• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel."

Copied!
282
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI

KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

MELALUI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (

LIQUID WASTE

)

KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL

M. YUSUF SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2008

M. Yusuf Siregar

(3)

ABSTRACT

M YUSUF SIREGAR. Strategy to Enhance Economic Condition of Kuantan Singingi Regency Riau Province through The Treatment of Liquid Waste of Oil Palm to become Biodiesel. Guided by Lukman M. Baga and SOEBROTO HADISOEGONDO

Previously Indonesia constitues a net-exporter country in the field of oil fuel (BBM) but currently has become net-importerof BBM as of 2000. Kuansing Regency is capable to produce liquid waste of 35,640 ton per-day or 1.07 million ton per-month. But up to now the treatment of such liquid waste has not been well utilized economically as raw material for bio-diesel and therefore such liquid wasteis deemed as “waste” that provides negative externality against community existing surrounding factory. Meanwhile in one side there is a need for Fuel Oil (BBM) that is sufficiently big in order to support energy procurement in Kuantan Sengingi Regency. Based on analysis of Locations Quotient (LQ) and

Specialization Index (SI), conclusion can be made that Sub-district of Benai Constitutes a strategic location for the development of bio-diesel industry the raw material of which is originated from (liquid waste) in Kuantan Sengingi Regency. Financially the development of bio-diesel with its raw material is originated from liquid waste in Kuantan Sengingi Regency is deemed feasible with Net Present Value (NPV) of Rp. 33.37 billion, Internal Rate of Return (IRR) of 41.51% and

Break Event Point (BEP) during 2 years. While the development program of Kuantan Sengingi Regency relating to the development of bio-diesel industry the raw material of which is originated from liquid waste by using análisis of SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats), then rangking of priority can be obtained i.e., the issuance of regional regulation treatement of waste from PKS factory in Kuantan Sengingi Regency, establishment of cooperation with foreign party whether in the aspect of capital, technology development and marketing, and the development of populist bio-diesel industry with basis of network economy.

(4)

RINGKASAN

M YUSUF SIREGAR. Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel. Dibimbing oleh LUKMAN M. BAGA dan SUBROTO HADISUGONDO.

Indonesia dulunya merupakan negara net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-impoter BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada periode bulan Januari-Juli 2006, produksi BBM Indonesia hanya mencapai 1,03 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat defisit

BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia mencapai US$ 108 per barel, untuk memenuhi defisit tersebut Indonesia harus menyediakan budget setiap harinya sekitar US$ 29.160.000 per hari atau sekitar Rp 170 miliar per hari.

Setiap 1 ton tandan buah segar (TBS) akan dihasilkan limbah cair (liquid waste) sebanyak 600-700 kg. Jika dihitung secara matematis maka masing-masing PKS di Kabupaten Kuantan Singingi akan menghasilkan liquid waste sebesar 324 ton per hari. Sehingga Kabupaten Kuansing dapat memproduksi liquid waste

sebanyak 35.640 ton sehari atau 1,07 juta ton per bulan. Tetapi hingga saat ini pengelolaan liquid waste tersebut belum dimanfaatkan secara baik dan ekonomis sebagai bahan baku biodiesel, dan karenanya liquid waste tersebut masih dianggap “limbah” yang memberikan eksternalitas negatif bagi masyarakat di sekitar pabrik. Sementara disatu sisi, dirasakan ada kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cukup besar untuk mendukung pengadaan energi di Kabupaten Kuantan Singingi. Masalahnya adalah bagaimana menyelesaikan kedua kondisi diatas yang bersifat “negatif” sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi secara khusus dan secara umum untuk Provinsi Riau.

Metode untuk menentukan lokasi yang strategis dalam pengembangan industri biodiesel yang bahan bakunya berasal dari limbah cair (liquid waste) di Kabupaten Kuantan Singingi dianalisis dengan menggunakan Location Quetient

(LQ) dan Specialization Indeks (SI). Metode untuk mengetahui layak tidaknya pengembangan industri biodiesel diatas dianalisis secara finansial dengan komponen-komponen yang dilihat adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Break Even Point (BEP). Sedangkan metode untuk merencanakan program pengembangan pabrik biodiesel diatas dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT (strengts,weaknesses,opportunities,threats).

(5)

Specialization Indeks (SI) diketahui bahwa komoditi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi bukan merupakan komoditi terspesialisasi baik secara luas dan produksi. Berdasarkan kedua analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Benai merupakan lokasi yang strategis bagi pengembangan industri biodiesel yang bahan bakunya berasal dari limbah cair (liquid waste) di Kabupaten Kuantan Singingi.

Secara finansial pengembangan biodiesel yang bahan bakunya berasal dari limbah cair (liquid waste) di Kabupaten Kuantan Singingi dikatakan layak. Nilai

Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 33,37 miliar; artinya investasi di bidang ini dinyatakan menguntungkan atau diterima. Nilai Internal Rate of Return (IRR) sebesar 41,51%; artinya kegiatan perkebunan ini dapat dilanjutkan. Sedangkan nilai Break Even Point (BEP) yaitu 2 tahun; artinya kegiatan perkebunan akan memperoleh keuntungan pada tahun ke-2 setelah mulai dilakukan kegiatan produksi atau tahun ke 4 setelah penanaman kelapa sawit.

Berdasarkan analisis SWOT (strengts, weaknesses,opportunities,threats) menunjukkan empat strategi yang dapat dilakukan untuk mendukung program pembangunan di Kabupaten Kuantan Singingi. Pertama, pembuatan peraturan daerah tentang pemanfaatan liquid waste sebagai energi alternatif. Kedua, integrasi pengolahan limbah pabrik PKS di Kabupaten Kuantan Singingi. Ketiga, mengadakan kerjasama dengan pihak asing baik dalam permodalan, pengembangan teknologi dan pemasaran. Keempat, pengembangan industri biodiesel kerakyatan berbasis ekonomi jaringan.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI

KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

MELALUI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (

LIQUID WASTE

)

KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL

M. YUSUF SIREGAR

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel.

Nama : M. Yusuf Siregar

N I M : A 153054175

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec K e t u a

Ir. Soebroto Hadisoegondo, MS A n g g o t a

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rachmat dan karuniaNya ilmiah ini berhasil diselesaikan pada bulan Mei 2008, ini ialah pembangunan daerah disektor pengembangan limbah cair (liquid waste) dari kelapa sawit menjadi biodiesel.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, antara lain:

1. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Management Pembangunan Daerah (MPD) Sekolah Parcasarjana IPB. 2. Ir. Lukman M Baga, M.AEc sebagai ketua dan Ir. Subroto Hadisugondo

MS selaku anggota Komisi Pembimbing yang tidak hanya memberikan bimbingan saja, tetapi juga mendidik penulis menuju kepada pendewasaan pemikiran.

3. Kepada rekan-rakan seperjuangan Program Studi MPD “angkatan 2007”

Trimakasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Nur Chadidjah dan ketiga putri tersayang serta dua cucu kebanggan atas doa-doanya yang telah memberikan banyak pengorbanan menanti penulis selesai. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada.

Penulis menyadari keterbatasan dalam penulisan tesis ini, sehingga tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya membangun demi perbaikan tesis ini. Akhirnya, Penulis berharap semoga tesis ini berguna bagi berbagai pihak. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, September 2008

(11)

STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI

KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

MELALUI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (

LIQUID WASTE

)

KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL

M. YUSUF SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2008

M. Yusuf Siregar

(13)

ABSTRACT

M YUSUF SIREGAR. Strategy to Enhance Economic Condition of Kuantan Singingi Regency Riau Province through The Treatment of Liquid Waste of Oil Palm to become Biodiesel. Guided by Lukman M. Baga and SOEBROTO HADISOEGONDO

Previously Indonesia constitues a net-exporter country in the field of oil fuel (BBM) but currently has become net-importerof BBM as of 2000. Kuansing Regency is capable to produce liquid waste of 35,640 ton per-day or 1.07 million ton per-month. But up to now the treatment of such liquid waste has not been well utilized economically as raw material for bio-diesel and therefore such liquid wasteis deemed as “waste” that provides negative externality against community existing surrounding factory. Meanwhile in one side there is a need for Fuel Oil (BBM) that is sufficiently big in order to support energy procurement in Kuantan Sengingi Regency. Based on analysis of Locations Quotient (LQ) and

Specialization Index (SI), conclusion can be made that Sub-district of Benai Constitutes a strategic location for the development of bio-diesel industry the raw material of which is originated from (liquid waste) in Kuantan Sengingi Regency. Financially the development of bio-diesel with its raw material is originated from liquid waste in Kuantan Sengingi Regency is deemed feasible with Net Present Value (NPV) of Rp. 33.37 billion, Internal Rate of Return (IRR) of 41.51% and

Break Event Point (BEP) during 2 years. While the development program of Kuantan Sengingi Regency relating to the development of bio-diesel industry the raw material of which is originated from liquid waste by using análisis of SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats), then rangking of priority can be obtained i.e., the issuance of regional regulation treatement of waste from PKS factory in Kuantan Sengingi Regency, establishment of cooperation with foreign party whether in the aspect of capital, technology development and marketing, and the development of populist bio-diesel industry with basis of network economy.

