• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab Adab-Adab Makan dan Minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab Adab-Adab Makan dan Minum"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Bab Adab-Adab Makan dan Minum

Allah ta’ala berfirman :

“ Wahai para Rasul makanlah kalian dari makanan-makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal-amal yang shalih , sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian perbuatan “ (Al-Mukminun : 51 )

Dan Allah ta’ala berfirman :

“ Makan dan minumlah kalian dari rizki Allah dan janganlah kalian berlebihan dimuka bumi sebagai orang-orang yang berbuat kerusakan “ – Surah al-Baqarah : 60 –

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Wahai anak kecil, makanlah dengan menyebut Bismilah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang terdekat

denganmu “1

Diantara adab-adab makan dan minum, sebagai berikut :

1. Larangan Makan dan Minum pada bejana yang terbuat dari

emas dan perak.

Ada beberapa hadits yang berisikan ancaman yang amat keras bagi seseorang yang makan di Bejana emas dan perak, ataukah makan dari piring yang terbuat dari emas dan perak. Dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu , beliau berkata :Saya telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Janganlah kalian mengenakan pakaian dari sutra, dan juga pakaian yang bercampur dengan sutra, dan janganlah kalian minum dari bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan janganlah kalian makan dari piring yang terbuat dari emas dan perak. Karena sesungguhnya bejana dan piring seperti itu bagi mereka – ahli kitab – didunia dan bagi kita di surga “2

1 HR. Al-Bukhari ( 5376 ) dan ini merupakan lafazh Al-Bukhari, dan Muslim ( 2022 ), Ahmad ( 1589 ),

Abu Daud ( 3777 ), Ibnu Majah ( 3276 ), Malik ( 1738 ) dan Ad-Darimi ( 2045 )

2 HR. Al-Bukhari ( 5426 ), Muslim ( 2067 ), Ahmad ( 22927 ), At-Tirmidzi ( 1878 ), An-Nasa`I ( 5301 ),

(2)

Dari Ummu Salamah – istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam -mengatakan : Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Seseorang yang minum dari bejana perak, maka sesungguhnya diperutnya akan didengarkan3 suara api neraka jahanam “4

Para Ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan minum dari

bejana tersebut5. Dan tidak ada satupun nash yang meneangkan

sebab dari larangan ini. Dan seorang muslim apabila telah mengetahui suatu dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih tidak sepantasnya dia melanggarnya walau sekecil apapun juga. Dan tidak selayaknya berupaya untuk mentakwilkannya dengan tujuan mendapatkan pembolehan dalam pengerjaannya. Para Ulama telah mengupas hikmah yang terkandung didalam larangan ini dan mereka berbeda persepsi : Diantara hikmah larangan tersebut : Keserupaan dengan penguasa-penguasa yang angkuh dan raja-raja asing,sikap berlebihan dan sombong, karena akan menyakiti hati orang-orang yang shalih dan kaum fakir miskin yang tidak mempunyai sesuatu untuk memenuhi kebutuhan mereka itu. Sebagaimana hal tersebut dinyatakan oleh Ibnu Abdil Barr.6

Faedah : Al-Isma’ili mengatakan : Sabda beliau : “ Dan bagi kalian di akhirat “ [ pada riwayat lainnya ] : Maksudnya bahwa kalian akan mempergunakannya sebagai penyeimbang karena telah meninggalkannya didunia. Dan mereka dilarang sebagai balasan bagi mereka kaena telah berlaku maksiat dengan mempergunakannya - yaitu didunia, pen -.

Saya ( Ibnu Hajar ) berkata : Dan ada kemungkinan bahwa hadits diatas mengisyaratkan bahwa siapa saja yang mempergunakan

3 Makna al-jarjarah, didalam Lisan Al-Arab : adalah suara.

4 HR. Al-Bukhari ( 5634 ), Muslim ( 2065 ), Ahmad ( 26028 ), Ibnu Majah ( 3431 ), Malik ( 1717 ) dan

Ad-Darimi ( 2129 ).

5 Diantara yang mengutip adanya ijma’ ini Ibnu Abdil Barr didalam At-Tamhid ( 16/ 104 ) dan Ibnu

Al-Mundzir, lihat didalam Fathul Bari ( 10 / 97 ). Dan tidak disangsikan bahwa makan serupa hukumnya dengan minum.

(3)

hal itu didunia maka dia tidak akan mempergunakannya di akhirat, sebagaimana yang telah terdahulu disebutkan pada

pembahasan minum khamar.7

2. Larangan makan sambil bertelekan atau menelungkupkan wajahnya.

Abu Juhaifah meriwayatkan , bahwa beliau berkata : “ Saya pernah berada disisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka beliau bersabda kepada seseorang yang berada disampingnya : Tidaklah sekali-kali saya makan sambil bertelekan “8

Ibnu Hajar mengatakan : “ Cara betelekan yang dilarang telah terjadi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan : Dengan bersandar sewaktu makan dengan posisi apapun juga. Ada yang berpendapat : Duduk serong kesalah satu sisi tubuhnya . Ada yang berpendapat : Duduk dengan menopang kepada tangan karirnya diatas tanah …

Beliau berkata : Ibnu Adiy meriwayatkan dengan sanad yang dha’if : “ Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang bersandarkan dengan tangan kirinya ketika makan “ Malik berkata : “ Ini adalah salah satu bentuk bertelekan “

Saya – Ibnu Hajar – berkata : “ Dan ini adalah isyarat dari Malik bahwa makruh setiap yang termasuk dalam bertelekan sewaktu makan, dan tidak mengkhususkannya dengan posisi tertentu … Ibnu Hajar mengatakan : “ Dan apabila hal ini suatu ketetapan bahwa makruh atau termasuk khilaf aula – menyalahi amalan yang utama - , maka posisi duduk yang sunnah disaat makan adalah dengan duduk berjingkat pada lutut dan menegakkan tumit, dengan melipat kaki kanan dan duduk diatas kaki kiri “9

7 Fathul Bari ( 10 / 98 )

8 HR. Al-Bukhari ( 5399 ), dan lafazh diatas adalh lafazh hadits Al-Bukhari, Ahmad ( 18279 ) ,

At-Tirmidzi ( 1830 ), Abu Daud ( 3769 ), Ibnu Majah ( 3262 ) dan Ad-Darimi ( 2071 ).

9 Fathul Bari ( 9 / 452 ), Saya berkata : Posisi ini yaitu dengan menegakkan kaki kanan dan duduk

(4)

Dan tinjauan makruhnya posisi duduk ini dikarenakan merupakan posisi duduk para penguasa yang angkuh dan raja-raja negeri asing. Dan merupakan posisi duduk orang-orang yang

berkeinginan memperbanyak makannya.10

Dan posisiyang kedua dari cara makan seseorang yang terlarang adalah makan sambil duduk bersandar/ bertelungkup diatas perutnya.

Dari hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu , beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang orang-orang berbuat tamak, dan melarang duduk diatas meja yang terhidang khamar, dan melarang seseorang duduk bertelungkup diatas perutnya “11

Faedah : Cara duduk ketika makan : Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan posisi muq’in dan disebutkan dari beliau, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk ketika makan dengan duduk tawarruk, yaitu duduk diatas kedua lutut dan meletakkan telapak kaki kiri beliau atas punggung kaki kanan beliau, sebagai bentuk sikap tawadhu’ – rendah diri – kepada Rabb-nya ‘azza wajalla. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim12.

Adapun posisi duduk ketika makan yang pertama adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, belaiu berkata : “ Saya telah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

duduk dengan posisi muq’in13, sedang memakan kurma “14

Adapun posisi duduk yang kedua : Diriwayatkan dari Abdullah bin Busr radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi hadiah seekor kambing, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertopang dengan kedua lututnya

Daar Al-Hadith, cet. I 1412.

10 Lihat : Zaad Al-Ma’ad ( 4 / 222 ) dan Fathul Bari ( 9 / 452 )

11 HR. Abu Daud ( 3774 ) dan Al-Albani menshahihkanya dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah

( 3370 )

12 Zaad Al-Ma’ad ( 4/ 221 )

13 Yaitu duduk diatas kedua dubur nya dengan menegakkan kedua lutut beliau. Syarh Muslim Jilid 7

( 13/ 188 )

(5)

menyantap kambing tersebut. Maka seorang Arab Badui berkata kepada beliau : Posisi duduk apakah ini ?. Beliau bersabda : Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai seorang hamba yang mulia dan tidak menjadikan aku sebagai seorang penguasa

angkuh lagi pembangkang “15

3. Mendahulukan makan dari pada shalat ketaka makanan telah dihidangkan

Pada hadits Anas radhiallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :

“ Apabila hidangan makan malam telah dihidangkan dan shalat

telah didirikan makan kalian mulailah denan makan malam “16

Dari Ibnu Umar radhiallahu ;anhuma, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Apabila makan malam salah seorang diantara kalian telah dihidangkan sementara shalat telah didirikan, maka mulailah dengan makan malam kalian dan janganlah seseorang tergesa-tergesa hingga dia selesai dari makannya “17

Dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma , apabila dihidangkan makan malam beliau sementara waktu shalat telah datang, beliau tidak beranjak dari makan malamnya hinga menyelesaikannya. Imam Ahmad meriwayatkan didalam Musnad-nya dari Nafi’ bahwa Inu Umar seringkali mengutus beliau sementara beliau dalam keadaan berpuasa, dan dihidangkan kepada beliau makan malamnya sementara panggilan shalat maghrib telah dikumandangkan, lalu kemudian iqamah shalat dan beliau mendengarkannya, namun beliau tidaklah meninggalkan makan malam beliau dan tidak juga trgesa-gesa hingga beliau menyelesaikan makan malamnya, lalu beliau keluar untuk

15 HR. Ibnu Majah ( 3263 ) dan lafazh hadits tersebut lafazh riwayat Ibnu Majah. Ibnu Hajar didalam

Al-Fath ( 9 / 452 ) menghasankan sanadnya. Al-Albani berkata : Shahih ( 5464 ). Riwayat diatas juga diriwayatkan oleh Abu Daud ( 3773 ) tanpa menyebutkan kedua lutut.

