• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Kualitas Layanan Video Streaming Dengan Codec H.265 dan Codec H.264 Pada Jaringan WLAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Kualitas Layanan Video Streaming Dengan Codec H.265 dan Codec H.264 Pada Jaringan WLAN"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sze Vivienne, dkk (2014):"High effisiency Video Coding Systems." Switzerland: Spinger

[2] S.Ponlatha and R.S.Sabeenian. 2013.“Performance Evaluation of HEVC over Broadband Networks”. Journal of Computer Science Issues , VOL 5, Nomor 6, December 2013.

[3] Kufa Jan and Tomas Kratochvil, “Comparison of H.265 and VP9 Coding Efficiency for Full HDTV and Ultra HDTV Application,” 25th International Conference RADIOELEKTRONIKA, IEEE, 21-22 April 2015.pp 168-171 [4] Uppu, Pradeep. 2013. “ QoE of Video Streaming over LTE Network ”. (Thesis

) Sweden: Blekinge Institute of Technology

[5] Rehman1 Saeed ur and Gulistan Raja. 2014.“Performance Evaluation of HEVC over Broadband Networks”. IJCSI International Journal of Computer Science Issues , VOL 11, Nomor 1, July 2014.

[6] Austerberry, David (2005): “The Technology of Video & Audio Streaming .“ USA.Focal Press.

[7] Richardson, Iain E.G (2003):"H.264 and MPEG-4 Video Compression." England: Wiley

[8] Gao,Wen dan Siwei Ma. (2014):"Advanced Video Coding Systems." Switzerland: Spinger

[9] “An Overview of Video Compression Algorithms”. 1998, Maret . <http://www.eetimes.com/document.asp?doc_id=1275884>

(2)

<http://www.eetimes.com/document.asp?doc_id=1272639 >

[11] Rinaldi Munir, 2005, Diktat Kuliah IF2251 Strategi Algoritmik, Penerbit ITB. [12] Atsuro Ichigaya and Yukihiro Nishida.2016 “Required Bit Rates Analysis

for a New Broadcasting Service Using HEVC/H.265”. IEEE Transactions on Broadcasting, vol.62, pp. 417-425, June 2016.

[13] “Internet Communications Engineering – A Tutorial”. 2009, September.

<http://www.erg.abdn.ac.uk/users/gorry/course> [14] “Video Over IP Reference Design”

<https://www.altera.com/products/reference-designs/all-reference-designs/broadcast/ref-video.html>

[15] “RTP, Real-time Control Protocol”. RFC Sourcebook. 2009, June. <http://www.networksorcery.com/enp/protocol/rtp.htm>

[16] M. Vranjes, S. Rimac-Drlje and K. Grgic, “Locally Averaged Psnr As A Simple Objective Video Quality Metric,” 50th International Symposium ELMAR, IEEE, 10-12 September 2008.pp 17-20

(3)

BAB III

PERASCASGAS DAS PESGUJIAS SISTEM

3.1 Perancangan Alur Penelitian

(4)

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Langkah selanjutnya yaitu melakukan pemilihan CODEC video yang digunakan. Pada Tugas Akhir ini akan dilakukan penelitian tentang pengaruh dari perubahan bitrate dan bandwidth terhadap kualitas video dan kualitas jaringan saat menggunakan CODEC H.265 dan dibandingkan dengan CODEC H.264.

Setelah itu, dilakukan pengambilan data berupa throughput, total packet delay, PSNR, dan SSIM untuk selanjutnya dilakukan analisis dari data yang dihasilkan. Setelah data dianalisis, maka akan ditarik kesimpulan dari Tugas Akhir ini untuk dilaporkan.

(5)

Untuk mendapatkan data yang diinginkan dibutuhkan persiapan yang harus dilakukan. Persiapan pengambilan data dilakukan untuk melakukan pengambilan data dan selanjutnya akan dianalisis. Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian diantaranya adalah encode dan decode video,penetapan bandwidth , dan pengiriman video.

3.2.1 Encode dan Decode Video

Dalam komunikasi dan pemrosesan informasi, pengkodean atau penyandian (encoding) adalah proses konversi informasi dari suatu sumber (objek) menjadi data, yang selanjutnya dikirimkan ke penerima atau pengamat, seperti pada sistem pemrosesan data. Pengawakodean atau pengawasandian (decoding) adalah proses kebalikannya, yaitu konversi data yang telah dikirimkan oleh sumber menjadi informasi yang dimengerti oleh penerima. CODEC adalah penerapan aturan atau algoritma untuk penyandian dan pengawasandian yang melibatkan kompresi data. Pada penelitian kali ini, video di-encode menggunakan software ffmpeg. Syntax yang digunakan untuk melakukan proses encoding pada software tersebut adalah: ffmpeg r 24 i “E:\TAIHSAN\hasil\sintel_24.y4m” c:v libK264 b:v 100k -maKrate 100k -minrate 100k -bufsize 100k F:\AVC100k.ts

Untuk menyimpan dan men-decode video menggunakan software vlc dapat menggunakan syntax berikut:

C:\Users\ihsan>vlc udp://@192.168.0.101:1234 :demuK=dump :demuKdump-file=F:\Shared\A\sintelHEVC800@128.ts

dimana:

(6)

- -r 24 : untuk menetapkan frame rate dari sumber sebesar 24 fps - -c : proses decode berdasarkan jenis CODEC input

- -c:v libK264 : CODEC video menggunakan pustaka K264

- -b:v 100k … : untuk menetapkan besar bitrate pada proses encoding - F:\AVC100k.ts: Output video

- -i "E:\TAIHSAN\hasil\sintel_24.y4m" : Input video udp://192.168.0.101:1234 : Input video yang akan didekodekan

Untuk perbandingan hasil encode video menggunakan CODEC H.264 dan H.265 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Perbandingan Video Menggunakan Codec H.265 dengan CODEC H.264 Bitrate

(7)

(a) (b)

Gambar 3.2 Perbandingan Video Sintel_Trailer (bitrate 200Kbps) menggunakan CODEC H.264 (a) dengan CODEC H.265 (b)

3.2.2 Penetapan Bandwidth

Bandwidth adalah tampungan batas maksimum dalam mengantarkan data dihitung dengan besaran bps ( Bit Per Second ). Besarnya bandwidth akan mempengaruhi data yang akan dikirimkan. Pada penelitian ini, ditentukan besarnya bandwidth dari 64 Kbps,128 kbps,256 kbps,512 kbps,dan 1024 kbps. Langkah-langkah penetapan bandwidth dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4. Langkah-langkah tersebut adalah:

(8)

Gambar 3.3 Halaman Utama Software Netlimiter

2. Pilih jaringan atau software yang ingin dibatasi bandwidth-nya. Kemudian, tentukan besar bandwidth yang ingin dibatasi.

Gambar 3.4 Menu RuleEditor Untuk Mengatur Besar Bandwidth

3.2.3 Proses Pengiriman Video

(9)

protocol (udp). Syntax yang digunakan untuk pengiriman video menggunakan software ffmpeg adalah:

ffmpeg -re -i “E:\TAIHSAN\hasil\sintel_24.ts” -c copy -f mpegts udp://192.168.0.101:1234

Dimana:

- -re : menetapkan kecepatan video dalam penyaluran video sesuai dengan video yang akan diputar.

- -f : format pengiriman video - udp://192.168.0.101:1234 : Output video

3.3 Proses Pengambilan Data

(10)

Start

Packet eelay, dan Throughput dalam

(11)

3.4 Topologi Jaringan

Pada jaringan WLAN dapat dimodelkan dengan melakukan perubahan bandwidth sesuai dengan kebutuhan pengguna. Dengan menggunakan 2 buah laptop dan 1 buah Router TP-LINK MR3020. Dari spesifikasi tersebut digambarkan skema yang terjalin antar perangkatnya. Ini dapat dilihat pada Gambar 3.6

Gambar 3.6 Topologi Jaringan

3.5 Spesifikasi Perangkat Penelitian

Adapun spesifikasi perangkat penelitian yang digunakan untuk melakukan simulasi terdiri dari spesifikasi video, spesifikasi perangkat keras dan spesifikasi lunak.

3.5.1 Spesifikasi Video

Pada penelitian ini menggunakan video sintel trailer. "Sintel" adalah sebuah film pendek yang diproduksi secara mandiri, diprakarsai oleh Yayasan Blender sebagai sarana untuk meningkatkan film animasi 3D bersifat open source.

