• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keselarasan Penyediaan Nitrogen Dari Pupuk Hijau Dan Urea Dengan Pertumbuhan Jagung Pada Inceptisol Darmaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keselarasan Penyediaan Nitrogen Dari Pupuk Hijau Dan Urea Dengan Pertumbuhan Jagung Pada Inceptisol Darmaga"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

JAGUNG PADA INCEPTISOL DARMAGA

W A W A N

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”Keselarasan

Penyediaan Nitrogen dari Pupuk Hijau dan Urea dengan Pertumbuhan Jagung

pada Inceptisol Darmaga” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan

pengarahan dari Komisi Pembimbing, dan belum pernah dipublikasikan. Semua data

dan informasi yang digunakan dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa

kebenarannya.

Bogor, Januari 2008

(3)

ABSTRACT

WAWAN. Synchronization of Nitrogen supply from green manures and urea with corn growth in Inceptisol Darmaga (under supervision of SUPIANDI

SABIHAM as chairman, and KOMARUDDIN IDRIS, GUNAWAN

DJAJAKIRANA, and SYAIFUL ANWAR as members of the committee).

Increasing N use efficiency and decreasing N pollution were achieved by

syn-chronization between supplying pattern of N and crop N demand. Leaching-incubation

experiment was carried out for evaluating supplying pattern of N from 14 treatments of

green manures (Flemingia and Gliricidia), Urea and their combi-nation. Only five

treatments of the split application of Gliricidia, Urea and their combination, and single

application of combination of Urea and Gliricidia synchronize with the model of corn

N uptake. These five fertilization treatments were further examined in green house and

field experiment. Synchronization between supplying pattern of N and corn growth

without leaching treatment was resulted by application of Urea at planting time

followed by Gliricidia at three weeks after planting (WAP) and application of Urea

at planting time and three WAP; whereas the treatment with leaching, the

synchronization was resulted by split application of Gliricidia at planting time and

three WAP, Urea at planting time followed by Gliricidia at three WAP, and single

application of Urea and Gliricidia at planting time. Result of field experiment shown

that Urea applied at planting time followed by Gliricidia at three WAP resulted low N

inorganic leaching while the production of seed dry-weight was high.

(4)

RINGKASAN

WAWAN. Keselarasan Penyediaan Nitrogen dari Pupuk Hijau dan Urea dengan Pertumbuhan Jagung pada Inceptisol Darmaga (Dibawah bimbingan SUPIANDI SABIHAM sebagai ketua Komisi Pembimbing, KOMARUDDIN IDRIS, GUNAWAN DJAJAKIRANA, dan SYAIFUL ANWAR masing-masing sebagai anggota Komisi Pembimbing)

Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan pemupukan N adalah rendahnya efisiensi

pemanfaatan N dan akibat buruk terhadap lingkungan. Salah satu usaha yang dapat

dila-kukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penyelarasan antara penyediaan N

dengan permintaannya oleh tanaman.

Penelitian ini bertujuan: pertama, menentukan sumber N dan pengaturan

apli-kasinya yang memiliki pola penyediaan N selaras dengan model pola serapan N jagung.

Kedua, menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan keselarasan

penyediaan N dengan pertumbuhan jagung pada kondisi tanpa dan dengan pencucian.

Ketiga, menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan

partum-buhan dan produksi jagung optimal dengan pencucian N rendah.

Pada percobaan pencucian-inkubasi, dalam rangka menjawab tujuan penelitian

pertama, dievaluasi pola penyediaan N dari 14 perlakuan pupuk hijau (Flemingia dan

Glirisidia), Urea dan kombinasinya. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya lima perlakuan

aplikasi terpisah Glirisidia, Urea dan kombinasinya, dan aplikasi sekaligus kombinasi Urea

dan Glirisidia yang selaras dengan model serapan N jagung.

Untuk menjawab tujuan penelitian kedua, lima perlakuan pemupukan terpilih dari

percobaan pencucian-inkubasi dikombinasikan dengan perlakuan pencucian diuji lebih

lanjut dalam percobaan rumah kaca. Hasilnya menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa

pencucian keselarasan antara pola penyediaan N dan pertumbuhan jagung dihasilkan oleh

aplikasi Urea saat tanam yang diikuti Glirisidia tiga minggu setelah tanam (MST) dan

Urea saat tanam dan tiga MST, sedangkan pada perlakuan dengan pencucian dihasilkan

oleh aplikasi terpisah Glirisidia saat tanam dan tiga MST, Urea saat tanam diikuti

Glirisidia tiga MST, dan aplikasi sekaligus Urea dan Glirisidia saat tanam.

Untuk menjawab tujuan penelitian terakhir, lima perlakuan terpilih dari percobaan

pencucian-inkubasi dan telah diuji pada percobaan rumah kaca selanjutnya diuji di

lapangan. Hasilnya menunjukkan bahwa Urea yang diaplikasikan saat tanam yang diikuti

Glirisidia tiga MST menghasilkan produksi berat pipilan kering tinggi dengan pencucian

(5)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

(6)

KESELARASAN PENYEDIAAN NITROGEN

DARI PUPUK HIJAU DAN UREA DENGAN PERTUMBUHAN

JAGUNG PADA INCEPTISOL DARMAGA

OLEH :

W A W A N

P 02600001

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program studi Ilmu Tanah

Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji ujian tertutup (14 Agustus 2007): Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr

Penguji ujian terbuka (13 September 2007):

1. Prof. (r) Dr.Ir. Abdul Karim Makarim, M.Sc.

(8)

Judul Penelitian : Keselarasan Penyediaan Nitrogen dari Pupuk Hijau dan Urea dengan Pertumbuhan Jagung pada Inceptisol Darmaga

Nama Mahasiswa : W a w a n

Nomor Pokok : P 026 00001

Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS. Ketua Anggota

Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc. Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. Anggota Anggota

Mengetahui

2. Ketua Program Studi 3. Dekan

Ilmu Tanah Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 13 Juli 1962, ayahanda bernama

Ma’mur, dan ibundanya bernama O’oh Masri’ah. Penulis merupakan anak kedua dari

lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan S1 di Universitas Jenderal Soedirman dan lulus tahun

1989, kemudian menempuh program pasca sarjana di Universitas Andalas Padang dan

lulus tahun 1998. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi di program pasca sarjana

IPB.

Sejak tahun 1990, penulis bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Pertanian

Universitas Riau Pekanbaru.

Bulan Pebruari tahun 1990 penulis menikah dengan Encih Hanasih, SE., dan

(10)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah

melim-pahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penelitian dan penulisan disertasi

ini dapat diselesaikan.

Disertasi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian studi

pada program doktor program studi Ilmu Tanah Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi

ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak.

Sehubungan dengan itu, pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya, kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr.Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. sebagai ketua komisi pembimbing

atas bimbingan dan arahan khususnya dalam penyusunan kerangka pemikiran

dalam penelitian ini.

2. Bapak Dr.Ir. Komaruddin Idris MS. yang telah banyak memberikan masukan untuk

perbaikan penulisan disertasi ini.

3. Bapak Dr.Ir. Gunawan Djajakirana M.Sc. atas bantuannya dalam perancangan

tabung pencucian, penetapan takaran pupuk, dan analisis N mineral menggunakan

Flow Injection Autoanalyzer”.

4. Bapak Dr.Ir. Syaiful Anwar M.Sc. atas bantuannya dalam pelaksanaan percobaan

di laboratorium dan penyediaan literatur yang menunjang penelitian dan penulisan

disertasi ini.

5. Bapak Dr.Ir. Memen Surahman, M.Sc. Agr., selaku penguji luar komisi pada ujian

tertutup dan atas segala masukan untuk perbaikan disertasi ini.

6. Bapak Prof. (r) Dr.Ir. Abdul Karim Makarim, M.Sc. dan Bapak Dr.Ir. Basuki

Sumawinata, M.Agr., selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan atas segala

kritik dan saran untuk penyempurnaan disertasi ini.

7. Ke dua orang tua dan ke dua mertua yang telah memberikan dorongan dan bantuan

moril dan materil untuk penyelesaian studi ini.

8. Istri dan anak-anakku yang telah dengan sabar mendampingi dan memberikan

(11)

Akhirnya, semoga hasil penelitian yang tertuang dalam disertasi ini dapat

membantu para petani dalam melakukan pemupukan N khususnya untuk tanaman

jagung dan memberikan sumbangan pada pengembangan teknologi pemupukan pada

umumnya.

Bogor, Januari 2008

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL . . . xiii

DAFTAR GAMBAR . . . xiv

DAFTAR LAMPIRAN . . . xv

I. PENDAHULUAN . . . 1

1.1. Latar Belakang . . . 1

1.2. Kerangka Pemikiran dan Tahapan Penelitian . . . 4

1.3. Tujuan Penelitian . . . 6

1.4. Hipotesis . . . 6

II. TINJAUAN PUSTAKA . . . 7

2.1. Konsep Keselarasan . . . 7

2.2. Penyediaan N dari Input yang Ditambahkan . . . 8

2.3. Permintaan Nitrogen Tanaman . . . 10

2.4. Faktor Pengelolaan . . . 11

2.5. Respon Tanaman terhadap Nitrogen . . . 13

III. METODOLOGI PENELITIAN . . . 16

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian . . . 16

3.2. Tanah yang Digunakan . . . 16

3.3. Metode Umum . . . 16

IV. POLA PENYEDIAAN N DARI PUPUK HIJAU DAN UREA . . . . 19

4.1. Latar Belakang . . . 19

4.2. Tujuan . . . 19

4.3. Bahan dan Metode . . . 19

4.4. Hasil dan Pembahasan . . . 22

4.5. Kesimpulan . . . 31

V. PENGARUH PENCUCIAN DAN APLIKASI GLIRISIDIA, UREA DAN KOMBINASINYA TERHADAP KESELARASAN PENYE- DIAAN NITROGEN DENGAN PERTUMBUHAN JAGUNG . . . 32

5.1. Latar Belakang . . . 32

5.2. Tujuan . . . 32

5.3. Bahan dan Metode . . . 32

(13)

5.4. Hasil dan Pembahasan . . . 34

5.5. Kesimpulan . . . .. . . 49

VI. PENGARUH GLIRISIDIA, UREA DAN KOMBINASINYA TER- HADAP PERTUMBUHAN JAGUNG DAN PENCUCIAN NITRO- GEN DI LAPANGAN . . . 50

6.1. Latar Belakang . . . 50

6.2. Tujuan. . . 50

6.3. Bahan dan Metode. . . 50

6.4. Hasil dan Pembahasan. . . 51

6.5. Kesimpulan. . . 58

VII. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI . . . 59

7.1. Pembahasan. . . 59

7.2. Kesimpulan. . . 60

7.3. Rekomendasi . . . 61

DAFTAR PUSTAKA . . . 62

(14)

DAFTAR TABEL

Gambar N a m a Halaman

1. Perlakuan dan simbolnya yang digunakan dalam penelitian . . 21

2. Hasil uji korelasi antara jumlah N mineral kumulatif dilepaskan

dengan model serapan N jagung . . . 31

3. Rata-rata konsentrasi N-NH4+, N-(NO3-+ NO2-) dan total N mineral tanah (µg g-1) akibat perlakuan pencucian dan aplikasi

Glirisida, Urea dan kombinasinya . . . 35

4. Korelasi antara N kumulatif dilepaskan dengan pertumbuhan jagung akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian . . . 36

5. Rata-rata berat kering akar jagung (g) akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian . . . 43

6. Rata-rata serapan N jagung (mg) akibat aplikasi Glirisida, Urea dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian dari 4 sampai 8 MST . . . 44

7. Persentase serapan N dari pupuk akibat aplikasi Glirisida, Urea dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian dari 4 sampai 8 MST. . . . . . 48

8. Rata-rata konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-), dan total N mineral tanah (µg g-1) lapisan 0-20 cm akibat aplikasi Glirisida, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MST di lapangan . . 52

9. Rata-rata berat pipilan kering (BPK) jagung akibat aplikasi Gli- risida, Urea dan kombinasinya di lapangan . . . 54

10. Rata-rata konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N mineral tanah lapisan 20-40 cm akibat aplikasi Glirisida,

Urea dankombinasinya di lapangan . . . 56

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN kasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari

1 sampai 14 MSI . . . 72

3b. Konsentrasi N-(NO3- + NO2-) yang dilepaskan (µg g-1) aki- bat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya

dari 1 sampai 14 MSI. . . 73

3c. Konsentrasi total N mineral yang dilepaskan (µg g-1) akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari

1 sampai 14 MSI . . . 74

4a. Konsentrasi N-NH4+ kumulatif yang dilepaskan (µg g-1)

akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya . 75

4b. Konsentrasi N-(NO3- + NO2-) kumulatif yang dilepaskan

5a. Jumlah N-NH4+ tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya pada 1 dan 2 MST . . . 78

5b. Jumlah N-NH4+ tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya pada 3 dan 4 MST . . . 79

5c. Jumlah N-NH4+ tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya pada 5, 6 dan 7 MST . . . 80

7a. Jumlah total N mineral tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia,

Urea dan kombinasinya pada 1 dan 2 MST . .. . . 84

7b. Jumlah total Nmineral tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia,

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran N a m a Halaman

7c. Jumlah total N mineral tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia,

Urea dan kombinasinya pada 5, 6 dan 7 MST. . . 86

8a. Konsentrasi N-NH4+ tanah (µg g-1) akibat perlakuan pencu-

cian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya. . . 87

8b. Konsentrasi N-(NO3-+ NO2-) tanah (µg g-1) akibat perlakuan

pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 88

8c. Konsentrasi total N mineral tanah (µg g-1) akibat perlakuan

pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya. . . . 89

9. Jumlah N mineral kumulatif yang dilepaskan (mg) akibat perlakuan pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombi-

nasinya. . . 90

10. Berat kering akar (g) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 91

11. Serapan N jagung (mg) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya. . . 92

12. Nitrogen total tanah (%) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 93

13a. Tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya pada 3 dan

4 MST. . . 94

13b. Tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya pada 5 dan

6 MST. . . 95

13c. Tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya pada 7 dan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran N a m a Halaman

16. Serapan N jagung (mg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya dari 4 sampai 8 MST . . . 101

17. Tinggi tanaman (cm) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya dari 3 sampai 7 MST . . . 102

18. Berat kering tanaman (g) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya dari 3 sampai 7 MST . . . 103

19. Berat pipilan kering (kg ha-1) akibat aplikasi Glirisidia,

Urea dan kombinasinya . . . 104

20. Permeabilitas tanah (cm jam-1) lapisan 0-20 cm akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 104

21. Konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N mineral lapisan 20-40 cm (µg g-1) akibat aplikasi Glirisida,

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada umumnya tanah-tanah mineral di daerah tropika basah kekurangan unsur

hara, seperti nitrogen dan fosfor, dan mengandung bahan organik tanah rendah.

Nitrogen adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar dan

pada tanah pertanian yang tidak dipupuk tanaman sering menunjukkan gejala

defisiensi N. Menurut Sanchez (1976) nitrogen merupakan unsur hara terpenting yang

membatasi produksi tanaman di daerah tropika. Oleh karena itu, pemupukan N sangat

diperlukan untuk mendapatkan produksi tanaman yang optimal.

Pemupukan N dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk N organik seperti

pupuk hijau kacang-kacangan, pupuk buatan atau kombinasi keduanya. Penambahan

pupuk hijau selain menambah unsur hara N juga dapat meningkatkan bahan organik

tanah dan memperbaiki sifat-sifat tanah. Pupuk hijau yang ditambahkan ke dalam

tanah akan mengalami dekomposisi dan melepaskan N. Kedua proses tersebut

dipengaruhi oleh banyak faktor, yang berarti pula mempengaruhi penyediaan N. Oleh

karena itu, untuk menghasilkan pemupukan N yang tepat diperlukan evaluasi kapasitas

dan pola penyediaan N dari pupuk hijau, pupuk buatan dan kombinasinya.

Pengelolaan pemupukan N sering dihadapkan pada masalah rendahnya efisiensi,

yang disebabkan oleh besarnya kehilangan N melalui pencucian, volatilisasi dan

denitrifikasi. Kehilangan N tersebut sering berakibat buruk terhadap lingkungan. Hasil

penelitian Xu et al. (2000) menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan pupuk N pada Cambisol yang ditanami gandum dan dipupuk N 345 kg ha-1 hanya sebesar 17,7%.

Palm (1995) dan Giller dan Cadisch (1995) menyatakan bahwa hanya kira-kira 20%

dari N yang dilepaskan pangkasan pohon atau serasah diambil oleh tanaman.

Rendahnya efisiensi pemanfaatan pupuk N tersebut disebabkan oleh tingginya

pencucian (Parr, 1972; Kibunja et al., 2002) dan denitrifikasi (Addiscott dan Powlson, 1992; Parr, 1972). Xu et al. (2000) menemukan bahwa kehilangan N karena pencu-cian mencapai 20-36,8%. Tanah-tanah di daerah tropika basah seperti di Indonesia

yang memiliki curah hujan tinggi, potensi kehilangan N karena pencucian sangat

besar.

Pemupukan N buatan, khususnya pada takaran tinggi yang melebihi kemampuan

(20)

et al., 1993; Roth and Fox, 1990) yang dapat mengancam kualitas air tanah. Ruser et al. (2001) juga melaporkan bahwa pemupukan N buatan dalam takaran tinggi memberikan sumbangan besar terhadap emisi nitrous oksida (N2O). Rendahnya

efisiensi pemanfaatan N dan akibat buruk terhadap lingkungan tersebut antara lain

disebabkan oleh ketidakselarasan antara penyediaan N dengan permintaan tanaman.

Oleh karena itu, salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah

tersebut adalah dengan penyelarasan antara penyediaan N dari sumbernya dengan

permintaan N tanaman yang menyangkut waktu dan jumlahnya.

Sebenarnya konsep keselarasan telah dikembangkan sejak tahun 1980 oleh Swift

(Swift et al., 1980; Swift et al., 1981; Anderson dan Swift, 1983). Namun baru tahun 1985 para peneliti TSBF (Tropical Soil Biology and Fertility) mengembangkan konsep tersebut lebih lanjut. Melalui program TSBF, mereka memperkenalkan hipotesis

keselarasan (TSBF, 1985; 1987). Mereka juga mengemukakan bahwa pendekatan asli

terhadap konsep keselarasan adalah bahwa kehilangan hara dapat diminimumkan

dengan pencocokan pola ketersediaan hara dengan permintaan tanaman, yang

memu-satkan pada pengurangan awal hara berlebih dari pupuk mineral dan bahan organik

kualitas tinggi dengan pencampuran bahan kualitas lebih rendah yang mengimobilisasi

hara. Imobilisasi akan diikuti oleh pelepasan hara pada saat permintaan lebih banyak

oleh tanaman yang sedang tumbuh (Palm et al., 2001).

Pendekatan percobaan untuk mencapai keselarasan dilakukan dengan

mem-bandingkan pola pelepasan N dari bahan organik berbeda kualitas (Constantinides dan

Fownes, 1994; Handayanto et al., 1994; Palm dan Sanchez, 1991; Tian et al., 1993). Kesimpulan dari semua penelitian tersebut adalah bahwa tidak ada bahan organik

tunggal yang melepaskan N dalam keselarasan sempurna dengan permintaan tanaman.

Pelepasan N selaras tersebut ditunjukkan oleh mineralisasi awal lambat yang diikuti

oleh mineralisasi besar dan cepat (Palm et al., 2001).

Usaha mendapatkan keselarasan juga telah dilakukan dengan pencampuran

bahan organik berbeda kualitas (Becker dan Ladha, 1997; Handayanto et al., 1997; Mafongoya et al., 1997a). Pencampuran tersebut umumnya menghasilkan pola mine-ralisasi setara dengan rata-rata tertimbang dari pola dua bahan terpisah (Handayanto

et al., 1997 dan Mafongoya et al., 1997a). Walaupun terdapat pengurangan N tersedia segera setelah aplikasi bahan organik tersebut, namun tidak diikuti oleh periode

(21)

pencampuran residu jagung (bahan organik kualitas rendah) dengan daun gude (bahan

organik kualitas tinggi) menghasilkan mineralisasi N jauh lebih rendah daripada

perlakuan individunya (Sakala et al., 2000).

Pencampuran sumber hara organik dan mineral juga dapat meningkatkan

keselarasan (Jones et al., 1997). Hal itu antara lain disebabkan penambahan pupuk N mineral pada input organik meningkatkan mineralisasi N (Lupwayi and Haque, 1999).

Hasil penelitian Sakala et al. (2000) juga sejalan dengan itu, yaitu bahwa penambahan N-NH4+ pada batang jagung pada takaran yang semakin meningkat menghasilkan waktu imobilisasi lebih pendek (<10 hari dengan 150 μg, ~12 hari dengan 100 μg dan >50 hari dengan 50 μg N-NH4+ g-1 tanah). Namun, peningkatan mineralisasi tersebut belum tentu selaras dengan permintaan tanaman. Oleh karena itu, perlu pengaturan

waktu aplikasi yang tepat dengan saat permintaan tanaman tinggi.

Hasil penelitian Mafongoya et al. (1997a) di Zimbabwe yang merupakan daerah semiarid menunjukkan bahwa aplikasi pangkasan Kaliandra sekaligus saat tanam nyata

memperbaiki pengambilan N, dan hasil biji jagung dibanding aplikasi empat minggu

setelah tanam. Mereka juga menyatakan bahwa aplikasi pangkasan dipisah tidak

berpengaruh terhadap “recovery” N. Untuk daerah tropik seperti Indonesia yang

mempunyai curah hujan tinggi, diduga pengaruhnya akan berbeda. Oleh karena itu,

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan waktu aplikasi berbagai sumber N

yang menghasilkan keselarasan penyediaan N dengan permintaan tanaman, yang

sesuai dengan iklim di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian-penelitian yang

telah dilakukan masih bersifat parsial. Padahal keselarasan berpeluang besar dapat

dicapai melalui pengaturan jumlah dan kombinasi sumber N yang dilakukan secara

simultan dengan pengaturan waktu aplikasinya. Dengan cara demikian diharapkan

jumlah N tersedia dan waktunya sesuai dengan permintaan tanaman. Oleh karena itu,

dalam penelitian ini dicoba dua jenis pupuk hijau yaitu Glirisidia (bahan organik

kualitas tinggi) dan Flemingia (bahan organik kualitas sedang) tunggal atau kombinasi

di antara keduanya atau dikombinasi dengan Urea yang diberikan sekaligus saat tanam

atau terpisah dua kali yaitu saat tanam dan tiga minggu setelah tanam.

Kedua jenis pupuk hijau tersebut dipilih karena keduanya mempunyai potensi

tinggi dalam menghasilkan biomasa, mengandung N cukup tinggi dan sudah cukup

(22)

informasi tentang kapasitas dan pola penyediaan N dari ke dua pupuk hijau tersebut,

tanpa atau dengan kombinasi di antara keduanya atau dikombinasikan dengan Urea,

yang diberikan sekaligus atau terpisah masih terbatas.

Menurut Sutoro et al. (1988) laju pertumbuhan tanaman jagung pada fase awal relatif lambat, tetapi tanaman tumbuh dengan cepat setelah berumur empat minggu.

Oleh karena itu, pemberian 20% N dari pupuk hijau Flemingia atau Glirisidia pada

saat tanam yang diikuti pemberian 80% N dari pupuk hijau Glirisidia atau Urea pada

tiga minggu setelah tanam diduga dapat menghasilkan keselarasan lebih tinggi.

1.2. Kerangka Pemikiran dan Tahapan Penelitian

Efisiensi pemanfaatan pupuk N rendah terutama disebabkan oleh tingginya

kehilangan N melalui pencucian, volatilisasi dan denitrifikasi. Kehilangan N tersebut

juga berakibat buruk terhadap lingkungan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan

untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penyelarasan antara penyediaan N

dari sumbernya dengan pengambilannya oleh tanaman.

Penyelarasan pemupukan N dilakukan dengan pengaturan jumlah dan waktu

aplikasi pupuk N untuk menghasilkan pola penyediaan N yang sesuai dengan pola

permintaan N tanaman (Gambar 1). Dengan cara demikian, kehilangan N pada saat

permintaan N tanaman rendah (awal pertumbuhan tanaman) dapat dikurangi,

sebaliknya pada saat permintaan N tanaman tinggi dapat terpenuhi. Akibatnya,

pertumbuhan dan produksi tanaman tinggi namun dengan penggunaan pupuk yang

lebih hemat.

3 4 Waktu (minggu) 3 4 Waktu (minggu)

: Urea : Pupuk hijau kualitas tinggi : Serapan N tanaman

Gambar 1. Skema keselarasan penyediaan N dengan serapannya oleh tanaman akibat aplikasi terpisah Urea diikuti pupuk hijau kualitas tinggi (A), dan aplikasi terpisah pupuk hijau kualitas tinggi diikuti Urea.

(23)

Upaya untuk mencapai keselarasan dilakukan melalui tahapan penelitian yang

terdiri dari percobaan pencucian-inkubasi, percobaan rumah kaca dan percobaan

lapangan (Gambar 2). Pada percobaan pencucian-inkubasi dihasilkan pola penyediaan

N dari berbagai sumber N. Selanjutnya dilakukan uji korelasi dengan model pola

serapan N jagung, sehingga dapat ditentukan pola penyediaan N yang selaras dengan

model pola serapan N jagung.

Pencocokan

Gambar 2. Bagan tahapan penelitian

Pada percobaan rumah kaca dihasilkan data respon tanaman jagung dan kadar N

mineral dalam tanah akibat aplikasi sumber N terpilih beserta pengaturan aplikasinya Pola penyediaan N dari sumber N

(24)

pada kondisi tanpa dan dengan pencucian. Berdasarkan data dan informasi dari

percobaan rumah kaca dipilih sumber N beserta pengaturan aplikasinya yang

menghasilkan keselarasan dengan pertumbuhan jagung untuk digunakan pada

percobaan lapangan.

Pada percobaan lapangan dihasilkan data respon tanaman jagung dan kadar N

ammonium dan nitrat pada lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm pada tanah yang diberi

sumber N beserta pengaturan aplikasinya terpilih dari percobaan rumah kaca.

Berdasarkan data dan informasi dari percobaan lapangan disusun rekomendasi sumber

N beserta pengaturan aplikasinya yang paling tepat pada kondisi tanah dan iklim yang

identik dengan percobaan ini.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang memiliki pola penyediaan

N selaras dengan model pola serapan N jagung.

2. Menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan keselarasan

penyediaan N dengan pertumbuhan jagung pada kondisi tanpa dan dengan

pencucian.

3. Menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan

pertum-buhan dan produksi jagung optimal dengan pencucian N rendah.

1.4. Hipotesis

Hasil deduksi dari masalah yang diuraikan di atas dapat diajukan hipotesis

sebagai berikut :

1. Kombinasi Urea dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah

memiliki pola penyediaan N selaras dengan model pola serapan N jagung.

2. Kombinasi Urea dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah pada

kondisi tanpa pencucian, dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah

pada kondisi dengan pencucian memiliki pola penyediaan N selaras dengan

pertumbuhan jagung.

3. Kombinasi Urea dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah

menghasilkan pertumbuhan dan produksi jagung optimal dengan pencucian N

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keselarasan

Pengertian keselarasan yang digunakan dalam program Tropical Soil Biology and Fertility (TSBF) adalah bahwa pelepasan hara dari input di atas permukaan tanah dan akar dapat diselaraskan dengan permintaan pertumbuhan tanaman (Swift, 1984).

Dengan demikian, keselarasan berarti bahwa laju pelepasan hara ke dalam bentuk

tersedia bagi tanaman mempunyai kemiripan dengan laju hara tersebut diperlukan

tanaman. Dalam kasus N, pola waktu pengambilan yang ada secara erat berkaitan

dengan pola pertumbuhan tanaman. Selain itu juga terdapat pola waktu pelepasan N

dari tanah dan residu organik yang mengalami dekomposisi. Jika pola permintaan

tanaman dan pola pelepasan mirip, maka tercapai keselarasan (Myers et al. 1994). Kondisi tidak selaras dapat terjadi bila unsur hara dilepaskan atau ditambahkan

ke tanah selama periode permintaan tanaman terbatas, atau bila dilepaskan pada laju

yang melebihi pengambilan atau lebih lambat daripada kebutuhan tanaman (Myers

et al. 1994). Menurut Murphy et al. ( 2004) ketidakselarasan dicirikan oleh (i) akumulasi N tersedia dalam tanah yang melebihi permintaan tanaman saat ini dan

mikroba, pada waktu mana pool N tersebut adalah subjek terhadap proses kehilangan N, (ii) ketersediaan N yang tidak mencukupi ketika permintaan tanaman tinggi.

Suatu situasi yang tidak selaras dapat dibuat selaras dengan pengaplikasian

bahan yang mengimobilisasi N selama bera atau pertumbuhan tanaman awal, dan

kemudian melepaskannya ketika permintaan tanaman lebih tinggi. Sebaliknya, bahan

kaya unsur hara dapat melepaskan N lebih cepat dari permintaan tanaman, dan situasi

dapat menjadi kurang selaras (Myers et al., 1994).

Keselarasan terutama diterapkan pada unsur hara di mana pendauran melalui

bahan organik tanah adalah penting, terutama N, P dan S. Karena pendauran meliputi

proses konversi unsur hara tersebut ke dalam bentuk tidak tersedia (imobilisasi) dan

pelepasannya ke dalam bentuk tersedia bagi tanaman (mineralisasi), sehingga terdapat

kemungkinan bahwa pengelolaan dapat meningkatkan atau menghambat penyediaan

unsur hara bagi tanaman.

Keselarasan penyediaan N dengan permintaan tanaman ditentukan oleh tiga

(26)

ditambahkan, (ii) permintaan tanaman, dan (iii) faktor pengelolaan (Myers et al., 1994).

2.2. Penyediaan N dari Input yang Ditambahkan

Sumber N yang sering ditambahkan ke dalam tanah adalah pupuk N anorganik

atau pupuk N buatan, residu tanaman, dan pupuk organik seperti pupuk hijau dan

pupuk kandang. Penyediaan N dari pupuk N buatan lebih mudah diprediksi dibanding

yang berasal dari bahan organik.

Dekomposisi dan mineralisasi N dari bahan organik ditentukan/diatur oleh

komposisi kimia (kualitas sumber) dari bahan organik; komunitas dekomposer,

amonifier, dan nitrifier; dan lingkungan fisiko-kimia (Palm et al., 2001). De Neve dan Hofman (1996) melaporkan bahwa jumlah N organik yang dapat dimineralisasi

berkorelasi lebih baik dengan komposisi kimia daripada jumlah N total yang dapat

dimineralisasi. Karakteristik atau komposisi kimia dari residu tanaman yang

mempe-ngaruhi laju dan jumlah N yang dapat dimineralisasi adalah kadar N (Vigil dan Kissel,

1991; Constantinides dan Fownes, 1994; Wivstad, 1999; Trinsoutrot et al., 2000), nisbah C/N (Vigil dan Kissel, 1991; Quemada dan Cabrera, 1995; Hood et al., 2000; Trinsoutrot et al., 2000), kadar lignin atau C lignin (Honeycut et al., 1993; De Neve dan Hofman, 1996), kadar polifenol (Palm dan Sanchez, 1991), konsentrasi fenol

terekstrak total (Hood et al., 2002) atau kombinasi faktor-faktor tersebut seperti nisbah lignin terhadap N (Vigil dan Kissel, 1991; Constantinides dan Fownes, 1994) atau

nisbah lignin dan polifenol terhadap N (Fox et al., 1990; Constantinides dan Fownes, 1994; Handayanto et al., 1994). Seneviratne (2000) dalam sintesisnya menyatakan bahwa nisbah C/N merupakan determinan terbaik pelepasan N untuk kisaran luas

konsentrasi N residu, sedangkan konsentrasi N dan nisbah polifenol terhadap N

merupakan determinan pelepasan N dari residu tanaman dengan konsentrasi N terbatas

yakni masing-masing <2% dan 1%.

Nisbah C/N dari bahan organik yang sedang didekomposisi oleh mikroor-

ganisme tanah akan mempengaruhi mineralisasi atau imobilisasinya. Nisbah C/N

kira-kira 20 merupakan garis pembagi antara imobilisasi dan mineralisasi (Havlin et al., 1999). Lebih lanjut dinyatakan bahwa umumnya bila bahan organik dengan nisbah

C/N lebih besar daripada 30 ditambahkan pada tanah, N tanah diimobilisasi selama

dekomposisi awal. Untuk nisbah antara 20 dan 30, terjadi keseimbangan antara

(27)

dari 20, biasanya ada pelepasan N mineral awal dalam proses dekomposisinya.

Namun, hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa nilai kritis tersebut adalah

40 (Vigil dan Kissel, 1991) dan 44 (De Neve dan Hofman, 1996).

Kadar N residu bahan yang ditambahkan ke tanah juga dapat digunakan untuk

menduga apakah N diimobilisasi atau dimineralisasi. Pada kondisi aerobik kadar N

residu 2% merupakan nilai batas antara imobilisasi dan mineralisasi. Kadar N residu

lebih dari 2% maka N akan dimineralisasi, sedangkan kurang dari 2% N akan

diimobilisasi (Havlin et al., 1999).

Ukuran partikel bahan organik juga mempengaruhi laju mineralisasinya (Ambus

dan Jensen, 1997; Bending dan Turner, 1999). Hasil penelitian Ambus dan Jensen

(1997) menunjukkan bahwa mineralisasi N bersih dari barley halus (<3 mm) sebesar

3,3 mg N kg-1 tanah, sedangkan dari barley kasar (25 mm) sebesar 2,7 mg N kg-1

tanah. Lebih tingginya mineralisasi N bersih dari bahan organik berukuran lebih halus

pada awal dekomposisi disebabkan lebih tingginya kontak residu tanaman dengan

tanah. Namun, hasil penelitian Bending dan Turner (1999) menunjukkan bahwa untuk

bahan berkualitas tinggi seperti tajuk kentang (nisbah C/N = 10 : 1), ukuran partikel

tidak mempunyai pengaruh terhadap respirasi mikrobia dan mineralisasi N bersih.

Sedangkan untuk residu berkualitas rendah, seperti akar gandum (nisbah C/N = 38 : 1),

pengurangan ukuran partikel menyebabkan respirasi mikroba mencapai puncak lebih

lambat dan meningkatkan imobilisasi N bersih.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi mineralisasi N organik meliputi: unsur

hara esensial, aerasi, temperatur, kadar kelembaban, dan pH (Harmsen dan

Kolenbrander, 1965). Rice dan Havlin (1994) mengemukakan bahwa jumlah nitrogen

organik menentukan jumlah N yang secara potensial dapat dimineralisasi, tetapi

substrat, kadar air tanah dan aerasi, temperatur dan aksesibilitas akan memodifikasi

laju mineralisasi.

Kepekaan terhadap reaksi tanah dari organisme yang terlibat dalam mineralisasi

N organik berbeda. Organisme penitrifikasi spesifik jauh lebih peka terhadap reaksi

tanah daripada kompleks populasi mikroba pengamonifikasi. Mineralisasi berlangsung

sampai pembentukan nitrat hanya di dalam kisaran nilai pH antara 5,0 dan 8,0,

sedangkan pada nilai pH rendah dan tinggi proses berhenti pada pembentukan senyawa

amonium (Harmsen dan Kolenbrander, 1965). Hasil penelitian Haryanto (2001)

(28)

demikian, De Boer dan Kowalchuk (2001) dalam tinjauannya menyimpulkan bahwa

nitrifikasi dapat berlangsung pada tanah bereaksi masam, dan bakteri

kemolito-autotrof sebagai agen penitrifikasi utama pada tanah-tanah sangat masam.

Kadar air tanah merupakan faktor kunci yang mengatur mineralisasi N. Aktivitas

mikroba aerobik optimal pada ruang pori terisi air ~ 60% (Linn dan Doran, 1984).

Mineralisasi dan imobilisasi N maksimum akan terjadi pada nilai tersebut. Bila kadar

air tanah meningkat, aerasi menjadi terbatas, yang menyebabkan aktivitas anaerobik.

Mineralisasi dan imobilisasi masih terjadi, tetapi pada laju yang lebih lambat daripada

yang terjadi pada kondisi aerobik. Karena keperluan N mikroba lebih rendah pada

kondisi anaerobik, NH4+ biasanya terakumulasi (Rice dan Havlin, 1994). Kelembaban

tanah optimum untuk mineralisasi N adalah antara –1,0 dan –0,03 MPa (Doel et al., 1990) dalam kisaran kapasitas lapang (-0,03 MPa) dengan titik layu (-1,5 MPa).

Cassman dan Munns (1980) menemukan bahwa keragaman kelembaban menyebabkan

keragaman mineralisasi N.

Mineralisasi N merupakan proses biologi, sehingga temperatur mengaturnya. Zak

et al. (1999) melaporkan bahwa mineralisasi N bersih nyata meningkat dengan temperatur. Mineralisasi meningkat secara terus menerus dengan peningkatan

tem-peratur (dari 10oC sampai 25oC) dan penurunan potensial air (dari 1700 ke 30 kPa)

(Sierra, 1997; Sierra dan Marban, 2000). Pengaruh temperatur terhadap mineralisasi

N berdasarkan pada perubahan dalam laju reaksi untuk setiap kenaikan temperatur 10o,

Q10 = 2 untuk kisaran temperatur 5 sampai 35oC (Havlin et al., 1999).

Tekstur merupakan faktor tanah lainnya yang mempengaruhi mineralisasi atau

imobilisasi. Hal itu dilaporkan oleh Sakala et al. (2000) bahwa total N kumulatif bersih yang dimineralisasi lebih besar pada tanah yang mengandung liat lebih tinggi daripada

tanah yang mengandung liat lebih rendah. Selain itu, imobilisasi N yang berasal dari

residu tanaman berlangsung lebih lama dalam tanah dengan kadar liat lebih tinggi

(Mafongoya et al., 1997b; Sakala et al., 2000).

2.3. Permintaan Nitrogen Tanaman

Terdapat perbedaan nyata antara keperluan N dari tanaman yang berbeda. Waktu

permintaan N tanaman maksimum dan karakteristik struktur perakarannya (laju

pertumbuhan, kedalaman, luas permukaan, distribusi dan arsitektur) mempengaruhi

(29)

Dalam setiap musim tanam, kebutuhan N tanaman juga dipengaruhi oleh iklim

(panjang musim, air tersedia, suhu), kendala kimia (seperti hara, pH, daya hantar

listrik), fisika (seperti pemadatan tanah, potensial pencucian) dan biologi (seperti

penyakit) untuk produksi tanaman. Akibatnya permintaan N tanaman dapat beragam

secara nyata dari musim ke musim sekalipun praktek pengelolaan hampir identik

(Murphy et al., 2004). Perbedaan kultivar dalam efisiensi N dari pupuk dan sumberdaya tanah juga telah terlihat (Anderson dan Hoyle, 1999). Hal itu berkaitan

dengan perbedaan dalam pola perakarannya.

Kemampuan akar tanaman untuk menembus tanah sering merupakan faktor

penting yang membatasi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan akar dalam tanah

sebagian melalui pori-pori besar dan saluran-saluran akar yang ada, dan sebagian

melalui pemindahan partikel tanah (Murphy et al., 2004).

2.4. Faktor Pengelolaan

Keselarasan penyediaan N dengan permintaan tanaman dapat dicapai melalui

pengelolaan tanaman, pupuk, amandemen organik dan faktor pengelolaan lainnya

(Murphy et al., 2004; Myers et al., 1994).

Pengelolaan tanaman dapat dilakukan melalui beberapa cara: manipulasi

budi-daya tanaman untuk mencocokan dengan penyediaan hara, melalui penanaman jenis

tanaman yang permintaan haranya sesuai pola waktu dan spasial ketersediaannya

dalam tanah, dengan penanaman yang lebih efektif dalam pengambilan hara tersedia,

atau melalui penanaman yang dapat memodifikasi pola pelepasan hara (Murphy et al., 2004).

Pupuk umumnya diaplikasi pada atau dekat waktu tanam. Hal itu menyenangkan

petani, tetapi itu merupakan waktu dimana kebutuhan tanaman rendah, dan terdapat

kesempatan kehilangan N sebelum permintaan tanaman meningkat. Peningkatan

keselarasan dilakukan dengan menjaga pupuk N dalam bentuk yang kurang peka

terhadap kehilangan, dan mengatur pelepasannya dalam bentuk tersedia bagi tanaman

pada laju yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Hal itu dapat dilakukan dengan

menggunakan inhibitor nitrifikasi, aplikasi dipisah, penempatan titik, pupuk

berpem-bungkus-S, pupuk campuran dan mulsa organik (Murphy et al., 2004). Dalam sistem dimana kehilangan N dari pupuk yang diaplikasi tinggi, penambahan residu tanaman

(30)

Keselarasan juga dapat ditingkatkan melalui pengelolaan pembenah organik.

Manipulasi kualitas bahan organik dapat dilakukan untuk mengatur pelepasan hara

agar mendekati waktu keperluan hara tersebut oleh tanaman (Swift, 1984). Dia juga

mengemukakan hipotesis bahwa campuran bahan kualitas tinggi dan rendah dapat

menghasilkan keselarasan penyediaan N dan permintaan tanaman lebih baik.

Hipotesis tersebut telah didukung oleh hasil penelitian Broadbent dan Nakashima

(1965 cit Murphy et al., 2004) bahwa penambahan jerami dan pupuk N menghasilkan remineralisasi dari N yang diimobilisasi lebih cepat daripada mineralisasi N dalam

tanah tanpa pupuk N. Hal itu mendukung konsep keselarasan. Walaupun demikian,

beberapa penelitian pencampuran bahan organik kualitas tinggi dan rendah tidak

mendukung hipotesis tersebut (Handayanto et al., 1997; Sakala et al., 2000).

Pada berbagai jenis tanah di tropik, pengambilan N pupuk berkisar antara 12 dan

45% (Chotte et al., 1990 cit. Myers et al., 1994), sedangkan Myers et al. (1994) mengemukakan bahwa pengambilan N pupuk di daerah tropik basah sering kurang

dari 25% dari N yang diaplikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyediaan N dan

permintaan tanaman tidak selaras, karena proses kehilangan N tersedia sebelum

pengambilan terjadi. Lebih lanjut ditunjukkan oleh penelitian Sisworo et al. (1990) bahwa dalam musim hujan N dalam residu cowpea lebih efisien digunakan oleh padi gogo dibanding N yang diaplikasi sebagai pupuk buatan. Sebaliknya, pada musim

kemarau N dari pupuk buatan lebih efisien daripada N dari residu tanaman.

Keselarasan juga dapat dicapai melalui pengelolaan pupuk untuk meningkatkan

serapannya oleh tanaman. Pemisahan jumlah total N pupuk atas sejumlah aplikasi

sesuai tahap pertumbuhan tanaman bisa dilakukan, yang memaksimumkan kesempatan

pengambilan tanaman pada waktu yang tepat dan meminimumkan bahaya kehilangan

(Murphy et al., 2004). Waktu pelepasan N dari pupuk dalam hubungannya dengan efisiensi penggunaan tanaman juga dapat dimanipulasi melalui pemilihan yang teliti

produk pupuk dan metode aplikasi yang sesuai. Penggunaan inhibitor nitrifikasi,

pupuk lepas terkedali (Shaviv, 2003), penempatan dalam (Angus, 2001) merupakan

praktek pengelolaan pupuk lainnya yang dapat meningkatkan keselarasan.

2.5. Respon Tanaman terhadap Nitrogen

Nitrogen adalah unsur esensial yang paling penting dalam kaitannya dengan

(31)

komponen asam amino, pembangun protein, (ii) komponen penyusun asam nukleat,

(iii) komponen enzim, (iv) bagian integral dari klorofil, (v) mempengaruhi penggunaan

karbohidrat (Havlin et al., 1999).

Pengambilan N oleh tanaman yang ditanam di lapangan tidak hanya bergantung

pada permintaan, tetapi juga pada ketersediaan N secara kimia bagi tanaman dan

ketersediaan spasialnya terhadap akar (Engels and Marschner, 1995). Tanaman dapat

mengambil N dalam bentuk NO3-, NH4+, Urea dan asam amino. Laju pengambilan

bentuk N berbeda dari larutan tanah. Hal ini bergantung pada kinetika pengambilan

dari pengangkut berbeda dan proporsi relatif bentuk-bentuk N dalam larutan tanah.

Faktor utama yang mempengaruhi pengambilan N oleh tanaman adalah:

(1) ketergantungan pengambilan nitrat dalam kehadiran amonium, (2) pengaruh

konsentrasi pada permukaan akar terhadap laju pengambilan, (3) ketergantungan

pengambilan pada permintaan tanaman, dan (4) luas dan penyebaran sistem perakaran

(Breteler et al., 1981)

Karakteristik pengambilan N sepanjang musim tanam bervariasi untuk setiap

jenis tanaman dan bahkan berbeda di antara varitas tanaman (Schepers dan Mosier,

1991). Namun, secara umum pola pengambilan N oleh tanaman sesuai dengan pola

pertumbuhan tanaman tersebut (Havlin et al., 1999). Olson dan Kurtz (1982) menyatakan bahwa pengambilan N oleh tanaman sangat cepat selama periode

pertumbuhan vegetatif cepat. Hasil penelitian Stute dan Posner (1995) menunjukkan

bahwa terjadi perbedaan pola pengambilan N oleh tanaman jagung pada tahun yang

berbeda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan suhu dan curah hujan. Selain itu, dalam

musim tanam yang sama juga terdapat perbedaan pola pengambilan N antara

perlakuan pupuk N, residu tanaman legum dengan tanpa pemupukan. Perbedaan

tersebut terjadi karena perbedaan ketersediaan N mineral dalam tanah.

Menurut Marschner (1999) tergantung pada spesies tanaman, tahap

perkem-bangan, dan organ, kadar nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal

bervariasi antara 2 dan 5% dari berat kering tanaman. Bila suplai N sub optimal

pertumbuhan terhambat, N dimobilisasi dalam daun-daun matang dan diretranslokasi

ke tempat-tempat pertumbuhan baru. Gejala defisiensi N khas segera terlihat seperti

percepatan pematangan daun-daun tua. Peningkatan suplai N tidak hanya

mem-perlambat penuaan dan merangsang pertumbuhan tetapi juga merubah morfologi

(32)

perakaran selama pertumbuhan awal. Perpanjangan tajuk ditingkatkan dan

perpan-jangan akar agak terhambat.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan N oleh tanaman

jagung meningkat secara nyata dengan aplikasi pupuk hijau kekacangan (Lupwayi

et al., 1999; Hood et al., 1999; Akinnifesi et al., 1997). Aplikasi pupuk hijau kekacangan juga meningkatkan hasil biji jagung (Lupwayi et al., 1999; Utomo et al., 1990; Akinnifesi et al., 1997; dan Bruulsema dan Christie, 1987). Hasil penelitian Bruulsema dan Christie (1987) menunjukkan bahwa pembenaman alfalfa dan

semanggi merah (red clover) pada lapisan olah memberikan hasil jagung setara dengan yang diperoleh 90 sampai 125 kg ha-1 pupuk N, sedangkan Utomo et al. (1990) melaporkan bahwa hasil biji jagung tanpa N pupuk pada perlakuan pupuk hijau hairy vetch setara dengan yang diperoleh 170 kg N ha-1. Akinnifesi et al. (1997) menemukan bahwa aplikasi pangkasan Leucaena leucocephala meningkatkan hasil jagung sebesar 82% dan N biji sebesar 50% di atas perlakuan tanpa pangkasan.

Nitrogen memainkan peranan utama dalam menjamin hasil tinggi melalui :

(1) pembangunan secara cepat tajuk besar untuk fotosintesis, sebagai contoh indeks

luas daun tinggi, (2) mempertahankan tajuk tersebut, yakni lamanya luas daun tinggi,

(3) pembangunan organ penyimpanan, yakni kapasitas wadah (sink) besar. Namun,

dalam banyak kasus, pengaruh suplai N terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tidak

seluruhnya dapat dijelaskan oleh pengaruh hara, sebagai contoh, pertumbuhan dan

pembungaan pohon apel sangat dipengaruhi bentuk N yang disuplai (Gao et al., 1992). Bentuk N-NH4+ merangsang inisiasi bunga dalam pohon apel (Grasmanis and

Edwards, 1974). Perharaan NH4+ mengarah pada peningkatan sitokinin (Gao et al., 1992) dan arginin (prekursor berbagai poliamin dengan fungsi pengatur pertumbuhan,

seperti putrescine dan spermidin) dalam pembuluh xylem, dan sitokinin dan poliamin

terlibat dalam pengaturan inisiasi bunga.

Untuk setiap spesies tanaman tertentu, pengambilan dan penggunaan NH4+ lebih

tinggi daripada NO3- pada temperatur rendah (Clarkson and Warner, 1979). Schrader

et al. (1972) melaporkan bahwa berat segar dan kering per tanaman jagung meningkat lebih cepat bila tanaman diberi 100 ppm N berupa kombinasi N-nitrat dan N-amonium

daripada bila diberi 100 ppm N-nitrat atau N-amonium saja. Dalam beberapa kasus,

laju pertumbuhan tertinggi diperoleh dengan kombinasi NH4+ dan NO3- atau dengan

(33)

Tanaman jagung yang ditanam dengan ke dua bentuk N (NH4+ dan NO3-)

menghasilkan floret dan jumlah kernel yang lebih tinggi dibanding dengan hanya

perharaan NO3-. Tanaman jagung yang ditanam dengan ke dua bentuk N memiliki

konsentrasi sitokinin lebih tinggi dalam akar dan aplikasi sitokinin ke tanaman yang

diberi NO3- meningkatkan hasil biji seperti yang terjadi pada tanaman yang diberi

NH4+ dan NO3- (Camberato dan Bock, 1989; Smiciklas dan Below, 1989).

Pengaruh yang bertentangan dari dua sumber N terhadap pertumbuhan tanaman

berkaitan dengan alasan-alasan lain, seperti perbedaan pengaruh terhadap

keseim-bangan kation-anion (Kurvits and Kirkby, 1980), perubahan pH yang disebabkan akar

dalam rizosfir dan pada metabolisme energi (Middleton dan Smith, 1979). Amonium

umumnya menghambat pengambilan kation dan dapat menekan pertumbuhan tanaman

yang menginduksi defisiensi magnesium atau kalsium (Marschner, 1999).

Penghambatan pertumbuhan oleh perharaan NH4+ erat berhubungan dengan

jatuhnya pH substrat yang disebabkan oleh pengambilan NH4+. Pada pH substrat

rendah, pengambilan NH4+ tidak setertekan pengambilan kation lain, yang lebih lanjut

meningkatkan ketidakseimbangan kation-anion.

Pada kondisi lapangan dalam tanah-tanah tersangga baik di dalam kisaran pH 5

sampai 7, efek samping dari perharaan NH4+ tersebut kurang penting. Namun, dalam

tanah dengan KTK sangat rendah atau dengan nilai pH 5 dan di atas 7,5, perharaan

(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian telah dilakukan 3 percobaan. Percobaan

Pencucian-inkubasi mempelajari pola penyediaan N dari pupuk hijau, Urea dan

kombinasinya serta keselarasannya dengan model serapan N jagung. Percobaan

Rumah Kaca mempelajari pengaruh aplikasi pupuk hijau, Urea dan kombinasinya

terhadap keselarasan penyediaan N dengan pertumbuhan jagung pada kondisi tanpa

dan dengan pencucian. Percobaan Lapang mempelajari pengaruh aplikasi pupuk hijau,

Urea dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan produksi jagung serta pencucian

N amonium dan nitrat.

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan Pencucian-inkubasi dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan

Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan pot dan lapangan masing-masing

dilaksanakan di rumah kaca dan kebun percobaan Fakultas Pertanian Institut Pertanian

Bogor, Cikabayan Darmaga. Penelitian berlangsung dari bulan Juli 2004 sampai

Agustus 2005.

3.2. Tanah yang Digunakan

Dalam percobaan pencucian-inkubasi dan rumah kaca semua contoh tanah

diambil pada kedalaman 0-20 cm dari lahan kebun percobaan Cikabayan, Darmaga.

Untuk percobaan lapang tanah yang digunakan terletak pada lahan di bawah

penge-lolaan Program Studi Pemuliaan Tanaman, kebun percobaan Cikabayan Darmaga.

Contoh tanah dari lapangan langsung dikeringudarakan, ditumbuk dan diayak hingga

lolos saringan 2 mm dan 5 mm. Contoh tanah lolos saringan 2 mm digunakan untuk

analisis sifat tanah sebelum diberi perlakuan, sedangkan yang lolos saringan 5 mm

digunakan untuk percobaan inkubasi dan rumah kaca.

3.3. Metode Umum

3.3.1. Analisis sifat tanah awal dan pupuk hijau

Sifat tanah awal (sebelum diberi perlakuan) yang dianalisis meliputi pH (H2O),

C-organik, kadar N total, N-NH4+, N-NO3-, P, K, Ca, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn tersedia.

(35)

C-organik tanah ditetapkan dengan metode Walkley and Black. Kadar N total

ditetapkan dengan metode Kjeldahl sedangkan N-NH4+ dan N-(NO3- + NO2-)

dite-tapkan dengan “Flow Injections Autoanalyzer”. Fosfor tersedia ditetapkan dengan metode Bray-2. Kadar K, Ca, Mg, dan Na tersedia diekstrak dengan NH4OAc 1N pH 7,0, sedangkan Fe, Cu, Zn dan Mn tersedia diekstrak dengan HCl, 0,05N selanjutnya diukur dengan AAS. Pupuk hijau yang digunakan sebagai perlakuan

dianalisis karakteristik kimianya yang meliputi: kadar N total dengan metode Kjeldahl,

C-organik dengan metode Walkley dan Black, lignin dengan metode Goering dan van

Soest dan polifenol diekstrak dalam metanol 50% panas (80oC) dan ditentukan secara

kolorimetri dengan menggunakan pereaksi Folin-Denis dengan asam tanik sebagai

standar (Anderson dan Ingram, 1993).

3.3.2. Analisis NH4+ dan (NO3- + NO2-) air cucian

Analisis ammonium dalam air cucian dilakukan dengan menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer FIASTAR 5000”. Prinsip metode ini adalah contoh cair yang mengandung ion amonium disuntikan ke dalam aliran pembawa, yang bergabung

dengan aliran natrium hidroksida. Dalam aliran yang alkalin, ammonia gas terbentuk

yang dapat berdifusi melalui membran permiabel gas ke dalam aliran indikator. Aliran

indikator terdiri dari campuran indikator asam-basa, yang akan bereaksi dengan gas

ammonia. Perubahan warna yang dihasilkan dapat diukur secara fotometri.

Analisis gabungan nitrat dan nitrit dalam air cucian juga dilakukan dengan

menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer FIASTAR 5000”. Prinsip metode ini adalah contoh yang mengandung nitrat dicampur dengan larutan penyangga. Nitrat

dalam contoh direduksi ke nitrit dalam reduktor Cadmium. Melalui penambahan

larutan sulfanilamid masam, nitrit yang awalnya ada dan nitrit yang terbentuk dari

reduksi nitrat akan membentuk senyawa diazo. Senyawa tersebut digabung dengan

N-(1-naphtyl)-Ethylene Diamine Dihydrochloride (NED) untuk membentuk celupan azo

ungu. Celupan azo tersebut diukur pada 540 nm.

3.3.3. Analisis NH4+ dan (NO3- + NO2-) tanah

(36)

dimasukan dalam sistem suntikan aliran. Proses selanjutnya sama seperti analisis NH4+

air cucian.

Analisis gabungan nitrat dan nitrit dalam tanah juga dilakukan dengan

menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer FIASTAR 5000”. Prinsip metode ini adalah nitrat dalam contoh tanah diekstrak dengan KCl 2M. Suspensi disentrifus dan

disaring, selanjutnya dimasukan dalam sistem suntikan aliran. Proses selanjutnya sama

seperti analisis NO3- dalam air cucian.

3.3.4. Analisis N total tanaman

Analisis N total tanaman dilakukan dengan metode Kjeldahl. Contoh tanaman

halus 0,25 g ditempatkan ke dalam labu semimikro Kjeldahl ditambah 1,1 g campuran

katalis (K2SO4 + CuSO4 + Se) dan 5 ml H2SO4. Didestruksi sampai diperoleh cairan

bening lalu didinginkan. Ditambahkan 20 ml air destilasi dan diukur pada alat semi

mikro Kjeldahl.

3.3.5. Analisis statistik

Data kadar N-NH4+ dan N-(NO3- + NO2-) air cucian (percobaan

pencucian-inkubasi), pengambilan N oleh tanaman jagung dan kadar N-NH4+dan N-(NO3- + NO2-)

tanah pada waktu pengambilan contoh berbeda, tinggi tanaman dan berat kering

tana-man (percobaan rumah kaca dan lapangan) dan berat pipilan kering jagung (percobaan

lapangan) dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Mattjik dan Sumertajaya,

2000). Nilai rata-rata pengaruh perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji

DMRT pada taraf nyata 5%. Keselarasan pola penyediaan N dengan serapan N dan

(37)

IV. POLA PENYEDIAAN N DARI PUPUK HIJAU DAN UREA

4.1. Latar Belakang

Pupuk hijau telah lama digunakan dalam sistem pertanian di daerah tropika.

Namun, penggunaannya mengalami penurunan seiring dengan semakin meningkatnya

penggunaan pupuk N buatan. Walaupun demikian, akhir-akhir ini harga pupuk

semakin meningkat sehingga tidak terbeli oleh petani miskin. Kondisi ini telah

menyebabkan petani untuk kembali memanfaatkan pupuk alam seperti pupuk hijau

sebagai sumber hara khususnya nitrogen. Oleh karena pupuk hijau mengandung N

relatif rendah dibanding pupuk N buatan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan

tanaman diperlukan jumlah pupuk hijau yang relatif banyak. Hal tersebut juga sering

menyulitkan petani. Walaupun demikian tersedia beberapa pilihan bagi para petani

yaitu dapat menggunakan pupuk hijau saja, kombinasi pupuk hijau dan pupuk buatan

atau pupuk buatan saja tergantung kemampuan yang dimilikinya.

Permasalahannya, apakah pilihan penggunaan pupuk N tersebut efektif dan

efisien? Pemupukan N dapat dikatakan efektif dan efisien bila dalam proses

dekomposisinya melepaskan N selaras dengan permintaan tanaman dan menghasilkan

pertumbuhan dan produksi tanaman yang tinggi. Oleh karena itu, untuk menilai

keselarasan perlu diketahui pola penyediaan N dari sumber N dan pengaturan

aplikasinya.

4.2. Tujuan

Percobaan Pencucian-Inkubasi bertujuan untuk menentukan sumber N dan

pengaturan aplikasinya yang memiliki pola penyediaan N selaras dengan model pola

serapan N jagung.

4.3. Bahan dan Metode

4.3.1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah (Inceptisol seri Darmaga), pupuk

hijau Glirisidia dan Flemingia, pupuk Urea, pasir kuarsa, larutan bebas N

[CaSO4.2H2O 0,002 M; MgSO4 0,002 M; Ca(H2PO4)2.H2O 0,005 M; K2SO4 0,0025

M], dan larutan CaCl2 0,01 M. Selain itu juga digunakan bahan kimia untuk analisis

(38)

4.3.2. Metode

Persiapan tanah, pupuk hijau dan pasir kuarsa. Contoh tanah permukaan

diambil sampai kedalaman lapisan olah (15–20 cm), langsung dikeringudarakan,

ditumbuk dan diayak hingga lolos saringan 5 mm. Pupuk hijau yang digunakan adalah

Glirisidia dan Flemingia. Pupuk hijau dikeringkan, dihaluskan kemudian diayak

hingga lolos saringan 0,5 mm. Pasir kuarsa lolos saringan 16 mesh dicuci kemudian

dikeringkan.

Penentuan Pola Penyediaan N. Untuk mengetahui pola penyediaan N dari

pupuk hijau Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya yang diaplikasi sekaligus

atau dipisah telah dilakukan percobaan laboratorium mengikuti teknik

pencucian-inkubasi Stanford dan Smith (1972). Untuk melakukan proses pencucian-pencucian-inkubasi

digunakan tabung pencucian yang dilengkapi kasa dan bantalan glass wool,

selanjutnya dihubungkan dengan vacumflask menggunakan corong PVC, tabung kaca

dan penutup karet (Gambar 3).

Bantalan glass wool

Pipa PVC Tanah, pasir kuarsa dan pupuk N sesuai perlakuan

Kasa plastik dan glass wool

Corong PVC + pipa kaca

dan alas karet

Penutup karet

Dihubungkan ke alat vakum

Vacumflask Pipa kaca

Gambar 3. Skema peralatan percobaan pencucian-inkubasi

Lima puluh gram tanah dengan pupuk hijau sesuai perlakuan (Tabel 1) ditambah

(39)

ditransfer ke tabung pencucian. Penambahan Urea sesuai perlakuan dilakukan setelah

pencucian pertama. Nitrogen yang ditambahkan ditentukan berdasarkan kadar N

mineral di dalam tanah, yang jumlahnya 86,5 kg ha-1. Takaran pupuk hijau dan Urea

ditentukan berdasarkan kadar N masing-masing pupuk hijau dan Urea yang

ditam-bahkan dan efisiensinya. Bantalan glass wool berketebalan 1 cm ditempatkan di atas

tanah untuk mencegah pemercikan tanah ketika larutan ditumpahkan ke dalam tabung.

Empat belas perlakuan (13 perlakuan sumber N beserta pengaturan aplikasinya dan

satu kontrol) diulang tiga kali dan disusun dalam rancangan acak lengkap.

Tabel 1. Perlakuan dan simbolnya yang digunakan dalam penelitian

No. P e r l a k u a n Simbol

Pupuk hijau Flemingia 100% daun diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Flemingia 65% daun dan 35% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Flemingia 50% daun dan 50% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Glirisidia 100% daun diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Glirisidia 85% daun dan 15% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Glirisidia 70% daun dan 30% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Flemingia 100% daun dan glirisidia 100% daun diberikan sekaligus saat inkubasi.

Flemingia 100% daun saat inkubasi dan Glirisidia 100% daun 3 minggu setelah inkubasi.

Glirisidia 100% daun saat inkubasi/tanam* dan Glirisidia 100% daun 3 minggu setelah inkubasi/tanam*.

Glirisidia 100% daun saat inkubasi/tanam* dan Urea 3 minggu setelah inkubasi/tanam*.

Urea dan Glirisidia 100% daun saat inkubasi/tanam* .

Urea saat inkubasi/tanam* dan Glirisidia 100% daun 3 minggu setelah inkubasi/tanam*

Urea saat inkubasi/tanam*dan Urea 3 minggu setelah inkubasi/ tanam*.

Keterangan: Pemisahan pemberian sumber N terdiri dari saat tanam 20% dan pada 3 minggu setelah inkubasi 80% dari takaran N yang digunakan. * : Berlaku untuk percobaan rumah kaca dan lapang.

Nitrogen mineral yang awalnya sudah ada dihilangkan melalui pencucian

(pencucian I) dengan 100 ml CaCl2 0,01 M dalam penambahan 10 ml, diikuti dengan

(40)

Ca(H2PO4).2H2O 0,005 M; K2SO4 0,0025 M). Kelebihan air dihilangkan melalui

pemakuman (60 mm Hg). Botol kemudian ditutup dan diinkubasi dalam inkubator

dengan suhu dijaga 30oC. Pada 1, 3, 4, 7, 8, 10, dan 14 minggu setelah inkubasi,

dilakukan pencucian dengan CaCl2 0,01 M dan larutan bebas N, diikuti oleh

pemakuman seperti digambarkan di atas. Air cucian ditampung kemudian ditetapkan

kadar N mineral (NH4+, NO3- + NO2-) dengan “Flow Injections Autoanalyzer”. Nitrogen dalam air cucian merupakan N yang dilepaskan hasil proses mineralisasi.

Nitrogen yang dimineralisasi dihitung dengan mengurangkan N mineral yang

dilepaskan dari tanah yang diberi perlakuan dengan N mineral yang dilepaskan dari

tanah tanpa pemupukan N.

4.4. Hasil dan Pembahasan

4.4.1. Nitrogen Mineral yang Dilepaskan

Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan secara nyata mempengaruhi

konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N mineral [N-(NH4+ + NO3- + NO2-)]

yang dilepaskan hampir pada semua waktu pengamatan. Konsentrasi N-NH4+, N-(NO3

-+ NO2-) dan total N mineral yang dilepaskan akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan

kombinasinya pada 1 sampai 14 MSI disajikan pada Gambar 4.

Secara umum pupuk hijau Glirisidia, Urea dan kombinasinya (G1, G2, G3,

F1oG13, G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13, dan UoU3) melepaskan N-NH4+ relatif tinggi

pada 1 minggu setelah inkubasi (MSI), dan yang menerima perlakuan G1oG13, G1oU3,

UoG1o, UoG13, dan UoU3 melepaskan N-NH4+ relatif tinggi pada empat MSI. Berbeda

dengan itu pupuk hijau Flemingia (F1, F2 dan F3) dan kombinasinya dengan Glirisidia

yang diaplikasi sekaligus (F1oG1o) melepaskan N-NH4+ relatif rendah sampai 14 MSI.

Selain itu terjadi sedikit peningkatan N-NH4+ antara delapan MSI dan 10 MSI. Hal

sebaliknya terjadi pada pelepasan N-(NO3- + NO2-), semua perlakuan pemupukan

melepaskan N-(NO3- + NO2-) yang rendah dan tidak berbeda nyata dari saat inkubasi

sampai 4 MSI. Setelah empat MSI, kombinasi Urea dan Glirisidia yang diaplikasi

sekaligus (UoG1o) atau dipisah (G1oG13, G1oU3 dan UoG13) dan Urea yang diaplikasi

dipisah (UoU3) mele-paskan N-(NO3- + NO2-) yang terus meningkat dan mencapai

puncak pada tujuh MSI, menurun pada delapan MSI, kemudian bersama dengan

perlakuan lainnya (0N, F1, F2, F3, G1, G2, G3, F1oG1o dan F1oG13) melepaskan

(41)

Total N mineral yang dilepaskan merupakan penjumlahan dari pelepasan N-NH4+

dan N-(NO3- + NO2-). Total N mineral dilepaskan dalam tanah yang menerima

perlakuan G1, G2 dan G3 dan F1oG1o, F1oG13, G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13, dan

UoU3 relatif tinggi pada satu MSI, yang menerima perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o,

UoG13, dan UoU3 relatif tinggi pada 4 sampai 7 MSI dan semua perlakuan pemupukan

melepaskan N yang terus meningkat dari 8 sampai 14 MSI.

Pelepasan N awal cepat yang diikuti oleh pelepasan N yang jauh berkurang

sesuai dengan fase pencucian awal dalam proses dekomposisi juga digambarkan oleh

peneliti lain (Hood et al., 2002; Zaharah dan Bah, 1999; Jama dan Nair, 1996; Schroth

et al., 1992; Swift et al., 1981; Harmsen dan Kolenbrander, 1965). Pelepasan hara dalam tahap awal berkaitan dengan pencucian fisik dan kegiatan mikroba terhadap

komponen larut air (Berg dan Staaf, 1981; Huang dan Schoenau, 1997). Laju

pelepasan hara relatif lebih lambat setelah fase pencucian dapat disebabkan oleh

peningkatan dalam fraksi sukar larut (Swift et al., 1979), sedangkan Harmsen dan Lindenbergh (1949) menyatakan bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh

pening-katan imobilisasi akibat peningpening-katan konsentrasi N tersedia.

Pola pelepasan N dari Urea yang ditemukan dalam penelitian ini (perlakuan

UoU3 dalam Gambar 4) berada dalam kisaran yang ditemukan Ferreira-Azcona (1972).

Hasil penelitiannya mencatat bahwa Urea terhidrolisis cepat dan konsentrasi N-NH4+

meningkat dan mencapai puncak pada hari ke 2 sampai ke 14, kemudian menurun

setelah itu. Peningkatan pelepasan N pada periode akhir inkubasi (8 sampai 14 MSI),

juga teramati dalam penelitian yang dilakukan oleh Stute dan Posner (1995).

Peningkatan pelepasan N tersebut diduga oleh peningkatan populasi dan aktivitas

mikroorganisme tanah akibat lebih sedikitnya gangguan oleh kegiatan pencucian dan

remineralisasi dari N yang diimobilisasi oleh mikroorganisme tanah.

Nitrogen yang dilepaskan cukup beragam. Tampak keragaman tersebut

dipe-ngaruhi oleh jenis pupuk hijau, kadar batang dari campuran daun dan batang,

kombinasi pupuk hijau dan Urea, dan pemisahan pemberian pupuk (Gambar 4 dan

(42)

0 dilepaskan akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MSI.

A A

B B

(43)

Di antara perlakuan pupuk hijau, pemberian Glirisidia G1 melepaskan N-NH4+

dan total N mineral nyata lebih tinggi daripada Flemingia dan perlakuan tanpa

pemupukan N (Gambar 4). Daun Glirisidia memiliki konsentrasi N tinggi; nisbah

C/N, lignin dan polifenol rendah, sedangkan daun Flemingia memiliki konsentrasi N

lebih rendah, nisbah C/N, lignin dan polifenol lebih tinggi dibanding Glirisidia

(Lampiran 2). Banyak literatur menyatakan bahwa pupuk hijau dengan konsentrasi N

tinggi, nisbah C/N rendah (Vigil dan Kissel, 1991; Constantinides dan Fownes, 1994;

Wivstad, 1999; Quemada dan Cabrera, 1995; Trinsoutrot et al., 2000; Hood et al., 2000) dan dengan lignin dan polifenol rendah (De Neve dan Hofman, 1996; Palm dan

Sanchez, 1991; Hood et al., 2002) melepaskan N tinggi. Korelasi nyata antara proporsi N termineralisasi bersih dari bahan tanaman kacang-kacangan dengan konsentrasi N

jaringannya atau nisbah C/N terdokumentasi dengan baik dalam literatur (Iritani dan

Arnold, 1960; Marstorp dan Kirchmann, 1991; Quemada dan Cabrerra, 1995;

Vanlauwe et al., 1996; Wivstad, 1999). Konsentrasi lignin dan polifenol dari bahan tanaman juga faktor penting dalam penentuan pelepasan N bersih kacang-kacangan

(Frankenberger dan Abdelmagid, 1985; Fox et al., 1990). Lignin tumbuhan menurunkan mineralisasi N bersih karena lignin terdegradasi ke polifenol, kemudian

berkombinasi dengan senyawa yang mengandung N membentuk polimer humik sukar

larut (Haynes, 1986).

Dalam satu jenis pupuk hijau baik Flemingia maupun Glirisidia terlihat bahwa

peningkatan kadar batang (dari F1 ke F2 dan F3, atau dari G1 ke G2 dan G3)

menurunkan pelepasan N-NH4+ dan total N mineral (Gambar 4). Hal itu disebabkan

batang memiliki kandungan N lebih rendah, nisbah C/N, konsentrasi lignin dan

polifenol lebih tinggi daripada daun (Lampiran 2). Mineralisasi N batang yang lebih

rendah daripada daun telah dilaporkan untuk spesies kacang-kacangan lain (Wivstad,

1999; Frankenberger dan Abdelmagid, 1985; Quemada dan Cabrerra, 1995) dan untuk

tanaman sayuran (De Neve dan Hofman, 1996).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk dipisah dua kali (G1oG13,

G1oU3, UoG13 dan UoU3) melepaskan N relatif tinggi seminggu setelah aplikasi

sebanyak dua kali. Sebaliknya, aplikasi pupuk sekaligus (kecuali UoG1o) melepaskan

N relatif tinggi seminggu setelah aplikasi hanya satu kali. Aplikasi Glirisidia 80% dari

dosis N (G1oG13 dan UoG13) tidak meningkatkan konsentrasi N-NH4+ sesuai yang

Gambar

Gambar
Gambar
Gambar 1. Skema keselarasan penyediaan N dengan serapannya oleh tanaman akibat
Gambar 2. Bagan tahapan  penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis angka penyabuan RBO ditunjukkan pada Grafik 4. Hasil analisis bilangan penyabunan pada berbagai perbandingan pelarut dengan bekatul dan waktu ekstraksi. dapat

dengan bidang cipta karya diuraikan sebagai berikut (RPJMD Kabupaten Sragen, 2016-2021) : 1) Masih kurangnya kepedulian pemilik jenis usaha atau kegiatan dalam pengelolaan limbah.

tercapai secara optimal. Dalam hal ini guru dituntut aktif, kreatif, dan inovatif serta mempunyai kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan program

Dalam tiga tahun terakhir, tercatat dua kali Jawa Timur mengalami inflasi yang nilainya diatas inflasi Nasional yaitu pada tahun 2011 sebesar 4,09 persen atau lebih tinggi 0,30

Jika pada antarmuka jaringan lalu lintas yang aktif membentuk, Anda dapat melihat grafik yang berkaitan dengan lalu lintas keluar diklasifikasikan berdasarkan jenis lalu lintas.Dalam

Online &amp; Redeem adalah program di mana Pemegang Kartu ANZ MasterCard Titanium &amp; ANZ MasterCard Gold dapat menukarkan ANZ Reward Points- nya dengan transaksi ritel

Hasil penelitian dalam menerapkan bimbingan kelompok teknik self management yang telah dilakukan oleh peneliti untuk meningkatkan penerimaan diri anak panti asuhan Pada

a) Bullying secara fisik yakni tindakan pelecehan atau penyerangan secara fisik terhadap korbannya, seperti memukul, mencubit, menampar dan memalak (meminta