16 HR. Al-Bukhari ( 5464 ), Muslim ( 557 ), Ahmad ( 12234 ), At-Tirmidzi ( 353 ), An-Nasa`I ( 853 ) dan

Ad-Darimi ( 1281 )

(6)

mengikuti shalat . Dan beliau berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Allah bersabda :

“ Janganlah kalian tergesa-gesa menyantap makan malam kalian apabila telah dihidangkan bagi kalian “18

Dan sebab dari hal tersebut, agar jangan sampai seseorang mengerjakan shalat namun hatinya teringat akan makanannya yang mana akan menyebabkan kerisauan yang menghilangkan rasa khusyu’nya.

Ibnu Hajar mengatakan : Sa’id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari hadist Abu Hurairah dan Ibnu Abbas : “ Bahwa mereka berdua tengah menyantap makanan dipemanggangan. Lalu muadzdzin hendak meng-iqamahi shalat, maka Ibnu Abbas berkata kepadanya : Janganlah engkau tergesa-gesa agar kami tidak berdiri mengerjakan shalat sementara pada hati kami ada ganjalan “Dan pada riwayat Ibnu Abi Syaibah : “ Agar tidak memalingkan kami disaat mengerjakan shalat “19

Dan perintah semacam ini tidaklah khusus sebatas pada makan malam saja, melainkan pada setiap makanan yang mana hati tertarik untuk menyantapnya. Dan yang menguatkan hal tersebut adalah larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat disaat makan telah dihidangkan, dan disaat menahan air kencing dan buang air besar. Dan sebabnya sangatlah jelas.

Dari Aisyah – ummul mukminin - radiallahu ‘anha, beliau berkata : Saya telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :

“ Tidak sempurna shalat disaat makanan telah dihidangkan dan tidak sempurna jikalah seseorang dalam keadaan menahan kencing dan hajat besar “20

18 Al-Musnad ( 6323 )

19 Fathul Bari ( 2 / 189 )

(7)

Faedah : Sebagian ulama mengatakan : Bagi siapa yang makanannya telah dihidangkan kemudian shalat di-iqamahi, maka sepatutnya dia memakan beberapa suap untuk mengatasi rasa laparnya. An-Nawawi membantah hal tersebut , dan beliau mengatakan : “ Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Da janganlah seseorang tergesa-gesa hingga menyelesaikan makannya, adalah dalil yang menunjukkan bahwa dia makan menyelesaikan kebutuhannya dengan menyempurnakan makannya. Dan inilah pendapat yang shahih. Adapun penafsiran sebagian dari ulama Asy-Syafi’iyah bahwa dia cukup makan sesuap untuk mengatasi rasa laparnya yang amat sangat, bukanlah pendapat yang shahih. Dan hadits ini sangat jelas menolaknya.”21

Masalah : Apabila makanan telah dihidangkan sementara shalat telah di-iqamahi, apakah wajib untuk makan terlebih dahulu berdasarkan zhahir hadits ataukah perintah pada hadits sebatas menunjukkan suatu yang Sunnah ?

Jawab : Amalan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, pada riwayat Ahmad dan selainnya menunjukkan pendahuluan makan secara mutlak. Dan sebagian ulama mengkhususkan hal itu apabila hati tertarik dan terbayang dengan makanan tersebut. Apabila hatinya terbayangkan akan makanan tersebut maka yang lebih utama baginya adalah mengambil makanan tersebut hingga dia mengerjakan shalat dalam keadaan khusyu’. Dan juga diriwayatkan dari hadits Abu Ad-Darda`a radhiallahu ‘anhu beliau berkata : “ Diantara bentuk pemahaman seseorang adalah dengan menyelesaikan hajatnya hingga dia menuju shalat dengan hati yang tenang “22

Pendapat yang tepat berkaitan dengan masalah itu adalah yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Haja - dimana setelah beliau

21 Muslim dengan Syarh An-Nawawi Jilid 3 ( 5 / 38 )

22 Diriwayatkan secara mu’allaq oleh Al-Bukhari didalam Kitab Al-Adzan, bab. Idzaa Hadhara

(8)

mengutip atsar Ibnu Abbas dan Atsar Al-Hasan bin Ali : “ Makan malam sebelum mengerjakan shalat akan menghilangkan hati yang tercela“, beliau mengatakan : Pada atsar ini semuanya mengisyaratkan bahwa sebab pengutamaan makan dari pada shalat itu adalah karena bayangan maka sepatutnyalah hukum diikutkan pada sebabnya, baik ketika sebab itu ada atau tidak, dan tidak terikat dengan seluruhnya atau sebagiannya.23

4. Membasuh kedua tangan sebelum dan sesudah makan Saya tidak menjumpai adanya Sunnah yang shahih yang diriwayatkan secara marfu’ hingga ke Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang menerangkan perihal membasuh kedua tangan sebelum makan. Al-Baihaqi mengatakan : “ Hadits tentang membasuh kedua tangan setelah makan hadits yang hasan, dan tidaklah shahih hadits tentang membasuh kedua tangan sebelum makan24. Akan tetapi disenangi hal itu untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kedua tangan dan yang semisalnya yang akan memberi mudharat kepada tubuh. Dan Imam Ahmad berkaitan dengan masalah itu terdapat dua riwayat dari beliau. Yaitu riwayat yang menganggap hal itu makruh dan yang satunya sebagai Sunnah. Dan Imam Malik merinci hal itu, dan mengkaitkan membasuh kedua tangan sebelum makan apabila ada kotoran. Adapun amalan Ibnu Muflih didalam kitab Al-Adab karya beliau, menunjukkan bahwa beliau cenderung berpendapat bahwa amalan tersebut Sunnah sebelum makan, dan ini adalah pendapat sejumlah besar ulama25.

Dan permasalahan ini suatu yang lapang walhamdu lillah Rabbil ‘Alamiin.

Adapun membasuh kedua tangan setelah makan, tentang hal itu telah diriwayatkan beberapa atsar yang shahih, diantaranya, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhialahu ‘anhu,

23 Fathul Bari ( 2 / 189 – 190 )

24 Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 3 / 214 )

(9)

bahwa beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Barang siapa yang tidur dan pada tangannya masih

melekat ghamar26 dan tidak membasuhnya kemudian dia terkena

sesuatu makan janganlah dia menyesali kecuali pada dirinya sendiri “27

Dan dari abu Hurairah, beliau berkata :

“ Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah makan bagian punggung kambing, kemudian beliau berkumur-kumur

dan membasuh kedua tangannya lalu shalat “28

Dan dari Aban bin ‘Utsman, bahwa ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu pernah makan roti dengan danging kemudian berkumur-kumur dan membsuh kedua tangannya lalu membasuh wajahnya, dan kemudian beliau mengerjakan shalat tanpa berwudhu’ lagi “29

Faedah : Sebagian ulama menganggap Sunnah wudhu’ yang syar’I sebelum makan apabila dalam keadaan junub. Dan hal itu disebutkan dalam sebuah hadits dan sebuah atsar. Adapun hadits yang dimaksud adalah hadits dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata : Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam junub dan hendak makan atau tidur beliau terlebih dahulu

berwudhu’ sebagaimana wudhu’ untuk shalat “30

Adapun atsar , adalah asar dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa apabila beliau hendak tidur atau makan dalam keadaan junub, beliau mencuci wajahnya, kedua tangannya hingga sampai ke siku, dan membasuh kepadalnya, lalu beliau makan atau tidur “31 Asy-Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah mengatakan : “ Dan kami tidak mengetahui seorangpun yang beranggapan sunnahnya

26 Didalam LisanArab : Al-Ghamar yaitu bau daging dan lemak yang melekat pada tangan ( 5 / 32 ) ,

pada pembahasan ; Ghamara

27 HR. Ahmad ( 7515 ),Abu Daud ( 3852 ), Al-Albani menshahihkannya. Dan juga diriwayatkan oleh

At-Tirmidzi ( 1860 ), Ibnu Majah ( 3297 ) dan Ad-Darimi ( 2063 )

28 HR. Ahmad ( 27487 ), Ibnu Majah ( 493 ) dan Al-Albani menshahihkannya ( 498 )

29 HR. Malik ( 53 )

30 HR. Al-Bukhari ( 286 ), Muslim ( 305 ), dan lafazh hadits ini adalah lafazh riwayat Muslim, Ahmad

(10)

berwudhu’ sebelum makan, kecuali apabila dia dalam keadaan junub.32

Perhatian :Al-Muhadist Al-Albani beragumen denga hadits ‘Aisyah : “ apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur dalam keadaan junub maka beliau berwudhu’ dan apabila

hendak makan maka beliau membasuh kedua tangannya “33

Bahwa disyariatkan untuk membasuh kedua tangan sebelum makan secaa mutlak berdasarkan hadits ini34.

