KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN,
DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI
BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ARYALAN GINTING
090302081
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN,
DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI
BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ARYALAN GINTING
090302081/ MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Kandungan Logam Berat Pb pada Air, Sedimen, dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Pantai Belawan, Provinsi Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Aryalan Ginting
NIM : 090302081
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Pindi Patana, S.Hut., M.Sc. Dr. Nurmatias, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Aryalan Ginting
NIM : 090302081
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kandungan Logam Berat Timbal (Pb)
pada Air, Sedimen, dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Pantai Belawan,
Provinsi Sumatera Utara” benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan data
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di akhir skripsi ini.
Medan, Januari 2014
ABSTRAK
ARYALAN GINTING, Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Pantai Belawan, Provinsi Sumatera Utara, dibawah bimbingan PINDI PATANA dan NURMATIAS.
Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Logam berat yang masuk ke dalam perairan akan mencemari laut. Salah satu biota laut yang diduga akan terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan pantai adalah hewan jenis kerang-kerangan. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung jumlah konsentrasi logam berat pb di air, sedimen dan dalam tubuh kerang darah (Andara granosa) serta menganalisis korelasi konsentrasi logam berat antara air, sedimen, dan kerang.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2013 di Perairan Pantai Belawan, Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Jumlah titik stasiun yang diamati berjumlah 3 stasiun. Parameter yang diamati adalah parameter fisika-kimia perairan dan konsentrasi logam berat timbal pada kolom air, sedimen, dan kerang darah yang kemudian dianalisis dengan menggunakan spektofotometer serapan atom (AAS).
Hasil penelitian pada air menunjukkan konsentrasi logam berat timbal berkisar antara 0,64-0,91 mg/L. Sedangkan konsentrasi timbal pada sedimen berkisar antara 60,78-71,56 mg/kg dan konsentrasi timbal pada kerang berkisar antara 10,48-12,03 mg/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa air, sedimen, dan kerang darah pada perairan Pantai Belawan telah tercemar oleh logam berat timbal.
ABSTRACT
ARYALAN GINTING, Lead Content of Heavy Metals in Water, Sediment, and Shells on the Beach in Belawan, North Sumatra province, under the supervision of PINDI PATANA and NURMATIAS.
Metals and other minerals commonly found in fresh water and sea water, although the amount is very limited. Heavy metals into the waters will pollute the sea. One suspected of marine life will be affected due to degradation of water and sediment in coastal environments is shellfish. This study aims to quantify the amount of lead concentrations of heavy metals in water, sediment, body shells (Anadara Granosa) and heavy metals analyzed the correlation between water, sediment and shellfish .
This study conducted in June-August in 2013 in the waters of Belawan Beach, Village Deli Chart, District of Medan Belawan, North Sumatra Province. point stations observed were three stations. Parameters measured were water physicochemical parameters and heavy metal concentrations of lead in the water column, sediment, and shellfish are then analyzed using atomic absorption spectrophotometer (AAS).
The results of research on water showed heavy metal concentrations of lead ranged between 0.64 to 0.91 mg / L. while lead concentrations in sediments ranged from 60.78 to 71.56 and lead concentrations in mussels ranged from 10.48 to 12.03 mg / kg. These results indicate that water, sediment, and shellfish contaminated with heavy metals lead already on the beach Belawan.
RIWAYAT HIDUP
Aryalan Ginting dilahirkan di Berastagi pada
tanggal 03 November 1991. Anak ketiga dari tiga
bersaudara pasangan dari I. Ginting dan S. Br
Sembiring. Tahun 2003 penulis lulus dari SD Ledjen
Jamin Ginting Berastagi, tahun 2006 lulus dari SMP
Negeri 1 Berastagi, dan tahun 2009 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Berastagi. Pada tahun 2009 tersebut,
penulis lulus seleksi melanjutkan perkuliahan di Universitas Sumatera Utara
melalui jalur Ujian Saringan Masuk (USM) Lokal USU dan memilih program studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian.
Selama kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Praktikum
Pencemaran dan Pengolahan Limbah pada tahun 2012 dan Asisten Mata Kuliah
Praktikum Ekotoksikologi Perairan pada tahun 2013. Selain mengikuti perkuliahan
penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan
(IMASSPERA). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai
Budidaya Laut Batam, Kepulauan Riau selama sebulan dan Magang di UPT
Perikanan Air Tawar Tuntungan Provinsi Sumatera Utara.
Penulis melakukan penilitian dari bulan Juni 2013 sampai bulan Agustus
2013 dengan judul “Kandungan Logam Berat Pb pada Air, Sedimen, dan Kerang
Darah (Anadara granosa) di Pantai Belawan, Provinsi Sumatera Utara” dibawah
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini. Adapun
judul usulan penelitian ini adalah “Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air,
Sedimen, dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Pantai Belawan, Provinsi
Sumatera Utara”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Pertanian Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat arahan, perhatian
dan bimbingan dari berbagai pihak baik berupa materi, ilmu, dan informasi. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Pindi Patana, S.Hut.,
M.Sc.selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Nurmatias, M.Si. selaku Anggota
Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
dan seluruh staf pengajar dan pegawai. Ayahanda I. Ginting dan Ibunda S. Br
Sembiring serta kakak Onasiska Br Ginting yang telah memberi dukungan, doa dan
semangat kepada penulis. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2009 di Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Kepada bapak Epeng selaku warga setempat dan seluruh masyarakat Kelurahan
Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang telah membantu penulis selama
melakukan penelitian di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dan
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang manajemen sumberdaya perairan dan informasi data
terkini kandungan logam berat Pb dan Cd pada air, sedimen, dan kerang darah
(Anadara granosa) di Pantai Belawan.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
RIWAYAT HIDUP iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Kerangka Pemikiran 4
TINJAUAN PUSTAKA 6
Kerang Darah (Anadara granosa) 6
Logam Berat 7
Timbal (Pb) 8
Kandungan Logam Berat dalam Kerang Darah (Anadara granosa) 9
Kandungan Logam Berat dalam Air 10
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen 12
Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia 14
Faktor Fisika Kimia Air 14
Suhu 15
Kecerahan dan Kekeruhan Air 15
pH Air (Derajat Keasaman) 16
Salinitas 16
DO (Dissolved oxygen) 16
Analisis Regresi Linear 17
METODE PENELITIAN 19
Waktu dan Lokasi Penelitian 19
Alat dan Bahan 20
Prosedur Penelitian 20
Pengambilan Sampel 21
Penanganan Sampel 22
Preparasi Sampel Air 22
Preparasi Sampel Sedimen 22
Preparasi Sampel Kerang 23
Parameter fisika- kimia perairan 23
Analisis Data 24
Penentuan Konsentrasi Logam berat 24
Koefisien Korelasi 24
Analisa Deskriptif 25
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Hasil 27
Parameter Fisika dan Kimia 27
