• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Jumlah Netrofil Dengan Nilai Enzim Jantung Dan Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor Selama Perawatan Di Rumah Sakit Pada Pasien Penderita Infark Miokard Akut Elevasi ST Segmen Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Jumlah Netrofil Dengan Nilai Enzim Jantung Dan Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor Selama Perawatan Di Rumah Sakit Pada Pasien Penderita Infark Miokard Akut Elevasi ST Segmen Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN JUMLAH NETROFIL DENGAN NILAI ENZIM JANTUNG DAN KEJADIAN KLINIS KARDIOVASKULAR MAYOR SELAMA PERAWATAN DI

RUMAH SAKIT PADA PASIEN PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT ELEVASI ST SEGMEN DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Oleh

ARFIAN AMIN NASUTION NIM: 117041019

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

HUBUNGAN JUMLAH NETROFIL DENGAN NILAI ENZIM JANTUNG DAN KEJADIAN KLINIS KARDIOVASKULAR MAYOR SELAMA PERAWATAN DI

RUMAH SAKIT PADA PASIEN PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT ELEVASI ST SEGMEN DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik Kardiologi dan Kedokteran Vaskular pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARFIAN AMIN NASUTION NIM: 117041019

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : Hubungan Jumlah Netrofil Dengan Nilai Enzim Jantung Dan

Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor Selama Perawatan Di

Rumah Sakit Pada Pasien Penderita Infark Miokard Akut Elevasi

ST Segmen Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Arfian Amin Nasution

NIM : 117041019

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler

Tanggal : 17 Desember 2014

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Zulfikri Mukhtar, Sp.JP(K)

NIP. 195610261983121001 NIP.196203211988021002 dr. Nizam Zikri Akbar, Sp.JP(K)

Mengetahui / Mengesahkan

Ketua Departemen / Ketua Program Studi/

SMF Ilmu Penyakit Jantung SMF Ilmu Penyakit Jantung

FK-USU / RSUP HAM Medan FK-USU/RSUP HAM Medan

Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K) Dr. dr. Zulfikri Mukhtar, Sp.JP(K)

NIP. 195004161977111001 NIP. 195610261983121001

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Arfian Amin Nasution

NIM : 117041019

(5)

ABSTRAK

Latar Belakang : Netrofil secara cepat akan dilepas ke sirkulasi pada keadaan stress akut seperti infark miokard akut, diikuti segera dengan peningkatan enzim jantung (CKMB dan Troponin-T).

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi antara jumlah netrofil dan enzim jantung (CKMB dan Troponin-T), dan juga menilai jumlah netrofil sebagai prediktor kejadian klinis kardiovaskular mayor (KKvM) selama perawatan di rumah sakit pada pasien dengan infark miokard akut elevasi ST segmen (IMAEST).

Metode : Penelitian dengan desain retrospektif pada 42 pasien dengan diagnosis IMAEST dengan onset ≤24 jam. Nilai netrofil dibagi berdasarkan kuartil: netrofil <10x103/µL (n=7), netrofil 10-11,8 x103/µL (n=14), netrofil 11,9-14,2 x103/µL (n=11), dan netrofil >14,2 x103

Hasil : Jumlah netrofil memiliki korelasi sedang dengan CKMB (r=0,533, p<0,0001) dan dengan troponin-T (r=0,476, p<0.001). Jumlah netrofil yang tinggi berhubungan dengan jumlah kejadian KKvM selama perawatan di rumah sakit yang lebih besar (Q

/µL(n=10). Kemudian dievaluasi kejadian KKvM yang terdiri dari kematian, syok kardiogenik, gagal jantung akut dan VT/VF selama perawatan di rumah sakit.

4vsQ1=80%vs28%), dan mortalitas (Q4vsQ1=20%vs0%) dibandingkan dengan jumlah

netrofil yang lebih rendah. Pada uji univariat, jumlah netrofil yang tinggi (>11,8x103/µL) berhubungan dengan kejadian KKvM selama perawatan yang lebih tinggi (OR=4,063, p=0.03) dibandingkan dengan jumlah netrofil yang lebih rendah (≤11,8x10 3

Kesimpulan : Jumlah netrofil berkorelasi positif sedang dengan enzim jantung (CKMB dan troponin-T) pada pasien IMAEST onset ≤ 24 jam. Jumlah netrofil juga merupakan penanda yang bermanfaat untuk memprediksi kejadian KKvM (mortalitas, syok kardiogenik, gagal jantung akut, VT/VF) selama perawatan di rumah sakit pada pasien IMAEST.

/µL). Pada uji multivariat, hanya jumlah leukosit yang merupakan prediktor independen kejadian KKvM selama perawatan di rumah sakit (OR=9,711, p=0,014).

(6)

ABSTRACT

Background : Neutrophils are rapidly release into the circulation upon acute stress such as acute myocardial infarction (AMI), followed by increase of cardiac enzymes (CKMB and troponin-T).

Aims : This study aimed to assessed the correlation between neutrophil count and cardiac enzyme (CKMB and troponin-T), and also assessed neutrophil count as a predictor of major in-hospital events in patients admitted for an ST segment elevation myocardial infarction (STEMI).

Methods : This was a retrospective study in patients admitted for STEMI with onset ≤24 hours. We enrolled the laboratory results of 42 STEMI patients. The patients were divided into quartiles according to neutrophil count: neutrophil <10x103/µL (n=7), neutrophil 10-11,8x103/µL (n=14), neutrophil 11,9-14,2x103/µL (n=11) and neutrophil >14,2x103

Result : Neutrophil count have a reasonable positive correlation with CKMB (r=o,533, p<0,0001) and with troponin-T (r=0,476, p<0,001). The high neutrophil count was associated with a significantly higher rate of in-hospital MACE (Q

/µL (n=10). We evaluated the incidence of major adverse cardiac events (MACE), a composite of all cause of death, cardiogenic shock, acute heart failure and VT/VF during hospitalization.

4vsQ1=80%vs28%), and in-hospital

death (Q4vsQ1=20%vs0%) compared to the low neutrophil count. In the univariable model,

high neutrophil count (>11,8x103/µL) was associated with higher rate of in-hospital MACE (OR=4,063, p=0.03) compared to the low neutrophil count (≤11,8x10 3

Conclusion : Neutrophil count have a reasonable positive correlation with cardiac enzymes (CKMB and troponin-T) in patients with STEMI onset ≤24 hours. Neutrophil count is also a useful marker to predict in-hospital MACE (mortality, cardiogenic shock, acute heart failure, VT/VF) in patient with STEMI onset ≤24 hours.

/µL). in the multivariable model, only leukocyte was an independent predictor of in-hospital MACE (OR=9,711,p=0,014).

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala Rahmat yang telah

diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir

Program Pendidikan Magister Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Magister

Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

2. Prof.dr.Abdullah Afif Siregar, SPJP(K), SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di saat penulis melakukan penelitian yang telah

memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

3. Dr. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP(K) serta dr.Nizam Akbar, SpJP(K) selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta sebagai pembimbing penulis dalam

penyusunan tesis ini yang dengan penuh kesabaran membimbing, mengoreksi, dan

memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tulisan ini dapat

diselesaikan.

4. Guru-guru penulis : Prof.dr.T.Bahri Anwar, SpJP(K); Prof.dr.Sutomo Kasiman,

SpPD, SpJP(K); Prof.dr.Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K); Prof.dr.Harris

Hasan, SpPD, SpJP(K); Alm. dr. Maruli T Simanjuntak SpJP(K); dr.Nora C Hutajulu

SpJP(K); Dr. dr. Zulfikri Mukhtar SpJP(K); dr.Isfanuddin Nyak Kaoy, SpJP(K);

dr.P.Manik, SpJP(K); dr.Refli Hasan, SpPD, SpJP(K); dr.Amran Lubis, SpJP(K);

dr.Nizam Akbar, SpJP(K); dr.Zainal Safri, SpPD, SpJP; dr.Andre Ketaren, SpJP(K);

dr.Andika Sitepu SpJP(K); dr.Anggia Chairudin Lubis SpJP; dr.Ali Nafiah Nasution,

(8)

SpJP, dr. Abdul Halim Reynaldo SpJP serta guru lainnya yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti

Program Pendidikan Magister Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh darah

5. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan

kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti

Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

6. Ketiga sahabat karib satu angkatan penulis dr.Syaifullah, dr. Joy, dr. Sanny yang telah

banyak memberikan dukungan moril dan bantuan tenaga dalam pengerjaan tesis ini.

7. Rekan-rekan sejawat anggota Kelakar Medan (dr. Henry Panjaitan, Sp.JP, dr. Mutiara

Simanjuntak, Sp.JP, dr. Tawanita, Sp.JP, dr. Triadi Mylano, Sp.JP, dr. Evi Supriadi,

Sp.JP, dr.Artha, Sp.JP, dr. Rosmaliana, Sp.JP, dr. T. Winda Sp.JP, dr. Yuke Sarastri,

Sp.JP, dr. Rinelia Sp.JP, dr.Bob T. H, Sp.JP, dr. T. Realsyah, Sp.PD,Sp.JP, dr.Indah,

dr.Vivi, dr.Blessdova, dr.Zulfahmi, dr.Erwin, dr.Hasinah, dr.Novia, dr.Ary, dr.Tina,

dr.Dika, dr.Zunaedi, dr.Efrida, dr.Riri, dr.Komaria, dr.Jaya, dr.Yani, dr.Kartika, dr.

Zulfan, dr. Marwan, dr. Theresia, dr. Masta, dr. Herman, dr. Dicky, dr. Akhmad, dr.

Andrico, dr. Sheila, dr. Kemuning, dr. Roni, dr. T. Fauzan, dr. Nenny, dr. Aldino, dr.

Yuni dan dr. Yusrina yang telah memberikan dukungan dalam hal pengumpulan

subjek penelitian dan pemantauan klinis selama subjek dirawat di rumah sakit.

8. Para perawat CVCU dan RIC, Ahmad Syafi’i, Zulkarnaen serta Nanda yang telah

membantu terselenggaranya penelitian ini, terutama dalam hal pengumpulan sampel.

9. Kedua orang tua penulis, Prof. dr. Burhanuddin Nst, Sp.PK(K) dan Siti Asmawati

Lubis, yang selama ini telah memberikan dukungan baik moril dan materi serta doa

dan nasihat yang tulus agar penulis tetap semangat, sabar dan tegar dalam mengikuti

pendidikan sampai selesai.

10.Mertua penulis Isfandi Mangasa Nst, SE dan Reni Andriani Pulungan, yang selama

ini mendukung penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

11.Istri penulis Hilda Syarika Nst, ST yang selalu mendukung penulis dalam segala hal,

memberikan semangat, mendukung setiap visi misi kehidupan penulis, dan

mendukung penulis untuk menyelesaikan pendidikan magister ini.

12.Kepada kakak dan adik penulis, dr. Syafrizal Amin Nst, dr. Malayana Rahmita Nst,

Sp.PK, Fakhri Amin Nst; serta seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan doa, moril dan materi

(9)

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat

bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Desember 2014

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan... i

Lembar Pernyataan Orisinalitas ... ii

Abstrak... iii

Abstract ... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan dan Lambang ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Pertanyaan Penelitian ... 3

1.3Hipotesis Penelitian ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Aterosklerosis ... 5

2.2 Patogenesis Aterosklerosis ... 6

2.3 Sindroma Koroner Akut ... 11

2.4 Parameter Hematologi dari Aterosklerosis Koroner ... 11

2.5 Kerangka Teori ... 17

2.6 Kerangka Konsep ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Desain Penelitian ... 19

3.2 Tempat dan Waktu ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

(11)

3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 20

3.6 Definisi Operasional ... 21

3.7 Identifikasi Variabel ... 22

3.8 Alur Penelitian ... 23

3.9 Analisa Data ... 25

3.10 Etika Penelitian ... 25

3.11 Perkiraan Biaya ... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 26

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 26

4.2 Korelasi Nilai Netrofil dan Rasio N/L dengan CKMB dan Troponin-T ... 27

4.3 Hubungan Jumlah Netrofil dan Rasio N/L dengan Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor (KKvM) Selama Perawatan di Rumah Sakit……….28

4.4 Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor dan Variabel Independen yang Mempengaruhi ... 30

4.4.1 Analisis Uji Bivariat Terhadap Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor Total ... 30

4.4.2 Analisis Multivariat terhadap Total KKvM ... 31

BAB V PEMBAHASAN ... 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 35

6.3 Saran ... 35

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Diagram evolusi plak aterosklerosis ... 6

2.2 Disfungsi endotel sebagai tahap awal pembentukan plak ... 8

2.3 Dasar proses inflamasi aterosklerosis ... 12

2.4 Mekanisme aktifasi netrofil pada aterogenesis ... 15

2.5 Mekanisme destabilisasi plak yang diperantarai netrofil ... 15

2.6 Diagram kerangka teori ... 17

2.7 Diagram kerangka konsep ... 18

3.1 Diagram alur penelitian ... 24

4.1 Karakteristik klinis pasien ... 27

4.2 Korelasi nilai netrofil dan rasio N/L dengan CKMB dan Troponin-T ...27

4.3 Jumlah kejadian kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit berdasarkan kuartil nilai netrofil ...28

4.4 Jumlah kejadian kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit berdasarkan kuartil nilai rasio N/L ...29

4.5 Nilai rasio odds variabel-variabel independen terhadap total KKvM ...30

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN NAMA

APS : Angina Pektoris Stabil

APTS : Angina Pektoris Tidak Stabil

CKMB : Creatine Kinase Myocardial Band EKG : Elektrokardiografi

HDL : High Density Lipoprotein IFN-Y : Interferon Y

IGD : Instalasi Gawat Darurat

IMA : Infark Miokard Akut

IMANEST : Infark Miokard Akut Non Elevasi ST Segmen

IMAEST : Infark Miokard Akut Elevasi ST Segmen

KKvM :Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor

LBBB : Left Bundle Branch Block LDL : Low Density Lipoprotein

N/L :Netrofil/Limfosit

PJK : Penyakit Jantung Koroner

RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

SKA : Sindrom Koroner Akut

WHO : World Health Organization

VF : Ventricular Fibrillation

VT : Ventricular Tachycardia

(14)

n : besar sampel

p : tingkat kemaknaan

α : alpha

β : beta

< : lebih kecil

> : lebih besar

Zα : nilai baku normal = 1,96

Zβ : nilai baku normal = 0,802

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

Persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kedokteran FK USU ... xiv

Data Identitas Pasien ... xv

(16)

ABSTRAK

Latar Belakang : Netrofil secara cepat akan dilepas ke sirkulasi pada keadaan stress akut seperti infark miokard akut, diikuti segera dengan peningkatan enzim jantung (CKMB dan Troponin-T).

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi antara jumlah netrofil dan enzim jantung (CKMB dan Troponin-T), dan juga menilai jumlah netrofil sebagai prediktor kejadian klinis kardiovaskular mayor (KKvM) selama perawatan di rumah sakit pada pasien dengan infark miokard akut elevasi ST segmen (IMAEST).

Metode : Penelitian dengan desain retrospektif pada 42 pasien dengan diagnosis IMAEST dengan onset ≤24 jam. Nilai netrofil dibagi berdasarkan kuartil: netrofil <10x103/µL (n=7), netrofil 10-11,8 x103/µL (n=14), netrofil 11,9-14,2 x103/µL (n=11), dan netrofil >14,2 x103

Hasil : Jumlah netrofil memiliki korelasi sedang dengan CKMB (r=0,533, p<0,0001) dan dengan troponin-T (r=0,476, p<0.001). Jumlah netrofil yang tinggi berhubungan dengan jumlah kejadian KKvM selama perawatan di rumah sakit yang lebih besar (Q

/µL(n=10). Kemudian dievaluasi kejadian KKvM yang terdiri dari kematian, syok kardiogenik, gagal jantung akut dan VT/VF selama perawatan di rumah sakit.

4vsQ1=80%vs28%), dan mortalitas (Q4vsQ1=20%vs0%) dibandingkan dengan jumlah

netrofil yang lebih rendah. Pada uji univariat, jumlah netrofil yang tinggi (>11,8x103/µL) berhubungan dengan kejadian KKvM selama perawatan yang lebih tinggi (OR=4,063, p=0.03) dibandingkan dengan jumlah netrofil yang lebih rendah (≤11,8x10 3

Kesimpulan : Jumlah netrofil berkorelasi positif sedang dengan enzim jantung (CKMB dan troponin-T) pada pasien IMAEST onset ≤ 24 jam. Jumlah netrofil juga merupakan penanda yang bermanfaat untuk memprediksi kejadian KKvM (mortalitas, syok kardiogenik, gagal jantung akut, VT/VF) selama perawatan di rumah sakit pada pasien IMAEST.

/µL). Pada uji multivariat, hanya jumlah leukosit yang merupakan prediktor independen kejadian KKvM selama perawatan di rumah sakit (OR=9,711, p=0,014).

(17)

ABSTRACT

Background : Neutrophils are rapidly release into the circulation upon acute stress such as acute myocardial infarction (AMI), followed by increase of cardiac enzymes (CKMB and troponin-T).

Aims : This study aimed to assessed the correlation between neutrophil count and cardiac enzyme (CKMB and troponin-T), and also assessed neutrophil count as a predictor of major in-hospital events in patients admitted for an ST segment elevation myocardial infarction (STEMI).

Methods : This was a retrospective study in patients admitted for STEMI with onset ≤24 hours. We enrolled the laboratory results of 42 STEMI patients. The patients were divided into quartiles according to neutrophil count: neutrophil <10x103/µL (n=7), neutrophil 10-11,8x103/µL (n=14), neutrophil 11,9-14,2x103/µL (n=11) and neutrophil >14,2x103

Result : Neutrophil count have a reasonable positive correlation with CKMB (r=o,533, p<0,0001) and with troponin-T (r=0,476, p<0,001). The high neutrophil count was associated with a significantly higher rate of in-hospital MACE (Q

/µL (n=10). We evaluated the incidence of major adverse cardiac events (MACE), a composite of all cause of death, cardiogenic shock, acute heart failure and VT/VF during hospitalization.

4vsQ1=80%vs28%), and in-hospital

death (Q4vsQ1=20%vs0%) compared to the low neutrophil count. In the univariable model,

high neutrophil count (>11,8x103/µL) was associated with higher rate of in-hospital MACE (OR=4,063, p=0.03) compared to the low neutrophil count (≤11,8x10 3

Conclusion : Neutrophil count have a reasonable positive correlation with cardiac enzymes (CKMB and troponin-T) in patients with STEMI onset ≤24 hours. Neutrophil count is also a useful marker to predict in-hospital MACE (mortality, cardiogenic shock, acute heart failure, VT/VF) in patient with STEMI onset ≤24 hours.

/µL). in the multivariable model, only leukocyte was an independent predictor of in-hospital MACE (OR=9,711,p=0,014).

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian setiap tahunnya pada

berbagai negara industri dan diperkirakan juga akan terjadi pada berbagai negara berkembang

pada tahun 2020 (Cannon, 2008; Ju dkk, 2011). Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit

jantung merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas sebesar 220.000

(14%). Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007,

jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit

Indonesia yaitu sekitar 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah penyakit jantung koroner

(PJK), yaitu sekitar 110.183 kasus (Ditjen Yanmedik, 2007).

Menurut WHO pada tahun 2004 di negara berkembang, PJK menempati peringkat

ke-2 penyebab kematian setelah stroke atau penyakit serebrovaskular lainnya dengan angka

kematian 3.40 juta jiwa sedangkan di negara maju merupakan penyebab utama kematian

dengan angka kematian 1.33 juta jiwa dan secara keseluruhan, PJK merupakan penyebab

utama kematian dengan angka kematian 7.20 juta jiwa dari jumlah penduduk dunia (WHO,

2008). Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007

menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan

hipertensi (Depkes RI, 2008). Hampir separuh dari penyebab kematian kardiovaskular

tersebut adalah akibat dari IMA. IMAEST masih merupakan penyebab kematian utama di

dunia. Insiden IMAEST di Amerika Serikat pada tahun 2009 berkisar satu juta orang

pertahun (Yusuf dkk, 2001).

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung iskemik yang disebabkan

adanya plak aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan penyakit multifaktorial, dengan

dislipidemia, disglikemia, merokok, dan penyebab cedera endotel lain, serta predisposisi

genetik yang semuanya berkontribusi dalam patogenesis (Ross, 1999).

Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari

awal perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis

(19)

pada pasien dengan sindroma koroner akut (Buja, 1994), dan tanda-tanda inflamasi terdeteksi

dalam darah pasien angina pektoris tidak stabil (Mehta, 1989; Mazzone, 1993).

Leukosit telah menjadi satu dari beberapa biomarker dari inflamasi yang terjadi pada

penyakit jantung koroner (Madjid, 2004). Jumlah leukosit menggambarkan status inflamasi

pada pasien dengan PJK tetapi pemeriksaan ini belum dipergunakan secara maksimal

(Pearson, 2003; Hoffmeister, 2001). Peningkatan leukosit merupakan faktor risiko

independen PJK (Horne, 2005), dan berhubungan dengan gambaran angiografi koroner yang

lebih buruk (Barron, 2000; Kirtane; 2004; Sabatine, 2002). Penelitian oleh Mukhtar (1994)

menunjukkan bahwa jumlah leukosit pada pasien IMA saat tiba di rumah sakit dapat

digunakan sebagai indikator prognosis dini terhadap mortalitas dan morbiditas. Pada

penelitian tersebut juga dijumpai penderita IMA dengan leukosit awal di atas 15.000/µL

memiliki risiko kematian empat kali lebih besar dibandingkan dengan leukosit di bawah

10.000/µL.

Beberapa tipe sel inflamasi seperti monosit, limfosit, eosinofil, dan netrofil telah

disangkutpautkan dengan PJK (Ross, 1999). Studi lainnya juga menilai hubungan jumlah

leukosit differensial dengan PJK, diantaranya netrofil, limfosit, dan trombosit. Selain

makrofag, netrofil terbukti punya peranan penting dalam patogenesis sindroma koroner akut.

Netrofil ditemukan akan memediasi lepasnya sel-sel endotel pada penelitian in vitro, dengan

dicernanya protein-protein pada permukaan sel endotel oleh enzim protease netral proteolitik

(Harlan dkk, 1981).

Beberapa penelitian invitro dan in vivo mengindikasikan hubungan netrofil dengan

aktifasi trombosit, terganggunya mikrosirkulasi, dan perluasan infark (Mehta dkk,1988;Jolly

dkk,1986). Netrofil yang teraktifasi telah berhasil diidentifikasi pada plak yang ruptur dan

sel-sel endotel pasien dengan sindroma koroner akut (Naruko, 2002). Kebanyakan penelitian

tersebut menunjukkan bahwa netrofil merupakan subtipe leukosit yang paling berperan dalam

sindroma koroner akut. Penelitian dari Meissner, dkk (2011) dan Karabinor, dkk (2009)

menunjukkan bahwa jumlah netrofil saat masuk ke rumah sakit berhubungan dengan

prognostik yang lebih buruk pada pasien-pasien dengan SKA.

Pada keadaan infark miokard, jumlah leukosit dan netrofil akan meningkat akibat

respon dari stress akut. Begitu juga dengan meningkatnya enzim jantung yaitu CKMB dan

troponin sebagai penanda dari kerusakan miokardium. Nilai leukosit akan mulai meningkat

sejak 2 jam setelah terjadinya nyeri dada, mencapai puncak dalam 2-4 hari dan kembali

normal dalam 1 minggu. CKMB akan meningkat 4-8 jam setelah terjadinya nyeri dada dan

(20)

dalam darah sampai 2 minggu (Antman dkk, 2004). Penelitian ini akan mencoba melihat

korelasi peningkatan jumlah netrofil dengan kedua enzim jantung tersebut.

Rasio netrofil limfosit juga telah terbukti berhubungan dengan kejadian

kardiovaskular. Selain netrofil, limfosit memiliki peran yang penting dalam modulasi respon

inflamasi pada tahap aterosklerosis. Pada kondisi akut akan dijumpai limfopenia, akibat

respon sekunder dari jumlah kortikosteroid yang meningkat (Ait-oufella dkk, 2006).

Peningkatan rasio netrofil limfosit telah terbukti secara independen meningkatkan risiko

kematian jangka panjang pada pasien PJK dan infark miokard serta memiliki nilai prognostik

(Tamphane, 2008; Nunez 2008).

1.2Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian ini

adalah:

Bagaimana hubungan antara jumlah netrofil dengan nilai enzim jantung dan kejadian

klinis kardiovaskular mayor pada pasien infark miokard akut elevasi ST segmen

dengan onset ≤ 24 jam?

1.3Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Jumlah netrofil berkorelasi dengan nilai CKMB dan Troponin-T serta berhubungan

dengan kejadian klinis kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit pada

pasien infark miokard akut elevasi ST segmen onset ≤ 24 jam.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah netrofil dengan enzim

jantung (CKMB dan troponin-T) dan manfaat jumlah netrofil tersebut sebagai penanda

(21)

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Kepentingan akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah dalam menggambarkan

hubungan peningkatan jumlah netrofil dengan peningkatan enzim jantung, dan bagaimana

peran netrofil dalam stratifikasi risiko pasien IMAEST.

1.5.2 Kepentingan masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu penanda yang lebih murah dan

didapatkan dari pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat digunakan untuk stratifikasi risiko

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aterosklerosis

Aterosklerosis berasal dari bahasa yunani yaitu ‘athere-‘ yang berarti bubur, dan ‘–

skleros’ yang berarti keras. Aterosklerosis adalah penyakit akibat respon peradangan pada

pembuluh darah (arteri besar dan sedang), bersifat progresif, yang ditandai dengan deposit

massa kolagen, kolesterol, produk buangan sel dan kalsium, disertai proliferasi miosit yang

menimbulkan penebalan dan pengerasan dinding arteri, sehingga mengakibatkan kekakuan

dan kerapuhan arteri (Stary, 1995).

Aterosklerosis sangat dipengaruhi kadar kolesterol yang tinggi (khususnya LDL),

merokok, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, obesitas, dan kurangnya aktifitas fisik.

Tingginya kadar homosistein darah, fibrinogen, dan lipoprotein-A juga dilaporkan sebagai

faktor risiko terjadinya aterosklerosis. Ada 4 faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah,

yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga (genetik). Helicobacter Pylori dan

Chlamydia Pneumoniae, juga bisa menimbulkan infeksi atau transformasi miosit atau

endotel, yang akan memicu lesi aterosklerosis.

Hiperglikemia dapat memacu aktifitas protein kinase C (CPK). Peningkatan aktifitas CPK akan meningkatkan ekspresi transforming growth factor-beta (TGF-�). Peningkatan ekspresi TGF-� menimbulkan kekakuan dan abnormalitas structural pembuluh darah.

Populasi dengan hiperlipidemia lebih banyak terkena aterosklerosis dibanding

kelompok orang dengan kadar lipid rendah. Populasi dengan hiperlipidemia ini lebih

signifikan berhubungan dengan gejala aterosklerosis dan kematian, oleh karena komplikasi

aterosklerosis koroner. Tingginya kolesterol darah, trigliserida, dan LDL berhubungan

dengan stenosis koroner. Sementara kadar kolesterol HDL berhubungan dengan menurunnya

insiden penyakit aterosklerosis, karena HDL dapat mengembalikan kolesterol dari jaringan

untuk di metabolisme di hepar. Kadar kolesterol LDL yang tinggi menjadi penyebab utama

sel endotel dan miosit. Kolesterol LDL dapat mengalami oksidasi, agregasi, dan berikatan

(23)

Pada kondisi hipertensi juga berperan agen proinflamasi yang meningkatkan formasi

hidrogen peroksida (hidroksi radikal) dan radikal bebas (anion superoksida) dalam plasma.

Substansi itu mereduksi pembentukan nitrit oksida oleh endotel, meningkatkan adhesi

leukosit, dan peningkatan resistensi perifer. Selanjutnya formasi radikal bebas mengakibatkan

efek hipertensi dan hiperkolesterolemia (Hansson, 2005).

2.2 Patogenesis Aterosklerotik

Dinding arteri merupakan suatu sistem yang dinamis dan teratur. Akan tetapi,

elemen-elemen perusak dapat mengganggu homeostasis normal pada arteri dan memberi jalan

terjadinya aterogenesis. Beberapa hal telah berhasil diidentifikasi sebagai

komponen-komponen penting yang berkontribusi pada proses inflamasi aterosklerosis, yaitu (1)

disfungsi endotel, (2) akumulasi lipid di dalam intima, (3) pengerahan leukosit dan sel-sel

otot polos ke dalam dinding pembuluh darah, (4) pembentukan foam cell, (5) deposisi dari matriks ekstraseluler seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram evolusi plak aterosklerosis(Libby, 2002)

(24)

Fatty streak merupakan lesi yang pertama kali terlihat pada ateroklerosis. Pada inspeksi secara kasat mata, lesi ini terlihat sebagai area yang berwarna kuning pada

permukaan arteri, akan tetapi lesi ini belum menonjol dan belum mengganggu aliran darah

pada arteri. Fatty streak dapat dijumpai pada aorta dan arteri koroner orang berumur 20 tahun. Lesi ini tidak menimbulkan gejala, dan dapat membaik perlahan pada beberapa lokasi

pembuluh darah. Inisiasi terbentuknya lesi ini sangat berhubungan dengan terjadinya

disfungsi endotel.

Disfungsi endotel dapat dipicu oleh dua hal utama yaitu stres fisik dan zat-zat iritan.

Peran dari stress fisik pada pembuluh darah dapat dilihat dari fakta bahwa aterosklerosis lebih

cenderung terbentuk pada titik-titik percabangan arteri. Pada bagian pembuluh darah yang

lurus, aliran laminar menyediakan nitrit oksida yang lebih banyak, yang bermanfaat sebagai

vasodilator, inhibisi agregasi platelet, dan efek anti inflamasi. Arteri-arteri dengan cabang

yang sedikit seperti left internal mammary artery (LIMA), menunjukkan resistensi yang lebih baik terhadap aterosklerosis, sedangkan pembuluh darah dengan percabangan seperti arteri

karotis komunis dan arteri koroner kiri merupakan tempat utama terjadinya aterosklerosis.

Disfungsi endotel juga dapat terjadi akibat paparan zat-zat toksik. Sebagai contoh

merokok, level lipid yang abnormal, dan diabetes, yang dikenal sebagai faktor risiko mayor

aterosklerosis, dapat menginduksi terjadinya disfungsi endotel. Setiap keadaan tersebut

meningkatkan produksi zat-zat oksigen reaktif dari endotel, terutama anion superoksida, yang

berinteraksi dengan molekul intraseluler lainnya untuk mempengaruhi fungsi metabolik dan

sintesis endotel. Sebagai akibatnya, sel-sel tersebut menyebabkan terjadinya proses

proinflamasi.

Saat stresor fisik dan kimia mengganggu homeostasis endotel, akan terjadi beberapa

hal berikut (1) rusaknya fungsi endotel sebagai barier permeabilitas, (2) pelepasan sitokin

inflamasi, (3) peningkatan produksi molekul adesi permukaan sel yang memanggil leukosit,

(4) terganggunya pelepasan zat-zat vasoaktif (prostasiklin dan nitrit oksida), (5) terganggunya

(25)

Gambar 2.2 Disfungsi endotel sebagai tahap awal pembentukan plak (Libby, 2002) Stressor fisik dan kimia merusak endotel, memungkinkan masuknya lipid ke lapisan subintima dan mendorong pelepasan sitokin proinflamasi. Sitokin ini dan lingkungan yang kaya lipid mendorong pengerahan leukosit ke lapisan subintima, yang nantinya akan berkumpul menjadi foam cell.

Endotel yang telah teraktifasi tidak lagi berfungsi sebagai barier yang efektif terhadap

pergerakan lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah. Permeabilitas endotel yang

meningkat memberi jalan bagi LDL untuk masuk ke intima, suatu proses yang difasilitasi

dengan meningkatnya konsentrasi LDL dalam sirkulasi. Setelah berada di dalam intima, LDL

berakumulasi di subendotel, berikatan dengan matriks ekstraseluler yaitu proteoglikan. Hal

ini meningkatkan waktu keberadaan LDL di dalam intima, yang memungkinkan LDL

mengalami modifikasi kimia yang merupakan poin penting dalam terbentuknya lesi

aterosklerosis. Hipertensi, yang merupakan faktor risiko mayor aterosklerosis, dapat

meningkatkan retensi LDL di dalam intima dengan meningkatkan produksi proteoglikan

pengikat LDL oleh sel-sel otot polos.

Oksidasi merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada LDL yang berada di

dalam intima. Hal ini dapat terjadi sebagai aksi dari zat oksigen reaktif dan enzim-enzim

pro-oksidan yang berasal dari endotel yang teraktifasi atau sel-sel otot polos, atau dari makrofag

yang mempenetrasi dinding pembuluh darah. Pada pasien diabetes dengan kondisi

hiperglikemia kronis, dapat terjadi glikasi dari LDL, suatu modifikasi yang dapat

(26)

berkontribusi pada mekanisme inflamasi yang diinisiasi oleh disfungsi endotel, dan mereka

dapat menyebabkan inflamasi sepanjang siklus pertumbuhan dari plak. Pada tahap fatty streak dan sepanjang pertumbuhan dari plak, LDL yang dimodifikasi (mLDL) menyebabkan pengerahan leukosit dan pembentukan foam cell (Libby, 2002).

Pengerahan dari leukosit (terutama monosit dan limfosit T) ke dalam dinding

pembuluh darah merupakan tahap kunci dalam aterogenesis. Proses ini bergantung kepada (1)

ekspresi dari leukocyte adhesion molecule (LAM), (2) signal kemoatraktan seperti monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1), IL-8, interferon-inducible protein-10.

Aterogenesis dimulai saat terjadinya jejas pada endotel akibat berbagai faktor risiko

dengan berbagai intensitas. Salah satu penjejas utama endotel adalah LDL plasma yang

tinggi. LDL akan mengalami oksidasi menjadi LDL-oks yang mudah sekali menempel dan

menumpuk pada dinding pembuluh darah menjadi deposit lipid. Penumpukan ini

menyebabkan jejas pada endotel. Pada keadaan terjejas, endotel normal akan menjadi endotel

yang hiperpermeabel, yang ditunjukkan dengan terjadinya berbagai proses eksudasi

(misalnya; protein, glukoprotein) dan infiltrasi monosit ke dalam lapisan pembuluh darah

akibat peningkatan adesifitas terhadap lipoprotein, leukosit, platelet dan kandungan plasma

lain. Selain itu, endotel terjejas juga memiliki prokoagulan yang lebih banyak dibandingkan

antikoagulan, serta mengalami pemacuan molekul adesi leukosit seperti L-selektin, integrin, platelet-endothelial-cell adhesion molecule (PECAM)-1 dan molekul adesi endotel seperti E-selektin, P-E-selektin, intraceluar cell adhesion molecule (ICAM-1) dan vascular-celladhesion

molecule (VCAM-1). Keadaan ini mengakibatkan makro molekul lebih mudah menempel

pada dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan jejas pada endotel (Soehnlein, 2012).

Sel endotel berfungsi sebagai vasodilator, antitrombotik, dan antiinflamasi. Sel

endotel, paling sedikit mensintesis 3 faktor vasodilator yang berbeda; Nitrit Oxide (NO), prostasiklin (PGI2), dan EDHF (endothelium-derived hyperpolarizing factor) yang belum teridentifikasi. Pada beberapa kondisi patologis, sel endotel juga mensintesis beberapa faktor

vasokonstriksi (EDCF-endothelium-derived constriction factor) termasuk endothelin, superoxide, dan prostaglandin vasokonstriktor.

Respon inflamasi yang terjadi pada aterogenesis diperantarai oleh makrofag derivat

monosit dan limfosit T, yang apabila berlanjut akan meningkatkan jumlah makrofag dan

limfosit yang beremigrasi. Aktifitas makrofag dan limfosit menimbulkan pelepasan enzim

hidrolitik, sitokin, kemokin dan faktor pertumbuhan, yang dapat menginduksi kerusakan

lebih lanjut, dan akhirnya menimbulkan nekrosis fokal. Respon inflamasi ini apabila terus

(27)

inflamasi dan membentuk lesi intermedia. Apabila inflamasi tidak mereda, maka arteri akan

mengalami remodeling, yaitu penebalan dan pelebaran dinding arteri secara bertahap hingga lumen arteri tidak dapat berdilatasi kembali.

2.3 Sindroma Koroner Akut

SKA adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan simptom yang disebabkan

oleh iskemik miokard akut. SKA yang menyebabkan nekrosis miokardium disebut infark

miokard. Manifestasi SKA secara klinis dapat sebagai APTS, IMANEST atau IMAEST

(Thygensen dkk, 2012).

Diagnosis IMAEST akut ditegakkan apabila dijumpai kriteria berikut, yaitu; adanya

nyeri dada khas angina (durasi nyeri lebih dari 20 menit, tidak berkurang dengan istirahat

atau nitrat, nyeri dapat menjalar ke leher, rahang bawah atau lengan kiri, dapat disertai

dengan gejala aktivasi sistem saraf otonom seperti mual, muntah atau keringat dingin),

dijumpai elevasi segmen ST yang persisten atau adanya LBBB yang dianggap baru,

peningkatan kadar enzim jantung akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin), serta

dijumpai abnormalitas wall motion regional yang baru pada pemeriksaan ekokardiografi.

(Van der Werf dkk, 2012).

IMAEST umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Pada saat

terjadinya infark miokard juga terjadi reaksi inflamasi yang hebat sebagai respon dari sel-sel

otot jantung yang nekrosis. Lekositosis merupakan penemuan yang sering dijumpai pada

pasien IMAEST yang menggambarkan infiltrasi dari sel-sel darah putih ke dalam jaringan

yang nekrosis sebagai respon terhadap iskemi dan reperfusi. Dalam proses tersebut, netrofil

merupakan sel leukosit pertama yang ditemukan pada area miokard yang nekrosis. (Hansson,

2005; Libby, 2002)

2.4 Parameter Hematologi dari Aterosklerosis Koroner

Inflamasi merupakan sifat penting pada patogenesis aterosklerosis (Hansson, 2005).

Studi epidemiologi yang bersifat prospektif menunjukkan bahwa penanda-penanda inflamasi

merupakan prediktor kejadian kardiovaskular yang independen (Danesh, 1998). Studi klinis

pada pasien-pasien dengan sindroma koroner akut menunjukkan peningkatan penanda

(28)

hasil akhir klinis (Takahashi dkk, 2007, O’Donoghue dkk, 2008). Akan tetapi peran dari

penanda inflamasi pada pasien-pasien PJK yang stabil masih dipertanyakan.

Gambar 2.3 Dasar Proses Inflamasi Aterosklerosis (Simon, 2012)

Progresitifitas plak aterosklerosis berhubungan dengan banyak mekanisme imunitas. Signal awal adalah kombinasi dari cedera endotel, adesi platelet, dan stimulasi makrofag dan sel limfosit T oleh mLDL di lapisan intima. Respon dari sistem imun innate juga melibatkan pengerahan dari netrofil yang mengekspresikan alarming seperti MP-8/14 dan CRAMP. Sistem imun adaptif termasuk respon proaterosklerosis seperti IFN-Y yang diproduksi oleh limfosit T dan juga mekansime protektif seperti sekresi antibodi neutralizing oleh limfosit B dan aktifitas anti inflamasi oleh sel T regulator.

Peran parameter hematologi dalam penyakit kardiovaskular telah diteliti pada

beberapa penelitian. Sabatine dkk., mengungkapkan bahwa jumlah leukosit berhubungan

dengan perfusi epikardial dan miokardial yang terganggu (2002). Hubungan antara

peningkatan jumlah leukosit dan penyakit jantung koroner telah dilaporkan pada beberapa

studi (Prentice,1982). Jumlah leukosit juga berhubungan erat dengan tingkat keparahan lesi

aterosklerosis koroner dari hasil angiografi koroner (Cavusoglu dkk, 2006). Beberapa

mekanisme telah dihipotesiskan untuk menjelaskan bagaimana jumlah leukosit berhubungan

dengan aterosklerosis koroner (Ernst,1987).

Leukosit cenderung beragregasi dan berembolisasi ke dalam pembuluh darah kecil

pada kondisi aliran darah yang rendah (Craddock,1977).Leukosit dapat menyebabkan cedera

dan inflamasi endotel yang diperantarai oleh lepasnya zat-zat yang teraktifasi seperti radikal

(29)

Masih belum jelas apakah kelas tertentu dari leukosit berhubungan dengan penyakit

jantung koroner. Suatu studi prospektif menunjukkan hubungan dengan netrofil

(Prentice,1982). Walaupun studi prospektif secara konsisten menunjukkan hubungan yang

positif antara jumlah leukosit total dan angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit jantung

koroner, hanya terdapat dua studi prospektif yang meneliti hubungan antara jumlah leukosit

diferensial dan penyakit jantung koroner. Prentice dkk. menunjukkan bahwa netrofil,

eosinofil, dan monosit dapat memprediksi penyakit jantung koroner (1982).

Beberapa mekanisme yang menjelaskan bagaimana peran leukosit di dalam

patogenesis aterosklerosis telah dikemukakan pada beberapa penelitian. Tahap pertama dalam

proses aterosklerosis adalah menempelnya monosit ke lapisan intima pembuluh darah setelah

terjadinya cedera pada dinding arteri. Setelah diselimuti oleh lemak, monosit berubah

menjadi makrofag dan mensekresikan enzim metalloproteinase. Selain makrofag tersebut,

netrofil juga ditemukan akan memediasi lepasnya sel-sel endotel pada penelitian in vitro,

dengan dicernanya protein-protein pada permukaan sel endotel oleh enzim protease netral

proteolitik (Gambar 2.4) (Soehnlein,2012). Netrofil juga terbukti meningkatkan aktifitas

kemotaktik pada pasien angina stabil (Mehta dkk,1989). Studi-studi epidemiologi mencari

hubungan antara jumlah leukosit perifer, terutama netrofil dengan penyakit jantung koroner

(Kostis, 1984) . Meningkatnya agregasi netrofil dan aktifitas oksidase juga ditemukan pada

arteri koroner pasien-pasien dengan PJK yang menjalani angiografi koroner (Risevuti

dkk,1989). Granul protein sekunder di dalam netrofil yaitu cathelicidin secara langsung

menginduksi terjadinya aterosklerosis melalui rekrutmen dari sel-sel monosit (Doring, 2012).

Percobaan pada tikus dengan defisiensi apoE, hiperlipidemia menginduksi neutrofilia dan

derajat netrofilia berhubungan positif dengan luasnya lesi aterosklerosis (Drechler, 2010).

Sel-sel inflamasi tersebut tidak hanya berperan dalam inisiasi dan progresi dari

aterosklerosis, tetapi juga berperan dalam destabilisasi plak aterosklerosis yang menyebabkan

perubahan suatu proses kronis menjadi proses iskemik akut. Proses inflamasi yang

menyebabkan rupturnya plak meliputi menurunnya sintesis dan meningkatnya degradasi dari

komponen-komponen struktural dari kapsul fibrosa oleh enzim degradasi dan sitokin yang

diproduksi oleh makrofag pada tempat rupturnya plak (Gambar 2.5). Walaupun makrofag

punya peran yang besar dalam rupturnya plak, aktifasi netrofil juga punya peran dalam

sindrom koroner akut.

Beberapa penelitian invitro dan invivo mengindikasikan hubungan netrofil dengan

aktifasi trombosit, terganggunya mikrosirkulasi, dan perluasan infark (Soehnlein,2012;Mehta

(30)

sel-sel endotel pasien dengan sindroma koroner akut (Naruko, 2002). Kebanyakan penelitian

tersebut menunjukkan bahwa netrofil merupakan subtipe leukosit yang paling berperan dalam

sindroma koroner akut.

Jumlah netrofil pada pasien dengan IMA juga memiliki nilai prognostik. Penelitian

dari Meissner, dkk (2011) dan Karabinor, dkk (2009) menunjukkan bahwa jumlah netrofil

saat masuk ke rumah sakit berhubungan dengan prognostik yang lebih buruk pada

pasien-pasien dengan SKA.

Gambar 2.4 Mekanisme Aktifasi Netrofil pada Aterogenesis (Soehnlein, 2012)

A.Netrofil masuk ke dalam lesi aterosklerosis dicetuskan oleh aktivasi trombosit. B. Netrofil yang telah diaktifkan mensekresikan granul-granul protein seperti myeloperoxidase, azurocidin, dan proiteinase-3, yang menginduksi ekspresi molekul adesi dan perubahan permeabilitas serta membatasi bioavaibilitas dari nitrit oksida yang kesemuanya menyebabkan disfungsi endotel. C. Granul protein yang mengumpul di endotelium dan disekresikan di lokasi inflamasi menginduksi adesi dan datangnya monosit. D. Granul protein netrofil mencetuskan polarisasi makrofag dan menginduksi ekspresi reseptor skavenger. E. Ikatan alfa-defensin ke molekul LDL akan menjebak molekul LDL tetap di dalam dinding pembuluh darah. Oksidasi molekul LDL tersebut oleh enzim myeloperoxidase akan meningkatkan pembentukan foam cell

(31)

A.Enzim myeloperoxidase akibat stress oksidatif dan enzim metalloproteinase yang disekresikan netrofil dapat menginduksi apoptosis sen endotel, degradasi membran dasar, dan deskuamasi sel endotel. B. Metalloproteinase memecah matriks-matriks ekstrasel C. Netrofil menyebabkan apoptosis dan nekrosis sekunder, yang mungkin berkontribusi dalm formasi inti nekrosis.

Parameter lain yang pada penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan independen

yang kuat dengan kejadian kardiovaskular adalah rasio netrofil dengan limfosit (rasio N/L).

Selain netrofil, limfosit memiliki peran yang penting dalam modulasi respon inflamasi pada

tahap aterosklerosis. Pada kondisi akut akan dijumpai jumlah limfosit yang menurun

(limfopenia), akibat respon sekunder dari jumlah kortikosteroid yang meningkat (Ait-oufella

dkk,2006). Studi sebelumnya menunjukkan bahwa leukosit, subtipe leukosit, dan rasio

netrofil/limfosit (rasio N/L) merupakan indikator dari inflamasi sistemik (Zahorec, 2001).

(32)

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.6 Diagram Kerangka Teori Neutrofilia

Plak Aterosklerosis

Ruptur Plak

Sumbatan total pada arterikoroner

Nekrosis jaringan miokard

Infiltrasi sel darah putih ke dalam jaringan nekrosis

Stres metabolik akut

Mobilisasi leukosit dan netrofil dari

sumsum tulang Lepasnya CKMB dan

troponin ke sirkulasi

Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor:

- Mortalitas - Syok kardiogenik - Gagal jantung akut

(33)

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.7 Diagram Kerangka Konsep Pasien dengan diagnosis IMAEST onset

≤ 24 jam

Pemeriksaan darah lengkap dan enzim jantung di IGD

Nilai CKMB dan Troponin-T Jumlah netrofil

Korelasi

Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor selama perawatan di rumah sakit

- Gagal jantung akut - Syok kardiogenik - Kematian

- Aritmia ventrikel (VT/VF)

Netrofil ≤11,8 (x103

/µL)

Netrofil >11,8 (103

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi retrospektif yang menilai hubungan jumlah netrofil

dengan nilai CKMB dan troponin-T serta hubungannya dengan kejadian klinis kardiovaskular

mayor selama perawatan di rumah sakit pada pasien IMAEST dengan onset ≤ 24 jam.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan terhadap pasien-pasien dengan diagnosis IMAEST di Rumah

Sakit Haji Adam Malik (RSHAM) Medan, mulai dari April 2014 sampai dengan Oktober

2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target adalah pasien-pasien dengan diagnosis IMAEST onset ≤ 24 jam. Populasi terjangkau adalah pasien-pasien dengan diagnosis IMAEST onset ≤ 2 4 jam di RSHAM Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

ekslusi.

3.4 Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian analitis

korelatif yaitu:

� = � ��+�� 0.5(1 +(1− ��))

� 2

(35)

�= � 1,64 + 1,28

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna = nilai baku normal = 1,28

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka didapat jumlah sampel minimal untuk

penelitian adalah 35 orang.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

Pasien dengan diagnosis IMAEST onset ≤ 24 jam

3.5.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

- Pasien yang dilakukan tindakan revaskularisasi (trombolitik atau IKP primer).

- Pasien dengan kelainan hematologi (leukemia, anemia).

- Penyakit infeksi yaitu pasien yang punya riwayat klinis sedang menderita infeksi

seperti demam, flu, batuk, sakit saat berkemih, yang didukung dengan pemeriksaan

fisik dan laboratorium.

- Pasien dengan kelainan ginjal dan hati yang berat.

3.6 Definisi Operasional

1. IMAEST adalah subset dari sindroma koroner akut yang ditandai dengan deteksi naik

dan/atau turunnya nilai enzim jantung (troponin) sedikitnya satu nilai di atas persentil 99

nilai normal, disertai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG yang dinilai J point,

(36)

tahun, atau ≥0.15 mV pada wanita di lead V2-V3, dan/atau ≥0.1 mV pada lead lainnya (Thygesen, 2012).

2. Pasien dengan PJK adalah pasien yang pada pemeriksaan EKG dijumpai gelombang Q

patologis, atau dengan riwayat SKA sebelumnya atau telah dilakukan angiografi koroner

sebelumnya dan terbukti memiliki stenosis arteri koroner 50% atau lebih.

3. Rasio netrofil limfosit (rasio N/L) adalah rasio yang didapatkan dengan membagi nilai

absolut netrofil dengan nilai absolut limfosit.

4. Kejadian klinis kardiovaskular mayor selama rawatan didefinisikan sebagai terjadinya

kematian kardiovaskular, gagal jantung akut, syok kardiogenik, atau aritmia ventrikel

yang terjadi selama perawatan di rumah sakit.

5. Syok kardiogenik adalah terjadinya hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh gagal

jantung setelah koreksi yang adekuat dari preload dan aritmia mayor. Didefinisikan

sebagai penurunan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan MAP >30 mmHg,

dan produksi urin yang tidak ada atau menurun <0.5 ml/kg/jam (Dickstein, 2008).

6. Gagal jantung akut merupakan komplikasi dari IMAEST yang dapat berupa Killip II

(dijumpai gagal jantung, ronki basah di kedua lapangan paru atau terdengar S3

7. Aritmia ventrikel adalah irama ventrikular takikardia (VT) atau fibrilasi ventrikel (VF). gallop)

atau Killip III (terdapat gagal jantung berat, edema paru akut, ronki basah setengah atau

lebih di kedua lapangan paru)

8. Angiografi koroner merupakan tindakan kateterisasi jantung untuk melihat pembuluh

darah koroner.

9. Merokok didefinisikan sebagai riwayat merokok aktif (sampai dengan dilakukannya

angiografi koroner) atau subjek baru berhenti merokok dalam 6 bulan terakhir (ACSM

coronary artery disease risk factor thresholds).

10. Riwayat hipertensi didefinisikan apabila memenuhi minimal salah satu kriteria berikut

ini (Karlsberg dkk, 2011) ;

- Riwayat pernah didiagnosis oleh dokter menderita hipertensi dan telah diberikan obat

anti hipertensi serta advis diet dan olahraga

- Pada anamnesis dijumpai riwayat pemakaian obat anti hipertensi.

11. Diabetes didefinisikan sebagai berikut;

Subjek selama ini telah atau pernah menggunakan obat hipoglikemik oral atau insulin,

atau hasil pemeriksaan kadar gula darah selama perawatan di rumah sakit memenuhi

(37)

3.7 Identifikasi Variabel

Variabel independen:

Jumlah netrofil

Variabel dependen:

CKMB, Troponin T, dan kejadian klinis kardiovaskular mayor (gagal jantung akut, syok

kardiogenik, kematian, aritmia ventrikel).

3.8 Alur Penelitian

Semua pasien mempunyai keluhan nyeri dada atau angina equivalent. Peneliti memeriksa rekam medis pasien untuk melihat anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto

toraks, dan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan IMAEST, data dasar dicatat secara

lengkap.

Pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis leukosit dan enzim jantung diambil saat

pasien masuk ke IGD. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis leukosit dihitung dengan

menggunakan mesin SYSMEX XT-4000, pemeriksaan CKMB dengan mesin COBAS 501i,

dan troponin-T dengan mesin D-DIMER JR. Pasien dengan kelainan hematologi, penyakit

infeksi, kelainan ginjal dan hati yang berat dikeluarkan dari penelitian ini. Selama perawatan

di rumah sakit, pasien dipantau terjadinya kejadian klinis kardiovaskular mayor yaitu gagal

jantung akut, syok kardiogenik, kematian kardiovaskular, aritmia ventrikel dan dilakukan

(38)

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian Rekam Medis Pasien

IMAEST onset ≤ 24 jam

(inklusi/eksklusi)

Hasil pemeriksaan EKG, foto toraks, laboratorium (enzim jantung) pada rekam medis

Dicatat jumlah netrofil, CKMB, dan troponin-T

Diikuti perjalanan penyakit pasien selama di ruang rawat intensif dan bangsal dalam rekam medis, dan dilakukan

pencatatan kejadian KKvM

Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor (KKvM) selama perawatan:

- Gagal jantung akut - Syok kardiogenik - Kematian

(39)

3.9 Analisa Data

Variabel kategorik dipresentasikan dengan jumlah atau frekuensi (n) dan persentase

(%). Variabel numerik dipresentasikan dengan nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi

untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan data numerik yang tidak berdistribusi

normal menggunakan median (nilai tengah), yang kemudian dibandingkan dengan Student’s t-test atau tes Mann Whitney U. Uji normalitas variable numerik pada seluruh subjek penelitian menggunakan one sample Kolmogorov Smirnov (n>50) atau Shapiro Wilk (n<50).

Untuk variabel yang ditemukan signifikan pada uji analisis univariat, dimasukkan ke uji

multivariate. Uji korelasi menggunakan spearman (untuk data distribusi tidak normal) atau

pearson (data distribusi normal). Analisa data statistik menggunakan software statistik, nilai p

<0.05 dikatakan bermakna secara statistik.

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini telah diberi persetujuan dari komite etik Fakultas Kedokteran USU.

3.11 Perkiraan Biaya

Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 1.000.000

Pengolahan hasil statistik Rp. 1.000.000

Biaya-biaya lain/tak terduga Rp. 1.000.000

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSHAM

mulai September 2014 s/d 27 Oktober 2014 dengan data subjek penelitian diambil dari rekam

medis pasien IMAEST di RSHAM mulai April 2014 hingga Oktober 2014. Didapati jumlah

sampel sebanyak 42 penderita IMAEST dengan onset ≤ 24 jam yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sehingga dapat diikutkan dalam penelitian.

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Subjek penelitian berumur rata-rata 54 tahun, dengan subyek termuda berumur 35

tahun dan yang tertua berumur 67 tahun. Mayoritas subyek adalah laki-laki berjumlah 39

orang (93%) dan perempuan 3 orang (7%). Faktor risiko PJK penderita yang utama adalah

merokok (25 orang), diikuti hipertensi (20 orang), diabetes melitus (10 orang), dislipidemia

(10 orang), dan riwayat keluarga (3 orang). Lama waktu dari mulai serangan infark miokard

akut sampai tiba di IGD berkisar 2-24 jam, dengan rata-rata 13 jam.

Jumlah leukosit awal saat tiba di IGD berkisar (7,34-25,37)x103/mm3 dengan nilai rata-rata 14,3x103/mm3. Jumlah netrofil saat pemeriksaan di IGD berkisar (5,93-19,61)x103/µL, dengan rata-rata 12x103/µL. Untuk nilai enzim jantung, CKMB awal berkisar 16-626 U/L dengan rata 208 U/L, dan troponin-T dengan kisaran 0-2 µg/L dengan

(41)

Tabel 4.1 Karakteristik Klinis Pasien

4.2 Korelasi Jumlah Netrofil dan Rasio N/L dengan CKMB dan Troponin-T

Dilakukan uji normalitas terhadap data netrofil, rasio N/L, CKMB dan troponin-T,

dan diperoleh bahwa data CKMB berdistribusi normal, sedangkan yang lain berdistribusi

tidak normal. Dilakukan uji transformasi data, hasilnya juga tidak berdistribusi normal,

sehingga digunakan uji korelasi Spearman.

Koefisien

Rasio N/L dan Troponin-T

0,533

Tabel 4.2 Korelasi Jumlah Netrofil dan Rasio N/L dengan CKMB dan Troponin-T

Dari uji korelasi spearman didapatkan bahwa jumlah netrofil berkorelasi positif

dengan nilai CKMB (r = 0,533, p< 0.0001) dan juga nilai troponin-T (r = 0,476, p< 0.001),

(42)

4.3 Hubungan Jumlah Netrofil dan Rasio N/L dengan Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor (KKvM) Selama Perawatan di Rumah Sakit

Jumlah netrofil dan juga rasio N/L dibagi ke dalam 4 kuartil, kemudian dilakukan

pencatatan kejadian klinis kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit (gagal

jantung akut, syok kardiogenik, mortalitas kardiovaskular, aritmia ventrikel) pada

masing-masing kuartil, yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4.

Kejadian Klinis

Kardiovaskular

Mayor

Jumlah Netrofil (x103/µL) < 10

Tabel 4.3 Jumlah kejadian klinis kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit

berdasarkan kuartil jumlah netrofil

Pada penelitian ini didapati 19 penderita dari total 42 sampel (45,2%) yang

mengalami KKvM. Jumlah penderita yang meninggal selama perawatan di rumah sakit

(mortalitas) didapati 4/42 (9,5%), syok kardiogenik 6/42 (14,2%), gagal jantung akut 6/42

(14%), dan aritmia ventrikel 3/42 (7%). Dari empat penderita yang meninggal, tiga orang

disebabkan oleh syok kardiogenik dan satu orang disebabkan ventrikular fibrilasi.

Dari tabel 4.3 diperoleh pada 10 penderita dengan jumlah netrofil pada kuartil-4 (>

14,2 x103/µL) terdapat total 8 (80%) penderita dengan KKvM, yang mayoritas mengalami syok kardiogenik (4 orang), diikuti mortalitas (2 orang), gagal jantung akut (1 orang), dan

aritmia ventrikel (1 orang). Total KKvM pada kuartil ke-4 jauh lebih banyak dibandingkan

pada kuartil lainnya, dua kali lebih besar dibanding kuartil ke-2 dan empat kali lebih besar

dibanding kuartil ke-1. Hal ini memberikan bukti bahwa pada jumlah netrofil yang sangat

(43)

klinis kardiovaskular mayor (mortalitas, syok kardiogenik, gagal jantung akut, aritmia

ventrikel) dibandingkan jumlah netrofil yang lebih rendah.

Dari tabel 4.4 diperoleh pada nilai rasio N/L pada kuartil-4 (> 9,8) didapatkan total

KKvM yang paling tinggi yang berjumlah 7 dari total 11 pasien (63%), yang terdiri dari gagal

jantung akut (3 orang), syok kardiogenik (1 orang), mortalitas (2 orang) dan aritmia ventrikel

(1 orang), mencakup 63% dari total pasien pada kuartil ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa

pada nilai rasio N/L yang tinggi (> 9,8) mempunyai makna prognostik yang lebih tinggi

terhadap kejadian klinis kardiovaskular mayor dibandingkan nilai rasio N/L yang lebih

rendah.

Tabel 4.4 Jumlah kejadian klinis kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit

berdasarkan kuartil nilai rasio N/L

4.4 Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor (KKvM) dan Variabel Independen yang Mempengaruhinya

4.4.1 Analisis Uji Univariat Terhadap Kejadian Klinis Kardiovaskular Mayor Total

Untuk variabel jumlah netrofil, rasio N/L, dan jumlah leukosit, data akan dibagi ke

dalam 4 kuartil, kemudian akan dibandingkan total KKvM di kuartil ke-1 dan ke-2 dengan

(44)

Dari uji univariat didapatkan 3 faktor independen yang berpengaruh terhadap total

KKvM yaitu jumlah netrofil p=0.03, OR 4,063, CI (1,115-14,804), jumlah leukosit p=0.001,

OR 10, CI (2,350-42,547), dan merokok p=0.006, OR 0,162, CI (0,042-0,632).

Variabel KKvM P R Odds CI 95%

Tabel 4.5 Nilai rasio odds variabel-variabel independen terhadap total KKvM

Jumlah netrofil di atas 11,8x103/ µL berhubungan dengan angka kejadian kardiovaskular mayor empat kali lebih tinggi dibandingkan jumlah netrofil ≤ 11,8 x103/ µL (OR 4,063, p=0.03). Begitu juga dengan jumlah leukosit di atas 13,57 berhubungan dengan

(45)

4.4.2 Analisis multivariat terhadap total KKvM

OR p CI 95%

Leukosit 9,711 0,014 1,594-59,170

Netrofil 1,050 0,958 0,174-6,329

Tabel 4.6 Hasil uji regresi logistik terhadap total KKvM

Dari uji multivariat regresi logistik, diperoleh hanya jumlah leukosit yang

berpengaruh terhadap total KKvM (mortalitas, syok kardiogenik,gagal jantung akut, dan

(46)

BAB V PEMBAHASAN

Leukosit dan subtipenya seperti netrofil merupakan penanda reaksi inflamasi akut

(Furze dkk, 2008). Pada pasien dengan IMAEST akan terjadi sumbatan total pada arteri

koroner yang menyebabkan hilangnya perfusi ke miokardium sehingga memicu kerusakan

miokardium dan reaksi inflamasi akut (Kirtane dkk, 2004). Hal ini akan menyebabkan

peningkatan penanda inflamasi seperti netrofil. Antman, dkk (2004) menjelaskan bahwa

peningkatan jumlah leukosit termasuk netrofil akan dimulai sejak 2 jam dari onset nyeri dada

dan mencapai puncak dalam 2-4 hari. Hal ini sejalan dengan peningkatan penanda kerusakan

miokardium yaitu CKMB dan troponin yang mulai meningkat sejak 3-12 jam sejak onset

nyeri dada, dan mencapai puncak dalam 24 jam untuk CKMB dan 48 jam untuk troponin.

Penelitian ini mencoba menilai korelasi peningkatan jumlah netrofil dengan

peningkatan CKMB dan troponin-T pada pasien-pasien IMAEST onset ≤ 24 jam. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa jumlah netrofil berkorelasi positif dengan CKMB (r=0,533,

p<0.0001) dan troponin-T (r=0,476,p<0.001), dengan kekuatan korelasi yang sedang

(reasonable). Hal ini menunjukkan bahwa pada IMAEST onset ≤ 24 jam, jumlah netrofil akan meningkat diikuti dengan peningkatan CKMB dan juga troponin-T. Dari penelitian ini

juga didapatkan bahwa pada pasien dengan IMAEST onset < 3jam, yang berjumlah enam

orang, sudah terdapat peningkatan jumlah netrofil di atas normal namun nilai enzim jantung

masih normal. Hal ini sesuai dengan penelitian Antman, dkk (2004) dan Meissner dkk (2011)

yang menunjukkan bahwa jumlah leukosit dan netrofil akan meningkat lebih dahulu,

dibandingkan enzim jantung. Untuk variabel rasio N/L juga didapatkan korelasi positif

dengan nilai CKMB dan troponin T, namun tidak bermakna secara statistik.

Pada penelitian oleh Mukhtar (1994), Karabinos dkk (2009) dan Meissner dkk (2011),

ditemukan bahwa jumlah netrofil saat masuk ke rumah sakit juga memiliki nilai prognostik

untuk kejadian klinis kardiovaskular mayor. Pada penelitian ini ditemukan pada jumlah

netrofil di atas 14,2 x103/ µL yaitu pada kuartil ke-4 (Q4) dijumpai angka kejadian klinis

kardiovaskular mayor selama perawatan rumah sakit yang paling tinggi yaitu sebanyak

delapan kejadian, sedangkan pada Q1 hanya dua kejadian, Q2 tiga kejadian, dan Q3 enam

(47)

kardiovaskular mayor, terdiri dari empat pasien mengalami syok kardiogenik, dua mengalami

kematian, satu orang dengan gagal jantung akut, dan satu dengan aritmia ventrikel.

Selain nilai netrofil, nilai rasio N/L juga memikili nilai prognostik (Papa dkk, 2008). Pada

penelitian ini diperoleh bahwa pada rasio N/L di atas 9,8 yaitu pada kuartil ke-4, 63% pasien

(7 orang) yang ada di kuartil-4 ini mengalami kejadian klinis kardiovaskular mayor, dan

merupakan yang terbanyak dibandingkan kuartil lain. Dari hasil data tersebut menunjukkan

bahwa jumlah netrofil dan rasio N/L yang tinggi dapat memprediksi kejadian klinis

kardiovaskular mayor yang lebih besar.

Pada penelitian ini, jumlah netrofil dan rasio N/L terbukti dapat memprediksi kejadian

klinis kardiovaskular mayor (mortalitas, syok kardiogenik, gagal jantung akut, aritmia

ventrikel) selama perawatan di rumah sakit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian-penelitian

sebelumnya. Terdapat beberapa studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa leukosit dan

hitung jenisnya memiliki nilai prognostik untuk memprediksi kejadian kardiovaskular. Pada

penelitian Papa dkk (2008) diperoleh bahwa rasio N/L yang tinggi menghasilkan angka

kematian yang lebih tinggi pada pasien PJK, dan hasil yang sama juga dijumpai pada

penelitian Horne dkk (2005). Nunez dkk (2008) menemukan bahwa rasio N/L yang tinggi

berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih tinggi pada pasien dengan IMAEST.

O’Donoghue dkk (2008) menemukan jumlah netrofil yang lebih tinggi pada pasien IMAEST

yang meninggal dalam 30 hari dibandingkan yang hidup setelah 30 hari. Chia dkk (2009)

menemukan bahwa jumlah leukosit dan netrofil berhubungan dengan luasnya infark, fraksi

ejeksi, dan merupakan prediktor dari kejadian klinis kardiovaskular pada pasien IMAEST

yang menjalani IKP primer. Studi dari European Prevalence of Infection in Intensive Care juga menyimpulkan bahwa jumlah netrofil yang tinggi berhubungan dengan risiko kematian

jangka panjang yang lebih tinggi pada pasien yang menjalani angioplasti risiko tinggi.

Dari uji univariat terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi kejadian

kardiovaskular mayor, didapatkan dua faktor independen yang berpengaruh yaitu jumlah

netrofil > 11,8 x103/µL (OR 4,063, p=0.03) dan leukosit > 13,57 x103/mm3 (OR 10, p<0.001). Dilanjutkan dengan uji multivariat regresi logistik, hasilnya hanya leukosit sebagai

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Peningkatan jumlah netrofil berkorelasi positif dengan peningkatan nilai CKMB dan

troponin-T pada pasien IMAEST onset ≤ 24 jam dengan kekuatan korelasi adalah sedang (reasonable).

2. Jumlah netrofil yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian

kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit (mortalitas, syok kardiogenik,

gagal jantung akut, aritmia ventrikel) pada pasien IMAEST dengan onset ≤ 24 jam.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya pemeriksaan nilai netrofil serta

CKMB dan troponin tidak dilakukan secara serial sehingga tidak dapat dihasilkan grafik yang

menggambarkan kenaikan ketiga penanda tersebut. Jumlah netrofil pada penelitian ini

merupakan jumlah netrofil yang absolut, dan tidak menghitung secara khusus jumlah netrofil

batang yang juga berhubungan erat dengan stres akut.

6.3 Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar, dan juga

pengukuran nilai netrofil dan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial

sehingga dapat menggambarkan kenaikan dan penurunan masing-masing variabel

tersebut.

2. Nilai leukosit dan netrofil dapat dijadikan sebagai penanda prognostik untuk pasien

dengan IMAEST, terutama pada daerah-daerah yang fasilitas pemeriksaan

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ait-Oufella H, et al. Natural regulatory T cells control the development of atherosclerosis in

mice. Nat Med. 2006;12:178-180

Anderson JL, Ronnow BS, Horne BD, Carlquist JF, May HT, et al. Usefulness of a complete

blood count-derived risk score to predict mortality in patients with suspected

cardiovascular disease. Am J Cardiol. 2007;99:169-174

Antman Em, et al. ACC/AHA guidelines for the management of patient with ST-elevation

myocardial infarction: A report of the American College Cardiology/American Heart

Association task force on practice guidelines. Circulation. 110;e82

ASCM Coronary Artery Disease Risk Factor Threshold. Diunduh dari

Avanzas P et al. Multiple complex stenoses, high neutrophil count and C-reactice protein

levels in patients with chronic stable angina. Atherosclerosis. 2004;175:151-157

Barron HV, Cannon CP, Murphy SA, Braunwald E, Gibson CM. Association between white

blood cell count, epicardial blood flow, myocardial perfusion, and clinical outcomes

in the setting of acute myocardial infaction: A thrombolysis in myocardial infaction

10 substudy. Circulation. 2000;102:2329-2334

Buja LM, Willerson JT. Role of Inflammation in Coronary Plaque Disruption. Circulation. 1994;89:503-505

Cannon CP, Braunwald E. Unstable angina and non ST elevation myocardial infaction.

Chapter 53. Dalam Libby, Bonow, Mann, Zipes (eds) Braunwald’s Heart Disease.

Edisi 8. Philadelphia: Elsevier. 2008. hal. 1319-1351

Cavusoglu E, et al. Usefulness of the white blood cell count as a predictor of angiographic

Gambar

Gambar 2.1 Diagram evolusi plak aterosklerosis (Libby, 2002)
Gambar 2.2 Disfungsi endotel sebagai tahap awal pembentukan plak (Libby, 2002)
Gambar 2.3 Dasar Proses Inflamasi Aterosklerosis (Simon, 2012)
Gambar 2.4 Mekanisme Aktifasi Netrofil pada Aterogenesis (Soehnlein, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa Kedudukan Protokoler Pimpinan dan Anggota DPRD merupakan Pedoman Pelaksanaan acara kenegaraan atau acara resmi pemerintah yang diselenggarakan di daerah,

Dengan adanya perangkat lunak dan berbagai macam pendukungnya, akan membuat game ini menjadi hidup, sederhana dan dapat dimainkan

Berdasarkan hal tersebut diatas, sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah

Di dalam penulisan ilmiah ini, penulis membahas mengenai pembuatan website anggota monitoring kehadiran mahasiswa atau barcode yang bertujuan untuk memudahkan penyampaian

Melalui hasil data pada Tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa modul GSM SIM800L yang dipasang pada pos petugas keamanan dapat mengirimkan info melalui SMS kepada nomor handphone

Berdasarkan hasil pengolahan data VAS sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok I menggunakan paired sample t-test diperoleh nilai p: 0,00 (p&lt;0,05) maka Ha diterima

Sistem eksitasi merupakan sistem pemberian arus searah pada kumparan medan yang terdapat pada rotor generator guna menghasilkan tegangan induksi pada kumparan jangkar yang terdapat

Adapun langkah kerja penciptaan tari dapat- dilakukan dengan berbagai cara, misalrrya, pada awalnya seniman atau koreografger memberikan ide atau gagasan, yang kemudian