JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK
PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA
G A S I M
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Pengenalan jenis kayu yang sering dilakukan dengan menggunakan panca indra manusia adalah kegiatan yang sudah lazim dilakukan. Cara ini membutuhkan pengalaman yang cukup banyak, selain itu akurasi cara pengenalan seperti ini pun kurang akurat.
Ilmu komputer yang berkembang pesat dan kini masuk kesegala bidang, salah satu penerapan ilmu komputer adalah dalam bidang pengenalan pola. Cukup dengan pelatihan beberapa pola yang ada, maka sistem mampu mengenali pola baru yang sejenis.
Jaringan syaraf tiruan (JST) sangat terlibat dalam hal ini. Tekstur dapat digunakan sebagai informasi citra untuk memprediksi kondisi objek dari sifat permukaannya. Pengukuran tekstur dilakukan denga mengukur energi, kontras, homogenitas, dan entropy (Haralic, 1973).
Dengan ini citra pori kayu dapat diambil unsur teksturnya untuk mengidentifikasi jenis kayu dengan menambah unsur RGB, standar deviasi dan derajat keabuan (gray level). Dengan teknik ini, ternyata dapat mengidentifikasi kayu hingga 100%.
JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK
PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA
GASIM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra
Nama : Gasim
NRP : G651040054
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc., PhD.
Ketua
Irman Hermadi, S.Kom.,MS. Anggota
Dr. Ir. Sugi Guritman Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS.
Ketua Program Studi
Pascasarjana Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
PERSEMBAHAN
K arya ilmiah ini aku persembahkan unt uk
kedua orang tuaku beserta :
I striku
: K hadijah AlK aff Gathmyr
Putriku : Fathimah Azzahra AlK aff
© Hak cipta milik Gasim, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya -besarnya kepada Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc., PhD. selaku ketua komisi pembimbing, Irman Hermadi, S.Kom.,MS. selaku anggota pembimbing yang dengan sabar membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Kepada Yayasan STMIK MDP yang sudah memberikan kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kepada staf P uslitbang Hasil Hutan, khususnya Dra. Sri Rulliaty, MSc. di Gedung Biologi dan Pengawetan Hasil Hutan, tempat penulis mengambil data . Kepada istri dan anak-anakku tercinta yang dengan sabar menjalani hari-hari tanpa kehadiranku. Kepada orang tua dan seluruh keluargaku. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang sudah memberi dorongan, saran, dan kritik ke pada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 17 Juni 1973 dari ayah Abdullah AlKaff dan Ibu Hamidah. Penulis merupakan putra ke 11 dari 12 bersaudara.
Pada tahun 1992 penulis lulus dari SMA Tunas Bangsa Palembang, pada tahun 1996 lulus D3 Ahli Madya AMIK SIGMA Palembang, dan pada tahun 2000 lulus S1 Sarjana Komputer STMIK Bandung.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Ruang Lingkup ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya ... 3
2.2 Sifat Umum dan Anatomi Kayu ... 3
2.3 Pengolahan Citra ... 6
2.4 Representasi Citra Digital ... 7
2.5 Komponen Citra Digital ... 8
2.6 Jaringan Syaraf Otak Manusia ... 9
2.7 Jaringan Syaraf Tiruan ... 10
2.8 Arsitektur Jaringan ... 12
2.9 Fungsi Aktivasi ... 13
2.10 Proses Pembelajaran ... 14
2.11 JST Propagasi Balik ... 15
2.12 Transformasi Wavelet ... 16
2.13 Deteksi Tepi ... 16
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 18
3.2 Teknik Praproses ... 20
3.3 Tahap Tatalaksana Pelatihan ... 21
3.4 Tahap Tatalaksana Pengujian ... 26
3.5 Bahan dan Alat ... 26
JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK
PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA
G A S I M
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
Pengenalan jenis kayu yang sering dilakukan dengan menggunakan panca indra manusia adalah kegiatan yang sudah lazim dilakukan. Cara ini membutuhkan pengalaman yang cukup banyak, selain itu akurasi cara pengenalan seperti ini pun kurang akurat.
Ilmu komputer yang berkembang pesat dan kini masuk kesegala bidang, salah satu penerapan ilmu komputer adalah dalam bidang pengenalan pola. Cukup dengan pelatihan beberapa pola yang ada, maka sistem mampu mengenali pola baru yang sejenis.
Jaringan syaraf tiruan (JST) sangat terlibat dalam hal ini. Tekstur dapat digunakan sebagai informasi citra untuk memprediksi kondisi objek dari sifat permukaannya. Pengukuran tekstur dilakukan denga mengukur energi, kontras, homogenitas, dan entropy (Haralic, 1973).
Dengan ini citra pori kayu dapat diambil unsur teksturnya untuk mengidentifikasi jenis kayu dengan menambah unsur RGB, standar deviasi dan derajat keabuan (gray level). Dengan teknik ini, ternyata dapat mengidentifikasi kayu hingga 100%.
JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK
PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA
GASIM
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra
Nama : Gasim
NRP : G651040054
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc., PhD.
Ketua
Irman Hermadi, S.Kom.,MS. Anggota
Dr. Ir. Sugi Guritman Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS.
Ketua Program Studi
Pascasarjana Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
PERSEMBAHAN
K arya ilmiah ini aku persembahkan unt uk
kedua orang tuaku beserta :
I striku
: K hadijah AlK aff Gathmyr
Putriku : Fathimah Azzahra AlK aff
© Hak cipta milik Gasim, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya -besarnya kepada Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc., PhD. selaku ketua komisi pembimbing, Irman Hermadi, S.Kom.,MS. selaku anggota pembimbing yang dengan sabar membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Kepada Yayasan STMIK MDP yang sudah memberikan kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kepada staf P uslitbang Hasil Hutan, khususnya Dra. Sri Rulliaty, MSc. di Gedung Biologi dan Pengawetan Hasil Hutan, tempat penulis mengambil data . Kepada istri dan anak-anakku tercinta yang dengan sabar menjalani hari-hari tanpa kehadiranku. Kepada orang tua dan seluruh keluargaku. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang sudah memberi dorongan, saran, dan kritik ke pada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 17 Juni 1973 dari ayah Abdullah AlKaff dan Ibu Hamidah. Penulis merupakan putra ke 11 dari 12 bersaudara.
Pada tahun 1992 penulis lulus dari SMA Tunas Bangsa Palembang, pada tahun 1996 lulus D3 Ahli Madya AMIK SIGMA Palembang, dan pada tahun 2000 lulus S1 Sarjana Komputer STMIK Bandung.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Ruang Lingkup ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya ... 3
2.2 Sifat Umum dan Anatomi Kayu ... 3
2.3 Pengolahan Citra ... 6
2.4 Representasi Citra Digital ... 7
2.5 Komponen Citra Digital ... 8
2.6 Jaringan Syaraf Otak Manusia ... 9
2.7 Jaringan Syaraf Tiruan ... 10
2.8 Arsitektur Jaringan ... 12
2.9 Fungsi Aktivasi ... 13
2.10 Proses Pembelajaran ... 14
2.11 JST Propagasi Balik ... 15
2.12 Transformasi Wavelet ... 16
2.13 Deteksi Tepi ... 16
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 18
3.2 Teknik Praproses ... 20
3.3 Tahap Tatalaksana Pelatihan ... 21
3.4 Tahap Tatalaksana Pengujian ... 26
3.5 Bahan dan Alat ... 26
3.7 Jadwal Penelitian ... 26
4 DISAIN MODEL 4.1 Pembentukan Model dan Pencocokan Pola ... 28
4.2 Pembuat Keputusan ... 29
4.3 Data Teknis ... 29
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap Praproses ... 31
5.2 Pelatihan dan Pengujian ... 31
6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 39
6.2 Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tujuh tipe pembesaran ... 23
2 Struktur pemindaian citra kayu ... 30
3 Struktur JST-PB yang dimodelkan ... 30
4 Definisi target ... 30
5 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 1 ... 32
6 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 2 ... 33
7 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 3 ... 34
8 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 4 ... 35
9 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 5 ... 36
10 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 6 ... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Referensi bidang geometris permukaan kayu ... 4
2 Disiplin ilmu citra ... 6
3 Neuron berkerja berdasarkan sinyal yang diterima melalui sinapsis ... 10
4 Neuron tiruan sederhana ... 11
5 Jaringan syaraf lapis tunggal ... 12
6 Jaringan syaraf lapis banyak ... 13
7 Fungsi aktivasi sigmoid biner pada selang 0 s/d 1 ... 13
8 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar pada selang -1 s/d 1 ... 14
9 Diagram krangka pemikiran ... 18
10 Bagan tatalaksana pelatihan ... 22
11 Bagaimana memotong kayu ... 23
12 Proses pindai ... 24
13 Antarmuka perangkat lunak pindai ... 24
14 Citra hasil cropping (250 x 250 pixel) ... 25
15 Bagan tatalaksana pengujian ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pengambilan unsur-unsur citra ... 42
2 Tabel jadwal penelitian ... 44
3 Perintah Matlab untuk pembangunan jaringan sampai pelatihan ... 45
4 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 1 ... 46
5 Gambar proses pe mbelajaran pada pembesaran tipe 2 ... 47
6 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 3 ... 48
7 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 4 ... 49
8 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 5 ... 50
9 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 6 ... 51
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kayu memiliki bermacam-macam jenis, setiap jenis memiliki nama dan
karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik ini akan menentukan kualitas
dan fungsi dari tiap jenis tersebut. Kualitas dan fungsi tersebut akan berpengaruh
pada harga dan dari pihak pemerintahan dapat menentukan pajak yang sesuai dari
tiap jenis kayu tersebut. Sehingga sangatlah penting untuk mengetahui nama dari
tiap kayu.
Untuk mengidentifikasi jenis kayu dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, menggunakan sifat kasar (makroskopis) yang terdiri dari warna, tekstur,
arah serat, berat, bau, dan lain-lain. Cara ini yang biasa digunakan saat ini dalam
mengidentifikasi jenis kayu, namun cara ini hanya dapat digunakan bagi yang
berpengalaman. Kedua, menggunakan sifat struktur (mikroskopis), cara kedua
adalah menggunakan data mikroskopis dalam mengidentifikasi kayu, yang
demikian ini membutuhkan alat bantu berupa alat pembesar, serta membutuhkan
waktu yang lebih lama, karena harus menghitung serta mene liti struktur pori.
Banyaknya waktu dan pengalaman yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi
jenis kayu sangatlah tidak efektif dan efisien. Dengan alasan ini, Peneliti merasa
termotivasi untuk melakukan penelitian guna mendapatkan teknik baru dalam
mengidentifikasi jenis kayu.
Pengenalan citra merupakan suatu mekanisme untuk mengenali kembali
citra yang secara signifikan oleh mata tidak dapat dikenali, namun dengan metode
dan teknik tertentu, citra tersebut masih dapat dikenali (Gede dan Bulkis, 2004).
Pada penelitian ini, sebuah citra RGB memiliki unsur warna merah, warna hijau
dan warna biru. Sebuah citra skala keabuan (grayscale) memiliki unsur-unsur
entropy, kontras, energi, homogenitas, skala keabuan, dan standar deviasi.
Ke-sembilan unsur ini dapat dijadikan masukan ke sistem komputer untuk diproses
lanjut dalam pengenalan jenis kayu.
Jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) merupakan sistem
2
tertentu yang menyerupai jaringan syaraf biologi yang mengolah informasi stinuli
melalui beberapa lapisan neuron untuk menyimpulkan stinuli yang terdeteksi
tersebut (Fauset, 1994). Jaringan syaraf tiruan (JST) mampu mengenal atau
mengidentifikasi objeknya lebih tepat dibanding komputasi konvensional, karena
JST masih dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap.
Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam
sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga (Jain dan Ramesh, 1995). Jadi tekstur
tidak dapat didefinisikan untuk sebuah pixel, melainkan kumpulan semua pixel
dari citra yang dianggap sebagai satu kesatuan. Dengan tekstur akan didapat
informasi citra untuk memprediksi kondisi objek dari sifat permukaannya.
Pengukuran tekstur dilakukan denga mengukur energi, kontras, homogenitas, dan
entropy (Haralic, 1973).
Pada penelitian ini sistem identifikasi akan menggunakan jaringan syaraf
tiruan (JST) dengan algoritma propagasi balik. Penggunaan algoritma ini merujuk
dari berbagai hasil penelitian pengenalan pola yang menunjukkan hasil yang baik.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari riset ini adalah mengembangkan sistem pengenalan jenis
kayu dengan menggunakan JST berbasis citra pori kayu.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup riset ini mencakup :
1. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu jabon, kayu meranti putih, kayu
mersawa, kayu pulai dan kayu ramin.
2. Teknik identifikasi menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan algoritma
propagasi balik.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari riset ini adalah untuk memberikan kontribusi pengembangan
3
BAB 2 LANDASAN TEORI
Pekerjaan untuk mengenal satu jenis kayu yang menggunakan sebuah sistem
komputerisasi haruslah didasari dengan ilmu-ilmu yang saling berkaitan. Pada bab
ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang melandasi penelitian ini.
2.1 Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini sedikit berkaitan dengan penelitian sebelumnya yang sudah
dilakukan oleh Florensa Rosani Br Purba1 (2005) dengan judul penelitian rekayasa sistem neuro-fuzzy untuk identifikasi jenis kayu bangunan dan furniture.
Beliau meneliti tentang identifikasi jenis kayu berdasarkan sisi kayu yang
dipotong secara horizontal. Dengan pemotongan seperti ini maka akan tampak
pori dari kayu. Kemudian dengan alat pembesar, pori kayu ini dianalisa hingga
didapat data mikroskopis , seperti ukuran pori, frekwensi pori, jarak antar pori, dan
lain-lain. Data inilah yang kemudian dijadikan sebagai data masukan dari sistem
yang beliau kembangkan.
Pada penelitian kali ini, data yang diolah adalah gambar atau citra dari kayu
yang dipotong secara horizontal, sehingga didapat struktur pori kayu. Dari tekstur
pori kayu tersebut diambil unsur-unsur pengukur tektur, antra lain energi, entropy,
kontras, dan homogentias. Selain itu diambil juga standar deviasi, derajat
keabuan, dan RGB.
2.2 Sifat Umum dan Anatomi Kayu
Secara garis besar ada dua kelompok ciri yang digunakan untuk
mengidentifikasi jenis kayu, yaitu ciri umum dan ciri anatomi (Mandang dan
Pandit, 2002). Ciri umum adalah ciri yang dapat diamati langsung dengan
pancaindera, baik dengan penglihatan, penciuman, perabaan dan sebagainya tanpa
bantuan alat-alat pembesar bayangan. Ciri umum tersebut meliputi warna, corak,
tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau, dan kekerasan kayu. Ciri anatomi
meliputi susunan, bentuk, dan ukuran sel atau jaringan penyusun yang hanya
1
4
dapat diamati secara jelas dengan mikroskop atau bantuan lup berkekuatan
pembesaran minimal sepuluh kali (Mandang dan Pandit, 2002).
Bond and Hamner (2002) mengklasifikasikan permukaan kayu kedalam tiga
kategori referensi bidang geometris, yaitu cross section, radial section, dan
tangential section seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Referensi bidang geometris permukaan kayu
Bond and Hamner (2002) .
Menurut Bond and Hamner (2002), Ciri anatomi dapat dilihat pada
permukaan cross-section kayu dengan cara memotong sel kayu secara tegak lurus
dengan arah pertumbuhan pohon. Ciri anatomi yang dapat diamati adalah :
1. Pori (Vessel) adalah sel yang berbentuk tabung dengan arah longitudinal.
Pada bidang lintang, pori terlihat sebagai lubang-lubang beraturan maupun
tidak dan berukuran kecil maupun besar. Pori dapat dibedakan berdasarkan
penyebaran, susunan, isi, ukuran, jumlah dan bidang perforasi. Berdasarkan
transisi ukurannya, pori dapat diklasifikasi menjadi tiga katagori, yaitu
ring-porous, semi-ring porous, dan diffuse-porous. Sedangkan berdasarkan
susunan posisi, pori dapat diklasifikasikan menjadi lima katagori, yaitu
solitary pores, pore multiples, pore chains, nested pores (clusters), dan wavy
5
2. Parenkim (Parenchyma) adalah sel yang berdinding tipis berbentuk batu
bata dengan arah longitudinal. Pada bidang lintang, parenkim berwarna
lebih cerah dibandingkan dengan warna sel sekelilingnya. Parenkim dapat
dibedakan berdasarkan hubungannya dengan pori, yaitu parenkim
paratrakeal (berhubungan dengan pori) dan apotrakeral (tidak berhubungan
dengan pori).
3. Jari-jari (Rays) adalah parenkim yang horizontal. Pada bidang lintang,
jari-jari terlihat seperti garis-garis yang sejajar dengan warna yang lebih cerah
dibanding dengan warna sekelilingnya. Jari-jari dapat dibedakan
berdasarkan ukuran lebarnya dan keseragaman ukurannya.
4. Saluran interselular adalah saluran yang berada di antara sel-sel kayu yang
berfungsi sebagai saluran khusus. Saluran interselular ini tidak selalu ada
pada stiap jenis kayu, tetapi hanya terdapat pada jenis-jenis tertentu,
misalnya beberapa jenis kayu dalam famili Diptercocarpaceae, antara lain
meranti (Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp), keruing (Dipterocarpus
spp), mersawa (Anisoptera spp), dan sebagainya. Berdasarkan arahnya,
saluran interselular dibedakan atas saluran interselular aksial (arah
longitudinal) dan saluran interselular radial (arah sejajar jari-jari). Pada
umumnya saluran interselular aksial terlihat sebagai lubang-lubang yang
jauh lebih kecil.
5. Saluran getah adalah saluran yang berada dalam batang kayu dan bentuknya
seperti lensa. Saluran getah ini tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu,
tapi hanya terdapa t pada kayu-kayu tertentu, misalnya jelutung (Dyera spp).
6. Tanda kerinyut adalah penampilan ujung jari-jari yang bertingkat-tingkat
dan biasanya terlihat pada bidang tangensial. Tanda kerinyut juga tidak
selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tetapi hanya pada jenis -jenis tertentu
seperti kempas (Koompasia malaccenis) dan sonokembang (Pterocarpus
indicus).
7. Gelam tersisip atau kulit tersisip adalah kulit yang berada di antara kayu,
yang terbentuk akibat kesalahan kambium dalam membentuk kulit. Gelam
6
sering memiliki gelam tersisip adalah keras (Aquailaria spp), jati (Tectona
grandis), dan apiapi (Avicennia spp).
2.3 Pengolahan Citra
Citra sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat
penting sebagai bentuk informasi visual, secara harafiah, citra (image) adalah
gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi), dan jika ditinjau dari sudut pandang
matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahanya pada bidang
dwimatra, sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian
dari berkas cahaya tersebut, pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik
sehingga bayangan objek tersebut terekam (Munir, 2004).
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan
komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik (Munir, 2004). Pengolahan
citra terjadi atau dilakukan karena beberpa faktor, diantaranya warna yang tidak
tajam, pencahayaan yang tidak baik, kabur (blurring), ukuran yang tidak sesuai
dengan kebutuhan.
Pengolahan citra merupakan bidang yang bersifat multidisiplin, yang terdiri
dari banyak aspek, antara lain fisika, elektronika, matematika, seni, fotografi, dan
teknologi komputer. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara informasi da n
citra. Jika sumbernya adalah citra dan keluaran juga citra maka termasuk dalam
pengolahan citra. Jika sumbernya citra dan menghasilkan informasi maka
dinamakan pegenalan pola (pattern recognition).
Gambar 2 Disiplin ilmu citra (Balzah dan Kartika, 2005)
CITRA DESKRIPSI/
INFORMASI
Pengol ahan Cit r a Kecerdasan Buat an
7
Ada dua macam citra, yaitu citra kontin yu dan citra diskrit. Citra kontinyu
dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia
dan kamera analog. Citra diskrit adalah dihasilkan melalui proses digitalisasi
terhadap c itra kontin yu (Munir, 2004).
Pengolahan citra menghasilkan citra baru, termasuk di dalamnya perbaikan
citra (image restoration) dan peningkatan kualitas citra (image enhancement).
Analisis citra digital menghasilkan suatu keputusan atau suatu data, termasuk
didalamnya pengenalan pola .
Operasi pengolahan citra, antara lain (Balzah dan Kartika, 2005) :
1. Operasi titik : pengolahan dititikberatkan pada tiap titik pada citra.
2. Operasi global : karakteristik tiap titik secara keseluruhan berpengaruh
terhadap sebuah titik yang akan diolah.
3. Operasi temporal : pengkombinasian sebuah citra dengan citra lain.
4. Operasi geometri : pengolahan secara giometis
5. Operasi banyak titik bertetangga : beberapa titik yang bersebelahan
berpengaruh tarhadap operasi pengubahan nilai sebuah titik.
6. Operasi morfologi : operasi yang berdasarkan segmen atau bagian dalam
citra yang menjadi perhatian.
Operasi morfologi dapat membangkitkan nilai-nilai yang dapat mengisi
variable -variabel sebagai bahan masukan kedalam jaringan saraf tiruan. Sehingga
dalam penggunaan sistem identifikasi sebuah citra tidak dibutuhkan lagi langkah
ekstraksi data secara manual.
2.4 Representasi Citra Digital
Citra monochrome atau secara sederhana disebut citra merupakan fungsi
intensitas cahaya dua-dimensi f(x), dimana x dan y menunjukkan koordinat spasial
dan nilai f pada setiap titik (x,y) adalah kecerahan atau derajat keabuan (gray
level) citra pada titik tersebut (Gonzales & Woods, 2002).
Setiap citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks yang berukuran
8
= ) , ( ) 2 , ( ) 1 , ( ) , 2 ( ) 2 , 2 ( ) 1 , 2 ( ) , 1 ( ) 2 , 1 ( ) 1 , 1 ( ) , ( b a f a f a f b f f f b f f f y x f L M L L M L L (1)Setiap elemen matriks tersebut menunjukkan nilai pixel. Suatu citra digital
dengan format 8 bit memiliki 256 (28) intensitas warna pada setiap pixel-nya (Gonzales & Woods, 2002). Nilai pixel tersebut berkisar antara 0 sampai 255,
dimana 0 menunjukkan intensitas paling gelap, sedangkan 255 intensitas paling
terang.
2.5 Komponen Citra Digital
Komponen citra digital yang digunakan pada penelitian ini adalah
komponen yang bersumber dari citra RGB dan citra grayscale.
Ø Citra RGB
Dari citra RGB yang diambil adalah unsur warna merah, hijau dan biru.
Dasarnya adalah warna -warna yang diterima oleh mata (sistem visual
manusia) merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang
berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang
memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R), green (G),
dan blue (B) (Munir, 2004).
Dengan cara menormalkan setiap komponen warna dengan persamaan
sebagai berikut :
B G R R r + + = (2) B G R G g + + = (3) B G R B b + + = (4)
Ø Citra Grayscale
Bagian ini melibatkan matriks korelasi kejadian (co-occurrence matrix)
dari sebuah citra. Co-occurrence matrix bertujuan menganalisa pasangan
9
matriks ini disebut GLCM (Gray -level co-occurrence matrix). Jika objek
berupa citra biner, maka akan terbentuk matriks GLCM 2 levels (2 x 2).
Sedangkan jika objek berupa citra intensitas, maka akan terbentuk
matriks GLCM 8 levels (8 x 8) (Mathwork, 1999).
1. Energi
Digunakan untuk mengukur konsentrasi pasangan gray level. Nilai
ini didapat dengan memangkatkan setiap elemen dalam GLCM,
kemudian dijumlahkan (Mathwork, 1999).
2. Kontras
Menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di
dalam sebuah gambar. Berfungsi untuk mengukur perbedaan lokal
dalam citra (Mathwork, 1999).
3. Homogenitas
Berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi gray level lokal
dalam citra (Mathwork, 1999).
4. Entropy
Berfungsi untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan
lokal dalam citra (Mathwork, 1999).
5. Derajat keabuan
Merupakan nilai ambang global dari grayscale (250 x 250)
(Mathwork, 1999).
6. Standar deviasi
Merupakan nilai standar deviasi dari citra grayscale (250 x 250)
(Mathwork, 1999).
Komponen 1 – 4 digunakan dalam pengukuran tektur (Haralic, 1973).
2.6 Jaringan Syaraf Otak Manusia
Otak manusia memiliki neuron-neuron yang berkerja berdasarkan sinyal
yang dite rima melalui sinapsis. Sinyal ini diteruskan pada neuron lainnya.
10
angka yang demikian itu, otak mampu mengenali objek, melakukan perhitungan,
mengontrol gerakan tubuh dan lain-lain.
Neuron memiliki tiga komponen, yaitu dendrite, soma dan axon. Dendrite
berutugas menerima sinyal dari neuron lain. Soma menjumlahkan semua sinyal
yang masuk. Sedangkan axon bertugas meneruskan sinyal ke neuron lain jika
[image:34.612.203.438.201.467.2]diperlukan. Contoh bentuk jaringan syaraf dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Neuron berkerja berdasarkan sinyal yang diterima melalui sinapsis
(Kusumadewi, 2003).
2.7 Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan neural artificial adalah pemrosesan informasi yang mempunyai
karakteristik kinerja tertentu seperti jaringan neural biologis. yang berbasis pada
asumsi sebagai berikut (Widodo, 2005) :
1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang
disebut neur on.
2. Sinyal diberikan antara neur on lewat jalinan koneksi.
3. Setiap jalinan koneksi mempunyai bobot yang mengalikan sinyal yang
11
4. Setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasanya non linear)
terhadap jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal
keluarannya.
Menurut Fauset (1994), jaringan syaraf tiruan dicirikan oleh :
1. Pola hubungan antara neuron-neuronnya, disebut arsitektur.
2. Metode penentuan bobot (weight) pada hubungan, disebut pelatihan
(training), pembelajaran (learning), atau algoritma.
3. Fungsi aktivasinya.
Struktur jaringan neural terdiri atas sejumlah besar komponen yang disebut
neuron. Setiap neuron terhubung dengan neuron lainya dengan jalinan koneksi
yang berkaitan dengan bobot. Bobot mewakili informasi yang diterima jaringan
dan dijadikan sebagai nilai untuk menyelesaikan masalah.
Fungsi aktifasi merupakan keadaan internal suatu neuron, dengan fungsi
aktifasi ini neuron dapat mengambil keputusan dari pengolahan bobot-bobot yang
ada. Hasil dari fungsi aktifasi ini juga digunakan sebagai sinyal untuk neuron
berikutnya. Contoh bentuk jaringan syaraf tiruan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Neuron tiruan sederhana (Kusumadewi, 2003).
Pada Gambar 4, neuron Y menerima masukan dari neuron X1, X2, dan X3
dengan aktivasinya (sinyal keluaran) yaitu x1, x2, x3 dan bobotnya w1, w2, w3.
Masukan jaringan y_in ke neuron Y adalah penjumlahan dari perkalian
masing-masing sinyal dengan bobotnya seperti berikut :
y_in = x1w1+ x2w2 + x3w3 (5)
X1
X2
X3
Y W1
W2
12
2.8 Arsitektur Jaringan
Jaringan neuron yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan untuk
pengenalan pola adalah jaringan lapis tunggal (Single layer network) (Gambar 5)
dan jaringan lapis banyak (Multi layer network) (Gambar 6). Perbedaan kedua
arsitektur ini terletak pada lapisan tersembunyi. Pada arsitektur jaringan lapis
tunggal tidak memiliki lapisan tersembunyi, sedangkan pada arsitektur jaringan
[image:36.612.125.507.242.490.2]lapis jamak memiliki minimal 1 lapisan tersembunyi (Kusumadewi, 2003).
Gambar 5 Jaringan syaraf lapis tunggal (Kusumadewi, 2003).
X1 X2 X3
Y1 Y2
Lapisan Input Nilai input
Matriks bobot
Lapisan output
Nilai output
13
Gambar 6 Jaringan syaraf lapis banyak (Kusumadewi, 2003).
2.9 Fungsi Aktifasi
Fungsi aktivasi digunakan pada per hitungan input yang diterima neuron,
setelah itu diteruskan ke neuron berikutnya. Dengan demikian fungsi aktivasi
berfungsi sebagai penentu kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu
neuron. Fungsi aktivasi yang sering digunakan pada JST propagasi ba lik antra lain
- Sigmoid biner, ya itu fungsi biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan
rumusan fungsi sebagai berikut :
)
exp(
1
1
)
(
x
x
f
−
+
=
(6)Gambar 7 Fungsi aktivasi sigmoid biner pada selang 0 s/d 1
(Kusumadewi, 2003).
X1 X2 X3
Z1 Z2
Lapisan Input Nilai input
Matriks bobot 1
Lapisan tersembunyi
V11 V12 V21 V22 V31 V32
Y
W1 W2
Nilai output Lapisan output Matriks bobot 2
f(x)
x 0
[image:37.612.207.405.526.663.2]14
- Sigmoid bipolar, ya itu fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan
rumusan fungsi sebagai berikut :
[image:38.612.192.394.110.302.2]1
)
exp(
1
2
)
(
−
−
+
=
x
x
f
(7)Gambar 8 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar pada selang -1 s/d 1
(Kusumadewi, 2003).
2.10 Proses Pembelajaran
Merupakan proses perubahan bobot-bobot yang ada pada jaringan dengan
tujuan meminimalkan mean square error (mse) atau toleransi galat antara
keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan (target). Perubahan ini
dapat bertambah dan berkurang sesuai dengan informasi yang diberikan oleh
neuron yang bersangkutan. Perubahan ini akan berhenti jika bobot -bobot pada
jaringan sudah cukup seimbang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa setiap input
telah berhubungan dengan output yang diharapkan.
1. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning)
Metode ini hanya berlaku jika output yang diharapkan sudah diketahui,
sehingga dalam proses pembelajaran, setiap input akan memiliki target
output yang harus dicapai. Apabila terjadi perbedaan antara pola output hasil
pembelajaran dengan pola target, maka akan muncul galat. Apabila nilai
galat ini masih cukup besar, maka perlu iterasi pembelajaran yang
berikutnya (Kusumadewi, 2003). f(x)
x
15
2. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning)
Metode ini tidak memerlukan target output sehingga tidak dapat ditentukan
hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran.
Selama proses pembelajaran nilai bobot disusun dalam satu rentang tertentu
tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan dari pembelajaran ini
adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area
tertentu (Kusumadewi, 2003)
Fungsi yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah traincgp.
Traincgp merupakan algoritma pelatihan cepat dengan perbaikan teknik optimasi numeris dan pengaturan bobotnya tidak selalu dalam arah menurun (gradien
negatif) tapi disesuaikan dengan arah konjugasinya (Kusumadewi, 2003).
2.11 JST Propagasi Balik
JST Propagasi Balik (PB) termasuk dalam pembelajaran terawasi.
JST-PB biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah
bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan
tersembunyi, algoritma ini menggunakan output galat untuk mengubah nilai
bobot -bobotnya dalam arah mundur (backward), untuk mendapatkan galat ini,
tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu,
pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan
fungsi aktivasi sigmoid (Kusumadewi, 2003)
Algoritma JST-PB :
Algoritma pembelajaran JST-PB yang diformulasikan oleh Rumelhart, Hinton dan
Rosenberg tahun 1986, secara singkat adalah sebagai berikut :
1. Inisialisasi bobot, yang dapat dilakukan secara acak
2. Perhitungan nilai aktivasi, tiap neuron menghitung nilai aktivasi dari input
yang diterimanya. Pada lapisan input nilai aktivasi adalah fungsi ident itas.
Pada lapisan tersembunyi dan output nilai aktivasi dihitung melalui fungsi
aktivasi
3. Penyesuaian bobot, penyesuaian bobot dipengaruhi oleh besarnya nilai
16
4. Iterasi akan terus dilakukan sampa i kriteria galat minimum tertentu
dipenuhi.
2.12 Transformasi Wavelet
Transformasi merupakan proses resentasi suatu sinyal ke dalam kawasan
(domain) lain. Tujuan dari transformasi adalah untuk lebih menonjolkan sifat atau
karakteristik dari sinyal tersebut.
Wavelet (secara harfiah berarti “gelombang kecil”) adalah himpunan fungsi
dalam ruang vektor L2I, yang mempunyai sifat-sifat berikut (Burrus et al,1998) : 1. berenergi terbatas
2. merupakan fungsi band-pass pada domain frekuensi
3. merupakan hasil penggeseran (translasi) dan penskala (dilatasi) dari
sebuah fungsi tunggal (induk).
Teori wavelet didasari oleh pembangkitan sejumlah tapis (filter) dengan cara
menggeser dan menskala suatu wavelet induk (mother wavelet) berupa tapis
pelewat tengah (band-pass filter). Sehingga hanya diperlukan pembangkitan
sebuah tapis, sedangkan tapis lain mengikuti aturan penskalaan, baik pada
kawasan waktu maupun kawasan frekuensi. Penambahan skala wavelet akan
meningkatkan durasi waktu, mengurangi lebar bidang (bandwidth) dan menggeser
frekuensi pusat ke nilai frekuensi yang lebih rendah. Sebaliknya pengurangan
skala menurunkan durasi waktu, me nambah lebar bidang dan menggeser frekuensi
ke nilai frekuensi yang lebih tinggi (Burrus et al,1998).
2.13 Deteksi Tepi
Definisi deteksi tepi adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang
mendadak (besar) dalam jarak yang singkat. Perbedaan intensitas inilah yang
menampakkan rincian pada gambar. Tepi (edge) biasanya terdapat pada batas
antara dua daerah berbeda pada suatu citra (Munir, 2004).
Operator gradien yang dicoba dalam penelitian adalah Sobel dan Prewit.
1. Operator Sobel
17 4 5 6 3 7 2 1 0 ) , ( a a a a y x a a a a (8)
Operator Sobel adalah magnitudo dari gradien yang dihitung dengan
2 2
y x s
s
M = + (9)
Dalam hal ini, turunan parsial dihitung dengan
(
a2 ca3 a4) (
a0 ca7 a6)
sx = + + − + + (10)
(
a0 ca1 a2) (
a6 ca5 a4)
sy = + + − + + (11)
dengan konstanta c = 2. Dalam bentuk mask, sxdansydapat dinyatakan
sebagai : − − − = 1 0 1 2 0 2 1 0 1 x S (12) − − − = 1 2 1 0 0 0 1 2 1 y S (13)
2. Operator Prewit
Persamaan gradien ini sama seperti operator Sobel, tetapi menggunakan
nilai c = 1 :
18
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran. Seperti
[image:42.612.112.506.205.613.2]tercantum pada Gambar 9.
Gambar 9 Diagram kerangka pemikiran.
Pengertian citra dijital, Metode pengolahan citra dijital, Jaringan sya raf tiruan, Matlab, identifikasi kayu
Mulai
Selesai
Studi pustaka
Akuisisi data: Identifikasi Masalah
Pra-proses : - Ukuran citra
- RBG dan skala keabuan
Pengujian ( Verifikasi) Pelatihan
(Identifikasi)
JST Propagasi Balik
Dokumentasi Alat pinda i
19
1. Identifikasi masalah.
Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari penyusunan penelitian ini.
Masalah yang diidentifikasi bersumber dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Florensa (2005) dengan data masukan berupa angka-angka
hasil ektraksi kayu secara mikroskopis.
2. Studi pustaka.
Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi pengetahuan dasar yang dimiliki
peneliti, sehingga dengan adanya hal ini peneliti dapat menyelesaikan
penelitian ini.
3. Akuisisi data .
Akuisisi data berfungsi untuk pengambilan data sebagai bahan baku
penelitian. Ini dilakukan dengan cara mengambil cira mikroskopis kayu.
4. Pra-proses.
Pra-proses merupakan tindak lanjut dari akuisisi data, dimana citra yang
sudah diambil diolah lagi menggunakan perangkat lunak pengolahan citra.
Kemudian dengan menggunakan Matlab, dari citra tersebut diambil 9
komponen citra. ke -sembilan komponen tersebut, 3 dari citra RGB yaitu
warna merah (R), warna hijau (G), dan warna biru (B). 6 dari citra
grayscale, yaitu Standar deviasi, Energi, Kontras , Homogenitas, Entropy,
dan Derajat keabuan. Komponen-komponen inilah yang akan mejadi data
masukan bagi jaringan syaraf tiruan.
5. Pelatihan dan pengujian
Setelah melalui tahap pra-proses, data tersebut di bagi menjadi dua bagian.
Bagian pertama digunakan sebagai data pelatihan, dan data kedua digunakan
sebagai data uji.
6. JST Propagasi Balik.
Pada proses pelatihan dan pengujian klasifikasi digunakan jaringan syaraf
20
3.2 Teknik Praproses
Sebelum menggunakan teknik dari Haralic, ada beberapa teknik praproses
yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun teknik praproses yang telah
digunakan tersebut adalah :
a) Tanpa praproses
Pada teknik ini, citra yang telah dipotong (RGB) langsung menjadi
masukan bagi jaringan syaraf tiruan. Teknik ini membutuhkan waktu
pelatihan yang sangat lama (18 jam), karena yang menjadi data masuka n
untuk pelatihan adalah citra yang berukuran 250 x 250 pixel (62.500 pixel)
dan 125 x 125 pixel. Dan teknik praproses ini hanya menghasilkan tingkat
pengenalan 4% sampai dengan 7%. Sehingga teknik ini tidak layak untuk
digunakan pada sistem pengenalan jenis kayu berbasis citra pori kayu.
b) Gelombang singkat (wavelet)
Pada dasarnya wavelet digunakan untuk pengolahan citra, namun pada
penelitian ini wavelet digunakan untuk (1) mengecilkan ukuran citra dari
ukuran yang sebenarnya (250 x 250 pixel) tanpa menghilangkan unsur
penting dari citra tersebut. (2) mengambil koefisien citra. Dengan kedua
fungsi wavelet yang digunakan tersebut, ternyata hanya mampu mengenal
40% sampai dengan 45%. Oleh karenanya teknik praproses ini tidak layak
untuk pengenalan jenis kayu berbasis citra pori kayu, meskipun teknik ini
mampu mengurangi data masukan bagi jaringan syaraf tiruan yang
digunakan sebagai pelatihan dan pengujian. Jika jumlah hidden layer
ditingkatkan menjadi 5 lapis, maka teknik ini mampu mengenal hingga
60%.
c) Deteksi tepi (edge detection)
Deteksi tepi yang sudah dilakukan adalah sobel dan prewit. Teknik ini
tidak mengurangi jumlah masukan bagi JST. Karena yang dilakukan hanya
mengubah citra RGB menjadi hitam putih (BW ) dengan memunculkan
pori-pori kayu dan selain por i diabaikan. Sehingga waktu yang digunakan
untuk pelatihan tidak berbeda dengan teknik praproses. Begitu juga
dengan kemampuan untuk mengenal jenis kayu. Teknik inipun tidak cocok
21
Teknik praproses di atas belum mencapai tingkat pengenalan (generalisasi)
yang diinginkan, yaitu diatas 95%. Sehingga perlu adanya teknik yang mampu
memenuhi generalisasi hingga diatas 95%, teknik tersebut adalah teknik analisa
tektur.
Teknik analisa tekstur yang dikemukan Haralic terdiri dari energi, kontras,
homogenitas, dan entropy. Namun setelah dilakukan percobaan, ternyata empat
komponen ini tidak cukup untuk mencapai tingkat generalisasi diatas 95%.
Sehingga dibutuhkan beberapa komponen tambahan sebagai pelengkap untuk
mencapai tingkat generalisasi yang diinginkan. Komponen tambahan tersebut
yaitu tiga unsur dari citra warna (RGB) adalah warna merah (R), warna hijau (G)
dan warna biru (B) dan dua unsur dari citra grayscale adalah derajat keabuan dan
standar deviasi.
Selain kecilnya jumlah data masukan bagi JST, arsitektur jaringan pun
sederhana, yaitu hanya memiliki satu lapisan tersembunyi. Pada penelitian ini
jumlah masukan pada lapisan tersembunyi yang dicoba adalah 9, 18, 24 dan 36
neuron. Angka ini merujuk pada penelitian-penelitian yang menggunakan
algoritma propagasi balik, bahwa jumlah masukan pada lapisan tersembunyi
mendekati jumlah masukan pada lapisan awal. Angka berikutnya (18 dan 36)
diambil dari kelipatan 9. Terkecuali angka 24 yang diambil secara acak.
3.3 Tahap Tatalaksana Pelatihan
Tahap tatalakasana pelatihan (termasuk praproses) bertujuan untuk
mengambil ciri yang dominan dari sebuah citra yang akan digunakan untuk
membentuk model jaringan.Pada penelitian ini, tahap ini dapat dilihat pada
Gambar 10 Bagan tatalaksana pelatihan
kayu Pindai
(scanner)
Citra pori
RGB 250 x 250
pixel
Gray Level 250 x
250 pixel
biru hijau merah
homogenitas kontras
energi
Standar deviasi graylevel
entropy
JST PB
23
1. Kayu diserut
Untuk mendapatkan citra yang baik, maka sebelum di pindai, kayu terlebih
dahulu disrut dengan menggunakan cutter. Caranya adalah sekali serut dan
pisau tidak digesekkan. Bagian yang disrut adalah bagian horizontal dari
[image:47.612.154.484.197.382.2]arah tumbuh pohon. Gambar 11 menunjukkan bagaimana mensrut kayu.
Gambar 11 Bagaimana memotong kayu (www.swst.org)
2. Pindai kayu
Bagian kayu yang sudah diserut diletakkan di atas alat pindai (scanner)
(Gambar 12) untuk diambil bagian yang sudah diserut. Pemindaian citra
dilakukan dengan beberapa pembesaran, resolusi dan ketajaman, ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tujuh tipe pembesaran
Tipe Pembesaran
Dibesarkan (kali)
Resolusi
(dpi) Ketajaman
1 24 50 M edium
2 15 50 Medium
3 24 25 Medium
4 20 50 Ekstrim
5 15 50 Ekstrim
6 10 50 Ekstrim
[image:47.612.221.435.540.691.2]24
Semua tipe tersebut memiliki 256 warna (8 bit). Agar lebih banyak variasi,
maka tiap tipe dipindai sebanyak lima kali. Dimana tiap kali memin dai,
kayu diserut terlebih dahulu. Jumlah seluruhan citra pada semua tipe
pembesaran untuk satu jenis kayu adalah 35 citra. Sehingga total citra
[image:48.612.221.415.176.366.2]yang dipindai untuk lima jenis kayu adalah 175 citra.
Gambar 12 Proses pindai.
[image:48.612.107.505.393.681.2]25
3. Pemotongan citra
Cita yang didapat dari hasil pindai kemudian dipotong (cropping)
berukuran 250 x 250 pixel. Citra yang diambil adalah 25 citra berukuran
250 x 250 pixel. Sebagai contoh :
Ø Kayu ramin pembesaran tipe 1 : 25 citra (250 x 250 pixel). Ø Kayu ramin pembesaran tipe 2 : 25 citra (250 x 250 pixel). Ø Kayu ramin pembesaran tipe 3 : 25 citra (250 x 250 pixel).
Sampai dengan pembesaran tipe 7. Total citra untuk kayu ramin pada
semua tipe pembesaran adalah 25 x 7 = 175 citra.
Hal ini dilakukan juga untuk kayu jabon, meranti, mersawa, dan pulai. Jadi
total citra untuk semua jenis kayu adalah 5 x 25 x 7 = 875 citra.
[image:49.612.241.398.314.472.2]Contoh citra hasil pindai dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Citra hasil cropping (250 x 250 pixel).
4. Pengambilan unsur
Pengambilan unsur dilakukan pada citra RGB dan skala keabuan. Dari
citra RGB diambil unsur merah, hijau, dan biru. Dari citra skala keabuan
diambil unsur entropy, kontras, energi, homogenitas, level, dan standar
deviasi. Perintah pada Matlab untuk mengambil unsur-unsur tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 1.
5. JST PB
Merupakan tahap melatih model-model jaringan yang dianalisa.
6. JST dengan bobot stabil (konvergen)
26
3.4 Tahap Tatalaksana Pengujian
Tahap tatalakasana pengujian (termasuk praproses) bertujuan untuk
mengambil ciri yang dominan dari sebuah citra yang akan digunakan untuk
menguji model jaringan yang sudah terbentuk. Tahap ini dilihat pada Gambar 15.
Sama seperti pada tatalaksana pelatihan. Namun pada langkah lima, data
langsung masuk ke dalam NN yang sudah dimodelkan pada tatalaksana pelatihan.
Seterusnya data dapat atau tidak diidentifikasi.
3.5 Bahan dan Alat
Bahan dari penelitian ini adalah potongan kayu sebanyak lima jenis kayu.
Sedangkan alat yang digunakan adalah :
1. Pemotong kayu yang berfungsi untuk men-serut kayu.
2. Komputer dengan spesifikasi Pentium 4, memori 512, harddisk 40 GB.
3. Alat pindai (scanner) dengan merk hp tipe psc 1210.
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2005 hingga April 2006, dan tempat
pengambilan data adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.
Data diolah di lab masgister ilmu komputer Institute Pertanian Bogor.
3.7 Jadwal Penelitian
Gambar 15 Bagan tatalaksana pengujian
kayu Pindai
(scanner) Citra pori
RGB 250 x 250
pixel
Gray Level 250
x 250 pixel
biru hijau merah
homogenitas kontras
energi
Standar deviasi graylevel
entropy
NN JST PB model dgn bobot
konvergen
28
BAB 4 DISAIN MODEL
4.1 Pembentukan Model dan Pencocokan Pola
Pembentukan model dan pencocokan pola dilakukan menggunakan JST
Propagasi Balik (Backpropagation). Menggunakan arsitektur Multi Layer
Perceptron dengan satu lapisan tersembunyi (Gambar 16). Fungsi pada Matlab
yang digunakan untuk membangun jaringan ini adalah :
Net = newff(minmax(p),[hidden,second],
{transFunc,transFunc},tr);
Dimana,
Minmax(p) : Matriks berukuran px2 yang berisi nilai minimum dan
maksimum, dengan p adalah jumlah variabel input. Hidden : Jumlah hidden neuron
Second : Jumlah output layer, sama dengan banyaknya jenis kayu yang
akan diidentifikasi
transFunc : Fungsi aktivasi jaringan, menggunakan sigmoid biner.
[image:52.612.83.502.243.676.2]tr : Fungsi pelatihan untuk bobot, menggunakan ‘traincgp’
Gambar 16 Model arsitektur multilayer perceptron. Energi
Homogeni t as
Mer ah (R)
Hi j au (G)
Bi r u ( B) Ent ropy
Level
St d Deviasi Kont r as
h1 h2 hn b1 b2 n
[ 0, 1] kayu 1
[ 0, 1] kayu 2
[ 0, 1] kayu 3
[ 0, 1] kayu 4
29
Jumlah neuron pada lapisan output sama dengan jumlah jenis kayu yang
akan diidentifikasi. Sedangkan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi yang
digunakan adalah 9, 18, 24 dan 36.
Inisialisasi bobot awal telah dilakukan oleh fungsi di atas (newff) dan
fungsi aktivasi adalah sigmoid biner (fungsi Matlab menggunakan Logsig). Penggunaan sigmoid biner sesuai untuk pengenala n dengan selang berada antara 0
dan 1. Dilihat secara matematis, sigmoid biner jauh lebih cepat dibanding dengan
sigmoid bipolar karena operasi yang dilakukan jauh lebih sedikit. Fungsi
pelatihan menggunakan fungsi traincgp. pada penelitian, fungsi traincgp
memiliki waktu pelatihan tercepat dibanding fungsi lainya.
Target menggunakan nilai 1 untuk yang sesuai dan 0 untuk yang tidak sesuai
dengan jenis kayu. Toleransi galat (mse) yang digunakan adalah 1e-7 dan 1e-12.
Laju pembelajaran adalah 0.1. Jumlah epoc h maksimal adalah 2800. Perintah
Matlab secara lengkap untuk pembangunan jaringan sampai pelatihan dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Selanjutnya dilakukan pengujian (simulasi) pada jaringan yang sudah
dilatih, dengan menggunakan perintah Matlab sebagai berikut :
hasil = sim (net1train, uji);
4.2 Pembuat Keputusan
Pembuat keputusan dilakukan dengan metode nilai maksimum dan harus
lebih besar dari 0.9 untuk data yang dikenali. Jika neuron output ke-n merupakan
neuron yang memiliki nilai maksimum dan lebih besar atau sama dengan 0.9
maka data tersebut dikenali sebagai jenis kayu ke-n. Sebagai contoh, jika neuron
output kedua bernilai lebih besar atau sama dengan 0.9, dan yang lainnya nol atau
mendekati nol, maka data masukan tersebut dikenal sebagai jenis kayu ke dua .
4.3 Data Teknis
Data teknis terdiri dari data teknis struktur citra kayu pemindaian (Tabel 2),
data teknis jaringan yang dimodelkan (Tabel 3) dan data teknis definisi target
30
Tabel 2 Struktur pemindaian citra kayu
No. Scanner Tipe Color Scale ( %) DPI Sharpen
1 Tipe 1 256 2.400 50 Medium
2 Tipe 2 256 1.500 50 Medium
3 Tipe 3 256 2.400 25 Medium
4 Tipe 4 256 2.000 50 Extreme
5 Tipe 5 256 1.500 50 Extreme
6 Tipe 6 256 1.000 50 Extreme
[image:54.612.148.504.287.504.2]7 Tipe 7 256 1.000 100 Extreme
Tabel 3 Struktur JST-PB yang dimodelkan
Karakteristik Spesifikasi
Arsitektur 1 lapisan tersembunyi
Neuron input Hasil ekstraksi ciri RGB dan Gray Level
Neuron tersembunyi 9, 18, 24, 36
Neuron output Sejumlah jenis kayu yang akan dikenali
Fungsi aktivasi Sigmoid biner
Toleransi galat 1e-7 dan 1e-12
Laju pembelajaran 0,1
Jumlah epoch 2.800
Sampel pembelajaran tiap kayu pada tiap tipe 20 citra
Sampel pengujian tiap kayu pada tiap tipe 5 citra ukuran 250 x 250 pixel
Tabel 4 Definisi target
No. Target Representasi Kayu
1 1 0 0 0 0 Kayu Jabon
2 0 1 0 0 0 Kayu Meranti
3 0 0 1 0 0 Kayu Mersawa
4 0 0 0 1 0 Kayu Pulai
31
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Tahap Praproses (Preprocessing)
Percobaan yang telah dilakukan adalah tahap praproses yang meliputi
akuisisi data digitasi citra pori kayu menjadi 250 x 250 pixel, duplikasi tiap citra
menjadi bertipe RGB dan grayscale, pengambilan unsur RGB melalui citra RGB,
pengambilan unsur entropy, kontras, energi, homogenitas, gray level, dan standar
deviasi melalui citra grayscale. Sehingga dengan teknik ini ukuran dan posisi
(rotasi) citra tidak bermasalah.Citra pelatihan dan pengujian memiliki ukuran
yang sama yaitu 250 x 250 pixel.
5.2 Pelatihan dan Pengujian
Pada proses pelatihan, JST akan menyesuaikan tiap bobot yang ada untuk
mencapai tingkat konvergen, sehingga terbentuk model referensi bagi pola
lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan bergantung dengan jumlah input
pada JST. Sehingga semakin besar jumlah input semakin besar waktu yang
dibutuhkan untuk me ncapai tingkat konvergen. Dengan demikian dibutuhkan
reduksi jumlah input dengan berbagai cara.
Pelatihan dan pengujian menggunakan 4 macam jumlah neuron pada hidden
layer, yaitu 9, 18, 24 dan 36 neuron. Tingkat pembelajaran (learning rate) adalah
0.1. Jumlah epoch maksimum adalah 2.800. Gambar proses pembelajaran dapat
dilihat pada Lampiran 4 s/d Lampiran 10. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
semakin kecil jumlah epoch, maka waktu pelatihan semakin cepat. Bentuk grafik
yang landai menunjukkan lambatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen,
sedangkan bentuk grafik yang menukik tajam menunjukkan cepatnya perubahan
bobot untuk mencapai konvergen.
A. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 1
Ekstraksi ciri citra tipe 1 menggunakan citra dengan pembesaran 24,
resolusi 50, dan ketajaman medium. Waktu latih dalam proses
pembelajaran pada ke-empat tipe hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE
32
rata-rata lebih kecil dari 2.5 detik. Waktu uji pada MSE 7 dan MSE
1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7
adalah rata-rata lebih kecil dari 70 epoch, dan pada MSE 1e-12 rata-rata
lebih kecil dari 150 epoch. Generalisasi pada MSE 1e7 dan pada MSE 1e
-12 adalah rata-rata 100%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 1.
Hidden
Layer MSE Epoch Dikenal
Generalisasi (%) Waktu Latih (detik) Waktu Uji (detik)
1e-7 60 25/25 100 1.1090 0.0160
9
1e-12 112 25/25 100 1.7650 0
1e-7 54 25/25 100 0.9060 0
18
1e-12 68 25/25 100 1.0160 0.0160
1e-7 39 25/25 100 0.6250 0
24
1e-12 147 25/25 100 2.4380 0.0150
1e-7 67 25/25 100 1.4530 0.0150
36
1e-12 100 25/25 100 1.7500 0.0160
B. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 2
Waktu proses pembelajaran dengan hidden layer (9, 18, 24, 36) dan
toleransi galat 1e -7 adalah rata-rata lebih kecil dari 2.1 detik, sedangkan
pada toleransi galat 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 2.5 detik. Waktu
uji pada toleransi galat 1e-7 dan 1e-12 adalah lebih kecil dari 0.1 detik.
Jumlah epoch pada toleransi galat 1e-7 adalah maksimum 130 epoch, dan
pada toleransi galat 1e-12 maksimum 108 epoch. Generalisasi pada MSE
1e-7 adalah rata-rata 100% dan pada MSE 1e-12 adalah rata-rata 100%.
[image:56.612.159.480.213.444.2]33
Tabel 6 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 2.
Hidden
Layer MSE Epoch Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7 130 25/25 100 1.8440 0
9
1e-12 108 25/25 100 2.4530 0.0310
1e-7 94 25/25 100 1.4070 0
18
1e-12 70 25/25 100 1.1250 0
1e-7 93 25/25 100 1.6720 0
24
1e-12 101 25/25 100 1.7030 0
1e-7 104 25/25 100 2.0620 0.0160
36
1e-12 117 25/25 100 2.2030 0
C. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 3
Data pelatihan dan pengujian dengan pembesaran tipe 3 antara lain, waktu
proses pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e -7
dan MSE 1e -12 adalah masing-masing lebih kecil dari 2.7 detik. Jumlah
epoch pada MSE 1e -7 adalah maksimum 121 epoch, dan pada MSE 1e-12
maksimum 214 epoch. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan MSE 1e-12 adalah
lebih kecil dari 0.1 detik. Generalisasi pada MSE 1e-7 adalah
masing-maing 92%, 96%, 96%, 96%. Pada MSE 1e-12 adalah masing-masing
34
Tabel 7 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 3.
Hidden
Layer MSE Epoch Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7 82 23/25 92 1.4690 0
9
1e-12 124 25/25 100 2.5470 0.0310
1e-7 78 24/25 96 1.3440 0.0150
18
1e-12 113 23/25 92 1.8750 0
1e-7 121 24/25 96 2.0320 0
24
1e-12 214 24/25 96 3.6720 0.0310
1e-7 89 24/25 96 1.6250 0.0150
36
1e-12 133 23/25 92 2.4220 0.0160
D. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 4
Waktu latih dalam proses pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36)
dengan MSE 1e-7 dan MSE 1e -12 adalah rata-rata kurang dari 2 detik.
Waktu uji pada MSE 1e-7 dan MSE 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari
0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7 dan MSE 1e-12 adalah maksimal
100 epoch.. Generalisasi pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah
35
Tabel 8 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 4.
Hidden
Layer MSE Epoch Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7 45 25/25 100 1.5940 0.0320
9
1e-12 64 25/25 100 1.8430 0.0470
1e-7 97 25/25 100 1.6250 0.0160
18
1e-12 100 25/25 100 1.7340 0
1e-7 57 25/25 100 0.9370 0.0160
24
1e-12 79 25/25 100 1.2660 0
1e-7 68 25/25 100 1.2500 0
36
1e-12 90 25/25 100 1.6570 0
E. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 5
Ekstraksi ciri citra tipe 5 menggunakan citra dengan pembesaran 15,
resolusi 50, dan ketajaman extreme. Waktu latih dalam proses
pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e-7 dan pada
MSE 1e-12 adalah maksimal 2.4 detik. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan
pada MSE 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch
pada MSE 1e -7 dan pada MSE 1e-12 adalah maksimal 115 epoch.
Generalisasi pada MSE 1e-7 adalah masing-masing 96% , 96% , 96% ,
100%. Pada MSE 1e-12 adalah rata-rata 96%. Selengkapnya dapat dilihat
36
Tabel 9 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 5.
Hidden
Layer MSE Epoch Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7 63 24/25 96 1.8910 0.0470
9
1e-12 82 24/25 96 2.0940 0.0470
1e-7 44 24/25 96 0.7820 0
18
1e-12 64 24/25 96 1.1250 0.0150
1e-7 80 24/25 96 1.4380 0
24
1e-12 100 24/25 96 1.6400 0
1e-7 101 25/25 100 2.0940 0
36
1e-12 115 24/25 96 2.3280 0
F. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 6
Ekstraksi ciri citra tipe 6 menggunakan citra dengan pembesaran 10,
resolusi 50, dan ketajaman extreme. Waktu latih dalam proses
pembelajaran pada ke-empat tipe hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE
1e-7 adalah maksimum 5.4 detik, dan pada MSE 1e-12 adalah maksimum
2.3 detik. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah rata-rata
lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7 adalah maksimum
236 epoch, dan pada MSE 1e -12 adalah maksimum 89 epoch.
Generalisasi pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e -12 adalah rata-rata 100%.
37
Tabel 10 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 6.
Hidden
Layer MSE Epoch Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7 67 25/25 100 2.1250 0.0310
9
1e-12 89 25/25 100 2.3120 0.0310
1e-7 32 25/25 100 0.6090 0.0160
18
1e-12 53 25/25 100 0.8440 0.0160
1e-7 74 25/25 100 1.2350 0.0310
24
1e-12 89 25/25 100 1.4530 0
1e-7 236 25/25 100 5.4690 0
36
1e-12 70 25/25 100 1.2650 0.0160
G. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 7
Ekstraksi ciri citra tipe 7 menggunakan citra dengan pembesaran 10,
resolusi 100, dan ketajaman extreme. Waktu latih dalam proses
pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e -7 adalah
maksimum 2.5 detik, dan pada MSE 1e -12 adalah maksimum 3 detik.
Waktu uji pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil
dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7 adalah maksimum 84 epoch,
dan pada MSE 1e-12 maksimum 107 epoch. Generalisasi pada MSE 1e-7
adalah 84%, 80%, 76%, 76%, dan pada MSE 1e-12 adalah 88%, 84%,
[image:61.612.158.480.93.331.2]38
Tabel 11 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 7.
Hidden
Layer MSE Epoch Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7 77 21/25 84 2.5160 0.0310
9
1e-12 105 22/25 88 3.0310 0.0310
1e-7 67 20/25 80 1.5470 0
18
1e-12 88 21/25 84 1.7660 0.0150
1e-7 76 19/25 76 1.5790 0.0160
24
1e-12 102 19/25 76 1.7820 0.0160
1e-7 84 19/25 76 2.1720 0
36
[image:62.612.159.480.92.334.2]39
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan hingga mendapatkan hasil yang cukup
memuaskan, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat peneliti berikan,
1. Teknik ekstraksi ciri dari citra dengan mengambil unsur RGB yaitu warna
merah (R), warna hijau (G) da n warna biru (B) dari citra RGB, dan Enam
unsur dari citra grayscale yaitu entropy, kontras, energi, homogenitas,
level, dan standar deviasi, mampu mengidentifikasi jenis kayu dengan
sangat baik.
2. Data masukan yang bersumber dari unsur RGB dan skala keabuan mampu
menekan waktu pelatihan dan waktu uji.
3. Analisa tekstur dari Haralic ditambah lima unsur lainnya menjadikan
arsitektur JST menjadi lebih sederhana.
4. Teknik praproses, tanpa praproses, gelombang singkat (wavelet), deteksi
tepi (edge detection), tidak cocok digunakan pada penelitian ini.
6.2 Saran
Beberapa saran yang dianggap cukup penting bagi peneliti selanjutnya,
adalah, Perlu diperbanyak jumlah jenis kayu yang akan diidentifikasi, sehingga
semakin terlihat kehandalan model yang dirancang. Penting untuk diperhatikan
mengenai tingkat kekeringan kayu saat di pindai. Begitupun dengan pelatihan
perlu diperbanyak jumlah citranya. Selain itu dari segi alat, perlu dicoba dengan
alat pindai dari merk dan tipe lain, selain yang digunakan pada penelitian ini,
sehin gga akan tampak pengaruh alat yang digunakan dengan tingkat generalisasi
yang dihasilkan. Untuk mempermudah pengujian, maka perlunya dibuat suatu
40
DAFTAR PUSTAKA
Bond B. and Hamner P. Wood Identification for Hardwood and Soft wood Species Native to Tennese. http://www.utextension.utk.edu/
Burrus, C.S. Gopinath R.A., Guo, H. 1998, Introduction to Wavelets and Wavelet Transforms A Primer, International Edition, Prentice-Hall International, Inc.
Fausett, L. 1994, Fundamentals Of Neural Network Architectures : Algorithm and Applications, Prectice-Hall, Inc.
Florensa Rosani Br Purba, 2005. Rekayasa Sistem Neuro-Fuzzy untuk Identifikasi Jenis Kayu Bangunan dan Furniture. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Gonzalez R.C., Wood, R.E. 2002, Digital Image Processing, Second Edition, Prentice Hall, Inc.
Haralick, RM., K. Shanmugam and Itshak Dinstein. 1973, Textural Features For Image Classification, IEEE Transaction On System, Man and Cybernetics. Vol 3, No. 6.
Jain, Ramesh. 1995,Machine Vision, McGraw-ill.
Mandang, Y.L. dan Pandit, I.K.N. 2002. Seri Ma