tetapi juga dapat disimpulkan dari pembayaran bahwa
terdapat perbuatan dalam mata pencaharian, meskipun tidak terjadi pengulangan
atas perbuatan itu.
30
Turut Campur Dalam Perusahaan Main Judi
Turut campur atau turut serta dalam suatu perusahaan dapat meliputi
perbuatan-perbuatan:
- Menyediakan keuangan untuk usaha itu.
- Turut serta dalam organisasi.
- Membina atau meningkatkan pendirian atas usaha itu.
Pelaku-pelaku itu melakukan perbuatan-perbuatan turut serta untuk kepentingan
peningkatan atau pemberian kesempatan permainan judi.
Dengan Tidak Sah
Penyelenggaraan permainan judi dapat diizinkan oleh Menteri Dalam Negeri,
berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
Penyelenggaraan permainan judi tanpa izin Menteri Dalam Negeri oq Gubernur
adalah penyelenggaraan permainan judi yang tidak sah.
Dengan Sengaja
Lihat penjelasan pasal-pasal lainnya.
Unsur-unsur:
Pasal 303 (1)
Ke -2. - dengan tidak sah.
- memajukan atau memberi kesempatan berjudi:
- kepada umum
- Biarpun diadakan sesuatu syarat atau cara dalam hal memakai
kesempatan itu.
Kepada Umum
Kepada umum dapat dipenuhi cukup dengan ruangan atau gedung. Penjelasan
unsur-unsur lain lihat penjelasan ayat ke-1.
Unsur-unsur
Pasal 303 (1)
Ke-3: - Turut main judi
- Sebagai mata pencaharian
Lihat penjelasan ke 1 dan ke 2
Pasal 303 (2)
Ketentuan pasal 303 (1) ke 1 dan ke 2 menetapkan hukuman tambahan bagi
pelaku yang melakukan kejahatan ini karena kerjaannya.
Hukuman tambahan itu adalah pencabutan hak melakukan pekerjaan itu.
Pasal 303 (3)
Penjelasan lihat pada pasal 303 (1) ke 1 tentang pengertian berjudi.
Ketentuan dalam ayat 3 ini merupakan penafsiran secara authentik atas
istilah "Berjudi". 31
Sedangkan tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang
diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP itu terdiri dari unsur-unsur obyektif:
1. Barangsiapa.
2. Menggunakan kesempatan yang terbuka untuk berjudi.
3. Yang sifatnya bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam pasal 303 KUHP.
Unsur obyektif pertama, orang yang apabila, ia terbukti memenuhi
unsur-unsur selebihnya dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana
yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP, maka ia dapat disebut
sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.
Unsur obyektif kedua, memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi,
bukan setiap pemakaian kesempatan untuk berjudi, misalnya dengan berjualan di
tempat dimana kesempatan untuk berjudi itu telah diberikan oleh seseorang.
Melainkan hanya pemakaian kesempatan dengan berjudi atau main judi. Unsur
obyektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang
diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP itu ialah unsur yang sifatnya
bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal 303
KUHP. 32
32
Maksud dari bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam pasal 303 KUHP itu ialah bukan bertindak sebagai orang yang
memberikan kesempatan untuk berjudi melainkan sebagai orang yang memakai
kesempatan untuk berjudi.
Tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur
dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP itu juga, hanya terdiri dari unsur-unsur
obyektif, masing-masing yakni:
1. Barangsiapa.
2. Ikut serta berjudi.
3. Di atas atau di tepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk
umum.
Unsur obyektif pertama menunjukkan orang yang apabila orang tersebut
memiliki unsur-unsur selebihnya dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP, dan
penyelenggaraan dari perjudian yang bersangkutan itu ternyata tidak mendapat izin
dari kekuasaan yang berwenang, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak
pidana tersebut.
Unsur obyektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP ialah unsur
turut serta berjudi.
Unsur obyektif ketiga, dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP ialah unsur
di atas atau di tepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk umum.
Untuk dapat disebut sebagai jalan umum, tidaklah perlu suatu jalan itu harus
dibuat atas nama pemerintah, akan tetapi juga dapat merupakan jalan kepunyaan
seseorang atau yang terdapat di atas tanah hak milik seseorang, yang pemiliknya
telah diperuntukkan sebagai jalan umum.
Maksud dengan tempat yang terbuka untuk umum itu ialah, tempat yang dapat
didatangi oleh setiap orang yang ingin datang ke tempat tersebut. Kenyataan bahwa,
pada suatu saat tertentu, tempat tersebut sedang ditutup untuk umum, tidak
menghilangkan sifatnya sebagai tempat yang terbuka untuk umum. 33
Pasal 303 bis ayat 2 : Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dau tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari
pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara, selama-lamamya enam
tahun atau denda setinggi-tingginya lima belas juta rupiah.
Penjelasanya : Sebelum adanya Undang-undang penertiban perjudian tanggal 6
Nopember 1974, orang yang mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan
dengan melanggar pasal 303, dikenakan pasal 542 KUHP. Tetapi sejak adanya
Undang-undang penertiban perjudian ini, maka orang yang mempergunakan
kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar pasal 303 tersebut dikenakan
33
pasal 303 bis. Sedang orang yang membuka perusahaan perjudian diancam pidana
dalam pasal 303 KUHP.
C. Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Perjudian
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa perjudian diatur dalam pasal 303
KUHP sebagai berikut:
(1) Diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling
banyak enam ribu rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:
Ke- 1 Dengan menawarkan atau memberi kesempatan untuk bermain judi dan
menjadikan sebagai pencaharian atau dengan sengaja turut serta dalam
suatu perusahaan untuk itu.
Ke- 2 Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
ramai untuk permainan judi atau dengan sengaja turut serta dalam
perusahaan untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau
dipenuhinya sesuatu tata cara.
Ke- 3 Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.
(2) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.
(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan dimana pada umumnya
kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga
karena pemainnya lebih terlatih atau mahir. Di situ termasuk segala peraturan
antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala
peraturan lainnya. 34
Selain perjudian itu diatur didalam pasal 303 KUHP, perjudian juga diatur di
dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian yang
menyebutkan bahwa:
Pasal 1: menyatakan bahwa semua perbuatan pidana perjudian sebagai kejahatan.
Pasal 2: ke (1): merubah ancaman pidana dalam pasal 303 (1) KUHP, dari pidana
penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah, menjadi pidana penjara
selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta
rupiah.
Ke (2): merubah ancaman hukuman dalam pasal 542 ayat (1) KUHP,
menjadi pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda
sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah.
Ke (3): ancaman pidana dalam pasal 542 ayat (2) KUHP, menjadi pidana
penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima
belas juta rupiah. 35
34Moelyatno, KUHP, h. 133.
Penertiban perjudian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1974 tentang penertiban perjudian dimaksudkan, untuk membatasi perjudian sampai
lingkungan sekecil-kecilnya, sampai akhirnya menuju ke penghapusan sama sekali
dari seluruh wilayah Indonesia. Dan berdasarkan perkembangan keadaan pada saat
sekarang ini, dipandang sudah tiba waktunya untuk mengupayakan penghapusan
segala bentuk dan jenis perjudian di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk maksud tersebut dan dalam rangka mengatur tentang pelaksanaan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, dipandang perlu
untuk melarang pemberian izin penyelenggaraan perjudian dalam suatu peraturan
pemerintah. Untuk itu pemerintah menerapkan peraturan-peraturan pemerintah
Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan penertiban perjudian yang menerapkan
bahwa
Pasal 1 :
(1) pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian
dilarang, baik perjudian yang diselenggarakan di Kasino, di
tempat-tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan
lain.
(2) Izin penyelenggara perjudian yang sudah diberikan, dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Maret 1981.
Pasal 2 : Berdasarkan ketentuan pasal 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1979
tentang penertiban perjudian, (Lermbaran Negara Nomor 3040).
berlaku lagi semua peraturan perundang-undangan tentang perjudian
yang bertentangan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 3: Hal-hal yang berhubungan dengan larangan pemberian izin
penyelenggaraan perjudian yang