Akan tetapi hukum secara mutlak ini perlu diteliti lagi, dikarenakan beberapa hal :

Pertama : Hadits tersebut menerangkan tentang amalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disaat beliau junub ketika tidur, makan dan minum.

Kedua : Sebagian riwayat-riwayat hadits tersebut datang dengan lafazh wudhu’ dan sebagian lainnya dengan penyebutan membasuh kedua tangan yang menerangkan boleh kedua amalan itu. As-Sindi didalam Hasyiyah-nya mengatakan : “ Sabda beliau : (( membasuh kedua tangan )) yaitu terkadang beliau mencukupkannya dengan hal itu untuk menerangkan pembolehan, dan terkadang beliau berwudhu’ sebagai keadaan yang lebih sempurna “35

Ketiga : Bahwa para Imam Ahlul Hadist, seperti Malik, Ahmad, Ibnu Taimiyah, An-Nasa`I rahimahumullah 36 dan juga selain mereka – dan kami telah mengutip perkataan mereka – tidaklah berpendapat bahwa hadits Aisyah diatas berlaku secara mutlak sebagaimana pendapat Al‘Allamah AlAlbani – rahimahullah -yang menganggap berlaku secara mutlak, sedangkan mereka

32 Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 3 / 214 )

33 HR. An-Nasa`I ( 256 ), Ahmad ( 24353 ) dan selain mereka berdua.

34 Lihat : As-Silsilah Ash-Shahihah ( 1 / 674 ) no. ( 390 ).

35 Syarh Sunan An-Nasa`I karya As-Suyuthi dan Hasyiyah As-Sindi, Daar Al-Kitab Al-Arabi ( 1 / 138 –

139 )

36 Yang mencantumkan hadits ini pada tiga judul bab, yaitu : Pertama : Wudhu’ seorang yang junub

(11)

meriwayatkan hadits ini, yang menguatkan bahwa permasalahan ini menurut mereka hanya berlaku pada saat junub, sehingga wudhu’ dan membasuh tangan sebelum makan pada hadits ini berlaku hanya pada saat junub. Wallahu a’lam.

5. Membaca Basmalah diawal memulai makan dan minum, dan membaca Alhamdulillah setelah selesai.

Diantara Sunnah, seseorang yang ehndak makan dan minum sebelum makan dan minum hendaknya membaca basmalah dan membaca Alhamdulillah ta’ala setelah selesai makan dan minum. Ibnul Qayim rahimahullah mengatakan : “ Membaca basmalah diawal makan dan minum dan membaca Alhamdulillah setelah selesai, mempunyai pengaruh yang sangat mengagumkan baik pada manfaatnya, kebaikan dan dalam mencegah kemudharatan. Imam Ahmad mengatakan : Apabila dalam makanan telah terkumpul empat hal, maka telah sempurna : Apabila menyebut nama Allah diawal makan, Alhamdulillah setelah makan, makan berjama’ah dan dari makanan yang halal37.

Faedah membaca Basmalah : sebelum makan yaitu bahwa syaithan diharamkan bergabung dalam makanan dan dalam meraih makanannya. Dari Hudzaifah radhiallhu ‘anhu, beliau berkata : “ apabila kami hadir bersama dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah kami meletakkan tangan kami hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai, maka barulah kami meletakkan tangan kami. Dan suatu saat kami menghadiri makan bersama dengan beliau , lalu seorang anak wanita, sepertinya dia dipanggil dan kemudian datang dan meletakkan tangannya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meraih tangannya. Kemudian datang seorang arab badui, sepertinya dia dipanggil namun tangannya diraih oleh beliau. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “

(12)

Sesungguhnya syaithan memasuki makanan yang tidak disebut nama allah. Dan syaithan datang dengan anak wanita ini untuk bergabung , maka saya menari tangannya. Dan datang dengan arab badui ini juga untuk bergabung dengannya, maka saya juga menarik tangannya. Dan demi dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya sesunguhnya tangan syaithan bersentuhan dengan

tanganku besamaan dengan tangan anak wanita tersebut “38

Lafazh Basmalah : Adalah dengan mengucapkan Bismillah. Dari Umar bin Abu Salamah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : “ Saat itu saya seoranganak keil yang berada didalam kamar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan tanganku meraih yang ada didalam piring, maka RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Wahai anak kecil, bacalah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang terdekat

denganmu, maka hal itu menjadi makananku berikutnya “39

An-Nawawi didalam Kitab Al-Adzkar karya beliau memilih bahwa

yang paling utama adalah mengucapkan :

Bismillahirrahmanirrahim, dan apabila mengucapkan : Bismillah,

maka sudah cukup dan sudah mengamalkan Sunnah40.

Ibnu Hajar menyaggah pendapat tersebut, beliau berkata : “ Saya tidak melihat adanya dalil khusus yang menguatkan pernyataan beliau.

Saya berkata : Sebagian besar nash-nash yang ada menerangkan hanya dengan lafazh : BIsmillah , dan selain itu tanpa tambahan : Ar-Rahman Ar-Rahim. – dari hadits Amru bin Abi Slaamah, beliau berkata :Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Wahai anak kecil, apabila engkau makan maka sebutlah bismillah, makanlah dengan tangan kanamu dan makanlah yang terdekat denganmu. “41

38 HR. Muslim ( 2017 ), ahmad ( 22738 ) dan Abu Daud ( 3766 )

39 HR. Al-Bukhari ( 5376 ) dan lafazh hadits tersebut adalah lafazh beliau, Muslim ( 2022 ), Ahmad

( 15895),Abu Daud ( 3777 ), ibnu Majah ( 3267 ), Malik ( 1738 ) dan Ad-Darimi ( 2045 ) 40 Al-Adzakr karya An-Nawaw ( 334 )

41 HR. Ath-Thabrani didalam Al-Mu’jam Al-Kabir, dan Al-Albani memasukkannya didalam Silsilah

(13)

Dan apabila seseorang yang makan lupa mengucapkan : bismilah sebelum makan kemudian dia teringat disaat dia tengah makan, maka hendaknya dia mengatakan : Bismillahi Awwalahu wa Akhirahu , atau mengatakan : Bismillahi fii Awwalihi waakhirihi. Dari Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu ‘anha, beliau berkata : Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Apabila salah seorang diantara kalian makan hendaknya dia menyebut : Bismillah ta’ala. Dan apabila dia lupa menyebut Bismillah ta’ala diawal makan, maka hendaknya dia

mengucapkan : Bismillah Awwalahu wa Akhirahu “42

Adapun ucapan Alhamdulillah ta’ala, setelah menyelesaikan makan atau minum, maka pada ucapan ini mempunyai keutamaan yang sangat agung, yang Allah anugrahkan kepada segenap hamba-Nya. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Sesungguhnya Allah meridhai seorang hamba yang ketka makan suatu makanan lalu dia mengucapkan Alhamdulillah. Dan apabila dia minum suatu minuman maka diapun mengucapkan : Alhamdulillah. “43

Ada banyak lafazh Alhamdulillah setelah selesai dari makan dan minum, diantaranya :

a. “ Alhamdulillah katsiran mubarakan fihi ghairi makfiyyiin wa laa muwadda’in wa laa mustaghnan ‘anhu Rabbana “

b. “ Alhamdulillah Alladzi kafaanaa wa arwaanaa ghaira makfiyyin wa laa makfuurin “

Abu Umamah radhiallahu ‘anhu meriwayakan , beliau berkata : bhwa Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah selesai dari menyantap makanannya, beliau sekali waktu mengucapkan :

42 HR. Abu Daud ( 3767 ), dan lafazh diatas adalah lafazh Abu Daud, Al-Albani menshahihkannya. Juga

(14)

“ Alhamdulillah katsiran mubarakan fihi ghairi makfiyyiin wa laa

muwadda’in wa laa mustaghnan ‘anhu Rabbana “44

c. “ Alhamdulillah alladzi ath’amaniy hadza wa razaqniihi min ghairi haulin minni walaa quwwatin.

