• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSPA PKPA Medan (Studi Etnografi PKPA Dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "PUSPA PKPA Medan (Studi Etnografi PKPA Dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan)"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

PUSPA PKPA Medan

(Studi Etnografi PUSPA PKPA Dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Oktober 2013

(3)

ABSTRAK

Theresha Meilani, 2013. Judul skripsi: PUSPA PKPA Medan (Studi Etnografi PKPA dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab. 161 halaman, 9 tabel,3 bagan, dan 22 gambar.

Tulisan ini mengkaji mengenai sebuah lembaga swadaya masyarakat yakni PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) di Kota Medan yang telah berdiri sejak tahun 1996. Lembaga ini merupakan lembaga yang memberikan perlindungan kepada anak yang membutuhkan perlindungan hukum baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku.

Penelitian ini dilakukan di LSM PKPA pada unit layanan PUSPA (Pusat Pengaduan Anak) di Kota Medan. Salah satu implementasi isu penanganannya kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Setiap tahunnya angka korban anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di Kota Medan semakin meningkat.

Metode penulisan secara etnografi yang bersifat kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Penulisan dilakukan secara holistik berdasarkan informasi dan penjelasan dari staf PKPA dan korban serta keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga baik secara lisan maupun tulisan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada staf PKPA yang memiliki pengetahuan terkait masalah penelitian dan juga dari anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga, studi pustaka, dan pengumpulan data-data kasus dalam dokumen PKPA.

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak yang dilakukan oleh PUSPA PKPA dan apa bentuk perlindungan kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh PUSPA PKPA. Hasil dari penelitian di lapangan menujukan bahwa PUSPA PKPA memberikan perlindungan kepada setiap anak korban kekerasan baik penyelesaian bentuk secara kekeluargaan maupun hukum sampai anak benar-benar merasa aman dan terhidar dari ancaman pihak pelaku kekerasan. Kesimpulannya adalah keberadaan PKPA di Kota Medan mempermudah anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melapor serta korban juga bisa mendapatkan pendampingan dan perlindungan hukum untuk melindungi korban dari ancaman dan tindak lanjut pelaku. Berdasarkan pengalaman di lapangan anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga kerap mengalami ketakutan, benci, trauma, kecacatan, dan dapat menyebakan korban meninggal.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis pantjatkan kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang kasihNya selalu penulis rasakan dalam setiap detik nafas kehidupan dan segala pergumulan dalam hidup yang ku jalani dan sampai skripsi ini bisa penulis selesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Antropologi Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah PUSPA PKPA (Studi Etnografi PUSPA PKPA Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga

terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan). Penulis menyadari masih banyak kesalahan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis sangat berterimakasih saran dan kritik yang tentunya bertujuan untuk penyempurnaan skripsi.

(5)

Terkhusus buat abang dan adik penulis yang terkasih Julius Hutagaol, Theresia Meilana Hutagaol, dan Natalia Paro Ulima Hutagaol yang selalu sabar dan memberi canda tawa di saat penulis dalam beban berat. Terima kasih kepada abang dan adikku.

Selama penulisan skripsi, penulis banyak menerima bantuan baik dari segi moral dan materiil, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimaksih yang tak terhingga dan mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang menjadi inspirasi penulis dan biarlah untuk tetap bekarya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.Sabariah Bangun, M.Soc.SC selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan waktu dan memberikan ide dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih atas seluruh kebijaksanaan, bimbingan, ketulusan, kesabaran, dan kesediaan beliau dalam penulisan skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ermansyah, M.Hum selaku ketua penguji dan Ibu Nuriza Dora, M.Si selaku penguji skripsi saya, terima kasih atas masukan dan saran dari bapak dan ibu agar skripsi saya jauh lebih baik lagi. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr. Badaruddin M.Si sebagai Dekan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. Kepada Ketua Departemen Antropologi Sosial Bapak Fikarwin Zuska yang memberikan ilmu, arahan, dan nasehat kepada penulis dan Bapak Agustrisno, M.SP selaku Sekretaris Departemen Antropologi yang memberika dukungan dan motivasi selama perkuliahan.

(6)

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih kepada Staf Administrasi Departemen Antropologi Sosial Kak Nur dan Kak Sopi. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada staf PKPA terkhusus Abang Misran (Deputi Direktur Bidang Program), Kak Emi (Koordinator PUSPA PKPA), Kak Wiwik (Staf Litigasi PUSPA PKPA), Kak Liza (Manajer Kantor) Bang Ismail, dan Bang Ramlan, Kak Ema, Bang Yuda, Bang Iwan, Bang Andi, Kak Lia, Kak Vita, Kak Umi, Bang Lastok, Kak Ijur, Kak Ratih, Kak Yana, Kak Kemal, Alfi, Eko, Bang Anto, Bang Mahlil, Bang Ali, serta teman-teman lainnya di PKPA yang peneliti tidak sebutkan dan mahasiswa PKL dari Kesos USU 2010 Helen dan David yang telah memberikan kontrisbusi, menjawab segala pertanyaan penulis, membantu penulis menyelesaikan skripsi dan mengizinkan penulis meneliti anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga guna menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih Kak Wiwik dan Kak Emi khusunya yang telah membantu penulis serta Bang Ismail yang memberikan izin penulis untuk selalu di perpustakaan. Dari PKPA ini penulis mulai banyak belajar tentang rasa percaya diri dan pertemanan.

Semua yang menjadi informan penulis Kak Astuti, Dita, Ranjani, Ibu Sita, Wiwit dan Ibu Asna yang terbuka untuk menceritakan segala sesuatu yang tidak penulis ketahui dan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi penulis dan mau menerima penulis yang dulunya orang asing menjadi anak dan teman adik-adik. Sehingga penulis mempunyai semangat juga untuk mencari informasi dan kelengkapan data yang akhirnya selesailah skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih.

(7)

Bornado Siregar, Bang Akwila Sihite, Bang Frankie Sitorus, Mesda Nababan, Rina Silaen, Faisal R.S, dan Hud Firmansyah. Terima kasih Tuhan mereka kau hadirkan yang telah mendoakan mendukung, mendoakan, mendengar/berbagi cerita suka dan duka, tangis, dan tawa sehingga penulis tetap semangat dan berjuang, terima kasih atas waktu, kasih sayang kalian. Biarpun esok kita tidak bersama lagi kita selalu saling mendoakan dan biarlah pertemanan yang telah kita rajut tetap erat dan semakin baik.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat perjuangan stambuk 2009, Yohana Pamella, Alkindi Harley, Endang P.S, Marlina, Intan, Lita, Rianda, Creysant, Abdul, Sentani, Rona, Rara, Kiko, Yayuk, Halimah Elisa, dan teman lainnya. Buat abang senior Bang Heri Manurung, Bang Darwin Tambunan, Bang Sandrak Manurung, Bang Palty Simanjuntak, Bang Kalvin Napitupulu, Bang Nelson Siahaan dan kawan-kawan. Tetap semangat buat anak Antro kedepannya.

Akhir kata, atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mendoakan semoga kasih dari Tuhan Yesus Kristus selalu memberikan kelimpahan kasih dan berkatnya kepada kita dan semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua. God Bless Us.

Medan, Oktober 2013 Penulis

(8)

Riwayat Hidup

Theresha Meilani, lahir pada tanggal 23 Mei 1990 di Muara Bulian, Jambi. Anak kedua dari 4 (empat) bersaudara dari pasangan Bapak C.M.Hutagaol,S.Pd dan Ibu N.Marpaung,A.Md. Alamat email

thereshameilani@yahoo.co.id. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD YKPP No.1 Bajubang tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Batanghari tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Batanghari tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara dengan spesifikasi ilmu Antropologi Sosial. Prestasi yang diperoleh selama masa perkuliahan, yaitu menperoleh beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012 .

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi, antara lain :

 Mengikuti “Roadshow Film Dokumenter dan Diskusi Publik Crossing

Boundaries” pada tahun 2010.

 Mengikuti Seminar dan diskusi publik “Kota-kota di Sumatera: Enam

Kisah Kewarganegaraan dan Demokrasi” pada tahun 2012.

 Mengikuti Pelatihan “Training of Facilitator” angkatan I oleh Departemen

(9)

 Mengikuti Pelatihan Sekolah Feminis untuk Kaum Muda #4 oleh

Perempuan Marhadika pada tahun 2012.

 Mengikuti Proyek Survei Pemetaan Etnis Tionghoa di Belawan pada tahun

2012.