(14)

RINGKASAN

M YUSUF SIREGAR. Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel. Dibimbing oleh LUKMAN M. BAGA dan SUBROTO HADISUGONDO.

Indonesia dulunya merupakan negara net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-impoter BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada periode bulan Januari-Juli 2006, produksi BBM Indonesia hanya mencapai 1,03 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat defisit

BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia mencapai US$ 108 per barel, untuk memenuhi defisit tersebut Indonesia harus menyediakan budget setiap harinya sekitar US$ 29.160.000 per hari atau sekitar Rp 170 miliar per hari.

Setiap 1 ton tandan buah segar (TBS) akan dihasilkan limbah cair (liquid waste) sebanyak 600-700 kg. Jika dihitung secara matematis maka masing-masing PKS di Kabupaten Kuantan Singingi akan menghasilkan liquid waste sebesar 324 ton per hari. Sehingga Kabupaten Kuansing dapat memproduksi liquid waste

sebanyak 35.640 ton sehari atau 1,07 juta ton per bulan. Tetapi hingga saat ini pengelolaan liquid waste tersebut belum dimanfaatkan secara baik dan ekonomis sebagai bahan baku biodiesel, dan karenanya liquid waste tersebut masih dianggap “limbah” yang memberikan eksternalitas negatif bagi masyarakat di sekitar pabrik. Sementara disatu sisi, dirasakan ada kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cukup besar untuk mendukung pengadaan energi di Kabupaten Kuantan Singingi. Masalahnya adalah bagaimana menyelesaikan kedua kondisi diatas yang bersifat “negatif” sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi secara khusus dan secara umum untuk Provinsi Riau.

Metode untuk menentukan lokasi yang strategis dalam pengembangan industri biodiesel yang bahan bakunya berasal dari limbah cair (liquid waste) di Kabupaten Kuantan Singingi dianalisis dengan menggunakan Location Quetient

(LQ) dan Specialization Indeks (SI). Metode untuk mengetahui layak tidaknya pengembangan industri biodiesel diatas dianalisis secara finansial dengan komponen-komponen yang dilihat adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Break Even Point (BEP). Sedangkan metode untuk merencanakan program pengembangan pabrik biodiesel diatas dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT (strengts,weaknesses,opportunities,threats).

(15)

Specialization Indeks (SI) diketahui bahwa komoditi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi bukan merupakan komoditi terspesialisasi baik secara luas dan produksi. Berdasarkan kedua analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Benai merupakan lokasi yang strategis bagi pengembangan industri biodiesel yang bahan bakunya berasal dari limbah cair (liquid waste) di Kabupaten Kuantan Singingi.

Secara finansial pengembangan biodiesel yang bahan bakunya berasal dari limbah cair (liquid waste) di Kabupaten Kuantan Singingi dikatakan layak. Nilai

Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 33,37 miliar; artinya investasi di bidang ini dinyatakan menguntungkan atau diterima. Nilai Internal Rate of Return (IRR) sebesar 41,51%; artinya kegiatan perkebunan ini dapat dilanjutkan. Sedangkan nilai Break Even Point (BEP) yaitu 2 tahun; artinya kegiatan perkebunan akan memperoleh keuntungan pada tahun ke-2 setelah mulai dilakukan kegiatan produksi atau tahun ke 4 setelah penanaman kelapa sawit.

Berdasarkan analisis SWOT (strengts, weaknesses,opportunities,threats) menunjukkan empat strategi yang dapat dilakukan untuk mendukung program pembangunan di Kabupaten Kuantan Singingi. Pertama, pembuatan peraturan daerah tentang pemanfaatan liquid waste sebagai energi alternatif. Kedua, integrasi pengolahan limbah pabrik PKS di Kabupaten Kuantan Singingi. Ketiga, mengadakan kerjasama dengan pihak asing baik dalam permodalan, pengembangan teknologi dan pemasaran. Keempat, pengembangan industri biodiesel kerakyatan berbasis ekonomi jaringan.

(16)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(17)

STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI

KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

MELALUI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (

LIQUID WASTE

)

KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL

M. YUSUF SIREGAR

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)
(19)

Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Melalui Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel.

Nama : M. Yusuf Siregar

N I M : A 153054175

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec K e t u a

Ir. Soebroto Hadisoegondo, MS A n g g o t a

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(20)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rachmat dan karuniaNya ilmiah ini berhasil diselesaikan pada bulan Mei 2008, ini ialah pembangunan daerah disektor pengembangan limbah cair (liquid waste) dari kelapa sawit menjadi biodiesel.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, antara lain:

1. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Management Pembangunan Daerah (MPD) Sekolah Parcasarjana IPB. 2. Ir. Lukman M Baga, M.AEc sebagai ketua dan Ir. Subroto Hadisugondo

MS selaku anggota Komisi Pembimbing yang tidak hanya memberikan bimbingan saja, tetapi juga mendidik penulis menuju kepada pendewasaan pemikiran.

3. Kepada rekan-rakan seperjuangan Program Studi MPD “angkatan 2007”

Trimakasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Nur Chadidjah dan ketiga putri tersayang serta dua cucu kebanggan atas doa-doanya yang telah memberikan banyak pengorbanan menanti penulis selesai. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada.

Penulis menyadari keterbatasan dalam penulisan tesis ini, sehingga tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya membangun demi perbaikan tesis ini. Akhirnya, Penulis berharap semoga tesis ini berguna bagi berbagai pihak. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, September 2008

(21)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1951 di Sisoma Pandangsidempuan dari ayah Djasinaloan Siregar dan ibu Tiamah Sormin. Penulis merupakan anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Padangsidempuan Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara tahun 1971, Pada tahun 1972 penulis pindah ke Jakarta dan bekerja di Cipta Sarana Real Estate.

Penulis lulus dari mahasiswa di Universitas Jaya Baya Jakarta Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan pada tahun 1997.

Jabatan terakhir di Pemerintahan adalah Staf Pribadi Wakil Presiden Republik Indonesia hingga tahun 2004.

(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN ... 1

(23)

V. KONDISI PERKEBUNAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI... 41 5.1. Profil Industri Perkebunan ... 41 5.1.1. Perkebunan Besar Swasta ... 41 5.1.2. Perkebunan Rakyat... 43 5.2. Kondisi Perkebunan... 43 VI. ANALISIS PENENTUAN LOKASI PENDIRIAN PABRIK BIODIESEL

DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI ... 45 6.1.Location Quotient (LQ) ... 45 6.2.Specialization Indeks (SI) ... 47 VII. ANALISIS FINANSIAL PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

DAN BIODIESEL ... 49 7.1. Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) ... 49 7.1.1. Biaya Investasi ... 49 7.1.1.1. Investasi Tanaman ... 50 7.1.1.2. Investasi Non Tanaman ... 51 7.1.1.3. Investasi Proyek PKS dan Jembatan ... 51 7.1.2. Penyusutan ... 51 7.1.3. Biaya Operasional ... 52 7.1.4. Profil Produksi ... 52 7.1.5. Penerimaan ... 53 7.1.6.Net Present Value (NPV) ... 54 7.1.7. Internal Rate of Return (IRR) ... 54 7.1.8.Break Event Point (BEP) ... 54 7.2. Pabrik Biodiesel (Liquid Waste) ... 55 7.2.1. Syarat Lokasi Pabrik Biodiesel ... 58 7.2.2. Biaya Pembangunan Pabrik Biodiesel (Liquid Waste)