Dari Mu’adz bin Anas dari bapak beliau, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Barang siapa yang makan suatu makanan, kemudian dia mengucakan : Alhamdulillah alladzi ath’amaniy hadza wa razaqniihi min ghairi haulin minni walaa quwwatin , segala

dosanya yang telah lampau akan diampuni “45

d. “ Alhamdulilah alladzi ath’ama wa saqaa wa sawwaghahu wa ja’ala lahu makhrajan “

Abu Ayyub al-Anshari meriwayatkan, beliau berkata : “ Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam makan atau minum, beliau mengucapkan : Alhamdulillah alladzi ath’ama wa saqaa wa

sawwaghahu wa ja’ala lahu makhrajan “46

e. “ Allahumma ath’amtu wa asqaitu wa aqnaitu wa hadaitu wa ahbabtu, falillailhamdu ‘ala maa a’thaitu “

Dari Abdurrahman bin Jubair, bahwa seseorang yang telah melayani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama delapan tahun menceritakan kepadanya, bahwa dia telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau disodorkan makanan, beliau mengucapkan :

“ Bismillah “ , dan apabila beliau selesai beliau mengucapkan : “ Allahummah ath’amtu wa asqaituwa aqnaitu wa hadaitu wa ahyaitu falillahilhamdu ‘ala maa a’thaitu “47

44 HR. Al-Bukhari ( 5459 ) dan lafazh diatas adalah lafazh Al-Bukhari, Ahmad ( 21664 ), At-Tirmidzi

( 3456 ), Abu Daud ( 3849 ), Ibnu Majah ( 3284 ), Ad-Darimi ( 2023 ) dan Al-Baghawi didalam Syarh As-Sunnah ( 2828 )

45 HR. At-Tirmidzi ( 3458 ), dan beliau berkata : Hadits ini hasan gharib “. Dan Ibnu Majah ( 3285 ) dan

Al-Albani menghasankannya ( 3348 )

46 HR. Abu Daud ( 3851 ), al-Albani mengatakan : Shahih.

47 Al-Albani mengatakan didalam As-Silsilah Ash-Shahihah ( 1 / 111 ) : HR. Ahmad ( 4 / 62 , 5 / 375 )

dan Abu Asy-Syaikh didalam Akhlaq An-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian beliau

(15)

Faedah : Disenangi untuk mempergunakan lafazh-lafazh Alhamdulillah yang ada didalam As-Sunnah setelah selesai makan. Dengan sesekali mengucapkan lafazh yang ini dan sesekali dengan lafazh lainnya, sehingga denga demikian dia telah menjaga As-Sunnah dari segala sisiknya. Dan dia akan mendapatkan berkah dari doa-doa ini. Bersamaan dengan itu seseorang akan merasakan didalam hatinya penghadiran makna-makna dari doa-doa ini ketika dia mengucapkan lafazh ini tsesekali waktu dan lafazh lainnya diwaktu yang lain. Dikarenakanhati seseorang apabila telah terbiasa dengan perkara tertentu – seperti berulang-ulang menyebutkan dzikir tertentu – maka dengan banyaknya pengulangan , biasanya penghadiran makna-makna dari doa tersebut akan semakin berkurang karena seringnya diulangi.

Faedah lainnya : Ibnu Abbas – radhiallahu’anhuma -meriwayatkan , bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Barang siapa yang Allah telah memberikan makanan baginya, hendaknya dia mengucapkan : Allahumma barik lana war-zuqnaa khairan minhu. Dan barang siapa yang Allah telah memberinya minum, hendaknya dia mengucapkan : Allahumma baarik lanaa fiihi wa zidnaa fiihi. Karena sesungguhnya saya tidak mengetahui ada makanan dan minuman yang akan memuaskan selain susu “48

6. Makan dan minum dengan mempergunakan tangan kanan dan larangan mempergunakan tangan kiri

Telah kita sebutkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Umar bin Abi Salamah :

48 HR. At-Tirmidzi ( 3455 ), dan beliau berkata : Hadits ini Hasan Shahih, dan juga diriwayakan oleh Ibnu

(16)

“ Wahai anak kecil, makanlah dengan menyebut Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan

yang terdekat denganmu “49

Dan dari hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Janganlah kalian makan dengan mempergunakan tangan kirimu karena sesungguhnya syaithan makan dengan

mempergunakan tangan kirinya “50

Dan pada hadits Umar radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Apabila salah seorang diantara kalian makan, hendaknya dia makan dengan mempergunakan tangan kanannya dan apabila minum hendaknya dengan mempergunakan tangan kanannya. Karena sesungguhnya syaithan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya “51

Ibnul Jauzi mengatakan : “ Ketika tangan kiri dijadikan untuk ber-istinja’ dan menyentuh hal-hal yang najis, sementara tangan kanan untuk mengambil makanan, maka tidaklah shahih salah satu dari keduanya dipergunakan pada pekerjaan tangan yang lainnya, dikarenakan ini merupakan perendahan suatu yang memiliki kedudukan serta meninggikan suatu yang direndahkan kedudukannya. Barang siapa yang menyalahi tuntunan hikmah syaa’ berarti telah menyepakati syaithan “52 Sedangkan hadits-hadits tersebut dalam permasalahan ini adalah hadits-hadits yangmasyhur yang tidak lagi tersembunyi oleh khalayak awam, hanya saja sebagian kaum muslimin – semoga Allah memberi mereka hidayah – masih saja bersikeras dengan sifat yang tercela ini, yaitu makan dan

49 HR. Al-Bukhari ( 5376 ) danlafazh diatas adalah lafazh riwayat Al-Bukhari, Muslim ( 2022 ), Ahmad

( 15895 ), Abu Daud ( 3777 ), Ibnu Maja ( 3267 ), Malik ( 1738 ) dan Ad-Darimi ( 2045 ).

50 HR. Muslim ( 2020 ) danlafazhnya adalah lafazh riwayat Muslim , Ahmad ( 14177 ), Ibnu Majah

( 3268 ) dan Malik ( 1711 ).

51 HR. Muslim ( 2020 ), Ahmad ( 4523 ), At-Tirmidzi ( 1800 ), Abu Daud ( 3776 ), Malik ( 1712 ) dan

Ad-Darimi ( 2020 )

(17)

minum dengan mempergunakan tangan kiri. Dan apabila dikatakan kepada mereka tentang hal itu, mereka menjawab : Hal ini telah menjadi kebiasaan kami dan sangat sulit untuk merubahnya. Demi Allah sesungguhnya jawaban ini merupakan kemilau rayuan syaithan bagi mereka, dan penghalang bagi mereka untuk mengikuti syara’. Dan secara umum, ini merupakan bukti akan kurangnya iman ddidalam hati mereka. Jika tidak maka apa makna dari penyelisihan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan larangan beliau !

Dan lebih buruk dan lebih keji dari itu, adalah mereka yangmelakukan hal itu dengan kesombongan dan keangkuhan.

Salamah bin al-Akwa’ radhiallahu ‘anhumeriwayatkan : “ Bahwa seseorang makan disisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mempergunakan tangan kirinya. Maka beliau bersabda : “ Makanlah dengan tangan kananmu “ Orang itu berkata : Saya tidak sanggup. Beliau bersabda : Engkau tidak sanggup ? Tidak ada yang menghalangimu kecuali rasa sombong. Maka diapun tidak sanggup mengangkat tangannya kemulutnya “ Pada riwayat Ahmad : “ Maka tangan kanannya tidak sanggup lagi dia angkat

kemulutnya selamanya “53

An-Nawawi mengatakan : “ Pada hadits ini menunjukkan bolehnya seseorang mendoakan siapa saja yangmenyalahi hukum syara’ tanpa adanya udzur. Dan pada hadits ini juga menunjukkan perintah untuk menjalankan Amar Makruf dan Nahi Munkar disetiap keadaan hingga disaat makan sekalipun. Dan disenangi unum mengajarkan seseorang yang makan

dengan adaz-dab makan apabila dia menyalahinya54.

Peringatan : Apabila ada udzu mempergunakan tangan kanan untuk makan, seperti karena sakit atau luka dan

53 HR. Muslim ( 2021 ) dan Ahmad ( 16064 )

(18)

selainnya, maka tidaklah mengapa makan denganmempergunakan tangan kiri. Dan Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan kemampuannya.

7. Makan dengan makanan yang terdekat

Disalah satu riwayat pada hadits Umar bin Abi Salamah, bahwa beliau mengatakan : Saya makan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, lalu saya mengambil daging yang ada di seberang piring. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Makanlah makanan yang terdekat denganmu “55

Sebab dari larangan itu, dikarenakan makan dia makan ditempat orang lain mengambil makan dengan adab yang jelek. Dan orang-orang yang makan bisa saja merasa jijik dengan perbuatan ini – dan ini yang kebanyakan terjadi -.

Akan tetapi mungkin ada yang menyanggah kepada kami, danmengatakan : Lalu apa yang kalian katakan tentang hadits Anas , dimana beliau berkata : “ Sesungguhnya seorang penjahit mengajak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyantap makan sajiannya, maka saya berangkat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan dia menyuguhkan roti dari tepung dan maraq – kuah daging – yang bercampur labu dan dendeng. Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil labu yang ada diseberang piring “56

Jawaban atas sanggahan ini : Kedua hadits ini tidaklah saling bertentangan , dan kami menjawabnya sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr : “ Bahwa al-maraq, al-idam dan makanan lainnya apabila terdiri atas dua jenis atau banyak,

55 HR. Muslim ( 2022 ), takhrijnya telah disebutkan sebelumnya.

56 HR. Al-Bukhari ( 5436 ) dan lafazh diatas adalah lafazh pada riwayat Al-Bukhari, Muslim ( 2041 ),

(19)

maka tidak mengapa menjulurkan tangan untuk mengambilnya, karena bolehnya memilih makanan yang dihidangkan di meja makan… Kemudian beliau berkata – mengomentari sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Dan makanlah dengan makanan yang terdekat denganmu “ - : Dan sesungguhnya beliau memerintahkan kepadanya untuk makan dengan makanan yang terdekat, karena makanan yang ada waktu itu hanya satu jenis. Wallahu a’lam. Demikianlah yang ditafsirkan oleh para ulama57 . Dan dengan begitu jelaslah penyesuaian kedua hadits tersebut – Wallahu Al-Muwafffiq -.

