MODEL PARTISIPASI GREEN COMMUNITY DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN GREEN WASTE LINTAS RUMAH
TANGGA MENDUKUNG KOTA HIJAU PURWOKERTO
EDY SUYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Partisipasi green community dalam perumusan kebijakan green waste lintas rumah tangga mendukung Kota Hijau Purwokerto adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
RINGKASAN
EDY SUYANTO. Model Partisipasi Green Community dalam Perumusan Kebijakan Green Waste Lintas Rumah Tangga Mendukung Kota Hijau Purwokerto, di bawah bimbingan ENDRIATMO SOETARTO, SUMARDJO dan
HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Permasalahan Kota Purwokerto cukup kompleks, tidak bisa ditangani sekedar berbasis proyek, tetapi harus secara komprehensif dengan visi ke depan. Mewujudkan kota yang hijau, tidak hanya tugas pemerintah saja, tetapi harus ada dukungan partisipasi penuh masyarakatnya. Goodwill dan political will dari pemerintah dalam mewujudkan kota hijau harus didukung masyarakatnya.
Pemerintah beberapa waktu lalu telah menerapkan teknologi pengolahan sampah untuk meminimalisasi jumlah sampah (zero waste) menuju green waste, namun belum berhasil. Diperlukan partisipasi masyarakat dalam upaya mengurangi jumlah sampah rumah tangga dan perbaikan kebijakan. Strategi kebijakan untuk mengembangkan kebijakan saat ini, sehingga dapat menjawab dan memecahkan permasalahan yang dihadapi perlu dibuat.
Permasalahan dirumuskan sebagaiberikut (1) aktor-aktor manakah yang dominan dapat menggerakkan green waste menuju terbentuknya green community dalam membangkitkan partisipasi elemen masyarakat mendukung Kota Hijau Purwokerto?, (2) bagaimanakah transformasi green community berbasis “proyek” menjadi berbasis
“komunitas” mampu berpartisipasi dalam green waste lintas rumah tangga upaya mendukung P2KH Kota Purwokerto? dan (3) bagaimanakah formulasi rumusan kebijakan dan strategi green waste lintas rumah tangga serta membangun model green waste berbasis partisipasi green community mendukung Kota Hijau?Purwokerto.
Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model partisipasi green community dalam green waste lintas rumah tangga mendukung program pengembangan kota hijau. Tujuan khusus adalah menganalisis (1) aktor-aktor lingkungan yang dominan dan mampu memunculkan elemen masyarakat sehingga berpartisipasi dalam green waste lintas rumah tangga, (2) transformasi green community berbasis proyek menjadi berbasis sosiologi dalam partisipasi pengelolaan sampah rumah tangga green waste
upaya mendukung program pengembangan kota hijau, (3) strategi kebijakan Pemda dalam pengelolaan sampah dan (4) membangun model green waste berbasis partisipasi green community dan menyusun formulasi strategi kebijakan pengelolaan sampah mendukung program pengembangan kota hijau.
Penelitian ini dianalisis dan dirancang sebagai berikut: (1) aktor-aktor dominan penggerak green waste lintas rumah tangga menuju terbentuknya green community
upaya membangkitkan partisipasi elemen masyarakat mendukung kota hijau. Pendekatan kuantitatif, pengambilan responden kepala keluarga, rukun tetangga, rukun warga dan nasabah bank sampah menggunakan proposiona random sampling, pemulung menggunakan area sampling dan. Analisis statistik yang digunakan adalah deskriptif dan path analysis. (2) partisipasi green community dalam green waste lintas rumah tangga. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif triangulasi, analisis interaktif, pengambilan informan purposive sampling. (3) strategi kebijakan dan permodelan pengelolaan sampah. Analisis yang digunakan adalah Analisis Hierarki Proses (AHP) dan sistem dinamik dengan powersim.
Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk Kota Purwokerto adalah (a) tingkat mortalitas yang menurun disebabkan karena faktor usia harapan hidup meningkat, kebersihan dan kesehatan semakin terjamin, serta faktor alam seperti bencana alam yang semakin rendah dan (b) tingkat kelahiran tinggi. Hal ini disebabkan karena faktor demografi, pandangan masyarakat, meningkatnya kesadaran pentingnya kesehatan, meningkatnya keadaan gizi, (c) tingkat urbanisasi dan (d) faktor “budaya”. Kondisi lingkungan sosial masyarakat termasuk katagori relatif baik. Hal ini dapat dilihat dari pendidikan meningkat, kondisi kesehatan meningkat, tingkat kriminalitas semakin menurun. Kondisi ekonomi masyarakat semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya berbagai fasilitas. Kualitas lingkungan budaya cukup kondusif, walaupun terjadi “degradasi”. Bahasa familier digunakan adalah dialek ngapak, dengan karakter masyarakatnya yang cablakadengan simbol “Bawor”.
Terjadi transformasi green community dari semula berbasis “proyek” menuju ke
berbasis “komunitas”. Hal ini cukup baik dalam menjaga kesinambungan green community. Partisipasi aktor green community dalam green waste sampai saat ini sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan meliputi yaitu (a) kelembagaan,(b) pendanaan, (c) menggerakaan atau memberdayakan masyarakat dengan menerapkan pola kerigan, (d) teknis operasional pengelolaan sampah dengan pola
3R (reduse, reuse dan recycle,(e) melakukan kegiatan membersihkan sungai, kegiatan ini dikenal operasi “serangan fajar”, (f) koordinasi denganTNI-AD, (g) melaksanakan penghijauan, (h) sosialisasi program pengembangan kota hijau, pola 3 R (reduse, reuse
dan recycle), (i) Pembinaan dan pembentukan bank sampah, (j) kerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup, Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang dalam pengelolaan sampah, (k) kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kebudayaan dalam mensosialisasikan tentang bank sampah kepada siswa SMPN dan (l) kerjasama dengan stakeholders dalam pengadaan sarana prasarana tempat sampah.
Hasil AHP tentang kebijakan pengelolaan sampah menunjukkan bahwa partisipasi green community dalam pengelolaan sampah merupakan prioritas pertama, prioritas kedua pola 3R, prioritas ketiga penegakan hukum dan keempat pemilahan sampah . Kriteria kebijakan kota hijau prioritas pertama kota bersih, lalu biaya dan ketiga pendapatan. Aktor yang menjadi pertimbangan dalam kebijakan adalah prioritas pertama masyarakat, lalu Pemda, ketiga LSM/ bank sampah, keempat pengusaha dan terakhir pemulung. Sistem dinamis dengan sub-model demografi, sub-model persampahan dan sub-model partisipasi, berdasarkan uji validitas AME semuanya valid. Strategi kebijakan dalam mendukung kota hijau adalah melakukan pembentukan green community, pendirian bank sampah, mendirikan beberapa ruang terbuka hijau berupa taman kota, program yang dirintis adalah paradigma green waste lintas rumah tangga dengan mengedepankan ekoliterasi dan ekodesain, revitalisasi manajemen pengelola sampah, deposit sampah, asuransi kesehatan sampah, pendirian taman “KEHATI”, Taman Buah dan Rita Theme Park, dan pelaksanaan Festival Purwokerto Bersih serta pembentukan Perda insentif dan desintensif dalam green waste lintas rumah tangga.
SUMMARY
EDY SUYANTO. Green Community Participation Model in Policy Formulation of Cross Domestic Green Waste Supporting Green City Purwokerto. Under Supervisors of ENDRIATMO SOETARTO, SUMARDJO and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
The complex issues in Purwokerto cannot be solved by only project-based solution but it should be comprehensive and visionary. Creating a green
city does not only rely on Government‟s hand but also relies on its people.
Thus, goodwill and political will initiated by the government should be supported by the people.
Government has implemented a technology on waste management from zero waste to green waste even though that was not optimally performed. It requires people participation to reduce the domestic waste as well as a policy improvement. Therefore, a policy strategy to revise the current policy to solve the problem is necessarily formulated.
The problem statements were formulated as follows. (1) Which actors are dominant to support green waste to be green community in motivating people to support Green City Purwokerto?, (2) how is the transformation of project-based green communityto be the community-based one able to participate in cross domestic green waste as an effort to support The Development Program of Green City (P2KH) in Purwokerto? And (3) How is the strategy and policy formulation of cross domestic green waste as well as to build a model of green community participation-based green waste to support Green City Purwokerto?
The main objective of this research is to build a participation model of green community in cross domestic green waste to support development program of green city. Meanwhile the specific objectives include analyzing (1) environmental dominant actors who are able to make people participate in cross domestic green waste, (2) a transformation of project-based green community to be sociological-based one to participate in cross domestic green waste as an effort to support The Development Program of Green City, (3) Local Administration policy strategy on waste management and (4) building a green waste model based on green community participation as well as formulating a policy strategy on waste management which supports development program of green city.
This research was analyzed and designed as follows: (1) the dominant actors of cross domestic waste to realize green community as the effort to
increase people‟s participation to support green city. Quantitative approach
The results show that the dominant leading actors of green waste come from green community, waste bank administrator and waste managers of ten-house unit. Then the causal factors of increased domestic waste (a) the increasing population (b) the increasing economic welfare, (c) the change of consumption pattern, (d) social life style.
Furthermore, several causal factors of the increased population in Purwokerto are (a) the decreased mortality rate due to improved life span, sanitation and health, including natural factors such as low potential disasters and (b) high birth rate. It is caused by factor of demography, social view, increased health awareness, as well as improved nutrition, (c) urbanization, and (d) cultural factor. The social environment condition of is relatively good. It is indicated by the improved education, better health condition, and decreased crime level. The economic condition is better as many facilities are improved. The cultural environmental condition is relatively favorable
although „degradation‟ occurs. Vernacular language commonly used is
ngapak, which is in accordance with their original character, cablaka
symbolized by “Bawor”.
Transformation of green community occurs, from project-based to community based. It brings positive impact on the green community sustainability. The participation of green community actors in green waste has been relatively good. It can be shown in several activities including (a) institution, (b) funding, (c) social empowerment by applying kerigan pattern, (d) waste management technique by 3 R (reduce, reuse and recycle), (e)
Cleaning river activities called as „dawn operation‟, (f) joint coordination with
Indonesian Army, (g) reforestation, (h) socialization for Development Program of Green City, by 3 R (reduce, reuse and recycle), (i) establishing waste deposits, (j) building cooperation with Environmental Agency, Cleaning and Landscaping Agency in waste management, (k) establishing cooperation with Culture and Education Agency to socialize waste deposits towards Junior High School students and (l) cooperation with stakeholder in terms of trash can facilities.
The AHP results on the waste management policy show that green community participation in waste management takes the first priority, then the second is 3R pattern, the third is law enforcement and the fourth waste sorting. Then, the criteria for green city priority successively are clean city, cost and income. The actors to be taken into account in formulating policy are society, local administration, NGOs/waste deposits, entrepreneurs, and the last, scavengers. Dynamic system by demographic sub model, waste sub-model, and participation sub model, based on AME validity test, are valid. Policy strategy to support green city is conducted through the establishment of green community, waste deposits, green open rooms such as city parks, establishing cross domestic green waste paradigm which emphasizes on ecoliteracy, ecodesign, management revitalization, waste deposits managers, waste health
insurance, the establishing of “KEHATI” park, Fruit Park and Rita Theme
Park, holding Purwokerto Bersih (Clean) Festival as well as formulating incentive and disincentive local regulation on cross domestic green waste.
©HakCiptamilik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantum kan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
MODEL PARTISIPASI GREEN COMMUNITY DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN GREEN WASTE LINTAS RUMAH
TANGGA MENDUKUNG KOTA HIJAU PURWOKERTO
EDY SUYANTO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup.
1. Prof. Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng
(Guru Besar pada Teknik Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB) 2. Dr.Ir. Etty Riani, MS
(Staf Pengajar Ekotoksikologi Pada Program MSP IPB)
Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi
1. Prof. Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng
(Guru Besar pada Teknik Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB) 2. Dr.Ir. Akhmad Iqbal, MSi
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan ke hadlirat Allah SWT karena atas rahmat dan berkah-NYA, akhirnya saya dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul:
“Model Partisipasi Green Community dalam Perumusan Kebijakan Green Waste
Lintas Rumah Tangga Mendukung Kota Hijau Purwokerto”, dengan segala keterbatasan, kelemahan dan kekurangannya.
Selama dalam perjalanan studi dan proses penyelesaian disertasi ini, saya telah berhutang budi dan dibantu banyak pihak, baik berupa bantuan moril dan materiil, pencerahan ilmu, penguatan hati dan perhatian serta berbagai kemudahan fasilitas. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya ingin menghaturkan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada beberapa pihak yang tidak bisa saya sebut semuanya.
Rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya saya haturkan kepada komisi pembimbing :Yth. Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. (ketua komisi pembimbing), Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS, dan Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA (anggota komisi pembimbing) dengan penuh dedikasi dan kesabarannya telah mencurahkan segala pemikiran dan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan bobot akademis untuk disertasi ini. Di luar itu saya juga memperoleh kesabaran dan dengan segala keramahtamahan yang membesarkan hati saya di tengah kelambatan saya dalam proses penyelesaian disertasi ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada Yth. Bapak Prof. Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng (selaku dosen penguji ujian tertutupp dan Sidang Promosi terbuka) dan Ibu Dr.Ir. Etty Riani, MS (selaku dosen penguji luar ujian tertutup) serta Bapak Dr.Ir. Akhmad Iqbal, M.Si (selaku dosen penguji luar Sidang Promosi Terbuka) atas kesediaan dan kelapangan hati beliau untuk menjadi penguji luar komisi dalam ujian dan promosi ini ditengah kesibukan beliau sebagai Rektor Unsoed. Masukan dan arahannya untuk menyempurnakan dan memperbaiki disertasi saya memiliki makna yang berarti.
Rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi saya haturkan kepada Pengelola Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) dan segenap Bapak/Ibu staf pengajar pada program studi S3 PSL Sekolah Pascasaarjana Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberi bekal ilmu selama dalam proses perkuliahan. Bekal ilmu berupa teori, metodologi dan kasus-kasus sangat besar maknanya dalam ikut mewarnai disertasi saya ini. Terima kasih juga saya haturkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS (selaku ka-Prodi PSL) yang selalu mendorong dan menyemangati kami untuk segera menyelesaikan kewajiban tugas belajar kami.
Penelitian Disertasi tahun anggaran 2015 sehingga ikut memudahkan dalam proses penyusunan disertasi saya ini.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada para responden yaitu Bapak Hendri, S.Pn, selaku Ketua Bank Sampah Arcawinangun dan Ketua Green Community Purwokerto, Bapak Dr. Zulhan, M.Ag selaku Akademisi pemerhati lingkungan IAIN Purwokerto juga Ketua Bank Sampah Berkoh “Mandiri” dan juga selaku Pengelola LPPM- IAIN Purwokerto. Tak lupa terima kasih yang luar biasa saya sampaikan kepada segenap informan penelitian atas segala informasinya yang sangat berharga. Semoga Allah membalas jasa baik beliau semua. Amiin.
Ucapan terima kasih yang tiada terhingga saya dedikasikan untuk teman-teman seperjuangan PSL SPs 2011 dalam membangun kebersamaan, persahabatan dan keakraban di Kampus IPB. Semoga silaturahmi kita terus terjaga.
Rasa hormat dan terima kasih saya persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta yang telah berjuang secara maksimal untuk pendidikan saya doa, kasih sayang, didikan moral, dukungan dan perhatian tiada henti telah saya peroleh dari beliau. Pada akhirnya, rasa terimakasih saya berikan kepada isteri Dr.Hj.Soetji Lestari, M.Si, terima kasih atas segala dukungan yang luar biasa untuk penyelesaian studi saya. Permohonan maaf yang dalam kepada anak laki-laki saya Febri Argyan Shafwan, yang harus rela banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang sebagai bapak selama saya studi dan harus rela ikut merantau di Bogor.
Akhir kata, saya berharap bahwa disertasi saya ini bisa memberikan rangsangan akademik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Model Partisipasi Green Community dalam Perumusan Kebijakan Green Waste Lintas Rumah Tangga Mendukung Kota Hijau Purwokerto.
Bogor, September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xiv
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xviii
DAFTAR LAMPIRAN xix
GLOSARI Xx
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang Masalah 1
Tujuan Penelitian 7
Perumusan Masalah, State of The Art 7
Kerangka Pemikiran Penelitian 9
Manfaat Penelitian 11
2 TINJAUAN PUSTAKA 12
Pembangunan Kota Berkelanjutan 12
Sosiologi Sebagai Landasan Teori Pendukung 16
Persepsi, Sikap dan Perilaku 16
Partisipasi Masyarakat 19
Kearifan Lokal dan Pengetahuan Masyarakat 22
Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan 24
Dampak Sampah Terhadap Lingkungan 28
Analisis AHP (Analisis Hierarki Proses ) 28
Sistem Dinamik Sebagai Alat Permodelan 30
Kajian Teori Terkait Penelitian Terdahulu 40
3 METODOLOGI PENELITIAN 45
Lokasi dan Waktu Penelitian 45
Rancangan Penelitian 45
Jenis dan Sumber Data Penelitian 46
Metode Pengumpulan Data Penelitian Definisi Operasional Variabel
Analisis Data Hasil Penelitian
47 48 52
4 SELAYANG PANDANG SEJARAH KOTA PENELITIAN 55
Pendahuluan
Sejarah Perkotaan di Indonesia
Runtuhnya Kota Banyumas dan Munculnya Kota Purwokerto
55 56 57 Kondisi Eksisting Kota Purwokerto
Wilayah Kota Purwokerto
Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah di Kota Purwokerto
5 AKTOR-AKTOR DOMINAN PENGGERAK GREEN WASTE MENUJU
TERBENTUKNYA GREEN COMMUNITY
73
Pendahuluan Pembahasan
Faktor Penyebab Meningkatnya Sampah Rumah Tangga Faktor Penyebab Meningkatnya Pertumbuhan Penduduk Analisis Penduduk; PDRB; Volume Sampah
Kondisi Lingkungan Ekonomi Kondisi Lingkungan Budaya
Aktor- Aktor Dominan Penggerak Partisipasi Green Waste Simpulan
Stategi Kota Purwokerto Menuj Kota Hijau
Transformasi Green Community dalam Green Waste 7 STRATEGI KEBIJAKAN DAN PERMODELAN GREEN WASTE
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Skala banding secara berpasangan dalam AHP 29
2. Kajian penelitian terdahulu 35
3. Matrik analisis teori penelitian terdahulu 41
4. Jumlah responden dan metode 48
5. Unit analisis, variabel, indikator, skala data 50 6. Jenis, metode, sumber, teknik analisis data 53 7. Luas wilayah per- Kecamatan Kota Purwokerto 60 8. Tata guna lahan per- Kecamatan Kota Purwokerto 61
9. Jumlah penduduk Kota Purwokerto 62
10. Tingkat pendidikan masyarakat Kota Purwokerto 62 11. Mata pencaharian penduduk Kota Purwokerto 63
12. Sarana pendidikan Kota Purwokerto 63
13. Lokasi sumber dan volume sampah Kota Purwokerto 65
14. Penempatan tong sampah 65
15. Lokasi transper depo 66
16. Lokasi semi transper depo 66
17. Volume sampah terangkut 67
18. Sarana Kesehatan Purwokerto 74
19 Rata-rata sampah terangkut ke TPA 81
20. Laju Timbunan Sampah Kota Purwokerto 82 21. Besaran Timbunan Sampah Kota Purwokerto 82 22 Hasil proyeksi laju pertumbuhan penduduk 83
23 Kondisi sosek kepala keluarga 88
24 Rata-rata PDRB Kota Purwokerto 89
25 Sarana Perdagangan Kota Purwokerto 91
26. Pengetahuan tentang pola kerigan 99
31 Perilaku dalam pengelolaan sampah 105 32. Partisipasi dalam pengelolaan sampah rumah tangga 107 33. Pengaruh langsung dan tidak langsung 111
34. Usia pemulung 122
35. Pendidikan formal pemulung 122
36. Pekerjaan pemulung 123
37. Lama bekerja sebagai pemulung 124
38. Jam operasional pemulung 124
39. Jenis sampah didapat pemulung 125
40 Perilaku pemulung dalam pemilahan sampah 126
41. Banyaknya sampah disetor pemulung 126
42. Pendapatan rata-rata pemulung 127
43. Frekuensi setor sampah 127
44. Peruntukkan hasil tabungan sampah 128
45 Pendapat tentang bank sampah 129
46. Partisipasi bank sampah 129
47 Banyaknya setor sampak ke bank sampah 130 48. Rata-rata nasabah menabung di bank sampah 130
49 Frekuensi nasabah setor sampah 130
50. Peruntukkan hasil tabungan di bank sampah 131 51 Kuantitas sampah dikelola bank sampah 148
52. Anggota bank sampah 148
53 Nilai prioritas kelompok kepentingan 178 54. Nilai pembobotan pada level Kriteria stakeholder 179 55 Nilai pembobotan pada level kriteria 180 56 Nilai prioritas alternatif kebijakan pengelolaan sampah rumah
tangga Kota Purwokerto. 182
57. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan 195 58. Perbandingan pertumbuhan penduduk Kota Purwokerto 196
59. Jumlah penduduk aktual dan simulasi 198
60. Tata guna lahan 199
62 Perbandingan produksi sampah emfirik dan simulasi 202 63. Produksi sampah aktual dan simulasi 203
64. Produksi sampah dan bank sampah 204
65 Hasil simulasi anggota bank sampah 205 66 Perbandingan data bank sampah referensi dan simulasi 207 67. Volume sampah dan anggota bank sampah tanpa dan dengan
intervensi 210
68. Hasil kriteria path atau analisis jalur 227
69. Peringkat criteria 236
70. Daftar responden AHP 237
DAFTAR GAMBAR
No Hal.
1. Kerangka pemikiran penelitian 10
2. Kerangka penyelesaian masalah penelitian 11 3. Elemen-elemen tiga pilar pembangunan berkelanjutan 12
4. Diagram input- output 33
5. Peta administrasi Kabupaten Banyumas 45 6. Diagram alir biaya pengelolaan sampah 69
7. Prediksi timbunan volume sampah 84
8. Prediksi hubungan jumlah penduduk dengan timbunan sampah 85 9. Komposisi jenis sampah organik dan an-organik 85 10. Komposisi jenis sampah domestik dan non-domestik 86
11. Komposisi jenis sampah domestik 86
12. Komposisi jenis sampah non-domestik 87
13. Khierarkhi proses AHP 188
14. Causal loop model pengelolaan sampah berbasis partisipasi 191
15. Hasil simulasi jumlah penduduk 194
16. Penduduk Kota Purwokerto 197
17. Penduduk referensi dan simulasi 197
18. Perilaku model jumlah penduduk 199
20. Anggota bank sampah hasil simulasi 202 21. Perilaku model produksi sampah hasil simulasi 203 22. Perilaku model produksi bank sampah 204 23. Hasil simulasi anggota bank sampah 205
24. Anggota (nasabah) bank sampah 206
25. Perilaku bank Sampah referensi dan hasil simulasi
bank sampah 207
26. Sampah dimanfaatkan bank sampah, jika dilakukan intervensi
atau kontribusi pelatihan 209
27. Anggota bank sampah tanpa intervensi /kontribusi dan dengan
Intervensi/kontribusi 209
28. Diagram alir model partisipasi pengelolaan sampah ( intervensi) 231 29. Diagram alir model partisipasi dalam pengelolaan sampah 232
DAFTAR LAMPIRAN
1 Proses path analisys 226
2 Persamaan path analisys 226
3 Matrik korelasi 227
4 Diagram alir model partisipasi dengan intervensi 231 5 Diagram alir model partisipasi tanpa intervensi 232
6 Hasil AHP 233
7 Daftar responden pakar lingkungan dan persampahan 237 8 Persamaan matematik sistem dinamik 238
GLOSARI
Anyar : Baru
Bebasan : Ungkapan bahasa kasar Banyumasan
Bawor : Simbol masyarakat Banyumas yang jujur
Babad pasir : Legenda sejarah Kamandaka
Cablaka : Apa adanya, terkesan tanpa unggah ungguh
Blakasuta : Bicara terus terang, terkesan jujur
Thuk melong : Bicara terus terang, dan jujur apa adanya Damaning menungsa
mahanani rahayuning nagara
: Tugas hidup manusia adalah menjaga keselamatan negara
Gili : Jalan
Glowehan : Bercanda
Hamangku bumi : Hubungan manusia dengan lingkungan alam
Kerigan : Kerjabakti komunal masyarakat banyumas
Kenthongan : Seni musik masyarakat Banyumas, terbuat dari
bamboo dimainkan oleh 20-30 orang Semblothongan : Bicara lugas dan tegas terkesan kasar Rahayuning bawana
kapurba wasktaning manungsa
: Kesejahteraan dunia tergantung manusia yang memiliki ketajaman rasa
Rahayuning manungsa darmadi karana kamanungsane
: Keselamatan manusia oleh manusia itu sendiri
Ngapak : Dialek bahasa Jawa Banyumasan
Rogol, tibo : Jatuh
Wong lanang wenang : Laki-laki (suami) memiliki otoritas terhadap istrinya
Legenda : Sejarah
Bank sampah, nyulap runtah jadi rupiah
: Bank sampah menjadikan sampah jadi uang
Gagian padha melu nyengkuyung bank sampah
: Mari pada ikut menjadi nasabah bank sampah
Sarkstik : Kalimat cenderung kasar dan saru
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kajian tentang sejarah perkotaan di Indonesia beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan cukup pesat. Kajian ini berkembang akibat dari pengaruh perkembangan tentang sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, bergeser ke perkotaan. Kota-kota mulai bergerak menuju ke arah identitas baru dan meninggalkan identitas lama. Perubahan ini hasil dari penerapan modernisasi yang dimulai pada awal abad ke-20 selain itu juga karena perubahan persepsi masyarakatnya tentang modernitas (Marganda 2010).
Kota dengan segala simbol kemajuan ekonomi dan modernitasnya menjadi daya tarik bagi penduduk untuk mengadu nasib di perkotaan. Gelombang urbanisasi dan pesatnya perkembangan penduduk perkotaan membawa persoalan-persoalan sendiri seperti kemiskinan, kriminalitas,prostitusi, aborsi dan kesehatan. Mengatasi masalah perkotaan tersebut, maka Kementerian Pekerjaan umum menggulirkan program kota hijau (green city).
Kota hijau (green city) adalah kota salah satu instrumennya adalah pengelolaan sampah berparadigma ramah lingkungan (green waste). Upaya melaksanakan kegiatan tersebut, maka perlu dibentuk green community sebagai strategi meningkatkan kualitas dan kuantitas lingkungan. Program ini dapat berjalan dengan baik sayogianya melibatkan potensi sosial- budaya yang ada di masyarakat, yaitu ntara lain adalah kearifan lokal yang menjadi modal sosial. Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia menggulirkan program pengembangan kota hijau (P2KH) untuk mewujudkan kota hijau. Sementara itu. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK-RI) menggulirkan program bank sampah dan ini merupakan salah satu intrumen untuk penilaian kota “Adi pura”.
Pesatnya pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi masyarakat, perubahan gaya hidup, menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial, ekonomi, lingkungan di perkotaan dan menimbulkan permasalahan yang kompleks. Pembangunan kota menimbulkan dampak negatif (Ernawi 2012) yaitu (1) ketidak seimbangan ekologi, (2) meningkatnya volume timbunan sampah, terangkut 40 persen dan diolah hanya 5 persen , (3) fasilitas jaringan air limbah tersedia hanya 12 persen, (4) jaringan sanitasi tersedia 3 persen, (5) fasilitas air minum hanya tersedia 40 persen, (6) ruang terbuka hijau perkotaan berkurang dari rata-rata 35 persen menjadi kurang dari 10 persen, (7) lahan-lahan produktif, persawahan terus mengalami alih fungsi menjadi pabrik-pabrik maupun rumah-rumah hunian dengan laju di atas 50.000 hektar per-tahun, (8) kawasan kumuh yang menempati ruang-ruang yang bersifat lindung seperti bantaran sungai, di bawah Sutet, kolong jembatan dan kawasan resapan air sebagai ruang hunian, makin berkembang tidak terkendali, (9) partisipasi dalam pembangunan kota, relatif rendah dan (11) program pemerintah daerah kurang melibatkan potensi yang ada di masyarakat.
2
waktu dan biaya, tetapi hingga kini belum ada hasil nyata, sehingga upaya pembangunan kota berkelanjutan dalam rangka Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) menjadi terkendala. Timbul pertanyaannya, ada apa dengan kota-kota di Indonesia? Padahal wajah suatu kota-kota mengekspresikan karakter pemimpinnya serta karakter segenap masyarakat penghuninya (Sujarto 2011).
Menurut Ernawi (2012), terwujudnya kota hijau (green city) sebagai metafora kota berkelanjutan (eco city), yang berlandaskan penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu juga mampu menjawab kebutuhan dan permasalahan kota aktual melalui program pembangunan kota hijau dengan melibatkan partisipasi masyarakat (green community) beserta kearifan lokal yang ada sebagai modal sosial.
P2KH dibentuk Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2008, memiliki 8 atribut yaitu (1) green planning atau design; (2) green community; (3) green open space; (4) green transportasi; (5) green waste; (6) green water; (7) green energy; dan (8) green building. Pelaksanaan P2KH sebagai atribut kota hijau tidak berdiri sendiri, namun merupakan satu kesatuan yang integral dengan dampak saling terkait dari perwujudan masing-masing atribut (Ernawi 2012).
Program pengembangan kota hijau menimbulkan suatu pertanyaan, yaitu apakah program ini merupakan “kepanjangan” dari kepentingan negara barat, yang mempunyai berbagai kepentingan terhadap lingkungan hidup, seperti keberadaan karbon di hutan. Pertanyaan lain, adalah apakah program kota hijau ini merupakan suatu kegagalan dari perkembangan kota yang ada dewasa ini. Hal ini terkait dengan perkembangan kota yang selama ini tidak merupakan by design, tetapi merupakan by accident, dan juga perkembangan kota selama ini, tumbuh dengan sendirinya akibat pertumbuhan penduduk pedesaan dan arus urbanisasi ke perkotaan.Pertanyaan inilah yang perlu dibuktikan di kemudian hari (Soetarto 2013).
Kota hijau atau kota berkelanjutan (green city) memang program yang baik bagi keberlanjutan lingkungan hidup perkotaan, namun perlu dicermati latar belakang tumbuhnya perkotaan di Indonesia dewasa ini. Kota hijau dapat tumbuh akibat kegagalan perkembangan kota dewasa ini, memunculkan gagasan green city. Hal tersebut ada yang mengkaitkannya sebagai suatu politik dari negara barat untuk kepentingan negara mereka akibat ketidak berdayaan mengatasi lingkungan di negara tersebut.
Program kegiatan kota hijau salah satunya adalah pengelolaan sampah ramah lingkungan (green waste) yaitu pengelolaan sampah dengan 3 R (reduce, reuce dan recycle) di sumber sampah dengan melibatkan green community yaitu komunitas pencinta lingkungan. Kabupaten/kota di Indonesia, mayoritas belum memperioritaskan pengolahan sampah ramah lingkungan (green waste). Dari 400 kebupaten/kota, hanya 28 daerah yang telah mendukung deklarasi Menuju Indonesia Bersih 2020 di Surabaya, 24 Februari 2014. Tahun 2020 produsen produk berkemasan dituntut harus turut mengelola sampah green waste.
Pemerintah mentargetkan penurunan sampah secara nasional pada tahun 2020 yaitu berkurang 20 persen melalui program reduce, reuse dan recycle (3R). Banyak daerah, penghasil sampah yang belum mengumpulkan sampah di TPS, sehingga menimbulkan bau busuk mengganggu kebersihan, kesehatan serta keindahan kota. Pengelolaan sampah di daerah, sebetulnya bisa
3
namun hanya beberapa saja yang telah melakukan kerjasama tersebut.
Kota Surabaya merupakan salah satu kota “sadar mengolah sampah”, terbukti sejumlah wilayah Kota Surabaya, warganya mengolah sampah organik menjadi kompos, adapun sampah an-organik seperti kemasan disetorkan ke 180 bank sampah yang ada di Kota Surabaya. Gerakan komunal yang didukung komitmen Pemerintah Kota Surabaya, itu dapat menurunkan volume timbunan sampah dalam jumlah significant. Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharani, yang menjadi tuan rumah dalam deklarasi “Menuju Indonesia Bersih 2020”, pada tanggal 24 Februari 2014 (Kompas 2014), mengemukakan bahwa gerakan komunal dapat mengurangi volume sampah hingga 30 persen. Oleh karena itu perlu ditingkatkan gerakan komunal dalam green waste menuju terbentuknya green community.
Berdasarkan uraian tersebut, maka sudah saatnya semua pihak ikut serta mengelola sampah, baik sampah organik maupun an-organik sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Pemerintah Kota Solo mentargetkan pengolahan sampah menjadi energi listrik pada Desember tahun 2015, sedangkan di Jayapura, Badan Lingkungan Hidup Daerah telah membangun satu bank sampah pada Mei 2014. Oleh karena itu, demi “mendongkrak” daya tarik daerah mengelola sampah, maka Kementrian LHK menjadikannya pengelolaan sampah sebagai salah satu Indikator penilaian penghargaan
“Adipura”. Daerah juga diminta memiliki peta jalan untuk mendukung program
“ Menuju Indonesia Bersih 2020”.
Kehidupan masyarakat di masa lampau dalam pengelolaan sampah lebih bertumpu pada pendekatan akhir di TPA. Hal ini dilakukan dengan membuang sampah yang dihasilkan dari proses produksi dan konsumsi secara langsung ke tempat pembuangan akhir sampah (Djajadiningrat 2001).
Mewujudkan kota hijau tidak hanya tugas pemerintah saja, akan tetapi harus diusulkan, direncanakan,dilaksanakan dengan dukungan penuh masyarakatnya. Goodwill dan political will pemerintah terhadap keinginan mewujudkan kota yang bermartabat, kota yang manusiawi, harus diiringi dengan semangat masyarakatnya dalam melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi keberhasilan. Kota hijau (green city) akan bersifat spesifik bagi setiap kota, tergantung dari partisipasi, adat istiadat, etika dan nilai-nilai yang berlaku, serta pengetahuan lokal dan kearifan lokal yang ada.
Kota hijau (green city) dalam P2KH, salah satu indikatornya adalah pengelolaan sampah (green waste) dan ini berhubungan dengan partisipasi masyarakat (green community). Masalah sampah di Kota Purwokerto, meski belum separah Kota Jakarta atau kota besar yang lain, namun penduduknya cukup banyak, sehingga menyebabkan produksi sampah begitu tinggi. Kondisi ini perlu penanganan cepat dan terpadu, dengan melibatkan semua pihak, termasuk jajaran pemerintah Kabupaten Banyumas. Jika tidak, geliat pembangunan di Kota Purwokerto akan “tenggelam” dalam problematika sampah dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya, sehingga dapat menghambat pembangunan.
4
minimal 30 persen dari ruang di wilayah perkotaan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH), dengan ketentuan 20 persen RTH publik yang menjadi kewajiban pemerintah dan 10 persen RTH privat yang menjadi kewajiban masyarakat.
Permasalahan pengelolaan sampah sebenarnya bukan masalah teknologi saja, akan tetapi implementasi dari teknologi, yaitu menyangkut aspek sosial yang dapat menyebabkan masalah sosial. Problem sosial yang muncul dalam bentuk (a) rendahnya kesadaran kolektif masyarakat terhadap pengelolaan sampah, meskipun hal tersebut bukan berarti tidak dapat berubah. Problem sosial tersebut muncul karena (b) rendahnya upaya pelibatan masyarakat dan (c) proses internalisasi program. Kajian aspek sosial yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, perlu segera dilakukan. Hal inilah yang menjadi dasar munculnya kesadaran perilaku masyarakat pada tingkat tertentu dan dapat dirubah untuk tujuan perubahan (Saribanon 2007).
Komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah dinilai masih kurang, terutama dalam membangun sistem pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan. Instansi yang terkait dalam menanggapi masalah sampah, selalu mengembalikan pada persoalan teknis, keterbatasan anggaran, keterbatasan sarana prasarana, tanpa berbicara dari aspek manusianya. Solusi yang dilakukan pemerintah daerah, tidak hanya menyiapkan master plan penataan drainase, akan tetapi aspek manusia sebagai pelaku dalam pembangunan ini, memegang peranan penting, tanpa mengecilkan aspek fisik yang ada (Bebassari 2005).
Jaman dahulu membersihkan sampah dan lingkungan di wilayah Kota Purwokerto selalu dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal pola kerigan. Pola kerigan ini merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Banyumas. Pola kerigan adalah kerjabakti secara sukarela dan dikoordinir, tanpa mengharapkan imbalan. Komitmen dan dukungan pemerintah pada waktu itu tinggi dan partisipasi masyarakat berbasis pola kerigan meningkat. Lewat pola kerigan itu pula, pada tahun 1998 Kota Purwokerto mendapat penghargaan dari WHO karena berhasil membebaskan daerah itu dari serangan demam berdarah dengue (DBD). Masyarakat waktu itu menjabarkan kearifan lokal pola kerigan dalam wujud piket bersama memberantas sarang nyamuk. Hal ini merupakan bentuk kepedulian dan partisipasi masyarakat, tidak hanya berpedoman pada antroposentrisme, akan tetapi juga ekosentrisme.
Setelah pola kerigan ini ditinggalkan baik oleh masyarakat maupun pemerintah, terlihat pemerintah dan masyarakat tidak lagi memperhatikan aspek sosial, tetapi lebih memperhatikan aspek teknik dalam pengelolaan sampah. Akibatnya terjadi banjir di Kota Purwokerto, sampah menumpuk tidak terangkut, selokan banyak yang tersumbat sampah.
5
masyarakat dalam membuang sampah rumah tangga. Keberadaan bank sampah di Kota Purwokerto, merupakan salah satu tindakan nyata dari aktor masyarakat peduli lingkungan (green community), sebagai, upaya mendukung program P2KH Kota Purwokerto.
Kota Purwokerto termasuk salah satu dari 15 kota/kabupaten di Jawa Tengah, dan satu dari 60 kab/kota di Indonesia yang melaksanakan program P2KH. Adapun fokus RAKH 2011-2014 meliputi (a) green planning and design yaitu meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan rancang Kota yang lebih sensitif tehadap agenda hijau. (b) Green open space yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH sesuai dengan karakteristik kota /kabupaten melalui berbagai macam strategi. (c) green community yaitu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dan institusi swasta dalam perwujudan pengembangan kota hijau.
Program penanganan masalah lingkungan hidup, saling terkait berbagai strategi, kebijakan, rencana program aksi bagi pengembangan perkotaan berkelanjutan telah dibuat. Namun realitanya sampai saat ini pembangunan perkotaan masih menghadapi berbagai kendala yang belum terselesaikan. Kebijakan pembangunan perkotaan dan implementasinya dengan melibatkan partisipasi masyarakat berbasis kearifan lokal perlu dilaksanakan, agar tercapai pembangunan perkotaan berkelanjutan (Yogiesti 2012).
Pembangunan perkotaan berkelanjutan memiliki delapan indikator, diantaranya tentang green community dan green waste, yaitu sampah rumah tangga dengan memperhatikan partisipasi masyarakat. Hal ini menjadi penting, karena betapapun modernnya suatu teknologi dan alat pengolahan sampah dan manajemen pengelolaan sampah serta baiknya program tersebut, akan tetapi apabila tidak disertai partisipasi masyarakat dan potensi lokal yang ada di masyarakat, maka tidak akan berhasil dengan baik.
Permasalahan sampah di Kota Purwokerto dewasa ini sudah cukup krusial dan sangat “mendesak” untuk segera ditangani, beberapa permasalahan sosial timbul antara lain yaitu (a) konfliks sosial antara warga karena tidak semua sampah yang terkumpul di masing-masing TPS diangkut oleh petugas , (b) sering terjadi “keributan” antara petugas pengambil sampah dengan warga, karena tidak setiap hari sampah diambil oleh petugas, kadang tiga hari sekali, padahal iuran retribusi sampah naik terus, (c) petugas seringkali minta tambahan biaya apabila mereka mengangkut sampah rumah tangga tersebut dengan berbagai alasan, (d) kesadaran warga dalam membuang sampah masih rendah, terbukti masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan, (e) sering banjir di perumahan, di jalan utama, dikarenakan banyaknya selokan yang tersumbat sampah. Ketika diingatkan,
sering terjadi “cekcok” diantara warga. Wilayah RW V Kelurahan Berkoh,
masyarakatnya sudah sangat peduli terhadap kebersihan lingkungan sehingga mereka merasa“jengkel”, masyarakat memasang spanduk yang berbunyi:“siapa berani membuang sampan sembarangan, maka jangan salahkan kami kalau nyawa taruhannya…”.
Namun dalam prakteknya tidak semua warga mencontoh warga RW V Berkoh dalam menangani sampah. Terbukti, dalam perkembangannya, volume sampah di Kota Purwokerto semakin meningkat, padahal daya tampung sampah
6
semakin berkurang. Rencana pemerintah untuk memindahkan TPA “Gunung
Tugel” ke TPA “Kaliori” tidak berjalan “mulus”. Warga sekitar TPA “Kaliori”
menolak dan bahkan tidak mau menjual tanahnya kepada pemerintah daerah untuk dijadikan TPA. Masyarakat menghadang petugas di jalan, ketika petugas DCKKTR akan mengoperasionalkan TPA “Kaliori”.
Berdasarkan realitas dan kasus persampahan yang terjadi di Kota Purwokerto, masalah sampah sudah sedemikian rupa sehingga menimbulkan critical mass (massa kritis). Hal ini perlu penanganan yang serius baik oleh pemerintah maupun masyarakat di wilayah Kota Purwokerto. Aparat birokrasi
pada umumnya hanya mementingkan “wajah” kota saja yang diperhatikan, seperti
jalan protokol, pertokoan, perkantoran, perumahan elit, sedangkan daerah kumuh, tidak diperhatikan. Hal inilah yang menjadi kritik terhadap kebijakan dan cara kerja dari aktor pemerintah daerah.
Partisipasi aktor masyarakat (green community) Kota Purwokerto dalam mengelola lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah rumah tangga ramah lingkungan green waste, perlu sekali didukung dengan menggali potensi lokal masyarakat. Kearifan lokal (local genius) yang dimaksud yang dapat mendukung menggerakkan partisipasi masyarakat dalam rangka membangun kota hijau (green city). Sudah saatnya paradigma lama tentang pengelolaan sampah yaitu pendekatan end of pipe berubah ke paradigma baru zero waste (nir-limbah) atau green waste yaitu penanganan sampah di sumber penghasil sampah.
Pemerintah Kabupaten Banyumas, Kota Purwokerto masih terus berupaya mengatasi permasalahan sampah rumah tangga. Namun sampai saat ini TPA
pengganti “Gunung Tugel” yaitu TPA “Kaliori” masih belum siap. Padahal daya
tampung TPA “Gunung Tugel” diprediksi hanya mampu bertahan sekitar 6-7 tahun lagi. TPA “Kaliori” dinilai sampai saat ini belum siap digunakan, karena lapisan tanah yang berada di Buper Kendalisada masih cukup labil. Beberapa kali terjadi longsor, khususnya di zona II dan zona III”, sehingga saat ini masih memaksimalkan TPA “ Gunung Tugel”, dengan sisa luasan yang ada yaitu sekitar satu hektar.
Pemindahan TPA sampah “Gunung Tugel”sudah direkomendasikan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 tentang RTRW 2011-2031. Isi perda tersebut menjelaskan tentang pengolahan sampah Kota Purwokerto seharusnya menggunakan metode sanitary landfill. Metode tersebut sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah ramah lingkungan (green waste), serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81Tahun 2012 tentang Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampahnya. Metode pengelolaan sampah di TPA “Gunung Tugel” sampai saat ini kurang tepat, karena masih menggunakan metode open dumping, sehingga menimpulkan dampak lingkungan yang negatif seperti pencemaran air dan udara. Oleh sebab itu, maka di TPA “Kaliori” diprogramkan pengelolaan sampahnya menggunakan sanitary landfill dan metode ini dianggap ramah lingkungan green waste.
Penutupan TPA “Gunung Tugel” masih harus menunggu kesiapan sosial ekonomi dan budaya serta teknis operasional TPA “Kaliori”. Saat ini TPA
7
kemungkinan akan dialokasikan tahun 2016 dari APBD. Kendala yang terjadi adalah adanya penolakan masyarakat di sekitar TPA “Kaliori”, sehingga dikhawatirkan terjadi konfliks horizontal dalam pembebasan lahan.
Pembebasan lahan untuk TPA“Kaliori”, memerlukan peran aktif dari masyarakat sekitar agar bersedia lahannya di jadikan TPA. Pemda sayogyanya memiliki tingkat kepekaan sosial budaya yang tinggi, sehingga kesadaran masyarakat terbentuk dan akhirnya masyarakat akan mendukung terbentuknya kota hijau. Namun masih ada yang belum semuanya dalam hal tersebut, oleh karena itu, maka Pemda dalam pelaksanaan pembangunan kota hijau, sudah saatnya kembali mengaktifkan partisipasi masyarakat peduli lingkungan (green community) dalam pengelolaan sampah rumah tangga menuju green waste berbasis komunitas. Tentunya dengan mengaktifkan kembali kearifan lokal masyarakat, dalam bentuk pola kerigan, sehingga mendukung P2KH Purwokerto. Program ini sampai 2015 belum terlaksana dengan baik, sehingga perlu penelitian membangun model partisipasi green community dalam perumusan kebijakan green waste lintas rumah tangga mendukung kota hijau.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini, membangun model partisipasi green community dalam perumusan kebijakan green waste lintas rumah tangga mendukung kota hijau. Model ini terdiri dari tiga sub-model yaitu demografi, persampahan dan sub-model partisipasi. Adapun untuk tujuan khususnya sebagai berikut:
1. Menganalisis aktor-aktor dominan penggerak green waste menuju terbentuknya green community sehingga dapat membangkitkan partisipasi elemen masyarakat dalam pembangunan Kota Hijau Purwokerto.
2. Menganalisis transformasi green community berbasis “proyek” menuju terwujudnya green community berbasis “komunitas”yang mampu berpartisipasi dalam green waste lintas rumah tangga mendukung P2KH Kota Purwokerto.
3. Memformulasikan rumusan kebijakan dan strategi green waste lintas rumah tangga serta membangun model green waste lintas rumah tangga berbasis partisipasi green community mendukung P2KH Purwokerto.
Perumusan Masalah, State of The Art, Novelty, dan Pertanyaan Penelitian
Perkembangan jumlah penduduk Kota Purwokerto, dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan cukup significant. Tingkat ekonomi masyarakatnya semakin meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi masyarakatnya, sehingga terjadinya perubahan gaya hidup. Akibatnya berdampak terhadap volume produksi sampah yang dihasilkan masyarakat, namun demikian kondisi ini menyebabkan berbanding terbalik dengan daya tampung sampah di TPA “Gunung Tugel”.
8
maka untuk dapat menampung sampah diperlukan lahan 10 hektar dan usia TPA tidak akan sampai tahun 2016. Tercatat pada tahun 2015 lahan TPA
“Gunung Tugel” tersisa 5,4 ha.
Rencana pemindahan Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPA) dari
“Gunung Tugel” ke TPA “Kaliori” memerlukan waktu panjang. Pasalnya, TPA
“Kaliori”sampai saat ini belum siap untuk dioperasionalkan dan belum memenuhi syarat untuk menampung limpahan sampah dari TPA “Gunung Tugel”. Luas TPA “Kaliori” 5,3 hektar untuk pembangunannya menelan biaya Rp. 15 miliar dengan lima zone, namun sampai saat ini hanya satu zone yang sudah siap digunakan. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka sayogianya ditingkatkan pengelolaan sampah di sumber penghasil sampah, agar sampah yang masuh TPA “Gunung Tugel” semakin sedikit dan umur penggunaan TPA semakin panjang.
Oleh karena itu perlu meminimalisasi volume sampah bahkan perlu zero waste atau nir-limbah mendukung green waste , baik untuk sampah an-organik maupun an-organik yang masuk ke TPA. Hal ini penting dengan mengembangkan potensi lokal dalam bentuk partisipasi masyarakat. Perubahan gaya hidup dan perilaku dalam pengelolaan green waste lintas rumah tangga melalui pola kerigan upaya pembangunan kota hijau (green city) perlu dilakukan semua pihak.
Beberapa penelitian tentang pengelolaan sampah perkotaan telah dilakukan, namun demikian banyak hal yang belum terungkap dari kajian-kajian terdahulu. Oleh karena itu, novelty (kebaruan)/ dalam penelitian ini ada dikaji dari aspek substansi maupun metodologi penelitian.
Lingkup substansi: pertama, penelitian terdahulu tentang pengelolaan sampah rumah tangga, memang sudah banyak di lakukan di berbagai kota. Namun belum ada yang membahas tentang partisipasi green community dengan aktivitas bank sampah berbasis kearifan lokal masyarakat (local wisdom) dengan mengangkat pola kerigan dalam green waste mendukung kota hijau Purwokerto.
Kedua, rumusan strategi kebijakan dan mekanisme yang dilakukan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah rumah tangga green waste melibatkan partisipasi green community dan bank sampah, sehingga berperan sebagai agents of change di Kota Purwokerto. Hal ini penting, agar penyusunan kebijakan dengan melibatkan partsipasi green community, dapat diterima masyarakat (social acceptability) dan lebih efektif.
Ketiga, kedua kajian tersebut dilakukan dengan multy-dual approach yaitu menggabungkan antara aspek kearifan lokal yaitu pola kerigan dan partisipasi green community yaitu aspek sosiologi-antropologi dikaitkan dengan aspek lingkungan yaitu pengelolaan sampah.
9
community dan (c) sub model persampahan yaitu pengelolaan sampah rumah tangga ramah lingkungan (green waste). Model pertumbuhan eksponensial digunakan untuk menganalisis pertumbuhan penduduk Kota Purwokerto. Aspek sosial, ekonomi, budaya, pengetahuan, persepsi, sikap, perilaku dan partisipasi aktor green community dalam green waste Kota Purwokerto dianalisis menggunakan analisis interaktif, analisis data skunder dan analisis isi.
Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan permasalahan terkait upaya mewujudkan pembangunan kota hijau adalah:
1. Terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan volume sampah rumah tangga di Kota Purwokerto.
2. Lemahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga, akibat kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
3. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga rendah. Terlihat dalam keterlibatan pembentukan dan keterlibatan bank sampah sebagai upaya partisipasi green community.
4. Kebijakan dan implementasi pengelolaan sampah rumah tangga green waste upaya mendukung P2KH Kota Purwokerto kurang sinkron, kurang terpadu, kurang tersosialisasikan dan kurang partisipatoris. Kebijakan dalam pengelolaan sampah rumah tangga (green waste), perlu melibatkan aspek partisipasi green community dengan kearifan lokal dan perlu penataan kebijakan kelembagaan dalam pengelolaan sampah. Berdasarkan permasalahan tersebut timbul pertanyaan penelitian yaitu:
1. Aktor-aktor manakah yang dominan dapat menggerakkan green waste menuju terbentuknya green community dalam membangkitkan partisipasi elemen masyarakat mendukung pembangunan Kota Hijau Purwokerto.
2. Bagaimanakah transformasi green community berbasis “proyek” menuju terwujudnya green community berbasis “komunitas” yang mampu berpartisipasi green waste lintas rumah tangga upaya mendukung P2KH Kota Purwokerto.
3. Bagaimanakah formulasi rumusan kebijakan dan strategi green waste lintas rumah tangga dan membangun model green waste berbasis partisipasi green community mendukung Kota Hijau Purwokerto.
Kerangka Pemikiran
Pesatnya arus urbanisasi dan pembangunan di berbagai aspek/bidang di Kota Purwokerto, mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data BPS (2014), jumlah penduduk Kota Purwokerto 2013 mencapai 243. 427 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk 0,45 persen. Pertambahan jumlah penduduk Kota Purwokerto tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan hidup dan gaya hidup, berdampak terhadap peningkatan sisa-sisa buangan atau sampah dari aktivitas yang dilakukan.
Masyarakat Kota Purwokerto saat ini masih banyak yang belum perduli dan menyadari permasalahan sampah yang timbul dan dihasilkan dari aktivitas manusia. Oleh karena itu, perlu partisipasi nyata masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga ramah lingkungan green waste.
10
pengangkutan sampah, (d) biaya pengelolaan sampah di TPA, (e) keterbatasan lahan TPA dan (f) rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat
Berdasarkan kedala-kendala tersebut, maka diperlukan adanya partisipasi masyarakat upaya mengurangi jumlah timbunan sampah rumah tangga yang ada di Kota Purwokerto. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah green waste harus diupayakan ditingkatkan. Hal ini jika tanpa melibatkan masyarakat, pengelolaan sampah terus membebani pemerintah dan tekanan terhadap lingkungan akan semakin bertambah. Oleh karena itu, perlu dicari pendekatan masyarakat yang efektif, memberikan pemahaman bahwa sebenarnya sampah merupakan sumberdaya yang dapat memberikan nilai ekonomi.
Paradigma dalam pengelolaan sampah perlu berubah dari paradigma
“end of pipe” yaitu penanganan sampah di hilir (TPA) menjadi paradigma penanganan sampah di hulu dengan pengurangan di sumber sampah menuju green waste (nir limbah atau zero waste).
Kota Purwokerto melaksanakan P2KH, salah satu programnya yaitu green waste dan green community. Diperlukan adanya perbaikan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah, mengingat kontribusi penyumbang sampah paling besar dari sektor permukiman 52,85 persen. Kenyataannya, kebijakan pemda masih belum diimplementasikan dengan baik, karena sistem pengelolaan sampah green waste belum bersifat holistik dan terpadu. Kerangka pikir tersebut disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Purwokerto Kota P2KH
Green Community Green Waste
Pengelolaan Sampah
Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Lemah
Pengelolaan Sampah Belum Partisipatoris
Volume Sampah Belum Tertangani Secara Baik
Model PartisipasiGreen Community Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Kearifan Lokal P2KH
Sosial Ekonomi Lingkungan
11
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian tersebut, maka untuk penyelesaian masalah dalam penelitian ini, disajikan Gambar 2.
Kebijakan Pengelolaan Sampah Implikasi Pengelolaan Sampah
Tingkat SDM dan SDA
Kearifan Lokal Pengelolaan Sampah (GW) Mendukung Kota Hijau
Penyebab: Perilaku dan Partisipasi
. Masalah dan Dampak :(Sosial, Ekonomi dan Lingkungan)
Analisis: Faktor-faktor Dominan
mempengaruhi Kesiapan Masyarakat menuju GC dan GW
Analisis : Partisipasi GC dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (GW) dan Lingkungan
Analisis: Strategi Alternatif Kebijakan Pengelolaan sampah Rumah Tangga (GW) Mendukung Kota Hijau
Analisis : Model Partisipasi GC dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (GW) (Sub Model: Demografi; Persampahan; Partisipasi)
Faktor-faktor Dominan yg Mempengaruhi Kesiapan Masy Menuju GC dan GW
Partiisipasi GC dalam Rengelolaan Sampah Rumah Tangga GW
Strategi dan Alternatif Kebijakan dan Model Pengelolaan Sampah Berbasis Partisipasi Masy
Stat Path Analysis
Analisis Interaktif
AHP dan SISTEM Gambar 2 Kerangka penyelesaian masalah penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak dalam pengelolaan sampah rumah tangga mendukung P2KH, yaitu:
(a) Bagi Pemda, sebagai bahan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Purwokerto upaya mendukung kota hijau Purwokerto.
(b) Bagi Pengusaha, menjadikan lahan usaha dari hasil pengelolaan sampah dan ikut andil dalam membangun kota hijau Purwokerto. (c) Bagi lembaga pendidikan, sebagai bahan penelitian (risets).
12
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan Kota Berkelanjutan (Green City)
Pembangunan berkelanjutan berdasarkan pertemuan di Rio de Janeiro Brasil, tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, namun lebih luas dari pada itu. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan, bahkan sekarang ini ditambah aspek hukum dan kelembagaan. Dokumen-dokumen PBB, terutama Dokumen-dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan (sustainable develpment). Berikut disajikan gambar keterkaitan 3 pilar dari pembangunan berkelanjutan sebagaiberikut (Munasinghe 1993).
Gambar 3 Elemen-elemen tiga pilar pembangunan berkelanjutan.
Konsep pembangunan kota berkelanjutan (sustainable city atau eco city), tidak dapat dilakukan tanpa pembahasan yang kritis dan holistik tentang língkungan kota itu sendiri. Memahami lingkungan kota secara holistik berarti melihat lingkungan kota sebagai satu kesatuan yang integral, dinamik dan kompleks antara lingkungan alamiah dengan manusia dan sistem sosialnya. Pemahaman ini mengandung konsekuensi bahwa manusia harus memahami lingkungan secara holistik, tidak terbatas pada aspek fisik-alamiah semata, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, serta potitik masyarakat dalam suatu sistem waktu dan tempat yang khusus (Ernawi 2012).
13
Kebijakan pembangunan suatu perkotaan tidak dapat dipisahkan dan keterpaduan antara perencanaan lingkungan, angkutan dan penggunaan lahan. Kota-kota yang pertumbuhannya sangat cepat dan padat sering dijumpai permasalahan rnendesak dalam penggunaan lahan, transportasi dan lingkungan. Pengelolaan kota diupayakan memprioritaskan kekuatan kapasitas untuk perencanaan implementasi kebijakan melalui koordinasi yang baik terkait dengan pemerintahan di wilayah tersebut (Ernawi 2011).
Tujuan pembangunan kota berkelanjutan di negara maju, umumnya perhatiannya banyak diberikan pada konservasi dan pemeliharaan, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan buatan.Terdapat tiga hal merupakan prinsip perancangan kota yang berkelanjutan yaitu: pertama, pemakaian kembali bangunan, jalan, infrastruktur yang sudah ada, serta komponen dan material bangunan yang telah di daur ulang. Kedua, konservasi sumberdaya alam, flora, fauna, dan tata ruang. Material bangunan harus didapatkan dari sumber-sumber yang berkelanjutan. Ketiga, pola dan konstruksi bangunan harus memakai energi seminimal mungkin. Setiap bangunan harus dirancang fleksibel sehingga dapat dipakai untuk fungsi berbeda sepanjang usia bangunan (Budihardjo 2005). Upaya menciptakan kota hijau atau berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E, yaitu environment (ecology), economy (employment), equity, engagement dan energy (Budihardjo 2005).
Budimanta (2005) berpendapat bahwa untuk mencapai pembangunan kota berkelanjutan, maka dipersyaratkan aksi pencegahan penurunan aset-aset lingkungan. sehingga sumberdaya untuk kegiatan manusia dapat terus berlanjut. Menindaklanjuti hal itu, maka aksi untuk melakukan pencegahan meliputi aspek: (1) meminimalkan pemakaian atau limbah sumberdaya yang tidak dapat didaur ulang, (2) pemakaian berkelanjutan dan sumberdaya yang dapat didaur ulang, seperti air, tanaman pertanian dan produk-produk biomas dan (3) meyakinkan bahwa limbah dapat diabsorbsi secara lokal dan global (Budimanta 2005).
Susilo (2012) mengemukakan bahwa berbagal indikator keberlanjutan pembangunan kota dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu indikator ekonomi, sosialbudaya dan lingkungan. Pengelompokan ini didasarkan atas pengaruhnya terhadap keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat kota.
Kota hijau adalah kota sehat secara ekologis, kota ramah lingkungan. Kota hijau rnengembangkan teknologi energi terbaharukan dari matahari, angin, air bagi green building dan green businesses. Pada proyek restorasi lingkungan urban, taman kota dan pertanian organik, juga dalam kegiatan pribadi dengan bejalan kaki, bersepeda dan "car-free" (Wheeler 2000).
Deni (2009) mengemukakan bahwa pembangunan kota berkelanjutan bertujuan untuk:
(1) Security/safety: masyarakat dapat rnenjalankan kegiatannya tanpa takut terhadap gangguan baik gangguan buatan manusia maupun alami.
(2) Comfortability: menyediakan kesempatan bagi setiap elemen masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dalam keadaan damai. (3) Productivity: menyediakan infrastruktur yang efektif dan efisien untuk
proses produksi dan distribusi dalarn rangka rneningkatkan nilai tambah. (4) Sustainability: menyediakan kualitas lingkungan yang lebih baik tidak hanya