 Mengikuti Proyek Survei Publik Sosialisai Program Kependudukan dan

Keluarga Berencana Oleh Cika Indonesia pada tahun 2012

 Mengikuti Proyek Survei Pendapat Umum terhadap Nilai Empat Pilar

Berbangsa dan Bernegara Oleh Prisma Resource Centre LP3ES pada tahun 2012

 Menjadi Relawan PKPA April-Sekarang 2013

 Mengikuti Seminar Lindungi Anak dari Bahaya Internet oleh PKPA pada

tahun 2013

 Mengikuti kegiatan Jambore Anak Se Sumatera Utara oleh Pemrovsu pada

tahun 2013.

 Mengikuti Acara Penganugerahan Festival Film Anak Sumatera Utara oleh

Pemrovsu dan PKPA pada tahun 2013

 Mengikuti Proyek Kuesioner Survei Publik “Brand dan Reputasi Pertamina

2013” oleh Cipta Karsa Indonesia (Cika Indonesia) pada tahun 2013.  Mengikuti Proyek Kuesioner Survei CSR “Brand dan Reputasi Pertamina

(10)

KATA PENGANTAR

Judul skripsi adalah “PUSPA PKPA Medan” (Studi Etnografi PUSPA PKPA Dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap

Anak (KDRTA) Di Kota Medan). Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara dengan staff PKPA Medan dan korban serta keluarga korban kekerasan anak dalam rumah tangga di Medan, serta studi pustaka dan pendataan jumlah korban anak kasus kekerasan di rumah tangga dalam tiga tahun terakhir. Skripsi ini membahas tentang sebuah lembaga perlindungan anak di Kota Medan yakni PKPA yang menjadi sebuah wadah pengaduan anak dalam salah satu isu kekerasan anak dalam rumah tangga. Pembahasan tersebut di khususkan kepada penyelesaian kasus kekerasan anak dalam rumah tangga dan upaya perlindungan anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang diberikan oleh PKPA.

(11)

Penyelesaian setiap kasus anak saya juga tanyakan kepada keluarga dan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi informan saya.

Pada tulisan ini, saya juga membuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran seperti pedoman wawancara, surat penelitian, serta kisah salah satu anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

Saya yakin akan adanya kekurangan dari skripsi ini, sehingga saya akan dengan senang hati menerima saran, masukan, dan kritikan agar terciptanya suatu skripsi yang baik dan berguna bagi masyarakat. Demikian pengantar dari saya, semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2013

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... Halaman Pengesahan ...

Pernyataan Originalitas ... i

Abstrak ... ii

1.2.3. Sepuluh Prinsip Tentang Hak Anak Menurut Deklarasi ... 26

1.2.4. Perlindungan Anak ... 27

1.2.5. Undang-undang Penghapusan KDRT ... 28

1.3. Perumusan Masalah ... 32

BAB II GAMBARAN UMUM KEKERASAN DAN PKPA 2.1. Kekerasan Anak di Kota Medan ... 41

2.2. Berdirinya Lembaga Perlindungan Anak di Indonesia ... 43

2.3. Sejarah Berdirinya PKPA ... 45

2.4. Kerjasama PKPA ... 54

2.5. Divisi dan Layanan PKPA ... 58

2.6. Kebijakan PKPA dan PUSPA PKPA ... 66

2.7. Pendampingan dan Pembelaan yang Diberikan PKPA... 70

BAB III PUSPA PKPA DALAM MENYELESAIKAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP ANAK ... 3.1. PUSPA PKPA ... 73

3.2. Penanganan Kasus Oleh PUSPA PKPA ... 76

(13)

3.3.1. Kekerasan Fisik ... 81

3.6. Kekerasan Anak Dalam Rumah Tangga Tahun 2013 ... 103

3.6.1. Kasus Penganiayaan ... 103

3.6.2. Kasus Pencabulan ... 108

3.6.3. Kasus Pencabulan ... 110

3.6.4. Kasus Kekerasan Ekonomi/Traficking ... 116

BAB IV BENTUK PERLINDUNGAN PUSPA PKPA KEPADA ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ... 4.1. Perlindungan Anak Saat Mengadu ... 125

4.1.1. Perlindungan Saat Pemulangan Korban ... 125

4.2. Tindak Lanjut PUSPA Setelah Pemulangan Korban ... 128

4.2.1. Melakukan Monitoring Penyuluhan Kepada Keluarga ... 128

4.2.2. Menyatukan Korban dengana Keluarga ... 128

4.2.3. Memastikan Korban untuk Dapat Kembali ke Sekolah ... 128

4.2.4. Mengikutsertakan Korban Dalam Hal Berbagai Kegiatan ... 129

4.3. Hambatan yang Pernah Dirasakan PUSPA PKPA ... 130

4.4. Penyelesaian Hambatan ... 132

4.5. Kegagalan Kasus yang Dialami PUSPA PKPA ... 134

4.6. Hubungan PUSPA dan Pemerintah ... 135

4.6.1. Hubungan PUSPA PKPA dengan Lembaga Anak di Medan 135 4.6.2. Hubungan PUSPA PKPA dengan Keluarga Pelapor ... 136

4.7. PUSPA PKPA Dalam Memandang UU Penghapusan KDRT ... 136

(14)

DAFTAR TABEL

TABEL 1: Kekerasan Anak Pada Januari –Mei 2002……….. 19 TABEL 2:

TABEL 3:

TABEL 4: TABEL 5: TABEL 6:

TABEL 7:

TABEL 8:

TABEL 9:

Lokasi Kekerasan Terjadi...…….. Bentuk-Bentuk Kekerasan Berdasarkan Jumlah Kasus Tahun 2010 ... Staf PKPA ... Lembaga Anak di Kota Medan ... Bentuk Kekerasan Dalam rumah Tangga Terhadap Anak Tahun 2011 ... Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Anak Tahun 2012 ... Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Anak Tahun 2013 ... Kegiatan Tahunan PUSPA 2012 ...

20

21 61 66

86

95

(15)

DAFTAR BAGAN

BAGAN 1: Tahap Penanganan Kasus………... 78 BAGAN 2:

BAGAN 3:

Tahap Rujukkan Untuk Korban ...……….. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga ...

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Fenomena Gunung Es..………. 10

Gambar 2 : Kantor PKPA ...………. 48

Gambar 3 : Logo PKPA.……... 50

Gambar 4 : Perpustakaan PKPA ....………. 58

Gambar 5 : Kegiatan di Perpustakaan Kliping Koran .…………... 58

Gambar 6 : Warung Kak Astuti ... ………... 90

Gambar 7 : Anak Bungsu Kak Astuti ..………... 90

Gambar 8 : Helena Setelah Meninggal ………...…… 106

Gambar 9 : Helena Setelah Meninggal .……….. 106

Gambar 10 : Peneliti, Dita, dan Teman Peneliti ...………..… 115

Gambar 11 : Korban dan Pelaku trafficking Saat di Pengadilan..…... 119

Gambar 12 : Kak Wiwik (PKPA) dan Ibu Sri (BAPAS)…………... 120

Gambar 13 :Slogan atau Poster KDRTA Medan ...… 138

Gambar 14 : Pembicara Seminar Seputar Perlindungan Anak…... 143

Gambar 15 : Acara Buka Bersama ...…….…………... 144

Gambar 16 : Penyalaan Api Unggun Jambore Anak Sumut…………. 146

Gambar 17 : Lomba Lukis Jambore Anak Sumut Tingkat SD ...…… 146

Gambar 18 : Dagdut Caesar Anak Jambore ...………….. 146

Gambar 19 : Ibu Gatot dan Penari SKA ...… 148

Gambar 20 : PKPA dan Finalis Festival Film Anak (FFA) ...… 148

Gambar 21 : Foto Bersama Ibu Gatot, Panitia PKPA, dan Finalis FFA………... 148

(17)

LAMPIRAN

(18)

ABSTRAK

Theresha Meilani, 2013. Judul skripsi: PUSPA PKPA Medan (Studi Etnografi PKPA dalam Melindungi Korban Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak (KDRTA) di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 Bab. 161 halaman, 9 tabel,3 bagan, dan 22 gambar.

Tulisan ini mengkaji mengenai sebuah lembaga swadaya masyarakat yakni PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) di Kota Medan yang telah berdiri sejak tahun 1996. Lembaga ini merupakan lembaga yang memberikan perlindungan kepada anak yang membutuhkan perlindungan hukum baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku.

Penelitian ini dilakukan di LSM PKPA pada unit layanan PUSPA (Pusat Pengaduan Anak) di Kota Medan. Salah satu implementasi isu penanganannya kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Setiap tahunnya angka korban anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di Kota Medan semakin meningkat.

Metode penulisan secara etnografi yang bersifat kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Penulisan dilakukan secara holistik berdasarkan informasi dan penjelasan dari staf PKPA dan korban serta keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga baik secara lisan maupun tulisan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada staf PKPA yang memiliki pengetahuan terkait masalah penelitian dan juga dari anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga, studi pustaka, dan pengumpulan data-data kasus dalam dokumen PKPA.