(12)

spesifikasi video sintel_trailer uncompressed yang digunakan pada penelitian dapat

Resolusi video pada video ini sebesar 1920 K 1280 (full HD) dengan durasi video sebesar 52.21 s. Jenis video ini digunakan sebagai bahan untuk dikompresi. 3.5.2 Spesifikasi Perangkat Keras

1. Komputer User A

Spesifikasi perangkat keras pada computer Client yaitu : OS : Windows 10, 64 bit

Spesifikasi perangkat keras pada computer server yaitu OS : Windows 10, 32 bit

Tipe : Acer 4750

Prosessor : 2.2 GHz Intel (R) Core (TM) i3 CPU Memory : 2 GB

(13)

3. Router

Spesifikasi router yaitu : Jenis : MR3020

Standar Wireless : IEEE 802.11n, IEEE 802.11g, IEEE 802.11b Frekuensi : 2.4-2.4835GHz

DHCP : Server, DHCP Client List, Address Reservation Port Forwarding : Virtual Server, Port Triggering, DMZ, UPnP Keamanan : Firewall, MAC filtering, Denial of Service (DoS)

3.5.3 Spesifikasi Perangkat Lunak a. Sistem operasi

Sistem operasi yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah sistem operasi Windows 10 di sisi server maupun disisi client.

b. Wireshark

Wireshark adalah sebuah software network packet analyzer yang mampu menangkap paket-paket jaringan dan berusaha untuk menampilkan semua informasi yang berhasil di capture sedetail mungkin.

Kelebihan dari wireshark yaitu mendapat informasi yang sangat lengkap dari jaringan yang ingin dianalisa, Wireshark menampilkan semua informasi yang dihasilkan dari jaringan yang ditangkap. Penggunaan dan instalasi wireshark dapat dikatakan sederhana karena wireshark memiliki grafik user interface yang mudah dipahami.

c. FFMPEG

(14)

dan streaming audio dan video digital dalam berbagai format. FFmpeg merupakan aplikasi command line yang terdiri dari kumpulan pustaka perangkat lunak bebas / open source. Termasuk libav CODEC, library untuk audio CODEC / video CODEC yang digunakan oleh beberapa proyek lain, dan libavformat, library untuk audio / video muK kontainer dan demuK kontainer. FFmpeg dikembangkan pada LinuK, tetapi dapat dikompilasi di banyak sistem operasi

d. VLC

VLC Media Player merupakan perangkat lunak (software) pemutar beragam berkas (file) multimedia, baik video maupun audio dalam berbagai format, seperti MPEG, DivX, Ogg, dan lain-lain. VLC Media Player bersifat sumber terbuka (open source) dan tersedia untuk berbagai sistem operasi. Salah satu kelebihan yang paling menonjol dari VLC Media Player mampu memutar beragam jenis berkas audio dan video yang ada. Cara instalasi VLC pada windows sangat sederhana, user hanya menjalankan aplikasi instalasi dan mengikuti perintah selanjutnya.

e. NetLimiter

(15)

BAB IV

HASIL DAS ASALISIS DATA

4.1 Umum

Dalam hal komunikasi data kualitas merupakan tingkat keberhasilan suatu sistem untuk memberikan layanan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Kualitas jaringan dikatakan maksimal apabila setiap paket data yang terkirim sama persis dengan data yang dikirim dengan nilai waktu tunda seminimal mungkin.

Pada bab ini dilakukan perhitungan kualitas layanan video streaming ketika dilewatkan pada jaringan WLAN. Sebelum melakukan perhitungan, maka terlebih dahulu dilakukan pengukuran dengan menggunakan software wireshark. Perangkat lunak ini menangkap semua data yang lewat dan kemudian dianalisa dengan menghitung total packet delay dan throughput.

Pengukuran dengan membebankan pada bandwidth berturut-turut sebesar 64 Kbps, 128 Kbps, 256 Kbps, 512 Kbps, dan 1024 Kbps serta dengan mengubah bitrate dalam proses encoding yaitu sebesar 200kbps, 400kbps, 600kbps dan 800kbps. Berikut ini merupakan langkah-langkah pengambilan data dengan menggunakan perangkat lunak wireshark dan FFMPEG.

1. Perhitungan untuk mencari PSNR

PSNR adalah salah satu metode yang cukup popular digunakan dalam pengukuran kualitas video secara objektif. Metode ini menggunakan sinyal video sebagai parameter objektif. Metode ini membandingkan sinyal dari setiap frame video pada video hasil transmisi (S-video) dengan setiap frame video pada video ooriginal (O-video) dan mengukur perbedaan keduanya.

(16)

syntax yang digunakan untuk mencari nilai PSNR menggunakan software FFMPEG adalah:

ffmpeg -i “E:\TAIHSAN\hasil\sintel_24.y4m” -i E:\TAIHSAN\hasil\sintel.ts -filter_compleK psnr -f null -

dimana:

ffmpeg: menjalankan program FFMPEG

-i E:\TAIHSAN\hasil\sintel_24.y4m: input video original (video uncompressed) -i E:\TAIHSAN\hasil\sintel.ts : input video hasil pengolahan (video compressed) -filter_compleK psnr\ssim : fungsi untuk mencari PSNR (fungsi untuk mencari

SSIM)

2. Perhitungan untuk mencari SSIM

Structur Similarity (SSIM) adalah salah satu metode pengukuran kualitas video secara objektif. Metode ini menggunakan sinyal video sebagai parameter objektif. Dalam rangka untuk mengevaluasi kualitas gambar, SSIM ini biasanya diterapkan hanya pada luma , meskipun juga dapat diterapkan pada warna (misalnya, RGB ) nilai atau (misalnya berwarna YCbCr ) nilai-nilai. Indeks SSIM dihasilkan adalah nilai desimal antara -1 dan 1, dan nilai 1 hanya dicapai dalam kasus dua set identik data.

Untuk mencari SSIM, FFMPEG juga memiliki fitur filter complex parameter. SyntaK yang digunakan untuk mencari SSIM sama seperti syntax untuk mencari PSNR, hanya saja filter yang digunakan adalah filter_complex SSIM. 3. Perhitungan untuk mencari nilai throughput :

(17)

tertentu. Gambar 4.1 merupakan hasil capture pada software wireshark untuk menentukan nilai throughput dan rata-rata delay.

Gambar 4.1 Hasil Capture Pada Perangkat Lunak Wireshark

Throughput lebih menggambarkan bandwidth yang sebenarnya (actual) pada suatu waktu tertentu yang digunakan untuk men-download suatu file dengan ukuran tertentu. Dari Persamaan (2.14) didapatkan hasil pengukuran throughput sebagai berikut :

Throughput =467464252.030

Throughput = 89845.1278 B = 89845.1278 ∗ 8 = 0.719

4. Perhitungan untuk mencari rata - rata delay:

(18)

Rata − rata =52.0303765

Rata − rata = 0.01381939 = 13.81939

4.2 Pengukuran dan Analisis PSNR

PSNR merupakan turunan dari signal to noise ratio (SNR) yang membandingkan sinyal energi dengan error energi. Untuk menguji kualitas dari sebuah video pada framework, maka digunakan PSNR.

4.2.1 Pengukuran dan Analisis PSNR Sebelum Melewati Jaringan

Pengukuran parameter PSNR dari pengujian ini terdiri dari kecepatan bitrate pengkodean dengan tingkat yang berbeda-beda. Proses pengkodean video dalam penelitian ini masing-masing menggunakan jenis CODEC H.265 dan CODEC H.264. Hasil pengukuran parameter PSNR sebelum melewati jaringan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(19)

Hasil pengukuran parameter PSNR dengan menggunakan CODEC H.265 dan CODEC H.264 dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil pengukuran parameter PSNR sebelum melewati jaringan

Bitrate (Kbps) PSNR H.265 (dB) PSNR H.264 (dB)

200 39.673616 31.133523

400 43.025535 37.426538

600 44.808006 40.201841

800 45.450092 42.127097

Dari hasil pengukuran PSNR , dapat dilihat bahwa semakin besar bitrate akan memberikan nilai PSNR yang semakin baik. Hal ini disebabkan karena semakin besar bitrate maka lebih banyak informasi yang terkandung dalam video tersebut misalnya kedalaman video.

Selain itu, didapat bahwa kualitas video yang diukur dalam PSNR dengan bitrate 200 kbps pada CODEC H.265 yaitu 39.673616 dB, memiliki nilai yang hampir sama dengan bitrate 600 kbps pada CODEC H.264 yaitu 40.201841dB. dari data diatas menunjukkan kepada penulis bahwa CODEC H.265 lebih baik daripada CODEC H.264. Tingginya PSNR disebabkan teknik kompresi pada CODEC H.265 lebih baik daripada CODEC H.264 salah satunya adalah CODEC H.265 memiliki 35 intra prediction direction sedangkan CODEC H.264 hanya 9 intra prediction direction.

(20)

Gambar 4.3 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap PSNR pada Video Sintel-Trailer Menggunakan CODEC H.265

Gambar 4.4 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap PSNR pada Video Sintel-Trailer Menggunakan CODEC H.264

(21)

Tabel 4.2 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap PSNR pada Video

(22)

Untuk nilai bitrate 600 dan 800 Kbps, besarnya bandwidth minimum untuk mempertahankan nilai PSNR adalah sebesar 128 Kbps. Sedangkan untuk bitrate 200 dan 400 Kbps, bandwidth sebesar 64 Kbps masih mampu mempertahankan nilai PSNR. Hal ini disebabkan semakin besar bitrate maka semakin besar pula bandwidth video yang dihasilkan. Sehingga, bandwidth video yang besar akan membutuhkan bandwidth jaringan yang besar pula untuk mempertahankan kualitas suatu video.

4.3 Pengukuran dan Analisis SSIM

Structural similarity (SSIM) adalah metode untuk memprediksi kualitas yang dirasakan dari video digital. SSIM digunakan untuk mengukur kesamaan antara dua gambar atau video.

4.3.1 Pengukuran dan Analisis SSIM Sebelum Melewati Jaringan

Pengukuran parameter SSIM dari pengujian ini terdiri dari kecepatan bitrate pengkodean dengan tingkat yang berbeda-beda. Hasil pengukuran parameter SSIM sebelum melewati jaringan dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(23)

Hasil pengukuran parameter PSNR menggunakan CODEC H.265 dan CODEC H.264 dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil pengukuran parameter SSIM sebelum melewati jaringan

Bitrate (Kbps) SSIM H.265 SSIM H.264

200 0.973956 0.948912

400 0.983282 0.968315

600 0.987239 0.976692

800 0.988493 0.981557

Dari hasil pengukuran didapat bahwa kualitas video yang diukur dalam SSIM, didapat bahwa nilai terbesar dimiliki oleh CODEC H.265 dengan bitrate 800 Kbps yaitu sebesar 0.981557.

Selain itu, didapat bahwa kualitas video yang diukur dalam SSIM dengan bitrate 200 kbps pada CODEC H.265 yaitu 0.973956, memiliki nilai yang hampir sama dengan bitrate 600 kbps pada CODEC H.264 yaitu 0.976692. dari data diatas menunjukkan kepada penulis bahwa CODEC H.265 lebih baik daripada CODEC H.264.

Tingginya SSIM disebabkan teknik kompresi pada CODEC H.265 lebih baik daripada CODEC H.264 salah satunya adalah CODEC H.265 memiliki 35 intra prediction direction sedangkan CODEC H.264 hanya 9 intra prediction direction sehingga struktur video pada video original mampu diprediksi dengan baik oleh CODEC H.265. Semakin tinggi tingkat prediksi yang dilakukan maka akan semakin besar peluang jumlah kesamaan yang ditemukan.

4.3.2 Pengukuran dan Analisis SSIM Setelah Melewati Jaringan

(24)

Gambar 4.6 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap SSIM pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265

Gambar 4.7 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap SSIM pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.264

(25)

Tabel 4.5 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap SSIM pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265

Bitrate 200 Kbps 400 Kbps 600 Kbps 800 Kbps Bandwidth

64 Kbps 0.972208 0.982095 0.981436 0.983598 128 Kbps 0.972306 0.98211 0.986317 0.987715 256 Kbps 0.973956 0.982168 0.986239 0.987717 512 Kbps 0.972987 0.983282 0.986375 0.987768 1024 Kbps 0.973954 0.983282 0.987239 0.988493

Tabel 4.6 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap SSIM pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.264

Bitrate 200 Kbps 400 Kbps 600 Kbps 800 Kbps Bandwidth

64 Kbps 0.94528 0.966329 0.966236 0.974573 128 Kbps 0.945142 0.966378 0.975094 0.980422 256 Kbps 0.948912 0.966489 0.97526 0.980487 512 Kbps 0.948912 0.968315 0.976692 0.980421 1024 Kbps 0.948747 0.968315 0.975872 0.981557

Dari data hasil pengukuran diatas, dapat dilihat bahwa semakin besar bandwidth maka kualitas video yang diukur dalam SSIM setelah melewati jaringan WLAN mendekati kualitas video sebelum melewati jaringan. Hal ini disebabkan semakin besar bandwidth jaringan maka peluang berhasilnya data yang sampai ketujuan akan semakin baik begitu sebaliknya semakin kecil bandwidth maka peluang berhasilnya data sampai ketujuan semakin kecil.

(26)

membutuhkan bandwidth jaringan yang besar pula untuk mempertahankan kualitas suatu video.

4.4 Pengukuran dan Analisis Throughput

Throughput merupakan jumlah total kedatangan paket yang sukses diamati pada destination selama interval waktu tertentu dibagi oleh durasi interval waktu tersebut. Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 menunjukkan hasil pengukuran parameter throughput dari pengujian yang telah dilakukan.

Gambar 4.8 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Throughput pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265

(27)

Hasil pengukuran parameter throughput menggunakan CODEC H.265 dan CODEC H.264 pada penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.

Tabel 4.7 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap throughtput pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265

Tabel 4.8 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap throughtput pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.264

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, terlihat bahwa semakin besar nilai bandwidth yang diberikan maka akan memberikan nilai throughput yang besar pula. Nilai throughput terbesar adalah 0.719 Mbps yang terjadi saat bandwidth bernilai 1024 Kbps dan bitrate bernilai 800 Kbps.

4.5 Pengukuran dan Analisis Total Packet Delay

(28)

dihitung berdasarkan lamanya paket yang sampai tehadap jumlah paket yang teridentifikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi total packet delay adalah waktu tunda pemrosesan, waktu tunda saat proses paketisasi dan waktu tunda antrian paket.

Pengukuran parameter total packet delay dari pengujian ini terdiri dari kecepatan bitrate pengkodean dengan tingkatan banwidth yang berbeda-beda. Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 menunjukkan hasil pengukuran parameter total packet delay yang didapat dari pengujian yang dilakukan.

Gambar 4.10 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Total Packet Delay pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265

(29)

Hasil pengukuran parameter total packet delay menggunakan CODEC H.265 dan CODEC H.264 dari penelitian yang dilakukan berturut-turut diperlihatkan pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10.

Tabel 4.9 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap total packet delay pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265

Tabel 4.10 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap total packet delay pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.264

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai bandwidth yang diberikan maka nilai total packet delay akan semakin besar. Nilai total packet delay terbesar adalah 149.2690 ms yang berada pada keadaan bandwidth bernilai 64 Kbps menggunakan CODEC H.265.

(30)

Pada bandwith 64,128 dan 256 Kbps, semakin besar bitrate yang diberikan akan mengakibatkan nilai total packet delay yang semakin besar pula, namun pada bandwith sebesar 512 dan 1024 Kbps, semakin besar bitrate yang diberikan mengakibatkan penurunan nilai total packet delay.

(31)

BAB V

KESIMPULAS DAS SARAS

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan video streaming yang telah dilakukan pada jaringan WLAN menggunakan kecepatan bitrate pengkodean dengan tingkatan banwidth yang berbeda-beda maka penulis berkesimpulan :

1. Kualitas video yang diukur berdasarkan nilai PSNR dan SSIM menunjukkan bahwa video yang dikompres dengan bitrate yang sama besar menggunakan CODEC H.265 lebih baik daripada CODEC H.264.

2. CODEC H.265 mampu meminimalisir besarnya bitrate dibandingkan CODEC H.264. Hal ini dapat dilihat dari nilai bitrate sebesar 200kbps pada CODEC H.265 memiliki kualitas video (PSNR) yaitu 39.673616 dB yang hampir sama dengan nilai PSNR dengan bitrate 600kbps pada CODEC H.264 yaitu 40.201841 dB.

3. Jika kualitas video diukur berdasarkan SSIM, CODEC H.265 mampu meminimalisir besarnya bitrate dibandingkan CODEC H.264. Hal ini dapat dilihat dari nilai bitrate sebesar 200kbps pada CODEC H.265 memiliki kualitas video (SSIM) yaitu 0.973956 dB yang hampir sama dengan nilai PSNR dengan bitrate 600kbps pada CODEC H.264 yaitu 0.976692.

4. Besarnya bandwidth minimum untuk meminimalisir penurunan kuallitas video adalah 128 Kbps.

(32)

dan bitrate sebesar 800kbps yaitu 0.719 Mbps.

6. Nilai penghematan bitrate terbesar saat pengiriman video Sintel-Trailer menggunakan CODEC H.265 yang dibandingkan dengan CODEC H.264 yaitu 33,33%.

5.2 Saran

Dari percobaan yang dilakukan penulis perlu menyarankan :

1. Untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan pada ruangan yang bebas dari sinyal jaringan wireless lain, sehingga tidak mengganggu koneksi antar laptop ketika percobaan dilakukan.

2. Untuk penelitian berikutnya dapat menambahkan parameter kualitas video lain, seperti MSE,VSNR dan MOS.

(33)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Video streaming

Video streaming adalah sekumpulan dari gambar yang dikirimkan dalam bentuk yang telah dikompresi melalui suatu jaringan dan ditampilkan oleh player ketika video tersebut telah diterima oleh user yang membutuhkan. Player merupakan aplikasi khusus yang melakukan dekompresi data berupa video. Sebuah player dapat berupa sebuah perangkat lunak atau bagian dari browser.

Media streaming telah ada selama 70 tahun. Media streaming dapat berupa video ataupun audio. Pertama kali video diolah dan ditransmisikan dalam bentuk analog. Munculnya digital IC (Integrated Circuit) dan berkembangnya komputer

telah membantu terbentuknya video digital, salah satu penerapan video digital yang digunakan dalam transmisi pada jaringan komputer adalah video streaming . Streaming dapat dianggap sebagai bagian dari webcasting, namun streaming tidak harus menggunakan web. Aliran data dapat disampaikan melalui wireless jaringan atau intranet pribadi [6].

2.2 Coder dan Decoder

CODEC (Coder-Decoder) adalah suatu metode yang digunakan untuk

melakukan sampling terhadap sinyal analog kemudian sebelum ditransmisikan sinyal analog tersebut dikonversi ke dalam bit-bit digital, lalu mengubahnya

(34)

kemudian mengembalikannya keukuran semula (decompress). Prosedur

pengiriman video terkompresi ditunjukkan pada Gambar 2.1 [6].

Gambar 2.1 Prosedur Pengiriman Data Video Terkompresi [6]

CODEC digunakan untuk menghemat bandwidth. Namun, resikonya suara dan gambar yang dihasilkan menjadi kurang jernih. Terdapat 2 jenis CODEC, yaitu

lossy CODEC dan lossless CODEC. Berikut ini akan dibahas jenis CODEC tersebut.

2.2.1 Lossy CODEC

Lossy CODEC merupakan jenis kompresi dengan melakukan pengurangan ukuran data dari data yang sebenarnya. Banyak CODEC yang popular termasuk dalam katagori ini. CODEC ini akan mengurangi kualitas data. Biasanya CODEC ini digunakan untuk menyimpan data pada media penyimpanan yang berukuran

terbatas seperti CD-ROM dan DVD.

2.2.2 Lossless CODEC

Berbeda halnya dengan kompresi Losy CODEC, Lossless CODEC merupakan jenis kompresi tanpa terjadi pengurangan data. Akibatnya, ukuran data

(35)

sering digunakan pada video yang masih memerlukan editing atau penggunaan dalam aplikasi kedokteran yang harus menampilkasn citra asli.

2.3 Kompresi Video

Ada banyak redudansi dalam sinyal video digital. Secara rinci, terdapat

korelasi yang besar antara piksel tetangga (spasial) dan frame berikutnya (temporal). Redundansi berarti informasi yang umum ditemukan pada lebih dari

satu gambar atau video. Gambar 2.2 menunjukkan data video berdasarkan spatial dan temporal [7].

Gambar 2.2 Spatial dan Temporal Dari Urutan Suatu Gambar [7]

Banyak teknik pengkodean kompresi video telah dikembangkan untuk mengurangi redudansi diantaranya adalah transform coding, entropi coding, loop

filter, dll.. Gambar 2.3 mengilustrasikan garis waktu untuk teknik kompresi [8].

(36)

2.4 Standar Kompresi Video

ITU-T (International Telecommunication Union – Telecommunication Sector) membuat beberapa standar yang direkomendasikan untuk kompresi video. Beberapa standar tersebut diantaranya adalah H.261,H.263,H.264, dan H.265.

Berikut akan dibahas jenis standar tersebut:

2.4.1 Kompresi H.261

Standar H.261 adalah standar yang diterbitkan oleh ITU-T pada tahun 1990. Standar H.261 didesain untuk kompresi video yang akan ditansmisikan melalui jaringan ISDN (Integrated Services Digital Network) dengan bandwidth sebesar pK64 Kbit/s, dimana p berkisar antara 1 sampai 30. Gambar 2.4 menunjukkan komponen utama yang digunakan untuk code dan decode bitstreams H.261 berdasarkan dokumentasi ITU [9].

Gambar 2.4 Blok Diagram H.261 Menurut Rekomendasi ITU [9]

(37)

H.261 di rancang untuk pengiriman video melalui jaringan ISDN (Integrated Services Digital Network) yang merupakan standar video coding yang dibuat oleh CCITT (Consultative Commitee for International Telephone and Telegraph).

H.261 merekomendasikan sebuah standar coding untuk pengiriman data dengan kelipatan m K 384Kbps (m=1,2,..5) dan dirancang untuk video conference. Kecepatan bitrate antara p K 64 Kbps. Dimana p adalah frame rate (antara 1 sampai

30). Susunan frame H.261 berurutan dimana tiap - tiap 3 buah frame (I) dibatasi dengan 1 buah interframe (P) [9].

2.4.2 Kompresi H.263

Pada Februari 1995 ITU-T SG15 mengeluarkan standar H.263 yang dirancang untuk penggunaan komunikasi bitrate namun tidak pernah berjalan dengan baik ketika melalui jaringan POTS (Plain Old Telephone Service). Standar H.263 telah menggantikan standar H.261 untuk video conference dibeberapa aplikasi yang mendominasi standarisasi untuk beberapa aplikasi internet video streaming sekarang ini.

Prinsip kerja H.263 yaitu video frame akan ditangkap di sumber / pengirim

dan di encode (dikompresi) dengan video encoder. File video yang terkompres kemudian dikirimkan melalui jaringan atau saluran telekomunikasi dan di decode

(dekompresi) menggunakan video decoder. Frame yang di decode ini yang kemudian akan di tampilkan.

Pada saat ini, cukup banyak standar yang ada, masing-masing di desain

(38)

Gambar 2.5 Blok Diagram H.263 [9]

2.4.3 Kompresi H.264

CODEC H.264 dapat melakukan proses decoding secara lengkap, inverse

transform untuk menghasilkan sebuah urutan video yang telah di-encode. Encoder pada H.264 menggunakan prediksi intra-frame atau estimasi gerak untuk memprediksi piksel dari setiap blok gambar.

Prediksi intra-frame menggunakan piksel blok tetangga untuk memprediksi piksel dari blok saat ini. Perbedaan antara piksel diprediksi dan piksel yang sebenarnya berubah menjadi domain frekuensi, menghasilkan blok koefisien

frekuensi. koefisien ini terkuantisasi, dan bitstream output dikompresi menggunakan pengkodean entropy.

(39)

Gambar 2.6 Blok Diagram H.264 [10]

2.4.4 Kompresi H.265

H.265 atau High Efficiency Video Coding (HEVC) merupakan CODEC yang mimilii kualitas video yang setara dengan CODEC yang ada saat ini yaitu

H.264 namun hanya membutuhkan setengah bandwidth dari CODEC lama tersebut. Cara Kerja H.265 ini sama seperti H.264 dan Mpeg-2, H.265 menggunakan

3 jenis frame yaitu : I-,B-,dan P-frame dalam sekumpulan gambar, menggabungkan ke dua elemen kompresi intra dan inter frame. Efesiensi yang diterapkan pada H.265 diantaranya mengunakan coding tree block (CTB) dan intra prediction direction [1]. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat sebagai berikut.

(40)

Gambar 2.7 Perbandingan Macro Block (a) dan Tree Block (b) [1]

2. Lebih banyak intra prediction direction, H.264 menggunakan 9 intra prediction

direction sedangkan H.265 menggunakan lebih dari 35 intra prediction direction. Gambar 2.8 memperlihatkan perbedaan antara intra prediction direction pada CODEC H.264 dengan H.265 [1].

(a) (b)

Gambar 2.8 Intra Prediction Direction H.265 (a) dan H.264 (b) [1]

(41)

Gambar 2.9 Blok Diagram CODEC H.265 [1]

2.5 Konsep Kompresi Interframe

Kompresi interframe merupakan kompresi yang terpenting saat proses

kompresi video. Konsep dasar kompresi interframe menggunakan redudansi temporal yang terdapat dalam sekelompok frame. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

2.5.1 Prediksi Dari Frame Video Sebelumnya (Difference Coding)

Metode paling sederhana dari prediksi temporal adalah dengan

(42)

Gambar 2.10 Frame ke-1 [7]

Gambar 2.11 Frame ke-2 [7]

Gambar 2.12 Selisih Besar Piksel Pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 [7]

2.5.2 Estimasi Dan Kompensasi Gerak

Perubahan antara frame video dapat disebabkan oleh gerakan objek misalnya sepeda yang bergerak, lengan bergerak, kamera motion (panning, tilt, zoom, rotasi), dan perubahan pencahayaan. Perubahan pergerakan tersebut memungkinkan untuk memperkirakan lintasan setiap piKel video, medan lintasan

(43)

Gambar 2.13 menunjukkan medan aliran optik untuk frame dari Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 [7].

Gambar 2.13 Medan Aliran Optik [7]

Jika medan aliran optik secara akurat dikenal, dimungkinkan membentuk

prediksi yang akurat dari sebagian besar piksel frame dengan memindahkan setiap pixel dari kerangka acuan di sepanjang vektor aliran optik. Untuk membentuk kompensasi gerak yang akurat dibutuhkan komputasi secara intensif .

(44)

Gambar 2.14 Vektor gerak [7]

Vektor geraknya bernilai nol jika posisi blok target dan blok yang match sama. Ketika mengkodekan tiap blok dari frame yang diprediksi, vektor gerak yang menunjukkan posisi blok yang match pada frame referensi, dikodekan pada posisi

blok yang match pada frame referensi, dikodekan pada posisi target blok itu sendiri, maka terjadi kompresi, karena jumlah bit yang diperlukan untuk mengkodekan vektor gerak lebih sedikit daripada untuk mengkodekan suatu blok secara utuh.

Pada dekompresi, dekoder menggunakan vektor gerak untuk menemukan matching block pada frame referensi dan menyalin matching block tersebut ke posisi yang sesuai pada frame yang sedang diprediksi. Dengan demikian, suatu frame prediksi tersusun atas blok – blok dari frame sebelumnya.

2.6 Konsep Kompresi Intraframe

Selain kompresi interframe dibutuhkan kompresi intraframe untuk melakukan kompresi pada bidang spatial. Konsep dasar kompresi intraframe menggunakan redudansi spatial yang terdapat dalam sekelompok block di dalam satu frame. Beberapa teknik intraframe di antaranya discrete cosine transform dan

(45)

2.6.1 Discrete Cosine Transform ( DCT )

Prinsip dasar yang dilakukan dengan Discrete Cosine Transform ( DCT ) adalah mentransformasikan data dari domain ruang ke domain frekuensi. Discrete Cosine Transform (DCT) beroperasi pada X (blok N × N sampel) dan menghasilkan

matrik Y. DCT dapat dirumuskan sebagai berikut [7]:

Y = AXAT (2.1)

Untuk mencari elemen dari matrik A dapat menggunakan persamaan berikut [7]:

Aij = Ci ( ) (2.3)

dimana:

Ci = ( = 0) (2.4)

Ci= ( > 0) (2.5)

Persamaan 2.1 dan 2.2 dapat ditulis dalam bentuk penjumlahan yaitu [7]:

=

cos

( )

cos

( )

(2.6)

=

cos

( )

cos

( ) (2.7)

2.6.2 Kuantisasi

(46)

diterapkan pada keluaran proses DCT. Kuantisasi dilakukan dengan membagi

keluaran proses DCT dengan suatu nilai yang ditetapkan dalam matriks kuantisasi atau disebut quantum. Kuantisasi uniform secara umum dapat dirumuskan dengan [7]:

Z = round ( ) (2.8)

dimana:

Z= Nilai terkuantisasi Y= Nilai DCT

Q= table kuantisasi

2.7 Entropy Coder

Entropy encoder mengkonversi serangkaian simbol yang mewakili unsur urutan video menjadi bitstream terkompresi yang cocok untuk transmisi atau penyimpanan. Beberapa teknik entropy coder antara lain Huffman coding dan context adaptive binary arithmetic coding:

2.7.1 Huffman Coding

Kode Huffman pada dasarnya merupakan kode prefiks (prefix code). Kode

prefiks adalah himpunan yang berisi sekumpulan kode biner, dimana pada kode prefik ini tidak ada kode biner yang menjadi awal bagi kode biner yang lain. Kode prefiks biasanya direpresentasikan sebagai pohon biner yang diberikan nilai atau

(47)

Rangkaian bit yang terbentuk pada setiap lintasan dari akar ke daun

merupakan kode prefiks untuk karakter yang berpadanan. Pohon biner ini biasa disebut pohon Huffman. Langkah-langkah pembentukan pohon Huffman adalah sebagai berikut [11] :

1. Baca semua karakter di dalam teks untuk menghitung frekuensi kemunculan setiap karakter. Setiap karakter penyusun teks dinyatakan sebagai pohon

bersimpul tunggal. Setiap simpul di-assign dengan frekuensi kemunculan karakter tersebut.

2. Terapkan strategi algoritma greedy sebagai berikut : Gabungkan dua buah

pohon yang mempunyai frekuensi terkecil pada sebuah akar. Setelah digabungkan akar tersebut akan mempunyai frekuensi yang merupakan

jumlah dari frekuensi dua buah pohon-pohon penyusunnya.

3. Ulangi langkah 2 sampai hanya tersisa satu buah pohon Huffman. Agar pemilihan dua pohon yang akan digabungkan berlangsung cepat, maka

semua yang ada selalu terurut menaik berdasarkan frekuensi.

2.7.2 Context Adaptive Binary Arithmetic Coding (CABAC)

CODEC H.261 dan CODEC H.263 menggunakan Huffman Coding untuk pembentukan bitstream. Sedangkan context-based adaptive binary aritmethic coding (CABAC) digunakan pada CODEC H.265 dan CODEC H.264.

(48)

Gambar 2.15 Blok Diagram CABAC [1]

CABAC terdiri atas 3 bagian coding yaitu binarization, context modeling, binary aritmethic [1].

1. Binarization Pengurangan alphabet dilakukan oleh binarization untuk tiap non binary element menghasilkan suatu intemediate unik codeword biner untuk unsur sintaksis yang ditentukan yang disebut bin string.

2. Context modeling digunakan untuk membersihkan interface antara modeling dan model. Setiap distribusi model akan diberi simbol yang kemudian didalam langkah coding selanjutnya, memandu coding engine to generate suatu urutan bit sebagai code pada simbol menurut distribusi model.

3. Binary Arimethic Coding adalah berdasarkan pada prinsip pengulangan interval [lower, upper) yang melibatkan operasi perkalian dasar dan juga

(49)

2.8 Bitrate Video

Bitrate video adalah jumlah jumlah bit yang diproses per satu satuan waktu. Bitrate video dapat dikatakan dengan transfer speed, kecepatan koneksi, bandwidth, throughput maksimum. Bitrate juga bisa diartikan sebagai jumlah bit yang diproses dalam satu satuan waktu untuk mewakili media seperti video dan audio setelah dilakukan kompresi. Satuannya adalah bit per second (bps). Kualitas

video diatur dalam proses encoding videonya. Semakin tinggi bitrate maka akan semakin banyak informasi data videonya. Oleh karena itu, gambar akan menjadi semakin baik kedalaman warnanya [12].

2.9 Konsep TCP/IP

Protokol streaming adalah sebuah aturan untuk membimbing sebuah aktifitas pertukaran data informasi. Adapun tujuannya adalah sebagai standarisasi komunikasi antara streaming sever dan streaming client .

Transmision control protokol/internet protokol (TCP/IP) pertama kali diperkenalkan olah Departement of Defence (DoD.TCP/IP) menjadi protokol komunikasi data yang fleksibel dan dapat diterapkan dengan mudah dari setiap jenis

komputer dan interface jaringan, karena perubahan pada protokol yang sehubungan dengan interface jaringan saja. TCP/IP memiliki 4 layer yang terdiri dari [6] :

1. Application Layer

Layer ini mengintegrasikan berbagai macam aktivitas dan tugas-tugas yang melibatkan fokus dari layer OSI yaitu Application, Presentation dan Session.

(50)

2. Transport Layer

Layer ini sejalan dengan layer transport di model OSI. Layer ini mendefinisikan protokol untuk mengatur tingkat layanan transmisi untuk aplikasi. Layer ini juga menangani masalah seperti menciptakan komunikasi end to end yang handal dan memastikan data bebas dari kesalahan saat pengiriman, serta menangani urutan paket dan menjaga integritas data.