Kapasitas 10.000 liter/hari atau 100.000 ton/tahun ... 59 7.2.3. Penyusutan ... 59 7.2.4. Biaya Operasional ... 59 7.2.5. Biaya Pengangkutan Bahan Baku ... 60 7.2.6. Perkiraan Harga Pokok Biodiesel ... 61 7.2.7. Penerimaan Pabrik Biodiesel (Proyek B)... 63 7.1.8. Net Present Value (NPV) ... 63 7.1.9. Internal Rate of Return (IRR) ... 64 7.1.10.Break Event Point (BEP) ... 64 VIII. ANALISIS INTERNAL-EKSTERNAL PABRIK BIODIESEL

(24)

8.3. Strategi Pengembangan Biodiesel di Kabupaten Kuantan Singingi..87 8.4. Program Pembangunan Biodiesel Berbasis Liquid Waste Dalam

(25)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Ketersediaan Energi Fosil di Indonesia ...2 2. Potensi Energi Alternatif Indonesia ...2 3. Kandungan yang terdapat pada Liquid Waste...4 4. Unsur-unsur Perbedaan dalam Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi .19 5. Luas (ha) dan Produksi (ton) Kelapa Sawit di Provinsi Riau...20 6. Alat Analisis ...24 7. Diagram matrik SWOT ...28 8. Sebaran Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Kuantan

Singingi Tahun 2004-2005 ...32 9. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2004-2005 ...33 10. Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2003-2005 ...34 11. Komoditas Perkebunan Kabupaten Kuantan Singingi Menurut

Kecamatan Tahun 2005 ...35 12. Jumlah Ternak Besar dan Kecil di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun

2005 ...37 13. Jumlah Kebutuhan Ketersediaan Dan Kekurangan Beras Di Kabupaten

Kuantan Singingi Tahun 2005...38 14. Produksi Berbagai Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Di Kabupaten

Kuantan Singingi Tahun 2005 (dalam Ton) ...38 15. Daftar Pabrik Pengolahan Hasil Perkebunan di Kabupaten Kuantan

Singingi Tahun 2006 ...42 16. Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Kuantan

Singingi Tahun 2001-2005 ...43 17. Kuoisen Lokasi (LQ) Komoditi Perkebunan Menurut Luas Lahan (Ha)

dan Produksi (Ton) di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2001-2005 ....45 18. Kuoisen Lokasi (LQ) Komoditi Perkebunan Kelapa Sawit Menurut

Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) per Kecamatan di Kabupaten

Kuantan Singingi Tahun 2004 dan 2005 ...46 19. Kuoisen Spesialisasi (SI) Komoditi Perkebunan Kelapa Sawit Menurut

Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) per Kecamatan di Kabupaten

Kuantan Singingi Tahun 2004 dan 2005 ...47 20. Kuoisen Spesialisasi (SI) Komoditi Perkebunan Kelapa Sawit Menurut

Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) per Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2004 dan 2005 ...48 21. Ringkasan Estimasi Biaya Investasi Tanaman Tahun Permulaan Sampai

Dengan Tahun ke Tiga (Rp./ha) ...50 22. Estimasi Biaya Penyusutan Invesatasi Non Tanaman dan Proyek

(Rp. 000)...52 23. Profil Produksi dan Ekstraksi MKS dan IKS ...53 24. Perbandingan Biodiesel dan Petrodiesel...56 25. Biaya Pembangunan Pabrik Biodiesel (Liquid waste) Berkapasitas

(26)

27. Biaya Operasional Pabrik Biodiesel ...60 28. Biaya Transportasi Liquid Waste dari PKS (Rp. 000,-) ...61 29. Perkiraan Harga Pokok Produksi Biodiesel...61 30. Perbandingan Harga Masing-masing Proyek ...62 31. Penerimaan Pabrik Biodiesel (Proyek B) ...63 32. IFAS dan EFAS Pendirian Pabrik Biodiesel (Liquid Waste) di

Kabupaten Kuantan Singingi...66 33. Jumlah Pencari Kerja di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2001-2005.69 34. Kondisi Infrastruktur Jalan Berdasarkan Jenis Permukaan Jalan Tahun

2005 ...72 35. Kondisi Infrastruktur Jalan Berdasarkan Status Jalan Tahun 2005...72 36. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) pada beberapa Percobaan Limbah

Cair ... 74

37. Produktivitas Kelapa Sawit pada areal aplikasi limbah cair (liquid waste) pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) di beberapa kebun milik PT. Perkebunan Nusantara III. ...75 38. Kebutuhan Minyak Solar Menurut Sektor Tahun 1994 - 2004. ...77 39. Perkembangan Produksi dan Impor Minyak Solar dari 1994-2004 ...78 40. Proyeksi Target Produksi Biodiesel s/d Tahun 2025 (dalam ribu

kiloliter). ... 80

41. Contoh Tumbuhan Penghasil Minyak yang ada di Indonesia. ...85 42. Matriks SWOT ...87 43. Fokus Program dan Masing-masing Penanggungjawabnya dalam

Pendirian Pabrik Biodiesel Berbasis Liquid Waste di Kabupaten

(27)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Pengembangan Pabrik CPO Menjadi Biodiesel Sebagai Salah Satu Alternatif Peningkatan Ekonomi Daerah di Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau...22 2. Bahan Material Biodiesel Yang Diperoleh Dari CPO (Crude Palm Oil)

(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Biaya Investasi Tanaman Tahun Permulaan (N+0, Data Hipotetik) ...97 2. Biaya Investasi Tanaman Tahun Pertama (N+1, Data Hipotetik). ...99 3. Biaya Investasi Tanaman Tahun Kedua (N+2, Data Hipotetik)...101 4. Biaya Investasi Tanaman Tahun Ketiga (N+3, Data Hipotetik) ...103 5. Estimasi Biaya Investasi Non Tanaman (Data Hipotetik)...105 6. Estimasi Biaya Investasi Proyek PKS dan Jembatan Permanen (Data

Hipotetik)...107 7. Perencanaan Biaya Investasi (Rp. 000, Data Hipotetik) ...108 8. Estimasi Biaya Penyusutan Investasi Non Tanaman dan Proyek Selama

10 Tahun (Rp. 000, Data Hipotetik ... 109

(29)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dulunya merupakan negara net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-impoter BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada periode bulan Januari-Juli 2006, produksi BBM Indonesia hanya mencapai 1,03 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga terdapat defisit

BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga minyak dunia mencapai US$ 108 per barel, untuk memenuhi defisit tersebut Indonesia harus menyediakan budget setiap harinya sekitar US$ 29.160.000 per hari atau sekitar Rp 170 miliar per hari (Hambali, 2007).

Keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak (BBM). Sehingga sejak tahun 2005 sampai saat ini harga BBM telah mengalami kenaikan beberapa kali. Kenaikan ini sangat terasa bagi masyarakat yang memiliki pendapatan rendah. Untuk meringankan beban masyarakat maka pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun, dalam kenyataannya program ini belum sepenuhnya dapat membantu masyarakat untuk keluar dari persoalan krisis energi.

(30)
[image:30.612.134.512.473.571.2]

sekitar 500 juta barel per tahun. Ini artinya jika minyak bumi terus digunakan dan tidak ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru untuk meningkatkan cadangan minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 23 (dua puluh tiga tahun).

Tabel 1. Ketersediaan Energi Fosil di Indonesia.

Energi Fosil Minyak Bumi Gas Batu Bara Sumber daya 86,9 miliar barel 384,7 TSCF 57 miliar ton Cadangan 9 miliar barel 182 TSCF 19,3 miliar ton Produksi 500 juta barel 3,0 TSCF 130 juta ton Ketersediaan 23 tahun 62 tahun 146 tahun

Sumber: Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2006.

Untuk mengatasi masalah krisis di Indonesia, pemerintah berupaya keras untuk mencari sumber-sumber energi alternatif. Sebagai bentuk nyata keseriusan pemerintah akan hal tersebut maka dikeluarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Selain itu, pada tanggal 24 Juli 2006 juga diterbitkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional (Timnas) Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.

Tabel 2. Potensi Energi Alternatif Indonesia.

Sumber Potensi Capasitas Terbangun

Hydro 75.000 MW 4.200 MW (6%)

Geothermal 27.000 MW 802 MW (4%)

Mini/Micro Hydro 459 MW 64 MW (14%)

Biomass 49.810 MW 302 MW (6%)

Solar Energy 4,8 kWh/m2/day 5 MW

Wind Energy 3-6 m/sec 0,5 MW

Sumber: IEA Task 33 Meeting, Dresden 12-14 Juni 2006.