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak yang dilakukan oleh PUSPA PKPA dan apa bentuk perlindungan kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh PUSPA PKPA. Hasil dari penelitian di lapangan menujukan bahwa PUSPA PKPA memberikan perlindungan kepada setiap anak korban kekerasan baik penyelesaian bentuk secara kekeluargaan maupun hukum sampai anak benar-benar merasa aman dan terhidar dari ancaman pihak pelaku kekerasan. Kesimpulannya adalah keberadaan PKPA di Kota Medan mempermudah anak dan keluarga anak korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melapor serta korban juga bisa mendapatkan pendampingan dan perlindungan hukum untuk melindungi korban dari ancaman dan tindak lanjut pelaku. Berdasarkan pengalaman di lapangan anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga kerap mengalami ketakutan, benci, trauma, kecacatan, dan dapat menyebakan korban meninggal.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tulisan ini mendiskripsikan tentang lembaga perlindungan anak yang berada di kota Medan yakni Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) di Jalan Abdul Hakim No.5A Pasar 1 Setia Budi Medan, yang memberikan perlindungan pada anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti juga memilih lokasi LSM PKPA karena merupakan salah satu lembaga perlindungan anak di kota Medan yang telah lama berdiri sejak tahun 1996 dan telah banyak menangani kasus anak dan perempuan dalam realita kehidupan, peneliti tergabung pada unit layanan PUSPA (Pusat Pengaduan Anak) PKPA yang salah satu implementasi kerjanya kepada isu kekerasan anak dalam rumah tangga. Alasan peneliti memilih judul ini karena peneliti tertarik untuk meneliti sebuah fenomena nyata kekerasan kepada anak yang tampak kecil tetapi meluas.

(20)

bertambah menyebabkan kasus kriminalitas selalu terjadi setiap harinya disebabkan oleh sempitnya lapangan pekerjaan, sehingga berdampak pada angka pengangguran yang semakin tinggi, angka kemiskinan yang semakin tinggi, dan rendahnya tingkat pendidikan karena tidak ada biaya untuk bersekolah. Akibat yang didapat dari pertambahan penduduk tersebut, orangtua maupun anak-anak terpaksa mengambil segala cara untuk menafkahi keluarga maupun diri sendiri.

Keterpurukan dalam perekonomian keluarga, orang tua acap kali melampiaskan amarahnya terhadap anggota keluarga yakni anak. Anak dianggap sebagai pelampiasan yang tepat karena orangtua merasa anaklah yang menjadi beban hidup mereka dan anak belum mengerti mengenai persoalan peliknya kehidupan yang dihadapi orangtuanya, seperti kasus ibu dari keluarga miskin di Pulau Nias yang membantai lima anaknya dan tiga diantaranya tewas dan dua lagi kritis1, kasus kekerasan fisik pada anak yang terjadi pada keluarga miskin di Nias disebabkan karena kemiskinan. Biasanya keluarga yang hidup dalam kemiskinan memaksa anak untuk bekerja meringankan kebutuhan keluarga ataupun diri sianak. Pemaksaan anak untuk bekerja dibawah umur dianggap sebagai kekerasan terhadap anak dalam bentuk pengambilan hak anak. Semua ini membuat diri anak selain terancam dan ketakutan anak juga menjadi korban2 dari orangtua.

Melihat fenomena adanya kekerasan dalam keluarga baik pada keluarga miskin dan keluarga menengah akibat pembangunan, khususnya yang diperuntukkan hanya dibidang ekonomi saja tanpa memikirkan pembangunan sosial budaya, menimbulkan kesenjangan dalam hal sosial budaya yang

      

1

Ahmad Sofian, Perlindungan Anak Di Indonesia (Dilema dan Solusinya)2012, PT.Sofmedia, Medan. Hal : 23 ditambah data dari Analisa 8 Januari 2010 “Korban Penganiayaan Ibu Kandung di Nias dibawa ke RS Elisabeth”

2

(21)

mengakibatkan degradasi/penurunan moral pada bangsa ini. Di Indonesia perlu dikaji kembali dalam Undang-undang dasar pasal 33 ayat 3 “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, hal ini tidak dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah untuk masyarakat. Banyak masyarakat tidak menerima hak mereka sebagai warga negara Indonesia karena pemerintah kurang peduli dengan jeritan masyarakat kecil.

Dampak yang diterima dari adanya pembangunan yang menampilkan kesenjangan ekonomi dan ketidakpedulian pemerintah membuat masyarakat depresi karena tekanan ekonomi keluarga, mereka terus berjuang untuk sesuap nasi. Hal ini bukan saja terjadi pada orang dewasa, anak kecil juga kerap terlihat sebagai pekerja anak di jalan-jalan maupun dirumah-rumah sebagai pembantu rumah tangga. Hal ini dapat ditinjau kembali pada pasal 34 ayat 1 ”Bahwa fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Apakah pemerintah melakukan tugasnya dengan baik dengan mengurangi angka fakir miskin dan anak terlantar? Tingkat fakir miskin dan anak terlantar yang hidup di jalan-jalan di ibu kota saja belum mampu pemerintah atasi bagaimana dengan kota-kota di Indonesia lainnya? Hal ini yang selalu menjadi bahan perbincangan di lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat setiap harinya.

(22)

pendapatnya kepada mereka yang lebih tua, ini merupakan satu bentuk penyalahgunaan hak anak. Sejak lahir seorang anak sudah mempunyai hak asasi sebagai manusia yang dijabarkan dalam UUD 1945. Bentuk penyalahgunaan hak anak ini anak membuat anak merasakan segala sesuatu yang ia kerjakankan harus penuh kehati-hatian agar tidak membuat orang tua, orang dewasa, dan guru marah saat berada di sekolah. Anak tumbuh dan hidup dalam lingkungan keluarga sejak ia dilahirkan, dimana pengertian keluarga merupakan kelompok yang terdiri atas wanita, laki-laki dewasa, dan anak-anak yang belum berdiri diatas kaki sendiri3. Semestinya anak mendapatkan perlindungan dari orang tua bukan mendapatkan perlakuan yang melukai fisik, trauma, depresi akibat ketakutan, dan membuat anak bisa menjadi pemberontak.

Kebutuhan manusia tidak hanya material saja yang tampak dari luar, manusia juga membutuhkan hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan rohani yang berpengaruh pada kehidupannya. Anak merupakan manusia yang membutuhkan hangatnya kasih sayang dari orang tua maupun keluarganya, menginginkan pelukan hangat pada saat ia bersedih maupun bergembira dan menginginkan bermain bersama teman-teman tanpa beban untuk bekerja sewaktu kecil. Tetapi banyak anak yang tidak merasakan kebahagian seperti itu semasa kecilnya. Tanpa kita sadari, anak-anak yang hidup dalam situasi tertekan tidak punya gairah untuk beradaptasi dengan lingkungannya (bermain dengan teman sebaya). Mereka seperti dihantui ketakutan yang luar biasa di keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar.

       3

(23)

Mengambil satu contoh kasus kekerasan anak dalam rumah tangga di Medan Belawan, seorang ayah tega membanting anak tirinya hanya karena jengkel mendegar rengekan anaknya yang masih berusia lima tahun, Bayu. Akibat tindakan ayah tirinya, Bayu menderita patah tulang tangan kanan. Saat ini ayahnya telah menjadi tahanan di POLRES, Pelabuhan Belawan4. Selain patah tulang yang dialami Bayu, secara psikologis Bayu juga mengalami trauma akibat perlakuan kejam sang ayah yang akan membuat Bayu mengalami ketakutan pada orang dewasa dan teman bermainnya dan hal ini dapat menganggu mental dan kejiwaannya. Kekerasan terjadi tidak pernah memandang tempat, kekerasan anak dalam rumah tangga juga dirasakan oleh anak di perbatasan bagian timur Indonesia, Papua Nugini di Daerah miskin Dataran Tinggi Barat. Gadis remaja Papua Nugini ini nekad memenggal kepala ayahnya setelah dirinya diperkosa di rumah sementara si ibu pergi mengunjungi rumah famili. Saat kejadian itu mau dilakukan berulang lagi ketika si ibu tidak dirumah, si gadis langsung mengambil pisau hutan dan memenggal kepala ayahnya. Usai melakukan tindakan sadis itu, si gadis melaporkan tindakannya ke kepala adat. Pastor yang telah bekerja disana berjanji akan membela si gadis tersebut dengan alasan yang dilakukan gadis tersebut sekedar tuntuk melindungi dirinya5.

Fenomena nyata sering terjadinya kekerasan biasanya terjadi pada keluarga miskin akibat faktor ekonomi pada sebuah keluarga. Anak yang hidup dalam keluarga menengah jarang merasakan kekerasan dibanding anak yang hidup dalam keluarga miskin atau ekonomi rendah, karena dari segi penghasilan mereka yang hidup dalam ekonomi menengah mampu memenuhi kebutuhan diri

       4

 19 Juni 2013 “ Ayah Banting Anak Hingga Patah Tulang” Pos Metro.  5

(24)

si anak. Tetapi tidak menghilangkan kemungkinan bahwa kekerasan bisa terjadi pada keluarga menengah atas dengan berbagai faktor penyebab karena kekerasan pada anak terjadi pada semua lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Masalah sosial anak yang terjadi akibat adanya proses dan dinamika pembangunan tidak terjadi pada anak dalam keluarga saja, tetapi kekerasan juga dialami anak jalanan, anak jermal6, anak buruh, dan pekerja anak lainnya. Masalah sosial lainnya dalam laporan menurut UNICEF menyatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah anak dengan keterlambatan pertumbuhan terbanyak kelima di dunia. Dari hasil laporan tersebut dapat disimpulkan sekitar 7,8 juta anak usia dibawah lima tahun di Indonesia terhambat pertumbuhannya7. Hal ini menunjukan standarisasi kesehatan di Indonesia untuk ibu dan anak kurang perhatian dari pemerintah.

Tersorot dengan laporan anak dan ibu yang diperoleh UNICEF, kebijakan dan strategi UNICEF dalam hal perlindungan anak (E/IEC/1996/14 April 1996) yang telah disetujui oleh dewan eksekutif mengindentifikasikan enam kategori kondisi sulit yang dapat merugikan anak-anak sehingga mereka membutuhkan perlindungan khusus, keenam kategori tersebut adalah 1) kondisi merugikan pekerja anak; 2) perang dan segala bentuk kekerasan terhadap anak; 3) eksploitasi atau perlakuan secara seksual; 4) diksriminasi terhadap anak; 5) kehilangan keluarga atau pengasuh utama secara permanen atau temporer; 6) hukum yang kurang menguntungkan atau perlakuan salah dalam proses hukum dan

       6

 Jermal adalah Unit pembangunan tempat penangkapan ikan dibangun ditengah perairan lautan selat malaka yang berada pada kawasan sepanjang Panntai Timur Sumatera)

7

7,8 juta anak Indonesia kekurangan gizi kronik: http://life.viva.co.id/news/read/368844-7-8-juta-anak-indonesia-kekurangan-gizi-kronik (diakses tanggal 11 Febuari 2013)

(25)

pengadilan8. Bentuk dari kekerasan pada anak dalam kondisi sulit harus mendapatkan perlindungan yang layak dari orangtua, masyarakat, dan pemerintah sesuai UUD 1945.

Munculnya kesadaran untuk melindungi anak dari ancaman dan bahaya yang dapat terjadi kapan pun, sejumlah LSM di kota Medan membuat beberapa program perlindungan anak. Kesadaran untuk melindungi anak khusunya di Sumatera Utara berdasarkan pada catatan lembaga perlindungan anak yaitu PKPA pada tahun 1999 terdapat 239 kasus kekerasan terhadap anak, dengan rincian: kekerasan 95 kasus, pembunuhan 26 kasus, penyiksaan 19 kasus, pelecehan seksual 17 kasus, serta beberapa kasus penculikan dan perdangangan (trackfiking) anak untuk tujuan komersial seperti pelacuran. Tahun 2000, PKPA mencatat tidak kurang 203 kasus dan tahun 2001 sebanyak 242 kasus, dengan rincian: perkosaan 84 kasus, penculikan dan perdangangan untuk tujuan komersial 31 kasus, penganiayaan 30 kasus, pembunuhan 28 kasus, dan berbagai kasus kekerasan lainnya9.

Catatan kekerasan pada anak di Sumatera Utara juga dimiliki oleh Yayasan Pusaka Indonesia salah satu lembaga perlindungan anak juga yang letaknya tidak jauh dari PKPA. Dalam laporannya mengenai kasus kekerasan terhadap anak tahun 2012 mencatat 143 kasus kekerasan pada Januari hingga Juni di Sumatera Utara yang didominasi tindak kekerasan fisik dan seksual yang berjumlah 97 kasus dan penganiayaan 24 kasus, sedangkan kasus lain sejenis

       8

 Irwanto, Muhammad Farid, dan Jeffry Anwar , Anak yang membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia:Analisis Situasi 1998. Jakarta.

 

9

(26)

pembunuhan dan penculikan masih kecil10. Hasil laporan tersebut menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak kian marak bertambah. Di Medan kasus kekerasan pada anak meningkat 55% dengan kasus yang sering ditangani oleh LSM maupun pihak yang berwajib adalah kasus penganiayaan dan pemerkosaan pada anak dengan usia korban yang masih13-18 tahun. Rentannya kekerasan seksual yang terjadi pada usia 13-18 tahun disebabkan pada usia tersebut seorang anak baru memasuki tahap menstruasi dan mimpi basah11. Pemerkosaan dan sodomi yang dilakukan oleh keluarga terdekat maupun tidak dikenal meninggalkan luka trauma dan ketakutan yang tidak dapat dilupakan anak,

Berdasarkan catatan kekerasan pada anak yang ada di LSM, kepolisian, dan di kejaksaan, menyimpulkan kota Medan belum dapat dikatakan sebagai kota ramah anak, mengapa? Karena seiring jalannya hari seiring itulah kekerasan anak terjadi walaupun tidak sampai ke lembaga anak, kepolisian, dan pengadilan, tetapi setiap harinya ada luka baru yang dirasakan anak baik cacian, omelan, pukulan, dan cubitan. Didukung dengan data yang tercatat di kepolisian terdapat 50 kasus anak yang mengalami tindak kekerasan di Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Deli Serdang 23 korban, Kabupaten Serdang Berdagai 15 korban12. Kota Medan menjadi salah satu kota tertinggi kasus TPPO (Trafficking Perdagangan Orang dengan Tujuan Prostitusi) dan ESA (Eksploitasi Seksual Anak) di Indonesia sebagai daerah transit, tujuan, dan rekruitmen. Pada kasus ini PKPA menerima laporan pada tahun 2012 terdapat 11 perempuan yang menjadi korban TPPO.

      

10

Upaya Perlindungan Anak, Surat Medan Orbit, Kamis, 13 September 2012 11

 Menstruasi adalah salah satu proses alami seorang perempuan yaitu proses deskuamasi atau

meluruhnya dinding rahim bagian dalam (endometrium) yang keluar melalui vagina (Prawirohardjo, 2007; Suwarni, 2009). http://arnesvhe.blogspot.com/2012/04/definisi-menstruasi-dan-gangguanya.html 

12

(27)

Wanita kerap kali menjadi sasaran TPPO dan ESA dimana 75% korban kekerasan merupakan anak perempuan dan 25% anak laki-laki. Untuk kasus KDRTA mendapat perhatian dari Badan Pengurus Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Ahmad Sofyan, “Bahwasanya tingkat kekerasan yang ada di Kota Medan sedikitnya dalam setahun ada 1000 tindak kekerasan yang dialami anak” (Analisa, 5 Oktober 2012).

Kasus kekerasan seperti fenomena gunung es, secara kultural kasus ini sulit untuk dilihat dan dideteksi karena dianggap sebagai persoalan rumah tangga. Kasus kekerasan yang diibaratkan seperti fenomena gunung es ini menjelaskan bahwa fenomena kekerasan yang terjadi didalam masyarakat tampak kecil, namun dibawah permukaan air laut fenomena kekerasan begitu besar dan luas. Kasus-kasus kekerasan anak yang terjadi didalam lapisan masyarakat disebabkan adanya dominasi patriarki, dimana posisi anak selalu menjadi inferior, anak tidak mempunyai hak untuk membantah orangtua, anak tidak punya hak untuk berpendapat, ini menempatkan posisi anak semakin tersudut di keluarga dan membuat hak-hak anak terabaikan.

(28)

Kedudukan seorang anak lebih diposisikan pada asuhan ibunya ketimbang ayahnya disebabkan daya kreativitas wanita secara alami dapat dipenuhi melalui proses melahirkan. Keterlibatan wanita dalam kegiatan produksi membatasi mereka pada fungsi-fungsi sosial yang juga lebih dekat kepada alam. Dalam artian merujuk pada pembatasan wanita dalam wilayah dosmetik13. Peran wanita yang dekat kepada alam ini yang membuat wanita dihubungkan kedalam konteks pengasuhan anak. Segala kesalahan yang dilakukan anak, pihak ayah akan menyalahkan pihak ibu yang salah mendidik anak. Adanya jenjang yang berbeda laki-laki dan wanita membuat wanita selalu berada dalam posisi bawah sampai pada zaman modern seperti ini. Seorang ibu akan selalu berusaha melindungi anaknya dari ancaman dan perlakuan kasar ayahnya tidak mengherankan bila korban KDRT juga dialami oleh seorang isteri yang berusaha melindungi anaknya. Karena perbuatan kasar dari sang ayah kepada anak membuat ayah kerap dijadikan objek yang sangat dibenci anak karena ketegasannya dalam mendidik. Anak akan selalu patuh terhadap perintah orang tuanya diselangi faktor ketakutan. Hal ini didukung karena tidak selamanya ibu berada dalam pembelaan untuk melindungi anak.

Kekerasan yang dirasakan anak dalam rumah tangga baik kekerasan fisik, non fisik, ekonomi ,seksual, maupun struktural yang bisa kapan saja dirasakan oleh anak akan menyebabkan kekecewaan yang luar biasa terhadap orang tua maupun anggota keluarga lainnya bahkan trauma yang membekas pertama kali dirasakan anak dalam keluarga. Keluarga merupakan awal anak bersosialisasi dengan hal apapun sejak anak dilahirkan. Walaupun anak tidak merasakan

      

13

(29)

kekerasan fisik semasa kecilnya dari orang tua maupun anggota keluarga tetapi saat anak menerima omelan ataupun cacian dari keluarga, ini merupakan bentuk kekerasan non fisik yang dialami sianak. Seperti misalnya saat anak dikatakan “tidak tahu diuntung, dasar anak haram, wanita murahan, pembawa aib”. Kata-kata kasar seperti ini hanya dapat diingat dan disimpan anak dalam hati tanpa dapat memberikan satu kata penolakkan karena mengingat posisinya hanyalah sebagai anak. Contoh lainnya yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, anak memecahkan piring lalu dengan cekatan si ibu mencubit dan menjewar telinga anak hingga membiru membuat anak menjerit kesakitan lalu disertai omelan dan tatapan mata yang tajam membuat anak menjadi takut dan menangis. Ini bentuk kekerasan fisik yang sering terjadi walaupun kasus tidak sampai ke lembaga anak. Kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak atau sering disebut KDRTA harus mendapatkan perhatian yang serius dari orang tua, masyarakat, dan pemerintah.

1.2 Tinjauan Pustaka

Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun (0-18 tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan yang harus dijaga, dirawat, dan dilindungi14. Anak mempunyai kerentanan hidup selama masa tumbuh kembang dan mesti dijadikan entry point dalam memposisikan anak sebagai bagian terpenting dalam kehidupan. Pemeritah, masyarakat dan keluarga adalah penyumbang terbesar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju masa depan15. Beragam kebijakkan dan program pembangunan terukur dalam

       14

 Definisi anak menurut informan Peneliti Ibu Emi di PKPA  15

(30)

kerangka perlindungan anak yang harus menjadi agenda terdepan dalam memberikan kehidupan terbaik bagi anak.

Pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari perkotaan dan masalah sosial karena setiap perkembangan kota selalu diikuti oleh masyarakat sosial. Semakin maju suatu negara maka masalah sosial akan semakin kompleks. Masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan yang dalam rumah tangga yang dilimpahkan kepada anak. Muhammad Joni dan Zulchaina (1999:2) mengatakan pembangunan ekonomi membuat masalah lain yang mengejutkan, diantaranya adalah pekerja anak, pekerja seks anak/trackfiking anak, dan kekerasan serta penyiksaan terhadap anak. Munculnya pekerja anak dalam berbagai sektor disebabkan sulitnya memenuhi kebutuhan anak dalam keluarga sehingga memaksa anak untuk terjun dalam sektor industri maupun prostitusi.

Di berbagai belahan dunia terdapat undang-undang perlindungan anak seperti di Amerika serikat telah dibentuk pengadilan anak (Juvenile court) sejak tahun 1989 dan merupakan undang-undang peradilan anak yang pertama yang berarti bahwa penguasa pemerintah harus bertindak apabila anak-anak membutuhkan pertolongan, sedang anak yang melakukan kejahatan bukannya dipidana, melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan16, maksud diberi bantuan adalah anak diberikan kepada orang tua asuh baru atau dimasukkan kedalam penampungan anak dengan pengawasan dari pekerja sosial perlindungan anak. Selama anak dalam pengasuhan dan pengawasan orang tua asuh pemerintah akan memberikan pembiayaan setahun penuh kepada anak yang diberikan kepada

      

(31)

orang tua asuh untuk pendidikan, membeli pakaian, dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Di Belanda juga sudah memiliki undang-undang perlindungan anak sejak tahun 1905 terlepas dari keprihatinan negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara mengenai bertambah banyaknya kriminalitas yang dilakukan oleh anak, hal yang dilakukan Belanda untuk mengurangi angka kriminalitas tersebut dengan mengikutsertakan pekerja sosial dan masyarakat yang juga bertanggung jawab dalam setiap perbuatan buruk anak. Juga terhadap penanganan perkara menyangkut anak yang diperlakukan sama dengan orang dewasa, maka di berbagai negara dilakukan usaha-usaha kearah perlindungan anak. Indonesia juga telah memiliki undang-undang perlindungan anak yang dibahas dalam UUD 1945 mengenai bentuk perlindungan anak pada pasal 28G, 28I, 29, dan 34. UU No.23 Tahun 1992 tentang perlindungan anak, UU No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, UU No.2 Tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan bagi anak yang mempunyai masalah, Konvensi Hak Anak melalui Keppres No.39 Tahun 1990, dan UU Pengahapusan KDRT UU.23 Tahun 2004. Indonesia juga memiliki pekerja sosial yang terutama mengarah kepada anak–anak jalanan. Pekerja sosial yang ada di Kota Medan memiliki nama Sakti Peksos dibawah naungan Dinas Kementrian sosial hanya saja pekerja sosial belum memiliki hak kerja secara penuh karena tidak adanya sertfikasi yang melibatkan mereka. Untuk menjadi pekerja sosial sendiri harus mempunyai latar pendidikan S1 Kesejateraan Sosial.

(32)

seperti itulah mungkin ada alat-alat seperti polisi bersenjata, pengadilan, penjara, dan sebagainya yang semuanya merupakan sarana mutlak bagi keberlangsungan hidup hukum”17. Dalam artian menurut peneliti sebuah LSM berdiri didasarkan unsur atau fenomena nyata yang dilihat dari lapangan seperti PKPA ini berdiri karena kesadaran masyarakat untuk menjaga tatanan sosial di dalam masyarakat dimana semua didasarkan kepada hukum yang bersifat memaksa dan setiap LSM yang berbadan hukum berlatar dengan polisi, pengadilan, dan berakhir di penjara.

Asumsinya hukum berfokus pada kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dari para warga masyaraka. Hukum digunakan dalam masyarakat terutama dalam sebuah lembaga perlindungan anak dengan eksitensi mengendalikan perilaku, sehingga kepentingan-kepentingan tidak bertubrukan, kalau kepentingan sudah bertubrukan maka hukum mulai bergerak untuk membereskan gangguan sosial yang ada didalam masyarakat. Hukum sendiri bukan semata hanya undang-undang saja tetapi hukum menyangkut nilai, norma, pranata, aturan yang berkaitan dengan agama, adat, kebiasaan-kebiasaan lain, dan kesepakatan yang telah diakui masyarakat18.

1.2.1 Definisi Kekerasan

Ada banyak definisi kekerasan atau abuse. Kekerasan adalah “Tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian

terhadap anak”19. Secara teoritis kekerasan terhadap anak (child abuse)

didefinisikan sebagai “peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tangungg jawab terhadap

      

17

Koetjaranigrat “Sejarah Teori Antropologi 1” UI Press Hal.167  18

(33)

kesejahteraan anak yang mana semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan anak”20.

Dalam undang-undang peghapusan kekerasan dalam rumah tangga dalam BAB I Pasal 1 mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut:

“Setiap perbuatan terhadap seorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancama untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

Lalu secara Kamus Besar Bahasa Indonesia kekerasan adalah “Perihal (yang bersifat, berciri) keras: perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. (W.J.S. Poerwadarminta).

The Social Work Dictionary mendefinsikan kekerasan sebagai berikut: “ Im proper behavior intended to cause phsycal, psychological, or financial harm to an individual or grup” (“kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik , psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok”, Barker 1987:1)

Dalam Encyclopedi Article From Encarta mengartikan Child Abuse

sebagai :

“ Intentional act that result in physical or emotional harm to children. The term child abuse covers a wide range of behavior, from actual phsyical assault by parents or other adult caretakers to neglect at a child’s basic need” (“kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional oleh orang tua atau pengasuh atau orang dewasa dengan mengabaikan kebutuhan dasar anak”)

Definsi kekerasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan merupakan tindakan paksaan atau tindakan yang tidak menyenangkan hati korban yang dilakukan secara paksaan baik berupa tekanan fisik dan non fisik yang dapat menyebabkan korban cidera ataupun meninggal. Merujuk pada penjelasan kekerasan alasan mengapa sampai terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan bentuk-bentuk kekerasan akan diuraikan terlebih dahulu bentuk-bentuk kekerasan.

      

20

(34)

Bentuk-bentuk kekerasan anak secara umum dapat diklasifikasikan menjadi lima. Peneliti menyimpulkan bentuk-bentuk kekerasan dan faktor penyeban kekerasan ini dari hasil wawancara, observasi, dan bacaan yang terkait dengan masalah penelitian.

1. Kekerasan fisik merupakan tindakan orangtua atau orang dewasa yang menyebabkan anak terluka, sakit secara fisik dengan memukul, menendang, mencambuk, menjewer, menelantarkan, menghardik, memaki, pencabulan, pemerkosaan, dan lain-lain. Hal ini terjadi umumnya karena anak dianggap tidak menurut dan nakal dan anak merupakan objek yang pantas untuk menerima.

2. Kekerasan non fisik merupakan tindakan melukai psikis, seperti tidak memeberi pujian ketika anak berprestasi , meledek, menghina jika tidak berhasil, menjauhkan diri dari pergaulan sesama, memberi target muluk-muluk seperti harus menjadi anak baik, rajin, manis, serta sejumlah statement tanpa mempertimbangkan bakat anak menyebabkan anak

minder, tidak pede, dan merasa terkucil. Ini muncul karena orangtua kurang paham terhadap pendidikan yang baik bagi anak dan psikologi anak.

3. Kekerasan struktural merupakan kekerasan laten yang tidak terlihat secara kasat mata dan biasanya terungkap lewat kajian dan refleksi mendalam dari seseorang atau pihak yang terlibat langsung dalam proses-proses kultural yang dialaminya21.

      

21

(35)

4. Kekerasan seksual merupakan istilah yang merujuk pada perilaku seksual

deviatif 22 atau hubungan seksual yang menyimpang merugikan pihak

korban dan merusak kedamaian ditengah masyarakat.

5. Kekerasan ekonomi merupakan bentuk kekerasan terhadap anak dengan cara menyuruh anak bekerja atau mengeksploitasi anak sebagai sasaran untuk mendapatkan uang menunjang kehidupan si anak maupun keluarga. Faktor penyebab kekerasan pada anak dapat terjadi, antara lain:.

1. Kekerasan timbul karena tekanan ekonomi/kemiskinan. Kemiskinan yang dihadapi sebuah keluarga seringkali membawa keluarga pada situasi kekecewaan yang akhirnya berujung pada kekerasan. Problematika finansial keluarga yang memperhatikan atau kondisi keterbatasan ekonomi dapat menciptakan berbagai macam masalah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, pembelian pakaian, pembayaran sewa rumah yang hal ini dapat mempengaruhi jiwa dan tekanan seseorang. 2. Pandangan keluarga tentang anak. Orangtua menganggap bahwa anak

adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orangtua. Lalu pandangan orangtua terhadap anaknya cacat ataupun idiot acapkali karena kurang dapat mengendalikan kesabaran dalam menjaga dan mengasuh anak dan merasa terbebani atas kehadiran anak tersebut tidak jarang orangtua menjadi frustasi dan kecewa menjaga anak.

       22

(36)

3. Terinspirasi dari tayangan-tayangan televisi maupun media-media lainnya yang tersebar dilingkungan masyarakat, 62% tayangan televisi maupun media lainnya telah membangun dan menciptakan prilaku kekerasan. 4. Orangtua yang pernah menjadi korban penganiayaan anak dan terpapar

oleh kekerasan dalam rumah. Melampiaskan kembali kepada anak.

5. Anak banyak menuntut pada orangtua. Anak yang terlalu banyak permintaan pada orangtua dan tidak tahu perjuangan orangtua mencari uang seringkali menjadi korban amarah orangtua.

6. Gangguan mental pada orangtua. Sejumlah studi mengatakan bahwa gangguan mental pada orangtua dapat menyebabkan timbulnya penganiayaan atau penelantara anak karena proses berfikir atau keputusan-keputusan orangtua menjadi terganggu. Orangtua yang mengalami gangguang kejiwaan atau disebut psikotik memandang anaknya sebagai seorang anak yang jelek dan mencoba membuat dia menjadi gila.

7. Keharmonisan sebuah keluarga. Hubungan seorang ayah dan ibu yang kurang harmonis dimana setiap perjumpaan dan percakapan sehari-hari selalu berujung pada pertengkaran hingga pelampiasan berujung pada anak untuk melepaskan rasa jengkel dan marahnya terhadap isteri atau suami. 8. Perceraian. Perceraian dapat menimbulkan problematika rumah tangga

(37)

tanda kematian, keutuhan keluarganya rasanya separuh diri anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orangtua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesediha dan perasaan kehilangan yang mendalam23.

9. Anak diluar nikah. Walaupun bukan kesalahan anak menanggung aib akibat perbuatan orangtua mereka, anak yang lahir diluar pernikahan harus menjadi korban amarah dan perlakuan buruk dari orangtua (diskriminatif/ terabaikan).

Data kasus kekerasan terhadap anak di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan kasus yang dilaporkan PKPA dan monitoring 4 media Lokal Januari-Mei 2002.

Tabel 1

Kekerasan Anak pada Januari-Mei 2002 No. Bentuk Kekerasan Jumlah kasus

Jan Feb Mar Apr Mei

1. Perkosaan 7 7 8 18 13

2. Perdagangan anak untuk dilacurkan

- 2 - 15 1

3. Pencabulan - 1 1 1 1

4. Penganiyaan 3 11 4 4 5

5. Pembunuhan - 4 4 1 2

      

23

(38)

Jumlah 10 25 17 39 22

(Sumber Majalah PKPA 2002)

Berdasarkan data tersebut diambil dari lokasi kejadian di Sumatera Utara, Medan mendapatkan posisi pertama terbanyak jumlah kasus yang terlaporkan. Kasus kekerasan tersebut bukan hanya dilakukan dalam rumah tangga, tetapi pelaku kekerasan terhadap anak juga dilakukan oleh masyarakat, sekolah, orang yang dikenal maupun orang yang tidak dikenal. Dari tabel kasus diatas kasus terbanyak merupakan kasus perdangangan anak. Seperti sebelumnya peneliti tuliskan bahwa Kota Medan merupakan salah satu kota tertinggi kasus TPPO di Indonesia.

Tabel 2

Lokasi Kekerasan Terjadi

No. Tempat Kejadian Jumlah kasus

Jan Feb Mar Apr Mei

1. Medan 6 17 10 19 10

(Sumber Majalah PKPA 2002)

(39)

keluarga korban24. Dari data korban diatas pada tahun 2002 peneliti akan membandingkan dengan tahun 2010 sebagai 8 tahun perbandingan dari 2002 ke 2010.

Tabel 3

Bentuk-Bentuk Kekerasan Berdasarkan Jumlah Kasus Tahun 2010

No. Bentuk Kekerasan Jumlah Kasus Tahun 2010

1. Persetubuhan 5

2. Penganiayaan 6

3. Sodomi 3

4. Penelantaran Anak 2

5. Melarikan Anak Dibawah Umur 1

6. Perdangangan Anak 3

7. Pembatasan Hak Pendidikan 16

8. Pembatasan Hak Asuh 6

9. Pencabulan 7

Jumlah 49 Kasus

Sumber (indok) Indeks dokumen PKPA 2010

      

24

(40)

Pada tabel kasus kekerasan diatas tahun 2010 terdapat 49 kasus yang terbagi berdasarkan bentuk kekerasannya antara lain: penelantaran anak, penganiayaan, perdaganganan anak, pecabulan, pembatasan hak pendidikan dan asuh dengan jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan dengan jumlah 29 kasus dan laki-laki 20 kasus. Dalam kasus kekerasan ini perempuan kerap menjadi sasaran kekerasan karena budaya patriarki yang melekat dalam budaya keluarga, perempuan dianggap makhluk paling lemah dan tidak akan melawan karena tidak berdaya Bila ditinjau kembali kasus di 2010 mengalami penurunan bila dibanding 2002 yang angka kasus kekerasan pada anak terbilang tinggi. Hal ini disebabkan telah meluasnya tempat-tempat pengaduan untuk kasus KDRT. Tetapi bentuk kekerasan yang terjadi pada anak tahun 2010 semakin melebar seperti adanya pembatasan hak pendidikan pada anak yang jelas-jelas melanggar hak anak dan UUD 1945 serta UU Perlindungan Anak. Jumlah kasus kekerasan yang dialami anak setiap tahunnya akan dirinci lebih lanjut oleh peneliti berdasarkan data kasus anak per tahunnya pada Bab III dan Bab IV.

Menurut Rahmat, 2003 ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan kekerasan pada anak yaitu:

1. Norma sosial, yaitu tidak ada kontrol sosial pada tindakan kekerasan pada anak-anak, maksudnya ketika muncul kekerasan pada anak tidak ada orang di lingkungannya yang memperhatikan dan mempersoalkannya.

(41)

seperti itu anak-anak berada dalam anak tangga terbawah. Mereka tidak punya hak apa pun, sedangkan orang dewasa dapat berlaku apa pun kepada anak-anak.

3. Ketimpangan sosial. Banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga korban child abuse kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi yang rendah. Kemiskinan, yeng tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orang tua mengalami stress yang berkepanjangan , menjadi sangat sensisitif dan mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk bercanda dengan anak-anak. Terjadilah kekerasan emosional.25

PKPA berdiri untuk menangani peliknya kehidupan dan penderitaan yang dirasakan oleh anak dan perempuan. Aktivitas yang mereka lakukan melalui program-program yang ada merupakan hasil kebudayaan26. Membangun suatu wadah, menuangkan pikiran dalam sebuah wadah visi dan misi, mendirikan sebuah bangunan, menjalankan hubungan kerjasama dengan organisasi nasional dan internasional, dan memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan yang membutuhkan perlindungan sampai kepada perlindungan khusus. Wujud dari salah satu kebudayaan itu merupakan sistem sosial dimana sistem sosial itu adalah sistem berpola dari manusia itu sendiri yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu sama lain dari detik ke

      

25

http://www.duniapsikologi.com/latar-belakang-kekerasan-pada-anak/ (diakses 7 November 2012)

    26

 Tiga wujud kebudayaan (koetjaranigrat 2000:186-187) :1) ide atau gagasan, 2) perilaku atau tindakan kolektif, dan 3) artefak atau benda kongkret hasil kebudayaaan.

(42)

detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan norman-norma yang berlaku.

1.2.2 Konvensi Hak Anak,

Secara internasional sejak tahun 1989 masyarakat dunia telah mempunyai instrumen hukum yakni Konvensi Hak Anak (KHA). Dalam perpekstif hukum internasional yang mempunyai kekuatan mengikat negara peserta dan negara penanda tangan, KHA mendiskripsikan hak-hak anak secara detail, menyeluruh dan maju. Karena KHA memposisikan anak sebagai dirinya sendiri dan hak anak sebagai segmen manusia yang harus dibantu perjuangannya bersama-sama orang dewasa. Kategorisasi hak anak dalam 54 pasal KHA, antara lain:

1. Hak mendapatkan perlindungan adalah hak untuk mendapatkan perlindungann ini mencakup perlindungan dari segala bentuk perlakuan kejam, eksploitasi, dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidanan baik untuk pelaku maupun korban.

2. Mempertahankan eksitensi kehidupan: menyangkut hak atas hidup yang layak dan pelayanan kesehatan.

3. Hak untuk berkembang fisik, psikis, psikologis adalah mencakup hak untuk memperoleh pendidikan , kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta perlindungan.

4. Hak untuk berpatisipasi ini merupakan hak untuk memberikan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya27.

       27

Joni, Muhammad dan Zuchaina Z.Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak (Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak) 1999, PT.Citra Aditya BaktI, Bandung.

(43)

Pemeritah Indonesia sejak tahun 1990 telah meratifikasi KHA melalui Keppres 36 tahun 1990. Peratifikasian KHA mengakibatkkan Indonesia terikat secara hukum untuk mengimplementasikan konvensi. Ratifikasi ini merupakan tonggak awal dari perlindungan anak di Indonesia. Selanjutnya pasca diratifikasinya konvensi ini, disusunlah berbagai upaya untuk memetakan berbagai persoalan anak, baik dilakukan pemerintah maupun bekerjasama dengan berbagai lembaga PBB yang memiliki mandat untuk melaksanakan perlindungan anak.

1.2.3 Undang-undang No.23 Tahun 2002

Setiap elemen masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga-lembaga sosial dan orangtua harus melaksanakan ataupun meresapi isi dari pada UU No.23 Tahun 2002 sebagai salah satu UU perlindungan anak yang dibuat pemerintah Indonesia. Adapun isi dari UU tersebut berdasarkan rativikasi konvensi hak anak (KHA). Indonesia dalam UU perlindungan anak salah satunya UU No.23 Tahun 2002 yang menjadi patokan setiap pemerintah, masyarakat, orangtua, dan lembaga-lembaga sosial lainnya.

1. Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.

2. Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya.

(44)

sifat khusus yang menjamin kelangsungan ekstensi bangsa dan negara pada masa depan.

4. Bahwa agar setiap anak kelak memiliki tanggung jawab tersebut , maka ia perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta unntuk mewujdukan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. 5. Bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak

diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksaanaannya.

6. Bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlinduangan anak28.

1.2.4 Sepuluh Prinsip Tentang Hak Anak Menurut Deklarasi

1. Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan diskriminasi. 2. Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan

kesempatan dan fasilitas oleh hukum atau oleh peralatan lain, sehingga mereka mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spritual, dan sosial dalam cara yang sehat dan normal.

3. Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas kebangsaan.

      

28

Undang-Undang Perlindungan Anak

(45)

4. Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial.

5. Setiap anak baik secara fisik, mental, dan sosial mengalami kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan, pemeliharaan sesuai dengan kondisinya.

6. Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian.

7. Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma dan atas dasar wajib belajar.

8. Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan yang pertama.

9. Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk ketelantaran, tindakan kekerasan, dan eksploitasi.

10.Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi, berdasarkan rasial, agama, dan bentuk-bentuk lainnya.

1.2.5 Pengertian Perlindungan Anak

Pengertian tentang Perlindungan anak telah ditulis dalam UU perlindungan anak BAB I pasal 1 adalah:

“Segala kegiatan untuk menjamin dan melindugi anak dari hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif”.

Seseorang anak akan mendapatkan perlindungan yang lebih atau perlindungan khusus jika anak sampai dalam kondisi darurat dimana pengertian perlindungan khusus adalah:

(46)

diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental. Anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”.

Perlindungan anak merupakan bagian integral dari proses dan dinamika pembangunan. Khususnya pengembangan sumber daya manusia. Dalam konteks perlindungan anak sebagai implementasi hak-hak anak. Dr.Irwanto menyebutkan beberapa prisip perlindungan anak, yaitu:

1. Anak tidak dapat berjuang sendiri

2. Kepentingan terbaik anak yang harus dipandang sebagai prioritas tertinggi. 3. Ancangan daur kehidupan, bahwa perlindungan terhadap anak harus

dimulai sejak dini dan terus menerus.

4. Lintas struktural, nasib anak tergantung dari berbagai faktor yang makro maupun mikro yang langsung maupun tidak langsung29.

12.6 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Pemerintah akhirnya mengeluarkan satu kebijakan baru lagi dengan mensyahkan UU PKDRT pada tahun 2004 setelah disyahkannya beberapa kebijakan-kebijakan untuk melindungi anak. Adapun pemerintah sebelumnya membuat pertimbangan undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga UU No.23 Tahun 2004, yakni:

1. Bahwa setiap negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai falsafah pancasila dan UUD RI 1945.

2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.

      

(47)

3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang banyak adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan30, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

4. Bahwa dalam kenyataanya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, perlu dibentuk undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan pertimbangan tersebut pemerintah menjabarkan UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yang terdapat pada pasal 2, Pemerintah menjabarkan lingkup rumah tangga adalah siapa saja orang yang berada di dalam rumah tangga tersebut, berhak mendapatkan perlindungan berdasarkan pasal-pasal yang telah ditetapkan. Pada pasal 2 lingkup rumah tangga tersebut adalah:

a) Suami, isteri, dan anak.

b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau.

       30

(48)

c) Orang-orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, yang dimaksud dengan orang yang bekerja merupakan anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

Setiap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah, kepolisian, masyarakat, orang tua, maupun lembaga seperti yang tertera dalam UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Sebagai bentuk kepedulian dan perlindungan agar si korban tidak merasakan ketakutan, dari ancaman-ancaman yang dapat diberikan sewaktu-waktu oleh pelaku kepada korban kapan saja makan dibuatlah UU tersebut. Pembuatan UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini memiliki asas dan tujuan tersendiri sesuai BAB II Pasal 3, yaitu:

1. Penghormatan hak asasi manusia (HAM). 2. Keadilan dan kesetaraan gender.

3. Nondiskriminasi. 4. Perlindungan korban

Tujuan dari UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tertera pada pasal 4, yaitu :

1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga 2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. 3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

4. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera31.

      

(49)

Asas dan tujuan dibuat untuk menimbang kembali keutuhan sebuah rumah tangga agat tidak terjadi perceraian maupun pemisahan orang tua dalam artian kurungan penjara yang dapat menimbulkan kesengsaraan terhadap anak dan dapat menyebabkan anak depresi dan kekecewaan terhadap orangtuanya. Sedangkan bentuk perlindungan sebagai tujuan berguna untuk melindungi korban 1 x 24 jam sejak pihak kepolisian menerima pengaduan dari korban maupun saksi lainnya, perlindungan ini bisa berlangsung hingga 7 hari lamanya hingga korban merasa aman terkhusus anak sebagai korban.

1.3 Perumusan Masalah

Kekerasan pada anak yang dapat terjadi kapan pun dan dimana pun tanpa memandang tempat perlu mendapatkan perhatian dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada anak berdirilah lembaga perlindungan anak untuk memberikan kemudahan bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga untuk diberi perindungan. Latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam penelitian ini adalah “Apa yang dilakukan PKPA dalam melindungi kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak?” Dari rumusan masalah tersebut peneliti memecahkan dalam beberapa pertanyaan penelitian.

 Bagaimana penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap

anak yang dilakukan oleh PUSPA PKPA?

 Apa bentuk perlindungan kepada anak korban kekerasan dalam rumah

(50)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana PKPA menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak serta untuk mengetahui bentuk dari perlidungan anak yang dilakukan PKPA kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

Manfaat penelitian ini selain untuk memenuhi syarat kelulusan S1 Antropologi Sosial FISIP USU juga menambah wawasan peneliti. Penelitian ini juga bermanfaat kepada keluarga, masyarakat dan pemerintah. Untuk keluarga pertama dan terutama agar mengetahui bahwa kekerasan yang dilakukan kepada anak dapat menimbulkan goncangan jiwa, kesakitan, bahkan kematian pada anak dan agar setiap orang tua dapat memperhatikan anak-anaknya lebih baik lagi dalam pemberian kasih sayang tentunya. Untuk pemerintah agar dapat memperhatikan nasib anak Indonesia dan melindugi hak anak Indonesia sesuai yang telah tertera dalam UUD 1945 dan UU perlindungan anak. Menggunakan setiap kebijakan yang telah diberlakukan dengan sebaik mungkin agar angka kekerasan yang terjadi pada anak setiap tahunnya baik di Kota Medan, dan kota-kota lainnya di Indonesia mengecil.

Selain itu penelitian ini bermanfaat untuk menambah bahan bacaan dan referensi bagi akademisi tentang sebuah lembaga swadaya masyarakat dalam melindungi kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak karena kasus kekerasan ini selalu terjadi dan menjadi perhatian publik dan berita di media massa.

1.5 Sistematika Penulisan

(51)

mempermudah dalam pembahasannya. Masing-masing bab terdiri dari beberapa subbab. Adapun sistematika penyusunannya sebagai berikut:

 BAB I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat Penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

 BAB II berisi gambaran umum mengenai kekerasan anak dikota Medan,

berdirinya lembaga perlindungan anak di Indonesia, sejarah berdirinya PKPA, kerja sama dan fundrising, layanan yang dapat diberikan PKPA, kebijakkan PKPA, pendampingan yang diberikan PKPA.

 BAB III berisi dari rumusan masalah peneliti yakni PKPA dalam

menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak.

 BAB IV berisi dari rumusan masalah peneliti yakni tentang bentuk

perlindungan PUSPA PKPA kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

 BAB V berisi kesimpulan dari hasil semua BAB yang berisi keseluruhan

hasil penelitian dan saran penelitian.

1.6 Metode Penelitian, Pengalaman Lapangan, Analisis Data

1.6.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif32 yang didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian ini akan mengumpulkan

      

32

(52)

data33 kualitatif untuk menjawab persoalan dari permasalahan peneliti. Penelitian ini akan menggunakan metode etnografi dimana peneliti melihat dari padangan para informan baik di PKPA maupun korban. Untuk memperoleh data peneliti akan menggunakan teknik observasi, wawancara dan pengumpulan data sekunder. Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala (tindakan atau peristiwa atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian dengan cara mengamati. Dengan observasi kita dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial dan budaya yang sukar untuk diketahui dengan metode lainnya.Teknik observasi ini dilakukan peneliti untuk memperoleh gambaran penuh mengenai tindakan-tindakan, percakapan, tingkah laku dan semua hal yang dapat ditangkap panca indera terhadapa apa yang dilakukan masyarakat. Dalam hal mengobservasi ini peneliti menggunakan observasi partisipasi. Observasi partisipasi adalah observasi yang melibatkan peneliti atau observer secara langsung dalam kegiatan pengamatan di lapangan. Dalam melakukan observasi partisipasi ini peneliti mengamati secara langsung dan merasakan apa yang ada dalam masyarakat tersebut berupa nilai-nilai dan tindakan mereka. Peneliti juga akan berusaha sedekat mungkin membangun

rapport34 dengan orang yang di PKPA. Peneliti akan ikut serta dalam

penyelesaian kasus-kasus anak sampai ke pengadilan dan berusaha sedekat mungkin kepada anak yang menjadi korban maupun keluarga korban guna menambah data peneliti untuk mendeskripsikan kasus kekerasan yang terjadi pada si korban.

      

33

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angkaa. 34

(53)

Selain observsi partisipasi, peneliti juga meggunakan observasi ketidakterlibatan penuh. Observasi ini dilakukan peneliti untuk memperkuat data yang telah di dapat dari hasil wawancara dan hal ini bisa dilakukan kapan saja ketika peneliti berada di lokasi penelitian seperti di PKPA, maupun di lokasi rumah korban, POLDA/POLRES, maupun di pengadilan.

Teknik pengumpulan data selanjutnya dengan teknik wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara ini dapat dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview) maupun wawancara sambil lalu. Wawancara sambil lalu dilakukan

peneliti juga dengan orang yang bekerja di PKPA maupun korban untuk memperkuat data yang telah didapat dari hasil observasi dan wawancara mendalam. Wawancara ini dilakukan melalui percakapan biasa dan sederhana. Namun peneliti tetap akan menyinggung pertanyaan-pertanyaan penelitian. Misalnya saja saat peneliti mengikuti kasus Ranjani di Pengadilan Negeri Medan dengan sidang tertutup, peneliti mewawancarai ibu korban di luar ruang sidang.

(54)

dengan informasi penelitian untuk melengkapi data dan data korban anak yang didapat dari PKPA.

1.6.2 Pengalaman Lapangan

Pengalaman ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana cara peneliti mendapatkan data dari PKPA dan korban. Penelitian resmi dilakukan setelah mendapatkan surat izin kelapangan dari Departemen Antropologi Sosial pada tanggal 25 April 2013. Dengan izin dari PKPA peneliti boleh melakukan penelitian di PKPA. Sebelumnya peneliti pernah ke PKPA saat masih dalam proposal skripsi. Peneliti telah mengenal beberapa orang sebelumnya seperti Bang Ismail, Kak Liza, dan Bang Misran. Peneliti diberi brosur dan profil PKPA yang berisi bagaimana PKPA berdiri, visi dan misi PKPA, lembaga kerjasamanya, layanan yang diberikan PKPA, dan orang-orang yang bekerja di PKPA. Peneliti juga sebelumnya pernah melakukan wawancara dengan Bang Misran yang merupakan Deputi PKPA. Seminggu peneliti di PKPA peneliti banyak mendapatkan referensi dari perpustakaan milik PKPA.

Gambar

TABEL 1: Kekerasan Anak Pada Januari –Mei 2002………………..
Gambar 1: Fenomena Gunung Es
Tabel 1
Tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

rumah tangga serta hasil dari proses komunikasi terapeutik psikolog terhadap.. perempuan korban kekerasan dalam

Menurut Undang – Undang Nomor 23(10) Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengenai hak – hak pembantu rumah tangga yang menjadi

terhadap anak sebagai korban kekerasan psikis dalam rumah tangga.. D. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi

kekerasan dalam rumah tangga yang ada supaya hak-hak setiap. perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika kebermaknaan hidup pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga dan bagaimana tahap yang dilalui subjek

Sosialisasi / penyuluhan tentang Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kecamatan Tarub, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika kebermaknaan hidup pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga dan bagaimana tahap yang dilalui subjek

Pada saat isteri sebagai korban melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya kepada Penyidik Kepolisian Resort Batanghari, maka langkah pertama akan dilakukan suatu