Suhu 27
pH 28
Dissolve Oxygen (DO) 29
Salinitas 30
Kekeruhan 31
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dalam Air 32 Kandungam Logam Berat Timbal (Pb)dalam Sedimen 33 Kandungam Logam Berat Timbal (Pb) dalam Kerang 33 Perbandingan dengan Beberapa Penelitian Timbal (Pb) 34 Korelasi Logam Berat Pb pada Air, Sedimen, dan Kerang 35
Pembahasan 36
Parameter Fisika dan Kimia Perairan 36
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen dan
Kerang 39
Hubungan Kandungan Logam Pb dalam Air, Sedimen
dan Kerang 42
KESIMPULAN DAN SARAN 44
Kesimpulan 44
Saran 44
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Titik Koordinat Stasiun Pengambilan Sampel 20
2. Parameter Kualitas Air dan Metoda Analisis 24
3. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antara Faktor 25
4. Kriteria Baku Mutu Kandungan Logam Pb dalam Air,
Sedimen dan KerangNilai Parameter Fisika Kimia Perairan 25
5. Parameter Fisika, Kimia, dan Timbal (Pb) 27
6. Konsentrasi Rata-rata Logam Timbal dari Beberapa
Penelitian terhadap Organisme di Perairan Belawan 34
7. Hasil Analisis korelasi antara Kandungan Logam Berat Pb
pada Air, Sedimen dan Kerang di Stasiun 1 35
8. Hasil Analisis korelasi antara Kandungan Logam Berat Pb
pada Air, Sedimen dan Kerang di Stasiun 2 35
9. Hasil Analisis korelasi antara Kandungan Logam Berat Pb
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran 5
2. Lokasi Penelitian Pantai Belawan 19
3. Rata-Rata Nilai Suhu pada Stasiun Pengamatan 28
4. Rata-Rata Nilai pH pada Stasiun Pengamatan 29
5. Rata-Rata Nilai DO pada Stasiun Pengamatan 30
6. Rata-Rata Nilai Salinitas pada Stasiun Pengamatan 31
7. Rata-Rata Nilai Kekeruhan pada Stasiun Pengamatan 32
8. Rata-Rata Konsentrasi Pb dalam Air 32
9. Rata-Rata Konsentrasi Pb dalam Sedimen 33
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Lokasi Penelitian 56
2. Alat dan Bahan 57
3. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Air 61
4. Preparasi Sampel Air, Sedimen, dan Kerang 62
5. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 63
6. Baku Mutu air laut (Kepmen LH no.51 tahun 2004) 64
7. Industri yang Beroperasi di Sungai Deli dan Belawan 66
8. Surat Hasil Uji dan Analisis Logam Pb dengan Uji AAS 68
ABSTRAK
ARYALAN GINTING, Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Pantai Belawan, Provinsi Sumatera Utara, dibawah bimbingan PINDI PATANA dan NURMATIAS.
Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Logam berat yang masuk ke dalam perairan akan mencemari laut. Salah satu biota laut yang diduga akan terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan pantai adalah hewan jenis kerang-kerangan. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung jumlah konsentrasi logam berat pb di air, sedimen dan dalam tubuh kerang darah (Andara granosa) serta menganalisis korelasi konsentrasi logam berat antara air, sedimen, dan kerang.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2013 di Perairan Pantai Belawan, Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Jumlah titik stasiun yang diamati berjumlah 3 stasiun. Parameter yang diamati adalah parameter fisika-kimia perairan dan konsentrasi logam berat timbal pada kolom air, sedimen, dan kerang darah yang kemudian dianalisis dengan menggunakan spektofotometer serapan atom (AAS).
Hasil penelitian pada air menunjukkan konsentrasi logam berat timbal berkisar antara 0,64-0,91 mg/L. Sedangkan konsentrasi timbal pada sedimen berkisar antara 60,78-71,56 mg/kg dan konsentrasi timbal pada kerang berkisar antara 10,48-12,03 mg/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa air, sedimen, dan kerang darah pada perairan Pantai Belawan telah tercemar oleh logam berat timbal.
ABSTRACT
ARYALAN GINTING, Lead Content of Heavy Metals in Water, Sediment, and Shells on the Beach in Belawan, North Sumatra province, under the supervision of PINDI PATANA and NURMATIAS.
Metals and other minerals commonly found in fresh water and sea water, although the amount is very limited. Heavy metals into the waters will pollute the sea. One suspected of marine life will be affected due to degradation of water and sediment in coastal environments is shellfish. This study aims to quantify the amount of lead concentrations of heavy metals in water, sediment, body shells (Anadara Granosa) and heavy metals analyzed the correlation between water, sediment and shellfish .
This study conducted in June-August in 2013 in the waters of Belawan Beach, Village Deli Chart, District of Medan Belawan, North Sumatra Province. point stations observed were three stations. Parameters measured were water physicochemical parameters and heavy metal concentrations of lead in the water column, sediment, and shellfish are then analyzed using atomic absorption spectrophotometer (AAS).
The results of research on water showed heavy metal concentrations of lead ranged between 0.64 to 0.91 mg / L. while lead concentrations in sediments ranged from 60.78 to 71.56 and lead concentrations in mussels ranged from 10.48 to 12.03 mg / kg. These results indicate that water, sediment, and shellfish contaminated with heavy metals lead already on the beach Belawan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air
laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam
logam baik logam ringan maupun logam berat jumlahnya sangat sedikit dalam air.
Beberapa logam itu bersifat essensial sangat dibutuhkan dalam proses kehidupan,
misalnya kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg) yang merupakan logam ringan
berguna untuk pembentukan kutikula/sisik pada ikan dan udang. Sedangkan
tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mg), merupakan logam berat yang sangat
bermanfaat dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik
pada hewan air tersebut (Dahuri, 2001).
Logam berat yang masuk ke dalam perairan akan mencemari laut. Selain
mencemari air, logam berat juga akan mengendap di dasar perairan yang
mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun dan logam berat
akan terkonsentrasi ke dalam tubuh makhluk hidup dengan proses bioakumulasi
dan biomagnifikasi melalui beberapa jalan, yaitu melalui saluran pernapasan,
saluran makanan dan melalui kulit (Darmono, 2001).
Salah satu biota laut yang diduga akan terpengaruh langsung akibat
penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan pantai adalah hewan jenis
kerang-kerangan. Odum (1994) menjelaskan bahwa komponen biotik dapat
memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia, dan biologi suatu perairan,
salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan
Supriharyono (2002) menyatakan, kerang adalah satu diantara beberapa
hewan laut yang paling efisien mengakumulasi logam berat. Hal ini disebabkan,
kerang hidup di lapisan sedimen dasar perairan, bergerak sangat lambat dan
makanannya adalah detritus di dasar perairan, sehingga peluang masuknya logam
berat sangat besar. Bahan-bahan buangan yang bersifat racun yang masuk ke
perairan akan menurunkan kualitas air yaitu berubahnya sifat-sifat fisika dan kimia
perairan. Hal ini dapat membahayakan kehidupan organisme perairan terutama
hewan bentos karena pergerakannya yang terbatas (sessile) dan sifat hidupnya yang
relatif menetap di dasar perairan sehingga bila terjadi pencemaran akan sulit untuk
menghindar.
Pada perairan pesisir timur Sumatera Utara yang tercemar berat, tidak
tertutup kemungkinan kandungan logam berat dalam tubuh kerang konsumsi sudah
melampaui ambang batas yang diperkenankan (Salim, 1997). Penyakit Minamata di
Jepang (Minamata Disease) tahun 1950-an yang membawa banyak korban
merupakan contoh keracunan logam berat melalui konsumsi ikan dari laut, dan
dikategorikan sebagai tragedi dunia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
mengenai kandungan logam berat Pb pada substrat, air dan kerang darah (Anadara
granosa) di perairan pantai Belawan, Sumatera Utara.