8. Disenangi makan dipinggiran piring bukan bagian atasnya

Disebutkan pada hadits Ibnu Abbas – radhiallahu ‘anhuma -, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Apabila salah seorang diantara kalian makan suatu makanan maka janganlah dia makan pada bagian atasnya, akan tetapi hendaknya dia makan pada bagian pinggirnya, karena sesungguhnya berkah turun dari bagian atasnya “. Pada lafadz riwayat Ahmad : “ Makanlah kalian pada bagian pinggir piring, dan janganlah kalian makan dari bagian tengahnya, karena berkah turun pada bagian tengahnya “58

Bagian tengah diberi kekhususan dengan turunnya berkah, karena tempat itu adalah tempat paling adil. Dan sebab dari larangan tersebut agar seseorang yang makan tidak terharamkan baginya berkah yang berada dibagian tengah. Dan juga termasuk didalam hadits ini apabila yang makan lebih dari seseorang – berjama’ah -, karena seseorang diantara mereka yang mendahului mengambil dibagian tengah makanan sebelum bagian pinggirnya, telah melakukan adab yang jelek kepada

57 At-Tamhid ( 1 / 277 )

58 HR. Abu Daud ( 3772 ) lafaadz hadits diatas adalah lafazh pada riwayat Abu Daud, Ahmad ( 2435 ),

(20)

mereka, dan mementingkan diri sendiri untuk suatu yang baik selain dari mereka, Wallahu a’lam59.

9. Disenangi makan dengan mempergunakan tiga jari dan menjilati jari setelah makan.

Diantara Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa beliau makan dengan mempergunakan tiga jari. Dan juga menjilati jarinya setelah makan. Didala hadits Ka’ab bin Malik dari bapaknya, beliau berkata : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika makan beliau mempergunakan tiga jari dan menjilati jarinya sebelum mengelapnya “60

Ibnul Qayyim mengatakan : “ Dikarenakan makan dengan satu atau dau jari tidaklah menjadikan seorang yang makan menikmatinya dan tidak juga memuaskannya dan tidak mengenyangkannya kecuali setelah lama berselang dan juga tidak mengenakkan organ mulut dan pencernaan dengan yang masuk kedalamnya dari setiap makanan … Sedangkan makan dengan lima jari dan telapak tangan akan menyebabkan makan memenuhi organ mulut dan juga pencernaan. Dan terkadang akan menyumbat saluran makan dan memaksakan organ-organ makan untuk mendorongnya dan juga pencernaan akan terbebani. Dan dia tidak akan mendapatkan kelezatan dan juga kepuasan. Dengan begitu maka cara makan yang paling bermanfaat adalah cara makan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan cara makan yang meneladani beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan mempergunakan tiga jari “61

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Apabila salah seorang diantara kalian makan, maka janganlah dia membasuh tangannya hingga dia menjilatnya atau dijilatkan kepada orang lain “. Dan pada riwayat Ahmad dan Abu Daud :

59 Lihat : ‘Aun Al-Ma’ud jilid 5( 10 / 177 )

60 HR. Muslim ( 20232 ), Ahmad ( 26626 ), Abu Daud ( 3848 ) dan Ad-Darimi ( 2033 )

(21)

“ Janganlah dia mengelap tangannya dengan kain lap, hingga dia menjilatnya atau dijilatkan kepada orang lain “62

Dan sebab hal itu diperintahkan dfiterangkan pada hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menjilat jari dan piring makanan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya kalian tidak mengetahui dimanakah turunnya berkah “63

Dan pada sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“ Kalian tidak mengetahui dimanakah turunnya “ , maknanya – wallahu a’lam – bahwa makanan yang berada dihadapan seseorang mengandung berkah, dan dia tidaklah mengetahui apakah berkar itu yang dimakannya ataukah yang tersisa dijari-jarinya atau yang tersisa dibagian bawah piring ataukah pada butiran makanan yang terjatuh. Maka sepatutnyalah seseorang menjaga hal ini semuanya agar dia mendapatkan berkah. Dan asal suatu berkah adalah tambahan dan kebaikan yang selalu ada serta senantiasa dirasakannya. Dan yang dimaksud disini – wallahu a’lam – adalah yang dapat mengenyangkan dan akhirnya memberi keselamatan dari segala gangguan dan memperkuat ketaatan kepada Allah dan lain sebagainya, sebagaimana yang dikatakan oleh An-Nawawi64.

10. Disenangi mengambil butiran yang terjatuh, membasuh yang menempel padanya lalu memakannya. Dijelaskan pada hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Apabila butiran makanan seseorang diantara kalian terjatuh, hendaknya dia mengambilnya, lalu membersihkan kotoran yang

62 HR. Al-Bukhari ( 5456 ), Muslim ( 2031 ), Ahmad ( 3224 ), Abu Daud ( 3847 ), Ibnu Majah ( 3269 _

dan Ad-Darimi ( 2026 )

63 HR. Muslim ( 2033 ) dan lafazh hadits diatas adlah lafazh beliau, Ahmad ( 13809 ), dan Ibnu Majah

( 3270 ).

(22)

menempel kemudian memakannya dan jangan dia membiarkannya sebagai makanan syaithan … al-hadits “ Pada riwayat lainnya :

“ Sesungguhnya syaithan ikut menghadiri makanannya. Maka apabila salah seorang diantara kalian terjatuh makanannya maka hendaknya dia membersihkan kotoran yang menempel padanya kemudian memakannya dan tidak menyisakannya untuk syaithan. Dan apabila dia telah menyelesaikan makannya hendaknya dia menjilat tangannya karena sesungguhnya dia

tidak mengetahui makanan manakah yang ada berkahnya “65

Pada hadits ini ada beberapa faedah diantaranya :

Bahwa syaithan selalu mengawasi manusia dan mengiringinya dan berusaha untuk mempengaruhinya. Dan berupaya untuk berkumpul dengan manusia hingga disaat makan dan minum. Diantaranya pula bahwa menghilangkan kotoran yang menempel baik berupa tanah dan selainnya pada makanan yang terjatuh kemudian memakannya dan pengharaman syaithan dari makanan tersebut, karena syaithan adalah musuh, dan seorang musuh seharusnya di jauhkan dan berlindung darinya.

Diantaranya, bahwa berkah makanan bisa jadi ada pada makanan yang terjatuh makan janganlah melalaikannya.

Diantaranya : Sesungguhnya syaithan hadir dan selalu menyertai manusia, dan akal tidak punya hak untuk mengingkari kehadiran syaithan sebagaimana yang disangkakan oleh orang-orang yang memiliki akal yang sakit.

11. Larangan mengambil dua kurma bersamaan

Larangan ini berlaku bagi jama’ah, bukan bagi yang makan sendiri. Dan tentang hal ini ada beberapa hadits yang shahih. Diantaranya dari jalan Syu’bah dari Jabalah, beliau berkata : Kami pernah berada di Madinah bersama dengan beberapa penduduk Irak, dan paceklik telah menimpa kami. Maka Ibnu Az-Zubair

(23)

memberi kami rizki berupa kurma. Dan Ibnu Umar melintasi kami lalu berkata “ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang mengambil bersamaan lebih dari satu, kecuali seseorang diantara kalian telah meminta izin kepada saudaranya “66

Ibnul Jauzi didalam Al-Musykil berkata : “ Adapun hukum hadits tersebut, bahwa hukum ini berlaku pada jama’ah beberapa orang. Dan kebiasaan yang berlaku adalah mengambil kurma satu persatu. Apabila seseorang mengambil bersamaan maka akan menjadikan jatah mereka berkurang dan akan mempengaruhi mereka, olehnya itu dibutuhkan izin dari mereka. “67

Larangan pada hadits ini dapat menunjukkan pengharaman dan juga dapat berarti suatu yang makruh, dan masing-masingnya telah dinyatakan oleh ulama. An-Nawawi berpendapat bahwa perlu ada detail pada masalah ini, beliau mengatakan : “ Yang benar perlu diperinci, apabila makan tersebut mereka diantara mereka bersamaan, maka mengambil lebih dari satu bersamaan hukumnya haram, kecuali jikalau mereka meridhainya, dan ini dengan dapat dengan pernyataan mereka yang jelas, atau yang sederajat dengan pernyataan tersebut baik berupa indikasi keadaan atau isyarat dari mereka semuanya, dimana dapat diketahui dengan pasti atau dengan persangkaan yang kuat bahwa meeka meridhainya. Kapan dia ragu atas keridhaan mereka, maka hukumnya haram. Dan apabila makanan tersebut untuk selain mereka atau untuk salah seorang diantara mereka mesti disyaratkan keridhaannya sendiri, apabila dia mengambilnya tanpa keridhaannya maka hukumnya haram. Dan disenangi untuk meminta izin kepada orang-orang yang menyertainya makan namun tidaklah wajib. Dan apabila

66 HR. Al-Bukhari ( 2455 ), Muslim ( 2045 ), Ahmad ( 5017 ), At-Tirmidzi ( 1814 ), Abu Daud ( 3834 ),

Ibnu Majah ( 3331 ). Sabda beliau : “ Kecuali seseorang diantara kalian meminta izin kepada

saudaranya “ Syu’bah berkata : Saya tidak mengetahui kecuali kalimat ini berasal dari perkataan Ibnu Umar, yaitu perkataan “ meminta izin “. Lihat riwayat Muslim dan Ahmad tentang hadits ini.

