ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR
BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI
(Studi Kasus : DKI JAKARTA)
RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
RAHMAWATI. Analisis Penerapan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus : DKI Jakarta). Dibimbing oleh IMAM SANTOSA dan ANA TURYANTI.
Meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di Jakarta mengakibatkan menurunnya kualitas udara ambien yang disebabkan oleh meningkatnya pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Jenis dan besarnya pencemar tergantung pada kondisi kendaraan dan kualitas bahan bakar yang digunakan. Proses pembakaran bahan bakar akan mengeluarkan unsur dan senyawa-senyawa pencemar (polutan) ke udara, seperti partikel debu, karbon monoksida, hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O). Apabila kadar dari unsur pencemar yang di keluarkan itu melebihi baku mutu emisi yang ditentukan maka dapat mengganggu kualitas lingkungan (udara, air, tanah dan bangunan) serta kesehatan manusia.
Hasil uji emisi yang dilakukan pada ruas-ruas jalan arteri di DKI Jakarta tahun 2007 menunjutkan bahwa di DKI Jakarta masih terdapat banyak kendaraan yang tidak ramah lingkungan. Pencemar dominan yang dihasilkan dari kendaraan
bermotor dan mengganggu kesehatan dan lingkungan adalah karbon monoksida, partikel, dan oksida-oksida nitrogen Sedangkan menurut data pemantauan udara ambien di DKI Jakarta tahun 2008 masih terdapat 19 hari yang dinyatakan tidak sehat.
kendaraan umum. Upaya tersebut diharapkan dapat menurunkan beban emisi dari kendaraan bermotor secara efektif. Efektifitas pelaksanaan program-program tersebut dimasa mendatang dalam menurunkan beban emisi perlu dikaji secara ilmiah. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dibutuhkan untuk meninjau besarnya beban emisi dari kendaraan bermotor dan mengetahui besarnya pengaruh kebijakan yang ada terhadap penurunan beban emisi di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban emisi pencemar CO, PM10 dan NOx tahun 2008, menduga beban emisi pada tahun 2014 dan tahun 2020 tanpa adanya pengendalian dari sumber bergerak di DKI Jakarta serta menganalisis pengaruh kebijakan pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak di DKI Jakarta dalam menurunkan emisi CO, PM10 dan NOx tahun 2014 dan tahun 2020.
Beban emisi dalam penelitian ini dihitung dengan pendekatan panjang perjalanan kendaraan (vehicles kilometers travel-VKT) pada setiap kategori kendaraan yang ada di DKI Jakarta. Nilai VKT didapatkan dari survei pembacaan odometer yang terpasang pada setiap kendaraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai VKT terbesar adalah kendaraan bis sedangkan sepeda motor memiliki nilai VKT terkecil. Perjalanan kendaraan bis yang relatif tetap setiap hari dan cenderung jauh mengakibatkan nilai VKT yang dihasilkan besar, hal yang sebaliknya terjadi pada sepeda motor dimana kebanyakan digunakan untuk jarak
yang tidak jauh dan waktu yang singkat.
Berdasarkan parameter pencemar yang diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI Jakarta didominasi pencemar CO sebesar 72,7%, NOx sebesar 24,6% dan PM10 sebesar 2,7%. Tanpa adanya pengendalian pencemaran udara, beban emisi dari kendaraan bermotor pada tahun 2014 diperkirakan meningkat 1,4 kali lipat dari tahun 2008 dan dua kali lipat pada tahun 2020. Sedangkan konsentrasi pencemar diperkirakan akan meningkat 1,2 kali lipat pada tahun 2014 dan 2,3 kali lipat pada tahun 2020.
Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut dipersyaratkan untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas.
Penurunan total beban emisi dengan diterapkannya sistem P dan P pada tahun 2014 untuk pencemar CO sebesar 32%, NOx sebesar 6% dan PM10 sebesar 23%. Sedangkan pada tahun 2020, penurunan total beban emisi dengan diterapkannya sistem P dan P untuk pencemar CO sebesar 37%, NOx sebesar 4% dan PM10 sebesar 27%.
Sebagaimana diketahui bahwa kualitas bahan bakar minyak yang beredar di pasaran Indonesia belum cukup ramah lingkungan, maka penggunaan bahan bakar alternatif seperti bahan bakar gas (BBG) sangatlah diperlukan dalam rangka penurunan tingkat emisi dari kendaraan bermotor. Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pemanfaatan BBG sebagai pengganti BBM untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah daerah. Penurunan total beban emisi dengan penggunaan BBG bagi kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah tahun 2014 untuk pencemar CO sebesar 8% dan pencemar NOx sebesar 21% serta pencemar PM10 sebesar 28% sedangkan tahun 2020 CO sebesar 5% dan pencemar NOx sebesar 18% serta pencemar PM10 sebesar 21%.
Penurunan total beban emisi bila kebijakan sistem P dan P serta kebijakan
ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR
BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI
(Studi Kasus : DKI JAKARTA)
RAHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Penerapan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus : DKI Jakarta)
Nama : Rahmawati
NIM : P051064124
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Imam Santosa, M.S Ana Turyanti, S.Si, M.T
Ketua Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Prof. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1972 dari ayah Mustari dan ibu Rini Mistrini. Penulis merupakan putri bungsu dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Achmad Syaifuddin dan dikaruniai dua orang anak , M. Irsyad Ramadhani dan Jihan Nadhifa Putri.
Penulis setelah menyeselaikan pendidikan dasar dan menengah pertama, melanjutkan studi di Sekolah Menengah Analis Kimia Caraka Nusantara sampai tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Satya Negara Indonesia jurusan teknik lingkungan tahun 2002. Pada tahun 2007 penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melanjutkan pendidikan ke Pascasarjana dan diterima di jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan IPB.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Kerangka Pikir ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara ... 7
2.2 Sumber Pencemar Udara ... 7
2.3 Pencemaran dari Kendaraan Bermotor ... 8
2.4 Karbon Monoksida (CO) ... 10
2.5 Partikel (PM10) ... 11
2,6 Nitrogen Oksida (NOx) ... 14
2.7 Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor ... 15
2.7.1 Sistem Pemeriksaan dan Perawatan Emisi Kendaraan... 17
2.7.2 Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Kendaraan Umum... 18
2.5 Bahan Bakar Minyak ... 20
2.5.1 Bensin ... 20
2.5.2 Solar ... 20
2.6 Bahan Bakar Gas ... 21
2.7 Inventory Emisi ... 23
III. GAMBARAN WILAYAH STUDI 3.1 Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta ... 27
3.2 Kondisi Kependudukan, Ekonomi dan Transportasi ... 27
3.2.1 Kependudukan ... 27
3.2.2 Ekonomi ... 28
3.2.3 Transportasi ... 29
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.2 Objek Penelitian ... 32
4.3 Jenis dan Sumber Data ... 32
4.4 Pengumpulan Data ... 33
4.5 Pengolahan Data ... 33
4.6 Perhitungan dan Analisis Data ... 36
4.6.1 Estimasi Jumlah Kendaraan ………. 36
4.6.2 Nilai Panjang Perjalanan Kendaraan ... 37
4.6.3 Penentuan Faktor Emisi ... 37
v
4.6.5 Analisis Pengaruh Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor dalam Mereduksi Beban
Emisi……. ... 39
4.6.6 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NOx dan PM10 dengan Model Kotak ... 40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Beban Emisi Pencemar dari Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta 42 5.1.1 Pertumbuhan Kendaraan Bermotor pada Tahun 2003 sampai 2007 ……… 42
5.1.2 Estimasi Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun 2008, 2014 dan 2020 ……….. 44
5.1.3 Estimasi Panjang Perjalanan Kendaraan ……….. 46
5.1.4 Beban Emisi tahun 2008 ……… 49
5.1.4 Estimasi Beban Emisi Tahun 2014 dan Tahun 2020 ……. 52
5.2 Analisis Pengaruh Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta dalam Mereduksi Beban Emisi. ………. 55
5.2.1 Pengaruh Kebijakan Sistem Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan Bermotor dalam Mereduksi Beban Emisi... 56
5.2.2 Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Gas untuk Kendaraan umum dalam Mereduksi Beban Emisi ... 59
5.2.3 Pengaruh kedua Kebijakan diterapkan Bersamaan dalam Menurunan Beban Emisi... 62
5.3 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NOx dan PM10 dengan Model Kotak ... 64
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 69
6.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR
BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI
(Studi Kasus : DKI JAKARTA)
RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
RAHMAWATI. Analisis Penerapan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus : DKI Jakarta). Dibimbing oleh IMAM SANTOSA dan ANA TURYANTI.
Meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di Jakarta mengakibatkan menurunnya kualitas udara ambien yang disebabkan oleh meningkatnya pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Jenis dan besarnya pencemar tergantung pada kondisi kendaraan dan kualitas bahan bakar yang digunakan. Proses pembakaran bahan bakar akan mengeluarkan unsur dan senyawa-senyawa pencemar (polutan) ke udara, seperti partikel debu, karbon monoksida, hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O). Apabila kadar dari unsur pencemar yang di keluarkan itu melebihi baku mutu emisi yang ditentukan maka dapat mengganggu kualitas lingkungan (udara, air, tanah dan bangunan) serta kesehatan manusia.
Hasil uji emisi yang dilakukan pada ruas-ruas jalan arteri di DKI Jakarta tahun 2007 menunjutkan bahwa di DKI Jakarta masih terdapat banyak kendaraan yang tidak ramah lingkungan. Pencemar dominan yang dihasilkan dari kendaraan
bermotor dan mengganggu kesehatan dan lingkungan adalah karbon monoksida, partikel, dan oksida-oksida nitrogen Sedangkan menurut data pemantauan udara ambien di DKI Jakarta tahun 2008 masih terdapat 19 hari yang dinyatakan tidak sehat.
kendaraan umum. Upaya tersebut diharapkan dapat menurunkan beban emisi dari kendaraan bermotor secara efektif. Efektifitas pelaksanaan program-program tersebut dimasa mendatang dalam menurunkan beban emisi perlu dikaji secara ilmiah. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dibutuhkan untuk meninjau besarnya beban emisi dari kendaraan bermotor dan mengetahui besarnya pengaruh kebijakan yang ada terhadap penurunan beban emisi di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban emisi pencemar CO, PM10 dan NOx tahun 2008, menduga beban emisi pada tahun 2014 dan tahun 2020 tanpa adanya pengendalian dari sumber bergerak di DKI Jakarta serta menganalisis pengaruh kebijakan pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak di DKI Jakarta dalam menurunkan emisi CO, PM10 dan NOx tahun 2014 dan tahun 2020.
Beban emisi dalam penelitian ini dihitung dengan pendekatan panjang perjalanan kendaraan (vehicles kilometers travel-VKT) pada setiap kategori kendaraan yang ada di DKI Jakarta. Nilai VKT didapatkan dari survei pembacaan odometer yang terpasang pada setiap kendaraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai VKT terbesar adalah kendaraan bis sedangkan sepeda motor memiliki nilai VKT terkecil. Perjalanan kendaraan bis yang relatif tetap setiap hari dan cenderung jauh mengakibatkan nilai VKT yang dihasilkan besar, hal yang sebaliknya terjadi pada sepeda motor dimana kebanyakan digunakan untuk jarak
yang tidak jauh dan waktu yang singkat.
Berdasarkan parameter pencemar yang diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI Jakarta didominasi pencemar CO sebesar 72,7%, NOx sebesar 24,6% dan PM10 sebesar 2,7%. Tanpa adanya pengendalian pencemaran udara, beban emisi dari kendaraan bermotor pada tahun 2014 diperkirakan meningkat 1,4 kali lipat dari tahun 2008 dan dua kali lipat pada tahun 2020. Sedangkan konsentrasi pencemar diperkirakan akan meningkat 1,2 kali lipat pada tahun 2014 dan 2,3 kali lipat pada tahun 2020.
Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut dipersyaratkan untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas.
Penurunan total beban emisi dengan diterapkannya sistem P dan P pada tahun 2014 untuk pencemar CO sebesar 32%, NOx sebesar 6% dan PM10 sebesar 23%. Sedangkan pada tahun 2020, penurunan total beban emisi dengan diterapkannya sistem P dan P untuk pencemar CO sebesar 37%, NOx sebesar 4% dan PM10 sebesar 27%.
Sebagaimana diketahui bahwa kualitas bahan bakar minyak yang beredar di pasaran Indonesia belum cukup ramah lingkungan, maka penggunaan bahan bakar alternatif seperti bahan bakar gas (BBG) sangatlah diperlukan dalam rangka penurunan tingkat emisi dari kendaraan bermotor. Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pemanfaatan BBG sebagai pengganti BBM untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah daerah. Penurunan total beban emisi dengan penggunaan BBG bagi kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah tahun 2014 untuk pencemar CO sebesar 8% dan pencemar NOx sebesar 21% serta pencemar PM10 sebesar 28% sedangkan tahun 2020 CO sebesar 5% dan pencemar NOx sebesar 18% serta pencemar PM10 sebesar 21%.
Penurunan total beban emisi bila kebijakan sistem P dan P serta kebijakan
ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR
BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI
(Studi Kasus : DKI JAKARTA)
RAHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Penerapan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus : DKI Jakarta)
Nama : Rahmawati
NIM : P051064124
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Imam Santosa, M.S Ana Turyanti, S.Si, M.T
Ketua Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Prof. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1972 dari ayah Mustari dan ibu Rini Mistrini. Penulis merupakan putri bungsu dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Achmad Syaifuddin dan dikaruniai dua orang anak , M. Irsyad Ramadhani dan Jihan Nadhifa Putri.
Penulis setelah menyeselaikan pendidikan dasar dan menengah pertama, melanjutkan studi di Sekolah Menengah Analis Kimia Caraka Nusantara sampai tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Satya Negara Indonesia jurusan teknik lingkungan tahun 2002. Pada tahun 2007 penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melanjutkan pendidikan ke Pascasarjana dan diterima di jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan IPB.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Kerangka Pikir ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara ... 7
2.2 Sumber Pencemar Udara ... 7
2.3 Pencemaran dari Kendaraan Bermotor ... 8
2.4 Karbon Monoksida (CO) ... 10
2.5 Partikel (PM10) ... 11
2,6 Nitrogen Oksida (NOx) ... 14
2.7 Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor ... 15
2.7.1 Sistem Pemeriksaan dan Perawatan Emisi Kendaraan... 17
2.7.2 Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Kendaraan Umum... 18
2.5 Bahan Bakar Minyak ... 20
2.5.1 Bensin ... 20
2.5.2 Solar ... 20
2.6 Bahan Bakar Gas ... 21
2.7 Inventory Emisi ... 23
III. GAMBARAN WILAYAH STUDI 3.1 Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta ... 27
3.2 Kondisi Kependudukan, Ekonomi dan Transportasi ... 27
3.2.1 Kependudukan ... 27
3.2.2 Ekonomi ... 28
3.2.3 Transportasi ... 29
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.2 Objek Penelitian ... 32
4.3 Jenis dan Sumber Data ... 32
4.4 Pengumpulan Data ... 33
4.5 Pengolahan Data ... 33
4.6 Perhitungan dan Analisis Data ... 36
4.6.1 Estimasi Jumlah Kendaraan ………. 36
4.6.2 Nilai Panjang Perjalanan Kendaraan ... 37
4.6.3 Penentuan Faktor Emisi ... 37
v
4.6.5 Analisis Pengaruh Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor dalam Mereduksi Beban
Emisi……. ... 39
4.6.6 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NOx dan PM10 dengan Model Kotak ... 40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Beban Emisi Pencemar dari Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta 42 5.1.1 Pertumbuhan Kendaraan Bermotor pada Tahun 2003 sampai 2007 ……… 42
5.1.2 Estimasi Jumlah Kendaraan Bermotor Tahun 2008, 2014 dan 2020 ……….. 44
5.1.3 Estimasi Panjang Perjalanan Kendaraan ……….. 46
5.1.4 Beban Emisi tahun 2008 ……… 49
5.1.4 Estimasi Beban Emisi Tahun 2014 dan Tahun 2020 ……. 52
5.2 Analisis Pengaruh Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta dalam Mereduksi Beban Emisi. ………. 55
5.2.1 Pengaruh Kebijakan Sistem Pemeriksaan dan Perawatan Kendaraan Bermotor dalam Mereduksi Beban Emisi... 56
5.2.2 Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Gas untuk Kendaraan umum dalam Mereduksi Beban Emisi ... 59