Penelitian mengenai logam berat dengan kerang darah (Anadara granosa)
sebagai bioindikator telah banyak dilakukan, terutama analisis beberapa
karakteristik lingkungan perairan yang mempengaruhi akumulasi logam berat
timbal dalam tubuh kerang darah di perairan pesisir timur Sumatera Utara.
Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut dalam
sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dan melengkapi hasil
penelitian-penelitian terdahulu.
Rumusan Masalah
Perairan Belawan dikenal sebagai penghasil kerang darah (Anadara
granosa) di Sumatera Utara. Dimana daerah tersebut merupakan muara dari limbah
industri, kapal, rumah tangga dan minyak pelumas sisa kapal ke perairan muara
belawan. Melihat tingginya aktivitas masyarakat di sepanjang perairan muara
Sungai Belawan seperti pembuangan limbah industri, rumah tangga, transportasi
serta sisa pelumas dari kapal-kapal nelayan dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran logam berat pada perairan muara Belawan seperti Timbal (Pb).
Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah:
1. Seberapa besar kandungan logam berat Pb yang ada di perairan Pantai
Belawan.
2. Berapa perbandingan konsentrasi Pb yang terdapat pada sedimen dengan yang
terdapat pada kerang darah (Anadara granosa) di perairan Pantai Belawan,
Sumatera Utara.
Tujuan Penelitian
1. Untuk menghitung jumlah konsentrasi kandungan logam berat Pb di air,
sedimen dan dalam tubuh kerang darah (Anadara granosa) di perairan Pantai
Belawan, Sumatera Utara.
2. Untuk menganalisis korelasi kandungan logam berat di air dan sedimen
terhadap tubuh kerang darah (Anadara granosa) di perairan Pantai Belawan,
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang logam berat di perairan pantai Belawan,
Sumatera Utara ditinjau dari ilmu ekotoksikologi.
2. Memberikan informasi bagi pihak pemerintah maupun masyarakat dalam upaya
pengendalian pencemaran logam berat yang terdapat di perairan Belawan.
3. Memberikan informasi dan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya di perairan
pantai Belawan, Sumatera Utara.
Kerangka Pemikiran
Dari aktivitas manusia seperti industri, rumah tangga, dan perikanan akan
menghasilkan limbah, dimana limbah yang tidak dapat digunakan kembali akan
menjadi bahan pencemar bila dibuang ke badan air. Logam berat merupakan bahan
pencemar yang bila konsentrasinya telah melebihi ambang batas akan berpengaruh
terhadap organisme yang ada di perairan terutama kerang darah (Anadara granosa)
maupun dapat berdampak terhadap manusia. Adapun kerangka pemikiran dapat
Gambar 1. Kerangka pemikiran penilitian Kandungan Logam Berat Pb Pada Air, Sedimen dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Pantai Belawan, Sumatera Utara
Aktivitas manusia
Industri Rumah tangga Perikanan
Limbah Logam
Perairan
Kualitas air (peningkatan kadar logam Pb)
Konsentrasi Pb pada Kerang
TINJAUAN PUSTAKA
Kerang Darah (Anadara granosa)
Hewan air jenis kerang-kerangan (bivalvia) atau jenis binatang lunak
(moluska), baik jenis klam (kerang besar) atau oister (kerang kecil), pergerakannya
sangat lambat di dalam air. Mereka biasanya hidup menetap di suatu lokasi tertentu
di dasar air. Jenis kerang baik yang hidup di air tawar maupun di air laut banyak
digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat
hidupnya yang menetap atau sifat bioakumulatifnya terhadap logam berat. Karena
kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatif inilah yang
menyebabkan kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus-menerus (Darmono,
2001).
Kerang Anadara terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir
dengan kedalaman 10-30 meter. Kerang Anadara termasuk kedalam subkelas
Lamellibranchia, dimana filament insang memanjang dan melipat, seperti huruf W,
antar filamen dihubungkan oleh cilia (filiaranchia) atau jaringan
(eulamellibranchia). Anadara juga merupakan ordo Toxodonta, dimana gigi pada
hinge banyak dan sama, kedua otot aduktor berukuran kurang lebih sama,
pertautan antar filament insang tidak ada (Oemarjati dan Wisnu, 1990).
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu komoditas yang
banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan antara lain sebagai bahan
makanan sumber protein (Dharma, 1988). Kerang dapat mengakumulasi logam
lebih besar daripada hewan air lainnya karena sifatnya yang menetap dan
dari pengaruh polusi. Oleh karena itu, jenis kerang merupakan indikator yang
sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran logam dalam lingkungan perairan
(Darmono, 2001).
Kerang merupakan sumber bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat, karena mengandung protein dan mineral. Kerang hidup di daerah
perairan dan bisa bertahan hidup di tempat berlumpur. Kerang memiliki mobilitas
yang rendah, sehingga dapat mengakumulasi logam berat yang ada di
lingkungannya. Oleh sebab itu, adanya logam berat dalam tubuhnya dipandang
dapat mewakili keberadaan logam berat yang ada dihabitatnya (Darmono, 1995).
Logam Berat
Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan
digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban
manusia. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria
yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan
bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda
dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada
mahluk hidup (Palar, 2008).
Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam dengan
berat jenis lebih besar. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau
dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi dan bersifat
kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu logam
berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 gr/cm3, mempunyai
Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan
Pb. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada
Tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau
berat atom (BA) 207,2 (Palar, 1994). Logam Pb digunakan dalam industri baterai,
kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat anti letup pada bensin, zat penyusun patri
atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan
terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb. Timbal sebagai salah satu zat
yang dicampurkan ke dalam bahan bakar (premium dan premix), yaitu (C2H5)4 Pb
atau TEL (Tetra Ethyl Lead) yang digunakan sebagai bahan aditif, yang berfungsi
meningkatkan angka oktan sehingga penggunanya akan menghindarkan mesin dari
gejala “ngelitik” yang berfungsi sebagai pelumas bagi kerja antar katup mesin
(intake dan exhaust valve) dengan dudukan katup valve seat serta valve guide.
Keberadaan Octane booster dibutuhkan dalam bensin agar mesin bisa bekerja
dengan baik (Widowati ., 2008).
Walaupun pengaruh toksisitas akut agak jarang dijumpai, tetapi pengaruh
toksisitas kronis paling sering ditemukan. Pengaruh toksisitas kronis ini sering
dijumpai pada pekerja di pertambangaan dan pabrik pewarnaan khusus, pabrik
mobil (proses pengejutan), penyimpan baterai, percetakan, pelapis logam dan
pengecatan sistem semprot. Konsentrasi Pb dalam produk cat sudah sangat
menurun sampai batas maksimum 0,06%, tetapi waalaupun begitu bangunan tua
yang masih ada sisa cat lamanya, kandungan Pb nya masih tinggi (Darmono,
Pb memiliki titik lebur rendah, mudah di bentuk, memiliki sifat kimia yang
aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan.
Apabila dicampur dengan logam lain maka akan terbentuk logam campuran yang
lebih bagus daripada logam murninya. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu
kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh
pada suhu 328 oC (662 oF), titik didih 1740 oC (3164oF), dan memiliki gravitasi
11,34 dengan berat atom 207,20 (Widiowati, dkk., 2008).
