• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potential Analysis Rice Planting Time in the Rainfed Land Affected and Not Affected by ENSO and IOD in Central West Java Rice Production (Case Study: District of Indramayu and Cianjur).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potential Analysis Rice Planting Time in the Rainfed Land Affected and Not Affected by ENSO and IOD in Central West Java Rice Production (Case Study: District of Indramayu and Cianjur)."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PADA WILAYAH TIDAK TERKENA DAN TERKENA DAMPAK ENSO

DAN IOD DI SENTRA PRODUKSI PADI JAWA BARAT

(Studi kasus : Kabupaten Indramayu dan Cianjur)

EKO TASRONI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS POTENSI WAKTU TANAM PADI SAWAH TADAH HUJAN PADA

WILAYAH TIDAK TERKENA DAN TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD DI

SENTRA PRODUKSI PADI JAWA BARAT

(Studi kasus : Kabupaten Indramayu dan Cianjur)

EKO TASRONI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(3)

ABSTRAK

EKO TASRONI, Analisis Potensi Waktu Tanam Padi Sawah Tadah Hujan pada

Wilayah Tidak Terkena dan Terkena Dampak ENSO dan IOD di Sentra Produksi Padi

Jawa Barat (Studi Kasus : Kabupaten Indramayu dan Cianjur). Dibimbing oleh : YONNY

KOESMARYONO dan YAYAN APRIYANA

Penetapan waktu tanam merupakan bagian dari strategi budidaya tanaman

pangan. Peningkatan fluktuasi, frekuensi dan intensitas anomali iklim dalam dasawarsa

terakhir yang disebabkan oleh fenomena ENSO dan IOD dapat berakibat serius pada

tanaman pangan karena awal musim hujan maupun musim kering menjadi terlambat.

Indramayu merupakan salah satu sentra produksi padi Jawa Barat yang sebagian besar

wilayahnya dipengaruhi baik oleh ENSO maupun IOD. Sehingga di wilayah tersebut

terjadi pergeseran awal waktu tanam, sedangkan sentra produksi padi lainnya seperti

Cianjur sebagian besar wilayahnya tidak terpengaruh baik oleh ENSO maupun IOD.

Untuk menentukan potensi waktu tanam perlu analisis potensi sumberdaya air yang

mengintegrasikan komponen iklim, tanah, dan tanaman ke dalam suatu sistem. Penelitian

bertujuan untuk menentukan potensi waktu tanam padi baik pada tahun El-Nino, tahun

IOD positif maupun tahun normal serta mengetahui perbedaan potensi waktu tanam di

wilayah tidak terkena dan terkena dampak ENSO dan IOD. Waktu tanam ditetapkan

berdasarkan hasil indeks kecukupan air lebih dari 0.8 dan potensi kehilangan hasil kurang

dari 20%. Kedua nilai tersebut ditentukan pada fase kritis tanaman padi yaitu pada fase

pembungaan dan pengisian gabah. Dengan ketentuan bahwa skenario waktu tanam

terbaik diperoleh jika pada fase kritis tanaman tidak terjadi defisit air sehingga nilai

indeks kecukupan air lebih dari 80% dan potensi kehilangan hasil kurang dari 20%. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi tahun normal di daerah Krangkeng

Indramayu, potensi waktu tanam dapat dilakukan pada bulan Oktober

Desember.

Namun pada kejadian tahun El Nino, penanaman padi hanya dapat dilakukan pada bulan

Desember saja. Sedangkan pada kejadian IOD positif, penanaman dapat dilakukan pada

pertengahan November sampai dengan akhir Januari. Untuk daerah Ciranjang Cianjur,

penanaman pada tahun normal dapat dilakukan pada pertengahan September sampai

dengan akhir Februari. Sedangkan pada kondisi tahun El Nino dan IOD tidak menggeser

awal waktu tanam. Pada saat terjadi El Nino kuat yang bersamaan dengan IOD positif

lahan tadah hujan di Krangkeng tidak dapat ditanam padi. Kondisi yang berbeda terjadi

pada daerah Ciranjang, potensi waktu tanam dapat dilakukan hampir sama dengan waktu

tanam saat kondisi normal.

(4)

ABSTRACT

EKO TASRONI, Potential Analysis Rice Planting Time in the Rainfed Land Affected

and Not Affected by ENSO and IOD in Central West Java Rice Production (Case Study:

District of Indramayu and Cianjur). Supervised by:

YONNY KOESMARYONO

and

YAYAN APRIYANA

Timing of planting is part of the strategy of food cultivation. Increased

fluctuations, the frequency and intensity of climate anomalies in the last decade caused by

ENSO and IOD phenomena can have serious repercussions on food crops because of the

early rainy season and dry season was delayed. Indramayu is one of the rice-producing

centers in West Java, most of the area influenced by both ENSO and IOD. So in that area

have an early shift planting time, while other rice-producing centers such as Cianjur

mostly unaffected area either by ENSO and IOD. To determine the potential of planting

time required analysis of water resource potential of integrating the components of

climate, soil, and plants into a system. The study aims to determine the potential of good

rice-planting time in the El-Nino, a positive IOD years or normal years and knowing the

potential difference when planted in areas affected and not affected by ENSO and IOD.

Planting time is determined based on an index of adequacy of water more than 0.8 and the

potential loss of less than 20%. This two value is determined at the critical phase of the

rice plant at flowering stage and grain filling. With the stipulation that the best planting

time scenario obtained when the critical phase of plant have no water deficit, so that

water sufficiency index values of more than 80% and the potential loss of less than 20%.

The results showed that in normal conditions in the area of Krangkeng Indramayu,

potential planting time can be done in the month from October to December. But in the

year of El Nino events, rice planting can only be done in December. While the positive

IOD events, planting can be done in mid-November until the end of January. For

Ciranjang Cianjur district, in the normal years planting can be done in mid-September

until the end of February. While the conditions of El Nino and IOD does not shift the start

time of planting. During strong El Nino occurred simultaneously with the positive IOD in

rainfed land, the rice can not be planted in Krangkeng. Different conditions occur in areas

Ciranjang, the potential planting time can be done almost the same as planting time when

normal conditions.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan

rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2009 ini ialah potensi waktu tanam padi,

dengan judul Analisis Potensi Waktu Tanam Padi Sawah Tadah Hujan pada Wilayah

Tidak Terkena dan Terkena Dampak ENSO dan IOD di Sentra Produksi Padi Jawa Barat

(Studi Kasus di Kabupaten Indramayu dan Cianjur).

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada kedua

orang tua dan berbagai pihak yang memberikan dukungan serta bantuan dalam

penyelesaian penelitian ini :

1.

Prof. Dr. Ir.Yonny Koesmaryono, MS sebagai pembimbing I atas bimbingan, serta

bantuan yang diberikan selama penyelesaian penelitian ini.

2.

Keluarga Bpk. Ir. Yayan Apriyana, M.Sc yang memberikan dukungan, tempat serta

bimbingan secara fisik maupun mental serta ide dalam penyelesaian penelitian.

3.

Ir.Bregas Budianto, Ass.Dpl. atas segala bimbingan, ilmu serta bantuan yang

pernah diberikan kepada penulis.

4.

Seluruh staf pengajar GEOMET FMIPA terima kasih atas segala bimbingan dan

pengajaran selama penulis menyelesaikan studi di Departemen GFM.

5.

Gee Novita yang tanpa kenal lelah memberikan semangat selama penelitian.

6.

Keluarga besar Bpk. H.Lahmadi (Ibu Baiq Sumarni, Zainul, Zainal, Burhan, Yani,

Fitri dan bang Zul,

and the lovely

Tsabita Kireyna).

7.

Sahabat ter

baik (Zainul, Ridwan, Lina’Kiting’) serta

sahabat kosan maupun

sekitarnya (Deni, Gian, Basyar, Samba, Mian, Dwi, Sapta, Joko, Anton, VV, Lupi,

Ana, Ani, Yohana) serta seluruh keluarga besar GFM 39.

8.

Ibu Kiki Kartikasari, S.Si sebagai konsultan spiritual serta Adi Rakhman, S.Si yang

telah memberikan ilmunya kepada penulis.

9.

Ibu Mila dan Ibu Erni yang banyak memberikan bantuan ilmu serta data penelitian.

10.

Linda dan Ivan rekan penelitian yang banyak membantu secara fisik dan moral

(akhirnya lulus juga).

11.

Staf administrasi Departemen GFM: Pak Khoirun, Kang Aziz, Kang Nandang,

Mba Wanti, Mba Icha, Pak Pono, Pak Djun, Pak Udin, dan Bu Inda terima kasih

atas semua dukungan dan bantuannya.

12.

Dewa19 dan John Mayer sebagai sumber inspirasi.

Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama

pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, Penulis ucapkan

terima kasih.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2010

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1984 dari pasangan Sunarto dan

Musimah.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 33 Jakarta dan pada tahun yang sama

lulus seleksi masuk IPB melalui jalur seleksi perguruan tinggi Sistem Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Meteorologi, Departemen

Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian El-Nino dan La-Nina ... 2

2.2. Pengertian IOD (Indian Ocean Dipole) ... 4

2.3. Tanaman Padi ... 5

2.4. Evapotranspirasi ... 5

2.5. Kebutuhan dan Ketersediaan Air Bagi Tanaman ... 5

2.6. Kondisi Umum Kabupaten Indramayu ... 6

2.7. Kondisi Umum Kabupaten Cianjur ... 6

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 6

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... 7

3.3. Metode Penelitian ... 7

3.3.1 Pengumpulan data ... 7

3.3.2 Tahapan analisis potensi waktu tanam ... 7

Penentuan Indeks Kecukupan Air ... 7

Penentuan Potensi Kehilangan Hasil Tanaman ... 8

Penetapan potensi waktu tanam ... 8

Tahapan diagram alir penelitian ... 8

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi waktu tanam pada wilayah terkena dampak ENSO dan IOD ... 9

4.1.1. Analisis potensi waktu tanam pada tahun normal ... 9

4.1.2. Analisis potensi waktu tanam pada tahun El Nino ... 10

4.1.3. Analisis potensi waktu tanam pada tahun IOD positif ... 11

4.1.4. Analisis potensi waktu tanam pada tahun El-Nino dan IOD

positif ... 12

4.2. Potensi waktu tanam pada wilayah tidak terkena dampak ENSO dan IOD

... 13

4.2.1. Analisis potensi waktu tanam pada tahun normal ... 14

4.2.2. Analisis potensi waktu tanam pada tahun El Nino ... 15

4.2.3. Analisis potensi waktu tanam pada tahun IOD positif ... 16

4.2.4. Analisis potensi waktu tanam pada tahun El-Nino dan IOD

positif ... 17

4.3. Perbedaan potensi waktu tanam di Indramayu dan Cianjur ... 18

V. KESIMPULAN ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 20

(8)

DAFTAR TABEL

1. Daftar konsensus tahun-tahun yang mengalami kejadian ENSO (El-Nino dan

La-Nina) ... . 3

2. Pembagian tahun-tahun kejadian IOD ... 4

3. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada

tahun normal untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 9

4. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada

tahun El-Nino untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 10

5. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada

tahun IOD positif untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD

positif. ... 11

6. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada

tahun El-Nino bersamaan dengan IOD positif untuk daerah yang terkena

dampak ENSO dan IOD positif ... 13

7. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air

pada tahun normal untuk wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan

IOD ... 14

8. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air

pada tahun El-Nino untuk wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan

IOD ... 15

9. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air

pada tahun IOD positif untuk wilayah yang tidak terkena dampak ENSO

dan IOD ... 16

10. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air

pada tahun El Nino bersamaan dengan IOD positif untuk wilayah yang

tidak terkena dampak ENSO dan IOD ... 18

(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambaran skematis suhu permukaan laut dan curah hujan tropis di daerah

ekuatorial samudera Pasifik selama kondisi normal ... 2

2. Gambaran daerah yang mengalami IOD positif dan IOD negatif ... 4

3. Lokasi Indramayu dan Cianjur ... 6

4. Diagram Alir Penelitian ... 8

5. Rata-rata curah hujan bulanan daerah Krangkeng ... 9

6. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun normal untuk daerah yang terkena

dampak ENSO dan IOD positif ... 10

7. Rata-rata potensi kehilangan hasil pada tahun normal untuk daerah yang

terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 10

8. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun El-Nino untuk daerah yang terkena

dampak ENSO dan IOD positif ... 11

9. Rata-rata potensi kehilangan hasil pada tahun El-Nino untuk daerah yang

terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 11

10. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun IOD positif untuk daerah yang

terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 12

11. Rata-rata potensi kehilangan hasil pada tahun IOD positif untuk daerah yang

terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 12

12. Perbandingan indeks kecukupan air antara tahun-tahun kejadian El-Nino

bersamaan dengan IOD positif ... 13

13. Perbandingan potensi kehilangan hasil antara tahun-tahun kejadian El-Nino

bersamaan dengan IOD positif ... 13

14. Rata-rata curah hujan bulanan daerah Ciranjang ... 13

15. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun normal untuk daerah yang tidak

terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 14

16. Rata-rata potensi kehilangan hasil pada tahun normal untuk daerah yang tidak

terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 14

17. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun El-Nino untuk daerah yang tidak

terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 15

(10)

19. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun IOD positif untuk daerah yang

tidak terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 16

20. Rata-rata potensi kehilangan hasil pada tahun IOD positif untuk daerah yang

tidak terkena dampak ENSO dan IOD positif ... 16

21. Perbandingan indeks kecukupan air antara tahun-tahun kejadian El-Nino

bersamaan dengan IOD positif ... 17

22. Perbandingan potensi kehilangan hasil antara tahun-tahun kejadian El-Nino

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penetapan waktu tanam padi merupakan salah satu strategi penting dalam budidaya tanaman pangan khususnya padi. Di Indonesia, penetapan awal musim tanam sebagai bagian dari kalender tanam secara tradisional telah lama dikembangkan oleh petani secara turun-temurun dengan berbagai istilah yang berbeda pada setiap daerah. Tetapi dalam beberapa dasawarsa terakhir ini penetapan waktu tanam tersebut sudah tidak dapat sepenuhnya dipakai lagi sebagai acuan dalam menetapkan awal musim tanam, karena perubahan dan variabilitas iklim yang semakin meningkat.

Fluktuasi curah hujan yang sangat dinamis akibat munculnya anomali iklim mengakibatkan terjadinya pergeseran awal musim hujan dan awal musim kemarau. Dampak perubahan pola hujan dan pergeseran awal musim mengakibatkan perubahan waktu tanam yang akan mempengaruhi maju mundurnya waktu tanam sehingga sangat menyulitkan petani yang telah terbiasa dengan waktu dan pola yang dilakukan.

Penetapan kalender tanam merupakan bagian dari strategi budidaya tanaman pangan yang sangat berkaitan dengan anomali iklim (Koesmaryono et al, 2008). Fenomena anomali iklim seperti ENSO (El Niño Southern Oscillation) di Samudra Pasifik dan IOD (Indian Ocean Dipole) di Samudera Hindia semakin sering terjadi dengan kondisi musim yang semakin ekstrim dan durasi yang semakin panjang sehingga menimbulkan dampak yang nyata terhadap produksi pertanian (IPCC, 2001). Munculnya fenomena El Niño kuat sebanyak tujuh kali sepanjang dua puluh tahun terakhir disertai dengan terjadinya fenomena dipole mode/ Indian Ocean Dipole positif yang hampir terjadi bersamaan mengakibatkan kekeringan yang cukup serius (Allan, 2000).

Indramayu merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya dipengaruhi baik oleh ENSO maupun IOD (Koesmaryono, 2008). Sehingga di wilayah tersebut terjadi pergeseran awal waktu tanam, sedangkan sentra produksi beras lainnya seperti Cianjur sebagian besar wilayahnya tidak terpengaruh baik oleh ENSO maupun IOD. Untuk mengetahui perbedaan waktu tanam di kedua wilayah tersebut perlu dilakukan analisis

ketersediaan air tanaman berdasarkan prinsip neraca air.

Bertitik tolak dari uraian dan pemikiran tersebut, maka perlu adanya penyesuaian pola tanam, dalam arti waktu tanam yang lebih adaptif dengan variabilitas dan perubahan iklim. Seperti yang dikemukan oleh Viet et al (2001) bahwa untuk keberlanjutan pertanian akibat adanya perubahan iklim perlu dilakukan perubahan baik kalender tanam, pola tanam, maupun rotasi penanaman untuk setiap zone agroekologi.

Untuk menentukan potensi waktu tanam perlu analisis potensi sumberdaya air yang mengintegrasikan komponen iklim, tanah, dan tanaman ke dalam suatu sistem. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan model simulasi tanaman dan iklim dan menghitung indeks kecukupan air serta potensi kehilangan hasil. Dengan mengetahui indeks serta potensi tersebut dapat diketahui kapan tanaman mengalami kekeringan (cekaman air), sehingga dapat disusun skenario waktu dan masa tanam yang tepat untuk menekan terjadinya risiko kekeringan.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Menentukan potensi waktu tanam padi sawah tadah hujan baik pada tahun El-Nino, tahun IOD positif maupun tahun normal di sentra produksi padi Jawa Barat.

(12)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian El-Nino dan La-Nina El-Nino terjadi karena Indeks Osilasi Selatan bernilai negatif. Peristiwa ini terjadi karena tekanan udara di Tahiti lebih rendah daripada tekanan udara yang berada di Darwin. sehingga angin barat tertiup lebih kuat yang memperlemah angin pasat, sehingga massa air panas di kawasan pasifik bagian Barat mengalir ke arah Timur dengan bantuan arus ekuatorial. Akibatnya terjadi akumulasi massa air panas di Pasifik bagian Timur dan permukaan air lautnya naik lebih besar dibanding dengan yang di kawasan Barat. Periode terjadinya EL-Nino tidak terjadi secara berurutan. Namun, dapat terjadi setiap 3 tahun sampai 7 tahun (Trenberth, 1997).

La-Nina merupakan fase dingin dari ENSO, yang terjadi akibat arus dingin dari Pasifik timur, dan Indeks Osilasi Selatan bernilai Positif. La-Nina terjadi karena angin pasat timur yang bertiup di sepanjang Samudra Pasifik menguat (Sirkulasi Walker bergeser ke arah Barat). Sehingga massa air hangat yang terbawa semakin banyak ke arah Pasifik Barat. Akibatnya massa air dingin di Pasifik Timur bergerak ke atas dan menggantikan massa air hangat yang berpindah tersebut, hal ini biasa disebut

upwelling. Dengan pergantian massa air itulah suhu permukaan laut mengalami penurunan dari nilai normalnya (Thurman, 1994).

Walaupun El-Nino dan La-Nina dikarakteristikan sebagai indikator panas atau dinginnya suhu muka laut akibat tekanan dari suhu muka laut rata-rata di daerah Tropis Pasifik, namun kedua fenomena tersebut juga berkaitan dengan angin dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu daerah yang dilintasinya. Kejadian ENSO ini mencapai puncaknya pada akhir dan awal tahun yakni bulan Desember – Februari (Smith dan Petley, 1991).

Pada gambar 1 dapat diketahui bahwa pada kondisi normal (gambar 1a) air hangat di Pasifik Barat sebagai curah hujan terbesar. Angin yang berada dekat dengan permukaan laut melewati timur menuju barat melintasi Pasifik (angin ini disebut easterlies).

(a) (b)

(c)

Gambar 1. Gambaran skematis suhu permukaan laut dan curah hujan tropis di daerah ekuatorial samudera Pasifik selama kondisi normal (a), El-Niño (b), dan La-Niña (c) (sumber:

http://en.wikipedia.org/wiki/E l_Nino-Southern_Oscillation)

Sedangkan pada kondisi El-Nino (gambar 1b), angin easterlies melemah. Kondisi ini lebih hangat dari suhu permukaan laut rata-rata dan melingkupi daerah Tengah dan Timur Pasifik Tropis, serta daerah yang memiliki curah hujan yang besar berpindah menuju timur. Akibatnya daerah yang dilintasi El-Nino akan mengalami kekeringan (panas) serta intensitas hujan yang turun.

Gambar 1c menunjukkan kondisi La-Nina yang mengalami peningkatan dari kondisi normal. Selama kejadian ini, angin

easterlies menguat. Lebih dingin dari suhu rata-rata permukaan laut yang bergerak ke Barat menuju daerah Pasifik Tengah. Sehingga daerah Pasifik Barat dan daerah yang dilintasi La-Nina akan mengalami peningkatan curah hujan diatas normal.

(13)

Tabel 1. Daftar konsensus tahun-tahun yang mengalami kejadian ENSO (El-Nino dan La-Nina), (Sumber tabel: http://ggweather.com/enso/years.htm)

Keterangan tabel:

W- = El Nino lemah, W = El Nino sedang, W+ = El Nino kuat, C- = La Nina lemah, C = La Nina sedang, C+ = La Nina kuat.

Western Region Climate Center (WRCC) di http://www.wrcc.dri.edu/enso/ensodef.html Climate Diagnostics Center (CDC) di http://www.cdc.noaa.gov/ENSO

Climate Prediction Center (CPC) di http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/ analysis_monitoring/ensostuff/ensoyears.shtml

(14)

2.2 Pengertian IOD (Indian Ocean Dipole)

Dipole mode merupakan fenomena yang mirip dengan ENSO, tetapi terjadi di Samudera Hindia. Peristiwa Dipole mode ditandai adanya perbedaan anomali suhu permukaan laut (SPL) antara Samudera Hindia tropis bagian barat (50o BT– 70o BT, 10o LU – 10o LS) dengan Samudera Hindia tropis bagian timur (90o BT – 110o BT, 10o LS – ekuator) (Saji et al., 1999).

Anomali suhu permukaan laut ini memiliki kondisi yang lebih dingin dari normal dan muncul dipantai barat Sumatera (Samudera Hindia bagian timur), sementara di Samudera Hindia bagian barat terjadi pemanasan dari biasanya. Akibatnya,suhu muka laut di sekitar pantai Selatan Jawa dan pantai Barat Sumatra akan mengalami penurunan yang cukup drastis, sementara di dekat pantai timur Afrika tejadi kenaikan suhu permukaan laut. Perbedaan suhu muka laut ini (anomali positif di sebelah barat dan anomali negatif di sebelah timur) membentuk dua kutub, positif dan negatif, di Samudera Hindia yang kemudian disebut sebagai Dipole Mode Event (DME) atau Indian Ocean Dipole

(IOD).

Hasil studi dari Saji dan Yamagata (2003) menyatakan bahwa DM berkolerasi positif dengan tingginya anomali SPL di Belahan Bumi Utara (BBU) dan Belahan Bumi Selatan (BBS) termasuk kawasan Subtropis. Perubahan SPL selama peristiwa DM ditemukan hubungannya dengan perubahan angin permukaan di Samudera Hindia bagian tengah ekuator. Pada kenyataannya arah angin berkebalikan dari baratan ke timuran selama puncak fase dari kejadian DM positif ketika SPL mendingin di timur dan menghangat di Barat. Pengaruh dari angin ini sangat signifikan pada kedalaman termoklim melalui proses-proses di lautan (Rao et al., 2001).

Seperti halnya ENSO, IOD juga memiliki nilai positif dan nilai negatif. Nilai positif dari IOD dapat dijelaskan sebagai anomali suhu muka laut di Samudera Hindia tropis bagian barat, yang lebih besar daripada di bagian timurnya. Akibatnya terjadi peningkatan curah hujan dari kondisi normal di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat (Ashok et al., 2001). Di daerah Maritim Indonesia mengalami penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan. Nilai negatif IOD dapat meningkatkan curah hujan di Indonesia

dari kondisi normal. Kejadian IOD dimulai pada bulan Juni/Juli dan akan mencapai puncaknya pada bulan September – Oktober.

Tabel 2. Pembagian tahun-tahun kejadian IOD (sumber:http://www.bom.gov.au/clima te/IOD)

Gambar 2. Gambaran daerah yang mengalami (a) IOD positif dan (b) IOD negatif.

(sumber: http://www.jamstec.go.jp)

(15)

2.3 Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang menghasilkan produk beras. Pusat penanaman padi di Indonesia adalah di Pulau Jawa (Karawang dan Cianjur), Bali, Madura, Sulawesi dan Kalimantan (Suparyono dan Setyono, 1994).

Suparyono dan Setyono (1994) mengemukakan syarat pertumbuhan yang berkaitan dengan iklim pertanian untuk tanaman padi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Tumbuh di daerah tropis/subtropis (45oLU – 45oLS) dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.

b. Curah hujan optimum sebesar 200 mm/bulan atau 1500 – 2000 mm/tahun.

c. Dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 – 650 mdpl dengan temperatur 22 – 27 oC, sedangkan di dataran tinggi 650 – 1500 mdpl dengan temperatur 19 – 23 o

C.

d. Padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) berkisar antara 4.5 – 8.2 dan optimum berkisar antara 5.5 – 7.5 (Deptan, 2003).

2.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah kombinasi dari dua proses yaitu proses kehilangan air pada permukaan tanah disebut evaporasi dan proses kehilangan air dari tanaman (Allen et al.,1998). Selama air tersedia, evapotranspirasi akan berlangsung pada laju maksimum yang mungkin dan hanya tergantung pada jumlah energi yang tersedia. Jackson (1977) mengemukakan bahwa evaporasi dipengaruhi oleh faktor meteorologi, termasuk didalamnya radiasi surya, suhu permukaan evaporasi, selisih tekanan uap, kecepatan angin dan turbulensi udara. Radiasi surya merupakan sumber energi utama. Sedangkan Nieuwolt (1977) dalam Usman (1996) menyatakan bahwa evapotranspirasi dikendalikan oleh tiga kondisi, yaitu kapasitas udara untuk menampung lebih banyak uap air, jumlah energi yang tersedia dan digunakan dalam proses evaporasi dan transpirasi sebagai bahan laten, dan derajat turbulensi atmosfer bagian bawah yang dibutuhkan untuk memindahkan lapisan udara yang telah jenuh dengan uap air dekat permukaan dan menggantinya dengan udara yang belum jenuh.

2.5 Kebutuhan dan Ketersediaan Air Bagi Tanaman

Doorenbos dan Pruitt (1976) mendefinisikan kebutuhan air tanaman sebagai tinggi air yang dibutuhkan untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman sehat, tumbuh di lahan yang luas pada kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya. Sedangkan Sasrodarsono dan Takeda (1978) menyatakan bahwa kebutuhan air disebut juga evapotranspirasi.Dengan mengabaikan jumlah air yang digunakan dalam kegiatan metabolisme maka evapotranspirasi dapat disamakan dengan kebutuhan air tanaman.

Di dalam tanah, air berada di dalam ruang pori di antara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaan jenuh air, semua ruang pori akan terisi oleh air. Dalam keadaan ini jumlah air yang disimpan dalam tanah merupakan jumlah air maksimum disebut kapasitas penyimpanan air maksimum (Islami dan Utomo, 1995).

Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukan air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar tanaman atau menguap sehingga tanah makin lama makin mengering. Pada suatu saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen).

(16)

2.6 Kondisi Umum Kabupaten Indramayu

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat, dengan letak geografis berada pada 107º52’ BT-108º36’ BT dan 6º15’ LS - 6º40’ LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0 – 2 %.

Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Subang di sebelah barat, Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa sebelah Timur, Kabupaten Sumedang, Majalengka dan Cirebon di sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah Utara.

Suhu harian di Kabupaten Indramayu berkisar antara 26-27oC dengan suhu harian maksimum 30oC dan Minimum 18oC. Curah hujan rata-rata tahunan 1.428 mm, dengan jumlah hari hujan 75 hari.

Luas wilayah Indramayu yang tercatat seluas 204.011 Ha terdiri atas 110.877 Ha tanah sawah (54,35%) dengan irigasi teknis sebesar 72.591 Ha, 11.868 Ha setengah teknis 4.365 Ha irigasi sederhana PU dan 3.129 Ha irigasi non PU sedang 18.275 Ha diantaranya adalah sawah tadah hujan. Sedang luas tanah kering di Kabupaten Indramayu tercatat seluas 93.134 Ha atau sebesar 45,65%. Bila dibandingkan dengan luas areal tanah sawah di tahun 2005 yakni 110.548 Ha tanah sawah atau 54,19% dari luas wilayah maka dapat terlihat kecenderungan perubahan penggunaan lahan.

Sektor pertanian menyumbang 43% dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Indramayu. Selain itu pertanian juga merupakan sektor usaha utama berdasarkan prosentase jumlah penduduk yaitu 8,8 %.

2.7 Kondisi Umum Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dengan letak geografis berada pada 106°42' BT - 107°25' BT dan 6°21' LS - 7° 32' LS dengan luas 350.148 ha. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta di utara, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Sukabumi di barat. Sebagian besar wilayahya adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit.

Gambar 3. Lokasi Indramayu dan Cianjur Sumber (http://www.bpkp.go.id

/unit

Jabar/Peta_administratif_jawa_ba rat.jpg)

Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan produktif dan konservasi, 58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha (16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan penggembalaan / pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak / kolam, 25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman / pekarangan dan 22.483 Ha (6.42 %) berupa penggunaan lain-lain. Lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62.99 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,80 %. Di Cianjur sendiri, pesawahan yang menghasilkan beras asli Cianjur ini hanya di sekitar Kecamatan Warungkondang, Cugenang dan sebagian Kecamatan Cianjur. Luasnya sekitar 10,392 Ha atau 10,30% dari luas lahan persawahan di Kabupaten Cianjur. Produksi rata-rata per hektar 6,3 ton dan produksi per-tahun 65,089 ton.

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

(17)

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data series curah hujan harian dan bulanan Kabupaten Indramayu yang diwakili kecamatan Krangkeng, dan Kabupaten Cianjur yang diwakili kecamatan Ciranjang dari tahun 1990-2008.

2. Data Evapotranspirasi Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cianjur. 3. Data tinggi tanaman, kedalaman

perakaran, fase, siklus serta varietas tanaman padi di Kabupaten Cianjur dan Indramayu.

4. Data contoh analisis fisika tanah (kadar air pF 2 dan pF 4.2)

5. Seperangkat PC (Personal Computer) serta aplikasi piranti lunak (software) yaitu : Notepad versi 5.1, WARM (Water and Agroclimate Resource Management) versi 2.0, Microsoft Office 2007.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data curah hujan harian dan bulanan serta data evapotranspirasi dari instansi-instansi seperti Balitklimat, BMG, serta instansi-instansi masing-masing kabupaten seperti PSDA/PU serta Dinas Pertanian.

Kategori untuk tahun El-Nino yang digunakan adalah kategori El-Nino sedang dan kuat, yang terdiri dari : 1. Tahun kejadian El-Nino kuat

(periode 1991-1992, 1997-1998) 2. Tahun kejadian El-Nino sedang

(periode 1992-1993, 1994-1995, 2002-2003)

Sumber :

http://ggweather.com/enso/years.htm

Kategori tahun IOD yang digunakan adalah kategori IOD positif, yang terdiri dari periode 1994-1995, 1997-1998, 2006-2007, 2007-2008.

Sumber:

http://www.bom.gov.au/climate/IOD Kategori tahun normal adalah periode tahun 1990-1991, 1995-1996, 1999-2000, 2001-2002, 2003-2004, 2005-2006.

3.3.2 Tahapan analisis potensi waktu tanam Analisis potensi waktu tanam dilakukan untuk sawah tadah hujan melalui tahapan sebagai berikut:

Penentuan Indeks Kecukupan Air

Indeks kecukupan air merupakan nisbah antara ETR (Evapotranspirasi riil/aktual) dengan ETM (Evapotransprasi Maksimal/crop). Indeks kecukupan air tanaman dicerminkan melalui kebutuhan air pada periode defisit yang ditandai dengan nisbah ETR/ETM< 0.80. Analisis indeks kecukupan air didasarkan atas dua pendekatan yaitu:

1. Hubungan air dan tanaman yang merupakan fungsi linier. Hal ini dilakukan untuk menduga kehilangan hasil tanaman ketika tanaman mengalami kondisi cekaman air (water stress).

2. Kehilangan hasil akibat tanaman kekurangan air selama fase kritis akan lebih besar dibandingkan pada fase lainnya.

Indeks kecukupan air disajikan dalam persamaan berikut :

ls = ETR/ETM

keterangan :

Is = indeks kecukupan air ETR = Evapotranspirasi Riil ETM = Evapotranspirasi Maksimum

Untuk mengetahui kebutuhan air maksimum (ETM) pada tanaman maka dapat dihitung dengan menggunakan data ETP dari panci kelas A dan koefisien tanaman. Sehingga dapat digambarkan dalam persamaan berikut :

ETM = kc x ETP Keterangan :

ETM = Evapotranspirasi maksimum Kc = Koefisien tanaman

ETP = Evapotranspirasi Potensial

Tanaman dikatakan tumbuh dengan baik apabila nisbah ETR/ETM mendekati 1. Jika ETR/ETM kurang dari 0.80 maka ada indikasi tanaman mengalami kekurangan air karena hanya sebagian kecil air yang digunakan untuk transpirasi, dan sebagian besar hilang sebagai evaporasi, sedangkan batas kritis tanaman adalah 0,65 (Baron et al, 1995).

Untuk menentukan ETP, Allen et al

(18)

evapotranspirasi potensial tersebut adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Irigasi (I) dan P (curah hujan) = air yang masuk ke dalam zone perakaran. Sebagian I dan P tersebut akan hilang melalui aliran permukaan (RO) dan perkolasi (DP) yang secara bertahap akan kembali mengisi water table. Sebagian air tersebut akan bergerak ke atas dengan gaya kapilaritas (CR), kemudian ditransfer secara horizontal melalui aliran air di bawah permukaan tanah (∆SF).

Kebutuhan air riil (aktual) tanaman (ETR) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

ETR: Ks x ETM = Ks x Kc x ETP

Keterangan :

ETR = Evapotranspirasi riil tanaman

ETM = Evapotranspirasi Maksimum tanaman Ks = Koefisien stress

Kc = Koefisien tanaman

Ks dapat digambarkan melalui 2 cara perhitungan berdasarkan tingkat ketersediaan cadangan air tanah sebagai berikut:

1. Bila kelembaban tanah bukan sebagai faktor pembatas untuk tanaman padi maka cadangan air tanah lebih dari 80% dikategorikan jenuh dalam zone perakarannya.

Stew≥ Prof.rac * Sat * 0.8

Sehingga: Ks = 1dan ETR=ETM Keterangan :

Stew = Pendugaan cadangan air tanah (mm/hari)

Prof.rac = Kedalaman tanah yang dapat dijangkau akar dan batas kedalaman lapisan olah.

Sat = Kadar air dalam volume tanah jenuh.

2. Bila kelembaban tanah sebagai faktor pembatas maka:

Stew< Prof.rac * Sat * 0.8

Sehingga:Ks = Stew/(Prof rac* Sat * 0.8)dan ETR =Ks * ETM

Penentuan Potensi Kehilangan Hasil Tanaman

Kehilangan hasil tanaman (RLY) dihitung berdasarkan nilai defisit transpirasi tanaman relatif dikali dengan koefisien cekaman masing-masing fase tumbuh tanaman. Menurut Allen et.al. (1998),

kehilangan hasil yang masih bisa ditoleransi adalah 20 %. Jika lebih dari itu maka tidak dianjurkan karena akan membawa dampak kerugian yang lebih besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada persamaan berikut :

%RLY = 1 – (Tca/Tc) x ks

Keterangan :

%RLY = Tingkat kehilangan hasil relatif Tca = Transpirasi aktual tanaman

Tc = Transpirasi tanah maksimum + evaporasi tanah aktual

Ks = koefisien stress/cekaman

Koefisien cekaman pada masing-masing fase tumbuh padi adalah 0.10 (inisial), 1.33 (vegetatif), 2.50 (pembungaan), 0.33 (pembentukan biji) dan 0.10 (pemasakan) (Allen et al, 1998).

Penetapan potensi waktu tanam

Waktu tanam ditetapkan berdasarkan hasil indeks kecukupan air > 0.8 dan potensi kehilangan hasil < 20%. Kedua nilai tersebut ditentukan pada fase kritis tanaman padi yaitu pada fase pembungaan dan pengisian gabah. Dengan ketentuan bahwa skenario waktu tanam terbaik diperoleh jika pada fase kritis tanaman tidak terjadi defisit air sehingga nilai indeks kecukupan air lebih dari 80% dan potensi kehilangan hasil kurang dari 20%.

Tahapan Diagram Alir Penelitian

SF

CR

DP

RO

P

I

ETP

(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi waktu tanam pada wilayah terkena dampak ENSO dan IOD Indramayu merupakan kabupaten dengan wilayah yang hampir seluruh dipengaruhi baik oleh ENSO maupun IOD. Menurut Koesmaryono et al. (2008), Kecamatan Krangkeng merupakan wilayah yang terkena dampak paling serius baik oleh ENSO maupun IOD terutama saat memasuki periode September – November.

4.1.1. Analisis potensi waktu tanam pada tahun normal

Berdasarkan hasil analisis nilai ETR/ETM (Indeks kecukupan air) lebih dari 0.8 terjadi saat memasuki waktu tanam pada bulan Oktober sepuluh hari pertama (Oktober I) sampai dengan sepuluh hari terakhir bulan Desember (Desember III). Sedangkan potensi kehilangan hasil kurang dari 20% terjadi saat memasuki waktu tanam pada bulan Oktober sepuluh hari pertama (Oktober I) sampai dengan Desember III (Gambar 6 dan 7). Indeks kecukupan air mencapai nilai maksimal pada November III sebesar 0.85. Sedangkan potensi kehilangan hasil terendah berada pada Desember I sebesar 2.29 %.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa pada periode Oktober I nisbah ETR/ETM pada fase pembungaan dan pematangan yang merupakan fase kritis tanaman masing-masing mempunyai nilai rata-rata 0.96 dan 0.71 dengan potensi kehilangan hasil pada fase pembungaan dan pematangan masing-masing 10.73% dan 8.57%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan air sudah mencukupi saat memasuki waktu tanam pada Oktober I. Dengan demikian potensi waktu tanam di kecamatan Krangkeng pada tahun normal adalah Oktober I sampai dengan Desember III. Indeks kecukupan air turun setelah memasuki waktu tanam pada Januari I dan berfluktuasi pada periode berikutnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan air mulai berkurang, dan potensi kehilangan hasil meningkat lebih dari 30%. dan kehilangan hasil cukup tinggi terjadi pada penanaman mulai Februari III sampai Agustus III. Untuk itu sebaiknya pada bulan-bulan tersebut tidak disarankan untuk dilakukan penanaman padi. Dengan demikian bila petani menanam pada periode tersebut maka harus dipersiapkan pasokan irigasinya.

Tabel 3. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada tahun normal untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif

Penanaman terbaik dapat dilakukan pada Desember I, sebab nilai potensi kehilangan hasilnya paling rendah yakni sebesar 2.29% dan indeks kecukupan airnya diatas 0.8 sebesar 0.82. Para petani yang menanam pada dasarian ini dapat meminimalisasi kehilangan hasil padi karena indeks kecukupan air pada sawah tadah hujan berada pada titik aman tanam.

(20)

4.1.2. Analisis potensi waktu tanam pada tahun El Nino

Indeks kecukupan air yang relatif aman pada tahun El-Nino mempunyai rentang yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun normalnya yaitu hanya sekitar 3 dasarian terjadi saat memasuki waktu tanam November II sampai dengan Desember II. Sedangkan potensi kehilangan hasil yang rendah baru terjadi saat memasuki waktu tanam Desember I sampai dengan Desember III (Gambar 8 dan 9).

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nisbah ETR/ETM pada periode Desember I pada fase pembungaan dan pematangan masing-masing mempunyai nilai 0.92 dan 0.69 potensi kehilangan hasil pada kedua fase tersebut masing-masing mempunyai nilai rata-rata 19.71% dan 9.25%. Untuk itu, pada tahun El-Nino hanya mempunyai waktu satu kali periode tanam. Dengan demikian potensi waktu tanam pada tahun El-Nino hanya dapat dilakukan pada bulan Desember saja. Karena setelah melewati periode Desember III maka tidak disarankan untuk dilakukan penanaman,

jika dilihat pada turunnya indeks kecukupan air dan besarnya potensi kehilangan hasil.

Tabel 4. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada tahun El-Nino untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif

Untuk kondisi penanaman yang terbaik sebaiknya dilakukan Desember I sampai dengan Desember II. Sebab, pada kedua dasarian ini potensi kehilangan hasilnya berada pada kisaran 8.43% sampai dengan 9.39%. Indeks kecukupan airnya juga relatif aman karena berada diatas 0.9.

Gambar 6. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun normal untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif

(21)

4.1.3. Analisis potensi waktu tanam pada tahun IOD positif

Indeks kecukupan air yang relatif aman pada tahun IOD positif mempunyai rentang yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun normalnya yaitu hanya sekitar 3 dasarian terjadi saat memasuki Oktober I sampai dengan Januari III. Sedangkan potensi kehilangan hasil yang rendah baru terjadi pada November II sampai dengan Januari III (Gambar 10 dan 11).

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nisbah ETR/ETM pada periode Oktober III pada fase pembungaan dan pematangan masing-masing mempunyai nilai 0.98 dan 0.94 potensi kehilangan hasil pada kedua fase tersebut masing-masing mempunyai nilai rata-rata 5.45 dan 1.66. Indeks kecukupan air turun berfluktuasi antara 0.65 dan 0.8 setelah memasuki periode Februari I dengan peningkatan kehilangan hasil sebesar 38.6 %. Untuk itu sebaiknya tidak dilakukan penanaman mulai dari Februari I sampai dengan Agustus III. Sebab indeks kecukupan airnya cenderung menurun sampai 0.02 pada

Juli III dan potensi kehilangan hasil mencapai 100% mulai dari Maret I sampai dengan Agustus III.

Dampak kerugian yang dialami cukup besar jika dilakukan penanaman pada periode tanam ini. Dengan demikian, waktu tanam potensial pada tahun IOD positif dapat dilakukan pada November II sampai dengan Januari III. Hal ini berdasarkan minimalnya potensi kehilangan hasil dan indeks kebutuhan air yang berada diatas 0.8 untuk penanaman padi.

Tabel 5. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada tahun IOD positif untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif

Gambar 8. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun El-Nino untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif

(22)

Penanaman terbaik dapat dilakukan pada dasarian akhir November (November III). Hal ini didasarkan pada rendahnya potensi kehilangan hasil sebesar 1.8% dan indeks kecukupan air sebesar 0.93. Sehingga penanaman yang dilakukan pada periode ini, didapatkan hasil yang terbaik untuk sawah tadah hujan.

4.1.4. Analisis potensi waktu tanam pada tahun El-Nino dan IOD positif Untuk periode tahun 1994-1995 (El-Nino sedang), indeks kecukupan air diatas 0.8 (gambar 12) berada pada periode November I sampai dengan Februari III. Sedangkan pada periode tahun 1997-1998 (El-Nino kuat), indeks kecukupan air yang tinggi hanya terdapat dua dasarian, yaitu Februari I dan II.

Dari analisis waktu tanam untuk tahun El-Nino dan IOD positif, dapat dilihat bahwa potensi kehilangan hasil cukup besar, seperti yang ditunjukkan pada gambar 13. Untuk periode tahun 1994-1995, potensi kehilangan hasil yang rendah terdapat pada masa tanam Desember I, Desember III serta Januari III.

Sedangkan pada periode tahun 1997-1998, potensi kehilangan hasil untuk semua dasarian berada diatas 20%.

Tabel 6 diambil dari contoh analisis pada Februari II periode tahun 1997-1998. Pengaruh El Nino dan IOD positif sangat kuat pada periode tahun tersebut. Sebab nilai terendah untuk potensi kehilangan hasil sebesar 35.02% untuk fase pembungaan sedangkan indeks kecukupan airnya sebesar 0.85. Indeks kecukupan air yang berada diatas 0.8 pada periode ini memang memenuhi syarat tumbuh tanaman padi. Namun sangat beresiko sekali jika penanaman dilakukan pada masa El Nino kuat yang bersamaan dengan IOD positif, karena potensi kehilangan hasilnya cukup besar.

Untuk kejadian El-Nino sedang yang bersamaan dengan IOD positif, periode tanam masih dapat dilakukan pada beberapa dasarian seperti pada Desember I, Desember II serta Januari III. Tetapi sebaiknya petani tidak melakukan penanaman setelah bulan Desember karena resiko kehilangan hasil cukup besar walaupun pada Januari III potensi Gambar 10. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun IOD positif untuk daerah

yang terkena dampak ENSO dan IOD positif

(23)

kehilangan hasilnya dibawah 20%. Sedangkan untuk kondisi pengaruh El-Nino kuat bersamaan dengan IOD positif maka lahan sawah tidak dapat ditanami untuk masa tanam I, II dan III.

Tabel 6. Contoh analisis potensi kehilangan hasil dan indeks kecukupan air pada tahun El-Nino bersamaan dengan IOD positif untuk daerah yang terkena dampak ENSO dan IOD positif

4.2. Potensi waktu tanam pada wilayah tidak terkena dampak ENSO dan IOD

Menurut Koesmaryono et al. (2008), Cianjur merupakan wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan sebagian besar wilayahnya tidak terkena dampak IOD, hanya sebagian

wilayah Selatan saja yang terkena dampak IOD.

Analisis waktu tanam potensial di Cianjur pada wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD dimaksudkan untuk melihat perbedaan waktu tanam dengan wilayah yang terkena dampak. Analisis dilakukan pada tahun-tahun normal, El-Nino dan IOD positif.

4.2.1. Analisis potensi waktu tanam pada tahun normal

Gambar 12. Perbandingan indeks kecukupan air antara tahun-tahun kejadian El-Nino bersamaan dengan IOD positif

Gambar 13. Perbandingan potensi kehilangan hasil antara tahun-tahun kejadian El-Nino bersamaan dengan IOD positif

(24)

4.2.1. Analisis potensi waktu tanam pada tahun normal

Hasil analisis menunjukkan bahwa rentang waktu nilai indeks kecukupan air berkisar antara 0.83 sampai dengan 1 mulai periode September I sampai dengan Maret III. Demikian pula potensi kehilangan hasil periode September II sampai Maret I berkisar antara 0.31% sampai dengan 19.3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sepanjang periode tersebut petani aman untuk menanam padi tanpa pasokan irigasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 15 dan 16. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada dasarian I November nilai indeks kecukupan air pada fase pembungaan dan pematangan masing-masing sebesar 0.97 dan 0.90 serta nilai potensi kehilangan hasil sebesar 7.03% dan 2.97%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun normal, periode dasarian tersebut aman untuk tanam, sebab kecukupan airnya terpenuhi dan minimnya potensi kehilangan hasil. Dengan demikian periode yang berpotensi untuk dilakukan penanaman pada tahun normal, berada pada rentang waktu September II sampai dengan Maret I.

Tabel 7. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air pada tahun normal untuk wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD.

Untuk periode penanaman terbaik dapat dilakukan pada November I. Hal ini didasarkan pada hasil analisis yang menunjukkan indeks kecukupan air yang tinggi dan rendahnya potensi kehilangan hasil. Potensi kehilangan hasil pada periode ini sebesar 0.31%. Sedangkan indeks kecukupan air berada pada nilai 0.99. Dengan demikian penanaman pada periode ini dapat meminimalisasi kehilangan hasil. Walaupun pada daerah Ciranjang penanaman padi untuk sawah tadah hujan dapat dilakukan sampai dengan Maret I.

Gambar 15. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun normal untuk daerah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD positif

(25)

4.2.2. Analisis potensi waktu tanam pada tahun El Nino

Pada tahun-tahun El-Nino rentang waktu nilai indeks kecukupan air di atas 0.8 mulai September II sampai dengan April I dengan kisaran antara 0.84 sampai dengan 1. Potensi kehilangan hasil yang berada dibawah 20% berada pada September III sampai dengan Maret III dengan kisaran 0% sampai dengan 15.4%. Penanaman sebaiknya dihindari mulai dari April II sampai dengan Agustus III. Pada periode ini indeks kecukupan air berada pada kisaran 0.44 sampai dengan 0.78 dan potensi kehilangan hasilnya berada pada kisaran 22.5% sampai dengan 92.7 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 17 dan 18.

Dari tabel 8 menunjukkan bahwa pada dasarian I Oktober nilai indeks kecukupan air pada fase pembungaan dan pematangan masing-masing sebesar 0.98 dan 0.95 serta nilai potensi kehilangan hasil sebesar 4.70 % dan 1.45%. Dengan demikian bahwa potensi penanaman pada tahun El-Nino, dapat dilakukan pada September III sampai dengan Maret III.

Tabel 8. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air pada tahun El-Nino untuk wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD.

Penanaman padi terbaik dapat dilakukan pada November II sampai dengan Desember I. Potensi kehilangan hasil pada periode ini mencapai 0%, dan indeks kecukupan airnya mencapai 1. Sehingga didapatkan hasil yang terbaik jika penanaman dilakukan pada periode ini.

Gambar 17. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun El-Nino untuk daerah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD positif

(26)

4.2.3. Analisis potensi waktu tanam pada tahun IOD positif

Berdasarkan hasil analisis rentang waktu nilai indeks kecukupan air di atas 0.8 mulai periode September II sampai dengan April II (gambar 19). Demikian pula potensi kehilangan hasil kurang dari 20% mulai periode September II sampai April II (gambar 20). Hal tersebut menunjukkan bahwa sepanjang periode tersebut petani aman untuk menanam padi tanpa pasokan irigasi.

Pada tabel 9 dapat dilihat pada November III indeks kecukupan air berada diatas 0.9 pada fase pembungaan dan pematangan dengan nilai masing-masing sebesar 0/98 dan 0.9. Sedangkan potensi kehilangan hasil masing-masing sebesar 6.18% dan 2.13%. Ini menandakan bahwa pada salah satu periode tersebut merupakan periode yang aman untuk penanaman padi, terutama untuk sawah tadah hujan. Dengan demikian potensi penanaman untuk sawah tadah hujan dapat dilakukan pada September II sampai dengan April II.

Tabel 9. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air pada tahun IOD positif untuk wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD.

Dari tabel 8 menunjukkan bahwa pada dasarian III November nilai indeks kecukupan air pada fase pembungaan dan pematangan masing-masing sebesar 0.98 dan 0.93 serta nilai potensi kehilangan hasil sebesar 6.18 % dan 2.13.

Untuk penanaman terbaik dapat dilakukan pada Desember I, Januari II dan Maret II. Dengan kisaran indeks kecukupan air sebesar 0.99 sampai 1 dan potensi kehilangan hasil sebesar 0%.

Gambar 19. Rata-rata indeks kecukupan air pada tahun IOD positif untuk daerah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD positif.

(27)

4.2.4 Analisis potensi waktu tanam pada tahun El-Nino dan IOD positif Indeks kecukupan air diatas 0.8 untuk periode tahun 1994-1995, berada pada rentang masa tanam September I sampai dengan Maret III. Sedangkan periode tahun 1997-1998, rentang tersebut bergeser tiga dasarian pada awal masa tanam, yakni pada masa tanam Oktober I sampai dengan April III. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 21.

Potensi kehilangan hasil dibawah 20% (gambar 22) pada periode tahun 1994-1995 berada pada rentang masa tanam September II sampai dengan Maret III. Pada periode tahun 1997-1998, rentang waktu tanam berada pada masa tanam Oktober II sampai dengan April II. Dengan demikian pada tahun El-Nino yang bersamaan dengan tahun IOD positif, penanaman padi dapat dilakukan seperti pada tahun-tahun normal.

Pada tabel 10 menunjukkan contoh hasil analisis pada periode tahun 1997-1998. Dari contoh hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada kondisi El Nino kuat bersamaan

dengan IOD positif, potensi kehilangan hasil dapat mencapai 0 % pada masa pembungaan dan pematangan. Selain itu, indeks kecukupan air menunjukkan kondisi yang sangat baik yakni sebesar 0.98.

Oleh karena itu pada daerah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD, kejadian El Nino kuat bersamaan dengan IOD positif tidak terlalu mempengaruhi pergeseran waktu tanam padi. Dengan kata lain, petani dapat menanam padi pada lahan sawah tadah hujan, walaupun pada saat kejadian El Nino kuat bersamaan dengan IOD positif.

Gambar 21. Perbandingan indeks kecukupan air antara tahun-tahun kejadian El-Nino bersamaan dengan IOD positif

(28)

Tabel 10. Contoh hasil analisis kehilangan hasil tanaman dan indeks kecukupan air pada tahun El Nino bersamaan dengan IOD positif untuk wilayah yang tidak terkena dampak ENSO dan IOD

Kejadian El-Nino kuat dan sedang yang bersamaan dengan kejadian IOD positif, tidak terlalu mempengaruhi masa tanam untuk daerah Ciranjang. Untuk penanaman terbaik dapat dilakukan sepanjang potensi waktu tanam yakni pada Oktober II sampai dengan April II.

4.3. Perbedaan potensi waktu tanam di Indramayu dan Cianjur

Pada tahun normal, potensi waktu tanam pada wilayah yang terkena dampak dengan tidak terkena dampak ENSO dan IOD sangat berbeda. Di Krangkeng Indramayu yang merupakan wilayah terkena dampak anomali iklim, mempunyai potensi waktu tanam sekitar 8 dasarian mulai dari Oktober I sampai dengan Desember III sedangkan di Ciranjang Cianjur potensi waktu tanam sekitar 17 dasarian dari September II sampai dengan Februari III. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi waktu tanam padi sawah tadah hujan untuk kecamatan Krangkeng hanya pada Musim Tanam I (MT I) saja. Pada MT II tidak disarankan untuk menanam padi karena kebutuhan air tanaman tidak mencukupi. Sebagai alternatif pengganti adalah dengan menanam palawija. Sedangkan pada MT III lahan sebaiknya dibera-kan karena pada masa tanam tersebut potensi kehilangan hasil dapat mencapai hingga lebih dari 50%. Berbeda dengan di Krangkeng, di Ciranjang potensi tanam padi sawah lahan tadah hujan bisa dua kali tanam, pada MT I dan MT II. Sedangkan pada MT III tidak dapat ditanam karena potensi kehilangan hasil lebih dari 50%.

Pada tahun El-Nino, perbedaan potensi waktu tanam sangat jelas antara wilayah yang terkena dampak dan tidak terkena dampak ENSO dan IOD. Di Krangkeng, potensi waktu tanam hanya terjadi sekitar 3 dasarian pada bulan Desember. Awal

waktu tanam tersebut mundur 7 dasarian dari tahun normal. Sedangkan di Ciranjang potensi waktu tanam pada tahun tersebut sekitar 18 dasarian (September III – Maret III). Tidak ada perubahan awal waktu tanam antara tahun normal dengan tahun El-Nino di Cianjur. Dengan demikian petani di Krangkeng harus mewaspadai bila tahun El-Nino tiba karena waktu tanam pada MT I relatif sempit dan bergeser dari tahun normalnya. Sedangkan di Ciranjang, wilayah tersebut relatif aman meskipun terjadi El-Nino, karena waktu tanam hanya bergeser satu dasarian dari tahun normalnya dan potensi tanam relatif bagus hingga MT II.

Pada tahun IOD positif, potensi waktu tanam di Krangkeng sekitar 7 dasarian (November II – Januari III) dan mundur 4 dasarian. Kondisi tersebut memberikan peluang petani untuk menanam lebih baik dibandingkan dengan tahun El-Nino. Sedangkan di Ciranjang potensi masa tanam pada tahun tersebut 21 dasarian (September II – April II) dan wilayah tersebut relatif aman karena tidak terjadi perubahan potensi awal tanam dan potensi tanam relatif bagus hingga MT II. Dengan demikian meskipun di wilayah lain di Indonesia terjadi anomali Iklim, di wilayah Ciranjang tidak terpengaruh oleh kondisi tersebut.

Untuk tahun kejadian El-Nino yang bersamaan dengan IOD positif, potensi waktu tanam daerah Krangkeng relatif sedikit. Hanya terjadi pada 3 dasarian (Desember I, III) dan Januari III. Jika dibandingkan dengan Ciranjang yang memiliki waktu tanam yang hampir sama dengan tahun normal. Namun karena tingginya potensi kehilangan hasil untuk kejadian El-Nino kuat bersamaan dengan IOD positif, maka pada daerah Krangkeng tidak bisa ditanami padi.

V. KESIMPULAN

(29)

Dan pada tahun El-Nino, perbedaan rentang waktu tanam lebih panjang 6 dasarian dibandingkan dengan tahun normalnya. Sedangkan pada tahun IOD positif, rentang waktu tanam lebih panjang 5 dasarian dibandingkan dengan tahun normalnya. Hal yang perlu diwaspadai untuk kecamatan Krangkeng adalah bila terjadi El-Nino datang bersamaan dengan IOD positif. Maka di wilayah tersebut dapat menyebabkan terjadinya gagal panen padi, baik pada masa tanam I, II dan III.

dengan Februari III. Untuk tahun kejadian El Nino masa tanam sekitar September III sampai dengan Maret III. Sedangkan pada kejadian tahun IOD positif potensi waktu tanam mulai dari September II sampai dengan April II. Pada saat terjadi El Nino kuat yang bersamaan dengan IOD positif potensi waktu tanam dimulai dari Oktober II sampai dengan April II Pada tahun normal Kecamatan Ciranjang Cianjur mempunyai rentang waktu tanam lebih panjang sekitar 9 dasarian dibandingkan dengan Krangkeng Indramayu.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2009. El Niño & La Niña Years : A Consensus List. http://ggweather.com /enso/years.htm. [20 Agu 2009].

[Anonim]. 2009. Lokasi Indramayu dan Cianjur.

http://www.bpkp.go.id/unit/Jabar/Peta_ administratif_jawa_barat.jpg. [6 Des 2009].

[Anonim]. 2009. Normal Pacific Pattern, El Nino and La Nina Conditions Picture. http://en.wikipedia.org/wiki/El_Nino-Southern _ Oscillation. [28 Agu 2009].

[Anonim]. 2009. Positive and Negative Dipole Mode Picture. http://www.jamstec. go.jp. [20 Agu 2009].

[Anonim]. 2009. Positive and Negative IOD Years. http://www.bom.gov.au/climate /IOD. [20 Agu 2009].

Allan R. 2000. ENSO and climatic variability in the past 150 years, in ENSO: Multiscale Variability and Global and Regional Impacts, Diaz, H. & Markgraf, V. (Eds.), pp. 3-55. Cambridge Univ. Press. Cambridge.

Allen RG, LS Pereira, Raes D, Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration – Guidelines for computing crop water requirements. FAO Irrigation and drainage Paper No 56. Rome: 300 p.

Ashok K, Guan Z, Yamagata T. 2001. Impact of the Indian Ocean Dipole on the Relationship between the Indian Monsoon Rainfall. Geophys.Res.Lett no 28, 4499-4502.

Baron F, Perez P, Maraux, F. 1995. Module Sarrabil Guide d'Utilization. Unite de Recherche"Gestion de 1'ea". Montpellier.

[Deptan]. Departemen Pertanian. 2003. Pedoman Rekomendasi Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Padi. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Doorenbos RJ, Pruit WO. 1976. Agrometeorological Field Station Irrigation and Drainage Paper no 27. FAO. Rome.

FAO, 1988. Crop Evapotranspiration. Guideline for Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper No 56. Rome.

Irianto G, Lidon B, Rejekiningrum P, Sofyani A. 2001. Peranan Hidroklimatologi Dalam Mendukung Pengembangan Lahan Kering di Indonesia. Peranan Agroklimat Dalam Mendukung Pengembangan Usaha Tani Lahan Kering. Puslitbangtanak. Badan Litbang Departemen Pertanian.

Islami T, Utomo WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

IPCC. 2001. Climate Change 2001: Impact, Adaptation and Vulnerability. Cambridge University Press PEACE. 2007. Working Paper on Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies.

Jackson IJ. 1977. Climate,Water, and Agriculture in Tropic. Longman. London.

Koesmaryono Y, Las I, Aldrian E, Runtunuwu E, Syahbuddin H, Apriyana Y, Ramadhani F, Trinugroho W. 2008. Sensitivitas Dan Dinamika Kalender Tanam Padi Terhadap Parameter ENSO (El-Nino-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole Mode) di Daerah Monsunal dan Equatorial. Pangan. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama IPB dengan Badan Litbang Pertanian. 74 halaman.

(31)

Nguyen VV, Nguyen VL, Ngo TG (2001). Climate Change and Strategies to be Adapted In Agriculture For Sustainable Development In Vietnam. http://sedac.ciesin.org/

openmeeting/downloads/1001755129_p

resentation_baocao_brazin.doc. [28

Des 2009].

Raes D, Herman L, Matman PVA, Martin VB. 1987. Irrigation Schedulling Information System. Katholike Universiteit Leuven. Leuven.

Rao AS, Behera SK, Masumoto Y, Yamagata T. 2001. Interannual Variability in the Subsurface Indian Ocean with a Special Emphasis on the Indian Ocean Dipole. Deep Sea Research-II.

Rejekiningrum P, Pujilestari N. 2004. Indeks Kecukupan Air sebagai Indikator dalam Penentuan Saat Tanam dan Aplikasinya untuk Skenario Pemberian Irigasi (Studi Kasus di Pati, Jawa Tengah). Makalah Pekan Padi Nasional II.

Saji NH, Goswami BN, Vinayachandran PN, Yamagata T. 1999. A Dipole Mode in the Tropical Indian Ocean. Nature no 401, 360-363.

Saji NH, Yamagata T. 2003. Structure of SST and Surface Wind Variability during Indian Ocean Dipole Mode Events : COADS Observations. Journal of Climate no 16, 2735-2751.

Sasrodarsono S, Takeda K. 1978. Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Smith K, Petley DN. 1991. Environmental Hazard: Assessing Risk and Reducing Disaster. Fifth Edition. Routledge. New York.

Suparyono, Setyono A. 1994. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Trenberth KE. 1997. The Definitions of El

Niño. Bulletin of the American

Meteorological Society. Vol.78 Issue 12, 2771–2777.

Thurman, HV. 1994. Introductory Oceanography. Seventh Edition. Macmillan Publishing Company. New York.

Usman. 1996. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Pendugaan Evapotranspirasi Terhadap Perubahan Iklim. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)

Gambar

Gambar 1.
Gambar 2. Gambaran daerah yang mengalami (a) IOD positif dan (b) IOD negatif.     (sumber: http://www.jamstec.go.jp)
Gambar 3. Lokasi Indramayu dan Cianjur
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Empat Puluh Empat Juta Enam Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah). Harga sudah

(3) nama “Bessie” yang kita berikan pada seekor sapi – katakanlah yang paling gemuk diantara sapi yang ada di peternakan – kita bisa membedakan “Bessie” dengan yang lain,

Koperasi IKASATYA-UKSW adalah sebuah badan organisasi yang bergerak dalam bidang penjualan jasa fotocopy, jilid dan percetakan. Pada saat ini sistem informasi penjualan dan

Dengan demikian, segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses sosialisasi bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara

Berdasarkan hasil pengujian validitas dengan program SPSS, rekapitulasi hasil pengujian validitas dapat dibuat seperti tampak pada tabel berikut :.. Adapun item yang

Dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen kualifikasi perusahaan Saudara kami undang untuk dilakukan pembuktian kualifikasi pada :2. Hari/Tanggal

Boleh dikatakan, Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang telah berhasil menyelesaikan semua konflik dan kekerasan baik vertikal maupun horizontal pada dewasa ini..

Temuan Penelitian kedua menunjukkan setidaknya terdapat 32 Teori Formulasi Kebijakan yang telah muncul sejak tahun 1951 sampai dengan tahun 2015 Temuan Ketiga Penelitian