3. Internet Layer

Layer ini setara dengan layer network dalam OSI, yaitu mengalokasikan protokol yang berhubungan dengan transmisi logika sejauh paket keseluruh

network. Layer ini menjaga pengalamatan host dengan memberikan alamat IP dan menangani routing dari paket yang melalui beberapa jaringan.

4. Network Access Layer

Layer ini merupakan gabungan dari layer physical dan data link di OSI. Layer ini memantau pertukaran data antara host dan jaringan, dan bertugas dalam pengalamatan dan mendefinisikan protokol untuk transmisi fisik data .

Gambar 2.16 adalah gambar susunan struktur protokol pada TCP/IP [6].

(51)

2.9.1 Internet Protocol (IP)

Internet Protocol didesain untuk interkoneksi sistem komunikasi komputer pada jaringan paket switched. Pada jaringan TCP/IP, sebuah komputer diidentifikasi dengan alamat IP yang unik karena setiap IP memiliki perbedaan. Hal

ini dilakukan untuk pengalamatan dan mencegah kesalahan pada transfer data. Terakhir, protokol data akses berhubungan langsung dengan media fisik. Secara

umum protokol ini bertugas untuk menangani pendeteksian kesalahan pada saat transfer data. Untuk komunikasi datanya, Internet Protokol mengimplementasikan dua fungsi dasar yaitu addressing dan fragmentasi.

Salah satu hal penting IP dalam pengiriman informasi adalah metode pengalamatan pengirim dan penerima. Saat ini terdapat standar pengalamatan yang

sudah digunakan yaitu IPv4 dengan alamat terdiri dari 32 bit. Jumlah alamat yang diciptakan dengan IPv4 diperkirakan tidak dapat mencukupi kebutuhan pengalamatan IP sehingga sekarang tersedia sistim pengalamatan baru yaitu IPv6

yang menggunakan sistim pengalamatan 128 bit [13].

2.9.2 User Datagram Protocol (UDP)

(52)

UDP pada video streaming digunakan untuk mengirimkan audio dan video

stream yang dikrimkan secara terus menerus. UDP digunakan pada video streaming karena pada pengiriman audio and video streaming yang berlangsung terus menerus lebih mementingkan kecepatan pengiriman data agar tiba di tujuan. Gambar 2.17

memperlihatkan struktur pengiriman video menggunakan protokol UDP [14].

Gambar 2.17 Struktur Pengiriman Video Menggunakan Protokol UDP [14]

2.9.3 Real Time Protocol (RTP)

Protokol RTP menyediakan transfer media secara real-time pada saat pengiriman paket data. Protokol RTP mengunakan Protokol UDP dan header RTP

mengandung informasi kode bit yang spesifik pada tiap paket yang dikirimkan, tujuannya adalah membantu penerima untuk melakukan antisipasi jika terjadi paket yang hilang.

RTP dapat digunakan untuk beberapa macam data stream yang realtime seperti data suara dan data video. RTP berisi informasi tipe data yang di kirim,

timestamps yang digunakan untuk pengaturan waktu suara percakapan terdengar seperti sebagaimana diucapkan, dan sequence numbers berfungsi untuk pengurutan paket data dan mendeteksi adanya paket yang hilang. Gambar 2.18 Memperlihatkan

(53)

Gambar 2.18 Struktur Header Protokol RTP [15]

RTP didesain untuk digunakan pada tansport layer. RTP lebih baik digunakan diatas UDP bukan pada TCP. Hal ini karena TCP tidak dapat beradaptasi pada pengerimiman data yang real-time dengan keterlambatan yang relatif kecil seperti pada pengiriman data komunikasi suara.

2.10 Parameter Kualitas Video

Dalam rangka untuk menentukan, mengevaluasi dan membandingkan sistem komunikasi video perlu menentukan kualitas gambar video yang ditampilkan bagi pemirsa. Saat ini sudah banyak metode yang dikembangkan untuk

melakukan pengukuran kualitas video. Pengukuran kualitas video terbagi atas pengukuran subjektif dan objektif. Beberapa metode pengukuran video tersebut

adalah:

2.10.1 Peak Signal to Noise Ratio (PSSR)

Peak Signal-to-Noise Ratio (PSNR) adalah salah satu metode yang cukup popular digunakan dalam pengukuran kualitas video secara objektif. Metode ini

(54)

frame video pada video original (O-video) dan mengukur perbedaan keduanya. PSNR dirumuskan sebagai [16]:

= ( − ) ( . )

Dimana, 2M-1 adalah maksimum nilai piksel untuk M-bit frame video. MSE merupakan kepanjangan dari Mean Square Error. Sebagai contoh, untuk video dengan resolusi (K,y) piksel, maka MSE dihitung sebagai

= 1 ! [ ( , , ) − ′( , , )]

p(K, y, t) merepresentasikan frame video di O-video (O-frame) sedangkan p’(K, y, t) merepresentasikan frame video di S-video (S-frame). Kualitas video yang baik ditandai dengan tingginya nilai PSNR.

Interpretasi nilai PSNR terhadap kualitas video ditampilkan pada Tabel 2.1. Tabel ini berdasarkan rekomendasi International Telecommunication Union (ITU)

Tabel 2.1 Interpretasi Nilai PSNR terhadap Kualitas Video

Nilai PSNR Kualitas

PSNR>37dB Sangat Baik

31>PSNR>33dB Baik

25dB>PSNR>31dB Cukup

20dB>PSNR>25dB Buruk

(55)

Semakin besar nilai PSNR maka kualitas video akan semakin baik. Hal ini

dikarenakan nilai error yang diukur menggunakan MSE adalah bernilai kecil. Untuk nilai PSNR terburuk menurut standar ITU adalah lebih kecil dari 20 dB.

2.10.2 Structural Similarity (SSIM)

Mean Square Error (MSE) atau Peak Signal-to-Noise Ratio (PSNR) yang popular digunakan, telah lama dikritik karena memiliki sedikit korelasi dengan

persepsi pengalaman human visual system (Girod 1991). Oleh karena itu, metrik yang lebih akurat yang mempertimbangkan karakteristik human visual system telah dipelajari, termasuk SSIM (Wang et al. 2004a), Visual Informasi Fidelity (VIF) (Sheikh dan Bovik 2006), Visual Signal-to-Noise Ratio (VSNR) (Chandler dan Hemami 2007), Fitur kesamaan (FSIM) (Zhang et al. 2011), dan Gradient Magnitude Similarity Deviasi (GMSD) Dalam bagian ini (Xue et al. 2014) dll [9].

Structural similarity (SSIM) indeK adalah metode untuk memprediksi kualitas yang dirasakan dari video digital. SSIM pertama kali dikembangkan di

Laboratory for Image and Video Engineering (LIVE) di The University of TeKas di Austin dan bekerja sama dengan New York University.

SSIM digunakan untuk mengukur kesamaan antara dua gambar. SSIM

adalah model berbasis persepsi-yang menganggap degradasi gambar sebagai perubahan yang dirasakan dalam informasi struktural. Indeks SSIM dihitung

menggunakan rumus [8]:

( , ) =

( ( )()( ) ) (2.11)

(56)

µK = rata-rata dari K

L= rentang dinamis dari nilai piKel biasanya dihitunng dengan 2bits per piKel-1

Indeks SSIM memenuhi kondisi simetri yaitu jika [9]:

SSIM (K,y) = SSIM (y,K) (2.12)

2.11 Parameter Kualitas Jaringan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas video streaming, yaitu waktu tunda (delay), throughput, packet loss. Ukuran dan pengalokasian kapasitas jaringan juga mempengaruhi kualitas real time video streaming secara keseluruhan. Berikut penjelasan dari beberapa faktor tersebut [17].

2.11.1 Waktu Tunda (Delay)

Waktu tunda (delay) adalah waktu tunda saat paket yang diakibatkan oleh

proses transmisi dari satu titik lain yang menjadi tujuannya. Waktu tunda mempengaruhi kualitas layanan (QoS) karena waktu tunda menyebabkan suatu

paket lebih lama mencapai tujuan. ITU-T G.114 merekomendasikan waktu tunda tidak lebih besar dari 150 ms untuk berbagai aplikasi, dengan batas 300 ms untuk komunikasi suara yang masih dapat diterima. Rata - rata delay diperoleh dari jumlah

(57)

Rata − rata =Banyak paket (2.13)Jumlah

keterangan :

Jumlah delay = total delay pengiriman paket

Banyak paket = banyaknya paket yang diterima

ITU G.1010 membagi karakteristik waktu tunda berdasarkan tingkat

kenyamanan user, dapat ditunjukkan pada Tabel 2.2 [17] :

Tabel 2.2 Pengelompokan Waktu Tunda berdasarkan ITU-T G.114

Ada beberapa komponen waktu tunda yang terjadi dijaringan. Komponen waktu tunda tersebut yaitu waktu tunda pemprosesan, waktu tunda paketisasi,

waktu tunda propagasi dan waktu tunda akibat adanya jitter buffer diterminal penerima. Berikut ini penjelasan mengenai beberapa jenis waktu tunda yang dapat

mempengaruhi kualitas layanan [17] : 1. Waktu tunda pemrosesan.

2. Waktu tunda yang terjadi akibat proses pengumpulan dan pengkodean

sampel analog menjadi digital.

3. Waktu tunda paketisasi, waktu tunda ini terjadi akibat proses paketisasi

sinyal suara menjadi paket-paket yang siap ditransmisikan ke dalam jaringan.

4. Waktu tunda antrian, waktu tunda yang disebabkan oleh antrian paket

data terjadinya kongesti jaringan.

Waktu Tunda Kualitas

0-150 ms Baik

150-300 ms Cukup, masih dapat diterima

(58)

5. Waktu tunda propagasi, waktu tunda ini disebabkan oleh medium fisik

jaringan dan jarak yang harus dilalui olah sinyal suara pada media transmisi data antara pengirim dan penerima.

6. Waktu tunda akibat jitter buffer, waktu tunda ini terjadi akibat jitter buffer

yang digunakan untuk meminimalisasi nilai jitter yang terjadi.

2.11.2 Throughput

Throughput adalah bandwidth aktual yang terukur pada suatu ukuran waktu tertentu. Throughput lebih menggambarkan bandwidth yang sebenarnya (actual) pada suatu waktu tertentu yang digunakan untuk men-download suatu file dengan ukuran tertentu. Adapun Rumus yang digunakan untuk menghitung

throughput adalah [17]:

ℎ ℎ = total durasi n (2.14)

Keterangan:

Bytes = jumlah bit yang dikirim Duration = total waktu pengiriman paket

2.11.3 Packet Loss

Packet loss adalah jumlah paket data yang hilang per detik. Packet loss dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, mencakup penurunan signal dalam media

jaringan, melebihi batas saturasi jaringan, paket yang corrupt yang menolak untuk transit, dan kesalahan keras jaringan. Paket hilang dapat disebabkan oleh pembuangan paket di jaringan (network loss) atau pembuangan paket di gateway

(59)

disebabkan kemacetan (router buffer overflow), perubahan rute secara seketika, kegagalan link, dan lossy link seperti saluran nirkabel [17].

Kemacetan atau kongesti pada jaringan merupakan penyebab utama dari paket hilang. Pada Tabel 2.3 menyatakan tingkat paket hilang terhadap kualitas

Video.

Tabel 2.3 Standar Tingkat Paket Hilang berdasarkan ITU-T G.114

Rumus yang digunakan untuk menghitung packet loss adalah [17] :

= Paket Terkirim − Paket DiterimaPaket Terkirim 100% (2.15)

Tingkat paket hilang Kualitas

0-1% Baik

1-2% Cukup

>2% Buruk

keterangan:

(60)

BAB I

PESDAHULUAS

1.1 Latar Belakang

Teknologi wireless local area network (WLAN) merupakan teknologi

nirkabel yang dapat mempertukarkan suara, data, dan video. Teknologi nirkabel

mempunyai keunggulan diantaranya biaya pembangunan yang relatif murah

dengan proses instalasi yang mudah. Karena pertimbangan tersebut teknologi

WLAN termasuk teknologi yang popular untuk menyediakan koneksi data .

Konten video saat ini berkembang ke ranah eksklusif. Jenis konten video

saat ini beragam, diantaranya real time video chat, pemantauan rumah, atau

sebagai pemantauan lalu lintas. Akibatnya, beban terbesar pada jaringan

telekomunikasi dan penyimpanan data di seluruh dunia merupakan lalu lintas data

video. Hadirnya kompresi video merupakan salah satu solusi untuk mengahadapi

persoalan tersebut. Standar kompresi video yang berkembang saat ini adalah

CODEC H.265 [1].

Prinsip umum yang digunakan pada kompresi video adalah proses

mengurangi duplikasi data sehingga bandwidth video menjadi lebih sedikit

daripada data video semula. Kompresi video semakin baik apabila bandwidth video

berkurang dengan kualitas video mendekati kualitas video semula [2].

Penelitian tentang kualitas video streaming sudah banyak dilakukan,

diantaranya adalah Comparison of H.265 and VP9 Coding Efficiency for Full

HDTV and Ultra HDTV Application [3], QoE of Video Streaming over LTE

(61)

Pada penelitian ini akan diuji karakteristik keunggulan CODEC H.265

dengan membandingkannya dengan CODEC pendahulunya H.264. Pengujian

dilakukan dengan membangun sistem pengiriman video streaming pada jaringan

wireless local area network (WLAN) dengan menggunakan CODEC H.265,

kemudian melakukan pengukuran kualitas video streaming secara langsung dan

membandingkannya dengan penggunaan CODEC H.264. Dari hasil penelitian ini

diharapkan mendapatkan gambaran tentang karakteristik CODEC H.265 dalam

penggunaannya untuk membuktikan keunggulannya terhadap CODEC tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Seberapa besar keunggulan CODEC H.265 dibandingkan dengan CODEC

H.264 dalam melakukan kompresi video untuk selanjutnya disalurkan pada

jaringan WLAN.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah mengetahui pengaruh

CODEC H.265 dalam penggunaan kompresi video saat disalurkan pada jaringan

WLAN dan membandingkannya dengan CODEC pendahulunya H.264.

1.4 Batasan Masalah

Adapun pembahasan Tugas Akhir ini dibatasi pada:

1. Video yang disalurkan menggunakan resolusi video 1080p.

2. Membahas tentang CODEC H.265.

(62)

jaringan yaitu delay dan throughput serta karakteristik kualitas video yaitu

PSNR dan SSIM yang diukur dengan software Wireshark dan FFMPEG.

4. Pengkompressian dan pengiriman video menggunakan CODEC H.265

dilakukan dengan bantuan software FFMPEG .

5. Dekompresi video pada CODEC H.265 dilakukan dengan software VLC.

6. Jaringan yang digunakan untuk menyelidiki keunggulan CODEC H.265

adalah jaringan WLAN.

7. Hubungan yang dilakukan saat pengujian adalah point to point.

8. Analisa hasil pengukuran akan dibandingkan dengan CODEC H.264.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode penulisan yang dilakukan pada penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Studi Literatur.

Dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik Tugas Akhir yang

terdiri dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis dan juga dari

artikel-artikel, jurnal, layanan internet, dan lain-lain.

2. Instalasi Sistem dan Eksperimen

Instalasi sistem yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan

untuk membangun dan pemasangan sistem untuk selanjutnya melakukan

eksperimen pengiriman video yang dilakukan dengan menggunakan

software FFMPEG, VLC, Netlimiter dan Wireshark.

3. Pengumpulan Data dan Analisis .

(63)

data kemudian menganalisa dengan bantuan software untuk memperoleh

data-data yang diperlukan.

4. Pengambilan kesimpulan

Kesimpulan diambil dari hasil analisis dan perhitungan. Kesimpulan ini

merupakan jawaban dari permasalahan yang dianalisis. Selain itu juga

akan diberikan saran sebagai masukan yang berkaitan dengan apa yang

telah diteliti.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai Tugas Akhir ini, secara singkat

dapat diuraikan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PESDAHULUAS

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan,

rumusan masalah, batasan masalah, metode penulisan serta

sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini berisi tentang landasan teori CODEC H.265 dan teori video

streaming berupa pengertian dan manfaat video streaming.

BAB III PERASCASGAS DAS PESGUJIAS SISTEM

Bab ini berisi tentang cara instalasi komputer server, komputer client

dan perangkat router.

BAB IV HASIL DAS ASALISIS DATA

(64)

menunjukkan kualitas hasil streaming dengan membandingkan

hasilnya dengan parameter yang ada.

BAB V KESIMPULAS DAS SARAS

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari Tugas Akhir.

Bab ini berisikan tentang kesimpulan isi dari keseluruhan uraian

bab-bab sebelumnya dan saran-saran dari hasil yang diperoleh yang

(65)

ABSTRAK

Video streaming merupakan salah satu bentuk media informasi yang efektif

untuk menyebarkan dan menyampaikan informasi, karena melibatkan media audio

dan visual yang mudah untuk dipahami oleh penerimanya. Penelitian ini mengamati

kualitas video streaming dengan mengubah bandwidth transmisi dan bitrate

pengkodean agar diperoleh parameter kualitas video dan parameter kualitas

jaringan saat video disalurkan pada jaringan WLAN dengan bandwidth seminimal

mungkin. Berdasarkan parameter PSNR dan SSIM saat melakukan pengujian

dengan variasi bitrate sebesar 200,400,600, dan 800 Kbps serta variasi bandwidth

sebesar 64,128,256,512 dan 1024 Kbps maka diperoleh bahwa video streaming

dengan CODEC H.265 memiliki keunggulan dibandingkan dengan CODEC

pendahulunya H.264 pada penghematan bitrate sehingga mengakibatkan delay

transmisi yang rendah. Besarnya penghematan bitrate terbesar pada penelitian ini

yaitu 33,333%. Dan besarnya persentase selisih total packet delay terbesar saat

pengiriman kualitas video yang sama besar adalah 87.8626 %

(66)

TUGAS AKHIR

ASALISIS PERBASDISGAS KUALITAS LAYASAS VIDEO STREAMING DESGAS CODEC H.265 DAS CODEC H.264 PADA

JARISGAS WLAS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Telekomunikasi

Oleh

MUHAMMAD IHSAS BATUBARA

SIM : 120402011

DEPARTEMES TEKSIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKSIK

USIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAS

(67)
(68)

ASALISIS PERBASDISGAS KUALITAS LAYASAS VIDEO

STREAMING DESGAS CODEC H.265 DAS CODEC H.264 PADA

JARISGAS WLAS

Oleh :

Muhammad Ihsan Batubara SIM: 120402011

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Sidang pada tanggal 12 Oktober 2016 di depan Penguji :

1. Suherman, S.T.,M.Com.Ph.D : Ketua Penguji : ……….

2. Emerson P Sinulingga,S.T.,M.Sc.Ph.D : Anggota Penguji : ……….

(69)

ABSTRAK

Video streaming merupakan salah satu bentuk media informasi yang efektif

untuk menyebarkan dan menyampaikan informasi, karena melibatkan media audio

dan visual yang mudah untuk dipahami oleh penerimanya. Penelitian ini mengamati

kualitas video streaming dengan mengubah bandwidth transmisi dan bitrate

pengkodean agar diperoleh parameter kualitas video dan parameter kualitas

jaringan saat video disalurkan pada jaringan WLAN dengan bandwidth seminimal

mungkin. Berdasarkan parameter PSNR dan SSIM saat melakukan pengujian

dengan variasi bitrate sebesar 200,400,600, dan 800 Kbps serta variasi bandwidth

sebesar 64,128,256,512 dan 1024 Kbps maka diperoleh bahwa video streaming

dengan CODEC H.265 memiliki keunggulan dibandingkan dengan CODEC

pendahulunya H.264 pada penghematan bitrate sehingga mengakibatkan delay

transmisi yang rendah. Besarnya penghematan bitrate terbesar pada penelitian ini

yaitu 33,333%. Dan besarnya persentase selisih total packet delay terbesar saat

pengiriman kualitas video yang sama besar adalah 87.8626 %

(70)

KATA PESGASTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas Berkah dan

Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul :

“ASALISIS PERBASDISGAS KUALITAS LAYASAS VIDEO STREAMING DESGAS CODEC H.265 DAS CODEC H.264

PADA JARISGAS WLAS”

Tugas Akhir merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan

untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu (S-1)

di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga menyelesaikan

Tugas Akhir, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari

berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

tulus kepada :

1. Yang teristimewa Ayahanda Hasyim Mahmud dan Ibunda Rosdah, yang

telah membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan penulis tanpa

mengenal rasa lelah.

2. Bapak Ir. Arman Sani, M.T, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis

yang senantiasa membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis

dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Syiska Yana, S.T, M.T, selaku Dosen Wali penulis yang membimbing dan

mengarahkan penulis sampai menyelesaikan pendidikan di kampus USU.

4. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si, selaku Ketua Departemen Teknik

(71)

5. Bapak Rahmad Fauzi, S.T, M.T, selaku Sekretaris Departemen Teknik

Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Staf Pengajar yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis

dan Staf Pegawai di Departemen Teknik Elektro.

7. Seluruh saudara/i, Awaluddin BB, Zulfa Khairina BB, M. Irfan BB, Ummi

Mardhiah BB,Hikmah Ramadhani BB,Aulia Rahmi BB, dan Rizky

Fadhillah BB yang penulis cintai karena telah memberikan semangat dalam

menjalani tugas akhir ini.

8. Seluruh asisten di SISKOMRAD, Ibnu Hazar, Wahyu Nugraha, Rini Mulia

Sari, M Fahmi, Rizky Tri, Yaumi Azuira, Aklias Syahputra, Bg Irsyad, Bg

Kharis, Bg Rhobby, Bg Rian , dan seluruh asisten SISKOMRAD

sebelumnya, atas bantuan yang diberikan kepada penulis

9. Seluruh sahabat penulis khususnya teman-teman angkatan 2012, atas

kebersamaan yang diberikan kepada penulis selama menjalani masa

perkuliahan.

10. Seluruh rekan satu tim Rolette-X yang bersedia membagi ilmunya

11. Seluruh senior dan junior di Departemen Teknik Elektro atas dukungan dan

bantuan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna.

Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan

Tugas Akhir ini. Kiranya Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

Medan, Juni 2016

Penulis

(72)
(73)

2.5 Konsep Kompresi Interframe ... 14

2.5.1 Kompresi Dari Frame Video Sebelumnya ( Difference Coding ) ... 14

2.7.2 Context Adaptive Binary Arithmetic Coding (CABAC) . 20 2.8 Bitrate video ... 22

(74)

3.2 Langkah Persiapan Pengambilan Data ... 34

3.2.1 Proses Encode dan Decode Video... 34

3.2.2 Penetapan Bandwidth ... 36

3.5.3 Spesifikasi Perangkat Lunak ... 42

(75)

BAB V KESIMPULAS DAS SARAS

5.1 Kesimpulan……. ... 60

5.2 Saran ... 61

(76)
(77)

Gambar 3.6 Topologi Jaringan ... 40

Gambar 4.8 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Throughput pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265 ... 55

Gambar 4.9 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Throughput pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.264 ... 55

Gambar 4.10 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Total Packet Delay pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265 ... 57

(78)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Interpretasi Nilai PSNR terhadap Kualitas Video ... 27

Tabel 2.2 Pengelompokan Waktu Tunda berdasarkan ITU-T G.114 ... 30

Tabel 2.3 Standar Tingkat Paket Hilang ... 32

Tabel 3.1 Perbandingan Video Menggunakan Codec H.265 dengan

Codec H.264 ... 35

Tabel 3.2 Spesifikasi Video Sintel_Trailer ... 41

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Parameter PSNR Sebelum Melewati

Tabel 4.7 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Throughput pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265 ... 56

Tabel 4.8 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Throughput pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.264 ... 56

Tabel 4.9 Pengaruh Bandwidth dan Bitrate terhadap Total Packet Delay pada Video Sintel-Trailer Menggunakan Codec H.265.. 58

Gambar

Gambar 3.1 Alur Penelitian
Gambar 3.3 Halaman Utama Software Netlimiter
Tabel 3.2 Spesifikasi Video Sintel_Trailer
Gambar 4.1 Hasil Capture Pada Perangkat Lunak Wireshark
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan dengan perbandingan parameter-parameter Quality of Service (QoS) dalam jaringan seperti delay dan jitter , secara umum kedua codec mempunyai

Jika dibandingkan dengan data yang didapat saat VoIP dilakukan dengan gangguan yang stabil, maka nilai packet loss VoIP dengan codec H.261 , H.263 dan H.264 pada skenario 3,

Dari hasil pengujian yang sudah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan codec VP7 dapat menghasilkan kualitas video yang lebih baik daripada video yang

Pada Tugas Akhir ini dilakukan analisis kualitas layanan Video Call menggunakan codec H.263 dan H.264 pada perangkat NSN FlexiPacket Radio yang ada pada Laboratorium

Jika dibandingkan dengan data yang didapat saat VoIP dilakukan dengan gangguan yang stabil, maka nilai packet loss VoIP dengan codec H.261 , H.263 dan H.264 pada skenario 3,

Pembatasan masalah dalam penelitian ini meliputi pengujian dilakukan pada jaringan LAN, penggunaan beberapa codec seperti Mp3 dan AAC, dan penggunaan bitrate kanal

Nilai packet loss yang direkomendasikan untuk video streaming adalah tidak lebih dari 0,5%, yang artinya hasil pengujian codec H.264 yang memenuhi rekomendasi

Hasil encoding video H.265 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa video yang memiliki bit rate rata-rata yang tinggi akan memiliki