Kadar Pb dalam tanah sekitar 5-25 ppm, dalam air tanah 1-60 ppm dan lebih
rendah lagi dari permukaan air. Air minum bisa tercemari oleh Pb karena
penggunaan pipa berlapis Pb, peralatan makan keramik berglasur, dan solder yang
mengandung Pb. Pengemasan makanan menggunakan kertas koran bekas
memungkinkan terjadinya migrasi logam berat (terutama Pb) dari tinta koran
menuju makanan. Berdasarkan hasil penelitian, makanan/minuman sebesar 0,171 ±
0,02 ppm, dengan kecepatan reaksi pelepasan Pb 5,56 x 10-5 bpj/jam (Widiowati,
dkk., 2008).
Kandungan Logam Berat dalam Kerang Darah (Anadara granosa)
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan biota laut yang tergolong
molusca dari kelas pelecypoda. Kerang merupakan sumber bahan makanan yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan mineral.
Kerang hidup didaerah perairan dan bisa bertahan hidup ditempat berlumpur.
Kerang memiliki mobilitas yang rendah, sehingga dapat mengakumulasi logam
berat yang ada dilingkungannya. Oleh sebab itu, adanya logam berat dalam
tubuhnya dipandang dapat mewakili keberadaan logam berat yang ada dihabitatnya.
waktu karena sifatnya yang bioakumulatif, sehingga biota air sangat baik digunakan
sebagai indikator pencemaran logam dalam lingkungan perairan (Darmono, 1995).
Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk
hidup, tetapi beberapa jenis logam masih dibutuhkan oleh mahluk hidup walaupun
dalam jumlah yang sedikit. Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup
sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan
(detoksikasi) dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh
polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut:
biota air, biota darat, dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi
dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat,
sedang, dan daerah nonpolusi. Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya
toksisitas logam, dalam hal ini yang umurnya muda lebih peka. Daya tahan
makhluk hidup terhadap toksisitas logam juga bergantung pada daya detoksikasi
individu yang bersangkutan, dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi (Palar,
1994).
Kandungan Logam Berat dalam Air
Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok
logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur
seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Unsur-unsur ini biasanya erat kaitannya
dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Logam berat secara alami ditemukan
pada batu-batuan dan mineral lainnya, maka dari itu logam berat secara normal
merupakan unsur dari tanah, sedimen, air dan organisme hidup serta akan
konsentrasi relatif logam dalam media adalah hal yang paling penting (Alloway
dan Ayres, 1993).
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan perairan terjadi karena adanya
suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut dalam
kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai
jenis limbah beracun termasuk di dalamnya terkandung logam berat ke dalam
lingkungan perairan. Sumber utama pemasukan logam berat berasal dari kegiatan
pertambangan, cairan limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri, limbah
pertanian (Wittmann, 1979 in Connell dan Miller, 1995).
Logam berat termasuk sebagai zat pencemar karena sifatnya yang tidak
dapat diuraikan secara biologis dan stabil, sehingga dapat tersebar jauh dari
tempatnya semula (Dewi, 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua hal yang
menyebabkan logam berat digolongkan sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu (1)
tidak dihancurkan oleh mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan (2)
terakumulasi dalam komponen-komponen lingkungan, terutama air dengan
membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara
adsorpsi dan kombinasi.
Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun dalam
kadar yang sangat rendah (Hutagalung,1984). Kadar logam dapat meningkat bila
limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang banyak
mengandung logam berat masuk ke dalam perairan alami melalui saluran
pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak
terdapat di lingkungan. Logam berat tersebut adalah raksa (Hg), timah hitam (Pb),
Timbal masuk keperairan melalui pengendapan jatuhan debu yang
mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung tetra etil,
erosi dan limbah industri. Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam
tubuh melalui makanan dan minuman yang di konsumsi serta melalui pernafasan
dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, di dalam tubuh manusia, dapat
menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan haemoglobin yang
dapat menyebabkan anemia. Gejala yang di akibatkan dari keracunan logam timbal
adalah kurangnya nafsu makan, kejang-kejang, muntah dan pusing-pusing. Timbal
dapat juga menyerang susunan saraf dan mengganggu sistem reproduksi, kelainan
ginjal dan kelainan jiwa (Palar, 2008).
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen
Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi
dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun horizontal (Friedman
dan Sanders, 1978). Sedimen terdiri dari beberapa komponen dan banyak sedimen
merupakan pencampuran dari komponen-komponen tersebut. Komponen tersebut
bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan geologi dasar (Forstner dan
Wittman, 1983). Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang
berpengaruh negatif terhadap kualitas air. Bahan organik berasal dari biota atau
tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur.
Bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil
pelapukan batuan terbagi atas kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak
dijumpai dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam atau
Sedimen merupakan tempat tinggal tumbuhan dan tempat tinggal tumbuhan
dan hewan yang ada di dasar perairan. Dalam lingkungan perairan ada 3 media
yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat yaitu air, sedimen
dan organisme hidup. Secara teoritis sedimen merupakan salah satu indikator
penting dalam pemantauan pencemaran, khususnya logam berat (Fitriati 2004
diacu oleh Apriadi, 2005).
Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan bahan
kimia anorganik dan organik menjadi bahan yang tersuspensi di dalam air,
sehingga bahan tersebut menjadi penyebab pencemaran tertinggi dalam air.
Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan
perairan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya yang dapat menghambat
daya lihat (visibilitas) organisme air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan
organisme air lainnya untuk memperoleh makanan, pakan ikan menjadi tertutup
oleh lumpur. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kerja
organ pernapasan seperti insang pada organisme air dan akan mengakumulasi
bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam. Pada sedimen terdapat
hubungan antara ukuran partikel sedimen dengan kandungan bahan organik. Pada
sedimen yang halus, presentase bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen yang
kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga
memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan
organik ke dasar perairan. Sedangkan pada sedimen yang kasar, kandungan bahan
organiknya lebih rendah karena partikel yang lebih halus tidak mengendap.
Demikian pula dengan bahan pencemar, kandungan bahan pencemar yang tinggi
daya tarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral (Boehm,
1987 diacu oleh Apriadi, 2005).
Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia
Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut antar
lain Timbal (Pb) bila terdapat dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan
gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf),
gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf,
dan gangguan fungsi paru-paru. Keluhan sakit kepala, gelisah, gugup, lemas dan
mudah tersinggung, beberapa tanda yang mendahului efek keracunan sebelum
terjadinya koma, kemudian kematian (Palar, 2008)
Faktor Fisika Kimia Air
Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting
dilakukan. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan
dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
iklim, fisika dan kimia (Suin, 2002).
Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air
adalah suhu, cahaya, konduktivitas, dan kecepatan arus, sehingga faktor fisik
tersebut selalu diukur di dalam studi ekologi perairan (Suin, 2002). Beberapa faktor
fisik yang mungkin ikut menentukan kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas),
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian
suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat
menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan
musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat
terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air
mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam
proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen
dalam air (Effendi, 2003).
Kekeruhan Air
Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus.
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi
seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat
penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesbiono (1989), pengaruh kekeruhan
yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas
fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan
menjadi turun. Di samping itu Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai
kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas
pH Air (Derajat Keasaman)
Derajat keasaman air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks
pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan. Nilai pH yang ideal
bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7 – 8,5. Kondisi
perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).