(31)

dunia hanya mampu menghasilkan 15,8 juta ton, Thailand 0,82 juta ton, Nigeria 0,815 juta ton, dan Colombia 0,711 juta ton1.

Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia sangat potensial menjadi produsen biodiesel dengan memanfaatkan minyak yang berbasis sawit, baik CPO itu sendiri maupun turunannya. Hampir seluruh produk CPO dapat diolah menjadi biodiesel, dari yang terbaik dengan kadar Free Fatty Acid (FFA) kurang dari 5% hingga Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) berkadar FFA lebih dari 70%. Bahkan Liquid waste atau limbah CPO dari Pabrik Kelapa Sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel2.

Visi pembangunan pemerintah daerah provinsi Riau pada subsektor perkebunan adalah terwujudnya kebun untuk kesejahteraan masyarakat Riau tahun 2020 dengan tingkat pendapatan rata-rata sebesar US$ 2.000/KK/tahun. Bentuk nyatanya adalah dengan membangun kebun kelapa sawit, membagi lahan kebun kelapa sawit dan memberikan bantuan modal bagi penduduk miskin di Provinsi Riau. Lahan perkebunan diperoleh dari lahan yang dulunya dikuasai oleh perusahaan dan koperasi yang dicabut izin usahanya. Bantuan modal untuk membangun kebun dilakukan dengan sharing budget antara pemerintah Provinsi Riau dengan kabupaten/kota di Riau. Pembangunan kebun dengan sharing budget

tersebut direncanakan selama 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2005 sampai 2009. Untuk tahun 2005 pemerintah daerah melalui APBD Provinsi Riau menganggarkan Rp. 83 miliar sebagai bantuan modal bagi pembangunan kebun kelapa sawit untuk rakyat miskin.

Provinsi Riau sangat berpotensi untuk menghasilkan kelapa sawit terbesar karena memiliki lahan perkebunan seluas 1,34 juta hektar dengan rata-rata produksi sebesar 3,3 juta ton per tahun yang tersebar di berbagai kabupaten. Khususnya Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) luas perkebunan kelapa sawit sebesar 128.190 hektar dengan rata-rata produksi kelapa sawit per tahun sebesar 732.675 ton atau setara dengan 19,41 persen dari total keseluruhan produksi kelapa sawit di Provinsi Riau (BPS Provinsi Riau, 2006).

1 “Pertumbuhan CPO Indonesia Paling Tinggi di Dunia” (Kompas, 08 Juli 2006).

(32)

1.2 Perumusan Masalah

Produktivitas lahan kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi lebih besar dibandingkan dengan kabupaten lain sebesar yang ada di Provinsi Riau, yaitu sebesar 5,72 ton/ha. Kabupaten Kuantan Singingi mempunyai Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) sebanyak 12 unit dengan rata-rata produksi 45 ton per jam (Bapedda dan BPS Kabupaten Kuantan Singingi, 2004). Dengan hasil perkebunan tersebut, maka Kabupaten Kuantan Singingi berpotensi cukup besar sebagai produsen minyak kelapa sawit Crude Palm Oil (CPO) dan liquid waste

(limbah cair) untuk dijadikan bahan baku biodiesel.

Produksi CPO yang cukup besar akan menghasilkan limbah cair yang cukup besar pula, karena dalam proses produksi CPO akan diperoleh produk samping berupa limbah paret (FFA 20-70%) atau disebut dengan limbah cair atau

liquid waste. Setiap 1 ton tandan buah segar (TBS) akan dihasilkan limbah cair (liquid waste) sebanyak 600-700 kg. Jika dihitung secara matematis maka masing-masing PKS tersebut akan menghasilkan liquid waste sebesar 324 ton per hari. Sehingga Kabupaten Kuantan Singingi dapat memproduksi liquid waste sebanyak 35.640 ton sehari atau 1,07 juta ton per bulan. Tetapi hingga saat ini pengelolaan

liquid waste tersebut belum dimanfaatkan secara baik dan ekonomis sebagai bahan baku biodiesel, dan karenanya liquid waste tersebut masih dianggap “limbah” yang memberikan eksternalitas negatif bagi masyarakat di sekitar pabrik. Kandungan bahan-bahan kimiawi yang terdapat di dalam liquid waste

pada pabrik pengolahan kelapa sawit, meliputi Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Kandungan yang terdapat pada Limbah Cair (liquid waste)3.

Parameter Rata-rata Baku Mutu KLH

pH 4,2 6-9

BOD (mg/liter) 25.000 100

COD (mg/liter) 50.000 350

TS (mg/liter) 40.000 250

SS (mg/liter) 18.000 25

Lemak (mg/liter) 6.000

(33)

Sementara disatu sisi, dirasakan ada kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cukup besar untuk mendukung pengadaan energi di Kabupaten Kuantan Singingi. Masalahnya adalah bagaimana menyelesaikan kedua kondisi diatas yang bersifat “negatif” sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi secara khusus dan secara umum untuk Provinsi Riau.

1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas maka tujuan umum penelitian adalah mengkaji upaya-upaya menemukan nilai tambah (value added) bagi komoditas kelapa sawit dengan mengembangkan peluang bagi industri Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) secara khusus dalam ikut mengatasi masalah kekurangan energi dan mengolah eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari limbah sawit (liquid waste). Diharapkan hasilnya akan menjadi solusi untuk pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi dalam menyediakan substitusi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan mengadakan biodiesel yang setara. Selain itu, pengolahan limbah cair (liquid waste) menjadi biodiesel juga dapat menjaga kualitas lingkungan di Kabupaten Kuantan Singingi dan wilayah sekitarnya. Selain tujuan umum di atas terdapat juga tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengkaji lokasi yang strategis dan efisien untuk mendukung pengembangan pabrik biodiesel, terkait dengan pengadaan bahan baku limbah cair (liquid waste) dari pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi.

2. Mengkaji kelayakan finansial dari upaya pengembangan pabrik pengolahan biodiesel berbasis limbah cair (liquid waste) yang bahan bakunya bersumber dari pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) di Kabupaten Kuantan Singingi.

(34)

1.4 Kegunaan

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan informasi tentang pengembangan pabrik pengolahan biodiesel berbasis liquid waste pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) untuk meningkatkan ekonomi rakyat dan daerah di Kabupaten Kuantan Singingi.

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (elaeis guineensis) merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili Palmae dan berasal dari Nigeria, Afrika Barat (Fauzi, 2002). Selanjutnya Sargeant (2001) menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Namun demikian, kelapa sawit justru hidup subur di luar daerah asalnya seperti di Indonesia dan Malaysia.

Buah kelapa sawit terdiri dari kulit buah yang keras dan licin (exocarp), daging buah (pulp mesocarp), cangkang (shell endocarp) dan inti (kernel endosperm). Exocarp dan mesocarp disebut pericarp yaitu bagian buah yang banyak mengandung Crude Palm Oil (CPO), inti (endosperm) menghasilkan minyak inti sawit (Palm Karnel Oil / PKO). Ukuran buah sawit bervariasi dari 2 sampai 5 cm dengan berat rata-rata 30 gram. Proses pembentukan minyak pada lapisanmesocarpberlangsung selama 24 hari (Setyamidjaja,1991).

Menurut Sastrosayono (2006) kelapa sawit berbuah setelah berumur 2,5 tahun atau lebih kurang berumur 30 bulan setelah ditanam di lapangan. Pemanenan dilakukan bila 60% atau lebih buah kelapa sawit yang telah matang panen ditandai dengan adanya buah yang jatuh dari tandannya. Pemanenan yang terlalu cepat, menghasilkan rendemen yang rendah. Sedangkan keterlambatan panen mengakibatkan peningkatan kandungan asam lemak bebas. Selanjutnya Mangoensoekarjo (2005) menyarankan pemanenan lebih baik dilakukan dengan memotong tandan buahnya. Dijelaskan bahwa Tandan Buah Segar (TBS) atau

fresh fruit bunch (FFB) kelapa sawit terdiri dari buah kelapa sawit (74%) dan tandan kosong (26%). Buah kelapah sawit yang diproses di PKS akan menghasilkan: minyak sawit mentah atau CPO (21 – 22%), minyak inti/karnel atau PKO (0,4 – 0,6%), sabut (0,6 – 0,7%) dan tempurung (13 -15%). Sedangkan tandan kosong mengandung air (63%), Crude Palm Oil Parit atau liquid waste

(36)

Pericarp, selain menghasilkan CPO juga menghasilkan limbah berupa sabut yang biasanya digunakan sebagai bahan bakar ketel pada PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Tandan kosong biasanya dibakar dan digunakan sebagai pupuk. Sabut dan tandan kosong juga dapat digunakan sebagai substrat pertumbuhan mikrobial untuk menghasilkan enzim dan digunakan sebagai pakan ternak dengan kandungan protein tinggi4.

2.2 Biodiesel

2.2.1 Asal Mula Biodiesel

Terjadinya krisis minyak bumi tahun 1973 menimbulkan kembali perhatian pada pemakaian minyak

nabati sebagai bahan bakar diesel. Padahal pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar diesel sudah

dikembangkan Dr. Rudolf Christian Karl Diesel (1859–1913) yang menciptakan motor diesel. Tahun 1910, Rodolf Diesel, menggunakan minyak kacang tanah sebagai bahan bakar untuk menjalankan mesinnya pada suatu pameran Pekan Raya Dunia di Paris. Namun dengan tersedianya bahan bakar fosil yang melimpah, maka penelitian

dan pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar diesel ditinggalkan orang.

Der Gebrauch von Pflanzenöl als Krafstoff mag heute Unbedeutend sein. Aber derartige Produkte

konnen im Laufe der Zeit ebenzo wichting werden wie Petroleum und Diese Köhle-Teer-Produkte von heute

(Pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar untuk saat ini sepertinya tidak berarti, tetapi pada saatnya nanti akan

menjadi penting, sebagaimana penggunaan minyak bumi dan produk batubara pada saat ini) (Karl Diesel tahun

1910).

Saat ini (97 tahun setelah kalimat itu diucapkan) apa yang diyakini Karl Diesel terbukti. Orang heboh

melakukan pengembangan bahan bakar nabati. Berbagai penelitian telah dilakukan secara intensif oleh berbagai

lembaga riset dari berbagai penjuru dunia dengan menggunakan konsep baru.

Tujuan utama pengembangan biodiesel ini adalah menciptakan green fuel

yang ramah lingkungan. Pengembangan biodiesel yaitu untuk mensubstitusi bahan bakar fosil yang suatu saat akan habis. Sedangkan bahan dasar biodiesel itu tersedia di alam dan bisa diperbarui. Indonesia secara geografis diuntungkan untuk pengembangan bahan dasar biodiesel, karena memiliki lahan-lahan berjuta-juta hektar yang siap ditanami (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2003).

Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2004), secara ekonomi pengembangan biodiesel yang berbahan baku kelapa sawit dapat mengontrol

demand and supply produk perkebunan tersebut. Jika kelebihan untuk kebutuhan

4 “Era Bioteknologi dan Sumberdaya Litbang” oleh Prof.Dr.Ir.E. Gumbira.Sa'id, MADev, Direktur

(37)

pangan, seperti minyak goreng, di samping diekspor dapat dipakai untuk bahan bakar minyak, sehingga dapat mengontrol harga CPO.

Sedangkan menurut Pakpahan (2002) di samping nilai lebih yang begitu besar bagi kepentingan bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi pada masa depan, sejauh ini biodiesel masih memiliki titik-titik lemah. Misalnya soal minyak nabati mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan bahan bakar diesel fosil. Hal ini mempengaruhi atomisasi bahan bakar dalam ruang bakar motor diesel. Atomisasi yang kurang baik akan menurunkan daya mesin. Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan deposit yang berlebihan pada ruang bakar dan bagian-bagian motor yang bersentuhan dengan hasil pembakaran. Pembakaran menjadi tidak sempurna.

Oleh sebab itu, viskositas dalam minyak nabati harus diturunkan dulu. Salah satu cara untuk menurunkan viskositas tersebut adalah melakukan modifikasi minyak nabati melalui proses transesterifikasi metil ester nabati

atau FAME. Inti dari proses ini adalah bertujuan agar bisa diproduksi bahan bakar yang sesuai dengan sifat dan

kinerja diesel fosil. Agar kinerja pada system injeksi motor diesel menjadi sempurnya, bisa saja dilakukan modifikasi sifat-sifat fisika-kimia minyak nabati sesuai dengan sifat-sifat fisika-kimia bahan bakar diesel fosil yakni

dengan menggunakan campuran minyak nabati dengan bahan bakar diesel fosil. Tentu saja hal ini tidak cukup, dan

untuk mengubah komposisi kimiawinya, dilakukanlah suatu proses sederhana yang disebut proses transesterifikasi. Bahan yang sudah mengalami proses ini disebut FAME, dan FAME ini yang dicampurkan ke dalam solar, sehingga

muncul hasilnya, yaitu produk biodiesel B-5 atau B-10, B-20, dan seterusnya (Pakpahan, 2002).

2.2.2 Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Minyak Sawit (CPO)

Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar yang dibuat melalui proses transesterifikasi. Proses pembuatan biodiesel dari minyak sawit disebut transesterifikasi (trans – ester – ifikasi). Transeterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain. Dalam proses transesterifikasi diperlukan katalis untuk mempercepat proses. Lemigas sendiri, menggunakan methanol dengan NaOH sebagai katalisnya. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan ke dalam reaktor yang berisi CPO, lalu diaduk sesuai dengan kondisi operasi yang diinginkan5.

Menurut Darnoko (2001) Biodiesel yang berasal dari crude palm oil

(CPO) harus diolah terlebih dahulu, karena warna asli CPO itu gelap sekali.

5 “Mengenal Biodiesel? Crude Palm Oil?” Warta Utama Edisi No: 5/Thn XLI, Mei 2006. http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1295&Itemid=507

(38)

Sedangkan untuk menjadi bahan bakar, maka CPO diproses lebih lanjut dalam proses transesterifikasi. Untuk mempercepat reaksinya digunakan katalis methanol dan ethanol. Dalam produk hasil transesterifikasi, kedua unsur katalis (methanol dan ethanol) tidak keluar, karena fungsinya semata-mata sebagai katalis, yaitu untuk mempercepat proses transesterifikasi. Dari CPO akan keluar dua jenis unsur, yaitu 20% tearin dan 80% olein. Unsur olein direaksikan dalam proses transesterifikasi menggunakan katalis ethanol dan methanol untuk mempercepat reaksi sehingga didapatkan FAME (fatty acid methyl ester).

Selanjutnya dijelaskan oleh Prihandana, et al (2007) bahwa dari proses transesterifikasi akan dihasilkan juga gliserin, tapi gliserin ini tidak bisa dipakai untuk bahan bakar, kecuali untuk kosmetik dan sabun. Dari hasil proses transesterifikasi keluar unsur FAME yang akan digunakan sebagai bahan bakar atau yang dikenal dengan “biodiesel”. Saat ini yang dikembangkan dan dijual oleh Pertamina adalah biodiesel jenis B-5, yang berarti formulasi 5 persen FAME dan 95 persen solar murni. Unsur-unsur FAME dan solar murni di-blending dengan metode blending flash. Prosesnya cepat, sehingga begitu di-blending langsung bercampur. Setelah dicampur, langsung masuk ke inland blending, lalu masuk ke isso tank. Proses pencampuran antara solar murni dan FAME itu berlangsung hanya sekitar 10 menit.

Beberapa teknik baru pada saat ini yang banyak digunakan untuk proses produksi pembuatan biodiesel (asam lemak metil ester) adalah transesterifikasi menggunakan katalis biologis (biocatalyst) dan transesterifikasi tanpa katalis.

Refined fatty oil yang memiliki kadar asam lemak bebas (free fatty oil) rendah, sekitar 2% bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi menggunakan katalis alkalin untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun bila kadar asam minyak tersebut masih tinggi, maka sebelumnya perlu dilakukan proses praesterifikasi terhadap minyak tersebut. Kandungan air dalam minyak tumbuhan juga harus diperiksa sebelum dilakukan proses transesterifikasi (Salis et al, 2005).

(39)

bebas (free fatty acid - FFA) tinggi (lebih dari 2% ), maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2%.

Selain untuk menurunkan kadar asam, pada proses praesterifikasi juga perlu dilakukan pengurangan kadar air. Pada prinsipnya, pengurangan kadar air bisa dilakukan dengan dua cara, separasi gravitasi atau separasi distilasi. Separasi gravitasi mengandalkan perbedaan densitas antara minyak dengan air: air yang lebih berat akan berposisi di bagian bawah untuk selanjutnya dapat dipisahkan. Sedangkan separasi distilasi mengandalkan titik didih air sekitar 100oC dan pada beberapa kasus digunakan pula tekanan rendah untuk memaksa air keluar dan terpisah dari minyak (Ramadhas, 2005 dalam Hidayat, 2006).

Menurut Elisabeth (2001) Bila bahan baku minyak yang digunakan merupakan minyak yang telah diproses (refined fatty oil) dengan kadar air dan asam lemak bebas yang rendah, maka proses esterifikasi dengan katalis alkalin bisa langsung dilakukan terhadap minyak tersebut. Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni:

1. Pencampuran katalis alkalin (umumnya sodium hidroksida atau potassium hidroksida) dengan alkohol (umumnya methanol). Konsentrasi alkalin

yang digunakan bervariasi antara 0,5 - 1 wt% terhadap massa minyak. Sedangkan alkohol diset pada rasio molar antara alkohol terhadap minyak sebesar 9:1.

2. Pencampuran alkohol+alkalin dengan minyak di dalam wadah yang dijaga pada temperatur tertentu (sekitar 40 - 60oC) dan dilengkapi dengan pengaduk (baik magnetik ataupun motor elektrik) dengan kecepatan konstan (umumnya pada 600 rpm - putaran per-menit). Keberadaan pengaduk sangat penting untuk memastikan terjadinya reaksi methanolisis secara menyeluruh di dalam campuran. Reaksi methanolisis ini dilakukan sekitar 1 - 2 jam.

3. Setelah reaksi methanolisis berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan separasi antara

(40)

4. Metil ester yang notabene biodiesel tersebut kemudian dibersihkan menggunakan air distilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti methanol, sisa katalis alkalin, gliserol, dan sabun-sabun (soaps). Lebih tingginya densitas air dibandingkan dengan metil ester menyebabkan prinsip separasi gravitasi berlaku: air berposisi di bagian bawah sedangkanmetil ester di bagian atas.

Minyak nabati merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan baik sebagai pengganti maupun

subsitusi bahan bakar diesel. Sebagai bahan bakar pengganti, diharapkan minyak nabati dapat menggantikan

pemakaian bahan bakar diesel fosil. Dan sebagai substitusi bahan bakar diesel diharapkan minyak nabati dapat mengurangi kebutuhan terhadap bahan bakar diesel fosil. Minyak nabati sebagai bahan bakar diesel menurut

jenisnya dapat dibagi atas :

1. Crude vegetable oil (CVO), yaitu minyak nabati mentah hasil pemerasan atau ekstraksi buah atau biji nabati yang telah melalui proses penyaringan dan pembersihan.

2. Refined vegetable oil (RVO), yaitu hasil pemurnian dari CVO.

3. Methyl/ethyl ester vegetable oil yaitu hasil transesterifikasi dari VCO atau RVO.

Dalam pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar diesel dapat dilakukan melalui beberapa pilihan atau alternatif antara lain:

1. Bisa saja CVO murni.

2. Campuran CVO dengan bahan bakar diesel fosil.

3. RVO murni.

4. Campuran RVO dengan bahan bakar diesel fosil. 5. Methyl/Ethyl ester vegetable oil murni.

6. CampuranMethyl/Ethyl ester vegetable oil dengan bahan bakar diesel fosil.

2.3 Peranan Biodiesel dalam Pembangunan Ekonomi Daerah

(41)

(sustenance), jatidiri (self-esteem), serta kebebasan (freedom). Artinya pembangunan dalam berbagai skala, baik lokal maupun regional, nasional maupun internasional, meliputi suatu wilayah yang mempunyai tekanan utama pada pembangunan perekonomian, keadaan fisik dan non fisik.

Menurut Arsyad (1999) pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana ada saling keterkaitan dan saling pengaruh antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses pembangunan ekonomi dimaksud, yang dapat diidentifikasi dan dianalisis secara seksama, sehingga diketahui tuntunan peristiwa yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.

Tujuan pembangunan regional pada dasarnya adalah untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang lebih cepat, menyediakan kesempatan kerja yang cukup, pemerataan pendapatan, yang dapat mengurangi perbedaan kemakmuran antar daerah, serta mendorong perubahan struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri (Todaro, 1997). Salah satu unsur penting yang tidak dapat dapat ditinggalkan dalam pembangunan suatu wilayah adalah pengambilan keputusan untuk menentukan lokasi yang tepat bagi pelaksanaan dan pengembangan suatu kegiatan, baik ditinjau dari sisi rumah tangga, perusahaan maupun pemerintah.

Tentang teori lokasi yang berkaitan dengan industri, Djojodipuro (1992) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menentukan dalam penentuan suatu lokasi yakni, biaya transport dan biaya tenaga kerja serta kekuatan aglomerasi atau deglomerasi. Selanjutnya teori basis ekonomi menjelaskan tentang kemampuan suatu daerah/wilayah dalam suatu sektor terhadap perkembangan ekonomi daerah, yakni dibagi menjadi dua sektor kegiatan yaitu sektor basis dan sektor bukan basis dan juga daerah dibagi menjadi daerah yang bersangkutan dan daerah lain.

(42)

pengembangan daerah bersangkutan, yaitu melalui pendekatan teoritis maupun pendekatan empiris. Teori tentang industri yang berkaitan dengan wilayah, dikemukakan oleh Glasson (1997) yang bertumpu pada pendekatan; (a) biaya minimum terhadap faktor-faktor, (b) analisis pasar yang berdasarkan kepada permintaan, (c) keuntungan maksimal (profit maximum).

Struk (1985) dalam Tambunan (1990) mengklasifikasikan lokasi industri yang beroperasi, berdasar pada zona kota dan manfaat yang dihasilkan. Menurut penyebarannya wilayah industri dapat dibagi dalam tiga wilayah, yaitu:

1. Central Zona (Wilayah Inti Kota) di sekitar CBD

2. Intermediate Zona (Wilayah Peralihan Kota) di pertengahan kota 3. Outer Zona (Wilayah Pinggiran Kota) di luar kota.

Di wilayah inti kota, luas lahan relatif sempit sehingga sering menimbulkan persoalan apabila ada satu kegiatan dengan adanya kegiatan lain diwilayah yang sama, maka akan memberikan dampat pada harga lahan yang semakin tinggi, sehingga jenis industrinya juga sangat tinggi. Di wilayah peralihan, lahan yang ada relatif lebih luas dan kepadatan penduduk relatif rendah, disini industri dapat menempati areal yang lebih luas. Sementara yang luas berada di pinggiran kota dan memungkinkan industri menempati areal yang lebih luas juga, hanya saja keragaman industri menjadi lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di dalam kota.

Richardson (1965) dalam Sihotang (1977) menyatakan ada beberapa teknik analisis regional yaitu: Multipler regional, ekonomi basis, analisis input-output, analisis biaya dan manfaat. Dari beberapa konsep tersebut salah satu konsep yang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi daerah adalah dengan konsep basis ekonomi. Teknik yang dicakup dalam konsep dimaksud merupakan pendekatan yang dapat menjelaskan pertumbuhan daerah dengan kajian sektor industri basis, dan akibatnya konsep basis ekonomi dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan daerah terutama untuk pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja daerah melalui efek ukuran multiplier.

(43)

sektor non basis. Dengan demikian kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama, dimana setiap perubahan dalam aktivitas ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap perubahan perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya dijelaskan bahwa perkembangan regional biasanya disebabkan karena kemampuan wilayah yang bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam perekonomian nasional dan mengekspornya dengan tetap mempertimbangkan faktor keunggulan komparatif wilayah tersebut terhadap wilayah lain.

Selanjutnya menurut Hischman dalam Streeten (1976) pada prinsipnya pembangunan atau pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan suatu proses yang tidak seimbang. Hubungan antar keduanya akan menimbulkan trickle down effect, yaitu suatu mekanisme dimana hasil yang dicapai oleh sektor unggulan akan merembes ke sektor lainnya. Namun keberhasilannya masih ditentukan oleh adanya berbagai persyaratan, yang dalam prakteknya lebih banyak sulit dipenuhi.

Keberadaan sektor industri dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu sektor yang dapat diandalkan, meskipun tidak secara khusus sektor industri tersebut merupakan tulang punggung dari kemajuan daerah/wilayah. Perkembangan perekonomian daerah/wilayah harus dilihat secara menyeluruh dan kemampuan dari satu sektor yang harus dapat memberi efek pada terhadap kemajuan sektor lainnya. Hal tersebut berkaitan dengansekali dampak yang ditimbulkan dari suatu sektor secara eksplisit yang akan menyentuh komponen kehidupan masyarakat seperti tingkat pendapatan, kesempatan kerja, produksi dan distribusi barang dan jasa.

(44)

diharapkanakan dapat menunjang pembangunan regional (Dja’far & Wahyono, 2003).

Memperhatikan hal-hal tersebut dan mengkaitkan dengan keberadaan kebun-kebun sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, maka potensi ekonomi daerah sangat ditentukan oleh keberadaan kebun tersebut. Komponennya dapat digolongkan kepada komposisi komoditi unggulan, sehingga produksinya dapat mendukung program pembangunan daerah melalui peningkatan secara konsisten pendapatan perkeluarga dan per kapita.

Masalahnya adalah bagiamana hal itu mungkin diwujudkan, tidak lain adalah dengan mengoptimalkan hasil produksi dan hasil olahan, termasuk memanfaatkan limbah cair (liquid waste). Dengan mengolah limbah cair (liquid waste) menjadi biodiesel yang memenuhi persyaratan kualitas, maka limbah cair (liquid waste) yang “mengganggu” lingkungan dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara langsung (bertambahnya lapangan kerja karena dapat dibangun pabrik) dan tidak langsung (melakukan peningkatan pajak dan pendapatan daerah).

2.4 Kelayakan Finansial dan Kelayakan Ekonomi

Menurut Gittinger (1982), aspek finansial terutama menyangkut perbandingan antara pengeluaran dengan pendapatan (revenue earning) dari suatu industri, serta waktu didapatkannnya hasil (returns). Untuk mengetahui secara komprehensif tentang kinerja layak atau tidaknya suatu aktivitas industri maka dikembangkan berbagai kriteria yang pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat harga umum tetap yang diperoleh suatu industri yang menggunakan nilai sekarang (present value) yang telah didiskonto selama umur industri tersebut.

(45)

aliran pembayaran tunai (cash flow). Dimana biaya dipandang sebagai negative cash flow sedangkan pendapatan/penerimaan sebagai positive cash flow. Asumsi kunci yang digunakan adalah bahwa uang yang ada sekarang lebih berharga dari jumlah uang yang sama di masa yang akan datang. Nilai uang untuk waktu mendatang yang dihitung dengan bunga adalah nilai uang yang telah direncanakan, dimana proses perhitungannya disebut compounding

(pemajemukan). Sedangkan faktor untuk mengkonversi nilai masa depan ke nilai sekarang disebut discount rate dan prosesnya disebut discounting.

Sebelum memulai suatu usaha terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan yang dikenal sebagai studi kelayakan. Studi awal ini diperlukan bagi seluruh jenis usaha termasuk juga industri pengolahan biodiesel. Gray (1994), menjelaskan bahwa kriteria investasi merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu usaha.

Beberapa metode yang dikembangkan untuk menilai kelayakan suatu usaha dikelompokkan berdasarkan nilai uang, yaitu Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR); dan berdasarkan nilai waktu, yaitu Break Event Point(BEP), dan Analisis Sensitivitas.

Sedangkan, analisis ekonomi ditujukan untuk mengestimasi nilai ekonomi industri terhadap perekonomian masyarakat. Dalam analisis ekonomi dilakukan penyesuaian penyesuaian harga finansial agar dapat menggambarkan nilai sosial secara menyeluruh baik untuk input maupun output. Harga pasar barang atau jasa diubah agar lebih mendekati opportunity cost (nilai barang atau jasa dalam alternatif pemanfaatan yang terbaik) sosial yang merupakan harga bayangan (shadow price accounting price), atau lebih tepat lagi dikatakan bahwa harga bayanagan adalah setiap harga barang atau jasa yang bukan merupakan harga pasar (belum diketahui) untuk menggambaarkan distribusi pendapatan dan tabungan masyarakat (Kadariah, 1988).

(46)
[image:46.612.132.507.324.632.2]

luar negri (shadow price of foreign exchange), yang akan meningkatkan nilai produk yang diperdagangkan karena muncul premium terhadap nilai tukar luar negeri yang disebabkan oleh kebijakan perdagangan, dan 2) menggunakan nilai tukar resmi dan menerapkan faktor konversi terhadap opportunity cost atau nilai pemanfaatan barang yang tidak diperdagangkan yang dinyatakan kedalam nilai tukar domestik. Faktor konversi tersebut akan mengurangi nilai barang yang tidak diperdagangkan relatif terhadap barang yang diperdagangkan yang memungkinkan adanya premium nilai tukar. Disebabkan karena analisis finansial maupun analisis ekonomi menggunakan pendekatan yang berbeda, maka perhitungan yang digunakan juga berbeda. Lebih rinci pada Tabel 4 dapat dilihat unsur-unsur yang membedakan kedua alat analisis tersebut.

Tabel 4. Unsur-unsur Perbedaan dalam Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi

UNSUR FINANSIAL EKONOMI

HARGA Harga yang dipakai adalah harga yang berlaku setempat (market price) atau harga yang diterima pengusaha

Harga yang dipakai adalah harga bayangan (shadow price), yang merupakan opportunity cost

SUBSIDI Besarnya subsidi menambah manfaat industri

Subsidi merupakan biaya. Harga pasar harus disesuai kan untuk menghilangkan pengaruh subsidi. Jika subsidi menurunkan harga barang-barang input, maka besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-barang input.

PAJAK Besarnya pajak diperhitung kan dalam biaya industri

Pajak tidak diperhitungkan dalam biaya industri, karena merupakan

transfer payment

UPAH Upah yang digunakan adalah upah yang berlaku setempat

Upah yang digunakan adalah upah bayangan (shadow price)

BUNGA MODAL

Bunga modal dibedakan atas: xBunga yang dibayarka

kreditor dianggap biaya xUntuk bunga modal tidak

dianggap biaya

Besarnya bunga modal biasanya tidak dipisahkan/ dikurangkan dari hasil kotor, atau tidak diperhitungkan dalam biaya.

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

[image:47.612.133.509.292.473.2]

Total luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2006 sejumlah 6.074.926 ha, dari jumlah tersebut sejumlah 4.582.733 ha atau 75,4 % berada di Pulau Sumatera dengan lahan terluas di Provinsi Riau yaitu 1.409.715 ha6. Luas dan produksi kelapa sawit di Provinsi Riau tersebar di berbagai kabupaten kecuali Kabupaten Pekanbaru dengan komposisi sebagai dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Luas (ha) dan Produksi (ton) Kelapa Sawit di Provinsi Riau

No. Kabupaten Luas

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1. Kuantan Singingi 128.169 732.675 5,72

2. Indragiri Hulu 146.791 627.206 4,27

3. Indragiri Hilir 77.787 79.609 1,02

4. Pelalawan 197.356 481.658 2,44

5. Siak 131.168 420.031 3,20

6. Kampar 215.033 520.648 2,42

7. Rokan Hulu 338.661 412.627 1,22

8. Bengkalis 90.808 158.644 1,75

9. Rokan Hilir 136.606 335.901 2,46

10. Pekanbaru 0 0 0,00

11. Dumai 19.020 5.361 0,28

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Riau Tahun 2004.

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa produktivitas lahan di Kabupaten Kuantan Siningi untuk komoditi kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Provinsi Riau. Selain itu, Kabupaten Kuantan Singingi secara adminstratif sangat strategis karena berdekatan dengan Provinsi Jambi yang juga merupakan penghasil kelapa sawit.

Dilain pihak, Kabupaten Kuantan Singingi dalam beberapa tahun ini mengalami defisit energi yang terlihat dari adanya pemadaman bergilir aliran listrik dan dibeberapa daerah belum ada penerangan listrik serta seringkali karena

6 Derektorat Jenderal Perkebunan “Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia Sangat

(48)

terlambatnya pasokan BBM dari Pulau Jawa maka seringkali SPBU kehabisan stok BBM.

Pencarian energi alternatif merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan defisit energi yang terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi. Dengan produksi kelapa sawit yang sangat besar dibandingkan dengan kabupaten lain yang terdapat di Provinsi Riau maka produksi limbah cair (liquid waste) juga akan semakin banyak. Saat ini, pemanfaatan limbah cair (liquid waste) oleh perusahaan kelapa sawit (PKS) yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi hanya sebatas sebagai pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit.

Peluang pemanfaatan limbah cair (liquid waste) menjadi biodiesel di Kabupaten Kuansing sangat besar. Selain ditunjang oleh adanya bahan baku yang berlimpah dan tenaga kerja yang banyak, peluang tersebut diperbesar oleh sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pemerintah daerah seperti jalan raya dan juga pembanguna pelabuhan.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu untuk mengetahui lokasi yang strategis untuk pendirian pabrik biodiesel di Kabupaten Kuantan Singingi. Tujuan ini akan dianalisis dengan menggunakan Location Quotient (LQ) dan

Specialization Indeks (SI).

Selain itu, analisis finansial perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari pembangunan pabrik biodiesel jika dikombinasikan dengan pabrik pengolahan kelapa sawit maupun pembangunan pabrik biodiesel yang terpisah dari pabrik pengolahan kelapa sawit. Analisis tersebut meliputi analisis

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Break Event Point (BEP).

(49)

menetapkan strategi dari rangkaian diagram operasionalnya. Berikut dicantumkan skema kerangka berpikir yang diuraikan dimuka.

Kebutuhan Energi Kabupaten Kuantan Singingi Ketersediaan Energi Kabupaten Kuantan Singingi Defisit Energi Kabupaten Kuantan Singingi Alternatif Energi Limbah Cair (Liquid Waste) PKS

Pabrik Biodiesel

Alternatif Lokasi Pendirian Pabrik

Biodiesel

Kombinasi antara PKS dan Pabrik

Biodiesel

Pabrik PKS dan Biodesel Berdiri Sendiri-sendiri

Analisis Lokasi (LQ dan SI)

Analisis Finansial (NPV, IRR, BEP)

Program Pemerintah

Analisis SWOT

Analisis Internal Analisis Eksternal

Strategi Pengolahan Limbah Cair (Liquid Waste) Menjadi Biodiesel di Kabupaten Kuantan Singingi

(50)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian mulai dari bulan November 2007 sampai Desember 2007.

3.3. Jenis Data, Sumber Data, dan Responden

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pemilik PKS, masyarakat, dan stakeholder-stakeholder yang terkait. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil-hasil kajian yang telah dipublikasikan maupun yang tidak oleh dinas-dinas terkait, LSM, maupun dari institusi pendidikan, dan lainnya. Antara lain: (a) Riau Dalam Angka, (b) Kabupaten Kuantan Singingi dalam angka, (c) Indeks harga konsumen skala propinsi dan kabupaten serta harga-harga mesin pabrik, (d) statistik kelapa sawit nasional, regional dan kabupaten, (e).

Responden dalam penelitian ini terdiri dari tiga kelompok yaitu masyarakat, pemerintah dan industri pengolahan kelapa sawit (PKS). Sistem pemilihan responden menggunakan metode proposive sampling. Responden untuk kelompok masyarakat terdiri dari masyarakat yang ada disekitar pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) dimana tiap PKS diambil 2 orang. Untuk pemerintah terdiri dari (a) Gubernur Provinsi Riau, (b) Bupati Kabupaten Kuantan Singingi, (c) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Riau, (d) Kelapa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi, (e) Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, (f) Kelapa Dinas Perkebunan Kabupaten Kuantan Singingi, dan (g) Dinas-dinas yang terkait dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

(51)
[image:51.612.133.510.95.349.2]

Tabel 6. Alat Analisis

Tujuan Motode Analisis Output

Menentukan lokasi yang

strategis untuk pembangunan pabrik biodiesel yang berbasis limbah cair (liquid waste) kelapa sawit.

- Location Quetient

(LQ).

- Specialization Indeks

(SI).

Alternatif lokasi pembangunan pabrik biodiesel yang berbasis limbah cair (liquid waste) kelapa sawit.

Mengetahui layak tidaknya pembangunan pabrik biodiesel yang berbasis limbah cair (liquid waste) kelapa sawit.

- Net Present Value

(NPV).

- Internal Rate of Return

(IRR).

- Break Even Point

(BEP).

Layak tidaknya pembangunan pabrik biodiesel yang berbasis limbah cair (liquid waste) kelapa sawit.

Merencanakan program pengembangan

pembangunan pabrik biodiesel yang berbasis limbah cair (liquid waste) kelapa sawit.

Analisis SWOT (strengts,

weaknesses,

opportunities,threats)

Program-program

pengembangan pabrik biodiesel yang berbasis limbah cair (liquid waste) kelapa sawit.

3.4.1Location Quotient (LQ)

Metode LQ digunakan untuk mengetahui sektor-sektor basis dan non basis dari sub sektor perekonomian di masing-masing kabupaten. Penerapan metode LQ di lokasi penelitian didefinisikan sebagai pembanding antara pangsa relatif sektor i (kelapa sawit) terhadap output wilayah (kabupaten) dengan pangsa relatif sektor i terhadap output wilayah (provinsi). Persamaan yang digunakan untuk menentukan suatu sektor ekonomi merupakan sektor basis atau bukan basis kelapa sawit di kabupaten Kuantan Singingi di formulasikan sebagai berikut:

X

Xi

X

Xi

LQi

L L

/

/

Dimana:

LQi= Indeks Location Quotient komoditas i

XiL = Ouput sektor i (kelapa sawit) di lokasi penelitian (kabupaten) XL = Total output di lokasi penelitian (kabupaten)

(52)

Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis dan non basis adalah jika nilai indeks LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) maka komoditas tersebut termasuk dalam sektor basis, sedangkan bila nilainya sama dengan atau lebih kecil dari satu (LQ < 1) maka tidak termasuk dalam sektor basis.

3.4.2Specialization Indeks (SI)

Specialization Indeks merupakan salah satu indeks yang menggambarkan pembagian wilayah berdasarkan aktivitas (komoditas) yang ada. Atau dengan kata lain untuk melihat kecenderungan komoditas (khususnya kelapa sawit) pada kabupaten Kuantan Singingi yang bisa berspesialisasi. Kemudian kabupaten tersebut menjadi pusat komoditas kelapa sawit. Persamaan Specialization Indeks adalah :

¦

¸¸

¹

·

¨¨

©

§

n i l j il ij

X

X

X

X

SIi

1

2

1

Dimana:

Xij = Ouput sektor i di Kabupaten Kuantang Singingi

XiL = Total output di Kabupaten Kuantang Singingi

Xj = Jumlah output sektor j (kelapa sawit)

XL = Total output sektor/kabupaten (Kabupaten Kuantang Singingi)

Kriteria :

1. Jika nilainya mendekati 0 be

Gambar

Tabel 1. Ketersediaan Energi Fosil di Indonesia.
Tabel 4. Unsur-unsur Perbedaan dalam Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi
Tabel 5. Luas (ha) dan Produksi (ton) Kelapa Sawit di Provinsi Riau
Tabel 6. Alat Analisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan usaha koperasi memberikan kontribusi pendapatan untuk mensejahterakan anggotanya yang dapat dirasakan oleh para nelayan anggota koperasi dengan adanya perbedaan

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

International Wildlife Symposium 2016 Bandar Lampung, Indonesia PHYTOTELMATA SPECIES AND ITS DISTRIBUTION IN. SOUTH

Menurut dari hasil penelitian dari (Aprilia, 2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan didapatkan hasil yang berpengaruh secara signifikan terhadap

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif.. 3) Membandingkan hasil wawancara antara guru pondok dengan santri- santri di pondok terkait dengan pembelajaran berbasis

User dapat mengetahui nama anggota beserta alamat anggota yang belum mengembalikan buku beserta tanggal buku tersebut harus di kembalikan Sistem harus dapat melakukan

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan CVRP menggunakan algoritma sweep, diperoleh total jarak tempuh kendaraan yaitu 142.9 km

Apakah ada pengaruh positif dan signifikan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Price to Book Value terhadap Harga Saham pada perusahaan manufaktur sub-sektor makanan dan