(24)

makanan tersebut untuk dirinya sendiri dan dia menjamu mereka sebagai tamu maka tidaklah diharamkan mengambil lebih dari satu bersamaan. Kemudian apabila makanan tersebut jumlahnya sedikit maka disukai untuk tidak mengambil lebih dari satu bersamaan, karena hanya mencukupi mereka. Dan apabila jumlahnya banyak, dimana melebihi jumlah mereka maka tidak mengapa mengambil lebih dari satu sekaligus. Akan tetapi adab yang berlaku secara mutlak dan kesopanan dalam makan dan meninggalkan sikap rakus kecuali jikalau dalam keadaan tergesa-gesa dan semakin terburu-buru lagi jika ada pekerjaan yang lain68.

Masalah : Apakah jenis-jenis makanan lainnya yang dapat diambil satu persatu dapat dianalogikan dengan kurma ?

Jawab : Iya, dapat dianalogikan kepada kurma, apabila kebiasaan yang berlaku makanan tersebut diambil satu demi satu. Ibnu Taimiyah mengatakan ; “ Dan dapat dianalogikan larangan mengambil sekaligus lebih dari satu semua makanan yang kebiasaannya diambil satu persatu”69

12. Disenangi memakan suatu makanan setelah tidak panas lagi.

Dari Asma` binti Abu Bakar radhiallahu ‘anhuma, apabila beliau membuat tsariid – sejenis makanan – belaiu menutupnya dengan sesuatu hingga tidak mendidih, lalu beliau berkata : Sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Sesungguhnya yang demikian itu lebih besar berkahnya “70

Abu Hurairah radhgiallahu ‘anhu berkata : “ Tidaklah menyantap

makanan hingga panasnya hilang “71

68 Syarh Muslim jilid 7 ( 13 / 190 )

69 Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 3 / 158 )

70 HR. Ad-Darimi ( 2047 ), al-Albani memasukkan hadits ini didalam Silsilah Ash-Shahihah no. ( 392 )

dan Ahmad ( 26418 ).

71 Al-Albani mengatakan didalam Irwa’ Al-Ghalil ( 1978 ) : Shahih, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi ( 7 /

(25)

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyantap makanan disaat makanan itu sangat panas. Ibnul Qayyim72mengatakan : Dan makna yang paling tepat dengan kalimat berkah pada padist ini adalah yang dapat mengenyangkan dan selamat dari sakit yang timbul diakhirnya, dan menguatkan ketaatan kepada Allah dan lain sebagainya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh An-Nawawi73

13. Larangan mencela makanan dan menghinanya Disebutkan didalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “ Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela makanan sekalipun juga. Apabila beliau menghendaki suatu makanan maka beliau akan memakannya dan apabila

beliau tidak menyukainya maka beliau meninggalkannya “74

Mencela makanan seperti dengan mengatakan : Terlalu asin, atau kurang asin, kecut, tipis, keras, kurang matang, dan lain

sebagainya, sebagaimana diaktakan oleh An-Nawawi75

Dansebab larangan itu, dikarenakan makanan adalah ciptaan Allah yang tidak boleh dicela. Dan ada alasan lainnya yaitu bahwa mencela makanan akan menyakiti perasaan pembuat makanan hingga dia bersedih dan tersinggung, dikarenakan dialah yang mempersiapkan dan menyajikannya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup pintu ini agar jangan rasa sedih mendapati pintu untuk masuk kedalam hati seorang muslim Dan Syariat Islam selalu datang dengan hal serupa ini. Masalah : Apakah hadits ini bertentangan dengan keengganan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dhabb – kadal gurun -76. Dan apakah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dhabb yakni : “ Saya merasa kasihan kepadanya ‘ dan dalam

72 Zaad Al-Ma’ad ( 4 / 233 ).

73 Syarh Muslim jilid 7 ( 13 / 172 )

74 HR. Al-Bukhari ( 5409 ) , Muslim ( 2064 ), ahmad ( 9882 ), At-Tirmidzi ( 2031 ), Abu Daud ( 3763 ),

Ibnu Majah ( 3259 ) dan Al-Baghawi didalam Syarh As-Sunnah ( 2843 ). 75 Syarh Muslim jilid 7 ( 13 / 22 )

76 HR. Al-Bukhari ( 5537 ), Muslim ( 1946 ), Ahmad ( 6678 ), An-Nasa`I ( 4316 ), Abu Daud ( 3794 ),

(26)

riwayat lainnya : “ Daging serupa ini saya tidak makan sama sekali “, tergolong mencela makanan ?

Jawab : Bahwa tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut. Dan perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dhabb tidak tergolong mencela makanan. Melainkan pemberitahuan sebab mengapa beliau tidak memakannya. Yaitu bahwa beliau tidak menyukai makan jenis ini dan bukan kebiasaan beliau memakannya. An-Nawawi mengatakan : “ Adapun hadits bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan memakan dhabb bukan termasuk dalam kategori mencela makanan, melainkan merupakan pemberitahuan bahwa ini adalah makan yang spesifik yang beliau tidak menyukainya77

14. Hukum minum dan makan sambil berdiri

Para ulama berbeda persepsi tentang hukum mnum sambil berdiri. Dan perbedaan persepsi diantara mereka bermuara pada sejumlah hadits-hadits yang shahih yang secara zhahirnya bertentangan. Sebagian diantara hadits-hadits tersebut menerangkan larangan minum berdiri sedangkan sebagian lainnya adalah sebaliknya. Dan kami akan melampirkan sebagian diantaranya :

1. Anas radhiallahu ‘anhu meriwayatkan , bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang minum sambil berdiri “. Dan pada riwayat lainnya : “ Melarang seseorang minum sambil berdiri “78

2. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhialahu ‘anhu beliau berkata : “ Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari minum sambil berdiri “79

3. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Dan

77 Syarh Muslim jilid 7( 14 / 22 )

78 HR. Muslim ( 2024 ), Ahmad ( 11770 ), At-Tirmidzi ( 1879 ), Abu Daud ( 3717 ), Ibnu Majah ( 3424)

dan Ad-Darimi ( 2127 ).

(27)

janganlah sekali-kali salah seorang diantara kalian minm smabil berdiri, barang siapa yang lupa maka hendaknya dia

memuntahkannya “80

Hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya minum sambil berdiri : 1. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Saya menuangkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari air zam-zam, lalu beliau minum sambil berdiri “81

2. Dari An-Nazzal, beliau berkata : “ Ali radhiallahu ‘anhu datang menuju pintu Ar-Rahbah, lalu beliau minum sambil berdiri. Beliau berkata : Sesungguhnya beberapa orang tidak menyukai salah seorang diantara mereka minum sambil berdiri. Dan sesungguhnya saya telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya sebagaimana kalian telah melihatku melakukannya “ pada lafazh riwayat Ahmad : “ beliau berkata : Bagaimana pendapat kalian jika saya minum sambil berdiri, karena sesungguhnya saya telah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri. Dan jika saya minum sambil duduk, sesungguhnya saya tleah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil duduk “82

3. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : “ Kami dizaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri dan kami makan sambil berjalan “83

4. Atsar dari Aisyah, Sa’ad bin Abu Waqqash, bahwa mereka berdua membolehkan seseorang minum sambil berdiri. Ibnu Umar dan Ibnu Az-Zubair juga terlihat minum sambil berdiri84. Berdasarkan hadits-hdits ini yang secara kontekstual kontradiktif dengan selainnya, ulama berselisih dalam menerangkan hukumnya. Pendapat yang paling tepat menurutku adalah yang dikatakan oleh

80 HR. Muslim ( 2026 ), Ahmad ( 8135 ), tanpa sabda beliau : “ hendaknya dia memuntahkannya “.

81 HR. Al-bukhari ( 1637 ), Muslim ( 2027 ), Ahmad ( 1841 ), At-Tirmidzi ( 1882 ), An-Nasa`I ( 2964 ) dan

Ibnu Majah ( 322 ).

82 HR. Al-Bukhari ( 5615 ), Ahmad ( 797 (, An-Nasa`i ( 130 ) dan Abu Daud ( 3718 )

(28)

Ibnu Taimiyah didalam Fatawa beliau, beliau emngatakan : “ Akan tetapi menyelaraskan hadits-haits tersebut dengan menyatakan adanya keringan disaat mempunyai udzur. Hadist-hadits larangan minum berdiri yang berada didalam As-Shahih seperti: “ Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang minum sambil berdiri “, hadits yang diriwayatkan oleh Qatadh dari Anas : “ bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang minum smbil berdiri “. Qatadah berkata : Bagaimana dengan makan ? Beliau berkata : Hal itu lebih buruk dan jelek.

Sedangkan hadits-hadits yang memberi keringanan, semisal hadits yang diriwayatkan didalam Ash-Shahihain dari Ali dan Ibnu Abbas , beliau berkata ; “ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam minum air zam-zam sambil berdiri .“ Dan yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ali : Bahwasanya Ali berada di tanah lapang yang berpasir dan dia minum dalam keadaan berdiri, kemudian beliau berkata : Sesungguhn ya manusia dimakruhkan minum sambil berdiri, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammelukukan seperti apa yang aku lakukan. Dan hadits Ali ini telah diriwayatkan padanya ada atsar bahwasanya Rasulullah melakukan hal itu saat minum air zam-zam, sebagaimana datang pada hadits Ibnu ‘Abbas, hal ini adalah ketika berhaji, dan orang-orang disana melaksanakan thawaf dan minum dari air zam-zam, mereka mengambil air serta meminta minum darinya, dan tidak ada tempat untuk duduk , bersamaan dengan ini beliau lakukan selang waktu sedikit sebelum beliau meninggal, jadilah hal ini dan yang semisalnya dikecualikan dari hal tersebut sebagai larangan. Dan hal ini datang dari perkara syariat : Bahwa larangan dari sesuatu diperbolehkan ketika ada hajat, bahkan dia lebih ditekankan hukum pembolehannya dari sekedar dibolehkan ketika ada hajat, bahkan pula perkara haram yang diharamkan dia dimakan dan diminum, seperti bangkai dan darah yang diperbolehkan dalam keadaan darurat.85

(29)

15. Tidak disenangi bernafas dalam bejana dan meniup padanya.

Termasuk adab-adab ketika minum adalah seorang yang minum sebaiknya tidak bernafas dalam bejana dan tidak pula meniupnya, padanya ada hadits-hadits yang shahih, diantaranya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Apabila salah seorag diantara kalian minum maka janganlah dia bernafas dalam bejana …Al-Hadist.86Dan diantaranya pula hadits Ibnu ‘Abbas : Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang bernafas dalam bejana dan meniupnya.87Larangan bernafas dalam bejana ini adalah salah satu adab yang mana ditakuti akan mengotorinya dan menjadikan bau busuk serta terjatuhnya sesuatu dari mulut dan hidung padabejana dan sejenisnya, Hal ini adalah pendapat Imam An-Nawawi.88

Adapun meniup minuman, maka padanya akan diperoleh dari mulut yang meniup bau yang tidak sedap yang memuakkan karenanya. Terlebih lagi jika yang minum bergantian dan berbilang, maka nafas-nafas yang meminum akan mencampur-adukkannya, oleh karena itu Rasulullah menggabungkan antara larangan dari bernafas dalam bejana dan meniupnya, demikianlah pendapat Ibnu Al-Qayyim.89

16. Disenangi mengambil nafas sebanyak tiga kali ketika minum, dan bolehnya minum dengan sekali tegukan

Disebutkan didalam hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya

86 HR. Al-Bukhari ( 5630 ), Muslim ( 267 ), Ahmad ( 22059 ), At-Tirmidzi ( 1889 ), An-Nasa`i (47), dan

Abu Daud ( 31 ).

87 HR. At-Tirmidzi ( 1888 ), dan beliau berkata : Hadits hasan shahih,Dan HR. Abu Daud ( 3728 ), dan

syaikh Al-Albani menshahihkannya, HR. Ibnu Majah ( 3429 ) tanpa penyebutan at-tanaffus. 88 Syarh Shahih Muslim jilid kedua ( 3/130)

(30)

mengambil nafas sebanyak tiga kali sewaktu minum, dan beliau bersabda :

“ Sesungguhnya hal ini akan lebih menghilangkan rasa dahaga, lebih menjaga dan lebih bermanfaat “ Anas berkata : Maka saya mengambil nafas tiga kali ketika minum “90

Yang dimaksud dengan mengambil nafas ketika minum sebanyak tiga kali adalah dengan menjauhkan bejana air dari mulut sipeminum, lalu dia mengambil nafas tiga kali, karena mengambil nafas dibejana suatu yang dilarang.

Dan diperbolehkan meminum dengan sekali tegukan dan bukan suatu yang makruh. Dan ini ditunjukkan pada hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau mengunjungi Marwan bin Al-Hakam, dan dia berkata kepadanya : “ Apakah anda telah mendengar jikalau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menghembuskan nafas didalam bejana air ? Abu Sa’id berkata : Benar. Maka seseorang berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya dahafa saya tidak hilang hanya dengan sekali tegukan. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda : “ Jauhkanlah cerek air dari mulutmu kemudian ambillah nafas “. Orang itu berkata : Namun sesungguhnya saya melihat ada kotoran pada cerek tersebut . Beliau bersabda : “ Maka buanglah “91

Malik mengatakan : “ tidak mengapa seseorang minum hanya dengan sekali mengambil nafas. Dan saya berpendapat ini adalah rukhshah/keringanan dari penjelasan yang ada pada hadits : “ Sesungguhnya dahaga saya tidaklah hilang hanya dengan sekali mengambil nafas “92

Syaikhul Islam mengatakan : “ Hadits ini merupakan dalil – hadits diatas – bahwa sekiranya rasa dahaganya telah hilang

90 HR. Al-Bukhari ( 45631 ), Muslim ( 2028 ) dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat Muslim , Ahmad

( 11776 ), At-Tirmidzi ( 1884 ), Ibnu Majah ( 3416 ), dan Ad-Darimi ( 2120 ), Ibnu Majah dan At-Tirmidzi tidak menyebutkan potongan kedua yang ada pada hadits tersebut.

91 HR. At-Tirmidzi ( 1887 ), danbeliau berkata : hadits ini hadits hasan shahih , ahmad ( 10819 ), Malik

(31)

hanya dengan sekali mengambil nafas dan tidak lagi butuh untuk mengambil nafas, maka hal tersebut diperbolehkan. Dan saya tidak mengetahuiada imam yang mewajibkan mengambil nafas tiga kali, dan mengharamkan minum hanya dengan sekali tegukan “93

17. Makruh minum dimulut bejana/cerek air

Tentang permasalahan ini ada beberapa hadits yang shahih. Dari abu Hurairah radhiallahu ‘anha beliau berkaa : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang minum dimulut al-qirbah – sejenis botol penyimpan air dari kulit – dan cerek, dan

melarang tetangganya menancapkan kayu didindingnya “94

Dan dari Ibnu Abbas – radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang seseorang minum dimulut bejana “95

Pada kedua hadits tersebut berisikan larangan yang sangat jelas dari minum dimulut al-qirbah dan cerek. Dan yang semestinya adalah dengan menuangkan minuman tersebut ketempat air lalu minum darinya. Larangan ini oleh sebagian ulama memahaminya sebagai suatu larangan, dan sebagian lainnya menganggapnya hanya sebatas makruh, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Diatara mereka menjadikan hadits-hadits larangan sebagai nasikh – yang menghapuskan hukum – hadits-hadits yang membolehkan96.

Para ulama menyebutkan beberapa kandungan hikmah yang menyebabkan larangan ini, dan kami akan menyebutkan sebagian diantaranya :

93 Al-Fatawa ( 32 / 209 )

94 HR. Al-Bukhari ( 5627 ), Ahmad ( 7113 ) tanpa penggalan kedua hadits diatas. Dan Ahmad

meriwayatkan penggalan kedua hadits diatas pada riwayat lainnya. Juga diriwayatkan oleh Muslim ( 1609 ), At-Tirmidzi ( 1353 ), Abu Daud ( 3634 ), Ibnu Majah ( 2335 ), Malik ( 1462 ) dan kesemuanya menyebutkan penggalan kedua dari hadits diatas selain pengglan yang pertama.

95 HR. Al-Bukhari ( 5629 ), ahmad ( 1990 ), At-Tirmidzi ( 1825 ), An-Nasa`I ( 4448 ), abu Daud ( 3719 ),

(32)

Seringnya nafas orang yang minum melalui mulut cerek akan menyebabkan bau busuk dan tidak sedap yang akan menjadikan perasan muak.

Dan juga terkadang didalam qirbah atau cerek ada serangga atau hewan atau kotoran atau selainnya yang tidak disadari oleh yang minum, lalu masuk kedalam kerongkongannya dan menimbulkan mudharat kepadanya.

Diantaranya terkadang air akan bercampur dengan liur yang minum yang menjadikan orang lain merasa jijik97.

Terkadang liur dan nafas yang minum akan menyebabkan penyakit kepada orang lain, dimana meurut para pakar kedokteran bahwa bibit penyakit bisa saja berpindah melalui liur dan nafas.

Masalah : Telah shahih, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam minum dari mulut qirbah yang tergantung. Maka Bagaimanakah menyesuaikan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan pemboleha minum dimulut qirbah dengan larangan beliau dari ucapannya ?

Jawab : Ibnu Hajar mengatakan : “ Syaikh kami didalam Syarh At-Tirmidzi mengatakan : Sekiranya dibedakan apabila dalam keadaan yang ada udzur, seperti misalnya qirbah yang tergantung, dan seseorang yang butuh untuk minum tidak mendapatkan wadah dan tidak mampu untuk menjangkau dengan tangannya, maka pada keadaan tersebut tidaklah makruh, dan kepada keadaan itulah, hadits-hadits yang telah disebutkan diatas tersebut dipahami. Dan antara seseorang yang tidak mempunyai udzur, maka hadits-hadits larangan dipahami pada keadaan ini. “

Saya – yang berkata adalah Ibnu Hajar – “ Dan pendapat tersebut dikuatkan pula, bahwa hadits-hadits yang menunjukkan pembolehan semuanya menunjukkan bahwa qirbah tersebut dalam keadaan tergantung, dan minum dari qirbah yang

(33)

tergantung lebih khusus daris ekedar minum dari qirbah. Dan tidak ada argumen dari hadits-hadits yang menunjukkan pembolehan secara mutlak, melainkan hanya pada keadaan ini saja. Dan memahami pembolehan tersebut pada keadaan darurat sebagai upaya menyelaraskan kedua hadits tersebut lebih utama dari pada menggiringnya sebagai nasikh , Wallahu a’lam98

18. Disenangi bagi seorang yang menuang minuman, sebagai orang terakhir yang minum

Dalil akan masalah itu adalah hadits Qatadah radhiallahu ‘anhu yang panjang : “ … Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuang minuman kepada wadah mereka hingga tidak ada lagi yang tersisa selain saya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau berkata : Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuangkan kepadaku, dan berkata : Minumlah. Saya berkata : Saya tidak minum hingga anda minum wahai Rasulullah . Beliau bersabda :

“ Sesungguhnya yang menuangkan minum adalah yang palingterakhir minum”

Beliau berkata : Maka sayapun minum dan Rasulullah kemudian juga minum … al-hadits “99

Penunjukan pada hadits ini sangatlah jelas, bahwa yang bertanggung jawab menuangkan minum kepada suatu kaum , maka dia mendahulukan mereka dari dirinya sendiri, dan dia adalah orang yang paling akhir minum, untuk meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

19. Disenangi berbicara ketika menghadapi makanan

98 Fathul Bari ( 10 / 94 )

99 HR. Muslim ( 681 ), Ahmad ( 22040 ), At-Tirmidzi ( 1894 ), Ibnu Majah ( 3434 ), Ad-Darimi ( 2135 ),

(34)

Sebagai bentuk penyelisihan akan kebiasaan orang asing, dimana mereka tidak berbicara sama sekali ketika makan100. Ibnu Muflih mengatakan : “ Ishaq bin Rahawaih mengatakan , saya pernah sekali waktu makan malam bersama Abu Abdillah ( Ahmad bin Hanbal ) dan beberapa kerabat beliau. Dan kami tidak berbicara sedikitpun sementara beliau makan dan mengatakan : Alhamdulillah, bismillah, kemudian beliau mengatakan : Makan, memuja lebih baik dari pada makan smabil berdiam diri. Dan saya tidak menjumpai dari Imam Ahmad yang menyelisihi riwayat ini dengan penyelisihan yang jelas. Dan juga kami tidak menjumpai riwayat tersebut pada mayoritas perkataan para ulama Hanabilah. Zhahirnya Imam ahmad rahimahullah mengikuti atsar dalam perkataan beliau itu, karena diantara jalan dan kebiasaan beliau adalah memfokuskan pada ittiba’ atsar101.

20. Disenangi makan berjam’ah

Diantara adab kenabian, adalah disukainya makan sabil berjama’ah – bersama-sama -, dan makan berjama’ah ini adalah sebab diliputinya makanan tersebut dengan berkah. Setiap kali jumlah yang makan bertambah maka berkahnya akan bertambah. Pada hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Makanan untuk seorang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk empat orang dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang “102

Ibnu Hajar mengatakan : “ Pad riwayat Ath-Thabrani dari hadits Ibnu Umar, berisi tuntunan akan sebab dari hal itu, dimana pertamanya :

100 Lihat : Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali ( 2 / 11 ), Daar Al-Hadist cet. 1 1412 H

101 Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 3 / 163 )

102 HR. Msulim ) 2059 ), Ahmad ( 13810 )At-Tirmidzi ( 1820 ), Ibnu Majah ( 3254 ) dan Ad-Darimi ( 2044

(35)

“ Makanlah kalian semua berjam’ah dan janganlah kalian bercerai berai, karena sesungguhnya makanan untuk seseorang akan mencukupi dua orang “ al-hadits.

Dapat diambil faedah dari hadist ini bahwa kecukupan adalah hasil yang muncul sebagai akibat makan berjama’ah. Dan jumlah yang makan ketika semakin banyak akan berkahnya semakin bertambah “103

Dari Wahsyi bin Harb dari bapaknya dari kakeknya, beliau berkata : Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan : Wahai rAsululah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Mungkin kalian makan sambil tercerai berai. Mereka mengatakan : Benar. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Berkumpullah kalian pada makanan kalian dan sebutlah nama Allah niscaya makan kalian akan diberkahi”104

21. Dibenci rakus dalam makan dan juga sedkit karena akan melemahkan tubuh

Rakus dalam mengambil makanan akan menyebabkan tubuh menjadi sakit, dan akan menyebabkannya tersebrang banyak penyakit, dan juga akan menyebabkan tubuh terasa penat dan malas, sehingga terasa berat untuk mengerjakan amal-amal ketaatan. Dan juga akan mewariskan hati yang kera – semoga Allah melindungi kita dari hal itu -.

Dan sebaliknya, sedikit makan juga akan melemahkan tubuh dan akan melemahkannya dari ketaatan kepada Allah. Dan kami tidak menjumpai ada obat yang majur sebagaimana obat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seandainya kita meneladani beliau, tentula kita tidap perlu beroba tkedokter pada sebagian besar keberadaan kita.

103 Fathul Bari ( 9 / 446 )

(36)

Dari Miqdam bin Ma’diy karib, beliau merkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ tidaklah seorang anak Adam memenuhi penampang kejelekan selain perutnya. Cukuplah makanan bani Adam itu untuk menegakkan tulang belakangnya, jikalau memang harus, maka sepertiga untuk makananya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya “105

Dan para Ulama As-Salaf pada persoalan ini ada beberapa anggapan, yang bagus untuk kita ketahui. Ibnu Muflih mengatkan : ibnu Abdil Barr dan yang lainnya menyebutkan bahwa Umar bin Al-Khaththab suatu hari khutbah, dan mengatakan: “ Hati-hatilah kalian dengan – pemenuhan – perut kalian, karena akan menjadikan malas menuju shalat, dan menjadi penyakit bagi tubuh. Dan wajib bagi kalian untuk berlaku pertengahan dalam makanan kalian, karena sesungguhnya hal tersebut akan menjauhkan kalian dari kufur nikmat dan akan enyehatkan bagi badan dan akan menguatkan kalian untuk beribadah. Dan sesungguhnya seseorang tidak akan celaka hingga syahwatnya mempengaruhi agamanya “.

Ali radhiallahu ‘anhu mengatakan : “ lambung adalah telag abagi tubuh, dan setiap usus bermuara kepadanya dan darinya. Apabila lambung itu sehat, maka usus yang bermuara darinya akan sehat. Dan apabila lambung sakit maka usus yang bermuara darinya akan sakit “.

Al-Fadhl bin ‘Iyadh mengatakan : “ Ada dua hal yang akan mengeraskan hati : Banyak berbicara dan banyak makan “.

Al-Khallal meriwayatkan didalam Jami’ beliau dari Ahmad, bahwa beliau berkata : “Ada yang bertanya kepada beliau : Mereka inilah orang-orang yang makan sedikit dan sedikit menghidangkan makanan ? Beliau mengatakan : Tidaklah mengherankan aku ! Saya telah mendengar Abdurrahman bin Mahdi mengatakan :

105 HR. At-Tirmidzi ( 2380 ), dan beliau mengatakan : Hadits ini hasan shahih, Ahmad ( 16735 ), Ibnu

(37)

Suatu kaum melakukan hal demikian, maka menjadikan mereka terputus dari ibadah yang wajib “106

22. Dilarang duduk dimeja yang dihidangkan khamar Berkaitan dengan hal tersebut diriwayatkan dari hadits Uma rbin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua hidangan makanan. Duduk dimeja yang ada khamar diminum, dan seseorang yang makan sambil telungkup diatas perutnya “107

Dan pada riwayat Ahmad108 dengan lafazh : “ Barang siapa yang

beriman kepada Allah dan hari akhir , maka janganlah dia duduk di meja yang terhidang khamar diatasnya … al-ha

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Apabila dilihat dari risiko operasional, maka pengaruh BOPO - terhadap risiko operasional adalah negatif, menurunnya BOPO disebabkan penurunan biaya operasional lebih

Total sistem sosial adalah suatu masyarakat, dan baik organisasi maupun individu memiliki hubungan dengan struktur dari sistem tersebut, dalam bentuk

Cara perhitungannya sama dengan yang diatas, dan sub aspek yang dipilih untuk jadi core factor bagi aspek sikap kerja misalnya 1, 2 dan 5 , sedangkan sub aspek sisanya akan

Ditinjau dari kesesuaian dengan metode pembelajaran, LKPD Berbasis Problem Based Learning pada materi gelombang elektromagnetik diperoleh hasil validitas 82.28

Bagi guru, (a) perangkat jurnal kegiatan siswa yang telah dikembangkan dapat digunakan oleh guru untuk mendiagnostik kesulitan siswa pada materi lain, dan (b)

Mengenai pengertian populasi, Sugiyono (2014, hlm. 117) menjelaskan bahwa “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai