• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dari Abses Dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus Dari Abses Dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

SKEMA ALUR PIKIR

Latar Belakang

1. Lebih dari 30 tipe Staphylococcus Sp dapat menginfeksi manusia, kebanyakan disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Persentase Staphylococcus aureus

yang merupakan hasil pengkulturan murni dari abses adalah sebesar 0,7-15%.

Abses ditandai adanya kerusakan jaringan yang menghasilkan pus. (Robertson

D, Smith AJ, 2009)

2. Pus yang terjadi karena Staphylococcus aureus patogen menghasilkan koagulase, pigmen kuning, bersifat hemolitik, mencairkan gelatin, serta bersifat

invasif. (Yadav AR, Mani AM, Marawar PP, 2013)

3. Abses periodontal merupakan kasus darurat penyakit periodontal ketiga yang

paling sering terjadi mencapai 6-14%, abses dentoalveolar akut (14-25%) dan

perikoronitis (10-11%) di klinik gigi. (Patel PV, Sheela KG, Patel A, 2011)

4. Selain abses, penyakit infeksi di rongga mulut dijumpai gingivitis, parotitis,

Staphylococcal mucositis, denture stomatitis, angular cheilitis, dan infeksi endodontik. (Warbung YY, Wowor VNS, Posangi J, 2013)

5. Staphylococcus aureus berperan sebagai agen kausatif ataupun faktor predisposisi dalam berbagai penyakit, sehingga menyebabkan infeksi

superfisial pada kulit dan mukosa yang menyebabkan infeksi nosokomial,

septikemia, pneumonia, osteomielitis, gastroenteritis, Toxic Shock Syndrome

(2)

7. Penelitian di Amerika (2009), 29.4% pasien infeksi nosokomial, 27,7% pasien

penderita endokarditis, 29,8% pasien infeksi Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan 23,3% pasien infeksi Methicillin Susceptible Staphylococcus aureus (MSSA). (Naber CK, 2009)

8. Selain itu, prevalensi penyakit infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus

mencapai 70% di Asia pada tahun 2007 dan di Indonesia mencapai 23,5% pada

tahun 2006. (Affandi A, Andrini F, Lesmana SD, 2009)

9. Salah satu tanaman berkhasiat obat, dikenal dan sudah lama digunakan oleh

masyarakat adalah jambu biji. Bagian dari tanaman yang sering digunakan

sebagai obat tradisional adalah daun dari jambu biji yang mengandung saponin,

quercetin, guayaverin, leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, damar, asam

oksalat, dan garam-garam mineral. (Darsono FL, Artemisia SD, 2003 ; Biswas

B, Rogers K, McLaughlin F, Daniels D, Yadav A, 2013 ; Fratiwi Y, 2015)

10. Dalam penelitian Darsono dkk (2003) di Surabaya membuktikan bahwa

ekstrak daun jambu biji dari varietas merah, putih, dan kuning terbukti

memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ATCC®

25923TM dengan hasil ekstrak daun jambu biji varietas daging putih

memberikan diameter daerah hambat pertumbuhan yang paling besar

dibandingkan dengan varietas yang lain. Hal ini disebabkan adanya kandungan

flavonoid. (Darsono FL, Artemisia SD, 2003)

Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan

(3)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™).

Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Untuk mendapatkan konsentrasi kadar hambat minimum dan kadar bunuh

minimum yang tepat dari ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan ekstrak daun jambu biji buah putih dapat

digunakan sebagai obat kumur herbal.

Hipotesa Penelitian

Terdapat efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan Staphylococcus aureus

(4)

Lampiran 2

ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

1

2

3

4

(5)

7

8

(6)

13

14

15

16

(7)

19

20

(8)

Keterangan:

1. Sarung tangan dan Masker 14. Mueller Hinton Broth (MHB) 2. Timbangan digital 15. Blood Agar (BA)

3. Alat maserasi 16. Suspensi Staphylococcus aureus sesuai 4. Rotary evaporator dengan larutan 0,5 Mc Farland

5. Rak dan Tabung reaksi 17. Media transport (BHI)

6. Gelas laboratorium 18. Kapas lidi steril yang di swabkan ke 7. Inkubator dalam abses

8. Pot plastik 19. Aluminium foil

9. Cawan petri 20. Kapas

10. Blender 21. Bunsen

11. Vortex 22. Akuabides

12. Daun jambu biji buah putih 23. Etanol 70%

(9)

Lampiran 3

SKEMA ALUR PENELITIAN

I. Sterilisasi Alat

II. Isolasi Stapylococcus aureus dari pasien penderita abses periodontal

Semua alat yang digunakan dalam penelitian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan cara:

Cawan Petri dan tip mikropipet, pinset, dan tabung reaksi dibungkus dengan aluminium foil

Gelas ukur ditutup dengan kertas perkamen lalu diikat dengan tali, dan labu erlenmeyer diisi dengan akuadest sebanyak 250 ml lalu ditutup

dengan kapas yang sudah dipadatkan.

Subjek dilakukan insisi dan drainase

Pus yang didapat ditampung dalam media transport (BHI)

Staphylococcus aureus diidentifikasi dengan cara pus ditanam pada media MSA dan BA

(10)

III.Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji

Daun jambu biji yang muda dicuci di bawah air mengalir sampai bersih, ditiriskan, diiris tipis-tipis, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

Blender daun yang sudah kering sampai jadi bubuk

Campur bubuk dengan etanol, aduk selama ± 15 menit selama 5 hari

Hasil di masukkan ke botol maserasi, atur tetesan agar penarikan ekstrak maksimal (20 tetes per menit)

Pasang botol maserasi dan sambungkan dengan kran dengan tepat

Masukkan kapas ke dalam ujung botol dan padatkan, di atas kapas diletakkan kertas saring bulat sehingga melapisi bagian dasar botol

Tampung ekstrak cair pada satu wadah

Lakukan proses rotavaporasi yaitu turunkan posisi labu sampai terendam cairan yang dipanaskan kira-kira ½ dari ukuran labu

Isi kembali hasil maserasi apabila sudah berkurang

Dry freezing ekstrak pada wadah agar diperoleh ekstrak dengan kadar etanol yang lebih rendah

Setelah hasil maserasi menjadi kental seperti coklat yang dilelehkan, hentikan proses rotavaporasi dan pindahkan ke suatu wadah.

Encerkan ekstrak kental dengan akuadest hingga diperoleh ekstrak daun jambu biji dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan 1,56%

(11)

IV. Pembuatan Media Pembiakan Staphylococcus aureus

V. Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus

Masukkan bubuk MHB ke dalam 1 L akuadest sebanyak 21 gram

Panaskan selama 2 jam dengan suhu 100°C

Setelah dingin, pindahkan larutan ke dalam suatu tabung steril

Masukkan tabung tersebut ke dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C

Kemudian penambahan 5 ml darah kambing

Ambil satu koloni Stapylococcus aureus dengan menggunakan ose

Larutkan ke dalam NaCl fisiologis 0,85% sebanyak 20 ml

Sesuaikan kekeruhan suspensi standard larutan 0,5 Mc Farland untuk memperoleh suspensi bakteri yang

(12)

VI. Pengujian Ekstrak Daun Jambu Biji Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dengan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

Ke dalam 8 tabung reaksi

diteteskan 1 ml media MHB ( )

Pada tabung ke-1, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

50%, vortex hingga homogen

Pada tabung ke-2, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 25% , vortex hingga homogen

Pada tabung ke-3, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

12,5% , vortex hingga homogen

50%

50% 25%

(13)

Pada tabung ke-4, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

6,25%, vortex hingga homogen

Pada tabung ke-5, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

3,125%, vortex hingga homogen

Pada tabung ke-6, teteskan 1 ml ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi

1,56% , vortex hingga homogen

Pada tabung ke-7, teteskan 1 ml formaldehyde 40%, vortex

hingga homogen

50% 25% 12,5% 6,25%

50% 25% 12,5% 6,25% 3,125%

(14)

Pada setiap tabung,tambahkan 1 ml suspensi Staphylococcus

aureus

Vortex hingga homogen

Eramkan deretan tabung dalam inkubator suhu 37°C selama 24 jam jam

Perhatikan tabung mana yang terbentuk endapan pada dasar

tabung ( ) dan mana yang tidak ( )

Tabung dengan konsentrasi terendah yang tidak terbentuk

endapan KHM

KHM

50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% F Aq

50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% F Aq 50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56% F Aq

(15)

Tabung yang tidak terbentuk endapan dilakukan subkultur

pada Blood Agar

Cawan petri dengan konsentrasi terendah yang tidak terdapat pertumbuhan

bakteri KBM

Lakukan hal yang sama menggunakan Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213™)

(16)

Gambar 25. Hasil KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan

Staphylococcusaureus yang Diisolasi dari Abses

Gambar 26. Hasil KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

25

(17)

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Bapak/Ibu

Bersama ini saya Jojor Sinurat, saat ini sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dari Abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™). Manfaat dari penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan konsentrasi Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) yang tepat dari ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses dengan

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213).

Bapak/Ibu, penggunaan obat antibakteri yang tersedia saat ini di apotik memiliki indikasi/menyebabkan iritasi mukosa, rasa mual, muntah serta infeksi pada rongga mulut. Hal inilah perlunya penelitian tentang tanaman herbal karena dianggap lebih aman untuk dikonsumsi, peneliti melakukan penelitian salah satu tanaman herbal yaitu ekstrak daun jambu biji terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang diperoleh dari abses rongga mulut. Oleh karena itu, manfaat penelitian ini kedepannya diharapkan ekstrak daun jambu biji buah putih dapat digunakan sebagai obat kumur herbal.

(18)

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela bukan paksaan dan Bapak/Ibu dapat mengundurkan diri. Pada penelitian ini identitas Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya. Bila data Bapak/Ibu dipublikasikan kerahasiaan akan tetap terjaga. Semua biaya penelitian ini akan ditanggung oleh saya sendiri sebagai peneliti dan tidak akan melibatkan Bapak/Ibu. Sebagai bentuk terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu, saya akan memberikan souvenir berupa sikat gigi dan pasta gigi. Jika selama menjalankan penelitian ini ada keluhan atau merasa terganggu kenyamanan, Bapak/Ibu dapat langsung menghubungi saya:

Nama : Jojor Sinurat No.HP : 085262320294

Demikian informasi ini saya sampakan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2016

Peneliti,

(19)

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap pada penelitian yang

berjudul :

Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih terhadap Pertumbuhan

Staphylococcus aureus dari Abses dan Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213)

Maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan

(20)

Lampiran 6

DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI BUAH PUTIH TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus DARI ABSES DAN

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213)

NO. :

TANGGAL :

KUESIONER PENELITIAN

A. Data Responden

Isilah data-data di bawah ini:

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Alamat :

5. No. Telp/ HP :

B. Kondisi Medis

Jawablah pertanyaan ini dengan baik dan benar

1. Apakah Bapak/Ibu memiliki penyakit sistemik? (sakit gula, darah tinggi,

jantung, dll)

a. Ya b. Tidak

2. Jika ya, apakah penyakit sistemik Bapak/Ibu terkontrol?

(21)

3. Apakah Bapak/Ibu sedang meminum obat penghilang rasa sakit dalam

upaya menyembuhkan bengkak yang terdapat di gusi?

a. Ya b. Tidak

C. Pemeriksaan Intra Oral

1. Terdapat pembengkakan di rongga mulut

a. Ya b. Tidak

2. Pembengkakan berisi pus (nanah)

a. Ya b. Tidak

3. Nyeri saat ditekan

a. Ya b. Tidak

4. Jenis abses

Abses Gingiva

Abses Periodontal

Abses Perikoronal

5. Lokasi abses ...

(22)

Lampiran 7

(23)

Lampiran 8

(24)

Lampiran 9

(25)

Lampiran 10

HASIL UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SECARA IN VITRO EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI BUAH PUTIH TERHADAP PERTUMBUHAN

Staphylococcus aureus DARI ABSES DAN

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213)

Tabel 4. Hasil pengujian konsentrasi KHM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses

Tabung Bahan uji Ulangan

1

(26)

Tabel 5. Hasil pengujian konsentrasi KBM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses

Petri Bahan uji Ulangan

Keterangan : (+) = terdapat pertumbuhan koloni (-) = tidak terdapat pertumbuhan koloni

Tabel 6. Hasil pengujian konsentrasi KHM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus ATCC 29213

Tabung Bahan uji Ulangan

(27)

7 Formaldeyde 40% - - - -

8 Akuabides + + + +

Keterangan : (+) = terbentuk endapan pada dasar tabung (-) = tidak terbentuk endapan pada dasar tabung

Tabel 7. Hasil pengujian konsentrasi KBM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus ATCC 29213

Petri Bahan uji Ulangan 1 Ekstrak daun jambu biji

buah putih 50%

- - - -

2 Ekstrak daun jambu biji buah putih 25%

- - - -

3 Ekstrak daun jmbu biji buah putih 12,5%

- - - -

4 Ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%

- - - -

5 Ekstrak daun jambu biji buah putih 3,125%

- - - -

6 Ekstrak daun jambu biji buah putih 1,56%

+ + + +

7 Formaldeyd e 40% - - - -

8 Akuabides + + + +

(28)

Lampiran 11

HASIL UJI STATISTIK

Frequencies

Statistics

KHM_KLINIS KBM_KLINIS KHM_ATCC KBM_ATCC

N Valid 4 4 4 4

Missing 0 0 0 0

Median 3.125 6.250 1.560 3.125

Frequency Table

KHM_KLINIS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3.125 3 75.0 75.0 75.0

6.250 1 25.0 25.0 100.0

Total 4 100.0 100.0

KBM_KLINIS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6.250 3 75.0 75.0 75.0

12.500 1 25.0 25.0 100.0

(29)

KHM_ATCC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.560 4 100.0 100.0 100.0

KBM_ATCC

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(30)

49

DAFTAR PUSTAKA

1. Robertson D, Smith AJ. The microbiology of the acute dental abscess. Journal of

Medical Microbiology, 2009; 58: 155-62.

2. Yadav AR, Mani AM, Marawar PP. Periodontal abscess: a review, 2013; 1(1):

13-7.

3. Warbung YY, Wowor VNS, Posangi J. Daya hambat ekstrak spons laut

Callyspongia sp terhadap pertubuhan bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal

e-GiGi (eG), 2013; 1(2): 2.

4. Costa AR, Batistão DWF, Ribas RM, Sousa AM, Pereira MO, Botelho CM.

Staphylococcus aureus virulence factors and disease. FORMATEX, 2013;

702-10.

5. Affandi A, Andrini F, Lesmana SD. Penentuan konsentrasi hambat minimal dan

konsentrasi bunuh minimal larutan Povidon lodium 10% terhadap

Staphylococcus Aureus Resisten Metisilin (MRSA) dan Staphylococcus Aureus

Sensitif Metisilin (MSSA). JIK, 2009; 3(1): 14.

6. Naber CK. Staphylococcus aureus bacteremia: epidemiology, pathophysiology,

and management strategies. Clinical Infectious Diseases, 2009; 48(4): 231-7.

7. Darsono FL, Artemisia SD. Aktivitas antimikroba ekstrak daun jambu biji dari

beberapa kultivar terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan

"hole-plate diffusion method". Berk. Penel. Hayati, 2003; 9: 49-51.

8. Biswas B, Rogers K, McLaughlin F, Daniels D, Yadav A. Antimicrobial

activities of leaf extracts of guava (Psidium guajava L.) on two gram-negative

and gram-positive bacteria. International Journal of Microbiology, 2013: 1-7.

9. Joseph B, Priya RM. Phytochemical and biopharmaceutical aspects of Psidium

guajava (L.) essential oil: a review. Res. J. Med. Plant, 2011: 1-11.

10.Richard FT, Joshua AT, Philips AJ. Effect of aqueous extract of leaf and bark of

(31)

50

mentagrophytes, and bacteria Staphylococcus aureus and Staphylococcus

epidermidis. Adv Med Plant Res, 2013; 1(2): 45-8.

11.Jang M, et all. Anti-inflammatory effects of an ethanolic extract of guava

(Psidium guajava L.) leaves in vitro and in vivo. J Med Food, 2014; 17(6):

678-85.

12.Faradiba, Hasyim N, Zahriati. Formulasi granul effervescent ekstrak etanol daun

jambu biji (Psidium guajava Linn). Majalah Farmasi dan Farmakologi, 2013;

17(2): 47-50.

13.Sanches NR, Cortez DAG, Schiavini MS, Nakamura CV, Filho BPD. An

evaluation of antibacterial activities of Psidium guajava (L.). Brazilian Archives

of Biology and Technology, 2005; 48(3): 429-36.

14.Fratiwi Y. The potential of guava leaf (Psidium guajava L.) for diarrhea. J

MAJORITY, 2015; 4(1): 113-8.

15.Gupta GK, Chahal J, Arora D. Psidium guajava Linn: current research and future

prospects. Journal of Pharmacy Research, 2011; 4(1): 42-6.

16.Dhiman A, Nanda A, Ahmad S, Narasimhan B. In vitro antimicrobial activity of

methanolic leaf extract of Psidium guajava L. J Pharm Bioallied Sci, 2011; 3(2):

226-9.

17.Newman MG, Takei HH, Kiokkevold PR. Carranza’s clinical periodontology.

Ed.11. China: Saunders Elsevier. 2012: 49-50, 137-9, 443-7.

18.Patel PV, Sheela KG, Patel A. Periodontal abscess: a review. Journal of Clinical

(32)

51

23.Wistreich GA. Staphylococcus aureus, antibiotic resistance mechanisms, MRSA,

and others. Brockton: RC Educational Cons. Services, 2006: 10, 14.

24.Thompson C. Phenylethyl Alcohol Agar Protocol. ASM MicrobeLibrary, 2004:

5.

25.Harris LG, Foster SJ, Richards RG. An introduction to Staphylococcus aureus,

and techniques for identifying and quantifying Staphylococcus aureus adhesins

in relation to adhesion to biomaterials: review. European Cells and Materials,

2002; 4: 39-60.

26. O’ Riordan K, Lee JC. Staphylococcus aureus capsular polysaccharides. Journal

List Clin Microbiol Rev, 2004; 17(1): 218-34.

27.Bhatia A, Zahoor S, Staphylococcus aureus enterotoxins: a review. Journal of

Clinical and Diagnostic Research, 2007; 1(2): 188-97.

28.Cahyono B. Sukses budi daya jambu biji di pekarangan dan perkebunan. Edisi 1.

Yogyakarta: Lily Publisher, 2010: 1-2, 8-9, 20-5.

29.Hapsoh, Hasana Y. Budidaya tanaman obat dan rempah. Medan: USU Press,

2011: 17-18, 146-9.

30.Ariani SRD, Susilowati E, Susanti E, Setiyani. Uji aktivitas ekstrak metanol daun

jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai antifertilitas kontrasepsi pada tikus putih

(Rattus norvegicus). Indo. J. Chem., 2008; 8 (2): 264-70.

31.Aponno JV, Yamlean PVY, Supriati HS. Uji efektivitas sediaan gel ekstrak

etanol daun jambu biji (Psidium guajava Linn) terhadap penyembuhan luka yang

terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus pada kelinci (Orytolagus cuniculus).

PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi–UNSRAT, 2014; 3(3): 280-6.

32.Anas K, Jayasree PR, Vijayakumar T, Kumar PRM. In vitro antibacterial activity

of Psidium guajava Linn. Leaf extract on clinical isolates of multidrug resistant

Staphylococcus aureus. Indian Journal of Experimental Biology, 2008; 46: 41-6.

33.Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry. 4th ed. China: Churchill

(33)

52

34.Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta. 2013: 2-3.

35.Hanafiah KA. Rancangan percobaan aplikatif. Jakarta: Graha Wacana, 2005: 12.

36.I Ketut Adnyana, Yulinah E, Sigit JI, Neng FK., Insanu M. Efek ekstrak daun

jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah sebagai

antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia, 2004; 29(1): 19-27.

37.Scalbert A. Antimicrobial properties of tannins. Phytochemistry, 1991; 30(12):

3875-83.

38.Ditjen POM. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Cetakan Pertama.

(34)

24

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan

rancangan penelitian post test only control group design yaitu melakukan pengukuran atau observasi sesudah perlakuan diberikan.34

3.2Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Pembuatan ekstrak daun jambu biji buah putih dilakukan di Laboratorium

Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU, pengidentifikasian, pembiakan dan

pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah ± 3 bulan yaitu November 2015-Januari 2016.

3.3Sampel dan Besar Sampel 3.3.1 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang akan digunakan adalah Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses rongga mulut dan diidentifikasi dan dibiakkan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU, serta Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213™) yang dibiakkan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran USU.

3.3.2 Besar Sampel

Dalam menghitung besar sampel penelitian eksperimental digunakan rumus

(35)

25

Dimana t = jumlah perlakuan dan r = jumlah replikasi

Penelitian ini menggunakan 8 kelompok perlakuan yaitu:

1. Kelompok 1 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 50%

2. Kelompok 2 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 25%

3. Kelompok 3 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 12,5%

4. Kelompok 4 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%

5. Kelompok 5 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 3,125%

6. Kelompok 6 : Ekstrak daun jambu biji buah putih 1,56%

7. Kelompok 7 : Formaldehyde 40% sebagai kontrol positif

8. Kelompok 8 : Akuabides sebagai kontrol negatif

Jadi, jumlah perlakuan (t) = 8, maka

(t – 1) (r – 1) ≥ 15

(8 – 1)(r – 1) ≥ 15

r – 1 ≥ 2,143

r ≥ 3,143

r ≥ 4

Jumlah sampel yang diperlukan adalah 1 sampel dengan jumlah replikasi 4 kali,

artinya pada kelompok 1-8 dilakukan masing-masing 4 kali pengulangan untuk

mencegah terjadinya bias.

3.4Kriteria Penelitian

(36)

26

2. Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses rongga mulut, dengan kriteria sebagai berikut:

 Laki-laki atau perempuan yang bersedia menjadi subjek penelitian

dengan menandatangani informed consent

 Menderita abses rongga mulut

 Tidak mengkonsumsi obat antibakteri sebelum dilakukan

perawatan abses

 Sampel dapat tumbuh pada media Blood Agar (BA) dan Manitol

Salt Agar (MSA)

3. Strain Staphylococcus aureus (ATCC® 29213) dari Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Pucuk daun jambu biji buah putih

b. Daun jambu biji buah putih yang tua

c. Daun jambu biji buah putih yang rusak (terdapat gigitan hama)

(37)

27

1. Efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses rongga mulut

2. Efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

Variabel Terkendali

1. Media yang digunakan sebagai transport spesimen adalah Brain Heart Infusion (BHI), media yang digunakan untuk mendapat nilai KHM adalah Mueller Hinton Broth (MHB), media yang digunakan untuk mendapat nilai KBM adalah Blood Agar (BA) dan media pengidentifikasian Staphylococcus aureus

adalah Manitol Salt Agar (MSA).

2. Suhu inkubasi untuk menumbuhkan

Staphylococcus aureus yaitu 37°C 3. Waktu inkubasi yaitu 24 jam

(38)

28

3.6Definisi Operasional Penelitian

1. Ekstrak daun jambu biji buah putih adalah sediaan pekat yang diperoleh

dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai. Maserasi adalah salah satu teknik

ekstraksi. Maserasi proses perendaman bubuk tanaman, salah satunya

daun jambu biji, menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan.

Ekstrak daun jambu biji buah putih mengandung beberapa senyawa kimia

sepeti:

a. Tanin adalah senyawa polifenol yang merupakan komponen utama

dari daun jambu biji buah putih, bersifat antibakteri dengan cara

mempresipitasi protein.

b. Flavonoid adalah senyawa hidroksilasi polifenol yang memiliki

aktivitas antimikroba terhadap berbagai mikroorganisme in-vitro.

c. Terpenoid adalah digunakan untuk kualitas aromatik dan sebagai agen

yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri.

d. Saponin adalah termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan

memiliki efek penghambatan pada bakteri gram positif.

2. Efektivitas adalah penilaian yang dibuat dalam mengukur berapa besar

potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi

mikroorganisme.

a. Kadar Hambat Minimum (KHM) adalah konsentrasi terkecil yang

dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau mencegah

multiplikasi mikroorganisme.

b. Kadar Bunuh Minimum (KBM) adalah konsentrasi terkecil dari

antimikroba yang dapat membunuh pertumbuhan mikroorganisme

tertentu.

3. Staphylococcus aureus adalah salah satu mikroflora normal yang umumnya berada pada hidung dan kulit dan pada rongga mulut. Bakteri

ini bersifat patogen bila dipengaruhi faktor predisposisi dan terdapat pada

(39)

29

a. Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang

berdinding tebal, manifestasinya berupa peradangan, pembengkakan

yang nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat. Abses

periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva

pada saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen

periodontal dan tulang alveolar.

4. Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™) adalah kultur bakteri yang berasal dari American Type Culture Collection (ATCC). Kultur ini

dikhususkan untuk digunakan dalam penelitian sehingga tidak dapat

digunakan untuk tujuan terapetik dan diagnostik terhadap hewan maupun

manusia.

5. Mueller Hinton Broth (MHB) adalah media yang biasa digunakan untuk pengujian sensitivitas bakteri.

6. Blood Agar (BA) adalah media pertumbuhan Staphylococcus aureus. 7. Manitol Salt Agar (MSA) adalah media pertumbuhan selektif dan

diferensial, digunakan untuk mengisolasi atau mengidentifikasi bakteri

Staphylococcus aureus. Mengandung 7,5% NaCl, mannitol, fenol red sebagai indikator pH yang berguna untuk mendeteksi adanya asam yang

dihasilkan oleh Staphylococcus aureus yang memfermentasi mannitol

dapat menghasilkan zona berwarna kuning di sekitar pertumbuhannya.

8. Brain Heart Infusion (BHI) adalah media transport berguna sebagai media penyubur untuk pertumbuhan berbagai macam bakteri baik bentuk cair

(40)

30

11.Jernih adalah suatu keadaan dimana tidak terlihat kekeruhan atau

gumpalan awan (cloudiness) jika dibandingkan dengan media Blood Agar. 12.Keruh adalah suatu keadaan dimana terlihat kekeruhan atau gumpalan

awan (cloudiness) pada tabung reaksi.

3.7Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat-alat Penelitian

1. Sarung tangan

2. Masker

3. Timbangan digital

4. Botol maserasi

5. Alat vacumm rotary evaporator

6. Dry freezer

7. Rak dan Tabung reaksi

8. Alat-alat gelas laboratorium

9. Inkubator

10.Kapas lidi steril

11.Mikropipet dan tip steril

12.Pot plastik

18.Media transport (Brain Heart Infusion (BHI)) 19.Mueller Hilton Broth (MHB)

(41)

31

3.7.2 Bahan-bahan Penelitian

1. Daun jambu biji buah putih (1,5 kg)

2. NaCl fisiologis 0,85%

3. Formaldehyde 40%

4. Akuabides

5. Etanol 70%

6. Aluminium foil

7. Kapas

8. Kertas saring

9. Kertas perkamen

10.Kertas label

3.8Prosedur Penelitian 3.8.1 Sterilisasi Alat

Semua alat yang digunakan dalam penelitian ini disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121°C selama 15 menit dengan cara cawan Petri dan tip mikropipet, pinset,

dan tabung reaksi dibungkus dengan aluminium foil, gelas ukur ditutup dengan kertas

perkamen lalu diikat dengan tali, dan labu erlenmeyer diisi dengan akuadest sebanyak

250 ml lalu ditutup dengan kapas yang sudah dipadatkan.

3.8.2 Isolasi Stapylococcus aureus dari pasien penderita abses periodontal

(42)

32

5. Pada media MSA yang sudah ditumbuhi berbagai bakteri, dilakukan

pengamatan. Pada media MSA yang terdapat bakteri Staphylococcus aureus, koloni berwarna kuning keemasan dan media akan berubah dari warna merah jambu menjadi kuning.

6. Kemudian bakteri Staphylococcus aureus yang didapat dari media BA dan MSA ditanam ulang pada media BA menggunakan ose yang sudah

dipanaskan, dengan metode goresan berulang untuk mendapatkan kultur

murni.

7. Media BA diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C.

8. Lalu didapatlah kultur murni Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses.

Gambar 6. Subjek penderita abses dilakukan insisi dan drainase (Dokumentasi)

3.8.3 Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih 3.8.3.1Persiapan Daun Jambu Biji Buah Putih

1. Mencari daun jambu biji buah putih, lalu dibersihkan dengan mencuci di

bawah air mengalir sampai bersih lalu dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan.

2. Daun jambu biji buah putih yang telah kering diserbukkan dengan

(43)

33

3. Kemudian disimpan di dalam wadah tertutup.

Gambar 7. Pengeringan Daun Jambu Biji Buah Putih (Dokumentasi)

3.8.3.2Proses Ekstraksi Serbuk Daun Jambu Biji Buah Putih

1. Campur bubuk dengan etanol, aduk selama ± 15 menit selama 5 hari.

2. Pasang botol maserasi dan sambungkan dengan kran dengan tepat.

Kemudian masukkan kapas ke dalam ujung botol dan padatkan. Di atas

(44)

34

3. Kemudian hasil pencampuran bubuk dan etanol dimasukkan ke tabung

penyaring, tampung ekstrak cair pada satu wadah.

4. Hidupkan mesin air dan putar kran sehingga air akan masuk ke dalam alat

rotapavor. Masukkan hasil maserasi ke dalam labu sampel dan pasang labu

penampung pada tempatnya. Hidupkan pemanas, atur suhu dengan

menekan tombol set dan atur suhu dengan menekan tombol naik turun.

5. Buka posisi handle ke unlock dan turunkan labu sampai terendam cairan yang dipanaskan kira-kira ½ dari ukuran labu. Kembalikan posisi handle

ke posisi lock.

6. Hidupkan vakum dan tutup keran vakum. Isi kembali hasil maserasi

apabila sudah berkurang.

7. Pindahkan labu penampung jika sudah penuh etanol. Jangan lupa

membuka keran vakum sebelum membuka labu manapun.

8. Setelah hasil maserasi menjadi kental seperti coklat yang dilelehkan,

hentikan proses rotavaporasi dan pindahkan ke suatu wadah.

9. Encerkan ekstrak kental dengan etanol hingga diperoleh ekstrak daun

jambu biji buah putih dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%,

3,125% dan 1,56%.

(45)

35

3.9 Pembuatan Media Pembiakan Staphylococcus aureus

1. Masukkan 21 gram bubuk Mueller Hinton Broth (MHB) ke dalam 1 L akuadest.

2. Panaskan selama 2 jam dengan suhu 100°C.

3. Setelah dingin, pindahkan larutan ke dalam suatu tabung steril.

4. Kemudian masukkan tabung tersebut ke dalam autoklaf selama 15 menit

dengan suhu 121°C.

5. Kemudian penambahan 5 ml darah kambing.

Gambar 10. Proses Pembuatan Media Blood Agar (Dokumentasi)

3.10 Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus

(46)

36

Gambar 11. Suspensi Stapylococcus aureus sesuai standard larutan 0,5 Mc Farland

(Dokumentasi)

3.11 Uji aktivitas antibakteri secara In Vitro

1. Persiapkan 8 tabung reaksi yang telah diberi label dan ke dalam

masing-masing tabung tersebut diteteskan 1 ml media MHB dengan menggunakan

mikropipet dan tip steril.

2. Pada tabung ke-1, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml

ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 50% dan divortex

agar larutan tercampur secara homogen.

3. Pada tabung ke-2, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml

ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 25% dan divortex

agar larutan tercampur secara homogen.

4. Pada tabung ke-3, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml

ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 12,5% dan divortex

agar larutan tercampur secara homogen.

5. Pada tabung ke-4, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml

ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 6,25% dan divortex

(47)

37

6. Pada tabung ke-5, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml

ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 3,125% dan

divortex agar larutan tercampur secara homogen.

7. Pada tabung ke-6, menggunakan mikropipet dan tip steril, teteskan 1 ml

ekstrak daun jambu biji buah putih dengan konsentrasi 1,56% dan divortex

agar larutan tercampur secara homogen.

8. Pada tabung ke-7, menggunakan mikropipet dan tip steril, tambahkan 1 ml

formaldehyde 40% sebagai kontrol positif dan pada tabung ke-8,

ditambahkan 1 ml akuabides sebagai kontrol negatif, vortex.

9. Kedalam semua tabung menggunakan mikropipet dan tip steril,

ditambahkan 1 ml suspensi Staphylococcus aureus yang akan diuji. Tabung-tabung tersebut kemudian vortex hingga homogen.

(48)

38

aureus akan menjadi keruh sedangkan yang pertumbuhannya terhambat akan tetap jernih.

Gambar 13. Deretan Tabung Setelah Diinkubasi selama 24 jam: A. Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses;

B. Staphylococcus aureus (ATCC® 29213) (Dokumentasi)

11. Tabung dengan konsentrasi terendah yang jernih merupakan tabung yang

menunjukkan adanya efek bakteriostatis dan konsentrasi tabung tersebut

merupakan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM).

12. Untuk mendapatkan nilai KBM, setiap tabung yang jernih dilakukan

subkultur pada media Blood Agar dengan menggunakan ose steril, dan inkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.

13. Amati pada setiap subkultur mana yang tidak terdapat pertumbuhan

bakteri. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan adanya koloni berbentuk

bulat, berwarna abu-abu sampai kuning keemasan. Jika tidak terdapat

pertumbuhan bakteri, maka pada permukaan media tidak terdapat adanya

titik-titik koloni.

14. Subkultur dengan konsentrasi terendah dimana tidak terdapat pertumbuhan

bakteri menunjukkan adanya efek bakteriosidal dan konsentrasi tersebut

merupakan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM).

15. Dilakukan pengulangan sebanyak empat kali dan dicari median dari

konsentrasi KHM dan KBM dari ekstrak daun jambu biji buah putih

terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.

(49)

39

16. Hal yang sama sama juga dilakukan dengan menggunakan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™).

3.12Pengolahan dan Analisa Data

Data hasil penelitian ini diproses dan diolah secara komputerisasi. Adapun uji

(50)

40

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan dari daya antibakteri ekstrak daun jambu biji buah

putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213), sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses dan biakan Staphylococcus

aureus (ATCC® 29213). Penderita abses kemudian dibawa ke Periodonsia FKG

USU untuk dilakukan pemeriksaan, pengambilan data dengan menggunakan lembar

kuesioner, setelah itu dilakukan insisi dan drainase. Jumlah penderita yang berhasil

diambil datanya berjumlah satu orang. Dari lembar kuesioner, diperoleh data berupa

usia kronologis penderita pada penelitian ini adalah 68 tahun dengan jenis kelamin

laki-laki. Hasil isolasi tersebut kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FK

USU dengan media BHI untuk identifikasi bakteri Staphylococcus aureus.

4.1 Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses

Konsentrasi KHM didapat dari mengamati tabung dengan konsentrasi

terendah yang tidak terbentuk endapan pada dasar tabung. Pada tabel 2, dari keempat

pengulangan yang dilakukan, tabung dengan konsentrasi terendah yang tidak

terbentuk endapan adalah tabung kelima, yaitu tabung yang berisi ekstrak daun jambu

biji buah putih dengan konsentrasi 3,125%. Hal ini berarti pada pengulangan pertama,

konsentrasi KHM yang didapat 3,125%. Konsentrasi KHM yang didapat pada

pengulangan kedua sebesar 6,25%. Hasil yang didapat pada pengulangan ketiga dan

keempat adalah sama yaitu masing-masing sebesar 3,125%.

Konsentrasi KBM didapat dari mengamati hasil subkultur tabung yang jernih

pada cawan petri. Cawan petri dengan konsentrasi terendah yang tidak terdapat

pertumbuhan bakteri menunjukkan konsentrasi KBM. Pertumbuhan bakteri

(51)

41

tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur, berwarna putih atau keruh. Pada

tabel 3, dari keempat pengulangan yang dilakukan, cawan petri dengan konsentrasi

terendah yang tidak terdapat pertumbuhan koloni adalah cawan petri keempat, yaitu

cawan petri yang berisi ekstrak daun jambu biji buah putih 6,25%. Hal ini berarti

pada pengulangan pertama, konsentrasi KBM yang didapat 6,25%. Konsentrasi KBM

yang didapat pada pengulangan kedua sebesar 12,5%. Hasil yang didapat pada

pengulangan ketiga dan keempat adalah sama yaitu masing-masing sebesar 6,25%.

Dari keempat hasil pengulangan ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses, kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan median atau nilai tengah konsentrasi KHM dan KBM. Pada tabel 2, didapat bahwa konsentrasi KHM adalah 3,125% dan konsentrasi

KBM adalah 6,25%.

Tabel 2. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang Diisolasi dari Abses

Efektivitas N Med

KHM 4 3,125%

KBM 4 6,25%

Keterangan: N = Banyak pengulangan

Med = Nilai tengah konsentrasi dari keempat pengulangan

(52)

42

pada pengulangan kedua, ketiga dan keempat adalah sama yaitu masing-masing

sebesar 1,56%.

Untuk mengetahui konsentrasi KBM, pada tabel 3 didapat dari keempat

pengulangan, cawan petri dengan konsentrasi terendah dimana tidak terdapat

pertumbuhan bakteri adalah cawan petri kelima, yang berarti konsentrasi KBM pada

pengujian pertama adalah 3,125%. Hal ini berarti pada pengulangan pertama,

konsentrasi KBM yang didapat 3,125%. Hasil yang sama juga didapati pada

pengulangan kedua, ketiga, dan keempat yaitu masing-masing sebesar 3,125%.

Dari keempat hasil pengulangan ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap

pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™), kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan median atau nilai tengah konsentrasi KHM dan KBM. Pada tabel 3, didapat bahwa konsentrasi KHM adalah 1,56% dan konsentrasi KBM adalah

3,125%.

Tabel 3. Konsentrasi KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™)

Efektivitas N Med

KHM 4 1,56%

KBM 4 3,125%

Keterangan: N = Banyak pengulangan

(53)

43

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa konsentrasi Kadar Hambat

Minimum (KHM) dan konsentrasi Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak daun

jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris yang menggunakan dua sampel

biakan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita abses yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya serta biakan

Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™).

Staphylococcus aureus dipilih sebagai sampel penelitian karena lebih dari 30 tipe Staphylococcus Sp dapat menginfeksi manusia, kebanyakan disebabkan oleh

Staphylococcus aureus yang menimbulkan abses, ditandai adanya kerusakan jaringan yang menghasilkan pus. Penderita abses periodontal dipilih karena merupakan kasus

darurat penyakit periodontal ketiga yang paling sering terjadi mencapai 7-14%,

setelah abses dentoalveolar akut (14-25%) dan perikoronitis (10-11%) di klinik gigi.18

Abses dapat terjadi karena Staphylococcus aureus patogen menghasilkan koagulase, pigmen kuning, bersifat hemolitik, mencairkan gelatin, serta bersifat invasif.1,2

(54)

44

dan konsentrasi terkecil dimana tidak terdapat pertumbuhan koloni adalah konsentrasi

KBM. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak empat kali dan dilihat nilai

tengah konsentrasi KHM dan KBM dari ekstrak daun jambu biji buah putih.

Ekstrak daun jambu biji buah putih dipilih karena ekstrak etanol daun jambu

biji buah putih mempunyai kemampuan hambat bakteri yang lebih besar daripada

daun jambu biji buah merah.36 Hal ini sesuai dalam penelitian Darsono dkk (2003) di

Surabaya membuktikan bahwa ekstrak daun jambu biji dari varietas merah, putih, dan

kuning terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus

ATCC® 25923™ dengan konsentrasi ekstrak sebesar 10%, 20% dan 30%. Hasil

ekstrak daun jambu biji varietas daging putih memberikan diameter daerah hambat

pertumbuhan yang paling besar dibandingkan dengan varietas yang lain.7

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya efektivitas ekstrak daun jambu biji

buah putih dengan pelarut etanol terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pada

Staphylococcus aureus yang diisolasi dari pasien abses, didapati bahwa konsentrasi KHM terdapat pada konsentrasi 3,125% dan konsentrasi KBM terdapat pada

konsentrasi 6,25% (Tabel. 2). Sedangkan pada Staphylococcus aureus (ATCC®

29213™), konsentrasi KHM terdapat pada konsentrasi 1,56% dan konsentrasi KBM

terdapat pada konsentrasi 3,125% (Tabel. 3).

Sejalan dengan penelitian Dhiman dkk (2011) di India juga membuktikan

ekstrak daun jambu biji dengan pelarut metanol memiliki aktivitas antimikrobial

terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli serta terhadap jamur Candida albicans, Aspergillus niger. Ekstrak daun jambu biji dibuat dengan teknik maserasi dan diperoleh berbagai konsentrasi 0,005%, 0,0025%,

0,00125%, 0,000625%, 0,000313, 0,000156 dan 0,000078%. Pengujian aktivitas

antimikroba secara in-vitro dengan metode dilusi sehingga didapat konsentrasi kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM) terhadap pertumbuhan

Staphylococcus aureus masing-masing sebesar 0,0025% (25 µg/ml) dan 0,005% (50 µg/ml).16

Adapun faktor yang mempengaruhi kemampuan ekstrak daun jambu biji buah

(55)

45

aktif saponin, tanin, triterpenoid, dan flavonoid.8,14,15 Tanin merupakan komponen

utama dari daun jambu biji, senyawa tanin yang terkandung dalam daun jambu biji

dapat diperkirakan sebanyak 9-12%.9,14 bersifat antibakteri dengan cara

mempresipitasi protein. Tanin mampu berikatan membentuk kompleks dengan enzim

bakteri ataupun substrat, kemudian memasuki sel bakteri melalui dinding sel

bakteri.37

Daya antimikroba tanin disebabkan oleh adanya gugus pirogalol dan gugus

galoil yang merupakan gugus fenol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

atau membunuhnya dengan cara bereaksi dengan sel protein dari bakteri sehingga

terjadi denaturasi protein. Adanya denaturasi protein pada dinding sel bakteri

menyebabkan gangguan metabolisme bakteri sehingga terjadi kerusakan pada dinding

sel yang akhirnya menyebabkan sel lisis.37

Hal ini sesuai dengan penelitian Anas dkk (2008) di India membuktikan

ekstrak daun jambu biji dengan menggunakan pelarut metanol dan air, memiliki

antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri yang digunakan hasil isolasi dimana merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap

obat-obatan (Multi Drug Resistant (MDR) Strains). Uji antibakteri secara in-vitro dengan metode dilusi dan diperoleh kadar hambat minimum (KHM) masing-masing sebesar

0,005% (50 µg/ml) dan 0,0075% (75 µg/ml) sedangkan kadar bunuh minimum

(KBM) masing-masing sebesar 0,01% (100 µg/ml) dan 0,0125% (125 µg/ml).

Adanya senyawa aktif tanin yang terkandung dalam ekstrak daun jambu biji

menyebabkan denaturasi protein sehingga dapat menghambat dan membunuh

(56)

46

meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Flavonoid dapat menyebabkan kerusakan

sel bakteri, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan menyebabkan kebocoran sel.14,15

Hal ini sesuai dengan penelitian Sanches dkk (2005) di Brazil yang

membuktikan ekstrak daun, batang dan akar dari jambu biji dengan pelarut etanol

memiliki antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,

Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Pembuatan ekstrak daun jambu biji dengan teknik maserasi. Uji antibakteri dilakukan secara in-vitro dengan metode dilusi. Adanya senyawa aktif flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun jambu

biji sehingga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan Staphylococcus aureus

dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum

(KBM) terhadap Staphylococcus aureus sebesar 0,0125% (125 µg/ml) dan 0,025% (250 µg/ml).13

Triterpenoid meskipun terutama digunakan untuk kualitas aromatik, juga telah

ditemukan sebagai agen yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan

cara menghambat sintesis enzim dan merusak struktur membran sel. Saponin

termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan memiliki efek penghambatan pada

bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus dengan cara merusak struktur membran sel. Saponin dapat sebagai antimikroba, berdasarkan sifat racunnya bagi

hewan berdarah dingin dapat menghemolisis sel darah merah.8,14,15

Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi KHM dan

KBM yang didapat dalam penelitian ini dengan penelitian lain mengenai efektivitas

ekstrak daun jambu biji terhadap Staphylococcus aureus salah satunya adalah jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini dengan menggunakan pelarut etanol,

konsentrasi yang didapat belum minimum jika dibandingkan dengan konsentrasi yang

didapat pada penelitian Dhiman dkk (2011) di India dan penelitian Anas dkk (2008)

di India. Peneitian Dhiman dan Anas menggunakan pelarut yang sama yaitu metanol.

Dalam prinsip ekstraksi, faktor utama untuk pertimbangan pemilihan pelarut

adalah selektivitas, ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan. Dalam syarat

(57)

47

penggunaannya dihindari karena bersifat toksik, namun demikian dalam hal

pengujian metanol merupakan pelarut yang lebih baik dari etanol.38

Penelitian ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut etanol telah

terbukti memiliki kemampuan dalam menghambat dan membunuh Staphylococcus aureus (pengujian secara in-vitro), namun demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih dengan pelarut yang

sama yaitu etanol terhadap hewan dan manusia (pengujian secara in-vivo).

Faktor lainnya adalah metode pengujian yang digunakan. Penelitian ini

menggunakan metode dilusi cair. Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan

yaitu metode dilusi cair dan metode dilusi agar. Yang bertujuan untuk penentuan

aktifitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan kedalam media agar

atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Metode dilusi cair

terbagi dua yaitu makrodilusi dan mikrodilusi. Penelitian ini menggunakan metode

makrodilusi, sedangkan penelitian Dhiman dkk (2011) di India, penelitian Anas dkk

(2008) di India, dan Sanches dkk (2005) di Brazil menggunakan metode mikrodilusi.

Pada prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk

makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume

yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada

berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µg/ml. Hal ini yang

menyebabkan penelitian Dhiman dan Sanches mendapatkan konsentrasi yang lebih

kecil dibandingkan konsentrasi yang didapat pada penelitian ini. Keuntungan uji

mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini memberi hasil kuantitatif yang menunjukkan

(58)

48

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian “Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih

terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dari Abses dan Staphylococcus aureus

(ATCC® 29213™)”, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Ekstrak daun jambu biji buah putih efektif dalam menghambat dan membunuh

pertumbuhan Staphylococcus aureus dari abses dan Staphylococcus aureus (ATCC® 29213™) dengan konsentrasi KHM dan KBM masing-masing sebesar 3,125% dan

6,25%, serta 1,56% dan 3,125%.

6.2Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun

jambu biji buah putih sebagai obat kumur alternatif (pengujian secara in vivo).

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak daun

(59)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Abses

Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal,

manifestasinya berupa peradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan

kerusakan jaringan setempat. Penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang

terkena serta penyebab virulensi organisme.17

2.1.1 Etiologi Abses di Rongga Mulut

Secara morfologi dan biokemikal paling sedikit ada 400 kelompok bakteri di

dalam rongga mulut. Infeksi dalam rongga mulut lebih banyak disebabkan oleh

adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Abses didalam

rongga mulut disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebabnya yang sering

ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah Alpha-hemolytic Streptococcus,

Peptostrepcoccus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides melaninogenicus,

Staphylococcus dan Fusobacterium. Persentase Staphylococcus aureus yang merupakan hasil pengkulturan murni dari abses adalah sebesar 0,7-15%.1,17,18

2.1.2 Abses Periodontal

Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada

(60)

6

Gambar 1. Abses periodontal pada insisivus sentralis18

2.1.3 Etiologi Abses Periodontal

Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:2,17

a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis

Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan periodontitis

adalah:

1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.

2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan

infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.

3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam

pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam meningkatkan

pengeluaran supurasi.

4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada

pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan abses.

b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis

Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan dengan

periodontitis adalah:

1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn,

potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.

2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.

(61)

7

4. Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi

predisposisi pembentukan abses periodontal.

2.1.4 Patofisiologi Abses Periodontal

Masuknya bakteri ke dalam dinding saku jaringan lunak merupakan awal

terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi pus.17

Secara histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang utuh mengelilingi

bagian tengah debris jaringan lunak dan destruksi leukosit. Pada tahap berikutnya,

membran piogenik yang terdiri dari makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju

destruksi abses tergantung pada pertumbuhan bakteri di dalamnya, virulensinya dan

pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap enzim lisosom.17

2.1.5 Macam-Macam Abses Periodontal

Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:

a. Berdasarkan lokasi abses

1. Abses gingiva

Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal gingiva

atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari

berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing.

(62)

8

terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah

pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya

kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi

mobiliti serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat.

Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari saku

periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam

menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan

bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik

dan akibat dari penyakit rekuren. Kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus

merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses periodontal.17,18

3. Abses perikoronal

Abses perikoronal adalah abses yang terjadi karena adanya inflamasi jaringan lunak

operkulum, yang menutupi sebagian gigi yang sedang erupsi. Abses perikoronal

ditemukan pada gigi yang mengalami perikoronitis. Keadaan ini paling sering terjadi

pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya dengan abses

gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan

impaksi makanan atau trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah

terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya

eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise.17

b. Berdasarkan jalannya lesi

1. Abses periodontal akut

Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit, edematous, lunak,

pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di jumpai adanya pus, peka terhadap

perkusi gigi dan terasa nyeri pada saku, sensitifitas terhadap palpasi dan kadang

disertai demam dan limfadenopati.17

2. Abses periodontal kronis

Abses periodontal kronis biasanya asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan

gejala-gejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan

(63)

9

infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa

nyeri akan timbul bila adanya saku periodontal, inflamasi dan saluran fistula.17

c. Berdasarkan jumlah abses

1. Abses periodontal tunggal

Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor lokal

mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang ada.17

2. Abses periodontal multipel

Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien

dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat setelah terapi

antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada pasien

multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada beberapa gigi.17

2.2Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroflora normal yang umumnya berada pada hidung dan kulit dengan rentangan insidens 20-85%,

sementara pada kulit 5-25%, pada rongga mulut 10-35%.19 Bakteri ini bersifat

patogen yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan penyakit pada manusia

apabila dipengaruhi faktor predisposisi seperti perubahan kuantitas bakteri dan

penurunan daya tahan tubuh host.20 Staphylococcus aureus merupakan salah satu

bakteri yang berkaitan dalam bidang ilmu kedokteran gigi yang dapat menyebabkan

infeksi yang bersifat abses lokal namun dapat juga menyebar melalui pembuluh darah

(64)

10

2.2.2 Klasifikasi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif. Jika diamati dibawah mikroskop akan tampak dalam bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau berkelompok seperti buah anggur.19,20

Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:19

 Domain : Bacteria

 Kindom : Eubacteria

 Divisi : Firmicutes

 Class : Cocci

 Ordo : Bacillales

 Family : Staphylococcaceae

 Genus : Staphylococcus

 Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 2. Staphylococcus aureus

secara mikroskopis23

2.2.3 Morfologi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus (bulat) menyerupai bola dengan garis tengah ± 0,8-1,0 μm tersusun dalam kelompok

-kelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur). Staphylococcus aureus bersifat non-motil (tidak bergerak), non-spora, anaerob fakultatif, katalase positif dan

oksidase negatif.19,20 Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum

(65)

11

pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25)°C. Koloni pada perbenihan padat

berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan

berkilau.19,21

Gambar 3. Staphylococcus aureus pada media Blood Agar (BA)24

Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob tetapi bila sudah berpindah ke tempat lain dapat bersifat anaerob fakultatif, mampu memfermentasikan manitol dan

menghasilkan enzim koagulase, hialurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Bakteri

ini mengandung lisostafin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah.

Staphylococcus aureus mempunyai dinding sel yang terdiri dari kapsul, peptidoglikan, asam teikoat, protein A, membran sitoplasma, clumping factor.25

(66)

12

asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik), polipeptida (L-Ala, Glu, L-Lys,

D-Ala, D-ala) dan pentaglisin. Dinding sel Staphylococcus aureus juga mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah

beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung

aglutinogen dan N-asetilglukosamin.19,25

2.2.4 Mekanisme infeksi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus memiliki beberapa mekanisme untuk menyebabkan infeksi, diantaranya adalah:21

a. Perlekatan pada protein sel inang

Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang membantu penempelan bakteri pada sel inang. Protein ini adalah laminin dan

fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan

endotel. Selain itu, beberapa galur mempunyai ikatan protein fibrin atau fibrinogen

yang mampu meningkatkan penempelan bakteri pada darah dan jaringan.

b. Invasi

Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan sejumlah besar kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan penting dalam

proses invasi Staphylococcus aureus adalah α-toksin, -toksin, -toksin, δ-toksin,

leukosidin, koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim seperti protease, lipase,

DNAse, dan enzim pemodifikasi asam lemak.

c. Perlawanan terhadap ketahanan inang

Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimiliki

Staphylococcus aureus adalah simpai polisakarida, protein A, dan leukosidin. d. Pelepasan beberapa jenis toksin

Gambar

Gambar 26. Hasil KHM dan KBM Ekstrak Daun Jambu Biji
Tabel 4. Hasil pengujian konsentrasi KHM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses
Tabel 5. Hasil pengujian konsentrasi KBM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus yang diisolasi dari abses
Tabel 7. Hasil pengujian konsentrasi KBM ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap Staphylococcus aureus ATCC 29213
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak etanol daun bintaro terhadap bakteri Salmonella typhi dan

Kombinasi ekstrak air rimpang kunyit, daun beluntas, daun salam dan daun jambu biji (1:1:1:1) menunjukkan Kadar Hambat Minimum (KHM) pada konsentrasi 10.000 ppm

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa konsentrasi Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak jintan hitam terhadap Candida

Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) Bawang putih berpengaruh terhadap perkembangbiakan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi ≥ 50% dalam

0,05 cm, sedangkan ekstrak biji alpukat memiliki Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 0,2%

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri, kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM), serta identifikasi senyawa kimia yang terdapat dalam

Berdasarkan hasil uji pendahuluan aktivitas antibakteri ekstrak kloroform dan ekstrak etanol 70% biji bidara laut, maka didapatkan konsentrasi bunuh minimum (KBM) dari

Penetapan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM dan Konsentrasi Hambat Minimun KHM Bakteri Uji Bakteri Uji Kloramfenikol Ekstrak daun ubi jalar ungu KHM μg/mL KBM μg/mL KHM μg/mL KBM