5.2.3 Pengaruh kedua Kebijakan diterapkan Bersamaan dalam Menurunan Beban Emisi... 62
5.3 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NOx dan PM10 dengan Model Kotak ... 64
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 69
6.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
iv
DAFTAR TABEL
1. Volume pergerakan komuter di Jabodetabek ... 9
2. Jenis dan sumber data penelitian ... 33
3. Faktor emisi kendaraan bermotor di Indonesia ... 37
4. Estimasi jumlah kendaraan tahun 2008, 2014, 2020……….. 45
5. Panjang perjalanan kendaraan berdasarkan kategori (km/tahun) …… 48
6. Estimasi reduksi emisi dengan sistem P & P ...………. 54
7. Estimasi beban emisi dengan sistem P & P (ton/tahun) ……… 55
8. Estimasi reduksi emisi dengan penggunaan BBG ………... 58
9. Estimasi beban emisi dengan BBG (ton/tahun) ………. 60
10. Estimasi reduksi emisi dengan penggunaan BBG dan sistem P & P diterapkan bersamaan ………... 62
11. Estimasi beban emisi tahun 2014 dan 2020 bila penggunaan BBG dan sistem P dan P diterapkan bersamaan (ton/tahun) ... 63
12. Distribusi spasial beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI tahun 2008 ………... 65
v
DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir kerangka pemikiran ... 5
2. Kecepatan rata-rata di jalan-jalan utama di Jakarta ... 9
3. Proses pembakaran yang sempurna, baik dan tidak sempurna ... 10
4. Sistem pernapasan manusia ... 12
5. Konsep pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor ... 17
6. Survei moda transportasi di JABOTABEK tahun 2002 ... 30
7. Panjang jalan di Provinsi DKI Jakarta ... 30
8. Bagan alir pengolahan data panjang perjalanan kendaraan ….……….. 35
9. Bagan alir perhitungan estimasi beban emisi ……….. 39
10. Total jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta tahun 2003-2007 … 42
11. Komposisi kendaraan bermotor di DKI Jakarta. ... 43
12. Trend utilisasi jumlah kendaraan terhadap luas jalan di DKI Jakarta,
1994-2014 ... 44
13. Estimasi jumlah kendaraan tahun 2008, 2014 dan 2020 ... 45
14. Distribusi kendaraan bermotor di DKI Jakarta tahun 2008, 2014 dan
2020 ……….... 46
15. Penggunaan mobil pribadi selama 14 tahun pertama. ... 47
16. Total panjang perjalanan kendaraan bermotor di DKI Jakarta ... 48
17. Beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta tahun 2008 ... 49
18. Komposisi penghasil emisi dari kendaraan bermotor... 50
19. Prosentase beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor... 50
20. Kualitas BBM di JABODETABEK parameter Pb dan Sulfur... 52
21. Estimasi beban emisi total dari kendaraan bermotor 2014 dan 2020
(ton/tahun) ………... 53
22. Beban emisi CO dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta …………... 53
23. Beban emisi PM10 dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta …………... 54
24. Beban emisi NOx dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta …………... 55
25. Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor dengan kebijakan
vi
26. Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor dengan kebijakan
Penggunaan BBG tahun 2014 dan tahun 2020 di DKI Jakarta …………. 61
27. Total beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta(dengan kontrol
dan tanpa kontrol) ... 63
28 Estimasi konsentrasi CO tahun 2014 dan 2020 di DKI Jakarta ... 65
29 Estimasi konsentrasi PM10 tahun 2014 dan 2020 di DKI Jakarta ... 65
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nilai panjang perjalanan kumulatif mobil penumpang ... 74
2. Nilai panjang perjalanan kumulatif bis ... 110
3. Nilai panjang perjalanan kumulatif truk ... 111
4. Nilai panjang perjalanan kumulatif sepeda motor ... 112
5. Hubungan usia kendaraan dan panjang perjalanan rerata kategori
sepeda motor ... 113
6. Hubungan usia kendaraan dan panjang perjalanan rerata kategori truk
dan bis ... 114
7. Informasi penduduk dan luas wilayah tahun 2007 ... 115
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini isu pencemaran udara sudah menjadi isu lingkungan hidup
yang nyata di Indonesia, terutama di Jakarta. Sebagai kota metropolitan, Jakarta
merupakan tempat tujuan bagi masyarakat pedesaan. Urbanisasi memicu jumlah
penduduk di Jakarta semakin meningkat. Jumlah penduduk di Jakarta sampai
dengan tahun 2006 sebesar 8,96 juta jiwa dengan luas wilayah 661,52 km2 berarti
kepadatan penduduk mencapai 13,5 ribu/km2 (BPS, 2007)
Seiring dengan pertambahan penduduk yang tinggi (± 100 ribu jiwa/tahun)
dan kegiatan pembangunan tersebut, kebutuhan akan alat transportasi penduduk
juga meningkat. Moda transportasi yang paling diminati adalah kendaraan
bermotor dan kereta api. Berdasarkan studi rencana induk transportasi terpadu
(Study on Integrated Transportation Master Plan = SITRAMP) fase II tahun 2004 di Jabodetabek, penggunaan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi kota
meningkat dari 52,9% pada tahun 1985 menjadi 62,7% tahun 2002, sedangkan
kereta api digunakan sebanyak 0,2% tahun 1985 dan 0,8% pada tahun 2002 dan
selebihnya memilih berjalan kaki (JICA, 2004).
Pertumbuhan kendaraan yang pesat di kota-kota besar mencerminkan
kurang memadainya sistem transportasi kota. Saat ini jumlah kendaraan bermotor
di DKI Jakarta sekitar 5,4 juta, dengan rata-rata peningkatkan 7% per tahun.
Setiap harinya tidak kurang dari 1000 kendaraan mengajukan STNK baru yang
memerlukan jalan sepanjang 828 meter (BPS, 2007).
Menurut Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2005 terdapat 600.000
kendaraan (1,2 juta orang) dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi masuk
wilayah Jakarta setiap hari. Jumlah kendaraan bermotor yang bergerak setiap
harinya mencapai 4,95 juta (terbagi atas kendaraan roda dua 53%, mobil pribadi
30%, bis 7%, dan truk 10%). Rasio jumlah kendaraan pribadi dibandingkan
2
Penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor bagi banyak orang didorong
oleh ketiadaan transportasi umum yang nyaman, aman, dan tepat waktu. Sistem
transportasi belum terintegrasi ke dalam pengembangan wilayah. Pembangunan
perumahan di luar pusat kota tidak diikuti dengan pengembangan sistem
transportasi yang menghubungkan lokasi perumahan dengan lokasi komersial dan
perkantoran di pusat kota, sehingga kendaraan pribadi mengambil porsi
transportasi jalan yang lebih besar dibanding moda transportasi lainnya. Rasio
penggunaan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum adalah 49,7%
dibanding 50,3% dari total 15 juta perjalanan/hari. Perbandingan antara panjang
jalan dan total area di wilayah DKI Jakarta hanya 4%, idealnya untuk kota sebesar
Jakarta adalah 10–15% (Ammari, 2005).
Meningkatnya jumlah kendaraan secara terus-menerus, menyebabkan
penggunaan bahan bakar minyak menjadi intensif dari sektor transportasi yang
akan berdampak pada lingkungan udara. Berdasarkan data Pertamina UMPS III,
penjualan bahan bakar minyak didominasi oleh sektor transportasi sebesar 55%,
sedangkan sektor industri hanya 14%, electricity dan rumah tangga masing-masing sebesar 12% dan 19% (BPS, 2007). Penggunaan BBM di sektor
transpotasi tersebut, 85% digunakan oleh kendaran bermotor baik kendaraan
pribadi, bus dan truk sedangkan sisanya untuk pesawat terbang.
Proses pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur dan
senyawa-senyawa pencemar (polutan) ke udara, seperti partikel debu, karbon
monoksida, hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan
gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O). Apabila kadar dari unsur pencemar yang di
keluarkan itu melebihi baku mutu emisi yang ditentukan maka dapat mengganggu
kualitas lingkungan (udara, air, tanah dan bangunan) serta kesehatan manusia.
Besarnya kadar unsur-unsur tersebut akan tergantung pada kualitas dan kuantitas
bahan bakar minyak yang digunakan.
Beberapa hasil kajian terdahulu menyimpulkan bahwa sektor transportasi
memberikan kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara perkotaan
khususnya di wilayah aglomerasi Jakarta. Sektor transportasi menyumbang
65%-75% dari pencemar NOx dan 15%-55% pencemar PM10 (World Bank, 1997;
3
Hasil uji emisi yang dilakukan pada ruas-ruas jalan arteri di DKI Jakarta
oleh Pemda DKI Jakarta tahun 2007 memperlihatkan persentase kendaraan yang
memenuhi standar baku mutu emisi (BME) yaitu sebesar 51,1% dari total 8400
kendaraan. Hal ini menunjutkan bahwa di DKI Jakarta masih terdapat banyak
kendaraan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi inilah yang berpotensi
menghasilkan pencemar utama seperti CO, NOx, SO2, Particulate Matter (PM)
dan juga gas-gas penyebab terjadinya efek rumah kaca seperti CO2, CH4 dan N2O.
Pada tahun 2005 dalam mendukung terciptanya kualitas udara yang sehat,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan peraturan daerah tentang
Pengendalian Pencemaran Udara yaitu Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta nomor 2 tahun 2005. Ruang lingkup peraturan daerah tersebut adalah
pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak, sumber tidak bergerak dan
pengendalian pencemaran udara di dalam ruangan. Khusus untuk pengendalian
pencemaran udara dari sumber bergerak yang merupakan sumber dominan di
daerah perkotaan, upaya-upaya pencegahan terdiri atas ; (1) pemeriksaan emisi
dan perawatan bagi kendaraan pribadi dan (2) penggunaan bahan bakar gas untuk
kendaraan umum. Upaya tersebut diharapkan dapat menurunkan beban emisi dari
kendaraan bermotor secara efektif.
Efektifitas pelaksanaan program-program tersebut dimasa mendatang dalam
menurunkan beban emisi perlu dikaji secara ilmiah. Sementara disisi lain
ketersediaan informasi secara sistematis mengenai sumber-sumber emisi dan
beban emisi untuk wilayah DKI Jakarta secara khusus dan Indonesia umumnya
dinilai masih sangat kurang, sehingga menyulitkan dalam melakukan pembaruan
data, estimasi serta evaluasi beban emisi yang diperlukan dalam pengambilan
keputusan dan penentuan kebijakan pengendalian pencemaran udara. Oleh karena
itu penelitian ini dibutuhkan untuk meninjau besarnya beban emisi dari kendaraan
bermotor dan mengetahui besarnya efektifitas kebijakan yang ada terhadap
penurunan beban emisi karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NOx) dan debu
4
1.2 Perumusan Masalah
Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta tiap tahun terus meningkat, hal ini
terbukti dengan makin banyaknya jumlah titik kemacetan dan penurunan
kecepatan kendaraan di berbagai ruas jalan. Menurut hasil studi pada tahun 1995
rata-rata kecepatan daerah perkotaaan di Indonesia untuk semua jenis kendaraan
adalah 22-24 km/jam pada jam puncak dan 32-38 km/jam diluar jam puncak,
sementara kecepatan rata-rata angkutan umum hanya 16-18 km/jam pada jam
puncak dan 24-28 km/jam diluar jam puncak. Untuk DKI Jakarta terjadi
penurunan kecepatan rata-rata dari 38,3 km/jam pada tahun 1995 menjadi 34,5
km/jam pada tahun 2002 (JICA,2004). Dengan demikian terjadi pembakaran
bahan bakar yang cukup tinggi dari sektor transportasi yang berpotensi
meningkatkan pencemaran udara, baik untuk pencemar primer (CO, NOx, PM10,
HC) maupun polutan gas rumah kaca (CO2 dan CH4). Bila di nilai secara ekonomi
kerugian dari kemacetan mencapai 5,5 triliun/tahun di wilayah Jabodetabek. Perlu
strategi dan upaya pengendalian yang benar dan efektif agar jumlah emisi yang
dikeluarkan dapat sekecil mungkin.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka timbul pertanyaan penelitian :
1. Berapa besar beban emisi yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor pada
tahun 2008 untuk pencemar CO, PM10 dan NOx?
2. Bagaimana beban emisi di tahun mendatang (tahun 2014 dan 2020) tanpa
adanya pengendalian?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan pengendalian pencemaran udara dari sumber
bergerak di DKI Jakarta dalam menurunkan beban emisi tersebut ?
1.3 Kerangka Pikir
Kendaraan bermotor adalah salah satu sumber antropogenik yang langsung
mengemisikan pencemar ke atmosfer dan terkait erat dengan sistem transportasi.
Besar emisinya ditentukan oleh karakteristik mesin, jenis bahan bakar serta
kecepatan tempuh kendaraan. Pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor
akan mempengaruhi kualitas udara ambien dan kesehatan masyarakat. Informasi
yang tepat tentang pencemaran udara ini sangat diperlukan untuk menyusun
5
dengan saat ini ketersediaan informasi secara sistematis mengenai
sumber-sumber emisi dan beban emisi untuk wilayah DKI Jakarta secara khusus dan
Indonesia umumnya dinilai masih sangat kurang.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pembaharuan informasi
tentang emisi dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta. Adapun kerangka
pemikiran dilakukannya penelitian analisis penerapan kebijakan pengendalian
pencemaran udara dari kendaraan bermotor berdasarkan estimasi beban emisi di
DKI Jakarta tersaji dalam Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian tentang analisis penerapan kebijakan pengendalian pencemaran
udara dari kendaraan bermotor berdasarkan estimasi beban emisi memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Mengetahui beban emisi pencemar CO, PM10 dan NOx dari sumber
pencemar kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta tahun 2008.
Konsentrasi Udara ambien. Emisi
pencemar
Strategi/kebijakan pengelolaan kualitas udara Analisis
efektifitas
Reduksi Emisi
BMU ambien.
Sumber pencemar antropogenik (Kendaraan bermotor)
6
2. Menduga beban emisi pada tahun 2014 dan tahun 2020 tanpa adanya
pengendalian dari sumber bergerak di DKI Jakarta
3. Menganalisis besarnya penurunan emisi CO, PM10 dan NOx tahun 2014 dan
tahun 2020 dengan penerapan kebijakan pengendalian pencemaran udara
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kehadiran satu atau lebih
kontaminan/polutan ke dalam atmosfer yang karena jumlah dan lama waktu
keberadaannya dapat mengakibatkan kerugian pada manusia, tumbuhan kehidupan
binatang dan atau properti/material serta menyebabkan gangguan kenyamanan
dalam melakukan aktivitas hidup. Materi yang diemisikan ke atmosfer oleh
aktivitas manusia maupun secara alami merupakan penyebab beberapa masalah
lingkungan seperti hujan asam, penurunan kualitas udara pemanasan global,
rusaknya infrastruktur bangunan, pengurangan lapisan ozon dan pemaparan
ekosistem oleh bahan beracun (Canter, 1996).
2.2 Sumber Pencemar Udara
Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis sumber
frekuensi terjadinya, distribusi spasial dan jenis emisi. Berdasarkan jenis sumber
pencemar maka dapat dibedakan menjadi sumber yang terjadi secara alami dan
sumber yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sumber alami meliputi letusan
gunung berapi, penyerbukan tanaman, kebakaran hutan dan lain sebagainya
sedangkan sumber yang berasal dari aktivitas manusia seperti sektor transportasi
proses industri, pembangkit energi, aktivitas konstruksi, dan aktivitas latihan
militer. Sumber pencemaran berdasarkan distribusi spasial dapat dibedakan atas
beberapa kategori antara lain sumber titik seperti cerobong industri serta sumber
garis yang merupakan sumber pencemar yang begerak seperti aktivitas kendaraan
bemotor. Selain itu juga terdapat sumber area seperti emisi debu dari lokasi
konstruksi dan aktivitas pelatihan militer yang semuanya terjadi dalam satu lokasi
8
2.3 Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor
Permasalahan lingkungan yang kerap mengancam kota-kota besar di
Indonesia saat ini adalah pencemaran udara terutama yang bersumber dari
kendaraan bermotor. Hal ini dibuktikan oleh beberapa hasil kajian seperti The
Study on the Integrated Air Quality Management for Jakarta Area (JICA, 1997), Urban Air Quality Management Strategy in Asia : Jakarta report (Word Bank, 1997) dan The Integrated Vehicle Emission Reduction Strategy for Greater
Jakarta (Syahril et al., 2002) bahwa sektor transportasi memberikan kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara perkotaan khususnya di wilayah
aglomerasi Jakarta. Sektor transportasi menyumbang 69% dari total pencemar
NOx, 15% dari total pencemar SO2 dan 40% dari total pencemar PM10 untuk tahun
1995 (JICA, 1997). Sementara itu laporan kajian lain menyebutkan 73% dari total
NOx dan 15% dari total PM10 (Worldbank, 1997) dan studi terakhir pada tahun
2002 menyimpulkan bahwa 76% dari total NOx, 17% dari total SO2 dan 55% dari
total PM10 berasal dari kendaraan bermotor (Suhadi dan Damantoro, 2005).
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta tahun 2005 memperkirakan bahwa
pada tahun 2014 jumlah kendaraan roda empat akan mencapai tiga juta unit ; pada
waktu bersamaan rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan akan
mencapai titik jenuh. Artinya diperkirakan akan terjadi kemacetan total
diruas-ruas jalan di DKI Jakarta mulai tahun 2014.
Masalah sumber pencemar udara dari kendaraan bermotor di DKI Jakarta
tidak terlepas dari kontribusi sumber pencemar dari wilayah Bodetabek karena
pada saat ini sekitar 1,3 juta penduduk yang bertempat tinggal di wilayah
Bodetabek melakukan perjalanan dari dan ke Jakarta setiap hari. Volume
pergerakan kendaraan di wilayah Jabodetabek paling tinggi adalah pergerakan
dari Bekasi ke Jakarta (dan sebaliknya) dibandingkan dari daerah Tangerang dan
9
Tabel 1. Volume pergerakan komuter di Jabodetabek
Arah Pergerakan Volume Pergerakan
(kendaraan/hari)
DKI Jakarta – Tangerang 412.543
DKI Jakarta – Bogor/Depok 424.219
DKI Jakarta - Bekasi 499.198
Sumber : JICA, 2004
Motorisasi semakin membuat moda transportasi tidak bermotor menjadi
rentan dan marginal. Tidak hanya angka kecelakaan yang meningkat, dampak
motorisasi juga menyebabkan kemacetan, pecemaran udara dan kebisingan,
tingginya konsumsi bahan bakar, dan berkurangnya infrastruktur kota dan lahan
terbuka hijau untuk kualitas hidup masyarakat kota yang lebih baik.
Kepadatan lalu lintas menyebabkan rata-rata kecepatan menurun dari 38,3
km/jam pada tahun 1995 menjadi 34,5 km/jam pada tahun 2002 (JICA, 2004).
Kepadatan dan kemacetan lalu lintas menyebabkan kendaraan tidak dapat
beroperasi pada kecepatan optimum yaitu kecepatan yang menghasilkan emisi gas
buang minimum. Emisi gas buang ini dapat berupa pencemar SO2, NOx, CO, HC,
debu, timbal (Pb) dan gas pembentuk efek rumah kaca seperti metana (CH4),
dinitrogen oksida (N2O) dan yang paling besar adalah karbon dioksida (CO2).
(Gorham, 2002). Pada Gambar 2 disampaikan kecepatan rata-rata kendaraan
[image:33.595.139.468.500.724.2]mobil penumpang di jalan utama di DKI Jakarta.
Gambar 2 Kecepatan rata-rata mobil penumpang di jalan-jalan utama di Jakarta
10
2.4 Karbon Monoksida (CO)
Gas CO adalah gas yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang
tidak sempurna. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
menyebabkan iritasi. Gas karbon monoksida memasuki tubuh melalui pernapasan
dan diabsorpsi di dalam darah. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin
(yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh) menjadi
carboxyhaemoglobin. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat haemoglobin sebesar 240 kali lipat kemampuannya mengikat oksigen (O2). Secara langsung hal
ini akan menyebabkan pasokan O2 ke seluruh tubuh menurun tajam,sehingga
melemahkan kontraksi jantung dan menurunkan volume darah yang
didistribusikan. Konsentrasi rendah (<400 ppm ambien) dapat menyebabkan
pusing-pusing dan keletihan, sedangkan konsentrasi tinggi (>2000 ppm) dapat
menyebabkan kematian.
Selain dari bahan bakar, CO juga dihasilkan dari pembakaran produk-produk
alam dan sintesis, termasuk rokok. Dalam proses industri, karrbon monoksida
digunakan dalam jumlah kecil saja (Kannan, 1995). CO dihasilkan dari
pembakaran material yang mengandung karbon seperti bensin, gas alam, batu
bara, kayu dan sebagainya. CO merupakan produk yang tidak diinginkan dalam
proses pembakaran. Ia diproduksi dalam proses pembakaran dalam oksigen
dibawah jenuh yang melibatkan senyawa karbon. Sehingga jumlah CO yang
dihasilkan terutama tergantung dari perbandingan bahan bakar dan udara serta
tingkat pencampuran. Pada campuran yang ideal, emisi CO yang terbentuk akan
sedikit. Berikut ini disampaikan proses pembakaran dalam mesin kendaraan.
(Gambar 3).
Gambar 3 Proses pembakaran dalam mesin kendaraan
11
Karbon monoksida hanya larut ringan dalam air dan termasuk zat yang tidak
meracuni air. CO memiliki densitas yang kira-kira sama dengan udara. CO masuk
ke atmosfir melalui gas buang dan akan cepat teroksidasi membentuk CO2. CO
berbahaya karena tingkat toksisitasnya yang tinggi terhadap manusia dan hewan.
Waktu tinggal CO di atmosfir antara 1 sampai 2 bulan. Waktu paruh CO
terikat dalam darah kira-kira 250 menit. Konsentrasi CO dapat meningkat di
sepanjang jalan raya yang padat lalu lintas dan menyebabkan pencemar lokal.
Data kimiawi dan sifat fisik dari CO adalah sebagai berikut :
Rumus Empiris : CO
Berat Molekul Relatif : 28,01 gram
Densitas : 1,25 g/l pada 0 oC
Densitas Gas Relatif : 0,97
Titik didih : -191,5 oC
Titik Leleh : -199 oC
Temperatur nyala : 605 oC
Batas Meledak : 12,5 - 74 vol %
Tekanan Meledak Maksimum : 7,3 x 105 Pa
Faktor Konversi : 1 ppm = 1,164 mg/m3
1 mg/m3 = 0,859 ppm
2.5 Partikel Debu (PM10)
Partikel adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan
uap, yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Ukuran partikel
antara 0,1 mikron hingga 100 mikron. Di samping mengganggu estetika, partikel
berukuran kecil di udara dapat terhisap ke ke dalam sistem pernafasan dan
menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru.. Partikel
yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung dari
diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan atas,
sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di
dalam tubuh dalam waktu yang lama (Gambar 4).
Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10µm (PM10).
PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh
12
fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat
memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable
tergantung dari komposisinya. Partikel juga merupakan sumber utama haze (kabut
asap) yang menurunkan visibilitas. Partikel debu yang melayang dan berterbangan
dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi
pemandangan (mengurangi batas pandang).
[image:36.595.171.483.268.612.2]
Gambar 4 Struktur pernapasan dalam tubuh manusia
13
Adanya cacahan logam beracun yang terdapat dalam partikel di udara
merupakan bahaya yang cukup besar bagi kesehatan. Udara yang tercemar pada
umumnya hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01 sampai dengan 0,03
mikron dan seluruh partikel di udara, akan tetapi logam tersebut bersifat
akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi synergistic dalam jaringan tubuh
manusia.
Ada beberapa jenis logam yang terkandung dalam partikel udara,
diantaranya ada 4 (empat) jenis logam berat yang dianggap berbahaya bagi
kesehatan yaitu timah hitam/timbal (Pb), cadmium (Cd), nikel (Ni), dan merkuri
(Hg). Keempat jenis partikel logam tersebut umumnya akan mengganggu sistem
pernapasan, penyakit paru-paru, kanker paru-paru, serta radang otak.
Menurut Hodges (1976) dalam Satudju (1991), terdapat empat tingkat
penyakit yang dihasilkan oleh bahan partikel di udara, yaitu:
• Bronchitis kronis, kerusakan pada tabung bronchial yang tetap atau
permanen, produksi mukus yang berlebihan sehingga mengakibatkan batuk
yang kronis.
• Bronchial asthma, bahan-bahan asing yang berupa timah yang memberikan reaksi alergi pada bronchial membran yang hebat, dan menyebabkan
pernapasan pendek dan berbunyi.
• Emphysema, pengerutan bronchiole yang menyebabkan transfer oksigen ke
dalam darah berkurang serta menyebabkan pernapasan menjadi pendek dan
kronis.
• Kanker paru-paru, (lung cancer), diakibatkan beberapa partikel yang terdapat di atmosfer yang tercemar dan kebanyakan terdapat di wilayah
perkotaan, yaitu partikel debu logam, asbestos, aromatik hidrokarbon
(carcinogen 3, benzylphyrene). Tetapi konsentrasi partikel-partikel tersebut
14
2.6 Nitrogen Oksida (NOx)
NOx adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfir terdiri atas NO dan
NO2. Walaupun bentuk nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas ini paling
banyak ditemui sebagai polutan udara. NO merupakan gas yang tidak berwarna
dan berbau, sebaliknya NO2 mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau
tajam. Pembentukan NO dan NO2 mencakup reaksi antara nitrogen dan oksigen di
udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi antara NO dengan lebih banyak
oksigen membentuk NO2 (Fardiaz, 1992). Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut :
N2 + O2 2 NO
2NO + O2 2NO2
Udara terdiri dari sekitar 80 % volume nitrogen dan 20 % volume oksigen.
Pada suhu kamar kedua gas ini hanya sedikit mempunyai kecenderungan untuk
bereaksi satu sama lain. Pada suhu yang lebih tinggi (diatas 1210 oC) keduanya
dapat bereaksi membentuk NO dalam jumlah lebih tinggi mengakibatkan polusi
udara. Dalam proses pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai
121 oC-1765 oC dengan adanya udara, oleh karena itu reaksi merupakan sumber
NO yang penting. Jadi reaksi pembentukan NO merupakan hasil samping dalam
proses pembakaran.
Dari seluruh jumlah NO yang dibebaskan ke atmosfer, jumlah yang
terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktifitas bakteri. Akan
tetapi polusi NO dari sumber alam ini tidak merupakan masalah karena tersebar
secara merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Hal yang menjadi masalah
adalah polusi NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan
meningkat hanya pada tempat-tempat tertentu.
Oksida nitrogen yang umum dijumpai di udara dalam bentuk nirogen
dioksida dan nitrogen monoksida. Kedua macam gas tersebut mempunyai sifat
yang berbeda dan sangat berbahaya bagi kesehatan. Udara yang mengandung gas
15
berada dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Konsentrasi gas NO yang tinggi
dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang mengakibatkan
kejang-kejang. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu teroksidasi oleh
oksigen sehingga menjadi gas NO2. Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali
lebih kuat daripada toksisitas gas NO. Organ tubuh yang paling peka terhadap
pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang terkontaminasi oleh gas
NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat
mengakibatkan kematian (Kannan, 1997).
Udara yang tercemar oleh gas nitrigen oksida dapat menyebabkan
bintik-bintik pada permukaan daun tanaman. Pada konsentrasi lebih tinggi dapat
menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun.
NOx adalah kontributor utama smog (smoke dan fog atau asap dan kabut)
dan deposisi asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organik volatil
(yang mudah menguap) membentuk ozon dan oxidan lainnya seperti
peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia. Bila bersamaan dengan air
hujan, reaksi tersebut menghasilkan asam nitrat yang menyebabkan hujan asam.
Smog fotokimia berbahaya bagi kesehatan manusia karena menyebabkan
kesulitan bernafas pada penderita asma, batuk-batuk pada anak-anak dan orang
tua, dan berbagai gangguan sistem pernapasan, serta menurunkan jarak pandang.
Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel
aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan bumi) dapat membahayakan tanaman,
pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki
danau dan sungai lalu melepaskan logam aluminium dari tanah serta mengubah
komposisi kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan
memusnahkan kehidupan air. Oksida nitrogen diproduksi terutama dari proses
pembakaran bahan bakar fosil, seperti bensin, batu bara dan gas alam.
2.7 Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor
Pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi yang merupakan
sumber dominan pencemaran di DKI Jakarta, harus mencakup upaya-upaya
pengendalian langsung maupun tak langsung yang dapat menurunkan tingkat
16
mungkin diterapkan, yaitu (1) penurunan laju emisi pencemar dari setiap
kendaraan untuk satu kilometer jalan yang ditempuh atau (2) penurunan jumlah
dan kerapatan total kendaraan didalam suatu daerah tertentu (Soedomo, 2001).
Pemilihan strategi yang terbaik diperlukan sehingga dampak ekonomi dan sosial
yang akan timbul adalah sekecil mungkin.
Pengendalian pencemaran udara perkotaan mempunyai implikasi yang
luas, mencakup aspek perencanaan kota, sistem lalu lintas, prasarana dan sarana
transportasi serta bahan bakar yang digunakan. Beberapa faktor penting yang
menyebabkan berpengaruhnya sistem lalu lintas terhadap pencemaran udara
perkotaan adalah (Eggleston, 2000; Sukarto, 2004):
- Tidak seimbangnya prasarana lalu lintas dengan jumlah kendaraan yang ada
- Pola mengemudi (driving pattern)
- Jenis, umur, karakteristik dan faktor perawatan kendaraan bermotor.
Usaha pengendalian yang mungkin dilakukan ditunjukkan dengan garis
terputus pada diagram dalam Gambar 5. Pengendalian yang paling baik diarahkan
kepada pengendalian penyebabnya.
Beberapa langkah disinsentif untuk mengurangi kepadatan lalu lintas secara
parsial dilakukan dengan cara pembatasan minimum penumpang kendaraan atau
pembatasan jenis kendaraan bermotor pada ruas jalan atau wilayah tertentu,
misalnya kawasan three in one dan pembatasan waktu melintas bagi truk dengan
jumlah berat tertentu di DKI Jakarta. Namun perlu diperhatikan bahwa
pengendalian kepadatan lalu lintas disuatu kawasan tanpa upaya mengurangi
volume kendaraan secara keseluruhan tidak akan mengurangi emisi gas buang
total karena yang terjadi adalah pengalihan volume kendaraan dari suatu ruas jalan
ke ruas jalan lain.
Pada saat ini upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Khusus DKI Jakarta
dalam rangka pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor adalah :
1. Sistem pemeriksaan dan perawatan emisi kendaraan bermotor
17
Gambar 5 Konsep pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor
Sumber USEPA, 1976 dalam Soedomo, 2001
2.7.1 Sistem Pemeriksaan dan Perawatan Emisi Kendaraan Bermotor
Salah satu strategi pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor
yang dilakukan di berbagai negara maju maupun berkembang adalah sistem
pemeriksaan dan perawatan emisi kendaraan bermotor (sistem P dan P) atau
dikenal dengan istilah I/M System. Sistem P dan P adalah cara untuk melihat Variabel
Ekonomi
Perencanaan Kota
Sistem Transportasi
Pola Lalu lintas
BBM
Jumlah trip (Kend/km) Jumlah
Kendaraan
PENGENDALIAN
Faktor Emisi
Emisi Pencemar
Dispersi Difusi
Konsentrasi Meteorologi
18
apakah sistem kontrol emisi pada kendaraan berjalan dengan benar atau tidak.
Tujuan dari sistem P&P ini adalah untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan
yang beroperasi yang tidak memenuhi ambang batas emisi pencemar kriteria CO,
HC dan opasitas. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut
dipersyaratkan untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas.
Secara umum terdapat tiga struktur (tipe) sistem P dan P, yaitu
sentralisasi, desentralisasi dan kombinasi (NAP, 2001).
a. Tipe sentralisasi atau terpusat adalah pengujian yang dilakukan di berbagai
tempat yang dikelola oleh satu atau dua operator (pemerintah atau swasta)
b. Tipe desentralisasi adalah pengujian emisi dilaksanakan di berbagai tempat
yang dikelola oleh banyak operator. Biasanya operator pemeriksaan adalah
bengkel-bengkel yang tersebar di berbagai tempat dan perawatan pun dapat
dilakukan di bengkel yang sama.
c. Tipe kombinasi adalah merupakan kombinasi kedua tipe sentralisasi dan
desentralisasi.
Di DKI Jakarta, sistem P&P mulai di perkenalkan pada masyarakat tahun
1997 atas dukungan Clean Air Project Swisscontact melalui uji emisi yang
dilakukan dijalan atau tempat tertentu (Spot check). Kemudian pada tahun 2000
diterbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 95/2000 tentang Pemeriksaan
Emisi dan Perawatan Mobil Penumpang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta.
Kebijakan tersebut mewajibkan setiap kendaraan pribadi melakukan pemeriksaan
emisi satu tahun sekali pada bengkel yang sudah diakreditasi. Apabila emisinya
melebihi ambang batas yang ada maka pemilik kendaraan diharuskan melakukan
perawatan kendaraannya hingga emisinya memenuhi nilai ambang batas.
2.7.2 Penggunaan Bahan Bakar pada Kendaraan Umum
Sejarah perkembangan pemanfaatan bahan bakar gas untuk sektor
transportasi di DKI Jakarta tidak terlepas dari posisi DKI Jakarta sebagai lokasi
pilot project nasional. Pemanfaatan gas untuk transportasi dimulai dengan pelaksanaan konversi 300 taksi di tahun 1987. Jumlah ini meningkat perlahan
menjadi ± 4.500 kendaraan dalam waktu 10 tahun kemudian ditambah dengan
19
pengguna gas mencapai angka ± 6.600 unit. Setelah itu, jumlahnya turun drastis,
dan hanya tersisa ± 2.500 di tahun 2002, bahkan menjadi hanya 534 unit pada
tahun 2004. Sementara itu, berkaitan dengan permasalahan teknis yang dialami
Perusahaan umum Pengangkutan Djakarta (PPD) dalam mengoperasikan bus
berbahan bakar gas, jumlah bus dimaksud pada tahun 2002 hanya tersisa 5 unit,
dan habis sama sekali di tahun 2004.
Pada saat ini strategi penerapan pemanfaatan bahan bakar gas untuk
kendaraan umum akan diterapkan kepada armada busway khususnya koridor 2
dan seterusnya diwajibkan telah menggunakan BBG, sedangkan untuk busway
koridor 1 perlu diupayakan secara bertahap. Penetapan target sasaran mobil
penumpang umum dibakukan secara bertahap dengan berorientasi kepada point to
point terminal sesuai dengan ketersediaan BBG dan lokasi SPBG.
Peningkatan jumlah kendaraan yang berbahan bakar gas juga perlu ditunjang
oleh bengkel-bengkel instalasi dengan memanfaatkan bengkel-bengkel yang telah
ada, menyusun mekanisme perijinan dan pengawasannya serta mendidik
teknisi-teknisi yang profesional.
Program yang ditetapkan dalam pemanfaatan BBG untuk transportasi di
bidang kendaraan meliputi:
a. Penyusunan Peraturan Gubernur tentang kewajiban penggunaan BBG oleh
angkutan umum dan kendaraan operasional Pemda DKI Jakarta (berdasarkan
Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara Nomor 2 Tahun
2005 Pasal 20).
b. Pemberian insentif penggunaan BBG oleh angkutan umum Dz`engan kegiatan
berupa penyusunan kebijakan tentang pemberian insentif kepada pengusaha
angkutan umum serta mekanismenya untuk konversi ke BBG
c. Penyusunan mekanisme perijinan bengkel pemasangan dan perawatan
peralatan konversi dengan kegiatan berupa Penyusunan kriteria bengkel dan
mekanisme pemberian ijin bengkel pemasangan dan perawatan peralatan
konversi
d. Peningkatan pengetahuan teknisi bengkel pemasangan dan perawatan
peralatan konversi yang meliputi kegiatan sebagai berikut:
20
b. Pelaksanaan pelatihan teknisi
e. Sosialisasi tentang pemanfaatan BBG untuk angkutan umum yang meliputi
kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan konsep dan strategi sosialisasi
b. Penyusunan rencana pelaksanaan sosialisasi
c. Produksi materi sosialisasi
d. Pelaksanaan sosialisasi
2.8 Bahan Bakar Minyak
Bahan bakar minyak (BBM) masih merupakan energi utama yang di
konsumsi oleh masyarakat. Persentase konsumsinya terhadap total pemakaian
energi final merupakan yang terbesar dan terus mengalami peningkatan. Dilihat
dari sisi pemakaian BBM, sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar
(47%) dengan proporsi setiap tahun selalu mengalami kenaikkan. Kemudian di
susul oleh sektor rumah tangga (22%), sektor industri (21%) dan pembangkit
listrik (10%). Peningkatan konsumsi BBM di sector transportasi berkaitan erat
dengan pertumbuhan jumlah kendaraan serta tergantung pada kondisi-kondisi
seperti: pola lalu lintas, kondisi teknis mesin dan peralatan kendaraan, pola
mengemudi dan prasarana jalan (Hidayat, 2005).
2.8.1 Bensin
Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa
jenis BBM yang diperuntukkan bagi mesin dengan jenis pembakaran
menggunakan pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis
bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu pembakaran ini
dihitung berdasarkan nilai RON (randon octane number). Berdasarkan RON
tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Premium (RON 88), merupakan bahan bakar minyak jenis distilat berwarna
kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna
tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar
kendaraan bermotor bermesin bensin seperti mobil, sepeda motor, dan lain-lain.
21
dan kandungan olefin, aromatik dan benzen pada level yang rendah sehingga
menghasilkan pembakaran tang lebih sempurna pada mesin. Pertamax ditujukan
untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi
dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan
yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi
setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converter.
c. Pertamax Plus (RON 95), merupakan bahan bakar dengan kandungan energi
tinggi. Jenis BBM ini telah memenuhi standar performance international world fuel
charter (WWFC). Pertamax plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio >10,5 dan juga yang menggunakan teknologi electronic
fuel injection, variable valve timing intelligent, turbocharge dan catalytic converter (Bphmigas, 2005).
2.8.2 Solar
High speed diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka Performa cetane number 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin
transportasi jenis diesel dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump)
dan electronic injection . Penggunaan jenis BBM ini adalah untuk transportasi dan
mesin industri. Berikut ini memperlihatkan properti dari minyak solar (Bphmigas,
2005).
2.9. Bahan Bakar Gas
Bahan Bakar Gas adalah gas bumi yang telah dimurnikan dan aman, bersih,
andal, murah. BBG digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
Komposisi BBG sebagian besar terdiri dari gas metana dan etana kurang lebih
90% dan selebihnya adalah gas propana, butana, nitrogen dan karbondioksida.
BBG lebih ringan dari udara dengan berat jenis sekitar 0,6036 dan mempunya
nilai oktan 120 (Bphmigas,2003)
Gas alam terkompresi (compressed natural gas, CNG) adalah alternatif
bahan bakar selain bensin atau solar. Di Indonesia, kita mengenal CNG sebagai
bahan bakar gas (BBG). Bahan bakar ini dianggap lebih 'bersih' bila dibandingkan
22
lingkungan. CNG dibuat dengan melakukan kompresi metana (CH4) yang
diekstrak dari gas alam. CNG disimpan dan didistribusikan dalam bejana tekan,
biasanya berbentuk silinder.
Argentina dan Brazil di Amerika Latin adalah dua negara dengan jumlah
kendaraan pengguna CNG terbesar berdasarkan laporan kajian bahan bakar gas
untuk transportasi, Departemen Energi & Sumber Daya Mineral tahun 2003.
Konversi ke CNG difasilitasi dengan pemberian harga yang lebih murah bila
dibandingkan dengan bahan bakar cair (bensin dan solar), peralatan konversi yang
dibuat lokal dan infrastruktur distribusi CNG yang terus berkembang. Sejalan
dengan semakin meningkatnya harga minyak dan kesadaran lingkungan, CNG
saat ini mulai digunakan juga untuk kendaraan penumpang dan truk barang
berdaya ringan hingga menengah.
CNG bukanlah barang baru di Indonesia. Pencanangan untuk menggunakan
CNG yang harganya lebih murah dan lebih bersih lingkungan dari pada bahan
bakar minyak (BBM) sudah dilakukan sejak tahun 1986. Pada saat itu ditetapkan
bahwa 20 persen dari armada taksi harus memakai CNG. Namun, karena pada
saat itu harga BBM masih dianggap terjangkau dan stasiun pengisian BBM
terdapat di mana-mana, maka minat untuk menggunakannya tidak sempat
membesar.
CNG terkadang dianggap sama dengan LNG. Walaupun keduanya
sama-sama gas alam, perbedaan utamanya adalah CNG adalah gas terkompresi
sedangkan LNG adalah gas dalam bentuk cair. CNG secara ekonomis lebih murah
dalam produksi dan penyimpanan dibandingkan LNG yang membutuhkan
pendinginan dan tangki kriogenik yang mahal. Akan tetapi CNG membutuhkan
tempat penyimpanan yang lebih besar untuk sejumlah massa gas alam yang sama
serta perlu tekanan yang sangat tinggi. Oleh karena itu pemasaran CNG lebih
ekonomis untuk lokasi-lokasi yang dekat dengan sumber gas alam. CNG juga
perlu dibedakan dari LPG, yang merupakan campuran terkompresi dari propana
(C3H8) dan butana (C4H10) (Wikipedia, 2008)
Bahan bakar gas memiliki emisi karbon monoksida (CO) yang lebih rendah,
hampir tidak memancarkan partikulat dan telah mengurangi senyawa organik
23
sedikit karbon dibanding bahan bakar fosil lain, mendorong ke arah emisi gas
karbon dioksida yang lebih rendah (CO2) per kilometer jalannya kendaraan. Emisi
cold-start dari Kendaraan BBG juga rendah, karena pengayaan cold-start tidaklah
diperlukan, dan ini mengurangi baik hidro- karbon non metana (NMHC) dan
emisi CO. Pengurangan emisi yang spesifik untuk kendaraan BBG dibandingkan
dengan bensin adalah (GTZ, 2003):
• CO, 60-80%
• gas organik non metana (NMOG), 87%
• NOx, 50-80%
• CO2, sekitar 20%
• Reaktifitas produksi ozon, 80-90%
2.10 Inventory Emisi
Inventory emisi merupakan kumpulan informasi secara kuantitas tentang pencemaran udara dari keseluruhan sumber yang berada pada suatu wilayah
geografis selama periode waktu tertentu. Inventori emisi menyediakan informasi
dari semua sumber emisi beserta lokasi, ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta
konstribusi relatif emisi. Inventori emisi tersebut nantinya dapat digunakan
sebagai dasar acuan untuk tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara pada
masa yang akan datang serta membantu dalam menganalisa aktivitas yang
berperan dalam peningkatan pencemaran di area geografis dalam studi yang
dilakukan (Canter, 1996).
Inventory emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal
dari sumber lainnya. Metodologi dasar dari inventori emisi menggunakan rata-rata
emisi untuk setiap aktivitas yang didasarkan pada kuantitas penggunaan material
seperti bahan bakar. Penting untuk diperhatikan bahwa inventori emisi
menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu tertentu dan tidak
24
Sasaran utama dari inventory emisi adalah untuk menganalisa sumber
buangan yang mengemisikan kontaminan ke dalam atmosfer. Inventori emisi
dapat memberikan indikasi tentang kondisi udara di lingkungan dan gambaran
kualitas udara yang ada. Inventory emisi jika dikaitkan dengan instrumen
pengelolaan kualitas udara, dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber
permasalahan mengenai kualitas udara dan membantu dalam mengidentifikasi
alternatif pengelolaan untuk menyelesaikan permasalahan pencemaran udara.
Inventori emisi merupakan komponen penting dari sekian banyak strategi
pengelolaan kualitas udara. Komponen atau instrumen lainnya dalam strategi
pengelolaan kualitas udara antara lain pemantauan, pembuatan tujuan kualitas
udara, analisa dampak meteorologi, serta analisa biaya-manfaat.
Inventory emisi juga diperlukan untuk penentuan perencanaan yang
mencakup identifikasi konstributor utama, menentukan tingkat pengendalian dan
sebagai dasar pengembangan strategi pengendalian. US EPA (2004)
mengungkapkan bahwa inventori emisi diperlukan guna penentuan perijinan suatu
kegiatan yang dapat berdampak terhadap lingkungan pada suatu wilayah tertentu
seperti penentuan terhadap attainment status suatu wilayah. Selain itu inventori
emisi diperlukan untuk sumber informasi publik yang bersifat terbuka mengenai
status kondisi kualitas udara dan sebagai alat untuk melacak emisi-emisi
sepanjang waktu. Melalui inventori emisi dapat diketahui dimana polusi udara
diemisikan, berapa besar emisi yang dikeluarkan oleh setiap sumber dan sumber
mana yang lebih efektif dan menjadi skala prioritas untuk dilakukan pengendalian
emisinya. Perhitungan emisi yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan data
dasar atau indeks dari operasi suatu sistem seperti jumlah dan kandungan material
dari energi yang digunakan, proses alamiah, sistem penanganan kontrol emisi
yang digunakan, perhitungan keseimbangan massa, dan perhitungan berdasarkan
faktor emisi. Inventory emisi biasanya mencakup dua komponen data penting
yaitu mencakup data kategori polutan dan data kategori sumber emisi.
berdasarkan acuan dari US EPA (1972), pembuatan inventory emisi mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
25
2. Identifikasi dan mendapatkan informasi mengenai faktor emisi untuk tiap
polutan dan sumber
3. Memperkirakan kuantitas informasi unit produksi
4. Perhitungan rata-rata untuk tiap polutan yang diemisikan ke atmosfer
5. Menyimpulkan emisi polutan yang spesifik untuk masing-masing sumber yang
teridentifikasi
Inventory emisi dapat digunakan pada keseluruhan area geografis, akan tetapi dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan
dengan pembaruan informasi termasuk faktor emisi, perubahan informasi (sumber
yang hilang dan sumber yang baru), sehingga diperlukan pengecekan atau
pengawasan secara periodik terhadap ketersediaan berbagai informasi serta
perubahan-perubahan dalam pembuatan inventory emisi (Canter, 1996).
Menurut IPCC (2006), pelaksanaan inventory harus dapat memberikan
jaminan kualitas mulai dari pengumpulan data sampai pada pelaporan. Indikator
dari kualitas inventori meliputi beberapa hal, yaitu :
a. Transparansi. Pihak di luar pelaksana inventory dapat mengerti tentang
bagaimana inventori dilaksanakan dan mudah untuk diaplikasikan dalam skala
nasional
b. Kelengkapan. Semua pengukuran yang berdasar pada sumber, parameter gas
dan lokasi harus dilaporkan secara lengkap termasuk adanya
komponen-komponen yang terlewatkan selama melakukan inventory
c. Konsistensi. Inventory yang digunakan untuk mengetahui pola tahunan harus
dihitung berdasarkan metode dan sumber data yang tetap setiap tahunnya
sehingga mampu memberikan gambaran fluktuasi dari emisi yang dihasilkan
d. Perbandingan. Inventory emisi yang dilakukan harus dapat dibandingkan
dengan inventori emisi di kota atau negara lain untuk skala yang sama
e. Akurasi. Adanya over/under estimate dalam perhitungan inventory emisi harus
dapat dipertanggungjawabkan.
Pembaruan data inventory emisi perlu dilakukan secara teratur, sedikitnya
setiap dua tahun. Tujuan dan kegunaan pembaruan data inventory emisi adalah:
• Pengkajian kualitas udara
26
• Input pemodelan kualitas udara
• Mengevaluasi skenario di masa yang akan datang, seperti memperkirakan
dampak suatu rencana aksi pengelolaan terhadap perbaikan kualitas udara,
dampak adanya sumber pencemaran baru, atau skenario penurunan emisi
• Panduan untuk mengembangkan dan menyempurnakan jaringan pemantau
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kehadiran satu atau lebih
kontaminan/polutan ke dalam atmosfer yang karena jumlah dan lama waktu
keberadaannya dapat mengakibatkan kerugian pada manusia, tumbuhan kehidupan
binatang dan atau properti/material serta menyebabkan gangguan kenyamanan
dalam melakukan aktivitas hidup. Materi yang diemisikan ke atmosfer oleh
aktivitas manusia maupun secara alami merupakan penyebab beberapa masalah
lingkungan seperti hujan asam, penurunan kualitas udara pemanasan global,
rusaknya infrastruktur bangunan, pengurangan lapisan ozon dan pemaparan
ekosistem oleh bahan beracun (Canter, 1996).
2.2 Sumber Pencemar Udara
Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis sumber
frekuensi terjadinya, distribusi spasial dan jenis emisi. Berdasarkan jenis sumber
pencemar maka dapat dibedakan menjadi sumber yang terjadi secara alami dan
sumber yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sumber alami meliputi letusan
gunung berapi, penyerbukan tanaman, kebakaran hutan dan lain sebagainya
sedangkan sumber yang berasal dari aktivitas manusia seperti sektor transportasi
proses industri, pembangkit energi, aktivitas konstruksi, dan aktivitas latihan
militer. Sumber pencemaran berdasarkan distribusi spasial dapat dibedakan atas
beberapa kategori antara lain sumber titik seperti cerobong industri serta sumber
garis yang merupakan sumber pencemar yang begerak seperti aktivitas kendaraan
bemotor. Selain itu juga terdapat sumber area seperti emisi debu dari lokasi
konstruksi dan aktivitas pelatihan militer yang semuanya terjadi dalam satu lokasi
8
2.3 Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor
Permasalahan lingkungan yang kerap mengancam kota-kota besar di
Indonesia saat ini adalah pencemaran udara terutama