Salinitas
Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut
dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan
nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5
– 30‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhialin (>40 ‰) (Barus, 2004). Selanjutnya
komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya dikelompokkan menjadi 3
(tiga) yakni fauna air tawar, payau dan laut (Dahuri, 2003).
Dissolved oxygen (DO)
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar
oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta
semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin
tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah.
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung
pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan
oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen kedalam air dapat terjadi secara
langsung pada kondisi air diam (stagnant) (Effendi, 2003).
Analisis Regresi Linear
Analisis regresi dipergunakan untuk menggambarkan garis yang
menunjukan arah hubungan antar variabel, serta dipergunakan untuk melakukan
prediksi. Analisa ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel
atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum
diketahui dengan sempurna. Regresi yang terdiri dari satu variabel bebas
(predictor) dan satu variabel terikat (Response/Criterion) disebut regresi linier
sederhana (bivariate regression), sedangkan regresi yang variabel bebasnya lebih
dari satu disebut regresi berganda (Multiple regression/multivariate regression),
yang dapat terdiri dari dua prediktor (regresi ganda) maupun lebih. Adapun bentuk
persamaan umumnya adalah:
Y= a + bX
Dimana :
Y : Variabel terikat
A : Parameter intersep (garis potong kurva terhadap sumbu Y) B : Koefisien regresi (kemiringan atau slop kurva linear) X : Variabel bebas
Tanda positif pada nilai b atau koefisien regresi menunjukkan bahwa antara
variabel bebas dengan variabel terikat berjalan satu arah, di mana setiap penurunan
atau peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan
variabel terikatnya. Sementara tanda negatif pada nilai b menunjukkan bahwa
peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan penurunan variabel terikatnya, dan
Pengambilan titik koordinat stasiun pengamatan menggunakan Global Positioning System (GPS) yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Titik koordinat stasiun pengambilan sampel stasiun ulangan Koordinat
North East
I 1 03⁰ 46' 22,4'' 098⁰ 42' 23,0'' 2 03⁰ 46' 18,0'' 098⁰ 42' 27,5'' 3 03⁰ 46' 12,4'' 098⁰ 42' 26,6'' II 1 03⁰ 46' 40,6'' 098⁰ 42' 39,0'' 2 03⁰ 46' 35,1'' 098⁰ 42' 54,9'' 3 03⁰ 46' 20,7'' 098⁰ 43' 03,2'' III 1 03⁰ 47' 22,3'' 098⁰ 43' 02,5'' 2 03⁰ 46' 54,5'' 098⁰ 43' 26,8'' 3 03⁰ 46' 30,1'' 098⁰ 43' 30,4''
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah botol sampel, peralatan
analisis kimia di laboratorium, pH meter, Global Positioning System (GPS), kertas
label, kertas whatman, coolbox, eckmen grab, plastik, ember, timbangan, Hot plate,
Refractometer, termometer dan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biota air berupa
kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari setiap stasiun pengamatan,
sampel air dan bahan kimia (HNO3, alkohol, dan aquabides), baik untuk analisis
logam berat, analisis kualitas air maupun untuk keperluan pengawet sampel.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk
pengambilan logam berat adalah Purpossive Random Sampling pada tiga stasiun
Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dimulai dari pukul 08.00-11.00
WIB. Pengambilan sampel kualitas air untuk parameter fisika dan kimia dilakukan
secara langsung (insitu) pada masing-masing stasiun dan untuk parameter kimia air,
air yang ada di stasiun diambil lalu dimasukkan ke dalam botol sampel dari
masing-masing stasiun, air tersebut akan dianalisis secara (eksitu) di Unit Pelayanan Teknis
Laboratorium Ilmu dan Dasar Umum (UPT LIDA) Universitas Sumatera Utara dan
Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pengambilan sampel
Pengambilan contoh air dilakukan dengan menggunakan perahu nelayan.
Contoh air diambil pada lapisan permukaan dengan menggunakan botol sampel 100
ml dan disimpan dalam coolbox. Pengambilan sedimen dilakukan dengan
menggunakan Eckman grab. Sedimen dasar diambil sebanyak ± 200 gr dari tiap
stasiun. Kemudian sampel tersebut dimasukan ke dalam kantong plastik dan
disimpan dalam coolbox.
Selain dilakukan pengambilan sampel air dan sedimen, pada penelitian ini
juga dilakukan pengambilan sampel biota air berupa kerang darah. Contoh kerang
darah diambil dengan bantuan kapal nelayan di setiap stasiun dengan menggunakan
penggaruk dan kerang yang tertangkap dengan alat penggaruk dimasukkan ke
dalam kantong plastik untuk mencegah kontaminasi logam selama pengangkutan ke
laboratorium lalu kerang dimasukkan ke dalam coolbox. Pengambilan sampel biota
air ini dilakukan untuk melihat kandungan logam berat yang ada dalam biota.
Penanganan sampel Preparasi Sampel Air
Preparasi sampel air dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Dasar Umum
Universitas Sumatera Utara dan analisis logam berat dengan AAS dilakukan di
Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Sebanyak 100 ml sampel air dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambahhkan
HNO3 sebanyak 5 ml. Kemudian dipanaskan di atas hotplate sampai volume
sampel air ± 30 ml, sampel didinginkan dan disaring dengan kertas saring whatman
0,45 μm. Filtrat diencerkan dengan aquabides dalam labu takar 100 ml dan
dianalisis dengan menggunakan AAS (SNI 06 – 6989.8 - 2004).
Preparasi sampel sedimen
Preparasi sampel sedimen dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Dasar
Umum Universitas Sumatera Utara dan analisis logam berat dengan AAS dilakukan
di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Preparasi sampel dimulai dengan memisahkan sedimen dengan serasah atau
cangkang kerang, kemudian contoh sedimen dikeringkan dalam oven pada suhu
105 oC selama 3 jam. Setelah sedimen kering lalu digerus dan ditumbuk hingga
halus. Bubuk sedimen yang dihasilkan kemudian ditimbang seberat 2 gram lalu
diabukan dalam tanur selama 8 jam pada suhu 405 oC. Sampel yang telah menjadi
abu ditambah HNO3 pekat sebanyak 10 ml . Hasil destruksi ini disaring dan
filtratnya ditampung dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquabides
sampai tanda batas. Filtrat ini kemudian diukur dengan AAS (SNI 06 – 6989.8 -
Preparasi Sampel Kerang
Preparasi sampel kerang dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Dasar Umum
Universitas Sumatera Utara dan analisis logam berat dengan AAS dilakukan di
Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Preparasi sampel dimulai dengan memisahkan daging kerang dengan cangkang,
kemudian daging kerang diambil sebanyak 25 gram dan dikeringkan dalam oven
pada suhu 105 oC selama 3 jam. Kerang kering yang diperoleh digerus dan
ditumbuk hingga halus. Bubuk kerang yang dihasilkan kemudian ditimbang seberat
4 gram lalu diabukan dalam tanur selama 8 jam pada suhu 405 oC. Sampel yang
telah menjadi abu ditambah HNO3 pekat sebanyak 10 ml . Hasil destruksi ini
disaring dan filtratnya ditampung dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan
aquabides sampai tanda batas. Filtrat ini kemudian diukur dengan AAS (SNI 06 –
6989.8 - 2004).
Parameter fisika- kimia perairan
Pengukuran parameter fisika dan kimia air dilakukan dengan dua cara,
yakni secara langsung (insitu) dan secara tidak langsung (eksitu). Pengamatan dan
pengukuran langsung dilapangan (insitu) dilakukan terhadap parameter suhu, pH,
DO, dan salinitas sedangkan pengamatan secara tidak langsung (eksitu) yaitu
kekeruhan. Parameter kualitas air dan metode analisis pengukuran dapat dilihat
Tabel 2. Parameter kualitas air dan metode analisis
Parameter Satuan Metode Analisis/ Alat Lokasi
Fisika
1. Kekeruhan NTU Turbidity meter ex situ
2. Suhu
3. Salinitas
o C
‰
Thermometer air raksa
Ion-ion terlarut
In situ
In situ
Kimia
1. pH - pH meter In situ
2. DO mg/l DO meter/ Titrasi winkler In situ
Logam Berat
1. Pb ppm AAS Laboratorium
Analisis data
Penentuan Konsentrasi Logam Berat
Penentuan konsentrasi logam berat dengan cara langsung untuk contoh air
dan cara kering/ pengabuan untuk contoh sedimen. Pengukuran logam berat dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry), selanjutnya dihitung
dengan formula (Hutagalung dan Sutomo, 1999) :
K. x V
Ws
Keterangan:
K sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya (mg/kg)
K.AAS : Konsentrasi Atomic Absorption Spectrofotometry (mg/l) Vp : Volume pelarut (L)
Ws : Berat sampel (mg)
Koefesien korelasi
Untuk mengetahui keeratan hubungan logam berat antara air dan sedimen
dibuat analisis Korelasi Spearman, maka pengelolaan data akan dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 17.0. Dimana yang korelasikan adalah nilai
Matriks korelasi menunjukkan hubungan antara variabel yang ada. Menurut
Sugiono (2005) menjelaskan, koefesien korelasi dapat dibagi menjadi beberapa
tingkatan (Tabel 3).
Tabel 3. Interval korelasi dan tingkat hubungan antar faktor
Interval Koefesien Tingkat Hubungan
0,00 – 0.199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1 Sangat Kuat
Analisa deskriptif
Untuk melihat kondisi pencemaran logam berat pada air dan sedimen
Perairan Pantai Belawan maka hasil analisis logam berat dibandingkan dengan baku
mutu air laut untuk biota laut berdasarkan KEPMEN LH No.51 tahun 2004..
Sedangkan untuk melihat kondisi pencemaran logam berat di sedimen berdasarkan
Reseau Nationald’Observation (RNO), 1981 diacu oleh Hamidah, 1986 dan untuk
kondisi pencemaran logam berat pada kerang darah berdasarkan Depkes RI, 1989
(Tabel 4).
Tabel 4. Kriteria baku mutu kandungan logam Pb dalam air, sedimen,dan kerang
Logam berat Baku mutu
Timbal (Pb)
Air (mg/L) KEPMEN LH No.51 tahun 2004 (0,008 mg/L) Sedimen (mg/kg) RNO tahun 1981 (10 - 70 mg/kg)
Kerang (ppm) Depkes RI, 1989 (2 ppm)
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4, kriteria kandungan logam berat
Pb dalam air dan sedimen yang diperbolehkan di perairan air laut. Apabila
kandungan logam tersebut berada diatas nilai baku mutu, maka akan menyebabkan
Pada perairan alami, kandungan logam berat pada sedimen lebih besar
daripada di perairan. Hal ini dikarenakan logam berat yang terlarut dalam air akan
berpindah ke sedimen kemudian berikatan dengan materi organik bebas atau materi
organik yang melapisi permukaan sedimen sehingga terjadi penyerapan langsung
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Parameter Fisika dan Kimia
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kualitas air yang dilakukan di
perairan Belawan Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi
Sumatera Utara dengan tiga kali pengambilan sampel.
Parameter perairan yang diamati pada penelitian ini meliputi parameter
suhu, kekeruhan, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), salinitas (‰), Pb
Air, Pb Sedimen, dan Pb Kerang (Tabel 5). Hasil pengamatan kondisi fisika dan
kimia perairan yang dilakukan selama penelitian memberikan gambaran mengenai
kondisi Perairan Pantai Belawan.
Tabel 5. Parameter Fisika, Kimia, dan Timbal (Pb) selama penelitian
No Parameter Satuan Stasiun
I II III
1 Suhu 0C 31,11 31 30,33
2 pH 6,5 6,356 6,722
3 DO mg/l 3,27 3,53 3,6
4 Salinitas ‰ 22 23 27
5 Kekeruhan NTU 23,31 24,59 26,75
6 Pb Air mg/l 0,64 0,91 0,87
7 Pb Sedimen mg/kg 60,78 71,56 60,9
8 Pb Kerang mg/kg 10,48 12,03 10,92
Suhu
Nilai rata-rata suhu perairan dapat dilihat pada Gambar 3. Disetiap stasiun
kisaran suhu antara 30,33–31,11 ºC, suhu tertinggi berada pada stasiun I adalah
31,11 ºC dan terendah 30,33 ºC pada stasiun III. Pengukuran suhu dilakukan
Gambar 10. Rata–rata konsentrasi Pb dalam kerang
Kandungan logam berat pada kerang darah (Gambar 10) berkisar antara
10,48 – 12,03 mg/kg. Rata-rata kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar
10,48 mg/kg, stasiun II sebesar 12,03 mg/kg dan pada stasiun III sebesar 10,92
mg/kg. Ada kecenderungan peningkatan kandungan logam Pb dari stasiun I ke
stasiun II dan terjadi penurunan kandungan logam Pb pada stasiun III.
Perbandingan Dengan Beberapa Penelitian Timbal (Pb) Pada Bivalva
Konsentrasi rata-rata logam berat timbal (Pb) pada kerang darah bila
dibandingkan dengan konsentrasi rata-rata timbal pada organisme lainnya dari
beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya di Perairan Bagan Deli
Belawan Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Konsentrasi Rata-rata Logam Timbal (Pb) dari Beberapa Penelitian terhadap Organisme di Perairan Bagan Deli Belawan Sumatera Utara
No Biota Konsentrasi Pb (mg/kg)
1 Udang 0,1625*
2 Kerang Bulu 0,1377*
3 Cumi-cumi 0,0093*
4 Ikan Kepe-kepe 0,2738*
5 Kerang darah 0,1374* ; 0,042**
0 2 4 6 8 10 12 14
stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3
Konsntrasi
logam
Pb
(mg/kg)
10.48
12.03
Sumber : *= Siagian, L.T.I (2004) ; **= Sitorus, H (2002)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Bagan
Deli Belawan Sumatera Utara bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan Siagian (2004) dan Sitorus (2002) pada tabel 8, maka hasil penelitian
yang telah dilakukan jauh lebih tinggi dari hasil penelitian pada tabel 8. Konsentrasi
Timbal (Pb) pada kerang darah yang diperoleh berkisar antara 10,48 – 12,03 mg/kg.
Korelasi Logam Berat Pb pada Air, Sedimen, dan Kerang
Berikut ini merupakan hasil korelasi logam berat Pb antara air, sedimen, dan
kerang (Tabel 5, 6, dan 7).
Tabel 5. Hasil analisis korelasi antara kandungan logam berat Pb pada air, sedimen, dan kerang di stasiun I
Parameter Regresi R² Korelasi
Kerang - Air
Y = - 20,265x +
25,149 0,131 0,362
Kerang -
Sedimen Y = -0,023x + 11,896 0,014 0,117 Air - Sedimen Y = 0,005x + 0,341 0,992 0,996
Tabel 6. Hasil analisis korelasi antara kandungan logam berat Pb pada air, sedimen, dan kerang di stasiun II
Parameter Regresi R² Korelasi
Kerang - Air Y = 12x + 1,112 0,689 0,830 Kerang -
Sedimen Y = 0,137 x + 2,260 0,992 0,996 Air - Sedimen Y = 0,008 x + 0,314 0,770 0,877
Tabel 7. Hasil analisis korelasi antara kandungan logam berat Pb pada air, sedimen, dan kerang di stasiun III
Parameter Regresi R² Korelasi
Kerang - Air Y = 8,833x + 3,180 0,792 0,890 Kerang -
B. Pembahasan
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Suhu perairan merupakan salah satu parameter fisika yang penting bagi
kehidupan biota laut. Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di
perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan
panas di perairan. Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai
ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah
dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat
perkembangbiakan organisme perairan (Yulistiana, 2007). Kelangsungan hidup dan
pertumbuhan yang optimal setiap biota mempunyai batas toleransi yang
berbeda-beda. Suhu air adalah pengatur utama dalam proses-proses alami lingkungan
perairan (Bahri, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di perairan Pantai Belawan
bahwa nilai rata–rata suhu pada stasiun I adalah 31,11 ºC, nilai rata–rata suhu pada
stasiun II adalah 31 ºC, dan nilai rata–rata suhu pada stasiun III adalah 30,33 ºC.
Suhu di daerah penelitian masih sesuai dengan KepMen KLH/No51/2004 tentang
baku mutu air laut untuk keperluan biota laut, nilai temperatur pada semua stasiun
berada pada kisaran suhu alami (28-32°C).
Suhu juga mempengaruhi proses kelarutan logam–logam berat yang masuk
ke perairan. Semakin tinggi suhu suatu perairan, kelarutan logam berat akan
semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan Darmono (1995) yang menyatakan bahwa
oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke
udara.
Nilai pH air yang normal juga mengindikasikan bahwa jumlah bahan
organik yang terlarut sedikit. Semakin banyak jumlah bahan organik yang terlarut
maka akan menyebabkan nilai pH menurun, karena konsentrasi CO2 semakin
meningkat akibat aktivitas mikroba dalam menguraikan bahan organik
(Rinawati, dkk., 2008).
Pada penelitian yang telah dilakukan di perairan Pantai Belawan bahwa nilai
pH yang terdapat pada stasiun I adalah 6,5 dan menurun pada stasiun II yang
memiliki nilai rata-rata pH sebesar 6,35. Sedangkan pada stasiun III memiliki nilai
pH rata-rata adalah 6,72. Kondisi pH umumnya relatif konstan dan mendekati
netral. Hal ini menunjukkan sifat air yang mempunyai sistem penyangga (adanya
ion inkarbonat (H
2CO3) yang sangat baik terhadap perubahan pH, sehingga pH
perairan relatif konstan atau akan sedikit mengalami perubahan. Apabila terjadi
pembuangan limbah domestik dan industri yang terus menerus ke perairan akan
mengakibatkan perairan menjadi tercemar dan dapat mengubah pH air yang
akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan
pada kehidupan biota perairan. Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua
bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam limbah. Tanpa adanya
oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena
oksigen terlarut diproses untuk degradasi senyawa organik dalam air (Warlina,
2004). Menurut Mason, (1993) diacu oleh Bahri, (2002), oksigen terlarut dalam
karena bakteri pengurai membutuhkan oksigen untuk proses perombakannya.
Sumber Oksigenterlarut dari perairan adalah udara diatasnya, proses fotosintesa
dan glikogen dari binatang itu sendiri. Oksigen terlarut merupakan parameter kunci
yang dapat menentukan tingkat pencemaran suatu perairan.
Hasil pengukuran oksigen terlarut di lokasi penelitian pada stasiun I
memiliki nilai rata-rata 3,27, pada stasiun II memiliki nilai rata-rata 3,53 dan pada
stasiun III memiliki nilai rata-rata 3,6. Variasi nilai oksigen terlarut pada setiap
stasiun penelitian dimana nilai oksigen terlarut pada semua stasiun berada dibawah
kisaran baku mutu air laut untuk biota laut yang diperbolehkan oleh KepMen No
51/MENKLH/2004 yaitu >6 mg/l.
Salinitas menggambarkan kandungan konsentrasi total ion yang terdapat
pada perairan baik organik maupun anorganik (Effendi, 2003). Pada hasil penelitian
terlihat bahwa nilai salinitas berkisar antara 22-27 ‰. Nilai salinitas terendah 22 ‰
terdapat di stasiun I yang dekat daratan, sedangkan nilai salinitas tertinggi 27 ‰
terdapat di stasiun III yang terletak jauh dari daratan. Perbedaan salinitas setiap
stasiun sangat dipengaruhi oleh jarak posisinya terhadap sungai dan laut, dan
diduga dipengaruhi debit arus pasang surut yang kondisinya cenderung
berfluktuasi. Pada saat pasang pengaruh arus dari laut mendorong massa air sungai
masuk ke bagian hulu sungai, sebaliknya pada saat surut massa air laut terdorong
massa air sungai. Menurut Boy, (1988) diacu oleh Bahri, (2002) beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi salinitas antara lain aliran air tawar, gelombang, angin,
dan kecepatan pasang surut air. Berdasarkan KepMen No 51/MENKLH/2004
Kekeruhan adalah gambaran sifat optik dari suatu perairan yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh partikel–partikel
yang ada dalam air. Pada umumnya perairan laut mempunyai nilai kekeruhan yang
rendah dibandingkan dengan perairan tawar (Effendi, 2003).
Hasil penelitian yang dilakukan bahwa nilai rata–rata kekeruhan pada
stasiun I adalah 26,746 NTU, pada stasiun II nilai rata–rata kekeruhan adalah
24,586 NTU, dan pada stasiun III nilai rata–rata kekeruhan adalah 23,306 NTU.
Berdasarkan KepMen No 51/MENKLH/2004 bahwa baku mutu kekeruhan adalah
<5 NTU, pada perairan Pantai Belawan nilai kekeruhan sudah berada jauh dari
baku mutu dan hal tersebut diduga karena padatnya pemukiman penduduk disekitar
perairan dan tingginya aktivitas industri maupun perikanan pada daerah tersebut.
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air, Sedimen, dan Kerang
Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di
dalam kerak bumi. Namun, timbal juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan
mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. (Widowati,
dkk., 2008).
Berdasarkan hasil penelitian logam berat Pb pada air bahwa pada stasiun I
nilai rata–rata logam Pb adalah 0,638 mg/L, pada stasiun II nilai rata–rata logam Pb
adalah 0,910 mg/L, dan pada stasiun III nilai rata–rata logam berat Pb adalah 0,876
mg/L. Berdasarkan KEPMEN LH No.51 tahun 2004 baku mutu air laut untuk biota
adalah sebesar 0,008 ppm. Bila dilihat dari hasil baku mutu maka konsentrasi
logam berat Pb pada perairan Pantai Belawan sudah tercemar.
Data ini menunjukkan bahwa pada stasiun II dan III banyak menerima
daerah pelabuhan. Daerah tersebut merupakan tempat pelabuhan perikanan dimana
alat transportasi laut yang membutuhkan bahan bakar dan menghasilkan buangan
limbah Pb yang akhirnya mempengaruhi kualitas air laut di daerah tersebut dan
juga karena lokasi tersebut merupakan tempat berlabuhnya kapal-kapal yang
limbahnya terbuang ke laut. Umumnya bahan bakar minyak mendapat zat
tambahan tetraetil yang mengandung Pb untuk meningkatkan mutu, sehingga
limbah dan kapal-kapal tersebut dapat menyebabkan kadar Pb di perairan tersebut
tinggi.
Sedimen merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang ada di dasar
perairan. Dalam lingkungan perairan ada 3 media yang dapat dipakai sebagai
indikator pencemaran logam berat yaitu air, sedimen dan organisme hidup (Fitriati,
2004). Secara teoritis sedimen merupakan salah satu indikator penting dalam
pemantauan pencemaran, khususnya logam berat.
Hasil penelitian logam berat Pb dalam sedimen pada stasiun I memiliki nilai
rata–rata 60,78 mg/kg, pada stasiun II memiliki nili rata–rata 71,561 mg/kg, dan
pada stasiun III memiliki nilai 60,90 mg/kg. Berdasarkan Reseau National
d’Observation (RNO), 1981 diacu oleh Hamidah, 1986 bahwa baku mutu
kandungan logam berat Pb dalam sedimen adalah berkisar 10-70 ppm. Bila dilihat
dari hasil penelitian maka stasiun II sudah melebihi baku mutu yang telah
ditetapkan. Hal tersebut terjadi karena pada stasiun II yang merupakan tempat
pelabuhan perikanan yang banyak terdapat kapal–kapal yang membuang limbahnya
secara langsung ke badan air dan aktivitas masyarakat sekitarnya juga ikut berperan
Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan besar bahwa perairan telah
terkontaminasi oleh Pb. Kontaminasi ini seiring dengan berjalannya waktu akan
dapat menimbulkan akumulasi baik pada tubuh biota yang hidup dan mencari
makan di dalam maupun di sekitar sedimen atau dasar perairan, dan akan berbahaya
bagi biota yang hidup dan mencari makan di dalam maupun di sekitar sedimen atau
dasar perairan, yang pada gilirannya akan berbahaya pula bagi manusia yang
mengkonsumsi biota tersebut.
Kerang mendapatkan makanan dengan menjaring (filter feed) jasad-jasad
renik terutama plankton nabati atau hewani, sehingga apabila lingkungan tempat
kerang tersebut tercemar logam berat, maka pada tubuh kerang akan terakumulasi
logam berat dalam jumlah tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap kandungan logam berat Pb pada
kerang darah (Anadara granosa) bahwa stasiun I memiliki nilai rata–rata 10,48
mg/kg, stasiun II memiliki nilai rata-rata 12,033 mg/kg, dan stasiun III memiliki
nilai rata–rata 10,927 mg/kg. Berdasarkan Depkes RI, 1989 baku mutu logam Pb
dalam kerang adalah sebesar 2 ppm. Maka dari setiap stasiun pengamatan sudah
jauh melebihi baku mutu.
Tingginya kandungan logam berat pb pada daging kerang darah di setiap
stasiun diduga karena letak lokasi dekat dengan pelabuhan kapal-kapal, bongkar
muat, kapal ikan, pabrik-pabrik, dan galangan kapal serta pemukiman penduduk.
Selain itu, di sepanjang hulu sungai juga terdapat banyak pabrik industri,
memungkinkan adanya limbah buangan air yang dibuang ke sungai terbawa air
sungai dan berakhir di muara sungai dan menjadi tempat berkumpulnya zat-zat
dikemukakan oleh Rochyatun dan Rozak, (2007) penyebab utama logam berat
menjadi bahan pencemar berbahaya karena tidak dapat dihancurkan oleh organisme
di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan terutama mengendap di perairan
membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara
absorbsi dan kombinasi. Selanjutnya menurut Suprapti, (2008) banyaknya
kandungan Pb ini disebabkan oleh sifat dari kerang darah termasuk hewan sedentari
yang hidupnya relatif menetap di dasar perairan dan merupakan hewan deposit
feeder, sehingga mampu mengakumulasi logam berat Pb yang terdapat di lokasi
tersebut.
Hubungan Kandungan Logam Pb dalam Air, Sedimen, dan Kerang
Untuk mengetahui keterkaitan antara kandungan logam berat Pb dalam
kerang dengan kandungan logam berat Pb dalam air dan sedimen, maka dilakukan
uji korelasi. Berdasarkan hasil uji korelasi antara kandungan logam berat Pb pada
kerang, air, dan sedimen memperlihatkan adanya korelasi positif dan negatif antara
kandungan logam berat yang diamati. Hasil korelasi tersebut dapat dilihat pada
Tabel 5, 6, dan 7.
Dari hasil uji korelasi antara Pb daging kerang dengan Pb air dan sedimen
pada ketiga stasiun pengamatan di perairan Pantai Belawan diperoleh nilai korelasi
yang tertinggi pada stasiun I antara Pb air dengan Pb sedimen dan stasiun II antara
Pb kerang dengan Pb sedimen dengan korelasi 99,6% dan merupakan hubungan
korelasi yang sangat kuat dengan koefisien regresinya positif dan searah. Apabila di
stasiun I Pb pada air meningkat konsentrasinya maka Pb pada sedimen juga akan
kerang dengan Pb sedimen. Tingginya akumulasi logam berat Pb pada sedimen
tersebut menyebabkan tingginya logam berat pada daging kerang darah. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmad, (2009) sedimen di dasar perairan
telah terkontaminasi oleh Pb seiring dengan berjalannya waktu maka Pb akan
terakumulasi di dalam sedimen dalam jumlah yang lebih banyak lagi, juga di dalam
tubuh biota yang hidup dan mencari makan di dalamnya.
Pada stasiun III nilai korelasi Pb air dengan Pb sedimen yang terendah
dengan nilai kolerasi 6,1% dan koefisien regresi positif. Pada stasiun I nilai kolerasi
Pb kerang dan Pb sedimen adalah 11,7 % dengan koefisien regresi negatif. Dimana
semakin tinggi Pb kerang maka Pb pada sedimen akan semakin rendah.
Analisis Dampak Pencemaran Logam Berat Timbal
Pencemaran logam berat dapat merusak lingkungan perairan dalam hal
stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis,
kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat dapat ditentukan oleh
faktor kadar dan kesinambungan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat
toksisitas dan bioakumulasi. Pencemaran logam berat dapat menyebabkan
terjadinya perubahan struktur komunitas perairan, jaringan makanan, tingkah laku,
efek fisiologi, genetik dan resistensi (Racmansyah, dkk ., 1998).
Kandungan logam berat yang menumpuk pada air laut dan sedimen akan masuk ke
dalam sistem rantai makanan dan berpengaruh pada kehidupan organisme (Said, dkk.,
2009).
Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui
beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit.